air ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-
DESCRIPTION
Mengenai air ki yang dapat mengawet]msinktj0\wzbes,tw0 an\i0rmri][a0em\ ,z-n.eakan tahuTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Vektor adalah salah satu hewan yang dapat menggeser
kesehatan manusia dari sehat menjadi tidak sehat bukan hanya itu
bahkan sebahagian kecilnya dapat mengganggu atau menghambat
aktivitas kehidupan manusia. Salah satu vektor adalah nyamuk Aedes
aegypti.Nyamuk tersebut dapat menimbulkan penyakit Demam
Berdarah Dangue (DBD) bagi manusia.
Penyakit Demam berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus. Virus penyakit ini membutuhkan masa multiplikasi
selama 8 sampai 10 hari sebelum nyamuk menjadi infektif. Penyakit ini
merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun
terutama pada saat musim penghujan (Salmiyatun, 2005). DBD
pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi
virologist baru diperoleh pada tahun 1970. Dalam waktu relatif singkat
DBD telah dilaporkan diberbagai daerah di Indonesia, dan sampai
dengan tahun 1981 hanya provinsi Timor Timur yang belum
melaporkan terdapatnya penyakit itu (Sumarno, 2009).
Kasus DBD setiap tahun di Indonesia terus meningkat. Dinas
kesehatan propinsi Sulawesi Selatan mencatat jumlah kasus DBD 5
1
tahun terakhir dimulai dari tahun 2007 sampai 2011. Pada tahun 2007
sebanyak 2.900 kasus (2.874 penderita dan 32 meninggal/ CFR:
1,11 %), pada tahun 2008 sebanyak 3.582 kasus (3.553 penderita dan
29 orang meninggal/ CFR: 0,82), tahun 2009 sebanyak 3.577 kasus
(3.553 penderita dan 24 orang meninggal/ CFR: 0,68 %), tahun 2010
sebanyak 4.258 kasus (4.225 penderita dan 33 orang meninggal/ CFR:
0,78 %), dan tahun 2011 sebanyak 1.892 kasus (1.877 penderita dan
15 orang meninggal/ CFR: 0,80 %). Kabupaten/ kota yang tertinggi
berada pada kabupaten/kota Palopo sebanyak 364 kasus (361
penderita dan 3 orang meninggal/ CFR: 0,83 %) sedangkan yang
terendah berada pada kabupaten Selayar sebanyak 1 penderita (Dinas
Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan, 2007- 2012).
Saat ini belum ditemukan jenis vaksin dan insektisida untuk
mencegah penyakit demam berdarah. Cara yang tepat untuk
menanggulangi penyakit DBD adalah memutuskan rantai penularan
penyakit. Pemutusan rantai penularan penyakit dapat dilakukan dengan
memberantas sarang nyamuk. Pemberantasan nyamuk dapat
dilakukan dengan fogging, namun hasilnya belum efektif. Cara
pengendalian yang efektif sebaiknya tidak hanya pada nyamuk dewasa
saja tetapi juga pada larva nyamuk karena hanya perlu waktu yang
singkat untuk menjadi dewasa (Sumarno, 2009).
Pengendalian jentik nyamuk yang dianggap efektif yaitu dengan
menggunakan insektisida sintesis. Penggunaan insektisida sintesis
2
yang berlebihan dan berulang-ulang dapat menimbulkan dampak yang
tidak diinginkan yaitu pencemaran lingkungan, biological magnification
pada rantai makanan dengan segala akibatnya, serta penyakit
degeneratif dan keganasan yang semakin banyak. Oleh karena itu
perlu digunakan insektisida dari bahan alami yang lebih aman bagi
lingkungan (Sudjari. Dkk, 2009).
Salah satu insektisida bahan alami adalah biji pepaya (Carica
papaya L.). Pepaya (Carica papaya L) termasuk suku caricaceae.
Daerah asal tumbuhan ini dari Amerika, Hawai dan Filipina. Di
Indonesia sering disebut dengan nama buah pepaya. Buah pepaya
banyak ditemukan di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan, dan biji
dari buah pepaya tidak dimanfaatkan biasanya masyarakat hanya
mengambil daging buahnya saja sedangkan biji dari papaya dibuang
begitu saja.
Buah pepaya mengandung zat atau unsur senyawa yang sering
disebut papain. Papain adalah enzim proteolitik yang kita kenal untuk
melunakkan daging. Zat tersebut berproses dalam pemecahan jaringan
ikat, yang disebut proses proteolitik. Papain mempunyai sifat sebagai
anti toksik walaupun dalam dosis rendah, apabila masuk ke dalam
tubuh larva nyamuk Aedes aegypti akan menimbulkan reaksi kimia
dalam proses metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan
terhambatnya hormon pertumbuhan sehingga larva tidak bisa tumbuh
3
menjadi instar IV. Bahkan akibat dari ketidakmampuan larva untuk
tumbuh akibatnya terjadi kematian.
Berdasarkan penelitian Bernard Santoso Suryajaya (2009)
dengan menggunakan serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) sebagai
Larvisida nyamuk Culex sp. dengan konsentrasi 0,0625%, 0,125%,
dan 0,25% dalam 1000 liter air, diperoleh hasil dimana pada
konsentrasi 0,0625% dengan rerata kematian 6%, konsentrasi 0,125%
dengan rerata kematian 74%, 0.25% dengan rerata kematian 99%, dan
temephos 100%. Oleh karena itu peneliti mencoba untuk melakukan
penelitian dengan menggunakan infusa sebuk biji papaya (Carica
papaya L.) dengan menaikkan konsentrasi yaitu 1 %, 3 %, 5 % dan
7 % untuk mematikan larva Aedes aegypti.
Hasil uji pendahuluan yang dilakukan dengan menggunakan
infusa serbuk biji papaya sebayak 0,5 gram dalam 1 liter air murni
mampu mematikan larva Aedes aegypti dalam waktu 24 jam.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian mencoba untuk
meneliti mengenai kemampuan infusa bubuk biji papaya (Carica
papaya L.) dengan variasi dosis untuk mematikan larva Aedes aegypti.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ”Seberapa Besarkah
Kemampuan Infusa Serbuk Biji Papaya (Carica papaya L.), dengan
Variasi Dosis untuk Mematikan Larva Nyamuk Aedes aegypti” .
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan infusa
serbuk biji papaya (Carica papaya L.) dalam mematikan larva Aedes
aegypti.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan
konsentrasi 1 % dalam mematikan larva Aedes aegypti.
b. Untuk mengetahui kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan
konsentrasi 3 % dalam mematikan larva Aedes aegypti.
c. Untuk mengetahui kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan
konsentrasi 5 % dalam mematikan larva Aedes aegypti.
d. Untuk mengetahui kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan
konsentrasi 7 % dalam mematikan larva Aedes aegypti.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Memberi bukti- bukti empiris tentang afek bahan nabati serbuk
biji pepaya terhadap kematian larva Aedes aegypti.
2. Aspek Aplikatif
Dapat mengembangkan lebih lanjut insektisida nabati yang
berasal dari serbuk biji pepaya sehingga bisa menjadi alternatif pilihan
yang relatif aman, mudah, dan dapat dilakukan sendiri oleh
masyarakat dalam rangka pemberantasan nyamuk Aedes aegypti.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Nyamuk Aedes aegypti
Aedes aegypti merupakan spesies dari Aedes spp yang hidup di
daerah tropis dan merupakan vektor utama penyakit demam berdarah
yang hidup aktif di siang hari dan lebih senang mengisap darah
manusia, biasanya ketahanan hidup spesies ini tergantung pada
ketinggian permukaan laut dan tidak ditemukan di daerah dengan
ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan laut (Salmiyatun,
2005).
Tempat perindukan Aedes aegypti adalah didalam rumah dan
diluar rumah, nyamuk Aedes aegypti aktif didalam rumah dengan
hinggap dibaju – baju yang bergantungan dan berada di tempat yang
gelap seperti di bawah tempat tidur, dan mempunyai ciri pada
tubuhnya tampak bercak hitam putih bila dilihat dengan kaca
pembesar disisi kanan kiri punggungnya tampak dua garis berwarna
putih, suka bertelur di air yang bersih seperti di tempayan, bak mandi,
vas bunga segar yang berisi air dan menetas di dinding bejana air
(Salmiyatun, 2005).
Aedes aegypti bisa bertahan 2-3 bulan. Penularan penyakit
dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang
mengisap darah. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada
6
siang hari, aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang
hari, dengan 2 puncak aktivitas antara pukul 08.00-13.00 dan antara
jam 15.00-17.00. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan
protein yang diperlukan untuk Aedes aegypti memproduksi telur.
Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi
dari nektar bunga ataupun tumbuhan, Jenis ini menyenangi area yang
gelap dan lembab (Salmiyatun, 2005).
1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti
Aedes aegypti penyebarannya sangat luas, meliputi hampir
semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus
dengue, Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vektor)
menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan di kota. Mengingat
keganasan penyakit Demam Berdarah Dengue masyarakat harus
mampu mengenali dan mengetahui cara – cara mengendalikan jenis
nyamuk ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) (Wikipedia, 2008).
Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan
(toksonomi nyamuk) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
7
Family : Culicidae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti (Genis Ginanjar, 2004).
2. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti biasanya berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus).
Telur Aedes aegypti mempunyai dinding bergaris – garis dan
membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Sedangkan
nyamuk Aedes spp dewasa memiliki ukuran sedang, dengan tubuh
berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik
dengan garis-garis putih keperakan seperti gambar dibawah ini :
Gambar 2.1. Nyamuk Aedes aegypti
Di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung
vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini.
Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau
terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk tua. Ukuran
dan warna nyamuk ini sering kali berbeda antar populasi, tergantung
dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama
8
perkembangan. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari nyamuk
betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan.
Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang (Genis Ginanjar,
2004).
3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Spesies ini mengalami metamorfosis yang sempurna. Nyamuk
betina meletakkan telur di atas permukaan air dalam keadaan
menempel pada dinding tempat permukaannya. Seekor nyamuk betina
dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur,
setelah kira-kira dua hari baru menetas menjadi larva, lalu
mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi
pupa dan untuk menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9-10 hari
(Genis Ginanjar, 2004). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2
dibawah ini:
Gambar 2.2. Siklus hidup Nyamuk Aedes aegypti
9
a. Stadium telur
Telur Nyamuk Aedes aegypti berwarna gelap, berbentuk oval
biasanya telur diletakkan diatas permukaan air satu- persatu dalam
keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Telur dapat
bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama ditempat yang kering
tanpa air dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 250C – 300C.
Namun bila air cukup tersedia, telur-telur itu biasanya menetas 2-3 hari
sesudah diletakkan (Genis Ginanjar, 2004).
b. Stadium Larva
Stadium larva sering disebut jentik dan berlangsung 5-7 hari,
perkembangan larva tergantung pada temperatur air, kepadatan larva,
dan tersedianya makanan, larva nyamuk hidup dengan memakan
organisme-organisme kecil. Larva akan mati pada suhu dibawah 100C
dan diatas suhu 360C. Larva Aedes aegypti memiliki kepala yang
cukup besar serta torak dan abdomen yang cukup jelas. Untuk
mendapatkan oksigen biasanya larva menggantungkan dirinya agak
tegak lurus pada permukaan air. Kebanyakan larva nyamuk menyaring
mikroorganisme dan partikel – partikel lainnya dalam air, biasanya
larva melakukan pergantian kulit empat kali (Genis Ginanjar, 2004).
c. Stadium Pupa
Sesudah melewati pergantian kulit keempat, maka terjadi
pupasi. Pupa berbentuk agak pendek, tidak memerlukan makanan,
10
tetapi tetap aktif bergerak dalam air terutama bila diganggu. Bila
perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah 2 atau 3 hari
berkisar 270C – 320C umumnya nyamuk jantan menetas terlebih
dahulu dari nyamuk betina, maka kulit pupa pecah dan nyamuk
dewasa keluar serta terbang (Genis Ginanjar, 2004).
d. Stadium dewasa
Pada stadium dewasa nyamuk yang keluar dari pupa menjadi
nyamuk jantan dan nyamuk betina dengan perbandingan 1 : 1.
Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak diatas
permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap –
sayapnya sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk
dewasa akan segera kawin dan nyamuk betina yang telah dibuahi
akan mencari makan dalam waktu 24 – 36 jam kemudian.
Darah merupakan sumber protein terpenting untuk
mematangkan telurnya. Umur nyamuk dewasa dipengaruhi aktivitas
produksi dan jumlah makanan. Nyamuk Aedes aegypti dewasa rata-
rata dapat hidup selama 10 hari sedangkan di laboratorium mencapai
umur 2 bulan, Aedes aegypti mampu terbang sejauh 2 kilometer,
walaupun umumnya jarak terbangnya pendek yaitu kurang lebih 40
meter dan maksimal 100 meter (Genis Ginanjar, 2004).
4. Tata Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Telur nyamuk Ae. aegypti di dalam air dengan suhu 20 – 400C
akan menetas menjadi larva dalam waktu 1 – 2 hari kecepatan
11
pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air dan kandungan zat
makanan yang ada di dalam tempat perindukan. Stadium larva
berlangsung selama 6 – 8 hari, pada kondisi optimum, larva
berkembang menjadi pupa dalam waktu 4 – 9 hari, kemudian pupa
menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2 - 3 hari. Jadi pertumbuhan
dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan
waktu kurang lebih 7 – 14 hari (Genis Ginanjar, 2004).
Ae. aegypti bersifat aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan
penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina
yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan
protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan
tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga
ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda -
benda berwarna hitam atau merah (Wikipedia, 2008).
5. Kebiasaan Berkembangbiak (Breeding Habit)
Tempat perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti adalah
penampungan air bersih di dalam rumah ataupun berdekatan dengan
rumah, dan air bersih tersebut tidak bersentuhan langsung dengan
tanah (Ditjen PPM&PL, 2002). Tempat perkembangbiakan tersebut
berupa:
12
a. Tempat penampungan air (TPA) yaitu tempat menampung air guna
keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC
dan ember.
b. Bukan tempat penampungan air (non TPA) yaitu tempat - tempat
yang biasa digunakan untuk menampung air tetapi bukan untuk
keperluan sehari-hari seperti tempat minum hewan piaraan, kaleng
bekas, ban bekas, botol, pecahan gelas, vas bunga dan perangkap
semut.
c. Tempat penampungan air alami (TPA alami/ natural) seperti lubang
pohon,lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang,
pangkal pohon pisang dan potongan bambu.
B. Larva Aedes aegypti
Larva Aedes aegypti dapat bertahan hidup dalam air selama
6 jam tanpa muncul dipermukaan air. Kehidupan jentik akan lebih baik
pada pH air yang mendekati normal 6,7 sampau 7,4 dan dengan suhu
antara 20 oC sampai 28 oC karena umumnya nyamuk akan meletakkan
telurnya pada temperatur ± 20 oC sampai 30 oC atau lebih dari 40 oC.
Ciri- ciri khas dari larva Aedes aegypti yaitu:
1. Adanya corong udara pada segmen terakhir.
2. Pada segmen- segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-
rambut berbentuk kipas.
13
3. Pada corong udara terdapat pectin.
4. Sepasang rambut serta jumbai akan ditemui pada corong udara
(siphon).
5. Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale
sebanyak 8 sampai 12 atau berjejer 1 sampai 3.
6. Berbentuk individu dari comb scale seperti duri
7. Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva
dan adanya sepasang rambut di kepala.
8. Corong udara atau siphon dilengkapi dengan pectin.
Perkembangan jentik mengalami 4 fase pertumbuhan yang
dikenal dengan instar I, II, III, dan IV. Adapun ciri- ciri dari instar adalah
sebagai berikut:
1. Instar I, berlangsung 1-2 hari, ciri- cirinya:
a. Ada spine dikepala,
b. Panjang kira-kira 1-1,5 mm,
c. Collarnya lebar
2. Instar II, berlangsung 1-2 hari, cirri-cirinya:
a. Tidak ada spine dikepala,
b. Lebih panjang dari stadium pertama,
c. Collarnya sempit,
3. Instar III, berlangsung 2-3 hari, ciri-cirinya:
a. Tidak ada spine dikepal,
14
b. Lebih besar dan panjang dari stadium II dan bulu serta organ
lainnya mulai kelihatan berkembang,
c. Collarnya lebar.
4. Instar IV, berlangsung sekitar 3 hari, ciri-cirinya:
a. Tidak ada spine dikepala;
b. Lebih besar dan lebih panjang dari stadium III dengan bulu dan
organ lainnya sudah berkembang sempurna (Genis Ginanjar,
2004).
C. Pemberantasan Nyamuk Aedes aegypti
Pencegahan dan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dapat
dilakukan melalui dua cara yaitu:
1. Pemberantasan nyamuk Dewasa
Pemberantasan nyamuk dewasa dapat dilakukan melalui
cara yaitu:
a. Menambah pencahayan dalam rumah dengan menggunakan
cat yang berwarna cerah,
b. Mengurangi tanaman perdu/ hias yang tidak perlu,
c. Tidak membiasakan menggantung pakaian didalam kamar agar
tidak digunakan nyamuk untuk beristirahat,
d. Pengasapan (fogging) dengan menggunakan jenis insektisida
misalnya golongan organophosfat.
15
2. Pemberantasan Larva Aedes aegypti
Pemberantasan terhadap larva Aedes aegypti dikenal
dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam berdarah
(PSN DBD) dilakukan dengan cara:
a. Fisik
Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau
mengurangi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti yang
dapat dilakukan dengan 3 M yaitu:
1) Menutup tempat penampungan air bersih,
2) Menguras bak mandi untuk memastikan adanya larva
nyamuk yang berkembang didalam air dan tidak ada telur
yang melekat pada dinding bak mandi,
3) Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung
air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.
b. Kimia
Dikenal dengan larvasida yakni cara memberantas larva
Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi
larva seperti abate.
c. Biologi
Pemberantasan larva Aedes aegypti secara biologi
dapat dilakukan dengan memelihara ikan pemakan larva atau
16
jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang, atau tempalau
dan lain – lainnya) (Salmiyatun. 2005).
D. Insektisida Sintetis dan Alami
Insektisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan
untuk membunuh serangga pengganggu (hama serangga). Insektisida
dapat membunuh serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan
meracuni makanannya (tanaman) dan dengan langsung meracuni
serangga tersebut (Subiyakto Sudarmo, 2009).
Proses masuknya insektisida ke dalam tubuh serangga dapat
melalui beberapa cara, diantaranya sebagai racun kontak, yang dapat
masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau dinding tubuh serangga,
racun perut atau mulut, masuk melalui alat pencernaan serangga dan
yang terakhir dengan fumigant, yang merupakan racun yang masuk
melalui pernafasan serangga, dan limonoid bersifat sebagai racun
(Genis Ginanjar, 2001).
Penerapan terus menerus insektisida sintetis dapat
menyebabkan pengembangan resistensi pada spesies vektor,
insektisida sintetis dapat berpengaruh terhadap kualitas lingkungan,
organisme, termasuk kesehatan manusia (Anupam Ghosh, 2012).
Penerapan insektisida alami ekstrak tanaman yang memiliki zat
aktif dari tanaman dapat dijadikan sebagai strategi alternatif,
17
pengendalian nyamuk yang tersedia dari zaman dahulu. Hal ini tidak
beracun mudah tersedia dengan harga terjangkau, dan mudah terurai
dan menunjukkan spektrum luas terhadap berbagai jenis nyamuk
vektor (Anupam Ghosh, 2013).
Berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai
insektisida alami diantaranya, daun tomat, jahe, dan daun pepaya.
Daun tomat merupakan insektisida alami dan fungisida ringan, dapat
digunakan untuk semut, cacing, ulat bulu, telur serangga, belalang,
ngengat, nematoda, lalat putih, jamur, dan bakteri pembusuk. Jahe
dapat digunakan sebagai insektisida alami larva ulat dan ulat bulu.
Daun pepaya juga dapat digunakan sebagai insektisida alami rayap,
hama kecil, dan ulat bulu (Fairus hasan Alboneh, 2012).
Biji pepaya (carica papaya L.) juga dapat digunakan sebagai
larvasida alami terhadap larva nyamuk karena mengandung bahan
aktif yaitu alkaloid karpaina yang bersifat toksis dan menimbulkan
reaksi kimia dalam proses metabolisme tubuh larva yang dapat
menyebabkan terhambatnya hormon pertumbuhan sehingga larva
tidak dapat melakukan metamorfosis secara sempurna, yang
mengakibatkan larva tidak tumbuh menjadi instar IV, bahkan
mengakibatkan kematian (Anupam Ghosh, 2013).
E. Tanaman Papaya (Carica papaya L.)
Pepaya merupakan tanaman buah menahun yang tumbuh pada
tanah lembab yang subur dan tidak tergenang air. Pepaya ini sering
18
dijumpai di dataran rendah sampai 1000 m di atas permukaan laut.
Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Tengah
(Moehd Baga kalie, 2008)
1. Klasifikasi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)
Klasifikasi dari tanaman pepaya (Carica papaya L.) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Violales
Familia : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L. (Moehd Baga kalie, 2008)
2. Morfologi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)
Tanaman pepaya merupakan jenis semak berbentuk pohon
dengan batang yang lurus, bulat silindris, di atas bisa bercabang bisa
tidak. Sebelah dalam serupa spons dan berongga, di luar terdapat
tanda bekas daun yang banyak, tinggi 2,5 – 10 m. Daun berjejal pada
ujung batang dan ujung cabang; tangkai daun bulat silindris, berongga,
19
panjang 25 – 100 cm; helaian daun bulat telur bulat, bertulang daun
menjari, bercangap menjari berbagi menjari, ujung runcing dan
pangkal berbentuk jantung, garis tengah 25 – 75 cm, taju selalu
berlekuk menyirip tidak beraturan (Moehd Baga kalie, 2008).
Bunga hampir selalu berkelamin 1 dan berumah 2, tetapi
kebanyakan dengan beberapa bunga berkelamin 2 pada karangan
bunga yang jantan. Bunga jantan pada tandan yang serupa malai dan
bertangkai panjang, kelopak sangat kecil; mahkota berbentuk
terompet, putih kekuningan, dengan tepi yang bertaju 5 dan tabung
yang panjang, langsing, taju terputar dalam kuncup; kepala sari
bertangkai pendek dan duduk. Bunga betina kebanyakan berdiri
sendiri; daun mahkota lepas atau hampir lepas, putih kekuning-
kuningan, bakal buah beruang 1, kepala putik 5, duduk.
Buah pepaya bulat telur memanjang atau bentuk “peer” (seperti
bohlam lampu), berdaging dan berisi cairan. Jumlah biji banyak,
dibungkus oleh selaput yang berisi cairan, di dalamnya berduri tempel
berjerawat (Moehd Baga kalie, 2008). Berikut gambar biji pepaya
(Carica papaya L.) :
Gambar 2.3 Buah dan biji Pepaya (Carica papaya L.)
20
3. Kandungan Senyawa Aktif dan Manfaat
Biji Pepaya (Carica papaya L.)
a. Daun Pepaya
Daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung berbagai macam
zat, antara lain, vitamin A 18250 SI, vitamin B1 0,15 mg, vitamin C
140 mg, kalori 79 kal, protein 8,0 gram, lemak 2 gram, hidrat Arang
11,9 gram, kalsium 353 mg, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, air 75,4 gram,
papayotin, kautsyuk, karpain, dan karposit. Daun pepaya mengandung
bahan aktif papain, sehingga efektif untuk mengendalikan ulat dan
hama penghisap (Setiawan Dalimartha, 2008).
b. Buah Pepaya
Buah pepaya mengandung karotena, pectin, d-galaktosa,
papain dan sebagainya. Buah pepaya banyak sekali manfaatnya salah
satu diantaranya dapat memperlancar buang air besar, meningkatkan
asupan serap, memperlancar ASI, gangguan lambung, mengatasi
sembelit (www.wikipedia.com. 2012).
c. Biji Pepaya
Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari tanaman ini
ternyata banyak diantaranya mengandung alkaloid, steroid, tanin dan
minyak atsiri. Dalam biji papaya mengandung senyawa – senyawa
steroid. Kandungan biji dalam buah pepaya kira-kira 14,3 % dari
21
keseluruhan buah pepaya (Setiawan Dalimartha, 2008).
Kandungannya berupa asam lemak tak jenuh yang tinggi, yaitu asam
oleat dan palmitat. Selain mengandung asam-asam lemak, biji pepaya
diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol,
alkaloid, terpenoid dan saponin (Subiyakto Sudarmo, 2009).
Zat-zat aktif yang terkandung dalam biji pepaya tersebut bisa
berefek sitotoksik, anti androgen atau berefek estrogenik. Alkaloid
salah satunya yang terkandung dalam biji papaya dapat berefek
sitotoksik. Efek sitotoksik tersebut akan menyebabkan gangguan
metabolisme sel spermatogenik (Subiyakto Sudarmo, 2009).
F. Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian pada latar belakang permasalahan diatas,
maka kerangka konsepsional dalam penelitian ini sebagai berikut:
22
Gambar 2.4. Skema Kerangka Konsepsional
23
Larva Aedes aegypti
Pengujian 20 larva Aedes aegypti
(konsentrasi 0 %)
Toleran (kematian antara 80 - 90 %)
Infusa Serbuk biji pepaya
Pengujian 20 larva Aedes aegypti
(konsentrasi 1 %)
Pengujian 20 larva Aedes aegypti
(konsentrasi 3 %)
Pengujian 20 larva Aedes aegypti
(konsentrasi 5 %)
Pengujian 20 larva Aedes aegypti
(konsentrasi 7 %)
Tidak efektif (kematian jentik < 80 %)
Kontrol
Air murni
Diamati setiap 30 menit dalam waktu 24 jam
3 kali pengulangan (replikasi)
Efektif (kematian jentik > 90 %)
Keterangan:
Larva Aedes aegypti merupakan sampel uji dalam penelitian ini,
infusa biji pepaya dibuat dari biji pepaya yang sudah dikeringkan, lalu
dijadikan serbuk. Serbuk biji pepaya ditimbang dan dimasukkan ke
dalam panci kecil sesuai konsentrasi dosis yang ditentukan (1 %, 3 %,
5 % dan 7 %) beserta 100 ml air. Didihkan panci besar, lalu simpan
panci kecil diatas panci besar dalam keadaan api yang tetap menyala.
Pemanasan dilakukan selama 10 menit hingga suhu di panci kecil
mencapai 80 0C sampai 90 0C lalu hasil infusa disaring dan dilakukan
pengenceran.dengan penambahan air murni hingga 1000 ml.
Ada berbagai konsentrasi yaitu digunakan yaitu 1 % (0,1 gram
serbuk biji pepaya), 3 % (0,3 gram serbuk biji pepaya), konsentrasi
sebanyak 5 % (0,5 gram serbuk biji pepaya), dan konsentrasi
sebanyak 7 % (0,7 gram serbuk biji pepaya) dalam 1000 ml air murni,
dan sebagai kontrol adalah 1000 liter air murni serta. Kemudian
dilakukan pengujian terhadap 20 ekor larva Aedes aegypti pada
masing- masing perlakuan atau wadah. Setelah itu dilakukan
pengamatan pada kontrol dan keempat perlakuan, setiap 30 menit
selama 24 jam dengan tiga kali percobaan (replikasi) dan dilakukan
analisa, apakah infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) efektif
(kematian larva >90 %), toleran (kematian antara 80 sampai
90 %) dan tidak efektif (kematian larva < 80 %).
G. Variabel Penelitian
24
Adapun struktur hubungan antara variable dari penelitian yaitu:
a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat
yaitu konsentrasi serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) 1 %, 3 %,
5 % dan 7 %.
b. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas yaitu larva Ades aegypti.
c. Variabel pengganggu adalah variabel yang turut berpengaruh pada
variabel terikat yaitu, kondisi dan umur larva.
Gambar 2.5. Skema Hubungan antar Variabel
H. Definisi Operasional
1. Konsentasi 1 % dalam penelitian ini yaitu 0,1 gram serbuk biji
pepaya dalam 1000 ml air murni (aquades).
2. Konsentasi 3 % dalam penelitian ini yaitu 0,3 gram serbuk biji
pepaya dalam 1000 ml air murni (aquades).
25
Variabel Terikat
Kematian Larva Aedes aegypti
Variabel Bebas
Konsentrasi serbuk biji papaya:
- 1 %- 3 %- 5 %- 7 %
Variabel Pengganggu
- kondisi larva- umur
3. Konsentasi 5 % dalam penelitian ini yaitu 0,5 gram serbuk biji
pepaya dalam 1000 ml air murni (aquades).
4. Konsentasi 7 % dalam penelitian ini yaitu 0,7 gram serbuk biji
pepaya dalam 1000 ml air murni (aquades).
5. Kontrol dalam penelitian ini adalah suatu sampel uji coba yang
tidak diberikan perlakuan khusus yaitu 1000 ml air murni (aquades).
6. Infusa serbuk biji pepaya dalam penelitian ini adalah diperoleh
dengan pemanasan serbuk biji pepaya yang sudah dikeringkan
yang dilakukan selama 15 menit pada suhu 80 sampai 90 derajat
celcius.
7. Kematian larva Aedes aegypti dalam penelitian ini adalah larva
yang mati setelah kontak dengan infusa serbuk biji papaya (Carica
papaya L.)
8. Kondisi larva dalam penelitian ini adalah larva Aedes aegypti harus
dalam keadaan aktif dan berespon terhadap rangsangan benda.
I. Kriteria Objektif
Interpretasi yang digunakan sesuai dengan uji kerentanan
terhadap larva nyamuk yaitu menurut Chasan 2005, larvasida
dikatakan efektif dan tidak efektif apabila :
1. Efektif : kematian larva Aedes aegypti lebih besar dari 90 %,
2. Toleran : kematian larva Aedes aegypti antara 80 % sampai
90 %,
3. Tidak efektif : kematian larva Aedes aegypti kurang dari 80 %
26
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental yaitu quasi
eksperimental (eksperimen semu) dengan post test only control group
design, dengan desain sebagai berikut:
Xo Xn
Co Cn
Keterangan:
Xo : Kelompok yang diberi perlakuan dengan pemberian infusa
serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) dalam berbagai
konsentrasi (1 %, 3 %, 5 % dan 7 %) terhadap kelompok
eksperimen.
Co : Kelompok kontrol, kelompok ini tidak mendapat perlakuan.
Xn : Pengamatan (observasi) terhadap jumlah larva Aedes aegypti
yang mati setelah waktu pengamatan tertentu pada kelompok
yang diberi perlakuan.
Cn : Pengamatan (observasi) terhadap jumlah larva Aedes aegypti
yang mati setelah waktu pengamatan tertentu pada kelompok
kontrol.
Desain penelitian ini dipilih karena tidak dilakukan pre test
terhadap sampel sebelum perlakuan, karena telah dilakukan
27
randomisasi baik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol;
kelompok-kelompok tersebut dianggap sama sebelum dilakukan
perlakuan. Dengan cara ini memungkinkan dilakukan pengukuran
pengaruh perlakuan (intervensi) pada kelompok eksperimen yang satu
dengan cara membandingkannya dengan kelompok eksperimen yang
lain dan kelompok kontrol.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Laboratorium Jurusan Kesehatan
Lingkungan Politeknik Kesehatan Makassar.
2. Waktu penelitian
Waktu penelitian dibagi dua tahap, yaitu :
a. Tahap pertama yaitu persiapan, untuk kepentingan penyusunan
proposal yang berlangsung pada bulan Juni sampai Juli 2013.
b. Tahap kedua yaitu pelaksanaan kegiatan penelitian yang
berlangsung pada bulan Juli sampai Agustus 2013.
C. Sampel Penelitian
1. Sampel
1) Larva Aedes aegypti yang telah mencapai instar IV.
2) Larva bergerak aktif.
2. Besar Sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 20 ekor larva
instar IV setiap unit perlakuan. Dengan pertimbangan untuk
28
eksperimen larva 20 sampai 25 ekor (WHO). Pada masing – masing
konsentrasi dikalikan dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Jumlah
seluruh sampel yang dibutuhkan sebanyak 300 larva Aedes aegypti.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
dilakukan secara simple random sampling terhadap larva Aedes
aegypti. Pengambilan larva dengan menggunakan pipet larva.
D. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data
1. Sumber data
a. Data primer
Data primer yang dimaksud adalah data penelitian yang
diperoleh dari hasil pengujian yaitu berapa banyak larva Aedes aegypti
yang mati setelah ditambahkan infusa serbuk biji papaya dengan
konsentrasi yang telah ditentukan.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang dimaksud adalah data yang diperoleh dari
hasil studi kepustakaan serta literatur – literatur yang ada
hubungannya dengan objek penelitian.
2. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:
29
a. Editing
Pengolahan data dengan editing yaitu meneliti data yang
diperoleh guna kelengkapan data.
b. Tabulasi Data
Pengolahan data dengan tabulasi data dilakukan untuk
memudahkan pada waktu menganalisis data yang diperoleh.
3. Metode Analisa Data
a. Diskriptif
Hasil pengamatan yang diperoleh saat pelaksanaan eksperimen
disajikan dalam bentuk tabel, presentase, dan grafik hasil penelitian
disertai uraian – uraian yang didasarkan pada teori pendukung.
b. Analitik
Analisa data dilakukan dengan bantuan program komputer yaitu
dengan menggunakan komputer yang meliputi analisis Varians
(Anova) untuk menguji perbedaan rata – rata jumlah kematian larva
Aedes aegypti pada berbagai tingkat konsentrasi infusa serbuk biji
pepaya (Carica papaya L.), dengan taraf kepercayaan 95 %.
E. Metode Pelaksanaan Eksperimen
1. Pembuatan Infusa Serbuk Biji
Pepaya (Carica papaya L.)
a. Alat
1) Gelas ukur 1000 ml
2) Timbangan
30
3) Lumpang dan alu
4) Spatula (pengaduk)
5) Panci
b. Bahan
1) Serbuk biji pepaya 1 gram dalam satu kali percobaan (6 gram
dalam enam kali percobaan)
2) Air murni (aquades)
c. Cara Kerja
1) Siapkan biji pepaya kemudian dicuci sampai bersih lalu tiriskan,
2) jemur biji pepaya sampai kering, biji papaya kemudian
ditumbuk, sampai halus,
3) Serbuk biji pepaya ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan
ke dalam panci kecil sebanyak 0,0625 gram, 0,125 gram, 0,25
dan 0,5 gram masing – masing kedalam 1000 ml air murni,
4) Didihkan panci besar, lalu simpan panci kecil diatas panci besar
dalam keadaan api yang tetap menyala,
5) Pemanasan dilakukan selama 10 menit hingga suhu di panci
kecil mencapai 80 0C lalu hasil infusa disaring dan diamkan
sampai suhunya normal (tidak panas).
2. Pengujian Infusa Serbuk Biji Pepaya (Carica papaya L.)
terhadap Larva Aedes aegypti
a. Alat
1) Beaker glass ukuran 1000 ml sebanyak 5 buah,
31
2) Gelas ukur 1000 ml,
3) Batang pengaduk,
4) Timer,
5) Counter,
6) Senter,
7) Pipet isap,
8) Kertas lakmus untuk mengukur pH media percobaan,
9) Thermometer untuk mengukur suhu media percobaan, dan
10) Perlengkapan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
b. Bahan
1) Larva Aedes aegypti instar IV sebanyak 100 ekor untuk 1 kali
percobaan (600 untuk 6 kali percobaan)
2) Infusa serbuk biji papaya
3) Aquades
c. Cara kerja
1) Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
2) Isi masing masing 3 wadah dengan infusa serbuk biji papaya
masukkan air bersih (aquades) dengan masing – masing
konsentrasi, wadah I dengan konsentrasi 0,625 %, II dengan
1,25 %, wadah ke III dengan konsentrasi 2,5 % dan wadah IV
yaitu 5 %. Serta wadah V sebagai kontrol dengan 1000 ml air
murni (aquades),
32
3) Masukkan larva Aedes aegypti sebanyak 20 ekor kedalam
masing– masing wadah, dilakukan pengulangan (replikasi) pada
masing – masing perlakuan, kemudian amati larva pada semua
wadah tersebut dalam waktu 24 jam setiap 30 menit,
4) Dilakukan pengamatan dan pencatatan terhadap jumlah larva
selama 24 jam setiap 30 menit dengan enam kali pengulangan.
5) Selama penelitian berlangsung diukur dan dicatat pH dan suhu
media percobaan.
6) Apabila jumlah kematian larva pada kelompok kontrol kurang
dari 5 %, maka diabaikan, sedangkan apabila lebih dari 20%
maka uji harus diulang. Sedangkan apabila kematain larva pada
kelompok control antara 5 – 20% maka untuk menghitung
persentase kematian larva pada masing – masing dosis
konsentrasi dengan menggunakan formula/ rumus Abbot:
7) Lakukan 6 kali pengulangan (replikasi),
8) Diukur dan dicatat pH dan suhu media selama penelitian
berlangsung, dan
9) Hitung dan catat jumlah kematian larva yang mati baik pada
kelompok control maupun kelompok perlakuan.
33
% kematian perlakuan – % kematian kontrol x 100 %
100% – % kematian kontrol
3. Perhitungan konsentrasi
a. Konsentrasi 1 %
0,1100
gram x 1000 ml = 1 %, artinya 0,1 gr serbuk biji pepaya
ditambahkan kedalam 1000 ml air murni (aquades).
b. Konsentrasi 2 %
0,3100
gram x 1000 ml = 3%, artinya 0,3 gr serbuk biji pepaya
ditambahkan kedalam 1000 ml air murni (aquades).
c. Konsentrasi 5 %
0,5100
gram x 1000 ml = 5 %, artinya 0,5 gr serbuk biji pepaya
ditambahkan kedalam 1000 ml air murni (aquades).
d. Konsentrasi 7 %
0,7100
gramx 1000 ml = 7 %, artinya 0,7 gr serbuk biji pepaya
ditambahkan kedalam 1000 ml air murni (aquades).
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada tanggal 5
sampai 7 Agustus 2013 di Laboratorium Kesehatan lingkungan
Makassar mengenai kemampuan infusa serbuk biji pepaya (Carica
papaya L.) sebagai larvasida untuk mematikan larva Aedes aegypti
dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 1 %, 3 %, 5 % dan 7 %.
Setiap konsentrasi masing – masing diberikan 20 ekor larva dan
pada masing – masing konsentrasi dilakukan pengulangan sebanyak 3
kali. Kematian larva dikontrol setiap 30 menit dalam 24 jam sampai
seluruh larva mati, maka hasil penelitian yang diperoleh dapat
disajikan dalam tabulasi data sebagai berikut :
1. Pemeriksaan pH
Berdasarkan hasil pemeriksaan pH setelah penambahan infusa
serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) dengan berbagai konsentrasi
yang diujikan diperoleh hasil pemerisaan (tabel 4.1) yaitu pH setelah
penambahan infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) pada
konsentarasi 1 %, 3 %, 5 dan 7 % dengan replikasi I, II, dan III yaitu 7
35
dengan pH rata-rata sebesar 7. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1
Pemeriksaan pH setelah Penambahan Infusa Serbuk Biji Pepaya
NoPerlakuan/
Konsentrasi (%)
pH Ʃ Rata-
rataKeteranganReplikasi
IReplikasi
IIReplikasi
III1
2
3
4
1
3
5
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
Konsentrasi 1, 3, 5 dan 7 % memenuhi syarat kualitas air bersih yaitu 6,5-9,0 (Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990)
Sumber: Data primer, 2013
2. Pemeriksaan Kekeruhan
Berdasarkan hasil pemeriksaan kekeruhan setelah
penambahan infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) dengan
berbagai konsentrasi yang diujikan diperoleh hasil pemeriksaan
sebagai berikut:
Tabel 4.2
Pemeriksaan kekeruhan setelah Penambahan Infusa Serbuk Biji Pepaya
NoPerlakuan/
Konsentrasi (%)
Kekeruhan (NTU) Ʃ Rata-
rataKeterangan Replikasi
IReplikasi
IIReplikasi
III
36
1
2
3
4
1
3
5
7
2,67
6,37
10,94
11,81
2,74
6,37
10,89
11,81
2,61
6,33
10,93
11,78
2,67
6,36
10,92
11,80
Konsentrasi 1, 3, 5 dan 7 % memenuhi syarat kualitas air bersih yaitu 25 NTU (Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990)
Sumber: Data primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.6 hasil dari pemeriksaan kekeruhan setelah
penambahan infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) pada
konsentarasi 1 %, replikasi I, yaitu 2,67 NTU, replikasi II sebesar 2,74
NTU dan replikasi III 2,61 NTU dengan kekeruhan rata-rata sebesar
2,67 NTU. Pada konsentrasi 3 % replikasi I dan II yaitu 6,37 NTU,
replikasi III 6,33 NTU dengan rata-rata sebesar 6,36 NTU. Pada
Konsentrasi 5 %, replikasi I, yaitu 10,94 NTU, replikasi II sebesar 10,89
NTU dan replikasi III 10,93 NTU dengan rata-rata sebesar 2,67 NTU.
replikasi I, yaitu 2,67 NTU, replikasi II sebesar 2,74 NTU dan replikasi
2,61 NTU dengan kekeruhan rata-rata sebesar 2,67 NTU.
3. Kematian Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk
Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 1 %
dalam 1000 ml Air Murni
Berdasarkan hasil penelitian rata – rata kematian setelah diberi
perlakuan, dalam waktu Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk
Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 1 % dalam 1000 ml
Air Murni dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:
37
Tabel 4.3
Kematian Larva Aedes aegypti pada Konsentrasi 1 % Infusa Serbuk Biji Pepaya (Carica papaya L.)
Waktu (menit)
Jumlah larva (ekor)
Jumlah kematian Larva setiap Perlakuan
KontrolƩ Rata-Rata Kematian
LarvaReplikasi
IReplikasi
IIReplikasi
III1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
390
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
20
0
0
1
2
3
6
8
9
11
13
19
19
20
0
0
1
2
3
6
8
8
11
13
18
19
20
0
0
1
2
4
6
8
9
11
14
19
19
20
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
3
6
8
9
11
13
19
19
20
Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa pada menit ke-
90 rata-rata kematian larva adalah 1 ekor, pada menit ke-120 rata-rata
kematian larva adalah 2 ekor, pada menit ke-150 rata-rata kematian
38
larva adalah 3 ekor, menit ke-180 rata-rata kematian larva adalah
6 ekor. Menit ke-210 rata-rata kematian larva adalah 8 ekor, pada
menit ke-240 rata-rata kematian larva adalah 9 ekor, pada menit ke-
270 rata-rata kematian larva adalah 11 ekor, pada menit ke-300 rata-
rata kematian larva adalah 13 ekor, pada menit ke-330 rata-rata
kematian larva adalah 19 ekor, pada menit ke-330 rata-rata kematian
larva adalah 19 ekor, sedangkan pada menit ke-390 rata-rata kematian
larva adalah 20 ekor.
4. Kematian Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk
Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 3 %
dalam 1000 ml Air Murni
Berdasarkan hasil penelitian rata – rata kematian setelah diberi
perlakuan, dalam waktu Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk
Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 3 % dalam 1000 ml
Air Murni dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Kematian Larva Aedes aegypti pada Konsentrasi 3 % Infusa Serbuk Biji Pepaya (Carica papaya L.)
NoWaktu (menit)
Jumlah larva (ekor)
Jumlah kematian Larva setiap Perlakuan
KontrolƩ Rata-Rata Kematian
LarvaReplikasi
IReplikasi
IIReplikasi
III
39
1
2
3
4
5
6
7
8
9
30
60
90
120
150
180
210
240
270
20
20
20
20
20
20
20
20
20
1
2
3
6
8
9
14
18
20
1
2
3
6
8
10
14
18
20
0
2
3
5
8
10
14
18
20
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
3
6
8
10
14
18
20
Sumber: data Primer, 2013.
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa pada menit ke-
30 rata-rata kematian larva adalah 1 ekor, pada menit ke-60 rata-rata
kematian larva adalah 2 ekor, pada menit ke-90 rata-rata kematian
larva adalah 3 ekor, pada menit ke-120 rata-rata kematian larva adalah
6 ekor, pada menit ke-150 rata-rata kematian larva adalah 8 ekor,
menit ke-180 rata-rata kematian larva adalah 10 ekor. Menit ke-210
rata-rata kematian larva adalah 14 ekor, pada menit ke-240 rata-rata
kematian larva adalah 18 ekor, serta pada menit ke-270 rata-rata
kematian larva adalah 20 ekor.
5. Kematian Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk
Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 5 %
dalam 1000 ml Air Murni
Berdasarkan hasil penelitian rata – rata kematian setelah diberi
perlakuan, dalam waktu Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk
40
Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 5 % dalam 1000 ml
Air Murni dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5
Kematian Larva Aedes aegypti pada Konsentrasi 5 % Infusa Serbuk Biji Pepaya (Carica papaya L.)
NoWaktu (menit)
Jumlah larva (ekor)
Jumlah kematian Larva setiap Perlakuan
KontrolƩ Rata-Rata Kematian
LarvaReplikasi I
Replikasi II
Replikasi III
1
2
3
4
5
6
30
60
90
120
150
180
20
20
20
20
20
20
2
4
8
15
18
20
2
5
9
16
19
20
2
5
8
14
19
20
0
0
0
0
0
0
2
5
8
15
19
20
Sumber: data Primer, 2013.
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa pada menit ke-
30 rata-rata kematian larva adalah 2 ekor, pada menit ke-60 rata-rata
kematian larva adalah 5 ekor, pada menit ke-90 rata-rata kematian
larva adalah 8 ekor, pada menit ke-120 rata-rata kematian larva adalah
41
15 ekor, pada menit ke-150 rata-rata kematian larva adalah 19 ekor,
sedangkan pada menit ke-180 rata-rata kematian larva adalah 20 ekor.
6. Kematian Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk
Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 7 %
dalam 1000 ml Air Murni
Berdasarkan hasil penelitian rata – rata kematian setelah diberi
perlakuan, dalam waktu Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk
Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 7 % dalam 1000 ml
Air Murni dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6
Kematian Larva Aedes aegypti pada Konsentrasi 7 % Infusa Serbuk Biji Pepaya (Carica papaya L.)
NoWaktu (menit)
Jumlah larva (ekor)
Jumlah kematian Larva setiap Perlakuan
Kontrol% Rata-Rata
Kematian Larva
Replikasi I
Replikasi II
Replikasi III
1
2
3
4
5
30
60
90
120
150
20
20
20
20
20
3
7
15
18
20
2
7
13
18
20
2
7
14
19
20
0
0
0
0
0
2
7
14
18
20
Sumber: data Primer, 2013.
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa pada menit ke-
30 rata-rata kematian larva adalah 2 ekor, pada menit ke-60 rata-rata
kematian larva adalah 7 ekor, pada menit ke-90 rata-rata kematian
42
larva adalah 14 ekor, pada menit ke-120 rata-rata kematian larva
adalah 18 ekor, serta pada menit ke-150 rata-rata kematian larva
adalah 20 ekor.
Rata-rata kematian larva Aedes aegypti dengan menggunakan
infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) dengan konsentrasi 1 %,
3 %, 5 %, dan 7 % dimana konsentrasi yang paling cepat mematikan
larva yaitu 7 % mulai pada menit ke-30 dan semua larva mati pada
menit ke-150, kemudian konsentrasi 5 % mulai pada menit ke-30 dan
semua larva mati pada menit ke-180, dan konsentrasi 3 % mulai pada
menit ke-30 dan semua larva mati pada menit ke-270 serta konsentrasi
1 % mulai pada menit ke-90 dan semua larva mati pada menit ke-390.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 4.1 berikut ini
43
0 50 100 150 200 250 300 350 400 4500
5
10
15
20
25
Grafik 4.1Pengaruh Konsentrasi terhadap Rata- rata Kematian
Larva Aedes aegypti
Konsentrasi 1 %
Konsentrasi 3 %
Konsentrasi 5 %
Konsentrasi 7 %
Waktu (Menit)
Ra
ta-
rata
Ke
ma
tia
n L
arv
a
7. Uji Anova (Analysis of Variance) dan Post Hoc Tests terhadap
Kematian Larva Aedes aegypti pada Konsentrasi 1 %, 3 %, 5 %
dan 7 % Infusa Serbuk Biji Pepaya
Berdasarkan hasil Uji One Way Anova yang dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan jumlah kematian Larva Aedes
aegypti setelah terpapar oleh infusa serbuk biji pepaya dengan
berbagai konsentrasi yaitu 1 %, 3 %, 5 % dan 7 %, dapat dilihat pada
tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 3.7
Hasil Analisa Uji One Way Anova terhadap Kematian Larva Aedes aegypti
44
Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Between GroupsWithin GroupsTotal
18.76173.68492.444
34861
6.2541.535
4.074 .012
Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan hasil uji ANOVA, diperoleh nilai p = 0,012 yaitu
tidak terdapat perbedaan jumlah kematian larva yang bermakna pada
dua konsentrasi yang berbeda. Untuk mengetahui konsentrasi mana
terdapat perbedaan yang bermakna maka harus dilakukan analisis
dengan menggunakan Post-Hoc, pada tabel 3.8 berikut ini:
Tabel 3.8
Hasil Analisa Uji Post Hoc Tests terhadap Kematian Larva Aedes aegypti
(I) konsentrasi (J) konsentrasi Mean Difference
(I-J)Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
1 357
-.77264-1.37310*
-1.52804*
.48597
.48597
.48597
.118
.007
.003
-1.7497-2.3502-2.5051
.2045-.3960-.5509
3 157
.77264-.60046-.75539
.48597
.48597
.48597
.118
.223
.127
-.2045-1.5776-1.7325
1.7497.3766.2217
5 137
1.37310*
.60046-.15493
.48597
.48597
.48597
.007
.223
.751
.3960-.3766-1.1320
2.35021.5776.8222
135
1.52804*
.75539
.15493
.48597
.48597
.48597
.003
.127
.751
.5509-.2217-.8222
2.50511.73251.1320
Sumber: Data Primer, 2013
Dengan melihat hasil analisis Post Hoc pada tabel 4.8 diperoleh
hasil:
45
a. Konsentrasi 1% dengan konsentrasi 3%, p = 0,118, CI 95%
melewati angka 0, artinya tidak terdapat perbedaan kematian larva
yang bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 1% dengan
konsentrasi 3%.
b. Konsentrasi 1% dengan konsentrasi 5%, p = 0,007, CI 95% tidak
melewati angka 0, artinya terdapat perbedaan kematian larva yang
bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 1% dengan
konsentrasi 5%.
c. Konsentrasi 1% dengan konsentrasi 7%, p = 0,003, CI 95% tidak
melewati angka 0, artinya terdapat perbedaan kematian larva yang
bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 1% dengan
konsentrasi 7%.
d. Konsentrasi 3% dengan konsentrasi 5%, p = 0,223, CI 95%
melewati angka 0, artinya tidak terdapat perbedaan kematian larva
yang bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 3% dengan
konsentrasi 5%.
e. Konsentrasi 3% dengan konsentrasi 7%, p = 0,127, CI 95%
melewati angka 0, artinya tidak terdapat perbedaan kematian larva
yang bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 3% dengan
konsentrasi 7%.
f. Konsentrasi 5% dengan konsentrasi 7%, p = 0,751, CI 95%
melewati angka 0, artinya tidak terdapat perbedaan kematian larva
46
yang bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 5% dengan
konsentrasi 7%.
B. Pembahasan
Telah dilakukan penelitian mengenai efek infusa serbuk biji
pepaya (Carica papaya L.) sebagai larvasida pada larva Aedes
aegypti. Pada penelitian ini dipergunakan infusa serbuk biji pepaya
(Carica papaya L.) Larva yang digunakan dalam penelitian ini adalah
larva Aedes aegypti instar IV karena larva yang berada pada instar ini
relative memiliki sistem pertahanan yang lebih baik dari larva instar I,
II, dan III. Sehingga dapat diasumsikan bahwa dosis yang mampu
membunuh larva pada instar sebelumnya (Sudjari, 2005).
Berdasarkan hasil pemeriksaan pH setelah penambahan infusa
serbuk biji pepaya konsentrasi 1 %, 3 %, 5 % dan 7 % tidak terjadi
perubahan pH yaitu 7 dalam artian pH air normal. Namun dari
penambahan infusa serbuk biji papaya terjadi perubahan warna.
Setelah dilakukan pemeriksaan kekeruhan pada konsentrasi
1 % diperoleh 2,67 NTU, konsentrasi 3 % yaitu 6,36 NTU, dan
konsentrasi 5 % dengan nilai kekeruhan 10,92 NTU, serta pada
konsentrasi 7 % 11,80 NTU. Hal ini menunjukkan nilai kekeruhan
memenuhu syarat sesuai Peraturan menteri Kesehatan Republik
47
Indonesia Nomor 416/ MENKES/PER/IX/1990 tentang Kualitas Air
Bersih yaitu 25 NTU.
Berdasarkan hasil analisis varian dengan menggunakan uji
Normalitas Kolomogorv-Smirnov terhadap jumlah kematian larva
Aedes aegypti persatuan waktu (kecepatan kematian). Data ini di
dapat dari jumlah larva Aedes aegypti yang mati di tiap kelompok
konsentrasi dengan waktu setiap penghitungan (30 menit).
Didapatakan hasil sebaran data yang normal data dari konsentrasi 1%
yaitu p=0,200 (p>0,05) dan 3% yaitu p=0,068 (p>0,05), sedangkan
konsentrasi 5% nilai p=0,000 (p<0,05) dan 7% nilai p=0,000 (p<0,05)
maka dinyatakan sebaran data tidak normal.
Uji Hipotesis dilanjutkan dengan Uji Korelasi Pearson untuk
konsentrasi 1% (p=0,000) dan 3% (p=0,000). Hasil analisis didapatkan
terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05). Pada konsentrasi 5%
dan 7% dilakukan dengan Uji Korelasi Nonparametrik Spearman. Hasil
analisis pada konsentrasi 5% didapatkan nilai p = 0,000 (p<001) dan
pada konsentrasi 7% didapatkan p=0,001 (p<0,05). Dari hasil uji
korelasi, dapat dinyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara kenaikan konsentrasi ekstrak biji pepaya dan jumlah larva
Aedes aegypti yang mati persatuan waktu.
Dari analisis Probit, didapatkan nilai LC50 adalah 3,005%
(Lower bound = 2,451, dan Upper bound = 3,611). Artinya konsentrasi
48
ekstrak biji pepaya yang dapat menyebabkan terjadinya kematian larva
Aedes aegypti sebanyak 50% dalam waktu 150 menit adalah 3,005%.
Standar 150 menit digunakan karena dalam waktu 150 menit larva
pada konsentrasi 7% semuanya telah mati. LC50 adalah konsentrasi
larvasida yang menyebabkan terjadinya kematian sebanyak 50% pada
waktu yang telah ditentukan.
Merujuk dari hasil uji statistik yang telah dilakukan, bisa
dikatakan bahwa ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) efektif
membunuh larva Aedes aegypti.
Kematian larva Aedes aegypti terdapat pada semua kelompok
perlakuan, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat kematian
larva Aedes aegypti. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
waktu kematian rata – rata tertinggi terdapat pada konsentrasi 1%
yaitu 390 menit sebanyak 20 ekor larva Aedes aegypti, dengan
kematian larva pertama pada menit ke-90 dengan kematian larva 1
ekor. Waktu kematian rata – rata terendah terdapat pada konsentarasi
7 % Infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) yaitu 150 menit
sebanyak 20 ekor larva Aedes aegypti, dengan kematian larva
pertama pada menit ke-30 dengan kematian larva 2 ekor. Sedangkan
pada konsentrasi 3 % yaitu 270 menit sebanyak 20 ekor larva Aedes
aegypti, dengan kematian larva pertama pada menit ke-30 dengan
kematian larva 1 ekor dan pada konsentrasi 5 % yaitu 180 menit
49
sebanyak 20 ekor larva Aedes aegypti, dengan kematian larva
pertama pada menit ke-30 dengan kematian larva 2 ekor. Dari
keseluruhan perlakuan yaitu konsentrasi 1 %, 3 %, 5 % dan 7 % efektif
mematikan larva Aedes aegypti yaitu kematian lebih besar dari 90 %
yaitu sebanyak 20 ekor (100 %). Konsentrasi yang paling efektif jika
dilihat dari kecepatan waktu untuk kematian larva Aedes aegypti
adalah konsentrasi 7 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) yang
diberikan maka kematian larva Aedes aegypti semakin cepat dan
semakin besar.
Terjadinya kematian larva Aedes aegypti pada berbagai
konsentrasi disebabkan oleh banyaknya senyawa aktif yang kontak
langsung dengan larva Aedes aegypti pada media. Semakin tinggi
konsentrasi maka senyawa aktif yang diterima larva Aedes aegypti
juga semakin banyak pula.
Berdasarkan hasil uji senyawa kimia, ekstrak biji pepaya
mengandung senyawa golongan yang terdiri dari glukosinolat, minyak
volatil sulfur, alkaloid karpain, glukosida, saponin, flavonoid, dan
tannin, mirosin, ester mirosin, selfoglukosida, karpasamin, serta
benzilisotionat (Subiyakto Sudarmo, 2009). Senyawa yang terkandung
dalam tumbuh-tumbuhan yang diduga sebagai larvasida, diantaranya
50
yaitu senyawa golongan alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid dan
minyak atsiri.
Saponin dan alkaloid merupakan stomach poisoning atau racun
perut bagi larva Aedes aegypti. Mekanisme dari saponin yaitu dapat
menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus
larva sehingga dinding traktus digestivus menjadi korosif. Alkaloid juga
mampu menghambat pertumbuhan serangga, terutama tiga hormon
utama dalam serangga yaitu hormon otak (brain hormone), hormon
edikson, dan hormon pertumbuhan (juvenile hormone). Tidak
berkembangnya hormon tersebut dapat menyebabkan kegagalan
metamorphosis. Cara kerja alkaloid adalah dengan bertindak sebagai
stomach poisoning atau racun perut. Bila senyawa tersebut masuk
dalam tubuh larva Aedes aegypti maka alat pencernaannya akan
menjadi terganggu (Subiyakto Sudarmo, 2009)..
Flavonoid merupakan senyawa kimia biji pepaya (Carica
papaya L.) yang dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan atau
sebagai racun pernapasan. Flavonoid mempunyai cara kerja yaitu
dengan masuk ke dalam tubuh larva melalui sistem pernapasan yang
kemudian akan menimbulkan kelayuan pada syaraf serta kerusakan
pada sistem pernapasan dan mengakibatkan larva tidak bisa bernapas
dan akhirnya mati.
51
Menurut Tarumingkeng (2009), secara khas racun saraf yang
terkandung di dalam larvasida memperlihatkan empat gejala berturut-
turut, yaitu eksitasi, konvulsi (kekejangan), paralisis (kelumpuhan), dan
kematian. Gejala-gejala tersebut terlihat pada tanda - tanda larva yang
mati pada pengamatan dalam penelitian.
Efek racun kontak infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.)
terlihat dari gejala klinis yang timbul pada larva Aedes aegypti yaitu
tahap anxiety (kegelisahan), pada tahap ini larva menunjukkan perilaku
membersihkan badan yaitu tampak larva membersihkan antena atau
bagian tubuh lainnnya dengan mulut. Larva yang keracunan
menggulung badannya dan melakukan gerakan teleskopik yaitu
gerakan turun naik dari permukaan air dengan cepat. Hingga akhirnya
menjadi lambat, aktivitas makan berkurang, larva berkerut dan mati.
Fungsi kandungan senyawa aktif seperti alkaloid, saponin, dan
flavonoid dalam biji papaya juga dapat dilihat dari kandungan zat aktif
daun Gigil dan daun Pare yang dapat menyebabkan kematian larva
Aedes aegypti. Berdasarkan penelitian ekstrak daun Gigil
menunjukkan bahwa kematian larva Aedes aegypti dari ekstrak daun
Gigil disebabkan karena kandungan saponin yang bertindak sebagai
racun perut serta minyak atsiri dan flavonoid sebagai racun
pernapasan (Mardyah S, 2011).
52
Berdasarkan penelitian ekstrak daun Pare menunjukkan bahwa
kematian larva Aedes aegypti dari ekstrak daun Pare disebabkan
karena alkaloid daun pare merupakan salah satu bagian yang pahit
yaitu momordicin yang dapat menghambat daya makan larva
(antifedant). Cara kerja senyawa – senyawa tersebut adalah dengan
bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Selain itu zat
aktif lain adalah minyak atsiri dan flavonoid yang bekerja sebagai
racun pernapasan, serta saponin yang bekerja sebagai racun perut
(Mardyah S, 2011).
Senyawa atau unsur yang bersifat toksik atau racun walaupun
dalam konsentrasi rendah apabila masuk ke dalam tubuh larva Aedes
aegypti akan menimbulkan reaksi kimia dalam proses metabolisme
tubuh yang dapat menyebabkan kematian (Ivan Veriswan, 2009).
Kematian larva Aedes aegypti dipengeruhi oleh konsentrasi
infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.). Hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka
semakin banyak pula kandungan, alkaloid karpain, flavonoid dan
saponin yang diterima atau kotak langsung dengan larva pada media
penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa infusa serbuk
biji pepaya (carica papaya L.) efektif sebagai larvasida dan tidak
berdampak bagi kualitas air. Infusa serbuk biji pepaya dapat
53
diaplikasikan untuk penampungan air bersih yang berada didalam dan
diluar rumah seperti bak mandi, tempat penampungan air hujan.
Biji pepaya (Carica papaya L.) sebagai larvasida nabati ini
memberikan solusi pelestarian lingkungan, karena larvasida nabati
mudah terdegradasi sehingga bersifat ramah lingkungan dibandingkan
dengan larvasida sintetis. Selai ramah lingkungan, laevasida nabati
juga mudah dikembangkan oleh masyarakat umum dan bersifat
ekonomis.
Pemanfaatan biji pepaya sebagai larvasida nabati merupakan
alternatif yang cukup baik dari pada memanfaatkan daun pepaya,
karena daun pepaya masih dibutuhkan tanaman untuk proses
fotosintetis sedangkan biji papaya hanya dapat digunakan sebagai
bibit dan selebihnya tidak digunakan.
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pemberian infusa serbuk biji
pepaya terhadap larva Aedes aegypti, dapat disimpulkan bahwa :
1. Kemampuan infusa serbuk biji pepaya konsentrasi 1 % efektif
mematikan larva Aedes aegypti yaitu 20 ekor dengan waktu 390 menit.
2. Kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan konsentrasi 3 % efektif
mematikan larva Aedes aegypti yaitu 20 ekor dengan waktu 270 menit.
3. Kemampuan infusa serbuk biji pepaya konsentrasi 5 % efektif dalam
mematikan larva Aedes aegypti yaitu 20 ekor dengan waktu 180 menit.
4. Kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan konsentrasi 7 % efektif
dalam mematikan larva Aedes aegypti yaitu 20 ekor dengan waktu 150
menit.
B. Saran
1. Untuk peneliti selanjutnya sebaiknya Infusa serbuk biji pepaya (Carica
papaya L.) diuji pada larva culex sp. dengan konsentarasi yang sama
pada penelitian ini.
2. Disarankan kepada masyarakat agar memanfaatkan tanaman yang
dapat dijadikan sebagai larvasida salah satunya adalah biji pepaya
(Carica papaya L.).
55