alhamdulillah jadi
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laboratorium adalah suatu tempat untuk melakukan percobaan baik untuk
mahasiswa maupun dosen. Alat kimia merupakan benda yang digunakan dalam
kegiatan di laboratorium yang dapat digunakan berulang-ulang. Macam alat kimia
meliputi peralatan dasar dan peralatan pendukung.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia terbuat dari bahan yang
bermacam-macam. Sebagian besar alat-alat kimia terbuat dari gelas. Alat-alat kimia
harus berkualitas baik, tahan panas, dan tahan korosi atau kawat. Selain terbuat dari
gelas, alat-alat kimia juga ada yang terbuat dari porselin, logam, dan juga karet.
Nomenklatur juga perlu diketahui untuk memberi penjelasan tentang
identifikasi bahan makan ternak. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas
enam segi atau fase, yaitu: (1) asal mula, (2) bagian untuk ternak, (3) proses yang
dialami, (4) tingkat kedewasaan, (5) defoliasi, (6) grade. Negara Indonesia
merupakan negara agraris karena mempunyai berbagai jenis tanaman yang melimpah
dan berpotensi untuk dijadikan bahan pakan ternak.
Analisis dan evaluasi keberhasilan usaha peternakan tidak akan terlepas dari
ketersediaan ransum yang berkualitas baik. Untuk memperoleh ransum yang
berkualitas baik, harus disusun dari bahan makanan yang berkualitas baik juga.
Pengetahuan kita tentang ternak dinilai sangat penting, untuk menilai dan menguji
bahan pakan yang akan diberikan.
Pengujian bahan pakan secara fisik merupakan analisi pakan dengan cara
melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan baik
secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat bantu (mikroskopis). Pengujian
secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik juga
dapat mengevaluasi bahan pakan.
2
Analisis secara fisik saja tidak cukup, karena adanya variasi antara bahan,
sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, seperti analisis secara kimia, secara biologis
atau kombinasinya. Analisis secara kimia dapat digunakan untuk mengetahui potensi
bahan pakan yang dicerminkan dari komposisi kimia bahan pakan itu. Komposisi
kimia bahan pakan secara umum terdiri dari air, protein kasar, lemak kasar, serat
kasar, dan abu.
Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi
kandungan zat makanan dari suatu bahan (pakan/ pangan). Satu item hasil analisis
merupakan kumpulan dari beberapa zat makanan yang mempunyai sifat yang sama
(fraksi). Analisis proksimat merupakan salah satu dari tingkatan cara penilaian suatu
bahan pakan secara kimia.
Tingkatan penilaian bahan pakan terdiri secara fisik, kimia, biologis. Protein,
karbohidrat, dan air merupakan kandungan utama dalam bahan pangan. Protein
dibutuhkan terutama untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.
Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energy dalam aktivitas tubuh manusia,
sedangkan garam-garam mineral dan vitamin juga.
Analisis proksimat merupakan factor penting dalam kelangsungan hidup.
Lemak yang dioksidasi secara sempurna dalam tubuh. Tubuh menghasilkan 9,3 kalori
lemak, protein 4,1 kalori, dan 4,2 kalori karbohidrat.
Ketepatan hasil analisa kimia sangat tergantung pada mutu bahan kimia dan
peralatan yang digunakan serta kecermatan dan ketelitian kerjanya sendiri.
Kecermatan dan ketelitian kerja, selain merupakan sifat pribadi seseorang dapat juga
diperoleh karena bertambahnya pengalaman kerja seseorang. Maka sebelum
melakukan analisa harus mengenal dan mengetahui alat-alat laboratorium yang akan
digunakan beserta fungsi dan cara penggunaannya. Alat dalam menganalisa bahan
makanan ini dimaksudkan sebagai pendukung langsung untuk melakukan suatu
analisa. Pengenalan alat dilakukan agar nantinya dapat mendukung acara praktikum
3
yaitu mengenai analisis fisik, analisa kadar abu, kadar air, serat kasar, lemak kasar,
protein kasar, FAA dan Gross Energy.
Bahan makanan merupakan bahan yang sudah dapat dimakan, dicerna dan
digunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahan makanan adalah
bahan yang dapat dimakan (edible). Bahan makanan ternak terdiri dari tanaman, dan
kadang-kadang juga berasal dari ternak atau hewan yang ada di laut. Karena ternak
pada umumnya tergantung pada tanaman sebagai sumber makanannya. Bahan pakan
memiliki kondisi fisik kimia yang berbeda-beda sehingga dalam penanganan,
pengolahan, maupun penyimpanannya memerlukan perlakuan yang berbeda pula.
Tujuan dari mengetahui sifat-sifat suatu bahan pakan adalah mempermudah
penanganan dan pengangkutan, menjaga homogenitas, dan stabilitas saat
pencampuran (Sudarmadji, 1997).
Pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat
gizi. Makanan ternak berisi zat gizi, untuk keperluan kebutuhan energi dan fungsi-
fungsinya sehingga memungkinkan digunakan dalam penyusunan ransum dengan
cara sederhana. Secara umum sifat fisik bahan pakan tergantung dari jenis dan
ukuran partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada enam sifat fisik pakan yang penting
yaitu berat jenis, kerapatan tumpukan, luas permukaan spesifik, sudut tumpukan,
daya ambang, dan faktor higroskopis (Jaelani, 2007).
Penyediaan bahan pakan pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Pemilihan bahan tidak akan terlepas dari
ketersediaan zat makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh ternak. Untuk mengetahui
berapa jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak serta cara penyusunan
ransum, diperlukan pengetahuan mengenai kualitas dan kuantitas zat makanan.
Merupakan suatu keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan vitamin, tidak
mempunyai sifat kimia secara individual. Secara garis besar jumlah zat makanan
dapat dideterminasi dengan analisis kimia, seperti analisis proxsimat, dan terhadap
pakan berserat analisis proxsimat lebih dikembangkan lagi menjadi analisis serat
(Soejono, 2004).
4
Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang terdapat
paling banyak dalam minyak tertentu. Lipida terdiri dari asam-asam lemak dan
alkohol. FFA sesuai dengan namanya adalah "free fatty acids" atau "asam lemak
bebas" yaitu nilai yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang ada di dalam
lemak atau jumlah yang menunjukkan berapa banyak asam lemak bebas yang
terdapat dalam lemak setelah lemak tersebut dihidrolisa.Tujuan analisa angka asam
atau bilangan saponifikasi adalah sebagai indikasi untuk mengetahui seberapa besar
Mr lemak yang dianalisa. FFA adalah bagian dari angka asam untuk mengetahui
tingkat kerusakan minyak, semakin tinggi FFA, semakin tinggi tingkat kerusakan
minyak. Sebagai faktor koreksi pada titrasi, sehingga dapat mengetahui volume titran
yang benar-benar bereaksi dengan titran yang diinginkan. Asam lemak bebas
merupakan hasil degradasi dari trigliserida, sebagai akibat dari kerusakan minyak
(Lubis, 1985).
Nilai energi dari bahan makanan dapat dinyatakan dengan cara yang
berbeda-beda. Pernyataan mengenai nilai energi bisa didapatkan secara langsung
dengan peneitian atau dihitung dengan menggunakan faktor-faktor yang dimilikinya.
Energi bruto bahan pakan ditentukan dengan membakar sejumlah bahan sehingga
diperoleh hasil oksidasi berupa CO2, air, dan gas lainnya. Energi bruto adalah
banyaknya panas (diukur dalam sel) yang dilepas apabila suatu zat dioksidasi secara
sempurna dalam bomb kalorimeter (25-30 atm O2). Bomb kalorimeter terbuat dari
logam tebal yang kuat dan tahan asam berfungsi untuk menentukan energi total dan
sampel makanan (Rahardjo, 2001).
1.2 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Oktober 2012 pukul 15.00
WIB sampai dengan hari Sabtu, 20 Oktober 2012 pukul 13.00 WIB. Praktikum Ilmu
Bahan Pakan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak (IBMT),
Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman.
5
II. TUJUAN DAN MANFAAT
2.1 Tujuan
1. Pemberian nomenklatur dan pengelompokan bahan pakan.
2. Mengenal alat laboratorium.
3. Mengetahui sifat fisik suatu bahan pakan ternak.
4. Menganalisis komposisi zat gizi suatu bahan pakan.
5. Menganalisis kadar asam lemak bebas suatu bahan pakan.
6. Menganalisis energi bruto suatu bahan pakan.
2.2 Manfaat
1. Mengetahui nomenklatur bahan pakan beserta pengelompokan dan
kandungan nutriennya.
2. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam berbagai analisa bahan pakan.
3. Mempermudah penanganan dalam pengolahan dan pengangkutan.
4. Menjaga homogenitas dan stabilitas saat pencampuran.
5. Mengetahui tentang jumlah kadar air, bahan kering, kadar abu, bahan
organik, lemak kasar, protein kasar, dan serat kasar suatu bahan pakan.
6. Mengetahui kadar asam lemak bebas suatu bahan pakan.
7. Menyusun ransum.
8. Mengevaluasi keberhasilan pemberian pakan.
6
III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat
Bahan makan ternak adalah suatu abahn yang dapat dimakan oleh hewan yang
mengandung energy dan zat gizi (atau keduanya) di dalam makanan tersebut.
Sedangkan pengertian bahan pakan yang lebih lengkap, yaitu segala sesuatu yang
dapat dimakan hewan (ternak) yang mengandung unsure gizi dan atau energy, yang
tercerna sebagian atau seluruhnya. Bahan makanan ternak yang diberikan ternak
dengan tanpa mengganggu kesehatan hewan yang bersangkutan (Sutardi, 2002).
Nomenklatur berisi tentang peraturan untuk pencirian atau tata nama bahan
pakan. Pencirian bahan pakan dirancang untuk memberi nama setiapa bahan pakan.
Setiap pemberian tata nama bahan pakan terdiri atas enam segi atau fase (prasetyo,
2002).
Pengenalan alat merupakan hal yang paling mendasar sebelum melakukan
analisis kimia terhadap bahan pakan. Pengenalan alat mencakup semua instrument.
Laboratorium sebagai pendukung langsung dalam menganalisi bahan pakan.
Pengenalan alat dan pengetahuan cara pemakaian harus dipahami agar diperoleh hasil
yang tepat. Cara pokok dalam perlakuan umum yang sering dijumpai dalam
laboratorium agar memperoleh hasil analisa yang benar, antara lain dilakukan
pengenalan mengenai alat-alat laboratorium dan cara penggunaannya (Sudarmadji,
1997).
3.2 Uji Fisik Bahan Pakan
Penyediaan bahan pakan pada hakikatnya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Peemilihan bahan tidak akan terlepas dari
ketersediaan zat makan itu sendiri. Untuk mengetahui berapa jumlah zat makanan
yang ddiperlukan oleh ternak serta cara penyusunana ransum, diperlukan
7
pengetahuan mengenai kualitas zat makanan. Ini merupakan suatu keuntungan bahwa
zat makanan, selain mineral dan vitamin tidak mempunyai sifat kimia secara
individual (Soejono, 2002)
Pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat
gizi. Makanan ternak berisi zat gizi. Fungsi-fungsi zat gizi memungkinkan bahan
pakan digunakan dalam penyusunan ransum secara sederhana (Jaelani, 2007).
Secara umum sifat fisik bahan pakan tergantung dari jenis dan ukuran partikel
bahan. Sekurang-kurangnya ada enam sifat fisik pakan yang penting yaitu berat jenis,
kerapatan tumpukan, luas permukaan spesifik, sudut tumpukan daya ambang, dan
factor higroskopis (Jaelani, 2007). Penyediaan bahan pakan bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan ternak (Soejono, 2002).
Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume
ruang yang ditempati oleh bahan tersebut. Menurut Axe (1995), apabila bahan
mempunyai berat jenis partikel yang berbeda jauh, maka cenderung memisah setelah
mixing dan handling. Partikel yang lebih padat atau rapat berpindah ke bawah
melewati partikel lam yang lebih halus atau ringan. Luas permukaan spesifik
merupakan bahan pada berat tertentu mempunyai permukaan luas. Peranan dari
permukaan luas adalah untuk mengetahui tingkat kehalusan dan suatu bahan secara
spesifik akan tetapi tanpa diketahui adanya komposisi secara keseluruhan. Daya
ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari
atas ke bawah dalam jangka waktu tertentu. Sudut Tumpukan adalah sudut yang
dibentuk oleh bahan pakan diarahkan pada bidang datar. Sudut tumpukan merupakan
kriteria kebebasan bergerak pakan dalam tumpukan. Semakin tinggi tumpukan, maka
semakin kurang bebas suatu tumpukan. Sudut tumpukan berfungsi dalam
pembentukan kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pengangkutan secara
mekanik (Thomson, 1984).
8
3.3 Analisis Proksimat
Sampel makanan ditimbang dan diletakkan dalam cawan khusus dan
dipanaskan dalam oven pada temperature 105o C. pemanasan berjalan hingga sampel
sudah tidak lagi turun beratnya. Setelah pemanasan tersebut sampel makanan
ddisebut “sampel bahan kering” dan pengurangannya dengan sampel makanan
disebut persen air atau kadar airnya (Tilman, 1989).
Dari sampel bahan kering tadi lalu diekstraksi dengan dietil eter selama
beberapa jam, maka bahan yang didapat adalah lemak, dan eter akan menguap.
Setelah fase kedua dilalui, selanjutnya sampel dianalisis dengan alat Kjedahl. Analisis
ini menggunakan asam sulfat dengan suatu katalisator dan pemanasan. Analisis ini
dipakai untuk mendapatkan nilai protein kasar (protein kasar = N%x6,25) (Hartadi,
1989).
Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring , dipakai untuk
mendapatkan serat kasar. Endapan yang didapat ditambah 1,25% larutan NaOH dan
dipanaskan 30 menit, kemudian disaring dan endapan dicuci, dikeringkan dan
ditimbang. Bagian ketiga dari sampel bahan kering ditambang dan dibakar dengan
krusibel dalam suhu 600oC selama beberapa jam (Tilman, 1989).
3.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Free Fatty Acid (FFA)
Kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid/ FFA) merupakan salah satu
factor penentu jenis proses pembuatan metal ester (Hasjmy, 2007). Penetapan asam
lemak bebas berprinsip bahwa lemak bebas yang terdapat paling banyak pada minyak
tertentu (Sutardi, 2004). Analisis ini diperhitungkan banyaknya zat yang larut dalam
basa atau asam di dalam kondisi tertentu. Asam lemak bebas tidak mengurangi fungsi
antioksidan dan melindungi ternak.
Apabila penambahan terlalu banyak kadar lemak bebas, akan merusak mesin
karena asam lemak mudah bereaksi dengan bagian metan yang akhirnya
menyebabkan karat (Sudarmadji, 1997). Asam lemak dengan grup-grup fungsional
9
seperti epoksi dan hidroksi sulit sekali untuk diesterifikasi tanpa merusaknya terlebih
dahulu. Katalisis ester yang sulit dilakukan dengan metode kimiawi tersebut menjadi
sederhana dengan pemanfaatan teknologi enzimatik lipase (Sulistyo, 1999).
3.5 Penetapan Energi Bruto
Gross energy adalah sejumlah panas yang dilepaskan oleh satu unit bobot
bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Kandungan GE biasanya dinyatakan
dalam satuan Mkal GE/ kg BK. Gross Energy didefinisikan sebagai energi yang
dinyatakan dalam panas bila suatu zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan
air. Tentu saja CO2 dan air ini masih mengandung energi, akan tetapi dianggap
mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bisa memecah zat-zat melebihi CO2
dan air. Gross Energy diukur dengan alat bomb kalorimeter. Besarnya energi bruto
bahan pakan tidak sama tergantung dari macam nutrien dan bahan pakan (Sutardi,
2004).
Energi total makanan adalah jumlah energi kimia yang ada dalam makanan,
dengan mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diukur jumlah panas yang
dihasilkan. Panas ini diketahui sebagai sumber energi total atau panas pembakaran
dari makanan, bomb kalorimeter digunakan untuk menentukan energi total dan
sampel makanan dipijarkan dengan aliran listrik. Metode ini dipakai untuk energi
total makanan dan produk ekskretori (Tillman, 1993).
Sudarmadji (2004) menyatakan bahwa apabila suatu nutrien organik dibakar
sempurna sehingga menghasilkan oksisda (CO2,H2O), maka panas yang dihasilkan
disebut energi bruto. Guna menentukan besarnya energi bruto bahan pakan dapat
digunakan suatu alat bom kalorimeter. Besarnya nilai energi bahan pakan tidak sama
twrgantung dari macam nutrien dan bahan Pakan.
10
IV. MATERI DAN CARA KERJA
4.1 Materi
4.1.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat
4.1.1.1 Nomenklatur Hijauan
Bahan-bahan yang digunakan pada nomenklatur hijauan adalah rumput raja
(Pennicetum purpuroides), rumput gajah (Pennicetum purpureum), setaria
lampung (Setaria splendida), setaria ancep (Setaria spachelata), rumput benggala
(Panicum maximum), jagung (Zea mays), padi (Oryza sativa), daun pepaya
(Carica papaya), rami (Boehmeria nivea), daun singkong (Manihot utilissima),
daun pisang (Musa parasidiaca), daun nangka (Arthocarpus integra), daun waru
(Hibiscus tileaceus), murbei (Morus indica L), putri malu (Mimosa pudica),
lamtoro (Leucaena glauca), kaliandra (Calliandra calothyrtus), daun gamal
(Glirisida maculata) dan daun dadap (Erytrina lithospermae).
4.1.1.2 Nomenklatur Konsentrat
Bahan-bahan yang digunakan dalam nomenklatur konsentrat adalah tepung
jagung, tepung limbah roti, biji jagung merah, biji jagung kuning, limbah soun,
pollard, bekatul, millet, molasses, onggok, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung
kedelai, tepung udang, tepung darah sapi, tepung ikan, tepung kerang, tepung
cangkang ayam, tepung kepala udang, tepung tulang ayam, tepung cangkang
keong, tepung kulit udang, tepung tulang ikan dan sirip, premix, kapur, phospat
alam, CuSO4, urea, egg stimulant, tetra chlor dan neo bro.
4.1.1.3 Pengenalan Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pengenalan alat adalah autoklaf, destilator,
destructor, kompor listrik, kondensor, desikator, vakum penyedot, water bath,
oven, tabung oksigen/ bom kalorimeter, bucket, jaket, termometer, tanur suhu
600ºC, beker glass, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, corong, Erlenmeyer, labu
kjeldahl, timbangan analitik, cawan porselin, timbangan analog, neraca ohauss,
buret dan statif.
11
4.1.2 Uji Fisik Bahan Pakan
4.1.2.1 Berat Jenis
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran berat jenis adalah gelas ukur
100 ml, neraca ohauss dan bekatul volume 100 ml.
4.1.2.2 Luas Permukaan Spesifik
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran luas permukaan spesifik adalah
kertas milimeter blok, timbangan analitik dan bekatul 1 gr.
4.1.2.3 Daya Ambang
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran daya ambang adalah stopwatch,
nampan, timbangan analitik dan bekatul 1 gr.
4.1.2.4 Sudut Tumpukan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran sudut tumpukan adalah mistar,
corong, besi penyangga, timbangan analog dan bekatul 200 gr.
4.1.3 Analisis Proksimat
4.1.3.1 Kadar Air dan Bahan Kering
Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan bahan kering adalah
awan porselin, oven, desikator, timbangan analitik, tang penjepit dan tepung
limbah soun 2 gr.
4.1.3.2 Kadar Abu dan Bahan Organik
Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar abu dan bahan organik
adalah, cawan porselin berisi BK, desikator, tanur (verasingoven) 600oC,
timbangan analitik, tang penjepit, pembakar Bunsen dan tepung limbah soun 2 gr.
4.1.3.3 Kadar Protein Kasar
Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar protein kasar adalah labu
kjeldhal, destilator, erlenmeyer, destruktor, buret, pipet 10 ml, kompor listrik,
timbangan analitik, gelas ukur, becker gelas, tepung limbah soun 0,1 gr, larutan
h2so4 pekat, larutan HCl 0,1 N, asam borat, indikator metyl red, larutan NaOH
40% dan akuades.
12
4.1.3.4 Kadar Serat Kasar
Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar serat kasar adalah erlenmeyer,
cawan porselin, kertas saring whatman, corong tegak, timbangan analitik, oven,
tanur, tang penjepit, alat pemanas / kompor listrik, kondensor, desikator, tepung
limbah soun 1 gr, aceton, H2SO4 0,3 N, H2O panas dan NaOH 1,5 N.
4.1.3.5 Kadar Lemak Kasar
Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar lemak kasar adalah kertas
saring whatman, labu didih, kondensor, oven 105oC, timbangan analitik,
waterbath, desikator, alat ekstraksi soxhlet, tepung limbah soun 1 gr dan petroleum
benzene.
4.1.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan kadar asam lemak bebas adalah
erlenmeyer, buret, pipet tetes, timbangan analitik, kertas saring, corong, kompor
listrik, kondensor, tepung limbah soun, alkohol netral, indikator PP dan NaOH 0,1 N.
4.1.5 Penetapan Kadar Energi Bruto
Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan kadar energy bruto adalah bom
kalorimeter, kawat kalori, tabung oksigen, bucket, beker glass, pipet, buret,
erlenmeyer, gelas ukur, obeng, tang, tepung limbah soun, akuades, Na2CO3, methyl
orange dan oksigen.
4.2 CARA KERJA
4.2.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat
4.2.1.1 Nomenklatur Hijauan
1. Hijauan
2. Diambil gambar (difoto)
3. Dicatat nama, asal, nama ilmiah, bagian, proses, tingkat kedewasaan
4. Sumber, defoliasi, grade jenis hijauan
13
4.2.1.2 Nomenklatur Konsentrat
1. Bahan Pakan (Konsentrat)
2. Diambil gambar (difoto)
3. Dibuat tabel
4. Dicatat nama, asal, nama ilmiah, bagian, proses, tingkat kedewasaan sumber,
grade jenis konsentrat
4.2.1.3 Pengenalan Alat
1. Alat
2. Diambil gambar (difoto)
3. Dibuat tabel
4. Dicatat nama dan fungsi
4.2.2 Uji Fisik Bahan Pakan
4.2.2.1 Berat Jenis
1. Gelas ukur 100 ml ditimbang
2. Sampel dimasukan sampai volume 100 ml
3. Ditimbang
4.2.2.2 Luas Permukaan Spesifik
1. 1 gr sampel
2. Diratakan pada milimeter blok
3. Diukur luasnya
4.2.2.3 Daya Ambang
1. Sampel ditimbang 1 gr
2. Sampel dijatuhkan dari jarak 1 m
3. Waktu dicatat
4.2.2.4 Sudut Tumpukan
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Corong dipasang
3. Bahan ditimbang 200 gr
14
4. Bahan dituang melalui corong
5. Diameter dan tinggi curahan diukur
4.2.3 Analisis Proksimat
4.2.3.1 Kadar Air dan Bahan Kering
1. Cawan porselin yang sudah bersih
2. Dioven (1050C) 1 Jam
3. Didesikator (15 menit)
4. Ditimbang (x)
5. Sampel ditimbang 2 gr (y)
6. Sampel dimasukan cawan
7. Sampel + cawan dioven (1050C) 12 Jam
8. Didesikator 15 menit
9. Sampel ditimbang (z)
10. Penimbangan dilakukan 2 kali
4.2.3.2 Kadar Abu dan Bahan Organik
1. Cawan porselin ditanur 6000C 30 menit
2. Ditimbang (x)
3. Sampel ditimbang 2 gram (Y)
4. Dipijarkan diatas api bursen
5. Ditanur 6000C (4-12 jam)
6. Didinginkan (1400 C)
7. Didesikator 1jam
8. Dampel ditimbang (Z)
4.2.3.3 Kasar Protein Kasar
1. Sampel ditimbang 0,1 gr
2. Dimasukan kedalam labu kjeldhal
3. Ditambah katalisator dan
15
4. 1,5 ml H2SO4 pekat
5. Didestruksi sampai warna hijau jernih
6. Erlenmeyer 125ml diisi 10ml asam borat dan beberapa tetes indikator metyl
red
7. Ditambahkan 10 ml NaOH 40 % dari corong atas destilator
8. Didestilasi
9. Volume erlenmeyer 60 ml dihentikan
10. Hasil destilasi
11. Dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai warna merah muda
4.2.3.4 Kadar Serat Kasar
1. Sampel ditimbang 1 gr (x)
2. Dimasukan ke erlenmeyer
3. Ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N
4. Didihkan (30 menit)
5. Ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N didihkan 30 menit
6. Disaring
7. Dicuci (50ml H2O panas, 50ml H2SO4 0,3N, 50ml H2O panas, dan 25ml
Aceton)
8. Dioven 1050C (8 jam)
9. Didesikator 15 menit
10. Ditimbang (Y)
11. Ditanur 6000C selama 3 jam
12. Didesikator 15 menit
13. Ditimbang (Z)
4.2.3.5 Kadar Lemak Kasar
1. Kertas saring whatman
2. Dioven 14 jam dan didesikator 1 jam
3. Sampel ditimbang 2 gr (X)
4. Dibungkus dioven 1050c (± 14 jam)
16
5. Didesikator (10 menit)
6. Ditimbang (Y)
7. Dimasukan kedalam alat ekstraksi soxlet + ethyl ether
8. Diekstraksi (4-16 jam) sampai warna ethyl eter jernih
9. Diangin-anginkan sampai tidak bau eter
10. Dioven 1050C (± 14 jam)
11. Didesikator 15 menit
12. Ditimbang (z)
4.2.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
1. Sampel 7,05 gr
2. Ditimbang
3. Ditambahkan 25 ml alkohol netral 96%
4. Direfluk 15 menit
5. Disaring dengan kertas saring whatman
6. Diambil 10 ml
7. Ditambahkan indikator PP
8. Dititrasi dengan 0,1 N NaOH
9. Sampai warna merah muda
4.2.5 Penetapan Kadar Energi Bruto
1. Kertas saring dioven lalu ditimbang
2. Sempel ditimbang 0,5 gr
3. Dibungkus dan diikat dengan kawat kalori
4. Dipasang pada bomb kalorimeter
5. Diisi oksigen
6. Dimasukkan kedalam bucket
7. Dicatat temperaturnya
8. Dikeluarkan
17
9. CO dikeluarkan dari bomb
10. Dicuci dengan aquades
11. Kawat sisa dan volume air cucian dihitung
12. Air cucian diambil 10 ml + 2 tetes methyl orange
13. Dititrasi dengan Na2CO3 0,0725 N sampai warna kuning jernih
18
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat
5.1.1 Nomenklatur Hijauan
Tabel 1. Nomenklatur Hijauan
No
Nama
Hijauan/
Ilmiah
Bagian Sumber Defoliasi Grade Jenis Gambar
1. Rumput raja
(Penisetum
purpuroides)
Aerial Energi 40 hari SK:10-
11%
PK:7-9%
Graminae
2. Rumput
gajah
(Penisetum
purpureum)
Aerial Energi 40 hari SK:12-
13%
PK:8-9%
Graminae
3. Setaria
lampung
(Setaria
splendid)
Aerial Energi 35 hari SK: 17-
19%
PK: 7-12%
Graminae
4. Setaria
anceps
(Setaria
spachelata)
Aerial Energi 35 hari SK: 17-
19%
PK: 7-12%
Graminae
5. Rumput
benggala
(Pennicum
maximum)
Aerial Energi 40 hari SK: 14-
16%
PK: 10%
Graminae
19
6. Jagung (Zea
mays)
Aerial Energi 100 hari PK: 8,7%
Lemak:
4,5%
Poaceae
7. Jerami padi
(Oryza
sativa)
Aerial Energi 100 hari Graminae
8. Daun pisang
(Musa
parasidica)
Daun Energi Dewasa SK: 10-
11%
PK: 4-5%
Limbah
pertanian
9. Rami
(Boehmeria
nivea)
Aerial Energi 40 hari SK 23%
10. Daun nangka
( Arthocarpus
integra)
Daun Energi Dewasa SK: 12-
14%
PK: 2-3%
11. Daun papaya
(Carica
papaya)
Daun Energi Ramban
12. Daun
singkong
(Manihot
utillisima)
Daun Energi SK: 5-6%
PK: 9-10%
Limbah
pertanian
20
13. Daun waru
(Hibiscus
thiliaceus)
Daun Energi Dewasa
30-40 hari
SK: 16-
17%
PK: 7%
Ramban
14. Gamal
(Glirisida
machulata)
Daun dan
ranting
Protein Dewasa
30 hari
SK: 8-10%
PK: 12-
13%
Legumino
sa
15. Murbei
(Morus
indica L)
Daun dan
ranting
Energi 35-40 hari SK:12-
14%
PK: 18,3%
Ramban
16. Daun dadap
(Erytrina
lithospermae)
Daun dan
ranting
Protein 45 hari SK: 8-9%
PK: 3-4%
Legumino
sa
17. Lamtoro
(Leucaena
glauca)
Daun dan
ranting
Protein SK:7-8%
PK:11-
12%
Legumino
sa
18. Kaliandra
(Caliandra
callothyrsus)
Daun dan
ranting
Protein 35-45 hari SK: 7-8%
PK: 9-10%
Legumino
sa
Bahan makanan ternak atau pakan diartikan sebagai semua bahan yang dapat
dimakan oleh ternak. Bahan pakan mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan
oleh ternak dalam menunjang proses kehidupan yang disebut zat makanan. Setiap
21
bahan pakan perlu diberi tata nama yang baku, karena: (1) jumlah bahan pakan ternak
mencapai puluhan sampai ratusan, (2) diperlukan pencirian pemberian nama yang
baik, (3) hasil sampingan yang dihasilkan dari produk pangan manusia semakin
banyak, dan (4) processing menyebabkan bahan asal yang berbeda menjadi bahan
baru dan kandungan gizi berubah (Sutardi, 2001).
Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan dipisahkan dengan mengkhususkan
dari kualitas-kualitas bahan makanan yang dihubungkan dengan perbedaan nilai
gizinya. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam fase, yaitu: (1) asal
mula, yaitu nama ilmiah dan nama umum; (2) bagian, yaitu bagian yang diberikan
pada ternak sebagaimana proses yang dialami; (3) proses atau perlakuan, yang
dialami oleh bagian tanaman pakan atau pengawetan; (4) tingkat kedewasaan, yang
akan mempengaruhi nilai gizi hijauan, silage dan beberapa produk hewan ternak, (5)
pemotongan atau defoliasi, khusus untuk hijauan. Beberapa tanaman hijauan dipotong
dan dipanen beberapa kali dalam satu tahun, (6) grade atau garansi yang diberikan
pabrik, misal kadar protein, lemak , serat kasar (Sutardi, 2002).
Umumnya limbah pertanian berupa hijauan banyak dimanfaatkan sebagai
pakan serat untuk ternak ruminansia (Guntoro, 2008). Salah satunya adalah tanaman
pisang. Kandungan protein kasar bagian tanaman pisang tergolong rendah, tetapi
kadar abunya tinggi. Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Ternak
(BALITNAK) Bogor mendapatkan 15,5% rata-rata kadar total abu (Wina, 2011).
5.1.2 Nomenklatur Konsentrat
Tabel 2. Nomenklatur Konsentrat
No Nama Asal Bagian Proses Sumber Grade Gambar
22
1 Tepung
jagung
Jagung Biji Dikeringkan,
digiling
Energi
2 Biji
jagung
merah
Jagung Biji Dipipil Energi PK: 8,5%
SK: 2,5%
3 Jagung
kuning
pipilan
Jagung Biji Dipipil Energi PK: 8,5%
SK: 2,5%
4 Molasses Tetes
tebu
Endapan
tetes tebu
Diendapkan/
kristalisasi
Energi
5 Limbah
roti
Roti Limbah
roti
Dikeringkan,
digiling
Energi
6 Onggok Singkong Ampas
singkong
Dikeringkan,
digiling
Energi PK: 0,8%
SK: 2,2%
7 Limbah
soun
Soun Limbah
soun
Dikeringkan,
digiling
Energi
23
8 Bekatul Kulit ari
padi
Kulit ari
padi
Dikeringkan,
digiling
Energi PK: 12%
SK: 4%
9 Pollard Gandum Kulit ari
gandum
Dikeringkan,
digiling
Energi PK: 15%
SK:10%
10 Millet Biji millet Biji Dipipil Energi PK: 8,4%
SK: 6%
11 Urea Batuan
alam
Batuan
alam
Dihaluskan,
pemurnian
(kristalisasi)
Protein
12 Tepung
kedelai
Kedelai Biji
kedelai
dikeringkan
digiling
Protein
13 Tepung
ikan
Ikan Ikan utuh dikeringkan
digiling
Protein PK:
54,6%
SK: 2%
14 Tepung
kerang
Kerang Daging
dalam
kerang
(bukan
cangkang)
dikeringkan
digiling
Protein 25-27%
24
15 Tepung
darah
sapi
Sapi Darah sapi dikeringkan
digiling
Protein PK:90%
SK: 1%
16 Tepung
udang
Udang Udang
utuh
dikeringkan
digiling
Protein PK: 75%
SK:-
17 Bungkil
kedelai
Kedelai Bungkil
kedelai/
limbah
kedelai
dikeringkan
digiling
Protein PK: 42%
SK: 6%
18 Bungkil
kelapa
Kelapa Bungkil
kelapa/
limbah
kelapa
dikeringkan
digiling
Protein PK: 20%
SK: 12%
19 Tepung
tulang
ayam
Ayam Tulang dikeringkan
digiling
Mineral PK: 12%
SK: 2%
20 Tepung
tulang
ikan dan
sirip
Ikan Tulang
ikan dan
sirip
dikeringkan
digiling
Mineral PK: 12%
SK: 2%
21 Tepung
cangkang
keong
Keong Cangkang
keong
Dicuci,
dikeringkan,
digiling
Mineral
25
22 Premix Batuan
alam
Batuan Digiling Mineral
23 Tepung
kerabang
telur
Telur Kerabang Dikeringkan,
digiling
Mineral PK: 7,6%
SK:-
24 Tepung
kepala
udang
udang Kulit Dikeringkan,
digiling
Mineral PK: 45%
SK:
11,4%
25 Kapur Batuan
kapur
Batuan
kapur
Dibakar
(dikeringkan)
, digiling
Mineral
26 Phosphat
alam
Batuan
phosphat
Phosphat Dikeringkan,
digiling
Mineral
27 CuSO4 Batuab
alam
Batu
phosphat
Digiling/
dihaluskan
mineral
28 Tepung
kulit
udang
Udang Kulit Dikeringkan,
digiling
Mineral PK:
45,3%
SK:
17,6%
29 Feed
aditive
Berbagai
komposis
i pakan/
Berbagai
komposisi
pakan/
Divaksin/
dicampur
Pakan
tambahan
26
campuran
vitamin,
mineral,
suplemen
campuran
vitamin,
mineral,
suplemen
Bahan makanan ternak atau pakan diartikan sebagai semua bahan yang dapat
dimakan oleh ternak. Bahan pakan mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan
oleh ternak dalam menunjang proses kehidupan yang disebut zat makanan. Setiap
bahan pakan perlu diberi tata nama yang baku, karena: (1) jumlah bahan pakan ternak
mencapai puluhan sampai ratusan, (2) diperlukan pencirian pemberian nama yang
baik, (3) hasil sampingan yang dihasilkan dari produk pangan manusia semakin
banyak, dan (4) processing menyebabkan bahan asal yang berbeda menjadi bahan
baru dan kandungan gizi berubah (Sutardi, 2001).
Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan dipisahkan dengan mengkhususkan
dari kualitas-kualitas bahan makanan yang dihubungkan dengan perbedaan nilai
gizinya. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam fase, yaitu: (1) asal
mula, yaitu nama ilmiah dan nama umum; (2) bagian, yaitu bagian yang diberikan
pada ternak sebagaimana proses yang dialami; (3) proses atau perlakuan, yang
dialami oleh bagian tanaman pakan atau pengawetan; (4) tingkat kedewasaan, yang
akan mempengaruhi nilai gizi hijauan, silage dan beberapa produk hewan ternak, (5)
pemotongan atau defoliasi, khusus untuk hijauan. Beberapa tanaman hijauan dipotong
dan dipanen beberapa kali dalam satu tahun, (6) grade atau garansi yang diberikan
pabrik, misal kadar protein, lemak , serat kasar (Sutardi, 2002).
Umumnya limbah pertanian berupa hijauan banyak dimanfaatkan sebagai
pakan serat untuk ternak ruminansia (Guntoro, 2008). Salah satunya adalah tanaman
pisang. Kandungan protein kasar bagian tanaman pisang tergolong rendah, tetapi
27
kadar abunya tinggi. Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Ternak
(BALITNAK) Bogor mendapatkan 15,5% rata-rata kadar total abu (Wina, 2011).
5.1.1 Pengenalan Alat
Tabel 3. Pengenalan Alat
No Nama Gambar Fungsi
1 Bomb
kalorimeter
Analisis Gross Energy
2 Oven Memanaskan atau
mengeringklan bahan dan alat
3 Waterbath Memanaskan/ penangas air
4 Kondensor Alat pendingin tegak
5 Kompor listrik Memanaskan/ merefluk
larutan
28
6 Destructor Destruksi saat analisis
proksimat
7 Destilator Destilasi/ menguapkan N
8 Tanur Memijar, digunakan untuk
analisis kadar abu
9 Tabung O2 Digunakan untuk analisis GE,
memasukkan O2 ke dalam
bomb kalorimeter
10 Becker glass Menampung larutan
29
11 Erlenmeyer Menampung larutan, tempat
titrasi
12 Gelas ukur Mengukur larutan
13 Botol aquadest Tempat menyimpan aquadest
14 Labu kjeldahl Tempat bahan analisis protein
kasar
15 Cawan porselen Tempat sampel, digunakan
pada uji KA dan abu
30
16 Neraca ohaus Menimbang uji fisik (BJ)
17 Corong Tempat untuk menyaring
18 Batang
pengaduk
Mengaduk larutan/ sampel
19 Desikator Penstabil suhu
20 Soxhlet Ekstraksi lemak
31
21 Timbangan
analitik
Mengukur berat sampel
dengan ketelitian 0,0001 gram
22 Filler Mengambil (menyedot)
larutan
23 Penjepit Mengambil alat di dalam
desikator, dan tanur
24 Pipet ukur Mengukur larutan
25 Pipet seukuran Mengukur larutan dengan
volume tertentu/ ayang telah
ditentukan
32
26 Biuret Digunakan untuk titrasi
27 Pipet tetes Mengambil larutan
28 Statif Penyangga biuret
26 Autoklaf Memanaskan dengan tekanan
Praktikum mengenal alat bertuuan untuk menentukan tetapan hasil analisa
kimia yang akurat. Penggunaan alat-alat laboratorium antara lain untuk penimbangan,
penyaringan, pengukuran volume caian, pemijaran, dan pengabuan, serta pengeringan
(Sudarmadji, 1997). Sedangkan menurut Hartati (2002), penggunaan alat-alat
laboratorium antara lain sebagai alat penimbang, pengukuran volume cairan,
melarutkan zat padat, penyaringan, pemijaran, dan pengabuan serta penyaringan.
Fungsi dari alat-alat laboratorium berbeda satu dan yang lain, begitu pula dengan cara
penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan agar hasil dari penggunaan itu baik.
33
Layaknya timbangan yang digunakan dalam laboratorium perlu diketahui kapasitas
dan ketelitian timbangan halus atau kasar (Sudarmadji, 1997).
Fungsi dari alat-alat laboratorium berbeda satu dan yang lainnya, begitu pula
dengan cara penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan agar hasil dari
penggunaan itu baik. Seperti timbangan yang digunakan dalam laboratorium terdiri
dari berbagai jenis dan merk, yang perlu diketahui adalah kapasitas dan ketelitian
timbangan yang akan digunakan apakah timbangan halus atau kasar (Sudarmadji,
1997). Jenis timbangan yang akan dipakai tergantung dari tujuannya, misalnya untuk
penentuan kadar abu dan air harus digunakan neraca analitis dengan ketelitian 0,1
mg, sedangkan untuk menimbang bahan kimia yang akan dibuat menjadi larutan
jenuh, cukup menggunakan timbangan yang lebih kasar. Alat-alat untuk
penimbangan harus bersih dan telah dikeringkan dalam oven suhu 105º-110ºC dan
didinginkan sampai suhu kamar dalam desikator selama 15 menit, demikian pula bila
akan menimbang sesuatu yang panas harus didinginkan terlebih dahulu dengan cara
yang sama. Selama menimbang harus digunakan alat penjepit untuk mengambil
sesuatu agar tidak mempengaruhi beratnya. Zat kimia bisa diambil dengan sendok
tanduk, spatula atau pipet (untuk bahan cair). Setiap menambah atau mengambil
beban dari pan penimbang, timbangan harus dalam keadaan tidak bergerak atau nol.
Apabila selesai menimbang, alat timbangan dibersihkan dan dikembalikan dalam
keadaan terkunci (Sudarmadji,1997).
5.2 Hasil Uji Fisik Bahan
5. 2.1 Berat Jenis (Density)
Sampel 1:
Berat gelas ukur = 87,7 gr
Berat (sampel-gelas ukur) = 122,3-87,7 = 34,6 gr
BJ1= berat sampel = 34,6 = 0,346 gr/ml
Volume gelas ukur 100
34
Sampel 2:
Berat gelas ukur = 87,7 gr
Berat (sampel-gelas ukur) = 121,6-87,7 = 33,9 gr
BJ2 = berat sampel = 33,9 = 0,339 gr/ml
Volume gelas ukur 100
BJ rata-rata = 0,346 + 0,339 = 0,3425 gr/ml
2
Besarnya berat jenis (density) bahan pakan penting diketahui, karena apabila
suatu bahan pakan mempunyai nilai densitas yang rendah, yaitu perbandingan antara
berat bahan pakan dengan volume lebih besar berarti intake untuk ternak hanya
sedikit dan sebaliknya. Percobaan berat jenis pada praktikum uji fisik, penimbangan
dilakukan sebanyak dua kali. Penimbangan pertama gelas ukur ditimbang beratnya
87,7 gr. Kemudian, gelas ukur diisi sampel yaitu pakan komplit sapi potong hingga
terisi sebanyak 100 ml tanpa ditekan dan kemudian ditimbang.
Penimbangan pertama gelas ukur yang telah di isi sampel menghasilkan berat
122,3 gr dan hasil penimbangan kedua 121,6 gr. Berat jenis dihitung dengan cara
berat sampel dibagi dengan volume dari gelas ukur. Hasil BJ yang didapat pada
penimbangan sampel pertama yaitu 0,346 gr/ml dan kedua menghasilkan BJ 0,339
gr/ml. Hasil yang berbeda mungkin dikarenakan karakteristik permukaan partikel dan
pemasukan sampel yang kurang teliti kedalam gelas ukur. Dilihat dari nilai berat
jenisnya ternyata dari kedua sampel menunjukan nilai di bawah 1 yang berarti lebih
kecil dari volume. Hasil praktikum diperoleh nilai berat jenis 0,309 gr/ml dan 0,377
gr/ml. Pakan yang baik adalah nilai densitasnya lebih besar, sehingga intake pakan
meningkat (Sudarmadji, 1997).
35
5. 2.2 Luas Permukaan Spesifik
Sampel 1:
Berat sampel = 1,0007 gr
Luas = 46,5 mm2
LPS1 = luas = 46,5 = 46, 467 mm2/gr
berat 1,0007
Sampel 2:
Berat sampel = 1,0008 gr
Luas = 62,75 mm2
LPS2 = luas = 62,75 = 62, 699 mm2/gr
berat 1,0008
LPS rata-rata = 46, 467 + 62, 699 = 54,583 mm2/gr
2
Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan spesifik bahan pakan dengan
berat tertentu. Luas permukaan spesifik berperan untuk mengetahui tingkat kehalusan
bahan pakan tanpa diketahui distribusi, ukuran komposisi partikel secara keseluruhan
(Sutardi, 2003). Sampel pertama seberat 1,0007 gr dan sampel kedua seberat 1,0008
gr, luas permukaan spesifik yang diperoleh pada sampel pertama adalah 46, 467 mm-
²/gr dan pada sampel kedua menghasilkan LPS sebesar 62, 699 mm²/gr. LPS rata-
ratanya sebesar 54,583 mm²/gr. Hasil LPS yang berbeda-beda dapat disebabkan
karena berat sampel yang berbeda dan kurang tepat saat meratakan sampel diatas
kertas millimeter blok, maupun saat menghitung luas sampel yang kurang teliti.
Luas permukaan spesifik sangat besar pengaruhnya untuk keefisienan suatu
proses penanganan seperti packaging, transportasi dan penyimpanan. Apabila luas
permukaan spesifik besar atau tingkat kehalusan tinggi maka dalam suatu packaging
36
akan memuat bahan pakan yang lebih banyak, hal ini berarti transportasi dan
penyimpanan akan menjadi berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Jaelani (2007)
yang menyatakan bahwa keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan
penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang
komposisi kimia dan nilai.
5. 2.3 Daya Ambang
Sampel 1:
Jarak = 1 m
Waktu (t) = 5,31 sekon/ detik
DA1 = jarak = 1 = 0,18 m/detik
waktu 5,31
Sampel 2:
Jarak = 1 m
Waktu (t) = 1,22 sekon/detik
DA2 = jarak = 1 = 0,81 m/detik
waktu 1,22
DA rata-rata = 0, 18+ 0, 81 = 0,495 m/detik
2
Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan bila
dijatuhkan dari ketinggian tertentu dalam waktu tertentu. Rata-rata hasil perhitungan
daya ambang adalah 0,495 m/detik. Daya ambang yang terlalu lama akan
menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang lebih
lama (Jaelani, 2007).
37
Pada saat praktikum sampel yang digunakan seberat 1 gram, dan alat yang
digunakan adalah stopwatch. Sampel diukur dengan menghitung waktu yang
dijatuhkan dengan ketinggian 1 m. Sampel pertama seberat 1,0007 gram tercatat
waktu 5,31 detik dan sampel kedua seberat 1,0008 dibutuhkan waktu 1,22 detik untuk
sampai ke lantai. Daya ambang pada sampel pertama adalah 0,18 m/detik dan daya
ambang pada sampel kedua adalah 0,81 m/detik. Perbedaan hasil daya ambang dapat
disebabkan oleh kurang tepatnya penekanan stopwach dengan jatuhnya sampel. Hal-
hal yang harus diperhatikan saat menjatuhkan sampel: lantai, tempat jatuhnya, bahan
diberi alas dengan aluminium foil untuk memudahkan pengamatan saat jatuh.
Diupayakan pengaruh udara diperkecil yaitu dengan menutup setiap lubang yang
memungkinkan angin masuk (Jaelani, 2007).
Daya ambang berperan terhadap keefisienan pemindahan atau pengangkutan.
Apabila daya ambang suatu bahan pakan kecil maka waktu yang dicapai juga kecil,
sebaliknya jika daya ambangnya besar maka waktu yang dicapai juga besar.
Perhitungan daya ambang bertujuan untuk efisiensi pemindahan atau pengangkutan
yang menggunakan alat penghisap, pengisian silo yang menggunakan gaya gravitasi
dan daya ambang berbeda akan terjadi pemisahan partikel (Sutardi, 2003).
5.2.4 Sudut Tumpukan
Sampel 1:
Berat = 200 gr
Tinggi (t) = 6,4cm
Diameter (d) = 19,5 cm
tg α1 = 2t = 2 (6,4) = 0,656 α = 33,26º
d 19,5
38
Sampel 2:
Berat = 200 gr
Tinggi (t) = 6,5 cm
Diameter (d) = 23 cm
tg α2 = 2t = 2 (6,5) = 0,65 α = 29,466º
d 20
STRata-rata = 33,26º + 29,466º = 31,363º
2
Sudut tumpukan atau angle of repose didefinisikan sebagai sudut yang
dibentuk oleh permukaan bidang miring bahan yang dicurahkan membentuk
gundukan dengan bidang horizontal. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan
bergerak satu partikel pakan dalam tumpukan. Semakin tinggi tumpukan, maka
semakin kurang bebas suatu partikel bergerak dalam tumpukan. Sudut tumpukan
berperan antara lain dalam menentukan flowabivity (kemampuan mengalir suatu
bahan, efisiensi pada pengangkutan atau pemindahan secara mekanik, ketepatan
dalam penimbangan dan kerapatan kepadatan tumpukan. Besarnya sudut tumpukan
dari hasil percobaan berupa pakan komplit sapi potong adalah 31,363o.
Percobaan dalam praktikum dilakukan sebanyak dua kali. Besarnya sudut
tumpukan dari hasil percobaan pertama dengan diameter 19,5 cm dan tinggi 6,4 cm
adalah α = 33,26º. Sedangkan pada percobaan kedua dengan diameter 23 cm dan
tinggi 6,5 cm besarnya sudut tumpukan adalah α = 29,466º. Sehingga rata-rata sudut
tumpukan yang diperoleh dari dua percobaan tersebut adalah α = 31,363º. Menurut
Sudarmadji (1997), sudut tumpukan antara 30-39 termasuk ke dalam kelompok
sedang, dimana sifat kemudahan bahan pakan dalam penanganan atas dasar
pengangkutan relative sedang. Sudut tumpukan merupakan faktor yang
mempengaruhi homogenitas campuran. Perbedaan keragaman ukuran materi dalam
campuran dapat mngakibatkan pemisahan secara nyata apabila materi mempunyai
perbedaan sudut tumpukan (Axe, 1995).
39
5. 3 Hasil Analisis Proxsimat
5. 3.1 Kadar Air dan Kadar Bahan Kering
Berat cawan (X) = 38, 648 gr
Berat sampel (Y) = 2,0009gr
Berat sampel setelah dioven (Z) = 40, 4570 gr
Kadar Air = X + Y - Z x 100 % = 38, 648 + 2,0009 – 40, 4570 x 100 %
Y 2,0009
= 9,62 %
Bahan Kering = 100 % – KA = 100% – 9, 62% = 90,38 %
Beberapa kelemahan analisis proksimat, yaitu (a) system tidak mencerminkan
zat makanan secara individu dari zat makanan, (b) kurang tepat, terutama analisis
serat kasar dan lemak kasar, akibatnya untuk kalkulasi BETN juga kurang tepat, (c)
proses memerlukan waktu yang cukup lama, (d) tidak dapat menerangkan lebih jaun
tentang daya cerna, palatabilitas dan tekstur suatu bahan pakan (Soejono, 2004).
Sutardi (2003), menyatakan bahwa tinggi rendahnya kadar air dalam bahan pakan
harus diatur. Kadar ini menentukan komposisis kandungan nutrient pakan. Faktor
yang mempengaruhi kadar air salah satunya adalah metode pengeringan dan
kandungan air dari suatu bahan pakan.
Pakan dapat disimpan jika bahan pakan mempunyai kandungan air 13,5%,
karena kandungan gizi yang terlalu tinggi akan merusak nutrient dari bahan pakan
karena di degradasi oleh bakteri. Kadar air pakan komplit sapi potong hasil praktikum
adalah 9,62%, maka bahan ini termasuk pakan yang baik karena kadar air melebihi
14%.
40
5. 3.2 Kadar Abu dan Kadar Bahan Organik
Berat sampel (Y) = 2,0009 gr
Berat sampel sebelum ditanur (x) = 38,6486gr
Berat sampel setelah ditanur (z) = 38,8903 gr
Kadar Abu = Z – X x 100 % = 38,3059 – 38,2849 x 100 % = 12,03 %
Y 2,0005
Bahan Organik = Bahan Kering – Kadar Abu = 90,38% – 12,03% = 78,35 %
Kadar abu suatu bahan pakan ditentukan kandungan pembakaran bahan pada
suhu tinggi (500-600%). Suhu yang tinggi pada bahan organic yang ada akan terbakar
sempurna menjadi CO2, H2O, dan gas lain yang menguap, sedang sisanya
merupakan merupakan abu atau campuran dari berbagai oksida mineral. Kadar abu
yang didapat pada saat praktikum adalah 12,03% dan kandungan bahan organic
sebesar 78,35%. Hal ini menunjukan bahwa pakan komplit sapi potong banyak
mengandung karbon.
5. 3.3 Kadar Protein Kasar
Berat sampel (x) = 0,1007 gr
Volume titran (y) = 2,52 ml
Protein Kasar = ml titran x N HCl x 0,014 x 6,25 x 100 %
X
= 2,52 x 0,1 x 0,014 x 6,25 x 100 % = 21,89 %
0,1007
41
Pertama diasumsikan bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein
padahal kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa
kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu
16% (Soejono, 2004). Tahapan dalam proses mendapatkan protein kasar antara lain:
(1) Destruksi, (2) Destilasi, dan (3) Titrasi. Hasil dari kadar serat kasar pada pakan
komplit sapi potong adalah 19,878%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, yaitu kandungan kadar serat kasar
sebesar 15,25%-20%.
5. 3.4. Kadar Serat Kasar
Berat sampel (x) = 1,0011 gr
Berat kertas saring (a) = 0,3869 gr
Berat setelah oven (y) = 39, 0279 gr
Berat setelah tanur (z) = 38,4420 gr
Serat Kasar = Y – Z – a x 100 % = 39, 0279 – 38,4420 – 0,3869 x 100 %
X 1,0013
= 19,878 %
Thomson (1993), menyatakan bahwa serat kasar merupakan salah satu nutrien
yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan gliserida. Metode pengukuran
kandungan serat kasar pada dasarnya mempunyai konsep yang sederhana. Langkah
pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua
bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat. Bahan yang larut
dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu
yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar.
42
Hasil dari analisis kadar serat kasar pada tepung limbah soun adalah 19,878%.
Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Tillman (1993), konsentrat dikatakan sebagai
sumber energi apabila mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20 % dan
serat kasar 18 %.
5. 3.5 Kadar Lemak Kasar
Berat sampel (x) = 1,0006 gr
Berat setelah oven I (y) = 1,2943 gr
Berat setelah oven II (z) = 1,2900 gr
Lemak Kasar = Y – Z x 100 % = 1,2943 – 1,2900 x 100 % = -0, 429 %
X 1,0006
Analisis kadar lemak kasar dapat dilakukan dengan metode langsung yang
berprinsip bahwa lemak dapat diekstrasi dengan eter atau pelarut lemak lainnya,
sedangkan metode tidak langsung berprinsip lemak tidak dapat diekstrasi oleh eter
atau pelarut lainnya (Tilman, 1993). Praktikum yang dilakukan pada pengujian kadar
lemak kasar didapatkan hasil -0,429%. Hasil ini tidak sesuai, karena pada saat
pengukuran atau penimbangan sampel sebelum dioven, sesudah dioven pertama dan
kedua, terdapat kesalahan dalam pembacaan angka, sehingga hasil yang didapat tidak
akurat.
5. 4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid/ FFA)
ml NaOH = 2,6 ml
N NaOH = 0,1
Berat molekul asam lemak = 278
Berat sampel = 7,0512
43
% FFA = ml NaOH x N x berat molekul asam lemak x 100 %
Berat sampel x 1000
= 2,6 x 0,1 x 278 x 100 % = 1, 025 %
7,0512 x 1000
Analisis proksimat yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, protein,
lemak, abu, serat kasar dan BETN. Sedikit pembahasan tentang FFA (Free Fatty
Acid) merupakan salah satu factor penentu jenis proses pembuatan metal ester.
Umumnya minyak murni memiliki kadar FFA rendah (sekitar 2%), sehingga dapat
langsung diproses dengan metode transesterifikasi. Jika kadar asam lemak bebas
minyak tersebut masih tinggi, sebelumnya perlu dilakukan prasterifikasi dengan
menentukan terlebih dahulu harga FFA minyak. Jika bahan yang digunakan adalah
bahan yang memiliki kadar FFA tinggi (>5%), maka proses transesterifikasi yang
dilakukan untuk mengkonversi minyak menjadi metal ester tidak akan berjalan
efisien. Bahan-bahan tersebut perlu melalui praesterifikasi untuk menurunkan kadar
FFA hingga di bawah 5% (Hasjmy, 2007).
44
5.5 Analisis Energi Bruto
Berat sampel = 0,5014 gr
Berat kertas = 0,2254 gr
Sisa kawat = 5,5 cm
Air cucian = 5,3 ml
ta (suhu konstan) = 27,63º
tc (suhu tertinggi) = 28,01º
tc1 = 27,64º
Ta (waktu pembakaran) = 5
Tc = ½ x jumlah pembakaran = ½ x 10 = 5
E1 = vol. air cucian x ml titrasi = 5,3 x 0, 27 = 0, 1431
10 10
E2 = (panjang kawat – sisa kawat) x 2,3 = (12 – 5,5) x 2,3 = 14,95
E3 = 0,2254 gr (berat kertas)
r1 = tc1 – ta = 27,64º – 27,63º = 0,002
5 5
Tb = 0,6 x (Ta + Tc) = 0,6 x (5 + 5) = 6
T = (tc – ta) – r1 x │Ta – Tb│
= (28,01º – 27,63º) – 0,002 x │5 – 6│ = 0,38 – 0,002 = 0,378
Hg = (2423 x T) – E1 – E2 – E3 = (2423 x 0,378) – 0, 1431 – 14,95 – 0,2254
Berat sampel x BK % 0,5014 x 90,38 %
= 1.988,025
45
GE = Hg x koreksi benzoat = 1988,025 x 0,985 = 1.958,204
GE kertas = 178,224 x berat kertas = 178,224 x 0,2254 = 401, 718
GE total = GE – GE kertas = 1958,204 – 401, 718 = 1.556,491 kkal/gr
Gross energy diartikan sebagai energy yang dinyatakan dalam panas bila suatu
zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air inilah yang
masih mengandung energy, akan tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena
hewan sudah tidak bias memecah zat-zat melebihi CO2 dan air. Gross energy diukur
dengan alat bomb calorimeter. Apabila N dan S terdapat dalam senyawa sampingan
karbon H dan O (C1H dan O). Unsur-unsur tersebut akan timbul sebagai oksida
nitrogen dan sulfur pada waktu senyawa ini dioksider dalam bomb calorimeter.
Analisis kimia untuk mendapatkan energi bruto bahan pakan dengan prosedur ADAC
(1990).
Gross energy (GE) adalah energy yang terkandung dalam bahan pakan
berdasarkan nilai ekuivalen untuk kaarbohidrat 4,1 kkal/ g (17,2 kJ/ g), lemak 9,5
kkal/ g (39,8 kJ/ g), dan protein 5,6 kkal/ g (23,4 kJ/ g) (Bioscientiae, 2011). Energy
kotor (gross energy, GE) juga merupakan sejumlah panas yang dilepaskan oleh satu
unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Energy kotor bahan pakan
ditentukan dengan jalan membakar dalam bomb calorimeter. Tidak semua GE bahan
pakan dapat dicerna, sebagian akan dikeluarkan bersama feses. Energy kotor dalam
feses disebut feal energy (FE) (Hermawati, 2011).
46
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pemberian nomenklatur bertujuan untuk menghindari kesamaan nama antara
jenis pakan yang satu dengan pakan yang lain. Pemberian nama terbagi
menjadi enam faset yaitu ; asal, bagian, proses, umur, defoliasi dan grade. Dan
pengenalan alat digunakan untuk mempermudah proses praktikum karena
praktikan sudah mengetahui kegunaan alat yang telah dikenalkan.
2. Kualitas sifat fisik suatu bahan tergantung dari berat jenis (density), luas
permukaan spesifik, daya ambang dan susut tumpukan.
3. Analisis proxsimat dapat digunakan untuk menghitung kadar komposisi bahan
pakan tetapi tidak dapat memberikan penjelasan kualitas suatu bahan.
4. Semakin kecil asam lemak bebas yang terkandung pada bahan makanan
ternak menunjukan bahan tersebut tidak mudah tengik atau basi dan
sebaliknya.
5. Tinggi rendahnya energi dipengaruhi oleh kandungan protein.
6. Hasil dari analisis proxsimat, Free Fatty Acid, dan Energi Bruto dapat
digunakan dalam penyusunan ransum.
6.2 Saran
1. Saat praktikum alat yang akan digunakan sebagai wadah bahan yang akan
ditimbang harus dikeringkan terlebih dahulu.
2. Praktikan harus lebih teliti lagi dalam menjalani praktikum agar hasil yang
didapat lebih tepat.
3. Perlu diperhatikan cara menentukan batas tinggi cairan yang diukur dalam
proses titrasi.
4. Saat menimbang dan mengambil sesuatu dari oven atau tanur harus
mengunakan alat penjepit.
5. Saat melakukan perhitungan harus lebih teliti lagi.
47
DAFTAR PUSTAKA
Agus, B.M. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Anggorodi. 1991. Ilmu Bahan Pakan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
AOAC. 1990. Official Methods of Analisis. Asosiaion of Official Analitic Chemist.
Washington DC. USA.
Axe, D.E. 1995. Factors Affecting Uniformity of a Milk. Mailinkrodt Feed Ingredients.
Mundelain.
Bamualim, A. 1994. Usaha Peternakan Sapi Perah di Nusa Tenggara Timur. Prosiding
Seminar Pengolahan dan Komunikasi Hasil – Hasil Penelitian Peternakan dan
Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Sub Balai Penelitian Ternak Lili / Balai
Informasi Pertanian Noelbaki. Kupang.
Chung, D.S. And C.H. Lee. 1985. Grain Phisical and Thermal Properties Related to Drying
and Aeration. ACIAR Proceeding No. 71. Australia.
Guntoro, S. 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
48
Hartadi, H. 1992. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Hartadi, H., Soedomo R., dan A.D. Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hartati, Sri. 2002. Nutrisi Ternak Dasar. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Jaelani, A. dan N. Firahmi. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti
Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO). Laporan Penelitian.
Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan.
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Kartadisastra, H.R. 1994. Beternak Kelinci Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik Pakan Lokal :
Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Berat
Jenis, Daya Ambang, dan Faktor Higroskopis. Media Peternakan 22 (1) : 1 – 11.
49
Lay, W.A., D. Amalo, Y.R. Noach dan G. Malelak. 2002. Analisis Pertumbuhan Finansial
Penggunaan Blok Suplemen Pakan Gula Lontar (BSPGL) pada Pemeliharaan Sapi
Bali Jantan Muda. Laporan Penelitian Proyek Indonesia – Australia Pasca IAEUP
Fakultas Peternakan Universitas Cendana, Bali.
Lu, C.D. and M.J. Potchoiba. 1990. Feed Intake and Weight Gain of Goats Fed Diets of
Various Energy and Protein Levels. J. Anim. Sci. 68 : 1751 – 1759.
Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan. Bogor.
Piliang, G.W. dan S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 1. Percetakan IPB. Bogor.
Prasetyastuti, et.al. 1988. Pedoman Praktis Cara Pemberian Pakan: Malang. Proyek Kali Konto
A 206.
Prasetyo, A., T. Herawati, dan Muryanto. 2006. Produksi dan Kualitas Limbah Pertanian
sebagai Pakan Subtitusi Ternak Ruminansia Kecil Di Kabupaten Brebes. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jawa Tengah, Ungaran.
Rasyaf, M. 1994. Pakan Ayam Broiler. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sibbald, I.R. and M.S. Wolynetz. 1985. Relationships between estimates of bioavailable
energy made with adult cockrerels and chicks: Effect of feed intake and nitrogen
retention. Poultry Sci., 64: 127-138.
50
Soejono, M. 2004. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmadji, S. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Pakan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta.
Suhartanto, B. 2000. Kecernaan Kompartimental Riel Nitrogen Pakan Di dalam Intestinum
dan Rundamen Transformasinya Ke dalam Nitrogen Mikroorganisme pada
Ruminansia : Aplikasi dan Evaluasi Bahan Pakan yang Telah Diukur Protein Real
Tercernanya dalam Intestinum pada Ransum. Karya Ilmiah Hasil Penelitian
Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta.
Suhartati, F.M., W. Suryapratama, dan S. Rahayu. 2004. Analisis Sifat Fisik Rumput Lokal.
Animal Production, Vol 6, No.1:37-42.
Sulistyo, J., Y.S. Soeka, E. Triana dan R.N.R. Napitupulu. 1999. Bioprocessing of fermented
coconut oil by application of enzilmatic technology. Berita biologi 4 (5): 273-279
Sutardi, Tri R., W. Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah Ilmu
Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.
Sutardi, T.R., E. Aris, dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
51
Sutardi, T.R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Suwandyastuti, S.N.O., Suparwi, Zubaidah, dan Rimbawanto. 1989. Kecernaan Energi dan
Protein Kompos Jamur Merang (Mushroom straw) pada Pedet Jantan Lepas Sapih.
Laporan Peneitian. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman.
Thomson, F.M. 1993. Hand Book of Powders Science and Technology 391, 393, eds, M. E.
Fayed and L. Otten. New York.
Tillman, A.D. 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Wina, E. 2001. Tanaman Pisang sebagai Pakan Ternak Ruminansia. WARTAZOA Vol.11,
No.1:20-27.
Winarno, F.G. 1987. Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.
Yani, A. 2004. Pengaruh Teknologi Silase terhadap Nilai Nutrisi Bagasse Tebu pada Sapi
Bali. Jurnal Ilmiah Ilmu – Ilmu Peternakan, Vol. VII. No. 4.