bab 2 landasan teori 2.1 pengertian sistem informasithesis.binus.ac.id/asli/bab2/2010-1-00026-aksi...
Post on 07-Mar-2019
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan kombinasi dari hardware, software, orang, jaringan
komunikasi dan sumber daya data informasi kepada para pemakai akhir guna kegiatan
perencanaan, pembuatan keputusan dan pengendalian bagi manajemen.
Menurut O’Brien (2005, p5), sistem informasi adalah kombinasi teratur apa pun
dari orang-orang, perangkat keras, piranti lunak, jaringan komunikasi dan sumber daya
data yang mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi dalam sebuah
organisasi.
Menurut Gelinas dan Dull (2008, p13), sistem informasi adalah sistem buatan
manusia yang secara umum terdiri dari serangkaian komponen berbasis komputer dan
manual yang terintegrasi dibangun untuk mengumpulkan, menyimpan dan menangani
data serta menyediakan keluaran informasi kepada pengguna.
Menurut Stair dan Reynolds (2006, p4), sistem informasi adalah serangkaian
komponen-komponen yang mengumpulkan, memanipulasi, menyimpan, menyebarkan
data dan informasi serta menyediakan suatu mekanisme timbal balik untuk mencapai
tujuan tertentu.
10
Gambar 2.1 Piramida Sistem Informasi
Sumber: Hall (2008, p.3)
Gambar 2.1 di atas menunjukkan piramida sistem informasi yang
memperlihatkan operasi bisnis perusahaan yang dibagi ke dalam beberapa level
aktivitas. Aktivitas-aktivitas tersebut terdiri dari kegiatan berorientasi produk bagi
perusahaan seperti manufaktur, penjualan dan distribusi. Tingkatan yang paling rendah
merupakan operasi bisnis perusahaan, sedangkan tingkatan-tingkatan di atasnya terdiri
dari manajemen operasi, manajemen menengah dan manajemen puncak.
Manajemen operasi bertanggungjawab secara langsung untuk mengendalikan
kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Manajemen pada tingkatan menengah
bertanggungjawab untuk perencanaan jangka pendek dan mengkoordinasikan aktivitas-
aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen pada tingkatan
puncak bertanggungjawab dalam perencanaan jangka panjang organisasi dan
menetapkan tujuan organisasi.
Masing-masing individu pada setiap tingkatan membutuhkan informasi yang
unik dan berbeda untuk menyelesaikan tugasnya.
11
2.2 Sistem Informasi Akuntansi
2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi adalah subsistem dari sistem informasi yang
mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data untuk menghasilkan
informasi keuangan dan akuntansi serta mendistribusikannya kepada pengguna yang
berkepentingan sehingga dapat membantu pengguna dalam proses pengambilan
keputusan.
Pernyataan tersebut didukung dengan pendapat Moscove, et al. (2001, p7), yang
menyatakan bahwa Sistem Informasi Akuntansi adalah subsistem dari sistem informasi
dalam sebuah organisasi yang mengumpulkan informasi dari berbagai subsistem suatu
entitas dan mengkomunikasikannya kepada subsistem pengolah informasi organisasi.
Romney dan Steinbart (2006, p6) mengemukakan bahwa sistem informasi
akuntansi adalah sebuah sistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan
memproses data untuk menghasilkan informasi bagi para pembuat keputusan.
Sedangkan Jones dan Rama (2006, p4) menyatakan bahwa sistem informasi
akuntansi adalah subsistem dari sistem informasi manajemen yang menyediakan
informasi akuntansi dan keuangan sebaik informasi yang dihasilkan dalam pemrosesan
rutin dari transaksi akuntansi.
2.2.2 Tujuan dan Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p7), suatu sistem informasi memiliki tiga
fungsi bagi suatu organisasi yaitu:
1. Mengumpulkan dan menyimpan data mengenai kegiatan yang dilakukan oleh
organisasi, sumber daya dan personil.
12
2. Mengubah data menjadi informasi yang bermanfaat untuk pembuatan
keputusan yang memungkinkan manajemen untuk merencanakan,
melaksanakan dan mengendalikan kegiatan, sumber daya dan personil.
3. Menyediakan pengendalian yang memadai untuk melindungi aset organisasi,
meliputi data itu sendiri untuk memastikan bahwa aset dan data tersedia ketika
dibutuhkan serta akurat dan dapat diandalkan.
Menurut Jones dan Rama (2006, p6), tujuan dan kegunaan sistem informasi
akuntansi adalah sebagai berikut:
1. Memproduksi laporan eksternal
Perusahaan menggunakan sistem informasi akuntansi untuk memproduksi
laporan khusus untuk memuaskan kebutuhan informasi para investor, kreditur,
agen peraturan, dan pihak lainnya. Laporan-laporan ini meliputi laporan
keuangan, pengembalian pajak dan laporan yang dibutuhkan agen peraturan
perbankan dan lainnya. Karena format dan isi yang dibutuhkan untuk laporan-
laporan tersebut relatif tetap dan sama untuk beberapa perusahaan, supplier
software dapat menyediakan software akuntansi yang mengotomatisasi
banyak proses pelaporan. Selain laporan eksternal, sistem informasi juga
digunakan untuk memproduksi laporan internal bagi kepentingan manajemen
seperti laporan pembelian bulanan, laporan retur pembelian, laporan saldo
utang pemasok dan laporan pengeluaran kas. Laporan-laporan tersebut
bermanfaat bagi para pengambil keputusan untuk menentukan strategi
selanjutnya terkait kegiatan operasional perusahaan.
13
2. Mendukung kegiatan rutin
Para manajer membutuhkan sistem informasi akuntansi untuk menangani
aktifitas operasi rutin selama siklus operasi perusahaan. Contohnya sistem
informasi akuntansi siklus perolehan mendukung kegiatan operasional dan
pencatatan transaksi yang berkaitan dengan siklus perolehan seperti
permintaan pembelian barang dagang, pemesanan barang dagang kepada
pemasok, menerima pesanan, meretur dan melunasi utang usaha terkait
kegiatan pemesanan tersebut.
3. Mendukung keputusan
Informasi juga dibutuhkan untuk mendukung keputusan yang tidak bersifat
rutin pada semua tingkatan dalam organisasi. Contohnya meliputi mengetahui
produk apa yang penjualannya paling baik, siapa pelanggan yang melakukan
pembelian paling sering, pemasok mana yang paling sering dihubungi oleh
perusahaan, jumlah pesanan yang belum diterima, saldo utang perusahaan
yang belum terlunasi dan pembelian produk apa yang paling banyak di bulan
tertentu. Informasi-informasi ini penting untuk perencanaan produk baru,
memutuskan produk apa yang harus dijaga persediaannya dan pemasaran
produk kepada pelanggan.
4. Perencanaan dan pengendalian
Suatu sistem informasi dibutuhkan untuk perencanaan dan pengendalian
aktivitas yang baik. Informasi yang berhubungan dengan penganggaran dan
biaya standar disimpan oleh sistem informasi dan laporan-laporan didesain
untuk membandingkan figur anggaran dengan jumlah aktual.
14
5. Mengimplementasikan pengendalian internal
Pengendalian internal meliputi aturan-aturan, prosedur dan sistem informasi
yang digunakan untuk melindungi aset perusahaan dari kehilangan atau
pencurian serta untuk memelihara keakuratan data keuangan. Hal ini mungkin
untuk dibangun pengendalian melalui suatu sistem informasi akuntansi untuk
membantu mencapai tujuan tersebut. Contohnya sistem informasi akuntansi
membatasi hak akses kepada karyawan agar tidak semua karyawan dapat
melihat dan memodifikasi data-data transaksi dalam sistem.
2.2.3 Komponen Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6), sebuah sistem informasi akuntansi
terdiri dari enam komponen yaitu:
1. People (orang) yang mengoperasikan sistem dan melakukan berbagai fungsi.
Misalnya karyawan Bagian Pembelian yang menggunakan sistem informasi
akuntansi siklus perolehan untuk membuat purchase order dan melakukan
fungsi pemesanan.
2. Procedures and instructions (prosedur dan instruksi) baik manual dan
otomatis meliputi pengumpulan, pemrosesan dan penyimpanan data mengenai
kegiatan organisasi. Misalnya, pembuatan dokumen-dokumen dengan
menggunakan sistem informasi akuntansi mendukung kegiatan pengumpulan
dan penyimpanan data secara otomatis dan sekaligus memproses data tersebut
agar menjadi informasi yang berguna (laporan) bagi manajemen.
3. Data mengenai proses bisnis organisasi meliputi semua data transaksi yang
terjadi mengenai proses bisnis organisasi.
15
4. Software (piranti lunak) yang digunakan untuk memproses data organisasi.
5. Information technology infrastructure (infrastruktur teknologi informasi)
meliputi komputer, peralatan lainnya dan peralatan komunikasi jaringan yang
digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, memproses data serta
mengirimkan data dan informasi.
6. Internal control and security measures (pengendalian internal dan ukuran
keamanan) yang mengamankan data dalam sistem informasi akuntansi.
Misalnya, penggunaan userID dan password serta pembatasan hak akses
terhadap sistem.
2.2.4 Siklus Transaksi pada Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Jones dan Rama (2006, p18), proses bisnis dapat dikategorikan menjadi
tiga siklus transaksi utama yaitu:
1. Acquisition (purchasing) cycle, yang mengacu pada proses pembelian barang
dan jasa.
2. Conversion cycle, yang mengacu pada proses mengubah sumber daya menjadi
barang jadi dan jasa.
3. Revenue cycle, yang mengacu pada proses penyediaan barang jadi dan jasa.
2.3 Sistem Informasi Akuntansi Siklus Perolehan
2.3.1 Pengertian Siklus Perolehan
Siklus perolehan adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan proses
pemesanan, penerimaan barang pesanan, retur pembelian, pencatatan utang dan
16
pelunasan utang kepada pemasok dalam rangka mendapatkan bahan baku/barang dagang
yang dibutuhkan perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
Menurut Jones dan Rama (2006, p356), Siklus perolehan (pembelian) merujuk
pada proses pembelian, penerimaan dan pembayaran barang dan jasa. Siklus ini juga
dikenal dengan siklus pembelian pada umumnya.
Menurut Hollander, et al. (2000, p293), proses perolehan dan pembayaran
meliputi event bisnis yang berhubungan dengan pembelian, pemeliharaan dan
pembayaran untuk barang dan jasa yang dibutuhkan oleh organisasi. Proses ini meliputi
memperoleh bahan mentah, bagian-bagian komponen, dan sumber daya lain yang
terdapat dalam penyelesaian barang dan jasa. Proses ini juga meliputi memperoleh dan
membayar sejumlah barang dan jasa lainnya (seperti: peralatan lainnya, perlengkapan,
asuransi, perbaikan, riset, pengembangan serta jasa profesional dan legal.
2.3.2 Tujuan Utama Siklus Perolehan (Acquisition Cycle)
Menurut Wilkinson, et al. (2000, p469), tujuan utama siklus pengeluaran adalah
untuk mamfasilitasi pertukaran kas dengan pemasok (penjual) untuk barang (material)
dan jasa yang dibutuhkan. Tujuan dalam ruang lingkup yang lebih luas meliputi:
1. Memastikan bahwa semua barang dan jasa yang dipesan sesuai dengan
kebutuhan.
2. Menerima semua barang yang dipesan dan memverifikasi bahwa barang
tersebut dalam kondisi baik.
3. Melindungi barang sampai barang tersebut dibutuhkan.
4. Menetapkan bahwa faktur yang berkaitan dengan barang dan jasa adalah valid
dan benar.
17
5. Mencatat dan mengklasifikasikan pengeluaran secara tepat dan benar.
6. Untuk memasukkan kewajiban dan pengeluaran kas ke dalam akun pemasok
yang tepat dalam rekening utang.
7. Untuk menjamin bahwa semua pengeluaran kas berhubungan dengan
pengeluaran yang telah diotorisasi.
8. Untuk mencatat dan mengelompokkan pengeluaran kas secara tepat dan
akurat.
2.3.3 Aktivitas Bisnis
Menurut Rama dan Jones (2006, p356), siklus perolehan pada beberapa tipe
organisasi yang berbeda pada umumnya sama, yaitu meliputi beberapa atau seluruh
operasi-operasi berikut:
1. Konsultasi dengan pemasok
2. Proses permintaan barang
3. Mengembangkan perjanjian dengan pemasok untuk membeli barang atau jasa
di masa yang akan datang
4. Menerima barang atau jasa dari pemasok
5. Mengklaim barang atau jasa yang diterima
6. Memilih faktur untuk pembayaran
7. Menulis cek
2.3.4 Prosedur yang Terkait
Menurut Hall, et al. (2001, p240), prosedur dalam sistem pemrosesan pembelian
adalah sebagai berikut:
18
1. Fungsi pembelian dimulai dengan timbulnya kebutuhan untuk menambah
kembali persediaan melalui observasi dari catatan persediaan. Tingkat persediaan
menurun, baik melalui penjualan langsung ke pelanggan (aktivitas siklus
pendapatan), maupun transfer ke dalam proses manufaktur (aktivitas siklus
konversi). Informasi kebutuhan persediaan dikirimkan pada proses pembelian
dan account payable.
2. Proses pembelian menentukan jumlah untuk dipesan, memilih pemasok dan
mempersiapkan purchase order. Informasi tersebut lalu dikirimkan pada
pemasok.
3. Setelah beberapa waktu, perusahaan menerima item persediaan dari pemasok.
Barang yang diterima diperiksa kualitasnya dan dikirimkan ke tempat
penyimpanan atau gudang.
4. Informasi mengenai persediaan yang diterima digunakan untuk memperbarui
catatan persediaan.
5. Proses account payable menerima faktur dari pemasok. Account payable
merekonsiliasikannya dengan informasi lain yang telah dikumpulkannya atas
transaksi dan mencatat kewajiban untuk membayar di masa yang akan datang,
tergantung dari syarat perdagangan dengan pemasok.
6. General ledger menerima informasi yang telah dirangkum dari account payable
(jumlah peningkatan dalam kewajiban) dan inventory control (jumlah
peningkatan dalam persediaan). Informasi ini akan direkonsiliasi untuk
keakuratannya dan diposting ke akun utang dan persediaan.
19
2.3.5 Dokumen-dokumen yang digunakan dalam Siklus Perolehan
Menurut Wilkinson, et al. (2000, p472), dokumen yang digunakan dalam siklus
pengeluaran (expenditure cycle) adalah sebagai berikut:
1. Purchase requisition
Merupakan formulir awal dalam siklus pengeluaran yang digunakan untuk
mengotorisasi penempatan pesanan untuk barang atau jasa. Purchase requisition
pada umumnya dibuat oleh bagian yang membutuhkan barang atau jasa.
2. Purchase order
Formulir formal dan berganda yang digunakan untuk memesan barang ke
pemasok dan mengikat bagian yang membutuhkan barang.
3. Receiving report
Dokumen yang digunakan untuk mencatat penerimaan barang.
4. Supplier’s (vendor’s) invoice
Dokumen penagihan dari pemasok yang menyediakan barang dan jasa.
5. Disbursement voucher
Dokumen dalam sebuah sistem voucher yang mengakumulasi tagihan pemasok
untuk pembayaran.
6. Disbursement check
Dokumen akhir dalam siklus pengeluaran yang menyediakan pembayaran
kepada pemasok untuk barang atau jasa yang telah diterima.
7. Debit memorandum
Dokumen yang digunakan untuk mengotorisasi retur pembelian.
20
8. New supplier (vendor) form
Sebuah formulir yang digunakan dalam memilih pemasok baru, memperlihatkan
data harga, tipe barang dan jasa yang disediakan, pengalaman, credit standing,
dan referensi.
9. Request for proposal (or quotation)
Sebuah formulir yang digunakan dalam prosedur tawar-menawar,
memperlihatkan barang dan jasa yang dibutuhkan, harga perbandingan, syarat
pembayaran, dan lainnya.
2.3.6 Fungsi-fungsi yang Terkait dalam Siklus Perolehan
Menurut Bodnar dan Hopwood (2001, p329 – p336), fitur utama dalam diagram
alir adalah pemisahan fungsi-fungsi berikut ini:
a. Requisitioning/stores (fungsi yang melakukan permintaan/penyimpanan)
Fungsi ini meminta untuk dilakukan pembelian. Fungsi Requisitioning/Stores
berasal dari luar departemen pembelian. Permintaan pembelian juga mungkin
dimulai oleh departemen lain dalam perusahaan. Purchase requisition harus
disetujui dalam departemen asal.
b. Purchasing (pembelian)
Fungsi dari departemen pembelian adalah memilih penjual dan menyusun syarat
pembayaran dan pengiriman. Departemen pembelian memilih seorang penjual
kemudian menyiapkan sebuah purchase order untuk fungsi requisitioning.
Salinannya dikirimkan kepada penjual. Departmen account payable,
requisitioning (stores) dan receiving akan mendapat salinan atau dapat
mengakses tiap purchase order untuk memproses order pembelian.
21
c. Receiving (penerimaan)
Fungsi penerimaan harus terpisah dan independen dari fungsi penyimpanan.
Fungsi penerimaan harus mengakses atau mendapat salinan purchase order dan
mencocokkannya dengan pengiriman dari penjual. Departemen penerimaan
mengotorisasi purchase order untuk menerima pengiriman dari penjual ketika
barang diterima. Prosedur pembelian harus melakukan penghitungan yang
independen terhadap barang yang dikirim dan menyiapkan laporan penerimaan.
d. Stores (penyimpanan)
Departemen penyimpanan mengakui tanda terima formulir pengiriman dengan
menandatangani laporan penerimaan dan meneruskan laporan penerimaan
kepada departemen account payable. Jika barang dikirimkan secara langsung
kepada departemen yang meminta barang/jasa tanpa melalui fungsi
penyimpanan, harus terdapat seorang penyelia dalam departemen requesting
yang menerima serta memberikan tanda terima pada laporan penerimaan dan
meneruskan laporan penerimaan kepada bagian account payable. Verifikasi yang
independen terhadap tanda terima pembelian merupakan suatu fitur pengendalian
utama dalam proses bisnis pengadaan barang.
e. Accounts Payable (utang)
Bagian account payable (utang) bertanggungjawab untuk melakukan
pembayaran kepada penjual. Empat dokumen yaitu purchase requisition,
purchase order, receiving report dan invoice harus tersedia untuk
mendokumentasikan suatu transaksi pembelian. Account payable memulai proses
pembayaran yang meliputi menghitung jumlah tagihan, diskon (jika ada) dan
item lainnya. Account payable juga menyiapkan voucher check dan diposting ke
22
voucher register. Voucher juga diposting ke buku besar utang. Kemudian
voucher check dan voucher di setujui dan diteruskan ke cash disbursement
department (departemen pengeluaran kas).
f. Cash Disbursement (pengeluaran kas)
Menerima voucher checks dan voucher dari departemen hutang. Setelah
meninjau voucher check dan voucher, departemen ini menandatangani cek dan
membatalkan voucher serta diarsip berdasarkan nomor. Voucher yang meliputi
dokumen asli (jika memungkinkan), harus dibatalkan untuk menghindari
kemungkinan pembayaran berganda. Departemen pengeluaran kas menyiapkan
dan merekonsiliasi control total terhadap jumlah yang terdapat pada voucher
yang diterima dari bagian account payable. Voucher check diteruskan langsung
kepada penjual dan control total diteruskan kepada bagian general ledger.
g. General Ledger (buku besar)
Menerima journal voucher dari bagian utang dan control total dari bagian
pengeluaran kas serta direkonsiliasi, kemudian jumlahnya diposting ke buku
besar. Journal voucher dan control total harus diarsip berdasarkan tanggal.
2.4 Sistem Pengendalian Internal
2.4.1 Pengertian Pengendalian Internal
Menurut Moscove, et al. (2001, p210), sebuah pengendalian internal terdiri dari
berbagai macam metode dan rancangan pengukuran serta implementasi ke dalam
keseluruhan sistem organisasi untuk mencapai empat tujuan: perlindungan terhadap
asset, melakukan pengecekan terhadap ketepatan dan keandalan dari data akuntansi,
23
peningkatan efisiensi operasional dan mendorong ketaatan terhadap peraturan manajerial
yang berlaku.
Menurut Bodnar dan Hopwood (2001), pengendalian internal merupakan proses
yang dipengaruhi oleh pimpinan direksi suatu entitas, manajemen dan personil lainnya
yang didesain untuk menyediakan jaminan yang layak, berkenaan dengan pencapaian
tujuan dalam kategori berikut ini: (a) kehandalan laporan keuangan, (b) keefektifan dan
efisiensi operasi dan (c) pemenuhan dengan hukum dan aturan yang dapat diterapkan.
2.4.2 Tujuan Sistem Pengendalian Internal
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p196), berdasarkan COSO, “Tujuan
sistem pengendalian internal adalah sebagai berikut:
a. Menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya (reliability of financial
reporting).
b. Menghasilkan operasi yang efektif dan efisien (effectiveness and efficiency of
operations).
c. Memenuhi hukum dan peraturan yang ditetapkan (compliance with applicable
laws and regulations).”
2.4.3 Komponen Pengendalian Internal
Menurut Boynton (2003, p374), untuk menyediakan suatu struktur dalam
mempertimbangkan banyak kemungkinan pengendalian yang berhubungan dengan
tujuan entitas, laporan COSO (dan AU 319.07) mengidentifikasi lima komponen
pengendalian internal (components of internal control) yang saling berhubungan yaitu:
lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan
24
komunikasi dan pemantauan. Penjelasan mengenai masing-masing komponen tersebut
yaitu:
1. Lingkungan pengendalian (control environment) menetapkan suasana suatu
organisasi, yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dari orang-
orang dalam organisasi tersebut.
2. Penilaian risiko (risk assessment) merupakan pengidentifikasian dan analisis
entitas mengenai risiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan entitas, yang
membentuk suatu dasar mengenai bagaimana risiko harus dikelola.
3. Aktivitas pengendalian (control activity) merupakan kebijakan dan prosedur
yang membantu meyakinkan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan.
4. Informasi dan komunikasi (information and communication) merupakan
pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk
dan kerangka waktu yang membuat orang mampu melaksanakan
tanggungjawabnya.
5. Pemantauan (monitoring) merupakan suatu proses yang menilai kualitas
kinerja pengendalian intern pada suatu waktu.
2.4.4 Pengendalian Internal pada Siklus Pengeluaran (Expenditure Cycle)
Menurut Romney dan Steinbart (2003, p434 – p435), fungsi lain dari sistem
informasi akuntansi yang didesain dengan baik adalah untuk menyediakan pengendalian
yang memadai untuk memenuhi tujuan berikut ini:
1. Semua transaksi diotorisasi sebagaimana mestinya.
2. Semua transaksi yang tercatat adalah sah (betul-betul terjadi).
3. Semua transaksi yang sah dan diotorisasi telah dicatat.
25
4. Semua transaksi dicatat secara akurat.
5. Aset (kas, persediaan dan data) dilindungi dari kehilangan dan pencurian.
6. Aktivitas bisnis dilakukan secara efektif dan efisien.
Tabel 2.1 mendeskripsikan ancaman dan penyingkapan utama dalam siklus
pengeluaran dan prosedur pengendalian yang dapat diterapkan yang harus pada
tempatnya untuk mengurangi ancaman tersebut.
Tabel 2.1 Ancaman dan Pengendalian dalam Expenditure Cycle Proses/Aktivitas Ancaman Prosedur yang dapat Diterapkan
Memesan barang 1. Mencegah kehabisan dan/atau kelebihan persediaan
Sistem pengendalian persediaan; pencatatan persediaan perpetual; teknologi bar code; pencatatan persediaan secara periodik
2. Meminta barang yang tidak diperlukan
Pencatatan persediaan perpetual secara akurat; menyetujui purchase requisition
3. Melakukan pembelian pada saat harga naik
Mencoba mendapatkan tawaran yang kompetitif; menggunakan pemasok yang disetujui; persetujuan purchase order; pengendalian anggaran
4. Membeli barang yang buruk kualitasnya
Menggunakan penjual yang diakui; persetujuan purchase order; memonitor kinerja penjual; pengendalian anggaran
5. Membeli dari pemasok yang tidak terotorisasi
Persetujuan purchase order; membatasi akses ke file master pemasok
6. Pembayaran kembali Kebijaksanaan; membutuhkan karyawan pembelian untuk menyingkap kepentingan keuangan mengenai pemasok; mengaudit penjual-penjual.
Menerima dan menyimpan barang
1. Menerima barang yang tidak dipesan
Membutuhkan bagian penerimaan untuk memverifikasi keberadaan purchase order yang sah
2. Membuat kesalahan dalam menghitung
Menggunakan teknologi bar code; mendokumentasikan kinerja
26
karyawan; insentif untuk perhitungan yang akurat.
3. Mencuri persediaan Pengendalian akses fisik; perhitungan periodik terhadap persediaan dan rekonsiliasi perhitungan fisik untuk mencatat; mendokumentasikan semua pemindahan persediaan
Menyetujui dan membayar tagihan penjual
1. Gagal untuk menangkap kesalahan dalam tagihan penjual
Double-check terhadap keakuratan tagihan; melatih staf hutang; menggunakan ERS (Evaluated Receipt Settlement)
2. Melakukan pembayaran untuk barang yang tidak diterima
Hanya pembayaran tagihan yang didukung dengan laporan penerimaan yang asli; menggunakan ERS; pengendalian anggaran
3. Gagal untuk mendapatkan diskon pembelian yang tersedia
Pengarsipan yang baik; anggaran arus kas
4. Membayar tagihan yang sama dua kali
Hanya pembayaran tagihan didukung dengan paket voucher yang asli; pembatalan paket voucher setelah pembayaran; menggunakan ERS; akses pengendalian terhadap master file pemasok
5. Mencatat dan memposting kesalahan dalam rekening hutang
Berbagai data entry dan memproses pengendalian edit
6. Kas, cek atau transfer dana elektronik yang tidak sesuai
Membatasi akses terhadap cek kosong, mesin penandatanganan cek dan terminal transfer EFT (Electronic Fund Transfer); pemisahan tugas fungsi utang dan kasir; rekonsiliasi akun bank oleh seseorang yang independen untuk proses pengeluaran kas; perlindungan cek mengukur meliputi Positive Pay; tinjauan regular
27
terhadap transaksi EFT. Pengendalian umum
1. Kehilangan data Rencanakan backup dan tindakan pemulihan terhadap bencana; pengendalian akses fisik dan logis
2. Kinerja yang buruk Pengembangan dan tinjauan periodik terhadap laporan kinerja yang tepat
Sumber: Romney dan Steinbart (2006, p425)
2.5 Konsep Reorder Point
Menurut Russel dan Taylor III (2003, p475), Reorder point adalah tingkatan
persediaan di mana pesanan baru harus dilakukan ketika persediaan sudah mencapai
tingkatan tersebut. Reorder point merupakan faktor penentu kapan persediaan akan
dipesan kembali.
Menurut Render dan Heizer (2001, p324), reorder point (ROP) adalah titik
dilakukannya pemesanan ketika persediaan sudah mencapai titik tertentu. Hal-hal yang
mempengaruhi ROP yaitu lead time, permintaan per hari dan safety stock. Lead time
adalah waktu antara dilakukannya pengiriman atau waktu pengiriman. Sedangkan safety
stock adalah unit tambahan di persediaan yang digunakan sebagai stok pengaman
sebelum mencapai tahap reorder point.
Rumus perhitungan ROP adalah sebagai berikut ini:
ROP = d x L
Di mana:
ROP : Reorder Point
d : tingkat permintaan harian atau tingkat penggunaan (dalam unit)
L : Lead time atau waktu pengiriman pesanan (dalam hari)
28
Permintaan per hari, d, dapat dicari dengan membagi permintaan tahunan, D,
dengan jumlah hari kerja per tahun:
d = D / Jumlah hari kerja per tahun
Contoh dan ilustrasi perhitungan mengenai konsep reorder point atau titik
pemesanan kembali disajikan sebagai berikut:
Perusahaan X dihadapkan pada permintaan sebanyak 8000 unit setiap tahunnya.
Perusahaan ini beroperasi dalam 200 hari kerja per tahun. Secara rata-rata, pengiriman
pesanan memakan waktu tiga hari kerja. Penghitungan titik pemesanan ulang adalah
sebagai berikut:
Diketahui: D = 8000 unit
Jumlah hari kerja/tahun = 200 hari/tahun
L = 3 hari
Maka ROP dihitung sebagai berikut:
d = D / jumlah hari kerja per tahun
= 8.000 / 200
= 40
ROP = d x L
= 40 unit per hari x 3 hari
= 120 unit
Maka, pada saat tingkat persediaan turun ke tingkat 120 unit, perusahaan harus
melakukan pemesanan. Pesanan itu akan tiba dalam waktu tiga hari, tepat pada saat
persediaan perusahaan telah habis.
29
2.6 Pajak Masukan
2.6.1 Pengertian Pajak Masukan
Berdasarkan Undang-undang Pajak Tahun 2000 (2000, p170), Pajak Masukan
adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena
perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena
Pajak.
2.6.2 Dasar Hukum
Menurut Mardiasmo (2003, p226), peraturan perundang-undangan yang
mengatur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn
BM) adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor
18 Tahun 2000.
2.6.3 Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan Tarif
PPN atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan
berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari
barang yang diekspor dapat dikreditkan.
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan
kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat
30
diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas
persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.
2.6.4 Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Menurut Ilyas dan Burton (2004, p83), subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). PKP adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-undang PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang
batasannya ditetapkan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil tersebut memilih
untuk dikukuhkan menjadi PKP.
Karena Undang-undang PPN tidak menyebutkan secara jelas siapa-siapa yang
termasuk subjek PPN, maka untuk memudahkan memahami, dapat dilihat ketentuan-
ketentuan sebelumnya berdasarkan Pasal 18 Undang-undang PPN mengenai ketentuan
peralihan, yaitu berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 1985, PP Nomor 28 Tahun 1988 serta
PP Nomor 75 Tahun1991 yang dapat disebutkan beberapa contoh yang termasuk
pengusaha kena pajak sebagai subjek PPN yaitu:
a. Pabrikan
b. Importir
c. Indentor
d. Agen utama atau penyalur utama
e. Pengusaha pemegang hak atau menggunakan paten atau merek dagang Barang
Kena Pajak
f. Pedagang besar
g. Eksportir
31
h. Pedagang eceran besar
i. Pemborong atau Kontraktor
j. Pengusaha jasa bidang telekomunikasi
k. Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri
l. Pengusaha Lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
Menurut keputusan Menteri Keuangan Nomor: 648/KMK.04/1994 Tanggal 29
Desember 1994, batasan yang termasuk pengusaha kecil adalah:
a. Yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 240.000.000 atau Jasa
Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 120.000.000.
b. Apabila pengusaha melakukan penyerahan baik Barang Kena Pajak maupun
Jasa Kena Pajak batas peredaran brutonya adalah:
• Rp 240.000.000 jika peredaran Barang Kena Pajak lebih dari 50% dari
jumlah seluruh peredaran bruto; atau
• Rp 120.000.000 jika peredaran Jasa Kena Pajak lebih dari 50% dari
jumlah seluruh peredaran bruto.
2.6.5 Objek Pajak Pertambahan Nilai
Objek dalam PPN adalah penyerahan atau kegiatan yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak. Ada enam kegiatan yang ditegaskan Undang-undang PPN
sebagai objek PPN, yaitu:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
32
b. Impor Barang Kena Pajak;
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh
pengusaha;
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
f. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Agar penyerahan barang dan jasa yang dikenakan pajak bisa dikenakan PPN,
atas penyerahan barang dan jasa tersebut harus memenuhi empat syarat, yaitu:
a. Yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak (karena ada
jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan pajak);
b. Dilakukan di dalam Daerah Pabean;
c. Tindakan penyerahannya merupakan penyerahan kena pajak (karena ada
bentuk penyerahan yang tidak dikenakan pajak);
d. Penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya sehari-
hari.
Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak)
dan tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN. Barang
tidak berwujud yang dimaksud adalah hak atas merek, hak paten dan hak cipta.
Sedangkan yang dimaksud dengan Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan
pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu
barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang
33
dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan
dan atas petunjuk dari pemesan.
Sedangkan yang tidak termasuk pengertian penyerahan Barang Kena Pajak
adalah:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD);
b. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang;
c. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan antar cabang, dalam hal pengusaha kena pajak memperoleh izin
pemusatan tempat pajak terutang;
d. Penyerahan persediaan Barang Kena Pajak dalam rangka perubahan bentuk
usaha atau penggabungan usaha atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan
yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas Barang Kena Pajak.
34
2.7 Konsep Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p4), objek adalah kesatuan suatu entitas
dengan identity, state (tingkatan hidup) dan behavior (tingkah laku). Objek merupakan
dasar dalam Object Oriented Analysis and Design (OOA&D).
Pada umumnya, objek digambarkan secara berkelompok (berupa kumpulan)
karena ada beberapa objek yang memiliki sifat atau fungsi yang sama yang disebut juga
dengan class. Class merupakan kumpulan objek-objek yang memiliki atribut, struktur
dan pola perilaku yang sama.
Keuntungan dari Object Oriented Analysis and Design adalah:
• Menyediakan informasi yang jelas mengenai konteks sistem.
• Ada kaitan yang erat antara object-oriented analysis, object-oriented design,
object-oriented user interface dan object-oriented programming. Keempat
perspektif tersebut dihubungkan dengan empat aktivitas utama object oriented
analysis and design seperti yang ditampilkan pada gambar 2.2
Notasi standar yang digunakan dalam OOAD adalah Unified Modelling
Language (UML). UML digunakan sebagai notasi dan bukan sebagai metode dalam
melakukan permodelan.
35
Gambar 2.2 Aktivitas Utama dan Hasilnya dalam Object Oriented Analysis and Design
Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p15)
2.7.1 System Definition
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p24), system definition (definisi sistem)
merupakan deskripsi singkat mengenai sebuah sistem terkomputerisasi yang
diekspresikan ke dalam bahasa alami. Definisi sistem mendefinisikan sistem dalam
konteks, informasi apa yang harus dikandung di dalamnya, fungsi apa yang harus
disediakan, di mana digunakannya serta kondisi pengembangan yang akan diterapkan.
Tujuan dari definisi sistem tersebut adalah untuk menjelaskan interpretasi analis
dan kemungkinan-kemungkinan yang berbeda dengan analis lainnya. Definisi sistem
membantu memelihara suatu gambaran mengenai pilihan yang berbeda serta dapat
digunakan untuk membandingkan berbagai alternatif. Definisi sistem yang pada
36
akhirnya dipilih harus menyediakan dasar yang sangat diperlukan untuk melanjutkan
aktivitas analisis dan desain.
2.7.1.1 FACTOR Criterion
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p39), kriteria FACTOR terdiri dari enam
elemen, sebagai berikut:
- Functionality: Fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application domain.
- Application Domain: Bagian organisasi yang mengadministrasi, memonitor dan
mengontrol sebuah problem domain.
- Condition: Kondisi ketika sistem akan dikembangkan dan digunakan.
- Technology: Mencakup teknologi yang akan digunakan untuk mengembangkan
sistem dan teknologi yang digunakan ketika sistem akan dijalankan.
- Objects: Objek utama dalam problem domain.
- Responsibility: Tanggung jawab keseluruhan sistem dalam hubungan dengan
konteksnya.
2.7.1.2 Rich Picture
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p26), Rich picture adalah sebuah gambaran
informal yang digunakan oleh pengembang sistem untuk menyatakan pemahaman
mereka terhadap situasi dari sistem yang sedang berlangsung.
Sebuah rich picture memfokuskan pada aspek-aspek penting dari situasi yang
ditentukan oleh illustrator dengan melakukan observasi pada perusahaan untuk melihat
bagaimana perusahaan tersebut beroperasi, melakukan wawancara dengan beberapa
37
orang dalam perusahaan untuk mendapatkan informasi mengenai apa yang sedang
terjadi dan apa yang seharusnya terjadi.
Suatu rich picture harus memberikan sebuah deskripsi yang luas mengenai
situasi organisasi sehingga memungkinkan beberapa interpretasi alternatif. Dalam
membuat rich picture diperlukan pandangan ke dalam dan melihat ke dalam aspek-aspek
penting dari sebuah situasi.
2.7.2 Problem-Domain Analysis
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000), Problem-domain analysis adalah
analisis terhadap sistem bisnis dalam dunia nyata yang dapat diatur, dimonitor, atau
dikendalikan oleh sistem. Tujuan dari problem domain analysis adalah untuk
mengembangkan sebuah model.
Problem domain analysis dibagi menjadi tiga aktivitas seperti yang diperlihatkan
pada gambar 2.3 Pada problem domain analysis terdapat tiga aktivitas utama yaitu:
1. Classes, aktivitas ini meliputi pendefinisian dan pembuatan karakteristik
problem domain dengan memilih class dan event yang menghasilkan event
table.
2. Structure, aktivitas ini mengkhususkan hubungan antara class dan object yang
ada pada problem domain sehingga menghasilkan class diagram.
3. Behavior, aktivitas ini menggambarkan properti yang dinamis dan atribut-
atribut dari setiap class yang dipilih. Tujuan dari behavior adalah untuk
memodelkan kedinamisan suatu problem domain.
38
Gambar 2.3 Aktivitas pada Model Problem Domain
Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p46)
2.7.2.1 Classes
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p53), class merupakan kumpulan objek yang
mempunyai structure, behaviour pattern, dan attribute yang sama. Class merupakan
kegiatan yang pertama dilakukan didalam analisis problem-domain. Setiap class
digolongkan dengan serangkaian event yang spesifik.
Aktivitas kelas menghasilkan event table (Tabel 2.2). Dimensi horizontal terdiri
dari kelas-kelas yang dipilih. Dimensi vertikal terdiri dari event-event yang dipilih.
Untuk mengidentifikasikan bahwa objek dari kelas termasuk ke dalam event yang
ditentukan digunakan check mark. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi semua
objek dan event yang akan dimasukkan ke dalam model problem domain yang relevan.
Objek adalah suatu entitas dengan identity, state dan behavior. Istilah identity
merupakan properti yang membedakan objek tersebut dari semua objek lainnya. Sebuah
state objek terdiri dari properti statis dan dinamis atau nilai statis yang ditetapkan
39
terhadap properti tesebut. Behavior objek adalah rangkaian event yang dilakukan objek
tersebut secara aktif dan dialaminya secara pasif selama daur hidup objek tersebut.
Event adalah suatu peristiwa yang terjadi serta melibatkan satu atau lebih objek.
Event merupakan abstraksi dari suatu aktivitas problem domain atau proses yang
dilakukan atau dialami oleh satu atau lebih objek.
Tabel 2.2 Contoh Event Table
Event Pass
wor
d
Gud
ang
Pem
belia
n
Adm
inist
rasi
Pem
belia
n
Adm
Pen
j & K
euan
gan
Bank
Reke
ning
Bara
ng
Jeni
s Bar
ang
Mer
ek B
aran
g
War
na B
aran
g
Uku
ran
Bar
ang
Pem
asok
Uta
ng
SPP
Login *
Ubah Password *
Logout *
Mendaftar + + + + + + + + + + +Buka + +Tutup + +Menyetor *Meminta * * +Memesan * * * +Menerima_barang * * *Meretur * * *Mendebet * * *Meminta_Pembayaran * *Penarikan_Uang * * * *Membayar * *
Class
40 2.7.2.2 Structure
Menurut Mathiassen, et al (2000, p336), Structure adalah hubungan antara kelas
dengan objek pada problem domain secara keseluruhan. Structure bertujuan untuk
menggambarkan hubungan terstruktur antara kelas dan objek dalam problem domain.
Dalam aktivitas structure, deskripsi structure diperluas dengan menambahkan
hubungan struktural antara kelas dan objek. Hasil dari aktivitas structure adalah class
diagram. Class diagram memberikan suatu pandangan problem domain yang
berhubungan dengan mendeskripsikan semua relasi struktur antara kelas dan objek pada
model.
Menurut Mathiassen, et al. (2000,p70), konsep structure dibedakan menjadi dua
jenis yaitu:
a. Class structure
Class structure mendeskripsikan hubungan yang statis dan konseptual antar
kelas. Class structure terdiri dari dua jenis yaitu:
• Generalization structure
Generalization adalah suatu kelas umum (super class) yang memberikan
properti kepada kelas yang lebih khusus. Generalization structure
memasukkan properti dan sifat umum dari kelas-kelas yang berbeda ke
dalam kelas yang lebih umum. Contoh generalization stucture diperlihatkan
pada gambar 2.4 di bawah ini.
41
class Pengguna_Siste m
Ka ryawan
Gudang PembelianAdministrasi_Pembe lian Adm_Penj&Keuangan
Gambar 2.4 Contoh Generalization Structure
• Cluster structure
Cluster adalah kumpulan dari kelas yang saling berhubungan. Cluster
structure mengumpulkan beberapa kelas dalam sebuah kelas diagram di
bawah satu konsep menyeluruh. Cluster menyampaikan pengertian yang
menyeluruh mengenai problem domain dengan membaginya ke dalam
subdomain yang lebih kecil. Contoh cluster diperlihatkan pada gambar 2.5 di
bawah ini.
class Cluster
Pemasok
+ Pemasok+ Utang
Barang
+ Barang+ Jenis_Barang+ Merek_Barang+ Ukuran_Barang+ Warna_Barang
Gambar 2.5 Contoh Cluster Structure
42
b. Object Structure
Object structure mendeskripsikan hubungan yang dinamis dan konkrit antar
objek. Object structure dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
• Aggregation structure
Aggregation adalah objek yang superior (keseluruhan) terdiri dari sejumlah
objek inferior (bagiannya). Aggregation structure merupakan hubungan
antara dua atau lebih objek. Gambar 2.6 memperlihatkan contoh aggregation
structure.
class Barang
Barang
Jenis_Barang Merek_Barang Warna_Barang
Ukuran_Barang
1.. *1 1..*1 ..
1 ..*
1
1..* 1
Gambar 2.6 Contoh Aggregation Structure
Terdapat tiga struktur agregasi, yaitu:
Whole-Part, di mana objek superior merupakan penjumlahan dari objek
inferior. Jika objek inferior tersebut ditambah atau dihilangkan, akan
mengubah total objek superior.
43
Container-Content, di mana objek superior adalah container untuk objek
inferior. Objek superior tidak akan berubah jika terjadi penambahan atau
penghapusan objek inferior.
Union-Member, di mana objek superior merupakan kesatuan dari
anggota-anggota (objek inferior). Objek superior tidak akan berubah jika
terjadi penambahan atau penghapusan objek inferior, namun tetap
memiliki batasan.
• Association structure
Association merupakan suatu hubungan yang berarti antara sejumlah objek.
Struktur asosiasi juga merupakan suatu hubungan antara dua objek atau lebih
tetapi asosiasi berbeda dari agregasi dalam hal objek yang berhubungan tidak
mendefinisikan properti dari suatu objek. Contoh association structure
diperlihatkan pada gambar 2.7 di bawah ini.
Gambar 2.7 Contoh Association Structure
Sumber: Mathiassen, et al.(2000, p77)
2.7.2.3 Behaviour
Mengacu pada pendapat Mathiassen, et al. (2000, p89), kegiatan behaviour
bertujuan untuk memodelkan apa yang terjadi (perilaku dinamis) dalam problem-domain
sistem sepanjang waktu. Behaviour merupakan rangkaian dari event yang tidak
berurutan yang meliputi suatu objek. Tugas utama dari kegiatan ini adalah
menggambarkan pola perilaku (behavioural pattern) dan atribut dari setiap kelas. Hasil
dari kegiatan ini adalah statechart diagram.
44
Pada aktivitas behavior, behavior dideskripsikan lebih tepat dengan
menambahkan waktu relatif dari event. Suatu object’s behavior didefinisikan dengan
event trace yang menjelaskan urutan event tertentu pada suatu waktu. Event trace adalah
rangkaian event-event yang meliputi suatu objek yang spesifik. Contoh event trace:
Account opened – amount deposited – amount withdrawn – amount
deposited – account closed
Behavioral pattern merupakan suatu deskripsi event trace yang mungkin untuk
semua objek dalam suatu kelas. Behavioral pattern mendeskripsikan perilaku umum
kepada semua objek kelas. Notasi untuk behavioral pattern terdiri dari tiga jenis yaitu:
• Sequence: event dalam suatu rangkaian terjadi satu per satu.
• Selection: hanya satu yang keluar dari serangkaian event yang terjadi.
• Iteration: suatu event tidak terjadi sama sekali atau terjadi berulang kali.
Contoh behavioral pattern:
Account opened + (amount deposited | amount withdrawn)* + account closed
Behavioral pattern juga dapat dideskripsikan secara grafis dengan statechart
diagram. Notasi klasik ini secara umum digunakan untuk pergerakan meliputi sejumlah
state yang terbatas dan sejumlah transisi yang terbatas di antara mereka. Contoh
statechart diagram diperlihatkan pada gambar 2.8 di bawah ini.
45
stm Surat Permintaan Pembelian
active Approved
/memesan[di tol ak]
[di setu ju i]/meminta
Gambar 2.8 Contoh Statechart Diagram
2.7.3 Application Domain Analysis
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000, p117), Application Domain adalah suatu
organisasi yang mengatur, memonitor, atau mengendalikan problem-domain.
Application domain analysis memfokuskan pada bagaimana target sistem akan
digunakan dengan menentukan kebutuhan function dan interface sistem. Hasil dari
application domain analysis adalah suatu daftar lengkap mengenai kebutuhan
penggunaan sistem secara keseluruhan. Contoh application domain analysis
diperlihatkan pada gambar 2.9 di bawah ini.
46
Gambar 2.9 Application Domain Analysis Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p117)
2.7.3.1 Usage
Mengacu pada pendapat Mathiassen, et al. (2000, p119), tujuan dari kegiatan
usage adalah untuk menentukan bagaimana aktor-aktor yang merupakan pengguna atau
sistem lain berinteraksi dengan sistem yang dituju. Hasil dari kegiatan usage adalah
deskripsi semua use case dan aktor yang terlihat pada actor table. Untuk dapat
digunakan, sebuah sistem harus sesuai dengan application domain. Hal ini dapat
dilakukan dengan mendeskripsikan aktor dan use case yang didasarkan dengan
pemahaman mengenai aktivitas application domain.
Use case adalah suatu pola untuk interaksi antara sistem dan aktor dalam
application domain. Use case merupakan abstraksi dari suatu interaksi dengan target
sistem. Use case dapat diawali oleh seorang aktor atau oleh sistem target. Contoh use
case diagram dapat dilihat pada gambar 2.10.
47
Aktor adalah abstraksi dari pemakai atau sistem lain yang berinteraksi dengan
target sistem dan mengaktivasi fungsi target sistem. Actor Table diperlihatkan pada tabel
2.3 berikut ini.
Tabel 2.3 Contoh Actor Table
Bagian Pembelian
Bagian Gudang
Bagian Administrasi Pembelian
Bag Adm Penjualan & Keuangan
Mendata Barang √Mendata Jenis Barang √Mendata Merek Barang √Mendata Warna Barang √Mendata Ukuran Barang √Mendata Pemasok √Mendata Bank √Mendata Rekening √Membuat SPP √Membuat PO √Membuat FPB √Membuat SR √Membuat MD √Membuat FPP √Membuat BKB √Membuat BKK √Membuat Laporan Pembelian √Membuat Laporan Retur Pembelian √Membuat Laporan Saldo Utang √Membuat Laporan Pengeluaran Kas √Membuat Laporan Jurnal √
Use Case
Actors
Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p121)
48
uc Use Case Model
Mendata Pemasok
Membuat Purchase OrderBagian Pembelian
Membuat Memo Debit
Membuat Surat Retur
Mendata Bank
«extend»
Gambar 2.10 Contoh Use Case Diagram
2.7.3.2 Sequence Diagram
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p340 – p341), sequence diagram men-
deskripsikan interaksi antar beberapa objek sepanjang waktu. Sequence diagram
melampirkan class diagram yang mendeskripsikan situasi umum dan statis. Sequence
diagram dapat menguasai detail mengenai situasi komplek dan dinamis meliputi
beberapa dari banyak objek yang diciptakan dari kelas-kelas dalam class diagram.
49
Menurut Bennet, McRobb dan Farmer (2006, p252), interaction sequence
diagram adalah satu dari beberapa jenis UML interaction diagram. Sequence diagram
pada umumnya serupa dengan diagram yang memperlihatkan komunikasi untuk
interaksi objek yang sederhana. Sebuah interaksi menkhususkan pola komunikasi antara
serangkaian objek atau sistem yang berpartisipasi dalam kolaborasi. Interaksi
dideskripsikan dengan sebuah sequence di mana pesan ditempatkan dalam sebuah
rangkaian waktu/dua atau lebih pesan mungkin dikirimkan pada waktu yang sama di
antara objek atau aturan komunikasi. Secara umum, selama analisis kebutuhan atau
desain interaksi, objek dimodelkan dalam bentuk peranan yang mereka mainkan dan
berkomunikasi dengan meneruskan pesan.
Sebuah sequence diagram memperlihatkan interaksi antar objek yang diatur
dalam sebuah rangkaian waktu. Sequence diagram dapat digambar pada level detil yang
berbeda dan untuk menemukan tujuan yang berbeda pada beberapa tingkatan dalam
pengembangan daur hidup. Aplikasi sequence diagram yang paling umum adalah untuk
merepresentasikan interaksi objek detail yang terjadi untuk sebuah use case atau untuk
suatu operasi.
Dalam sequence diagram yang diadaptasi dari Bennet, et al., terdapat satu buah
notasi yang disebut fragment. Fragment ini biasa digunakan dalam setiap tipe UML
diagram. Fragment yang digunakan pada sequence diagram dimaksudkan untuk
memperjelas bagaimana sequence ini saling dikombinasikan. Fragment terdiri dari
beberapa jenis interaction operator yang menspesifikasikan tipe dari kombinasi
fragment. Tipe-tipe interaction operator yang ada dalam sequence diagram antara lain
dibahas dalam Tabel 2.4 sebagai berikut:
50
Tabel 2.4 Tipe interaction operator yang digunakan dalam fragment Interaction Operator
Penjelasan dan Penggunaan
alt Alternatif ini mewakili alternative behavior yang ada, setiap behavior ditampilkan dalam operasi yang terpisah.
opt Option ini meupakan pilihan tunggal atas operasi yang hanya akan dieksekusi bila batasan interaksi bernilai true.
break Break mengindikasi bahwa dalam combined fragment ditampilkan sementara oleh sisa dari interaction fragment yang terlampir.
par Parallel mengindikasi bahwa eksekusi operasi dalam combined fragment biasa digabungkan dalam sequence manapun.
seq Weak Sequencing menampilkan dalam urutan dari tiap operasi yang telah dimaintain tetapi keterjadian suatu event adalah berbeda operasinya dalam perbedaan lifeline yang dapat terjadi dalam urutan apapun.
Strict Strict Sequencing membuat sebuah strict sequence berada dalam eksekusi sebuah operasi tapi tidak termasuk urutan dalam operasi.
neg Negative menggambarkan sebuah operasi yang bersifat tidak sah. critical Critical Region mengadakan sebuah batasan dalam sebuah operasi yang
tidak memiliki event yang terjadi dalam lifeline. ignore Ignore menandakan tipe pesan, spesifikasi sebagai parameter, yang
seharusnya diabaikan dalam sebuah interaksi. consider Consider merupakan keadaan dimana pesan-pesan seharusnya
dipertimbangkan dalam sebuah interaksi. assert Assertion merupakan keadaan bahwa sebuah sequence dari pesanan dalam
operasi hanyalah satu-satunya yang memiliki lanjutan yang bersifat sah. loop Loop digunakan untuk mengindikasi sebuah operasi yang diulang berkali-
kali sampai batasan interaksi untuk pengulangan berakhir. Sumber : Bennet, et al. (2006, p270)
2.7.3.3 Function
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000, p137 – p138), function adalah suatu
fasilitas untuk membuat sebuah model dapat bermanfaat bagi para aktor. Function
memfokuskan pada apa yang dapat dilakukan sistem untuk membantu aktor dalam
melaksanakan pekerjaannya.
51
Function terdiri dari empat jenis, di mana tiap jenis function mengekspresikan
relasi antara model dan konteks sistem serta memiliki karakteristiknya masing-masing.
Keempat jenis function tersebut adalah:
• Update
Function diaktivasi oleh suatu event problem domain dan menghasilkan
perubahan dalam state model.
• Signal
Function diaktivasi oleh suatu perubahan dalam state model dan menghasilkan
suatu reaksi dalam konteks. Reaksi tersebut mungkin ditampilkan kepada aktor
dalam application domain atau intervensi dalam problem domain.
• Read
Function diaktivasi oleh kebutuhan informasi dalam tugas kerja aktor dan
hasilnya adalah sistem menampilkan bagian terkait dari model.
• Compute
Function diaktivasi oleh kebutuhan informasi dalam tugas kerja aktor dan terdiri
dari penghitungan meliputi informasi yang disediakan aktor atau model.
Hasilnya adalah tampilan hasil perhitungan.
2.7.3.4 Interface
Interface digunakan oleh aktor untuk berinteraksi dengan sistem. Mathiassen, et
al. (2000, p151) menyatakan, interface yaitu fasilitas untuk membuat suatu sistem model
dan fungsi-fungsi yang tersedia bagi aktor.
52
Interface terdiri dari dua jenis yaitu: user interface dan system interface. User
interface adalah interface antara sistem kepada pemakai sedangkan system interface
adalah interface antara sistem yang satu ke sistem lainnya.
Sebuah user interface yang baik harus dapat beradaptasi dengan pekerjaan dan
pemahaman pengguna terhadap sistem. Kualitas user interface ditentukan oleh kegunaan
atau usability interface tersebut bagi pengguna. Usability bergantung pada siapa yang
menggunakan dan situasi pada saat sistem tersebut digunakan. Oleh sebab itu, usability
bukan sebuah ukuran yang pasti dan objektif.
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p154), terdapat empat jenis pola dialog yang
penting dalam menentukan user interface yaitu:
a. Menu-selection yang menampilkan pilihan-pilihan menu dalam user interface.
b. Form fill-in yang merupakan pola klasik untuk entri data.
c. Command-language di mana pengguna memasukkan dan mengaktifkan
format perintah sendiri.
d. Direct-manipulation di mana pengguna memilih objek dan melaksanakan
function atas objek dan melihat hasil dari interaksi mereka tersebut.
2.7.4 Architectural Design
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000, p173), keberhasilan suatu sistem
ditentukan dari kekuatan desain arsitektural. Arsitektur membentuk sistem yang sesuai
dengan bagiannya dengan memenuhi kriteria desain tertentu. Arsitektur berfungsi
sebagai kerangka untuk pengembangan selanjutnya. Hasil architectural design adalah
struktur komponen dan proses untuk sebuah sistem. Gambar 2.11 memperlihatkan
aktivitas utama dalam architectural design.
53
Titik awal dalam membuat architectural design adalah dengan mengidentifikasi
kebutuhan sistem, dihasilkan dalam analisis problem dan application domain. Desain
arsitektur harus berdasarkan pemahaman mendalam mengenai konteks sistem, yang
ditegaskan sebagai kriteria desain.
Gambar 2.11 Aktivitas Utama dalam Architectural Design
Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p176)
2.7.4.1 Criteria
Mathiassen, et al. (2000, p178 – p181) menyatakan, criteria (kriteria) adalah
properti yang istimewa dari sebuah arsitektur. Tujuan dari sebuah kriteria adalah untuk
menentukan prioritas dari sebuah perancangan. Sebuah desain yang baik harus
menyeimbangkan beberapa kriteria.
Object oriented analysis and design menekankan tiga desain kriteria umum di
mana sebuah desain yang baik harus usable, flexible dan comprehensible. Kriteria
usability menekankan bahwa kualitas utama suatu sistem tergantung pada bagaimana
sistem tersebut bekerja pada konteksnya dan sistem yang dirancang harus sesuai dengan
kebutuhan perusahaan serta dapat digunakan di dalam perusahaan. Flexibility
menekankan bahwa sebuah arsitektur sistem harus dapat menyesuaikan perubahan
54
kondisi organisasi dan teknis. Comprehensibility menekankan bahwa kompleksitas
pertumbuhan sistem terkomputerisasi yang ada, model dan deskripsinya harus dapat
dengan mudah dimengerti.
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p186), sebuah desain yang baik memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
a. Tidak memiliki kelemahan
Syarat ini menyebabkan adanya penekanan pada evaluasi kualitas sistem
berdasarkan review dan eksperimen serta membantu dalam menentukan
prioritas dari kriteria yang akan mengatur dalam kegiatan perancangan.
b. Menyeimbangkan beberapa kriteria
Pada beberapa kriteria seringkali terjadi konflik antar prioritas. Oleh sebab itu,
untuk menentukan kriteria mana yang akan diutamakan dan bagaimana cara
untuk menyeimbangkannya dengan kriteria-kriteria yang lain bergantung pada
situasi tertentu.
c. Usable, flexible dan comprehensible
Kriteria-kriteria ini bersifat universal dan digunakan pada hampir setiap
proyek pengembangan sistem.
Mathiassen, et al. menjelaskan beberapa kriteria dasar yang harus diperhatikan
dalam membuat perancangan sistem yang baik, seperti yang diperlihatkan pada Tabel
2.5 berikut ini.
55
Tabel 2.5 Kriteria Klasik untuk Kualitas Piranti Lunak
Criterion Measure of
Usable Penyesuaian terhadap organisasi, hubungan kerja dan konteks teknis
Secure Tindakan pencegahan terhadap akses tak terotorisasi pada data dan fasilitas
Efficient Eksploitasi ekonomis terhadap fasilitas technical platform
Correct Pemenuhan kebutuhan
Reliable Pemenuhan terhadap ketelitian yang diperlukan dalam pelaksanaan fungsi
Maintainable Biaya untuk menempatkan dan memperbaiki kerusakan sistem
Testable Biaya untuk memastikan bahwa sistem yang tersebar melaksanakan fungsi yang dimaksud
Flexible Biaya memodifikasi sistem yang tersebar
Comprehensible Usaha yang dibutuhkan untuk mendapatkan pemahaman yang koheren mengenai sistem
Reusable Kemampuan untuk menggunakan bagian-bagian sistem dalam sistem yang berhubungan lainnya
Portable Biaya untuk memindahkan sistem ke technical platform yang lainnya
Interoperable Biaya untuk menggabungkan sistem ke sistem lainnya Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p178)
2.7.4.2 Component Architecture
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p189) Component Architecture adalah
struktur sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan.
Komponen merupakan kumpulan bagian-bagian program yang merupakan suatu
keseluruhan dan memiliki tanggungjawab yang terdefinisi dengan baik. Tujuan utama
component architecture adalah untuk menciptakan struktur sistem yang fleksibel dan
komprehensif.
56
Component architecture yang baik membuat sebuah sistem mudah untuk
dimengerti, mengorganisasi pekerjaan desain dan merefleksikan stabilitas konteks
sistem. Component architecture juga mengubah pekerjaan desain menjadi beberapa
tugas yang lebih sederhana.
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p193 – p197) terdapat tiga pola umum pada
architectural component yaitu:
a. Layered Architectural Pattern
Merupakan bentuk yang paling sederhana, layered architecture pattern terdiri
dari beberapa komponen, didesain sebagai layer. Desain dari setiap komponen
terdiri dari upward dan downward interface. Downward interface
mendeskripsikan di mana operasi-operasi komponen dapat mengakses layer di
bawahnya. Upward interface mendeskripsikan operasi-operasi yang tersedia
bagi layer di atasnya. Ilustrasi Layered Architecture Pattern dapat dilihat pada
gambar 2.12. Pada umumnya, terdapat ketergantungan yang tidak langsung di
mana perubahan pada satu komponen mungkin berdampak pada komponen
lainnya.
57
<<component>>Layeri+1
<<component>>Layeri
<<component>>Layeri-1
Upwards Interface
Downwards Interface
Gambar 2.12 Layered Architecture Pattern
Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p193)
b. Generic Architecture Pattern
Digunakan untuk merinci atau menguraikan sistem dasar yang terdiri dari
interface, function dan model komponen. Di mana model komponen terletak
pada lapisan yang paling bawah diikuti dengan system function dan komponen
interface di atasnya. Contoh generic architecture pattern diperlihatkan pada
gambar 2.13 di bawah ini.
58
Gambar 2.13 Generic Architecture Pattern Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p196)
c. Client-Server Architecture Pattern
Client-server architecture pada awalnya dikembangkan untuk menangani
distribusi sebuah sistem dengan beberapa prosesor yang terpisah secara
geografis. Komponen pada client-server architecture adalah sebuah server
dan beberapa client. Server terdiri dari sekumpulan operasi yang membuatnya
tersedia bagi client. Contoh client-server architecture pattern diperlihatkan
pada gambar 2.14 berikut ini.
59
Gambar 2.14 Client-Server Architecture Pattern
Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p197)
Ada beberapa jenis distribusi dalam client-server architecture, seperti yang
terlihat pada tabel 2.6 berikut ini:
Tabel 2.6 Jenis Distribusi pada Client-Server Arcitecture
Client Server Architecture
U U + F + M Distributed Presentation
U F + M Local Presentation
U + F F + M Distributed Functionality
U + F M Centralized Data
U + F + M M Distributed Data Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p200)
2.7.4.3 Process Architecture
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p209), Process Architecture adalah struktur
eksekusi sistem yang terdiri atau tersusun dari proses yang saling bergantungan. Tujuan
dari aktivitas ini adalah mendefinisikan struktur fisik sistem. Hasil dari process
architecture adalah deployment diagram yang mendeskripsikan distribusi dan kolaborasi
program component serta active object pada prosesor.
60
Program component adalah modul fisik dari kode-kode program sedangkan
active object adalah sebuah objek yang telah menetapkan suatu proses. Process
architecture harus dapat memastikan bahwa sistem dapat dijalankan dengan memuaskan
dengan menggunakan prosesor yang tersedia.
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p215), terdapat tiga jenis pola distribusi pada
process architecture yaitu:
a. Centralized pattern
Semua data disimpan pada sebuah server utama dan client hanya menangani
user interface. Model keseluruhan dan semua fungsinya terletak pada server
dan client pada dasarnya bertindak seperti terminal yang sederhana.
Keuntungan pola ini adalah semua data konsisten karena hanya terletak pada
satu tempat, strukturnya sederhana serta mudah dimengerti dan
diimplementasi.
b. Distributed pattern
Pada pola distribusi ini, segalanya didistribusikan kepada client dan server
dibutuhkan hanya untuk menyiarkan update model di antara client.
Keuntungan utama pola ini adalah waktu akses yang kecil, individual client
dapat melanjutkan pekerjaannya walaupun jaringan, server dan client lain
sedang bermasalah. Kerugiannya adalah adanya redundansi data, data tidak
konsisten serta arsitekturnya sulit untuk dimengerti dan diimplementasi.
61
c. Decentralized pattern
Pada pola ini server menangani model dan fungsi umum sedangkan client
menangani data yang menjadi bagiannya pada application domain.
Keuntungan pola ini adalah datanya konsisten karena tidak ada duplikasi
antara client dengan client maupun antara client dengan server, beban jaringan
dapat diperkecil serta waktu akses ke data lokal dapat diperkecil. Kerugiannya
adalah semua prosesor harus mampu melaksanakan fungsi-fungsi yang rumit
dan memelihara model yang besar, biaya hardware meningkat dan tidak
menyediakan fasilitas backup.
2.7.5 Component Design
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p231), komponen merupakan kumpulan
bagian-bagian program yang merupakan satu kesatuan dan memiliki tanggungjawab
yang terdefinisi dengan baik. Tujuan dari aktivitas component design adalah untuk
menetapkan implementasi kebutuhan dalam kerangka arsitektur. Hasil dari kegiatan ini
adalah sebuah deskripsi mengenai komponen sistem. Aktivitas utama dalam component
design diperlihatkan pada gambar 2.15 di bawah ini.
62
Gambar 2.15 Aktivitas Utama dalam Component Design
Sumber: Mathiassen, et al. (2000, p232)
2.7.5.1 Model Component
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p235), model component merupakan bagian
dari sebuah sistem yang mengimplementasikan model problem domain. Tujuan dari
aktivitas ini adalah untuk menggambarkan model problem domain.
Hasil dari kegiatan model component adalah revisi class diagram dari kegiatan
analisis. Revisi class diagram pada umumnya terdiri dari penambahan kelas-kelas baru,
atribut dan struktur untuk mewakili event.
2.7.5.2 Function Component
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p251), function component merupakan bagian
dari sebuah sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuan dari
function component adalah untuk memberikan akses terhadap model kepada user
inteface dan komponen sistem lainnya. Function component menghubungkan antara
63
model dan usage. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah class diagram dengan operasi
dan spesifikasi mengenai operasi yang kompleks.
Function didesain dan diimplementasikan menggunakan operasi dalam kelas
sistem. Operasi merupakan deskripsi behavior yang dapat diaktifkan melalui sebuah
objek. Sub kegiatan dalam function component adalah:
a. Merancang function sebagai operation
b. Menelusuri pola yang dapat membantu dalam implementasi function sebagai
operation
c. Spesifikasikan operasi yang kompleks
2.8 Definisi Database
Menurut Connolly dan Begg (2002, p14), database adalah sekumpulan data yang
berelasi secara logis yang berbagi bersama dan sebuah deskripsi dari data tersebut, yang
didesain untuk memenuhi kebutuhan sebuah organisasi. Database merupakan suatu
penyimpanan data yang tunggal dan besar di mana database dapat digunakan secara
bersamaan oleh banyak departemen dan pengguna.
Database tidak memutuskan hubungan file dengan data yang redundansi namun
semua data terintegrasi dengan suatu jumlah minimum duplikasi. Database tidak hanya
dimiliki oleh satu departemen tetapi database merupakan sumber daya perusahaan yang
terbagi.
Database Management System (DBMS) adalah suatu piranti lunak yang
memungkinkan pengguna untuk mendefinisikan, menciptakan, memelihara dan
mengendalikan akses ke database. Pada umumnya, DBMS menyediakan fasilitas
sebagai berikut:
64
a. Memungkinkan pengguna untuk mendefinisikan database, biasanya melalui
Data Definition Language (DDL). DDL memperkenankan pengguna untuk
menspesifikasikan struktur dan tipe data serta hambatannya pada data yang
akan disimpan dalam database.
b. Memungkinkan pengguna untuk memasukkan, memperbarui, menghapus dan
mendapatkan kembali data dari database, biasanya menggunakan Data
Manipulation Language (DML).
c. Menyediakan akses pengendalian ke database. Sebagai contoh, database
menyediakan:
- Security system yang mencegah pengguna yang tidak berwewenang
mengakses database.
- Integrity system yang memelihara konsistensi data yang disimpan.
- Concurrency control system, memungkinkan berbagi akses database.
- Recovery control system, menyimpan kembali database ke sebuah state
sebelumnya yang konsisten karena kegagalan parangkat keras dan
piranti lunak sebelumnya.
- User-accessible catalog yang berisi deskripsi data dalam database.
Data model (2002, p44) adalah sekumpulan konsep yang terintegrasi untuk
mendeskripsikan dan memanipulasi data, hubungan antar data dan hambatan pada data
dalam organisasi. Sebuah data model terdiri dari tiga komponen yaitu:
a. Structural Part, terdiri dari serangkaian aturan-aturan yang terkait dengan
database yang dapat dibangun.
b. Manipulative part, mendefinisikan tipe operasi yang dibolehkan pada data
(hal ini meliputi operasi yang digunakan untuk memperbarui data atau
65
mendapatkan kembali data dari database serta untuk mengubah struktur
database).
c. Set of integrity rules, memastikan bahwa data adalah akurat.
Structured Query Language (SQL) merupakan bahasa standar internasional
relational database. Aturan SQL dapat digunakan untuk mendeskripsikan struktur
relational data model dalam rangka mengimplementasikan database tertentu, menarik
dan memanipulasi database.
top related