efek hepatoprotektif ekstrak metanol : air daun - … filei efek hepatoprotektif ekstrak metanol :...
Post on 08-Aug-2019
246 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUN
Macaranga tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI
PARASETAMOL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Elisa Eka Adrianto
NIM : 078114091
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
ii
Skripsi
EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUN
Macaranga tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI
PARASETAMOL
Yang diajukan oleh :
Elisa Eka Adrianto
NIM : 078114091
telah disetujui oleh
Pembimbing
(Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. )
Tanggal :
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Pengesahan Skripsi
Berjudul
EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUNMacaranga tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI
PARASETAMOL
Oleh :
Elisa Eka Adrianto
NIM : 078114091
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
pada tanggal :
Mengetahui,
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
(Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt.)
Pembimbing :
(Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt.)
Panitia Penguji : Tanda tangan
1. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. ………………..
2. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. ………………..
3. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. ………………...
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“I CAN DO EVERYTHING THROUGH HIM GIVES ME STRENGTH”
(Philippians 4:13)
“Akhir dari upaya terbaik kita adalah awal dari campur tangan
Tuhan. Maka bekerjalah sebaik mungkin, lalu bersabarlah seyakin
mungkin.”
Kupersembahkan skripsi ini untuk……
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menjaga dan memberiku kekuatan
Papa Mamaku tercinta, Kedua adikku Vina dan Vani, dan keluarga besarku
yang selalu memberiku dukungan dan doa
Marco Vincentius penyemangatku
Sahabat-sahabatku tersayang
Almamaterku tercinta
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul efek
hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus jantan
terinduksi parasetamol, tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali
yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya
ilmiah.
Yogyakarta, 28 Januari 2011
Penulis
(Elisa Eka Adrianto)
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
vi
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkatnya yang melimpah,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Efek Hepatoprotektif
Ekstrak Metanol:Air Daun Macaranga tanarius L. Pada Tikus Jantan
Terinduksi Parasetamol” dengan baik.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan
skripsi, tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya selama ini.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt. sebagai Dosen Pembimbing Utama skripsi ini
atas segala kesabarannya telah memberikan bimbingan, pengarahan, tuntunan,
dukungan dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.
4. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. sebagai Dosen Penguji skripsi atas bantuan,
masukkan dan perhatian kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.
5. Bapak Dr. C.J. Soegihardjo, Apt sebagai Dosen Penguji skripsi yang telah
banyak memberikan masukan dan saran.
viii
6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Pimpinan Laboratorium Farmasi yang
telah memberikan ijin penggunaan semua fasilitas laboratorium guna
penelitian skripsi ini.
7. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. yang telah membimbing dalam
determinasi tanaman Macaranga tanarius L.
8. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Yuwono dan Pak Timbul yang
telah banyak membantu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk
melakukan penelitian ini.
9. Papa Miming, Mama Ina, Oma, Opa, Vina, Vani, dan Yozh yang telah
membantu dari awal sampai akhir penelitian ini, atas doa, dukungan semangat
dan perhatiannya.
10. Mikael Marco Vincentius Karyadi sebagai sahabat seperjalanan yang tak
pernah selesai, atas doa, kasih sayang, perhatian, bantuan, motivasi dan
waktunya.
11. Teman-teman “Tim Macaranga” Andreas Arry Mahendra, Arry Widya
Nugraha, Aryanti Prima Andini dan Dina Wulandari, atas kerja sama,
bantuan, suka duka, dan perjuangan dalam menyelesaikan penelitian ini
sampai akhir.
12. Teman-teman tercinta Sano, Tika, Yesia, Siska, Ina, Paul, Mbak Dewi, dan
Fenny atas semangat keceriaan selama penyelesaian skripsi ini.
13. Seluruh warga FKK angkatan 2007 kelas C dan semua teman farmasi USD
ix
atas kebersamaannya selama kuliah S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma ini.
14. Teman-teman KKN-ku Lusi, Nana, Selly, Suster Yusta, Heri dan Andri yang
telah memberikan semangat dan kerja sama dalam penyelesaian skripsi ini.
15. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang turut
membantu selama penyusunan skripsi ini berlangsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu
penulis menerima kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi acuan bagi penelitian-
penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, 28 Januari 2011
Penulis
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………..... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………..... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………. v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA …….. vi
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.......................................... vii
PRAKATA………………………………………………………………….... viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..... x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..... xiv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..... xviii
INTISARI…………………………………………………………………..... xx
ABSTRACT………………………………………………………………....... xxi
BAB I. PENGANTAR…………………………………………….................. 1
A. Latar Belakang…………………………………………..……………….... 1
1. Perumusan masalah.......…………………………………......……….... 3
2. Keaslian penelitian…………………………………………….......…… 4
3. Manfaat penelitian…………………………………………………..…. 5
B. Tujuan Penelitian........................................................................................... 5
xi
BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA.............................................................. 6
A. Anatomi dan Fisiologi Hati.............................................................................6
B. Kerusakan Hati................................................................................................9
C. Hepatotoksin....................................................................................................12
D. Parasetamol.................................................................................................... 13
E. Metode Uji Hepatotoksisitas........................................................................... 15
F. Macaranga tanarius (L.)................................................................................. 17
1. Taksonomi................................................................................................. 17
2. Nama Daerah............................................................................................. 18
3. Morfologi................................................................................................... 18
4. Kandungan kimia...................................................................................... 18
5. Khasiat dan kegunaan............................................................................... 19
6. Ekologi penyebaran dan budidaya............................................................. 21
G. Metode Penyarian........................................................................................... 21
H. Landasan Teori............................................................................................... 22
K. Hipotesis ....................................................................................................... 25
BAB III. METODE PENELITIAN..................................................................... 26
A. Jenis dan Rancangan Penelitian..................................................................... 26
B. Variabel dan Definisi Operasional.................................................................. 26
1. Variabel………..……………………………………………..................26
2. Definisi operasional ................................................................................27
C. Bahan Penelitian............................................................................................28
xii
D. Alat atau Instrumen Penelitian........................................................................30
E. Tata Cara Penelitian .......................................................................................31
F. Tata Cara Analisis Hasil .................................................................................37
BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................38
A. Hasil Determinasi Tanaman………...............................................................38
B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius..............39
C. Uji Pendahuluan……….................................................................................40
1. Penentuan dosis hepatotoksik parasetamol………………………………40
2. Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol mencapai maksimal…...40
3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius……….43
4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius …………………..44
D. Perbandingan Aktivitas ALT-AST-serum tiap kelompok...............................45
1. Kontrol hepatotoksin Parasetamol dosis 2,5 g/kgBB.................................48
2. Kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/Kg BB.....................................50
3. Kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84 g/kg BB..............................51
4. Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426;
1,280; dan 3,840 g/kgBB pada tikus jantan terinduksi parasetamol...........52
E. Rangkuman Pembahasan...................................................................................63
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................…65
A. Kesimpulan....................................................................................................…65
B. Saran..............................................................................................................…65
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................66
xiii
LAMPIRAN...........................................................................................................70
BIOGRAFI PENULIS...........................................................................................106
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I Aktivitas ALT-AST serum sel hati tikus setelah
pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang
waktu 24, 48, dan 72 jam...................................................................41
Tabel II Purata ± SE aktivitas ALT-serum tikus jantan setelah pemberian
ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hari yang
diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol
dosis 2,5 g/kgBB................................................................................45
Tabel III. Purata ± SE aktivitas AST-serum tikus jantan setelah pemberian
ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama
6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi
parasetamol dosis 2,5g/kgBB............................................................46
Tabel IV. Efektif Dosis Tengah Hepatoprotektif (ED50) ...................................60
Tabel V. Data aktivitas ALT-serum pada tikus jantan terinduksi parasetamol
setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6
hari......................................................................................................79
Tabel VI. Data aktivitas AST-serum pada tikus jantan terinduksi parasetamol
setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6
hari.......................................................................................................92
Tabel VII. Rangkuman signifikansi hasil uji Mann Whitney ALT-serum tikus
setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius.................97
xv
Tabel VIII. Rangkuman signifikansi hasil uji Anova oneway (Post Hoc)
AST-serum tikus setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius..................................................................................................98
Tabel IX. Dosis, log dosis, % efek hepatoprotektif dan ED50 pada masing- masing
kelompok perlakuan................................................................................103
Tabel X. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius............................105
Tabel XI. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air daun M. tanarius.....................105
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur mikroskopik hati…....................................................................8
Gambar 2. Struktur Parasetamol..............................................................................13
Gambar 3. Struktur kandungan senyawa daun M. tanarius.....................................20
Gambar 4. Mekanisme toksik parasetamol...............................................................23
Gambar 5 Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β unsaturated
pada macarangiosida A...........................................................................25
Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus setelah
pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24,
48, dan 72 jam. .......................................................................................41
Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus setelah
pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24,
48, dan 72 jam. .......................................................................................42
Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus
setelah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari
selama 6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi
parasetamol dosis 2,5 g/kgBB...............................................................47
Gambar 9. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus
setelah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari
selama 6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi
parasetamol dosis 2,5 g/kgBB...............................................................47
xvii
Gambar 10. Persamaan garis ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius.................61
Gambar 11. Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β unsaturated pada
macarangiosida A...................................................................................63
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto daun M. tanarius...........................................................................70
Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun M. tanarius......................................... 70
Lampiran 3. Foto larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius.............................. 70
Lampiran 4. Surat Determinasi Tanaman M. tanarius............................................ 71
Lampiran 5. Hasil uji anova waktu pencuplikan darah............................................. 72
Lampiran 6. Hasil data aktivitas ALT-serum pada tikus jantan terinduksi
parasetamol setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun
M. tanarius selama 6 hari......................................................................78
Lampiran 7. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway, Uji Kruskall Wallis
dan Uji Mann Whitney ALT-serum tikus jantan setelah praperlakuan
ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6 hari..............................79
Lampiran 8. Hasil data aktivitas AST-serum pada tikus jantan terinduksi
parasetamol setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun
M. tanarius selama 6 hari.......................................................................92
Lampiran 9. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway AST-serum
tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
selama 6 hari..........................................................................................93
Lampiran 10. Rangkuman Hasil Uji Statistik Kolmogorov Smirnov, ANOVA
oneway, Uji Kruskall Wallis dan Uji Mann Whitney ALT- serum
xix
tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun
M. tanarius ..........................................................................................97
Lampiran 11. Rangkuman Hasil Uji Statistik Kolmogorov Smirnov dan ANOVA
oneway AST-serum tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak
metanol-air daun M. tanarius.................................................................98
Lampiran 12. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol daun
Macaranga tanarius (L.) kelompok perlakuan......................................99
Lampiran 13. Perhitungan konversi dosis untuk manusia.........................................100
Lampiran 14. Perhitungan efek hepatoprotektif.......................................................101
Lampiran 15. Perhitungan efektif dosis tengah (ED50) hepatoprotektif ekstrak
metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) pada tikus jantan
terinduksi parasetamol. .....................................................................103
xx
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang efek ekstrakmetanol-air daun M. tanarius untuk menurunkan aktivitas ALT-AST serum sehinggadapat digunakan sebagai hepatoprotektor, serta mendapatkan besar dosis efektifnya.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkappola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan,dan berat ± 150-250 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompokperlakuan. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi parasetamol 2,5 g/kg BB.Kelompok II (kontrol negatif) diberi CMC Na 1% 3,840 g/kg BB. Kelompok III(kontrol ekstrak daun M. tanarius 3,840 g/kg BB. Kelompok IV-VI (perlakuan) diberiekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 g/kg BB; 1,280 g/kg BB; dan 3,840g/kg BB secara oral sekali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari ke-7 semua kelompok perlakuan diberi suspensi parasetamol dosis 2,5 g/kg BB secaraoral. Empat puluh delapan jam sesudahnya, darah diambil dari sinus orbitalis matauntuk ditetapkan aktivitas ALT-AST serumnya. Data ALT-AST serum yang didapatdianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi datanya,dilanjutkan analisis dengan Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitasALT-AST serum antar kelompok. Kemudian dilanjutkan uji dengan Mann Whitneyuntuk melihat perbedaan tiap kelompok. Dosis efektif hepatoprotektif (ED50) dihitungdengan analisis regresi linier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanariusmempunyai efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol pada dosis0,426 g/kg BB; 1,280 g/kg BB; dan 3,840 g/kg BB dengan memberikan efekhepatoprotektif berturut-turut sebesar 39,5%; 69,2%; dan 90,7%. Nilai ED50 ekstrakmetanol-air daun M. tanarius adalah 0,629 g/kg BB.
Kata kunci : Macaranga tanarius (L.), ekstrak metanol-air, hepatoprotektif,parasetamol
xxi
ABSTRACT
The research has purpose to get information about the effect of water-methanol extract M. tanarius leaf for reducing activity of ALT-AST serum so that itcan be used as hepatoprotector and estimated quantity of effective dose.
The research was pure experimental with direct sampling design. The researchused Wistar male rats, age 2-3 months and the weight ± 150-250 grams. Rats can bedivided into six treatment groups. First group (hepatotoxin control) givenparacetamol 2.5 g/kg BW. Second group (negative control) given CMC Na 1% 3.840g/kg BW. Third group (extract control M. tanarius leaf) 3.840 g/kg BW. Fourth-sixthgroup (treatment) given water-methanol extract M. tanarius leaf dose 0.426 g/kg BW;1.280 g/kg BW; and 3.840 g/kg BW orally once a day for six days and then in theseventh day all treatment groups were given suspention of paracetamol dose 2.5 g/kgBW orally. After 48 hours, blood taken from sinus orbitalis eyes for measuring ALT-AST serum activity. Data ALT-AST serum that got and analyzed with Kolmogorov-Smirnov test to see the distribution the data and continue to the Kruskal Wallis toknow the different ALT-AST serum among the groups. Then it was continued the testwith Mann Whitney test to see the difference among the groups. Hepatoprotectiveeffective dose (ED50) was calculated by linier regresion analysis.
The result of this research showed that water-methanol extract M. tanariusleaf has hepatoprotective effect on male rat induced by paracetamol at dose 0.426g/kg BW; 1.280 g/kg BW; and 3.840 g/kg BW and give hepatoprotective effects39.5%, 69.2%, and 90.7%. Hepatoprotective effective dose (ED50) as of the water-methanol extract M. tanarius leaf was 0,629 g/kg BW.
Keyword: Macaranga tanarius (L.), methanolic extract, hepatoprotective,paracetamol
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Faktor-faktor penyebab kerusakan pada hati adalah karena induksi oleh obat
atau racun seperti alkohol, infeksi viral dan reaksi imunologi (Williamson, David, dan
Fred, 1996). Kerusakan hati yang disebabkan oleh induksi obat menjadi hal yang
sangat penting untuk diteliti karena jumlah keracunan hati pada pasien yang
menderita penyakit kuning diperkirakan 2% disebabkan oleh induksi obat dan 3-10%
diantaranya mempengaruhi hati. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1960-1970
memberikan gambaran bahwa obat atau toksikan menyebabkan kira-kira 10% dari
seluruh kasus hepatitis atau kira-kira 20-30% dari kasus penyakit hati akut. Beberapa
penelitian terbaru melaporkan bahwa 15-40% kasus penyakit hati akut diperantarai
oleh obat-obatan (Cadman, 2000). Obat-obatan untuk mengatasi kerusakan hati masih
jarang ditemukan di Indonesia. Maka dari itu, dalam penelitian ini akan dicari
alternatif terapi pengobatan dari sumber daya alam.
Tanaman macaranga adalah salah satu tanaman yang tersebar di daerah Asia
Tenggara, Afrika, Madagaskar, Australia dan daerah sekitar Pasifik. Di daerah
Malaysia akar tanaman ini dimanfaatkan sebagai dekok yang khasiatnya sebagai
antitusif dan antipiretik (Lim, Lim, dan Yule, 2009). Beberapa penelitian sudah
dilakukan untuk meneliti kandungan-kandungan kimia dalam daun Macaranga
1
2
tanarius (L.) Berdasarkan penelitian Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto,
Kondo, Otsuka (2006), tanaman Macaranga tanarius (L.) mempunyai aktivitas
sebagai antioksidan yang sangat bermanfaat untuk kesehatan, yaitu macarangiosida
A-D, dan malofenol B yang didapat dari isolasi ekstrak metanol daun Macaranga
tanarius (L.) yang mana mempunyai aktivitas penangkapan terhadap DPPH.
Penelitian Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi, dkk (2009)
yang terbaru melaporkan hasil isolasi daun Macaranga tanarius (L.) menghasilkan
kandungan lignin glukosida yang memiliki aktivitas penangkapan DPPH oleh
antioksidan. Hasil penelitian Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat dan
Sutthivaiyakit (2005) menyebutkan bahwa ada kandungan senyawa antioksidan
dalam daun Macaranga tanarius (L.) yang terbukti dapat menghambat radikal DPPH
yaitu tanariflavanon C dan tanariflavanon D, nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol
C.
Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model yang dapat
menimbulkan kerusakan pada hati adalah parasetamol. Umumnya, parasetamol aman
jika diberikan pada dosis terapetik, yaitu 1-4 g per hari, tetapi jika diberikan pada
dosis yang berlebih akan menyebabkan hepatotoksik (Forrest, 2006). Ketoksikan
parasetamol akan terjadi pada manusia normal pada dosis sebesar 15 g (Madan,
1977). Akibat overdosis, parasetamol akan menghasilkan metabolit yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel hati, yaitu N-acetyl, p-benzoquinone imine (NAPQI)
(Williamson dkk, 1996).
3
Bentuk sediaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ekstrak. Hal ini
berdasar pada penelitian Matsunami dkk (2006) bahwa senyawa antioksidan yang
dapat diperoleh dari daun Macaranga tanarius (L.) adalah dari hasil isolasi ekstrak
metanol yang bersifat polar. Oleh karena itu, dengan penggunaan pelarut penyari
metanol-air, diharapkan dapat diperoleh senyawa antioksidan. Keberadaan
antioksidan dari macaranga yang diharapkan dapat mencegah terjadinya oksidasi
parasetamol menjadi metabolitnya (NAPQI). Eksplorasi terhadap tanaman M.
tanarius di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu penelitian efek
hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus
jantan terinduksi parasetamol menarik untuk diteliti.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. Apakah ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai efek hepatoprotektif
pada tikus jantan terinduksi parasetamol dengan cara menurunkan aktivitas
Alanine Aminotransferase (ALT) serum dan Aspartate Transaminase (AST)
serum?
b. Berapa besar ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius untuk menimbulkan efek
hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol?
4
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek hepatoprotektif jangka
panjang ekstrak metanol-air daun tanaman M. tanarius pada tikus jantan
terinduksi parasetamol belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Matsunami dkk (2006,2009) , M. tanarius mengandung senyawa
glukosida yang dinamai macarangiosida A-C dan malofenol B, yang diisolasi dari
ekstrak metanol daun M. tanarius. Senyawa tersebut menunjukkan aktivitas
penangkapan radikal terhadap DPPH.
Phommart, dkk (2005) melaporkan dari daun M. tanarius ditemukan 3
kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan
tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu
nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanon B, blumenol A
(vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol dan annuionon).
Penelitian terkait pengujian daun M. tanarius melaporkan kandungan ekstrak
metanol M. tanarius berupa corilagin mallotinic acid, chebulagic acid dan novel
ellagitannin (macatannin A) mempunyai aktivitas menghambat α-glukosidase
(Puteri dan Kawabata, 2010).
Ekstrak n-heksan dari daun M. tanarius dilaporkan mengandung nymphaeol
dan tanariflavanon sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta nymphaeol B
sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2 (Phommart, dkk, 2005).
5
Selain itu telah dilakukan penelitian oleh James, Mayeux, dan Hinson
(2003) yaitu mengenai analisis terhadap dosis hepatotoksik dari parasetamol pada
subyek uji mencit.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu
pengetahuan baik kefarmasian ataupun di bidang obat herbal.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan penggunaan tanaman M.
tanarius oleh masyarakat khususnya sebagai alternatif pengobatan bagi para
penderita penyakit hati.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada
tikus jantan terinduksi parasetamol dengan cara menurunkan aktivitas ALT-AST
serum.
2. Untuk mengetahui besar ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius untuk
menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati adalah organ lunak lentur yang dicetak oleh struktur sekitarnya dan
merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gram atau 2%
berat badan orang dewasa normal. Hati memiliki permukaan superior yang cembung
dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah
hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas dan
usus (Price dan Wilson, 2005). Kedua pembuluh darah ini akan bertemu di hati, dan
darah yang dibawa akan keluar melalui vena sentralis menuju vena hepatika dan
akhirnya sampai di vena kava inferior (Lingappa, 1995).
Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak
terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh
ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Setiap lobus hati terbagi menjadi
struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan
fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas
lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena
sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus (Price dan Wilson, 2005). Hati manusia
berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus berbentuk silindris dengan panjang beberapa
6
7
millimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter (Guyton dan Hall, 1996). Diantara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang
merupakan cabang vena porta dan arteria hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinusoid
dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem monosit-
makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam
darah. Sejumlah 50% dari semua makrofag dalam hati adalah sel Kupffer ; sehingga
hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan invasi bakteri
dan agen toksik (Price dan Wilson, 2005). Sel Kupffer merupakan bagian penting dari
sistem retikuloendotelial tubuh. Darah dipasok melalui vena porta dan arteri hepatika,
dan disalurkan melalui vena sentral dan kemudian vena hepatika ke dalam vena kava.
Saluran empedu mulai sebagai kanalikuli yang kecil sekali yang dibentuk oleh sel
parenkim yang berdekatan. Kanalikuli bersatu menjadi duktula, saluran empedu
interlobular, dan saluran hati yang lebih besar. Saluran hati utama menghubungkan
duktus kistik dari kandung empedu dan membentuk saluran empedu biasa, yang
mengalir ke dalam duodenum (Lu, 1995). Skema struktur hati dapat dilihat pada
gambar 1.
8
Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (Chandrasoma dan Taylor, 1995)
Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna limpa melalui vena
porta hepatika, dan dari aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah yang
masuk adalah darah arteria dan duapertiganya adalah darah vena dari vena porta.
Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan
melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava
inferior (Price dan Wilson, 2005).
Hati mempunyai bermacam-macam fungsi dengan 3 fungsi utama dalam
tubuh yaitu untuk sintesis, ekskresi dan metabolisme (Chandrasoma dan Taylor,
1995). Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresi empedu; saluran
empedu mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan
9
mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan (Price dan Wilson,
2005).
Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak ; penimbunan
vitamin, besi dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta
detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting
dan dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi
zat-zat yang dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis
tidak aktif (Price dan Wilson, 2005). Untuk menjalankan fungsi tersebut, hati
dilengkapi dengan sistem vaskuler hepatika, sistem retikuloendotelial, sistem saluran
empedu, dan sistem parenkim hepatika (Guyton, 1983). Sistem vaskuler hepatika
memungkinkan hati sebagai tempat utama metabolisme (biotransformasi) obat induk
menjadi metabolitnya (Donatus, 1992).
Hati yang normal mempunyai kapasitas cadangan yang besar untuk
melakukan fungsinya. Dalam keadaan normal, 80% bagian dari hati dapat dihentikan
aktivitasnya tanpa harus mengurangi fungsinya (Chandrasoma dan Taylor, 1995).
B. Kerusakan Hati
Risiko klinis yang paling parah dari penyakit hati disebabkan oleh kegagalan
hati. Hal ini dapat terjadi secara tiba-tiba dan menjadi kerusakan hati yang paling
besar (Kumar, Contran, Ramzi, Robbins, dan Stanley, 1992). Karena hati mempunyai
10
fungsi cadangan yang sangat besar, kegagalan hati hanya terjadi ketika ada penyakit
hati yang menyerang hingga 80% organ (Chandrasoma dan Taylor, 1995).
Kerusakan hati karena obat atau senyawa kimia dibagi menjadi dua, yaitu
kerusakan hati akut dan kerusakan hati kronis (Zimmerman,1978).
a. Kerusakan hati akut
Kerusakan hati akut umumnya disebabkan oleh sel nekrosis masif akut yang
dikarenakan adanya hepatitis viral dan toksisitas obat. Kerusakan hati akut
digolongkan oleh : (1) penyakit kuning, (2) hipoglikemia, (3) luka yang cenderung
disebabkan oleh penyebaran koagulasi intravaskular dan kerusakan sintesis faktor
penggumpalan darah dalam hati, (4) elektrolit dan gangguan asam-basa (hipokalemia
paling berbahaya), (5) peradangan hati, (6) sindrom hepatorenal, dan (7) peningkatan
enzim serum (LDH, AST, ALT) (Chandrasoma dan Taylor, 1995).
b. Kerusakan hati kronis
Kerusakan hati kronis biasanya disebabkan oleh sirosis, dimana terjadi
pertambahan sel nekrosis hati, fibrosis, dan regenerasi nodular (Chandrasoma dan
Taylor, 1995).
11
Akibat kerusakan hati akut dapat diikuti dengan mengamati perubahan
sebagai berikut :
(1) pengurangan sintesis albumin, yang menimbulkan rendahnya tingkat serum
albumin, edema, dan efusi,
(2) pengurangan tingkat protrombin dan faktor VII, IX, dan X yang dihasilkan saat
terjadi luka,
(3) hipertensi portal
(4) peradangan hati
(5) sindrom hepatorenal
(6) perubahan endokrin yang disebabkan oleh gangguan metabolisme beberapa
hormon. Akumulasi estrogen karena gynecomastia, testicular atrophy, dan lesi
vaskular yang terbentuk oleh dilatasi sekelompok pembuluh darah kecil di dalam
kulit. Kerusakan metabolisme aldosteron dikarenakan sodium dan retensi air dan
dapat berkontribusi menjadi edema. Kerusakan metabolisme dari hormon
antidiuretik dapat berkontribusi pada ketidaknormalan tingkat serum ADH pada
kasus tertentu disebabkan oleh hyponatremia.
(7) Fetor hepaticus
Diduga disebabkan oleh defisiensi katabolisme metionin (Chandrasoma dan
Taylor, 1995).
12
C. Hepatotoksin
Hepatotoksin merupakan zat yang mempunyai efek toksik pada hati dengan
dosis berlebih atau diberikan dalam jangka waktu lama sehingga dapat menimbulkan
kerusakan hepar akut, subkronik, maupun kronik (Zimmerman,1978).
Obat atau senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. hepatotoksin teramalkan (intrinsik)
Merupakan obat atau senyawa kimia yang pada dasarnya mempunyai sifat
toksik terhadap sel hati. Contoh hepatotoksin teramalkan yang dapat menimbulkan
kerusakan nekrosis hepatoseluler adalah racun jamur (Amanita phalloides),
aflatoksin, karbontetraklorida, kloroform, parasetamol, dan lain sebagainya
(Chandrasoma dan Taylor, 1995). Prosesnya dikenal sebagai toksisitas-intrinsik, dan
aksinya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung,
maksudnya obat induk atau bentuk metabolitnya langsung berikatan dengan
komponen membran sel dan merusak sel hati beserta seluruh organelnya, seperti
ditunjukkan oleh CCl4 dan parasetamol. Secara tidak langsung, maksudnya obat
induk atau bentuk metabolitnya dalam menimbulkan luka hepatik dengan cara
mengganggu jalur metabolik-khas (misalnya tetrasiklin), atau mengganggu jalur
ekskresi hepatik (misalnya rifampisin) (Donatus,1992). Kerusakan yang ditimbulkan
13
bergantung dosis dan dapat dicobakan pada hewan uji dan menyebabkan lesi yang
mirip manusia (Zimmerman,1978).
2. hepatotoksin tak teramalkan (idiosinkratik)
Senyawa yang termasuk golongan ini yaitu senyawa yang mempunyai sifat
tidak toksik pada hati, akan tetapi dapat menyebabkan penyakit hati pada individu
yang hipersensitif terhadap senyawa tersebut yang diperantarai oleh mekanisme alergi
(misalnya sulfonamid, halotan) atau karena keabnormalan metabolik menuju
penumpukan metabolit toksik (misalnya iproniazid, isoniazid) (Zimmerman, 1978;
Donatus, 1992). Kerusakan hati yang ditimbulkan oleh hepatotoksin golongan ini
tidak dapat diperkirakan dan tidak tergantung pada dosis (Donatus, 1992).
D. Parasetamol
Gambar 2 . Struktur Parasetamol (Anonim,1979)
Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol (gambar 2) merupakan derivat para
amino fenol yang memiliki khasiat sebagai analgesik-antipiretik. Parasetamol
14
merupakan serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasanya sedikit pahit (Anonim,
1979).
Parasetamol memiliki efek analgesik-antipiretik. Mekanisme aksi parasetamol
tidak jelas. Parasetamol merupakan inhibitor siklooksigenase lemah pada jaringan
perifer (Katzung dan Trevor, 1995).
Parasetamol sejumlah 10-15 g (20-30 tablet) dapat menyebabkan nekrosis
hepatoselular berat dan kadang-kadang nekrosis tubuli ginjal. Kadar dalam darah
antara 4-10 jam setelah minum obat, yang mencapai 300 µg/ml dapat menyebabkan
kerusakan hati (Wenas,1999). Gejala dini kerusakan hati meliputi mual, muntah,
diare dan nyeri abdomen (Katzung, 1989).
Pada dosis terapi, parasetamol tidak bersifat toksik. Pada pemakaian over
dosis, parasetamol bersifat hepatotoksik. Mekanisme toksik parasetamol memerlukan
proses oksidasi dan melalui reaksi fase I (Katzung dan Trevor, 1995). Parasetamol
dimetabolisme dengan cara konjugasi oleh glukoronida dan komponen sulfat yang
kemudian akan diekskresi dalam urine. Sebagian kecil (5-10%) dioksidasi oleh enzim
oksidasi membentuk metabolit reaktif, yaitu N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI)
(Forrest, 2006). Pada kondisi overdosis akut parasetamol, persediaan sulfat tidak
memadai untuk mengkonjugasi seluruh parasetamol sehingga lebih banyak
parasetamol yang dimetabolisme oleh sitokrom P450, dengan demikian jumlah
glutation yang digunakan untuk mendetoksifikasi metabolit reaktif juga tidak
15
memadai. Kemudian NAPQI bereaksi dengan gugus sulfidril lain yang terdapat
dalam hepatoselular seperti sitosol, dinding sel, dan retikulum endoplasma. Hal ini
mengakibatkan nekrosis sentrilobuler hepatic (DiPiro dkk, 2005).
E. Metode Uji Hepatotoksisitas
Studi tentang senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan efek toksik pada
hati dapat dilakukan secara invivo maupun invitro. Model invivo dapat menunjukkan
bahwa senyawa eksogen secara nyata menimbulkan kerugian pada hati berdasarkan
pada tanda-tanda fisiologi yang terjadi. Model invitro menjelaskan mekanisme
kerusakan yang terjadi.
Zimmerman (1978) mengemukakan beberapa parameter yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi kerusakan hati antara lain : (1) uji enzim serum ; (2) pemeriksaan
asam amino dan protein; (3) perubahan penyusun kimia dalam hati; (4) uji ekskretori
hati; dan (5) analisis histologi.
1. Uji enzim serum
Pengukuran enzim serum (atau plasma) dilakukan untuk mendeteksi
ketoksikan pada hati yang kemudian didukung dengan analisis histologi.
Apabila terjadi kerusakan hati, enzim akan dilepaskan ke dalam darah dari
16
sitosol dan organela subsel, seperti mitokondria, lisosom, dan nukleus
(Zimmerman, 1978).
Enzim-enzim transaminase adalah contoh yang paling utama
kelompok enzim hati yang level serumnya berubah selama gangguan
hepatoseluler. Transaminase terdiri atas glutamate piruvat transaminase (GPT)
dan glutamat oksaloasetat transaminase (GOT). Sebagian besar GOT terdapat
di hati dan otot rangka, serta tersebar ke seluruh jaringan. Meskipun enzim
GPT terdapat pula pada beberapa bagian jaringan, konsentrasi terbesarnya
pada semua spesies adalah di hati sehingga GPT merupakan petunjuk yang
lebih spesifik terhadap nekrosis hati daripada GOT. Pada keadaan nekrosis,
sel hati akan dipecah sehingga enzim GPT yang terdapat di dalam sel hati
keluar dan masuk ke dalam aliran darah. Peningkatannya bisa mencapai 10-
100 kali lipat dari harga normal (Zimmerman,1978).
2. Pemeriksaan asam amino dan protein
Pemeriksaan asam amino dan protein penting dilakukan karena
metabolisme asam amino di hati membentuk ammonia dan ureum terjadi
secara lebih lambat dan meningkatkan kadar globulin (Zimmerman, 1978).
17
3. Perubahan penyusun kimia dalam hati
Perubahan penyusun kimia dalam hati menjelaskan mekanisme
kerusakan hati. Pengukuran jumlah lemak di dalam hati mempunyai hubungan
yang dekat dengan terjadinya steatosis (Zimmerman, 1978).
4. Uji ekskretori hati
Kemampuan hati untuk mensintesis urea, kolesterol, plasma protein,
dan mempertahankan kadar glukosa darah serta asam amino merupakan
sebagian contoh fungsi hati. Adanya ketidaknormalan dari beberapa fungsi
hati tersebut dapat menunjukkan terjadinya kerusakan hati. Perubahan
kecepatan metabolisme obat yang terjadi di hati dapat dijadikan parameter
hepatotoksisitas (Zimmerman, 1978).
F. Macaranga tanarius (L.)
Tanaman Macaranga tanarius (L.)
1. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Spermatophyta
Sub- Divisi : Magnoliophyta
18
Classis : Magnoliopsida
Sub-classis : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Familia : Euphorbiaceae
Genus : Macaranga
Spesies : Macaranga tanarius (L.) (Anonim, 2008).
2. Nama daerah
Tutup ancur (Jawa), mapu (Batak), mara (Sunda) (Anonim, 2010).
3. Morfologi
Merupakan pohon kecil sampai sedang, berdaun hijau memiliki ketinggian 4-
5 meter dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar, dengan
stipula besar yang luruh. Perbungaan bermalai di ketiak, bunga ditutupi oleh
daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya.
Biji membulat, menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup
untuk menyamak jala dan kulit (Anonim, 2010).
4. Kandungan kimia
Dalam penelitian kandungan kimia daun M. tanarius yang sudah dilakukan
dilaporkan bahwa terdapat empat kandungan senyawa didalam daun M.
tanarius megastigman glukosida dinamai macarangiosida, bersama dengan
malofenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyperin dan
isoquercitrin (Matsunami, dkk, 2006), serta lignan glukosida, pinoresinol, dan
19
2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F, bersama dengan
15 komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada daun M.
tanarius (Matsunami, dkk, 2009). Uji kandungan kimia dari tanin daun M.
tanarius melaporkan kandungan tanin baru, yaitu 7 hydrolyzable, bersama
dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya (Lin, Nonaka dan Nishioka,
1990). Dari daun M. tanarius ditemukan 3 kandungan senyawa baru yaitu
tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan 7
kandungan yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone
B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol, dan
annuionone) (Phommart,dkk, 2005). Gambar 4 menunjukkan struktur
senyawa tanariflavanon C dan D, nymphaeol A, B dan C, malofenol serta
macarangiosida A-D.
5. Khasiat dan kegunaan
Daun M. tanarius secara tradisional digunakan untuk fermentasi tempe dan
pakan hewan (Puteri dan Kawabata, 2010). Daun M. tanarius selain kaya akan
tanin, dapat digunakan sebagai obat diare, luka dan antiseptik (Lin, dkk,
1990). Di Malaysia dan Thailand, dekok akar Macaranga digunakan sebagai
antipiretik dan antitusif. Untuk agen emetik dapat diambil dari akar keringnya,
dan untuk penutup luka dapat diambil dari daun segarnya guna mencegah
terjadi inflamasi. Di Cina tanaman Macaranga ini menjadi tumbuhan yang
komersil, karena dapat dijadikan sebagai produk minuman kesehatan (Lim,
Lim, Yule, 2009).
20
Tanariflavanon C Tanariflavanon D
Nymphaeol A Nymphaeol B Nymphaeol C
Malofenol Macarangiosida A Macarangiosida B
Macarangiosida C Macarangiosida D
Gambar 3. Struktur kandungan senyawa daun M. tanarius (Phommart, dkk,
2005) dan (Matsunami, 2006)
21
6. Ekologi penyebaran dan budidaya
M. tanarius tersebar luas, dari Kepulauan Andaman dan Nicobar, Indo-Cina,
Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malesia, sampai ke
Australia Utara dan Timur dan Melanesia. Jenis ini umum dijumpai di daratan
Asia Tenggara (Thailand Selatan, Semenanjung Malaya), dan pada banyak
pulau di Malesia (yaitu Sumatera, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi,
Nugini, seluruh Kepulauan Filipina). Selain itu M. tanarius ditemukan di
daerah bersemak di sepanjang Asia Selatan dan Timur, khususnya bagian
Selatan Cina, Korea, dan Okinawa, Jepang (Anonim, 2010).
G. Metode Penyarian
Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian
tumbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan sistem
maserasi dengan menggunakan pelarut organik.
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di
luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi
secara berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar
dan di dalam sel (Anonim, 1986).
22
Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan cara
mengekstraksi zat aktif yang berasal dari simplisia nabati atau hewani dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).
H. Landasan Teori
Di dalam hati, terdapat bermacam-macam bentuk kerusakan hati. Kerusakan
hati akibat induksi obat yang biasa terjadi yaitu nekrosis (Forrest, 2006). Pada
keadaan nekrosis terjadi pemecahan sel hepatosit sehingga enzim ALT yang
terdapat dalam sel hati keluar dan masuk ke aliran darah. Kerusakan ini ditandai
dengan adanya peningkatan aktivitas ALT (Zimmerman, 1978).
Pemberian parasetamol sebagai senyawa model dengan dosis berlebih (dosis
hepatotoksik) akan menimbulkan nekrosis. Di dalam hati, sebagian besar
parasetamol akan terkonjugasi dengan asam glukoronat dan sulfat, dan kurang
lebih 5% nya akan dioksidasi oleh enzim sitokrom P-450 menjadi metabolit
reaktif (NAPQI) (Forrest, 2006). NAPQI bersifat elektrofilik dan didetoksifikasi
oleh glutation (GSH). Jika jumlah GSH di dalam hati mengalami penurunan,
maka GSH tidak dapat mengikat semua NAPQI yang terbentuk, karena jumlah
GSH yang sedikit, sehingga NAPQI yang bebas akan berikatan dengan
23
makromolekul protein hati dan menimbulkan hepatotoksisitas (Zimmerman,
1978). Mekanismenya sebagai berikut :
Gambar 4. Mekanisme toksik parasetamol (Lee, 1995)
Hepatotoksisitas dapat dihambat dengan pemberian senyawa antioksidan.
Antioksidan akan menghambat terjadinya oksidasi parasetamol oleh enzim
24
sitokrom P-450 menjadi NAPQI. Salah satu kandungan daun M. tanarius yang
dapat tersari dari ekstrak metanol-air adalah glikosida, yang mempunyai aktivitas
antioksidan terhadap penangkapan radikal DPPH (Matsunami, dkk, 2006, 2009).
Secara umum dapat dikatakan bahwa senyawa turunan glikosida mampu
memberikan efek antioksidan karena adanya senyawa didalamnya yaitu
malofenol B dan macarangiosida A (Matsunami, dkk, 2006). Kemungkinan
mekanisme kerja antioksidan ini dalam memberikan efek hepatoprotektif adalah
dengan menghambat oksidasi parasetamol menjadi metabolit reaktifnya yaitu
NAPQI oleh sitokrom P-450. Selain sebagai antioksidan, kemungkinan lain
senyawa malofenol B dan macarangiosida A mampu meningkatkan jumlah enzim
glutation S-transferase dalam hati yang berfungsi sebagai enzim penetralisir setiap
metabolit reaktif, sehingga dapat dieliminasi dengan mudah oleh tubuh.
Kemungkinan lain mekanisme kerja antioksidan, yaitu malofenol B dan
macarangiosida A yang dilihat dari pendekatan struktur memiliki penangkapan
radikal bebas (Matsunami, dkk, 2006) akibat adanya gugus karbonil (C=O)
dengan ikatan rangkap terkonjugasi serta memiliki ikatan α-β unsaturated. Ikatan
α-β unsaturated ini mempunyai ciri khusus yaitu memiliki ikatan sigma dan
ikatan phi. Seperti telah diketahui bahwa elektron pada ikatan sigma kuat dan
elektron pada ikatan phi lemah, hal ini menyebabkan elektron pada ikatan phi
dapat berpindah atau melompat. Jika terjadi protonasi pada ikatan α-β
unsaturated, maka terjadi perpindahan elektron seperti pada gambar 5.
25
Gambar 5. Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β unsaturated
pada macarangiosida A
Pada gambar diatas, atom C pada posisi β akan bermuatan positif karena pada
ikatan phi terdapat lompatan elektron. Dimungkinkan atom C pada posisi β ini
yang akan menangkap radikal bebas.
I. Hipotesis
Ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek hepatoprotektif pada
tikus jantan terinduksi parasetamol.
O O
+- -OH
a
b
α
β
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Utama
a. Variabel bebas
Variabel bebas dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun M. tanarius
dalam variasi dosis. Dosis ekstrak daun M. tanarius adalah sejumlah (gram)
ekstrak daun M. tanarius tiap satuan kg berat badan subyek uji yang
bersangkutan. Ekstrak daun M. tanarius dibuat dengan mengekstraksi
sejumlah (gram) serbuk daun M. tanarius dalam pelarut polar (metanol-air).
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek hepatoprotektif ekstrak
metanol-air daun M. tanarius secara jangka panjang terhadap sel hati tikus
terinduksi parasetamol, ditandai dengan tolok ukur kuantitatif berupa
penurunan aktivitas Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate
Transaminase (AST).
26
27
2. Variabel pengacau terkendali
a. Hewan uji tikus jantan galur Wistar, berat badan 150-250 gram, umur antara
2-3 bulan.
b. Frekuensi pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1x sehari selama 6
hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama.
c. Cara pemberian obat pada tikus dilakukan secara per oral.
d. Bahan uji yang digunakan berupa daun M. tanarius yang diperoleh dari kebun
obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan diambil
pada tanggal 10 Agustus 2010.
3. Variabel pengacau tak terkendali
Kondisi patologis hewan uji
4. Definisi Operasional
Definisi operasional penelitian ini adalah
a. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Ekstrak daun M. tanarius adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10,0 gram yang
dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50% secara maserasi selama 72 jam,
dengan putaran 140 rpm. Kemudian disaring dengan kertas saring dan
diuapkan di oven selama 24 jam pada suhu 50oC, hingga bobot pengeringan
tetap dengan susut pengeringan sebesar 0%.
28
b. Efek hepatoprotektif
Efek hepatoprotektif adalah kemampuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
pada dosis tertentu dapat melindungi hepar dari hepatotoksin.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan Utama
a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan
dengan berat badan berkisar antara 150-250 gram yang diperoleh dari
Laboratorium Imono Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
b. Daun M. tanarius yang dipanen dari Kebun Obat Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tanggal 10 Agustus 2010.
2. Bahan Kimia
a. Pelarut ekstrak yang digunakan adalah metanol dan air yang diperoleh dari
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
b. Bahan hepatotoksin yang digunakan yaitu Parasetamol, berwarna putih, tidak
berbau, dan berasa pahit yang diperoleh dari PT. Konimex, Solo.
c. Bahan pensuspensi parasetamol berupa serbuk CMC-Na 1% berwarna putih,
terdispersi dalam air yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi
Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
29
d. Aquadest dan aquabidest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi
Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
e. Bahan untuk mengukur aktivitas ALT dan AST serum berupa bahan kit-
ALAT (GPT) FS* dan kit-ASAT (GOT) FS* produksi Dyasis yang digunakan
untuk mengukur aktivitas ALT-AST serum. Masing- masing bahan terdiri atas
dua reagen yaitu Reagen 1 dan Reagen 2.
Kit-ALAT (GPT) FS* :
R1 TRIS pH 7.15 140 mmol/L
L-Alanine 700 mmol/L
LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 2300 U/L
R2 2-Oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate FS :
Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L
Kit-ASAT (GOT) FS* :
R1 TRIS pH 7.65 110 mmol/L
L-Aspartate 320 mmol/L
MDH (Malate dehydrogenase)≥ 800 U/L
LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 1200 U/L
R2 2-Oxoglutarate 65 mmol/L
NADH 1 mmol/L
30
Pyridoxal-5-phosphate FS :
Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L
D. Alat atau Instrumen Penelitian
1. Alat ekstraksi
a. Seperangkat alat gelas berupa bekker glass, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur,
cawan porselen. pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki Glass)
b. Shaker
c. Timbangan analitik
d. Oven (Memmert)
e. Mesin penyerbuk (Retsch)
2. Alat uji hepatoprotektif
a. Seperangkat alat gelas (Pyrex)
b. Timbangan elektrik
c. Sentrifuge
d. Vortex
e. Spuit per oral dan syringe 3 cc
f. Pipa kapiler
g. Vitalab mikro (Microlab 200, Merck)
31
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi Tanaman M. tanarius
Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri
tanaman M. tanarius dengan buku acuan (Koorders dan Valeton,1918).
Determinasi dilakukan oleh Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., dosen
Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas JP MIPA, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan
berwarna hijau, dipetik dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta pada tanggal 10 Agustus 2010.
3. Pembuatan Serbuk
Daun M. tanarius dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih daun
diangin-anginkan hingga daun tidak tampak basah lagi kemudian untuk
mengoptimalkan pengeringan, pengeringan dilakukan dengan menggunakan
oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Setelah kering daun dibuat serbuk dan
diayak dengan ayakan nomor 50.
4. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Sebelum pembuatan ekstrak, daun M. tanarius dibuat serbuk terlebih dahulu
supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun M. tanarius lebih
mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut
makin besar. Sebanyak 10 g serbuk kering daun M. tanarius diekstraksi secara
32
maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 ml pelarut metanol 50% pada
suhu kamar selama 3x24 jam dengan kecepatan 140 rpm. Tujuan dilarutkan
dalam pelarut metanol adalah agar senyawa kimia yang terkandung dalam
daun M. tanarius dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman,
hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Larutan hasil saringan
dipindahkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar
mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh.
Selanjutnya, cawan porselen yang berisi larutan hasil maserasi tersebut
dimasukkan dalam oven untuk diuapkan selama 24 jam dengan suhu 50°C
agar mendapatkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang kental dengan
bobot pengeringan ekstrak yang tetap yaitu sebesar 1,92 g (Andini, 2010).
5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak
Menghitung rata-rata randemen ke-6 replikasi ekstrak metanol-air daun M.
tanarius kental yang telah dibuat.
Randemen ekstrak = Berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong
Konsentrasi ekstrak didapat dari hasil rata-rata randemen ekstrak. Konsentrasi
yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana
pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari
spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak
percawannya yaitu 1,92 g dalam labu ukur terkecil dengan pelarut yang sesuai
33
CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia adalah labu ukur 5 ml sehingga
konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan yaitu sebesar 0,384 g/ml atau 384 mg/ml
atau 38,4% b/v (Andini, 2010).
6. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Dasar penetapan peringkat dosis adalah dari bobot tertinggi tikus dan
pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml.
Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah:
Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 3 dan 6 kalinya dari dosis
tertinggi sehingga didapatkan dosis 1280 mg/Kg BB dan 426 mg/Kg BB.
Dosis yang akan digunakan dalam penelitian adalah 426 ; 1280 ; dan 3840
mg/kg BB.
7. Pembuatan suspending agent CMC- Na 1%
Suspending agent CMC-Na 1% dibuat dengan cara mendispersikan lebih
kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang seksama ke dalam air
mendidih sampai volume 100,0 ml dan digunakan untuk membuat suspensi
parasetamol.
34
8. Pembuatan suspensi Parasetamol konsentrasi 25%
Suspensi parasetamol dalam CMC-Na 1% dibuat dengan cara
mensuspensikan 25 g parasetamol yang telah ditimbang seksama ke dalam
suspending CMC-Na 1% sebanyak 100 ml.
9. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksin parasetamol
Pemilihan dosis parasetamol dilakukan untuk mengetahui pada dosis
berapa parasetamol mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang
ditandai dengan peningkatan aktivitas GPT-serum paling tinggi. Dosis
hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian
Linawati, Apriyanto, Susanti, Wijayanti, dan Donatus (2006), bahwa dosis
2,5 g/kg BB sudah terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT serum
pada tikus bila diberikan secara per oral.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Menurut Olson (2006), kenaikan serum ALT dan AST akan terjadi pada
waktu 24-48 jam setelah pemejanan parasetamol. Untuk mendapatkan
waktu pencuplikan darah dilakukan orientasi dengan 3 kelompok perlakuan
waktu. Masing-masing kelompok sejumlah 5 ekor tikus. Kelompok I
diambil darah pada jam ke-24 setelah pemejanan parasetamol, kelompok II
diambil darah pada jam ke-48 setelah pemejanan parasetamol dan
kelompok III diambil darah pada jam ke-72 setelah pemejanan
35
parasetamol. Setelah pengambilan darah, darah diukur aktivitas serum ALT
dan AST-nya.
c. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Lama waktu pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dilakukan
selama 6 hari berturut-turut, pada hari ketujuh dipejankan senyawa
hepatotoksin dan ukur aktivitas ALT dan AST-nya setelah 48 jam
pemejanan senyawa hepatotoksin.
10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok
perlakuan masing-masing sejumlah 5 ekor. Kelompok I (kontrol hepatotoksin)
diberi suspensi parasetamol 2,5 g/kgBB secara oral. Kelompok II (kontrol
negatif) diberi suspensi CMC-Na 1% dosis 3,84 g/kgBB selama 6 hari
berturut-turut secara oral. Kelompok III (kontrol ekstrak daun M. tanarius
3,84 g/kgBB diberikan selama 6 hari berturut-turut secara oral. Kelompok IV
sampai dengan kelompok VI berturut-turut diberi ekstrak metanol-air daun M.
tanarius dosis 0,426 g/kgBB; 1,280 g/kgBB; dan 3,840 g/kgBB secara oral
sekali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari ke-7 semua
kelompok perlakuan diberi suspensi parasetamol dosis 2,5 g/kgBB secara
oral. Setelah 48 jam diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata. Cuplikan
darah diambil serumnya untuk diukur aktivitas ALT-AST serumnya.
36
11. Pembuatan serum
Darah tikus diambil melalui sinus orbitalis mata dan ditampung dalam
tabung sentrifugasi melalui dinding tabung, diamkan selama 15 menit,
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan
diambil supernatannya (serum).
12. Penetapan aktivitas ALT-AST serum
Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas ALT-AST serum adalah
vitalab mikro.
Aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 340nm, suhu 37°C,
dengan faktor koreksi -1745. Aktivitas serum ALT dan AST dinyatakan
dalam U/L. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di
laboratorium Farmakologi Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Analisis dilakukan dengan cara sebagai berikut, 100 µL serum atau plasma
dicampur dengan reagen I sebanyak 800 µL, setelah itu dicampurkan 200 µL
reagen II, dan dibaca resapan setelah 1 menit. Untuk analisis fotometri dengan
AST-serum dilakukan sebagai berikut, 100 µL serum atau plasma dicampur
dengan reagen I sebanyak 800 µL, setelah itu dicampurkan 200 µL reagen II,
dan dibaca resapan setelah 1 menit.
37
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas ALT-AST diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk
mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas
varian antar kelompoknya sabagai syarat analisis parametrik. Jika data
terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis variansi pola searah
(ANOVA one way) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui
perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji LSD
untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau
tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Tetapi bila distribusi tidak normal
dilakukan analisis dengan Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan
aktivitas ALT-AST serum antar kelompok. Kemudian dilanjutkan uji dengan
Mann Whitney untuk melihat perbedaan tiap kelompok.
Data derajat kerusakan hati juga dianalisis sesuai prosedur diatas dengan
taraf kepercayaan 95%. Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap
hepatotoksin parasetamol diperoleh dengan rumus :
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan khasiat
ekstrak metanol-air daun M. tanarius sebagai hepatoprotektor tikus terinduksi
parasetamol serta untuk mengetahui kisaran dosis hepatoprotektif dari ekstrak
metanol-air daun M. tanarius. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka
dilakukan serangkaian pengujian. Aktivitas ALT-AST serum digunakan sebagai
tolok ukur kuantitatif pengujian tersebut.
A. Hasil Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman ini dilakukan untuk membuktikan kebenarannya
bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar M. tanarius,
dimana tanaman ini sering digunakan untuk pakan ternak hewan. Bagian tanaman
yang digunakan dalam determinasi adalah batang, daun, biji, buah dan bunga.
Determinasi dilakukan secara benar dengan mencocokkan ciri-ciri yang
dimiliki sesuai dengan buku acuan. Dari determinasi dinyatakan bahwa batang,
daun, biji, buah dan bunga yang digunakan adalah benar M. tanarius.
38
39
B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius
Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius menggunakan metode
penyarian yaitu maserasi. Alasan menggunakan metode maserasi karena
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana. Selain itu, metode maserasi
ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah
larut dalam cairan penyari. Digunakan cairan penyari metanol-air (50:50).
Senyawa hipotesis yang diketahui adalah golongan glikosida fenolik yang dapat
larut dalam air.
Pada standarisasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang dilihat
sebagai parameternya adalah bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan
0%. Tujuan dilakukan pengukuran parameter non spesifik yaitu parameter susut
pengeringan adalah untuk menghitung sisa zat setelah dilakukan pengeringan
pada temperatur 50°C. Ekstrak yang berada dalam cawan ditimbang setiap 1 jam
selama 24 jam atau hingga berat menjadi konstan (dinyatakan dalam persen).
Tujuannya adalah untuk menentukan batasan atau rentang mengenai seberapa
banyak senyawa yang hilang selama proses pengeringan, dimana hal ini dapat
mempengaruhi bobot ekstrak yang didapatkan sehingga akan mempengaruhi
konsentrasi dan dosis ekstrak.
Hasil dari proses pengeringan didapatkan bahwa tidak ada perubahan
bobot ekstrak sehingga diperoleh bobot pengeringan tetap yaitu pada jam ke-23
dan ke-24. Untuk susut pengeringan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada
jam ke-23 dan ke-24 sebesar 0% sehingga dapat diketahui pelarut penyari ekstrak
40
sudah tidak ada atau tidak ada sisa. Dengan demikian, pada penelitian ini, waktu
pengeringan 24 jam yang digunakan untuk memperoleh bobot pengeringan tetap
ekstrak metanol-air daun M. tanarius.
C. Uji Pendahuluan
1. Penentuan dosis hepatotoksik parasetamol
Pada percobaan ini digunakan parasetamol sebagai hepatotoksin.
Pemilihan dosis parasetamol dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa
parasetamol mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang ditandai
dengan peningkatan aktivitas ALT-AST serum paling tinggi.
Dosis yang digunakan pada percobaan ini yaitu 2,5 g/kgBB. Dosis
tersebut mengacu pada penelitian sebelumnya (Linawati, dkk, 2006), dimana pada
dosis tersebut terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT-serum, minimal 10
kali lipat terhadap kontrol negatif (Ladoangin, 2004).
2. Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol mencapai maksimal
Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol mencapai maksimal
bertujuan untuk mengetahui selang waktu dimana parasetamol dosis 2,5 g/kgBB
memberikan efek hepatotoksik maksimal. Hal ini ditunjukkan oleh aktivitas ALT-
AST serum tertinggi pada selang waktu tertentu. Parasetamol dosis 2,5 g/kgBB
diujikan pada tikus jantan dengan selang waktu pengambilan cuplikan darah 24
jam, 48 jam, dan 72 jam.
41
Data aktivitas ALT-AST serum setelah pemberian parasetamol dosis 2,5
g/kgBB pada selang waktu 24 jam, 48 jam dan 72 jam tersaji pada tabel I.
Tabel I. Aktivitas ALT-AST serum sel hati tikus setelah pemberian
parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24, 48, dan 72 jam
Selang Waktu (jam)Purata Aktivitas ALT-
serum ± SE (U/L)Purata Aktivitas AST-
serum ± SE (U/L)
24 343,7 ± 33,4 390,3 ± 32,6
48 1102,3 ± 66,5 804,7 ± 137,4
72 505,0 ± 12,7 326,7 ± 27,8
Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus
setelah pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang
waktu 24, 48, dan 72 jam
Rat
a-ra
taak
tivi
tas
ALT
42
Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus
setelah pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang
waktu 24, 48, dan 72 jam
Berdasarkan tabel I terlihat bahwa aktivitas ALT-serum pada selang waktu
24 jam, 48 jam, dan 72 jam berturut-turut adalah 343,7 ± 33,4 U/L, 1102,3 ± 66,5
U/L dan 505,0 ± 12,7 U/L. Dan untuk aktivitas AST- serum pada selang waktu 24
jam, 48 jam, dan 72 jam berturut-turut adalah 390,3 ± 32,6 U/L, 804,7 ± 137,4
U/L dan 326,7 ± 27,8 U/L. Aktivitas ALT-serum tertinggi terjadi pada pemberian
parasetamol 2,5 g/Kg BB dengan selang waktu 48 jam yakni 1102,3 ± 66,5 U/L
dan aktivitas AST-serum tertinggi terjadi pada pemberian parasetamol 2,5 g/Kg
BB dengan selang waktu 48 jam yakni 804,7 ± 137,4 U/L. Dalam selang waktu
24 jam, aktivitas ALT-AST serum belum mencapai angka aktivitas yang tinggi.
Hal ini dapat dikarenakan waktu untuk parasetamol menyebabkan hepatotoksik
belum mencapai maksimal. Dan pada selang waktu 72 jam sudah terjadi
Rat
a-ra
taak
tivi
tas
AST
43
penurunan aktivitas ALT-AST serum yang signifikan (p<0,05) terhadap aktivitas
ALT-AST serum pada selang waktu 48 jam.
Berdasarkan uji statistik ANOVA one way maka disimpulkan bahwa
waktu kehepatotoksikan parasetamol 2,5 g/Kg BB pada tikus mencapai maksimal
pada selang waktu 48 jam. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dosis
hepatotoksik parasetamol yang digunakan pada tikus jantan adalah 2,5 g/Kg BB
dengan selang waktu pengambilan cuplikan darah adalah 48 jam setelah
pemberian hepatotoksin parasetamol.
3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Berdasarkan penelitian Ladoangin (2004) yaitu mengenai efek
hepatoprotektif jus buah apel hijau dan Linawati dkk (2006) dalam penelitian efek
hepatoprotektif rebusan herba putri malu, kelompok mencit dan tikus yang
digunakan untuk menguji efek jus buah apel hijau dan rebusan herba putri malu
diberi rebusan herba putri malu dan jus buah apel hijau selama 6 hari dan pada
hari ke 7 diberi parasetamol dosis hepatotoksik. Hal ini didasarkan pada harga
aktivitas ALT-serum setelah praperlakuan jus buah apel hijau dan rebusan herba
putri malu selama 6 hari menunjukkan harga aktivitas ALT-serum yang
mengalami kenaikan atau penurunan aktivitas ALT-serum yang berbeda
bermakna menurut hasil statistik jika dibandingkan dengan praperlakuan jus buah
apel dan rebusan herba putri malu yang diberikan lebih dari 6 hari.
44
Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ladoangin (2004) dan
Linawati dkk (2006), dimana penulis mengambil model penelitian tikus diberi
ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari ke 7 diberi
parasetamol dosis hepatotoksik.
4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Tujuan ditetapkan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah
untuk menentukan tingkatan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang
akan digunakan dalam penelitian ini. Penentuan dosis ekstrak metanol-air daun
M. tanarius didasarkan pada dosis maksimal ekstrak metanol-air daun M. tanarius
pada tikus jantan. Dosis maksimal ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada
tikus jantan didasarkan pada konsentrasi tertinggi ekstrak metanol-air daun M.
tanarius yang dapat dipejankan secara oral. Dari hasil orientasi diketahui bahwa
konsentrasi tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang dapat dipejankan
secara oral pada tikus jantan yaitu 384 mg/ml sehingga dosis maksimal yang
diperoleh sebesar 3,84 g/kgBB. Kemudian ditentukan 3 tingkatan dosis ekstrak
metanol-air daun M. tanarius yaitu 0,426; 1,280; dan 3,840 g/kgBB.
45
D. Perbandingan Aktivitas ALT-AST serum tiap kelompok
Evaluasi terhadap efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M.
tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol didasarkan pada ada tidaknya
penurunan aktivitas ALT-AST serum akibat praperlakuan ekstrak metanol-air
daun M. tanarius terhadap aktivitas ALT-AST serum kontrol parasetamol.
Aktivitas ALT-AST serum (U/L) disajikan dalam bentuk purata ± SE pada tabel
II.
Tabel II. Purata ± SE aktivitas ALT-serum tikus jantan setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hariyang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol dosis2,5 g/kgBB
Aktivitas ALT-serum
% Perbedaan terhadapKel. Praperlakuan Purata ± SE
(U/L) Kel. I Kel. II
EfekHepatoprotektif
(%)
IKontrol Hepatotoksin
Parasetamol 2,5 g/kgBB977,2 ± 85,2 - (+) 1242,3 -
IIKontrol Negatif CMCNa 1% 3,840 g/kgBB
72,8 ± 1,7 (-) 92,5(b) - -
IIIKontrol M.tanarius
3,840 g/kgBB72,8 ± 1,3 (-) 92,5(b) 0,00(tb) -
IVM. tanarius 0,426 g/Kg
BB + parasetamol590,8 ± 36,6 (-) 39,5(b) (+) 711,5(b) 39,5
VM. tanarius 1,280 g/Kg
BB + parasetamol301,0 ± 30,7 (-) 69,2(b) (+) 313,5(b) 69,2
VIM. tanarius 3,840 g/Kg
BB + parasetamol91,2 ± 5,7 (-) 90,7(b) (+) 25,3(tb) 90,7
Ket : tb = berbeda tidak bermakna (P > 0,05)b = berbeda bermakna (P < 0,05)
46
Tabel III. Purata ± SE aktivitas AST-serum tikus jantan setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6hari yang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksiparasetamol dosis 2,5 g/kgBB
Aktivitas AST-serum
% Perbedaan terhadapKel. Praperlakuan Purata ± SE
(U/L)Kel. I Kel. II
EfekHepatoprotektif
(%)
IKontrol Hepatotoksin
Parasetamol 2,5 g/kgBB673,2 ± 110,4 - (+) 567,8 -
IIKontrol Negatif CMCNa 1% 3,840 g/kgBB
100,8 ± 3,6 (-) 85,0(b) - -
IIIKontrol M.tanarius
3,840 g/kgBB104,8 ± 3,5 (-) 84,4(b) (+) 3,9(tb) -
IVM. tanarius 0,426 g/Kg
BB + parasetamol499,2 ± 24,1 (-) 25,8(tb) (+) 395,2(b) 25,8
VM. tanarius 1,280 g/Kg
BB + parasetamol252,2 ± 28,7 (-) 62,5(b) (+) 150,2(tb) 62,5
VIM. tanarius 3,840 g/Kg
BB + parasetamol125,8 ± 7,3 (-) 81,3(b) (+) 24,8(tb) 81,3
Ket : tb = berbeda tidak bermakna (P > 0,05)b = berbeda bermakna (P < 0,05)
47
Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hariyang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol dosis2,5 g/kgBB
Gambar 9. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hariyang diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi parasetamol dosis2,5 g/kgBB
Rat
a-ra
taak
tivi
tas
ALT
Rat
a-ra
taak
tivi
tas
AST
48
1. Kontrol hepatotoksin Parasetamol dosis 2,5 g/kgBB
Kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5 g/kg BB (kelompok I)
dibuat untuk mengetahui pengaruh induksi parasetamol 2,5 g/kgBB
terhadap sel hati tikus sekaligus digunakan sebagai patokan dalam
menganalisis efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M.
tanarius. Uji ini dilakukan dengan memejankan parasetamol dosis 2,5
g/kgBB secara oral pada tikus. 48 jam kemudian diambil darahnya
untuk diukur aktivitas ALT-AST serum.
Aktivitas ALT-serum kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5
g/kgBB (kelompok I) adalah sebesar 977,2 ± 85,2 U/L. Bila
dibandingkan dengan aktivitas ALT-serum kontrol negatif CMC-Na
1% 3,84 g/kgBB (kelompok II) sebesar 72,8 ± 1,7 U/L maka terlihat
adanya kenaikan aktivitas ALT-serum yang begitu besar, yaitu lebih
kurang 13,4 kalinya atau sebesar 1242,3 % yang tersaji pada tabel II.
Secara statistik, kenaikan aktivitas ALT-serum kontrol hepatotoksin
(kelompok 1) terhadap kontrol negatif (kelompok II) tersebut adalah
bermakna (p<0,05).
Aktivitas AST-serum kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5
g/kgBB (kelompok I) adalah sebesar 673,2 ± 110,4 U/L. Bila
dibandingkan dengan aktivitas AST-serum kontrol negatif CMC-Na
1% 3,84 g/kgBB (kelompok II) sebesar 100,8 ± 3,6 U/L maka terlihat
adanya kenaikan aktivitas AST-serum, yaitu lebih kurang 6,6 kalinya
49
atau sebesar 567,8 % yang tersaji pada tabel III. Secara statistik,
kenaikan aktivitas AST-serum kontrol hepatotoksin (kelompok I)
terhadap kontrol negatif (kelompok II) tersebut adalah bermakna
(p<0,05).
Kenaikan aktivitas ALT-AST serum kontrol hepatotoksin
parasetamol 2,5 g/kgBB ini menggambarkan kondisi sel-sel hati tikus
mengalami nekrosis. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kenaikan
aktivitas ALT-serum sekitar 13,4 kalinya. Menurut Ladoangin (2004)
peningkatan aktivitas ALT-serum, minimal 10 kali lipat terhadap
kontrol negatif ini sudah dapat menyebabkan nekrosis hati. Sedangkan
untuk kenaikan aktivitas AST-serum adalah sekitar 6,6 kalinya.
Menurut Linawati (cit Bergmeyer dan Bernt, 1971) terjadi kerusakan
hati jika terjadi kenaikan AST-serum sebesar 10-150 kali dari normal.
Aktivitas AST-serum kontrol hepatotoksin parasetamol ini tidak
memenuhi rentang terjadi kerusakan sel hati. Tetapi hal ini belum
dapat menjadi patokan bahwa sel hati dalam kondisi normal, karena
parameter utama terjadi kerusakan hati adalah melihat aktivitas ALT-
serumnya. Ada kemungkinan hati tikus mengalami kerusakan, tetapi
belum mengalami keparahan (nekrosis).
50
2. Kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/Kg BB
Kontrol negatif (kelompok II) dibuat dengan tujuan: (1)
memastikan bahwa peningkatan aktivitas ALT-serum (efek
hepatotoksik) pada tikus jantan adalah akibat pemberian hepatotoksin
parasetamol dan (2) memastikan bahwa efek hepatoprotektif pada
tikus jantan terinduksi parasetamol adalah akibat praperlakuan ekstrak
metanol-air M. tanarius. Uji ini dilakukan dengan memberikan CMC
Na 1% secara oral pada tikus 1x sehari selama 6 hari berturut-turut. 48
jam kemudian diambil darahnya untuk diukur aktivitas ALT-AST
serum.
Aktivitas ALT-serum kontrol negatif CMC Na 1% 3,84
g/kgBB (kelompok II) adalah sebesar 72,8 ± 1,7 U/L dan aktivitas
AST-serum kontrol negatif CMC Na 1% 3,84 g/kgBB adalah sebesar
100,8 ± 3,6 U/L. Angka aktivitas ALT-serum menunjukkan bahwa
kondisi hati masih normal, hal ini dapat dilihat dari angka aktivitas
ALT-serum yaitu 72,8 ± 1,7 U/L yang masih masuk dalam rentang
normal serum darah tikus putih. Menurut Hastuti (2008) rentang
normal serum darah tikus putih sebesar 29,8-77,0 U/L, sedangkan
aktivitas AST-serum sebesar 100,8 ± 3,6 U/L tidak dapat menjadi
patokan bahwa hati mengalami kerusakan sel atau nekrosis walaupun
angka aktivitas tidak masuk dalam rentang normal 19,3-68,9 U/L,
(Hastuti, 2008). Meningkatnya aktivitas AST-serum yang melebihi
51
batas rentang normal ini dapat disebabkan karena sebagian besar
enzim aspartate tidak spesifik berada didalam hati, tetapi berada dalam
otot rangka, jantung, hati, serta tersebar ke seluruh jaringan sehingga
belum dapat digunakan sebagai patokan adanya kerusakan hati.
Pada penelitian ini, nilai aktivitas ALT-AST serum kontrol
negatif CMC Na 1% 3,84 g/kgBB dijadikan patokan nilai normal
ALT-AST serum untuk penelitian ini selanjutnya.
3. Kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84 g/kg BB
Kontrol ekstrak daun M. tanarius (kelompok III) dibuat dengan
tujuan melihat pengaruh ekstrak daun M. tanarius terhadap sel hati
tikus tanpa induksi parasetamol. Uji ini dilakukan dengan memberikan
ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84 g/kgBB secara oral pada tikus 1x
sehari selama 6 hari berturut-turut. 48 jam kemudian diambil darahnya
untuk diukur aktivitas ALT-AST serumnya.
Aktivitas ALT-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis
3,84 g/kgBB (kelompok III) adalah 72,8 ± 1,3 U/L. Bila dibandingkan
dengan aktivitas ALT-serum kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84
g/kgBB (kelompok II) sebesar 72,8 ± 1,7 U/L maka terlihat angka
aktivitas yang hampir mendekati sama (0,0). Secara statistik, angka
aktivitas ALT-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius (kelompok III)
terhadap kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/kgBB (kelompok
52
II) tersebut adalah tidak bermakna (p>0,05). Hal ini menggambarkan
bahwa ekstrak daun M. tanarius tidak memberikan pengaruh
hepatotoksik pada sel hati tikus, karena nilai aktivitas ALT-serum juga
masih berada dalam rentang normal yaitu 29,8-77,0 U/L, (Hastuti,
2008)
Aktivitas AST-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis
3,84 g/kgBB (kelompok III) adalah 104,8 ± 3,5 U/L. Bila
dibandingkan dengan aktivitas AST-serum kontrol negatif CMC Na
1% dosis 3,84 g/kgBB (kelompok II) sebesar 100,8 ± 3,6 U/L maka
angka aktivitas keduanya hampir mendekati sama yaitu 3,9. Secara
statistik angka aktivitas ini tidak bermakna (p>0,05). Walaupun angka
aktivitas AST-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84
g/kgBB tidak masuk dalam rentang normal, tetapi angka ini tidak
dapat menjadi patokan terjadinya kerusakan sel hati tikus karena
enzim aspartate didalam tubuh, sebagian besar tidak spesifik berada
didalam hati saja, tetapi berada dalam otot rangka, jantung, hati, serta
tersebar ke seluruh jaringan.
4. Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis0,426; 1,280; dan 3,840 g/kgBB pada tikus jantan terinduksiparasetamol
Evaluasi terhadap efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air
daun M. tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol didasarkan
53
pada ada tidaknya penurunan aktivitas ALT-AST serum akibat
praperlakuan ekstrak daun M. tanarius terhadap aktivitas ALT-AST
serum kontrol parasetamol.
Dilihat dari tabel II dan III, semakin besar dosis praperlakuan
ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diberikan, semakin besar
pula perlindungan yang diberikan pada sel hati, hal ini ditunjukkan
dengan penurunan aktivitas ALT-AST serum tikus.
Kelompok IV adalah kelompok praperlakuan ekstrak daun M.
tanarius dosis 0,426 g/kgBB. Aktivitas ALT-serum kelompok ini
adalah sebesar 590,8 ± 36,6 U/L. Bila dibandingkan dengan aktivitas
ALT-serum kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5 g/kgBB (kelompok
I) yaitu sebesar 977,2 ± 85,2 maka aktivitas ALT-serum kelompok IV
mengalami penurunan lebih kurang 1,6 kalinya. Dapat diartikan bahwa
ekstrak daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB mampu menghambat
peningkatan aktivitas ALT-serum akibat induksi parasetamol 2,5
g/kgBB sebesar 39,5 %. Secara statistik, penurunan tersebut
menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa praperlakuan ekstrak daun M. tanarius dosis
0,426 g/kgBB mampu memberikan perlindungan terhadap hati tikus
akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB.
Kemampuan perlindungan ekstrak daun M. tanarius dosis
0,426 g/kgBB juga dapat dilihat dari aktivitas AST-serumnya.
54
Aktivitas AST-serum kelompok ini adalah sebesar 499,2 ± 24,1 U/L.
Dapat dilihat di tabel bahwa angka AST-serum juga terjadi penurunan
dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin parasetamol yaitu sebesar
1,3 kalinya. Dapat diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius dosis
0,426 g/kgBB mampu menghambat peningkatan aktivitas AST-serum
akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 25,8 %. Secara
statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak
bermakna (p>0,05), yaitu kelompok IV pada dosis 0,426 g/kgBB
mengalami kerusakan hati. Hal ini dapat menunjukkan ekstrak daun
M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB dapat menurunkan aktivitas ALT-
AST serum sel hati akibat induksi parasetamol, karena patokan
kerusakan hati lebih spesifik pada aktivitas ALT, dimana signifikansi
pada kontrol hepatotoksin menunjukkan perbedaan yang bermakna.
Kelompok V adalah kelompok praperlakuan ekstrak daun M.
tanarius dosis 1,280 g/kgBB. Aktivitas ALT-serum kelompok ini
adalah sebesar 301,0 ± 30,7 U/L. Bila dibandingkan dengan kontrol
hepatotoksin parasetamol (kelompok I) maka aktivitas ALT-serum
kelompok V mengalami penurunan lebih kurang 3,2 kalinya. Dapat
diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB mampu
menghambat peningkatan aktivitas ALT-serum akibat induksi
parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 69,2 %. Secara statistik, penurunan
tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hal ini
55
menunjukkan bahwa praperlakuan ekstrak daun M. tanarius dosis
1,280 g/kgBB mampu memberikan perlindungan terhadap hati tikus
akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB.
Kemampuan perlindungan ekstrak daun M. tanarius dosis
1,280 g/kgBB juga dapat dilihat dari aktivitas AST-serumnya.
Aktivitas AST-serum kelompok ini adalah sebesar 252,2 ± 28,7 U/L.
Dapat dilihat di tabel III bahwa angka AST-serum juga terjadi
penurunan dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin parasetamol
yaitu sebesar 2,6 kalinya. Dapat diartikan bahwa ekstrak daun M.
tanarius dosis 1,280 g/kgBB mampu menghambat peningkatan
aktivitas AST-serum akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar
62,5 %. Secara statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan
yang bermakna (p<0,05). Hal ini dapat menunjukkan ekstrak daun M.
tanarius dosis 1,280 g/kgBB dapat menurunkan aktivitas ALT-AST
serum sel hati akibat induksi parasetamol.
Analisis statistik aktivitas ALT-AST serum antara kedua
kelompok tersebut menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05).
Terlihat bahwa kemampuan aktivitas ALT-serum untuk melindungi
sel hati tikus oleh ekstrak daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB
(kelompok V) sebesar 69,2 % lebih baik daripada ekstrak daun M.
tanarius dosis 0,426 g/kgBB (kelompok IV) sebesar 39,5 %. Dan
untuk kemampuan aktivitas AST-serum untuk melindungi sel hati
56
tikus oleh ekstrak daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB (kelompok V)
sebesar 62,5 % lebih baik daripada ekstrak daun M. tanarius dosis
0,426 g/kgBB (kelompok IV) sebesar 25,8 %.
Kelompok VI adalah kelompok praperlakuan ekstrak daun M.
tanarius dosis 3,840 g/kgBB. Aktivitas ALT-serum kelompok ini
adalah sebesar 91,2 ± 5,7 U/L. Bila dibandingkan dengan kontrol
hepatotoksin parasetamol (kelompok I) maka aktivitas ALT-serum
kelompok VI mengalami penurunan lebih kurang 10,7 kalinya. Dapat
diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB mampu
menghambat peningkatan aktivitas ALT-serum akibat induksi
parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 90,7 %. Secara statistik, penurunan
tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa praperlakuan ekstrak daun M. tanarius dosis
3,840 g/kgBB mampu memberikan perlindungan terhadap hati tikus
akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB.
Kemampuan perlindungan ekstrak daun M. tanarius dosis
3,840 g/kgBB juga dapat dilihat dari aktivitas AST-serumnya.
Aktivitas AST-serum kelompok ini adalah sebesar 125,8 ± 7,3 U/L.
Dapat dilihat di tabel III bahwa angka AST-serum juga terjadi
penurunan dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin parasetamol
yaitu sebesar 5,3 kalinya. Dapat diartikan bahwa ekstrak daun M.
tanarius dosis 3,840 g/kgBB mampu menghambat peningkatan
57
aktivitas AST-serum akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar
81,3 %. Secara statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan
yang bermakna (p<0,05). Hal ini dapat menunjukkan ekstrak daun M.
tanarius dosis 3,840 g/kgBB dapat menurunkan aktivitas ALT-AST
serum sel hati akibat induksi parasetamol.
Analisis statistik aktivitas ALT-AST serum masing-masing
kelompok tersebut juga menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05).
Terlihat bahwa kemampuan aktivitas ALT-serum untuk melindungi
sel hati tikus oleh ekstrak daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB
(kelompok VI) sebesar 90,7 % lebih baik daripada ekstrak daun M.
tanarius dosis 0,426 g/kgBB (kelompok IV) dan 1,280 g/kgBB
(kelompok V) masing-masing sebesar 39,5 % dan 69,2 %. Dan untuk
kemampuan aktivitas AST-serum untuk melindungi sel hati tikus oleh
ekstrak daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB (kelompok VI) sebesar
81,3 % lebih baik daripada ekstrak daun M. tanarius dosis 0,426
g/kgBB (kelompok IV) dan 1,280 g/kgBB (kelompok V) masing-
masing sebesar 25,8 % dan 62,5 %.
Uji efek hepatoprotektif terhadap ketiga dosis ekstrak metanol-
air daun M. tanarius diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis
praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius berturut-turut
0,426 g/kgBB; 1,280 g/kgBB dan 3,840 g/kgBB memberikan
58
keefektifan penghambatan terhadap kehepatotoksikan parasetamol
yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan
aktivitas ALT-serum, berturut-turut sebesar 39,5%; 69,2%; dan 90,7%
dan dengan aktivitas AST-serum berturut-turut sebesar 25,8%; 62,5%;
dan 81,3%. Kelompok VI (pemberian praperlakuan ekstrak metanol-
air daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB) merupakan kelompok yang
memiliki tingkat kerusakan hati paling rendah, sedangkan untuk
kelompok IV (pemberian praperlakuan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius dosis 0,426 g/kgBB) memiliki tingkat kerusakan hati paling
besar. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah kandungan zat aktif
yang terdapat pada ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426
g/kgBB belum cukup menimbulkan efek hepatoprotektif pada hewan
uji. Selain itu, karena penggunaan penyari kombinasi metanol-air
(50:50) dimana belum diketahui secara pasti kandungan glikosida
yang dapat larut dan tertarik dari ekstrak tersebut, sehingga akan
mempengaruhi penggunaan dosis ekstrak yang kecil karena
dimungkinkan bahwa kandungan dalam kombinasi tersebut akan
menurunkan aktivitas penangkapan radikal bebas. Dengan demikian,
perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut mengenai penggunaan
penyari yang berbeda untuk dapat menarik senyawa yang mempunyai
aktivitas penangkapan radikal bebas yang lebih kuat sehingga dapat
menjangkau dosis ekstrak yang kecil.
59
Dari ketiga penurunan nilai aktivitas ALT-AST serum pada
peringkat dosis tersebut maka dapat dihitung nilai efektif dosis tengah
hepatoprotektif (ED50) seperti terlihat pada lampiran 15, menunjukkan
dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang dapat menghambat
kenaikan aktivitas ALT-AST serum terhadap sel hati terinduksi
parasetamol sebesar 50%, membutuhkan dosis sebesar 0,629 g/kgBB.
Rangkuman secara singkat dapat dilihat pada tabel IV.
Tabel IV. Efektif Dosis Tengah Hepatoprotektif (ED50)
Kelompokperlakuan
Dosis(mg/kgBB)
LogDosis
Efekhepatoprotektif
(%)
ED50
(g/kgBB)
M. tanarius0,426 g/Kg BB +
parasetamol426 2,629 39,5
M. tanarius1,280 g/Kg BB +
parasetamol1280 3,107 69,2
M. tanarius3,840 g/Kg BB +
parasetamol3840 3,584 90,7
0,629
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada dosis 0,629
g/kgBB ekstrak metanol-air daun M. tanarius mampu menurunkan
(menghambat) aktivitas ALT-AST serum yang diakibatkan
parasetamol atau berefek hepatoprotektif sebesar 50% terhadap sel hati
tikus terinduksi parasetamol. Adapun persamaan regresi linier yang
60
didapat yaitu y= 53,615 x – 100,098 dengan r= 0,995. Persamaan ini
didapat dengan cara memplotkan log dosis vs persen efek
hepatoprotektif.
Gambar 10. Persamaan garis ED50 ekstrak metanol-air daun M.
tanarius.
Dalam penelitian ini digunakan ektrak metanol-air daun M.
tanarius dengan konsentrasi terpekat yang dapat dibuat yaitu sebesar
3,840 g/kgBB. Bila dikonversikan ke manusia, dapat dihitung seperti
berikut : faktor konversi tikus (200 g) ke manusia (70 kg) adalah 56,0.
Dengan demikian, ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius 0,629
g/kgBB bila dikonversikan ke manusia dengan berat badan 70 kg
y= 53,615 x – 100,098
61
adalah sebesar 7,045 g yang diperoleh dari 200/1000 x 0,629 x 56,0
untuk manusia Indonesia (50 kg) maka 50/70 x 7,045 menjadi 5,032 g.
Adanya penghambatan aktivitas ALT-AST serum
menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai
efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol.
Kemungkinan adanya efek hepatoprotektif tersebut dapat ditinjau dari
mekanisme kerusakan hati tikus yang ditimbulkan oleh hepatotoksin
parasetamol dan aktivitas antioksidan yang terkandung pada ekstrak
metanol-air daun M. tanarius. Kandungan kimia ekstrak metanol-air
daun M. tanarius yang diduga larut dan dapat memberikan efek
hepatoprotektif adalah golongan glikosida dari senyawa didalamnya
yaitu malofenol B dan macarangiosida A. Kemungkinan mekanisme
kerja antioksidan ini dalam memberikan efek hepatoprotektif adalah
dengan menghambat oksidasi parasetamol menjadi metabolit
reaktifnya yaitu NAPQI oleh sitokrom P-450. Selain sebagai
antioksidan, kemungkinan lain senyawa malofenol B dan
macarangiosida A mampu meningkatkan jumlah enzim glutation S-
transferase dalam hati yang berfungsi sebagai enzim penetralisir setiap
metabolit reaktif, sehingga dapat dieliminasi dengan mudah oleh
tubuh. Kemungkinan lain mekanisme kerja antioksidan yaitu
malofenol B dan macarangiosida A yang dilihat dari pendekatan
struktur memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas (Matsunami,
62
dkk, 2006) akibat adanya gugus karbonil (C=O) dengan ikatan
rangkap terkonjugasi serta memiliki ikatan α-β unsaturated. Ikatan α-β
unsaturated ini mempunyai ciri khusus yaitu memiliki ikatan sigma
dan ikatan phi. Seperti telah diketahui bahwa elektron pada ikatan
sigma kuat dan elektron pada ikatan phi lemah, hal ini menyebabkan
elektron pada ikatan phi dapat berpindah atau melompat. Jika terjadi
protonasi pada ikatan α-β unsaturated, maka terjadi perpindahan
elektron seperti pada gambar 11.
Gambar 11. Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β unsaturated
pada macarangiosida A
Pada gambar diatas, atom C pada posisi β akan bermuatan
positif karena pada ikatan phi terdapat lompatan elektron.
Dimungkinkan atom C pada posisi β ini yang akan menangkap radikal
bebas.
O O
+- -OH
a
b
α
β
63
Diketahui bahwa kerusakan hati selain diperantarai oleh
NAPBKI, kehepatotoksikan parasetamol juga terjadi melalui jalur
tekanan oksidatif. Melalui jalur tekanan oksidatif ini,
kehepatotoksikan parasetamol diyakini diperantarai oleh adanya
oksigen reaktif atau radikal bebas, seperti anion superoksida, hidrogen
peroksida, dan radikal hidroksil. Sedangkan senyawa glikosida yang
terkandung dalam daun M. tanarius diketahui mempunyai aktivitas
antioksidan. Dengan demikian, dapat diduga bahwa efek
hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus jantan
terinduksi parasetamol terkait dengan kemampuan senyawa glikosida
menetralkan oksigen reaktif atau radikal bebas pemicu kerusakan sel
hati, seperti anion superoksida, hidrogen peroksida, dan radikal
hidroksil.
E. Rangkuman Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praperlakuan ekstrak metanol-air
daun M. tanarius dosis 0,426; 1,280; dan 3,840 g/kgBB (kelompok IV-VI)
mampu menurunkan aktivitas ALT-serum tikus akibat induksi hepatotoksin
parasetamol berturut-turut sebesar 39,5%; 69,2%; dan 90,7% dan aktivitas AST-
serum tikus sebesar 25,8%; 62,5%; dan 81,3%. Hasil ini menjawab permasalahan
pertama dalam penelitian ini yakni bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius
mempunyai efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol.
64
Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif CMC Na 1%,
kelompok kontrol M. tanarius menunjukkan hasil yang tidak berbeda bermakna.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun M. tanarius tidak memberi
pengaruh terhadap sel hati tikus jantan terinduksi parasetamol dan kenaikan ALT-
AST serum disebabkan oleh induksi parasetamol.
Dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang paling baik sebagai
hepatoprotektor adalah pada dosis 3,840 g/kgBB. Dikarenakan pada dosis ini efek
hepatoprotektif yang dihasilkan dapat menurunkan aktivitas ALT-AST serum
paling besar.
Mekanisme kerja antioksidan dari malofenol B dan macarangiosida A
dalam menghasilkan efek hepatoproktektif terkait dengan hepatotoksisitas
parasetamol terjadi akibat menghambat oksidasi parasetamol menjadi metabolit
reaktif yaitu NAPQI (N-asetil-p-benzoquinoeimine). Mekanisme yang mungkin
adalah penurunan aktivitas sitokrom P-450 dalam mengoksidasi parasetamol
menjadi NAPQI, sehingga kadar NAPQI dan toksisitas menurun.
Kemungkinan lain malofenol B dan macarangiosida A dalam memberikan
efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol dengan cara
menangkap radikal bebas yang terbentuk akibat ikatan NAPQI dengan protein.
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah diperoleh dan analisis yang telah dilakukan
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB; 1,280 g/kgBB
dan 3,840 g/kgBB mempunyai efek hepatoprotektif pada tikus jantan
terinduksi parasetamol.
2. Dosis efektif tengah (ED50) hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M.
tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol adalah sebesar 0,629
g/kgBB.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang :
1. Uji efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun
M.tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol.
2. Uji efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus
jantan terinduksi hepatotoksin lain seperti CCl4 dan galaktosamin.
DAFTAR PUSTAKA
Andini, A. P., 2010, Efek Analgesik Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius
L. pada Mencit Betina Galur Swiss, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III,37 , Departemen Kesehatan RepublikIndonesia, Jakarta
Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 25, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 31, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Anonim, 2008, Informasi Spesies- Mara Macaranga tanarius L. M.A.http://www.plantamor.com/index.php?plant=804, diakses tanggal 19 Maret2010.
Anonim,2010,Prosea-Macarangatanarius,http://www.proseanet.org/prohati4/browser.php?docsid=162, diakses tanggal19 Maret 2010.
Cadman B. E., 2000, Adverse Effects of Drugs on The Liver, in Halber, R., andEdwards, C., (Eds), Clinical Pharmacy and Therapeutics, 2nd ed., 183,Churchill Livingstone, Edinburgh
Chandrasoma, P., and Taylor, C.R., 1995, Concise Pathology, Second (2nd) Ed., 620-633, FRC Path Prentice-Hall International Inc.,USA.
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G.I., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M.,2005, Pharmacotherapy A Pathopysiologic Approach, I edition, 657, 693,McGraw Hill Companies, United States of America.
Donatus, I. A., 1992, Peran Fitofarmaka dalam Upaya Pengobatan Hepatitis,Kumpulan Naskah Lengkap Simposium Nasional Hepatitis, Yogyakarta.
Donatus, I. A., 1994, Antaraksi Kurkumin dengan Parasetamol : Kajian terhadapApek Farmakologi dan Toksikologi Perubahan Hayati Parasetamol, Disertasi,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Forrest, E., 2006, Hepatic Disorders, in Lee, A., (Ed.), Adverse Drug Reaction, 2nd
ed, 193, 201 – 202, Pharmaceutical Press, London.
66
67
Gunawan, S., 2007, Efek Hepatoprotektif Infusa Daun Ceplikan (Ruellia tuberoseLinn.) Pada Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol : Kajian Terhadap AktivitasSerum Alanin-Aminotransferase (ALT), Skripsi, Fakultas Farmasi UniversitasSanata Dharma, Yogyakarta.
Guyton, A.C., 1983, Review of Medical Physiology, diterjemahkan oleh AdjiDharma, 392-400, CV EGC, Jakarta.
Guyton, A. C., and Hall, J. E., 1996, Textbook of Medical Physiology, diterjemahkanoleh Irawati Setiawan, Edisi 9, 1103 – 1105, CV EGC, Jakarta.
Hastuti, T., 2008, Aktivitas enzim Transaminase dan Gambaran Histopatologi Tikusyang Diberikan Kelapa Kopyor Pasca Induksi Parasetamol, FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian, Bogor
James, L.P., Mayeux, P.R., and Hinson, J.A., 2003, Acetaminophen-InducedHepatotoxicity, Vol. 31, No. 12, Departments of Pediatrics (L.P.J.) andPharmacology and Toxicology (L.P.J., P.R.M., J.A.H.), University of Arkansasfor Medical Sciences, Little Rock, Arkansas.
Katzung, B. G., 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 3, 488, EGC, Jakarta.
Katzung, B, M., dan Trevor, A. J., 1995, Examination and Board ReviewPharmacology, 4th edition, 254-255, a Lange Medical Book, United States ofAmerica.
Koorders, S.H., dan Th. Valeton, 1918, Atlas Der Baumarten Von Java, Buch und
Steindruckerei von Fa. P. W. M. TRAP, Leiden
Kumar, V, M, D., Contran, Ramzi, S,M,D., Robbins, and Stanley, L, M, D., 1992,
Basic Pathology, sixth edition, 534, 517-519, W.B, Saunders Company,
Philadelphia.
Ladoangin, A. A., 2004, Efek Hepatoprotektif Jus Buah Apel Hijau (Pyrus malus L.)
pada Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Lee,W. M., 1995, Drug-induced hepatotoxicity, Med Progress 333, 17:1118-1127
Lim, T.Y., Lim, Y.Y.,and Yule, C. M., 2009, Evaluation of Antioxidant, antibacterial
and anti-tyrosinase activities of Four Macaranga species, Food Chemistry,
114, 594-599
68
Lin, J.H., Nonaka, G., and Nishioka, I., 1990, Tannins and Related Compounds.
XCIV.1)Isolation and Characterization of Seven New Hydrolyzable Tannins
from the Leaves of Macaranga tanarius (L.) MUEL(L.), et ARG., Chem.
Pharm. Bul(L.) 38 (5) 1218-1223
Linawati, Y., Apriyanto, A., Susanti, E., Wijayanti, I., dan Donatus, A., 2006, EfekHepatoprotektif Rebusan Herba Putri Malu (Mimosa pigra, L.) Pada TikusTerangsang Parasetamol, Risalah Seminar Ilmiah Nasional Hasil Penelitian"Fitofarmaka: Imunomodulator Masa Kini", 207-217, Universitas SanataDharma, Yogyakarta.
Lingappa,V, R., 1995, Liver Desease, in McPhee,S.J., Lingappa, V.R., Ganong, W.F.,and Lange, J.D., (Eds.), Pathophysiology of Disease; An Introduction toClinical Medicine, 1st ed, 245-277, Appleton and Lange, Connecticut.
Lu, F.C.,1995, Basic Toxicology: Fundamentals Target Organs, and Risk Assesment,diterjemahkan oleh Edi Nugroho, Edisi II, 206-220, Penerbit UniversitasIndonesia.
Madan, P. L., 1977, Acetaminophen Toxicity, The Journal of Clinical Pharmacology,17, 555 – 560.
Matsunami, K., Ichiko T., Takakazu S., Mitsunori A., Kazunari K., Hideaki O, et al,2006, Radical-Scavenging Activities of New Megastigmane Glucosides fromMacaranga tanarius (L.) MÜLL.-ARG., 54, No. 10, 1403 – 1406
Matsunami, K., Otsuka, H., Kondo, K., Shinzato, T., Kawahata, M., Yamaguchi, K.,dkk 2009, Absolute configuration of (+)-pinoresinol 4-O-[600-O-galloyl]-b-D-glucopyranoside, macarangiosides E, and F isolated from the leaves ofMacaranga tanarius, Phytochemistry 70 (2009) 1277–1285
Phommart, S., Sutthivaiyakit, P., Chimnoi, N., Ruchirawat, S., and Sutthivaiyakit, S.,
2005, Constituents of the Leaves of Macaranga tanarius, J. Nat. Prod., 68,
927-930
Price, S. A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – ProsesPenyakit, Edisi 6, 472 – 476, EGC, Jakarta.
Puteri, M.G., and Kawabata, J. 2010, Novel α-glucosidase inhibitors from Macaranga
tanarius leaves, food chemistry, 123 (2010), 384-389
Robinson, T., 1991, The Organic Constituent of Higher Plants, diterjemahkan olehKosasih Padmawinata, Edisi 6, 191, ITB, Bandung.
69
Wenas, N. T., 1999, Kelainan Hati Akibat Obat, Buku Ajar Penyakit Dalam, jilid I,edisi 3, 363-369, Gaya Baru, Jakarta
Williamson, E.M., David, T.O., and Fred, J.E., 1996, Pharmacological Methods inPhytotherapy Research Vol.1 : Selection, Preparation and PharmacologicalEvaluation of Plant Material, 49, John Wiley & Sons, Cichester, England.
Zimmerman, H.J., 1978, Hepatotoxicity, 95-99, 167-188, 198-210, 225-227, 236-237,Appleton Century Crofts, New York.
70
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto daun M. tanarius (Anonim, 2010)
Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Lampiran 3. Foto larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
71
Lampiran 4. Surat Determinasi Tanaman M. tanarius
72
Lampiran 5. Hasil uji anova waktu pencuplikan darah
ALT
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
ALT 9 650.3333 352.24033 304.00 1214.00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT
N 9
Mean 650.3333Normal Parametersa,,b
Std. Deviation 352.24033
Absolute .305
Positive .305
Most Extreme Differences
Negative -.163
Kolmogorov-Smirnov Z .914
Asymp. Sig. (2-tailed) .374
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Oneway
Descriptives
ALT
95% Confidence Interval for Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
24 jam 3 343.6667 57.81292 33.37830 200.0514 487.2819 304.00 410.00
48 jam 3 1102.3333 115.14484 66.47890 816.2977 1388.3690 984.00 1214.00
72 jam 3 505.0000 22.06808 12.74101 450.1799 559.8201 482.00 526.00
Total 9 650.3333 352.24033 117.41344 379.5774 921.0892 304.00 1214.00
73
ANOVA
ALT
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 958410.667 2 479205.333 84.132 .000
Within Groups 34175.333 6 5695.889
Total 992586.000 8
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
ALT
Scheffe
95% Confidence Interval(I)
Orientasi_
Paraseta
mol
(J)
Orientasi_
Paraseta
mol
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
48 jam -758.66667*
61.62191 .000 -956.3040 -561.029324 jam
72 jam -161.33333 61.62191 .102 -358.9707 36.3040
24 jam 758.66667*
61.62191 .000 561.0293 956.304048 jam
72 jam 597.33333*
61.62191 .000 399.6960 794.9707
24 jam 161.33333 61.62191 .102 -36.3040 358.970772 jam
48 jam -597.33333*
61.62191 .000 -794.9707 -399.6960
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets
ALT
Scheffea
Subset for alpha = 0.05Orientasi
_Paraset
amol N 1 2
24 jam 3 343.6667
72 jam 3 505.0000
48 jam 3 1102.3333
74
Sig. .102 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
75
AST
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
AST 9 507.2222 257.03296 273.00 1029.00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
AST
N 9
Mean 507.2222Normal Parametersa,,b
Std. Deviation 257.03296
Absolute .267
Positive .267
Most Extreme Differences
Negative -.181
Kolmogorov-Smirnov Z .800
Asymp. Sig. (2-tailed) .543
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Oneway
Descriptives
AST
95% Confidence Interval for Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
24 jam 3 390.3333 56.50074 32.62072 249.9777 530.6889 330.00 442.00
48 jam 3 804.6667 238.01330 137.41705 213.4088 1395.9245 555.00 1029.00
72 jam 3 326.6667 48.12830 27.78689 207.1093 446.2240 273.00 366.00
Total 9 507.2222 257.03296 85.67765 309.6492 704.7952 273.00 1029.00
76
ANOVA
AST
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 404209.556 2 202104.778 9.754 .013
Within Groups 124318.000 6 20719.667
Total 528527.556 8
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
AST
Scheffe
95% Confidence Interval(I)
Orientasi_
Paraseta
mol
(J)
Orientasi_
Paraseta
mol
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
48 jam -414.33333*
117.52919 .035 -791.2798 -37.386924 jam
72 jam 63.66667 117.52919 .867 -313.2798 440.6131
24 jam 414.33333* 117.52919 .035 37.3869 791.279848 jam
72 jam 478.00000*
117.52919 .019 101.0535 854.9465
24 jam -63.66667 117.52919 .867 -440.6131 313.279872 jam
48 jam -478.00000*
117.52919 .019 -854.9465 -101.0535
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets
AST
Scheffea
Subset for alpha = 0.05Orientasi
_Paraset
amol N 1 2
72 jam 3 326.6667
24 jam 3 390.3333
48 jam 3 804.6667
Sig. .867 1.000
77
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
78
Lampiran 6
Tabel V. Data aktivitas ALT-serum pada tikus jantan terinduksi parasetamol setelahpraperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6 hari
Kelompok I II III IV V VI
1214 67 74 671 355 105
1109 75 77 555 227 71984 77 71 547 298 96815 71 73 683 241 88
ALT(U/L)
764 74 69 498 384 96
Rata-rata 977,20 72,80 72,80 590,80 301,00 91,20
SE 85,22 1,74 1,35 36,56 30,73 5,72
Keterangan :
I. Kelompok kontrol hepatotoksin parasetamol dosis 2,5 g/kgBB
II. Kelompok kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,840 g/kgBB
III. Kelompok kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB
IV. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB
V. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB
VI. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB
79
Lampiran 7. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway, Uji Kruskall Wallis dan UjiMann Whitney ALT-serum tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun
M. tanarius selama 6 hari
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
ALT 30 350.9667 350.55262 67.00 1214.00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
ALT
N 30
Mean 350.9667Normal Parametersa,,b
Std. Deviation 350.55262
Absolute .259
Positive .259
Most Extreme Differences
Negative -.209
Kolmogorov-Smirnov Z 1.416
Asymp. Sig. (2-tailed) .036
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
80
Oneway
Descriptives
ALT
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Kontrol positif PCT 5 977.2000 190.56154 85.22171 740.5866 1213.8134 764.00 1214.00
Kontrol negatif CMC Na 5 72.8000 3.89872 1.74356 67.9591 77.6409 67.00 77.00
Kontrol Ekstrak M.tanarius 5 72.8000 3.03315 1.35647 69.0338 76.5662 69.00 77.00
Dosis rendah 0,426 5 590.8000 81.76919 36.56829 489.2701 692.3299 498.00 683.00
Dosis tengah 1,28 5 301.0000 68.72045 30.73272 215.6723 386.3277 227.00 384.00
Dosis tinggi 3,84 5 91.2000 12.79453 5.72189 75.3135 107.0865 71.00 105.00
Total 30 350.9667 350.55262 64.00186 220.0682 481.8652 67.00 1214.00
ANOVA
ALT
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 3372084.967 5 674416.993 84.460 .000
Within Groups 191642.000 24 7985.083
Total 3563726.967 29
Means
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
ALT * Kontrol_Perlakuan 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
81
Report
ALT
Kontrol_Perlakuan Mean N Std. Deviation
Std. Error of
Mean
Kontrol positif PCT 977.2000 5 190.56154 85.22171
Kontrol negatif CMC Na 72.8000 5 3.89872 1.74356
Kontrol Ekstrak M.tanarius 72.8000 5 3.03315 1.35647
Dosis rendah 0,426 590.8000 5 81.76919 36.56829
Dosis tengah 1,28 301.0000 5 68.72045 30.73272
Dosis tinggi 3,84 91.2000 5 12.79453 5.72189
Total 350.9667 30 350.55262 64.00186
ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups (Combined) 3372084.967 5 674416.993 84.460 .000
Within Groups 191642.000 24 7985.083
ALT * Kontrol_Perlakuan
Total 3563726.967 29
Measures of Association
Eta Eta Squared
ALT * Kontrol_Perlakuan .973 .946
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank
Kontrol positif PCT 5 28.00
Kontrol negatif CMC Na 5 6.40
Kontrol Ekstrak M.tanarius 5 6.00
Dosis rendah 0,426 5 23.00
Dosis tengah 1,28 5 18.00
Dosis tinggi 3,84 5 11.60
ALT
Total 30
82
Test Statisticsa,b
ALT
Chi-Square 26.300
df 5
Asymp. Sig. .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Kontrol_Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol positif PCT 5 8.00 40.00
Kontrol negatif CMC Na 5 3.00 15.00
ALT
Total 10
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
83
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol positif PCT 5 8.00 40.00
Kontrol Ekstrak M.tanarius 5 3.00 15.00
ALT
Total 10
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol positif PCT 5 8.00 40.00
Dosis rendah 0,426 5 3.00 15.00
ALT
Total 10
84
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol positif PCT 5 8.00 40.00
Dosis tengah 1,28 5 3.00 15.00
ALT
Total 10
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
85
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol positif PCT 5 8.00 40.00
Dosis tinggi 3,84 5 3.00 15.00
ALT
Total 10
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.619
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol negatif CMC Na 5 5.70 28.50
Kontrol Ekstrak M.tanarius 5 5.30 26.50
ALT
Total 10
86
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U 11.500
Wilcoxon W 26.500
Z -.211
Asymp. Sig. (2-tailed) .833
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol negatif CMC Na 5 3.00 15.00
Dosis rendah 0,426 5 8.00 40.00
ALT
Total 10
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
87
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol negatif CMC Na 5 3.00 15.00
Dosis tengah 1,28 5 8.00 40.00
ALT
Total 10
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol negatif CMC Na 5 3.70 18.50
Dosis tinggi 3,84 5 7.30 36.50
ALT
Total 10
88
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U 3.500
Wilcoxon W 18.500
Z -1.892
Asymp. Sig. (2-tailed) .059
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .056a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol Ekstrak M.tanarius 5 3.00 15.00
Dosis rendah 0,426 5 8.00 40.00
ALT
Total 10
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
89
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol Ekstrak M.tanarius 5 3.00 15.00
Dosis tengah 1,28 5 8.00 40.00
ALT
Total 10
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol Ekstrak M.tanarius 5 3.70 18.50
Dosis tinggi 3,84 5 7.30 36.50
ALT
Total 10
90
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U 3.500
Wilcoxon W 18.500
Z -1.892
Asymp. Sig. (2-tailed) .059
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .056a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Dosis rendah 0,426 5 8.00 40.00
Dosis tengah 1,28 5 3.00 15.00
ALT
Total 10
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
91
Mann-Whitney Test
Ranks
Kontrol_Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Dosis rendah 0,426 5 8.00 40.00
Dosis tinggi 3,84 5 3.00 15.00
ALT
Total 10
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.619
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kontrol_Perlakuan
92
Lampiran 8
Tabel VI. Data aktivitas AST-serum pada tikus jantan terinduksi parasetamol setelahpraperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6 hari
Kelompok I II III IV V VI
1029 88 109 562 258 146
830 104 115 484 204 103555 110 106 491 215 126456 99 97 537 223 135
ALT(U/L)
496 103 97 422 361 119
Rata-rata 673,20 100,80 104,80 499,20 252,20 125,80
SE 110,39 3,65 3,49 24,11 28,66 7,27
Keterangan :
I. Kelompok kontrol hepatotoksin parasetamol dosis 2,5 g/kgBB
II. Kelompok kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,840 g/kgBB
III. Kelompok kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB
IV. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB
V. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB
VI. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB
93
Lampiran 9. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway AST-serum tikus jantansetelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6 hari
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
AST 30 292.6667 243.43877 88.00 1029.00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
AST
N 30
Mean 292.6667Normal Parametersa,,b
Std. Deviation 243.43877
Absolute .227
Positive .227
Most Extreme Differences
Negative -.200
Kolmogorov-Smirnov Z 1.241
Asymp. Sig. (2-tailed) .092
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Oneway
Descriptives
AST
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
kontrol PCT 5 673.2000 246.84347 110.39176 366.7033 979.6967 456.00 1029.00
Kontrol CMC Na 5 100.8000 8.16701 3.65240 90.6593 110.9407 88.00 110.00
Kontrol M.tanarius 5 104.8000 7.82304 3.49857 95.0864 114.5136 97.00 115.00
Dosis rendah 0,426 5 499.2000 53.92309 24.11514 432.2456 566.1544 422.00 562.00
Dosis tengah 1,28 5 252.2000 64.09134 28.66252 172.6201 331.7799 204.00 361.00
Dosis tinggi 3,84 5 125.8000 16.26960 7.27599 105.5986 146.0014 103.00 146.00
94
Descriptives
AST
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
kontrol PCT 5 673.2000 246.84347 110.39176 366.7033 979.6967 456.00 1029.00
Kontrol CMC Na 5 100.8000 8.16701 3.65240 90.6593 110.9407 88.00 110.00
Kontrol M.tanarius 5 104.8000 7.82304 3.49857 95.0864 114.5136 97.00 115.00
Dosis rendah 0,426 5 499.2000 53.92309 24.11514 432.2456 566.1544 422.00 562.00
Dosis tengah 1,28 5 252.2000 64.09134 28.66252 172.6201 331.7799 204.00 361.00
Dosis tinggi 3,84 5 125.8000 16.26960 7.27599 105.5986 146.0014 103.00 146.00
Total 30 292.6667 243.43877 44.44564 201.7651 383.5682 88.00 1029.00
ANOVA
AST
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1445251.867 5 289050.373 25.378 .000
Within Groups 273358.800 24 11389.950
Total 1718610.667 29
95
Post Hoc TestsMultiple Comparisons
AST
Scheffe
95% Confidence Interval
(I) Kontrol_Perlakuan (J) Kontrol_Perlakuan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Kontrol CMC Na 572.40000*
67.49800 .000 328.0678 816.7322
Kontrol M.tanarius 568.40000*
67.49800 .000 324.0678 812.7322
Dosis rendah 0,426 174.00000 67.49800 .286 -70.3322 418.3322
Dosis tengah 1,28 421.00000*
67.49800 .000 176.6678 665.3322
kontrol PCT
Dosis tinggi 3,84 547.40000*
67.49800 .000 303.0678 791.7322
kontrol PCT -572.40000*
67.49800 .000 -816.7322 -328.0678
Kontrol M.tanarius -4.00000 67.49800 1.000 -248.3322 240.3322
Dosis rendah 0,426 -398.40000*
67.49800 .000 -642.7322 -154.0678
Dosis tengah 1,28 -151.40000 67.49800 .435 -395.7322 92.9322
Kontrol CMC Na
Dosis tinggi 3,84 -25.00000 67.49800 1.000 -269.3322 219.3322
kontrol PCT -568.40000*
67.49800 .000 -812.7322 -324.0678
Kontrol CMC Na 4.00000 67.49800 1.000 -240.3322 248.3322
Dosis rendah 0,426 -394.40000*
67.49800 .000 -638.7322 -150.0678
Dosis tengah 1,28 -147.40000 67.49800 .465 -391.7322 96.9322
Kontrol M.tanarius
Dosis tinggi 3,84 -21.00000 67.49800 1.000 -265.3322 223.3322
kontrol PCT -174.00000 67.49800 .286 -418.3322 70.3322
Kontrol CMC Na 398.40000*
67.49800 .000 154.0678 642.7322
Kontrol M.tanarius 394.40000*
67.49800 .000 150.0678 638.7322
Dosis tengah 1,28 247.00000*
67.49800 .046 2.6678 491.3322
Dosis rendah 0,426
Dosis tinggi 3,84 373.40000*
67.49800 .001 129.0678 617.7322
kontrol PCT -421.00000*
67.49800 .000 -665.3322 -176.6678
Kontrol CMC Na 151.40000 67.49800 .435 -92.9322 395.7322
Kontrol M.tanarius 147.40000 67.49800 .465 -96.9322 391.7322
Dosis rendah 0,426 -247.00000*
67.49800 .046 -491.3322 -2.6678
Dosis tengah 1,28
Dosis tinggi 3,84 126.40000 67.49800 .628 -117.9322 370.7322
kontrol PCT -547.40000*
67.49800 .000 -791.7322 -303.0678
Kontrol CMC Na 25.00000 67.49800 1.000 -219.3322 269.3322
Kontrol M.tanarius 21.00000 67.49800 1.000 -223.3322 265.3322
Dosis rendah 0,426 -373.40000*
67.49800 .001 -617.7322 -129.0678
Dosis tinggi 3,84
Dosis tengah 1,28 -126.40000 67.49800 .628 -370.7322 117.9322
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
96
Homogeneous Subsets
AST
Scheffea
Subset for alpha = 0.05
Kontrol_Perlakuan N 1 2
Kontrol CMC Na 5 100.8000
Kontrol M.tanarius 5 104.8000
Dosis tinggi 3,84 5 125.8000
Dosis tengah 1,28 5 252.2000
Dosis rendah 0,426 5 499.2000
kontrol PCT 5 673.2000
Sig. .435 .286
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
97
Lampiran 10. Rangkuman Hasil Uji Statistik Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway, UjiKruskall Wallis dan Uji Mann Whitney ALT- serum tikus jantan setelah praperlakuan
ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Hasil uji Kolmogorov Smirnov : Data terdistribusi normal sehingga bisa diteruskan dengan uji
Anova oneway
Hasil uji ANOVA oneway : ternyata data tidak homogen maka diteruskan dengan uji Kruskall
Wallis dan dilanjutkan uji Mann Whitney untuk mengetahui
perbedaan antar kelompok.
Tabel VII. Rangkuman signifikansi hasil uji Mann Whitney ALT-serum tikus setelah
praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Kel I II III IV V VII 0,009(b) 0,009(b) 0,009(b) 0,009(b) 0,009(b)
II 0,009(b) 0,833(tb) 0,009(b) 0,009(b) 0,059(tb)
III 0,009(b) 0,833(tb) 0,009(b) 0,009(b) 0,059(tb)
IV 0,009(b) 0,009(b) 0,009(b) 0,009(b) 0,009(b)
V 0,009(b) 0,009(b) 0,009(b) 0,009(b) 0,009(b)
VI 0,009(b) 0,059(tb) 0,059(tb) 0,009(b) 0,009(b)
Keterangan :
Signifikansi < 0,05 berbeda bermakna
Signifikansi > 0,05 berbeda tidak bermakna
Keterangan :
I. Kelompok kontrol hepatotoksin parasetamol dosis 2,5 g/kgBB
II. Kelompok kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,840 g/kgBB
III. Kelompok kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB
IV. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB
V. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB
VI. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB
98
Lampiran 11. Rangkuman Hasil Uji Statistik Kolmogorov Smirnov dan ANOVA onewayAST-serum tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Hasil uji Kolmogorov Smirnov : Data terdistribusi normal sehingga bisa diteruskan dengan uji
Anova oneway
Hasil uji ANOVA oneway : data homogen maka tidak perlu dilakukan uji Kruskall Wallis dan
uji Mann Whitney, karena sudah dapat diketahui perbedaan antar
kelompok melalui uji Anova (Post Hoc).
Tabel VIII. Rangkuman signifikansi hasil uji Anova oneway (Post Hoc) AST-serum tikus
setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Kel I II III IV V VII 0,000(b) 0,000(b) 0,286(tb) 0,000(b) 0,000(b)
II 0,000(b) 1,000(tb) 0,000(b) 0,435(tb) 1,000(tb)
III 0,000(b) 1,000(tb) 0,000(b) 0,465(tb) 1,000(tb)
IV 0,286(tb) 0,000(b) 0,000(b) 0,046(b) 0,001(b)
V 0,000(b) 0,435(tb) 0,465(tb) 0,046(b) 0,628(tb)
VI 0,000(b) 1,000(tb) 1,000(tb) 0,001(b) 0,628(tb)
Keterangan :
Signifikansi < 0,05 berbeda bermakna
Signifikansi > 0,05 berbeda tidak bermakna
Keterangan :
I. Kelompok kontrol hepatotoksin parasetamol dosis 2,5 g/kgBB
II. Kelompok kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,840 g/kgBB
III. Kelompok kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB
IV. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB
V. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB
VI. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB
99
Lampiran 12. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol daun Macarangatanarius (L.) kelompok perlakuan
Dasar penetapan peringkat dosis: Bobot tertinggi tikus = 250 g Konsentrasi ekstrak metanol daun Macaranga tanarius yang dapat disedot dan dikeluarkan
lewat spuit peroral = 38,4 % atau 384 mg/ml Pemberian cairan secara per oral maksimal 5 ml, digunakan separuhnya saja menjadi 2,5 ml
Dengan dasar tersebut maka ditetapkan dosis tertinggiV x C = BB x D
Volume Pemberian x Konsentrasi = Berat badan x Dosis2,5 ml x 384 mg/ml = 250g BB x Dosis
Dosis = 3,84 mg/gBB= 3840 mg/kgBB (dosis tertinggi)
- Untuk dua peringkat dosis di bawahnya, dosis tertinggi ini dibagi 3 kemudian dibagi 3lagi sehingga diperoleh 3 peringkat dosis : 3840 mg/kgBB; 1280 mg/kgBB; 426mg/kgBB.
- Perhitungan konversi dosis dari tikus ke manusia- Faktor konversi dari tikus 200 gram ke manusia 70 kg = 56,0- Rata-rata berat badan manusia Indonesia = 50 kg- Dosis untuk tikus = 3840 mg/kgBB= 3,84 g/kgBB
= 0,00384 g/g BB tikus= 0,768 g / 200 g BB tikus
- Dosis untuk manusia = 56,0 x 0,768 g = 43,008 g / 70 kgBB manusia= 30,72 g/ 50 kgBB manusia
100
Lampiran 13. Perhitungan Konversi Dosis Untuk Manusia
Angka konversi Tikus 200 g ke Manusia 70 kg = 56,0
Dosis untuk manusia = Dosis untuk tikus 200 g x (angka konversi ke manusia)
Maka ditetapkan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius :
1. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB tikus:
0,426 g/kgBB = 0,426 g/1000 gBB = 0,0852 g/200 gBB
0,0852 g/200 gBB x 56,0 = 4,77 g/70 kgBB manusia
2. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB tikus:
1,280 g/kgBB = 1,280 g/1000 gBB = 0,256 g/200 gBB
0,256 g/200 gBB x 56,0 = 14,33 g/70 kgBB manusia
3. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB tikus:
3,840 g/kgBB = 3,840 g/1000 gBB = 0,768 g/200 gBB
0,768 g/200 gBB x 56,0 = 43,01 g/70 kgBB manusia
101
Lampiran 14. Perhitungan Efek Hepatoprotektif
Rumus perhitungan efek hepatoprotektif :
Maka perhitungan efek hepatoprotektif ALT-serum adalah sebagai berikut:
Kelompok M. tanarius dosis 0,426 g/Kg BB (po) + induksi parasetamol:
x 100% = 39,5 %
Kelompok M. tanarius dosis 1,280 g/Kg BB (po) + induksi parasetamol:
x 100% = 69,2 %
Kelompok M. tanarius dosis 3,840 g/Kg BB (po) + induksi parasetamol:
x 100% = 90,7 %
Dan untuk perhitungan efek hepatoprotektif AST-serum adalah sebagai berikut:
Kelompok M. tanarius dosis 0,426 g/Kg BB (po) + induksi parasetamol:
x 100% = 25,8 %
102
Kelompok M. tanarius dosis 1,280 g/Kg BB (po) + induksi parasetamol:
x 100% = 62,5 %
Kelompok M. tanarius dosis 3,840 g/Kg BB (po) + induksi parasetamol:
x 100% = 81,3 %
103
Lampiran 15. Perhitungan efektif dosis tengah (ED50) hepatoprotektif ekstrak metanol-air
daun Macaranga tanarius (L.) pada tikus jantan terinduksi parasetamol.
Tabel IX. Dosis, log dosis, % efek hepatoprotektif dan ED50 pada masing- masing
kelompok perlakuan
Kelompok
perlakuan
Dosis
(mg/kgBB)
Log
Dosis
Efek
hepatoprotektif
(%)
ED50
(g/kgBB)
M. tanarius0,426 g/Kg
BB +parasetamol
426 2,629 39,5
M. tanarius1,280 g/Kg
BB +parasetamol
1280 3,107 69,2
M. tanarius3,840 g/Kg
BB +parasetamol
3840 3,584 90,7
0,629
Linear Regression log dosis vs efek hepatoprotektif :
A= -100,098
B= 53,615
r= 0,995
persamaan linear :
Y= Bx + A
Y= 53,615 x - 100,098
Efek hepatoprotektif sebesar 50% maka :
50= 53,615 x - 100,098
104
150,098 = 53,615 x
x= 2,799
Dosis yang menimbulkan 50% efek hepatoprotektif adalah :
ED50= antilog 2,799
ED50= 629,51 mg/kgBB
ED50= 0,629 g/kgBB
Jadi, efektif dosis (ED50) hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus jantanterinduksi parasetamol 2,5 g/kgBB adalah 0,629 g/kgBB
105
Tabel X. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius
KeteranganCawan
1Cawan
2Cawan
3Cawan
4Cawan
5Cawan
6
Cawankosong
56,60 55,93 76,97 47,09 52,77 56,60
Cawan+ekstrak
58,65 57,83 78,81 49,03 54,7 58,52
Rendemen 2,05 1,90 1,84 1,94 1,93 1,92
Tabel XI. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Cawanberatcawankosong
Jam ke0
10.005
15.0010
20.0021
07.0022
08.0023
09.0024
10.00
1 56,60 112,55 85,45 59,60 58,75 58,70 58,65 58,65
2 55,93 106,12 76,32 60,24 58,10 57,90 57,83 57,83
3 47,09
Beratekstrak
122,32 92,80 60,28 55,48 50,26 49,03 49,03
106
BIOGRAFI PENULIS
Penulis yang bernama lengkap Elisa Eka Adrianto lahir di
Magelang pada tanggal 31 Januari 1990 adalah putri pertama dari
tiga bersaudara dalam keluarga pasangan Sofian Gunawan
Adrianto dan Inneke Agustina. Penulis mengawali masa
pendidikannya di TK Bunda Wacana Magelang (1994-1995)
kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD
Bunda Wacana Magelang (1995-2001). Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
ditempuh oleh penulis di SLTP Tarakanita Magelang (2001-2004), kemudian
melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMA Tarakanita Magelang (2004-
2007). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta pada tahun 2007.Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan
kepanitiaan seperti Panitia TITRASI tahun 2008 sebagai anggota PubDekDok (Publikasi,
Dekorasi dan Dokumentasi), Koordinator bidang Konsumsi Pelepasan Wisuda Fakultas
Farmasi tahun 2009, dan Panitia Bakti Sosial tahun 2009 sebagai anggota PubDekDok
(Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi). Penulis pernah menjadi asisten praktikum
Toksikologi Dasar tahun 2010.
top related