modul askeb iii
Post on 02-Mar-2023
1 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Unit Belajar 1
Konsep Dasar Masa Nifas
Tujuan pembelajaran
Pada akhir pembelajaran mahasiswa dapat menjelaskan
konsep dasar masa nifas
Pokok bahasan/sub pokok bahasan
1. Pengertian masa nifas
2. Tujuan asuhan masa nifas
3. Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas
4. Tahapan masa nifas
5. Kebijakan program nasional masa nifas
A. Pengertian Masa Nifas
1. Masa nifas adalah masa dimulai
beberapa jam sesudah lahirnya
plasenta sampai 6 minggu setelah
melahirkan (Pusdiknakes,
2003:003).
2. Masa nifas dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum
hamil yang berlangsung kira-kira
6 minggu. (Abdul Bari,2000:122).
3. Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan
segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu
berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke
keadaan tidak hamil yang normal. (F.Gary
cunningham,Mac Donald,1995:281).
4. Masa nifas adalah masa setelah seorang ibu
melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan
kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu
6- 12 minggu. ( Ibrahim C, 1998).
B. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas untuk :
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun
psikologis.
2. Melaksanakan skrinning secara komprehensif, deteksi
dini, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi
pada ibu maupun bayi.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat
menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi
sehari-hari.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
5. Mendapatkan kesehatan emosi.
C. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam
pemberian asuhan post partum. Adapun peran dan
tanggung jawab dalam masa nifas antara lain :
1. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama
masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk
mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama
masa nifas.
2. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta
keluarga.
3. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan
meningkatkan rasa nyaman.
4. Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang
berkaitan ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan
administrasi.
5. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
6. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya
mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-
tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta
mempraktekkan kebersihan yang aman.
7. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan
data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta
melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan,
mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu
dan bayi selama priode nifas.
8. Memberikan asuhan secara professional.
D. Tahapan Masa Nifas
Masa nifas terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu :
1. Puerperium dini
Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk
berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial
Suatu masa dimana kepulihan dari organ-organ
reproduksi selama kurang lebih enam minggu.
3. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali
dlam keadaan sempurna terutama ibu bila ibu selama
hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.
E. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu
paling sedikit empat kali melakukan kunjungan pada
masa nifas, dengan tujuan untuk :
1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-
kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan
bayinya.
3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang
terjadi pada masa nifas.
4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan
mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
Asuhan yang diberikan sewaktu melakukan kunjungan masa
nifas:
Kunjunga
nWaktu Asuhan
I 6-8
jam
post
partum
Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena
atonia uteri.
Mendeteksi dan perawatan penyebab lain
perdarahan serta melakukan rujukan bila
perdarahan berlanjut.
Memberikan konseling pada ibu dan keluarga
tentang cara mencegah perdarahan yang
disebabkan atonia uteri.
Pemberian ASI awal.
Mengajarkan cara mempererat hubungan
antara ibu dan bayi baru lahir.
Menjaga bayi tetap sehat melalui
pencegahan hipotermi.
Setelah bidan melakukan pertolongan
persalinan, maka bidan harus menjaga ibu
dan bayi untuk 2 jam pertama setelah
kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi
baru lahir dalam keadaan baik.
II
6 hari
post
partum
Memastikan involusi uterus barjalan dengan
normal, uterus berkontraksi dengan baik,
tinggi fundus uteri di bawah umbilikus,
tidak ada perdarahan abnormal.
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi
dan perdarahan.
Memastikan ibu mendapat istirahat yang
cukup.
Memastikan ibu mendapat makanan yang
bergizi dan cukup cairan.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
benar serta tidak ada tanda-tanda
kesulitan menyusui.
Memberikan konseling tentang perawatan
bayi baru lahir.
III 2
minggu
Asuhan pada 2 minggu post partum sama
dengan asuhan yang diberikan pada
post
partumkunjungan 6 hari post partum.
IV
6
minggu
post
partum
Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami
ibu selama masa nifas.
Memberikan konseling KB secara dini.
Unit Belejar 2Proses laktasi dan menyusui
Tujuan pembelajaran
Pada akhir pembelajaran mahasiswa dapat menjelaskan
proses laktasi dan menyusui serta mampu mempraktekkan
cara perawatan payudara.
Pokok bahasan/sub pokok bahasan
1. Anatomi dan fisiologi payudara
2. Dukungan bidan dalam pemberian ASI
3. Manfaat pemberian ASI
4. Komposisi gizi dalam ASI
5. Upaya memperbanyak ASI
6. Tanda bayi cukup ASI
7. ASI Eksklusif
8. Cara merawat payudara
9. Cara menyusu yang benar
10. Masalah dalam pemberian ASI
A. Anatomi dan Fisiologi Payudara
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang
terletak di bawah kulit, di atas otot dada. Fungsi
dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi
bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara,
yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600
gram dan saat menyusui 800 gram.
1. Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :
a) Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.
b) Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.
c) Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol
di puncak payudara.
Gambar 1. Anatomi payudara
1) Korpus
Alveolus, yaitu unit terkecil yang
memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel
Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot
polos dan pembuluh darah.
Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus.
Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul
menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.
ASI dsalurkan dari alveolus ke dalam saluran
kecil (duktulus), kemudian beberapa duktulus
bergabung membentuk saluran yang lebih besar
(duktus laktiferus).
2) Areola
Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah
areola yang besar melebar, akhirnya memusat ke
dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam
dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat
otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa
ASI keluar.
3) Papilla
Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk
yang normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam
(inverted).
Gambar 2. Bentuk puting susu normal
Gambar 3. Bentuk puting susu pendek
Gambar 4. Bentuk puting susu panjang
Gambar 5. Bentuk puting susu terbenam/ terbalik
2. Proses laktasi
Laktasi adalah proses produksi, sekresi, dan
pengeluaran ASI.
Pengaruh Hormonal
Proses laktasi tidak terlepas dari pengaruh
hormonal, adapun hormon-hormon yang berperan
adalah :
a) Progesteron, berfungsi mempengaruhi pertumbuhan
dan ukuran alveoli. Tingkat progesteron dan
estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal
ini menstimulasi produksi secara besar-besaran.
b) Estrogen, berfungsi menstimulasi sistem saluran
ASI untuk membesar. Tingkat estrogen menurun saat
melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan
selama tetap menyusui. Sebaiknya ibu menyusui
menghindari KB hormonal berbasis hormon estrogen,
karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.
c) Follicle stimulating hormone (FSH)
d) Luteinizing hormone (LH)
e) Prolaktin, berperan dalam membesarnya alveoil
dalam kehamilan.
f) Oksitosin, berfungsi mengencangkan otot halus
dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya,
seperti halnya juga dalam orgasme. Selain itu,
pasca melahirkan, oksitosin juga mengencangkan
otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI
menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam
proses turunnya susu let-down/ milk ejection reflex.
g) Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua
kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL, yang
berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan
areola sebelum melahirkan.
Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara
siap memproduksi ASI. Namun, ASI bisa juga
diproduksi tanpa kehamilan (induced lactation).
Proses Pembentukan Laktogen
Proses pembentukan laktogen melalui tahapan-tahapan
berikut:
1) Laktogenesis I
2) Laktogenesis II
3) Laktogenesis III
Laktogenesis I
Merupakan fase penambahan dan pembesaran lobulus-
alveolus. Terjadi pada fase terakhir kehamilan. Pada
fase ini, payudara memproduksi kolostrum, yaitu
berupa cairan kental kekuningan dan tingkat
progesteron tinggi sehingga mencegah produksi ASI.
Pengeluaran kolustrum pada saat hamil atau sebelum
bayi lahir, tidak menjadikan masalah medis. Hal ini
juga bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya
produksi ASI.
Laktogenesis II
Pengeluaran plasenta saat melahirkan menyebabkan
menurunnya kadar hormon progesteron, esterogen dan
HPL. Akan tetapi kadar hormon prolaktin tetap
tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-
besaran. Apabila payudara dirangsang, level
prolaktin dalam darah meningkat, memuncak dalam
periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level
sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya
hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli
untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar
dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengemukakan bahwa
level prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila
produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2
pagi hingga 6 pagi, namun level prolaktin rendah
saat payudara terasa penuh.
Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi
ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama
setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai
stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Pada tahap
ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan
memproduksi ASI banyak. Penelitian berkesimpulan
bahwa apabila payudara dikosongkan secara menyeluruh
juga akan meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan
demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa
sering dan seberapa baik bayi menghisap, dan juga
seberapa sering payudara dikosongkan.
Produksi ASI yang rendah adalah akibat dari:
Kurang sering menyusui atau memerah payudara
Apabila bayi tidak bisa menghisap ASI secara
efektif, antara lain akibat: struktur mulut dan
rahang yang kurang baik; teknik perlekatan yang
salah.
Kelainan endokrin ibu (jarang terjadi)
Jaringan payudara hipoplastik
Kelainan metabolisme atau pencernaan bayi,
sehingga tidak dapat mencerna ASI
Kurangnya gizi ibu
3. Fisiologi Laktasi
Produksi ASI (Prolaktin)
Pembentukan payudara dimulai sejak embrio berusia
18-19 minggu, dan berakhir ketika mulai menstruasi.
Hormon yang berperan adalah hormon esterogen dan
progesteron yang membantu maturasi alveoli.
Sedangkan hormon prolaktin berfungsi untuk produksi
ASI.
Gambar 1. Proses produksi ASI/ refleks prolaktin
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta
meningkat tetapi ASI belum keluar karena pengaruh
hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar estrogen
dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua
atau ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi
sekresi ASI. Pada proses laktasi terdapat dua reflek
yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan refleks
aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu
dikarenakan isapan bayi.
1. Refleks prolaktin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang
peranan untuk membuat kolostrum, tetapi jumlah
kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas
prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron
yang masih tinggi. Pasca persalinan, yaitu saat
lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus
luteum maka estrogen dan progesteron juga
berkurang. Hisapan bayi akan merangsang puting
susu dan kalang payudara, karena ujung-ujung
saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor
mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui
medulla spinalis hipotalamus dan akan menekan
pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin
dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor
pemacu sekresi prolaktin. Faktor pemacu sekresi
prolaktin akan merangsang hipofise anterior
sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang
sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air
susu.
2. Refleks aliran (let down reflek)
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh
hipofise anterior, rangsangan yang berasal dari
isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior
(neurohipofise) yang kemudian dikeluarkan
oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini
menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi.
Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang
telah terbuat, keluar dari alveoli dan masuk ke
sistem duktus dan selanjutnya mengalir melalui
duktus lactiferus masuk ke mulut bayi.
Refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi
a) Refleks menangkap (rooting refleks)
Timbul saat bayi baru lahir tersentuh pipinya,
dan bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Bibir
bayi dirangsang dengan papilla mamae, maka bayi
akan membuka mulut dan berusaha menangkap puting
susu.
b) Refleks menghisap
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut
bayi tersentuh oleh puting. Agar puting mencapai
palatum, maka sebagian besar areola masuk ke
dalam mulut bayi. Dengan demikian sinus
laktiferus yang berada di bawah areola, tertekan
antara gusi, lidah dan palatum sehingga ASI
keluar.
c) Refleks menelan
Refleks ini timbul apabila mulut bayi terisi
oleh ASI, maka ia akan menelannya.
Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang
berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang
terdapat pada glandula pituitaria posterior,
sehingga keluar hormon oksitosin. Hal ini
menyebabkan sel-sel miopitel di sekitar alveoli akan
berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh
ampula. Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi
oleh isapan bayi, juga oleh reseptor yang terletak
pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara
reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis.
Gambar 2. Proses pengaliran ASI/ refleks oksitosin
B. Dukungan Bidan Dalam Pemberian ASI
Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam
menunjang pemberian ASI. Peran bidan dapat membantu
ibu untuk memberikan ASI dengan baik dan mencegah
masalah-masalah umum terjadi.
Peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI
adalah :
1. Meyakinkan bahwa bayi memperoleh makanan yang
mencukupi dari payudara ibunya.
2. Membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu
menyusui bayinya sendiri.
Bidan dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI,
dengan :
1. Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir
selama beberapa jam pertama.
2. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada
ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul.
3. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
4. Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama
(rawat gabung).
5. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
6. Memberikan kolustrum dan ASI saja.
7. Menghindari susu botol dan “dot empeng”.
C. Manfaat Pemberian ASI Untuk Bayi
ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi. ASI tidak
hanya memberikan manfaat untuk bayi saja, melainkan
untuk ibu, keluarga dan negara.
1. Manfaat ASI untuk Bayi
a) Nutrien (zat gizi) dalam ASI sesuai dengan
kebutuhan bayi.
Zat gizi yang terdapat dalam ASI antara lain:
lemak, karbohidrat, protein, garam dan mineral,
serta vitamin. ASI memberikan seluruh kebutuhan
nutrisi dan energi selama 1 bulan pertama,
separuh atau lebih nutrisi selama 6 bulan kedua
dalam tahun pertama, dan 1/3 nutrisi atau lebih
selama tahun kedua.
Gambar 1. Manfaat ASI sebagai nutrient lengkap
b) ASI mengandung zat protektif.
Dengan adanya zat protektif yang terdapat dalam
ASI, maka bayi jarang mengalami sakit. Zat-zat
protektif tersebut antara lain:
1) Laktobasilus bifidus
2) Laktoferin
3) Lisozim
4) Komplemen C3 dan C4.
5) Faktor anti streptokokus, melindungi bayi dari
kuman streptokokus.
6) Antibodi.
7) Imunitas seluler
8) Tidak menimbulkan alergi.
Gambar 2. Manfaat ASI sebagai zat protektif
c) Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan bagi
ibu dan bayi.
Pada saat bayi kontak kulit dengan ibunya, maka
akan timbul rasa aman dan nyaman bagi bayi.
Perasaan ini sangat penting untuk menimbulkan
rasa percaya (basic sense of trust).
Gambar 3. Manfaat ASI sebagai efek psikologis
d) Menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bayi
menjadi baik.
Bayi yang mendapatkan ASI akan memiliki tumbuh
kembang yang baik. Hal ini dapat dilihat dari
kenaikan berat badan bayi dan kecerdasan otak
baik.
Gambar 4. Manfaat ASI meningkatkan kecerdasan
e) Mengurangi kejadian karies dentis
Insidensi karies dentis pada bayi yang mendapat
susu formula jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan bayi yang mendapat ASI. Kebiasaan menyusu
dengan botol atau dot akan menyebabkan gigi lebih
lama kontak dengan susu formula sehingga gigi
menjadi lebih asam.
f) Mengurangi kejadian maloklusi
Penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan
lidah yang mendorong ke depan akibat menyusui
dengan botol dan dot.
2. Manfaat ASI untuk Ibu
Manfaat ASI bagi ibu dapat ditinjau dari tiga
aspek, yaitu:
a. Aspek kesehatan ibu
Hisapan bayi akan merangsang terbentuknya
oksitosin yang membantu involusi uteri dan
mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan,
mengurangi prevalensi anemia dan mengurangi
terjadinya karsinoma indung telur dan mammae,
mengurangi angka kejadian osteoporosis dan patah
tulang panggul setelah menopause, serta
menurunkan kejadian obesitas karena kehamilan.
Gambar 1. Manfaat menyusui untuk mencegah
kanker payudara
b. Aspek keluarga berencana
Menyusui secara eksklusif dapat menjarangkan
kehamilan. Hormon yang mempertahankan laktasi
menekan ovulasi sehingga dapat menunda kesuburan.
Menyusui secara eksklusif dapat digunakan sebagai
kontrasepsi alamiah yang sering disebut metode
amenorea laktasi (MAL).
Gambar 2. Manfaat menyusui untuk keluarga
berencana
c. Aspek psikologis
Perasaan bangga dan dibutuhkan sehingga
tercipta hubungan atau ikatan batin antara ibu
dan bayi
Gambar 3. Manfaat menyusui untuk psikologis ibu
dan bayi
3. Manfaat ASI Untuk Negara
ASI memberikan manfaat untuk negara, yaitu:.
a. Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak.
Kandungan ASI yang berupa zat protektif dan
nutrien di dalam ASI yang sesuai dengan kebutuhan
bayi, menjamin status gizi bayi menjadi baik
serta kesakitan dan kematian anak menurun.
b. Mengurangi subsidi untuk rumah sakit.
Rawat gabung akan memperpendek lama perawatan
ibu dan bayi di rumah sakit, sehingga mengurangi
subsidi/ biaya rumah sakit. Selain itu,
mengurangi infeksi nosokomial, mengurangi
komplikasi persalinan dan mengurangi biaya
perawatan anak sakit di rumah sakit.
c. Mengurangi devisa dalam pembelian susu formula.
ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional.
Dengan memberikan ASI maka dapat menghemat devisa
sebesar Rp 8,6 milyar/ tahun yang seharusnya
dipakai membeli susu formula.
d. Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa.
Anak yang mendapatkan ASI, tumbuh kembang
secara optimal sehingga akan menjamin kualitas
generasi penerus bangsa.
Gambar. ASI meningkatkan kualitas generasi
bangsa
D. Komposisi Gizi dalam ASI
ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Air susu ibu
khusus dibuat untuk bayi manusia. Kandungan gizi dari
ASI sangat khusus dan sempurna serta sesuai dengan
kebutuhan tumbuh kembang bayi.
ASI dibedakan dalam tiga stadium yaitu:
1. Kolustrum
Kolustrum adalah air susu yang pertama kali
keluar. Kolustrum ini disekresi oleh kelenjar
payudara pada hari pertama sampai hari ke empat
pasca persalinan. Kolustrum merupakan cairan dengan
viskositas kental , lengket dan berwarna kekuningan.
Kolustrum mengandung tinggi protein, mineral, garam,
vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan antibodi
yang tinggi daripada ASI matur. Selain itu,
kolustrum masih mengandung rendah lemak dan laktosa.
Protein utama pada kolustrum adalah imunoglobulin
(IgG, IgA dan IgM), yang digunakan sebagai zat
antibodi untuk mencegah dan menetralisir bakteri,
virus, jamur dan parasit.
Meskipun kolostrum yang keluar sedikit menurut
ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada dalam
payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang
berusia 1-2 hari. Volume kolostrum antara 150-300
ml/24 jam.
Kolostrum juga merupakan pencahar ideal untuk
membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi
yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan
makanan bagi bayi makanan yang akan datang.
2. ASI Transisi/ Peralihan
ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah
kolostrum sampai sebelum ASI matang, yaitu sejak
hari ke-4 sampai hari ke-10. Selama dua minggu,
volume air susu bertambah banyak dan berubah warna
serta komposisinya. Kadar imunoglobulin dan protein
menurun, sedangkan lemak dan laktosa meningkat.
3. ASI Matur
ASI matur disekresi pada hari ke sepuluh dan
seterusnya. ASI matur tampak berwarna putih.
Kandungan ASI matur relatif konstan, tidak
menggumpal bila dipanaskan. Air susu yang mengalir
pertama kali atau saat lima menit pertama disebut
foremilk. Foremilk lebih encer. Foremilk mempunyai
kandungan rendah lemak dan tinggi laktosa, gula,
protein, mineral dan air. Selanjutnya, air susu
berubah menjadi hindmilk. Hindmilk kaya akan lemak
dan nutrisi. Hindmilk membuat bayi akan lebih cepat
kenyang. Dengan demikian, bayi akan membutuhkan
keduanya, baik foremilk maupun hindmilk. Dibawah ini
bisa kita lihat perbedaan komposisi antara
kolustrum, ASI transisi dan ASI matur.
Gambar. Perbedaan kolustrum, ASI transisi dan ASI
matur
Tabel. Kandungan kolustrum, ASI transisi dan ASI matur
Kandungan KolustrumTransis
i
ASI
maturEnergi (kgkal) 57,0 63,0 65,0Laktosa
(gr/100 ml)6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/100
ml)2,9 3,6 3,8
Protein
(gr/100 ml)1,195 0,965 1,324
Mineral
(gr/100 ml)0,3 0,3 0,2
Immunoglubin :Ig A (mg/100
ml)335,9 - 119,6
Ig G (mg/100
ml)5,9 - 2,9
Ig M (mg/100
ml)17,1 - 2,9
Lisosin
(mg/100 ml)14,2-16,4 -
24,3-
27,5Laktoferin 420-520 - 250-270
E. Upaya Memperbanyak ASI
Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan terbaik
yang sangat dibutuhkan oleh bayi. ASI mengandung
berbagai zat yang penting untuk tumbuh kembang bayi
dan sesuai dengan kebutuhannya. Meski demikian, tidak
semua ibu mau menyusui bayinya karena berbagai alasan.
Misalnya takut gemuk, sibuk, payudara kendor dan
sebagainya. Di lain pihak, ada juga ibu yang ingin
menyusui bayinya tetapi mengalami kendala. Biasanya
ASI tidak mau keluar atau produksinya kurang lancar.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi produksi ASI.
Produksi dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua
hormon, yaitu prolaktin dan oksitosin. Prolaktin
mempengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan oksitosin
mempengaruhi proses pengeluaran ASI. Prolaktin
berkaitan dengan nutrisi ibu, semakin asupan
nutrisinya baik maka produksi yang dihasilkan juga
banyak.
Hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI:
1. Makanan
Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat
berpengaruh terhadap produksi ASI. Apabila makanan
yang ibu makan cukup akan gizi dan pola makan yang
teratur, maka produksi ASI akan berjalan dengan
lancar.
2. Ketenangan jiwa dan pikiran
Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi
kejiwaan dan pikiran harus tenang. Keadaan
psikologis ibu yang tertekan, sedih dan tegang akan
menurunkan volume ASI.
3. Penggunaan alat kontrasepsi
Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu menyusui,
perlu diperhatikan agar tidak mengurangi produksi
ASI. Contoh alat kontrasepsi yang bisa digunakan
adalah kondom, IUD, pil khusus menyusui ataupun
suntik hormonal 3 bulanan.
4. Perawatan payudara
Perawatan payudara bermanfaat merangsang payudara
mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormon
prolaktin dan oksitosin.
5. Anatomis payudara
Jumlah lobus dalam payudara juga mempengaruhi
produksi ASI. Selain itu, perlu diperhatikan juga
bentuk anatomis papila atau puting susu ibu.
6. Faktor fisiologi
ASI terbentuk oleh karena pengaruh dari hormon
prolaktin yang menentukan produksi dan
mempertahankan sekresi air susu.
7. Pola istirahat
Faktor istirahat mempengaruhi produksi dan
pengeluaran ASI. Apabila kondisi ibu terlalu capek,
kurang istirahat maka ASI juga berkurang.
8. Faktor isapan anak atau frekuensi penyusuan
Semakin sering bayi menyusu pada payudara ibu,
maka produksi dan pengeluaran ASI akan semakin
banyak. Akan tetapi, frekuensi penyusuan pada bayi
prematur dan cukup bulan berbeda. Studi mengatakan
bahwa pada produksi ASI bayi prematur akan optimal
dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari
selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan
dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu.
Sedangkan pada bayi cukup bulan frekuensi penyusuan
10 ± 3 kali perhari selama 2 minggu pertama setelah
melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang
cukup. Sehingga direkomendasikan penyusuan paling
sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah
melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan
kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.
9. Berat lahir bayi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai
kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah dibanding
bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan
mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi
frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah
dibanding bayi berat lahir normal yang akan
mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan
oksitosin dalam memproduksi ASI.
10. Umur kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi
poduksi ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir
prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu)
sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara
efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada
bayi yang lahir cukup bulan. Lemahnya kemampuan
menghisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat
badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi
organ.
11. Konsumsi rokok dan alcohol
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan
mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk
produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan
adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan
oksitosin. Meskipun minuman alkohol dosis rendah
disatu sisi dapat membuat ibu merasa lebih rileks
sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun
disisi lain etanol dapat menghambat produksi
oksitosin.
F. Tanda Bayi Cukup ASI
Bayi usia 0-6 bulan, dapat dinilai mendapat
kecukupan ASI bila mencapai keadaan sebagai berikut:
1. Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam
minimal mendapatkan ASI 8 kali pada 2-3 minggu
pertama.
2. Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering, dan
warna menjadi lebih muda pada hari kelima setelah
lahir.
3. Bayi akan buang air kecil (BAK) paling tidak 6-8 x
sehari.
4. Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi menelan ASI.
5. Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI
telah habis.
6. Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa
kenyal.
7. Pertumbuhan berat badan (BB) bayi dan tinggi badan
(TB) bayi sesuai dengan grafik pertumbuhan.
8. Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya
sesuai dengan rentang usianya).
Gambar 1. Bayi dengan motorik baik oleh karena
kecukupan ASI
9. Bayi kelihatan puas, sewaktu-waktu saat lapar bangun
dan tidur dengan cukup.
10. Bayi menyusu dengan kuat (rakus), kemudian
melemah dan tertidur pulas.
Gambar 2. Bayi tertidur pulas oleh karena
kecukupan ASI
G. ASI Eksklusif
ASI eksklusif (menurut WHO) adalah pemberian ASI
saja pada bayi sampai usia 6 bulan tanpa tambahan
cairan ataupun makanan lain. ASI dapat diberikan
sampai bayi berusia 2 tahun.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dianjurkan
oleh pedoman internasional yang didasarkan pada bukti
ilmiah tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu,
keluarga maupun negara.
WHO dan UNICEF merekomendasikan kepada para ibu,
bila memungkinkan memberikan ASI eksklusif sampai 6
bulan dengan menerapkan:
1. Inisiasi menyusu dini selama 1 jam setelah kelahiran
bayi.
2. ASI eksklusif diberikan pada bayi hanya ASI saja
tanpa makanan tambahan atau minuman.
3. ASI diberikan secara on demand atau sesuai kebutuhan
bayi, setiap hari setiap malam.
4. ASI diberikan tidak menggunakan botol, cangkir
maupun dot.
Bagi ibu yang bekerja, menyusui tidak perlu
dihentikan. Ibu bekerja harus tetap memberikan ASInya
dan jika memungkinkan bayi dapat dibawa di tempat
kerja. Apabila tidak memungkinkan, ASI dapat diperah
kemudian disimpan.
Cara penyimpanan ASI:
1. ASI dapat disimpan dalam botol gelas/ plastik,
termasuk plastik klip, ± 80-100 cc.
2. ASI yang disimpan dalam frezzer dan sudah
dikeluarkan sebaiknya tidak digunakan lagi setelah 2
hari.
3. ASI beku perlu dicairkan dahulu dalam lemari es 4
derajat Celcius.
4. ASI beku tidak boleh dimasak/ dipanaskan, hanya
dihangatkan dengan merendam dalam air hangat.
5. Petunjuk umum untuk penyimpanan ASI di rumah :
a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
b. Setelah diperas, ASI dapat disimpan dalam lemari
es/ frezzer.
c. Tulis jam, hari dan tanggal saat diperas.
ASI Suhu Ruang Lemari es Freezer
Setelah di
peras
6-8 jam
(kurang
lebih 26
°C)
3-5
hari
(kurang
lebih
4o C)
2 mg freezer jadi
1 dg refrigerator, 3
bl dg
pintu sendiri, 6-12
bln.
(kurang lebih -18o C)Dari frezeer, 24 jam Jangan dibekukan
di simpan di
lemari es (tdk
di hangatkan)
4 jam atau
kurang
(minum
berikutnya
)
ulang
Dikeluarkan
dari lemari es
(di hangatkan)
Langsung
diberikan
4 jam/
minum
berikutn
ya
Jangan dibekukan
ulang
Sisa minum bayi Minum
berikutnyaBuang Buang
H. Cara Merawat Payudara
Pengertian Perawatan payudara adalah suatu cara yang
dilakukan untuk merawat payudara agar air susu keluar
dengan lancer.
Manfaat Perawatan Payudara Menjaga kebersihan
payudara, terutama kebesihan putting susu agar
terhindar dari infeksi Melunakkan serta memperbaiki
bentuk putting susu sehingga bayi dapat menyusu dengan
baik Merangsang kelenjar-kelenjar air susu sehingga
produksi asi lancer Mengetahui secara dini kelainan
putting susu dan melakukan usaha-usaha untuk
mengatasinya Persiapan psikis ibu menyusui.
Cara melakukan perawatan payudara ibu menyusui :
1. Persiapan alat Alat yang dibutuhkan :
Handuk
Kapas
Minyak kelapa / baby oil
Waslap
2 Baskom (masing-masing berisi air hangat dan
dingin )
2. Prosedur pelaksanaan;
Buka pakaian ibu
Letakkan handuk diatas pangkuan ibu dan tutuplah
payudara dengan handuk.
Buka handuk pada daerah payudara.
Kompres putting susu dengan menggunakan kapas
minyak selama 3-5 menit.
Bersihkan dan tariklah putting susu keluar
terutama untuk putting susu yang datar.
Ketuk-ketuk sekeliling putting susu dengan ujung-
ujung jari.
Kedua telapak tangan dibasahi dengan minyak
kelapa
Kedua telapak tangan diletakkankan diantara kedua
payudara
Pengurutan dimulai kearah atas, samping, telapak
Tangan kiri kearah sisi kiri, telapak tangan
kanan kearah sisi kanan
Pengurutan diteruskan kebawah, samping,
selanjutnya melintang, telapak tangan mengurut
kedepan kemudian dilepas dari kedua payudara.
Telapak tangan kanan kiri menopang payudara kiri,
kemudian jari-jari tangan kanan sisi kelingking
mengurut payudara kearah putting susu.
Telapak tangan kanan menopang payudara dan tangan
lainnya menggengam dan mengurut payudara dari
arah pangkal ke arah putting susu. Payudara
disiram dengan air hangat dan dingan secara
bergantian kira-kira 5 menit ( air hangat dahulu)
Keringkan dengan handuk
Pakailah BH khusus untuk ibu menyusui (BH yang
menyangga payudara).
I. Cara Menyusui yang Benar
Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan
ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan
bayi dengan benar (Perinasia, 1994).
Pembentukan dan Persiapan ASI
Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan
kehamilan. Pada kehamilan, payudara semakin padat
karena retensi air, lemak serta berkembangnya
kelenjar-kelenjar payudara yang dirasakan tegang dan
sakit. Bersamaan dengan membesarnya kehamilan,
perkembangan dan persiapan untuk memberikan ASI makin
tampak. Payudara makin besar, puting susu makin
menonjol, pembuluh darah makin tampak, dan aerola
mamae makin menghitam.
Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan
dengan jalan :
a. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak,
sehingga epitel yang lepas tidak menumpuk.
b. Puting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga
menonjol untuk memudahkan isapan bayi.
c. Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa
susu atau dengan jalan operasi.
Posisi dan perlekatan menyusui
Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara
menyususi yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan
duduk, berdiri atau berbaring.
Gambar 1. Posisi menyusui sambil berdiri yang benar
(Perinasia, 1994)
Gambar 2. Posisi menyusui sambil duduk yang benar
(Perinasia, 1994)
Gambar 3. Posisi menyusui sambil rebahan yang benar
(Perinasia, 1994)
Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi
tertentu seperti ibu pasca operasi sesar. Bayi
diletakkan disamping kepala ibu dengan posisi kaki
diatas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara
seperti memegang bola bila disusui bersamaan,
dipayudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar
(penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan
ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi ini
bayi tidak tersedak.
Gambar 4. Posisi menyusui balita pada kondisi normal
(Perinasia, 1994)
Gambar 5. Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar
di ruang perawatan (Perinasia, 2004)
Gambar 6. Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar
di rumah (Perinasia, 2004)
Gambar 7. Posisi menyusui bayi bila ASI penuh
(Perinasia, 2004)
Gambar 8. Posisi menyusui bayi kembar secara
bersamaan (Perinasia, 2004)
Langkah-langkah menyusui yang benar
Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit
ASI dan oleskan disekitar putting, duduk dan berbaring
dengan santai.
Gambar 9. Cara meletakan bayi (Perinasia, 2004)
Gambar 10. Cara memegang payudara (Perinasia, 2004)
Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi
sanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan
bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan
bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan
dengan puting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu,
menyetuh bibir bayi ke puting susunya dan menunggu
sampai mulut bayi terbuka lebar.
Gambar 11. Cara merangsang mulut bayi (Perinasia,
2004)
Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa
sehingga bibir bawah bayi terletak di bawah puting
susu.
Cara melekatkan mulut bayi dengan benar yaitu dagu
menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar
dan bibir bawah bayi membuka lebar.
Gambar 12. Perlekatan benar (Perinasia,
2004)
Gambar 13. Perlekatan salah (Perinasia, 2004)
Cara pengamatan teknik menyusui yang benar
Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat
mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak
keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI
selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Apabila bayi
telah menyusui dengan benar maka akan memperlihatkan
tanda-tanda sebagai berikut :
1. Bayi tampak tenang.
2. Badan bayi menempel pada perut ibu.
3. Mulut bayi terbuka lebar.
4. Dagu bayi menmpel pada payudara ibu.
5. Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola
bawah lebih banyak yang masuk.
6. Bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan.
7. Puting susu tidak terasa nyeri.
8. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis
lurus.
9. Kepala bayi agak menengadah.
Gambar 14. Teknik menyusui yang benar (Perinasia,
2004)
Lama dan frekuensi menyusui
Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal,
sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan di setiap
saat bayi membutuhkan, karena bayi akan menentukan
sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila
bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing,
kepanasan/kedinginan atau sekedar ingin didekap) atau
ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang
sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7
menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam
waktu 2 jam. Pada awalnya, bayi tidak memiliki pola
yang teratur dalam menyusui dan akan mempunyai pola
tertentu setelah 1 – 2 minggu kemudian.
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik,
karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan
produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa
jadwal, sesuai kebutuhan bayi akan mencegah timbulnya
masalah menyusui. Ibu yang bekerja dianjurkan agar
lebih sering menyusui pada malam hari. Bila sering
disusukan pada malam hari akan memicu produksi ASI.
Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara
maka sebaiknya setiap kali menyusui harus dengan kedua
payudara. Pesankan kepada ibu agar berusaha menyusui
sampai payudara terasa kosong, agar produksi ASI
menjadi lebih baik. Setiap kali menyusui, dimulai
dengan payudara yang terakhir disusukan. Selama masa
menyusui sebaiknya ibu menggunakan kutang (BH) yang
dapat menyangga payudara, tetapi tidak terlalu ketat.
Gambar 15. Kutang (BH) yang baik untuk ibu menyusui
(Perinasia, 2004)
J. Masalah Dalam Pemberian ASI
Masalah Menyusui Pada Bayi
Masalah pada bayi dapat berupa bayi sering
menangis, bingung puting, bayi dengan kondisi
tertentu seperti BBLR, ikterus, bibir sumbing, bayi
kembar, bayi sakit, bayi dengan lidah pendek (lingual
frenulum), bayi yang memerlukan perawatan.
a. Bayi Sering Menangis
Tangisan bayi dapat dijadikan sebagai cara
berkomuniksi antara ibu dan buah hati. Pada saat
bayi menangis, maka cari sumber penyebabnya. Dan
yang paling sering karena kurang ASI.
b. Bayi Bingung Puting (Nipple Confusion)
Bingung Puting (Nipple Confusion) terjadi akibat
pemberian susu formula dalam botol yang berganti-
ganti. Hal ini akibat mekanisme menyusu pada
puting susu ibu berbeda dengan mekanisme menyusu
pada botol. Menyusu pada ibu memerlukan kerja
otot-otot pipi, gusi, langit-langit dan lidah.
Sedangkan menyusu pada botol bersifat pasif,
tergantung pada faktor pemberi yaitu kemiringan
botol atau tekanan gravitasi susu, besar lubang
dan ketebalan karet dot.
Tanda bayi bingung puting antara lain:
1. Bayi menolak menyusu
2. Isapan bayi terputus-putus dan sebentar-bentar
3. Bayi mengisap puting seperti mengisap dot
Hal yang perlu diperhatikan agar bayi tidak
bingung puting antara lain:
1. Berikan susu formula menggunakan sendok
ataupun cangkir.
2. Berikan susu formula dengan indikasi yang
kuat.
c. Bayi dengan BBLR dan Bayi Prematur
Bayi dengan berat badan lahir rendah, bayi
prematur maupun bayi kecil mempunyai masalah
menyusui karena refleks menghisapnya lemah. Oleh
karena itu, harus segera dilatih untuk menyusu.
Bila bayi dirawat di rumah sakit, harus lebih
sering dijenguk, disentuh dengan kasih sayang dan
bila memungkinkan disusui.
d. Bayi dengan Ikterus
Ikterik pada bayi sering terjadi pada bayi yang
kurang mendapatkan ASI. Ikterik dini terjadi pada
bayi usia 2-10 hari yang disebabkan oleh kadar
bilirubin dalam darah tinggi.
Untuk mengatasi agar tidak terjadi hiper
bilirubinemia pada bayi maka:
1. Segeralah menyusui bayi setelah lahir.
2. Menyusui bayi, sesering mungkin tanpa jadwal
dan on demand.
Oleh karena itu, menyusui dini sangat penting
karena bayi akan mendapat kolustrum. Kolustrum
membantu bayi mengeluarkan mekonium, bilirubin
dapat dikeluarkan melalui feses sehingga mencegah
bayi tidak kuning.
e. Bayi dengan Bibir Sumbing
Bayi dengan bibir sumbing tetap masih bisa
menyusu. Pada bayi dengan bibir sumbing pallatum
molle (langit-langit lunak) dan pallatum durum
(langit-langit keras), dengan posisi tertentu
masih dapat menyusu tanpa kesulitan. Meskipun
bayi terdapat kelainan, ibu harus tetap menyusui
karena dengan menyusui dapat melatih kekuatan
otot rahang dan lidah.
Anjuran menyusui pada keadaan ini dengan cara:
1. Posisi bayi duduk.
2. Saat menyusui, puting dan areola dipegang.
3. Ibu jari digunakan sebagai penyumbat celah pada
bibir bayi.
4. Asi perah diberikan pada bayi dengan
labiopalatoskisis (sumbing pada bibir dan langit-
langit).
f. Bayi Kembar
Posisi yang dapat digunakan pada saat menyusui
bayi kembar adalah dengan posisi memegang bola
(football position). Pada saat menyusui secara
bersamaan, bayi menyusu secara bergantian.
Susuilah bayi sesering mungkin. Apabila bayi ada
yang dirawat di rumah sakit, berikanlah ASI peras
dan susuilah bayi yang ada dirumah. Agar ibu
dapat beristirahat maka sebaiknya mintalah
bantuan pada anggota keluarga atau orang lain
untuk mengasuh bayi Anda.
g. Bayi Sakit
Bayi sakit dengan indikasi khusus tidak
diperbolahkan mendapatkan makanan per oral,
tetapi pada saat kondisi bayi sudah memungkinkan
maka berikan ASI. Menyusui bukan kontraindikasi
pada bayi sakit dengan muntah-muntah ataupun
diare. Posisi menyusui yang tepat dapat mencegah
timbulnya muntah, antara lain dengan posisi
duduk. Berikan ASI sedikit tapi sering kemudian
sendawakan. Pada saat bayi akan ditidurkan,
posisikan tengkurap atau miring kanan untuk
mengurangi bayi tersedak karena regurgitasi.
h. Bayi dengan Lidah Pendek (Lingual Frenulum)
Bayi dengan lidah pendek atau lingual frenulum
(jaringan ikat penghubung lidah dan dasar mulut)
yang pendek dan tebal serta kaku tak elastis,
sehingga membatasi gerak lidah dan bayi tidak
dapat menjulurkan lidahnya untuk “mengurut”
puting dengan optimal.
Akibat lidah bayi tidak sanggup “memegang” puting
dan areola dengan baik, maka proses laktasi tidak
dapat berjalan dengan sempurna. Oleh karena itu,
ibu dapat membantu dengan menahan kedua bibir
bayi segera setelah bayi dapat “menangkap”
putting dan areola dengan benar. Kemudian posisi
kedua bibir bayi dipertahankan agar tidak
berubah-ubah.
i. Bayi yang Memerlukan Perawatan
Pada saat bayi sakit dan memerlukan perawatan,
padahal bayi masih menyusu, sebaiknya ibu tetap
merawat dan memberikan ASI. Apabila tidak
terdapat fasilitas, maka ibu dapat memerah ASI
dan menyimpannya. Cara penyimpanan ASI perahpun
juga perlu diperhatikan, agar tidak mudah basi.
j. Menyusui dalam Keadaan Darurat
Masalah pada keadaan darurat misalnya: kondisi
ibu yang panik sehingga produksi ASI dapat
berkurang; makanan pengganti ASI tidak
terkontrol. Rekomendasi untuk mengatasi keadaan
darurat tersebut antara lain: pemberian ASI harus
dilindungi pada keadaan darurat, pemberian
makanan pengganti ASI (PASI) dapat diberikan
dalam kondisi tertentu dan hanya pada waktu
dibutuhkan; bila memungkinkan pemberian PASI
tidak menggunakan botol.
2. Masalah Menyusui Pada Keadaan Khusus
Masalah yang timbul pada periode ini adalah :
a. Ibu Melahirkan dengan Bedah Sesar
Meskipun seorang ibu menjalani persalinan sesar
tetapi ada juga yang mempunyai keinginan kuat
untuk tetap memberikan ASI pada bayinya. Namun
demikian, ada beberapa keadaan yang dapat
mempengaruhi ASI baik langsung maupun tidak
langsung antara lain: pengaruh pembiusan saat
operasi, psikologi ibu.
Ibu dengan pasca persalinan sesar tetap dapat
memberikan ASI nya. Hal yang perlu diperhatikan
pada kondisi ini adalah :
1. Mintalah segera mungkin untuk dapat menyusui.
2. Cari posisi yang nyaman untuk menyusui
seperti : lying flat on your back, clutch
(football) hold, side lying, cross cradle
(transition) hold.
3. Mintalah dukungan dari keluarga.
4. Berdoa dan yakinlah bahwa ibu dapat memberikan
ASI.
b. Ibu Sakit
Ibu sakit bukan merupakan alasan untuk berhenti
menyusui. Justru dengan tetap menyusui, ASI akan
melindungi bayi dari penyakit. Perlu
diperhatikan, pada saat ibu sakit diperlukan
bantuan dari orang lain untuk mengurus bayi dan
rumah tangga. Dengan harapan, ibu tetap
mendapatkan istirahat yang cukup. Periksalah ke
tenaga kesehatan terdekat, untuk mendapatkan
pengobatan yang tidak mempengaruhi ASI maupun
bayi.
c. Ibu Penderita HIV/AIDS (+) dan Hepatitis (HbsAg
+)
Masih ada perbedaan pandangan mengenai
penularan penyakit HIV/AIDS atau Hepatitis
melalui ASI dari ibu penderita kepada bayinya.
Ada yang berpendapat bahwa ibu penderita HIV/AIDS
atau Hepatitis tidak diperkenankan untuk
menyusui. Namun demikian, WHO berpendapat: ibu
penderita tetap dianjurkan memberikan ASI kepada
bayinya dengan berbagai pertimbangan. Antara
lain: alasan ekonomi, aspek kesehatan ibu.
d. Ibu Penderita TBC Paru
Pada ibu penderita TBC paru tetap dianjurkan
untuk menyusui, karena kuman TBC tidak ditularkan
melalui ASI. Ibu tetap diberikan pengobatan TBC
paru secara adekuat dan diajarkan cara pencegahan
pada bayi dengan menggunakan masker. Bayi
diberikan INH sebagai profilaksis. Pengobatan
pada ibu dilakukan kurang lebih 3 bulan kemudian
dilakukan uji Mantoux pada bayi. Bila hasil
negatif terapi INH dihentikan dan imunisasi bayi
dengan vaksinasi BCG.
e. Ibu Penderita Diabetes
Bayi tetap diberikan ASI, namun kadar gula
darahnya tetap dimonitor.
f. Ibu yang Memerlukan Pengobatan
Banyak dijumpai pada ibu menyusui yang meminum
obat-obatan dikarenakan sakit menghentikan
pemberian ASI nya. Dengan alasan, obat-obatan
yang ibu minum mengganggu bayi dan kadar ASI.
Namun demikian, ada jenis obat-obatan tertentu
yang sebaiknya tidak diberikan pada ibu menyusui.
Apabila ibu memerlukan obat, berikan obat yang
masa paruh obat pendek dan mempunyai rasio ASI-
plasma kecil atau dicari obat alternatif yang
tidak berakibat pada bayi maupun ASI.
g. Ibu Hamil
Pada saat ibu masih menyusui, terkadang hamil
lagi. Dalam hal ini tidak membahayakan bagi ibu
maupun bayi, asalkan asupan gizi pada saat
menyusui dan hamil terpenuhi. Namun demikian,
perlu dipertimbangkan adanya hal-hal yang dapat
dialami antara lain: puting susu lecet,
keletihan, ASI berkurang, rasa ASI berubah dan
dapat terjadi kontraksi uterus dari isapan bayi
3. Masalah Menyusui Masa Pasca Persalinan Lanjut
Masalah yang timbul pada periode ini adalah :
a. Sindrom ASI Kurang
Masalah sindrom ASI kurang diakibatkan oleh
kecukupan bayi akan ASI tidak terpenuhi sehingga
bayi mengalami ketidakpuasan setelah menyusu,
bayi sering menangis atau rewel, tinja bayi keras
dan payudara tidak terasa membesar. Namun
kenyataannya, ASI sebenarnya tidak kurang.
Sehingga terkadang timbul masalah bahwa ibu
merasa ASInya tidak mencukupi dan ada keinginan
untuk menambah dengan susu formula. Kecukupan ASI
dapat dinilai dari penambahan berat badan bayi
secara teratur, frekuensi BAK paling sedikit 6
kali sehari.
Cara mengatasi masalah tersebut, sebaiknya
disesuaikan dengan penyebabnya. Hal yang dapat
menyebabkan sindrom kekurangan ASI antara lain:
1. Faktor teknik menyusui, antara lain masalah
frekuensi, perlekatan, penggunaan dot/botol,
tidak mengosongkan payudara.
2. Faktor psikologis: ibu kurang percaya diri,
stress.
3. Faktor fisik, antara lain: penggunaan
kontrasepsi, hamil, merokok, kurang gizi.
4. Faktor bayi, antara lain: penyakit,
abnormalitas, kelainan kongenital.
Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara
ibu dan bayi sehingga produksi ASI dapat
meningkat dan bayi dapat memberikan isapan secara
efektif.
b. Ibu Bekerja
Ibu yang bekerja bukan menjadi alasan tidak
dapat menyusui bayinya. Banyak cara yang dapat
digunakan untuk mengatasi hal tersebut, antara
lain :
1. Bawalah bayi anda jika tempat kerja ibu
memungkinkan.
2. Menyusui sebelum berangkat bekerja.
3. Perahlah ASI sebagai persediaan di rumah
sebelum berangkat bekerja.
4. Di tempat kerja, ibu dapat mengosongkan
payudara setiap 3-4 jam.
5. ASI perah dapat disimpan di lemari es atau
freezer.
6. Pada saat ibu di rumah, susuilah bayi sesering
mungkin dan rubah jadwal menyusui.
7. Minum dan makan makanan yang bergizi serta
cukup istirahat selama bekerja dan menyusui.
Gambar ASI perah
4. Masalah Menyusui Masa Antenatal
Masalah yang timbul pada periode ini adalah :
a. Kurang/Salahnya Pemberian Informasi
Kebanyakan ibu masih beranggapan bahwa susu
formula jauh lebih baik daripada ASI, sehingga
apabila ASI dianggap kurang dengan segera
menggunakan susu formula. Pada saat pemeriksaan
kehamilan, pendidikan kesehatan tentang menyusui
yang diberikan oleh petugas kesehatanpun juga
masih kurang.
Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat
pemeriksaan kehamilan tentang menyusui adalah :
1. Fisiologi laktasi.
2. Keuntungan/ manfaat pemberian ASI.
3. Manfaat dari rawat gabung.
4. Teknik menyusui yang benar.
5. Kerugian susu formula.
6. Dukungan pemberian ASI eksklusif.
b. Puting Susu Terbenam (Retracted) atau Puting Susu
Datar
Bentuk anatomis dari papila atau puting susu
yang tidak menguntungkan juga mempengaruhi proses
menyusui. Meskipun pada masa antenatal telah
dilakukan perawatan payudara dengan teknik
Hoffman, yaitu dengan menarik-narik puting
ataupun penggunaan breast shield dan breast shell.
Hal yang paling efisien dilakukan adalah isapan
langsung yang kuat oleh bayi. Oleh karena itu,
segera setelah bayi lahir lakukan:
1. Biarkan bayi menyusu sedini mungkin dan lakukan
kontak skin-to-skin.
2. Lakukan inisiasi menyusu dini (IMD).
3. Apabila puting benar-benar tidak muncul,
lakukan penarikan dengan nipple puller atau
menggunakan spuit.
4. Bayi tetap disusui dengan sedikit penekanan
pada areola mammae dengan jari.
5. Bila ASI penuh, lakukan pemerasan dan berikan
dengan sendok, cangkir ataupun teteskan
langsung ke mulut bayi.
Unit Belajar III
Respon Oranr Tua Terhadap BBL
Tujuan pembelajaran
Pada akhir pembelajaran mahasiswa dapat menjelaskan
respon orang tua terhadap bayi baru lahir.
Pokok basasan/sub pokok bahasan
1. Bounding attachment
2. Respon ayah dan keluarga
3. Sibling rivally
A. Bounding Attachment
1. Pengertian Bounding Attachment
Klause dan Kennel (1983): interaksi orang tua dan
bayi secara nyata, baik fisik, emosi, maupun sensori
pada beberapa menit dan jam pertama segera bayi
setelah lahir.
Nelson (1986), bounding: dimulainya interaksi
emosi sensorik fisik antara orang tua dan bayi
segera setelah lahir, attachment: ikatan yang
terjalin antara individu yang meliputi pencurahan
perhatian; yaitu hubungan emosi dan fisik yang
akrab.
Saxton dan Pelikan (1996), bounding: adalah suatu
langkah untuk mengunkapkan perasaan afeksi (kasih
sayang) oleh ibu kepada bayinya segera setelah
lahir; attachment: adalah interaksi antara ibu dan
bayi secara spesifik sepanjang waktu.
2. Tahap-Tahap Bounding Attachment
a. Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak
mata, menyentuh, erbicara, dan mengeksplorasi
segera setelah mengenal bayinya.
b. Bounding (keterikatan)
c. Attachment, perasaan sayang yang mengikat
individu dengan individu lain.
Menurut Klaus, Kenell (1982), bagian penting
dari ikatan ialah perkenalan.
3. Elemen-Elemen Bounding Attachment
a. Sentuhan – Sentuhan, atau indera peraba, dipakai
secara ekstensif oleh orang tua dan pengasuh lain
sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi baru
lahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi
dengan ujung jarinya.
b. Kontak mata – Ketika bayi baru lahir mampu secara
fungsional mempertahankan kontak mata, orang tua
dan bayi akan menggunakan lebih banyak waktu
untuk saling memandang. Beberapa ibu mengatakan,
dengan melakukan kontak mata mereka merasa lebih
dekat dengan bayinya (Klaus, Kennell, 1982).
c. Suara – Saling mendengar dan merespon suara anata
orang tua dan bayinya juga penting. Orang tua
menunggu tangisan pertama bayinya dengan tegang.
d. Aroma – Ibu mengetahui bahwa setiap anak memiliki
aroma yang unik (Porter, Cernoch, Perry, 1983).
Sedangkan bayi belajar dengan cepat untuk
membedakan aroma susu ibunya (Stainto, 1985).
e. Entrainment – Bayi baru lahir bergerak-gerak
sesuai dengan struktur pembicaraan orang dewasa.
Mereka menggoyang tangan, mengangkat kepala,
menendang-nendangkan kaki, seperti sedang
berdansa mengikuti nada suara orang tuanya.
Entrainment terjadi saat anak mulai berbicara.
Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif
kepada orang tua dan menegakkan suatu pola
komunikasi efektif yang positif.
f. Bioritme – Anak yang belum lahir atau baru lahir
dapat dikatakan senada dengan ritme alamiah
ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru
lahir ialah membentuk ritme personal (bioritme).
Orang tua dapat membantu proses ini dengan
memberi kasih sayang yang konsisten dan dengan
memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan
perilaku yang responsif. Hal ini dapat
meningkatkan interaksi sosial dan kesempatan bayi
untuk belajar.
g. Kontak dini – Saat ini , tidak ada bukti-bukti
alamiah yang menunjukkan bahwa kontak dini
setelah lahir merupakan hal yang penting untuk
hubungan orang tua–anak.
Namun menurut Klaus, Kennel (1982), ada beberapa
keuntungan fisiologis yang dapat diperoleh dari
kontak dini :
a. Kadar oksitosin dan prolaktin meningkat.
b. Reflek menghisap dilakukan dini.
c. Pembentukkan kekebalan aktif dimulai.
d. Mempercepat proses ikatan antara orang tua dan
anak (body warmth (kehangatan tubuh); waktu
pemberian kasih sayang; stimulasi hormonal).
4. Prinsip-Prinsip dan Upaya Meningkatkan Bounding
Attachment
a. Dilakukan segera (menit pertama jam pertama).
b. Sentuhan orang tua pertama kali.
c. Adanya ikatan yang baik dan sistematis berupa
kedekatan orang tua ke anak.
d. Kesehatan emosional orang tua.
e. Terlibat pemberian dukungan dalam proses
persalinan.
f. Persiapan PNC sebelumnya.
g. Adaptasi.
h. Tingkat kemampuan, komunikasi dan keterampilan
untuk merawat anak.
i. Kontak sedini mungkin sehingga dapat membantu
dalam memberi kehangatan pada bayi, menurunkan
rasa sakit ibu, serta memberi rasa nyaman.
j. Fasilitas untuk kontak lebih lama.
k. Penekanan pada hal-hal positif.
l. Perawat maternitas khusus (bidan).
m. Libatkan anggota keluarga lainnya/dukungan sosial
dari keluarga, teman dan pasangan.
n. Informasi bertahap mengenai bounding attachment.
5. Keuntungan Bounding Attachment
a. Bayi merasa dicintai, diperhatikan,
mempercayai, menumbuhkan sikap sosial.
b. Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi.
6. Hambatan Bounding Attachment
a. Kurangnya support sistem.
b. Ibu dengan resiko (ibu sakit).
c. Bayi dengan resiko (bayi prematur, bayi sakit,
bayi dengan cacat fisik).
d. Kehadiran bayi yang tidak diinginkan.
B. Respon ayah dan Keluarga
Reaksi orangtua dan keluarga terhadap bayi yang baru
lahir, berbeda-beda. Hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai hal, diantaranya reaksi emosi maupun
pengalaman. Masalah lain juga dapat berpengaruh,
misalnya masalah pada jumlah anak, keadaan ekonomi,
dan lain-lain. Respon yang mereka perlihatkan pada
bayi baru lahir, ada yang positif dan ada juga yang
negatif.
1. Respon Positif
Respon positif dapat ditunjukkan dengan:
a. Ayah dan keluarga menyambut kelahiran bayinya
dengan bahagia.
b. Ayah bertambah giat bekerja untuk memenuhi
kebutuhan bayi dengan baik.
c. Ayah dan keluarga melibatkan diri dalam perawatan
bayi.
d. Perasaan sayang terhadap ibu yang telah
melahirkan bayi.
2. Respon Negatif
Respon negatif dapat ditunjukkan dengan:
a. Kelahiran bayi tidak dinginkan keluarga karena
jenis kelamin yang tidak sesuai keinginan.
b. Kurang berbahagia karena kegagalan KB.
c. Perhatian ibu pada bayi yang berlebihan yang
menyebabkan ayah merasa kurang mendapat
perhatian.
d. Faktor ekonomi mempengaruhi perasaan kurang
senang atau kekhawatiran dalam membina keluarga
karena kecemasan dalam biaya hidupnya.
e. Rasa malu baik bagi ibu dan keluarga karena anak
lahir cacat.
f. Anak yang dilahirkan merupakan hasil hubungan
zina, sehingga menimbulkan rasa malu dan aib bagi
keluarga.
3. Perilaku Orang Tua
Perilaku orang tua yang dapat mempengaruhi ikatan
kasih sayang antara orang tua terhadap bayi baru
lahir, terbagi menjadi:
a. Perilaku Memfasilitasi
1) Menatap, mencari ciri khas anak.
2) Kontak mata.
3) Memberikan perhatian.
4) Menganggap anak sebagai individu yang unik.
5) Menganggap anak sebagai anggota keluarga.
6) Memberikan senyuman.
7) Berbicara/bernyanyi.
8) Menunjukkan kebanggaan pada anak.
9) Mengajak anak pada acara keluarga.
10) Memahami perilaku anak dan memenuhi
kebutuhan anak.
11) Bereaksi positif terhadap perilaku anak.
b. Perilaku Penghambat
1) Menjauh dari anak, tidak memperdulikan
kehadirannya, menghindar, menolak untuk
menyentuh anak.
2) Tidak menempatkan anak sebagai anggota keluarga
yang lain, tidak memberikan nama pada anak.
3) Menganggap anak sebagai sesuatu yang tidak
disukai.
4) Tidak menggenggam jarinya.
5) Terburu-buru dalam menyusui.
6) Menunjukkan kekecewaan pada anak dan tidak
memenuhi kebutuhannya.
4. Respon Orang Tua
Respon orang tua terhadap bayinya dipengaruhi
oleh 2 faktor, yaitu:
a. Faktor Internal
Yang termasuk faktor internal antara lain
genetika, kebudayaan yang mereka praktekkan dan
menginternalisasikan dalam diri mereka, moral dan
nilai, kehamilan sebelumnya, pengalaman yang
terkait, pengidentifikasian yang telah mereka
lakukan selama kehamilan ( mengidentifikasikan
diri mereka sendiri sebagai orang tua, keinginan
menjadi orang tua yang telah diimpikan dan efek
pelatihan selama kehamilan ).
b. Faktor Eksternal
Yang termasuk faktor eksternal antara lain
perhatian yang diterima selama kehamilan,
melahirkan dan postpartum, sikap dan perilaku
pengunjung dan apakah bayinya terpisah dari orang
tua selama satu jam pertama dan hari-hari dalam
kehidupannya.
5. Sikap Orang Tua
Kondisi yang mempengaruhi sikap orang tua terhadap
bayi meliputi:
a. Kurang kasih sayang.
b. Persaingan tugas orang tua.
c. Pengalaman melahirkan.
d. Kondisi fisik ibu setelah melahirkan.
e. Cemas tentang biaya.
f. Kelainan pada bayi.
g. Penyesuaian diri bayi pascanatal.
h. Tangisan bayi.
i. Kebencian orang tua pada perawatan, privasi dan
biaya pengeluaran.
j. Gelisah tentang kenormalan bayi.
k. Gelisah tentang kelangsungan hidup bayi.
l. Penyakit psikologis atau penyalahgunaan alkohol
dan kekerasan pada anak.
6. Respon Antara Ibu dan Bayi
Respon Antara Ibu dan Bayi sejak kontak awal
hingga tahap perkembangannya meliputi:
a. Touch (Sentuhan). Ibu memulai dengan sebuah ujung
jarinya untuk memeriksa bagian kepala dan
ekstremitas bayinya. Perabaan digunakan sebagai
usapan lembut untuk menenangkan bayi.
b. Eye to Eye Contact (Kontak Mata). Kesadaran untuk
membuat kontak mata dilakukan kemudian dengan
segera. Kontak mata mempunyai efek yang erat
terhadap perkembangan dimulainya hubungan dan
rasa percaya sebagai faktor yang penting dalam
hubungan manusia pada umumnya.
c. Odor (Bau Badan). Indera penciuman pada bayi baru
lahir sudah berkembang dengan baik dan masih
memainkan peran dalam nalurinya untuk
mempertahankan hidup. Indera penciuman bayi akan
sangat kuat, jika seorang ibu dapat memberikan
bayinya Asi pada waktu tertentu.
d. Bodi Warm (Kehangatan Tubuh). Jika tidak ada
komplikasi yang serius, seorang ibu akan dapat
langsung meletakkan bayinya di atas perut ibu,
baik setelah tahap kedua dari proses melahirkan
atau sebelum tali pusat dipotong. Kontak yang
segera ini memberi banyak manfaat baik bagi ibu
maupun si bayi yaitu terjadinya kontak kulit yang
membantu agar si bayi tetap hangat.
e. Voice (Suara). Respon antara ibu dan bayi berupa
suara masing-masing. Orang tua akan menantikan
tangisan pertama bayinya. Dari tangisan itu, ibu
menjadi tenang karena merasa bayinya baik-baik
saja (hidup). Bayi dapat mendengar sejak dalam
rahim, jadi tidak mengherankan jika ia dapat
mendengarkan suara-suara dan membedakan nada dan
kekuatan sejak lahir, meskipun suara-suara itu
terhalang selama beberapa hari oleh sairan
amniotik dari rahim yang melekat dalam telinga.
f. Entrainment (Gaya Bahasa). Bayi baru lahir
menemukan perubahan struktur pembicaraan dari
orang dewasa. Artinya perkembangan bayi dalam
bahasa dipengaruhi kultur, jauh sebelum ia
menggunakan bahasa dalam berkomunikasi. Dengan
demikian terdapat salah satu yang akan lebih
banyak dibawanya dalam memulai berbicara (gaya
bahasa). Selain itu juga mengisyaratkan umpan
balik positif bagi orang tua dan membentuk
komunikasi yang efektif.
g. Biorhythmicity (Irama Kehidupan). Janin dalam rahim
dapat dikatakan menyesuaikan diri dengan irama
alamiah ibunya seperti halnya denyut jantung.
Salah satu tugas bayi setelah lahir adalah
menyesuaikan irama dirinya sendiri. Orang tua
dapat membantu proses ini dengan memberikan
perawatan penuh kasih sayang secara konsisten dan
dengan menggunakan tanda keadaan bahaya bayi
untuk mengembangkan respon bayi dan interaksi
sosial serta kesempatan untuk belajar.
C. Sibling Rivalry
1. Pengertian Sibling Rivalry
Kamus kedokteran Dorland (Suherni, 2008): sibling
(anglo-saxon sib dan ling bentuk kecil) anak-anak
dari orang tua yang sama, seorang saudara laki-laki
atu perempuan. Disebut juga sib. Rivalry keadaan
kompetisi atau antagonisme. Sibling rivalry adalah
kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan
cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu kedua
orang tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau
suatu yang lebih.
Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan
pertengkaran antara saudara laki-laki dan saudara
perempuan. Hal ini terjadi pada semua orang tua yang
mempunyai dua anak atau lebih.
Sibling rivalry atau perselisihan yang terjadi pada
anak-anak tersebut adalah hal yang biasa bagi anak-
anak usia antara 5-11 tahun. Bahkan kurang dari 5
tahun pun sudah sangat mudah terjadi sibling rivalry itu.
Istilah ahli psikologi hubungan antar anak-anak
seusia seperti itu bersifat ambivalent dengan love hate
relationship.
2. Penyebab Sibling Rivalry
Banyak faktor yang menyebabkan sibling rivalry, antara
lain:
a. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan
pribadi mereka, sehingga ingin menunjukkan pada
saudara mereka.
b. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian,
disiplin dan mau mendengarkan dari orang tua
mereka.
c. Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka
terancam oleh kedatangan anggota keluarga baru/
bayi.
d. Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi
yang dapat mempengaruhi proses kedewasaan dan
perhatian terhadap satu sama lain.
e. Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau
letih sehingga memulai pertengkaran.
f. Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk
mendapatkan perhatian atau memulai permainan
dengan saudara mereka.
g. Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
h. Pemikiran orang tua tentang agresi dan
pertengkaran anak yang berlebihan dalam keluarga
adalah normal.
i. Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul
bersama dengan anggota keluarga.
j. Orang tua mengalami stres dalam menjalani
kehidupannya.
k. Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya.
l. Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani
konflik yang terjadi pada mereka.
3. Segi Positif Sibling Rivalry
Meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian yang
negatif tetapi ada segi positifnya, antara lain:
a. Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan
mengembangkan beberapa keterampilan penting.
b. Cara cepat untuk berkompromi dan bernegosiasi.
c. Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif.
Oleh karena itu agar segi positif tersebut dapat
dicapai, maka orang tua harus menjadi fasilitator.
4. Mengatasi Sibling Rivalry
Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua
untuk mengatasi sibling rivalry, sehingga anak dapat
bergaul dengan baik, antara lain:
a. Tidak membandingkan antara anak satu sama lain.
b. Membiarkan anak menjadi diri pribadi mereka
sendiri.
c. Menyukai bakat dan keberhasilan anak-anak Anda.
d. Membuat anak-anak mampu bekerja sama daripada
bersaing antara satu sama lain.
e. Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain
ketika konflik biasa terjadi.
f. Mengajarkan anak-anak Anda cara-cara positif
untuk mendapatkan perhatian dari satu sama lain.
g. Bersikap adil sangat penting, tetapi disesuaikan
dengan kebutuhan anak. Sehingga adil bagi anak
satu dengan yang lain berbeda.
h. Merencanakan kegiatan keluarga yang menyenangkan
bagi semua orang.
i. Meyakinkan setiap anak mendapatkan waktu yang
cukup dan kebebasan mereka sendiri.
j. Orang tua tidak perlu langsung campur tangan
kecuali saat tanda-tanda akan kekerasan fisik.
k. Orang tua harus dapat berperan memberikan
otoritas kepada anak-anak, bukan untuk anak-anak.
l. Orang tua dalam memisahkan anak-anak dari konflik
tidak menyalahkan satu sama lain.
m. Jangan memberi tuduhan tertentu tentang
negatifnya sifat anak.
n. Kesabaran dan keuletan serta contoh-contoh yang
baik dari perilaku orang tua sehari-hari adalah
cara pendidikan anak-anak untuk menghindari sibling
rivalry yang paling bagus.
5. Adaptasi Kakak Sesuai Tahapan Perkembangan
Respon kanak-kanak atas kelahiran seorang bayi
laki-laki atau perempuan bergantung kepada umur dan
tingkat perkembangan. Biasanya anak-anak kurang
sadar akan adanya kehadiran anggota baru, sehingga
menimbulkan persaingan dan perasaan takut kehilangan
kasih sayang orang tua. Tingkah laku negatif dapat
muncul dan merupakan petunjuk derajat stres pada
anak-anak ini.
Tingkah laku ini antara lain berupa:
a. Masalah tidur.
b. Peningkatan upaya menarik perhatian orang tua
maupun anggota keluarga lain.
c. Kembali ke pola tingkah laku kekanak-kanakan
seperti: ngompol dan menghisap jempol.
Batita (Bawah Tiga Tahun)
Pada tahapan perkembangan ini, yang termasuk
batita (bawah tiga tahun) ini adalah usia 1-2 tahun.
Cara beradaptasi pada tahap perkembangan ini antara
lain:
a. Merubah pola tidur bersama dengan anak-anak pada
beberapa minggu sebelum kelahiran.
b. Mempersiapkan keluarga dan kawan-kawan anak
batitanya dengan menanyakan perasaannya terhadap
kehadiran anggota baru.
c. Mengajarkan pada orang tua untuk menerima
perasaan yang ditunjukkan oleh anaknya.
d. Memperkuat kasih sayang terhadap anaknnya.
Anak yang Lebih Tua
Tahap perkembangan pada anak yang lebih tua,
dikategorikan pada umur 3-12 tahun. Pada anak seusia
ini jauh lebih sadar akan perubahan-perubahan tubuh
ibunya dan mungkin menyadari akan kelahiran bayi.
Anak akan memberikan perhatian terhadap perkembangan
adiknya. Terdapat pula, kelas-kelas yang
mempersiapkan mereka sebagai kakak sehingga dapat
mengasuh adiknya.
Remaja
Respon para remaja juga bergantung kepada tingkat
perkembangan mereka. Ada remaja yang merasa senang
dengan kehadiran angggota baru, tetapi ada juga yang
larut dalam perkembangan mereka sendiri. Adaptasi
yang ditunjukkan para remaja yang menghadapi
kehadiran anggota baru dalam keluarganya, misalnya:
a. Berkurangnya ikatan kepada orang tua.
b. Remaja menghadapi perkembangan seks mereka
sendiri.
c. Ketidakpedulian terhadap kehamilan kecuali bila
mengganggu kegiatan mereka sendiri.
d. Keterlibatan dan ingin membantu dengan persiapan
untuk bayi.
6. Peran Bidan
Peran bidan dalam mengatasi sibling rivalry, antara
lain:
a. Membantu menciptakan terjadinya ikatan antara ibu
dan bayi dalam jam pertama pasca kelahiran.
b. Memberikan dorongan pada ibu dan keluarga untuk
memberikan respon positif tentang bayinya, baik
melalui sikap maupun ucapan dan tindakan.
Unit Belajar IV
Perubahan Fisiologi Masa Nifas
Tujuan pembelajaran
Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu menjelaskan
perubahan fisiologis pada masa nifas.
Pokok bahasan/sub pokok bahasan
1. Perubahan system reproduksi
2. Perubahan system kardiovaskuler
3. Perubahan system hematologi
4. Perubahan tanda-tanda vital
5. Perubahan system endokrin
6. Perubahan system muskulokeletal
7. Perubahan system perkemihan
8. Perubahan system pencernaan
A. Perubahan Sistem Reproduksi
1. Uterus
a. Proses Involusi
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu
proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum
hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini
dimulai segera setelah plasenta lahir akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir kala
III persalinan, uterus berada digaris tengah,
kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan bagian
fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada
saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar
uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan
berat 1000 gram.
Peningkatan kadar estrogen dan progesterone
bertanggung jawab untuk pertumbuhan nasib uterus
selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa
prenatal tergantung pada hyperplasia, peningkatan
jumlah sel-sel otot dan hipertropi, yaitu
pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa
postpartum penurunan kadar hormone-hormon ini
menyebabkan terjadinya autolysis.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
1) Iskemia Miometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang
terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta membuat uterus relative anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi
2) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri
sendiri yang terjadi di dalam otot uterine.
Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan
otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali
panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari
semula selama kehamilan atau dapat juga
dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung
jaringan hipertropi yang berlebihan hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron. Sitoplasma sel yang berlebihan
akan tecerna sendiri sehingga tertinggal
jaringan fibroelastik dalam jumlah renik
sebagai bukti kehamilan.
3) Atropi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya
estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami
atropi sebagai reaksi terhadap penghentian
produksi estrogen yang menyertai pelepasan
plasenta. Selain perubahan atropi pada otot-
otot uterus, lapisan desidua akan mengalami
atropi dan terlepas dengan meninggaalkan
lapisan basal yang akan bergenerasi menjadi
endometrium yang baru.
4) Efek Oksitosin
Hormon Oksitosin yang dilepas dari kelenjar
hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi
uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu
proses hemostatis. Hormon oksitoksin
menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi
otot uterine sehingga akan menekan pembuluh
darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai
darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka
bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8
minggu untuk sembuh total. Selama 1-2 jam
pertama postpartum intensitas kontraksi uterus
bisa berkurang dan menjadi teratur. Suntikan
oksitosin biasanya diberikan secara intravena
atau intramuskuler segera setelah bayi lahir.
5) Bagian Bekas Implantasi Plasenta
a) Bekas implantasi plasenta segera setelah
plasenta lahir seluas 12x5 cm, permukaan
kasar, dimana pembuluh darah besar bermuara.
b) Pada pembuluh darah terjadi pembentukan
trombosit disamping pembuluh darah tertutup
karena kontraksi otot rahim.
c) Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil,
pada minggu kedua sebesar 6-8 cm dan pada
akhir masa nifas sebesar 2 cm.
d) Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk
jaringan nekrosis bersama dengan lochea.
e) Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh
karena pertumbuhan endometrium yang berasal
dari tepi luka dan lapisan basalis
endometrium.
f) Luka sembuh sempurna pada 6-8 minggu
postpartum.
6). Perubahan Normal Pada Uterus Selama
Postpartum
Involus
i Uteri
Tinggi
Fundus
Uteri
Berat
Uterus
Diamete
r
Uterus
Palpasi
Serviks
Plasent
a lahir
Setinggi
pusat
1000
gram
12,5 cm Lembut/
lunak7 hari
(minggu
1)
Pertengah
an antara
pusat dan
simfisis
500
gram
7,5 cm 2 cm
14 hari
(minggu
2)
Tidak
teraba
350
gram
5 cm 1 cm
6
minggu
Normal 60
gram
2,5 cm Menyempit
Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu
dengan memeriksa fundus uteri dengan cara :
1. Segera setelah persalinan, TFU 2 cm dibawah
pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas
pusat dan menurun kira0-kira 1 cm setiap
hari.
2. Pada hari kedua setelah persalinan TFU 1 cm
dibawah pusat. Pada hari ketiga sampai empat
TFU 2 cm dibawah pusat. Pada hari 5-7 TFU
setengah pusat simfisis. Pada hari ke 10 TFU
tidak teraba.
Bila uterus tidak mengalami atau terjadi
kegagalan dalam proses involusi disebut dengan
subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh
infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta serta
perdarahan berlanjut (postpartum haemorrhage).
b. Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa
nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan
desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea
mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat
organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi
asam yang berada di vagina normal. Lochea
mempunyai bau amis/anyir seperti darah
menstruasi, meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea
yang berbau tidak sedap menandakan adanya
infeksi. Lochea mempunyai perubahan karena proses
involusi. Proses keluarnya darah nifas atau
lochea terdiri atas empat tahap :
a. Lochea Rubra/Merah (Kuruenta)
Lochea ini muncul pada hari 1-4 masa
postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah
karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa
plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo
(rambut bayi) dan mekonium.
b. Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan
dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4-7
postpartum.
c. Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit dan robekan atau
laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7-14
postpartum.
d. Lochea Alba
Mengandung leukosit, sel desidua, sel
epitel, selaput lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati. Lochea alba bisa
berlangsung selama 2-6 minggu postpartum.
Lochea rubra yang menetap pada awal
postpartum menunjukkan adanya perdarahan
sekunder yang mungkin disebabkan tertinggalnya
sisa plasenta. Lochea serosa atau alba yang
berlanjut bisa menandakan adanya endometritis,
terutama jika disertai demam, rasa sakit atau
nyeri tekan pada abdomen. Bila terjadi infeksi,
keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut
dengan lochea purulenta. Pengeluaran lochea
yang kurang lancar disebut dengan lochea
statis.
2. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan
uterus. Warna serviks itu sendiri merah kehitam-
hitaman karena pembuluh darah konsistensinya lunak,
kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan
kecil. Karena robekan kecil yang terjadi sama
dilatasi, serviks tidak pernah kembali pada keadaan
sebelum hamil. Bentuknya seperti corong karena
disebabkan oleh korpus uteri yang mengadakan
kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga pada pembatasan antara korpus uteri dan
serviks terbentuk cincin. Muara serviks yang
berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup
secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih
bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat
dimasuki 2-3 jari, pada minggu ke 6 postpartum
serviks menutup.
3. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan yang sangat besar selama proses
persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-
8 minggu postpartum. Penurunan hormone estrogen pada
masa postpartum berperan dalam penipisan mukosa
vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat
kembali pada sekitar minggu keempat.
4. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi
kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan
kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari
ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian
besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari
pada keadaan sebelum melahirkan. Pada umumnya
episiotomy hanya mungkin dilakukan bila wanita
baring miring dengan bokong diangkat atau
ditempatkan pada posisi lithotomi. Penerangan yang
baik diperlukan supaya episiotomi dapat terlihat
jelas. Proses penyembuhan luka episiotomy sama
dengan luka oprasi lain. Tanda-tanda infeksi :
nyeri, merah, panas, bengkak, atau rabas atau tepian
insisi tidak saling mendekat bisa terjadi.
Penyembuhan harus berlangsung dalam 2-3 minggu.
Hemoroid atau varises anus umumnya terlihat. Wanita
sering mengalami gejala terkait, seperti rasa gatal,
tidak nyaman, dan perdarahan berwarna merah terang
pada waktu defecator. Ukuran hemorrhoid biasanya
mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir. Latihan
pengencangan otot perineum akan mengembalikan
tonusnya dan memungkinkan wanita secara perlahan
mengencangkan vaginanya. Pengencangan ini sempurna
pada akhir puerperium dengan latihan setiap hari.
Abrasi dan laserasi vulva dan perineum mudah sembuh
termasuk yang memerlukan perbaikan.
B. Sistem Kardiovaskuler
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan
pembuluh darah uterin, meningkat selama kehamilan.
Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon
estrogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasma
menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen
menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap
tinggi daripada normal. Plasma darah tidak banyak
mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah
kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan
banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan
meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama
kehamilan bersama-sama dengan trauma selama
persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar
300-400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan
persalinan seksio sesarea menjadi dua kali lipat.
Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan
hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam,
hemokonsentrasi akan naik dan pada persalinan seksio
sesarea, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali
normal setelah 4-6 minggu. Pasca melahirkan, shunt
akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif
akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan
dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal
ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini
terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum.
C. Sistem Hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar
fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan
darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi
darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas
sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel
darah putih sebanyak 15.000 selama persalinan. Jumlah
leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari
pertama masa post partum. Jumlah sel darah putih akan
tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa
adanya kondisi patologis jika wanita tersebut
mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit
dan eritrosit sangat bervariasi. Hal ini disebabkan
volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah
yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh
status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika
hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah
dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat
memasuki persalinan awal, maka pasien dianggap telah
kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2 persen
kurang lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml
darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit
dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum dan akan
normal dalam 4-5 minggu post partum. Jumlah kehilangan
darah selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml,
minggu pertama post partum berkisar 500-800 ml dan
selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.
D. Tanda-Tanda Vital
Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji
antara lain:
1. Suhu badan
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2
derajat Celcius. Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat
naik kurang lebih 0,5 derajat Celcius dari keadaan
normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja
keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun
kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 post partum,
suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada
pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak,
maupun kemungkinan infeksi pada endometrium,
mastitis, traktus genetalis ataupun sistem lain.
Apabila kenaikan suhu di atas 38 derajat celcius,
waspada terhadap infeksi post partum.
2. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali
per menit. Pasca melahirkan, denyut nadi dapat
menjadi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi
yang melebihi 100 kali per menit, harus waspada
kemungkinan infeksi atau perdarahan post partum.
3. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah
pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh
jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan
darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120
mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada
kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah.
Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca
melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan.
Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum
merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum.
Namun demikian, hal tersebut sangat jarang terjadi.
4. Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa
adalah 16-24 kali per menit. Pada ibu post partum
umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini
dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam
kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu
berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi.
Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus
pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post
partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-
tanda
E. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat
perubahan pada sistem endokrin. Hormon-hormon yang
berperan pada proses tersebut, antara lain:
1. Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon
yang diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta
menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan
hormon plasenta (human placental lactogen)
menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa
nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun
dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam
hingga hari ke-7 post partum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.
2. Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin,
FSH dan LH. Hormon prolaktin darah meningkat dengan
cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam
waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler
pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi
terjadi.
3. Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi
lamanya mendapatkan menstruasi pada wanita yang
menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita
manyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca
melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu
pasca melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak
menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40%
setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24
minggu.
4. Hormon oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak
bagian belakang, bekerja terhadap otot uterus dan
jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan,
hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta
dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi
ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu
involusi uteri.
5. Hormon estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan, akan
meningkat. Hormon estrogen yang tinggi memperbesar
hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume
darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi
otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi
saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul, perineum dan vulva serta vagina.
F. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat
umur kehamilan semakin bertambah. Adaptasi
muskuloskelatal ini mencakup: peningkatan berat badan,
bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi
dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum
sistem muskuloskeletal akan berangsur-angsur pulih
kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah
melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan
mempercepat involusi uteri.
Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa nifas,
meliputi:
1. Dinding perut dan peritoneum
Dinding perut akan longgar pasca persalinan.
Keadaan ini akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada
wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-
otot rectus abdominis, sehingga sebagian dari
dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari
peritoneum, fasia tipis dan kulit.
2. Kulit abdomen
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan
melebar, melonggar dan mengendur hingga berbulan-
bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali
normal kembali dalam beberapa minggu pasca
melahirkan dengan latihan post natal.
3. Striae
Striae adalah suatu perubahan warna seperti
jaringan parut pada dinding abdomen. Striae pada
dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna
melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat
diastasis muskulus rektus abdominis pada ibu post
partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas,
paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu
menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi
normal.
4. Perubahan ligamen
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma
pelvis dan fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan
partus berangsur-angsur menciut kembali seperti
sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi
kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi
retrofleksi.
5. Simpisis pubis.
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun
demikian, hal ini dapat menyebabkan morbiditas
maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis
antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai
peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur
ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat
dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah
beberapa minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan
ada yang menetap.
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul
pada masa pasca partum antara lain:
1. Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum
jangka panjang yang sering terjadi. Hal ini
disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
Penanganan : Selama kehamilan, wanita yang
mengeluh nyeri punggung sebaiknya dirujuk pada
fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran
perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas
hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri
elektroterapeutik dikontraindikasikan selama
kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat
menberikan rasa nyaman pada pasien.
2. Sakit kepala dan nyeri leher
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah
melahirkan, sakit kepala dan migrain bisa terjadi.
Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan
ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala
dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul
akibat setelah pemberian anestasi umum.
3. Nyeri pelvis posterior
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa
nyeri dan disfungsi area sendi sakroiliaka. Gejala
ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan
disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas
sendi sakroiliaka pada bagian otot penumpu berat
badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di
tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan
paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka
penyokong dapat membantu untuk mengistirahatkan
pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirahat
maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan
posisi yang dapat memacu rasa nyeri.
4. Disfungsi simfisis pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan
fungsi sendi simfisis pubis dan nyeri yang dirasakan
di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis
adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan
memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak.
Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya,
akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang
abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan
mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu
gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk
menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang
hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin;
pemberian pereda nyeri; perawatan ibu dan bayi yang
lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan
abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi;
mobilisasi secara bertahap; pemberian bantuan yang
sesuai.
5. Diastasis rekti
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus
abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi
umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh
hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan
mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi
pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion,
kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain
itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke
arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami
diastasis.
Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk
mengkaji lebar celah antara otot rektus; memasang
penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari
area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan
transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada
semua posisi, kecuali posisi telungkup-lutut;
memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-
up; mengatur ulang kegiatan sehari–hari,
menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi
selama diperlukan.
6. Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau
pasca natal. Gejala ini ditandai dengan nyeri,
fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya
hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan
mengangkat atau menyusui bayi pasca natal,
berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang
buruk. .
7. Disfungsi dasar panggul
Disfungsi dasar panggul, meliputi :
a. Inkontinensia urin.
b. Inkontinensia alvi.
c. Prolaps.
G. Sistem Perkemihan
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar
steroid tinggi yang berperan meningkatkan fungsi
ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar
steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi
ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu
bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah
yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam
sesudah melahirkan
Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan,
antara lain:
1. Hemostatis internal
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang
larut di dalamnya, dan 70% dari cairan tubuh
terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan
cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi
dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk
sel-sel yang disebut cairan interstisial. Beberapa
hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain
edema dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya
cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan
cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan
cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh
karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
2. Keseimbangan asam basa tubuh
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH
cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH >7,4 disebut
alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.
3. Pengeluaran sisa metabolisme, racun dan zat toksin
ginjal
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari
metabolisme protein yang mengandung nitrogen
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil,
agar tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu
merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu
merasa sulit buang air kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada
ibu post partum, antara lain:
a. Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi
sehingga terjadi retensi urin.
b. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi
cairan yang teretansi dalam tubuh, terjadi selama 2
hari setelah melahirkan.
c. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan
kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus
sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan
miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen
akan menurun, hilangnya peningkatan tekanan vena pada
tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah
akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh
untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut
dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi
akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan
jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar
2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan
cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang
disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil
(reversal of the water metabolisme of pregnancy).
Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko
inkontinensia urine pada pasien dengan persalinan
pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan
resiko serupa pada persalinan dengan Sectio Caesar.
Sepuluh persen pasien pasca persalinan menderita
inkontinensia (biasanya stres inkontinensia) yang
kadang-kadang menetap sampai beberapa minggu pasca
persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini
dapat dilakukan latihan pada otot dasar panggul.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih
dalam waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah
dan sebaiknya segera dipasang dower kateter selama 24
jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam
waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah
residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses
urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4
jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter
dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti
biasa.
H. Sistem Pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi
oleh beberapa hal, diantaranya tingginya kadar
progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan
tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan
kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar
progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal
usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada
sistem pencernaan, antara lain:
1. Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar
sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi
makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu
3–4 hari sebelum faal usus kembali normal.
Meskipun kadar progesteron menurun setelah
melahirkan, asupan makanan juga mengalami
penurunan selama satu atau dua hari.
2. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot
traktus cerna menetap selama waktu yang singkat
setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus
dan motilitas ke keadaan normal.
3. Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami
konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan awal masa
pascapartum, diare sebelum persalinan, enema
sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi,
hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem
pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu
untuk kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar
kembali teratur, antara lain:
1. Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
2. Pemberian cairan yang cukup.
3. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca
melahirkan.
4. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
5. Bila usaha di atas tidak berhasil dapat
dilakukan pemberian huknah atau obat yang lain.
Unit Belajar V
Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas
Tujuan pembelajaran
Pada akhir pembelajaran mahasiswa dapat menjelaskan
perubahan fisiologis ibu pada masa nifas.
Pokok bahasan/sub pokok bahasan
1. Adaptasi psikologis ibu masa nifas
2. Post partum blues
3. Kesedihan dan duka cita
A. Adaptasi Pikologis Ibu Masa Nifas
Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama
kehamilan, menjelang proses kelahiran maupun setelah
persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan seorang
wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami
oleh ibu setelah persalinan. Masa nifas merupakan masa
yang rentan dan terbuka untuk bimbingan dan
pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu memerlukan
adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah.
Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi
pada masa nifas adalah sebagai berikut:
1. Fungsi menjadi orang tua
2. Respon dan dukungan dari keluarga
3. Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan
4. Harapan, keinginan dan aspirasi saat hamil dan
melahirkan
Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas
antara lain:
1. Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan, yang
berlangsung dari hari pertama sampai hari ke dua
setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya
sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap
lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami antara
lain rasa mules, nyeri pada luka jahitan, kurang
tidur, kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada
fase ini adalah istirahat cukup, komunikasi yang
baik dan asupan nutrisi.
Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu
pada fase ini adalah:
b. Kekecewaan pada bayinya
c. Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik
yang dialami
d. Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
e. Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan
bayinya
2. Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan
dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya.
Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah
tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah
komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian
penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan
diri dan bayinya. Tugas bidan antara lain:
mengajarkan cara perawatan bayi, cara menyusui yang
benar, cara perawatan luka jahitan, senam nifas,
pendidikan kesehatan gizi, istirahat, kebersihan
diri dan lain-lain.
3. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggungjawab
akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari
setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
Terjadi peningkatan akan perawatan diri dan bayinya.
Ibu merasa percaya diri akan peran barunya, lebih
mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan
bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat membantu
merawat bayi. Kebutuhan akan istirahat masih
diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.
Hal-hal yang harus dipenuhi selama nihas adalah
sebagai berikut:
I. Fisik.Istirahat, asupan gizi, lingkungan bersih
J. Psikologi.Dukungan dari keluarga sangat
diperlukan
K. Sosial.Perhatian, rasa kasih sayang, menghibur
ibu saat sedih dan menemani saat ibu merasa
kesepian
L. Psikososial.
B. Post Partum Blues
Keadaan dimana ibu merasa sedih berkaitan dengan
bayinya disebut baby blues. Penyebabnya antara lain:
perubahan perasaan saat hamil, perubahan fisik dan
emosional. Perubahan yang ibu alami akan kembali
secara perlahan setelah beradaptasi dengan peran
barunya.
Gejala baby blues antara lain :
1. Menangis
2. Perubahan perasaan
3. Cemas
4. Kesepian
5. Khawatir dengan bayinya
6. Penurunan libido
7. Kurang percaya diri
Hal-hal yang disarankan pada ibu adalah sebagai
berikut :
1. Minta bantuan suami atau keluarga jika ibu ingin
istirahat
2. Beritahu suami tentang apa yang dirasakan oleh ibu
3. Buang rasa cemas dan khawatir akan kemampuan merawat
bayi
4. Meluangkan waktu dan cari hiburan untuk diri sendiri
Ibu merasakan kesedihan karena kebebasan, otonomi,
interaksi sosial, kurang kemandirian. Hal ini akan
mengakibatkan depresi pasca persalinan (depresi post
partum). Depresi masa nifas merupakan gangguan afeksi
yang sering terjadi pada masa nifas, dan tampak dalam
minggu pertama pasca persalinan. Insiden depresi post
partum sekitar 10-15 persen. Post partum blues disebut
juga maternity blues atau sindrom ibu baru. Keadaan ini
merupakan hal yang serius, sehingga ibu memerlukan
dukungan dan banyak istirahat. Adapun gejala dari
depresi post partum adalah :
1. Sering menangis
2. Sulit tidur
3. Nafsu makan hilang
4. Gelisah
5. Perasaan tidak berdaya atau hilang kontrol
6. Cemas atau kurang perhatian pada bayi
7. Tidak menyukai atau takut menyentuh bayi
8. Pikiran menakutkan mengenai bayi
9. Kurang perhatian terhadap penampilan dirinya sendiri
10. Perasaan bersalah dan putus harapan (hopeless)
11. Penurunan atau peningkatan berat badan
12. Gejala fisik, seperti sulit bernafas atau
perasaan berdebar-debar
Beberapa faktor predisposisi terjadinya depresi post
partum adalah sebagai berikut :
1. Perubahan hormonal yang cepat (yaitu hormon
prolaktin, steroid, progesteron dan estrogen)
2. Masalah medis dalam kehamilan (PIH, diabetus
melitus, disfungsi tiroid)
3. Karakter pribadi (harga diri, ketidakdewasaan)
4. Marital dysfunction atau ketidakmampuan membina hubungan
dengan orang lain
5. Riwayat depresi, penyakit mental dan alkoholik
6. Unwanted pregnancy
7. Terisolasi
8. Kelemahan, gangguan tidur, ketakutan terhadap
masalah keuangan keluarga, kelahiran anak dengan
kecacatan/penyakit
Jika ibu mengalami gejala-gejala di atas, maka
segeralah memberitahu suami, bidan atau dokter.
Penyakit ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan atau
konsultasi dengan psikiater. Perawatan di rumah sakit
akan diperlukan apabila ibu mengalami depresi
berkepanjangan.
Beberapa intervensi yang dapat membantu ibu
terhindar dari depresi post partum antara lain :
1. Pelajari diri sendiri
2. Tidur dan makan yang cukup
3. Olahraga
4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah
melahirkan
5. Beritahukan perasaan Anda
6. Dukungan keluarga dan orang lain
7. Persiapan diri yang baik
8. Lakukan pekerjaan rumah tangga
9. Dukungan emosional
10. Dukungan kelompok depresi post partum
11. Bersikap tulus ikhlas dalam menerima peran
barunya
DEPRESI BERAT
Depresi berat disebut juga dengan sindrom depresif
non psikotik pada kehamilan sampai beberapa
minggu/bulan setelah kelahiran.
Gejala-gejala depresi berat antara lain :
1. Perubahan mood
2. Gangguan tidur dan pola makan
3. Perubahan mental dan libido
4. Pobhia, ketakutan menyakiti diri sendiri atau
bayinya
Penatalaksanaan depresi berat adalah sebagai berikut
:
1. Dukungan keluarga dan sekitar
2. Terapi psikologis
3. Kolaborasi dengan dokter
4. Perawatan rumah sakit
5. Hindari rooming in dengan bayinya.
PSIKOSIS POST PARTUM
Insiden psikosis post partum sekitar 1-2 per 1000
kelahiran. Rekurensi dalam masa kehamilan 20-30
persen. Gejala psikosis post partum muncul beberapa
hari sampai 4-6 minggu post partum.
Faktor penyebab psikosis post partum antara lain :
1. Riwayat keluarga penderita psikiatri
2. Riwayat ibu menderita psikiatri
3. Masalah keluarga dan perkawinan
Gejala psikosis post partum sebagai berikut :
1. Gaya bicara keras
2. Menarik diri dari pergaulan
3. Cepat marah
4. Gangguan tidur
Penatalaksanaan psikosis post partum adalah :
1. Pemberian anti depresan
2. Berhenti menyusui
3. Perawatan di rumah sakit.
C. Kesedihan dan Duka Cita
Berduka yang paling besar adalah disebabkan karena
kematian bayi meskipun kematian terjadi saat
kehamilan. Bidan harus memahami psikologis ibu dan
ayah untuk membantu mereka melalui pasca berduka
dengan cara yang sehat.
Berduka adalah respon psikologis terhadap
kehilangan. Proses berduka terdiri dari tahap atau
fase identifikasi respon tersebut. Tugas berduka,
istilah ini diciptakan oleh Lidermann, menunjukkan
tugas bergerak melalui tahap proses berduka dalam
menentukan hubungan baru yang signifikan. Berduka
adalah proses normal, dan tugas berduka penting agar
berduka tetap normal. Kegagalan untuk melakukan tugas
berduka, biasanya disebabkan keinginan untuk
menghindari nyeri yang sangat berat dan stress serta
ekspresi yang penuh emosi. Seringkali menyebabkan
reaksi berduka abnormal atau patologis.
Tahap-tahap berduka :
1. Syok
Merupakan respon awal individu terhadap
kehilangan. Manifestasi perilaku dan perasaan
meliputi: penyangkalan, ketidakpercayaan, putus asa,
ketakutan, ansietas, rasa bersalah, kekosongan,
kesendirian, kesepian, isolasi, mati rasa, intoversi
(memikirkan dirinya sendiri) tidak rasional,
bermusuhan, kebencian, kegetiran, kewaspadaan akut,
kurang inisiatif, tindakan mekanis, mengasingkan
diri, berkhianat, frustasi, memberontak dan kurang
konsentrasi.
Manifestasi klinis :
a. Gel distress somatik yang berlangsung selama 20-
60 menit
b. Menghela nafas panjang
c. Penurunan berat badan
d. Anoreksia, tidur tidak tenang, keletihan, dan
gelisah
e. Penampilan kurus dan tampak lesu
f. Rasa penuh di tenggorokan, tersedak, nafas
pendek, nyeri dada, gemetaran internal
g. Kelemahan umum dan kelemahan tertentu pada
tungkai.
2. Berduka
Ada penderitaan, fase realitas. Penerimaan
terhadap fakta kehilangan dan upaya terhadap
realitas yang harus ia lakukan terjadi selama
periode ini. Contohnya orang yang berduka
menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa ada orang
yang disayangi atau menerima fakta adanya pembuatan
penyesuaian yang diperlukan dalam kehidupan dan
membuat perencanaan karena adanya deformitas.
Nyeri karena kehilangan dirasakan secara
menyeluruh dalam realitas yang memanjang dan dalam
ingatan setiap hari, setiap saat dan peristiwa yang
mengingatkan. Ekspresi emosi yang penuh penting
untuk resolusi yang sehat. Menangis adalah salah
satu bentuk pelepasan yang umum. Selain masa ini,
kehidupan orang yang berduka terus berlanjut. Saat
individu terus, melanjutkan tugas berduka. Dominasi
kehilangna secara bertahap menjadi ansietas terhadap
masa depan
3. Resolusi
Fase menentukan hubungan baru yang bermakna.
Selama periode ini seseorang yang berduka menerima
kehilangan, penyesuaian telah komplet dan individu
kembali pada fungsinya secara penuh. Kemajuan ini
berasal dari penanaman kembali emosi seseorang pada
hubungan lain yang bermakna.
Manifestasi perilaku reaksi berduka abnormal atau
patologis meliputi:
a. Menghindari dan distorsi pernyataan emosi berduka
normal
b. Depresi agitasi, kondisi psikosomatik, mengalami
gejala penyakit menular atau terakhir yang
diderita orang yang meninggal
c. Aktivitas yang merusak keberadaan sosial ekonomi
individu
d. Mengalami kehilangan pola interaksi sosial
Tanggung jawab utama bidan dalam peristiwa
kehilangan adalah membagi informasi tersebut dengan
orang tua. Bidan juga harus mendorong dan
menciptakan lingkungan yang aman untuk pengungkapan
emosi berduka. Jika kehilangan terjadi pada awal
kehamilan. Bidan dapat dipanggil untuk
berpartisipasi dalam perawatan.
4. Kemurungan Masa Nifas
Kemurungan masa nifas disebabkan perubahan dalam
tubuh selama kehamilan, persalinan dan nifas.
Kemurungan dalam masa nifas merupakan hal yang umum,
perasaan-perasaan demikian akan hilang dalam dua
minggu setelah melahirkan.
Tanda-tanda dan gejala kemurungan masa nifas
antara lain: emosional, cemas, sedih, khawatir,
mudah tersinggung, cemas, hilang semangat, mudah
marah, sedih tanpa sebab, sering menangis.
Etiologi: perubahan yang terjadi dalam kehamilan,
perubahan cara hidup, perubahan hormonal. Kemurungan
dapat menjadi semakin parah akibat ketidaknyamanan
jasmani, rasa letih, stress, maupun kecemasan.
Penatalaksanaan: bicarakan apa yang dialami ibu,
temani ibu, beri kesempatan ibu untuk bertanya,
berikan dorongan ibu untuk merawat bayinya, biarkan
ibu bersama dengan bayinya, gunakan obat bila perlu.
Unit Belajar VI
Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas
Tujuan pembelajaran
Pada akhir pembelajaran mahasiswa dapat menjelaskan
kebutuhan dasar ibu masa nifas.
Pokok bahasan/sub pokok bahasan
1. Nutrisi dan cairan
2. Ambulasi
3. Eliminasi : BAB/BAK
4. Kebersihan diri/perineum
5. Istirahat
6. Seksua
7. Keluarga berencana
8. Latihan/senam nifas
a. Nutrisi dan Cairan
Ibu nifas memerlukan nutrisi dan cairan untuk
pemulihan kondisi kesehatan setelah melahirkan,
cadangan tenaga serta untuk memenuhi produksi air
susu. Ibu nifas dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan
akan gizi sebagai berikut :
1. Mengkonsumsi makanan tambahan, kurang lebih 500
kalori tiap hari
2. Makan dengan diet gizi seimbang untuk memenuhi
kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan
mineral
3. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari
4. Mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari post partum
5. Mengkonsumsi vitamin A 200.000 intra unit.
Zat-zat yang dibutuhkan ibu pasca persalinan antara
lain :
1. Kalori
Kebutuhan kalori pada masa menyusui sekitar 400-
500 kalori. Wanita dewasa memerlukan 1800 kalori per
hari. Sebaiknya ibu nifas jangan mengurangi
kebutuhan kalori, karena akan mengganggu proses
metabolisme tubuh dan menyebabkan ASI rusak.
2. Protein
Kebutuhan protein yang dibutuhkan adalah 3 porsi
per hari. Satu protein setara dengan tiga gelas
susu, dua butir telur, lima putih telur, 120 gram
keju, 1 ¾ gelas yoghurt, 120-140 gram
ikan/daging/unggas, 200-240 gram tahu atau 5-6
sendok selai kacang.
3. Kalsium dan vitamin D
Kalsium dan vitamin D berguna untuk pembentukan
tulang dan gigi. Kebutuhan kalsium dan vitamin D
didapat dari minum susu rendah kalori atau berjemur
di pagi hari. Konsumsi kalsium pada masa menyusui
meningkat menjadi 5 porsi per hari. Satu setara
dengan 50-60 gram keju, satu cangkir susu krim, 160
gram ikan salmon, 120 gram ikan sarden, atau 280
gram tahu kalsium.
4. Magnesium
Magnesium dibutuhkan sel tubuh untuk membantu
gerak otot, fungsi syaraf dan memperkuat tulang.
Kebutuhan megnesium didapat pada gandum dan kacang-
kacangan.
5. Sayuran hijau dan buah
Kebutuhan yang diperlukan sedikitnya tiga porsi
sehari. satu porsi setara dengan 1/8 semangka, 1/4
mangga, ¾ cangkir brokoli, ½ wortel, ¼-1/2 cangkir
sayuran hijau yang telah dimasak, satu tomat.
6. Karbohidrat kompleks
Selama menyusui, kebutuhan karbohidrat kompleks
diperlukan enam porsi per hari. Satu porsi setara
dengan ½ cangkir nasi, ¼ cangkir jagung pipil, satu
porsi sereal atau oat, satu iris roti dari bijian
utuh, ½ kue muffin dari bijian utuh, 2-6 biskuit
kering atau crackers, ½ cangkir kacang-kacangan, 2/3
cangkir kacang koro, atau 40 gram mi/pasta dari
bijian utuh.
7. Lemak
Rata-rata kebutuhan lemak dewasa adalah 41/2
porsi lemak (14 gram perporsi) perharinya. Satu
porsi lemak sama dengan 80 gram keju, tiga sendok
makan kacang tanah atau kenari, empat sendok makan
krim, secangkir es krim, ½ buah alpukat, dua sendok
makan selai kacang, 120-140 gram daging tanpa lemak,
sembilan kentang goreng, dua iris cake, satu sendok
makan mayones atau mentega, atau dua sendok makan
saus salad.
8. Garam
Selama periode nifas, hindari konsumsi garam
berlebihan. Hindari makanan asin seperti kacang
asin, keripik kentang atau acar.
9. Cairan
Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas per hari. Minum
sedikitnya 3 liter tiap hari. Kebutuhan akan cairan
diperoleh dari air putih, sari buah, susu dan sup.
10. Vitamin
Kebutuhan vitamin selama menyusui sangat
dibutuhkan. Vitamin yang diperlukan antara lain :
a. Vitamin A yang berguna bagi kesehatan kulit,
kelenjar serta mata. Vitamin A terdapat dalam
telur, hati dan keju. Jumlah yang dibutuhkan
adalah 1,300 mcg.
b. Vitamin B6 membantu penyerapan protein dan
meningkatkan fungsi syaraf. Asupan vitamin B6
sebanyak 2,0 mg per hari. Vitamin B6 dapat
ditemui di daging, hati, padi-padian, kacang
polong dan kentang.
c. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan,
meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh.
Terdapat dalam makanan berserat, kacang-kacangan,
minyak nabati dan gandum.
11. Zinc (Seng)
Berfungsi untuk kekebalan tubuh, penyembuhan luka
dan pertumbuhan. Kebutuhan Zinc didapat dalam
daging, telur dan gandum. Enzim dalam pencernaan dan
metabolisme memerlukan seng. Kebutuhan seng setiap
hari sekitar 12 mg. Sumber seng terdapat pada
seafood, hati dan daging.
12. DHA
DHA penting untuk perkembangan daya lihat dan
mental bayi. Asupan DHA berpengaruh langsung pada
kandungan dalam ASI. Sumber DHA ada pada telur,
otak, hati dan ikan.
B. Ambulasi
Setelah bersalin, ibu akan merasa lelah. Oleh karena
itu, ibu harus istirahat. Mobilisasi yang dilakukan
tergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan
sembuhnya luka.
Ambulasi dini (early ambulation) adalah mobilisasi
segera setelah ibu melahirkan dengan membimbing ibu
untuk bangun dari tempat tidurnya. Ibu post partum
diperbolehkan bangun dari tempat tidurnya 24-48 jam
setelah melahirkan. Anjurkan ibu untuk memulai
mobilisasi dengan miring kanan/kiri, duduk kemudian
berjalan.
Keuntungan ambulasi dini adalah :
1. Ibu merasa lebih sehat dan kuat
2. Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan
lebih baik
3. Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada
ibu
4. Mencegah trombosis pada pembuluh tungkai
5. Sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomis).
Menurut penelitian mobilisasi dini tidak berpengaruh
buruk, tidak menyebabkan perdarahan abnormal, tidak
mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi maupun luka
di perut, serta tidak memperbesar kemungkinan
prolapsus uteri. Early ambulation tidak dianjurkan pada
ibu post partum dengan penyulit, seperti anemia,
penyakit jantung, penyakit paru-paru, demam, dan
sebagainya.
C. Eliminasi
1. Miksi
Buang air kecil sendiri sebaiknya dilakukan
secepatnya. Miksi normal bila dapat BAK spontan
setiap 3-4 jam. Kesulitan BAK dapat disebabkan
karena springter uretra tertekan oleh kepala janin
dan spasme oleh iritasi muskulo spingter ani selama
persalinan, atau dikarenakan oedem kandung kemih
selama persalinan. Lakukan kateterisasi apabila
kandung kemih penuh dan sulit berkemih.
2. Defekasi
Ibu diharapkan dapat BAB sekitar 3-4 hari post
partum. Apabila mengalami kesulitan BAB/obstipasi,
lakukan diet teratur; cukup cairan; konsumsi makanan
berserat; olahraga; berikan obat rangsangan per
oral/per rektal atau lakukan klisma bilamana perlu.
D. Kebersihan Diri
Kebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan
meningkatkan perasaan nyaman. Kebersihan diri meliputi
kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur maupun
lingkungan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan ibu post partum
dalam menjaga kebersihan diri, adalah sebagai berikut:
1. Mandi teratur minimal 2 kali sehari
2. Mengganti pakaian dan alas tempat tidur
3. Menjaga lingkungan sekitar tempat tinggal
4. Melakukan perawatan perineum
5. Mengganti pembalut minimal 2 kali sehari
6. Mencuci tangan setiap membersihkan daerah genetalia
E. Istirahat
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat
tidur yang dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada
malam hari dan 1 jam pada siang hari.
Hal-hal yang dapat dilakukan ibu dalam memenuhi
kebutuhan istirahatnya antara lain :
1. Anjurkan ibu untuk cukup istirahat
2. Sarankan ibu untuk melakukan kegiatan rumah tangga
secara perlahan
3. Tidur siang atau istirahat saat bayi tidur
Kurang istirahat dapat menyebabkan :
1. Jumlah ASI berkurang
2. Memperlambat proses involusio uteri
3. Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan dalam merawat
bayi sendiri.
F. Seksual
Hubungan seksual aman dilakukan begitu darah
berhenti. Namun demikian hubungan seksual dilakukan
tergantung suami istri tersebut. Selama periode nifas,
hubungan seksual juga dapat berkurang.
Hal yang dapat menyebabkan pola seksual selama nifas
berkurang antara lain:
1. Gangguan/ketidaknyamanan fisik
2. Kelelahan
3. Ketidakseimbangan hormon
4. Kecemasan berlebihan
Program KB sebaiknya dilakukan ibu setelah nifas
selesai atau 40 hari (6 minggu), dengan tujuan menjaga
kesehatan ibu. Pada saat melakukan hubungan seksual
sebaiknya perhatikan waktu, penggunaan kontrasepsi,
dispareuni, kenikmatan dan kepuasan pasangan suami
istri.
Beberapa cara yang dapat mengatasi kemesraan suami
istri setelah periode nifas antara lain :
1. Hindari menyebut ayah dan ibu
2. Mencari pengasuh bayi
3. Membantu kesibukan istri
4. Menyempatkan berkencan
5. Meyakinkan diri
6. Bersikap terbuka
7. Konsultasi dengan ahlinya.
G. Senam Nifas
Organ-organ tubuh wanita akan kembali seperti semula
sekitar 6 minggu. Oleh karena itu, ibu akan berusaha
memulihkan dan mengencangkan bentuk tubuhnya. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara latihan senam
nifas. Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak
hari pertama melahirkan sampai dengan hari ke
sepuluh.
Beberapa faktor yang menentukan kesiapan ibu untuk
memulai senam nifas antara lain :
1. Tingkat kebugaran tubuh ibu
2. Riwayat persalinan
3. Kemudahan bayi dalam pemberian asuhan
4. Kesulitan adaptasi post partum
Tujuan senam nifas adalah sebagai berikut :
1. Membantu mempercepat pemulihan kondisi ibu
2. Mempercepat proses involusio uteri
3. Membantu memulihkan dan mengencangkan otot panggul,
perut dan perineum
4. Memperlancar pengeluaran lochea
5. Membantu mengurangi rasa sakit
6. Merelaksasikan otot-otot yang menunjang proses
kehamilan dan persalinan
7. Mengurangi kelainan dan komplikasi masa nifas
Manfaat senam nifas antara lain :
1. Membantu memperbaiki sirkulasi darah
2. Memperbaiki sikap tubuh dan punggung pasca
persalinan
3. Memperbaiki otot tonus, pelvis dan peregangan otot
abdomen
4. Memperbaiki dan memperkuat otot panggul
5. Membantu ibu lebih relaks dan segar pasca melahirkan
Senam nifas dilakukan pada saat ibu benar-benar
pulih dan tidak ada komplikasi atau penyulit masa
nifas atau diantara waktu makan. Sebelum melakukan
senam nifas, persiapan yang dapat dilakukan adalah :
1. Mengenakan baju yang nyaman untuk olahraga
2. Minum banyak air putih
3. Dapat dilakukan di tempat tidur
4. Dapat diiringi musik
5. Perhatikan keadaan ibu.
Syarat senam nifas
Senam nifas dapat di lakukan setelah
persalinan, tetapi dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk ibu melahirkan yang sehat dan tidak ada
kelainan.
2. Senam ini dilakukan setelah 6 jam persalinan dan
dilakukan di rumah sakit atau rumah bersalin, dan
diulang terus di rumah.
GAMBAR SENAM NIFAS
1. Berbaring dengan lutut di tekuk. Tempatkan
tangan diatas perut di bawah area iga-iga. Napas
dalam dan lambat melalui hidung dan kemudian
keluarkan melalui mulut, kencangkan dinding abdomen
untuk membantu mengosongkan paru-paru
2. Berbaring telentang, lengan dikeataskan diatas
kepala, telapak terbuka keatas. Kendurkan lengan
kiri sedikit dan regangkan lengan kanan. Pada waktu
yang bersamaaan rilekskan kaki kiri dan regangkan
kaki kanan sehingga ada regangan penuh pada seluruh
bagian kanan tubuh.
3. Kontraksi vagina. Berbaring telentang. Kedua
kaki sedikit diregangkan. Tarik dasar panggul, tahan
selama tiga detik dan kemudian rileks
4. Memiringkan panggul. Berbaring, lutut ditekuk.
Kontraksikan/kencangkan otot-otot perut sampai
tulang punggung mendatar dan kencangkan otot-otot
bokong tahan 3 detik kemudian rileks.
5. Berbaring telentang, lutut ditekuk, lengan
dijulurkan ke lutut. Angkat kepala dan bahu kira-
kira 45 derajat, tahan 3 detik dan rilekskan dengan
perlahan.
6. Posisi yang sama seperti diatas. Tempatkan
lengan lurus di bagian luar lutut kiri.
7. Tidur telentang, kedua lengan di bawah kepala
dan kedua kaki diluruskan. angkat kedua kaki
sehingga pinggul dan lutut mendekati badan
semaksimal mungkin. Lalu luruskan dan angkat kaki
kiri dan kanan vertical dan perlahan-lahan turunkan
kembali ke lantai.
8. tidur telentang dengan kaki terangkat ke atas,
dengan jalan meletakkan kursi di ujung kasur, badan
agak melengkung dengan letak pada dan kaki bawah
lebih atas. Lakukan gerakan pada jari-jari kaki
seperti mencakar dan meregangkan. Lakukan ini selama
setengah menit.
9. Gerakan ujung kaki secara teratur seperti
lingkaran dari luar ke dalam dan dari dalam keluar.
Lakukan gerakan ini selama setengah menit.
10. Lakukan gerakan telapak kaki kiri dan kanan ke
atas dan ke bawah seperti gerakan menggergaji.
Lakukan selama setengah menit.
11. Tidur telentang kedua tangan bebas bergerak.
Lakukan gerakan dimana lutut mendekati badan,
bergantian kaki kiri dan kaki kanan, sedangkan
tangan memegang ujung kaki, dan urutlah mulai dari
ujung kaki sampai batas betis, lutut dan paha.
Lakukan gerakan ini 8 sampai 10 setiap hari.
12. berbaring telentang, kaki terangkan ke atas,
kedua tangan di bawah kepala. Jepitlah bantal
diantara kedua kakidan tekanlah sekuat-kkuatnya.
Pada waktu bersamaan angkatlah pantat dari kasur
dengan melengkungkan badan. Lakukan sebanyak 4
sampai 6 kali selama setengah menit.
13. Tidur telentang, kaki terangkat ke atas, kedua
lengan di samping badan. kaki kanan disilangkan di
atas kaki kiri dan tekan yang kuat. Pada saat yang
sama tegangkan kaki dan kendorkan lagi perlahan-
lahan dalam gerakan selama 4 detik. Lakukanlah ini 4
sampai 6 kali selama setengah menit.
Unit Belajar VII
Konsep Asuhan Masa Nifas Normal dengan Metode Manajemen
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
Tujuan pembelajaran
Pada akhir pembelajaran mahasiswa dapat melakukan
manajemen kebidanan pada ibu nifas.
Pokok bahasan/sub pokok bahasan
1. Pengumpulan data dasar
2. Interpretasi data
3. Mengidentifikasi diagnose dan potensial masalah
4. Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan
segera
5. Merencanakan asuhan kebidanan
6. Implementasi asuhan
7. Evaluasi
Manajemen kebidanan adalah suatu pendekatan proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, temuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang
logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada
klien (Varney, 1997). Menurut Helen Varney, proses
manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yang
berurutan, dimulai dari:
1. Pengkajian(pengumpulan data dasar)
2. Interpretasi data
3. Diagnosa/masalah potensial
4. Kebutuhan tindakan segera
5. Rencana asuhan kebidanan
6. Implementasi/pelaksanaan
7. Evaluasi.
A. Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)
Pengkajian merupakan langkah mengumpulkan semua data
yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien secara keseluruhan.
Bidan dapat melakukan pengkajian dengan efektif, maka
harus menggunakan format pengkajian yang terstandar
agar pertanyaan yang diajukan lebih terarah dan
relevan.
Pengkajian data dibagi menjadi:
1. Data subjektif
Data subjektif diperoleh dengan cara melakukan
anamnesa. Anamnesa adalah pengkajian dalam rangka
mendapatkan data pasien dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, baik secara langsung pada
pasien ibu nifas maupun kepada keluarga pasien.
Bagian penting dari anamnesa adalah data subjektif
pasien ibu nifas yang meliputi: biodata/identitas
pasien dan suami pasien; alasan masuk dan keluhan;
riwayat haid/menstruasi; riwayat perkawinan; riwayat
obstetri (riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
yang lalu); riwayat persalinan sekarang; riwayat dan
perencanan keluarga berencana; riwayat kesehatan
(kesehatan sekarang, kesehatan yang lalu, kesehatan
keluarga); pola kebiasaan (pola makan dan minum,
pola eliminasi, pola aktifitas dan istirahat,
personal hygiene); data pengetahuan, psikososial,
spiritual, budaya.
2. Data objektif
Data objektif dapat diperoleh melalui pemeriksaan
fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda–
tanda vital; dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi.
Pemeriksaan fisik meliputi: pemeriksaan keadaan
umum pasien; kesadaran pasien; tanda vital; kepala
dan wajah (kepala, muka, hidung dan telinga); gigi
dan mulut (bibir, gigi dan gusi); leher; dada dan
payudara; abdomen; ekstremitas (ekstremitas atas dan
bawah); genetalia (vagina, kelenjar bartholini,
pengeluaran pervaginam, perineum dan anus).
Sedangkan pemeriksaan penunjang dapat diperoleh
melalui pemeriksaan laboratorium (kadar Hb,
hematokrit, leukosit, golongan darah), USG, rontgen
dan sebagainya
B. Interpretasi data
Interpretasi data merupakan identifikasi terhadap
diagnosa, masalah dan kebutuhan pasien pada ibu nifas
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data
yang telah dikumpulkan. Diagnosa dapat didefinisikan,
masalah tidak.
Pada langkah ini mencakup :
1. Menentukan keadaan normal.
2. Membedakan antara ketidaknyamanan dan kemungkinan
komplikasi.
3. Identifikasi tanda dan gejala kemungkinan
komplikasi.
4. Identifikasi kebutuhan.
Interpretasi data meliputi :
1. Diagnosis kebidanan
Diagnosis yang ditegakkan oleh profesi (bidan)
dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar
Nomenklatur (tata nama) diagnosis kebidanan, yaitu :
1. Diakui dan telah di di sahkan oleh profesi.
2. Berhubungan langsung dengan praktisi kebidanan.
3. Memiliki ciri khas kebidanan.
4. Didukung oleh clinical judgement dalam praktik
kebidanan.
5. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen
kebidanan.
Diagnosa dapat berkaitan dengan para, abortus,
anak hidup, umur ibu dan keadaan nifas. kemudian
ditegakkan dengan data dasar subjektif dan objektif.
Contoh:
Seorang P1A0 postpartum normal hari pertama
Dasar :
DS : Ibu mengatakan baru saja melahirkan anak
pertamanya.
DO : Partus tanggal 21 Oktober 2011, pukul 11.00
WIB. KU baik, kesadaran composmentis. TD 110/80
mmHg, N 80 x/menit, S 37 ?C, R 24 x/menit. TFU 1
jari di bawah pusat, keras. PPV: lochea rubra, warna
merah, jumlah perdarahan 1 pembalut tidak penuh.
2. Masalah
Masalah dirumuskan bila bidan bila menemukan
kesenjangan yang terjadi pada respon ibu terhadap
masa nifas. Masalah ini terjadi belum termasuk dalam
rumusan diagnosis yang ada, tetapi masalah tersebut
membutuhan penanganan bidan, maka masalah dirumuskan
setelah diagnosa. Permasalahan yang muncul merupakan
pernyataan dari pasien, ditunjang dengan data dasar
baik subjektif maupun objektif.
Contoh:
Masalah : Nyeri jahitan
Dasar :
DS : Ibu mengatakan nyeri pada luka jahitannya
DO : luka jahitan perineum derajat dua, keadaan
masih basah, jenis heating jelujur subcutis
3. Kebutuhan
C. Diagnosa/ Masalah Potensial
Langkah ini merupakan langkah antisipasi, sehingga
dalam melakukan asuhan kebidanan, bidan dituntut untuk
mengantisipasi permasalahan yang akan timbul dari
kondisi yang ada.
Contoh :
Seorang ibu postpartum P1A0 hari ke 3 dengan bendungan
ASI
Diagnosa potensial: mastitis
D. Kebutuhan Tindakan Segera
Setelah merumuskan tindakan yang perlu dilakukan
untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada
langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan
tindakan emergensi yang harus dirumuskan untuk
menyelamatkan ibu dan bayi, secara mandiri, kolaborasi
atau rujukan berdasarkan kondisi klien.
Contoh:
Diagnosa potensial: mastitis
Tindakan segera: kompres air hangat, pemberian
analgetik dan antibiotik, menyusui segera.
E. Rencana asuhan kebidanan
Langkah ini ditentukan dari hasil kajian pada
langkah sebelumnya. Jika ada informasi/data yang tidak
lengkap bisa dilengkapi. Merupakan kelanjutan
penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang
telah diidentifikasi atau diantisipasi yang sifatnya
segera atau rutin. Rencana asuhan dibuat berdasarkan
pertimbangan yang tepat, baik dari pengetahuan, teori
yang up to date, dan divalidasikan dengan kebutuhan
pasien. Penyusunan rencana asuhan sebaiknya melibatkan
pasien. Sebelum pelaksanaan rencana asuhan, sebaiknya
dilakukan kesepakatan antara bidan dan pasien ke dalam
informed consent.
Contoh:
1. Anjurkan ibu untuk mengeluarkan asi
2. Lakukan kompres air hangat dan dingin
3. Lakukan masase pada payudara secara bergantian
4. Berikan terapi antipiretik dan analgetik
5. Anjurkan ibu untuk tetap konsumsi makanan yang
bergizi.
F. Implementasi
Pelaksanaan dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan
atau bersama–sama dengan klien atau anggota tim
kesehatan. Bila tindakan dilakukan oleh dokter atau
tim kesehatan lain, bidan tetap memegang tanggung
jawab untuk mengarahkan kesinambungan asuhan
berikutnya. Kaji ulang apakah semua rencana asuhan
telah dilaksanakan.
Contoh:
Sesuai dengan pelaksanaan tetapi ada rasionalisasi
tindakan.
G. Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari
asuhan yang telah diberikan. Evaluasi didasarkan pada
harapan pasien yang diidentifikasi saat merencanakan
asuhan kebidanan. Untuk mengetahui keberhasilan
asuhan, bidan mempunyai pertimbangan tertentu antara
lain: tujuan asuhan kebidanan; efektifitas tindakan
untuk mengatasi masalah; dan hasil asuhan kebidanan.
Contoh:
1. Asi telah dikeluarkan, jumlah asi cukup
2. Kompres air hangat dan dingin telah dilakukan, ibu
merasa lebih nyaman
3. Telah dilakukan masase, ibu merasa lebih rileks
4. Terapi yang diberikan adalah parasetamol 500 mg 3×1
peroral dan antalgin 500 mg 3×1 peroral
5. Ibu bersedia mengkonsumsi makanan yang bergizi
Unit Belajar VIII
Deteksi Dini Komplikasi Pada Ibu Masa Nifas dan
Health Education
Tujuan pembelajaran
Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu melakukan deteksi
deteksi dini komplikasi pada ibu masa nifas dan health
education yang dilakukan.
Pokok bahasan/sub pokok bahasan
1. Deteksi deteksi dini komplikasi pada ibu masa nifas
2. Health education
a. Nutrisi
b. Hygiene
c. Perawatan perineum
d. Istirahat dan tidur
e. Ambulasi
B. Deteksi Dini Komplikasi Pada Ibu Masa Nifas
1. Perdarahan pervaginam postpartum
a. Pengertian
Defenisi perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih,
sesudah anak lahir atau setelah kala III. Perdarahan
ini bisa terjadi segera begitu ibu melehirkan
terutama di dua jam pertama. Kalau terjadi
perdarahan, maka tinggi rahim akan bertambah naik,
tekanan darah menurun, dan denyut nadi ibu menjadi
cepat.
b. Klasifikasi klinis
Perdarahan Pasca Persalinan primer yakni
perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama,
penyebab: atonia uteri, retensio plasenta, dan
robekan jalan lahir. Perdarahan Pasca Persalinan
Sekunder, yakin perdarahan yang terjadi setelah 24
jam pertama, penyebab: robekan jalan lahir dan sisa
plasenta atau membran.
c. Etiologi dan faktor Predisposisi
Penyebab perdarahan pasca persalinan ada beberapa
sebab antara lain :
a. Atonia uteri (>75%), atau uteri tidak
berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir)
b. Robekan (laserasi, luka) jalan lahir atau robekan
yang terjadi pada jalan lahir bisa disebabkan
oleh robekan spontan atau memang sengaja di
lakukan episiotomi, robekan jalan lahir dapat
terjadi ditempat : Robekan serviks, perlukaan
vagina, robekan perinium.
c. Retensio Plasenta dan sisa plasenta (plasenta
tertahan didalam rahim baik sebahagian atau
seluruhnya).
d. Inversio Uterus (uterus keluar dari rahim)
e. Gangguan pembekuan darah (koagulopati).
d. Penanganan umum
a. Hentikan perdarahan
b. Cegah atau atasi syok
c. Ganti darah yang hilang :diberi infus cairan
( larutan garam fisiologis, plasma ekspander,
Dextran – L), tranfusi darah kalau perlu oksigen.
2. Infeksi masa nifas
Infeksi nifas merupakan masuknya bakteri pada
traktus genetalia, terjadi sesudah melahirkan,
kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih
selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan,
dengan mengecualikan 24 jam pertama.
1. Etiologi
Organisme pada bekas implantasi plasenta atau
laserasi akibat persalianan adalah Kuman anaerob :
kokus gram positif (peptostreptokok, peptokok,
bakteriodes dan clostridium). Kuman aerob : gram
positif dan E. Coli
2. Faktor Predisposisi
a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan
tubuh.
b. Partus lama dengan ketuban pecah lama.
c. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput dan bekuan
darah.
d. Teknik aseptik yang tidak baik dan benar
e. Pemeriksaan vagina selama persalinan
f. Manipulasi intrauterus
g. Trauma/luka terbuka
h. Hematom dan hemoragi (darah hilang lebih dari
1000 ml)
i. Perawatan perinium yang tidak tepat
j. Infeksi vagina /servik atau penyakit menular
seksual yang tidak ditangani.
3. Macam –macam infeksi masa nifas
a. Infeksi perinium, vulva, vagina dan serviks :
Nyeri serta panas pada tempat infeksi dan
kadang –kadang perih bila kencing. Bila getah
radang bisa keluar, biasanya keadaan nya tidak
berat, suhu 38 derajat dan nadi dibawah 100 per
menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan
dan getah bening tidak dapat keluar, demam bisa
naik sampai 39 – 40, disertai mengigil.
b. Endometritis
Tanda – tanda dan gejala :
1) Takikardi
2) Suhu, 38 – 40 derajat celcius
3) Menggigil
4) Nyeri tekan uterus
5) Subinvolusi
6) distensi abdomen
7) lokea sedikit dan tidak berbau, atau banyak,
berbau busuk, mengandung darah, dan seropuralen
8) jumlah sel darah putih meningkat.
Penanganan Endrometritis
Rujuk kerumah sakit, konsultasi dokter,
diberikan obat anti mikroba spektum luas atau
terapi antiobiotik tripel, biasanya secara IV,
pulangkan jika dalam 24 jam tidak terjadi panas.
c. Septikemia dan piemia
Pada septikimia, penderita sudah sakit dan
lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat
dengan cepat, biasanya disertai mengigil.
Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 – 40 derajat
celcius, keadaan cepat memburuk, nadi menjadi
cepat ( 140 -160 kali /menit atau lebih).
Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari
postpartum. Jika ia hidup terus, gejala – gajala
menjadi piema.
d. Peritonitis
Pada peritonitis umum terjadi peningkatan suhu
tubuh, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan
nyeri, dan ada defense musculaire. Muka yang
semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata
cekung, kulit muka dingin, terdapat fasies
hippocratica. Pada peritonitis yang terbatas
didaerah pelvis, gejala tidak seberat peritonitis
umum.
Penanganan yang dapat dilakukan adalah
nasogastritik suction, berikan infus( Nacl atau
Ringer Laktat), antiobiotik sehingga bebas panas
selama 24 jam ( ampisilin 2 gr IV, kemudian 1 gr
setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/kg BB IV
dosis tunggal/hari dan metronidazole 500 mg IV
setiap 8 jam). Laparatomi dilakukan pembersihan
perut (peritoneal lavage).
e. Selulitis pelvic
Selulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu
yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi
menetap lebih dari satu minggu disertai dengan
rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada
pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai
terhadap kemungkinan selulitis pelvik. Pada
pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan
nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang
berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat
meluas keberbagai jurusan. Ditengah –tengah
jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses.
f. Salpingitis dan ooforitis
Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat
dipisahkan dari pelvio peritonitis. Penyebaran
melalui permukaan endometrium. Kadang –kadang
jaringan infeksi menjalar ketuba fallopii dan
ovarium disini terjadi salpingitis dan / abfritis
yang sukar dipisahkan dari polvio peritonitis.
g. Tromboflebitis
Perluasan infeksi nifas yang mengikuti aliran
darah disepanjang vena dan cabang- cabangnya.
Tromboflebitis, dikelompokan sebagai berikut :
a) Pelvio tromboflebitis
1) Nyeri pada perut bagian bawah atau samping,
pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa
panas
2) Tampak sakit berat, menggigil berulang kali,
suhubadan naik turun secara tajam, dapat
berlangsung selama 1-3 bulan
3) Terdapat leukositas
4) Pada periksa dalam hampir tidak ditemukan apa-
apa karena yang paling banyak terkena ialah
vena ovarika yang sukar pada pemeriksaan
dalam.
b) Tromboflebitis femoralis
1) Keadaan umum yang baik, subfebris selama 7-10
hari, kemudiaan naik pada hari ke 10 – 20,yang
disertai menggigil dan nyeri.
2) Pada salah satu kaki (biasanya kaki kiri),
tanda –tanda seperti kaki sedikit fleksi dan
rotasi keluarserat sulit bergerak, lebih panas
dibandingkan dengan kaki yang lain. Nyeri
hebat pada lipatan paha. Edema kadang –kadang
terjadi sebelum atau setelah nyeri.
Penanganan :
a) Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema,
lakukan kompresi pada kaki, setelah
mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut
elastik atau memakai kaus kaki panjang
selama mungkin.
b) Kondisi ibu jelek, sebaiknya jangan
menyusui.
c) Antiobiotik dan analgesic.
3. Pencegahan infeksi nifas
Masa kehamilan :
Mengurangi atau mencegah faktor – faktor
predisposisi, pemeriksaan dalam jaringan dilakukan
kalau tidak ada indikasi yang perlu, koitus pada
hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan
dilakukan hati – hati .
Selama persalinan :
Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah
lama, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit
mungkin, perlukaan jalan lahir dijahit sebaik –
baiknya dan menjaga sterilitas, mecegah terjadinya
perdarahan banyak, semua petugas dalam kamar
bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan
masker, yang menderita infeksi pernafasan tidak
diperbolehkan masuk kekamar bersalin, alat – alat
dan kain-kain yang dipakai harus dicuci hama,
hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang.
Selama nifas :
luka dirawat dengan baik jangan sampai kena
infeksi, alat –alat dan pakaian serta kain yang
digunakan harus steril, penderita dengan infeksi
nifas sebaiknya tidak bercampur dengan ibu sehat,
pengunjung- pengunjung dari luar hendaknya pada hari
–hari pertama dibatasi sedapat mungkin.
Komplikasi lain yang harus diwaspadai :
1) Sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan kabur
2) Pembengkakan diwajah atau ekstremitas
3) Demam, muntah, rasa sakit waktu berkemih
4) Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan
atau terasa sakit
5) Kehilanga nafsu makan dalam waktu yang lama
6) Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di
kaki
7) Merasa sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri
bayinya dan diri sendiri.
3. Persiapan Pasien Pulang
1. Mengajari ibu tanda-tanda bahaya
Ajarkan ibu jika melihat hal-hal berikut atau
perhatikan bila ada sesuatu yang tidak beres,
sehingga perlu menemui seseorang bidan dengan segera
:
a. Pendarahan hebat atau peningkatan pendarahan
secara tiba-tiba (melebihi haid biasa atau jika
pendarahan tersebut membasahi lebih dari 2
pembalut dalam waktu setengah jam)
b. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang
keras
c. Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggung
d. Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri
epigastrik, atau masalah penglihatan
e. Pembekangkan pada wajah dan tangan
f. Demam, muntah, rasa sakit saat berkemih atau
merasa tidak enak badan
g. Payudara merah, panas,dan/atau sakit
h. Kehilangan selera makan untuk waktu yang lama
i. Rasa sakit, warna merah, nyeri tekan dan/atau
pembengkakan pada kaki
j. Merasa sedih atau merasa tidak mampu mengurus
diri sendiri dan bayinya
k. Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah
2. engajari ibu proses fisiologis masa pasca bersalin
dan perilaku yang baik pada kondisi tersebut.
a. Pengeluaran lokia
Setelah bersalin, rahim berusaha memulihkan
keadaanya sendiri dengan cara membersihkan
lapisan bagian luar dan membangun kembali lapisan
baru dari dalam. Ketika ia menguras lapisan lama,
kotoran tersebut akan keluar melalui vagina
seperti saat datang bulan. Warna dan
konsistensinya akan berubah seiring waktu.
Jelaskan tentang jumlah dan konsistensisnya yang
normal dari lokia. Sangat penting menjaga
kebersihan, mengganti pembalut secara teratur,
dan menjaga vagina tetap kering dan bersih.
b. Nyeri setelah kelahiran pada fundus
Mulas terjadi karena rahim berkontaraksi agar
ia dapat kembali ke keadaan sebelum hamil. Selain
itu, dipengaruhi oleh pemberian obat-obatan dan
proses menyusui. Ada beberapa hal yang dapat ibu
lakukan untuk mengatasi rasa nyeri, antara lain:
1) Cegah agar kandung kemih tidak penuh
2) Berbaring telungkup dengan sebuah bantal
dibawah perut
3) Mandi, duduk, berjalan-jalan, atau mengubah
posisi
4) Minum parasetamol kira-kira satu jam sebelum
menyusui
5) Pastikan ibu mengerti bahwa kontraksi ini
sangat penting untuk mengendalikan pendarahan
c. Perineum, Vagina dan vulva akan sedikit memerah,
bengkak, lecet dan nyeri, mungkin juga terluka
Selain itu, terasa alebih lembut. Biasanya akan
hilang setelah 1-2 minggu.
Tindakan untuk mengurangi rasa nyeri :
1) Kompres es
2) Rendam duduk
3) Latihan Kegel
d. Hemoroid
Sangat wajar terjadi hemoroid karena tekanan
kepala dan upaya meneran.
Ada beberapa hal untuk mengurangi rasa nyeri ini,
yaitu :
1) Rendam duduk
2) Hindari duduk terlalu lama
3) Banyak minum dan makan makanan berserat
4) Bidan dapat menggunakan salep Nupercainal.
e. Diuresis/diaforesi
Saat hamil, tubuh menyimpan cairan yang banyak.
Setelah lahir, tubuh membuangnya lewat urine dan
keringat. Hal ini terjadi pada minggu pertama
pascabersalin. Anjurkan ibu untuk tidak
menghambat proses ini. Tetaplah minum air putih
yang banyak, hindari menahan berkemih, kenakan
pakaian yang menyerap keringat, dan lain-lain
f. Bengkak dan pembesaran payudara
Lakukan beberapa hal berikut.
1) Kompres hangat payudara dengan kain atau handuk
yang dihangatkan, atau mandi air hangat.
2) Jika bengkak, perah ASI secara manual sebelum
memberikanya pada bayi.
3) Jika bayi sudah kenyang dan payudara masih
penuh, perah susu secara manual.
4) Gunakan BH/bra yang baik
5) Jika perlu, minum parasetamol untuk mengurangi
rasa sakit.
g. Hubungan seksual
Dapat dilakukan pada minggu ke-2 sampai minggu
ke-4 jika tidak ada pendarahan dan luka
episiotomi sudah sembuh. Untuk mengurangi rasa
nyeri, gunakan lubrikasi, Penetrasi penis.
B. Health Education
1. Pengertian Nifas
Masa nifas adalah masa setelah melahirkan selama
6 minggu atau 40 hari atau beberapa jam setelah
lahirnya plasenta dan mencakup 6 minggu bearikutnya.
Masa nifas merupakan masa pembersihan rahim, sama
seperti halnya masa haid. Selama masa nifas, tubuh
mengeluarkan darah nifas yang mengandung trombosit,
sel-sel generatif, sel-sel nekrosis atau sel mati
dan sel endometrium sisa.
Ada yang darah nifasnya cepat berhenti, ada pula
yang darah nifasnya masih keluar melewati masa 40
hari. Cepat atau lambat, darah nifas harus lancar
mengalir keluar. Bila tidak, misal, karena
tertutupnya mulut rahim sehingga bisa terjadi
infeksi.
Meskipun perdarahan nifas berlangsung singkat,
sebaiknya tetap menganggap masa nifas belum selesai.
Masa nifas tetap saja sebaiknya berlangsung selama
40 hari, baik ibu yang melahirkan normal atau sesar.
Sebab, meskipun gejala nifasnya sudah berlalu, belum
tentu rahimnya sudah kembali ke posisi semula.
2. Kebutuhan dalam Masa Nifas
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia interna
maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih seperti
ke keadaan sebelum hamil. Untuk membantu mempercepat
proses penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas
membutuhkan pendidikan kesehatan / health education
seperti personal hygiene, istirahat dan tidur.
Kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan ibu nifas antara
lain:
b. Kebersihan diri atau personal hygiene.
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber
infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman pada
ibu. Anjurkan ibu unutuk menjaga kebersihan diri
dengan cara mandi yang teratur minimal 2 kali
sehari, mengganti pakaian dan alas tempat tidur
serta lingkungan dimana ibu tinggal.
Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi.
Merawat perineum dengan baik dengan menggunakan
antiseptik (PK / Dethol) dan selalu diingat bahwa
membersihkan perineum dari arah depan ke
belakang.
Jaga kebersihan diri secara keseluruhan untuk
menghindari infeksi, baik pada luka jahitan
maupun kulit.
1) Pakaian
Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang
mudah menyerap keringat karena produksi
keringat menjadi banyak. Produksi keringat yang
tinggi berguna untuk menghilangkan ekstra
volume saat hamil. Sebaiknya, pakaian agak
longgar di daerah dada sehingga payudara tidak
tertekan dan kering. Demikian juga dengan
pakaian dalam, agar tidak terjadi iritasi
(lecet) pada daerah sekitarnya akibat lochea.
2) Kebersihan rambut
Setelah bayi lahir, ibu mungkin akan
mengalami kerontokan rambut akibat gangguan
perubahan hormon sehingga keadaannya menjadi
lebih tipis dibandingkan keadaan normal. Jumlah
dan lamanya kerontokan berbeda-beda antara satu
wanita dengan wanita yang lain. Meskipun
demikian, kebanyakan akan pulih setelah
beberapa bulan. Cuci rambut dengan conditioner
yang cukup, lalu menggunakan sisir yang lembut.
Hindari penggunaan pengering rambut.
3) Kebersihan kulit
Setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang
dibutuhkan saat hamil akan dikeluarkan kembali
melalui air seni dan keringat untuk
menghilangkan pembengkakan pada wajah, kaki,
betis, dan tangan ibu. oleh karena itu, dalam
minggu-minggu pertama setelah melahirkan, ibu
akan merasakan jumlah keringat yang lebih
banyak dari biasanya. Usahakan mandi lebih
sering dan jaga agar kulit tetap kering.
4) Kebersihan vulva dan sekitarnya.
Mengajarkan ibu membersihkan daerah kelamin
dengan cara membersihkan daerah di sekitar
vulva terlebih dahulu, dari depan ke
belakang, baru kemudian membersihkan daerah
sekitar anus. Bersihkan vulva setiap kali
buang air kecil atau besar.
Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau
kain pembalut setidaknya dua kali sehari.
Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci
dengan baik dan dikeringkan di bawah
matahari atau disetrika.
Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan
sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminnya.
Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau
laserasi, sarankan kepada ibu untuk
menghindari menyentuh luka, cebok dengan air
dingin atau cuci menggunakan sabun.
Perawatan luka perineum bertujuan untuk
mencegah infeksi, meningkatkan rasa nyaman
dan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka
perineum dapat dilakukan dengan cara mencuci
daerah genital dengan air dan sabun setiap
kali habis BAK/BAB yang dimulai dengan
mencuci bagian depan, baru kenudian daerah
anus. Sebelum dan sesudahnya ibu dianjukan
untuk mencuci tangan. Pembalut hendaknya
diganti minimal 2 kali sehari. Bila pembalut
yang dipakai ibu bukan pembalut habis pakai,
pembalut dapat dipakai kembali dengan
dicuci, dijemur dibawah sinar matahari dan
disetrika.
2. Istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar
yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang.
Dengan istirahat dan tidur yang cukup,tubuh baru
dapat berfungsi secara optimal. Istirahat dan
tidur sendiri memiliki makna yang berbeda pada
setiap individu. Secara umum,istirahat
berartisuatu keadaan tenang,relaks,tanpa tekanan
emosional,dan bebas dari perasaan gelisah.
Jadi,beristirahat bukan berarti tidak melakukan
aktivitas sama sekali. Terkadang,berjalan-jalan
di taman juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk
istirahat.
Sedangkan tidur adalah status perubahan
kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu
terhadap lingkungan menurun. Tidur
dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik yang
minimal,tingkat kesadaran yang bervariasi,
perubahan proses fsiologis tubuh,dan penurunan
respons terhadap stimulus eksternal. Hampir
sepertiga dari waktu kita,kita gunakan untuk
tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan
bahwa tidur dapat memulihkan atau
mengistirahatkan fisik setelah seharian
beraktivitas,mengurangi stress dan
kecemasan,serta dapat meningkatkan kemampuan dan
konsenterasi saat hendak melakukan aktivitas
sehari-hari.
Istirahat yang memuaskan bagi ibu yang baru
melahirkan merupakan masalah yang sangat penting
sekalipun tidak mudah dicapai. Keharusan ibu
untuk beristirahat sesudah melahirkan memang
tidak diragukan lagi, kehamilan dengan beban
kandungan yang berat dan banyak keadaan yang
mengganggu lainnya, pekerjaan bersalin, bukan
persiapan yang baik dalam menghadapi kesibukan
yang akan terjadi. Padahal hari-hari postnatal
akan dipenuhi oleh banyak hal, begitu banyak yang
harus dipelajari, ASI yang diproduksi dalam
payudara, kegembiraan menerima kartu ucapan
selamat, karangan bunga, hadiah-hadiah serta
menyambut tamu dan juga kekhawatiran serta
keprihatinan yang tidak ada kaitannya dengan
situasi ini. Jadi, dengan tubuh yang letih dan
mungkin pula pikiran yang sangat aktif, ibu
sering perlu diingatkan dan dibantu agar
mendapatkan istirahat yang cukup.
Kegunaan atau fungsi dari Tidur yang cukup :
1) Regenerasi sel-sel tubuh yang rusak menjadi
baru.
2) Memperlancar produksi hormon pertumbuhan tubuh.
3) Mengistirahatkan tubuh yang letih akibat
aktivitas seharian.
4) Meningkatkan kekebalan tubuh kita dari serangan
penyakit.
5) Menambah konsentrasi dan kemampuan fisik.
Fase / Tahapan Tidur Seseorang :
1) Awal
2) Non rapid eyes movement (non-rem)
3) Rapid Eyes Movement (rem)
4) Dream Sleep
Posisi tidur ibu waktu beristirahat sesudah
melahirkan penderita harus tidur terlentang,
hanya dengan satu bantal yang tipis. Tetapi ada
juga pendapat lain mengatakan bahwa ibu bebas
memilih posisi tetapi untuk memudahkan pengawasan
sebenarnya tidur telentang lebih baik karena
dengan tidur terlentang mudah mengawasi keadaan
kontraksi uterus dan mengawasi pendarahan.
Biasanya setelah melahirkan penderita akan
merasa lelah dan dapat tidur sehingga merasa
nyaman berada ditempat tidur. Usaha agar
penderita dapat tidur ialah dengan menyakinkan
penderita bahwa keadaannya normal. Istirahat dan
tidur sangat perlu bagi penderita, selain untuk
mengembalikan kesehatan, juga untuk pembentukan
air susu ibu.
Penderita juga diperbolehkan bangun dan turun
dari tempat tidur pada hari kedua setelah
melahirkan karena membawa beberapa keuntungan:
a. Pelemasan otot lebih baik
b. Sirkulasi darah lebih lancar, mempercepat
penyembuhan
c. Memperlancar pengeluaran lochia berarti
mempercepat involusi
d. Penderita merasa sehat, karena tidak bersikap
sebagai orang sakit
e. Mengurangi bahaya embolus dan thrombosis
ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup,
istirahat tidur yang dibutuhkan ibu nifas sekitar
8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari.
Istirahat malam
Selama satu atau dua malam yang pertama,ibu
yang baru mungkin memerlukan obat tidur yang
ringan. Biasanya dokter akan memberikannya jika
benar-benar diperlukan. Kerapkali tubuhnya
sendiri yang mengambil alih fungsi obat tidur ini
dan ia benar-benar tidur lelap sehingga
pemeriksaan tanda-tanda vital serta fundus uteri
hanya sedikit mengganggunya. Sebagian ibu
menemukan bahwa lingkungan yang asing baginya
telah mengalihkan perhatiannya dan sebagian
lainnya merasa terganggu oleh luka bekas
episiotomy sehingga semua ini akan menghalangi
tidurnya ketika pengaruh pembiusan sudah hilang.
Rasa nyeri atau terganggu selalu memerlukan
pemeriksaan dan obat analgesic dapat diberikan
sebelum pasien menggunakan obat tidur
Setelah hari kedua postnatal, pemberian obat
tidur pada malam hari biasanya sudah tidak
diperlukan lagi dan tidak dianjurkan jika ibu
ingin menyusui bayinya pada malam hari. Ibu harus
dibantu agar dapat beristirahat lebih dini dan
tidak diganggu tanpa alas an. Hal-hal kecil yang
menarik perhatiannya seperti suara pintu yang
berderik atau bunyi tetesan air dari keran harus
dilaporkan pada siang harinya sehingga dapat
diatasi sebelum suara-suara tersebut mengganggu
tidur ibu.
Ibu yang baru yang tidak dapat tidur harus
diobservasi dengan ketat dan semua keadaan yang
ditemukan harus dilaporkan pada dokter. Insomnia
merupakan salah satu tanda peringatan untuk
psikosis nifas.
Pola istirahat
a. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk
mencegah kelelahan yang berlebihan
b. Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kagiatan
rumah tangga biasa secara perlahan-lahan, serta
untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi
tidur.
c. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam
berbagai hal :
1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
2) Memperlambat proses involusi uterus dan
memperbanyak perdarahan
3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk
merawat bayi dan dirinya sendiri
Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk
mencegah kelelahan yang berlebihan. Kurang
istirahat dapat mengurangi produksi ASI ,
memperlambat proses involusi uterus dan
memperbanyak pendarahan, menyebabkan depresi dan
ketidak mampuan untuk merawat bayinya (Saifudin
AB, 2002 : N – 25).
Setelah menghadapi ketegangan dan kelelahan
saat melahirkan, usahakan untuk rileks dan
istirahat yang cukup, terutama saat bayi sedang
tidur. Kebutuhan istirahat dan tidur harus lebih
diutamakan daripada tugas-tugas rumah tangga yang
kurang penting. Jangan sungkan untuk meminta
bantuan suami dan keluarga jika ibu merasa lelah.
Istirahat juga memberi ibu energi untuk memenuhi
kebutuhan makan dan perawatan bayi sering dapat
tidak terduga. Pasang dan dengarkan lagu-lagu
klasik pada saat ibu dan bayi beristirahat untuk
menghilangkan rasa tegang dan lelah.
Unit Belajar IXProgram Tindak Lanjut Asuhan Nifas Di Rumah
Tujuan pembelajaran
Pada akhir pembelajaran mahasiswa dapat menjelaskan
program tindak lanjut asuhan nifas di rumah.
Pokok bahasan/sub pokok bahasan
A. Jadwal Kunjungan Rumah Pada Masa Nifas
B. Asuhan Lanjutan Masa Nifas Di Rumah
C. Pendidikan Kesehatan Masa Nifas
1. Gizi
2. Tidur/istirahat
3. Suplemen zat besi/vit A
4. Kebersihan diri/bayi
5. Pemberian ASI
6. Latihan/senam nifas
7. Hubungan seks
8. Keluarga berancana
9. Tanda-tanda bahaya
Pelayanan nifas merupakan pelayanan kesehatan yang
sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai dengan 42 hari
pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Asuhan masa nifas
penting diberikan pada ibu dan bayi, karena merupakan
masa krisis baik ibu dan bayi. Enam puluh persen (60%)
kematian ibu terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian
pada masa nifas terjadi 24 jam pertama. Demikian halnya
dengan masa neonatus juga merupakan masa krisis dari
kehidupan bayi. Dua pertiga kematian bayi terjadi 4
minggu setelah persalinan, dan 60% kematian bayi baru
lahir terjadi 7 hari setelah lahir.
A. Jadwal Kunjungan Rumah Pada Masa Nifas
Kunjungan pada masa nifas dilakukan minimal 4 x.
Adapun tujuan kunjungan rumah untuk menilai keadaan
ibu dan bayi baru lahir serta mencegah, mendeteksi dan
menangani komplikasi pada masa nifas. Kunjungan rumah
memiliki keuntungan sebagai berikut: bidan dapat
melihat dan berinteraksi dengan keluarga dalam
lingkungan yang alami dan aman serta bidan mampu
mengkaji kecukupan sumber yang ada, keamanan dan
lingkungan di rumah. Sedangkan keterbatasan dari
kunjungan rumah adalah memerlukan biaya yang banyak,
jumlah bidan terbatas dan kekhawatiran tentang
keamanan untuk mendatangi pasien di daerah tertentu.
Jadwal kunjungan rumah pada masa nifas sesuai dengan
program pemerintah meliputi:
1. Kunjungan I (6-8 jam postpartum)
Kunjungan I (6-8 jam postpartum) meliputi:
a. Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia
uteri.
b. Deteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan
serta lakukan rujukan bila perdarahan berlanjut.
c. Pemberian ASI awal.
d. Konseling ibu dan keluarga tentang cara mencegah
perdarahan karena atonia uteri.
e. Mengajarkan cara mempererat hubungan ibu dan bayi
baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan
hipotermi.
2. Kunjungan II (6 hari postpartum)
Kunjungan II (6 hari postpartum) meliputi:
a. Memastikan involusi uterus berjalan normal,
uterus berkontraksi baik, tunggi fundus uteri di
bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan
perdarahan.
c. Memastikan ibu cukup istirahat, makanan dan
cairan.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar
serta tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui.
e. Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru
lahir.
3. Kunjungan III (2 minggu postpartum)
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan
asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post
partum.
4. Kunjungan IV (6 minggu postpartum)
Kunjungan IV (6 minggu postpartum) meliputi:
a. Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu
selama masa nifas.
b. Memberikan konseling KB secara dini.
B. Asuhan Lanjutan Masa Nifas Di Rumah
Prinsip pemberian asuhan lanjutan pada masa nifas di
rumah meliputi:
1. Asuhan postpartum di rumah berfokus pada pengkajian,
penyuluhan dan konseling.
2. Pemberian asuhan kebidanan di rumah, bidan dan
keluarga dilakukan dalam suasana rileks dan
kekeluargaan.
3. Perencanaan kunjungan rumah.
4. Keamanan
Perencanaan kunjungan rumah meliputi:
1. Kunjungan rumah tidak lebih 24-48 jam setelah pasien
pulang.
2. Memastikan keluarga sudah mengetahui rencana
kunjungan rumah dan waktu kunjungan bidan telah
direncanakan bersama.
3. Menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan.
4. Merencanakan tujuan yang ingin dicapai dan menyusun
alat serta perlengkapan yang digunakan.
5. Memikirkan cara untuk menciptakan dan mengembangkan
hubungan baik dengan keluarga.
6. Melakukan tindakan yang sesuai standar pelayanan
kebidanan dalam pemberian asuhan.
7. Membuat pendokumentasian hasil kunjungan.
8. Meyediakan sarana telepon untuk tindak lanjut
asuhan.
Keamanan pada saat kunjungan rumah meliputi:
1. Mengetahui alamat lengkap pasien dengan jelas.
2. Menggambar rute alamat pasien.
3. Memperhatikan keadaan di sekitar lingkungan rumah
pasien sebelum kunjungan.
4. Memberitahu rekan kerja ketika melakukan kunjungan.
5. Membawa telepon selular sebagi alat komunikasi.
6. Membawa cukup uang.
7. Menyediakan senter (kunjungan malam hari).
8. Memakai tanda pengenal dan mengenakan pakaian yang
sopan.
9. Waspada pada bahasa tubuh yang diisyaratkan dari
siapa saja yang ada selama kunjungan.
10. Menunjukkan perasaan menghargai di setiap
kesempatan.
11. Saat perasaan tidak aman muncul, segeralah
akhiri kunjungan.
Pelaksanaan Asuhan Nifas Masa Nifas Di Rumah
Pelaksanaan asuhan nifas meliputi:
a. Ibu baru pulang dari RS
Ibu baru pulang dari RS meliputi:
1) Keputusan bersama antara tenaga kesehatan dengan
ibu/keluarga.
2) Bidan memberikan informasi tentang ringkasan
proses persalinan, hasil dan info lain yang
relevan.
3) Mengulang kembali bilamana perlu.
b. Kunjungan postnatal rutin
Kunjungan postnatal rutin meliputi:
1) Kunjungan rumah dilakukan minimal 2x setiap hari.
2) Mengajarkan ibu dan keluarga tentang perawatan
bayi baru lahir.
3) Mengajarkan ibu untuk merawat diri.
4) Memberikan saran dan nasehat sesuai kebutuhan dan
realistis.
5) Bidan harus sabar dan telaten menghadapi ibu dan
bayi.
6) Melibatkan keluarga saat kunjungan rumah.
c. Pengamatan pada psikologi ibu
Bidan melakukan pengamatan pada psikologi ibu,
meliputi:
1) Memberikan pendidikan kesehatan tanda bahaya masa
nifas.
2) Bidan mengobservasi perilaku keluarga.
3) Meluangkan waktu untuk sharing dengan ibu dan
keluarga.
4) Memberikan dukungan.
5) Melakukan dokumentasi pasca kunjungan.
6) Perencanaan skrining test.
7) Memberikan penyuluhan sehubungan dengan kebutuhan
pada masa nifas.
C. Pendidikan Kesehatan Masa Nifas
Pendidikan kesehatan masa nifas meliputi:
1. Gizi
Pendidikan kesehatan gizi untuk ibu menyusui
antara lain: konsumsi tambahan 500 kalori setiap
hari, makan dengan diet berimbang, minum sedikitnya
3 liter air setiap hari, tablet zat besi harus
diminum selama 40 hari pasca bersalin dan minum
kapsul vitamin A (200.000 unit).
2. Kebersihan diri
Pendidikan kesehatan kebersihan diri untuk ibu
nifas antara lain: menganjurkan kebersihan seluruh
tubuh; mengajarkan ibu cara membersihkan daerah
kelamin; menyarankan ibu untuk mengganti pembalut;
menyarankan ibu untuk cuci tangan sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelamin; jika ibu
mempunyai luka episiotomi atau laserasi, menyarankan
untuk menghindari menyentuh daerah luka.
3. Istirahat / tidur
Pendidikan kesehatan untuk ibu nifas dalam hal
istirahat/tidur meliputi: menganjurkan ibu untuk
cukup istirahat; menyarankan ibu untuk kembali ke
kegiatan rumah secara perlahan-lahan; menjelaskan
pada ibu bahwa kurang istirahat akan pengaruhi ibu
dalam jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat
proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan,
menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk
merawat bayi serta diri sendiri.
4. Pemberian ASI
Pendidikan kesehatan untuk ibu nifas dalam
pemberian ASI sangat bermanfaat, karena pemberian
ASI merupakan cara yang terbaik untuk ibu dan bayi.
Oleh karena itu, berikan KIE tentang proses laktasi
dan ASI; mengajarkan cara perawatan payudara.
5. Latihan/ senam nifas
Pendidikan kesehatan tentang latihan/senam nifas
meliputi: mendiskusikan pentingnya pengembalian
otot-otot perut dan panggul kembali normal;
menjelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit
setiap hari dapat bantu mempercepat pengembalian
otot-otot perut dan panggul kembali normal.
6. Hubungan seks dan Keluarga Berencana
Pendidikan kesehatan tentang seks dan keluarga
berencana yaitu: hubungan seks dan KB dapat
dilakukan saat darah nifas sudah berhenti dan ibu
sudah merasa nyaman; keputusan untuk segera
melakukan hubungan seks dan KB tergantung pada
pasangan yang bersangkutan; berikan KIE tentang alat
kontrasepsi KB.
7. Tanda-tanda bahaya masa nifas
Pendidikan kesehatan tanda-tanda bahaya masa
nifas meliputi: berikan pendidikan kesehatan tanda
bahaya masa nifas untuk mendeteksi komplikasi selama
top related