akuntabilitas dalam perspektif islam: solusi masalah

19
AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH KORUPSI DI INDONESIA Dwiyani Sudaryanti STJEASIA, Jl. Soekamo Hatta Rembuksari 1A, Malang e-mail: [email protected] Abstrak: Akuntabilitas dal am Perspektif Islam: Solusi Masalah Korupsi di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk mengajukan akuntabilitas dalam perspektif Islam sebagai solusi altematif untuk mengatasi masalah korupsi. Akuntabilitas Islam memiliki landasan ontologis yang sama sekali berbeda dari akuntabilitas yang sekarang ada. Karakteristik akuntabilitas Islam diturunkan dari konsep tauhid dan konsep kepemilikan dalam Islam. Berdasarkan dua konsep tersebut, diturunkan cara pandang terhadap pelaksaanaan tanggung jawab, yang dijabarkan dalam aspek niat, motivasi bekeija, dan reorientasi hasil keija. Persepsi yang berbeda ini mengarahkan seseorang untuk tidak melakukan korupsi. Abstract: Accountability in Islamic PerspectiveiSohition to Cor¬ ruption Problemin Indonesia. This article aims to propose account¬ ability in Islamic perspective as an alternative solution to corruption. Islamic accountability has ontological foundation that is very much dif¬ ferent to the present accountability. Islamic accountability characteris¬ tic is derived from tauhid and ownership concept. Based on these two concepts, perspectives on responsibility, that is described in inten¬ tional, motivational and work reorientational concept are broken down. This different perception would direct individuals not to commit cor ruption. Kata Kunci: akuntabilitas, Islam, tauhid, korupsi Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya, baik sumber daya alam maupun sumberdaya manusia. Namun sayangnya banyak terjadi penyimpangan dalam pengelolaan sumberdaya tersebut.Salah satu bentuk penyimpangan tersebut adalah korupsi. Bukti banyaknya korupsi di Indonesia bisa dilihat dari Index Corruption Watch tahun 2010, yang menganugerahi Indonesia di peringkat 110 dari total 178 negara yang dinilai, dengan skor nilai 2,8 dari kisaran kekuatan pengawasan 0 (sangat lemah) hingga 10 (sangat kuat). Kondisi ini adalah jika Indonesia dilihat dari luar, dunia intemasional.Jika dilihat dari dalam, Indonesia adalah supermarket berbagai jenis korupsi.Dari yang paling ringan, pembuatan KTP, hingga yang paling akut, penggelapan pajak (kasus Gayus).Penegak keadilan, yaitu jaksa, hakim, pengacara, polisi, justru ikut beramai-ramai menikmati hasil korupsi (kasus Cyrus Sinaga). 58

Upload: others

Post on 20-May-2022

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM:SOLUSI MASALAH KORUPSI DI INDONESIA

Dwiyani Sudaryanti

STJEASIA, Jl. Soekamo Hatta Rembuksari 1A, Malange-mail: [email protected]

Abstrak: Akuntabilitas dalam Perspektif Islam: Solusi MasalahKorupsi di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk mengajukanakuntabilitas dalam perspektif Islam sebagai solusi altematif untukmengatasi masalah korupsi. Akuntabilitas Islam memiliki landasanontologis yangsama sekali berbeda dari akuntabilitas yangsekarangada. Karakteristik akuntabilitas Islam diturunkan dari konseptauhid dan konsep kepemilikan dalam Islam. Berdasarkan duakonsep tersebut, diturunkan cara pandang terhadap pelaksaanaantanggungjawab, yangdijabarkan dalamaspek niat, motivasi bekeija,dan reorientasi hasil keija. Persepsi yang berbeda ini mengarahkanseseorang untuk tidak melakukan korupsi.

Abstract: Accountability in Islamic PerspectiveiSohitionto Cor¬ruptionProblemin Indonesia. This article aims to propose account¬ability in Islamic perspective as an alternative solution to corruption.Islamicaccountability has ontological foundationthat is very muchdif¬ferent to the present accountability. Islamicaccountability characteris¬tic is derived from tauhid and ownership concept. Based onthese twoconcepts, perspectives on responsibility, that is described in inten¬tional, motivational and work reorientational concept are broken down.This different perception would direct individuals not to commit corruption.

Kata Kunci: akuntabilitas, Islam, tauhid, korupsi

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Namun sayangnya banyakterjadi penyimpangan dalam pengelolaan sumberdaya tersebut.Salahsatu bentuk penyimpangan tersebut adalah korupsi. Bukti banyaknyakorupsi di Indonesia bisa dilihat dari Index Corruption Watch tahun2010, yang menganugerahi Indonesia di peringkat 110 dari total 178negara yang dinilai, dengan skor nilai 2,8 dari kisaran kekuatanpengawasan 0 (sangat lemah) hingga 10 (sangat kuat). Kondisi iniadalah jika Indonesia dilihat dari luar, dunia intemasional.Jika dilihatdari dalam, Indonesia adalah supermarket berbagai jenis korupsi.Dariyang paling ringan, pembuatan KTP, hingga yang paling akut,penggelapan pajak (kasus Gayus).Penegak keadilan, yaitu jaksa,hakim, pengacara, polisi, justru ikut beramai-ramai menikmati hasilkorupsi (kasus Cyrus Sinaga).

58

Page 2: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Sudaryanti, Akuntabilitas dalam Perspektif Islam: Solusi Masalah Korupsi....

Sebenamya, pemerintah Indonesia bukannya tanpa usaha untukmemerangi korupsi.Dibentuknya KPKmerupakan bukti bahwa secaraorganisasional, pemerintah sudah mengupayakan itu. Telah dibentukinstitusi yang diharapkan memadai untuk memerangi atausetidaknya mengurangi korupsi.Namun rupanya hasilnya belummaksimal. Masih diperlukan upaya lain dari yang sudah dilakukan,untuk memerangi korupsi dari akarnya.

Salah satu mekanisme yang banyak digunakan untukmemerangi korupsi adalah melalui mekanisme akuntabilitas.Sudahmenjadi pemahaman umum dalam konsep good governance bahwaakuntabilitas merupakan aspek penting dalam upaya melawankorupsi.Namun demikian, dalam praktiknya, akuntabilitas yang telahditerapkan rupanya belum dapat menyelesaikan masalah korupsihingga ke akarnya. Perlu mekanisme akuntabilitas lain yang bisamenuntaskan korupsi hingga ke akarnya.

Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan solusialternatiflain dalam menghadapi korupsi di Indonesia, yaituakuntabilitas Islam. Akuntabilitas Islam memiliki dasar ontologi yangberbeda dari akuntabilias yang sekarang berlaku, sehinggadiharapkan akan mampu memberi jalan keluar yang lebih baik dalammenuntaskan masalah korupsi. Dasar ontology yang berbeda inimemungkinkan akuntabilitas Islam menuntaskan korupsi hingga keakaranya.

Tulisan ini dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu pembahasanmengenai akuntabilitas, mengenai korupsi dan terakhir korupsi dalamakuntabilitas Islam. Tulisan bagian pertama diawali dengan penyajiankonsep akuntabilitas dalam perspektif barat (umum), yangdilanjutkandengan pendapat penulis terhadap perspektif tersebut. Berdasarkanpendapat tersebut, penulis menyajikan perbedaan ontologis antaraperspektif barat dan perspektif Islam.Setelah itu, disajikanakuntabilitas dalam perspektif Islam.

Bagian kedua dibahas tentang korupsi dan peran akuntabilitasdalam mengatasi terjadinya korupsi. Bagian akhir ditutup denganpenjelasan bagaimana akuntabilitas Islam mengatasi sumberpermasalahan yang memicu timbulnya korupsi. Penutup dari tulisanadalah kesimpulan atas pembahasan yang telah dipaparkan.

Jika dilihat asal katanya, akuntabilitas merupakan serapan darikata dalam bahasa Inggris “accountability”. Sedangkan kata account¬ability dalam kamus Webster’s Unabridged Dictionary adalah

“The state of being accountable; liability to be called on to renderanaccount; the obligation to bear the consequences for failure to performas expected”

59

Page 3: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Tera Ilmu Akuntansi, Vol. 10 No. 1, Maret 2011

Jadi, pengertian akuntabilitas menurut kamus adalah dalamkeadaan mampu memberikan pertanggungjawaban, yaitu mampumemenuhi kewajiban untuk menanggung konsekuensi darikegagalan karena tidak mampu bertindak sesuai yang diharapkan.

Pertanggungjawaban berarti proses pelaporan pelaksanaantanggungjawab, dari penerima tanggung jawab kepada pemberitanggungjawab. Proses pelaporan pelaksanaan ini, dinyatakan olehGiddens (1979, dalam Robert dan Scapens 1985) sebagai serangkaiangambaran dari kehidupan sehari-hari (a chronic feature of daily con¬duct).

Namun demikian proses pelaporan tidak sekedar menyajikaninformasi tentang apa yang telah dilakukan dalam rangkapelaksanaan tanggungjawab.Termasuk didalamya adalah konsekuensidari hasil pelaporan tersebut, yang biasanya terkait dengan rewarddan punishment. Aspek konsekuensi ini mendasari dilakukannyajustifikasi-justifikasi oleh penerima tanggung jawab atas semuakeputusan yang telah diambil dalam rangka pelaksanaan tanggungjawab, pada suatu proses pelaporan. Dengan demikian akuntabilitasjuga bisa dipandang sebagai suatu hubungan “the giving and demand¬ing of reasons for conducf (Roberts dan Scapens, 1985, p. 447).

Hubungkan dua pihak dalam pengertian akuntabilitas, bisadijelaskan dalam dua teori dengan sudut pandang yang berbeda. Teoriyang pertama, adalah teori yang menganggap hubungan dua pihaksebagai sesuatu yang bersifat mekanis dan terukur. Teori-teoritersebut adalah teori keagenan, teori stakeholder dan teori legitimasi.Sudut pandang yang berbeda, ditawarkan oleh teori strukturasiGiddens, yang menganggap hubungan dua pihak sebagai suatuinteraksi, antara manusia dan lingkungannya. Bagian berikut dibahaslebih lanjut dua sudut pandang yang berbeda tersebut dari masing-masing teori.

Hubungan akuntabilitas melibatkan dua pihak, pemberiwewenang (tanggungjawab) dan pihak penerimanya. Teori yang terkaitdengan konsep hubungan dua pihak yang dapat digunakan untukmenjelaskan konsep akuntabilitas adalah agency theory, stakeholderstheory dan legitimacy theory.Dalam ketiga teori tersebut, hubunganakuntabilitas dianggap sebagai sesuatu yang mekanis, perilakupelaku-pelakunya bisa diduga dan dikendalikan.

Berdasarkan agency theory, akuntabilitas muncul sebagai akibatdari pelimpahan wewenang dari prinsipal kepada agen.Gray et al. (1987)dalam Laughlin (1990), menyatakan, akuntabilitas hanya terjadi jikaterjadi kontrak antara prinsipal dan agen. Dengan kata lain,akuntabilitas muncul jika hanya ada kontrak antara pemberiwewenang yang memerlukan pertanggunjawaban atas pelimpahanwewenangnya, dengan pihak yang diberi wewenang atas pelaksanaan

60

Page 4: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Sudaryanti, Akuntabilitas dalam Perspektif Islam: Solusi Masalah Korupsi.

wewenang tersebut. Singkatnya, tujuan dari akuntabilitas merupakanpenilaian kinerja pelaksanaan wewenang. Dengan dasar penilaiantersebut, principal akan memberi tindak lanjut, yang bisa berupa re¬ward atau punishment, sesuai kontrak yang sudah disepakati dalampelimpahan wewenang.

Ross (1979, dalam Rossieta 2002) menganggap hubungan agensisebagai model yang paling umum dalam interaksi sosial, sepertihubungan pekerja dan atasannya, pemerintah dan warganegara,pemegang saham dan manajer

Hubungan prinsipal dan agen yang didasarkan pada kontrak inididasarkan pada penelitian Jensen dan Meckling (1976) yangmenghubungkan teori agensi dengan kontrak. Jensen dan Mecklingmenyatakan

“a contract under which one or more persons (the principals) engageanother person(the agent)to perform some sendee ontheir behalf whichinvolves delegating some decision making authority to the agent”Jadi bisa disimpulkan teori agensi menggambarkan sifat relasi

dua pihak, antara yang diberi wewenang untuk melakukan sesuatu(agen) dengan pihak yang memberi wewenang (prinsipal) untukmelakukan sesuatu seperti yang dikehendaki pemberi wewenang,sebagaimana diatur dalam kontrak.

Hampir serupa dengan penjelasan dalam teori keagenan,akuntabilitas dalam stakeholders theory juga muncul sebagaikonsekuensi dari adanya hubungan antara perusahaan dan stake-holders-nya. Stakeholders theory menurut Jensen (2000), menuntutperusahaan untuk memperhatikan kepentingan semua stakeholdersperusahaan, tidak hanya kepentingan perusahaan. Stakeholdersadalah semua pihak yang memiliki kepentingan dengan perusahaan,misalnya karyawan, pelanggan, masyarakat, aparat pemerintah, danlain-lain. Jadi, pihak yang dianggap memiliki kontrak denganmanajemen (perusahaan) sebagai agen, yaitu prinsipal, tidak lagisebatas pemilik perusahaan tapi meluas ke banyak pihak.

Konsep akuntabilitas dengan demikian, adalah kemampuanmanajemen memberikan pertanggungjawaban kepada semua stake¬holders, tidak hanya kepada investor.Akuntabilitas perusahaan jugakepada masyarakat, pemerintah, bahkan dalam konsep sustainabilitydevelopment, akuntabilitas hingga generasi mendatang.

Konsep akuntabilitas dalam teori legitimasi merupakan upayaorganisasi untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat ataskeberlangsungan organisasi. Organisasi dikatakan mendapatlegitimasi dari masyarakat jika ia dianggap beroperasi dan memilikitujuan yang sesuai dengan norma, nilai, dan harapan masyarakat(Dowling dan Pfeffer, 1975 dalam Ashforth dan Gibbs 1995). Legitimasi

61

Page 5: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Tera Ilmu Akuntansi, Vol. 10 No. 1, Maret 2011

menjustifikasi peran organisasi dalam sistem sosial masyarakat danmembantu dalam mendapatkan sumberdaya dan dukungan darikonstituen, sehingga dalam hal ini legitimasi juga merupakansumberdaya itu sendiri (Parsons 1960 dalam Ashforth dan Gibbs, 1995).

Salah satu upaya untuk mendapatkan legitimasi adalah denganpenggunaan kekuasaan dan sanksi, juga dengan penggunaan stan¬dard tertentu (Rusch dan Wilbur, 2007).Dan salah satu bentukmanifestasi penggunaan standard sebagai dasar penilaian adalahlewat mekanisme akuntabilitas.Karena akuntabilitas juga merupakansalah satu upaya untuk mendapatkan legitimasi, jadi bisa dikatakan,akuntabilitas dalam teori legitimasi merupakan sumberdayaperusahaan juga.

Seperti yang telah disebutkan, tiga teori yang melandasihubungan akuntabilitas, menganggap akuntabilitas sebagai sesuatuyang bersifat mekanis.Sebagai sebuah konsekuensi dari teijadinyakontrak, maka muncul akuntabilitas.Diasumsikan, perilaku manusiabisa diprediksi dan dikendalikan dengan mekanisme kontrak.

Cara pandang yang berbeda pada akuntabilitas, ditawarkan olehRobert dan Scapens (1985).Cara pandang mereka terhadapakuntabilitas didasarkan pada teori strukturasi Giddens.Giddensmenyatakan:

Human social acti vities,Uke some self-re producing items in nature, arerecursive. That isto say, they are not brought into being by social actorsbutcontinually recreated by them via the very means where bytheyexpress themselves as actors. In and through their activitiesagentsreproduce the conditions that make these activitiespossifoZe(Giddens, 1984, hal 2).

The very identificationof acts or of aspects of interaction - theiraccuratedescription as grounded hermeneutica lly in the capability of an ob¬server to ‘go on’ in a form of life - implies the interlacing of meaning,normative dements and power. (Giddens 1984:29)

Berdasarkan pandangan Giddens tersebut, Robert dan Scapens(1985:448) menyatakan, proses beroperasinya sistem akuntabilitasbisa dianggap sebagai hasil dari interaksi individu dalam organisasisecara berkesinambungan, sehingga menghasilkan strukturpemaknaan (signification), struktur moral (legitimation) dan strukturkekuasaan (domination) tertentu.

Akuntansi adalah bahasa bisnis (Daft and Wiginton(1979) dalamRobert dan Scapens (1985)). Sebagai bahasa, akuntansi memberimakna tertentu pada apa yang disampaikannya. Schutz (1967) dalamRobert dan Scapens (1985) menyatakan sebagai “system of relevances”.Robert dan Scapen (1985:448) mencontohkan, pengkategorian biaya,laba, atau ROI, memberikan struktur pemaknaan pada anggota

62

Page 6: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Sudaryanti, Akuntabilitas dalam Perspektif Islam: Solusi Masalah Korupsi....

organisasi, baik sebagai sarana berbagi pengalaman satu sama lain,ataupun sebagai dasar orientasi tindakan mereka. Makna biayaproduksi bagi seorang kaiyawan produksi mungkin dianggap sebagaibatasan, sedangkan bagi kaiyawan produksi lain, biaya produksi adalahtantangan. Jadi, setiap orang akan memaknai dengan cara yangberbeda, sehingga tidak akan diperoleh ketepatan makna untuk semuaorang. Data akuntansi, yang merupakan salah satu komponen dalammekanisme akuntabilitas, dengan demikian turut membentukakuntabilitas sebagai sebuah struktur pemaknaan.

Proses akuntabilitas sebagai struktur moral bermakna sistemakuntabilitas mencakup juga suatu aturan moral, yaitu sistemresiprokal yang kompleks antara hak dan kewajiban (Robert danScapens 1985:448). Mekanisme akuntabilitas merupakan manifestasidari kompleksitas hubungan tersebut. Di dalamnya terdapat hak atasseseorang untuk mendapatkan pertanggungjawaban dari pihak lain(dari sisi pihak ini, ia adalah kewajiban). Robert dan Scapensmenjelaskan, bahwa mekanisme ini melibatkan komunikasiserangkaian tata nilai, mengenai apa-apa yang diharapkan, yangdisetujui ataupun tidak disetujui.

Proses akuntabilitas sebagai sebuah struktur legitimasimerupakan proses penetapan hak dan kewajiban ini membawa padaaspek kekuasaan dalam praktik akuntansi (Robert dan Scapens1985:449). Robert dan Scapens mencontohkan adanya sanksi,penghargaan atau reward, jenjang karir dan manipulasi dataakuntansi, menunjukkan bahwa terdapat kekuasaan yang lebih besarantara satu pihak dengan pihak yang lain dalam suatuorganisasi.Akuntabilitas sebagai struktur legitimasi, mencerminkandominasi atas satu pihak pada pihak lain, dengan menggunakanmekanisme akuntabilitas.

Cara pandangyang berbeda pada akuntabilitas ini, didukung olehSinclair (1985).Menurutnya bagaimana kita mendefinisikanakuntabilitas tergantung pada ideologi, motivasi, dan bahasa yang kitagunakan pada saat itu (Sinclair 1985:221).Hubungan akuntabilitasmensyaratkan persetujuan awal antar pihak, mengenai apa yangdisebut dengan kinerja yang baik (dapat diterima), termasuk didalamnya bahasa justifikasi yang bisa diterima (Day dan Klein 1987:5;Stewart(1984) dalam Sinclair (1995)). Sinclair menunjukkanberagamnya bentuk akuntabilitas, yang diistilahkan seperti bunglon[chameleon’s like).

Meskipun perspektif terhadap proses akuntabilitas berbeda-beda,namun pada dasamya, ia memiliki poin penting yang sama. Poin-poin tersebut adalah siapa (who) yang bertanggungjawab, kepada siapa(to whom), dengan cara bagaimana (how) dan untuk tujuan apa (forwhat)(Perks 1983). Poin-poin tersebut, jika disarikan dalam satu

63

Page 7: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Tera Ilmu Akuntansi, Vol. 10 No. 1, Maret 2011

kalimat, dalam istilah Roberts dan Scapens, adalahsuatu hubungan“the giving and demanding of reasons for conduct” (Roberts dan Scapens1985:447).

Proses akuntabilitas ibarat proses memotret. Memotret semuaaktivitas dan kejadian yang telah dilakukan. Akuntabilitas yangtransparan ibarat memotret dengan resolusi tinggi, sehingga akanmenghasilkan gambar dengan kualitas yang tinggi, sama dengangambar nyatanya.

Masalah yang muncul adalah apabila sang pemotret tidak ingingambar yang ia hasilkan sama dengan kenyataannya. Lalu muncullahgambar hasil rekayasa dengan menggunakan teknologicomputer.Motivasi rekayasa bisa bermacam-macam, misalnya karenapemotret menganggap obyek tidak cantik, sehingga merasa perludipercantik.Bibir yang kurang merah direkayasa agar lebih merah.Motivasi lain misalnya agar diperoleh kesan kuat tertentu, misalnyarekayasa setting di daerah bersalju, agar diperoleh kesan, pemotretanfoto dilakukan di Eropa, padahal di studio Malang.

Kejadian rekayasa hasil foto merupakan analogi dari kasusmanipulasi informasi dalam proses akuntabilitas dari agen kepadaprincipal. Contoh nyata adalah pada hasil penelitian Healy (1985) yangterkenal dengan hipotesa skema bonus. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa manajer melakukan manipulasi metodeakuntansi agar didapat laporan rugi laba yang sesuai dengankeinginan, dengan harapan akan mendapat bonus berdasarkan hasilpencapaian laba.

Rekayasa ini dimungkinkan dilakukan karena, selain faktormotivasi, adalah karena system yang mendukung.Dalam kasus Healy(1985), manipulasi terjadi karena standard akuntansi memungkinkanitu teijadi.

Sebenamya, mengapa prinsipal memerlukan akuntabilitas dariagen? Padahal dengan proses itu, manipulasi bisa saja terjadi.Kebutuhan akan akuntabilitas muncul karena konsekuensi daripendelegasian wewenang. Pendelegasian terjadi, karena prinsipalsudah tidak mungkin untuk mengelola perusahaan secaralangsung.Hal ini bisa saja terjadi akibat dari membesarnyaperusahaan, karena kompleksitas operasi, atau faktor keterbatasankemampuan prinsipal.

Karena sudah tidak mengelola secara langsung, maka prinsipalmemerlukan mekanisme yang membuat ia seolah-olah bisa melihatoperasi perusahaan secara langsung. Mekanisme inilah yang disebutakuntabilitas.Idealnya, proses akuntabilitas yang transparan olehagen, mampu memberikan gambaran yang sebenarnya kepadaprinsipal. Seperti dalam analogy memotret, proses pemotretan

64

Page 8: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Sudaryanti, Akuntabilitas dalam Perspektif Islam: Solusi Masalah Korupsi.

dilakukan dengan kualitas pemotretan yang tinggi sehinggadihasilkan gambar yang jelas,bagus, dan merepresentasikan kejadianyang sebenamya.

Namun, sebagaimana telah disebutkan, proses pemotretantergantung dari sang pemberi foto(agen). Ia bisa memberikan hasilfoto yang menunujukkan kejadian yang sebenarnya, atau hasilrekayasa. Foto sudah dihasilkan dari kualitas kamera yang bagus,namun pilihan gambar yang ditampilkan, tergantungsangaktor (agen).Mekanisme akuntabilitas sudah baik, namun agen masih berpeluanguntuk memanipulasi informasi dalam proses tersebut. Dalampandangan penulis, proses manipulasi dalam proses akuntabilitasteijadi, antara lain karena:

1. Motivasi agen adalah untuk mendapatkan penilaian bagusdari prinsipal. Karena parameter penilaian adalah pencapaianlaba, misalnya, maka agen memusatkan upayanya padapemenuhan pencapaian laba, meskipun dengan cara-carayang tidak seharusnya. Idealnya, target laba dilakukan denganusaha yang lebih baik dalam pengelolaan organisasi. Namun,karena factor asimetri informasi, agen memanfaatkannyauntuk memanipulasi laporan keuangan.

2. Agen menganggap prinsipal lebih berkuasa dalammenentukan kineijanya, sehingga segala hal dilakukan agarbisa memenuhi tuntutan sang penguasa. Agen tanpa sadarmenganggap dirinya mesin dalam faktor produksi. Demikianpula sebaliknya, prinsipal merasa lebih berkuasa dalammenentukan arah kineija agen, sehingga merasa agen harusdalam kendalinya, sebagai salah satu faktor produksi,misalnya melalui mekanisme reward dan punishment.

3. Keterbatasan agen dan prinsipal sebagai manusiamemunculkan adanya asimetri informasi. Sifat informasiyang seperti ini merupakan celah bagi munculnya perilakuyang tidak diinginkan. Meskipun tidak ada niat untukmelakukan perilaku tersebut, jika terdapat peluang untukmemaksimalkan keuntungan pribadi, maka kemungkinanteijadinya perilaku tersebut menjadi lebih besar.

4. Prinsipal mempercayakan pemotretan operasi perusahaannyamelalui mekanisme yang memiliki banyak kelemahan. Agensebagai pemotret, memiliki kepentingan sendiri, yahgmungkin berbeda dari kepentingan prinsipal. Sehingga hasilpemotretan akan dipengaruhi oleh kepentingan pribadi agen,dan memberikan gambaran yang keliru atau tidak sesuaidengan kepentingan prinsipal. Kelemahan lain adalah padaalat untuk memotret, yang biasanya berupa laporan keuangan.Penekanan pada aspek keuangan membuat aspek kinerjamanajemen yang tidak terukur secara financial tidak bisa

65

Page 9: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Tera limit Akuntansi, Vol. 10 No. 1, Maret 2011

tercermin dalam laporan tersebut. Analoginya, kamera yangdigunakan sudah rusak atau kualitasnya rendah, sehinggagambar yang dihasilkan buram atau wamanya tidak sesuaigambar aslinya. Manajer yang selalu tepat waktu,memperhatikan karyawan, tidak bisa dilaporkan dalamlaporan keuangan.

Kelemahan-kelemahan dalam sistem akuntabilitas umum (barat)ini, menurut pendapat penulis, tidak bisa dilepaskan dari aspekontologi dan metodologi yang dipakai untuk menurunkan sistemtersebut.Jika dilihat dari aspek ontologinya, ilmu pengetahuan (sains)barat membatasi lingkup dirinya pada hal-hal yang bersifat indrawi(sensible), yaitu dunia yang dapat diobservasi oleh panca indera(Kartanegara 2002).Pandangan ini didasarkan pada aliran filsafat yanghanya mengakui keberadaan hal-hal yang dapat diobservasi dandibuktikan secara positif-empiris.Dengan demikian, lingkuppengetahuannya, secara garis besar meliputi mated, makhluk hidup,pikiran, kebudayaan, alam, dan sejarah (Kartanegara 2002).

Akuntabilitas dalam perspektif barat hanya menyandarkan padakemampuan manusia untuk mengatasi permasalahan pelimpahanwewenang. Proses pertanggungjawaban hanya melibatkan 2 pihak,yaitu prinsipal dan agen. Pertanggungjawaban hanya antarmanusia.Padahal, manusia adalah mankhluk yang penuhketerbatasan.Akan selalu ada permasalahan yang muncul karenaketerbatasan yang melekat pada manusia. Permasalahan yangmenonjol dalam akuntabilitas adalah misalnya informasi yang asimetridan self interest. Informasi asimetri muncul karena pengetahuanmanusia yang terbatas untuk bisa mengetahui semua hal.Selfinterestakan selalu ada karena itu inherent dalam did manusia. Untukmengatasinya, dalam pendapat penulis, perlu sesuatu diluar manusia,yang bisa mengatasi keterbatasan pengetahuan manusia dan yangbisa menyatukan berbagai kepentingan yang berbeda dengan cara yangmendasar. Yaitu akuntabilitas yang memiliki dasar ontologi yangberbeda.

Dengan menyadari kelemahan-kelemahan yang melekat dalamakuntabilitas barat, diperlukan konsep akuntabilitas lain yangditurunkan dari filsafat ontologi yang berbeda. Dalam hal ini, penulismengajukan akuntabilitas dengan nilai-nilai Islam yang memilkidasar ontologi yang berbeda dad akuntabilitas dalam pengertian barat.

Ilmu pengetahuan dalam Islam mengakui adanya benda-bendaindrawi (sensible) sebagaimana barat, namun juga mengakui adanyasubstansi-substansi spiritual (intelligible), yaitu entitas-entitas yangada di luar indrawi.Bahkan entitas metafisik dianggap lebih hakikidaripada benda-benda fisik (Kartanegara 2002). Dengan demikian,Islam mengakui proses mendapatkan pengetahuan, baik melalui alamfisik dan juga metafisik.

66

Page 10: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Sudaryanti, Akuntabilitas dalam Perspektif Islam: Solusi Masalah Korupsi....

Metodologi untuk menangkap realitas, menurut para ilmuwanMuslim, adalah dengan tiga sumber yaitu, panca indra, akal, dan intuisi(meliputi wahyu). Penilaian keabsahan dilakukan melalui metodeobservasi, metode rasional (nalar akal), dan intutitif (persepsi hati)(Kartanegara 2002).

Berdasarkan sifat-sifat pengetahuan dalam Islam inilah, penulismemaparkan konsep akuntabilitas dalam Islam, sebagai solusi alter¬native dari akuntabilitas barat. Dalam Islam, konsep ini muncul pada:

Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yangmengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat(pekeijaan-pekerjaanmuitu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan(Q.S. A1 Infithaar 10-12)

(Allahberfirman)“Inilah ftitab(Catalan)Kami yang menuturkanterhadapmudengan benar.Sesungguhnya Kami telahmenyuruh mencatat apa yangteluhkamu kerjakan’’. (Q.S. A1 Jaatsiyah 29)

Dua surat dalam A1 Quran di atas adalah sebagian dari banyakperintah Allah dalam agama Islam kepada manusia untukmemperhatikan aspek akuntabilitas dalam setiap tindakannya. Is¬lam adalah agama yang sangat mengutamakan akuntabilitas ataupertanggungjawaban.

Konsep akuntabilitas dalam Islam diturunkan dari dua pijakanutama, konsep tauhid dan konsep kepemilikan (Maali dan Napier (2007)dalam Basri(2008)).Berikut ini adalah penjelasan terinci tentang duakonsep tersebut dalam kaitannya dengan akuntabilitas dalamperspektif Islam.

Konsep tauhid bermakna keyakinan pada Allah semata sebagaiTuhan yang berhak disembah, dan tidak ada Tuhan selainNya.DalamQ.S. A1 Baqarah 21-22 disebutkan seruan untuk menyembah Rabb(Tuhan) yang telah menciptakan manusia dan larangan untukmengadakan sekutu-sekutu Allah.Dalam hal konsep Tauhid, Islammemberi tekanan yang sangat kuat.Tauhid adalah pembeda antaraIslam dan non Islam. Bisa dikatakan Tauhid adalah identitas diriseorang muslim. Rukun Islam yang pertama, yaitu syahadat adalahkesaksian Allah sebagai Tuhan, selain kesaksian nabi Muhammadsebagai nabi dan rasul terakhir.

Implikasi dari konsep Tauhid adalah penyerahan diri sepenuhnyahanya kepada Allah (Yasin 1992).Penyerahan diri sepenuhnyabermakna segala aktivitas hidup manusia hanya ditujukan untukAllah (Q.S. A1 An’aam 162).Dengan kata lain, segala aspek kehidupanmanusia harus sejalan dengan ketentuan Allah SWT, sebagaimanadiatur dalam A1 Quran dan Hadits. Dengan perspektif ini, ketentuandalam Alquran dan hadits adalah cara hidup seorang muslim.

67

Page 11: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Tera Ilmu Akuntansi, Vol. 10 No. 1, Maret 2011

Termasuk diantaranya adalah konsep pertanggungjawaban(akuntabilitas).

Terkait dengan konsep pertanggungjawaban manusia, terdapatbeberapa surat dalam A1 Quran yang mengatumya. Dua diantaranyatelah disajikan dalam awal sub bab ini yaitu Q.S. A1 Infithaar 10-12dan Q.S. A1 Jaatsiyah 29. Dua surat ini menekankan pada aspekpencatatan. Bahwa Allah selalu mencatat setiap tindakan manusiadengan teliti, tidak ada yang terlewat. Catatan-catatan ini tidak hanyaterhenti pada sekedar catatan, tapi berimplikasi pada kehidupanmanusia setelah mati, yaitu di hari kiamat (Q.S. A1 Zalzalah 6-8) dandi alam akherat (Q.S.Ar Rahman 46 dan Q.S A1Israa 72 ). Setiap catatankebaikan akan mendapat ganjaran pahala berlipat dan catatankeburukan akan mendapat balasanyang setimpal (Q.S. A1An’aam 160).Setiap ganjaran dan balasan telah ditetapkan dengan teliti dan adil(Q.S. A1Anbiyaa’ 47).

Jadi bisa disimpulkan bahwa, dalam Islam, setiap muslim dituntutbertanggungjawab atas segala tindakannya pada Allah, pencipatanya,pada hari kebangkitan nanti. Hal ini berbeda dari konsep akuntabilitasbarat yang hanya mencakup akuntabilitas antar manusia. Dalam Is¬lam, pertanggungjawaban manusia tidak hanya antar manusia tapijuga pada Allah. Setiap muslim yang taat akanmempertanggungjawabkan setiap perbuatannya baik dengansepengetahuan orang lain atau tidak, karena ia tahu Allah MahaMengetahui apapun yang ia lakukan.

Karena pertanggungjawaban muslim kepada Allah, maka iadituntut untuk melaksanakan semua aktivitasnya sesuai denganaturan yang telah Allah tetapkan. Cara hidup seorang muslim sudahdiatur oleh Allah lewat Shariah Islam yang tertuang dalam Quran danHadist.

Semua aspek kehidupan manusia harus sesuai dengan aturanIslam.Politik, ekonomi, sosial, budaya, misalnya, dikembangkanmanusia dalam bingkai aturan shariah Islam.Dengan demikian Is¬lam tidak mengenal adanya pemisahan dimensi religius dan dimensisekuler.Semua adalah dalam kerangka dimensi religious.

Konsep kepemilikan dalam Islam menyatakan bahwa pemiliksegala isi langit dan bumi adalah Allah, sebagai pencipata alamsemesta.Didalam Q.S. A1 Baqarah 284 disebutkan “KepunyaanAllahlahsegala apa yangada di langit dan apa yangada di bumi” .Manusia hanyasebagai pengelola ciptaanNya.Kepemilikan pribadi dalam Islamdikerangkakan sebagai titipan dari Allah, termasuk anak yang kitalahirkan.Jadi Islam masih mengakui hak kepemilikan pribadi, namuntidak bersifat absolute (Basri, 2008).Hak tersebut diberikan Allahsepanjang masih dalam koridor syariah (aturan) Islam.

68

Page 12: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Sudaryanti, Akuntabilitas dalam Perspektif Islam: Solusi Masalah Korupsi....

Kepemilikan pribadi manusia adalah titipan Allah, sebagai bentukkepercayaan (amanah) dari Allah.Karena kepemilikan adalahkepercayaan atau amanah dari Allah, maka pengelolaan titipan harusdalam kerangkan peraturan yang memberikan amanah, yaituAllah.Jadi, manusia mengelola amanah Allah sesuai dengan garisperaturan Allah yaitu shariah Islam.Dalam hal ini manusia adalahpemimpin di bumi (Q.S. A1 Baqarah 30) dan berkewajiban menyebarkanrahmat ke seluruh alam (Q.S. A1 Anbiyaa’ 107) dengan jalan menyerupada kebaikan (ma’ruf) dan menjauhi tindakan yang mengarah padaketidakbaikan (munkar) (Q.S. Ali Imran 110) (dalam Triyuwono, 2000).

SIMPULANAkuntabilitas, dengan menggunakan pengertian barat,

menekankan pada hasil akhir dari suatu kegiatan.Apakahmekanisme akuntabilitas mampu menggambarkan dan menjustifkasiaktifitas-aktifitas yang telah dilakukan? Jadi penekanannya padakemampuan mekanisme tersebutadalah dalam “memotret” suatuproses.

Berdasarkan pemahaman dalam konsep tauhid dan konsepkepemilikan, penulis berpendapat, konsep akuntabilitas dalam Islamtidak hanya menekankan pelaporan hasil dari suatu proses, namunjuga pada proses itu sendiri. Bisa dikatakan, penekanannya bahkanpada proses pelaksanaan tanggungjawab, apakah sudah didasarkanpada konsep tauhid dan konsep kepemilikan dalam Islam. Mekanismeakuntabilitas hanya merangkumnya.

Dalam konsep tauhid, semua aktifitas adalah ditujukan untukAllah, maka demikian pula niat awal ketika seseorang beraktifitasatau bekeija untuk melaksanakan tanggung jawab. Niat ini akanmewarnai corak kerja yang dilakukan. Bekerja tidak untukmenyenangkan atasan, tidak untuk memaksimalkan kepentinganpribadi dan merugikan orang lain, dan niat-niat yang lain selain ridhaAllah.

Konsep kepemilikan berimplikasi pada cara pandang seseorangpada pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Karena pekeijaandianggap sebagai amanah, maka konsekuensinya adalah pelaksanaanpekerjaan sesuai dengan harapan pemberi amanah.Dari sisihubungan antar manusia, pelaksanaan pekerjaan harus sesuaidengan ketentuan pemberi amanah, yang biasanya tertuang dalamperaturan dan kebijakan tertentu.Namun, karena pada hakekatnyasemua yang ada di langit dan bumi milik Allah, maka pemberi amanahyang sesungguhnya adalah Allah.Dengan demikian, pelaksanaanketentuan dan kebijakan haruslah dilandasi ketaatan padaAllah.Sekali lagi, tuntutan atas dilakukannya suatu tanggung jawabharus disesuaikan dengan Allah.Sama dengan implikasi dalam konseptauhid.

69

Page 13: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Tera Ilmu Akuntansi, Vol. 10 No. 1, Maret 2011

Selain aspek niat dan kepemilikan pada pekeijaan,konsep tauhidjuga berimplikasi pada konsep rezeki.Allah sebagai penentu segalanya,maka demikian pula penentu rezeki atau hasil akhir dari suatupekeijaan.Gaji atau bonus bukan menjadi tujuan utama dalam diriseseorang yang menjadikan bekeija sebagai ibadah kepada Allah.Gajiatau bonus hanya jalan Allah menurunkan rezekiNya. Rezeki, Allahlah yang mengatur, tugas manusia adalah mengupayakannya dengancara yang baik dan halal.

Jika dalam proses evaluasi, dilakukan mekanisme akuntabilitas,maka sebenamya proses tersebut hanya menggambarkan kembaliaktifitas yang telah dilakukan. Karena aktifitas sudah diwamai konsepIslam, maka mekanisme akuntabilitas hanya merangkum aktifitas-aktifitas tersebut.Kesimpulannya, akuntabilitas Islam adalahmekanisme akuntabilitas kepada Allah, yang terjadi sejak awalpelaksanaan suatu pelimpahan tanggung jawab, hingga saat evaluasipelaksanaan tanggungjawab tersebut. Akuntabilitas Islam, dengandemikian, lebih luas daripada akuntabilitas barat, karena mencakupseluruh proses pelaksanaan tanggungjawab (tidak hanya akhirperiode), dan karena tujuan pertanggungjawaban adalah kepada Al¬lah (tidak semata kepada pemberi wewenang).

Pengertian korupsi menurut World Bank (dalam Tanzi, 1998)adalah suatu bentuk penyimpangan kekuasaan publik untukkepentingan pribadi. Tanzi (1998) menginterpretasikan definisi WorldBank tersebut secara luas, bahwa korupsi tidak hanya terjadi diwilayah publik saja namun bisa saja teijadi di aktivitas sector privat(perusahaan). Contoh korupsi dalam sector privat misalnya korupsimelalui kekuasaan pengadaan barang atau penyewaan jasa tertentudengan menunjuk rekanan yang sudah memberi imbalantertentu.Selain itu, menurut Tanzi, tujuan demi kepentingan pribaditidak selalu bermakna pribadi secara perorangan, bisa juga bermaknakelompok pribadi tersebut, teman, keluarga, partai pilihannya danlain-lain.

Berdasarkan pengertian tersebut, Tanzi mengelompokkan faktor-faktor penyebab tindakan korupsi, yaitu:

1. Regulasi dan Kekuasaan OtorisasiKekuasaan berbasis regulasi dan kewenangan otorisasimembuka peluang sangat lebar pada korupsi.Banyak aktivitaswarga negara, misalnya mendirikan usaha, memilikikendaraan, rumah, dan sebagainya, memerlukan orotisasidan perijinan dari pemerintah. Kebutuhan warga akanperijinan inilah yang dimanfaatkan untuk menarik “iuran”tidak resmi dengan alasan kelancaran pengurusan perijian.Dari sisi warga negera, yang tidak mau banyak repot denganbanyak prosedur juga menawarkan hal yang sama, uang,dengan alasan efisiensi waktu dan tenaga, karena

70

Page 14: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Sudaryanti, Akuntabilitas dalam Perspektif Islam: Sohisi Masalah Korupsi....

pengurutsan perijinan biassanya memakaan banyak waktudan tenaga..

2. PerpajakanSumber korupsi dalam aktivitas perpajakan adalah padapemahaman yang kurang pada pembayar pajak atas aturanhukum pajak.Pemahaman yang kurang ini banyakdimanfaatkan oleh pegawai pajak untuk meminta imbalanatas jasa konsultasi mereka dalam membantu pembayarbayak memenuhi prosedur pembayaran pajak. Dari sisipembayar pajak pun, karena alasan tidak mau banyak repot,memenuhi permintaan tersebut.

3. Keputusan PendanaanKorupsi yang teijadi dalam bidang ini biasanya terkait denganadanya kegiatan proyek investasi, pengadaan barang kantor,dan alokasi dana lain-lain. Korupsi teijadi antara bagian yangberwengan memutuskan pihak mana yang akan dijadikanrekanan. Disisi lain, pihak luar berlomba-lomba menjadirekanan dengan cara memberi suap atau harga khusus.

4. Penyediaan barang dan jasa dengan harga di bawah hargapasarSalah satu tugas pemerintah adalah menyediakan barangpublic dengan harga dibawah harga pasar atau melaluimekanisme subsidi pemerintah.Contohnya adalah pengadaanberas untuk rakyat miskin, subsidi listrik untuk rumahtangga, dan subsidi pengobatan untuk rakyatmiskin.Ketidakseimbangan antara penyediaan barang publicdengan permintaan yang banyak dari masyarakat menuntutaparat pemerintah untuk melakukan keputusan penempatanyang tepat. Proses keputusan inilah yang berpotensimenimbulkan korupsi. Dengan harga yang relative murahkadang mendorong warga masyarakat tertentu berupayamendapatkan barang atau akses yang lebih dengan caramenggunakan suap. Suap ini diharapkan akanmempengaruhi proses pengambilan keputusan aparatpemerintah dalam hal alokasi barang public tersebut.

Jadi, korupsi, biasanya dihubungkan dengan aktiitas dalampemerintahan, terutama dalam kaitannya dengan adanya faktormonopoli dan kekuatan kebijakan pemerintahan (Tanzi, 1998).Dalamsektor lainpun, penyebab utama munculnya korupsi adalah karenaadanya monopoli dan kekuasaan.Misalnya dalam hal pengadaanbarang, pemilihan pemasok pada orang tertentu (yang memberi suap),bisa terjadi karena ada kekuasaan untuk melakukan pengadaanbarang tersebut.

Berbagai jenis tindakan korupsi tersebut di atas, dalam pandanganpenulis, korupsi memiliki karakteristik umum sebagai berikut:

71

Page 15: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Tera Ilmu Akuntansi, Vol. 10 No. 1, Maret 2011

1. Salah satu pihak merasa memiliki keunggulan dibandingpihak lain, misalnya dalam hal akses, kekuasaan legitimasi,uang, dsb.

2. Dorongan efisensi waktu dan tenaga mendorong perilaku or-ang untuk ‘memotong’ prosedur

3. Didorong oleh keinginan memperkaya atau menguntungkandiri sendiri (kelompok sendiri)

4. Dilakukan dengan cara diluar peraturan yang berlakuKorupsi semakin tumbuh subur karena kurangnya transparansi

dan factor pengendalian internal yang buruk.Padahal pengendalianinternal merupakan aspek penting dalam mekanismeakuntabilitas.Pengembangan dan pemeliharaan pengendalian inter¬nal yang baik akan mendorong terbentuknya akuntabilitas yang baikpula (Cuomo 2005). Dengan kata lain, akuntabilitas yang baik akanmencerminkan transparansi dan pengendailian internal yang baikpula. Dengan adanya transparansi, masyarakat akan tahu bahwa danayang telah diambil dari mereka telah digunakan dengan semestinyaataukah malah sebaliknya.

Akuntabilitas yang baik merupakan salah satu mekanisme untukmencegah terjadinya korupsi. Akuntabilitas, sebagaimana tersebutsebelumnya, merupakan proses penggambaran kembali secaratransaparan, semua aktivitas sesuai tujuan pelimpahan wewenang.Korupsi, sebaliknya, merupakan aktivitas yang “tersembunyi” ataudalam ungkapan Tanzi (1998) adalah“do not typically take place in broaddaylight”.Jodi,dengan mekanisme akuntabilitas, diharapkan aktivitastersembunyi tersebut (korupsi) akan bisa terlihat dengan lebih jelas.Jika ada akuntabilitas yang baik, penyalahgunaan kekuasaan iniakan terprotet dengan baik pula. Jika seseorang tahu bahwaperbuatannya akan diketahui (terprotet) secara logika sederhana, iaakan berusaha untuk menjauhi perbutan tersebut. Dengan demikian,akuntabilitas yang baik akan mencegah korupsi.

Masalahnya, manusia tidaklah sesederhana itu. Nafsumemaksimalkan kesejahteraan akan selalu mencari jalan keluar.Pilihan lain adalah, selain menjauhi perbuatannya, adalah denganmenyembunyikannya. Berusaha agar mekanisme akuntabilitas tidakbisa memotretnya, melalui cara-cara tertentu. Pelaku tetapmempraktekkannya dengan melakukan kolusi (kerjasama) dengansang pemberi atau penerima suap. Korupsi melalui kolusi inilah yangsulit dikendalikan oleh mekanisme akuntabilitas umum.Dikaitkandengan analogi memotret sebelumnya, gambar yang dihasilkan adalahpotret hasil rekayasa, yang meskipun memiliki kualitas (resolusi)tinggi, namun tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.Asalkan pemberi dan penerima suap sama-sama tutup mulut, pandaimenyimpan rahasia, maka tindakan mereka tidak akan diketahuimelalui mekanisme akuntabilitas biasa.

72

Page 16: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Sudaryanti, Akuntabilitas dalam Perspektif Islam: Solusi Masalah Korupsi....

Jadi, apakah ada jalan keluar terhadap korupsi melalui kolusiini? Ada. Melalui akuntabilitas dengan perspektif Islam.Seperti telahdijelaskan, korupsi dengan kolusi dilakukan dengan asumsi hanyapihak-pihak dalam tindakan tersebut saja yang tahu, yaitu pemberidan penerima suap. Dengan mekanismen akuntabilitas Islam, pelakukorupsi akan tetap merasa ada yang mengawasi, yaitu Allah, sangMaha Mengetahui.

Telah dipaparkan bahwa korupsi, adalah tindakan yangmenyalahi tanggung jawab, yaitu dengan memanfaatkannya untukkepentingan pribadi dan dengan cara yang menyalahi standard yangberlaku. Berdasarkan penjelasan di atas, ciri umum penyebab korupsimenurut penulis adalah:

a. Asimetri sumber daya, misalnya dalam hal akses, kekuasaanlegitimasi, uang, dsb.

b. Pengutamaan pada efisiensi, baik waktu, tenaga, maupunpada uang yang dikeluarkan (tidak sabar)

c. Sifat tamak pada kekayaan (self interest yang berlebihan)d Perasaan tidak akan ada yang akan tahu perbuatannya, selain

para pelaku yang terlibatJika diringkas dalam satu kalimat, maka penyebab utama

terjadinya korupsi adalah cara pandang yang keliru pada suatupekerjaan atau pelaksanaan suatu tanggung jawab. Pekerjaandiartikan sama dengan kesempatan memperkaya diri, denganmenggunakan keunggulan sumber daya yang dimiliki. Dengandemikian, cara yang tepat untuk mengatasi korupsi adalahakuntabilitas yang sifatnya menyeluruh dan mendasar, sehinggamampu mengubah cara pandang yang keliru tersebut.

Bersifat menyeluruh berarti, mekanisme akuntabilitas jugamencakup pada proses pelaksanaan tanggung jawab, tidak terbataspada saat akhir pelaporan. Sedangkan mendasar, bermakna mengubahcara pandang seseorang dengan dasar keyakinan yang kuat. Dan duahal inilah yang ditawarkan oleh akuntabilias dalam perspektifIslam.Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, akuntabilitas Is¬lam adalah akuntabilitas selama proses pelaksanaan tanggunjawab,yang ditujukan kepada Allah.

Akuntabilitas Islam, sebagai turunan dari konsep tauhid dankonsep kepemilikan dalam Islam, berimplikasi pada prosespelaksanaan suatu tanggung jawab, yaitu pada:

a. Niat melaksanakan suatu tanggung jawab, yaitu niatberibadah kepada Allah

b. Pelaksanaan tanggungjawab adalahperwujudan mengembanamanah

c. Rejeki (reward atau punishment) atau hasil dari pelaksanaantanggung jawab, bukan menjadi orientasi utama

73

Page 17: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Tera Ilmu Akuntansi, Vol. 10 No. 1, Maret 2011

Bagaimana akuntabilitas Islam mengatasikorupsi?Penyimpangan tindakan karena adanya asimetri sumberdaya, bisa diatasi dengan pemahaman baru tentang konsep tujuanatau motivasi bekeija dan konsep kepemilikan rezeki. Keunggulaninformasi satu pihak atas pihak Iain misalnya, tidak akandisalahgunakan untuk mencari keuntungan pribadi denganmerugikan pihak lain, karena tujuan dan motivasi bekerja adalahuntuk ibadah. Ketika motivasi bekerja adalah untuk beribadah,tentunya langkah-langkah yang dilakukan dalam bekeija diwarnaioleh motivasi tersebut.Dengan kata lain, motivasi ibadah akanmenjaga pelaksanaan tanggungjawab sesuai dengan normaagama.Dan agama tidak mengijinkan tindakan korupsi.

Tujuan dan motivasi bekeija adalah untuk ibadah juga membawapada pemahaman bahwa ada Sang Maha Melihat. Implikasinya, or-ang akan terdorong selalu bertindak sesuai norma agama, baik adaorang lain yang melihat ataupun tidak. Jadi pemahaman bahwa tidakaka nada yang melihat tindakan korupsi kecuali pelaku, tidak akanberlaku dalam konsep akuntabilitas Islam.

Konsep tauhid juga mengarahkan orientasi pekeijaan. Jika re¬ward dan punishment menjadi tujuan utama, hal itu bisa membuatseseorang melakukan segala hal yang dianggap perlu demi tercapainyareward atau terhindar dari punishment, termasuk manipulasiinformasi. Orientasi mengejar target proyek agar mendapat bonus,kadang membuat orang melakukan manipulasi informasi. Dengankonsep tauhid, keunggulan sumberdaya tidak akan membuatseseorang menggunakannya untuk kepentingan pribadinya,mendapatkan reward tertentu. Dalam konsep ini, reward atau pun¬ishment hanya efek samping dari hasil kerja keras.Tujuan utamanyaadalah ridha Illahi (beribadah). Sehingga tidak akan mendorongnyamelakukan tindakan manipulatif.

Dari sisi konsep rezeki, telah disebutkan bahwa rezeki telahditentukan Allah.Ditentukan Allah, bermakna, rezeki bukan fungsilinear dengan upaya manusia. Fungsi tersebut bekeija atau tidak,adalah semata-mata atas ijin Allah.Dengan demikian, tidakakandiperlukan langkah-langkah yang tidak semestinya dilakukan,misalnya dengan melanggar peraturan, supaya diperoleh rezekisebanyak mungkin. Sifat tamak dikendalikan dengan konsep rezeki.

Konsep kepemilikan, yang menganggap pekerjaan adalahamanah, menuntut kesesuaian dengan keinginan pemberi amanah.Pekerjaan bukanlah kesempatan untuk memperkaya diri denganmerugikan orang lain. Dalam pandangan bahwa pekerjaan amanah,akan mendorong dilakukannya pekeijaan sesuai dengan ketentuanyang berlaku. Pekeijaan akan dilakukan sebaik-baiknya. Dikaitkandengan konsep tauhid, maka dilakukannya pekerjaan sesuai dengan

74

Page 18: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Sudaryanti, Akuntabilitas dalara Pcrspektif Islam: Solusi Masalah Korupsi....

ketentuan yang berlaku, dilandasi juga oleh ibadah kepada Allah.Jadi,ketaatan pada ketentuan yang berlaku bukan karena faktor dilihatoleh orang lain, tapi karena dilandasi niat beribadah.

Akuntabilitas Islam langsung menyentuh aspek pribadi orang,berupa aspek keyakinan. Berawal dari keyakinan yang kuat, makasegala tindakan dan motivasi orang tersebut tidak lagi tergantungpada orang lain. Tidak lagi tergantung lagi pada sesuatu yang memilikibanyak keterbatasan.Ketergantungan kini beralih pada yang memilikiKesempumaan dalam segala hal, yaitu Allah. Dengan demikian, tidakakan ada rekayasa lagi, karena rekayasa sudah tidak diperlukan.Untuk apa rekayasa karena tujuan dan motivasi akuntabilitas tidaklagi pada prinsipal. Termasuk tujuan dan motivasi merekayasa, yaitumendapatkan keuntungan pribadi sebesar-besamya, sudah tidak ada,karena tujuan dan motivasi telah beralih ke konsep ibadah dalambekerja.Menurut pendapat penulis, konsep akuntabilitas yang berawaldari keyakinan kuat merupakan akuntabilitas yang kuat. Dan inilahyang ditawarkan oleh akuntabilias Islam

Korupsi adalah tindakan yang muncuk akibat dari pemahamanyang keliru tentang hakekat pekerjaan itu sendiri. Pekerjaandianggap sebagai keunggulan atas manusia lain, kesempatan untukmenumpuk kekayaan, dan kesempatan untuk menekan orang lain.Kekeliruan ini mendorong timbulnya penyalahgunaan wewenang,manipulasi informasi dan tindakan pengutamaan diri sendiri lainnya,yang berdampak buruk pada orang lain.

Islam menawarkan cara pandang yang berbeda terhadappekerjaan (pelaksanaan tanggung jawab). Dengan konsepakuntabilitas dengan perspektif Islam, pekerjaan adalah bagian darimekanisme akuntabilitas itu sendiri.Karena akuntabilitas dalampandangan Islam ditujukan kepada Allah, maka demikian pula denganpelaksanaan suatu pekerjaan.Seluruh pelaksanaan pekerjaan adalahdalam rangka pertanggungjawaban kepada Allah.Tidak sekedar padamanusia.

Pertanggung jawaban kepada Allah juga bersifat jangkapanjang.Tidak hanya didunia ini, tapi terbawa hingga akheratnanti.Sehingga tidak ada pemisahan realitas menjadi realitas duniawiatau akherat.Semua harus sesuai dengan ketentuan Allah karenapada akhirnya akan dipertanggungjawabkan di depan Allah,

Islam memiliki dasar yang kuat untuk membuat strukturbangunan akuntabilitas sendiri. Dengan mengutip pendapatTriyuwono (2000), Islam dengan keyakinan mendasarnya, yaituTauhid, datang untuk mengemansipasi individu dari relaitas “palsu”menuju realitas dan kehidupan sejati. Bagian pertama frase dalamkalimat sahadat, “tidak ada tuhan” adalah sebuah penolakan terhadaprelitas-realitas itu, realitas semu atau tuhan-tuhan semu, yang

75

Page 19: AKUNTABILITAS DALAM PERSPEKTIF ISLAM: SOLUSI MASALAH

Tera Ilmu Akuntansi, Vol. 10 No. 1, Maret 2011

seharusnya tidak memperbudak mereka.Mereka harus terbebas dariitu semua, dan menuju tuhan yang sebenamya Tuhan, yang dalamfrase kedua sahadat dinyatakan “kecuali Allah” (Triyuwono 2000).

Dalam kaitannya dengan tujuan dilakukannya akuntabilitas,Islam memiliki tujuan yang jelas dan kuat, yang penulis yakini,dengan tujuan tersebut, akuntabilitas akan beijalan dengan baik,penyakit korupsi dalam tubuh bangsa Indonesia akan sembuh. Tujuantersebut adalah Allah. Sebagaimana dinyatakan al Faruqi (1992 dalamTriyuwono, 2000), sebagai berikut:

Tauhid, dari aspek aksiologis, menegaskan bahwa Allah adalahsatu-satunya nilai yang tertinggi, sedangkan yang lainnya hanyalahinstrument yang nilainya tergantung pada Tuhan, karena instru¬ment-instrumen itu pada asalnya tidak punya nilai sendiri, danyang kebaikannya diukur dengan aktualisasi kebaikan ketuhananyang tinggi. Ini berarti bahwa Tuhan adakah tujuan akhir seluruhkeinginan.

Sudah seharusnya seorang muslim menggunakannya, baikdalam kehidupan pribadi maupun secara organisasional. Sehinggatujuan manusia sebagai pemimpin di bumi dan pengemban misi untukkebaikan seluruh alam akan tercapai.

DAFTAR RUJUKANAl Quran dan Teijemahnya. Ayat Pojok Bergaris. Penerbit Asy-Syifa,

Semarang. IndonesiaAshforth, B.E dan B. W. Gibbs. 1990.”The Double-Edge Of Organizational

Legitimation”. Organization Science, 1 (2)hal. 177-195Basri, H. 2008. Accountability in Islamic Religious organizations: A

Case Study of Pesantren in the Province of Nanggroe AcehDarussalam-Indonesia. Proposal for PhD Thesis, UniversitySains Malaysia

Giddens, A. 1984. The Constitution of Society, Outline of theTheory ofStructuration,Cambridge, UK: Polity Press.

Jensen, M., dan Meckling, W. 1976. “Theory of the Firm: ManagerialBehavior, Agency Costs, and Ownership Structure”. Journal ofFinancial Economics, J,hal. 305-360.

Jensen, M.C (2000).Value Maximizationand Stakeholder Theory (http:/ /hbswk.hbs.edu/item/1609.html

) diunduh :24 July

76