alhamdulillah lapsus radiologi
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sasasTRANSCRIPT

BENIGN HIPERTROFI PROSTAT (BPH)
I. LAPORAN KASUS
Nomor Rekam Medik : 695958
Nama : Tn. A
Tanggal lahir : 21 Februari 1943
Umur : 72 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Status : Menikah
Pendidikan : SD sederajat
Alamat : Pangli / Toraja utara
Perawatan Bagian : Bagian Bedah Urologi RS. Wahidin Sudirohusodo
1.1 Anamnesis : Autoanamnesis
- Keluhan Utama : Susah buang air kecil
- Anamnesis : Dialami sejak 2 bulan terakhir dan memberat 1 bulan
terakhir, awalnya pasien mengeluh kencing dengan pancaran dan kaliber yang
memendek dan mengecil kadang disertai dengan kencing bercabang. Biasanya
buang air kecil harus menunggu beberapa saat untuk mulai dan kadang disertai
dengan mengedan.Pasien juga sering mengeluh bangun pada malam hari untuk
berkemih, biasanya 4-5 kali dalam semalam.Pada akhir berkemih sering
menetes.
- Anamnesis sistematis : Sakit kepala (-), pusing (-), penglihatan kabur (-), nyeri
menelan (-), mual muntah (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-), BAK tidak
lancar sejak 2 bulan yang lalu dan tidak ada nyeri BAK. Riwayat operasi (-),
riwayat alergi (-), riwayat kencing berpasir (-), riwayat kencing bercampur
nanah (-), riwayat nyeri pinggang (-), riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-) .
- Riwayat pengobatan : Riwayat konsumsi Allupurinol 100 mg per hari sejak
sehari yang lalu.
- Riwayat psikososial : Tidak olahraga teratur
- Riwayat Keluarga : Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
1

1.2 Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : Keadaan sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
Gizi
- Berat badan : 62 kg
- Tinggi badan : 164 cm
- IMT : 23,13 kg/m2
Tanda Vital
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 73 kali/menit
- Pernafasan : 17 kali/menit
- Suhu : 36,60C
Mata
- Kelopak mata : Edema (-)
- Konjungtiva : Anemia (-)
- Sclera : Ikterus (-)
- Kornea : Jernih (-)
- Pupil : Bulat, isokor
Leher : Pembesaran tonsil (-), kaku kuduk (-), massa (-), nyeri tekan (-),
pembesaran KGB (-)
Thorax
- Inspeksi : Simetris
- Palpasi : NT (-), MT (-), VF(-)
- Perkusi : Sonor, batas paru hepar ICS V dextra anterior (-)
- Auskultasi : Bp: Bronkovesikuler
- BT : Ronchi : Wheezing :
2

Jantung
- Inspeksi : Apex kordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi apex kordis teraba
- Perkusi : Pekak (+)
Batas jantung
Batas jantung kiri linea medioclavicularis kiri
Batas jantung kanan linea parasternalis kanan
Batas jantung basal ICS II
Batas jantung apeks ICS V
- Auskultasi : BJ I dan BJ II murni, reguler, bising (-), kesan normal
Abdomen
- Inspeksi : Datar ikut gerak nafas
- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Palpasi : NT (-), MT (-), hepatomegali (-), Splenomegali (-),
- Perkusi : Tympani (+) kesan normal, nyeri ketok costovertebra kiri
(+)
Ekstrimitas
- Deformitas : (-)
- Udem : (-)
- Fraktur : (-)
1.3 Pemeriksan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Ureum 38 10-50 Mg/dl
Kreatinin 1,16 L(<1,3);P(<1,1) Mg/dl
SGOT 21 <38 U/L
SGPT 18 <41 U/L
HbsAg 0,00 < 1,00 COI
Asam urat 9,0L(2,4-5,7)
P(3,4-7)Mg/dl
Hemoglobin 12,9 L(14-18) Mg/l
3

P(12-16)
WBC 13,0 4,0 – 10,0 10^3/mm3
RBC 3,81 3.80-5.80 10^6/mm3
HCT 36,5 37.0-47.0 %
MCV 96 80-100 µm3
MCH 31,4 27.0-32.0 Pg
MCHC 32,8 32.0-36.0 g/dl
PCT 0,139 0,15-0,50 %
PLT 165 150-500 10^3/mm3
Natrium 142 136-145 mmol/l
Kalium 4,1 3,5-5,1 mmol/l
Klorida 109 97-111 mmol/l
GDS 133 140 Mg/dl
LED 1 9L( < 10 )
P( < 20 )mm
LED 2 16
Anti HCV
(Elisa)0,08 < 0,09 COI
Urin Rutin
Warna Kuning Kuning Muda
pH 5,0 4,5-8,0
BJ 1005 1005-1035
4

1.4 Pemeriksaan Radiologi
Foto Polos Abdomen :
- Udara usus terdistribusi sampai ke distal colon
- Tidak tampak dilatasi loop-loop usus dan herring bone maupun air fluid level
- Tampak bayangan radioopak rongga pelvis berukuran 1x1,2 cm
- Kedua psoas line dan preperitoneal fat line kiri intak, preperitoneal fat line
kanan tidak tervisualisasi
- Tampak osteofit pada aspek lateral CV L3-L5 (Spondylosis Lumbalis), tulang-
tulang lainnya intak
Kesan : tidak tampak bayangan batu radioopaq pada foto polos abdomen ini,
adanya batu radiolusen belum dapat disingkirkan.
5

IVU :
- Kontras iodium sebanyak 40 cc dimasukkan intravena
- fungsi ekskresi kedua ginjal baik
- PCS dextra et sinistra : tidak tampak dilatasi, ujung-ujung calyx minor cupping
- Ureter kanan : lintasan baik, tidak tampak dilatasi dan kinking urethra
- Vesica urinaria : tampak bayangan batu yang lebih lusen pada VU yang terisi
kontras, mucosa irreguler, tampak indentasi caudal (pine tree appearance)
Kesan :
- fungsi kedua ginjal baik
- Sesuai hipertrofi prostat
- Vesicolith dan cystitis
1.5 Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, maka di diagnosis sebagai
Hipertrofi prostat , dan vesicolith.
Berdasarkan pemeriksaan radiologi pada foto polos abdomen tidak tampak
bayangan batu radioopaq pada foto polos abdomen ini, adanya batu radiolusen
belum dapat disingkirkan. Pada foto IVU didapatkan kesan Hipertrofi prostat ,
dan vesicolith.
6

1.6 Rencana Terapi
- Rencana ESWL ( Extracorporeal Shockwave lithotripsy).
7

II. TINJUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
1. Prostat
Gambar 1. Anatomi vesica urinaria dan prostat1
Kelenjar prostat kira-kira berukuran dua buah amandel. Panjang kira-kira
3,5 cm dan lebarnya 3 cm. Dibagian tengah kelenjar ini ditembus oleh uretra
posterior. Pada kedua sisinya ada duktus ejakulatorius.2
Fisiologi kelenjar prostat
a. Mengeluarkan cairan alkalis yang menetralkan sekresi vagina yang
asam.
b. Menghasilkan enzim-enzim pembekuan dan fibrinolisin.3
2. Anatomi Traktus Urinarius
1. Ginjal
Ginjal terletak pada CV Thoracal 12 sampai Lumbal 3.Ginjal ini
dilindungi oleh Costa bagian bawah.Ginjal kanan lebih rendah dari pada
ginjal kiri disebabkan karena adanya organ hepar. Ginjal berbentuk seperti
kacang, panjang dari ginjal 11 cm, lebar 6 cm, ketebalan 3 cm dengan berat
150 gram. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa, terdapat kortex renalis dibagian luar yang berwarna cokelat gelap,
8

dan medulla renalis dibagian dalam yang berwarna cokelat terang
dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut disebut pyramid
renalis, puncak kerucut menghadap calyx yang terdiri dari lubang-lubang
kecil disebut papilla renalis.4
Gambar 2. Anatomi ginjal kiri.4
Hilum berada dipinggir medial berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.4
2. Ureter 4
Terdiri dari dua saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
vesica urinaria. Panjang ureter sekitar 25 cm sampai 30 cm dengan
diamater sekitar 3 mm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen di
belakang dari rongga peritoneum, di depan dari muskulus psoas dan
sebagian lagi terletak pada rongga pelvis menembus dinding belakang dari
vesika urinaria. Pada ureter terdapat 3 daerah penyempitan anatomis yaitu:
a. Ureteropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal
pelvis sampai bagian ureter yang mengecil.
9

b. Pelvis brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh darah
arteri iliaka
c. Vesikouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam vesika
urinaria (kandung kemih).
Gambar 3.Anatomi ureter. 4
3. Vesica Urinaria 4
Gambar 4.Anatomi Vesica Urinaria.4
Vesica urinaria bekerja sebagai penampung urin.Organ ini
berbentuk seperti buah pir.Letaknya dibelakang simfisis pubis didalam
rongga panggul.Bagian kandung kemih terdiri dari fundus (berhubungan
dengan rectal ampula laki-laki, serta uterus bagian atas dari kanalis vagina
pada wanita), korpus, dan korteks.Dinding kandung kemih terdiri dari
lapisan peritoneum (lapisan luar), tunika muskularis (lapisan otot), tuniksa
submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).Kandung kemih
bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan posisinya, tergantung dari volume
urine yang ada di dalamnya. Secara umum volume dari vesika urinaria
adalah 350-500 ml.4
10

Dinding kandung kemih terdiri atas otot polos yang dilapisi oleh
epitel jenis khusus. Selain itu dinding kandung kemih yang berlipat-lipat
menjadi rata sewaktu kandung kemih terisi untuk meningkatkan kapasitas
kandung kemih. Apabila saluran keluar dari uretra terbuka, kontraksi
kandung kemih menyebabkan pengosongan urin dari kandung kemih.
Walaupun demikian pintu kandung kemih dijaga oleh sfingter, yaitu cincin
otot yang, bila berkontraksi menutup aliran yang melewati lubang yang
bersangkutan. 3
2.2 Histologi prostat dan vesica urinaria
1. Prostat5
Prostat merupakan suatu kumpulan 30-50 kelenjar tubuloalveolar
yang bercabang. Duktusnya bermuara kedalam uretra pars prostatika, yang
menembus prostat. Prostat mempunyai tiga zona yang berbeda, yaitu zona
sentral. Zona ini meliputi 25% dari volume kelenjar. Tujuh puluh persen
kelenjar dibentuk oleh zona perifer, yang merupakan tempat predileksi
timbulnya kanker prostat. Zona ketiga yaitu zona transisional, mempunyai
artimedia yang penting karena merupakan tempat asal sebagian besar
hyperplasia prostat jinak.
kelenjar tubuloalveolar prostat dibentuk oleh epitel bertingkat
kuboid. Stroma fibromuskular mengelilingi kelenjar. Prostat dikelilingi
suatu simpai fibroelastis dengan otot polos. Septa dari simpai ini
menembus kelenjar dan membaginya dalam lobus-lobus yang tidak
berbatas tegas pada orang dewasa.
11

Gambar 5 : kelenjar-kelenjar prostat yang dikelilingi jaringan ikat dan otot polos.5
2. Histology kandung kemih5
Kandung kemih dan saluran kemih menampung urin yang dibentuk
di ginjal dan menyalurkannya keluar. Mukosa organ ini terdiri atas epitel
transisional dan lamina propria di jaringan ikat padat sampai longgar.
Epitel transisional kandung kemih dalam keadaan tidak tegang, memiliki
tebal lima atau enam sel. Bila epitel ini teregangkan, ketika kandung
kemih dipenuhi dengan urin.
Gambar 6 : struktur epitel pada vesika urinaria5
12

2.3 BENIGN HIPERTROFI PROSTAT (BPH)
Definisi
BPH adalah pertumbuhan berlebihan sel-sel prostat yang tidak
ganas.BPH kadang tidak menimbulkan gejala, tetapi jika tumor ini
terusberkembang, pada akhirnya akan mendesak uretra yang mengakibatkan rasa
tidak nyaman pada penderita.6 BPH merupakan kondisi yang belum diketahui
penyebabnya, ditandai oleh meningkatnya ukuran zona dalam ( kelenjar
periuretra) dari kelenjar prostat.7
Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benigna prostat
hyperplasia (BPH)adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan
mendesak jaringan prostat yang aslike perifer dan menjadi simpai bedah.8
Epidemiologi
Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hiperplasia yang
selanjutnyadisingkat BPH merupakan penyakit tersering kedua penyakit kelenjar
prostat di klinikurologi di Indonesia.Pada usia 60 tahun nodul pembesaran prostat
tersebut terlihat pada sekitar 60persen, tetapi gejala baru dikeluhkan pada sekitar
30-40 persen, sedangkan pada usia 80tahun nodul terlihat pada 90 persen yang
sekitar 50 persen di antaranya sudah mulai memberikan gejala-gejalanya. 9
Etiopatogenesis
Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini
berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar
hormone pria, terutama testosteron. Hormon Testosteron dalam kelenjar prostat
akan diubah menjadi Dihidrotestosteron (DHT). DHT inilah yang kemudian
secara kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar.9
Patofisiologi7
Nodul stroma mikroskopik tumbuh disekitar kelenjar periuretra
Hyperplasia kelenjar berasal dari daerah sektar nodul tersebut
Ukuran kelenjar yang semakin membesar akan menekan uretra dan
menimbulkan obstruksi saluran kemih
13

Gambaran Klinis
a. Gejala Umum BPH :6
1. Sering kencing
2. Sulit kencing
3. Nyeri saat berkemih
4. Urin berdarah
5. Nyeri saat ejakulasi
6. Cairan ejakulasi berdarah
7. Gangguan ereksi
8. Nyeri pinggul atau punggung
Gejala BPH dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu gejala obstruktif
dan gejala iritatif.
1. Gejala obstruktif meliputi hesitancy, pancaran kencing lemah (loss
offorce), pancaran kencing terputus-putus (intermitency), tidak lampias
saat selesai berkemih (sense of residual urine), rasa ingin kencing lagi
sesudah kencing (double voiding) dan keluarnya sisa kencing pada
akhirberkemih (terminal dribbling).
2. Gejala iritatif adalah frekuensig kencing yang tidak normal
(polakisuria),terbangun di tengah malam karena sering kencing (nocturia),
sulitmenahan kencing (urgency), dan rasa sakit waktu kencing
(disuria),kadang juga terjadi kencing berdarah (hematuria).
b. Tanda1
Tanda klinis terpenting BPH adalah dite mukannya pembesaran
konsistensikenyal pada pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination
(DRE).Apabila teraba indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras,
perludipikirkan kemungkinan prostat stadium 1 dan 2.
Pemeriksaan radiologik BPH
a. IVU
1. Indikasi Pemeriksaan 10
14

a. Benigna Prostatica Hyperplasi (pembesaran prostat jinak), adalah
suatu tumor prostate yang disebabkan oleh adanya penyempitan atau
obstruksi uretra.
b. Bladder calculi/vesico lithiasis/batu kandung kemih
c. Polinephritis, adalah peradangan pada ginjal dan renal pelvis yang
disebabkan oleh pyogenic bakteri (pembentukan nanah)
d. Ren calculi (batu pada ginjal), adalah kalkulus yang terdapat pada
ginjal atau pada parenchim ginjal.
e. Hidronefrosis, adalah distensi dari renal pelvis dan system kalises dari
ginjal yang disebabkan oleh obstruksi renal pelvis atau ureter.
f. Hipertensi ginjal (renal hypertension), adalah meningkatnya tekanan
darah pada ginjal melalui renal arteri.
g. Obstruksi ginjal (renal obstruction), adalah obstruksi pada ginjal yang
disebabkan oleh batu, trombosis, atau trauma.
h. Penyakit ginjal polikistik (polycystic kidney disease), yaitu suatu
penyakit ginjal yang ditandai dengan banyaknya kista yang tidak
teratur pada satu atau kedua ginjal.
i. Cystitis, yaitu peradangan pada vesika urinaria
2. Kontra Indikasi Pemeriksaan 10
a. Hipersensitif terhadap media kontras
b. Tumor ganas
c. Gangguan pada hepar
d. Kegagalan jantung
e. Anemia
f. Gagal ginjal akut maupun kronik
g. Diabetes, khususnya diabetes mellitus
h. Pheochrocytoma
i. Multiple myeloma
j. Anuria (tidak adanya ekskresi dari urine)
k. Perforasi ureter
3. Persiapan Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi.10
15

a. Persiapan Alat.
Adapun peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan Intra Vena
Pyelografi adalah sebagai berikut :
Pesawat roentgen yang dilengkapi bucky table atau bucky stand.
Bucky berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur sehingga
kontras film menjadi lebih baik.
Film dan kaset ukuran 30X40 cm, untuk foto polos abdomen, foto
15 menit, foto 30 menit, dan foto post miksi. Sedangkan kaset
ukuran 24X30 cm, untuk foto 5 menit.
Marker R atau L.
Alat-alat steril seperti : spuit. Wing needle, kassa, kapas alcohol,
anti histamine, dan infuse set, dll.
Alat-alat non-steril seperti : bengkok, plester, pengukur waktu,
turniket, dll.
Obat anti alergi seperti : dexametazone, cortizone, dll.
Baju pasien.
Media Kontras. Adapun jenis bahan kontras yang digunakan
adalah bahan kontras positif yaitu bahan kontras yang memiliki
nomor atom dan kerapatan tinggi sehingga tampak lebih opak,
serta bersifat water soluble atau larut dala air.
b. Persiapan Pasien.
Persiapan pasien sebelum pemeriksaan traktus urinarius perlu
dilakukan agar abdomen bebas dari bahan fekal dan udara yang dapat
menggangu gambaran ginjal. Persiapan pasien dilakukan dengan cara-
cara sebagai berikut :
1. Melakukan diet makan dengan memakan makanan lunak yang
tidak berserat (bubur kecap) satu sampai dua hari sebelum
pemeriksaan.
2. Untuk membersihkan kolon dari bahan fekal, penderita
dianjurkan meminum obat pencahar 12 sebelum pemeriksaan.
16

3. Selama berpuasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan
mengurangi berbicara untuk membatasi udara dalam usus.
4. Pada pagi harinya pasien diberi dulkolax supositoria 2 butir
untuk lavement.
5. Pasien disuruh buang air kecil sebelum pemeriksaan dimulai.
6. Kadar ureum dan kreatinin harus berada dalam keadan normal.
4. Prosedur Radiografi Intra Vena Pyelografi.10
a. Foto polos abdomen.
Foto polos abdomen adalah pemotretan abdomen yang dibuat
sebelum dilakukan penyuntikan medis kontras. Tujuan dibuatnya foto
polos abdomen adalah :
1. Untuk melihat persiapan penderita.
2. Untuk menentukan faktor eksposi.
3. Untuk mengetahui ketepatan posisi pasien.
4. Untuk menilai organ-organ yang ada dalam abdomen secara
keseluruhan.
Adapun teknik pemotretannya sebagai berikut
Posisi Pasien : Pasien tidur terlentang diatas meja pemeriksaan
dengan kedua lengan di samping tubuh.
Posisi Obyek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada
ditengah meja pemeriksaan.
Kaset : Ukuran kaset 30X40 cm diatur membujur sejajar dengan
tubuh dengan batas atas kaset pada proccesus xypoideus dan
batas bawah kaset pada sympisis pubis.
Arah Sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Titik Pusat : Pada Mid sagital Plane setinggi pertengahan garis
yang menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri.
FFD : 100 cm
Eksposi : dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
17

Kriteria : Dapat menampakan organ abdomen secara
keseluruhan, tidak tampak pergerakan tubuh, kedua crista iliaka
simetris kanan dan kiri, gambaran vertebrae lumbal berada
dipertengahan radiograf.
Gambar 7
Posisi pasien dan kriteria plain foto
5. Tes Sensitifitas.10
Tes sensitifitas adalah suatu uji kepekaan tubuh terhadap media
kontras. Tes ini dilakukan dengan cara memasukan media kontras ke
dalam tubuh pasien. Tujuan tes ini dilakukan untuk mengetahui reaksi
tubuh pasien terhadap media kontras. Secara umum ada beberapa cara
dalam melakukan tes sensitifitas :
a. Skin Test.
Memasukkan media kontras beberapa cc dibawah kulit secara
sub kutan kemudian ditunggu beberapa menit, jika timbul benjolan
merah berarti pasien sensitive terhadap media kontras.
b. Test Langsung.
Memasukkan media kontras 2 cc melalui intra vena. Pada
pasien yang tidak tahan terhadap media kontras dapat terjadi reaksi
mayor atau minor. Reaksi minor ditunjukkan dengan gejala–gejala
seperti : mual, gatal, mata menjadi merah, sesak nafas, muka menjadi
18

sembab. Reaksi mayor dapat ditunjukkan dengan gejala–gejala seperti:
kolaps pembuluh darah tepi, kejang, dan denyut jantung berhenti
keadaan ini diikuti dengan badan terasa dingin.
6. Teknik Pemasukan Media Kontras.10
Teknik pemasukan media kontras ke dalam tubuh pasien dapat
dilakukan dengan 2 cara :
a. Secara Bolus Injeection.
Yaitu penyuntikan yang dilakukan dengan manual yaitu
menggunakan spuit. Kecepatan dari mendorong spuit pada saat
penyuntikan dapat dikontrol melalui :
Besarnya jarum suntik
Jumlah bahan kontras yang disuntikkan
Kekentalan bahan kontras
Kestabilan dari vena
Kekuatan seseorang untuk mendorong spuit
b. Secara Drip Infus
Metode drip infuse dilakukan pada penggunaan bahan kontras yang
jumlahnya banyak dan waktu pemasukannya cukup lama. Pemasukan
bahan kontras baisanya dilakukan melalui drip infuse yang telah
terpasang dengan kateter yang telah terpasang pada pembuluh darah
vena.
7. Prosedur pemeriksaan 10
a. Foto 5 menit Setelah pemasukan media kontras
Adalah pemotretan yang dilakukan 5 menit setelah penyuntikan
media kontras. Tujuan dari pemotretan ini adalah untuk melihat
fungsi kedua ginjal dalam menyerap dan mensekresikan media
kontras.
Posisi Pasien : Pasien tidur terlentang diatas meja pemeriksaan
dengan kedua lengan di samping tubuh.
19

Posisi Obyek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada
ditengah meja pemeriksaan.
Kaset : Ukuran kaset 24X30 cm diatur melintang dengan tubuh
dengan batas atas kaset pada proccesus xypoideus dan batas
bawah kaset pada crista iliaka.
Arah Sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Titik Pusat : Pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi 10 cm diatas
crista Iliaka.
FFD : 100 cm
Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
Kriteria : Dapat menampakan kedua kontur ginjal yang terisi
media kontras.
Gambar 8. Foto 5 menit post injeksi (kiri) dan Foto IVU pada menit ke
5, tampak bayangan radioopak pada ginjal sebelah kiri (kanan).11,14
b. Foto 15 menit setelah pemasukan media kontras
Tujuan foto 15 menit ini adalah untuk melihat pengisian media
kontras pada ureter.
Posisi Pasien : Pasien tidur terlentang diatas meja pemeriksaan
dengan kedua lengan di samping tubuh.
Posisi Obyek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada
ditengah meja pemeriksaan.
20

Kaset : Ukuran kaset 30X40 cm diatur melintang dengan tubuh
dengan batas atas kaset pada proccesus xypoideus dan batas
bawah kaset pada sympisis pubis .
Arah Sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Titik Pusat : Pada Mid sagital Plane setinggi pertengahan garis
yang menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri.
FFD : 100 cm
Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
Kriteria : Dapat menampakan media kontras mengisi kedua ureter
Gambar 9. Foto 15 menit post injeksi (kiri) dan Foto IVU menit ke 15,
tampak cairan kontras telah memenuhi ureter sebelah kanan, sementara pada
ureter sebelah kiri tidak (kanan)11,14
c. Foto 30 menit setelah pemasukan media kontras.
Tujuan pemotretan ini adalah untuk melihat pengisian ureter dan
kandung kencing. Adapun teknik pemeriksaanya adalah sebagai
berikut :
Posisi Pasien : Pasien tidur terlentang diatas meja pemeriksaan
dengan kedua lengan di samping tubuh.
Posisi Obyek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada
ditengah meja pemeriksaan.
21

Kaset : Ukuran kaset 30X40 cm diatur melintang dengan tubuh
dengan batas atas kaset pada proccesus xypoideus dan batas bawah
kaset pada sympisis pubis .
Arah Sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Titik Pusat : Pada Mid sagital Plane setinggi pertengahan garis
yang menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri.
FFD : 100 cm
Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
Kriteria : Tampak batas atas vertebrae thorakal XII, batas bawah
sympisis pubis terlihat jelas dalam foto. Tampak media kontras
mengisi penuh kandung kencing.
Gambar 10. Foto 30 menit post injeksi (kiri) Foto IVU pada menit ke 30,
tampak cairan kontras telah sampai ke buli-buli, terdapat bayangan radioopaq
pada ginjal sebelah kiri (kanan)11,14
d. Foto Post Miksi.
Adalah pemotretan yang dilakukan apabila kandung kemih telah
terisi penuh dan setelah pasien buang air kecil terlebih dahulu. Tujuan
dari pemotretan adalah untuk melihat kemampuan kontraksi kandung
kemih setelah media kontras dikeluarkan.
Posisi Pasien : Pasien tidur terlentang diatas meja pemeriksaan
dengan kedua lengan di samping tubuh.
Posisi Obyek : Atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada
ditengah meja pemeriksaan.
22

Kaset : Ukuran kaset 30X40 cm diatur melintang dengan tubuh
dengan batas atas kaset pada proccesus xypoideus dan batas bawah
kaset pada sympisis pubis .
Arah Sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
Titik Pusat : Pada Mid sagital Plane setinggi pertengahan garis
yang menghubungkan crista iliaca kanan dan kiri.
FFD : 100 cm
Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
Kriteria : Tampak batas atas vertebrae thorakal XII, batas bawah
sympisis pubis terlihat dengan jelas dalam foto.
Gambar 11. Foto post miksi
Gambaran Radologi BPH :
Gambar 12. kandung kemih dari foto IVU menunjukkan pembesaran prostat ditandai
indentasi caudal. Beberapa trabeculation dari dinding kandung kemih juga terlihat 12
23

Gambar 13. foto ivp peninggian kandung kemih pada laki-laki usia 70 tahun pasien bph
dan tampak “fish hook” ureter13
Gambar14.Pasien dengan pembesaran kelenjar prostat. (A) IVU : kelenjar prostat
membesar (p) dan mengangkat kandung kemih dan menyebabkan J-hooking dan (B)
bidang koronal T2-weighted MRI : visualisasi dari prostat (p) yang mengangkat
kandung kemih.14
Efek samping11
Komplikasi akibat pemakaian media kontras dan penangannya
1. Komplikasi ringan seperti rasa panas, bersin-bersin, mual dan rasa gatal
2. Komplikasi sedang seperti urtikaria, kulit kemerahan, muntah-muntah,
sesak napas dan hipotensi.
24

3. Komplikasi berat seperti edema laring, thrombosis pembuluh darah, henti
jantung hingga kematian
Penanganan komplikasi ringan kadang tidak memerlukan pengobatan
tetapi apabila sangat progresif dapat diperlukan antihistamin, sedangkan
penanganan komplikasi berat dapat diberikan antihistamin, kortikosteroid
ataupun terapi simptomatis sesuai gejala yang muncul. Pada kasus komplikasi
berat maka diperlukan tindakan resusitasi sesuai gejala yang ada.
b. Sistograf retrograde 11
Dengan memasukkan kontras kedalam buli-buli melalui urethra atau
kateter dalam urethra.Bahan kontras yang dipakai adalah larutan aqua sodium
yodida 5% atau salah satu dari berbagai macam yodida organic. Jumlah dosis
200-250
Gambar15.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat
Hiperplasia15
c. Ultrasonography (USG)16
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVU
misalnya pada wanita hamil dan orang dengan alergi terhadap kontras.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu diginjal dan buli-buli (yang
ditujukan sebagai echoicshadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan
ginjal.
25

Batu ginjal umumnya ditemukan pada pemeriksaan ultrasound, penemuan
batu tersebut kadang ditemukan secara tidak sengaja pada pasien yang
asimptomatik dimana hanya mengeluhkan nyeri kolik pada pinggang atau
obstruksi total dan atau sebagian traktus urinarius ipsilateral.
Gambar 16.hiperplasia nodular jinak : kelenjar prostat (P) dengan pembesaran bagian
intravesical (panah) yang mendorog kandung kemih (B).14
Differential Diagnosis
1. Divertikulum Kandung Kemih
Terbentuknya kantung mukosa yang keluar dari otot kandung kemih akan
menimbulkan terbentuknya divertikulum kandung kemih. Divertikulum ini
mungkin :
a. Sekunder akibat obstruksi saluran kemih dri bagian bawah atau istabilitas
kandung kemih
b. Berhubungan dengan kandung kemih neurogenik
c. Congenital
Pada pria, penyebab tersering pembentukan divertikula adalah akibat
peningkatan tekanan intra vesika disertai hipertfori otot detrusor atau akibat
obstruksi yag terjadi sekunder akibat pembesaran prostat. Divertikula ini
dapat multiple dan memiliki ukuran yang bervariasi, dengan beberapa
mencapai proporsi yang sangat besar. Pada pemeriksaan IVU Terlihat sebagai
penonjolan kelar dari dinding kandung kemih17
26

Gambar 17. Sistogram, yang memperlihatkan Divertikulim Kandung kemih kirii Yang
berukuran besar (tanda panah A) dengan divertikulum yang lebih kecil pada sisi kanan
(tanda panah B)17
2. Karsinoma prostat18
Merupakan salah satu tumor ganas yang sering ditemukan pada pria.
Kejadian penyakit ini umumnya pada usia 50 tahun keatas, dari hasil
pemeriksaan patologik terdapat specimen operasi hipertrofi proastat jinak, 5-
20% terdeteksi karsinoma prostat, pada pria usia 80 tahun 50% lebih potongan
kelenjar prostatnya memiliki karsinoma mikroskopik.
Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui, mungkin berkaitan dengan factor berikut:
a. Kelainan hormonal
b. Etnis dan hereditas
c. Diet : tinggi lemak
d. Lingkungan
Patologi
Sebagian kecil ditemukan di dalam jaringan hipertrofijinak prostat.
Sel Kanker tersusun seperti kelenjar tak beraturan. Metastasis karsinoma
prostat terutama melalui limfatik perineural ke kelanjar limfe posterior
buli-buli, sacrum, iliaka interna dan eksterna, lumbal, lalu bermetastasis
jauh.
Manifestasi klinis
27

a. Pada stadium dini umumnya tanpa manifestasi khas, stadium jauh
timbul gejala sesuai daerah terkena
b. Tipe samar : tumor kecil, tidak timbul obstruksi dan gejala klinis,
karena timbul lesi metastatic
c. Tipe laten : pada pemeriksaan histopatologik
Diagnosis
a. Colok dubur : teraba tumor berkonsistensi sekeras batu, nodular
b. USG : memiliki akurasi lebih tinggi, dengan gambaran khas berupa
nodul hipoechoic di area prostat
c. Biopsy pungsi : dipadukan dengan USG menghasilkan positivitas
tinggi, penting untuk mendiagnosis karsinoma prostat
d. Petanda tumor spesifik prostat (PSA)
e. Pemeriksaan pencitraan : film sinar X dan radiositop dapat
menemukan lesi metastatic system tulang; CT dan MRI berguna
untuk menentukan stadium
Terapi
Terapi karsinoma prostat harus berdasarka stadium, usia dan
kondisi umum pasien. Metode terapi regular mencakup terapi penantian,
prostatektomi radikal, terapi hormonal, radioterapi, kemoterapi, dll.
Prognosis
Untuk stadium A berdiferensiasi baik, tanpa metastasis. Pasien
stadium B20-25% metastasis ke kelenjar limfe. Stadium C dan D terapi
estrogen kastrasi efektifitas sekitar 60-80%.
3. Striktur Urethra17
Striktur pada urethra dapat diperlihatkan baik melalui penyuntikan
kontras secara retrograf kedalam meatus (uretrogram anterior) atau melalui
pemasukan kontras melalui kedalam kandung kemih kemih, kemudian
dilakukan pengambilan film saat pasien berkemih (uretrogram desenden ).
Striktur dapat menimbulkan gejala pancaran urin yang lemah dan obstruksi
aliran urin.
Penyebab :
28

Pascatrauma : akibat pemasangan instrument, kateter, atau trauma
eksternal. Striktur paling banyak terdapat pada sambungan penoskrotal
atau uretra bagian penis proksimal. Trauma pada selangkangan akan
menekan uretra melawan simpis pubis dengan kemungkinan terjadinya
rupture, sehingga penting untuk melakukan uretrografi sebelum memasang
kateter. Kateter suprapubik merupakan pilihan yang lebih disukai pada
keadaan ini.
Peradangan : biasanya terjadi pada uretra anterior, sering disebabkan
oleh infeksi gonorhoea, tuberculosis, atau uretritis nonspesifik
Neoplasia : terjadi akibat infiltrasi keganasan, namun jarang.
Gambar 17.A. Gambar Uretrogram normal: penyempitan pada uretra bagian posterior
dan uretra prostatika adalah norma, B. Gambar Uretrogram: Striktur multipel pada uretra
anterior (tanda panah)17
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis meliputi penggunaan blocker alfa adrenergic
seperti prazosin ( yang merelaksasikan otot polos prostat dan leher kandung
kemih atau finasterid ( suatu inhibitor 5 alfa reduktase )yang menghambat
konversi testoteron menjadi metabolit aktifnya, dihidrotestoteron, sehingga
mengurangi hipertrofi prostat ). Seringkali diperlukan tindakan pembedahan untuk
memperbaiki aliran urin dan tindakan reseksi prostat transuretra ( transurethral
resection of the prostat {TURP} ) dilakukan dengan endoskopi. 19
Komplikasi
29
BA

Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita BPH yang
dibiarkantanpa pengobatan adalah pertama, trabekulasi, yaitu terjadi penebalan
serat-seratdetrusor akibat tekanan intra vesika yang selalu tinggi akibat
obstruksi.Kedua, sakulasi, yaitu mukosa buli-buli menerobos di antara serat-
seratdetrusor. Ketiga, divertikel, bila sakulasi menjadi besar.6
Komplikasi lain adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapatsisa
urin setelah buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra
vesika yang selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi
hidroureter dan hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.6
2.3. VESICOLITH
30

Definisi
Penyebab batu buli-buli utama adalah obstruksi dan infeksi. Kebanyakan
adalah radioopak dan dengan mudah dilihat pada foto polos abdomen. Batu lain
yang mengandung sedikit kalsium, pada foto polos kelihatan samr-samar.
Pemeriksaan sistografi dengan udara atau dengan kontras opak dapat dilihat garis
lingkar batu radiolusen. 11
Proses pembentukan urin: 16
1. Penyaringan(filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang
terjadi di kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori
(podosit), tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomerulus
mempermudah proses penyaringan.Selain penyaringan, di glomelurus juga
terjadi penyerapan kembali sel-sel darah, keeping darah, dan sebagian
besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam plasma
darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat
dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil
penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerolus atau urin primer,
mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam
lainnya.Ginjal berperan dalam proses pembentukan urin yang terjadi
melalui serangkaian proses, yaitu: penyaringan, penyerapan kembali dan
augmentasi.
2. Reabsobsi (penyerapan kembali)
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan
diserap kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus
kontortus distal terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea.Meresapnya zat
pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui
peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis.Penyerapan air
terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal. Substansi yang masih
diperlukan seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Zat
amonia, obat-obatan seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan lain
pada filtrat dikeluarkan bersama urin.Setelah terjadi reabsorbsi maka
31

tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan
tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa
metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya urea.
3. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang
mulai terjadi di tubulus kontortus distal.Dari tubulus-tububulus ginjal, urin
akan menuju rongga ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui
saluran ginjal. Jika kantong kemih telah penuh terisi urin, dinding kantong
kemih akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Urin akan
keluar melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretra
adalah air, garam, urea dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu
yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.
Etiopatogenesis
Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak faktor
yang dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh
terhadap pembentukan BSK yaitu: 16
1. Teori Fisiko Kimiawi
Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena adanya proses kimia, fisika
maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa terjadinya
batu sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu di saluran kemih.
2. Teori Vaskuler
Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar kolesterol darah
yang tinggi, maka Stoller mengajukan teori vaskuler untuk terjadinya BSK, yaitu:
a. Hipertensi
Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan pada
orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal sebanyak
52%.Hal ini disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok 180 Q dan
aliran darah berubah dari aliran lamine r menjadi turbulensi. Pada penderita
hipertensi aliran turbelen tersebut berakibat terjadinya pengendapan ion-ion
kalsium papilla (Ranall’s plaque) disebut juga perkapuran ginjal yang dapat
berubah menjadi batu.
32

b. Kolesterol
Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui
glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran kolesterol
tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium
fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (teori epitaksi).
Factor risiko penyebab batu 20
1. Hiperkalsiuria
Kelainan ini dapat menyebabkan hematuri tanpa ditemukan pembentukan
batu. Penigkatan eksresi kalsium dalam air kemih dengan tanpa atau factor
risiko lainnnya, ditemukan pada setengah dari pembentuk batu kalsium
idiopatik.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan sekresi inhibitor pembentukan Kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya batu
ginjal. Masukan protein merupakan salah satu factor utama yang dapat
membatasi eksresi sitrat.
3. Hiperurikosuria
Merupakan suatu peninngkatan asam urat air kemih yang dapat memacu
pembentukan batu kalsium, minimal sebagian oleh Kristal asam urat
dengan membentuk nidus unntuk prepitasi kalsium oksalat atau kalsium
fosfat.
4. Penurunan jumlah air kemih
Biasanya disebabkan oleh karena masukan cairan yang sedikit.
Selanjutnya menimbulkan batu dengan peningkatan reaktan dan
pengurangan aliran air kemih.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuma soft drink lebih 1 liter perminggu menyebabkan pengasaman
sengan asam fosfor dapat meningkatkan risiko penyakit batu. Kejadian ini
tidak jelas, tai sedikit beban asam dapat meningkatkan eksresi kalsium dan
eksresi asam urat dalam air kemih serta mengurangi kadar sitrat air kemih.
6. Hiperoksaluria
33

Merupakan kenaikan eksresi oksalat di atas normal, dengan nilai normal :
<45 mg/hari (0,5mmol/hari)
7. Ginjal spongiosa medulla
Meningkatkan batu kalsium pada kelainan ginjal spongiosa, medulla
terutama pasien deengan predisposisi factor metabolic hiperkalsiuri dan
hiperurikosuria.
8. Batu kalsium fosfat dan asidosis tubulus ginjal tipe 1
Factor risiko batu kalsium fosfat pada umumnya berselubungan dengan
dengan factor risiko yang sama seperti batu kalsium oksalat
9. Factor diet
a. Suplementasi vitamin dapat meningkatkan absorbs kalsium dan eksresi
kalsium
b. Masukan kalsium tinggi dianggap tidak penting karena hanya
diabsorbsi sekitar 6 persen dari kelebihan kalsium yang bebas dari
oksalat intestinal. Kenaikan kalsium air kemih ini terjadi penurunan
absorbsi oksalat dan penurunan eksresi air kemih.
Klasifikasi Batu Saluran Kemih
1. Berdasarkan jenis batu 21
Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih
dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk
mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam
urat oksalat, dan sistin.
a. Batu Kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu
sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di
jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran,
misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran
dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait
dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat
dari dehidrasi.
b. Batu asam urat
34

Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat.Pasien
biasanya berusia > 60 tahun.Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam
urat.Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai
ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa).Batu asam urat
ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak
90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman yang termasuk
pemecah urea di antaranya adalah :Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-
20% pada penderita BSK Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki.Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya
konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7.Pada batu struvit volume air
kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan
menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d. Batu sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan
ginjal.Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi
kejadian 1-2%.Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine
berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi.Disebabkan faktor
keturunan dan pH urine yang asam
Gambaran Klinis20
Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada
adanya obstruksi, infeksi, dan edema.Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi
obstruksi yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik
dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.Infeksi biasanya disertai gejala
demam, menggigil, dan dysuria. Namun, beberapa batu jika ada gejala tetapi
hanya sedikit dan secara perlahan akan merusak unit fungsional (nefron) ginjal,
dan gejala lainnya adalah nyeri yang luar biasa ( kolik).
Penegakkan diagnosis batu saluran kemih20
35

1. Riwayat penyakit batu (jenis kelamin, usia, pekerjaan, hubungan
keadaan penyakit, infeksi dan penggunaan obat-obatan. Riwayat
keluarga yang menderita batu saluran kemih, pencegahan, pengobatan
yang telah dilakukan, cara pengambilan batu, analisis jenis batu, ddan
situasi batunya).
2. Gambaran batu saluran kemih dilakuukan pemeriksaan
a. Ultrasonografi
Gambar 18.Batu buli akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif
untuk melihat batu yang radiopaque atau radiolucent.
Menunjukkan ukuran, bentuk dan posisi batu
Pemeriksaan ini diperlukan pada perempuan hamil dan pasien
yang alergi kontras radiologi
Dapat diketahui adanya batu radiolusen dan dilatasi system
kolektikus
b. Pemeriksaan radiografi
36

Foto abdomen biasa
Gambar 19.batu kandung kemih berukuran besar berlapis dan opak17
Dapat menunjukkan ukuran, bentuk dan posisi
Membedakan batu kalsifikasi
Densitas tinggi : kalsium oksalat dan kalsium fosfat
Densitas rendah : struvit, sistin dan campuran keduanya
Indikasi dilakukan uji kualitatif sistin pada pasien muda.
c. Urogram
Deteksi batu radiolusen sebagai defek pengisian (filling) (batu
asam urat, xantin,2,8-dihidroksiadenin ammonium urat)
Menunjukkan lokasi batu dalam system kolektikus
Menunjukkan kelainan anatomis
d. Ct-scan helical dan kontras
Investigasi biokimiawi
Pemeriksaan laboratorium rutin, sampel dan air kemih.pH, BJ
air kemih serta kultur kuman
Differensial diagnosis
Diagnosis differensial batu buli-buli adalah perkapuran kelenjar, fekalit,
kalsifikasi fibroid dalam uterus, batu prostat den vesika seminalis. Untuk
membedakan batu buli-buli dengan fekalit dibuat foto obliq barium enema.11
37

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan :21
a. Mengatasi gejala, batu saluran kemih dapat menimbulkan keadaan darurat
bila batu turun dalam system kolektikus dan dapat menyebabkan kelainan
kolik ginjal atau infeksi saluran kemih.
b. Pengambilan batu
Batu dapat keluar spontan berdasarkan ukuran, bentuk dan posisi batu
akan keluar spontan atau harus diambil
Pengambilan batu : gelombang kejutan litotrips ekstrakorporeal,
percutaneus nerfrolitomi atau cara lain, pembedahan.
Pencegahan21
a. Menurunkan konsentrasi reaktan ( kalsium dan oksalat )
b. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentukan batu
c. Pengaturan diet
d. Pemberian obat ( untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat,
disesuaikan kelainan metabolic yang ada ).
a) Hiperkalsiuria idiopatik, diberikan diuretic tiazid seperti
hidroklortiazid perhari 25-50 mg
b) Pemberian Fosfat netral ( seperti pirofosfat )
c) Hiperurikosria, diberikan allopurinol 100-300 mg/hari
d) Hipositraturia diberikan kalium sitrat
e) Hiperoksaluria diberikan banyak masukkan cairan, kalsium sitrat,
kalsium bikarbonat oral 1-4 gr/hari
f) Batu kalsium fosfat, seperti pada pasien kalsium oksalat diberikan
kalium itrat.
III. DISKUSI
3.1 Resume Klinis
Seorang pria 72 tahun datang ke bagian bedah urologi RS. Wahidin
Sudirohusodo Makassar dengan keluhan utama susah buang air kecil dialami
sejak kurang lebih 2 bulan terakhir dan mulai memberat 1 bulan terakhir.
38

Awalnya pasien mengeluh kencing dengan pancaran dan caliber yang memendek
dan mengecil kadang disertai dengan kencing yang bercabang.Biasanya buang air
kecil harus menunggu beberapa saat untuk memulai dan kadang disertai dengan
mengedan.Pasien juga mengeluh bangun pada malam hari untuk berkemih,
biasanya 4-5 kali dalam semalam.Pada saat akhir berkemih sering menetes.Ada
riwayat buang air kecil (BAK) yang tidak lancar sejak 2 bulan yang lalu dan tidak
ada nyeri saat buang air kecil (BAK) tersebut.Riwayat alergi makanan tidak
ada.Tidak ada riwayat operasi sebelumnya.Riwayat pengobatan telah
mengkonsumsi obat Allupurinol 100mg per hari sehari sebelumnya.Pada
pemeriksaan fisis terdapat nyeri ketok pada costovertebra sinistra. Riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga disangkal. Pada hasil pemeriksaan foto polos
abdomen didapatkan kesan tidak tampak bayangan batu radioopaq pada foto polos
abdomen ini, adanya batu radiolusen belum dapat disingkirkandan foto IVU
ditemukan fungsi kedua ginjal baik, sesuai hipertrofi prostat, vesicolith dan
cystitis
3.2 Pembahasan
Dari anamnesis dengan keluhan utama susah buang air kecil dialami sejak
kurang lebih 2 bulan terakhir dan mulai memberat 1 bulan terakhir. Awalnya
pasien mengeluh kencing dengan pancaran dan caliber yang memendek dan
mengecil kadang disertai dengan kencing yang bercabang.Biasanya buang air
kecil harus menunggu beberapa saat untuk memulai dan kadang disertai dengan
mengedan.Pasien juga mengeluh bangun pada malam hari untuk berkemih,
biasanya 4-5 kali dalam semalam.Pada saat akhir berkemih sering menetes
merupakan gejala dari BPH hal ini terjadi karena pembesaran dari prostat dimana
menyebabkan air urin tidak bisa keluar dengan lancar karena prostat menekan
ureter.
Untuk mendiagnosis BPH dilakukan pemeriksaan penunjang berupa USG
abdomen, BNO/IVP, dan pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan
tersebut.Hasil pada foto BNO didapatkan kesan tidak tampak bayangan batu
radioopaq pada foto polos abdomen ini, adanya batu radiolusen belum dapat
39

disingkirkan.IVP ditemukan fungsi kedua ginjal baik, sesuai hipertrofi prostat,
vesicolith dan cystitis
Dari hasil pemeriksaan yang didapatkan kemungkinan batu yang ada pada
saluran kencing tuan A adalah batu urat atau xanthine yang bersifat radiolusen dan
paling sering dijumpai diantara batu jenis lain.Pasien ini direncanakan ESWL
(Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) untuk memecahkan batu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Putz Reinhard, Pabst Reinhard. Atlas Anatomi Manusia Sobotta 22nd V2. P
190
2. Swartz Mark H. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta. EGC. 1995 V1. P266
40

3. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke system. EGC.2001, 2nd
Edition. P499-500, 705
4. Waugh, Anne et all. Anatomy And Physilogy In Health And Illness 9 thSpain:
Churchill Livingstone. 2004 p.339-358
5. Junqueira Luiz Carlos, Carneiro Jose. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10 th
edition p385-386, 428-430,
6. Amalia Rizki. TesisFaktor-Faktor Risiko Terjadinya PembesaranProstat Jinak.
Studi Kasus Di Rs Dr. Kariadi, Rs Roemani Dan Rsi Sultan Agung. Semarang
2008
7. Grace Prace A, Borley Neil R. At a Galance Ilmu Bedah. Erlangga. 2007. 3 rd
Edition. P169
8. Kidingallo Yusuf, dkk. Kesesuaian Ultrasonografi Transabdominal Dan
Transrektal Pada Penentuan Karakteristik Pembesaran Prostat. Diakses
tanggal 2010
9. Amalia Rizki. Tesis Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat
Jinak. Studi Kasus Di Rs Dr. Kariadi, Rs Roemani Dan Rsi Sultan Agung.
Semarang 2010
10. Kurnianto, Fransiscus Henrik Trias. Teknik Pemeriksaan Radiografi Intra
Vena Pyelografi Dengan Diagnosa Suspect Batu Ren Dextra Di Instalasi
Radiologi Rsup Dr Kariadi, Semarang. 2012
11. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnosis. FK UI, Jakarta. 2010. 2th Edition. P 283-
286, 303-304, 615
12. Sutton, David. Textbook Of Radiology And Imaging 7th Edition. London:
Churchill Livingstone. 2003. Vol2. p 1005
13. World Journal of Urology . 2011 Apr; 29(2): 199–204. Published online 2010
Nov 16.
14. Grainger and Allisons. Diagnostic Radiology. China. Elsevier. 2008. Hal 825-
828
15. Triwibowo Cahya Daris. Benign prostat hyperplasia (BPH). Universitas
muhammadiyah semarang. April 2013.
41

16. Purnomo Basuki B, Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Malang : Sagung Seto,
2011. p 84-98.
17. Patel Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Erlangga Medical Series. Edisi
kedua. Bab 6. P 183
18. Desen, Wan. Karsinoma prostat. Buku ajar onkologi klinis. Fk UI. 2011. 2nd
edition. P 473-476
19. Davey Patrick. Penatalaksanaan hypertrophy prostat jinak. At glance
medicine, erlangga medical series p.133.
20. Sudoyo, Aru W, dkk. Batu Salukan Kemih. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.internal publishing pusat penerbitan ilmu penyakit dalam diponegoro
71 jakarta pusat. .2009, 5 Edition. P 499-500, P 1026-1031.
21. Corwin J Elizabeth, Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi Ketiga, Jakarta :
EGC, 2009. p 715-716
42