case mata anom
Post on 27-Jan-2016
34 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
Cover………………………………………………………………………………………………..i
Kata Pengantar……………………………………………………………………………………...ii
Lembar Pengesahan………………………………………………………………………………..iii
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………….1
BAB I IDENTITAS…………………………………………………………………………………2
Anamnesis…………………………………………………………………………………..2
Pemeriksaan fisik………………………………………………………………………...…3
Diagnosis kerja……………………………………………………………………………...5
Diagnosis banding…………………………………………………………………………..5
Pemeriksaan penunjang…………………………………………………………………….6
Tata laksana…………………………………………………………………………………6
Komplikasi………………………………………………………………………………….6
Prognosis……………………………………………………………………………………6
BAB II ANALISA KASUS……………………………………………………………………........7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
ULKUS KORNEA…………………………………………………...……………………..9
EPISKLERITIS……………………………………………………………………………..26
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………….31
1
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Usia : 34 tahun
Alamat : Citayem rt 05 rw 07, Bogor
Pekerjaan : Sales promotion di perusahaan makanan
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Tanggal periksa : 2 Desember 2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di poliklinik mata RSAL
DR.Mintohardjo pada pukul 13.00 WIB.
A. Keluhan utama
Mata merah pada mata kanan sejak 1 bulan lalu
B. Keluhan tambahan
Mata kanan terasa perih, sakit serta silau saat ada cahaya, terasa mengganjal, dan
sedikit buram dibandingkan mata kiri
C. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang berobat ke poliklinik mata RSAL Mintohardjo dengan
keluhan mata merah pada mata kanan. Pasien mengatakan bahwa hal ini terjadi
sejak 1 bulan lalu. Hal ini terjadi secara tiba-tiba setelah pasien bangun tidur.
Pasien mengalami hal ini setiap hari, merah pada mata kanannya tidak hilang
bahkan pasien merasakan penglihatan pada mata sebelah kanan terasa lebih
buram. Pasien juga merasakan mata terasa perih, sakit dan silau saat ada cahaya,
mata terasa ada yang mengganjal. Pasien menyangkal adanya rasa gatal, keluar
kotoran dan berair, trauma seperti terkena ranting pohon, sakit kepala, mual,
2
muntah. Pasien pergi ke dokter umum dan diberikan tetes mata namun tidak
mengalami perbaikan sehingga disarankan untuk ke spesialis mata. Sebelum ke
spesialis mata, pasien sempat meneteskan matanya dengan air rebusan daun sirih
selama 5 hari. Pasien mengatakan setelah diteteskan, mata terasa dingin, lebih
perih sehingga pasien menghentikannya dan pergi ke RSAL Mintohardjo.
D. Riwayat penyakit dahulu
Sekitar 1 tahun lalu, pasien pernah datang ke poli mata RSAL dengan keluhan
yang sama yaitu mata merah pada mata kanan, terasa kering dan seperti ada yang
mengganjal. Pasien tidak mempunyai penyakit hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit paru.
E. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada yang mengalami keluhan yang sama di keluarganya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Suhu : 37,6oC
Nadi : 76 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Status generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Terlampir pada status opthalmologi
Telinga : Normotia, secret -/-, serumen -/-
Hidung : Septum deviasi -, konka hiperemis -/-
Mulut : Lidah kotor -, tonsil T1-T1
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thoraks : Suara navas vesicular, rhonki-/-, wheezing -/-, BJ Idan II regular,
gallop -, murmur -.
3
Abdomen : supel, nyeri tekan -
Ekstremitas : Simetris, oedem –
Status opthalmikus
OD (mata kanan) OS (mata kiri)
6/6 Visus 6/7,5 dengan S-0,50 6/6
Ortoforia Kedudukan bola
mata
Ortoforia
Bergerak ke segala arah Pergerakan bola
mata
Bergerak ke segala arah
Ptosis (-), Lagoftalmus (-), blefaritis
(-) hordeolum (-), oedem (-), trikiasis
(-), enteropion (-), ekteropion (-)
Palpebra Ptosis (-), Lagoftalmus (-),
blefaritis (-) hordeolum (-), oedem
(-), trikiasis (-), enteropion (-),
ekteropion (-)
Injeksi konjungtiva,siliar(+), nodul
(+) pada bagian nasal, pterigium (-),
Sekret (-), perdarahan subkonjungtiva
(-).
Konjungtiva Injeksi (-), pterigium (-), Sekret
(-), perdarahan subkonjungtiva
(-).
Sedikit keruh, arkus senilis (-),
terdapat infiltrate berwarna putih
keabuan pada tepi kornea arah jam
11-1. Ulkus (+), Benda asing (-),
sikatrik (-)
Kornea Jernih, arkus senilis (-), Benda
asing (-), sikatrik (-)
Dalam, hifema (-), hipopion (-) COA Dalam,hifema (-),hipopion (-)
Coklat, shadow test (-) Iris Coklat, shadow test (-)
Bulat, tepi regular, RCL (+), RCTL
(+), diameter 3mm
Pupil Bulat, tepi regular, RCL (+),
RCTL (+), diameter 3mm
Jernih Lensa Jernih
Tidak diperiksa Vitreous humour Tidak diperiksa
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
17 TIO 19
Sama dengan pemeriksa Uji konfrontasi sama dengan pemeriksa
4
Gambar 1. Mata merah pada Tn D
Gambar 2. Ulkus kornea marginalis
IV. DIAGNOSIS KERJA
Myopia Oculi Dextra
Susp episkleritis Oculi dextra
Ulkus kornea marginalis Oculi dextra
V. DIAGNOSIS BANDING
Skleritis
Keratitis
5
Ulkus kornea fungal
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin, IgE
Test Flouresein
Uji KOH
Test fenilefrin ED 2,5%
Uji sensitivitas antibiotic bila diperlukan
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien diberikan :
Medikamentosa :
Cendo Xytrol ED 6 tetes/hari
Non medikamentosa :
Konsul ke bagian allergi-imunologi
Tidak menggosok mata apabila gatal atau perih
VIII. KOMPLIKASI
Perforasi kornea yang dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panoptalmitis
Uveitis anterior
Prolaps iris
Glaukoma sekunder
Katarak komplikata
Kebutaan
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam dubia ad bonam
Quo ad sanationam dubia ad malam
Quo ad functionam dubia ad malam
6
BAB II
ANALISA KASUS
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki Tn D usia 34 tahun datang ke poliklinik mata
RS TNI AL Mintohardjo pada tanggal 3 Desember 2015 dengan diagnosis susp episkleritis oculi
dextra dan ulkus kornea marginalis oculi dextra. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis didapatkan pasien datang karena mata kanan merah sejak 1 bulan lalu.
Selain mata kanan merah, penglihatan mata kanan buram, mata terasa perih, sakit dan silau saat
ada cahaya, mata terasa ada yang mengganjal. Keluhan ini didapatkan karena kornea mempunyai
banyak serabut saraf sehingga apabila terdapat lesi maka akan menimbulkan rasa sakit, fotofobia,
termasuk rasa mengganjal karena letak ulkus di bagian superior kornea. Selain itu, kornea
merupakan media refraksi sehingga dapat mempengaruhi tajam penglihatan. Keluhan mata gatal,
keluar cairan dan kotoran berlebih, terkena ranting pohon, pusing, mual dan muntah disangkal
oleh pasien. Pasien sudah pernah berobat ke dokter umum sebelumnya dan diberikan obat tetes
mata chloramphenicol serta pasien meneteskan matanya dengan air rebusan daun sirih namun
keluhan tidak hilang.
Pasien pernah mengalami keluhan yaitu mata merah pada mata kanan, terasa kering dan
seperti ada yang mengganjal 1 tahun yang lalu, berobat ke poliklinik mata RS TNI AL
Mintohardjo dan keluhan sudah hilang. Pasien tidak mempunyai penyakit hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit paru. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keadaan seperti pasien.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan visus pada mata kanan 6/6 dan kiri 6/7,5 dengan S-
0,50 6/6 . Terdapat injeksi siliar yang menandakan terjadinya proses radang aktif saat ini. Pada
kornea terdapat infiltrate berwarna putih keabuan dengan batas tegas yang mengindikasikan
terdapat infeksi pada kornea, terdapat nodul pada bagian nasal mata kanan namun tidak sakit saat
ditekan.
Perjalanan penyakit pada kornea tergolong lambat karena kornea adalah jaringan
avaskuler maka pertahanan pada waktu peradangan tidak terjadi segera. Apabila terjadi
7
peradangan, badan kornea, wandering cell yang terdapat dalam kornea akan bekerja sebagai
makrofag kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus sehingga
tampak sebagai injeksi siliar. Setelah itu terjadi infiltrasi dari sel mononuclear, sel plasma, sel
leukosit polimorfonuclear yang menyebabkan timbulnya infiltrate yang tampak berwarna putih
keabuan dengan batas tidak jelas, kemudian terjadi kerusakan epitel sehingga dapat timbul ulkus
kornea.
Dari anamnesis pasien dan pemeriksaan fisik, diagnosis pasien adalah suspect episkleritis
oculi dextra dan ulkus kornea marginalis okuli dextra. Untuk memastikan diagnosis, perlu
dilakukan pemeriksaan uji flouresence, uji KOH, dan test dengan fenilefrin topical 2,5%, uji
sensitivitas antibiotik.
Prognosis pasien quo ad vitam adalah dubia ad bonam karena tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Quo ad sanationam dubia ad malam karena episkleritis, ulkus cenderung mengalami
rekurensi serta Quo ad functionam dubia ad malam yang disebabkan karena ulkus kornea dapat
meluas kebagian dalam sehingga dapat terjadi berbagai macam komplikasi.
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kornea
3.1.1 Anatomi dan Fisiologi
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah
jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm
di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior,
kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan
epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan
endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa
cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Apabila kornea udem karena suatu
sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga
penderita akan melihat halo.1sidharta
Gambar 3. Anatomi Mata
9
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus
terjadi dalam waktu 3 bulan.Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humour aquous, dan air mata. 1
3.1.2 Histologi
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:1
1. Lapisan epitel
Lapisan epitel tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel
sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel
basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm
permukaan.
2. Membran Bowman
Membran bowman terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian
depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Jaringan stroma terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang
sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
10
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4. Membran Descement
Membran descement merupakan membrana aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Membran descement bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.
Gambar 4. Histologi Kornea
11
3.2 Ulkus kornea
3.2.1 Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea. Terbentuknya ulkus kornea disebabkan karena kolagenase yang dibentuk
oleh sel epitel baru dan sel radang.1
3.2.2 Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus
kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan
kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak.
Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut
kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di
USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin
disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan
resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.2jurnal lampung
3.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi ulkus kornea adalah : 2
1. Infeksi
a. Infeksi Bakteri
Infeksi bakteri disebabkan oleh P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan
spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang
keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P
aeruginosa.Penyebab ulkus kornea 38,85% oleh bakteri.
b. Infeksi Jamur
12
Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur sekitar 40,65%.
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-
cabang hifa.
a. Jamur bersepta : Fusarium sp, Acremonium sp, Aspergilus sp,
Clodosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
b. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
2. Jamur ragi (yeast)
Jamur uniselular dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans,
Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
3. Jamur difasik
Pada jaringan hidup membentuk ragi, sedangkan pada media perbiakan
membentuk misellium : Blastomices sp, Coccididies sp, Histoplasma sp,
Sporothrix sp. Tampaknya di Asia Tenggara penyebabnya yang terbanyak
adalah Aspergllus sp dan Fusarium sp.
c. Infeksi Virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
d. Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi
juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air
atau tanah yang tercemar.
2. Non Infeksi
Penyebab non infeksi adalah sebagai berikut.
a. Bahan Kimia
13
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak
tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat
superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih
yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.
b. Radiasi atau Suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
c. Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya
bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul
ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
d. Defisiensi Vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
e. Obat-obatan
Kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif yang dapat menurunkan sistem imun.
f. Kelainan dari Membrane Basal, seperti karena trauma.
g. Pajanan
h. Neurotropik
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Penyebab karena system imun misalnya pada penyakit granulomatosa wagener dan
rheumathoid arthritis.
14
Faktor resiko terjadinya ulkus kornea dapat dibedakan atas dua, yaitu sebagai berikut.
1. Faktor Okular
a. Trauma
Trauma akibat tumbuh-tumbuhan, trauma kimia dan panas, Iatrogenic
trauma ocular, seperti Keratoplasty dan Keratorefractive surgery.
b. Abnormalitas pada permukaan mata
Misdirection of lashes, Incomplete lid closure
c. Infeksi pada adneksa
Blepharitis, Meibomitis, Dry Eye, Dacryocystitis
d. Nutrisi
Defisiensi vitamin A
e. Lensa kontak
Kebersihan lensa kontak, penggunaan solusi yang terkontaminasi
f. Compromised cornea
2. Faktor Sistemik
Faktor sistemik diantaranya diabetes mellitus, Stevens-Johnson Syndrome,
blepharoconjunctivitis, infeksi Gonococcal dengan konjungtivitis,
immunocompromised status.
3.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:2,3vaughan
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
Ulkus kornea bakterialis terbagi atas sebagai berikut.
1) Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
15
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
streptokok pneumonia.
2) Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan disertai
infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati
secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan
infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen
yaitu reaksi radangnya minimal.
3) Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan
terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran
karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel
yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat
cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat
banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya
sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.
4) Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus sentral ini
dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam
dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran
berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan
berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.
Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
Gambar 5. Ulkus Kornea Pseudomonas
16
b. Ulkus kornea fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti
bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal
penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan
bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.
Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar
disertai hipopion.
Gambar 6. Ulkus Kornea Fungi
c. Ulkus kornea virus
1) Ulkus Kornea Herpes Zoster
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini
timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan
vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh
akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk
dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit
herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
17
2) Ulkus Kornea Herpes Simplex
Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi tanpa
gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang
kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea
disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi
pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran
kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas
diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya
Gambar 7. Ulkus Kornea Herpetik
d. Ulkus kornea acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.
Gambar 8. Ulkus Kornea Acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus Marginal
Ulkus marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk
khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya. Diduga dasar kelainannya adalah reaksi hipersensitivitas terhadap
eksotoksin stafilokokus, reaksi alergi, infeksi. Perjalanan penyakit dapat
18
berubah-ubah, dan terdapat rekurensi. Infiltrat yang terlihat diduga merupakan
hasil reaksi kompleks antigen-antibodi. Penglihatan pada ulkus marginalis akan
menurun disertai rasa sakit, fotofobia, dan lakrimasi.
Gambar 9. Ulkus Marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
Merupakan ulkus menahun yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah
sentral dengan tepi bergaung. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan
dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan
autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering
menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau
yang sehat pada bagian yang sentral.
Gambar 10. Mooren's Ulcer
19
3.2.5 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan
anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil. 4perhimpunan
Karena kornea avaskuler, maka proses infiltrasi dan vaskularisasi , seperti pada i
limbus baru akan terjadi 48 jam kemudian. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel
lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian
disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi
perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai
bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,
kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea. Kornea mempunyai
banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda
dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah
yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih
cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke
membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan
menyebabkan terjadinya sikatrik. 4
3.2.6 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:2
1. Gejala Subyektif, dapat berupa:
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
20
d. Pandangan kabur
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
g. Silau
h. Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
2. Gejala Objektif, dapat berupa
a. Injeksi siliar
b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
c. Hipopion
3.2.7 Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat,
misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya
pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes
simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes,
AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.2
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion. Disamping itu, perlu juga dilakukan
pemeriksaan dengan uji flouresein, uji KOH untuk melihat etiologi.2
3.2.8 Pemeriksaan Penunjang2
a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
21
c. Tes air mata
d. Pemeriksaan slit-lamp
e. Respon reflek pupil
f. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
g. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau
agar ekstrak maltosa.
Gambar 11. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
Gambar 12. Pewarnaan gram ulkus Gambar 13. Pewarnaan gram ulkus kornea
herpes simplex kornea herpes zoster
22
Gambar 14. Pewarnaan gram ulkus Gambar 15.Pewarnaan gram ulkus
kornea bakteri kornea akantamoeba
3.2.9 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani agar tidak terjadi
cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung
penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti
jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat
bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi
obat dan perlunya obat sistemik.
Pengobatan ulkus kornea dapat berupa sebagai berikut:2
1. Non medikamentosa
Jika memakai lensa kontak secepat mungkin dilepaskan
Jangan menggosok mata yang meradang
Mencuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran infeksi
2. Medikamentosa
a. Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada
pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat
memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea
kembali.
23
b. Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi sebagai berikut.
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10
mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis anti biotik
c. Antiviral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal
untuk mengurangi gejala, siklopegik, antibiotic spektrum luas untuk infeksi
sekunder, salep antiviral asiklovir 3% tiap 4 jam.
Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan adalah :
d. Sulfas atropine sebagai salap atau larutan
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek
kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
e. Skopolamin sebagai midriatika
24
f. Analgetik, untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Selain dengan medikamentosa, ulkus kornea yang tidak mengalami
perubahan dapat dilanjutkan dengan tindakan bedah yaitu :
a. Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
Tidak sembuh dengan pengobatan
Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita karena
jaringan parut
Kelainan kornea sudah mengancam untuk terjadinya perforasi
Gambar 16. Keratoplasti
3.2.10 Komplikasi2
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Uveitis anterior
Katarak
Glaukoma sekunder
25
3.2.11 Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada
ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea
dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
1. Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
2. Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
3. Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.
3.2.12 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang
lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan
lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya
menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi
pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
3.3 Episkleritis
3.3.1 Definisi
Episkleritis adalah suatu reaksi inflamasi pada jaringan episklera yang terletak di antara
konjungtiva dan sklera, bersifat ringan, dapat sembuh sendiri, dan bersifat rekurensi. Episkleritis
adalah penyakit yang mungkin disebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik
seperti tuberculosis, RA, SLE atau merupakan reaksi alergi dan infeksi.1
26
3.3.2 Epidemiologi
Angka kejadian pasti tidak diketahui karena banyaknya pasien yang tidak berobat. Tidak
ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74 % kasus terjadi pada perempuan dan
sering terjadi pada usia dekade 4-5. Pada anak-anak episkleritis biasanya menghilang dalam 7-10
hari dan jarang rekuren. Pada dewasa, 30 % kasus berhubungan dengan penyakit jaringan ikat
penyertanya, penyakit inflamasi saluran cerna, infeksi herpes, gout, dan vaskulitis. Penyakit
sistemik biasanya jarang pada anak-anak. 5refreta epi
3.3.3 Patofisiologi
Patofisiologi belum diketahui secara pasti namun ditemukan respon inflamasi yang
terlokalisir pada superficial episcleral vascular network, patologinya menunjukkan inflamasi
nongranulomatous dengan dilatasi vascular dan infiltrasi perivascular. Penyebab tidak diketahui,
paling banyak bersifat idiopatik namun sepertiga kasus berhubungan dengan penyakit sistemik
dan reaksi hipersensitivitas mungkin berperan. 5
Penyakit-penyakit sistemik tertentu misalnya
Collagen vascular disease : Polyarteritis nodosa, seronegative spondyloarthropathies-
Ankylosing spondylitis, inflamatory bowel disease, Reiter syndrome, psoriatic arthritis,
artritis rematoid
Infectious disease : Bacteria including tuberculosis, Lyme disease dan
syphilis, viruses termasuk herpes, fungi, parasites.
Miscellaneous : Gout, Atopy, Foreign bodies, Chemicals
Penyebab lain/yang berhubungan (jarang) : T-cell leukemia, Paraproteinemia,
Paraneoplastic syndromes-Sweet syndrome, dermatomyositis, Wiskott-Aldrich
syndrome, Adrenal cortical insufficiency, Necrobiotic xanthogranuloma, Progressive
hemifacial atrophy, Insect bite granuloma, Malpositioned Jones tube, following
transscleral fixation of posterior chamber intraocular lens.
Terdapat dua tipe klinik yaitu simple dan nodular. Tipe yang paling sering dijumpai
adalah simple episcleritis (80%), merupakan penyakit inflamasi moderate hingga severe yang
sering berulang dengan interval 1-3 bulan, terdapat kemerahan yang bersifat sektoral atau dapat
bersifat diffuse (jarang), dan edema episklera. Tiap serangan berlangsung 7-10 hari dan paling
27
banyak sembuh spontan dalam 1-2 atau 2-3 minggu. Dapat lebih lama terjadi pada pasien dengan
penyakit sistemik. Pada anak kecil jarang kambuh dan jarang berhubungan dengan penyakit
sistemik. Beberapa pasien melaporkan serangan lebih sering terjadi saat musim hujan atau semi.
Faktor presipitasi jarang ditemukan namun serangan dapat dihubungkan dengan stress dan
perubahan hormonal. Pasien dengan nodular episcleritis mengalami serangan yang lebih lama,
berhubungan dengan penyakit sistemik (30% kasus, 5% berhubungan dengan artritis rematoid,
7% berhubungan dengan herpes zoster ophthalmicus atau herpes simplex dan 3% dengan gout
atau atopy) dan lebih nyeri dibandingkan tipe simple. Nodular episcleritis (20%) terlokalisasi
pada satu area, membentuk nodul dengan injeksi sekelilingnya. 5
3.3.4 Manifestasi Klinik
Pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman (mild to moderate) yang berlangsung akut,
seringkali bersifat unilateral, walaupun ada yang melaporkan tidak nyeri, kemerahan, nyeri
seperti ditusuk-tusuk, nyeri saat ditekan, dan lakrimasi. Pada tipe noduler gejala lebih hebat dan
disertai perasaan ada yang mengganjal. Tanda objektif dapat ditemukan kelopak mata bengkak,
konjungtiva bulbi kemosis disertai pelebaran pembuluh darah episklera dan konjungtiva. 1
3.3.5 Pemeriksaan Fisik5
Ditandai dengan adanya hiperemia lokal sehingga bola mata tampak berwarna merah
muda atau keunguan. Juga terdapat infiltrasi, kongesti, dan edem episklera, konjungtiva
diatasnya dan kapsula tenon di bawahnya.
a. Episkleritis Sederhana
Gambaran yang paling sering ditandai dengan kemerahan sektoral dan gambaran yang
lebih jarang adalah kemerahan difus. Jenis ini biasanya sembuh spontan dalam 1-2
minggu.
b. Episkleritis Noduler
Ditandai dengan adanya kemerahan yang terlokalisir, dengan nodul kongestif dan
biasanya sembuh dalam waktu yang lebih lama.
28
Pemeriksaan dengan Slit Lamp yang tidak menunjukkan peningkatan permukaan
sklera anterior mengindikasikan bahwa sklera tidak membengkak.
Pada kasus rekuren, lamela sklera superfisial dapat membentuk garis yang paralel
sehinggga menyebabkan sklera tampak lebih translusen. Gambaran seperti ini
jangan disalah diagnosa dengan penipisan sklera.
3.3.6 Pemeriksaan penunjang
Pada kebanyakan pasien dengan episkleritis yang “self limited” pemeriksaan
laboratorium tidak diperlukan . 1
Pada beberapa pasien dengan episkleritis noduler atau pada kasus yang berat, rekuren,
dan episkleritis sederhana yang persisten atau rekuren, diperlukan hitung jenis sel darah
(diff count), kecepatan sedimentasi eritrosit (ESR), pemeriksaan asam urat serum, foto
thoraks, pemeriksaan antibodi antinuklea, rheumatoid factor, tes VDRL (Venereal
Disease Research Laborator)) dan tes FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody
Absorption) 5
3.3.7 Diagnosis Banding
Konjungtivitis
Disingkirkan dengan sifat episkleritis yang lokal dan tidak adanya keterlibatan
konjungtiva palpebra. Pada konjungtivitis ditandai dengan adanya sekret dan tampak
adanya folikel atau papil pada konjungtiva tarsal inferior. 1
Skleritis
Dalam hal ini misalnya noduler episklerits dengan sklerits noduler 5.untuk mendeteksi
keterlibatan sklera dalam dan membedakannya dengan episkleritis, konjungtivitis, dan
injeksi siliar, pemeriksaan dilakukan di bawah sinar matahari (jangan pencahayaan
artifisial) disertai penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 2,5% yang menimbulkan
konstriksi pleksus vaskular episklera superfisial dan konjungtiva. 1
3.3.8 Penatalaksanaan
29
1.Steroid Topikal
Mungkin cukup berguna, akan tetapi penggunaannya dapat menyebabkan rekurensi. Oleh
karena itu dianjurkan untuk memberikannya dalam periode waktu yang pendek.2 Terapi
topikal dengan Deksametason 0,1 % meredakan peradangan dalam 3-4 hari. Kortikosteroid
lebih efektif untuk episkleritis sederhana daripada daripada episkleritis noduler. 1
DAFTAR PUSTAKA
30
1. Ilyas S. Anatomi dan fisiologi mata. Ilmu penyakit mata 3 rd edition. In :Utama H,
editor. Jakarta : FKUI;2006.p. 4,118-9,162.
2. Yusi F. Corneal ulcus treatment. J MAJORITY.2015:4;119-25.
3. Vaughan DG, et al.Kornea.Opthalmologi Umum 14th edition. In : Pendit T, editor .Jakarta:
Widya Medika;2000.p. 129-40.
4. Perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia. Ulkus kornea. Ilmu penyakit mata
untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta : Sagung Seto;2012.
5. Roy Hampton.Episcleritis. Available at:
Http://www.emedicine.com/oph/topic641.htm. Accesed on December 3rd 2015.
31
top related