analisis ayat-ayat al-qur’an tentang...
Post on 21-Dec-2020
29 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG KEMURKAAN ALLAH TERHADAP YAHUDI
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh Isti Kharismawati
NIM. 11150340000222
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 0543 b/u/198
No. Arab Latin No. Arab Latin
T ط .Tidak dilambangkan 16 ا .1
Ż ظ .B 17 ب . 2
‘ ع .T 18 ت . 3
G غ .Ś 19 ث .4
F ف .J 20 ج .5
Q ق .H 21 ح .6
K ك .Kh 22 خ .7
L ل .D 23 د .8
M م .Ż 24 ذ .9
N ن .R 25 ر .10
W و .Z 26 ز .11
H ه .S 27 س .12
ء .Sy 28 ش .13
Y ي .S 29 ص .14
D ض .15
2. Vokal Pendek 3. Vokal Panjang
qāla = قال ā = ...ا kataba = كتب a = ـ
ئل س i = ـ = su’ila اي = ī قیل = qīla
yaq ū lu = یقول ū = او yażhabu = یذھب u = ـ
Keterangan: Semua kata “al-Qur’an dan Hadits” dalam penelitian ini, merujuk pada ketetapan yang telah ditentukan oleh lembaga penelitian Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, penulisan kata-kata serapan, seperti: Allah, Islam, rida, ikhlas, syukur dan lain-lain, tidak mengikuti pedoman transliterasi, tapi mengikuti tata penulisan bahasa Indonesia yang sudah baku.
vi
ABSTRAK
Isti Kharismawati Analisis Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Kemurkaan Allah terhadap Yahudi. Yahudi sebagai agama samawi tertua yang mengaku bangsa pilihan sudah seharusnya memberi contoh kepada agama selanjutnya, yakni Islam dan Kristen. Bukannya malah menunjukkan sikap ingkar bahkan memberontak atas perintah-perintah yang telah Allah tetapkan.Awal kedurhakaan mereka bermula saat Allah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir sekaligus Rasulullah atau Kekasih Allah. Hal itu membuat Yahudi geram, benci kepada Nabi Muhammad Saw, pengikutnya dan agamanya bahkan mereka juga protes kepada Allah mengapa Nabi terakhir tidak turun dari kalangan mereka, bukankah mereka merupakan bangsa pilihan yang dipilih langsung oleh Allah SWT. Dari sana, muncul kedurhakaan-kedurhakaan mereka yang lainnya. Sehingga, membuat Allah Swt murka dan menurunkan hukumannya untuk mereka baik di dunia maupun di akhiat.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah kelahiran bangsa Yahudi dan perbuatannya yang menyebabkan Allah murka bahkan namanya diabadikan dalam Kitab Suci umat Islam. Teknik yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh dari kumpulan buku-buku, jurnal, artikel, dan literatur lain yang berhubungan dengan tema. Sedangkan untuk metode menggunakan maudhu’i yaitu metode penafsiran yang menjelaskan ayat Al-Qur’an dengan mengumpulkan ayat-ayat tertentu yang berkaitan dengan pembahasan dan menjadikannya satu tema yang dibuat secara sistematis. Setelah meneliti kajian tentang analisis Ayat-ayat Al-Qur’an tentang perbuatan Yahudi yang membuat Allah murka. Hasil dari penelitian ini : diantaranya adalah membunuh Para Nabi, kerjasama dengan orang Kafir dalam keingkaran dan kemaksiatan, merendahkan perintah Allah dan mengingkari kebenaran. Dan disimpulkan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan Yahudi tersebut juga mengartikan bahwa setiap makhluk Allah Swt yang melakukan hal serupa akan mendapat kemurkaan. Keyword : Murka, Yahudi, Allah
vii
KATA PENGANTAR
االله الرحمن الرحيمبسم
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah
melimpahkanbanyak nikmat kepada makhluk-Nya, menaungi manusia
dengan kasih sayang-Nya dan senantiasa memberi petunjuk ke jalan yang
lurus. Berkat rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini, yang berjudul “Analisis Ayat-ayat Al-Qur’an
tentang Kemurkaan Allah terhadap Yahudi”.
Shalawat dan Salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi
Muhammad Shallahu Alaihi Wasallam’, keluarga dan sahabatnya.Semoga
kelak mendapat syafa’at beliau dan disatukan dalam jannah-Nya. Setelah
melewati berbagai macam ujian dan rintangan, dengan mengucap
Alhamdulillah. Akhirnya, penulis berhasil menuntaskan tugas akhir dari
perjalanan ini, setelah beberapa tahun menuntut ilmu di kampus tercinta.
Penulis ucapkan terimakasih yang tak terbilang atas ketulusan dan
kerjasama pihak yang telah membantu, terutama :
1. Bapak Drs. Eva Nugraha, M.Ag selaku Ketua Program Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir dan Bapak Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH selaku
sekretaris Program Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, yang telah bekerja
keras untuk membantu kami lulus tepat waktu.
2. Bapak Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA selaku dosen pembimbing
sekaligus dosen pembimbing akademik. Penulis ucapkan banyak
terimakasih atas arahan, bimbingan dan saran yang tak kenal lelah
diberikan. Maafkan jika selama proses bimbingan penulis selalu
mengganggu waktu istirahat bapak, semoga senantiasa diberikan
kesehatan, diberkahkan rezeki dan dimudahkan segala urusannya.
viii
3. Segenap civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah yang telah banyak
membantu kelancaran administrasi dan birokrasi. Segenap ketua
Perpustakaan Umum (PU) dan Perpustakaan Fakultas (PF)
Ushuluddin maupun yang lainnya, yang telah memudahkan penulis
dalam mencari data-data dalam skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, seluruh staf dan jajarannya, yang
telah memberikan banyak keilmuan sejak melangkahkan kaki pertama
kali di Ushuluddin, motivasi juga pengalaman hidup.
5. Kedua orang tercinta Bapak Jenali dan Ibu Rosidah yang telah
membesarkan, membiayai, memotivasi dan mendo’akan dengan tulus.
Semoga Allah panjangkan umurnya, berkahkan rezekinya dan
dilindungi dari marabahaya. Kepada sepasang adik yang penulis
banggakan, Lukman Abdul Aziz dan Siti Khumairoh yang
menjadikan semangat agar bisa menjamin hidupnya. Serta, keluarga
besar Bani Tian, Bapak Michrad dan Bapak Surahman.
6. Teman-teman seangkatan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir tahun 2015,
terutama kelas E, KKN BAHTERA 51. Sahabat seperjuangan penulis
dari semester satu, enjeh dan liya’ul, Ai, eonni, ningsih, babang.
Semoga Allah selalu melindungi kalian dan dapat secepatnya
menyusul.
Tangsel, 06 September 2019
Isti Kharismawati
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL……………………………………………… i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…….…..... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………….……. iii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………….…...... iv
LEMBAR PEDOMAN TRANSLITERASI…………..…….... v
ABSTRAK…………………………………………….……..... vi
KATA PENGANTAR……………………………….……..… vii
DAFTAR ISI………………………………….....……….….. ix
DAFTAR TABEL DAN BAGAN…………………………… xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................... 5
C. Batasan Masalah ..................................................... 6
D. Rumusan Masalah .................................................. 6
E. Tujuan Penelitian .................................................... 6
F. Manfaat Penelitian .................................................. 6
G. Kajian Pustaka ....................................................... 7
H. Metodologi Penelitian .......................................... 11
I. Sistematika Pembahasan ..................................... 15
x
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG KEMURKAAN
A. Pengertian Murka ................................................. 18
B. Kajian Surah al-Fātihah …………………………30
a. Bidang Nahwu dan Ṣorof……..……………. 26
b. Bidang Ulumul Qur ān dan Tafsir………….. 27
c. Bidang Fiqih……………………………...… 28
d. Bidang Kebahasaan…………..…………….. 29
C. Ekspresi Kemurkaan ............................................. 32
1. Ekspresi Marah Yang Tampak pada Raut
Muka…………………………………..…… 32
2. Ekspresi Marah Dengan Kata-kata………..... 32
3. Ekspresi Marah Dengan Tindakan………….. 33
4. Ekspresi Marah Dalam Diam………..……… 34
D. Sebab Terjadinya Kemurkaan ............................. 37
E. Dampak Kemurkaan ............................................ 40
BAB III MENGENAL TENTANG YAHUDI
A. Penjelasan Awal Kata Yahūdī .............................. 44
B. Penyebutan kata lain untuk Yahūdī ...................... 46
1. Ibri atau Ibrani ............................................... 46
2. Bani Isrā īl ...................................................... 47
3. Istilah Yahūdī Masa Kini ............................... 48
C. Sejarah Kebangsaan Yahūdī ................................. 48
1. Yahūdī Pra-Sejarah….……………………… 49
a. Ajaran yang datang dari Nabi Ibrahim a.s 49
xi
b. Nabi Musa a.s .......................................... 52
c. Nabi Muhammad SAW ........................... 58
1. Masa Kini ....................................................... 59
2. Pendapat Para Ahli Mengenai Sejarah Yahūdī 60
D. Penyebutan Yahūdī dalam Al-Qur’an .................. 63
1. Yahūdī ............................................................ 64
2. Bani Isrā īl ...................................................... 64
3. Ahl Kitāb ........................................................ 66
BAB IV PERILAKU YAHUDI YANG MENDATANGKAN
KEMURKAAN ALLAH
A. Membunuh Para Nabi ........................................... 70
B. Kerjasama dengan Kafir dalam Keingkaran dan
Kemaksiatan ........................................................ 76
C. Merendahkan Perintah Allah ................................ 79
D. Mengingkari Kebenaran ....................................... 85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................... 92
B. Saran ..................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 94
LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………….., 98
Lampiran 1 Sejarah Yahūdī sebagai Bangsa, Negara dan
Agama…………………………………………………………. 98
xii
Lampiran 2 Perbedaan pendapat mengenai kata
Magdūb…………………………………………..……………. 99
Lampiran 3 Penyebutan kata gadab dari segi makna dan konteks
ayat ……………………………………………………….….. 100
Lampiran 4 Hasil Penelitian kata gadab dalam Al- Qur ān
……………………………………………….............…….... 105
Lampiran 5 Hubungan kata gadab, gaīz, sakhito dan kazīm
…...……………………………………..…………………… 106
xii
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
A. DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Arti kata menurut makna asli dan kedudukannya
dalam Al-Qur’an …………………………………………………… 25
B. DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Garis keturunan …………………………...... 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Marah adalah istilah familiar dalam masyarakat. Kata marah, identik
dengan perilaku negatif yang dapat mengundang kekerasan bagi
pelakunya. Sedang murka adalah sinonim dari kata “marah”. Tapi, kedua
kata ini mempunyai sedikit perbedaan, yaitu: Pertama, kata murka biasa
digunakan untuk menggambarkan suasana hati seseorang yang kemarahan
dan keberangannya sudah sangat mendalam. Namun, kata murka hanyalah
atribut Allah. Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa kata murka. Karena,
perbuatan suatu kaum atau individu yang membuat Allah menjadi sangat
murka. Kedua, kata murka yang menggambarkan emosi seseorang biasa di
sebut marah. Dalam Al-Qur’an terdapat banyak penamaan yang
menunjukan kata murka ataupun marah, salah satunya adalah gadab.
Menurut al-Qurt ubi, gadab adalah marah yang diwujudkan dengan
anggota tubuh seseorang. Orang yang marah dalam pengertian gadab
mulutnya akan mengeluarkan kata-kata keji, kadang-kadang tangannya
ikut menampar, memukul atau membanting barang-barang yang ada di
sekitarnya. Sementara kakinya juga ikut bertindak.1
Dalam Ayat-ayat yang berkaitan dengan kata gadab bermakna marah
yang diperankan oleh manusia terdapat 5 kali pada QS. Al-Araf/7: 150 dan
154, Asy-Syura’/42: 37, Al-Anbiya /21: 87, Thaha/20: 86.
1Muh ammad bin Ah mad al-Qurt ubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, terj.
Fathurrohman ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), 88
2
Ayat-ayat Al-Qur’a n di atas kata gadab diperankan manusia disebut
dengan “amarah”.2 Contohnya kemarahan Nabi Musa a.s. Karena, melihat
kaumnya yang kembali menyembah lembu. Yang terdapat di dalam Q.S
Al-A’raf/7: 150. Ayat tersebut membahas kemarahan Nabi Musa a.s saat
melihat kaumnya kembali pada kesesatan mereka dulu, ia. sangat marah.
Sehingga kemarahan menguasai dirinya, bahkan Nabi Musa a.s. sampai
melemparkan lauh-lauh (lembaran-lembaran) serta memengang rambut
Nabi Harun a.s sambil menarik kearahnya.
Selain itu Al-Qur'an juga membahas ayat-ayat mengenai cerita-cerita
umat terdahulu, sebagai pelajaran agar kita tidak mengulangi kesalahan
tersebut di masa kini. Jika kita tidak ingin mendapatkan akibatnya.
Adapun ayat-ayat yang membahas tentang cerita tersebut. Seperti,
kisahnya Fir'aun, Qarun, Abu Lahab dsb. Jika kita membahasnya lebih
meluas, Al-Qur an juga membahas golongan-golongan yang dimurkai.
Karna, melakukan suatu perbuatan yang membuat Allah murka. Seperti,
murkanya Allah terhadap Yahudi.
Adapun ayat yang mendasari penelitian ini adalah Q.S Al-Fatihah/1:
7, Allah berfirman :
عليهم ول الضال ي المغضوب صراط الذين أن عمت عليهم غي
“(yaitu) jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat dan (bukan jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”.3
Ayat di atas menunjuk ada tiga golongan manusia: Pertama, orang-
orang yang diberi nikmat oleh Allah Swt. Kedua, orang-orang yang
dimurkai oleh Allah Swt atau dikenal dalam istilah Al-Qur’an sebagai al-
2Ria Restika, “Konsep Kecerdasan Emosianal Dalam Al-Qur’an” (Skripsi S1,
Fakultas Ilmu Tafsir IAIN Ponorogo 2015), 69 3Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta, 2010), 1
3
Magdub. Ketiga, orang-orang yang sesat di jalan Allah Swt atau di sebut
dalam surah al-Fatihah dan orang-orang yang sesat atau ad-Dallin.4
Dalam buku “Tafsir Surah al-Fatihah Menurut 10 Ulama Besar
Dunia” dijelaskan bahwa manusia dalam surah al-Fatihah/1: 7 terbagi
dalam tiga kelompok :
1. Kelompok manusia yang diberikan nikmat oleh Allah. Sehingga,
mereka mendapatkan petunjuk ke arah kebenaran.
2. Kelompok manusia yang dimurkai Allah Swt, mereka mendapat
petunjuk berupa ilmu pengetahuan. Tetapi mereka tidak mau
mengamalkannya, bahkan menolaknya.
3. Kelompok manusia yang sesat, ialah mereka yang tidak mendapat
petunjuk ke arah kebenaran, baik secara ilmu maupun amal.
Sehingga mereka beribadah kepada Allah Swt tanpa ilmu.
Seperti yang kita ketahui di akhir surah al-Fatihah terdapat kata gadab
dan dallin yang berarti yang dimurkai dan yang tersesat. Mayoritas ulama
tafsir klasik berpendapat bahwa kata gadab di sini ditunjukkan untuk
kaum Yahudi dan kata dallin untuk kaum Nas rani.5 Sedikit berbeda
dengan, dua Imam Jalaluddin, yakni al-Mahali dan as-Suyut i yang
mengatakan dalam tafsirnya bahwa ad-Dallin adalah orang-orang
Kristen.6
4Awal Asri Ama, “Tiga Golongan Manusia Dalam Al-Qur’an: Kajian Tafsir
Tahlili QS. al-Fatihah/1: 7, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2013), 2 5Abu Zahwa, Tafsir Surah al-Fatihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia, (Jakarta
: Pustaka Azzam, 2011), 723, 712 6Jalaluddin al-Mah ali, as-Suyut i, Tafsir Jalalain.pdf
4
Begitupun yang tercantum dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh
Adi bin Hatim R.A :
النصارىوان الضالي اليهودالمغضوب عليهم هم
“Sesungguhnya orang-orang yang dimurkai itu adalah kaum Yahudi, dan
Sesungguhnya orang-orang yang sesat adalah kaum Nasrani“.7
Meskipun kaum Yahudi dan Nas rani sama-sama sesat dan dimurkai
oleh Allah Swt. Tetapi, sifat dimurkai di khususkan untuk kaum Yahudi,
kemudian di ikuti oleh kaum Nas rani. Karena, sifat orang-orang Yahudi
yang sudah mengetahui kebenaran. Tetapi, mereka mengingkarinya atau
karena mereka melakukan perbuatan batil dengan disengaja. Oleh karena
itu, kata “dimurkai” menjadi sifat khusus bagi mereka. Adapun orang-
orang Nas rani adalah orang-orang yang tidak mengetahui kebenaran,
maka sifat “sesat” menjadi khusus bagi mereka.8
Namun, menurut ulama kontemporer kata tersebut tidak hanya
ditunjukkan bagi Yahudi dan Nas rani. Karena, Allah tidak menyebutnya
untuk siapa kata murka ditunjukkan. Maka, ini berarti bisa siapa saja yang
menjadi orang yang dimurkai Allah. Jika, ia melakukan perbuatan yang
sama seperti yang dilakukan Yahudi pada masa itu.9
Maka ini penting untuk di angkat. Karena, untuk mengklarifikasikan
perilaku buruk apa saja yang dilakukan Yahudi, hingga Allah
memasukannya ke dalam golongan orang yang dimurkai, apa dampak dari
kemurkaan dan pembahasan mengenai ayat-ayat yang terdapat kata gadab
di dalamnya serta adakah kaitan antara ayat-ayat tersebut, disertai
7Imam at-Tirmidzi, Sahih Sunan Tirmidzi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2017), 2954
8Abu Zahwa, Tafsir Surah al-Fatihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia, 712
9Arivaie Rahman,“Al-Fât ihah Dalam Perspektif Mufassir Nusantara: Studi
Komparatif Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur dan Tafsir al-Azhar”, Journal Of
Contemporary Islam And Muslim Societies (JCIMS). vol.2 No.1, (Januari-Juni 2018),19-
20
5
persamaan dan perbedaannya. Karena, ulama klasik melihat kata gadab
memfokuskan kepada siapa ayat itu diturunkan, sedangkan ulama
kontemporer memfokuskan kepada perilaku yang menyebabkan seseorang
dimurkai Allah.
B. Identifikasi Masalah
Penulis menemukan berbagai persoalan yang menjadi identifikasi
masalah pada penelitian ini, di antaranya :
a. Terdapat kesalah pahaman dalam masyarakat mengenai sejarah
Yahudi dan Israel. Apa perbedaan Yahudi sebagai agama dan
bangsa.
b. Minimnya disiplin ilmu yang membahas tentang penyebab Yahudi
dimurkai.
c. Perlunya mencari tahu perbedaan term Yahudi, Bani Isra il dan
Ahl Kitab. Karena, dalam Al-Qur an telah dijelaskan bahwa
Yahudi termasuk golongan Ahl Kitab, sebelum kemudian menjadi
golongan yang dimurkai.
d. Terdapat perbedaan pendapat antara penafsir klasik dan
kontemporer tentang ayat terakhir surah al-Fatihah, terkhusus pada
kata alaihim.
e. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai perbedaan mendasar
antara orang-orang yang dimurkai dan orang-orang sesat.
6
C. Batasan Masalah
Untuk memperjelas dan menghindari pembahasan yang tidak
mengarah pada maksud dan tujuan penulisan skripsi ini, penulis
membatasi penelitian ini hanya kepada apakah perilaku umum yang dapat
mendatangkan kemurkaan Allah dan bagaimana Yahudi menjadi pelopor
bangsa yang dimurkai dalam Al-Qur an.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat
merumuskan pokok permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu
“Bagaimana perilaku Yahudi yang menyebabkan kemurkaan Allah ?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apa saja sifat yang
membuat Allah murka terhadap Yahudi di dalam Al-Qur an dengan
merujuk pada kisah-kisah bentuk kemurkaan Allah dalam Al-Qur an dan
mengkontekstualisasikan sifat bangsa Yahudi dengan fenomena yang
terjadi di masa kini.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: dari manfaat dari
segi akademik dan segi praktis. Dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Manfaat Akademik
a. Menambah wawasan juga pengetahuan baru mengenai kisah
tentang kemurkaan Allah dalam Al-Qur an. Adapun kisah
populer yang paling banyak diceritakan dalamnya adalah kisah
kaum Yahudi, awalnya diberikan keistimewaan hingga
mendapat kemurkaan Allah.
7
b. Memberikan kontribusi pemikiran terkait dengan konsep
murka dalam Islam, dan perbedaannya dengan marah. Marah
dan Murka merupakan perasaan tidak senang terhadap sesustu.
Tetapi, murka satu tingkat di atas marah. Quraish Shihab
mengatakan murka adalah atribut Allah, hal ini tentu berbeda
dengan marahnya manusia yang di datangkan dari emosi.
c. Mengembangkan khazanah keilmuan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitian ini, telah di selesaikan
permasalahan tentang murka dari segi nahwu, psikolog,
tasawuf dan tafsir, mengenai hal ini masih banyak yang perlu
dikembangkan untuk ke depannya.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi rujukan untuk para peneliti setelahnya, dengan
memberi gambaran umum hasil dari Kemurkaan Allah di dunia
dan analisis ayat-ayat kemurkaan Allah terhadap Yahudi.
b. Menjadi rekomendasi pembelajaran untuk masyarakat muslim,
agar menjauhi sifat-sifat yang bisa membuat Allah murka dan
untuk mengevaluasi diri agar lebih baik.
G. Kajian Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan penelitian ini
dengan penelitian yang lain. Setelah melakukan penelusuran kajian-kajian
yang pernah dilakukan. Selanjutnya menemukan beberapa penelitian yang
mengangkat tema sama. Maka penulis rasannya perlu mencantumkan itu
disini. Untuk dapat melihat perbedaan pembahasan dan metodologi.
Sehingga diharapkan skripsi ini tidak terkesan plagiat yang telah ada.
Penulis membaginya menjadi dua bagian pembahasan, yakni:
8
1. Kajian tentang Murka
Tesis yang berjudul “Asbat dan Yahudi dalam Al-Qur an: Melacak
Sejarah dan Korelasi Asbat dan Yahudi Dalam Al-Qur an” oleh
Zukhrufatul Jannah. Tesis yang telah dijadikan buku ini membahas
konsep asbat dan yahud dalam Al-Qur an juga melihat perbedaan di
antara keduanya.
Tesis selanjutnya “Cara Mengendalikan Marah dalam Al-Qur’an:
Analisis Ayat-ayat tentang gadab dalam Tafsir al-Azhar karya Buya
Hamka)” oleh Zakiatul Ulah. Tesis ini membahas cara mengendalikan
marah menurut Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka.
Skripsi selanjutnya, berjudul "Tiga Golongan Manusia dalam AlAl-
Qur an: Kajian Tahlili QS. al-Fatihah/1: 7" oleh Awal Asri Ama. Di
dalam ayat yang terakhir dari surah al-Fatihah menunjukkan ada tiga
golongan manusia. Pertama, manusia yang diberi nikmat
Mun’am alaihim. Kedua, manusia yang dimurkai (al-
Magdub alaihim). Ketiga, manusia yang sesat (al-Dallin). Orang-
orang yang dimurkai sebenarnya termasuk sesat juga. Sebab, saat
mencampakkan kebenaran, mereka telah berpaling dari tujuan yang
benar dan menghadap ke arah yang keliru. Mereka tidak akan sampai
pada tujuan yang di inginkan dan tidak akan pernah mendapatkan
untuk memperoleh yang di kehendaki.
Skripsi selanjutnya yang berhubungan dengan marah/murka adalah
“Konsep Management Marah dan Pengendaliannya dalam Tafsir al-
Misbah.“ yang ditulis oleh Restina Ria. Skripsi ini membahas tentang
kajian analisis penafsiran Ayat-ayat tentang emosi dan
pengendaliannya.
9
Kajian selanjutnya, yakni skripsi yang berjudul “Marah dalam
Ilmu Kesehatan”. Ditulis oleh H. Hasyim. Skripsi ini menjelaskan
tentang marah dalam psikologi secara lengkap disertai dampak yang
di timbulkan dari marah. lalu di kaitkan dengan Ayat-ayat Al-Qur’an
yang membahas tentang kajian tersebut.
Skripsi selanjutnya berjudul “Dalal (sesat) dalam Tafsir Al-Qur’an
al-Azim karya Ibn Katsir” oleh Aji Priyono. Seperti judulnya, skripsi
ini membahas konsep dalal (sesat) dalam Al-Qur’an, kriteria apa saja
yang dapat memasukkan seseorang ke dalam kategori dalal (sesat).
Article of Contemporary Islam and Muslim Societies, vol. 2 no. 1
Januari-Juni 2018 yang berjudul “Al-Fatihah dalam Prespektif
Mufassir Nusantara: Studi Komparatif Tafsir Al-Qur’anul Majid an-
Nur dan Tafsir al-Azhar” oleh Arivaie Rahman. Artikel ini memuat
pembahasan surah al-Fatihah secara umum. Namun ada satu hal yang
sejalan dengan kajian ini, yakni pembahasan kata al-Magdub alaihim
dan al-Dallin dalam Tafsir Al-Qur’anul Majid dan Tafsir an-Nur.
Kajian selanjutnya yang berhubungan dengan marah adalah artikel
Psikologi yang berjudul “Ekspresi Emosi Marah” oleh Syafruddin al-
Baqi. Sesuai dengan judulnya artikel ini membahas tentang marah
dalam aspek psikologi serta, perbedaan ekspresi marah sesuai adat
masing-masing wilayah di Indonesia. Seperti, perbedaan ekspresi
marah suku adat Jawa, Sunda dan Sumatera.
Artikel Unisia, vol. Xxxvii no. 82, Januari 2015. “Pengendalian
Emosi menurut Islam Psikologi Islam” oleh Rachmi Diana. Artikel ini
membicarakan tentang emosi menurut Psikologi Islam.
Kajian selanjutnya, adalah Artikel Al-Bayan vol. 21 no.32 25 Juli-
Desember 2015, yang berjudul “Konsep Amarah Menurut Al-Qur’an”
oleh Umar Latief. Artikel ini membahas tentang penyebutan kata
10
amarah dalam Al-Qur an dan pengendaliannya, juga penyebab amarah
terjadi, yang bisa disimpulkan. Karena, kondisi alam bawah sadar
yang mengikuti sifat buruk hawa nafsu.
Artikel Al-Idaroh, “Management Marah dan Urgensinya dalam
Pendidikan” oleh M. Sya’roni Hasan. Artikel ini membahas marah
secara luas baik dari segi Al-Qur’an juga Psikologi berikut
menjelaskan faktor penyebab marah dan dampak negatifnya.
2. Kajian tentang Yahudi
Buku “Yahudi Menggenggam Dunia” karya William G. Carr.
Buku ini menceritakan tentang sejarah dan tingkah laku Yahudi
secara detail serta sekelumit permasalahan peristiwa masa lalu dan
keterkaitannya dengan Yahudi. Yang dibuat oleh artikelis saat perang
dunia 2.
Berikutnya adalah Disertasi yang berhubungan dengan Yahudi,
yaitu “Yahudi dalam Al-Qur’an: Teks, Konteks dan diskursus
Pluarisme Agama” oleh Zulkarnain. disertasi ini membahas tentang
Yahudi yang di kontruksikan kembali dalam konteks kontemporer,
khususnya dengan mempertimbangkan isu-isu pluralisme agama.
Artikel yang berjudul “Palestina dan Israel: Sejarah, Konflik dan
Masa Depan” oleh Misri A. Muchin. Artikel ini mengenalkan sejarah
bangsa Israel atau Bani Isra il yang masih memiliki keterkaitan
dengan bangsa Yahudi dari jaman dahulu hingga masa kini.
Artikel selanjutnya adalah Religious: Agama dan Lintas Budaya 1,
2 (Maret 2017): 135-146 Yang berjudul “Agama Yahudi sebagai
Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan” oleh Ilim Abdul Halim. Artikel
ini telah mengkaji secara mendalam tentang Yahudi, yaitu dengan
membaginya menjadi dua bagian, di satu sisi Yahudi menjadi agama
etnis dan agama. Seperti, saat Yahudi sebagai etnis telah memerankan
11
peristiwa penting dalam dinamika kehidupan sehingga menjadi
catatan sejarah dunia. Di sisi lain, Yahudi sebagai agama yang
memiliki corak keberagaman tententu yang berbeda dengan agama
lainnya.
Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa perbedaan kajian
ini adalah kajian ini membahas tentang sifat-sifat yang menyebabkan
seseorang dimurkai Allah. Dan penelitian ini menggunakan kajian tematik.
H. Metodologi Penelitian
Metode adalah suatu peran yang sangat penting untuk mencapai suatu
tujuan atau hasil yang ingin dicapai dalam sebuah penelitian. Adapun
metode yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode
penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian kepustakaan
dilakukan dengan mengumpulkan data-data tertulis melalui buku-
buku sejarah, kitab-kitab, majalah, koran, artikel atau bahan tertulis
lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
2. Metode Penulisan
Teknik yang digunakan dalan skripsi ini adalah tematik
(maudu’i), yaitu metode penafsiran yang menjelaskan ayat Al-
Qur’an dengan mengumpulkan ayat-ayat tertentu yang berkaitan
dengan pembahasan dan menjadikannya satu tema yang dibuat
secara sistematis.
12
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penggunaan
metode ini ialah :
a. Memilih dan menentukan tema yang akan dikaji,
berdasarkan Ayat-ayat Al-Qur’an. Penulis mencarinya
dengan menggunakan kamus Mu jam al-Mufahras li Alfaz
al-Qur’an al-Karim karya Muh ammad Fuad ‘Abd al-Baqi
memakai kata gadab.
b. Melacak dan mengumpulkan Ayat-ayat Al-Qur’an yang
membahas topik sama. Kemudian, mengambil beberapa
ayat mengenai perbuatan-perbuatan yang dilakukan kaum
Yahudi, hingga membuat Allah murka. Dan dibatasi oleh
penulis lima ayat yang sesuai dengan tema, yakni Q.S al-
Baqarah/2: 61 dan 90, Q.S Ali Imran/3: 112, Q.S al-
Maidah/5: 80, dan Q.S al-A’raf/7: 152.
c. Menyusun ayat-ayat secara sistematis menurut kronologis
turunnya ayat tersebut disertai pengetahuan tentang sebab-
sebab turunnya (asbab nuzul), dan memilih beberapa tafsir
dengan corak yang berbeda sebagai bahan acuan sumber
tafsir. Seperti tafsir al-Misbah, tafsir al-Maragi, tafsir
Jalalain, dll.
d. Menghimpun pendapat para penafsir dan menjadikannya
sebuah perbandingan. Dan melengkapi penjelasan ayat
dengan hadis Nabi, bila di pandang perlu.
e. Mengarahkan pemaparan tersebut secara global dengan
melihat situasi yang ada saat ini.
f. Menyimpulkan hasil penelitian terhadap analisis.10
10
Abd. Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudu’i dan Cara Penerapannya
(Jakarta: Grafindo Persada, 1996 ), 51
13
3. Sumber Data
Sumber data adalah subjek tempat asal data dapat diperoleh,
dapat berupa bahan pustaka, atau orang (informan atau
responden). Adapun objek penelitian atau variabel penelitian
adalah masalah pokok yang dijadikan fokus penelitian atau yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian. Sumber data dalam
penelitian ini adalah buku-buku yang relevan dengan pembahasan.
Sumber penelitian yang penulis gunakan terbagi menjadi dua,
yaitu:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data atau
dalam hal ini adalah peneliti.11
Misal dalam penelitian
substansi pemikiran tokoh, sumber primer adalah sejumlah
karya tulis yang ditulis langsung oleh objek yang diteliti.
Dalam bentuk dokumen, sumber data primer diartikan
sebagai sumber data yang langsung diperoleh dari orang
atau lembaga yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawab terhadap pengumpulan atau penyimpanan dokumen.
Sumber semacam ini dapat disebut juga dengan first hand
sources of information atau sumber informasi tangan
pertama.12
Adapun yang menjadi sumber data primer dalam
penelitian ini adalah Al-Qur an. Fokus pada ayat-ayat
tentang kemurkaan Allah terhadap Yahudi, yang telah
penulis batasi yakni: Q.S al-Baqarah/2: 61, 90, Q.S Ali
11
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan., 308
12Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung : Pustaka Setia, 2011), 152
14
Imran/3: 112, Q.S al-Maidah/5: 102 dan Q.S al-A’raf/7:
152.
Dan data primer yang untuk sumber tafsir yang
penulis gunakan untuk mengumpulkan data dalam metode
maudu’i, yakni: Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an) karya Quraish Shihab, Tafsir Fi z ila l
al-Qur’an karya Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili ,,
karya Sayyid Qutub, Tafsir Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an
karya Muh ammad bin Ah mad al-Qurt u bi , Tafsir Depag
karya Departemen Agama Indonesia, Tafsir Jalalain karya
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyut i, Tafsir al-
Azhar karya Buya Hamka, Tafsir S afwah al-Tafasi r Tafsir
li al-Qur’an al-Kari m karya Muh ammad Ali al-S a bu ni ,
Tafsir al-Mara gi karya Ahmad bin Mus t afa al-Mara gi ,
Tafsir Al-Qur an Karim karya Mahmud Yunus dan Tafsi r
an-Nu r karya Muh ammad Hasbi al-S iddiqi.
b. Sumber Data Sekunder
Selain sumber data primer, ada pula informasi yang
bisa diperoleh dari sumber data sekunder, yaitu sumber
data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data atau dalam hal ini adalah peneliti. Misal
dalam penelitian substansi pemikiran tokoh, sumber data
sekunder adalah sejumlah karya tulis yang ditulis oleh
orang lain yang berkenaan dengan objek yang diteliti.
Dalam bentuk dokumen, sumber sekuder adalah
sumber informasi yang tidak secara langsung diperoleh
dari orang atau lembaga yang mempunyai wewenang atau
tanggung jawab terhadap informasi yang ada padanya.
15
Sumber semacam ini disebut juga dengan istilah sumber
informasi tangan pertama.
Adapun yang menjadi data sekunder dalam penelitian
ini adalah:
a. Buku “Al-Yahud al-Mausuah al-Mushawwarah (ed)
Yahudi” karya T ariq as-Suwaidan, penj. Imam Firdaus.
b. Buku “Al-Qur an Mengungkap Tentang Yahudi:
Watak, Sifat, Perilaku Buruk Bangsa Yahudi” karya
Rizem Aizid.
c. Buku “76 Karakter Yahudi Dalam Al-Qur an” karya
Syaikh Mustafa al-Maragi.
d. Tesis “Asbath dan Yahudi dalam Al-Qur an: Melacak
Sejarah dan Korelasi Asbath dan Yahudi Dalam Al-
Qur’an” oleh Zukhrufatul Jannah.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan para pembaca dalam memahami skripsi ini,
maka penulis menyusun skripsi ini secara sistematis, dan membagi
pokok-pokok permasalahan yang terdiri dari 5 (lima) bab, sebagai
berikut:
Bab Pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab Kedua, berisi landasan teori konsep murka dalam aspek
psikologi dan Islam, yang terdiri dari pengertian murka, ekspresi
kemurkaan, kajian surah al-Fatihah, penyebab dan dampak
kemurkaan Allah.
16
Bab Ketiga, berisi analisis tentang sejarah Yahudi. Seperti asal
penamaan, garis keturunan Yahudi dan penyebutannya dalam Al-
Qur’an.
Bab Keempat, berisi penyajian analisis data perilaku Yahudi yang
mendatangkan kemurkaan Allah yang merujuk pada Ayat-ayat
kemurkaan Allah terhadap Yahudi.
Bab Kelima, berisi penutup yang meliputi kesimpulan hasil
penelitian, dan saran. Dengan harapan, adanya masukan atas
penelitian ini, semoga dapat menjadi acuan bagi para peneliti
selanjutnya.
17
BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG KEMURKAAN
Emosi adalah kondisi manusia yang tidak stabil di mana kehadirannya bisa
ditunjukan adanya ekspresi pada wajah. Contoh: sedih, senang, takut dan
marah. Semua emosi tadi muncul. Karena, adanya ketersinggungan dengan
yang lain. Sebab, emosi tidak akan muncul tanpa adanya sesuatu yang
melatarbelakangi munculnya emosi. Misalnya, emosi marah yang muncul
karena adanya pertikaian, kesalahan yang diperbuat dalam hal pekerjaan
maupun perkataan, kecemburuan sosial atau meningkatnya hormon bagi
wanita.
Marah adalah salah satu sifat manusia yang menggambarkan suasana hati
tidak nyaman karena suatu hal. Marah adalah sikap yang menunjuk kepada
suatu perbuatan yang buruk. Karena, marah bisa menyebabkan seseorang
terjebak dengan situasi yang ada hingga lupa tentang suatu hal yang baik.
Maka, dari itu seseorang yang sedang marah sangat mudah dipengaruhi oleh
setan. Dan marahnya seseorang yang menimbulkan keberangan yang
mendalam di sertai dengan luapan emosi yang besar sekali dan susah di
kendalikan disebut murka.1
1Peter Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English
Press, 2002) 916
18
A. Pengertian Murka
Dalam bahasa Indonesia, di bedakan antara murka dan marah.
Marah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perasaan tidak
senang (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya dsb), marah juga
berarti berang, gusar.2 Sementara, kata murka adalah sangat marah,
mendapat perlakuan seperti itu. Jika, menjadi kata kerja bermakna
baginda memarahi hambanya yang tidak patuh.3
Kata murka dalam bahasa Arab adalah gad ab. Dalam agama, kata
murka cenderung lebih ke Allah Swt. Sedangkan, marah bersumber dari
manusia. Kata murka memiliki makna yang derajatnya lebih tinggi dari
marah. Karena, murka hanyalah atribut Allah Swt. Meski begitu, gad ab
dalam bentuk apapun semuanya tetap memberi kesan keras, kokoh, dan
tegas. Seperti halnya, singa, batu, banteng, atau sesuatu yang merah
padam, semuanya digambarkan melalui akar kata gad ab. Jadi “al-
gad ab” adalah sikap keras, tegas, kokoh, dan sukar tergoyahkan yang
diperankan oleh pelakunya terhadap objek disertai dengan emosi.4
Gad ab secara literal, adalah asy-syiddah yang berarti kesulitan.
Sedangkan makna rajulun gad b adalah seorang lelaki yang sangat
keras. Adapun makna al- a ub adalah kehidupan yang buruk, karena
kehidupan yang sulit. Sementara makna al-gad bah adalah perisai yang
terbuat dari kulit unta, dimana sebagian dari kulit disatukan dengan
sebagian yang lain. Perisai tersebut dinamakan demikian karena sulitnya
menyatukan dua kulit antara yang satu dengan yang lainnya.5
2Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, cet.1 (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), 559 3Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1357 4Muhammad Qurai sh Shiha b, Tafsir al-Misbah sa sa a s ras a
l- ur‟ (Jakarta: Lentera Hati, 2000 ), 70 5 - a s r l- ‟ l al- ur‟ , 432
19
Hal ini mungkin menunjukkan orang yang mempunyai sifat a a
akan sulit bersatu dengan orang yang memiliki hati bersih. Ini sesuai
dengan kata gad ab dalam s al- r b berarti 6
Gad ab berakar dari huruf-huruf انغ , انضاد , انثاء dengan makna dasar
keras.7 Dan berasal dari asal kata غضثا .yang berarti marah غضة– غضة -
8
Jika menjadi objek (تغضة), berarti dengan paksa, dengan kekuatan,
dengan kekerasan.9 Ini menunjukkan bahwa kemarahan bisa
mengakibatkan kekerasan.
Dalam kamus Dwibahasa Oxford-Erlangga, marah adalah feeling
or showing anger, yang artinya merasakan atau melihat kemarahan.10
Kamus Kontekstual Arab-Indonesia menyebut ghadab dalam berbagai
bentuk di antaranya, 11
yang marah ضة )فا( : , غا 12
kemarahan )غضثا )يص ,
13dimarahi : )يغضىب )يف .
14 Abd. Muin berpendapat dalam bukunya
bahwa kata غضة juga diartikan dengan ular yang jahat. Makna غضة di
sisi Allah ialah kehendak Allah untuk memberi hukuman kepada orang
yang bersalah. Dan yang di maksud dengan عههى يغضىب adalah orang-
orang yang berhak memperoleh siksaan karena perbuatannya.15
6 ur, s al- r b - 3263
7Muh ammad Qurai sh Shiha b, Tafsir al-Misbah, 70
8 wwir, Kamus Munawwir (Arab-Indonesia) cet.14 (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), 1008 9Kaserun A.S Rahman, Kamus Modern-Arab al-Kamal (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2010), 629 10
A. Remy Rohadian, Kamus Dwibahasa Oxford-Erlangga, cet.1 (Bhd:
Erlangga, 1996), 127 11 eseorang yang melakukan perbuatan tersebut
12 dar adalah
memiliki masa, tempat, dan zat. Dalam bahasa Indonesia bisa juga disebut kata kerja. 13 l
i sasaran perbuatan. 14
Imamuddin, Kamus Kontekstual Arab-Indonesia, (Jakarta: Gema Insani,
2012), 428 15 , Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera: Tafsir Surah al-
F tihah, cet.I, (Jakarta: Yayasan Kalimah, 1999), 104
20
Adapun murka dari segi objek (yang dimurkai), yakni a a dalam
bentuk ialah mag b,
- tihah/1: 7. Pengertian mag b menurut a - g adalah orang-
orang yang telah menerima atau mendengar agama yang benar dan di
-Nya, tetapi mereka menolak dan
mengasingkan diri tanpa mau melihat sedikitpun. Mereka tidak mau
menggunakan akalnya didalam meneliti dalil-dalil yang ada, mereka
lebih menyukai taqlid warisan nenek moyang mereka.16
Dengan ini
dapat dikatakan bahwa a adalah subjek atau pelaku yang telah
mengetahui kebenaran, tapi mengingkarinya.
Meskipun sama dalam segi hurufnya. Namun, kata berbeda dengan
kata a o, yang artinya benci atau kebencian. Benci dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti sangat tidak suka kepada sesuatu yang di
benci atau perasaan yang muncul saat adanya suatu hal. Misalnya benci
kepada seorang penjilat, orang yang suka menonjolkan diri dan
memburuk-burukkan orang lain.17
memunculkan kemarahan. Apabila sikap menjauh tersebut mendominasi
diri seseorang, maka lahirkan kebencian.
Menurut istilah, a a adalah sikap marah yang diungkapkan
dengan kata-kata kasar karena tidak senang dengan perlakuan seseorang.
Marah menurut Ilmu Tasawuf adalah kekuatan setan yang disimpan
Allah Swt di dalam diri manusia. Marah laksana seponggah api yang
menyala dan membakar hati manusia. Hal yang tampak adalah seperti
mata seseorang yang merah ketika sedang di landa marah. Sedangkan,
menurut pakar Ilmu Jiwa modern, marah adalah salah satu insting dan
16
Ah mad bin Mus t afa al-Mara gi , Tafsir al-Mara gi , terj. Bahrun Abu Bakar, jilid
1 (Semarang: Toha Putra, 1985), 53 17
Software Kamus Besar Bahasa Indonesia
21
beberapa insting pribadi yang bertujuan menjaga jiwanya serta
memberikan perlawanan ketika melihat musuh yang dipandang dapat
mengalahkannya. Marah juga merupakan reaksi terhadap segala bentuk
kedala yang menghambat seseorang didalam melakukan aktivitas untuk
mencapai tujuan.18
Umar Latief menyebut sifat amarah adalah sifat alami dari dorongan
nafsu yang mengarah pada keburukan. Namun, bukankah Allah
memberikan manusia akal, dengan tujuan agar manusia dapat
mengendalikan hawa nafsunya. Seperti dalam Q.S al-Baqarah/2: 145,
yang mengartikan bahwa sifat amarah yang mengikuti hawa nafsu, selalu
berarti penyimpangan yang jahat yang kemungkinan menyesatkan
manusia dengan jalan yang tidak benar. Sebab, hawa nafsu merupakan
‘ilm.19
-
berpengetahuan. Seseorang yang berperilaku demikian, di sandarkan
pada sifat yang mengikuti hawa nafsu, dengan penekanan mental dan
pengetahuan yang lemah.20
Dalam l u ‟ dijelaskan bahwa marah adalah fitrah yang
ada pada setiap diri manusia, namun bila rat (berlebih-lebihan) ini akan
tersisanya penglihatan kalbu, pertimbangan dan pemikiran. Yang
berasal dari neraka.21
18
Heri MS Faridy, Ensiklopedia Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008), 401 19
Ilm berarti ilmu pengetahuan atau logika, yang mengartikan bahwa nafsu saa
sejali tidak berorentiasi pada kebenaran. 20
Umar Latief, - al- a . vol. 21 no.32
(25 Juli-Desember 2015), 3 21 m al-G , l u n: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama,
adillah (Jakarta: Republika Penerbit, 2012), 173
22
- menyatakan dalam tafsirnya, a a adalah marah yang
di wujudkan dengan anggota tubuh seseorang. Orang yang marah dalam
pengertian a a mulutnya akan mengeluarkan kata-kata keji, kadang-
kadang tangannya ikut menampar, memukul atau membanting barang-
barang yang ada di sekitarnya. Sementara kakinya juga ikut bertindak.
Sedangkan a a yang menunjukkan Allah adalah sifat Allah ingin
menghukum. P al- a a pada sifat Allah ialah
keinginan untuk menghukum. Dengan demikian, a a merupakan sifat
zat Allah. Hal ini sama seperti, kehendak Allah yang juga merupakan
sifat zat-Nya. Maka, keinginan menghukum sama dengan kehendak
22
Menurut b, munculnya murka disebabkan adanya
pembangkangan terhadap kebenaran yang menimbulkan penyesalan
bahkan siksaan, paling sedikit adalah siksaan batin. Sama halnya dengan
mereka yang melaksanakan kebenaran dan kebajikan, akan
menghasilkan imbalan yang baik pula. Beliau menjelaskan meskipun
kata a a diartikan dengan murka Tuhan ini maksudnya bukanlah
sama seperti amarah makhluk yang datangnya dari emosi. Ia juga
mengutip pendapat para penafsir jaman dulu yang memahaminya dengan
arti kehendak-Nya untuk melakukan tindakan keras dan tegas terhadap
mereka yang membangkang perintah-Nya. Hal ini berupa ancaman dan
siksaan yang akan didapat di akhirat nanti.23
22
Al- a a Allah dengan hadis yang berbunyi
ان الصدقة لثطفئ غضب الرب q T
Allah di sini adalah sifat perbuatan. - l- ‟ l
al- ur‟ , 432-434 23 b, Tafsir al-Misbah, 70-71
23
Dari paparan di atas dapat disimpulkan, marah adalah suatu emosi
yang timbul dan dapat dilihat ciri-cirinya hanya dengan melihat ekspresi
yang diberikan. Seperti adanya aktivitas syaraf yang tinggi, mata yang
merah dan muka berwarna merah padam, hal ini bisa terjadi karena
munculnya perasaan tidak suka pada suatu hal atau bisa jadi tidak senang
dengan kesalahan yang terjadi. Adapun murka adalah suatu emosi
disertai tindakan yang timbul. Akibat adanya suatu hal yang dapat bisa
dikatakan fatal menurutnya, hingga menyebabkan meledaknya amarah
dan keberangan yang mendalam. Akan tetapi, karena murka adalah
atribut Allah. Maka, sudah pasti emosi yang dilahirkan berbeda.
- n, menyebut kata a a dengan aneka ragam makna. Bila
dilihat dari konteks ayat, yaitu :
1. G yang diperankan Allah, berarti menunjukkan Allah sebagai subjek
dari kemurkaan, ialah :
a). a a Allah - r/24:
9, Q.S an-Nahl/16: 106.
b). a a - q
-
2. G yang diperankan manusia, berarti menunjukkan manusia sebagai
subjek dari kemurkaan dalam hal ini adalah kemarahan, ialah -
T - -
3. G yang menunjukkan perbuatan yang mendatangkan murka Allah
(objek dari kemurkaan), di antaranya :
a). P -
b). Perbuatan dalam Q.S al-
Baqarah/2: 60, 90, Q.S li n/3: 112, Q.S a - dah/5 : 102,
Q.S - A f/7: 152.
24
Dalam a s l- ur‟ - -
menggunakan kata غضة (murka, marah) adalah surah a - /4: 93, a -
dah - - -Mumtahanah/60: 13.
Sementara yang menggunakan kata غضة
- q - -
- T - -
16.24
Mengutip dari Kitab u a al- u a ras l l al- ur‟ al-
ar m.25
Tabel 1.1
Tabel penyebutan kata a a
-
24 assan, a s l- r‟a (Bangil: Amprint, 1991), 267
25 ammad ‘ - q , u‟ a al- u a ras l l al- ur‟ al-
ar m - 1339
NO SURAH LAFADZ ARTI KEDUDUKAN
1. a - 93 ة ض غ Murka, Marah Kata Kerja
2. a - dah 60 ة ض غ Murka, Marah Kata Kerja
3. al-Fath 6 ة ض غ Murka, Marah Kata Kerja
4. a -
dalah ة ض غ 14 Murka, Marah Kata Kerja
5. Al-
Mumtahana ة ض غ 13 Murka, Marah Kata Kerja
6. a - 37 واب ض غ Mereka Marah Kata Benda
7. al-Baqarah 61 ة ض غ Kemurkaan Objek
8. al-Baqarah 90 ة ض غ Kemurkaan Objek
9. li n 112 ة ض غ Kemurkaan Objek
25
Menurut tabel di atas dapat dipahami beberapa macam kata a a
dengan kedudukannya di antaranya: a. Kata ga iba mengartikan marah,
murka dan kedudukan sebagai kata kerja. Maksudnya, menunjukan
perilaku seseorang yang sedang marah. b. Kata ga aba yang artinya
kemurkaan dengan kedudukannya sebagai objek, berarti menunjukan
perbuatan yang mengundang kemurkaan. c. Kata ga na yang artinya
dengan marah. kedudukannya sebagai kata sifat atau menunjukkan
situasi di mana saat itu ia sedang marah. d. Kata ga ab ini memilki arti
kemurkaan-Ku berarti menujukkan Allah sebagai subjek kemarahan.
e. Terakhir, kata mag b artinya orang-orang yang dimurkai yang
berkedudukan objek (jamak) ini menunjukkan seseorang atau pelaku
yang di jatuhi hukuman.
10. - A f 71 ة ض غ Kemurkaan Objek
11. - A f 152 ة ض غ Kemurkaan Objek
12. - A f 154 ة ض غ Kemurkaan Objek
13. a - l 16 ة ض غ Kemurkaan Objek
14. an-Nahl 106 ة ض غ Kemurkaan Objek
15. T 87 ة ض غ Kemurkaan Objek
16. an-Nur 9 ة ض غ Kemurkaan Objek
17. a - 26 ة ض غ Kemurkaan Objek
18. T 81 يب ض غ Kemurkaan-Ku Subjek
19. - A f 150 ان ب ض غ Dengan marah Kata Sifat
20. T 86 ان ب ض غ Dengan marah Kata Sifat
21. al- tihah 7 بو ض غ الم Orang-orang yang
dimurkai Objek (Jamak)
26
B. Kajian Surah - tihah
Surah al-Fatihah yang menjadi dasar dalam penelitian ini, maka ini
perlu dibahas untuk melihat kaitan antar keduanya, berikut adalah
pembahasan surah al-Fatihah dari berbagai keilmuan, yaitu:
a. f
surah al-Fatihah berarti bukan atau pengecualian.
Dalam Ilmu Nahwu ini dinamakan dengan a tul al- st ts ‟.26
Dengan
ini, semua kata atau alat pengecualian memiliki arti yang sama, yakni
kecuali, selain atau bukan. Selain itu kata st ts di sini, menjadi
bentuk st ts u q t , yaitu pengecualian yang terputus dari
golongan sebelumnya, seolah-olah untuk menunjukkan bahwa gologan
ini dikecualikan dari golongan memperoleh nikmat.27
Perubahan
harakat ‟r kata g nya dal
s ustats
(kasrah) di huruf akhirnya jika menggunakan kata pengecualian.
Karena, - - hah ini adalah
badal (kata ganti)28
dar ‟r kata g
a r r (kasrah) pada huruf akhirnya. Dengan ini, menjadi g
Adapun penggunaan kata al-Mag dengan kedudukan s
a ‟ l.29
Hal ini untuk menunjukkan bahwa kemurkaan itu berasal dari
Allah dan wali-wali mereka. Dalam a s r u „ a
26 tul al-istitsn
- 27 a s r ats r jil.1 (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 1999), 140
28Seperti
kemungkinan. Jika, maknanya orang-orang yang diberi nikmat adalah orang yang selamat
dari kemurkaan dan kesesatan maka ini menjadi badal. Dan, jika maknanya adalah
mereka yang terkumpul padanya kenikmatan mutlak, yaitu keimanan dan keselamatan
dari kemurkaan dan kesesatan, maka ini menjadi a‟at atau kata sifat. 29
27
- n mengatakan bahwa kata Mag
„ala adalah orang-orang yang dimurkai oleh Allah karena keufuran
yang dilakukan dan berbuat kerusakan di muka -
.30
Artinya, ia tidak -
lah orang yang dimurkai Allah tersebut.
b.
- hah menurut as a u l31
-nya terbagi menjadi
beberapa pendapat: Pertama, Makkiyah disebabkan diturunkan di kota
Mekkah. Kedua, Makkiyah dan Madaniyah - hah di
turunkan di kota Mekkah sekali dan di kota Madinah yang lain.
Da - q yebut tiga ayat yang
menerangkan bahwa Yahudi adalah golongan yang Allah maksud pada
kata al-Mag di - tihah tersebut. Di antaranya adalah Q.S
al-Baqarah/2 - - f/7: 152.32
Mereka yang mengetahui kebenaran,
namun meninggalkannya. Seperti a , a s aca a.”33
Adapun alasan mengapa Allah tidak memasukan nama-Nya untuk
menunjukkan -
yang menggunakan penyandaran akan nikmat kepada Allah dan tidak
menyandarkan penyesatan dan kemurkaan pada nama-Nya. Jadi, meski
adanya penghapusan ‟ l (subjek) pada kata dimurkai di sini. Tapi,
Allah sudah menunjukannya dalam firman-Nya yang lain. Seperti
30 lih - n, Tafsir u „a a, (Jakarta: Darul Falah,
2017), 34 31
Sebab turunnya sebuah ayat ataupun surah. 32 m q , Ta s r al- ‟ul a (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010),
143 33 Tafsir a s r ar rra n Fi ta s ri al l a n (Darul
Haq: Pustaka Aysha, ttp), 29
28
dalam Q.S - 34
Begitupun dengan kesesatan yang
sudah dituliskan dalam Q.S Kahfi/18: 17)35 -
36
c. Bidang Fiqih
Adapun dalam bidang Fiqih, terdapat perbedaan mengenai
kepentinga - hah. Apakah termasuk dalam
ayat atau tidak, dan mengenai bacaan yang wajib dibaca saat shalat,
yaitu :
1.
- 37
Mereka juga tidak
menganggap basmalah sebagai satu kesatuan dal -
hah.38
34
عه هى وحهفى كى ول ي ا هى ي هى ي عه تىنىا قىيا غضة الل انكرب أنى تس إن انر
ى وهى عه
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang
ur a lla s a a t a ?” 35
ال وإذا غستت تقسضهى ذات انش كهفهى ذات ان س إذا طهعت تزاوز ع وتسي انش
هد الل ي آات الل نك ي ه ذ تجد نه ونا يس داوهى ف فجىج ي ضهم فه هد وي فهى ان
“ ara s apa a r p tu u ol lla a a D a-lah yang mendapat
petunjuk, dan barangsiapa yang disesatkan-Nya maka kamu tidak akan mendapat
seorang pemimpinpun yang dapat memberikan petunjuk. 36 هى نه ورزهى ف طغاهى ع فل هاد ضهم الل ي
“ ara s apa a lla s sat a a a a a ta a a ora a a a
memberi petunjuk, Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesata .” 37 -
sama, ia beralasan bahwa jika basmalah bukan termasuk -
hah menjadi enam ayat. Sedangkan dalam hadis dikatakan surah -
Dengan ini, ayat ketujuh pada surah ini dibagi dua, yaitu s ratal la a
a a ta ala lalu ayat ketujuh, a r l a ala a la - all 38
Hal ini bers Anas r.a, yakni : “ u p r a
shalat di la a a a ar ts a ar. r a ucap
l a ul lla a l la a t a p r a ucap s lla rra rra
baik diawal aupu a r sura al-F t a .” (H.R Muslim)
29
2.
-
(sirr)39
.
3. jahr40
. Ia
mengatakan bahwa basmalah digunakan sebagaimana mestinya,
pelan untuk shalat yang dibacanya pelan (sirr) dan dibaca kencang
untuk shalat yang jahr. Berdasarkan hadis Nabi Saw yang
diriwayatkan oleh Ummu Salamah.41
d. Bidang Kebahasaan
- n merupakan Kitab Suci yang memiliki nilai kebahasaan
yang indah, salah satunya ketika ada satu kata yang mempunyai dua
makna ataupun sesuatu yang memiliki keterkaitan dengan banyak hal.
Seperti halnya leksikal42
, polisemi43
, dan sinonim44
. Dalam hal ini, kata
g ab memiliki sinonim dengan kata sakhito, a , ka dsb. Dan
ga ab adalah antonim dari kata r a45
.
39
Sirr adalah lirih atau pelan, dapat diartikan pula dengan membaca di dalam hati
saat shalat, seperti halnya ar. 40
Jahr adalah mengeraskan suara, seperti saat imam membaca surah sewaktu
41
Artinya:“S su u a a aca ismillahirrahmanirrahim dan
menganggapnya sebagai satu ayat dan Alhamdulillahi Ra l al n sebagai yang
kedua. ud) 42
Leksikal berkaitan dengan leksem, yakni satuan leksikal dasar yang mendasari
pelbagai inflektif suatu kata. Misalnya, dalam kata sleep, slept, sleeps dan sleeping itu
adalah bentuk leksem dari kata sleep. 43
Polisemi adalah bentuk bahasa, seperti kata, frase, dengan makna yang
berbeda-beda. 44
Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk
lain. Kemiripan atau kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, dan kalimat. 45 a adalah kerelaan, sikap menerima segala ketentuan Allah dan mencoba
bersikap tenang saat menghadapi cobaan.
30
Adapun perbedaan mendasar dari kata-kata tersebut ialah, ekspresi
kemarahan atau kemurkaan yang diterima, yakni:
1. adalah ekspresi marah pada diri seseorang. Namun, dia
menahannya didalam hati dan tidak mewujudkan dalam tubuhnya.
2.
tertahan dikerongkongan sehingga tidak ada yang keluar.46
3. o adalah benci kepada seseorang, sehingga ia berusaha
menyakitinya.47
Begitupun dengan sebuah kata yang berdampingan dengan setelahnya,
dan memiliki makna hampir sama. Seperti kata a yang seringkali
berdampingan dengan kata all . Berikut uraiannya:
Mayoritas ulama tafsir klasik berpendapat bahwa kata a a disin
dan kata all .48
وان الضالين النصارى اليهودالمغضوب عليهم ىم
“S su u a ora -ora a ur a tu a ala au a
a . Dan S su u a ora -ora a s sat a ala au
as r “.49
46
B.P Hasibuan, “ ara ala l- ur‟ ” (Skripsi S1, Fakultas ilmu Tafsir
UIN Sultan Syarif Kasim, 2015), 66-68 47
Syauqi Dhaif, u‟ a al- as t juz II, q -
654 48
Abu Zahwa, Tafsir Surah al-F tihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia, 712 49 -Tirmi , S a h Sunan r , 2954. Selain itu mengenai hal ini,
Allah juga menjelaska - -ciri sesat.
31
sama-sama sesat dan dimurkai
oleh Allah Swt. Tetapi, sifat dimurkai di khususkan untuk kaum ,
kemudian di ikuti oleh kaum . Karena, sifat -
yang sudah mengetahui kebenaran. Tetapi, mereka mengingkarinya atau
karena mereka melakukan perbuatan batil dengan di sengaja. Oleh karena
Adapun orang-
orang Nasrani adalah orang-orang yang tidak mengetahui kebenaran,
50
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa maksud dari kata murkai adalah
bukan jalan orang-orang yang dimurkai adalah orang yang mengetahui
kebenaran, tapi enggan mengikutinya. Hasbi menjelaskan dalam tafsirnya,
bahwa kata a -D all adalah orang-orang yang tidak atau belum
mengetahui kebenaran, boleh jadi karena seruan agama masih awam
baginya. Ia juga menyebut bahwa golongan tidak tersesat dalam artian
duniawi melainkan sesat di akhirat.51
Namun, ada juga sebagian ulama
yang mengatakan itu adalah orang Musyriq, Fasiq fiq
-
a .
50
Abu Zahwa, a s r Sura l-F tihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia, 712 51
L. Hanum, “ l-F tihah dalam Prespektif Mufassir Nusantara Stu
o parat a s r al- r‟a a a - r dan Tafsir al- ar”. Jurnal of
Contemporary Islam and Muslim Societies, vol.2 No.1 Januari-Juni 2018, 20
32
C. Ekspresi Kemurkaan
Dalam buku Emosi (Khazanah Ka a l- ur‟ n)
- n, diantaranya :
1. Ekspresi Marah Yang Tampak Pada Raut Muka
Hal ini terdapat dalam Q.S - l/16: 58-59 dan Q.S az-Zukhruf/43:
1752
. Kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa emosi marah dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan pada raut muka, yang dicontohkan
seperti marahnya kaum K sy karena lahirnya anak perempuan
yang pada masa itu dianggap sebagai aib bagi keluarga Arab Jahiliyyah.
Kemarahan mereka pada saat itu, digambarkan dengan ungkapan
muswaddan yang artinya hitam pekat, dengan bahasa lain disebut merah
padam.
2. Ekspresi Marah Dengan Kata-Kata
Ekspresi marah jenis ini terdapat dalam Q.S T : 86, surah al-
Qalam - /21: 87-88.53
nus a.s yang marah kepada kaumnya hingga
berakhir dirinya di dalam perut ikan paus.
52 مسودا وىو كظيم ۥوإذا بشر أحدىم با ضرب للرحن مثلا ظل وجهو
Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang
dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha Pemurah; jadilah mukanya hitam pekat
sedang dia amat menahan sedih.(Q.S az-Zukhruf/43: 17). 53
قى أسفا قال قىيهۦ غضث إن كى انعهد أي و أنى عدكى زتكى وعدا حسا أف فسجع يىس طال عه أزدتى أ
ىعدي تكى فأخهفى ي ز كى غضة ي حم عه
Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata
Musa: "Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang
baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki
agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu melanggar perjanjianmu dengan
aku?". T : 86)
33
Ketiga ayat tersebut mempunyai makna yang berbeda. Ayat
pertama, menyiratkan pelibatan diri terhadap kondisi masyarakat yang
bobrok untuk di bina kembali. Sedangkan ayat kedua dan ketiga
menggambarkan adanya pelepasan diri atau escape. Tetapi ternyata,
upaya lari dari masalah dengan membawa kemarahan memberikan
kesulitan yang lebih parah, seperti diusir dari kapal hingga dimakan ikan
paus dsb.
3. Ekspresi Marah Dengan Tindakan
Ekspresi marah dengan tindakan terdapat dalam Q.S
- A f/6: 150.54
Surah pertama dari menjelaskan
kemarahan yang mendarah daging kaum M fiq saat bertemu kaum
M n, di depan kaum Muslim mereka menyatakan keimanannya.
Tapi, ketika dalam posisi tidak bertemu, mereka menggigit jari-
jemarinya sebagai bentuk pelampiasan kemarahan dan kebenciannya
kepada kaum Muslimin.
Gambaran marah dengan tindakan terlihat jelas pada ayat tersebut,
seperti marahnya
n a.s tidak becus menjalankan amanat
darinya. Kemarahan yang ditunjukkan adalah Nabi M a.s melempar
prasasti (luh-luh) yang didalamnya berisi ayat-ayat Taurat, kemudian
54 ا رجع موسى إلى قومهۦ غضبن أسفا قال بئسما خلفتمونى من بعدى أعجلتم أمر ر م ولم ب
هۥ إليه قال ابن أم إن القوم ادوا يقتلوننى فل وألقى اللواح وأخذ برأس أخيه يجر استضعفونى و
لمين تشمت بى العداء ول تجعلنى مع القوم الظ
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati
berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah
kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun
l par a lu -lu aurat tu a a ra ut pala sau ara a a run)
sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini
telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu
janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu
masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim"(Q.S - f/6: 150)
34
a.s.
4. Ekspresi Marah Dalam Diam Atau Menahan Dalam Hati
Gambaran ekspresi dalam diam
85-86, dan ayat 7755 q b a.s
yang menahan amarah kepada anak-anaknya karena, tidak bisa menepati
janjinya menjaga kedua adik bungsu. Pertama
ke sumur oleh kakak-kakaknya kemudian mengatakan pada ayahnya
suf
yang bernama min56
juga pernah dipenjara karena, dituduh
mencuri timbangan milik negara. Hingga, saat diceritakan kepada
Ayahnya, Nabi Ya q b a.s hanya berpaling dari anak-anaknya dengan
membawa kemarahan yang ia sembunyikan.
suf pun muncul, karena
mendengar saudara tirinya mengatakan bahwa hal tersebut wajar sebab
suf dan min
P suf sendiri,
untuk menemukan keberadaan ayahny q b. Demi
menjalankan suf tidak menampakkan kemarahannya,
55قال أن تم شر ول ي بدىا لم ۦفأسرىا يوسف ف ن فسو من ق بل ۥأخ لو ا إن يسرق ف قد سرق قالو واللو أعلم با تصفون مكاناا
Mereka berkata: "Jika ia mencuri, maka sesungguhnya, telah pernah mencuri pula
saudaranya sebelum itu". Maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan itu pada dirinya dan
tidak menampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya): "Kamu lebih buruk
kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan Allah Maha Mengetahu siapa yang kamu terangkan
itu". 56
Benyamin berasal dari bahasa ibrani, Ben artinya anak dan Yamin tangan
kanan. q
35
tapi ia menyuruh seluruh keluarganya untuk datang ke wilayah
kekuasaannya, Mesir.57
Adapun ekspresi yang muncul saat subjek menunjuk kepada Allah ialah
Hura rah r.a yang
berbunyi : عن ابى ىريرة ر ض قال : قال رسول الله ص م : " لما قضى الله الخلق , كتب ف كتبو
على ن قسو ف هو موضوع عنده : ان رحت ت غلب غضب".
lullah bersabda, “ t a
Allah menciptakan makhluk, Dia membuat ketentuan terhadap diri-Nya
sendiri di dalam kitab-Nya yang berada disisi- a „S su u a rahmat-
Ku melebihi murka- u‟.58
Hal ini menunjukkan adanya dua wajah yang Allah perlihatkan kepada
hambanya yakni, wajah kasih sayang59
dan wajah kemurkaan. Sebagian
ulama mengatakan bahwa murka Allah termasuk kasih sayang-Nya. Sebab,
Allah menurunkan murka-Nya untuk menunjukkan bahwa Allah sayang
kepada hamba-Nya. Seperti, dengan memberikan ujian untuk menaikkan
derajat manusia ke tempat yang lebih tinggi, atau Allah menurunkan
murka-Nya untuk memberikan teguran kepada hamba-Nya. Yang bertujuan
sebagai peringatan, agar manusia yang tersesat hendaknya bertaubat dan
kembali pada jalannya.
57
M. Darwis Hude, Emosi: Penjelajahan Religi-Psikologi Tentang Emosi
a us a ala l- ur‟ , (Jakarta : Erlangga, 2006), 164-170 58 - asa S a h Muslim, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2006), 984 59
Yakni wajah Allah yang menunjukkan sikap Allah yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, wajah inilah yang selalu hadir dalam hidup manusia. Bahkan, Allah
tidak pilih kasih untuk memberikan kasih sayang-Nya kepada manusia baik yang beriman
ataupun tidak, yang taat pada perintah Allah maupun yang ingkar kepada-Nya. Pada
wajah inilah Allah mengajak berdialog hambanya.
36
juga sedikit menyinggung hal ini, saat menjelaskan
makna kata Rabb. Rabb adalah pendidik dan Pemelihara. Banyak sekali
aspek dari Rububiyat Allah Swt yang menyuruh makhluk-Nya seperti
pemberian rizki, kasih sayang, pengampunan, dll. Bahkan amarah, ancaman
dan siksa-Nya tidak keluar dari makna yang di kandung oleh kata Rabb.
Bukankah orang tua yang memukul anaknya adalah dalam rangka
memelihara dan mendidiknya. Kata Rabb pada ayat ini adalah bukti
kewajaran Sang Pencipta untuk ditunjukkan kepada-Nya saja se
60
Dengan demikian, kata gad ab sebagai sifat Allah
termasuk kasih sayang-Nya. Karena, adakalanya ancaman menjadi objek
pendidikan. Begitupun dengan murka Allah.61
Dari sini dapat dipahami bahwa adanya kemurkaan bukanlah suatu hal
yang tidak wajar dimiliki oleh Allah Swt, Sang Pencipta. Hal ini
sungguhlah wajar bila mana tujuan dari kemurkaan tersebut sebagai
pelajaran, peringatan agar hambanya kembali ke jalan yan
-
ekspresi yang ditunjukan kepada manusia, dalam hal ini ialah para Nabi
yang marah akibat perilaku kaumnya yang melampaui batas.
60 b, Tafsir al-Misbah,118-119
61Wajah kemurkaan Allah ini hanya menunjuk kepada mereka yang melakukan
pelanggaran. Meski begitu, sifatnya umum artinya bisa juga ditunjukkan kepada siapapun
sebagai pelajaran agar tidak melakukan hal serupa.
37
D. Sebab terjadinya Kemurkaan
Sejarah mengatakan awal dari kedurhakaan Yahudi terhadap perintah Allah
ialah saat Allah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir,
kekasih Allah. Bahkan kedatangannya sudah tercantum dalam kitab-kitab y
begitu antusias berharap bahwa apa yang
datang akan sama seperti yang diharapkan. Harapan mereka tentu Nabi terakhir
akan datang dari kalangannya, apalagi se
sebagai bangsa
ammad, ajaran yang
dibawanya, kitabnya sampai pengikutnya.
Dalam bukunya, “76 ara t r a u ” M. Thalib juga menjelaskan
dengan gamblang sifat-sifat buruk yang ada pada diri orang-orang Yahudi,
alenia pertama yang disebutkannya ialah bangsa merekalah yang pertamakali
kafir kepada Nabi Muhammad Saw. Sikap ini tentu menjadikannya bangsa
yang ingkar janji kepada Allah agar beriman kepada-Nya dan rasul-Nya juga
mengingkari kebenaran, sebab mereka telah mengetahui bahwasanya akan
datang Nabi terakhir yang menjadi panutan bagi seluruh umat manusia.
Lagipula beriman kepada rasul Allah merupakan salah sat
mereka dapat mengikuti ajaran Islam dengan benar. Allah menjelaskan sikap
mereka pada Q.S al-Baqarah/2: 41.62
62
Dalam tafsirnya, b menguraikan beberapa pendapat mengenai
kalimat “ora a p rta a a r pa a a”. Ia mengatakan bahwa maksud arti
tersebut bukanlah menunjukkan datang paling dahulu, melainkan maknanya adalah yang
paling tampil didepan dan giat mengingkarinya. Adapula yang berpendapat bahwa itu
menunjukkan dalam arti pertama yang mengingkari kitab Taurat. Namun, pendapat ini
tidak dianut oleh banyak ulama. Lihat Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 168-169.
38
Dalam buku-buku tarikh telah dijelaskan bahwa saat Nabi SAW datang
untuk berhijrah ke Madinah, kaum Yahudi Madinah mendustakannya.
Kemudian, langkah mereka diikuti oleh - yang lainnya,
r, bar. Jika para pendeta dan
pemimpin akukan Ku
para pemimpin, ingin memperoleh nasib baik dan takut mengh
Muhammad SAW adalah perbuatan yang merugi diri sendiri. Perbuatan
mereka ini merugikan diri mereka sendiri dengan menukar keridhoan Allah
dengan kemurkaan Allah.63
hal itu terus berlanjut, hingga akhirnya karena kedurhakaan merekalah
membuat Allah murka.
Dalam surah - tihah/1: 7 para ulama telah menjelaskan ayat yang
menjadi ikon dari bangsa yang dimurkai
Allah. Adapun alasannya, karena perbuatan mereka yang mengundang murka
Allah. h b telah menyebutkan beberapa contoh perbuatan yang
menyebabk aitu: 1. Mengingkari tanda-tanda
kebesaran Allah 2. Membunuh para Nabi tanpa alasan yang jelas 3. Iri hati dan
membangkang akibat anugerah Allah yang diberikan kepada oranglain 4.
Membantah keterangan-keterangan Rasulullah SAW 5. Mempersekutukan
Allah serta mempersonifikasinya di dalam bentuk sapi 6. Melakukan
pelanggaran-pelanggaran dalam perolehan rezeki.64
63
M.Thalib, “76 ara ter Yahudi dalam Al- ur‟a ” (Solo : Pustaka Mantiq,
1989), 6 64 b, Tafsir al-Misbah, 72
39
Menurut Fakhrur Razi ialah keingkaran
mereka terhadap ajaran-ajaran yang dibawa oleh Para Rasul, penafsiran ini
sejal - q n/3: 112. Dan Rasyid
Ridha juga memberikan perbuatan yang lain, seperti melanggar
kebenaran setelah mereka mengetahuinya dan orang-orang yang mengingkari
yang telah disampaikan
kepadanya.65
r menyebutnya dengan gaya sedikit berbeda dari yang
lainnya, ia menganalogikan dengan kata nikmat yang juga termasuk dalam ayat
terakhir. Jalan orang-orang yang diberi nikmat itu mencakup akan kebenaran
dan peng tidak memiliki amal dan kaum
tidak memiliki pengetahuan. Karena inilah mereka mendapat
kemurkaan.66
yang disebut a ala him dan Nasrani yang
disebut D alal
yang meninggalkan kebenaran karena belum mengetahui kebenaran atau
seruan agama yang belum sampai kepada mereka.
65
Sahabuddin, Ensiklopedia Al- ur‟a a a osa ata), (Jakarta: Lentera
Hati, 2007), 546 66 - , Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, cet.1 (Jakarta: Gema
Insani, 2011), 55
40
E. Dampak dari Kemurkaan
Sebagaimana Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini, yang pasti
diiringi dengan hikmah dan tujuan. Begitupun, dengan dampak kemurkaan
yang Allah turunkan untuk manusia. Pasti Allah mempunyai tujuan dan alasan
tertentu untuk menurunkan kemurkaan tersebut. -
macam dampak yang muncul setelah kemurkaan, yaitu: 1). Kehinaan 2).
Hikmah/Pembelajaran.
- dengan jelas, keutamaan-keutamaan yang
Allah berikan kepada mulai dari pengangkatan K abi
yang banyak adalah keturunan mereka, lalu dijadikannya umat pilihan, diberi
kesempatan untuk melihat Allah Swt, di percaya untuk melakukan perjanjian
dengan Allah dsb. Namun, setelah mereka melanggar perintah Allah,
mendurhakai Para Nabi mereka, mengingkari nikmat Allah Swt dan
melepaskan diri dari komitmen serta janji yang telah mereka perbuat. Maka,
sesungguhnya Allah pun mengumumkan hukuman-Nya kepada mereka dalam
bentuk murka, kehinaan dan kenestapaan, vonis pengusiran juga kepastian
ancaman.
Meski begitu, Allah tetap membuka pintu yang begitu luas jika mereka
ingin kembali masuk kedalam barisan Islam. Mendakwakan diri untuk
berjuang dan mulai menepati janji-janji mereka kepada Allah sebagai
ungkapan rasa syukur dari apa yang telah diberikan Allah kepada nenek
moyang mereka. Seperti yang Allah katakan dalam firman-Nya,
“ a a a sra‟ l, ingatlah akan nikmat yang telah Ku
anugerahkan kepadamu dan ingatkah pula bahwasannya Aku telah
l a a u atas s ap u at.” (Q.S al-Baqarah/2:47).67
67 - T - . Aunur Rafiq
Shaleh, jilid.1 (Jakarta: Robbani Press, 2015), 108
41
Tapi mereka malah mendurhakai perintah Allah. Akibat kedurhakaan
mereka ini, Allah menjatuhkan hukuman kepada mereka. Di jadikan mereka
kaum yang berjiwa rendah dan bermental lemah. Mereka akhirnya menjadi
bangsa yang berwatak plin-plan, bersikap mudah menyerah kepada paksaan
atau kekuatan yang menimbulkan ketakutan pada diri mereka sendiri. Kaum
memiliki sikap kerdil, sehingga tampak bekasnya pada wajah mereka.68
dunia,
ialah : هم من لعنو اللو وغضب عليو وجعل من قل ىل أن بئكم بشر من ذلك مثوبةا عند اللو
ء السبيل ئك شر مكاناا وأضل عن سوا أول القردة والخنازير وعبد الطغوت
Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-
orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu
disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di
antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang)
menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih
tersesat dari jalan yang lurus. -
Di sini Allah menggambarkan mereka bagaikan kera, di tempat lain
digambarkan laksana keledai. tim meriwayatkan dari
Mujahid bahwa mereka tidaklah diubah bentuknya menjadi kera sungguhan.
Tetapi perilakunya yang berubah seperti kera. Oleh karena itu, mereka tidak
menerima pengajaran dan tidak mau memahami ancaman. Sebagian ahli
tafsir berpendapat yang dimaksud ayat ini adalah sifat-sifat kera yang
melekat pada mereka, seperti halnya bergelimpang dalam lumpur syahwat
dan kedurhakaan. Sedangkan Jumhur Ulama menyatakan, mereka benar-
benar berubah wujud menjadi kera, adapula yang menyebutkan bahwa
68M.Thalib, 76 Karakter Yahudi dalam Al- ur‟ n, 34-35
42
mereka yang berubah wujud menjadi kera, tidak makan, tidak minum, tidak
beranak dan tidak pula hidup lebih dari tiga hari.69
Adapun hukuman yang
akan mereka terima di akhirat nanti adalah mereka akan di masukkan ke
dalam neraka Jahannam dengan siksaan yang amat pedih.
dapat memberikan pelajaran kepada umat manusia yang akan datang, agar
tidak melakukan hal serupa yang dapat mendatang murka Allah. Adapun
dampak buruknya yaitu, kehinaan yang Allah turunkan kepada mereka baik di
dunia maupun akhirat, dijadikannya mental mereka seperti kera yang hina.
69 - q a s r ur‟ ul a - r (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2000), 127
43
BAB III
MENGENAL TENTANG YAHUDI
adalah sebuah kata yang di alamatkan
T a.s baik sebelum
Ensiklopedia a pertama, sebagai
sebuah bangsa dan satu generasi yang mayoritas darinya sudah punah
memang terhubung dengan Nabi q q m. Hal itu
terjadi sebelum nasab mereka tercampur dengan suku-suku atau ras-ras
lainnya.70
m (Yahudi, Kristen dan Islam),
dikenal sebagai agama yang tertua. Ketiga agama ini berasal dari nenek
moyang serumpun dan dikelompokkan sebagai agama samawi. Karena
berasal dari geneologi yang sama, mestinya ketiga agama tersebut
(utamanya Yahudi) dapat membangun harmoni sosial dengan agama
lainnya. Pada kenyataannya tidak demikian, sejarah banyak merekam
lahirnya nestapa kemanusiaan justru dilahirkan oleh penganut agama
samawi tertua itu.71
70
Imam Firdaus Al- a al- aus ah al-Mushawwarah T q
- P , 2015), 34 71
Saidurrahman, Sikap dan Pandangan Orang-
TEOLOGIA. vol, 25 no, 2 (Juli-Desember 2014), 1
44
A. Penjelasan Asal Kata Yahudi
dalam bahasa Inggris berarti r r ni), Israelites
(orang-orang Israel), Judeans (orang-orang Judah), dan Jews (orang-
orang a ). Istilah Judeans berkaitan dengan salah satu suku yang
- n ter
d (alla a
muncul berkaitan dengan orang-orang Israel yang tercantum dalam Bible
- n yang seringkali menceritakan
kehidupan orang-orang ammad
SAW.72
Kata Yahudi digunakan untuk menyebut satu komunitas tertentu.
Kata tersebut terkadang menunjuk sebagai bangsa atau sebagai agama.
Ada beberapa pendapat tentang asal penamaan d , yaitu :
1. Kata Yahudi berasal dari tahawwada-yatahawwadu yang
artinya orang yang bergerak. Pendapat ini dikemukakan oleh
bin a - . Dikatakan demikian, karena mereka bergerak-gerak ketika
membaca kitab Taurat.
2. Kata , diambil dari kata ta awwud yang artinya bertaubat dari
tindakan menyembah. Kata ini diambil dari kata ta awwud
a.s, yaitu :
“Su u a al rtau at pa a E au” (Q.S al- f/6:
156). Demikian pula yang dikatakan, r dalam tafsirnya, Kata
yang berasal dari kata انهىادج yang berarti kasih sayang atau
bat. Sebagaimana ucapan انثىاهد
Q.S al- f/6: 156 اا هدا انك yang artinya ”S su u a a
72
Iim Abdul Halim, “Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial
Keagamaan, Religius: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, (2 Maret 2017), 136
45
kembali kepada- u”.
bat
mereka dan kecintaan sebagian mereka kepada sebagian lainnya.73
3. Pendapat lain berkata bahwa a,
nama salah satu dari 12 suku yang dnisbatkan kepada putra keempat
q . Setelah Bani terbelah menjadi dua kerajaan besar. Maka,
nama itu disematkan pada kerajaan Selatan (kerajaan ini disebut
kerajaan Yehudza) untuk membedakan diri dari kerajaan Utara.
Meskipun begitu, mayoritas ilmuwan mengatakan penamaan
ini terjadi, a.s.74
Di antara nama-nama tersebut,
yang paling populer digunakan adalah Yahudi, sedangkan mereka lebih
senang menamakan diri dengan sebutan Israel saja. Namun,
- an dan Palestina menyebut Bani dengan
sebutan Ibri, tapi mereka tidak menyukai sebutan itu, sebab mengingatkan
mereka pada kehidupan masa lampau yang liar dan kasar.75
Nama mempunyai dua makna, yakni makna umum dan
makna khusus. Dalam bukunya, Tarpin telah menjelaskan bahwa makna
umum nama , adalah nama untuk setiap orang yang memeluk
agama , nama ini diambil dari nama anak sulung q
da menjadi pokok terpenting
dari awal munculnya penyebutan
suf yang sejatinya seorang Nabi. Di antara
alasan mengapa nama Ya
da yang
73 r, ter a - (Jakarta:
P 279 74 Al- a al- aus ah al-Mushawwarah T q
- P , 2015), 37 75
Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, (Jakarta: Raja Grafido
Persada, 2005), 23
46
mengusulkan kepada q
c).Yahuda dan keturunannya mendapatkan tahta kerajaan.
Sedangkan makna khusus dari nama adalah sebagai
legitimasi penyatuan agama Utara, Selatan Samalia dan Yerussalem
yang sebelumnya terpecah.76
B. Penyebutan kata lain untuk Yahudi
Dalam literatur keyahudian mereka disebut dengan beberapa nama,
di antaranya :
a).
Ibri bentuk jamaknya adalah ra r u r niyyun. Yang
berasal dari kata a-ba-ra‟a artinya pindah atau melakukan suatu
perjalanan. Adapula yang mengklarifikasinya dengan arti memotong
jalan, menyebrangi lembah, menyebrangi sungai atau melewati jalan
pintas, karena tempat tinggal mereka yang berada di sebrang sungai
Eufrat.
Dalam penisb r
T m
sendiri dikarenakan namanya dalam kitab Taurat disebut Abramatau
Ibrani yang berarti orang yang menyebrang. Dalam Taurat, kata r
terdapat pada Ulangan 15 : 21 dan Samuel 13 : 3-4.
Hal ini menjelaskan bahwa kehidupan para r sama dengan
kebiasaan -pindah tempat
atau nomaden 77
76
Tarpin dan Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi, (Sumatra: Daulat
Riau, 2012), 165-167
47
Istilah ra -
q dan q dan Ibu-ibu terdahulu seperti Sarah,
Rachel, Rebeca, Leah dan anak-anak mereka.
b).
Dalam buku Agama Kristen dan , Tarpin menjelaskan
makna nama sr l yang terdiri dari makna umum dan makna khusus,
yaitu: Pertama, makna umum nama ini memberikan arti kelebihan
bangsa dibanding bangsa lain, maka nama sr ‟ l menjadi
kebanggaan dan keagungan bagi bangsa . Dalam Taurat telah
dijelaskan bahwa pergantian nama q dengan sr ‟ l adalah untuk
q.
Kedua, makna khusus dari nama sr l karena adanya indikasi
n sebagai
kerajaan sr l Utara, dengan ibukota Syarkim, Tirsah, dan Samaria.
da dengan ibukota Yerussalem terjadi pada
tahun 932 SM, pasca wafatnya Nab n.78
Adapula yang berpendapat bahwa nama sr l atau Israel
bermakna orang-orang yang berjuang di jalan Tuhan. Dua belas anak
q b mewakili 12 suku bangsa Israel, maka anggota suku tersebut
dikaitkan dalam Bible sebagai anak-anak Israel. Dan nama Israel
kemungkinan digunakan untuk menyebut bangsa setelah keluar
dari Mesir.79
77
Tarpin dan Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi, 164. Lihat juga
Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, 22-23 dan Imam Firdaus, (ed),
l- a al- a suah al-Musawwarah, 38 78
Tarpin, Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi, 164 79
Iim Abdul Halim,
Keagamaan, TEOLOGIA, 135
48
c).
Istilah masa kini telah berubah menjadi pemaknaan baru.
Karena, nama telah berkembang menjadi sebuah agama atau
sebutan pemeluk suatu agama, sehingga disebut agama .80
Namun, tidak semua pemeluk agama berkebangsaan Israel
begitupun sebaliknya.
Istilah sr l pun telah menjadi identitas kewarganegaraan suatu
bangsa. Kata sr l sudah menjadi istilah politis. Oleh karena itu,
‘ ‘
nah
P . Maka, istilah ini menimbulkan permasalahan
identitas tersendiri bagi Israel. Sedangkan istilah ra hanya menjadi
istilah kebudayaan dan nama untuk suatu bahasa. Dengan muncul lah
‘b ‘s ‘
81
C. Sejarah Kebangsaan Yahudi
dikenal sebagai satu-satunya bangsa yang memiliki
banyak keterkaitan sejarah, salah satunya saat keberadaannya sebagai
bangsa keturunan Nabi hingga menjadi agama.
80 dalam arti agama, agama P
(abrahamic religion), karena
pokok-pokok ajarannya menginduk pada ajaran nabi yang
muncul pada sekitar abad ke-18 SM dengan membawa ajaran yang menekankan
keselamatan melalui iman dan keterkaitan atau konsekuesi langsung antara iman setara
perbuatan nyata manusia.Jika dikaitkan dengan terminologi, Yahudi merupakan agama
pertama yang menyembah Tuhan yang satu berbeda dengan agama-agama disekitarnya
yang menangkap bentuk Tuhan dalam sesuatu yang dibayangkan. Lihat Nando Baskoro,
Mafia Bisnis Yahudi, (Yogyakarta: Buku Kita, 2008), 11 dan Nayyirotul Laili
Kata Yahudi Dalam Al- Kajian Semantik (Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, 2017), 73-74 81 l- u al- a s a al-Mushawwarah T q
-
49
1. Yahudi Pra-Sejarah
Mayoritas sejarawan mengatakan bahwa Yahudi berawal
pada zaman
m a.s
sebagai suatu sejarah umat manusia dan peradaban dunia. Berikut
adalah runtutan sejarah yang di m a.s
hingga kini, yaitu :
a.
m dalam sejarah sr l disebut Abraham, ialah bapak
dari bangsa sr il dan orang beriman yang melakukan perjanjian
dengan Tuhan. Ia juga dikenal sebagai pembawa ajaran
monotheisme karena dalam proses pencarian spiritual, dia
menemukan aqidah tauhid kemudian dari keturunannya lahir para
Nabi pembawa risalah atau wahyu dari Allah yang kemudian hari
dinamakan agama samawi.
Kisah a sr l bermula dari kurun waktu 4000 tahun
yang T
82
q
82
Hal ini bersamaan dengan munculnya bangsa Ibrani yang mempunyai
kebiasaan nomaden atau -
-
T Sejarah Agama dan
Bangsa Yahudi, 24-25. Lihat juga Tarpin, Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi,
171
50
mereka hijrah dengan membawa sebagian harta bendanya juga
hewan ternak. Karena itu, mereka disebut orang ra .83
P
pengembaraanny
tidak melakukan asimilasi budaya kepada sekitarnya, karena ia
lebih suka menyendiri. Suatu saat terjadilah musim kekeringan di
dipimpin oleh raja Amal q
seorang budak perempuan hadiah dari raja Mesir yang bernama
Hajar. Beberapa lama menunggu kelahira
q 84
Dengan mengikuti tuntuna
T
ra di
83
Y P
,
kelompok .
84
Sejarah menyebutkan dari garis keturunan inilah lahirnya dua peradaban besar
lullah Saw q yang
memunculkan nama Yahudi
51
lanjut q q
q 85
q
q
kemudian dikenal sebagai a sr l
q
q
hidup bersama keluarganya di Pedalaman (Gu q
P q
P
q 86
Ketika salah q
q
ke Mesir, mereka diperlakukan dengan baik oleh sang raja.87
ke 11 pada abad 17 SM.88
q P
85
Tarpin, Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi, 170-171 86
Dalam sejarah tercatat sebelum mereka pergi ke Mesir. Di awali dengan
peristiwa pe
q Sebelum akhirnya
suf dimasukkan ke dalam penjara, karena dituduh menodai istri raja. Lalu dikeluarkan
dan diangkat menjadi kepala bagian logistik. 87
M. Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia dari Masa Klasik
hingga Modern (Yogyakarta : IRCiSoD, 2015) h.347-349. 88
Tarpin, Khotimah, SejarahAgama Kristen dan Yahudi, 171
52
q
cobaan yang berat seperti penghinaan dan penindasan.
b. Yahudi M
a sr l dibantai
dengan cara membunuh setiap anak laki-laki yang lahir. Karena,
ketakutannya akan perkembangan a sr l di Mesir, juga
mimpi tentang hadirnya seorang anak keturunan a sr l yang
akan menghancurkannya. Terkait peristiwa ini, Allah pun
berfirman:
“Da atla t a a la at a u ar F r a
dan pengikutnya. Mereka telah menimpakan siksaan yang
sangat berat kepadamu. Mereka menyembelih anak laki-
lakimu dan membiarkan hidup anak perempuanmu. Dan dari
yang demikian itu, merupakan cobaan yang berat dari
a u.” (Q.S Al-Baqarah/2: 49). 89
Dari situlah bermula sejarah sebagai agama dan
pengkhianatan dan sikap keras kepala a sr l terhadap para
Nabi Allah serta pendustaan mereka kepada Allah dan para Nabi-
Nya. Akhirnya, pada abad ke-13 SM, Allah mengut
n90
89
Imam Firdaus, l- u al- a s ah al-Mushawwarah, 42 90 n bin Fah q b
menjadi Nabi yang membimbing dan mengeluarkan manusia dari tradisi penyembahan
makhluk menuju peribadatan kepada Allah. Dan Allah
mukjizat dan hujjah untuk n dan para penyihirnya. Salah satu mukjizatnya
yang terkenal ialah membelah lautan untuk menjadi jalan n dan
b n mengejar Allah langsung menenggelamkan mereka
semua.
53
memutuskan mengajak kaumnya kembali
-Nya. Hingga Allah
menur T T
firman-Nya dalam Q.S T
bersyukur kepada Allah setelah selamat dari penyiksaan dan
perbudakan a sr ‟ l malah membuat patung sapi sebagai
sembahannya dalam beribadah.91
- T
kepadanya sampai menarik rambut adiknya,
menyuruh a sr ‟ l taubat dengan membunuh diri mereka
sendiri, namun mereka menolaknya. Peristiwa ini digambarkan
pula dalam Q.S al-Baqarah/2 : 54.
-
T
memilih 70 orang dari mereka dan dibawa T
T
91
Sebenarnya semenjak ar dari Mesir, mereka sudah banyak
sehingga aqidah mereka rusak dan jiwa mereka pun kotor. Begitupula dengan mental
mereka yang menjadi suka bermalas-malasan dan mudah menyerah. Lihat Imam Firdaus,
l- a u al- a s ah al-Mushawwarah, 45
54
bermunajat kembali agar menghidupkan kembali umatnya.
92
, ia pun berkata, “ a a au u! S su u a lla
memerintahkan kalian masuk ke tanah suci ini yang telah
t tu a lla a al a ”. -
Akan tetapi, mereka tidak mau memasukinya. Setelah melalui
perdebatan yang panjang jawaban terakhir yang a sra l
“ a a usa! Sa pa apa pu
kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di
dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Rabb-Mu dan
berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap menanti di sini
sa a.” -
Karena pembangkangan mereka ini, Allah menghukum
mereka dengan membuat mereka tersesat dan terlunta-lunta
selama 40 tahun dimuka bumi. Meskipun dalam masa itu, Allah
masih memberikan perhatiannya disertai kisah-kisah yang
bertujuan untuk memberikan pelajaran kepada mereka, seperti
Allah menurunkan makanan khusus untuk mereka yaitu, manna
dan salwa, awan yang menaungi mereka selama perjalanan,
mengeluarkan 12 mata air
93
92 P an datang dari
jazirah Arab pada 2500 SM. Kemudian, mereka membangun sekitar 200 kota, seperti
P q f -
P P
dari salah satu nama pelaut yang datang dan bermukim diwilayah-wilayah pesisir lalu
berasimilasi dengan bangsa l- ur‟ n Mengungkap Tentang
Yahudi, 6 93 l- u al- a s a al-Mushawwarah T q
- 49-53
55
n wafat lalu tugasnya di
lanjut T juga
wafat, setelah sebelumnya berpesan kepada a sr l, agar
pada tahun 1186 SM, a sr l berhasil memasuki daerah
tersebut dibawah kepemimpinan Yoshua94
, setelah memerangi
tersebut. Setelah Yoshua meninggal, a sr ‟ l akhirnya
kembali ke ajaran awalnya dengan menyembah Baal dan Astartes
(b an)95
. Pada masa hakim ini,
kaum Yahudi mengalami kekalahan besar dari musuhnya, karena
mereka berhasil merampas harta berharga dari kaum Yahudi,
yaitu berupa Tabut (peti) yang di
- T
- n a.s. Kemudian, a
sr l menguasai negeri K
peperangan. Mereka membagi 12 wilayah kerajaan dan wilayah
94
Yusya bin Nun (Yoshua/ a.s yang
diangkat Allah menjadi Nabi bagi . Ketika mereka tersesat di Padang Tieh,
Yusya membimbing mereka menuju Yericho. Kemudian, Allah membukakan wilayah
tersebut, hingga mereka berhasil masuk pada tahun 1186 SM. Namun, setelah Allah
- q
‘ q
katakan - T
Muslim). 95
Sepeninggal Yusya, kembali terpecah belah. Bahkan penguasa
mereka yang disebut hakim, kerap te
T -
Hakim (2/11- T
Tuhan, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah
Mesir, lantas mengikuti tuhan bangsa-bangsa yang ada di sekeliling mereka dan
56
mereka yang pert T alut dan Saul, yang memerintah
pada tahun 1042-1012 SM. Setelah itu, bangsa dipimpin
d, yang memerintah sekitar 40 tah d mendirikan
kerajaan sr ‟ l an (kini Palestina)
kekuasaanya pun turun kepada putranya, yakni King Raja
n, yang memerintah pada
tahun 971-937 SM. Pada masa inilah, didirikan Haikal (Baitul
Maqdis) yang bertempat di bukit Moria. Terjadi pula perluasan
wilayah dari Sungai Nil hingga ke sungai Eufrat di Utara.96
Sepeninggal raja n, terjadilah perpecahan dalam kubu
Israel.97
Saat itu, satu golongan Yehuda dan Benyamin yang
memilih putra
golongan lainnya, memilih Yarobeam keturunan dari suku Efraim.
, bahwa
terjadi perpecahan bangsa yang menghasilkan dua kerajaan
Israel, yakni kerajaan Utara dan Selatan. Kerajaan Selatan diberi
nama Yehuda, mengikuti nama nenek moyang mereka, Yehuda bin
96
D n lah kerajaan bisa bersatu kembali setelah
sebelumnya tercerai-berai. Allah memberinya kerajaan dan kekuasaan yang sangat besar
yang tak pernah diberikan-Nya kepada siapapun sebelumnya maupun sesudahnya.
Bahkan dikatakan pula bahwa angin, jin dan binatang pun patuh dan tunduk kepadanya.
Meski begitu, semua kekuasaan yang diberikan Allah tidak pernah membuatnya sombong
dan lupa kepada pemilik sebenarnya. Dengan ini, kehidupan bangsa israel pada masa itu,
dapat dikatakan lebih baik dan terjamin dari masa-masa sebelumnya. 97
Adapun yang menjadi awal dari perpecahan ini adalah sebagian dari mereka
-
- n a.s
dalam menyelewengkan hukum-hukum Allah dan mengubahnya sesuai hawa
Tidak ada
saling bermusuhan.
57
q
(Rehabeam). Sedangkan Kerajaan
Utara dinamakan Israel, dengan Ibukota Samaria dan dipimpin oleh
Di T rat hilang. Lalu,
orang-orang menemukannya kembali di masa Yosia (Josia). Ini
yang menyebabkan T 98
Seperti kata pepatah, “ rsatu ta t u rc ra ta
ru tu ”. Hal ini pula, yang terjadi di kalangan Bani . Setelah
terpecahnya mereka menjadi dua kerajaan, muncullah serangan-
serangan yang pada akhirnya menyebabkan mereka kalah bahkan
menjadi tawanan. Di mulai, dari serangan bangsa Assyria (yang
datang dari Irak) pada tahun 740 SM. Tapi itu tidak berlangsung
mereka sendiri yang berhasil melakukan kudeta terhadap mereka.
Lalu, Babilon mengangkat seorang gubernur dari
mencoba melakukan
pemberontakan kepada Babilonia, justru mereka menjadi
tawanan.99
Pada tahun 539 SM Babilonia jatuh dibawah kuasa bangsa
Persia. Di bawah pimpinan mereka, diperlakukan baik
sebab mereka adalah musuh Babilonia. Hal yang sama juga terjadi
pada tahun 66 M, saat kaum memberontak kepada Raja Romawi di
al-Quds. Mereka pun berhasil mengepung dan menduduki kota
98
M. Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia dari Masa Klasik
hingga Modern, 347-349. Lihat pula, Imam Firdaus l- a al- aus ah al-
Mushawwarah T q -58 99
Kejadian ini terjadi pada tahun 586 SM. Raja Babilonia yang tekenal dengan
nama Raja Nebukadnezar, ia mengahancurkan dinding-dinding benteng dan rumah-
rumah itu ia juga menghancurkan tempat ibadah di Yerussalem.
sebanyak 40 orang. Terakhir ia merampas Tabut untuk kedua kalinya.
58
tersebut pada tahun 70 M. Setelah menghancurkan negeri itu secara
total, dan orang-orang dijadikan budak hingga
diperjualbelikan di Romawi. Sejak saat itu, Yahudi menjadi eksis
di tanah Eropa. Masa ini pun disebut masa diaspora.100
c.
ammad SAW, yaitu Islam. Pada masa kenabian ini, banyak hal
yang menyebabkan mereka terusir dari tempat tinggalnya. Di
antaranya adalah karena kebiasaan mereka yang suka mengingkari
nuqa101
r102
ah103
di Madinah.
bahwa ajaran yang ia bawa me
100
Dalam bahasa Yunani yang berarti masa bertebaran/berpencar-pencar dimuka
bumi. Dinamakan ini, karena pada masa itu pula, banyak dari mereka yang mengungsi ke
tanah Arab, sebagian lagi menetap di madinah. Sedangkan yang lain, menetap di Khaibar,
Taima, Yaman, dan daerab Arab lainnya. 101 nuqa disebut juga Bani Kainuka, Bani Kaynuka adalah satu diantara
tiga suku Yahudi yang tinggal di Yastrib, sekarang Madinah. Mereka tinggal di dua
benteng barat daya kota Yastrib. Meskipun mereka menggunakan Arab secara etnis
mereka asli Yahudi. Pada tahun 624 mereka diusir oleh Nabi Saw karena dituduh
melanggar perjanjian yang disebut Piagam Madinah. 102 r adalah kabilah yang telah ada di Yastrib sebelum datangnya
Islam. Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul bani tersebut : 1). Me
T P
llah
Saw kemudian mereka melanggarnya, dan peperangan dimenangkan kaum Muslim.
Sementara Bani Nadhir di usir dari Madinah. 103 ah adalah salah satu
di wadi Yatsrib. Abad ke-7 terjadi perselisihan dengan Nabi Saw dan suku-suku Arab
Muslim yang berujung pada pengusiran dan pemusnahan mereka.
59
sebagai bangsa pilihan menggatikan posisi mereka.
2. Masa Kini
Setelah melihat sejarah zama
a.s ialah
‘ yang ada jaman
sekarang adalah yang sama pula? . Maka,
jawabannya adalah tidak. Karena, nasab mereka bukan lagi berasal dari
Nabi q a.s. begitu pula dengan ajaran yang sekarang, kaum
yang ada saat ini ialah pemeluk agama setelah
sebelumnya mereka menjadi kaum pagais atau penyembah berhala.104
Menurut sensus, dengan kisaran 100% dari golongan yang ada
saat ini, jumlah mereka mencapai 92%, sedangkan 8% berasal dari
suku paganisme dari pedalaman Afrika dan Asia, serta pesisir Laut
Tengah.105
Dan sudah di pastikan pula bahwa bukan keturunan Nabi
q E s lop a a , tencatat sejarah T
T Yaman yang merupakan umat
memaksa rakyatnya untuk memeluk agama ini. Hingga, ia membakar
hidup-hidup siapapun yang menolaknya. Hal ini di lanjutkan oleh
putranya. Ini merupakan awal dari kemunculan agama di
104
Yahudi ini dinamakan kaum Yahudi Khazar (Yahudi Ashkinaze) yang
memeluk agama Yahudi pada abad ke-8 Masehi. Jumlah mereka saat ini, mencapai 92%
dari total Yahudi - n juga menjelaskan adanya perbedaan antara
Yahudi yang lurus dan Musyrik, yakni dalam Q.S al-Baqarah : 135:
وما كان من المشركين م حنيفاا ۦقل بل ملة إب ره وقالوا كونوا ىوداا أو نصرى ت هتدوا Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau
Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, melainkan (kami
ut a a a r m yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang
musyrik". 105
Dan golong
60
Yaman, padahal penduduk Yaman bukanlah keturunan Nabi q
a.s
sekarang berasal dari Nabi q a.s adalah pengakuan dusta
belaka.106
Dilihat dari segi jumlah, pemeluk agama yang ada saat ini
sangat kecil. tlas o orl ‟s l o s menyebutkan bahwa
jumlah pemeluk agama adalah 15.050.000 jiwa, sangat jauh
perbedaannya dengan pemeluk agama Islam maupun Kristen yang
mencapai angka 1 milyar. CM Pilkington menyebut angka yang lebih
kecil yaitu 13 juta jiwa yang tersebar di 10 negara. Misalnya, AS
5.800.000, Israel 5.300.000, bekas Uni Soviet 879.800, Prancis
650.000, Kanada 365.000, Inggris 285.000, Brazil 250.000, Argentina
240.000, Hongaria 100.000 dan Australia 97.000.107
3.
Dalam buku “ a a Du a”, William .G. Carr
membagi pendapat sejarawan mengenai sejarah bangsa Yahudi menjadi
dua golongan:
Pertama, pendapat yang mengatakan mereka adala
P berhijrah
dari kota Aur di sebelah Selatan Mesopotamia, menuju ke Khurran di
Syiria. Di
m berpindah lagi menuju Kanaan sekitar tahun 2000 SM.
Diantara keturunan beliau adalah Nabi q , yang diberi gelar
Isr l, sehingga anak cucunya dipanggil dengan a sr l. Di antara
keturunan q ( sr l
106
Imam Firdaus l- a al- aus ah al-Mushawwarah T q
36 107
Nando Baskoro, Mafia Bisnis Yahudi, 13
61
P ir, sehingga anak cucu q ( a
sr l ir hingga a.s. Beliau inilah
yang mengajak a sr l
n. Versi ini banyak dipegang oleh para
sejarawan dan para tokoh sendiri.
Kedua, sebagian sejarawan yang berpendapat bahwa bangsa
Yahudi adalah bangsa campuran antara berbagai unsur yang
dipersatukan oleh nasib dan watak. Mereka hidup mengembara seperti
kaum Gypsy pada masa Jahiliyah, atau seperti Iyarien pada masa
dinasti Abbasiyyah. Dalam pengembaraannya ini, bang
penduduknya. Lalu, mereka membentuk komunitas yang memiliki
karakteristik tersendiri dan memakai bahasa campuran antara bahasa
klasik, seperti bahasa Syiriak, Akadian dan Phinisian.108
dahulu hanyalah bangsa keturu
hijrah dari kota Aur di sebelah Selatan Mesopotamia, menuju ke
Khurran di Syiria.
q - q-
Yahudi yang berkembang menjadi agama karena mereka telah
terpengaruh pada ajaran pagaisme
dijadikan budak hingga dibantai.
108
William.G.Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar,
1991), viii
43
BAB III
MENGENAL TENTANG YAHUDI
Yahūdī adalah sebuah kata yang di alamatkan kepada pengikut syari’at
Taūrat, kitab suci yang dibawa oleh Nabi Mūsā a.s baik sebelum maupun
setelah syari’at mengalami penyimpangan. Dalam buku Ensiklopedia Yahūdī
dijelaskan bahwa nasab Yahūdī pertama, sebagai sebuah bangsa dan satu
generasi yang mayoritas darinya sudah punah memang terhubung dengan
Nabi Ya’qūb bin Ishāq bin Ibrāhīm. Hal itu terjadi sebelum nasab mereka
tercampur dengan suku-suku atau ras-ras lainnya.1
Dalam tradisi agama Ibrāhīm (Yahudi, Kristen dan Islam), Yahūdī
dikenal sebagai agama yang tertua. Ketiga agama ini berasal dari nenek
moyang serumpun dan dikelompokkan sebagai agama samawi. Karena
berasal dari geneologi yang sama, mestinya ketiga agama tersebut (utamanya
Yahudi) dapat membangun harmoni sosial dengan agama lainnya. Pada
kenyataannya tidak demikian, sejarah banyak merekam lahirnya nestapa
kemanusiaan justru dilahirkan oleh penganut agama samawi tertua itu.2
1Imam Firdaus, “Yahudi”, Al-Yahūd al-Mausūah al-Mushawwarah, ed. Tariq as-Suwaīdān, (Jakarta : Pustaka Imam Syāfi’ī, 2015), 34
2Saidurrahman, “Sikap dan Pandangan Orang-orang Yahudi terhadap Islam”, TEOLOGIA. vol, 25 no, 2 (Juli-Desember 2014), 1
44
A. Penjelasan Asal Kata Yahudi
Yahūdī dalam bahasa Inggris berarti Hebrew (Ibrāni), Israelites
(orang-orang Israel), Judeans (orang-orang Judah), dan Jews (orang-orang
Yahūdī). Istilah Judeans berkaitan dengan salah satu suku yang timbul
setelah pembagian wilayah Israel sepeninggal Nabī Sulaīmān.
Sedangkan dalam bahasa Arab juga Al-Qur’ān terdapat dua istilah
berbeda, yaitu Banī Isrā’īl dan Yahūd (alladzīna hādū). Istilah Banī Isrā’īl
muncul berkaitan dengan orang-orang Israel yang tercantum dalam Bible dan
Yahūd juga tercantum dalam Al-Qur’ān yang seringkali menceritakan
kehidupan orang-orang Yahūdī yang sejaman dengan Nabi Muhammad
SAW.3
Kata Yahudi digunakan untuk menyebut satu komunitas tertentu. Kata
tersebut terkadang menunjuk sebagai bangsa atau sebagai agama. Ada
beberapa pendapat tentang asal penamaan Yahūdī, yaitu :
1. Kata Yahudi berasal dari tahawwada-yatahawwadu yang
artinya orang yang bergerak. Pendapat ini dikemukakan oleh Abū Amr bin
al-Ula. Dikatakan demikian, karena mereka bergerak-gerak ketika
membaca kitab Taurat.
2. Kata Yahūdī, diambil dari kata tahawwud yang artinya bertaubat dari
tindakan menyembah. Kata ini diambil dari kata tahawwud yang berasal
dari firman Allah yang menyebutkan perkataan Nabi Mūsā a.s, yaitu :
“Sungguh kami kembali (bertaubat) kepada Engkau” (Q.S al-A’rāf/6:
156). Demikian pula yang dikatakan, Ibnu Katsīr dalam tafsirnya, Kata
Yahūdī yang berasal dari kata الھوادة yang berarti kasih sayang atau الثواھد
yang berarti taūbat. Sebagaimana ucapan Nabi Mūsā a.s dalam Q.S al-
A’rāf/6: 156 انا ھدنا الیك yang artinya :”Sesungguhnya kami kembali
3Iim Abdul Halim, “Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan,
Religius: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, (2 Maret 2017), 136
45
kepada-Mu”. Ini mengartikan kata tersebut “kami bertaubat”.
Kemungkinan mereka disebut demikian pada awalnya karena taūbat
mereka dan kecintaan sebagian mereka kepada sebagian lainnya.4
3. Pendapat lain berkata bahwa Yahūdī merupakan nisbat kepada Yahūda,
nama salah satu dari 12 suku yang dnisbatkan kepada putra keempat
Ya’qūb. Setelah Bani Isrā īl terbelah menjadi dua kerajaan besar. Maka,
nama itu disematkan pada kerajaan Selatan (kerajaan ini disebut kerajaan
Yehudza) untuk membedakan diri dari kerajaan Utara.
Meskipun begitu, mayoritas ilmuwan mengatakan penamaan Yahūdī
ini terjadi, setelah masa Nabi Mūsā a.s.5 Di antara nama-nama tersebut, yang
paling populer digunakan adalah Yahudi, sedangkan mereka lebih senang
menamakan diri dengan sebutan Israel saja. Namun, umumnya orang-orang
Mesir, Kan an dan Palestina menyebut Bani Isrā īl dengan sebutan Ibri, tapi
mereka tidak menyukai sebutan itu, sebab mengingatkan mereka pada
kehidupan masa lampau yang liar dan kasar.6
Nama Yahūdī mempunyai dua makna, yakni makna umum dan makna
khusus. Dalam bukunya, Tarpin telah menjelaskan bahwa makna umum
nama Yahūdī, adalah nama untuk setiap orang yang memeluk agama Yahūdī,
nama ini diambil dari nama anak sulung Ya’qūb yaitu, Yahūda. Ia juga
menyebut bahwa nama Yahūda menjadi pokok terpenting dari awal
munculnya penyebutan Yahūdī, bahkan nama Yahūda mengalahkan esistensi
Yūsuf yang sejatinya seorang Nabi. Di antara alasan mengapa nama Yahūda
lebih unggul dari Yūsuf, sebagai berikut : a).Yahūda melindungi Yūsuf dari
pembunuhan b).Yahūda yang mengusulkan kepada Ya’qūb, agar membawa
4Ibnu Katsīr, Shāhīh Ibnu Katsīr juz I, penj. Abu Ihsān al-Ansarī (Jakarta: Pustaka
Ibnu Katsīr, 2017), 279 5Imam Firdaus, “Yahudi”, Al-Yahūd al-Mausūah al-Mushawwarah, ed. Tariq as-
Suwaīdān, (Jakarta : Pustaka Imam Syāfi’ī, 2015), 37 6Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, (Jakarta: Raja Grafido Persada,
2005), 23
46
Benyamin ke Kan’an c).Yahuda dan keturunannya mendapatkan tahta
kerajaan.
Sedangkan makna khusus dari nama Yahūdī adalah sebagai legitimasi
penyatuan agama Isrā’īl Utara, Selatan Samalia dan Yerussalem yang
sebelumnya terpecah.7
B. Penyebutan kata lain untuk Yahudi
Dalam literatur keyahudian mereka disebut dengan beberapa nama, di
antaranya :
a). Ibrī atau ibranī
Ibri bentuk jamaknya adalah ibranī, ibriyyun, ibrāniyyun. Yang
berasal dari kata a-ba-ra’a artinya pindah atau melakukan suatu
perjalanan. Adapula yang mengklarifikasinya dengan arti memotong jalan,
menyebrangi lembah, menyebrangi sungai atau melewati jalan pintas,
karena tempat tinggal mereka yang berada di sebrang sungai Eufrat.
Dalam penisbatan nama ibrī terdapat perbedaan pendapat, ada yang
menisbatkan kepada leluhur Nabī Ibrāhīm yakni, Abir kakek kelima
dalam silsilah leluhur Nabī Ibrāhīm sebagaimana disebutkan dalam kitab
Taūrat. Adapula yang menisbatkannya pada Nabī Ibrāhīm sendiri
dikarenakan namanya dalam kitab Taurat disebut Abramatau Ibrani yang
berarti orang yang menyebrang. Dalam Taurat, kata ibrī terdapat pada
Ulangan 15 : 21 dan Samuel 13 : 3-4.
Hal ini menjelaskan bahwa kehidupan para Ibrī sama dengan
kebiasaan Arab Badui yang hidup dengan “berpindah-pindah tempat atau
nomaden”.8
7Tarpin dan Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi, (Sumatra: Daulat Riau,
2012), 165-167
47
Istilah Ibranī berkaitan dengan masa Bapak-Bapak terdahulu seperti
Ibrāhīm, Ishāq dan Ya’qūb dan Ibu-ibu terdahulu seperti Sarah, Rachel,
Rebeca, Leah dan anak-anak mereka.
b). Banī Isrā il .
Dalam buku Agama Kristen dan Yahūdī, Tarpin menjelaskan makna
nama Isrā īl yang terdiri dari makna umum dan makna khusus, yaitu:
Pertama, makna umum nama ini memberikan arti kelebihan bangsa
Yahūdī dibanding bangsa lain, maka nama Isrā’il menjadi kebanggaan
dan keagungan bagi bangsa Yahūdī. Dalam Taurat telah dijelaskan bahwa
pergantian nama Ya’qūb dengan Isrā’il adalah untuk pemisahan
keturunan Ismā il dan Ishāq.
Kedua, makna khusus dari nama Isrā īl karena adanya indikasi
politis geografis, saat terpilihnya kerajaan Dāūd dan Sulaīmān sebagai
kerajaan Isrā īl Utara, dengan ibukota Syarkim, Tirsah, dan Samaria.
Sedangkan, kerajaan Yahūda dengan ibukota Yerussalem terjadi pada
tahun 932 SM, pasca wafatnya Nabī Sulaīmān.9
Adapula yang berpendapat bahwa nama Isrā īl atau Israel bermakna
orang-orang yang berjuang di jalan Tuhan. Dua belas anak Ya’qūb
mewakili 12 suku bangsa Israel, maka anggota suku tersebut dikaitkan
dalam Bible sebagai anak-anak Israel. Dan nama Israel kemungkinan
digunakan untuk menyebut bangsa Yahūdī setelah keluar dari Mesir.10
8Tarpin dan Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi, 164. Lihat juga
Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, 22-23 dan Imam Firdaus, (ed), “Yahudi”, Al-Yahūd al-Maūsuah al-Musawwarah, 38
9Tarpin, Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi, 164 10Iim Abdul Halim,“Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan,
TEOLOGIA, 135
48
c). Istilah Yahūdī Masa Kini
Istilah Yahūdī masa kini telah berubah menjadi pemaknaan baru.
Karena, nama Yahūdī telah berkembang menjadi sebuah agama atau
sebutan pemeluk suatu agama, sehingga disebut agama Yahūdī.11 Namun,
tidak semua pemeluk agama Yahūdī berkebangsaan Israel begitupun
sebaliknya.
Istilah Isrā īl pun telah menjadi identitas kewarganegaraan suatu
bangsa. Kata Isrā īl sudah menjadi istilah politis. Oleh karena itu, penyebutan
Israel digunakan untuk istilah ‘negara Israel’ atau ‘warga negara Israel’.
Namun, karena tidak semua warga yang menetap di tanah Palestina
beragama Yahūdī. Maka, istilah ini menimbulkan permasalahan identitas
tersendiri bagi Israel. Sedangkan istilah ibranī hanya menjadi istilah
kebudayaan dan nama untuk suatu bahasa. Dengan muncul lah banyak istilah
lain seperti, ‘bahasa Ibranī’, ‘sastra Ibranī’ dan ‘Universitas Ibranī’.12
C. Sejarah Kebangsaan Yahudi
Yahūdī dikenal sebagai satu-satunya bangsa yang memiliki banyak
keterkaitan sejarah, salah satunya saat keberadaannya sebagai bangsa
keturunan Nabi hingga menjadi agama.
11Yahūdī dalam arti agama, agama Yahudi sama seperti Kristen dan Islam. Pada
dasarnya adalah agama langit (samawi) atau agama Ibrāhīm (abrahamic religion), karena pokok-pokok ajarannya menginduk pada ajaran Nabi Ibrāhīm. Ibrāhīm adalah nabi yang muncul pada sekitar abad ke-18 SM dengan membawa ajaran yang menekankan keselamatan melalui iman dan keterkaitan atau konsekuesi langsung antara iman setara perbuatan nyata manusia.Jika dikaitkan dengan terminologi, Yahudi merupakan agama pertama yang menyembah Tuhan yang satu berbeda dengan agama-agama disekitarnya yang menangkap bentuk Tuhan dalam sesuatu yang dibayangkan. Lihat Nando Baskoro, Mafia Bisnis Yahudi, (Yogyakarta: Buku Kita, 2008), 11 dan Nayyirotul Laili Asururiyah, “Kata Yahudi Dalam Al-Qur’an: Kajian Semantik” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, 2017), 73-74
12Imam Firdaus, “Yahūdī”, Al-Yāhud al-Maūsūah al-Mushawwarah, ed. Tariq as-Suwaīdan, 38
49
1. Yahudi Pra-Sejarah
Mayoritas sejarawan mengatakan bahwa Yahudi berawal pada
zaman Nabī Mūsā a.s. Namun, golongan Yahūdī sendiri
menggambarkan sejarah mereka dari zaman Nabī Ibrāhīm a.s sebagai
suatu sejarah umat manusia dan peradaban dunia. Berikut adalah
runtutan sejarah yang Yahūdī di mulai dari Nabī Ibrāhīm a.s hingga
kini, yaitu :
a. Ajaran yang datang dari Nabī Ibrāhīm a.s
Ibrāhīm dalam sejarah Isrā īl disebut Abraham, ialah bapak
dari bangsa Isrā il dan orang beriman yang melakukan perjanjian
dengan Tuhan. Ia juga dikenal sebagai pembawa ajaran
monotheisme karena dalam proses pencarian spiritual, dia
menemukan aqidah tauhid kemudian dari keturunannya lahir para
Nabi pembawa risalah atau wahyu dari Allah yang kemudian hari
dinamakan agama samawi.
Kisah Bani Isrāīl bermula dari kurun waktu 4000 tahun yang
lalu, ketika di kota Aur, tanah Khaldea, hidup Terah bersama
keluarganya yang menyembah matahari dan berhala. Ketika berusia
70 tahun ia mempunyai 3 orang putra yaitu, Nahat, Ibrāhīm dan
Harran. Sedangkan menurut cerita tradisi Arab, orangtua Ibrāhīm
bernama Azar. Kata Azar sama seperti Ansar.13 Sebab perselisihan
masalah aqidah antara Ibrāhīm dan ayahnya membuatnya pergi
meninggalkan Aur menuju ke arah Utara hingga daerah Armenia
kemudian ke arah Selatan hingga masuk ke negara Kan’an. Ibrāhīm
pergi membawa istrinya Sarah, keponakannya Luth juga beberapa
13Hal ini bersamaan dengan munculnya bangsa Ibrani yang mempunyai kebiasaan nomaden atau berpindah-pindah, sebagian dari mereka ada yang pindah ke Utara adapula yang ke arah Selatan. Orang-orang yang pindah ke Utara diantaranya ada yang menjadi pemimpin yaitu Ibrāhīm ibn Terah. Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, 24-25. Lihat juga Tarpin, Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi, 171
50
kerabat dan seorang budak, mereka hijrah dengan membawa
sebagian harta bendanya juga hewan ternak. Karena itu, mereka
disebut orang ibranī.14
Pada tahun 2000 SM, Ibrāhīm mengakhiri pengembaraannya
dan menetap di Kan’an. Meski menetap ia tidak melakukan
asimilasi budaya kepada sekitarnya, karena ia lebih suka
menyendiri. Suatu saat terjadilah musim kekeringan di Kan’an.
Lalu, ia bersama kaumnya hijrah ke Mesir, yang saat itu dipimpin
oleh raja Amaliqah. Namun, sang raja menginginkan Sarah untuk
menjadi istrinya. Hingga Nabī Ibrāhīm tidak tinggal lama di Mesir
dan kembali ke Kan’an, juga bertambahnya seorang budak
perempuan hadiah dari raja Mesir yang bernama Hajar. Beberapa
lama menunggu kelahiran seorang anak, yang tak kunjung datang.
Akhirnya, Sarah menyuruh Ibrāhīm menikahi Hajar, hingga lahirlah
Ismāil. sekitar 14 tahun setelah kelahiran Ismāil akhirnya Sarah
mengandung dan melahirkan seorang anak bernama Ishāq.15
Dengan mengikuti tuntunan dari Allah, Nabi Ibrāhīm pun
meninggalkan Hajar dengan anaknya Ismāil di Hijaz dan ia kembali
dengan Sarah di Kan’an. Tak berapa lama kemudian Nabi Ibrāhīm
wafat, dan kepemimpinan bangsa Ibranī di lanjutkan oleh putranya,
Ishāq. Selanjutnya, Ishāq digantikan oleh putranya, Ya’qūb.16
Ya’qūb mempunyai gelar kehormatan yang disebut Israel, artinya
“hamba Allah yang amat ta’at”. Ia mempunyai 12 putra, yaitu
14Yang berarti orang yang menyebrang. Pemilihan nama ini muncul karena saat
Ibrāhīm hijrah dari Mesopotamia ke Kan’an. Ia harus melintasi sungai Eufrat. Sejak itu, kelompok ini dan keturunannya menjadi suatu bangsa yang dinamai bangsa Ibranī.
15Sejarah menyebutkan dari garis keturunan inilah lahirnya dua peradaban besar
dengan Ismāil a.s yang nantinya menurunkan Rasūlullah Saw dan Ishāq yang memunculkan nama Yahudi
16Tarpin, Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi, 170-171
51
Rubin, Siemon, Lewi, Zebulon, Isakhar, Dan, Gad, Asyer, Naftalī,
Yūsuf dan Benyāmin. Anak cucu Ya’qūb inilah yang kemudian
dikenal sebagai Banī Isrā īl atau cucu Israel. Di antara seluruh putra
Ya’qūb, dan yang paling banyak keturunannya adalah Yehuda.
Dalam sejarahnya, di sebutkan bahwa Ya’qūb hidup bersama
keluarganya di Pedalaman (Gurun Naqab) di Selatan Palestina dekat
Semenanjung Sinai. Bapaknya Ishāq, dan pamannya yakni Ismāil,
memang lahir di Palestina. Akan tetapi, mereka bukanlah penduduk
dari negeri tersebut. Kemudian, Ya’qūb dan keluarganya berangkat
ke Mesir.17
Ketika salah satu putra Ya’qūb, yaitu Yūsuf menjadi pejabat
pemerintahan di Mesir. Semua anak cucu Ya’qūb hijrah ke Mesir,
mereka diperlakukan dengan baik oleh sang raja.18
Raja Fir aūn yang bernama Fotivar, raja keturunan dinasti ke
11 pada abad 17 SM.19 Di akhir kisahnya, setelah pertemuannya
Ya’qūb kembali ke Palestina, lalu wafat dan dimakamkan di sana.
Sedangkan, keturunannya tetap berada di Mesir. Sesudah Ya’qūb
dan Yūsuf wafat Banī Isrā’īl mendapat cobaan yang berat seperti
penghinaan dan penindasan.
17Dalam sejarah tercatat sebelum mereka pergi ke Mesir. Di awali dengan peristiwa penyingkiran Nabi Yūsuf dari keluarganya yang dilakukan oleh ke 12 saudara tirinya dengan membuang Yūsuf ke sumur dan mengatakan pada ayahnya, bahwa Yūsuf dimakan binatang buas. Akibat rasa iri mereka kepada Yūsuf yang lebih di sayangi, ayahnya Ya’qūb. Kemudian Yūsuf diselamatkan dan dibawa ke Mesir. Sebelum akhirnya Yūsuf dimasukkan ke dalam penjara, karena dituduh menodai istri raja. Lalu dikeluarkan dan diangkat menjadi kepala bagian logistik.
18M. Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia dari Masa Klasik hingga Modern (Yogyakarta : IRCiSoD, 2015) h.347-349.
19Tarpin, Khotimah, SejarahAgama Kristen dan Yahudi, 171
52
b. Yahudi Masa Nabi Mūsā a.s
Setelah beberapa abad kemudian, saat Mesir dipimpin oleh raja
Fir aūn yang bernama Amnahotab II. Banī Isrā īl dibantai dengan
cara membunuh setiap anak laki-laki yang lahir. Karena,
ketakutannya akan perkembangan Banī Isrā īl di Mesir, juga mimpi
tentang hadirnya seorang anak keturunan Banī Isrā īl yang akan
menghancurkannya. Terkait peristiwa ini, Allah pun berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Kami menyelamatkanmu dari Fir aūn
dan pengikutnya. Mereka telah menimpakan siksaan yang
sangat berat kepadamu. Mereka menyembelih anak laki-lakimu
dan membiarkan hidup anak perempuanmu. Dan dari yang
demikian itu, merupakan cobaan yang berat dari Rabbmu.”
(Q.S Al-Baqarah/2: 49). 20
Dari situlah bermula sejarah Yahūdī sebagai agama dan syari’at,
bersamaan dengan munculnya pembangkangan, pengkhianatan dan
sikap keras kepala Banī Isrā īl terhadap para Nabi Allah serta
pendustaan mereka kepada Allah dan para Nabi-Nya. Akhirnya,
pada abad ke-13 SM, Allah mengutus Mūsā dan Hārūn21 untuk
mengajak Raja Amnahotab II bertauhid, tapi ia menolak. Hingga
Mūsā memutuskan mengajak kaumnya kembali ke Kan’an.
Setibanya di sana, Mūsā pergi meninggalkan Bani Isrā’il untuk
bermunajat kepada Rabb-Nya. Hingga Allah menurunkannya kitab
Taūrat di bukit Tūr, Sinai. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S
20Imam Firdaus, “Yahudi”, Al-Yāhud al-Maūsūah al-Mushawwarah, 42 21Keduanya merupakan putra Imrān bin Fahat bin Lawi bin Ya’qūb. Mūsā menjadi
Nabi yang membimbing dan mengeluarkan manusia dari tradisi penyembahan makhluk menuju peribadatan kepada Allah. Dan Allah menguatkan Nabī Mūsā dengan mukjizat dan hujjah untuk melawan Fir aūn dan para penyihirnya. Salah satu mukjizatnya yang terkenal ialah membelah lautan untuk menjadi jalan mereka berlari dari Fir aūn dan bala tentaranya, hingga saat Fir aūn mengejar Allah langsung menenggelamkan mereka semua.
53
Tāhā/20: 84. Namun, bukannya mereka bersyukur kepada Allah
setelah selamat dari penyiksaan dan perbudakan Banī Isrā’il malah
membuat patung sapi sebagai sembahannya dalam beribadah.22
Bahkan berani meremehkan Nabi mereka selain Mūsā, yakni Hārūn
dan mengancam akan membunuhnya jika menghalangi mereka.
Seketika Mūsā marah besar hingga melempar luh-luh Taūrat yang
diberikan Allah kepadanya sampai menarik rambut adiknya, Hārūn.
Maka, Allah menyuruh Banī Isrā’īl taubat dengan membunuh diri
mereka sendiri, namun mereka menolaknya. Peristiwa ini
digambarkan pula dalam Q.S al-Baqarah/2 : 54.
Di lanjutkan dengan pembangkangan mereka yang telah
tercantum di dalam Al-Qur’ān walaupun mereka telah melihat
mukjizat Nabī Mūsā sebanyak apapun, seperti terangkatnya Bukit
Tūr, awan yang menaungi mereka, keluarnya 12 mata air dari batu,
terbelahnya Laut Merah dsb. Hingga akhirnya, Mūsā memilih 70
orang dari mereka dan dibawanya ke Bukit Tur untuk memohon
ampun kepada Allah. Tapi bukannya mereka patuh, justru
sebaliknya mereka malah meminta Mūsā untuk membuat mereka
dapat melihat Allah dengan jelas. Hal tersebut tentu membuat Allah
murka dan langsung menyambar mereka dengan halilintar sampai
mereka hancur dan binasa. Lalu, Mūsā bermunajat kembali agar
menghidupkan kembali umatnya.
22Sebenarnya semenjak bani isra’il keluar dari Mesir, mereka sudah banyak
terpengaruh oleh paham paganisme yang dianut oleh Fir’aun dan penduduk Mesir, sehingga aqidah mereka rusak dan jiwa mereka pun kotor. Begitupula dengan mental mereka yang menjadi suka bermalas-malasan dan mudah menyerah. Lihat Imam Firdaus, (ed), “Yahudi”, Al-Yahud al-Maūsūah al-Mushawwarah, 45
54
Ketika Nabī Mūsā dan kaumnya sampai dipintu gerbang
Kan’an23, ia pun berkata, “Wahai kaumku! Sesungguhnya Allah
memerintahkan kalian masuk ke tanah suci ini yang telah ditentukan
Allah bagi kalian”. (Q.S al-Māıdah/5: 21).
Akan tetapi, mereka tidak mau memasukinya. Setelah melalui
perdebatan yang panjang jawaban terakhir yang Banī Isra īl berikan
pada Nabī Mūsā ialah: “Wahai Musa! Sampai kapanpun kami tidak
akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena
itu pergilah engkau bersama Rabb-Mu dan berperanglah kamu
berdua. Biarlah kami tetap menanti di sini saja.” (Q.S al- Māıdah/5:
24).
Karena pembangkangan mereka ini, Allah menghukum mereka
dengan membuat mereka tersesat dan terlunta-lunta selama 40 tahun
dimuka bumi. Meskipun dalam masa itu, Allah masih memberikan
perhatiannya disertai kisah-kisah yang bertujuan untuk memberikan
pelajaran kepada mereka, seperti Allah menurunkan makanan
khusus untuk mereka yaitu, manna dan salwa, awan yang menaungi
mereka selama perjalanan, mengeluarkan 12 mata air dari batu.
Lalu, kisah sapi betina dan pertemuan Mūsā dengan Khidir.24
Sebelum sampai ke Kan an, Hārūn wafat lalu tugasnya di
lanjutkan oleh anaknya Eliazar. Tak lama kemudian Mūsā juga
wafat, setelah sebelumnya berpesan kepada Banī Isrā īl, agar
melanjutkan perjalanannya memasuki negeri Kan’an. Akhirnya pada
23Kan’an sekarang adalah Palestina. Cikal bakal bangsa Kan’an datang dari jazirah
Arab pada 2500 SM. Kemudian, mereka membangun sekitar 200 kota, seperti Pisan, Alqolan, Aka, Haīfa, al-Khalīl, Usdud, Bi’ru Alsaba, dsb. Mayoritas bangsa Palestina sekarang adalah keturunan dari bangsa Kan’an. Nama Palestina sendiri diambil dari salah satu nama pelaut yang datang dan bermukim diwilayah-wilayah pesisir lalu berasimilasi dengan bangsa Kan’an. Lihat Rizem Aizid, Al-Qur’ān Mengungkap Tentang Yahudi, 6
24Imam Firdaus, “Yahūdī”, Al-Yāhud al-Maūsūah al-Mushawwarah, ed. Tariq as-Suwaīdan, 49-53
55
tahun 1186 SM, Banī Isrā īl berhasil memasuki daerah tersebut
dibawah kepemimpinan Yoshua25, setelah memerangi penduduk
bangsa Kan’an dan Filistin yang tinggal didaerah tersebut. Setelah
Yoshua meninggal, Bani Isrā’il akhirnya kembali ke ajaran
awalnya dengan menyembah Baal dan Astartes (berhala yang
disembah bangsa Kan an)26. Pada masa hakim ini, kaum Yahudi
mengalami kekalahan besar dari musuhnya, karena mereka berhasil
merampas harta berharga dari kaum Yahudi, yaitu berupa Tabut
(peti) yang di dalamnya terdapat tongkat Nabī Mūsā dan luh-luh
(prasasti Taūrat) yang asli, pakaiannya juga peninggalan-
peninggalan dari Nabī Hārūn a.s. Kemudian, Banī Isrā īl menguasai
negeri Kan’an, setelah menang dalam peperangan. Mereka membagi
12 wilayah kerajaan dan wilayah mereka yang pertama adalah Talut
dan Saul, yang memerintah pada tahun 1042-1012 SM. Setelah itu,
bangsa Isrā īl dipimpin oleh Dāūd, yang memerintah sekitar 40
tahun. Dāūd mendirikan kerajaan Isrā’īl di Kan an (kini Palestina)
setelah mengalahkan raja yang zalim pada masanya. Setelah Nabī
25Yusya bin Nun (Yoshua/Joshua) adalah muridnya Nabī Mūsā a.s yang diangkat
Allah menjadi Nabi bagi Banī Isrā īl. Ketika mereka tersesat di Padang Tieh, Yusya membimbing mereka menuju Yericho. Kemudian, Allah membukakan wilayah tersebut, hingga mereka berhasil masuk pada tahun 1186 SM. Namun, setelah Allah memberikan kenikmatan itu mereka justru membangkang. Hal ini tercantum dalam Q.S al-Baqarah/2:58. Lalu, Rasulullah juga pernah menceritakan: “Kepada Banī Isrā īl dikatakan: ‘Masuklah pintu gerbang negeri ini (Baitul Maqdis) sambil bersujud, dan katakanlah: “Yaa Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami”. Tetapi, mereka malah memasuki negeri itu sambil merangkak mundur, bukan bersujud. Mereka bahkan mengganti lafaz hittah (ampuni dosa) dengan lafaz hintah (gandum). (HR. Bukhari dan Muslim).
26Sepeninggal Yusya, Bani Isrā īl kembali terpecah belah. Bahkan penguasa mereka yang disebut hakim, kerap terjadi peperangan dan pertikaian, sehingga kekafiran bahkan perzinahan pun merajalela. Situasi ini terekam dalam kitab Taūrat, Kitab Hakim-Hakim (2/11-12): “Lalu Banī Isrā īl itu berbuat perkara yang jahat di hadapan Tuhan dan mereka menyembah Ba al (bā’lim anak lembu) kembali. Mereka pun meninggalkan Tuhan, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, lantas mengikuti tuhan bangsa-bangsa yang ada di sekeliling mereka dan menyembah sujud kepadanya”.
56
Dāūd a.s wafat, kekuasaanya pun turun kepada putranya, yakni King
Raja Salomon atau Salomo atau Sulaīmān, yang memerintah pada
tahun 971-937 SM. Pada masa inilah, didirikan Haikal (Baitul
Maqdis) yang bertempat di bukit Moria. Terjadi pula perluasan
wilayah dari Sungai Nil hingga ke sungai Eufrat di Utara.27
Sepeninggal raja Sulaīmān, terjadilah perpecahan dalam kubu
Israel.28 Saat itu, satu golongan Yehuda dan Benyamin yang memilih
putra Sulaīmān untuk dijadikan raja. Sedangkan 10 golongan lainnya,
memilih Yarobeam keturunan dari suku Efraim. Hal ini telah
disebutkan pula dalam kitab suci Yahūdī, bahwa terjadi perpecahan
bangsa Yahūdī yang menghasilkan dua kerajaan Israel, yakni
kerajaan Utara dan Selatan. Kerajaan Selatan diberi nama Yehuda,
mengikuti nama nenek moyang mereka, Yehuda bin Ya’qūb. Yang
beribu kota Yerussalem, dan dipimpin oleh putra Nabī Sulaīmān
yaitu, Rab’am (Rehabeam). Sedangkan Kerajaan Utara dinamakan
Israel, dengan Ibukota Samaria dan dipimpin oleh Ya’ram
(Yerobeam). Di masa ini pula, kitab Taūrat hilang. Lalu, orang-orang
27Ditangan Sulaīmān lah kerajaan Banī Isrā īl bisa bersatu kembali setelah
sebelumnya tercerai-berai. Allah memberinya kerajaan dan kekuasaan yang sangat besar yang tak pernah diberikan-Nya kepada siapapun sebelumnya maupun sesudahnya. Bahkan dikatakan pula bahwa angin, jin dan binatang pun patuh dan tunduk kepadanya. Meski begitu, semua kekuasaan yang diberikan Allah tidak pernah membuatnya sombong dan lupa kepada pemilik sebenarnya. Dengan ini, kehidupan bangsa israel pada masa itu, dapat dikatakan lebih baik dan terjamin dari masa-masa sebelumnya.
28Adapun yang menjadi awal dari perpecahan ini adalah sebagian dari mereka meminta putra Sulaīmān sebagai raja baru tersebut untuk meringankan perintah-perintah dan juga hukum-hukum yang ditetapkan Nabi Sulaīmān a.s (ini adalah tabi’at kaum Yahūdī dalam menyelewengkan hukum-hukum Allah dan mengubahnya sesuai hawa nafsu mereka). Ketika Rahba’am menolak permintaan mereka, lantas mayoritas dari mereka malah meninggalkannya. Dan malah membai’at Yarba’am bin Nabath. Tidak ada yang membai’at Rahba’am saat itu, kecuali dua kabilah Bani Isra’il, yaitu kabilah Yehudza dan Benyamin. Akibatnya, kerajaan Banī Isrā īl terbelah menjadi dua kubu yang saling bermusuhan.
57
menemukannya kembali di masa Yosia (Josia). Ini yang
menyebabkan kitab Taūrat dipertanyakan keotentikannya.29
Seperti kata pepatah, “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.
Hal ini pula, yang terjadi di kalangan Bani Isrā īl. Setelah terpecahnya
mereka menjadi dua kerajaan, muncullah serangan-serangan yang
pada akhirnya menyebabkan mereka kalah bahkan menjadi tawanan.
Di mulai, dari serangan bangsa Assyria (yang datang dari Irak) pada
tahun 740 SM. Tapi itu tidak berlangsung lama, sebab ada kaum yang
bernama “Babilon” dari dalam negeri mereka sendiri yang berhasil
melakukan kudeta terhadap mereka. Lalu, Babilon mengangkat
seorang gubernur dari Yahūdī, yaitu Debikia. Ketika, kaum Yahūdī
mencoba melakukan pemberontakan kepada Babilonia, justru mereka
menjadi tawanan.30
Pada tahun 539 SM Babilonia jatuh dibawah kuasa bangsa
Persia. Di bawah pimpinan mereka, Yahūdī diperlakukan baik sebab
mereka adalah musuh Babilonia. Hal yang sama juga terjadi pada
tahun 66 M, saat kaum memberontak kepada Raja Romawi di al-
Quds. Mereka pun berhasil mengepung dan menduduki kota tersebut
pada tahun 70 M. Setelah menghancurkan negeri itu secara total, dan
orang-orang Yahūdī dijadikan budak hingga diperjualbelikan di
29M. Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia dari Masa Klasik
hingga Modern, 347-349. Lihat pula, Imam Firdaus, “Yahudi”, Al-Yahūd al-Mausūah al-Mushawwarah, ed. Tariq Suwaīdan, 36-58
30Kejadian ini terjadi pada tahun 586 SM. Raja Babilonia yang tekenal dengan nama Raja Nebukadnezar, ia mengahancurkan dinding-dinding benteng dan rumah-rumah Yahūdī, tak hanya itu ia juga menghancurkan tempat ibadah di Yerussalem. Kemudian, ia menjadikan sisanya sebagai budak yang dinamakan “tawanan Babilonia” sebanyak 40 orang. Terakhir ia merampas Tabut untuk kedua kalinya.
58
Romawi. Sejak saat itu, Yahudi menjadi eksis di tanah Eropa. Masa
ini pun disebut masa diaspora.31
c. Yahudi Masa Nabī Muhammad SAW
Kemudian, datanglah agama baru yang dibawa oleh Nabī
Muhammad SAW, yaitu Islam. Pada masa kenabian ini, banyak hal
yang menyebabkan mereka terusir dari tempat tinggalnya. Di
antaranya adalah karena kebiasaan mereka yang suka mengingkari
janji. Hingga berkonspirasi dengan kāfir Quraīsy yang banyak
merugikan Islam. Seperti, pengkhianatan Bani Qaīnuqa32, Bani
Nadhīr33 dan Bani Quraīzah34 di Madinah.
Sejarah mencatat alasan mereka memusuhi Nabi Muhammad
Saw, sebab mereka takut terusir dari Madinah. Karena, melihat Islam
berkembang begitu cepat. Selain itu, alasan paling mendasar mereka
membenci Nabi Muhammad Saw meski tau bahwa ajaran yang ia
bawa memang benar adanya adalah iri dan dengki, karena Nabi yang
terakhir turun bukanlah dari bangsa mereka dan umat Nabi
31Dalam bahasa Yunani yang berarti masa bertebaran/berpencar-pencar dimuka
bumi. Dinamakan ini, karena pada masa itu pula, banyak dari mereka yang mengungsi ke tanah Arab, sebagian lagi menetap di madinah. Sedangkan yang lain, menetap di Khaibar, Taima, Yaman, dan daerab Arab lainnya.
32Bani Qaīnuqa disebut juga Bani Kainuka, Bani Kaynuka adalah satu diantara tiga suku Yahudi yang tinggal di Yastrib, sekarang Madinah. Mereka tinggal di dua benteng barat daya kota Yastrib. Meskipun mereka menggunakan Arab secara etnis mereka asli Yahudi. Pada tahun 624 mereka diusir oleh Nabi Saw karena dituduh melanggar perjanjian yang disebut Piagam Madinah.
33Bani Nadhīr adalah kabilah yang telah ada di Yastrib sebelum datangnya Islam. Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul bani tersebut : 1). Mereka berasal dari kabilah Bani Judzam yang masuk agama Yahudi dan tinggal di Gunung Nadhir. 2). Mereka adalah keturunan Harun bin Imran. Terjadi Perang Nadhir pada bulan Rabbiul Awal 4 H/625 M sebelumnya ketiga Bani itu mengadakan perjanjian dengan Rasūlullah Saw kemudian mereka melanggarnya, dan peperangan dimenangkan kaum Muslim. Sementara Bani Nadhir di usir dari Madinah.
34Banī Quraizah adalah salah satu suku Yahūdī di Arabia Utara yang menetap di wadi Yatsrib. Abad ke-7 terjadi perselisihan dengan Nabi Saw dan suku-suku Arab Muslim yang berujung pada pengusiran dan pemusnahan mereka.
59
Muhammad Saw yang dijadikan Allah sebagai bangsa pilihan
menggatikan posisi mereka.
2. Yahūdī Masa Kini
Setelah melihat sejarah Yahūdī zaman dahulu, sudah diketahui
dengan jelas bahwa kaum Banī Isrā īl yang dibawa Nabi Mūsā a.s ialah
Yahūdī. Namun, pertanyaannya ‘Apakah Yahūdī yang ada jaman
sekarang adalah Yahūdī atau Banī Isrā īl yang sama pula?’. Maka,
jawabannya adalah tidak. Karena, nasab mereka bukan lagi berasal dari
Nabi Ya’qūb a.s. begitu pula dengan ajaran yang sekarang, kaum Yahūdī
yang ada saat ini ialah pemeluk agama Yahūdī setelah sebelumnya
mereka menjadi kaum pagais atau penyembah berhala.35 Menurut sensus,
dengan kisaran 100% dari golongan Yahūdī yang ada saat ini, jumlah
mereka mencapai 92%, sedangkan 8% berasal dari suku paganisme dari
pedalaman Afrika dan Asia, serta pesisir Laut Tengah.36 Dan sudah di
pastikan pula bahwa bukan keturunan Nabi Ya’qūb a.s, dalam buku
Ensiklopedia Yahūdī, tencatat sejarah Tubba’ (Tuban As’ad Abu Karab).
Raja Yaman yang merupakan umat Yahūdī memaksa rakyatnya untuk
memeluk agama ini. Hingga, ia membakar hidup-hidup siapapun yang
menolaknya. Hal ini di lanjutkan oleh putranya. Ini merupakan awal dari
kemunculan agama Yahūdī di Yaman, padahal penduduk Yaman
bukanlah keturunan Nabi Ya’qūb a.s. dengan demikian, pendapat yang
35Yahudi ini dinamakan kaum Yahudi Khazar (Yahudi Ashkinaze) yang memeluk
agama Yahudi pada abad ke-8 Masehi. Jumlah mereka saat ini, mencapai 92% dari total Yahudi keseluruhan.. Al-Qur’ān juga menjelaskan adanya perbedaan antara Yahudi yang lurus dan Musyrik, yakni dalam Q.S al-Baqarah : 135:
وما كان من المشركين ◌ م حنيفا ۦقل بل ملة إبـره ◌ وقالوا كونوا هودا أو نصرى تـهتدوا Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau
Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrāhīm yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik".
36Dan golongan Yahūdī jenis ini bernama Yahūdī Shephardium dan Flascha.
60
mengatakan bahwa Yahūdī sekarang berasal dari Nabi Ya’qūb a.s adalah
pengakuan dusta belaka.37
Dilihat dari segi jumlah, pemeluk agama Yahūdī yang ada saat ini
sangat kecil. Atlas of The World’s Religions menyebutkan bahwa jumlah
pemeluk agama Yahūdī adalah 15.050.000 jiwa, sangat jauh
perbedaannya dengan pemeluk agama Islam maupun Kristen yang
mencapai angka 1 milyar. CM Pilkington menyebut angka yang lebih
kecil yaitu 13 juta jiwa yang tersebar di 10 negara. Misalnya, AS
5.800.000, Israel 5.300.000, bekas Uni Soviet 879.800, Prancis 650.000,
Kanada 365.000, Inggris 285.000, Brazil 250.000, Argentina 240.000,
Hongaria 100.000 dan Australia 97.000.38
3. Pendapat Para Ahli Mengenai Sejarah Yahūdī
Dalam buku “Yahūdī Menggenggam Dunia”, William .G. Carr
membagi pendapat sejarawan mengenai sejarah bangsa Yahudi menjadi
dua golongan:
Pertama, pendapat yang mengatakan mereka adalah keturunan Nabī
Ibrāhīm. Pendapat yang berkata bahwa Nabi Ibrāhīm berhijrah dari kota
Aur di sebelah Selatan Mesopotamia, menuju ke Khurran di Syiria. Di
sinilah ayah Nabi Ibrāhīm meninggal dunia. Kemudian Nabī Ibrāhīm
berpindah lagi menuju Kanaan sekitar tahun 2000 SM. Diantara
keturunan beliau adalah Nabi Ya’qūb, yang diberi gelar Isrā īl, sehingga
anak cucunya dipanggil dengan Banī Isrā īl. Di antara keturunan Ya’qūb
(Isrā īl) adalah Nabi Yūsuf yang pernah menjabat semacam Menteri
Pertanian Mesir, sehingga anak cucu Ya’qūb (Banī Isrā īl) berdiam di
Mesir hingga masa Nabī Mūsā a.s. Beliau inilah yang mengajak Banī
37Imam Firdaus, “Yahudi”, Al-Yahūd al-Mausūah al-Mushawwarah, ed. Tariq Suwaīdan, 36
38Nando Baskoro, Mafia Bisnis Yahudi, 13
61
Isrā īl keluar dari Mesir, untuk menyelamatkan diri dari penindasan
Fir'aūn. Versi ini banyak dipegang oleh para sejarawan dan para tokoh
Yahūdī sendiri.
Kedua, sebagian sejarawan yang berpendapat bahwa bangsa Yahudi
adalah bangsa campuran antara berbagai unsur yang dipersatukan oleh
nasib dan watak. Mereka hidup mengembara seperti kaum Gypsy pada
masa Jahiliyah, atau seperti Iyarien pada masa dinasti Abbasiyyah. Dalam
pengembaraannya ini, bangsa Yahūdī pernah menyerbu kota Kan’an,
kemudian merampok harta penduduknya. Lalu, mereka membentuk
komunitas yang memiliki karakteristik tersendiri dan memakai bahasa
campuran antara bahasa klasik, seperti bahasa Syiriak, Akadian dan
Phinisian.39
Yahūdī dahulu hanyalah bangsa keturunan Nabī Ibrāhīm yang
hijrah dari kota Aur di sebelah Selatan Mesopotamia, menuju ke Khurran
di Syiria. Lalu, hijrah lagi ke Kan’an. Kemudian, berkembang sampai
pada Yahuda anak dari Ya’qūb-Ishāq-Ibrāhīm. Kemunculan Yahudi yang
berkembang menjadi agama karena mereka telah terpengaruh pada ajaran
pagaisme dari Mesir, tempat di mana mereka dijadikan budak hingga
dibantai.
39William.G.Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
1991), viii
62
Bagan 1.2
Berikut adalah bagan dari garis keturunan Yahūdī :
Kemudian itu berkembang menjadi cikal-bakal lahirnya bangsa Isrā īl,
sibit40 dalam bangsa Yahūdī sepadan dengan suku bagi bangsa Arab dan
mereka yang berada dalam satu sibit berasal dari satu bapak. Oleh karena itu,
masing-masing anak Ya’qūb kelak menjadi bapak bagi sibith.
40 Sibit artinya suku bangsa Isra’il
IBRAHIM
SITI SARAH SITI HAJAR
ISHAQ
ISMAIL
YA’QUB AISHU
YA’QUB mempunyai 4 istri, yaitu
(I) Melalui Lea lahir darinya Ruben, Simeon, Lewi, Yahuda, Isakhar dan Zebulon (II) Melalui Rahel lahir darinya : Yusuf dan Benyamin (III) Melalui Bilha lahir darinya : Naftali (IV) Melalui Zilfa lahir darinya : Gad dan Asyer.
63
Dari beberapa anak Ya’qūb tersebut melahirkan Nabi-nabi besar
yang termasuk dalam 25 nabi yang kita ketahui sekarang. Di antaranya:
Pertama, Lewi yang kelak keturunannya terdapat Nabi Mūsā a.s,
Nabī Hārūn a.s, Nabi Ilyās a.s dan Nabi Ilyāsā a.s
Kedua, Yahuda, kelak keturunannya melahirkan Nabi Dāūd a.s,
Nabī Sulaīmān, Nabi Zakāria, Nabi Yahyā dan Nabi Isā a.s.
Ketiga, Benyamin kelak keturunannya terdapat Nabi Yūnus a.s.
Di antara putra Nabi Ya’qūb yang paling banyak keturunannya
adalah Yahūda. Maka, Bani Isrā’il yang berbangsa kepada Yahuda
disebut Yahudi.41
Beberapa wangsa setelahnya, lahirlah Nabi Akhir zaman kekasih
Allah, yakni Nabi Muhammad Saw dari garis keturunan Nabi Ismā il a.s.
Sedangkan Nabi Ishāq a.s lewat keturunannya menurunkan Nabi-nabi
yang telah disebutkan.42
D. Penyebutan Yahudi Dalam Al-Qur’an
Salah satu keistimewaan Al-Qur’ān adalah ketelitian redaksinya. tidak
heran karena redaksinya langsung dari Allah Swt. Hal ini perlu di garis
bawahi, bukan hanya terjadi karena banyak ulama yang melakukan
kebahasaan dalam mengemukakan atau menolak satu pendapat. Tetapi juga
karena, Kitab suci ini menggunakan banyak istilah yang berbeda ketika
menunjuk sesuatu.43 Seperti halnya, istilah yang digunakannya kepada
Yahūdī, yaitu : Banī Isrā īl dan Ahl Kitāb.
41 Rizem Aizid, Al-Qur’an mengungkap tentang Yahudi, 6-7 42 Rizem Aizid, Al-Qur’an mengungkap tentang Yahudi,.6 43Quraīsh Shihāb, Wawasan Al-Qur’ān: Tafsir Tematik Perbagai Persoalan Umat
(Jakarta: Mizan, 2011), 347
64
1. Yahudi
Hud adalah bentuk jamak dari Hāid, Yahūd, Yahūdī, yang berarti
masyarakat golongan atau orang-orang Yahudi. Bisa juga dikatakan sebagai
suatu ras Semit: Yahudiah, Yudaisme, agama, kepercayaan, tradisi dan
kebudayaan Yahudi. Al-Qur’ān juga menyebut Yahūdī dengan kata-kata lain
seperti : Hādū, Yahūd dan Yahūdī. Contoh ayat yang menggunakan kata
Hādū seperti dalam Q.S al-Māidah/22: 17, dan ayat yang menggunakan kata
Hūd (hūdan) adalah Q.S al-Baqarah/2: 13. Ali Audah dalam bukunya Nama
dan Kosa Kata dalam Al-Qur’ān menyebutkan bahwa kata Hādū terdapat 10
ayat dalam Al-Qur’ān dan Hūd (hūdān) sebanyak 3 ayat. Adapun kata Hādū,
Nasārā dan Sabi īn disebut bersamaan seperti dalam Q.S al-Baqarah/2: 62,
al-Maidah/5 : 69 dan al-Hajj/22: 17.44
2. Banī Isrā īl
Banī atau Banū Isrā īl terdiri dari dua kata, yakni Banī dan Isrā īl.
Bani (Banu) banūn, banīn, bentuk jamak dari asal kata-kata bin, ibn yang
berarti anak laki-laki, anak cucu, keturunan.45 Dan Isrā īl mengartikan
anak-anak cucu keturunan Nabī Ya’qūb a.s bin Ishāq bin Ibrāhīm, yang
kemudian dikenal dengan nama Isrā īl, lalu menurun kepada anak-
anaknya. Bible menyebutkan bahwa namanya bukan lagi Ya’qūb
melainkan Isrā īl.
Kata Banī Isrā īl disebut dalam Al-Qur ān sebanyak terdapat 40 kali
dalam berbagai surah, dan sekali dengan kata Banu Isrā īl dalam Q.S
Yunus/10: 90.46 Sedangkan dalam Mu jam al-Mufahras li Alfāz al-Qur’ān
al-Karīm kata Banī disebut sebanyak 14 kali, di antaranya dalam Q.S asy-
44Ali Audah, Nama dan Kata dalam Al-Qur’an: Pembahasan dan Perbandingan
cet.1, (Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), 442 45 Secara literal, bani adalah bentuk plural dari ibn yang berarti anak. Bentuk dasar
dari bani adalah banun atau banin. Tetapi, karena berada pada posisi mudaf wau’ atau ya’ dan nun yang ada dihilangkan menjadi banu atau bani.
46Ali Audah, Nama dan Kata dalam Al-Qur’an, 412
65
Syu arā/26: 17, 22, 59, 197, Q.S an-Naml/27: 76, Q.S as-Sajdah/32: 23,
Q.S Yāsīn/36: 60, Q.S Gaffar/33: 53, Q.S az-Zukhruf/43: 59, Q.S ad-
Dukhān/44: 30, Q.S Jāsiyah/45: 16, Q.S Ahqāf/46: 10, Q.S Saf/61: 6,
14.47 Orang-orang Yahūdī menyikapi dakwah Islam dengan sikap yang
digambarkan oleh surah al-Baqarah dan surah-surah lainnya. Di awal
pembicaraan tentang Banī Isrā īl disebutkan panggilan kehormatan untuk
mereka.48
Panggilan Banī Israīl secara umum menunjukkan bahwa mereka
merupakan bangsa yang dikasihi Tuhan. Tetapi, di sisi lain juga
menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa yang paling nakal, sukar di
atur, bersikap ekslusif dan suka berbuat kerusakan.49 Menurut M.Thalib
dalam bukunya, “76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’ān” bangsa Yahūdī
mempunyai sifat egois dan bakhil serta berat dalam bersikap, ini sedikit
menguntungkan bagi orang-orang non-Yahūdī50. Jika, mereka
mempunyai kekuasaan, sangat kuat keinginan mereka membendung
keuntungan jatuh kepada orang lain, sekalipun sedikit. Sikapnya ini,
sangat berkeinginan agar jangan muncul seorang Nabi dari bangsa Arab.
Sebab, jika muncul seorang Nabi di luar kalangan mereka, dikhawatirkan
dapat membangun kekuasaan dan menundukkan Bani Isrā’il .51
47M. Abdul Baqi, Mu jam al-Mufahras li Alfāz al-Qur’ān al-Karīm, (Mesir : Dar
al-Hadits, 1996), 169 48Sayyid Qut b Ibn Ibra him al-Syaz ili , Tafsir Fi zila l al-Qur’a n: Di Bawah
Naungan Al-Qur’an penj. Aunur Rafiq, (Jakarta: Rabbani Press, 2011), 61 49Zukhrufatul Jannah,“Asbath dan Yahudi dalam Al-Qur’ān: Melacak Sejarah dan
Korelasi Asbath dan Yahudi dalam Al-Qur’ān)”, (Tesis S2 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, 2017), 27
50Rizem Aizid, Al-Qur’an Mengungkap Tentang Yahudi, 12-13. lihat juga M.Thalib, 76 Karakter Yahudi Dalam Al-Qur’an, 70
51Rizem Aizid, Al-Qur’ān Mengungkap Tentang Yahudi, 12-13.
66
3. Ahl Kitāb
Ahl Kitāb terdiri dari dua kata ahl dan kitāb, ahl berarti keluarga, kerabat, anggota, penganut, pengikut, pemilik, penghuni, dan sebagainya.52 Kata ahl dalam KBBI, berarti anggota, orang-orang yang termasuk dalam suatu golongan, keluarga atau kaum.53 Ahl juga mengandung pengertian orang mahir, faham sekali dalam suatu ilmu (kepandaian). Dalam Al-Qur’ān, banyak kata ahl yang diikuti kata setelahnya, misalnya ahl al-Qurā, ahl Yastrīb, ahl al-Baīt, ahl az-Zikri, dan seterusnya. Secara harfiah, Ahl Kitāb berarti yang mempunyai kitab ialah konsep yang memberi pengakuan tertentu kepada para penganut agama di luar Islam. Sikap ini bermaksud memberi pengakuan sebatas hak masing-masing untuk bereksistensi dengan menjalakan ajaran dalam Kitab suci mereka.54 Menurut istilah, Ahl Kitāb adalah mereka yang berpegang pada kitab suci tertentu, seperti Taūrat dan Injīl, atau mungkin pengikut kitab suci lain.
Penelusuran ayat-ayat Al-Qur’ān mengenai Ahl Kitāb terdapat
dalam Kitab Mu jam al-Mufahras li Alfāz al-Qur’ān al-Karīm penulis
melakukan pencarian dengan huruf ahl. Maka didapati, kata Ahl Kitāb
disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 31 kali yang terdapat didalam 9 surah,
yakni : (a). Q.S al-Baqarah/2 : 105, 109 (b). Q.S Āli Imrān/3: 64, 65, 69,
70, 71, 72, 75, 98 110, 113, 199 (c). Q.S an-Nisa/4: 123, 153, 159, 171
(d). Q.S al-Māidah/5: 15, 19, 59, 65, 68, 77 (e). Q.S al-Ankabūt/29: 46
(f). Q.S al-Ahzāb/33: 26 (g). Q.S al-Hadīd/57: 29 (h). Q.S al-Hasyr/59: 2,
7 (i). Q.S al-Bayyinah/98: 1, 6.55
52Ali Audah, Nama dan Kata Dalam Al-Qur’an, 369 53Software KBBI 54Muhdina, “Orang-orang non-Muslim dalam Al-Qur’ān”, Al-Adyan . vol, 1 no : 2 (
Desember 2015), 111 55M. Abdul Baqi, Mu jam al-Mufahras li Alfāz al-Qur’ān al-Karīm, 117
67
Al-Qur’ān menyebut Yahūdī, sebagai Ahl Kitāb karena mereka salah satu bangsa yang diberi Kitab oleh Allah.56 Selain itu, mereka merupakan bangsa yang diberi banyak nikmat oleh Allah meliputi banyaknya Nabi yang turun dari bangsa mereka. Sebagai bangsa yang terpilih harusnya dapat menjadi panutan bagi bangsa lain. Hal ini berbeda, karena kenyataannya bangsa Yahudi malah menentang Allah dan para Nabi-Nya, tidak mau mengakui Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir padahal mereka mengenal Nabi Muhammad selayaknya anak mereka sendiri dan merekapun tidak mengakui Kitab yang turun selain apa yang diturunkan pada mereka.57 Quraīsh Shihāb dalam tafsirnya, telah membagi ahl kitāb menjadi 3 kelompok, yakni: a. Kelompok yang mengetahui dan membenarkan risalah Nabi
b. Kelompok yang mengetahui tapi menyembunyikan
c. Mengetahui, mengingkari dan mengubah kitab suci mereka.58
Setelah melihat perbedaan penyebutan nama Yahūdī dalam Al-
Qur’ān ini mempunyai tujuan tertentu yang diberikan Allah untuk
menunjuk kaum Yahūdī. Di antaranya, panggilan Yahūdī ini menunjukan
sifat pembangkangan. Karena, perilaku mereka yang tidak disukai Allah.
Sedangkan, kata ini mengingatkan bahwa Allah telah memberikan
banyak nikmat kepada nenek moyang mereka terdahulu dan untuk
56Sebutan Ahl Kitāb tertuju kepada golongan yang bukan muslim dan bukan untuk kaum muslim meskipun mereka mendapatkan Kitab suci lain selain Al-Qur’ān. Sebab, diantara mereka ada yang tidak mengakui bahkan menentang kerasulan Muhammad serta ajaran yang beliau sampaikan. Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini, Pendapat mayoritas ulama tafsir mengatakan bahwa kata Ahl Kitāb menunjukkan untuk yang telah diberi Kitab suci agama lain, selain Al-Qur’ān. Tapi sebagian dari mufassir mengatakan pendapat yang lebih umum. Seperti, memasukkan kata Ahl Kitāb juga kepada pemilik kitab ajaran-ajaran Zoroaster, Veda, Buddha dan Konghucu.
57Perkataan ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi : (Q.S al-Baqarah/2: 146). Pengenalan mereka mengenai kenabian Muhammad Saw sangat kuat, seperti pengenalan mereka terhadap anak-anak mereka. Ini adalah suatu perumpamaan, maksudnya pengetahuan yang mereka dapatkan dari kitab suci mereka sama kuat dan jelasnya. Lihat Quraīsh Shihāb, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’ān. cet. I, 330-331
58Quraīsh Shihāb, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’ān. cet. I, .331
68
menunjukan kedudukannya sebagai nenek moyang para Nabi, dan
terakhir Ahl Kitāb ini menunjukkan adanya peringatan dari Allah untuk
mereka bahwa mereka merupakan orang-orang yang diberi Kitab, sudah
sepatutnya kamu mengikutinya.
69
BAB IV
PERILAKU YAHUDI YANG MENDATANGKAN
KEMURKAAN ALLAH
Kaum Yahūdī adalah kelompok masyarakat terbanyak yang diceritakan dalam Al-Qur’ān. Di mulai dari sejarah lahirnya bangsa tersebut, hingga Allah memberikan banyak nikmat kepada mereka. Al-Qur’ān menggambarkan nikmat yang diberikan kepada mereka dengan begitu kompleks, sekaligus membahas mengenai perilaku mereka setelah mendapat nikmat tersebut. Di antara nikmat-nikmat yang telah Allah berikan adalah banyaknya Nabi yang diturunkan dari kalangan mereka, dijadikannya mereka tauladan dengan kalimat sebaik-baiknya umat pada masa itu, juga Allah pun menurukan kitab sucinya, yakni Taūrat kepada mereka.
Dengan banyaknya Nabi dan Kitab suci yang Allah turunkan. Maka,
sepatutnya mereka menjadi teladan untuk umat yang lain. Kenyataannya
melalui cerita Ayat-ayat Al-Qur’ān, Yahūdī justru memperlihatkan perilaku
yang bertolak belakang dari yang seharusnya mereka lakukan. Di antara
perilaku tersebut ialah membunuh Para Nabi, mengingkari, meremehkan
perintah Allah hingga memutarbalikkan kebenaran ajaran Islam dan
menyembunyikan pesan yang dititipkan Allah untuk disampaikan kepada
umat manusia. Hal inilah yang membuat Allah murka kepada kaum Yahūdī.
Berikut adalah perbuatan yang dilakukan Yahūdī hingga membuat Allah
murka :
70
A. Membunuh Para Nabi
Para Nabi dan Rasul adalah manusia yang dipercaya oleh Allah untuk
menyampaikan risalah-Nya, tugasnya adalah memberikan petunjuk kepada
manusia sesuai dengan yang di kehendaki oleh Allah dalam wahyu-Nya.
Pada dasarnya Nabi itu harus di sambut dengan baik oleh manusia. Tapi yang
terjadi pada bangsa Yahūdī, tidak sedikit para Nabi yang dibunuh oleh
mereka. Dan Nabi yang dibunuh itu adalah Nabi yang di utus dari kalangan
mereka sendiri. Karena, seperti yang dikatakan sejarah bahwa para Nabi dan
Rasul terbanyak adalah dari kalangan mereka.
Para Nabi dan Rasul itu dibunuh, seperti yang dikatakan dalam Al-
Qur’ān pada surah Ali Imran/3 : 112.
لة أين ما ثقفوا إلا بحبل من الله وحبل من الناس وباءو بغضب م ن الله ضربت عليهم الذذلك بأنـهم كانوا يكفرون بئايت الله ويـقتـلون الأنبياء بغير ◌ وضربت عليهم المسكنة
ذلك بما عصوا وكانوا يـعتدون ◌ حق “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (Q.S Āli
Imrān/3 : 112). Munasabah: Pada ayat ini terdapat isyarat akan cercaan bahkan hardikan kepada kaum Yahudi yang ingkar atas apa yang ditunjukkan kepada Nabi dengan mendustakan sebagian rasul dan membunuh sebagian yang lain. Mereka lakukan
ini karena mengikuti hawa nafsu mereka demi kepentingan murahan.59
Menurut al-Marāgī kata duribat mengartikan diliputi atau kelilingi,
seperti kubah atau kurungan yang menyekap seseorang didalamnya ditempel
59Abū Bakar al-Jazaīri, Tafsir al-Aīsar (Jakarta: Darus Sunnah, 2016), 151
71
di cap hingga lekat dan tidak bisa lepas.60 Hal ini mengartikan mereka
bagaikan di kurung atau di cap dengan kehinaan dan kemelaratan.
Quraīsh Shihāb mengatakan dalam tafsirnya, kenistaan adalah rasa
rendah diri. Karena, penindasan dan kehinaan yang merupakan akibat
kejauhan jiwa dari kebenaran dan ketamakan meraih kegemerlapan duniawi.
Nista berkaitan dengan jiwa, sedangkan kehinaan dan kerendahan berkaitan
dengan bentuk dan penampilan.61 Sedangkan Hamka mengatakan yang
dimaksud kehinaan adalah hina akhlak, jiwa, tidak ada cita-cita tinggi, jatuh
harga diri, moral dan kehormatan. Sikap ini dikenal dengan mental jiwa
budak atau slavengeest.62
Kata fabā u biasanya digunakan untuk keburukan. Mengenaikata selanjutnya yakni, fabā u bi gadabin mayoritas ulama tafsir menanggung murka dari Allah. Namun menurut etimologi, kata ini berarti mengartikan kata tersebut dengan mendapatkan murka untuk menunjukkan makna kedua kalinya. Dikatakan kedua kalinya, sebab banyaknya perilaku mereka yang menyimpang hingga mendatangkan murka Allah Swt. Al-Qurtūbi mengungkapkan bahwa ada sebagian ulama yang mengartikannya dengan menanggung, maksudnya ialah di tetapkan atau di kenakan.
Para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai sebab kaum Yahudi
mendapat dua kemurkaan, di antaranya:
60Ahmad Mustafa al-Marāgī, Tafsir al-Marāgī, jilid.1, penj. Bahrun Abu Bakar,
(Semarang: Toha Putra, 1985) 61Orang-orang yang punya (kaya) ketika itu, berpenampilan rendah dan hina dengan
pakaian yang lusuh dan kotor demi membebaskan diri dari kewajiban membayar jizyah. Lihat Quraīsh Shihāb, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’ān), cet. I (Jakarta : Lentera Hati 2000), 176
62 Hamka, Tafsir al-Azhar juz I, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 261
72
1). Ada yang berpendapat bahwa maksud kemurkaan yang pertama adalah sebab mereka menyembah patung sapi. Dan kemurkaan kedua mereka dapatkan, karena kafir kepada Nabī Muhammad Saw.
2). Dalam satu riwayat dari Ikrimah mengatakan bahwa sebabnya adalah mereka kafir kepada Nabī Isā a.s. Kemudian, kembali kafir dengan Nabi Muhammad Saw.
3). Ibnu Katsīr mengutip pendapat Ibnu Abbās, bahwa hal itu disebabkan mereka menyia-nyiakan kitab Taūrat dan kufur kepada Nabi Muhammad Saw.
4). Adanya riwayat dari Abul Āliyah, yang menyebut sebabnya adalah mereka ingkar kepada kitab Injīl dan Nabī Isā a.s.63
5). Terakhir, Said yang meriwayatkan dari Qatadah dengan kalimat, “Kemurkaan yang pertama, disebabkan mereka kafir kepada Kitab Injīl. Sedangkan kemaksiatan yang kedua, sebab mereka kafir kepada Al-Qur’ān.’64
Dari berbagai pendapat di atas, dapat dikatakan penyebab mereka mendapat dua kemurkaan. Karena, mereka kufur dengan Nabī Allah baik Nabī Muhammad maupun Nabi terakhir dari kalangan mereka yakni, Nabi Isā a.s dan Kitab suci yang telah Allah turunkan kepada mereka, yakni Taūrat.
Menurut Ibnu Katsīr, penggunaan fi’il mudāri’ dalam kalimat yaqtulūna. Padahal itu menunjukan masa lampau65, ditujukkan untuk menghadirkan peristiwa yang sangat mengerikan itu pada benak manusia. Di samping itu, dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa kaum Yahūdī sangat berpotensi untuk melakukan perbuatan serupa itu kapan dan dimanapun
63Ibnu Katsīr, Sahīh Tafsir Ibnu Katsīr, penj. Abu Ihsan al-Atsari, (Bogor : Pustaka
Ibnu Katsir, 2006), 331 64Sekelompok ulama berkata, “yang dimaksud ayat tersebut adalah pengukuhan dan
betapa tragisnya kondisi mereka, karena mendapat dua kemurkaan disebabkan oleh dua kemaksiatan. Lihat Muhammad bin Ahmad al-Qurt ubi, Al-Ja mi’ li Ahka m al-Qur’a n, 67
65Maksudnya, seolah pelaku pembunuhan para Nabi adalah mereka yang hidup pada jaman Rasulullah Saw. Padahal, yang membunuh adalah nenek moyang mereka.
73
jua.66 Pendapat senada dikatakan pula oleh Sayyid Qutub dengan perkataan suatu umat itu dalam kesamaannya. Maksudnya, karena lahir dari nenek moyang yang sama. Maka, akan membentuk kesatuan umat dengan ciri khas yang sama.67 Pendapat ini mengartikan bahwa watak yang ada pada diri nenek moyang Banī Isrā’il sama dengan anak cucunya.
Para penafsir sepakat dengan melihat lafaz bi gāiri haq pada ayat tersebut menunjukkan bahwa perilaku membunuh Nabi sangat tidak di benarkan, tidak ada ajarannya dalam kitab manapun.68 Meskipun kaum Yahūdī beritikad bahwa perilakunya tersebut beralasan. Al-Marāgī menambahkan adanya lafaz tersebut untuk memperlihatkan betapa kejinya perbuatan mereka. Perbuatan mereka juga bukan karena salah pemahaman dalam memahami kitab dan analisa hukum. Tetapi, memang karena sengaja mereka lakukan agar terbebas dari peraturan dan menentang apa yang telah disyari’atkan Allah kepada mereka.69
Dalam ayat ini dikatakan pula bahwa mereka atau siapapun yang
melakukan hal serupa di sebut kafir70, kekafiran mereka disebabkan ingkar
kepada para Nabī dan apa yang dibawa oleh mereka. Jadi, kekafiran dalam
diri mereka muncul sejak mereka mengingkari ayat-ayat Allah, (baik mereka
berhukum atau tidak dengannya, melaksanakan atau tidak manhaj-nya dalam
kehidupan) hal itu tetap, sebab membunuh Nabi-nabi yang diutus oleh Allah
66Abū Bakar al-Jazaīri, Tafsir al-Aīsar, 156 67Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili , Tafsir Fi z ila l al-Qur’a n, jilid 1, 297 68Sudah tentu tidak ada yang dapat membenarkan perbuatan mereka. Karena, yang
mereka bunuh disini adalah utusan Allah dan orang-orang yang menyeru pada kebaikan. Para Nabi yang di utus Allah sama sekali tidak menyalahi aturan yang diperintahkan Allah kepada mereka. Dalam Tafsir Fathul Qadīr dikatakan, ‘tidak ada yang haq dari perlakuan mereka yang batil itu’.
69Ahmad bin Must afa al-Mara gi , Tafsir al-Mara gi, 227 70Ibn Abbas mengatakan sebutan kafir disini ialah sifat mereka sepertiorang-orang
kafir. Hal ini berbeda dengan Imam Ata’ yang mengatakan mereka yang dimaksud kafir maknanya masih satu tingkat di bawahnya, seperti zalim dan fasik.
74
merupakan hal yang sangat fatal dan melampaui batas. Inilah faktor-faktor
sebab mereka layak mendapat kemurkaan Allah.71
Selain membunuh Nabi Allah, mereka juga membunuh orang-orang
yang berbuat adil. Yakni, pemimpin yang menyuruh kepada kebaikan. Di
antara sebab mereka membunuh ialah karena mereka membangkang tidak
mau mengikuti apa yang diperintahkan Allah melalui utusannya tersebut,
mereka ingin melakukan segala sesuatunya sekehendak hawa nafsu mereka
sendiri. Dua Imām Jalāluddīn mengatakan bahwa mereka telah membunuh
43 orang Nabi kemudian mereka di cegah oleh 170 orang pengikut-pengikut
Nabi tersebut. Namun akhirnya, mereka pun dibunuh oleh mereka pada saat
yang sama..72 Hal yang senada dikatakan oleh dalam tafsirnya, dari riwayat
Abū Ubaīdah dari Musnad al-Firdaūs bahwa Banī Quraīzah telah membunuh
43 Nabi pada siang hari dan 112 orang yang mencegah mereka dari kalangan
ahli ibadah pada malam harinya.73 Sedangkan menurut riwayat yang
dicantumkan al-Qurtūbī, menyebut bahwa Banī Isrā’il pernah membunuh
300 Nabi dalam sehari.74 Sebagian dari mereka adalah Nabi-nabi yang
terkenal seperti Ilyās a.s, Ilyāsā a.s, Zakariā a.s.
Membunuh adalah salah satu perbuatan yang dihukumi haram, sebab dianggap mendahului takdir mengenai umur manusia yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Begitupun, dengan darah seorang Mukmin yang dikatakan suci. Maka haram untuk dibunuh, terlepas dari semua kesalahan yang ia lakukan. Allah tetap menyebutnya suci. Jikalau membunuh seorang Mukmin saja dilarang oleh Allah Swt, bagaimana dengan membunuh seorang Nabi yang harusnya menjadi pemimpin paling dihormati, bahkan melebihi orang tua. Sebab, para Nabi-lah yang membimbing manusia agar tetap di jalan yang
71Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili , Tafsir Fi z ila l al-Qur’a n, 319 72Imam Jalāluddin al-Mahālli dan as-Suyūthi, Tafsir Jalālain pdf, .34 73Ali Muhammad asy-Syaūkanī, Tafsir Fathul Qadīr penj. Amir Hamzah, (Jakarta :
Pustaka Azzam, 2009) , 496 74Muhammad bin Ahmad al-Qurtūbī, Al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān, 365
75
lurus. Dengan demikian, perilaku yang ditunjukkan oleh kaum Yahūdī ini telah melampaui batas, di mana mereka bukan hanya berani membangkang atas perintah para Nabi bahkan mereka membunuhnya. Maka, wajar jika Allah memberikannya hukuman kehinaan dan kerendahan baik di dunia maupun di akhirat juga memasukannya ke dalam golongan yang dimurkai.
Al-Qurtūbī menegaskan bahwa pembunuhan tersebut sama sekali tidak mengurangi derajat mereka, berbeda dengan manusia yang terbunuh maka akan menurunkan derajat mereka.Ia mengatakan pembunuhan tersebut merupakan suatu kehormatan dan tambahan derajat untuk mereka. Hal ini sama halnya, seperti orang beriman yang mati di medan perang atau sedang berjihad di jalan Allah. Di tambah lagi, para Nabi yang dibunuh sedang berdakwah, membenarkan syari’at Allah.75 Ini menunjukkan bahwa adanya Nabi yang dibunuh bukanlah kehinaan melainkan kehormatan. Agaknya, maksud Allah membiarkan hal itu terjadi untuk menjadikan pelajaran bagi umat setelahnya agar tidak ada yang berlaku demikian, sekaligus menolong atau membebaskan utusannya dari orang-orang zalim.
Jadi, jika ada orang Muslim yang membunuh orang-orang baik atau siapapun, dapat di masukkan ke dalam golongan orang yang dimurkai.
B. Kerjasama dengan Kafir dalam Keingkaran dan Kemaksiatan
Yahūdī adalah kelompok manusia yang memiliki akal picik, orientasi
kehidupan mereka adalah keuntungan materi. Karena itu, pada berbagai
kesempatan mereka bekerja sama dengan orang kafir.Tujuan kerja sama
mereka adalah untuk mencari keuntungan dunia., sifat mereka ini telah
dijelaskan dalam Al-Qurān :
75Muhammad bin Ahmad al-Qurtūbī, Al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān, .939-940
76
هم يـتـولون الذين كفروا مت لهم أنـفسهم أن سخط الله ◌ تـرى كثيرا منـ لبئس ما قد عليهم وفى العذاب هم خلدون
“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan
mereka akan kekal dalam siksaan”. (Q.S al-Ma'idah/6: 80).76 Munasabah : ayat ini membicarakan orang-orang munafik yang menampakkan keimanan-Nya. Namun, memendam kekufuran. Senantiasa memperlihatkan kecintaan mereka pada Islam, tapi sebenarnya mereka adalah musuh yang paling sengit. Mereka bekerjasama dengan orang kafir untuk melawan orang Mukmin dan membaktikan dirinya sebagai penolong dan pelindung bagi orang kafir dengan meninggalkan loyalitas mereka atas orang
Mukmin.77 Allah telah membuktikan kedurhakaan mereka yang begitu nyata
dengan kalimat: Engkau (Hai Muhammad atau siapapun yang bisa melihat
dengan mata kepala) akan melihat banyak dari mereka yakni, Ahl Kitāb
orang-orang Kafir kaum Musyrikīn. Itu mereka lakukan tanpa ada di antara
mereka yang menegur atau mencegah. Demi Allah sungguh buruk apa yang
mereka ajukan yaitu sediakan dan hidangkan untuk diri mereka yaitu murka
Allah atas mereka.78
Menurut, kata minhum menunjuk kepada orang-orang Munafiq yang
berpura-pura memeluk Islam, yang ketika itu bermukim di Madīnah. Mereka
menemukan masyarakat Arab yang terdiri dari Auz dan Khazraj telah
berbondong-bondong masuk Islam, dan menemukan juga kepentingan
ekonomi dan politik mereka yang menyusut. Maka tidak ada jalan lain selain
berupaya menghambat laju agama Islam. Dengan cara bekerjasama dengan
76Salah satu alasan mengapa penulis mengambil ayat ini, meskipun didalamnya tidak menggunakan kata gadab ialah karena sama dalam hal sejarah dan dalam Al-Qur’an pula, tidak terdapat kata gadab untuk menunjukkan perilaku Yahudi yang satu ini. Adapun perbedaan kata gadab dengan sakhito dalam hal ekspresi, jika gadab mengeluarkan kata-kata kasar. Sedangkan, sakhito lebih menuju ke ekspresi perasaan benci kepada seseorang, sehingga ia berusaha menyakitinya.
77Muhammad Ali ash-Sabūnī, Cahaya Al-Qur’an: Tafsir Tematik surah al-Baqarah-al-An’ām, penj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000) , 234
78Quraīsh Shihāb, Tafsir al-Misbah, 162
77
kaum Musyrik yang bermukim di Mekkah dan sekitar Madinah. Tokoh
utama Yahūdī ini adalah Ka’ab ibn al-Asyraf79, yang juga berperan dalam
mendorong kaum Musyrik untuk menyerang kota Madinah.80
Mahmud Yunus berkata dalam tafsirnya bahwa dahulu Ahl Kitāb dari
kalangan mereka hidup dalam kemelaratan dan kesengsaraan. Ini balasan
karena, mereka tidak mengikuti ajaran Kitabnya. Sebab itu Allah berfirman:
“Jika mereka mengikuti Taurat dan Injīl, niscaya mereka menjadi kaya raya
(dapat memakan makanan yang datang dari atas kepalanya dan di bawah
kakinya).”81 Inilah sebabnya, orang-orang Yahūdī mencoba mencari
keuntungan dengan bersekutu kepada orang Kafir.
Hal ini dapat terlihat pada kisah perang Ahzab, dimana orang-orang
Yahūdī dari kalangan Bani Qurāizah yang menusuk Nabī Muhammad Saw
dan kaum Muslimīn dari belakang. Orang-orang Yahūdī mengingkari
perjanjian dengan Nabi Muhammad Saw, hingga membuat kaum Muslimīn
dikepung musuh selama dua bulan lamanya. Karena perbuatan mereka ini,
Nabi menghukumnya dengan pengusiran dari Madīnah. Dalam sejarah telah
di ceritakan, tentang sikap Yahūdī yang suka mengingkari janji. Seperti
79Ka’ab ibn al-Asyraf adalah seorang pemimpin Yahūdī yang memusuhi Nabi
Muhammad Saw dan kaum Muslimin. Dahulu ia pernah melakukan perjanjian bertetangga baik dengan kaum Muslim, setelah kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar. Ia mendoktrin kaum Quraisy untuk memerangi kaum Muslimin, dengan menyuarakan bahwa agama mereka itu lebih baik daripada kaum Muslim dan setelah melakukan tersebut, ia membuat sya’ir yang melecehkan perempuan kaum Muslimin hingga terjadinya perpecahan di antara dua belah pihak.
80Quraīsh Shihāb, Tafsir al-Misbah, 163 81Hal ini juga terjadi pada orang Muslim yang hidupnya dalam kemiskinan, sebab tidak
mengikuti ajaran Al-Qur ān, jika mereka mengikutinya. Maka Allah akan menjadikannya kaya raya. Kebanyakan dari mereka (hartawan) tidak mau memberi menolong seperti meminjami kepada orang miskin. Karena, jika dipinjami mereka tidak mau mengembalikannya. Lihat Mahmud Yunus, Tafsir Qur’ān al-Karīm (Jakarta: Hidakarya Agung, 2004), 119
78
halnya, yang dilakukan Bani Nadir yang mengkhianati Piagam Madinah.
Begitupula dengan Bani Qaīnuqa.82
Farid Essack menceritakan kisah dimana kehidupan bangsa Yahūdī
sebelum datangnya Nabi di Madīnah. Mereka mempunyai kekuasaan yang
luas, lahan yang subur niscaya menikmati kebebasannya. Tak lama setelah
kedatangan Nabi di Madinah, mereka merasa terusik dan dengki bagaimana
melihat cara Nabi mempersaudarakan kaum Muhājirīn dan Ansar. Ia berkata,
sejak hidup di Mekkah, Nabi Muhammad Saw sama sekali tidak memiliki
prasangka buruk terhadap Yahūdī. Namun sebaliknya, setelah mengetahui
akan datangnya Nabi Akhir zaman ke tanah Madīnah, mereka sudah
mempersiapkan diri.83
Sayyid Qutub berkata bahwa uang, harta dan keuntungan materi, semua
itu adalah watak dan budaya orang-orang Yahūdī. Perbuatan mereka yang
tidak mau membenarkan apa yang telah sampai padanya itu sebagai
pembelian dunia dengan akhirat demi mencapai tujuannya. Hal seperti ini
telah dilakukan para pendeta yang khawatir akan kehilangan harta dan
kepemimpinan, jika masuk agama Islam. Dalam Islam, ini menjadi dasar
larangan bagi seorang pemimpin, pembuat fatwa, pelayanan keagamaan
pemutus perkara dsb, untuk tidak menyalahgunakan jabatannya dengan
menindas golongan bawah dan menganak emaskan golongan atas.84
C. Merendahkan Perintah Allah
Allah mengingatkan kaum Yahūdī untuk tidak mengikuti keburukan
akhlak para pendahulu mereka. Ayat-ayat yang turun kepada mereka
82Seperti kisah Asbab nuzul surah an-Nisā/4: 138, yang diriwayatkan dari Ubaīdah bin
Shamit berkata, “Abdullah bin Ubay bin Salul (Munafik Madinah) mengadakan perjanjian dengan saya untuk membela Yahudi Bani Qunaiqā. Ubay tetap pada rencananya dan saya mundur dan kembali pada Rasūlullah.
83Farid Essack, Manusia yang Tertindas (Bandung: Mizan, 2000), 195-196 84Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili , Tafsir Fi z ila l al-Qur’a n, jilid 1, 174
79
mengisyaratkan sebuah kisah dari terjadi pada Banī Isrā īl, pada satu periode
dari rangkaian kehidupan pembangkangan mereka kepada Allah dan Nabī
Mūsā a.s baik saat di Tanah Suci maupun keluar dari Mesir. Contoh tindakan
mereka yang meremehkan perintah Allah adalah: menyembelih sapi betina,
tidak mau berperang, melanggar hari sabt.
Selain itu, nenek moyang Bani Isrā’il gemar meminta suatu hal yang
sulit kepada Nabī Mūsā a.s dengan maksud untuk mempermainkannya.85 Al-
Qur ān banyak menceritakan kisah mereka, dan salah satu sifat yang dikenal
pada diri mereka adalah cerewet kepada Nabi mereka, banyak permintaan
dan gemar menyulitkan para Nabi termasuk Nabī Mūsā a.s. dalam Q.S al-
Baqarah/2: 61
ن بـقلها وإذ قـلتم يموسى لن نصبر على طعام وحد فادع لنا ربك يخرج لنا مما تنبت الأرض م ر ◌ وقثائها وفومها وعدسها وبصلها ◌ قال أتستبدلون الذى هو أدنى بالذى هو خيـلة والمسكنة وباءو بغضب من ◌ اهبطوا مصرا فإن لكم ما سألتم وضربت عليهم الذ
ذلك بما عصوا ◌ ه ويـقتـلون النبيـن بغير الحق ذلك بأنـهم كانوا يكفرون بئايت الل ◌ الله وكانوا يـعتدون
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Mūsā, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang di tumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.”
Dan ketika nenek moyang Banī Isrā īl berkata agar Mūsā memohon
kepada Allah untuk merubah makanan yang tidak pernah diganti, mereka
85M.Thalib, 76 Karakter Yahudi Dalam Al-Qur’an, 15
80
sebenarnya bukan bosan tetapi rasa tinggi hati hingga mereka tidak mau
makan makanan tersebut. Lalu, Mūsā menjawab dengan nada sinis dan
menghina, “Apakah kalian menghendaki hal-hal serendah ini, sebagai
pengganti yang lebih baik yaitu, manna (makanan dengan rasa manis yang
disenangi semua orang) dan salwā (burung yang paling enak dagingnya)?”.
Keduanya merupakan makanan yang bergizi dan lezat, yang tidak di jumpai
pada makanan yang kalian minta sekarang.86
Sayyid Qutub menyebut dalam tafsirnya bahwa kehinaan, kenistaan
dan kemurkaan Allah yang diberikan kepada kaum Yahūdī belum terjadi saat
turunnya ayat ini. Tetapi terjadi sesudah terjadinya apa yang disebutkan oleh
penutup ayat tersebut; Peristiwa ini terjadi belakangan, beberapa generasi
setelah berakhirnya masa Nabī Mūsā a.s, konteks ayat ini telah menjelaskan
kehinaan, kenistaan dan kemurkaan itu, karena sesuai dengan sikap mereka
yang menuntut adas, bawang merah, bawang putih dan mentimun itu. Serta
maksud Nabī Mūsā a.s mengatakan kalimat “Pergilah kamu ke Mesir”
mengingatkan mereka akan kehinaan yang pernah mereka alami di Mesir,
lalu Allah berikan keselamatan.87 Ada dua pendapat mengenai kata al-fūm
dalam ayat tersebut, sebagian ulama tafsir mengartikannya dengan gandum
dan sebagian lainnya dengan bawang putih, menyesuaikan kata sebelumnya
bawang merah (basal)88.
Dalam tafsirnya, Quraīsh Shihāb menyebutkan 3 poin penting
mengenai ayat ini :
1). Mengenai penggunaan kalimat yang mereka ucapkan, tanpa
menggunakan panggilan terpuji kepada pimpinan atau Nabi mereka.
86Dalam perjanjian Lama ini mereka ucapkan saat bulan kedua dari tahun kedua eksodus
mereka sedang dalam perjalanan menuju Hebron. Mereka ingat dengan makanan yang mereka makan di Mesir, dan kami bosan dengan manna dan salwa.
87Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili , Tafsir Fi z ila l al-Qur’a n, 196-198 88Muhammad Ali al-S a buni , S afwah al-Tafa si r Tafsir li al-Qur’a n al-Kari m, jilid 1
terj. Yasin. (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2010), 100
81
Tentu saja ini sangat tidak sopan bukan hanya panggilan namun ucapan
mereka yang mencerca makanan pula. Di tambah lagi dengan kalimat
paksaan dengan menggunakan kata lan yang artinya tidak akan, yang
bermakna “Sejak saat ini sampai masa datang yang berkelanjutan, kami
tidak sabar dan tidak akan sabar atau tidak mampu menahan diri untuk
memakan satu macam makanan saja. Kami telah bosan dengan makanan
itu.”
2). Ia juga mengatakan bahwa perilaku Banī Isrā īl sangat aneh. Karena,
bagaimana mungkin dengan semua perilaku menyeleweng mereka yang
selalu meremehkan perintah Allah dan para Nabinya tetapi mereka tetap
meminta para Nabi mereka untuk berdo’a kepada Allah agar
permintaannya dituruti. Hal ini menunjukkan bahwa mereka percaya
do’a yang dipanjatkan para Nabi itu makbul.
3). Dalam hal ini, sebenarnya Nabi Musa a.s tidaklah berdo’a. Sebab, tidak
mungkin seorang Nabi utusan Allah mengabulkan do’a orang-orang yang
durhaka. Tidak wajar juga mengganti apa yang telah dipilihkan oleh
Allah, apalagi dengan sesuatu yang bernilai rendah.89
Dalam ayat lain, Al-Qur’an menunjukkan sikap cerewet mereka saat
diperintah Nabī Mūsā a.s untuk mencari sapi betina berdasarkan perintah
Allah demi mencari pelaku pembunuhan yang menghebohkan Banī Isrā īl
masa itu. Kisah ini cukup populer dikalangan kaum Muslim, dimana
turunnya perintah Allah melalui Nabi Musa a.s, yang menyuruh Banī Isrā īl
menyembelih sapi betina untuk mencari siapa pelaku pembunuhan seorang
pemuda. Di saat Nabī Mūsā a.s menyuruh mereka mencari sapi betina,
mereka justru meremehkan perintahnya. Dengan nada mengolok-olok
89Quraīsh Shihāb, Tafsir al-Misbah, 202-205
82
berkata, “Apa kau ingin mengejek kami Musa?”.90 Setelah berdebat panjang
dan menyebut itu perintah Allah, akhirnya mereka mau mencarinya. Itupun
disambut pertanyaan-pertanyaan yang bermaksud untuk menyulitkan dan
mempermainkan Nabī Mūsā a.s. Akhirnya, mereka sendiri yang diberikan
kepayahan melaksanakannya. Bahkan hampir saja tidak dapat melaksanakan
perintah tersebut.
Mayoritas penafsir menyebut mereka sengaja melakukan ini, agar
terbebas dari perintahnya. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang mereka
ajukan adalah:
a. Sapi betina yang bagaimana ?
b. Berapakah umurnya ? tua atau muda ?
c. Apa warnanya ?
d. Apakah sapi yang digunakan untuk bekerja atau tidak ?
e. Warna kuning yang bagaimana ?
Hal ini mengingatkan kisah yang sama, seperti ucapan kaum Ibrāhīm
ketika beliau meminta mereka untuk beriman. Meninggalkan praktik
penyembahan berhala, dan menyembah Allah semata. Dalam surah al-
Anbiyā/16: 51-56, kaum Nabi Ibrāhīm yang kafir telah membantah
perintahnya, dengan perkataan “Apakah kamu datang kepada kami dengan
sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-
main?.” Melihat kedua bantahan tersebut, nampaknya sama perbuatan
mereka. Meski berbeda subjek, jika kaum Nabī Ibrāhīm saat itu para
penyembah berhala. Sedang kaum Nabi Musa a.s adalah orang-orang yang
90Ini telah tercantum dalam Q.S al-Baqarah/2: 25, ucapan mereka seperti ungkapan
“Apakah kamu hendak menghina dan mengejek kami dengan memerintahkan ini kepada kami?”. Apa hubungan antara menyembelih sapi betina dan menyingkap identitas si pembunuh? Kami mendatangimu untuk memecahkan masalah kami, kami hanya ingin mengetahui si pembunuh. Lantaran kamu seorang Nabi yang mengetahui hal gaib dengan izin Allah, harusnya kamu dapat memberitahukan kepada kami tentang pembunuh itu. Kamu justru meminta untuk menyembelih sapi betina daripada menyinngkap misteri pembunuh. Lihat Shalah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur’an cet.1 (Jakarta: Gema Insani,1999), 234-240
83
beriman kepadanya. Dengan ini, bagaimana mungkin ucapan orang yang
beriman sama persis dengan mereka yang tidak beriman.
Sejarah menyebut bangsa Yahūdī adalah bangsa yang tertindas dan
paling banyak dijajah oleh bangsa lain. Seperti saat mereka dijajah oleh
kerajaan Babilonia, banyak di antara mereka yang dibunuh lalu perempuan
dan anak-anaknya dijadikan budak. Di lanjutkan dengan peristiwa dimana
mereka juga menjadi budak bangsa Romawi, sampai pada akhirnya mereka
terusir dan dijual sampai tanah Eropa, masa ini disebut pula diaspora. Bila
melihat kesinambungan periode terjadinya peristiwa ini dengan kisah yang
tercantum dalam Al-Qur ān, hal ini bermula setelah mereka meremehkan
Nabī Mūsā a.s, ingkar pada Allah dengan melanggar perjanjian dengan-Nya,
dan membunuh para Nabi Allah.
Di antara perintah-perintah Allah yang mereka remehkan adalah
perintah Allah untuk memasuki tanah suci Palestina dengan cara berperang.
Seperti yang tercantum dalam surah al-Baqarah/2: 20-26. Ayat ini
mengkisahkan saat Nabī Mūsā a.s dan Banī Isrā īl berhasil keluar dari Mesir
setelah mengalahkan Fir aūn. Lalu, Allah menolongnya dari kehausan
dengan mukjizat dari Nabī Mūsā a.s, yang memecahkan batu hingga bisa
mengeluarkan 12 mata air dan awan yang menaungi mereka selama
perjalanan. Nabī Mūsā a.s menyuruh mereka untuk memasuki negeri tersebut
dengan cara berjihad. Akan tetapi, watak penakut dan hina yang bersarang di
dadanya membuat tidak mematuhi perintah tersebut. Mereka membalasnya
dengan perkataan, “Sesungguhnya terdapat di negeri itu sekelompok orang
besar dan perkasa yang beringas, yang kami tak kuasa memerangi mereka.
Maka, kami tidak akan memasukinya, sebelum mereka keluar darinya.”
Meskipun Nabī Mūsā dan Hārūn sudah mengatakan Allah akan menjamin
kemenangan bagi kalian, mereka tetap bersikeras untuk tidak mau berperang.
Dengan lancang mereka berkata, “Pergilah kamu bersama Rabb-Mu dan
84
berperanglah kamu berdua, kami menanti di sini saja”.91 Karena perbuatan
mereka ini, Allah menghukumi dengan mengharamkan mereka dari
kemuliaan, kemenangan dan kebahagiaan memasuki Tanah Suci. Kemudian,
Allah membiarkan mereka tersesat dan kebingungan selama 40 tahun di
Padang Tih, dengan tujuan untuk menghilangkan rasa nista, hina, mental
pengecut yang ada pada jiwa mereka. Agar, setelahnya mereka dapat tampil
berani, ulet dan bercita-cita tinggi.92
Selanjutnya kisah yang melanggar hari Sabt, Allah telah
memerintahkan mereka untuk tidak berburu dan menangkap ikan pada hari
Sabtu dan Allah membolehkannya pada hari-hari selainnya. Dengan tujuan,
Allah ingin menguji jiwa mereka bagaimana kesabaran mereka saat
banyaknya ikan yang hadir padanya di hari Sabtu, dan justru menjauhi
mereka pada hari-hari lain. Serta, bujukan setan kepada penduduk agar
mengajak mereka menangkap ikan.93
Dalam peristiwa ini terdapat dua kelompok di antara penduduk desa,
yaitu: Pertama, orang-orang beriman dan para da’i, yang melaksanakan
kewajiban dan mencoba menasehati mereka yang melanggar perintah Allah.
Kedua, adalah orang-orang yang berdiam diri. Maksudnya mereka yang
berdiam diri saat melihat kemungkaran di depannya. Niscaya, Allah akan
menyelamatkan mereka dari kelompok pertama dan menjatuhi hukuman
kepada mereka yang melampaui batas, yakni orang-orang Yahūdī yang
melanggar hari Sabt. Adapun hukuman yang mereka dapatkan adalah Allah
mengubah wujudnya menjadi kera yang hina, tak lama setelah berubah
91Sikap mereka yang seperti ini, berbanding kebalik dengan pengikut Nabi Muhammad
Saw, yakni kaum Ansar. Saat disuruh berperang, mereka berkata “Kami tidak akan mengatakan kepadamu. Seperti perkataan kepada Nabi Musa a.s, ‘pergilah kamu bersama Rabb-Mu, biarlah kami disini saja’. Lihat Tafsir Jalalain,
92Shalah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur’an cet.1, 204-206 93 Al-Kasyaf menyebut hari Sabt adalah bentuk masdar dari sabatat al-Yahūd, yang
berarti orang-orang Yahūdī yang mengagungkan hari Sabtu.
85
wujud dan tidak mempunyai keturunan pada akhirnya mereka mati. Namun,
Al-Qur ān tidak menjelaskan keadaan dari kelompok kedua, nampaknya
mereka termasuk orang-orang yang binasa dan terkutuk.94 Bahkan Sayyid
Qutub berkata, “Saat Nabī Mūsā a.s melawan jiwa Bani Isrā’il itu lebih sulit
daripada melawan Fir aūn. Karena, menghadapi peperangan melawan sifat-
sifat hina yang mengendap di dalam jiwa yang merusak watak95.
D. Mengingkari Kebenaran
Hati ibarat cahaya di kegelapan. Jika cahaya itu mati, maka yang ada
hanyalah kegelapan. Begitupula dengan yang sudah tertutup, maka akan sulit
menerima kebenaran. Hal inilah yang terjadi pada kaum Yahudi, meskipun
mereka sudah mendapatkan berbagai macam bukti yang dibawa oleh para
Nabi utusan Allah, mereka tetap saja mengingkarinya. Dengan ini, Allah
mengumpamakan hati mereka yang telah tuli, buta dan bisu terhadap
kebenaran.96
على من ۦأنـفسهم أن يكفروا بما أنـزل الله بـغيا أن يـنـزل الله من فضله ۦبئسما اشتـروا به وللكفرين عذاب مهين ◌ فـباءو بغضب على غضب ۦيشاء من عباده
Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan. (Q.S al-Baqarah/2: 90) Munasabah : dalam ayat ini Allah mengungkapkan keingkaran orang-orang Yahūdī terhadap Al-Qur’ān. Sebabnya, karena mereka menyimpang dari hidayah-
94Shalah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur’an cet.1, 266-267. 95Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili , Tafsir Fi z ila l al-Qur’a n, jilid vi, 354 96Seperti yang dikatakan pada Q.S al-Baqarah/2: 86). Hati kami tertutup sehingga tidak
dapat menerima kebenaran. Allah mengatakan, “dengarlah” mereka akan menjawab “kami mendengar, tapi kami tidak mau menuruti”. Lalu mereka mengatakan raa’ina (saya melihat) sambil memutar lidahnya dan mencela agama. Lihat Rizem Aizid, 141-145
86
Nya yang diturunkan sebelumnya. Keingkaran mereka itu adalah bukti-bukti nyata bagi penyimpangan mereka dari agama tauhid.97
Bi’sama sytarau Ini bermaksud celaan. Maksudnya adalah, mereka
yang menjual diri dengan kekafiran atau menukar kebatilan dengan
kebenaran dan kekafiran dengan keimanan.98 Sedangkan kata Fa’bāu, Quraīsh
Shihāb menyebutnya membeli kepada setan, kenikmatan duniawi dengan
mengkufuri.99Al-Marāgī menyebut kata tersebut mengartikan bahwa murka
Allah yang ini lebih besar daripada yang lalu. Maksudnya, murka
mengingkari Nabī Muhammad Saw lebih besar dari murka akibat
mengingkari Nabī Isā a.s.100
Adapun perbuatan mereka yang menjual harga diri dengan kekafiran.
Disebabkan, karena kedengkian mereka teramat dalam terhadap Nabī
Muhammad Saw. Selain, karena kebangsaan Nabī Muhammad yang dari
suku Arab101, juga esensi beliau di tanah Madīnah yang sangat kuat hingga,
mereka takut terusir dari tempat tinggalnya.102 Namun, ketika mereka
diperintah untuk beriman kepada Al-Qur’ān. Kaum Yahūdī menjawab bahwa
kami hanya beriman kepada apa yang di turunkan kepada kami.
Dalam hal ini Allah membalasnya dengan perkataan, “Jika kalian
beriman, mengapa kalian hanya beriman pada sebagian hukum, dan ingkar
pada sebagian yang lain?”. Hal itu mereka lakukan, karena tidak sesuai
dengan hawa nafsu mereka.
97Munasabah surah al-An’ām: 91. Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Tafsirnya, jilid 7, (Universitas Islam Indonesia, 1990), 211 98Dalam B.Arab kata ini diartikan menjual dan membeli, al-Marāgī menyebutnya
ahdad (satu kata yang mempunyai dua arti). Adapun yang dimaksud di sini ialah menjual. 99Quraīsh Shihāb, Tafsir al-Misbah, 249 100Ahmad Mustafa al-Marāgī, Tafsir al-Marāgī, juz I, 17 101Allah telah menjelaskan hal ini dalam firmannya : al-Baq/186, yang mengatakan
bahwa pemilihan Nabi sesuai dengan kehendak Allah dan pula tidak ada aturan yang mengatakan seorang Nabi harus turun dari bangsa Isra’il.
102Abū Bakar al-Jazaīrī, Tafsir al-Aisar, 155
87
Para ulama sepakat bahwa perbuatan mengingkari kebenaran termasuk perbuatan Fasiq. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”.103 Secara etimologi fasik berarti keluar dari sesuatu, di maksudkan menyimpang dari perintah. Sedangkan menurut terminologi Fasiq adalah orang yang menyaksikan, tetapi tidak meyakini dan melaksanakan. Rizem Aizid dalam bukunya, mengatakan terkadang fasiq berarti syiriq dan berbuat dosa. Seseorang dapat dikatakan fasiq, jika sering melanggar perintah dan gemar berbuat maksiat. Mengingkari merupakan kata sifat di mana saat manusia menerima telah mendapat sebuah kebenaran dan sudah menerima bahwa semua yang diterima adalah kebenaran, tapi kemudian dia menolak kebenaran tersebut.
Adapun ciri-ciri orang Fasiq menurut Al-Qur’an, yaitu: a). Selalu
mengingkari janji kepada Allah Swt, setelah kesepakatan itu terjadi. b).
Memutuskan hubungan. Padahal, menyambung hubungan atau silaturahmi
sangat dianjurkan oleh Allah Swt. c). Melakukan perbuatan keji dan
kerusakan di muka bumid). Mengubah hukum Allah Swt dalam kitab-Nya.
e). Mengingkari ayat-ayat Allah). Memilah-milah hukum Allah atau
memakai hukum yang satu dan meninggalkan yang lainnya. g). Dalam surah
at-Taūbah disebutkan bahwa ciri-ciri orang fasik adalah orang yang cinta
dunianya lebih besar dari cinta kepada Allah Swt). Menyerukan perbuatan
keji dan mencegah yang hak.104
Jika melihat ciri-ciri di atas. Nampaknya, perbuatan tersebut sudah
pernah dilakukan oleh umat Yahūdī. Seperti, mengingkari ayat-ayat Allah
Swt bahkan dengan sengaja mengubah isi kitab (Taurat) yang diturunkan
103“Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara
mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”. (Q.S Āli Imrān/3: 110)
104Rizem Aizid, Al-Qur’an Mengungkap Tentang Yahudi: : Watak, Sifat, Perilaku Buruk Bangsa Yahudi Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Diva Press, 2015), 54-57
88
kepada mereka.105 M. Thalib dalam bukunya “76 Karakter Yahūdī” telah
menjelaskan contoh pengubahan isi Taurat yang diubah oleh kaum Yahūdī,
yang sangat berbeda dengan makna aslinya, sehingga menjadikannya kabur.
Seperti halnya, nama Muhammad yang diubah ke bahasa Ibrāni menjadi
Paraclet yang artinya orang yang mempunyai sifat terpuji. Meskipun, artinya
sama tetapi, nama tersebut menimbulkan pengertian yang kabur sehingga
sulit di mengerti dan hilang hakikat kebenarannya.106
Al-Marāgī menjelaskan asbab nuzul ayat ini, dengan riwayat dari ibn
Jarir at-Thabāri : “Dahulu kaum Yahudi dan Anshar hidup berdampingan,
orang-orang Arab dengan kepercayaan mereka, yakni menyembah berhala.
Sedangkan, kaum Yahudi menjadi Ahl Kitāb yang ta’at pada ajaran kitab
tersebut. Tapi, setelah datang Nabi Akhir zaman dari golongan kami (bangsa
Arab). Kami beriman dan mereka justru Kufur atas apa yang di
bawanya.”107
Sejatinya, kitab Taurat dan Injil hanya mengabarkan dua berita besar,
yakni: 1). Mengingatkan tentang munculnya Nabi-nabi palsu di kalangan
Banī Isrā īl dan akan terjadi keanehan yang terjadi 2). Allah akan
membangkitkan seorang Nabi dari keturunan Nabi Ismā il di tengah-tengah
mereka. Ia akan mendirikan satu umat, dan ia berasal dari keturunan Hajar.
Allah menjelaskan hal ini dengan gamblang, dan tidak samar sedikitpun.
Begitupula, dengan tanda-tanda kenabian yang ada pada diri Nabi
Muhammad Saw, mereka sengaja menyembunyikannya dan mengatakan
kepada masyarakat bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi-nabi yang telah
105Az-Zamaksyari menjelaskan bahwa sikap mereka yang seperti itu timbul, karena ketidakpuasan mereka terhadap hukum Allah. Mentakwilkan kitab-Nya dengan takwil yang tidak sesuai, menginterpretasikan makna tersebut dengan makna sebaliknya. Menyebut ada tiga alasan seseorang tidak mengikuti hukum Allah, yakni : 1). Benci dan ingkar kepada hukum Allah 2). Mengikuti hawa nafsu dan merugikan orang lain 3). Fasik.
106M.Thalib, 76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’ān, 7 107Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili , Tafsir Fi z ila l al-Qur’a n, 259
89
dikabarkan kepalsuannya dalam Taūrat.108 Selain itu di antara mereka, jika
ada kaumnya yang menyampaikan kebenaran tersebut. Para pendeta akan
menegurnya.109 Sālah al-Khālidī mengatakan, hal ini mereka lakukan karena
tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Jikalau, mereka mengetahui pasti
mereka akan menyampaikan kebenaran tersebut, tidak menyampaikan
kepada oranglain mengartikan bahwa seolah-olah ilmu itu tidak ada pada
dirinya. Sebab, ilmu yang benar adalah ilmu yang bermanfaat bagi
pemiliknya, yang membahagiakan dan memperbaiki hidupnya serta
menjadikannya berpijak pada kebenaran dengan para pengikutnya.110 Namun
permasalahannya disini, bukan karena mereka tidak mengetahui kebenaran
tersebut. Sesungguhnya mereka mengetahui, bahkan mengatakan bahwa
mereka mengenal Muhammad selayaknya anak mereka sendiri. Adapun
kisah lain yang diceritakan dalam Al-Qur’ān adalah sewaktu Allah menyuruh
mereka untuk berjanji dalam mengamalkan kitab Taurat. Lalu, mereka
menolak dengan perkataan “kami mendengar, tapi kami mengingkari”.
Muhammad Fethullah Gulen mengumpakan, “Orang-orang yang menolak kebenaran ayat tersebut, setara dengan orang-orang yang bersikap ingkar atau terselip unsur kemunafikan dalam dirinya itu bagaikan setan yang
108Jika ditanya mengapa mereka mengaburkan berita tersebut. Mereka berkata,“Orang-
orang dahulu lebih mengerti maksud ucapan para Nabi. Oleh karena itu, mereka menyerukan kepada kaumnya. Agar, mengikutinya bukan mengikuti ucapan Nabi Muhammad Saw (sabda) yang sulit dimengerti.” Lihat Rizem Aizid, Al-Qur’an Mengungkap Tentang Yahudi, 73-74
109Seperti asbab nuzul surat al-Baqarah : 76. Riwayat dari Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid berkata, saat peperangan dengan Bani Quraidzah. Rasulullah Saw berdiri di bawah benteng Bani Quraidzah, seraya bersabda, “Hai Saudara-saudara Kera! Hai Saudara-saudara Babi! Hai Penyembah Thagut!”. Para pemimpin Bani Quraidzah berkata, “siapa yang membri tahu Muhammad tentang ucapannya itu? Ia tidak mungkin tahu, kecuali dari kalian. Mengapa kalian mengabarkan kepada mereka tentang kutukan Allah tersebut, sehingga mereka bisa mengalahkan hujjah kalian? Lihat Rizem Aizid, Al-Qur’an Mengungkap Tentang Yahudi, .88
110Shalah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur’an cet.1, 49
90
tidak mau berdzikir (mengingat Allah). Tapi, berusaha menunjukkan bahwa mereka adalah orang baik.111
Menurut Mahmud Yunus, meskipun ayat ini ditunjukan untuk kaum Yahūdī. Tapi, ini juga berarti pengajaran bagi umat Muslim. Sebagaimana firman Allah, dalam Q.S al-Baqarah/2: 186. Jika ada, di antara kalian yang menunaikan shalat, puasa, zakat dsb. Namun, dalam kesehariannya memakan hak oranglain, memusuhi saudara seagama, memutus silaturrahmi dsb. Maka, ia termasuk dalam golongan tersebut.112
Setelah menganalisis Ayat-ayat gadab tentang perbuatan Yahudi yang
mendatangkan murka Allah. Dapat disimpulkan bahwa walau Al-Qur ān
menunjuk hukuman tersebut untuk kaum Yahūdī. Tapi, sebenarnya ini juga
berlaku bagi siapapun yang melakukan hal yang serupa, tak terkecuali umat
Islam.
111M. Fethullah Gulen, Cahaya Al-Qur’an bagi seluruh Makhluk: Tafsir Ayat-ayat
Pilihan Sesuai Kondisi Dunia Saat ini, (Jakarta: Republika Penerbit, 2011), xix 112Mahmud Yunus, Tafsir Qur’ān al-Karīm, 18
69
BAB IV
PERILAKU YAHUDI YANG MENDATANGKAN
KEMURKAAN ALLAH
Kaum Yahudi adalah kelompok masyarakat terbanyak yang
diceritakan dalam Al-Qur’an. Di mulai dari sejarah lahirnya bangsa
tersebut, hingga Allah memberikan banyak nikmat kepada mereka. Al-
Qur’an menggambarkan nikmat yang diberikan kepada mereka dengan
begitu kompleks, sekaligus membahas mengenai perilaku mereka setelah
mendapat nikmat tersebut. Di antara nikmat-nikmat yang telah Allah
berikan adalah banyaknya Nabi yang diturunkan dari kalangan mereka,
dijadikannya mereka tauladan dengan kalimat sebaik-baiknya umat pada
masa itu, juga Allah pun menurukan kitab sucinya, yakni Taurat kepada
mereka.
Dengan banyaknya Nabi dan Kitab suci yang Allah turunkan. Maka,
sepatutnya mereka menjadi teladan untuk umat yang lain. Kenyataannya
melalui cerita Ayat-ayat Al-Qur’an, Yahudi justru memperlihatkan
perilaku yang bertolak belakang dari yang seharusnya mereka lakukan. Di
antara perilaku tersebut ialah membunuh Para Nabi, mengingkari,
meremehkan perintah Allah hingga memutarbalikkan kebenaran ajaran
Islam dan menyembunyikan pesan yang dititipkan Allah untuk
disampaikan kepada umat manusia. Hal inilah yang membuat Allah murka
kepada kaum Yahudi. Berikut adalah perbuatan yang dilakukan Yahudi
hingga membuat Allah murka :
70
A. Membunuh Para Nabi
Para Nabi dan Rasul adalah manusia yang dipercaya oleh Allah
untuk menyampaikan risalah-Nya, tugasnya adalah memberikan petunjuk
kepada manusia sesuai dengan yang di kehendaki oleh Allah dalam
wahyu-Nya. Pada dasarnya Nabi itu harus di sambut dengan baik oleh
manusia. Tapi yang terjadi pada bangsa Yahudi, tidak sedikit para Nabi
yang dibunuh oleh mereka. Dan Nabi yang dibunuh itu adalah Nabi yang
di utus dari kalangan mereka sendiri. Karena, seperti yang dikatakan
sejarah bahwa para Nabi dan Rasul terbanyak adalah dari kalangan
mereka.
Para Nabi dan Rasul itu dibunuh, seperti yang dikatakan dalam Al-
Qur’an pada surah Ali Imran/3 : 112. لة أين ما ثقفوا إل ببل م ن الل وحبل م ن الناس وبءو بغضب م ن ضربت عليهم الذ
الل وي قت لون النبياء ذلك بن هم كانوا يكفرون بئايت الل وضربت عليهم المسكنة ذلك با عصوا وكانوا ي عتدون بغي حق
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada,
kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan
tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali
mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi
kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada
ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang
benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan
melampaui batas.” (Q.S Ali Imran/3 : 112). Munasabah: Pada ayat ini terdapat isyarat akan cercaan bahkan hardikan
kepada kaum Yahudi yang ingkar atas apa yang ditunjukkan kepada Nabi
dengan mendustakan sebagian rasul dan membunuh sebagian yang lain.
Mereka lakukan ini karena mengikuti hawa nafsu mereka demi kepentingan
murahan.1
Menurut al-Maragi kata duribat mengartikan diliputi atau kelilingi,
seperti kubah atau kurungan yang menyekap seseorang didalamnya
1Abu Bakar al-Jazairi, Tafsir al-Aisar (Jakarta: Darus Sunnah, 2016), 151
71
ditempel di cap hingga lekat dan tidak bisa lepas.2 Hal ini mengartikan
mereka bagaikan di kurung atau di cap dengan kehinaan dan kemelaratan.
Quraish Shihab mengatakan dalam tafsirnya, kenistaan adalah rasa
rendah diri. Karena, penindasan dan kehinaan yang merupakan akibat
kejauhan jiwa dari kebenaran dan ketamakan meraih kegemerlapan
duniawi. Nista berkaitan dengan jiwa, sedangkan kehinaan dan kerendahan
berkaitan dengan bentuk dan penampilan.3 Sedangkan Hamka mengatakan
yang dimaksud kehinaan adalah hina akhlak, jiwa, tidak ada cita-cita
tinggi, jatuh harga diri, moral dan kehormatan. Sikap ini dikenal dengan
mental jiwa budak atau slavengeest.4
Kata faba u biasanya digunakan untuk keburukan. Mengenaikata
selanjutnya yakni, faba u bi gadabin mayoritas ulama tafsir menanggung
murka dari Allah. Namun menurut etimologi, kata ini berarti mengartikan
kata tersebut dengan mendapatkan murka untuk menunjukkan makna
kedua kalinya. Dikatakan kedua kalinya, sebab banyaknya perilaku mereka
yang menyimpang hingga mendatangkan murka Allah Swt. Al-Qurtubi
mengungkapkan bahwa ada sebagian ulama yang mengartikannya dengan
menanggung, maksudnya ialah di tetapkan atau di kenakan.
2Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, jilid.1, penj. Bahrun Abu Bakar,
(Semarang: Toha Putra, 1985) 3Orang-orang yang punya (kaya) ketika itu, berpenampilan rendah dan hina dengan
pakaian yang lusuh dan kotor demi membebaskan diri dari kewajiban membayar jizyah.
Lihat Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an), cet. I
(Jakarta: Lentera Hati 2000), 176 4 Hamka, Tafsir al-Azhar jilid.1, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 261
72
Para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai sebab kaum Yahudi
mendapat dua kemurkaan, di antaranya:
1). Ada yang berpendapat bahwa maksud kemurkaan yang pertama adalah
sebab mereka menyembah patung sapi. Dan kemurkaan kedua mereka
dapatkan, karena kafir kepada Nabi Muhammad Saw.
2). Dalam satu riwayat dari Ikrimah mengatakan bahwa sebabnya adalah
mereka kafir kepada Nabi Isa a.s. Kemudian, kembali kafir dengan
Nabi Muhammad Saw.
3). Ibnu Katsir mengutip pendapat Ibnu Abbas, bahwa hal itu disebabkan
mereka menyia-nyiakan kitab Taurat dan kufur kepada Nabi
Muhammad Saw.
4). Adanya riwayat dari Abul Aliyah, yang menyebut sebabnya adalah
mereka ingkar kepada kitab Injil dan Nabi Isa a.s.5
5). Terakhir, Said yang meriwayatkan dari Qatadah dengan kalimat,
“Kemurkaan yang pertama, disebabkan mereka kafir kepada Kitab
Injil. Sedangkan kemaksiatan yang kedua, sebab mereka kafir kepada
Al-Qur’an.’6
Dari berbagai pendapat di atas, dapat dikatakan penyebab mereka
mendapat dua kemurkaan. Karena, mereka kufur dengan Nabi Allah baik
Nabi Muhammad maupun Nabi terakhir dari kalangan mereka yakni, Nabi
Isa a.s dan Kitab suci yang telah Allah turunkan kepada mereka, yakni
Taurat.
5Ibnu Katsir, Sahih Tafsir Ibnu Katsir, penj. Abu Ihsan al-Atsari, (Bogor : Pustaka
Ibnu Katsir, 2006), 331 6Sekelompok ulama berkata, “yang dimaksud ayat tersebut adalah pengukuhan dan
betapa tragisnya kondisi mereka, karena mendapat dua kemurkaan disebabkan oleh dua
kemaksiatan. Lihat Muhammad bin Ahmad al-Qurt ubi, Al-Ja mi’ li Ahkam al-Qur’an, 67
73
Menurut Ibnu Katsir, penggunaan fi’il mudari’ dalam kalimat
yaqtuluna. Padahal itu menunjukan masa lampau7, ditujukkan untuk
menghadirkan peristiwa yang sangat mengerikan itu pada benak manusia.
Di samping itu, dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa kaum Yahudi sangat
berpotensi untuk melakukan perbuatan serupa itu kapan dan dimanapun
jua.8 Pendapat senada dikatakan pula oleh Sayyid Qutub dengan perkataan
suatu umat itu dalam kesamaannya. Maksudnya, karena lahir dari nenek
moyang yang sama. Maka, akan membentuk kesatuan umat dengan ciri
khas yang sama.9 Pendapat ini mengartikan bahwa watak yang ada pada
diri nenek moyang Bani Isra’il sama dengan anak cucunya.
Para penafsir sepakat dengan melihat lafaz bi gairi haq pada ayat
tersebut menunjukkan bahwa perilaku membunuh Nabi sangat tidak di
benarkan, tidak ada ajarannya dalam kitab manapun.10
Meskipun kaum
Yahudi beritikad bahwa perilakunya tersebut beralasan. Al-Maragi
menambahkan adanya lafaz tersebut untuk memperlihatkan betapa kejinya
perbuatan mereka. Perbuatan mereka juga bukan karena salah pemahaman
dalam memahami kitab dan analisa hukum. Tetapi, memang karena
sengaja mereka lakukan agar terbebas dari peraturan dan menentang apa
yang telah disyari’atkan Allah kepada mereka.11
7Maksudnya, seolah pelaku pembunuhan para Nabi adalah mereka yang hidup pada
jaman Rasulullah Saw. Padahal, yang membunuh adalah nenek moyang mereka. 8Abu Bakar al-Jazairi, Tafsir al-Aisar, 156
9Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili, Tafsir Fi z ila l al-Qur’an, jilid 1, 297
10Sudah tentu tidak ada yang dapat membenarkan perbuatan mereka. Karena, yang
mereka bunuh disini adalah utusan Allah dan orang-orang yang menyeru pada kebaikan.
Para Nabi yang di utus Allah sama sekali tidak menyalahi aturan yang diperintahkan
Allah kepada mereka. Dalam Tafsir Fathul Qadir dikatakan, ‘tidak ada yang haq dari
perlakuan mereka yang batil itu’. 11
Ahmad bin Mus tafa al-Mara gi , Tafsir al-Mara gi, 227
74
Dalam ayat ini dikatakan pula bahwa mereka atau siapapun yang
melakukan hal serupa di sebut kafir12
, kekafiran mereka disebabkan ingkar
kepada para Nabi dan apa yang dibawa oleh mereka. Jadi, kekafiran dalam
diri mereka muncul sejak mereka mengingkari ayat-ayat Allah, (baik
mereka berhukum atau tidak dengannya, melaksanakan atau tidak manhaj-
nya dalam kehidupan) hal itu tetap, sebab membunuh Nabi-nabi yang
diutus oleh Allah merupakan hal yang sangat fatal dan melampaui batas.
Inilah faktor-faktor sebab mereka layak mendapat kemurkaan Allah.13
Selain membunuh Nabi Allah, mereka juga membunuh orang-orang
yang berbuat adil. Yakni, pemimpin yang menyuruh kepada kebaikan. Di
antara sebab mereka membunuh ialah karena mereka membangkang tidak
mau mengikuti apa yang diperintahkan Allah melalui utusannya tersebut,
mereka ingin melakukan segala sesuatunya sekehendak hawa nafsu
mereka sendiri. Dua Imam Jalaluddin mengatakan bahwa mereka telah
membunuh 43 orang Nabi kemudian mereka di cegah oleh 170 orang
pengikut-pengikut Nabi tersebut. Namun akhirnya, mereka pun dibunuh
oleh mereka pada saat yang sama..14
Hal yang senada dikatakan oleh
dalam tafsirnya, dari riwayat Abu Ubaidah dari Musnad al-Firdaus bahwa
Bani Quraizah telah membunuh 43 Nabi pada siang hari dan 112 orang
yang mencegah mereka dari kalangan ahli ibadah pada malam harinya.15
Sedangkan menurut riwayat yang dicantumkan al-Qurtubi, menyebut
bahwa Bani Isra’il pernah membunuh 300 Nabi dalam sehari.16
Sebagian
12
Ibn Abbas mengatakan sebutan kafir disini ialah sifat mereka sepertiorang-orang
kafir. Hal ini berbeda dengan Imam Ata’ yang mengatakan mereka yang dimaksud kafir
maknanya masih satu tingkat di bawahnya, seperti zalim dan fasik. 13
Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili, Tafsir Fi zila l al-Qur’an, 319 14
Imam Jalaluddin al-Mahalli dan as-Suyuthi, Tafsir Jalalain pdf, .34 15
Ali Muhammad asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir penj. Amir Hamzah, (Jakarta :
Pustaka Azzam, 2009) , 496 16
Muhammad bin Ahmad al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 365
75
dari mereka adalah Nabi-nabi yang terkenal seperti Ilyas a.s, Ilyasa a.s,
Zakaria a.s.
Membunuh adalah salah satu perbuatan yang dihukumi haram, sebab
dianggap mendahului takdir mengenai umur manusia yang telah
ditentukan oleh Allah Swt. Begitupun, dengan darah seorang Mukmin
yang dikatakan suci. Maka haram untuk dibunuh, terlepas dari semua
kesalahan yang ia lakukan. Allah tetap menyebutnya suci. Jikalau
membunuh seorang Mukmin saja dilarang oleh Allah Swt, bagaimana
dengan membunuh seorang Nabi yang harusnya menjadi pemimpin paling
dihormati, bahkan melebihi orang tua. Sebab, para Nabi-lah yang
membimbing manusia agar tetap di jalan yang lurus. Dengan demikian,
perilaku yang ditunjukkan oleh kaum Yahudi ini telah melampaui batas, di
mana mereka bukan hanya berani membangkang atas perintah para Nabi
bahkan mereka membunuhnya. Maka, wajar jika Allah memberikannya
hukuman kehinaan dan kerendahan baik di dunia maupun di akhirat juga
memasukannya ke dalam golongan yang dimurkai.
Al-Qurtubi menegaskan bahwa pembunuhan tersebut sama sekali
tidak mengurangi derajat mereka, berbeda dengan manusia yang terbunuh
maka akan menurunkan derajat mereka.Ia mengatakan pembunuhan
tersebut merupakan suatu kehormatan dan tambahan derajat untuk mereka.
Hal ini sama halnya, seperti orang beriman yang mati di medan perang
atau sedang berjihad di jalan Allah. Di tambah lagi, para Nabi yang
dibunuh sedang berdakwah, membenarkan syari’at Allah.17
Ini
menunjukkan bahwa adanya Nabi yang dibunuh bukanlah kehinaan
melainkan kehormatan. Agaknya, maksud Allah membiarkan hal itu
terjadi untuk menjadikan pelajaran bagi umat setelahnya agar tidak ada
yang berlaku demikian, sekaligus menolong atau membebaskan utusannya
dari orang-orang zalim.
17
Muhammad bin Ahmad al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, .939-940
76
Jadi, jika ada orang Muslim yang membunuh orang-orang baik atau
siapapun, dapat di masukkan ke dalam golongan orang yang dimurkai.
B. Kerjasama dengan Kafir dalam Keingkaran dan Kemaksiatan
Yahudi adalah kelompok manusia yang memiliki akal picik, orientasi
kehidupan mereka adalah keuntungan materi. Karena itu, pada berbagai
kesempatan mereka bekerja sama dengan orang kafir.Tujuan kerja sama
mereka adalah untuk mencari keuntungan dunia., sifat mereka ini telah
dijelaskan dalam Al-Quran : هم ي ت ولون الذين كفروا مت ل ت رى كثيا م ن لبئس ما قد م أن فسهم أن خط الل
عليهم وف العذاب هم خلدون “Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-
orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang
mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada
mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan”. (Q.S al-Ma'idah/6: 80).18
Munasabah : ayat ini membicarakan orang-orang munafik yang
menampakkan keimanan-Nya. Namun, memendam kekufuran. Senantiasa
memperlihatkan kecintaan mereka pada Islam, tapi sebenarnya mereka
adalah musuh yang paling sengit. Mereka bekerjasama dengan orang kafir
untuk melawan orang Mukmin dan membaktikan dirinya sebagai penolong
dan pelindung bagi orang kafir dengan meninggalkan loyalitas mereka atas
orang Mukmin.19
Allah telah membuktikan kedurhakaan mereka yang begitu nyata
dengan kalimat: Engkau (Hai Muhammad atau siapapun yang bisa
melihat dengan mata kepala) akan melihat banyak dari mereka yakni, Ahl
Kitab orang-orang Kafir kaum Musyrikin. Itu mereka lakukan tanpa ada di
antara mereka yang menegur atau mencegah. Demi Allah sungguh buruk
18
Salah satu alasan mengapa penulis mengambil ayat ini, meskipun didalamnya
tidak menggunakan kata gadab ialah karena sama dalam hal sejarah dan dalam Al-Qur’an
pula, tidak terdapat kata gadab untuk menunjukkan perilaku Yahudi yang satu ini.
Adapun perbedaan kata gadab dengan sakhito dalam hal ekspresi, jika gadab
mengeluarkan kata-kata kasar. Sedangkan, sakhito lebih menuju ke ekspresi perasaan
benci kepada seseorang, sehingga ia berusaha menyakitinya. 19
Muhammad Ali ash-Sabuni, Cahaya Al-Qur’an: Tafsir Tematik surah al-
Baqarah-al-An’am, penj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000) , 234
77
apa yang mereka ajukan yaitu sediakan dan hidangkan untuk diri mereka
yaitu murka Allah atas mereka.20
Menurut, kata minhum menunjuk kepada orang-orang Munafiq yang
berpura-pura memeluk Islam, yang ketika itu bermukim di Madinah.
Mereka menemukan masyarakat Arab yang terdiri dari Auz dan Khazraj
telah berbondong-bondong masuk Islam, dan menemukan juga
kepentingan ekonomi dan politik mereka yang menyusut. Maka tidak ada
jalan lain selain berupaya menghambat laju agama Islam. Dengan cara
bekerjasama dengan kaum Musyrik yang bermukim di Mekkah dan sekitar
Madinah. Tokoh utama Yahudi ini adalah Ka’ab ibn al-Asyraf21
, yang juga
berperan dalam mendorong kaum Musyrik untuk menyerang kota
Madinah.22
Mahmud Yunus berkata dalam tafsirnya bahwa dahulu Ahl Kitab
dari kalangan mereka hidup dalam kemelaratan dan kesengsaraan. Ini
balasan karena, mereka tidak mengikuti ajaran Kitabnya. Sebab itu Allah
berfirman: “Jika mereka mengikuti Taurat dan Injil, niscaya mereka
menjadi kaya raya (dapat memakan makanan yang datang dari atas
kepalanya dan di bawah kakinya).”23
Inilah sebabnya, orang-orang Yahudi
mencoba mencari keuntungan dengan bersekutu kepada orang Kafir.
20
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 162 21
Ka’ab ibn al-Asyraf adalah seorang pemimpin Yahudi yang memusuhi Nabi
Muhammad Saw dan kaum Muslimin. Dahulu ia pernah melakukan perjanjian
bertetangga baik dengan kaum Muslim, setelah kemenangan kaum Muslimin dalam
perang Badar. Ia mendoktrin kaum Quraisy untuk memerangi kaum Muslimin, dengan
menyuarakan bahwa agama mereka itu lebih baik daripada kaum Muslim dan setelah
melakukan tersebut, ia membuat sya’ir yang melecehkan perempuan kaum Muslimin
hingga terjadinya perpecahan di antara dua belah pihak. 22
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 163 23
Hal ini juga terjadi pada orang Muslim yang hidupnya dalam kemiskinan, sebab
tidak mengikuti ajaran Al-Qur an, jika mereka mengikutinya. Maka Allah akan
menjadikannya kaya raya. Kebanyakan dari mereka (hartawan) tidak mau memberi
menolong seperti meminjami kepada orang miskin. Karena, jika dipinjami mereka tidak
mau mengembalikannya. Lihat Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an al-Karim (Jakarta:
Hidakarya Agung, 2004), 119
78
Hal ini dapat terlihat pada kisah perang Ahzab, dimana orang-orang
Yahudi dari kalangan Bani Quraizah yang menusuk Nabi Muhammad Saw
dan kaum Muslimin dari belakang. Orang-orang Yahudi mengingkari
perjanjian dengan Nabi Muhammad Saw, hingga membuat kaum
Muslimin dikepung musuh selama dua bulan lamanya. Karena perbuatan
mereka ini, Nabi menghukumnya dengan pengusiran dari Madinah. Dalam
sejarah telah di ceritakan, tentang sikap Yahudi yang suka mengingkari
janji. Seperti halnya, yang dilakukan Bani Nadir yang mengkhianati
Piagam Madinah. Begitupula dengan Bani Qainuqa.24
Farid Essack menceritakan kisah dimana kehidupan bangsa Yahudi
sebelum datangnya Nabi di Madinah. Mereka mempunyai kekuasaan yang
luas, lahan yang subur niscaya menikmati kebebasannya. Tak lama setelah
kedatangan Nabi di Madinah, mereka merasa terusik dan dengki
bagaimana melihat cara Nabi mempersaudarakan kaum Muhajirin dan
Ansar. Ia berkata, sejak hidup di Mekkah, Nabi Muhammad Saw sama
sekali tidak memiliki prasangka buruk terhadap Yahudi. Namun
sebaliknya, setelah mengetahui akan datangnya Nabi Akhir zaman ke
tanah Madinah, mereka sudah mempersiapkan diri.25
Sayyid Qutub berkata bahwa uang, harta dan keuntungan materi,
semua itu adalah watak dan budaya orang-orang Yahudi. Perbuatan
mereka yang tidak mau membenarkan apa yang telah sampai padanya itu
sebagai pembelian dunia dengan akhirat demi mencapai tujuannya. Hal
seperti ini telah dilakukan para pendeta yang khawatir akan kehilangan
harta dan kepemimpinan, jika masuk agama Islam. Dalam Islam, ini
menjadi dasar larangan bagi seorang pemimpin, pembuat fatwa, pelayanan
24
Seperti kisah Asbab nuzul surah an-Nisa/4: 138, yang diriwayatkan dari Ubaidah
bin Shamit berkata, “Abdullah bin Ubay bin Salul (Munafik Madinah) mengadakan
perjanjian dengan saya untuk membela Yahudi Bani Qunaiqa. Ubay tetap pada
rencananya dan saya mundur dan kembali pada Rasulullah. 25
Farid Essack, Manusia yang Tertindas (Bandung: Mizan, 2000), 195-196
79
keagamaan pemutus perkara dsb, untuk tidak menyalahgunakan
jabatannya dengan menindas golongan bawah dan menganak emaskan
golongan atas.26
C. Merendahkan Perintah Allah
Allah mengingatkan kaum Yahudi untuk tidak mengikuti keburukan
akhlak para pendahulu mereka. Ayat-ayat yang turun kepada mereka
mengisyaratkan sebuah kisah dari terjadi pada Bani Isra il, pada satu
periode dari rangkaian kehidupan pembangkangan mereka kepada Allah
dan Nabi Musa a.s baik saat di Tanah Suci maupun keluar dari Mesir.
Contoh tindakan mereka yang meremehkan perintah Allah adalah:
menyembelih sapi betina, tidak mau berperang, melanggar hari sabt.
Selain itu, nenek moyang Bani Isra’il gemar meminta suatu hal yang
sulit kepada Nabi Musa a.s dengan maksud untuk mempermainkannya.27
Al-Qur an banyak menceritakan kisah mereka, dan salah satu sifat yang
dikenal pada diri mereka adalah cerewet kepada Nabi mereka, banyak
permintaan dan gemar menyulitkan para Nabi termasuk Nabi Musa a.s.
dalam Q.S al-Baqarah/2: 61
ن وإذ ق لتم يوخى لن نصب على طعام وحد فادع لنا ربك يرج لنا ما تنبت الرض م ت بدلون الذى هو أدن بلذى هو قال أتس ب قلها وقثائها وفومها وعدخها وبصلها
ر لة والمسكنة وبءو اهبطوا مصرا فإن لكم ما خألتم خي وضربت عليهم الذ ت لون النبي ن بغي الق ذلك بن هم كانوا يكفرون بئايت الل وي ق بغضب م ن الل
ذلك با عصوا وكانوا ي عتدون “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar
(tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami
kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang di
tumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang
26
Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili, Tafsir Fi z ila l al-Qur’an, jilid 1, 174 27
M.Thalib, 76 Karakter Yahudi Dalam Al-Qur’an, 15
80
adasnya, dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil
yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota,
pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpahkanlah kepada
mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal
itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh
para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena
mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.”
Dan ketika nenek moyang Bani Isra il berkata agar Musa memohon
kepada Allah untuk merubah makanan yang tidak pernah diganti, mereka
sebenarnya bukan bosan tetapi rasa tinggi hati hingga mereka tidak mau
makan makanan tersebut. Lalu, Musa menjawab dengan nada sinis dan
menghina, “Apakah kalian menghendaki hal-hal serendah ini, sebagai
pengganti yang lebih baik yaitu, manna (makanan dengan rasa manis
yang disenangi semua orang) dan salwa (burung yang paling enak
dagingnya)?”. Keduanya merupakan makanan yang bergizi dan lezat,
yang tidak di jumpai pada makanan yang kalian minta sekarang.28
Sayyid Qutub menyebut dalam tafsirnya bahwa kehinaan, kenistaan
dan kemurkaan Allah yang diberikan kepada kaum Yahudi belum terjadi
saat turunnya ayat ini. Tetapi terjadi sesudah terjadinya apa yang
disebutkan oleh penutup ayat tersebut; Peristiwa ini terjadi belakangan,
beberapa generasi setelah berakhirnya masa Nabi Musa a.s, konteks ayat
ini telah menjelaskan kehinaan, kenistaan dan kemurkaan itu, karena
sesuai dengan sikap mereka yang menuntut adas, bawang merah, bawang
putih dan mentimun itu. Serta maksud Nabi Musa a.s mengatakan kalimat
“Pergilah kamu ke Mesir” mengingatkan mereka akan kehinaan yang
pernah mereka alami di Mesir, lalu Allah berikan keselamatan.29
Ada dua
pendapat mengenai kata al-fum dalam ayat tersebut, sebagian ulama tafsir
28
Dalam perjanjian Lama ini mereka ucapkan saat bulan kedua dari tahun kedua eksodus
mereka sedang dalam perjalanan menuju Hebron. Mereka ingat dengan makanan yang
mereka makan di Mesir, dan kami bosan dengan manna dan salwa. 29
Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili, Tafsir Fi zila l al-Qur’an, 196-198
81
mengartikannya dengan gandum dan sebagian lainnya dengan bawang
putih, menyesuaikan kata sebelumnya bawang merah (basal)30
.
Dalam tafsirnya, Quraish Shihab menyebutkan 3 poin penting
mengenai ayat ini :
1). Mengenai penggunaan kalimat yang mereka ucapkan, tanpa
menggunakan panggilan terpuji kepada pimpinan atau Nabi mereka.
Tentu saja ini sangat tidak sopan bukan hanya panggilan namun
ucapan mereka yang mencerca makanan pula. Di tambah lagi dengan
kalimat paksaan dengan menggunakan kata lan yang artinya tidak
akan, yang bermakna “Sejak saat ini sampai masa datang yang
berkelanjutan, kami tidak sabar dan tidak akan sabar atau tidak
mampu menahan diri untuk memakan satu macam makanan saja.
Kami telah bosan dengan makanan itu.”
2). Ia juga mengatakan bahwa perilaku Bani Isra il sangat aneh. Karena,
bagaimana mungkin dengan semua perilaku menyeleweng mereka
yang selalu meremehkan perintah Allah dan para Nabinya tetapi
mereka tetap meminta para Nabi mereka untuk berdo’a kepada Allah
agar permintaannya dituruti. Hal ini menunjukkan bahwa mereka
percaya do’a yang dipanjatkan para Nabi itu makbul.
3). Dalam hal ini, sebenarnya Nabi Musa a.s tidaklah berdo’a. Sebab,
tidak mungkin seorang Nabi utusan Allah mengabulkan do’a orang-
orang yang durhaka. Tidak wajar juga mengganti apa yang telah
dipilihkan oleh Allah, apalagi dengan sesuatu yang bernilai rendah.31
30
Muh ammad Ali al-S a bu ni, Safwah al-Tafa si r Tafsir li al-Qur’an al-Kari m, jilid 1
terj. Yasin. (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2010), 100 31
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 202-205
82
Dalam ayat lain, Al-Qur’an menunjukkan sikap cerewet mereka saat
diperintah Nabi Musa a.s untuk mencari sapi betina berdasarkan perintah
Allah demi mencari pelaku pembunuhan yang menghebohkan Bani Isra il
masa itu. Kisah ini cukup populer dikalangan kaum Muslim, dimana
turunnya perintah Allah melalui Nabi Musa a.s, yang menyuruh Bani
Isra il menyembelih sapi betina untuk mencari siapa pelaku pembunuhan
seorang pemuda. Di saat Nabi Musa a.s menyuruh mereka mencari sapi
betina, mereka justru meremehkan perintahnya. Dengan nada mengolok-
olok berkata, “Apa kau ingin mengejek kami Musa?”.32
Setelah berdebat
panjang dan menyebut itu perintah Allah, akhirnya mereka mau
mencarinya. Itupun disambut pertanyaan-pertanyaan yang bermaksud
untuk menyulitkan dan mempermainkan Nabi Musa a.s. Akhirnya, mereka
sendiri yang diberikan kepayahan melaksanakannya. Bahkan hampir saja
tidak dapat melaksanakan perintah tersebut.
Mayoritas penafsir menyebut mereka sengaja melakukan ini, agar
terbebas dari perintahnya. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang mereka
ajukan adalah:
a. Sapi betina yang bagaimana ?
b. Berapakah umurnya ? tua atau muda ?
c. Apa warnanya ?
d. Apakah sapi yang digunakan untuk bekerja atau tidak ?
e. Warna kuning yang bagaimana ?
32
Ini telah tercantum dalam Q.S al-Baqarah/2: 25, ucapan mereka seperti ungkapan
“Apakah kamu hendak menghina dan mengejek kami dengan memerintahkan ini kepada
kami?”. Apa hubungan antara menyembelih sapi betina dan menyingkap identitas si
pembunuh? Kami mendatangimu untuk memecahkan masalah kami, kami hanya ingin
mengetahui si pembunuh. Lantaran kamu seorang Nabi yang mengetahui hal gaib dengan
izin Allah, harusnya kamu dapat memberitahukan kepada kami tentang pembunuh itu.
Kamu justru meminta untuk menyembelih sapi betina daripada menyinngkap misteri
pembunuh. Lihat Shalah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur’an cet.1 (Jakarta: Gema
Insani,1999), 234-240
83
Hal ini mengingatkan kisah yang sama, seperti ucapan kaum Ibrahim
ketika beliau meminta mereka untuk beriman. Meninggalkan praktik
penyembahan berhala, dan menyembah Allah semata. Dalam surah al-
Anbiya/16: 51-56, kaum Nabi Ibrahim yang kafir telah membantah
perintahnya, dengan perkataan “Apakah kamu datang kepada kami dengan
sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-
main?.” Melihat kedua bantahan tersebut, nampaknya sama perbuatan
mereka. Meski berbeda subjek, jika kaum Nabi Ibrahim saat itu para
penyembah berhala. Sedang kaum Nabi Musa a.s adalah orang-orang yang
beriman kepadanya. Dengan ini, bagaimana mungkin ucapan orang yang
beriman sama persis dengan mereka yang tidak beriman.
Sejarah menyebut bangsa Yahudi adalah bangsa yang tertindas dan
paling banyak dijajah oleh bangsa lain. Seperti saat mereka dijajah oleh
kerajaan Babilonia, banyak di antara mereka yang dibunuh lalu perempuan
dan anak-anaknya dijadikan budak. Di lanjutkan dengan peristiwa dimana
mereka juga menjadi budak bangsa Romawi, sampai pada akhirnya
mereka terusir dan dijual sampai tanah Eropa, masa ini disebut pula
diaspora. Bila melihat kesinambungan periode terjadinya peristiwa ini
dengan kisah yang tercantum dalam Al-Qur an, hal ini bermula setelah
mereka meremehkan Nabi Musa a.s, ingkar pada Allah dengan melanggar
perjanjian dengan-Nya, dan membunuh para Nabi Allah.
Di antara perintah-perintah Allah yang mereka remehkan adalah
perintah Allah untuk memasuki tanah suci Palestina dengan cara
berperang. Seperti yang tercantum dalam surah al-Baqarah/2: 20-26. Ayat
ini mengkisahkan saat Nabi Musa a.s dan Bani Isra il berhasil keluar dari
Mesir setelah mengalahkan Fir aun. Lalu, Allah menolongnya dari
kehausan dengan mukjizat dari Nabi Musa a.s, yang memecahkan batu
hingga bisa mengeluarkan 12 mata air dan awan yang menaungi mereka
84
selama perjalanan. Nabi Musa a.s menyuruh mereka untuk memasuki
negeri tersebut dengan cara berjihad. Akan tetapi, watak penakut dan hina
yang bersarang di dadanya membuat tidak mematuhi perintah tersebut.
Mereka membalasnya dengan perkataan, “Sesungguhnya terdapat di
negeri itu sekelompok orang besar dan perkasa yang beringas, yang kami
tak kuasa memerangi mereka. Maka, kami tidak akan memasukinya,
sebelum mereka keluar darinya.” Meskipun Nabi Musa dan Harun sudah
mengatakan Allah akan menjamin kemenangan bagi kalian, mereka tetap
bersikeras untuk tidak mau berperang. Dengan lancang mereka berkata,
“Pergilah kamu bersama Rabb-Mu dan berperanglah kamu berdua, kami
menanti di sini saja”.33
Karena perbuatan mereka ini, Allah menghukumi
dengan mengharamkan mereka dari kemuliaan, kemenangan dan
kebahagiaan memasuki Tanah Suci. Kemudian, Allah membiarkan mereka
tersesat dan kebingungan selama 40 tahun di Padang Tih, dengan tujuan
untuk menghilangkan rasa nista, hina, mental pengecut yang ada pada jiwa
mereka. Agar, setelahnya mereka dapat tampil berani, ulet dan bercita-cita
tinggi.34
Selanjutnya kisah yang melanggar hari Sabt, Allah telah
memerintahkan mereka untuk tidak berburu dan menangkap ikan pada hari
Sabtu dan Allah membolehkannya pada hari-hari selainnya. Dengan
tujuan, Allah ingin menguji jiwa mereka bagaimana kesabaran mereka saat
banyaknya ikan yang hadir padanya di hari Sabtu, dan justru menjauhi
33
Sikap mereka yang seperti ini, berbanding kebalik dengan pengikut Nabi
Muhammad Saw, yakni kaum Ansar. Saat disuruh berperang, mereka berkata “Kami
tidak akan mengatakan kepadamu. Seperti perkataan kepada Nabi Musa a.s, ‘pergilah
kamu bersama Rabb-Mu, biarlah kami disini saja’. Lihat Tafsir Jalalain, 34
Shalah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur’an cet.1, 204-206
85
mereka pada hari-hari lain. Serta, bujukan setan kepada penduduk agar
mengajak mereka menangkap ikan.35
Dalam peristiwa ini terdapat dua kelompok di antara penduduk desa,
yaitu: Pertama, orang-orang beriman dan para da’i, yang melaksanakan
kewajiban dan mencoba menasehati mereka yang melanggar perintah
Allah. Kedua, adalah orang-orang yang berdiam diri. Maksudnya mereka
yang berdiam diri saat melihat kemungkaran di depannya. Niscaya, Allah
akan menyelamatkan mereka dari kelompok pertama dan menjatuhi
hukuman kepada mereka yang melampaui batas, yakni orang-orang
Yahudi yang melanggar hari Sabt. Adapun hukuman yang mereka
dapatkan adalah Allah mengubah wujudnya menjadi kera yang hina, tak
lama setelah berubah wujud dan tidak mempunyai keturunan pada
akhirnya mereka mati. Namun, Al-Qur an tidak menjelaskan keadaan dari
kelompok kedua, nampaknya mereka termasuk orang-orang yang binasa
dan terkutuk.36
Bahkan Sayyid Qutub berkata, “Saat Nabi Musa a.s
melawan jiwa Bani Isra’il itu lebih sulit daripada melawan Fir aun.
Karena, menghadapi peperangan melawan sifat-sifat hina yang mengendap
di dalam jiwa yang merusak watak37
.
D. Mengingkari Kebenaran
Hati ibarat cahaya di kegelapan. Jika cahaya itu mati, maka yang ada
hanyalah kegelapan. Begitupula dengan yang sudah tertutup, maka akan
sulit menerima kebenaran. Hal inilah yang terjadi pada kaum Yahudi,
meskipun mereka sudah mendapatkan berbagai macam bukti yang dibawa
oleh para Nabi utusan Allah, mereka tetap saja mengingkarinya. Dengan
35
Al-Kasyaf menyebut hari Sabt adalah bentuk masdar dari sabatat al-Yahud, yang
berarti orang-orang Yahudi yang mengagungkan hari Sabtu. 36
Shalah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur’an cet.1, 266-267. 37
Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili, Tafsir Fi z ila l al-Qur’an, jilid vi, 354
86
ini, Allah mengumpamakan hati mereka yang telah tuli, buta dan bisu
terhadap kebenaran.38
على ۦأن فسهم أن يكفروا با أن زل الل ب غيا أن ي ن ز ل الل من فضله ۦبئسما اشت روا به ين عذاب مهي وللكفر ف باءو بغضب على غضب ۦ من يشاء من عباده
Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya
sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah,
karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu
mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk
orang-orang kafir siksaan yang menghinakan. (Q.S al-Baqarah/2: 90) Munasabah : dalam ayat ini Allah mengungkapkan keingkaran orang-orang
Yahudi terhadap Al-Qur’an. Sebabnya, karena mereka menyimpang dari
hidayah-Nya yang diturunkan sebelumnya. Keingkaran mereka itu adalah bukti-
bukti nyata bagi penyimpangan mereka dari agama tauhid.39
Bi’sama sytarau Ini bermaksud celaan. Maksudnya adalah, mereka
yang menjual diri dengan kekafiran atau menukar kebatilan dengan
kebenaran dan kekafiran dengan keimanan.40
Sedangkan kata Fa’bau,
Quraish Shihab menyebutnya membeli kepada setan, kenikmatan duniawi
dengan mengkufuri.41
Al-Maragi menyebut kata tersebut mengartikan
bahwa murka Allah yang ini lebih besar daripada yang lalu. Maksudnya,
murka mengingkari Nabi Muhammad Saw lebih besar dari murka akibat
mengingkari Nabi Isa a.s.42
38
Seperti yang dikatakan pada Q.S al-Baqarah/2: 86). Hati kami tertutup sehingga
tidak dapat menerima kebenaran. Allah mengatakan, “dengarlah” mereka akan menjawab
“kami mendengar, tapi kami tidak mau menuruti”. Lalu mereka mengatakan raa’ina (saya
melihat) sambil memutar lidahnya dan mencela agama. Lihat Rizem Aizid, 141-145 39
Munasabah surah al-An’am: 91. Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Tafsirnya, jilid 7, (Universitas Islam Indonesia, 1990), 211 40
Dalam B.Arab kata ini diartikan menjual dan membeli, al-Maragi menyebutnya
ahdad (satu kata yang mempunyai dua arti). Adapun yang dimaksud di sini ialah
menjual. 41
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 249 42
Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, juz I, 17
87
Adapun perbuatan mereka yang menjual harga diri dengan kekafiran.
Disebabkan, karena kedengkian mereka teramat dalam terhadap Nabi
Muhammad Saw. Selain, karena kebangsaan Nabi Muhammad yang dari
suku Arab43
, juga esensi beliau di tanah Madinah yang sangat kuat hingga,
mereka takut terusir dari tempat tinggalnya.44
Namun, ketika mereka
diperintah untuk beriman kepada Al-Qur’an. Kaum Yahudi menjawab
bahwa kami hanya beriman kepada apa yang di turunkan kepada kami.
Dalam hal ini Allah membalasnya dengan perkataan, “Jika kalian
beriman, mengapa kalian hanya beriman pada sebagian hukum, dan
ingkar pada sebagian yang lain?”. Hal itu mereka lakukan, karena tidak
sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Para ulama sepakat bahwa perbuatan mengingkari kebenaran
termasuk perbuatan Fasiq. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
“kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”.45
Secara etimologi fasik
berarti keluar dari sesuatu, di maksudkan menyimpang dari perintah.
Sedangkan menurut terminologi Fasiq adalah orang yang menyaksikan,
tetapi tidak meyakini dan melaksanakan. Rizem Aizid dalam bukunya,
mengatakan terkadang fasiq berarti syiriq dan berbuat dosa. Seseorang
dapat dikatakan fasiq, jika sering melanggar perintah dan gemar berbuat
maksiat. Mengingkari merupakan kata sifat di mana saat manusia
menerima telah mendapat sebuah kebenaran dan sudah menerima bahwa
semua yang diterima adalah kebenaran, tapi kemudian dia menolak
kebenaran tersebut.
43
Allah telah menjelaskan hal ini dalam firmannya : al-Baq/186, yang mengatakan
bahwa pemilihan Nabi sesuai dengan kehendak Allah dan pula tidak ada aturan yang
mengatakan seorang Nabi harus turun dari bangsa Isra’il. 44
Abu Bakar al-Jazairi, Tafsir al-Aisar, 155 45
“Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara
mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”. (Q.S Ali
Imran/3: 110)
88
Adapun ciri-ciri orang Fasiq menurut Al-Qur’an, yaitu: a). Selalu
mengingkari janji kepada Allah Swt, setelah kesepakatan itu terjadi. b).
Memutuskan hubungan. Padahal, menyambung hubungan atau silaturahmi
sangat dianjurkan oleh Allah Swt. c). Melakukan perbuatan keji dan
kerusakan di muka bumi d). Mengubah hukum Allah Swt dalam kitab-
Nya. e). Mengingkari ayat-ayat Allah). Memilah-milah hukum Allah atau
memakai hukum yang satu dan meninggalkan yang lainnya. g). Dalam
surah at-Taubah disebutkan bahwa ciri-ciri orang fasik adalah orang yang
cinta dunianya lebih besar dari cinta kepada Allah Swt). Menyerukan
perbuatan keji dan mencegah yang hak.46
Jika melihat ciri-ciri di atas. Nampaknya, perbuatan tersebut sudah
pernah dilakukan oleh umat Yahudi. Seperti, mengingkari ayat-ayat Allah
Swt bahkan dengan sengaja mengubah isi kitab (Taurat) yang diturunkan
kepada mereka.47
M. Thalib dalam bukunya “76 Karakter Yahudi” telah
menjelaskan contoh pengubahan isi Taurat yang diubah oleh kaum
Yahudi, yang sangat berbeda dengan makna aslinya, sehingga
menjadikannya kabur. Seperti halnya, nama Muhammad yang diubah ke
bahasa Ibrani menjadi Paraclet yang artinya orang yang mempunyai sifat
terpuji. Meskipun, artinya sama tetapi, nama tersebut menimbulkan
pengertian yang kabur sehingga sulit di mengerti dan hilang hakikat
kebenarannya.48
46
Rizem Aizid, Al-Qur’an Mengungkap Tentang Yahudi: : Watak, Sifat, Perilaku
Buruk Bangsa Yahudi Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Diva Press, 2015), 54-57 47
Az-Zamaksyari menjelaskan bahwa sikap mereka yang seperti itu timbul, karena
ketidakpuasan mereka terhadap hukum Allah. Mentakwilkan kitab-Nya dengan takwil
yang tidak sesuai, menginterpretasikan makna tersebut dengan makna sebaliknya.
Menyebut ada tiga alasan seseorang tidak mengikuti hukum Allah, yakni : 1). Benci dan
ingkar kepada hukum Allah 2). Mengikuti hawa nafsu dan merugikan orang lain 3).
Fasik. 48
M.Thalib, 76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an, 7
89
Al-Maragi menjelaskan asbab nuzul ayat ini, dengan riwayat dari ibn
Jarir at-Thabari : “Dahulu kaum Yahudi dan Anshar hidup berdampingan,
orang-orang Arab dengan kepercayaan mereka, yakni menyembah
berhala. Sedangkan, kaum Yahudi menjadi Ahl Kitab yang ta’at pada
ajaran kitab tersebut. Tapi, setelah datang Nabi Akhir zaman dari
golongan kami (bangsa Arab). Kami beriman dan mereka justru Kufur
atas apa yang di bawanya.”49
Sejatinya, kitab Taurat dan Injil hanya mengabarkan dua berita
besar, yakni: 1). Mengingatkan tentang munculnya Nabi-nabi palsu di
kalangan Bani Isra il dan akan terjadi keanehan yang terjadi 2). Allah akan
membangkitkan seorang Nabi dari keturunan Nabi Isma il di tengah-
tengah mereka. Ia akan mendirikan satu umat, dan ia berasal dari
keturunan Hajar. Allah menjelaskan hal ini dengan gamblang, dan tidak
samar sedikitpun. Begitupula, dengan tanda-tanda kenabian yang ada pada
diri Nabi Muhammad Saw, mereka sengaja menyembunyikannya dan
mengatakan kepada masyarakat bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi-nabi
yang telah dikabarkan kepalsuannya dalam Taurat.50
Selain itu di antara
mereka, jika ada kaumnya yang menyampaikan kebenaran tersebut. Para
pendeta akan menegurnya.51
Salah al-Khalidi mengatakan, hal ini mereka
lakukan karena tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Jikalau, mereka
49
Sayyid Qut b Ibn Ibra hi m al-Syaz ili, Tafsir Fi zila l al-Qur’an, 259 50
Jika ditanya mengapa mereka mengaburkan berita tersebut. Mereka
berkata,“Orang-orang dahulu lebih mengerti maksud ucapan para Nabi. Oleh karena itu,
mereka menyerukan kepada kaumnya. Agar, mengikutinya bukan mengikuti ucapan Nabi
Muhammad Saw (sabda) yang sulit dimengerti.” Lihat Rizem Aizid, Al-Qur’an
Mengungkap Tentang Yahudi, 73-74 51
Seperti asbab nuzul surat al-Baqarah : 76. Riwayat dari Ibnu Jarir yang bersumber
dari Mujahid berkata, saat peperangan dengan Bani Quraidzah. Rasulullah Saw berdiri di
bawah benteng Bani Quraidzah, seraya bersabda, “Hai Saudara-saudara Kera! Hai
Saudara-saudara Babi! Hai Penyembah Thagut!”. Para pemimpin Bani Quraidzah
berkata, “siapa yang membri tahu Muhammad tentang ucapannya itu? Ia tidak mungkin
tahu, kecuali dari kalian. Mengapa kalian mengabarkan kepada mereka tentang kutukan
Allah tersebut, sehingga mereka bisa mengalahkan hujjah kalian? Lihat Rizem Aizid, Al-
Qur’an Mengungkap Tentang Yahudi, .88
90
mengetahui pasti mereka akan menyampaikan kebenaran tersebut, tidak
menyampaikan kepada oranglain mengartikan bahwa seolah-olah ilmu itu
tidak ada pada dirinya. Sebab, ilmu yang benar adalah ilmu yang
bermanfaat bagi pemiliknya, yang membahagiakan dan memperbaiki
hidupnya serta menjadikannya berpijak pada kebenaran dengan para
pengikutnya.52
Namun permasalahannya disini, bukan karena mereka tidak
mengetahui kebenaran tersebut. Sesungguhnya mereka mengetahui,
bahkan mengatakan bahwa mereka mengenal Muhammad selayaknya
anak mereka sendiri. Adapun kisah lain yang diceritakan dalam Al-Qur’an
adalah sewaktu Allah menyuruh mereka untuk berjanji dalam
mengamalkan kitab Taurat. Lalu, mereka menolak dengan perkataan
“Kami Mendengar, Tapi Kami Mengingkari”.
Muhammad Fethullah Gulen mengumpakan, “Orang-orang yang
menolak kebenaran ayat tersebut, setara dengan orang-orang yang bersikap
ingkar atau terselip unsur kemunafikan dalam dirinya itu bagaikan setan
yang tidak mau berdzikir (mengingat Allah). Tapi, berusaha menunjukkan
bahwa mereka adalah orang baik.53
Menurut Mahmud Yunus, meskipun ayat ini ditunjukan untuk kaum
Yahudi. Tapi, ini juga berarti pengajaran bagi umat Muslim. Sebagaimana
firman Allah, dalam Q.S al-Baqarah/2: 186. Jika ada, di antara kalian yang
menunaikan shalat, puasa, zakat dsb. Namun, dalam kesehariannya
memakan hak oranglain, memusuhi saudara seagama, memutus
silaturrahmi dsb. Maka, ia termasuk dalam golongan tersebut.54
52
Shalah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur’an cet.1, 49 53
M. Fethullah Gulen, Cahaya Al-Qur’an bagi seluruh Makhluk: Tafsir Ayat-ayat
Pilihan Sesuai Kondisi Dunia Saat ini, (Jakarta: Republika Penerbit, 2011), xix 54
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an al-Karim, 18
91
Setelah menganalisis Ayat-ayat gadab tentang perbuatan Yahudi
yang mendatangkan murka Allah. Seperti, membunuh Para Nabi,
Kerjasama dengan orang Kafir, Merendahkan perintah Allah dan
Mengingkari kebenaran. Maka, dapat disimpulkan bahwa walau Al-Qur an
menunjuk hukuman tersebut untuk kaum Yahudi. Tapi, sebenarnya ini
juga berlaku bagi siapapun yang melakukan hal yang serupa, tak terkecuali
umat Islam.
92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan dan analisis yang telah dikaji, tentang
murka Allah Swt terhadap kaum Yahūdī dari bab-perbab. Maka, penulis
simpulkan. Ekspresi yang Allah tujukkan dalam Al-Qur’ān ada dua, yakni
: a). Kasih sayang-Nya berupa rahmat Allah dan b). Ancaman-Nya berupa
azab, peringat, murka Allah. Dalam hal ini, ancaman Allah seperti,
kemurkaan. Allah hanya menunjukan wajah yang bersifat negatif ini
kepada mereka yang membangkang perintah-Nya. Murka adalah suatu
emosi disertai tindakan yang timbul. Akibat adanya suatu hal yang dapat
dikatakan fatal menurutnya, hingga menyebabkan meledaknya amarah dan
keberangan yang mendalam. Akan tetapi, karena murka adalah atribut
Allah. Maka, sudah pasti emosi yang dilahirkan berbeda.
Adapun munculnya murka Allah disebabkan adanya alasan yang
melatarbelakangi tersebut. Contoh, adanya manusia yang berlaku keji dan
melampui batas. Salah satu sebab perbuatan yang mendatangkan murka
Allah telah tercantum dalam Al-Qur’ān. Di antaranya, membunuh para
Nabi, kerjasama dengan orang Kafir baik dalam ucapan maupun
perbuatan, meremehkan perintah Allah Swt, dan mengingkari kebenaran.
Semua perbuatan tersebut pernah dilakukan oleh kaum Yahūdī.
Sejarah menyatakan, mereka yang disebut Yahūdī adalah keturunan dari
Nabi Ya’qūb a.s sampai anak cucunya. Penyebutan Yahūdī dalam Al-
Qur’ān secara umum adalah Ahl Kitab, Bani Isra’il dan Yahūdī itu sendiri.
93
Adapun alasan penyebutan tersebut diantaranya, Ahl Kitab untuk
menunjukkan mereka yang telah diberi Kitab, Bani Isra’il yang menunjuk
kepada nenek moyang mereka biasanya kata ini dihubungkan dengan
nikmat-nikmat yang Allah berikan, dan Yahūdī dalam Al-Qur’ān yang
menunjukkan pembangkangan mereka.
Tapi, meskipun Al-Qur’ān menunjuk hukuman akibat perbuatan
yang dilakukan kaum Yahūdī. Tapi, sebenarnya ini juga berlaku bagi
siapapun yang melakukan hal yang serupa, tak terkecuali umat Islam.
B. Saran
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penelitian ini, baik
dalam penulisan maupun sumber data yang diperoleh masih dalam
keterbatasan. Juga analisis yang belum mencakup semua aspek,
diharapkan ada yang bisa melanjutkan untuk melengkapkan data kajian
mengenai Murka Allah terhadap Yahūdī.
94
DAFTAR PUSTAKA
Aizid, Rizem. Al-Qur’an Mengungkap tentang Yahudi.Yogyakarta: DIVA
Press, 2015.
Ama, Awal Asri. “Tiga Golongan Manusia dalam Al-Qur’an: Kajian Tafsir
Tahlili QS. Al-Fatihah/1: 7”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2013
Audah, Ali. Nama dan Kata Dalam Al-Qur ān: Pembahasan dan
Perbandingan, cet.1. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011.
Asururiyah, Nayyirotul Laili. “Kata Yahudi Dalam Al-Qur’an: Kajian
Semantik”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga,
2017.
Baqi, M. Abdul. Mu jam al-Mufahras li Alfāz al-Qur’ān al-Karīm. Mesir:
Dar al-Hadits, 1996.
Baskoro, Nando. Mafia Bisnis Yahudi. Yogyakarta: Buku Kita, 2008.
Carr, William.G. Yahudi Menggenggam Dunia. Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
1991.
Departemen Agama RI, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Al-Qur’ān
dan Terjemahannya, Jakarta, 2010.
Dhaif, Syauqi. Mu’jam al-Wasit juz II, (Mesir: Maktabah Sūrouq ad-
Daūliyyah, 2011.
Essack, Farid. Manusia Yang Tertindas. Bandung: Mizan, 2000.
Faridy, Heri MS. Ensiklopedia Tasawuf . Bandung: Angkasa, 2008.
Firdaus, Imam. “Yahudi”, Al-Yahūd al-Mausūah al-Musawwarah, ed.
Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2015.
Gazalī, Imām. Ihyā Ulūmuddīn’: Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama,
terj. Ibnu Ibrāhīm Bā’adillah. Jakarta: Republika Penerbit, 2012.
95
Gulen, M.Fethullah. Cahaya Al-Qur’an Bagi Seluruh Makhluk: Tafsir Ayat-
Ayat Pilihan Sesuai Kondisi Dunia Saat Ini. Jakarta: Republika
Penerbit, 2011.
Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 1. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982
Halim, Iim Abdul.“Agama Yahūdī sebagai Fakta Sejarah dan Sosial
Keagamaan. Religius, Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1. (2 Maret
2017):
Hassan, Abdul Qodir. Qāmūs Al-Qur’ān. Bangil: Amprint, 1991.
Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi. Jakarta: RajaGrafido
Persada, 2005.
Imamuddin, Kamus Kontekstual Arab-Indonesia. Jakarta: Gema Insani, 2012
Imron, M. Ali. Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia dari Masa
Klasik hingga Modern. Yogyakarta : IRCiSoD, 2015
Jannah, Zukhrufatul.“Asbat dan Yahudi dalam Al-Qur’an: Melacak Sejarah
dan Korelasi Asbat dan Yahudi dalam Al-Qur’an”. Tesis S2
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, 2017:
Jażairi, Abū Bakar. Tafsīr al-Aīsar. Jakarta: Darus Sunnah, 2016
Hanum. "Pembahasan dan Analisis Makna al-Magdūb dan ad-Dallin:
Analisis surah al-Fatihah/1: 7 (Penafsiran al-Qurtubī dalam Tafsir
al-Jāmi lil Ahkām al-Qur’ān". Skripsi S1 STAIN Kudus, Fakultas
Ushuluddin, 2017.
Katsīr, Ibnu. Shahīh Ibnu Katsīr, jilid 1, terj. Abu Ihsan Al-Ansari. Jakarta:
Pustaka Ibnu Katsir, 2017
Mahali, as-Suyuti, Jalaluddīn. Tafsir Jalalain.pdf
Mahmud. Tafsir Qur’ān al-Karīm. Jakarta : Hidakarya Agung, 2004.
Muhdina,“Orang-orang non-Muslim dalam Al-Qur’an”. Al-Adyan. vol, 1 no:
2, (Desember 2015): 111
96
Munawwir, A. Warson. Kāmūs Munawwir (Arab-Indonesia) cet.14.
Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
al-Marāgī, Ahmad bin Mustafā. Tafsir al-Marāgī, Juz.1 terj. Bahrun Abu
Bakar. Semarang: Toha Putra, 1985.
Manżur, Ibn. Lisān al- Arāb, Kairo: Dar al-Hadīts, 2013.
Qurtubī, Imām. Tafsir Al-Qurtubi penj. Fathurrahman. Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007.
Qutb, Sayyid. Tafsir Fī zilāl al-Qur’ān: Di Bawah Naungan Al-Qur ān terj.
Aunur Rafiq. Jakarta: Rabbani Press, 2011.
Rahman, Kaserun A.S. Kamus Modern-Arab al-Kamal. Surabaya: Pustaka
Progressif, 2010. Rahman, Arivaie “Al-Fātihah Dalam Perspektif Mufassir Nusantara: Studi
Komparatif Tafsir al-Qur’ānul Mājid an-Nūr dan Tafsir al-Azhār”,
Journal Of Contemporary Islam And Muslim Societies (JCIMS). vol.2
No.1, (Januari-Juni 2018):19-20
Sa’dī, Imam. Tafsir Taīsir Karīmirrahmān Fi tafsīri Kalāmil Mannān Darul
Haq: Pustaka Aysha, ttp,
Saidurrahman, “Sikap dan Pandangan Orang-orang Yahūdī Terhadap Islam”,
Teologia, vol. 25 no. 2 (Juli-Desember 2014)
Salim, Abd. Mu’in. Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera: Tafsir Surah al-
Fātihah, cet.I. Jakarta: Yayasan Kalimah, 1999.
Salim, Peter. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern
English Press, 2002
Shababiti, Ishamuddin. Sahīh al-Ahādits al-Qudsiyyah terj.Umar Mujtahid,
Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i, 2014.
Shabuni, Muhammad Ali. Cahaya Al-Qur ān: Tafsir Tematik Surah al-
Baqarah-al-An’am, terj. Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2000.
97
Shiddqī, Hasbi. Tafsir Qur’ānul Mājid an-Nūr. Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2000.
Shihāb, Quraīsh. Tafsir Al-Misbah, cet. V. Bandung: Lentara Hati, 2002.
Shihāb, Quraīsh. Wawasan Al-Qur’ān: Tafsir Tematik atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1996.
Syaukani, Ali Muhammad. Tafsir Fathul Qadir penj. Amir Hamzah, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009.
Tarpin dan Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi. Sumatra: Daulat
Riau, 2012
Thalib, 76 Karakter Yahūdī dalam al-Qur’ān. Solo: Pustaka Mantiq, 1989.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cet.1. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Zahwa, Abu. Tafsir Surah al-Fātihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia.
Jakarta: Pustaka Azzam, 2011.
94
DAFTAR PUSTAKA
Aizid, Rizem. Al-Qur’an Mengungkap Tentang Yahudi.Yogyakarta: DIVA
Press, 2015.
Ama, Awal Asri. “Tiga Golongan Manusia dalam Al-Qur’an: Kajian Tafsir
Tahlili QS. Al-Fatihah/1: 7”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2013
Audah, Ali. Nama dan Kata Dalam Al-Qur ān: Pembahasan dan
Perbandingan, cet.1. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011.
Asururiyah, Nayyirotul Laili. “Kata Yahudi Dalam Al-Qur’an: Kajian
Semantik”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga,
2017.
Baqi, M. Abdul. Mu jam al-Mufahras li Alfāz al-Qur’ān al-Karīm. Mesir:
Dar al-Hadits, 1996.
Baskoro, Nando. Mafia Bisnis Yahudi. Yogyakarta: Buku Kita, 2008.
Carr, William.G. Yahudi Menggenggam Dunia. Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
1991.
Departemen Agama RI, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Al-Qur’ān
dan Terjemahannya, Jakarta, 2010.
Dhaif, Syauqi. Mu’jam al-Wasit juz II, (Mesir: Maktabah Sūrouq ad-
Daūliyyah, 2011.
Essack, Farid. Manusia Yang Tertindas. Bandung: Mizan, 2000.
95
Faridy, Heri MS. Ensiklopedia Tasawuf . Bandung: Angkasa, 2008.
Firdaus, Imam. “Yahudi”, Al-Yahūd al-Mausūah al-Musawwarah, ed.
Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2015.
Gazalī, Imām. Ihyā Ulūmuddīn’: Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama,
terj. Ibnu Ibrāhīm Bā’adillah. Jakarta: Republika Penerbit, 2012.
Gulen, M.Fethullah. Cahaya Al-Qur’an Bagi Seluruh Makhluk: Tafsir Ayat-
Ayat Pilihan Sesuai Kondisi Dunia Saat Ini. Jakarta: Republika
Penerbit, 2011.
Hamka, Tafsir al-Azhar, jilid 1. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982
Halim, Iim Abdul.“Agama Yahūdī sebagai Fakta Sejarah dan Sosial
Keagamaan. Religius, Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1. (2 Maret
2017):
Hassan, Abdul Qodir. Qāmūs Al-Qur’ān. Bangil: Amprint, 1991.
Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi. Jakarta: RajaGrafido
Persada, 2005.
Imamuddin, Kamus Kontekstual Arab-Indonesia. Jakarta: Gema Insani, 2012
Imron, M. Ali. Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia dari Masa
Klasik hingga Modern. Yogyakarta : IRCiSoD, 2015
Jannah, Zukhrufatul.“Asbat dan Yahudi dalam Al-Qur’an: Melacak Sejarah
dan Korelasi Asbat dan Yahudi dalam Al-Qur’an”. Tesis S2
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, 2017:
Jażairi, Abū Bakar. Tafsīr al-Aīsar. Jakarta: Darus Sunnah, 2016
Hanum. "Pembahasan dan Analisis Makna al-Magdūb dan ad-Dallin:
Analisis surah al-Fatihah/1: 7 (Penafsiran al-Qurtubī dalam Tafsir
al-Jāmi lil Ahkām al-Qur’ān". Skripsi S1 STAIN Kudus, Fakultas
Ushuluddin, 2017.
96
Katsīr, Ibnu. Shahīh Ibnu Katsīr, jilid 1, terj. Abu Ihsan Al-Ansari. Jakarta:
Pustaka Ibnu Katsir, 2017
Mahali, as-Suyuti, Jalaluddīn. Tafsir Jalalain.pdf
Mahmud. Tafsir Qur’ān al-Karīm. Jakarta : Hidakarya Agung, 2004.
Muhdina,“Orang-orang non-Muslim dalam Al-Qur’an”. Al-Adyan. vol, 1 no:
2, (Desember 2015): 111
Munawwir, A. Warson. Kāmūs Munawwir (Arab-Indonesia) cet.14.
Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
al-Marāgī, Ahmad bin Mustafā. Tafsir al-Marāgī, Juz.1 terj. Bahrun Abu
Bakar. Semarang: Toha Putra, 1985.
Manżur, Ibn. Lisān al- Arāb, Kairo: Dar al-Hadīts, 2013.
Qurtubī, Imām. Tafsir Al-Qurtubi penj. Fathurrahman. Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007.
Qutb, Sayyid. Tafsir Fī zilāl al-Qur’ān: Di Bawah Naungan Al-Qur ān terj.
Aunur Rafiq. Jakarta: Rabbani Press, 2011.
Rahman, Kaserun A.S. Kamus Modern-Arab al-Kamal. Surabaya: Pustaka
Progressif, 2010.
Rahman, Arivaie “Al-Fātihah Dalam Perspektif Mufassir Nusantara: Studi
Komparatif Tafsir al-Qur’ānul Mājid an-Nūr dan Tafsir al-Azhār”,
Journal Of Contemporary Islam And Muslim Societies (JCIMS). vol.2
No.1, (Januari-Juni 2018):19-20
Sa’dī, Imam. Tafsir Taīsir Karīmirrahmān Fi tafsīri Kalāmil Mannān Darul
Haq: Pustaka Aysha, ttp,
Saidurrahman, “Sikap dan Pandangan Orang-orang Yahūdī Terhadap Islam”,
Teologia, vol. 25 no. 2 (Juli-Desember 2014)
97
Salim, Abd. Mu’in. Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera: Tafsir Surah al-
Fātihah, cet.I. Jakarta: Yayasan Kalimah, 1999.
Salim, Peter. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern
English Press, 2002
Shababiti, Ishamuddin. Sahīh al-Ahādits al-Qudsiyyah terj.Umar Mujtahid,
Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i, 2014.
Shabuni, Muhammad Ali. Cahaya Al-Qur ān: Tafsir Tematik Surah al-
Baqarah-al-An’am, terj. Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2000.
Shiddqī, Hasbi. Tafsir Qur’ānul Mājid an-Nūr. Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2000.
Shihāb, Quraīsh. Tafsir Al-Misbah, cet. V. Bandung: Lentara Hati, 2002.
Shihāb, Quraīsh. Wawasan Al-Qur’ān: Tafsir Tematik atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1996.
Syaukani, Ali Muhammad. Tafsir Fathul Qadir penj. Amir Hamzah, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009.
Tarpin dan Khotimah, Sejarah Agama Kristen dan Yahudi. Sumatra: Daulat
Riau, 2012
Thalib, 76 Karakter Yahūdī dalam al-Qur’ān. Solo: Pustaka Mantiq, 1989.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cet.1. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Zahwa, Abu. Tafsir Surah al-Fātihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia.
Jakarta: Pustaka Azzam, 2011.
98
Sejarah Yahudi sebagai Bangsa, Negara dan Agama
Pada masa ini, Yahudi hanyalah sebuah bangsa Ibrani dan memiliki kebiasaan berpindah-pindah atau nomaden. ada yang tinggal di daerah Utara, dan sebagian mereka ke Selatan.
Berawal dari lahirnya Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir, muncul sikap iri dengki mereka kepada Nabi Muhammad. Hal itu pula yang menyebabkan terjadinya pembangkangan.
Masa Nabi Ibrahim a.s (Bangsa)
Masa Nabi Musa a.s (Agama)
‘Apakah Yahūdī yang ada jaman sekarang adalah Yahūdī atau Banī Isrā īl yang sama
pula?’. Maka, jawabannya adalah tidak. Karena, nasab mereka bukan lagi berasal dari Nabi Ya’qūb a.s. begitu pula dengan ajaran yang sekarang, kaum Yahūdī yang ada saat
ini ialah pemeluk agama Yahūdī setelah sebelumnya mereka menjadi kaum pagais
atau penyembah berhala.
Yahudi Masa Kini (Negara)
99
Perbedaan pendapat ulama Klasik-Kontemporer
Mengenai kata Magdūb
Golongan dan Para Tokoh
Klasik
Imam al-Qurtubi. Imam Thabari Ibnu Katsir Imam Jalalain
Kontemporer
Sayyid Qutub Rasyid Rida, M. Abduh Quraish Shihab Mahmud Yunus
Pendapat Menurut mereka, kata Magdub hanya diperuntukkan untuk Yahudi, meskipun Allah tidak menyebut namanya.
Mereka berpendapat bahwa Magdūb di situ tidak hanya ditunjukan
untuk umat Yahudi. tapi untuk semua makhluk yang melakukan hal
serupa. Alasan Tapi hal tersebut
telah ditulis dalam hadis yang berbunyi “
اليهودالمغضوب عليهم هم النصارىوان الضالين
“Sesungguhnya orang-orang yang dimurkai itu
adalah kaum Yahudi, dan Sesungguhnya orang-
orang yang sesat adalah kaum Nasrani“.
Karena, Allah tidak menyebut nama Yahudi
dalam ayat tersebut. Maka, mereka dapat memaknainya lain.
Maka, perbedaannya adalah ulama Klasik berfokus pada siapa kata yang dimaksud di situ. Sedangkan Kontemporer melihat lebih jauh, apa saja yang melatar belakangi peristiwa tersebut.
100
101
102
103
104
105
106
Hubungan antara gadab, gaīz, sakhito dan kazīm
No. Kata Ruang lingkup
Arti Persamaan Perbedaan
1. gadab Luas1 Subjek: Allah Manusia
Murka Marah
Dari segi kata, sama-sama menunjukan perilaku yang didasari dari emosi. Kecuali, untuk Allah.
Tingkat emosi pertama
2. gaiz Sempit2 Subjek: Manusia
Marah Keempat
3. sakhito Sempit Subjek: Allah
Murka Kedua
4. kazim Sempit Subjek: Allah
Murka Ketiga
1 Sebagaimana yang sudah dijelaskan bahwa gadab memilikki banyak makna.
Terhadap 2 macam: subjek dsan objek, maksud luas di sini ialah mengandung subjek Allah ataupun manusia.
2 Jika gaiz, ia hanya berada dapat cangkupan terkecil. Yakni, manusia.
top related