agromedia 26-2

78
55 63 ISSN 0215-8302 AGROMEDIA Berkala Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian 1 11 19 25 34 44 ISI 1 Selektivitas Erosi Dan Hasil Tanaman Jagung Dan Kacang Tanah Akibat Pola Tanam Dan Jenis Mulsa Pada Ultisols Pieter J. Kunu .................................................................................................. 2 Tampilan Kadar Trigliserida Dan Hormon Triiodotironin Darah Sapi Perah Friesian Holstein Akibat Penambahan Tepung Daun Katu Dalam Ransum Sumardi ……………………………………………………………………………….. 3 Studi Tingkah Laku Reproduksi Rusa Timor (Cervus Timorensis) Di Kepulauan Karimun Jawa Daud Samsudewa Dan Siti Susanti ................................................................... 4 Uji Aktivitas Beberapa Merk Dagang Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Tanaman Anthurium Plowmanii Sri Suratiningsih dan Slamet .............................................................................. 5 Estimasi Konsumsi Bahan Kering, Protein Kasar, Total Digestible Nutrients Dan Sisa Pakan Pada Sapi Peranakan Simmental Rudy Hartanto ………………………………………………………………………... 6 Model Tabungan Rumah Tangga Petani Dan Nelayan Di Kota Semarang Efriyani Sumastuti …………………………………………………………………… 7 Studi Komparasi Pemeliharaan Usaha Penggemukan Sapi Potong Di Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang Sutopo dan Karyadi ………………………………………………………………… 8 Fitoremediasi Bahan Aktif Carbofuran® Menggunakan Enceng Gondok (Eichornia Crassipes (Mart) Solms) Karyadi dan Eko Istiono ……………………………………………………………. Hal. Volume 26, Nomor 2 Agustus 2008

Upload: agromedia-farming

Post on 09-Mar-2016

255 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Agromedia 26-2 Agustus 2008

TRANSCRIPT

Page 1: Agromedia 26-2

55

63

ISSN 0215-8302

AGROMEDIABerkala Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian

1

11

19

25

34

44

ISI

1 Selektivitas Erosi Dan Hasil Tanaman Jagung Dan Kacang Tanah Akibat Pola Tanam Dan Jenis Mulsa Pada Ultisols Pieter J. Kunu ..................................................................................................

2 Tampilan Kadar Trigliserida Dan Hormon Triiodotironin Darah Sapi Perah Friesian Holstein Akibat Penambahan Tepung Daun Katu Dalam RansumSumardi ………………………………………………………………………………..

3 Studi Tingkah Laku Reproduksi Rusa Timor (Cervus Timorensis) Di Kepulauan Karimun Jawa Daud Samsudewa Dan Siti Susanti ...................................................................

4 Uji Aktivitas Beberapa Merk Dagang Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Tanaman Anthurium Plowmanii Sri Suratiningsih dan Slamet ..............................................................................

5 Estimasi Konsumsi Bahan Kering, Protein Kasar, Total Digestible Nutrients Dan Sisa Pakan Pada Sapi Peranakan Simmental Rudy Hartanto ………………………………………………………………………...

6 Model Tabungan Rumah Tangga Petani Dan Nelayan Di Kota Semarang Efriyani Sumastuti ……………………………………………………………………

7 Studi Komparasi Pemeliharaan Usaha Penggemukan Sapi Potong Di Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang Sutopo dan Karyadi …………………………………………………………………

8 Fitoremediasi Bahan Aktif Carbofuran® Menggunakan Enceng Gondok (Eichornia Crassipes (Mart) Solms) Karyadi dan Eko Istiono …………………………………………………………….

Hal.

ISSN 0215-8302

AGROMEDIAVolume 26, Nomor 2 Agustus 2008

Page 2: Agromedia 26-2

2

ISSN 0215-8302

AGROMEDIAAGROMEDIA merupakan media komunikasi hasil karya ilmiah, yang digunakan untuk menyampaikan informasi ilmiah hasil penelitian oleh segenap sivitas akademika Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Farming Semarang, dan para penulis lain dalam bidang ilmu-ilmu pertanian/ agribisnis.

AGROMEDIA terbit dua nomor (Pebruari dan Agustus) untuk setiap volume dalam satu tahun. Agar tulisan naskah dapat dimuat, para penulis penyumbang naskah dimohon memperhatikan Petunjuk Penulisan pada halaman sampul belakang. Penyunting berhak mengubah redaksional, dan sistematika penulisan, tanpa mengubah makna isi naskah.

ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Pengarah/PelindungR. Pramono

(Ketua STIP Farming Semarang)

Pemimpin Penyunting Efriyani Sumastuti

Penyunting PelaksanaKaryadi

Anggota PenyuntingSumardi Saparto

Umi Suryanti

Mitra Bestari/ Penelaah AhliRykson Situmorang (Fak.Pertanian IPB)

Umiyati Atmomarsono (Fak.Peternakan Undip) Sutrisno Anggoro (Fak.Perikanan & Kelautan Undip)

PenerbitPusat Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Farming Semarang

AlamatJl. Pawiyatan Luhur IV/15 Bendan Duwur Semarang 50235

Tlp.: (024)-8361051; Fax : (024)-8441430 e-mail : [email protected]

IISSN 0215-8302

AGROMEDIABerkala Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian

Page 3: Agromedia 26-2

1 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

EditorialSalam Redaksi

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, bahwa Agromedia-berkala ilmiah ilmu-ilmu pertanian Volume 26 Nomor 2 bulan Agustus 2008 dapat hadir di tengah-tengah kita semua. Terbitan ini merupakan terbitan yang sekian kalinya dengan perubahan penampilan dalam ukuran serta gaya selingkung yang telah disesuaikan dengan instrumen terbaru dari Dirjen Dikti.

Pada edisi ini, naskah bidang peternakan masih mendominasi pembahasan seperti edisi sebelumnya, sisamping bidang-bidang yang lain. Bidang peternakan meliputi tampilan kadar trigliserida dan hormon triiodotironin darah sapi perah Friesian Holstein akibat penambahan tepung daun katu dalam ransum, studi tingkah laku reproduksi rusa timor (cervus timorensis) di kepulauan karimun jawa, estimasi konsumsi bahan kering protein kasar total digestible nutrients dan sisa pakan pada sapi peranakan simmental, studi komparasi pemeliharaan usaha penggemukan sapi potong.

Di bidang pertanian menampilkan selektivitas erosi dan hasil tanaman jagung dan kacang tanah akibat pola tanam dan jenis mulsa pada ultisols, uji aktivitas beberapa merk dagang zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman Anthurium Plowmanii, fitoremediasi bahan aktif carbofuran® menggunakan enceng gondok (Eichornia Crassipes (Mart)Solms), dan yang terakhir bidang sosial ekonomi membahas tentang model tabungan rumah tangga petani dan nelayan.

Dari staf redaksi memohon maaf yang sebesar-besarnya atas keterlambatan terbitnya Agromedia majalah berkala ilmiah ilmu-ilmu pertanian sehubungan dengan pergantian staf redaksi, sehingga baru terbit edisi ini yaitu volume 26 nomor 2 untuk bulan Pebruari 2008.

Akhir kata, semoga paparan dalam naskah yang terbit pada nomor ini, dapat memenuhi harapan para pembaca.

Selamat membaca,

Semarang, Agustus 2008

Dewan Penyunting

Agustus

Page 4: Agromedia 26-2

1

SELEKTIVITAS EROSI DAN HASIL TANAMAN JAGUNG DAN KACANG TANAH AKIBAT POLA TANAM DAN JENIS MULSA PADA ULTISOLS

EROSION SELECTIVITY AND YIELD OF PLANT CORN AND GROUNDNUT AFFECTED OF CROPPING SYSTEM AND KIND OF MULCH ON ULTISOLS

Pieter J. KunuStaf Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon

Jl. Ir. M. Putuhena Kampus Poka Ambon 97233, Telp/Fax. 0911-322498HP : 081340091669 Email : [email protected]

ABSTRAKPenelitian untuk mengevaluasi pengaruh pola tanam dan jenis mulsa terhadap

selektivitas erosi hara, bahan organik dan fraksi tanah serta hasil jagung dan kacang tanah telah dilakukan pada Ultisols Tawiri Ambon. Pola tanam (A) yang diterapkan adalah monocropping Jagung (a0), monocropping Kacang Tanah (a1) dan multiplecropping (tumpangsari) Jagung dan Kacang Tanah (a2). Jenis mulsa (B) yang diberikan adalah tanpa mulsa (b0), mulsa jagung (b1) dan mulsa alang-alang (b2). Jagung dan kacang tanah ditanam segera setelah penyiapan tanam, sebelum mulsa diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya taraf perlakuan jenis mulsa yang berpengaruh nyata terhadap semua peubah respon, kecuali jumlah kalori hasil tanaman (kalori) dipengaruhi secara nyata hanya oleh efek interaksi pola tanam dengan jenis mulsa. Mulsa meningkatkan kandungan bahan organik, unsur hara dan fraksi liat dalam sedimen, sebab pemberian mulsa meningkatkan selektivitas erosi, tetapi jumlah unsur hara dan bahan organik yang hilang melalui erosi dapat ditekan. Mulsa alang-alang lebih efektif dibanding mulsa jagung dalam mengurangi total kehilangan N, P, K, C-organik dan fraksi liat.

Kata Kunci : Selektivitas Erosi, Mulsa, Pola Tanam, Hasil Tanaman

ABSTRACT

A study on the effects of cropping system and kind of mulch on erosion selectivity of nutrient, organic matter and soil fraction and yield of maize and groundnut was carried out on Ultisols Tawiri Ambon. The Cropping system (A) was applied were maize monocropping (a0), groundnut monocropping (a1) and multiplecropping of maize and groundnut (a2). Kind of mulch (B) were no-mulch (b0), maize mulch (b1) and alang-alang (Imperata cylindrica) mulch (b2). Maize and groundnut was planted right after land preparation but before mulch was applied. Result of this research show that only kind of mulch were signifi cant effect on the all variable responses except amount of calorie of plant yield, which signifi cant effected of cropping system and kind of mulch interaction. Mulch increased contents of organic matter, nutrient and clay fraction in the sediment, couse the kind of mulch to be increased the erosion selectivity. But the amount of nutrient loss through erosion can reduced by mulch application. Alang-alang mulch was better than maize mulch in reducing of total N, P, K, C organic and clay fraction loos.

Key words : Erosion selectivity, Mulch, Cropping system, Yield

Pieter J. Kunu ; Selektivitas Erosi Dan Hasil Tanaman Akibat Pola Tanam

Page 5: Agromedia 26-2

2 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

PENDAHULUAN

Dalam peristiwa erosi terjadi proses selektivitas erosi sehingga partikel halus tanah akan terangkut lebih dahulu dan lebih banyak dari partikel kasar. Hal ini mengakibatkan tanah yang mengalami selektivitas erosi bertekstur lebih kasar dari sedimennya, demikian pula kandungan hara dan bahan organik dari tanah tertinggal lebih miskin daripada sedimennya (Kohnke dan Bertrand, 1959; Schwab, Frevert, Edminster dan Barnes. 1981; Sinukaban, Murtilaksono, dan Sudarmo, 1989; Sinukaban, 1990; Arsyad, 2001).

Berbagai penelitian tentang penggunaan mulsa jerami antara lain oleh Suwardjo (1981), Meyer (1961 dikutip Arsyad, 1989), Mokhtaruddin dan Maene serta Lal (1979, 1976 dikutip Morgan, 1986); Sinukaban (1990), Nill dan Nill (1993); Lundekvam dan Skoien, (1998) membuktikan bahwa mulsa sangat efektif menekan aliran permukaan, kehilangan tanah dan unsur hara, dan meningkatkann hasil tanaman sekalipun mulsa meningkatkan proses sektivitas erosi yang dapat mengakibatkan kemerosotan produktivitas tanah.

Penelitian Lal (1977a) dan Hurni (1984), seperti yang dicatat oleh Morgan (1991), menunjukkan bahwa penerapan pola tanam multiplecropping (tumpangsari), dapat menekan erosi lebih baik dibandingkan dengan pola tanam monocropping (tunggal). Hasil penelitian Siradjudin dan Made (1994) menunjukkan bahwa produktivitas lahan pertanian tumpangsari jagung dan kacang tanah lebih baik dari pada bila ditanam secara tunggal. Penelitian Sudirman dan Irianto (1981) membuktikan bahwa mulsa dapat meningkatkan produksi kacang tanah secara nyata sebesar 26.32 %.

Sedangkan penelitian Harahap (1991) mendapatkan bahwa mulsa alang-alang mampu meningkatkan produksi umbi kering per tanaman lebih baik daripada jerami padi.

Berdasarkan fakta-fakta di atas perlu dilakukan penelitian tentang pola tanam ganda atau tumpangsari jagung dan kacang tanah dan pemberian jenis mulsa tertentu, untuk mengetahui efeknya terhadap besarnya erosi, selektivitas erosi partikel tanah, bahan organik dan hara N, P, K serta produksi jagung dan kacang tanah.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di lahan bekas kebun petani, Dusun Batusori, Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kota Ambon selama satu musim tanam. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah dan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, sedangkan analisis Jumlah Kalori Hasil Tanaman dilakukan pada Laboratorium Balai Industri Kota Ambon.

Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap pola faktorial. Tiga kelas lereng yang digunakan adalah 28, 30 dan 32 persen yang selanjutnya dianggap sebagai kelompok atau ulangan.

Perlakuan yang diberikan pada setiap kelompok adalah kombinasi dari tiga pola tanam (A) yaitu Jagung Monocropping (a0), Kacang tanah Monocropping (a1) dan Tumpangsari (Multiplecropping) jagung dan Kacang tanah (a2) dengan tiga taraf jenis mulsa (B) yaitu tanpa mulsa (b0), mulsa jagung (b1) dan mulsa alang-alang (b2). Dengan demikian pada tiap kelompok terdapat sembilan petak. Ukuran setiap petak percobaan adalah 22 x 1.8 meter.

Bak penampung aliran permukaan

Page 6: Agromedia 26-2

3

dan erosi berbentuk empat persegi panjang berukuran panjang 180 cm, lebar 30 cm dan tinggi 30 cm pada satu sisi dan 25 cm di sisi lainnya. Pada sisi luar bak penampung dibuat tujuh lubang pembagi. Satu lubang di bagian tengah dilengkapi dengan pipa plastik, dimasukkan ke dalam ember penampung luapan air dari bak penampung.

Untuk analisis selektivitas erosi dilakukan pengambilan contoh sedimen-aliran permukaan pada saat erosi dan aliran permukaan sedang berlangsung sambil dilakukan juga pengadukan. Jumlah hujan diukur dengan alat penakar hujan Umbrometer yang di tempatkan di lokasi percobaan sebagai koreksi terhadap kemungkinan terjadinya hujan lokal (sporadis), dan sebagai acuan utama adalah data yang bersumber dari pencatatan Stasiun Meteorologi dan Geofi sika Pattimura Ambon yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi percobaan.

Tanaman indikator yang digunakan adalah jagung (Zea mays L.) varietas BISI2 dengan jarak tanam 75 x 25 cm pada pola monocropping dan 100 x 40 cm pada pola tumpangsari dan kacang tanah (Arachis hypogaea) varietas lokal Buru yang ditanam dengan jarak 25 x 20 cm pada pola monocropping dan 40 x 20 cm pada pola tumpangsari. Sebelum

tanam semua petak dikapur dengan takaran 1.5 x Aldd. Pupuk dasar yang digunakan adalah urea, TSP dan KCl dengan takaran masing-masing 100, 200, dan 200 kg ha-1 yang diberikan pada semua petak.

Parameter yang diamati adalah kandungan sedimen, hara N, P, K, bahan organik, dan fraksi tanah tererosi, serta hasil tanaman.

Analisis laboratorium dilakukan terhadap contoh tanah meliputi N total dengan metode Kyeldahl, P dan K total dengan ekstrak HCl 25%, C-organik dengan metode Walkley dan Black, distribusi partikel tanah dengan teknik pengayakan dan pemipetan serta contoh sedimen-aliran permukaan dengan teknik penyaringan.

HASIL DAN PEMBAHASANSelektivitas Erosi

Efek pola tanam dan jenis mulsa terhadap kandungan sedimen, hara tererosi dan persentase fraksi liat dalam sedimen disajikan pada Tabel 1, 2 dan 3. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa hanya jenis mulsa yang berpengaruh nyata terhadap kandungan sedimen, hara tererosi dan kandungan fraksi liat dalam sedimen.

Tabel 1. Efek Pola Tanam dan Jenis Mulsa Terhadap Kandungan Sedimen Selama Fase Vegetatif Jagung dan Kacang Tanah

Pola Tanam (A) Jenis Mulsa (B)

Monocropping Monocropping Tumpangsari Jagung (a0) KacangT (a1) (a2)

Rerata

Tanpa Mulsa (b0)

Mulsa Jagung (b1)

Mulsa Alang-alang (b2)

----------------------------- g L-1 -----------------------------

5.717 3.611 5.540

1.928 1.943 3.370

1.153 1.199 1.649

4.956 a

2.414 b

1.334 b

Rerata 2.933 2.251 3.520 BNT5% = 2.49

Keterangan : Angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji BNT 5 %.

Pieter J. Kunu ; Selektivitas Erosi Dan Hasil Tanaman Akibat Pola Tanam

Page 7: Agromedia 26-2

4 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Data pada Tabel 1, 2 dan 3 menunjukkan bahwa dengan perubahan taraf perlakuan mulsa dari tanpa mulsa (b0) ke mulsa jagung (b1) dan mulsa alang-alang (b2), yang juga mengindikasikan kenaikan penutupan mulsa mengakibatkan kandungan sedimen semakin berkurang sebagai akibat berkurangnya aliran permukaan, akan tetapi kondisi demikian mengakibatkan erosi bersifat lebih selektif terhadap partikel-partikel tanah yang halus. Peristiwa ini sangat logis, karena erosi akan bersifat selektif pada partikel-partikel yang halus apabila erosi dan aliran permukaan kecil, dan erosi tidak bersifat selektif apabila erosi dan aliran

permukaan besar. Hal ini terkait daya angkut aliran permukaan (Arsyad, 2001; Sinukaban, 1990). Dengan aplikasi mulsa, kecepatan aliran permukaan berkurang dan lebih banyak waktu untuk berinfi ltrasi. Akan tetapi, fraksi liat (liat dan koloid) mudah tersuspensi dan karena ukurannya halus mudah terbawa oleh aliran permukaan. Sementara partikel kasar akan terdeposisi di belakang mulsa atau di permukaan tanah yang kasar, fraksi liat akan tetap terbawa bersama aliran permukaan sekalipun daya angkutnya sudah sangat kecil. Karena sedimen yang berukuran halus tersebut lebih aktif mengikat C-organik maupun unsur hara

Tabel 2. Efek Pola Tanam dan Jenis Mulsa Terhadap Selektivitas Erosi Fraksi Liat Pada Fase Vegetatif Jagung dan Kacang Tanah

Pola Tanam (A) Jenis Mulsa (B)

Monocropping Monocropping Tumpangsari Jagung (a0) KacangT (a1) (a2)

Rerata

Tanpa Mulsa (b0)

Mulsa Jagung (b1)

Mulsa Alang-alang (b2)

-------------------------------- % -----------------------------

46.133 47.300 46.700

46.800 48.633 48.867

51.000 50.400 50.400

46.711 a

48.100 ab

50.600 b

Rerata 47.978 48.778 48.656 BNT5% = 2.59

Keterangan : Angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji BNT 5 %

Tabel 3. Efek Pola Tanam dan Jenis Mulsa Terhadap Kandungan C-organik, N, P,K dalam Sedimen Selama Fase Vegetatif Jagung dan Kacang Tanah

Jenis Mulsa C-organik N-total P-total K-total

Tanpa Mulsa (b0)

Mulsa Jagung (b1)

Mulsa Alang-alang(b2)

------------------- % ------------------ ---------------- mg/100g --------------

3.54 a

3.71 ab

4.08 b

0.33 a

0.34 a

0.36 a

9.61 a

9.81 a 10.19 a

211.28 a

215.64 a

244.82 a

SKS 5 % 0.5087 0.0787 3.5136 125.313

Keterangan : Angka dengan huruf yang sama tidak berbeda pada taraf Uji SKS 5 %.

Page 8: Agromedia 26-2

5

N, P dan K, maka aplikasi mulsa pada akhirnya menghasilkan selektivitas erosi tanah yang mengandung konsentrasi C-organik dan unsur hara yang lebih tinggi.

Tabel berikut menyajikan efek selektivitas partikel tanah terhadap distribusi partikel tanah (tekstur) sebelum dan sesudah percobaan.

fraksi liat sangat intensif. Kenyataan ini menunjukkan bahwa untuk penggunaan lahan kering berlereng curam, pemakaian mulsa tanpa kombinasi dengan teknik konservasi tanah lainnya kurang akan bermanfaat karena sebagian besar liat yang aktif mengikat hara akan hanyut dan terakumulasi di lereng bawah, dengan

Tabel 4. Efek Selektivitas Erosi Fraksi tanah Terhadap Tekstur Tanah Lapisan Atas (0 - 20 cm) Areal Sebelum dan Sesudah Percobaan

Pola Tanam (A) Jenis Mulsa (B)

Perubahan Tekstur Tanah Akibat Selektivitas Erosi Partikel/Fraksi Tanah

------------------------------------------ % ------------------------------------- Sebelum Percobaan

Sebelum diberi Perlakuan

Jagung Monocropping (a0) Tanpa Mulsa (b0) Mulsa Jagung (b1) Mulsa Alang-alang (b2)

Kacang Tanah Monocropping (a1)

Fraksi Pasir Fraksi Debu Fraksi Liat 21.9 22.0 56.1

Sesudah Percobaan

Fraksi Pasir Fraksi Debu Fraksi Liat 30.8 26.4 42.8 31.17 27.03 41.8 33.24 24.93 41.83

Tanpa Mulsa (b0) Mulsa Jagung (b1) Mulsa Alang-alang (b2)

Jagung + Kacang Tumpangsari (a2) Tanpa Mulsa (b0) Mulsa Jagung (b1) Mulsa Alang-alang (b2)

31.07 27.23 41.7 31.57 27.67 40.76 36.0 22.50 41.50

31.8 25.9 42.3 31.93 25.33 42.74 36.53 21.57 42.9

Sumber : Laboratorium Tanah dan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon

Data pada Tabel 4 di atas menunjukkan efek dari selektivitas erosi fraksi liat. Dengan curah hujan yang tinggi, penggunaan lahan kering Ultisols di daerah berlereng agak curam hingga curam mengakibatkan selektivitas erosi

demikian produktivitas tanah di lereng atas akan merosot drastic. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suganda, Abujamin, Dariah dan Sukmana, 1994.

Walaupun selektivitas erosi hara meningkat dengan adanya aplikasi

Pieter J. Kunu ; Selektivitas Erosi Dan Hasil Tanaman Akibat Pola Tanam

Page 9: Agromedia 26-2

6 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Tabel 5. Efek Pola Tanam dan Jenis Mulsa Terhadap Kandungan C-organik dan hara N, P, dan K dalam Sedimen Hasil Erosi Selama Fase Vegetatif Jagung dan Kacang Tanah

Perlakuan Erosi C-organik N-total P-total K-total-------------------------------------- kg ha-1 ----------------------------------------

Monocropping JagungTanpa Mulsa Mulsa Jagung Mulsa Alang-alang

791.67 195.33 99.33

13.432 3.314 2.073

0.765 0.287 0.106

0.033 0.008 0.004

0.975 0.110 0.056

Monocropping Kacang TanahTanpa Mulsa Mulsa Jagung Mulsa Alang-alang

418.33 198.33 101.33

7.098 2.849 1.983

0.460 0.205 0.115

0.017 0.007 0.004

0.274 0.124 0.076

MultiplecroppingJagung+Kacang T.Tanpa Mulsa Mulsa Jagung Mulsa Alang-alang

758.67 395.33 178.33

11.405 5.930 2.913

0.835 0.395 0.232

0.031 0.015 0.007

0.566 0.353 0.150

Sumber : Laboratorium Tanah dan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon

mulsa, namun jumlah tanah tererosi, hara dan bahan organik yang hilang semakin berkurang (Tabel 5). Aplikasi mulsa mengakibatkan kehilangan tanah masih berada di bawah ambang toleransinya, akan tetapi kehilangan hara mengakibatkan pasokan biaya produksi

akan semakin tinggi apabila produksi ingin dipertahankan.

Hasil TanamanEfek pola tanam terhadap jumlah

kalori hasil tanaman bergantung pada jenis mulsa (Lihat data pada Tabel 6).

Tabel 6. Efek Pola Tanam dan Jenis Mulsa Terhadap Jumlah Kalori Hasil Jagung Kacang Tanah

Pola Tanam (A) Jenis Mulsa (B)

Tanpa Mulsa (b0) Mulsa Jagung (b1) Mulsa Alang-alang (b2)

Jagung Monocropping (a0)

Kacang Tanah Monocropping (a1)

Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah (a2)

-------------------------- 363.487 c

A

547.480 aA

470.000 bB

---------- kalori ------- 368.707 c

A

510.453 aB

482.800 bB

---------------------------- 377.417 c

A

553.763 aA

508.23 bA

Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5% (15.272). Huruf kecil dibaca arah vertikal dan huruf kapital dibaca arah horisontal.

Page 10: Agromedia 26-2

7

Sebagaimana disajikan pada Tabel 6 terlihat bahwa setiap perubahan taraf perlakuan pola tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah kalori hasil tanaman pada tiap taraf perlakuan jenis mulsa. Sebaliknya setiap taraf perlakuan jenis mulsa memberikan pengaruh yang tidak nyata dalam tiap taraf perlakuan pola tanam, kecuali pada taraf perlakuan monocropping kacang tanah (a1) dan multiplecropping atau tumpangsari jagung dan kacang tanah (a2) yang diberi mulsa alang-alang (b2). Diduga pemberian mulsa di daerah berlereng yang tergolong kelas agak curam sampai curam relatif kurang efektif jika tidak dikombinasikan dengan teknik konservasi tanah lainnya.

Jumlah kalori tertinggi sebesar 553.763 kalori dihasilkan pada kombinasi monocropping kacang tanah (a1) dengan mulsa alang-alang (b2), sedangkan jumlah kalori terendah yaitu 363.487 kalori dicapai pada kombinasi pola tanam monocropping jagung (a0) tanpa mulsa (b0). Hal ini dapat disebabkan karena kombinasi monocropping kacang tanah (a1) dengan mulsa alang-alang (b2) menghasilkan penutupan permukaan tanah yang relatif sangat baik. Dengan tajuk tanaman kacang tanah yang rapat ditambah dengan penutupan mulsa alang-alang di permukaan tanah yang berperan sangat positif terhadap sifat-sifat tanah sehingga menghasilkan suatu kondisi tanah yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan terlindung dari kerusakan (Purwowidodo, 1983).

Perubahan taraf perlakuan pola tanam monocropping jagung (a0) ke monocropping kacang tanah (a1) meningkatkan jumlah kalori hasil tanaman yaitu sebesar 183.99, 141.746 dan 176.346 kalori atau 50.6, 38.4, dan 46.7

% berturut-turut pada taraf perlakuan jenis mulsa b0, b1 dan b2, lebih tinggi dari pada perubahan taraf perlakuan pola tanam monocropping jagung (a0) ke tumpangsari jagung dan kacang tanah (a2) yaitu sebesar 106.513, 114.093, dan 130.606 kalori atau 29.3, 30.9 dan 34.6 % pada tiap taraf perlakuan jenis mulsa b0, b1 dan b2. Sebaliknya pada perubahan taraf perlakuan pola tanam a1 ke a2 justru menurunkan jumlah kalori hasil tanaman berturut-turut sebesar 77.48 kalori, 27.653 kalori dan 45.74 kalori atau 14.2 %, 5.4 % dan 8.3 % pada tiap taraf perlakuan jenis mulsa (b0, b1, b2). Hal ini dapat disebabkan karena tanaman kacang tanah terutama pada fase reproduktif memerlukan radiasi surya yang cukup tinggi (Slamet dan Sumarno, 1993), sehingga pada pola tanam tumpangsari jagung dan kacang tanah (a2), sebagian tanaman kacang tanah akan ternaungi oleh tanaman jagung sehingga tidak mendapatkan radiasi surya secara memadai.

Menurut Sanchez (1976), tanaman yang sangat ternaungi akan mempunyai sistem akar yang lebih lemah yang akan mengakibatkan penyerapan air dan unsur hara lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman yang mendapatkan cahaya penuh. Sebagai akibatnya jumlah kalori yang dihasilkan relatif lebih rendah. Pada Tabel 6 terlihat juga bahwa variasi perubahan taraf perlakuan jenis mulsa dari b0 ke b1 dan ke b2 pada taraf perlakuan pola tanam a0 sama sekali tidak menampilkan perubahan jumlah kalori hasil tanaman yang bermakna. Sebaliknya variasi perubahan taraf perlakuan jenis mulsa dari b1 ke b2 pada taraf pola tanam a1 dan dari b0 ke b2 serta b1 ke b2 pada taraf perlakuan pola tanam a2 menampilkan perubahan hasil jumlah kalori yang bermakna.

Pieter J. Kunu ; Selektivitas Erosi Dan Hasil Tanaman Akibat Pola Tanam

Page 11: Agromedia 26-2

8 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Nisbah Ekuivalen Lahan

Hasil analisis nisbah ekuivalen lahan percobaan disajikan pada Tebel 7 berikut.

tumpangsari semakin kecil. Data pada Tabel 7 menunjukkan

pula bahwa dengan aplikasi pola tanam tumpangsari jagung dan kacang tanah

Keuntungan pola tanam tumpangsari terhadap pola monocropping dapat dilihat berdasar indeks nisbah ekuivalen lahan (NEL) pada Tabel 7. Tampak bahwa semua nilai NEL lebih besar dari satu yang menunjukkan bahwa aplikasi pola tanam tumpangsari dapat meningkatkan rerata hasil tanaman. Dengan perkataan lain, pertanaman tumpangsari mempunyai produktivitas lahan yang lebih tinggi dari pada pertanaman monocropping. Hal ini sesuai pendapat Siradjuddin dan Usman (1994) dan Sanchez (1976). Sekalipun nilai NEL menurun dengan perubahan taraf perlakuan jenis mulsa, akan tetapi pada dasarnya hasil tanaman semakin meningkat dengan perubahan taraf perlakuan pola tanam maupun jenis mulsa. Penurunan indeks NEL menunjukkan bahwa dengan perubahan taraf perlakuan jenis mulsa perbedaan hasil tanaman antara pola tanam monocropping dan

Tabel 7. Efek Tumpangsari dan Jenis Mulsa Terhadap Rerata Hasil Tanaman yang Dinilai Berdasarkan Nisbah Ekuivalen Lahan (NEL)

Jenis Mulsa Hasil Tanaman Pada Tiap Pola Tanam

Pola Monocropping Pola Tumpangsari Indeks Nisbah

Ekuvalen Lahan

TambahanHasil

Jagung Kacang tanah

Jagung Kacang tanah

Tanpa mulsa

Mulsa jagung

Mulsa alang-alang

------------------------- ton ha-1 -------------------------- 4.07 1.41 3.77 1.24

4.50 1.78 3.90 1.36

5.73 2.55 5.23 1.50

1.81

1.63

1.50

----- % ---- 81

63

50

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan

terjadi pertambahan hasil sebesar 50 % sampai 81 % terhadap pola tanam monocropping. Hasil percobaan ini sesuai pendapat Sanchez (1976) bahwa pertanaman tumpangsari memberikan hasil keseluruhan 24 – 82 % lebih tinggi dari pertanaman monocropping.

KESIMPULAN

1. Efek Pola tanam terhadap jumlah kalori hasil tanaman sangat bergantung pada aplikasi mulsa. Untuk mendapatkan jumlah kalori hasil tanaman yang tinggi maka pada pertanaman jagung dan kacang tanah (baik monocropping maupun multiplecropping atau tumpangsari) harus diberikan mulsa alang-alang.

2. Aplikasi mulsa meningkatkan mekanisme selektivitas erosi mengakibatkan tingginya konsentrasi unsur hara, bahan

Page 12: Agromedia 26-2

9

organik dan fraksi liat dalam sedimen, akan tetapi mulsa sangat efektif menekan aliran permukaan, jumlah tanah yang hilang sehingga dengan demikian jumlah bahan organik, unsur hara dan fraksi liat yang hilang melalui erosi dapat juga dikurangi.

3. Aplikasi pola tanam tumpangsari meningkatkan tambahan hasil hingga 81 %.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2001. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Harahap, A. D. 1992. Pemakaian Mulsa dan Pemberian Kalium pada Tanaman Bawang Putih Varietas Lokal Daulu. Jurnal Hortikultura, Vol. 2, No. 1, 1992. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta, Indonesia.

Kohnke, H. and A. R. Bertrand. 1959. Soil Conservation. McGraw-Hill Book Co., Inc., New York.

Lundekvam, H. and S. Skoien. 1998. Soil Erosion in Norway. An overview of Measurement from Soil Loss Plots. Soil Use and Management, vol. 14 no 2, June 1998. An International Journal Pub. for The British Society of Soil Science by CAB INTERNATIONAL.

Morgan, R. P. C. 1986. Soil Erosion. Longman London and

New York.

_____________. 1993. Soil Erosion and Conservation. John Wiley and Sons. Inc., New York.

Nill, D. and E. Nill. 1993. The Effi cient Use Mulch Layers to Reduce Runoff and Soil Loss. Soil Organik Matter Dynamics and Sustainability of Tropical Agriculture. Proceedings of an International Symposium Organized by The Laboratory of Soil Biology. Katholieke Universiteit Leuven and International Institute of Tropical Agriculture and Held in Leuven. Belgium, 4-6 November 1991. John Wiley and Sons, Chichester, New York, Brisbane, Toronto, Singapore.

Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dewaruci Press. Jakarta.

Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soils in the Tropics. 1st Edition. (Dialihbahasakan oleh Amir Hamzah, 1993; ITB, Bandung, Indonesia).

Schwab, G. O., R. Frevert, T. Edminster and K. Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. Third Edition. John Wiley and Sons., New York, Chichester, Brisbane, Toronto.

Sinukaban, N. 1988. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi dan Pemberian Mulsa Jerami terhadap Produksi Tanaman Pangan dan Erosi Hara. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk; Nomor 9, 1990. PPTA, Bogor.

Pieter J. Kunu ; Selektivitas Erosi Dan Hasil Tanaman Akibat Pola Tanam

Page 13: Agromedia 26-2

10 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Sinukaban, N., K. Murtilaksono dan Sudarmo. 1989. Pengaruh Penggunaan Mulsa dan Pengolahan Tanah terhadap Aliran Permukaan dan Selektivitas Erosi pada Latosol Coklat Kemerahan Darmaga. Ringkasan Hasil Penelitian 1988-1989. Dirjen Pendidikan dan Kebudayaan DIKTI. Dir. Pemb. Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Jakarta, Februari 1990.

Siradjudin, M. dan M. Usman. 1994. Produktivitas Lahan pada Pertanaman Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Agroland, Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, Nomor 3, Maret 1994. Universitas Tadulako, Fakultas Pertanian, Palu.

Slamet dan Sumarno, 1993. Kacang Tanah dalam Monograf Balittan Malang No. 12 Tahun 1993. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Balai Penelitian

Tanaman Pangan Malang.

Sudirman dan G. Irianto. 1981. Pengaruh Tingkat Erosi dan Mulsa Terhadap Hasil Kacang Tanah. PPT, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Suganda, S., S. Abujamin, A. Dariah dan S. Sukamana. 1992. Pengkajian Teknik Konservasi Tanah dalam Usahatani Tanaman Sayuran pada Andisols di Batulawang, Pacet. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk No. 12 Tahun 1994. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

Suwardjo. 1981. Peranan Sisa-Sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Lahan Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi Doktor, FPS., IPB., Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Page 14: Agromedia 26-2

11

TAMPILAN KADAR TRIGLISERIDA DAN HORMON TRIIODOTIRONIN DARAH SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT PENAMBAHAN TEPUNG DAUN KATU

DALAM RANSUM

Trigliseride and triodotironin hormon of Friesian Holstein Dairy Cow Administered “Katu” (Sauropus androgynus L. Merr.) powder in Ration

SumardiSTIP Farming Semarang

ABSTRACT

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung daun katu pada sapi laktasi Friesian Holstein terhadap kandungan Trigliseride dan Hormon Triiodotironin dalam darah. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2004 di peternakan sapi perah PT. ARGA SARI, Desa Winong, Kecamatan Kota, Kabupaten Boyolali.

Materi penelitian yang digunakan terdiri atas: 1) 12 ekor sapi FH laktasi kedua bulan kelima dengan bobot badan rata-rata awal 415,42 kg ± 47,30 kg (CV = 11,38%) dan rata-rata produksi susu awal 8,95 liter ± 1,28 liter (CV = 14,20%). 2) Pakan yang digunakan jerami jagung dan 3) Daun katu yang diberikan dalam bentuk tepung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah: T0 = Jerami jagung + Konsentrat (60%) + Katu 0,00 % BB sebagai kontrol; T1 = Jerami jagung + Konsentrat (60%) + Katu 0,02 % BB; T2 = Jerami jagung + Konsentrat (60%) + Katu 0,04 % BB. Parameter yang diukur meliputi : 1) Kadar trigliseride darah, dan 2) Hormon triiodotironin darah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung daun katu dalam ransum tidak menunjukkan berpengaruh yang nyata terhadap rata-rata kadar trigliseride dan hormon triiodotironin dalam darah. Kadar trigiseride darah perlakuan T0, T1 dan T2, berturut-turut sebesar 16,05 mg/dl, 12,70 mg/dl dan 12,35 mg/dl dan kadar hormon triodotironin dalam darah untuk perlakuan T0, T1 dan T2, berturut-turut sebesar 0,68 ng/ml, 0,67 ng/ml dan 0,59 ng/ml.

Kesimpulan dari hasil penelitian adalah pemberian tepung daun katu sampai dengan dosis 0,04% BB dalam pakan sapi perah Friesian Holstein laktasi tidak memberikan pengaruh terhadap kadar trigliserid dan hormon triiodotironin darah.

Kata kunci : katu, trigliserid, hormon, triodotironin darah.

ABSTRACT

The objective of this research was to investigate the effect of dietary Sauropus androgynus (L) Merr (Katu) on trigliseride and triodotironin hormon in dairy cows. The research was undertaken in CV. Argasari dairy farm, Boyolali. Twelve Friesian Holstein (FH) dairy cows in 5th month of 2nd years lactation period with average of body weight and milk yield are 415.42 ± 47.30 kg (CV = 11.38%) and

Sumardi : Tampilan Kadar Trigliserida Dan Hormon Triiodotironin Darah Sapi Perah

Page 15: Agromedia 26-2

12 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

8.95 ± 1.28 l/d (CV = 14.20%), respectively, were used in this research. Diets were corn straw, concentrate and katu powder. The dairy cows were assigned into 3 treatments (T0 = corn straw + concentrate 60% + without katu powder; T1 = corn straw + concentrate 60% + katu powder 0.02% BW; and T2 = corn straw + concentrate 60% + katu powder 0.04% BW). Parameters observed were trigliseride and triiodotironin hormon in bloods. Data were analyzed by Analysis of Covariance (ANACOVA). The results shown that treatment did’nt infl uenced the average of trigliseride wich T0, T1 and T2 treatments were16,05 mg/dl, 12,70 mg/dl dan 12,35 mg/dl and did’nt infl uenced the everage of triodotironin hormon wich T0, T1 and T2 treatments were 0,68 ng/ml, 0,67 ng/ml dan 0,59 ng/ml. Conclution of this research showed that dietary Sauropus androgynus (L.) Merr in dairy cows diets at doses 0.02 and 0.04% BW doesn’t able on trigliseride and triiodotironin hormon in blood. Keywords: Sauropus androgynus (L.) Merr, trigliseride, triiodotironin, hormon

PENDAHULUAN

Katu (Sauropus androgynus (L) Merr. dijadikan alternatif sebagai suplemen ransum dalam rangka meningkatkan produktivitas susu sapi perah. Katu adalah suatu tanaman perdu yang mengandung beberapa zat kimia, antara lain: asam 17-ketosteroid androstan 17 one 3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha (androstan) yang berfungsi untuk pembentukan hormon estrogen yang berperan dalam pemanjangan sistem saluran; hormon progesteron berfungsi untuk meningkatkan (pembentukan) jumlah percabangan sistem saluran; dan hormon laktogen plasenta berperan untuk meningkatkan jumlah sel epitel. Kandungan kimia lain katu adalah asam 3-4 dimethyl-2-oxocyclopenthyl-3-enylacetate yang berperan dalam meningkatkan kinerja mikroba rumen sehingga dapat meningkatkan VFA.

Dinyatakan oleh Suprayogi (2000), bahwa katu mengandung unsur-unsur kimia : 1) asam oktodecanoat, 2)

asam heptadecatrionat methyl ester, 3) octodecatrionat ethyl ester, 4) asam eicosatriona ester, 5) asam eicosynat. Kelima asam-asam tersebut diduga berperan awal pada pembentukan prostaglandin, prostacyclin, thromboxane, lipoxine dan leukotrines pada sapi.

Pada usaha peternakan sapi perah, peternak menggunakan daun katu atau ekstrak sebagai suplemen dalam pakan sapi perah untuk meningkatkan produksi susu. Penelitian ekstrak daun katu yang dimasukkan pada abomasum dengan menggunakan katheter menunjukan dapat meningkatkan produksii susu yang diikuti oleh kualitas susu yang stabil (Suprayogi, 1993; Santoso et al., 1997).

Pertumbuhan dan perkembangan hewan diatur oleh suatu kerja hormon. Hormon adalah zat kimia organik yang mempunyai efektivitas tinggi, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat sedikit dan dihasilkan oleh sel hidup yang sehat dari sebuah kelenjar endokrin (Djojosoebagio, 1990a).

Konsentrasi trigliserida dalam

Page 16: Agromedia 26-2

13

plasma darah merupakan salah satu indikator tingkat energi yang dikonsumsi. Trigliserida plasma darah selain berasal dari mobilisasi lemak tubuh juga berasal dari lemak pakan (Davies dan Colliar, disitasi Agus, 1997). Trigliserida merupakan sumber energi yang berasal dari lemak untuk berbagai proses yang membutuhkan energi di dalam tubuh (Linder, disitasi Yupardhi, 2000). Dikatakan lebih lanjut bahwa kadar trigliseride darah sapi bali yang tidak bekerja sebanyak 20 mg/dl dan setelah bekerja selama 2 jam meningkat menjadi 28,33 mg/dl.

Penelitian dengan menggunakan radioaktif menunjukkan bahwa asam lemak susu berasal dari 25% lemak makanan dan 50% lipida plasma. Asam-asam lemak susu yang paling banyak adalah asam-asam lemak rantai panjang, oleh karena itu sebagian atom karbon berasal dari trigliserida plasma (Wikantadi, 1978). Produk VFA dalam rumen (asam propionat) yang diserap abomasum dan dibawa oleh darah menuju hati diubah menjadi glukosa yang disimpan dalam bentuk glikogen atau diubah menjadi L-Gliserol-3 fosfat yang digunakan untuk sintesis trigliserida (Soebarinoto et al., 1991).

Hormon triiodotironin memegang peranan penting dalam pengaturan metaboilisme di dalam tubuh dan merangsang laju sel-sel dalam tubuh untuk melakukan oksidasi terhadap bahan pakan. Dijelaskan oleh Ganong (1980) bahwa triiodotironin merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme tubuh dan diperlukan untuk pertumbuhan.

Yodium adalah bahan dasar essensial untuk pembentukan hormone tiroksin dan triiodotironin. Yodium yang dimakan akan berubah menjadi yodida

dan diserap.Hormon triiodotironin mempunyai

fungsi meningkatkan konsumsi oksigen ke seluruh sel yang aktif melakukan metabolisme dan meningkatkan kecepatan absorbsi karbohidrat dari saluran pencernaan, sehingga konsentrasi glukosa darah sebagai sumber energi bagi ternak dapat meningkat (Ganong, 1980). Konsentrasi hormon triiodotironin kurang lebih 0,15 μg/dl (2,3 nmol/l) dan konsentrasi hormon tiroksin kurang lebih 8 μg/dl (103 nmol/l). Sekresi hormon triiodotironin dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi.

Pemberian pakan konsentrat yang rendah kualitasnya akan berdampak buruk terhadap fungsi kelenjar tubuh terutama tiroid. Hal ini akan berpengaruh terhadap menurunnya aktivitas kelenjar tiroid, yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi ternak. Kelenjar tiroid mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan pada titik optimal, hal ini disebabkan triiodotironin merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh (Ganong, 1980). Dijelaskan lebih lanjut bahwa fungsi tiroid diatur oleh thyroid stimulating hormon dari hipofi sis anterior. Sekresi hormon sebagian diatur oleh umpan balik dari kadar tiroid yang tinggi dalam darah, yang akan menghambat secara langsung, dan sebagian melalui mekanisme syaraf yang bekerja terhadap hipotalamus. Intake pakan terutama diatur oleh mekanisme dalam hipotalamus yang mempengaruhi perubahan kadar penyerapan glukosa dalam sel tubuh. Peningkatan maupun penurunan konsentrasi triiodotironin dalam darah tergantung pada pertumbuhan kualitas dan kuantitas pakan.

Sumardi : Tampilan Kadar Trigliserida Dan Hormon Triiodotironin Darah Sapi Perah

Page 17: Agromedia 26-2

14 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di peternakan sapi perah CV. ARGA SARI yang berlokasi di Desa Winong, Kecamatan Kota Boyolali. Pakan yang digunakan hijauan jerami jagung segar, umur 50 hari dan konsentrat yang terdiri dari bekatul, bungkil kopra, bungkil kelapa sawit, wijen, gluten, kulit kopi, BR (sisa pakan ayam), kalsit, premix dan garam. Perbandingan bahan kering hijauan dan konsentrat yaitu 40 : 60

Katu diberikan dalam bentuk serbuk. Dibuat dari daun katu yang dikeringkan di dalam oven selama 36 jam dengan suhu 600 C, kemudian dihaluskan dengan blender.

Materi penelitian dipilih dari sejumlah sapi laktasi yang ada di perusahaan berdasarkan kriterian : (1) tahun laktasi kedua, (2) bulan laktasi kelima, (3) bobot badan seragam dan (4) produksi susu seragam. Dari materi yang ada terpilih sebanyak 12 ekor sapi latasi dengan rata-rata bobot badan 415,42 ± 47,30 kg (CV = 16,20%), produksi rata-rata per hari 8,95 ± 1,28 liter (CV = 14,30%).

Sapi perah sebanyak 12 ekor dipilih secara acak dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dua perlakuan dan satu kontrol yang masing-masing diulang empat kali. Semua sapi diberi ransum yang sama yaitu hijauan dan konsentrat. Banyaknya ransun dihitung berdasarkan bahan kering sebanyak 2,5% dari bobot badan masing-masing sapi. Pemberian tepung katu dihitung berdasarkan persentase dari bobot badan sapi. Pemberian tepung katu untuk kontrol (T0) sebanyak 0%, perlakuan T1 sebanyak 0,02% dan untuk perlakuan T2 sebanyak 0,04%.

Perlakuan-perlakuan yang diterapkan sebagai berikut : T0 = Jerami jagung (40%) + Konsentrat (60%) +

Tepung Katu 0% dari BB, sebagai kontrol; T1 = Jerami jagung (40%) + Konsentrat (60%) + tepung Katu 0,02 % dari BB; dan T2 = Jerami jagung (40%) + Konsentrat (60%) + tepung Katu 0,04% dari BB

Data dianalisis dengan Analisis Kovarian (ANAKOVA) dengan program SAS dan dilanjutkan dengan Uji Duncan’s (α = 0.05).

Parameter yang diamati meliputi Kadar trigliserida darah pengambilan sampel darah dilakukan lewat vena jugularis. Sampel darah diambil dari masing-masing sapi sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan dalam tabung lalu disimpan dalam termos es kurang lebih 2 – 3 jam, selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 3.500. Selanjutnya dilakukan analisis kadar trigliserida darah dilakuan di Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (satuan mg/dl) dan Hormon triidotironin, pengambilan sampel darah dilakukan lewat vena jugularis. Sampel darah diambil dari masing-masing perlakuan sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan dalam tabung lalu disimpan dalam termos es kurang lebih 2 – 3 jam, selanjutnya disentrifuge untuk memisahkan serum darahnya. Kemudian serum darah dilakukan analisis kladar hormon tiroksin dengan metode ELISA (Enzyme linkage immonoassay) di laboratorium GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang (satuan ng/m).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rata-rata kandungan trigliserida serum darah sapi laktasi yang diberi suplemen katu dengan aras yang berbeda pada kelompok sapi T0, T1 dan T2 dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 18: Agromedia 26-2

15

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata kandungan trigliserida darah sapi PFH yang diberi suplemen daun katu berturut-turut untuk kelompok sapi T2, T0 dan T1 sebesar 16,05 mg/dl, 12,70 mg/dl dan 12,35 mg/dl

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar rata-rata perlakuan (P.0,05). Hal ini disebabkan masing-masing perlakuan mendapatkan ransum yang sama, konsumsi nutrisi masing-masing perlakuan juga menunjukkan perbedaan yang tidak nyata, demikian pula kebutuhan energi (berdasarkan bobot badan, produksi susu per hari dan kadar lemak susu per kelompok perlakuan) oleh ternak hampir sama, yakni masing-masing pada kelompok sapi T0, T1 dan T3 berturut-turut sebesar 22,0520 Mcal (TDN = 48,37%) 22,3976 Mcal (TDN = 58,69%) dan 23,4578 Mcal (TDN = 50,02%) dan menunjukkan tidak berbeda nyata antar rata-rata perlakuan, demikian juga konsumsi energi perlakuan T0, T1 dan T2 yang dinyatakan dalam TDN berturut-turut sebanyak 52,36%, 52,76% dan 53,07%. Perlakuan T0 dan T2 menunjukkan balans energi positif dan perlakuan T1 menunjukkan energi balans negative sehingga terjadi pembongkaran energi dari jaringan adipose.

Linder (1985) disitasi Yupardhi (2000), menyatakan bahwa ketika kebutuhan energi meningkat, lemak akan dimobilisasi terutama di jaringan adiposa dan dioksidasi untuk memproduksi energi. Trigliserida merupakan cadangan energi yang selalu siap dan tersedia, sehingga proses deposisi dan mobilisasi selalu berlangsung. Deposisi akan terjadi ketika ternak berada pada kondisi balans energi positif dan akan terjadi mobilisasi jika berada kondisi balans energi negatif (Bondi, 1987).

Trigliserida darah selain berasal dari mobilisasi lemak tubuh juga berasal dari lemak pakan (Davies dan Colliar, 1985 disitasi Agus, 1997). Trigliserida merupakan sumber energi yang berasal dari lemak untuk berbagai proses yang membutuhkan energi di dalam tubuh .

Rata-rata kandungan hormon triiodotironin (T3) dalam serum darah akibat suplementasi katu yang berbeda pada ransum sapi laktasi dapat perlakuan T0, T1 dan T2 tercantum pada Tabel 2.

Rata-rata kandungan hormon triiodotironin (T3) seperti tampak pada Tabel 2, tertinggi dicapai pada kelompok sapi T2 kemudian T1 dan T0 berturut-turut sebanyak 0,68 ng/ml, 0,67 ng/ml dan 0,59 ng/ml.

Tabel 1. Rata-rata Kadar Trigliserida dalam Darah Sapi. Perlakuan

Ulangan T0 T1 T2……………………… mg/dl …………………………..

1234

8,4011,9010,9019,60

14,007,40

12,6015,40

20,7010,2014,7018,60

Rataan 12,70a 12,35a 16,05a

* Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaan yang nyata (P<0,05)

Sumardi : Tampilan Kadar Trigliserida Dan Hormon Triiodotironin Darah Sapi Perah

Page 19: Agromedia 26-2

16 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Setelah dilakukan analisis statistik ternyata menunjukkan tidak ada beda yang nyata antar perlakuan katu (p>0,05), sehingga tidak ada pengaruh yang nyata pemberian katu terhadap kadar hormon triiodotironin dalam darah sapi laktasi. Hal ini disebabkan setiap perlakuan mendapatkan konsumsi yang hampir sama sehingga tidak mempengaruhi produksi hormon T3.

Tidak berbedanya kandungan hormon T3 berkaitan dengan retensi N yang tidak berbeda pula antara perlakuan T0, T1 dan T3 dengan rata-rata retensi N berturut-turut 64,97%, 70,55% dan 65,93%. Seperti diketahui bahwa tinggi rendahnya kandungan hormon triiodotitonin (T3) di dalam darah berkaitan dengan perubahan kuantitas dan kualitas pakan, terutama kandungan protein, hal ini karena T3 adalah termasuk kelompok hormon protein.

Kadar hormon T3 pada penelitian ini jauh diatas kadar yang disampaikan oleh Ganong (1980), bahwa konsentrasi hormon triodotironin kurang lebih 0,15 μg/dl (2,3 nmol/l. Pemberian pakan konsentrat yang rendah kualitasnya akan berdampak buruk terhadap fungsi

kelenjar tubuh terutama tiroid. Hal ini akan berpengaruh terhadap menurunnya aktivitas kelenjar tiroid, yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi ternak, dan sebaliknya. Kelenjar tiroid mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan pada titik optimal, hal ini disebabkan triodotironin merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh.

Sintesis hormon T3 disamping dioengaruhi kualitas pakan terutama protein juga dipengaruhi produksi “thyroid stimulating hormone” (TSH), sedangkan sekresi TSH dirangsang oleh “thyrotrophin releasing factor” (TRF). TSH merupakan pengatur utama proses metabolisme kelenjar thyroid, efek utama dari TSH adalah untuk merangsang produksi hormon T4 dan hormone T3) dan mensekresikannya ke dalam peredaran darah (Djojosoebagjo, 1990a).

Dikatakan Ganong (1980), bahwa hawa dingan dapat merangsang pembentukan TRF didalam hipotalamus, meningkatnya sekresi TRF dalam darah dapat merangsang pembentukan

Tabel 2. Rata-rata Kadar Hormon Triiodotironin (T3) dalam Serum Darah

UlanganPerlakuan

T0 T1 T2

…………………….. mg/ml ………………………….. 1234

0,370,460,710,80

0,990,500,420,76

0,500,820,750,64

Rataan 0,59a 0,67a 0,68a

* Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan ada perbedaan yang nyata (P<0,05)

Page 20: Agromedia 26-2

17

TSH dalam hipofi sis anterior, sehingga sekresi TSH dalam darah meningkat dan meningkatnya sekresi TSH menyebabkan meningkatnya sekresi hormon T4 dan hormone T3 di dalam darah. Proses ini adalah proses timbal balik artinya apabila kadar hormone thyroid dalam darah terlalu tinggi akan menghambat sekresi TSH dan terhambatnya sekresi TSH menyebabkan sintesis hormone T3 dan T4 akan terhambat pula.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis statistik dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penambahan katu dengan aras berbeda pada ransum sapi laktasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar trigliserida dan hormon triiodotironin dalam darah.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, A. 1997. Pengaruh tipe konsentrat sumber energi dalam ransum sapi perah berproduksi tinggi terhadap produksi dan komposisi susu. Buletin Peternakan. 21 (I : 45 – 54)

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Srigandono, B. dan Soedarsono).

Bondi, A.A. 1987. Animal Nutrition. John Wiley & Sons. New York.

Djojosoebagio, S. 1990a. Fisiologi Kelenjar Endokrin. Vol. I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Djojosoebagio, S. 1990b. Fisiologi Kelenjar Endokrin. Vol. II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ensminger, M.E. 1991. Dairy Cattle Science. 3th Ed. Interstate Published Inc. Angelwood Cliffs, New Jersey.

Ganong, W.F. 1980. Fisiologi Kedokteran (Review of medical physiology), Ed.: 9. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta (Diterjemahkan oleh Sutarman)

Santoso, S.O., M. Hasanah, S. Yuliani, A. Setiawati, Y. Mariana, T. Handoko, Risfaheri, Anggraeni, A. Suprayogi, N. Kusumorini dan W. Winarno. 1997. Production of Medicine Product from Katuk’s leaves (Sauropus androgynus Merr) to increase the secretion and quality of best milk. Integrated Priorities Research (Riset Unggulan Terpadu II).

Santoso, U., E. Handayani dan Suharyanto. 2001. Effect of Sauropus androgynus (Katu) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in broiler chickens. J. Ilmu Ternak dan Veteriner: 6 (4): 220–226

Soebarinoto, S. Chuzaemi dan Mashudi. 1991. Ilmu Gizi Ruminansia.

Sumardi : Tampilan Kadar Trigliserida Dan Hormon Triiodotironin Darah Sapi Perah

Page 21: Agromedia 26-2

18 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Universitas Brawijaya, Malang. Sudjatmogo, Sunarso dan Iswanti. 1988.

Pengaruh Pemberian Berbagai Tingkat Konsentrat dalam Ransum terhadap Produksi Kadar Lemak dan Berat Jenis Air Susu Sapi Perah Friesian Holstein. Proceeding Seminar Progam Penyediaan Pakan dalam Upaya Mendukung Industri Peternakan Menyongsong Pelita V. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.

Suprayogi, A. 1993. Meningkatkan produksi susu kambing melalui daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr). Agrotek, 1 (2) : 61-62.

Suprayogi, A. 2000. Studies on The Biological Effects of Sauropus androgynus (L.) Merr. : Effects on Milk Production and The Possibilities of Induced Pulmonary Disorder in Lactating Sheep. Georg-August-University Gottingen, Gottingen. (Doctoral Deseertation)

Wikantadi, B. 1978. Biologi Laktasi. Cetakan II. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Yupardhi, W.S. 2000. Effects of work on blood glucose, triglycerides and lactic acid concentrations of the Bali cattle. Buletin Peternakan 24 (1) : 12 – 16.

Page 22: Agromedia 26-2

19

STUDI TINGKAH LAKU REPRODUKSI RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DI KEPULAUAN KARIMUN JAWA

Daud Samsudewa Dan Siti SusantiFakultas Peternakan, Undip Semarang

ABSTRACTThe aim of the research was give information about reproduction behaviour on

Timor deer (Cervus timorensis) to increase productivity. The matterused was mikrometer ruler and reproduction behaviour record tool. Shelter observation and measuring reproduction behavour used for method. Desription used for analysis. Result showed most population Timor deer was in Karimun Jawa island. Timor deer was komunal animal and live in shelter with food, water and canopy. Reproduction behaviour of Timor deer was Snifi ng, Flehmen, Kissing, Kicking and Nuding, Mounting and Coitus.

Keywords : Reproduction behaviour and Timor deer

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memberi informasi dan menganalisis tingkah laku reproduksi rusa Timor (Cervus timorensis) dalam upaya peningkatan produktivitas. Materi dan alat yang digunakan adalah rusa Timor jantan dan betina serta peralatan pengamatan tingkah laku reproduksi. Metode yang dilakukan adalah pencarian shelter dan pengamatan tingkah laku reproduksi. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan populasi rusa Timor (Cervus timorensis) terbanyak terdapat di pulau karimun jawa, rusa Timor (Cervus timorensis) hidup berkelompok dan menempati sehelter tertentu yang mempunyai ketersediaan pakan, air, naungan dan tersembunyi dari manusia. Rusa Timor (Cervus timorensis) mempunyai tingkah laku reproduksi secara urut yaitu Snifi ng, Flehmen, Kissing, Kicking dan Nuding, Mounting dan diakhiri dengan Coitus.

Kata Kunci : Tingkah Laku Reproduksi dan rusa Timor

Daud Samsudewa Dan Siti Susanti : Studi Tingkah Laku Reproduksi Rusa Timor

Page 23: Agromedia 26-2

20 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

PENDAHULUAN

Upaya pencapaian Swasembada Daging 2010 menjadi tantangan terbesar dunia peternakan Indonesia saat ini. Tantangan ini muncul karena perkembangan populasi ternak yang lazim dibudidayakan oleh manusia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba masih rendah. Sebagai contoh ternak kambing yang ada di Jawa Tengah pada Tahun 2005, jumlah populasi ternak kambing baru memenuhi 78,36% dari target 4.000.000 ekor. Melihat keadaan tersebut maka sangat diperlukan suatu upaya penangkaran satwa-satwa harapan untuk pemenuhan kebutuhan daging (Anonim, 2005).

Rusa Timor (Cervus timorensis) adalah rusa yang sangat potensial untuk dikembangkan karena mempunyai bobot badan yang tinggi berkisar antara 103 – 155 kg. Daging rusa timor mempunyai cita rasa dan mempunyai kandungan gizi tinggi. Daging dari hewan ini sudah sangat dikenal dengan berbagai macam jenis makanan yang dihasilkan seperti dendeng rusa (Syaifullah, 2001).

Tetapi di lain pihak para pengusaha masih menghadapi beberapa masalah yaitu utamanya dalam masalah perkawinan rusa Timor (Cervus timorensis). Rusa Timor (Cervus timorensis), seperti halnya rusa yang lain, mempunyai siklus reproduksi yang berhubungan dengan musim kawin, sehingga mengakibatkan rusa Timor tidak dapat melakukan perkawinan setiap waktu. Musim kawin ini akan menurunkan produktivitas rusa Timor (Cervus timorensis). Untuk mendukung pengembangan rusa Timor (Cervus timorensis) sangat diperlukan pemanfaatan teknologi bioreproduksi. Teknologi bioreproduksi ini akan sangat efektif apabila sebelumnya kita mengetahui

tingkah laku reproduksi dari rusa Timor (Cervus timorensis) yang meliputi mating ratio, tingkah laku percumbuan, tingkah laku coitus, libido pejantan dan tanda-tanda berahi pada betina. Harapannya dengan mengetahui tingkah laku reproduksi alamiah rusa Timor (Cervus timorensis) maka kita dapat melakukan manipulasi reproduksi.

Tujuan penelitian ini adalah memberikan informasi tentang tingkah laku reproduksi rusa Timor (Cervus timorensis) sehingga dapat menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya. Melakukan analisis tingkah laku reproduksi rusa Timor (Cervus timorensis) dan kemungkinan pemanfaatan teknologi bioreproduksi yang dapat digunakan sehingga memberikan masukan bagi program peningkatan produktivitas rusa Timor (Cervus timorensis).

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian dilaksanakan selama

6 bulan dari bulan Mei sampai dengan Oktober 2006. Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Karimun Jawa utamanya di Pulau Karimunjawa dan Kemujan.

Materi PenelitianMateri yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Rusa Timor (Cervus timorensis) jantan dan betina sebagai obyek penelitian. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah Tabel Tingkah laku (Ethogram) yang terdiri dari 5 parameter pengamatan, alat tulis, jangka sorong, handy Camera, Digital Camera, stopwatch, lampu sorot untuk pengamatan malam hari, teropong pembalik dan gardu pengamatan. Alat dalam penelitian ini digunakan untuk mendokumentasikan tingkah laku reproduksi dari rusa Timor

Page 24: Agromedia 26-2

21

(Cervus timorensis). Hal ini perlu dilakukan untuk mendukung penggunaan tabel Ethogram dalam pencatatan tingkah laku reproduksi rusa Timor (Cervus timorensis).

Metode PenelitianMetode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pencarian shelter (tempat hidup) rusa Timor dengan pengamatan jejak kaki dan kotoran yang selanjutnya secara khusus untuk melakukan pengamatan pola kopulasi rusa Timor (Cervus timorensis) dilakukan pengamatan selama 7 hari dalam musim kawin. Pengamatan harian dilakukan dengan selang 3 jam tiap harinya sehingga tiap harinya dilakukan pengamatan selama 12 jam. Untuk hari berikutnya dilakukan rotasi waktu antara waktu pengamatan dan istirahat sehingga sepanjang pengamatan 24 jam akan dapat teramati. Pencatatan tingkah laku reproduksi dilakukan dengan pencatatan manual dan dokumentasi visualisasi tingkah laku reproduksi. Pengamatan manual dilakukan dengan menggunakan teropong pembalik dan dilakukan dari gardu pengamatan. Pencatatan manual dilakukan dengan menggunakan tabel tingkah laku (Ethogram). Tingkah laku reproduksi yang dicatat adalah mating ratio, berahi betina, libido pejantan, tingkah laku percumbuan dan tingkah laku coitus.

Hasil pengamatan dalam tabel tingkah laku (ethogram) didukung dengan pelaksanaan dokumentasi tingkah laku reproduksi menggunakan gambar bergerak (handy camera) dan gambar diam (digital camera). Hasil visualisasi gambar tingkah laku reproduksi digunakan dalam pengembangan narasi tingkah laku reproduksi rusa Timor (Cervus timorensis) dan meningkatkan akurasi pengamatan.Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis secara deskriptif. Selanjutnya hasil analisis deskriptif tersebut ditarik sebuah kesimpulan dan diakhiri dengan rekomendasi saran dalam upaya pemanfaatan teknologi bioreproduksi dalam peningkatan produktivitas rusa Timor (Cervus timorensis)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kepulauan Karimunjawa terletak di Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, terdiri dari 27 pulau. Hanya 5 pulau saja yang dihuni yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk dan Pulau Genting.

Penyebaran Shelter rusa Timor (Cervus timorensis)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa shelter rusa Timor tersebar di beberapa wilayah di Pulau Karimunjawa yaitu di daerah Nyamplungan, Alang-alang, Legon Lele, Legon Goprak, Legon Moto dan Tlogo. Wilayah ini menjadi shelter rusa Timor (Cervus timorensis) karena tersedia pakan dalam jumlah banyak, tersedia teduhan dan naungan, tersembunyi dari manusia dan tersedia sumber air. Hasil pengamatan ini sesuai dengan pendapat (Semiadi dan Nugraha, 2004) yang menyebutkan bahwa rusa mempunyai kecenderungan memiliki shelter yang mempunyai naungan, tersedia pakan dan air dan tidak terkena sentuhan tangan manusia.

Kondisi ini mendukung perlindungan dan reproduksi rusa. Rusa Timor (Cervus timorensis) hidup berkelompok yang terdiri dari 5-6 ekor rusa Timor (Cervus timorensis) tiap kelompoknya. Jumlah rusa Timor (Cervus timorensis) tiap

Daud Samsudewa Dan Siti Susanti : Studi Tingkah Laku Reproduksi Rusa Timor

Page 25: Agromedia 26-2

22 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

kelompoknya dapat dilihat dari jumlah kaki rusa yang terdapat di shelter rusa Timor (Cervus timorensis). Ukuran jejak kaki pejantan, betina dan anak di beberapa shelter disajikan dalam tabel berikut :

berahi betina rusa Timor (Cervus timorensis) ditandai dengan perubahan tingkah laku, perubahan bentuk vulva, keluarnya lendir dan tingkah laku mencari pejantan. Hasil ini sesuai dengan hasil

Tabel 2. Ukuran Jejak Kaki Pejantan, Betina dan Anak

TempatPejantan Betina Anak

Panjang(cm)

Lebar(cm)

Panjang(cm)

Lebar(cm)

Panjang(cm)

Lebar(cm)

Legon Goprak

Alang-alang

7,54

8,25

5,56

6,12

6,69

5,33

5,02

3,56

3,51

4,03

2,12

3,00

Sumber : Data Primer Penelitian

Selain ditemukannya jejak kaki, maka penentuan shelter rusa dilihat dari kotoran rusa yang ada di sekitar shelter. Kotoran rusa Timor ditemukan di sekitar shelter dan menyebar. Rusa Timor (Cervus timorensis) membuang kotoran bersamaan dengan mengkonsumsi pakan.

Pengamatan Tingkah Laku Reproduksi rusa Timor (Cervus timorensis) Setelah pencarian jejak maka dilanjutkan dengan ’nyanggong’ atau pengamatan tingkah laku reproduksi. Hasil dari ’nyanggong’ atau pengamatan tingkah laku reproduksi menunjukkan hasil sebagai berikut :

Mating ratio Jumlah pejantan tiap kelompok lebih dari satu dengan mating ratio rata-rata 1:5, namun ada sifat superior pejantan yang menjadi pemimpin rombongan termasuk dalam perkawinan.

Berahi betina Hasil pengamatan menunjukkan

penelitian Bowers et al., (2004) yang menunjukkan bahwa tingkah laku berahi betina rusa Merah ditandai dengan sifat menyendiri, konsumsi pakan menurun dan relatif diam saat didekati pejantan. Berahi betina rusa Timor (Cervus timorensis) sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Musim hujan dengan pakan yang melimpah akan meningkatkan kuantitas dan kualitas berahi pada betina. Selama penelitian berahi betina rusa Timor (Cervus timorensis) terlihat pada sekitar bulan Juli dan Agustus pada saat pakan melimpah. Hasil penelitian yang sama diperoleh oleh Garcia et al., yang manunjukkan berahi betina rusa Merah terjadi pada saat musim pakan berlimpah.

Libido pejantan Libido pejantan ditandai dengan mengitari rombongan untuk mencari betina berahi, apabila pada saat tersebut ada lebih dari 1 (satu) pejantan yang meningkat libidonya maka akan terjadi pertarungan. Hal ini dapat dilihat degan

Page 26: Agromedia 26-2

23

ditemukannya beberapa potongan tanduk di shelter rusa. Libido pejantan rusa Timor (Cervus timorensis) sangat dipengaruhi oleh ukuran tanduk. Pada kondisi tanggal tanduk, pejantan rusa Timor (Cervus timorensis) tidak berani mendekati betina rusa Timor (Cervus timorensis). Hasil penelitian Goeritz et al., (2003) yang menunjukkan bahwa libido rusa Roe meningkat pada bulan Juli sampai Agustus yang ditandai dengan tumbuhnya tanduk, selanjutnya dinyatakan bahwa pertumbuhan tanduk sangat dikontrol oleh produksi hormon testosteron. Handarini, et al, (2004) juga menyatakan bahwa pola musim kawin pada rusa dibatasi dengan tanggalnya ranggah. Tanggalnya ranggah menyebabkan penurunan libido jantan pada rusa Timor (Cervus timorensis) yang sangat drastis. Berdasarkan hasil pengamatan, tanggalnya tanduk pada rusa Timor (Cervus timorensis) di Karimun Jawa terjadi sebelum bulan Mei karena pada bulan Mei velvet rusa mulai berkembang dan akan mengeras pada bulan Agustus. Tanggalnya tanduk menurut hasil penelitian Asher et al. (1996) diakibatkan jumlah pakan yang kurang memenuhi kebutuhan rusa Timor (Cervus timorensis). Tingkah laku percumbuan Tingkah laku percumbuan pada rusa Timor (Cervus timorensis) terdiri dari Snifi ng (berteriak memanggil pasangan), Flehmen (mengendus – endus), Kissing menciumi seluruh tubuh pasangannya), Kicking dan Nuding (menendang dan menyepak tubuh pasangan). Tingkah laku snifi ng, fl ehmen, kissing, kicking dan nuding pada rusa Timor berturut – turut berlangsung selama 30 ± 8 menit, 7 ± 1,5 menit, 3 ± 0,8 menit dan 1 ± 0,1 menit. Tingkah laku coitus Coitus pada rusa Timor (Cervus timorensis) diawali dari proses mounting

(pejantan menaiki betina) lalu dilanjutkan dengan penetrasi alat reproduksi jantan ke alat reproduksi betina. Mounting yang dilakukan oleh pejantan rusa Timor (Cervus timorensis) pada saat perkawinan rata-rata dilakukan sebanyak 3 kali sebelum terjadi coitus. Hasil penelitian Mauget et al., (2007) pada rusa air cina menunjukkan libido rusa air cina sangat tinggi karena dapat mengawini 3 (tiga) ekor betina per hari. Analisis Penggunaan Teknologi Bioreproduksi untuk Peningkatan Produktivi tas Rusa Timor (Cervus timorensis)

Setelah dilakukan pengamatan tingkah laku reproduksi maka dapat dianalisis beberapa masalah peningkatan produktivitas yang dapat diatasi dengan teknologi bioreproduksi. Beberapa masalah yang ada adalah Jumlah pejantan yang ada dan yang siap untuk perkawinan sangat terbatas sehingga dapat diatasi dengan pembuatan semen beku rusa Timor (Cervus timorensis) dan dilanjutkan dengan pelaksanaan inseminasi buatan. Namun menurut Adji yang ditulis oleh Syaifullah (2001) untuk pengembangan rusa dapat dilakukan dengan inseminasi buatan tetapi masih membutuhkan biaya yang mahal. Selain itu masalah kondisi lingkungan (kemarau) yang mengakibatkan penurunan kualitas berahi dan libido dapat diatasi dengan penyuntikan hormon untuk meningkatkan libido dan menyerentakkan berahi betina. Hasil penelitian pelaksanaan sinkronisasi berahi dan inseminasi buatan pada rusa timor yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Kalimantan Timur dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menunjukkan hasil kelahiran 40% (Drajat, 2004).

Daud Samsudewa Dan Siti Susanti : Studi Tingkah Laku Reproduksi Rusa Timor

Page 27: Agromedia 26-2

24 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah rusa Timor (Cervus timorensis) di Kepulauan Karimunjawa hidup berkelompok dan menempati sehelter tertentu yang mempunyai ketersediaan pakan, air, naungan dan tersembunyi dari manusia. Rusa Timor (Cervus timorensis) mempunyai tingkah laku reproduksi Snifi ng, Flehmen, Kissing, Kicking dan Nuding, Mounting dan diakhiri dengan Coitus. Saran yang direkomendasikan adalah perlunya penelitian tentang kandungan hormonal pejantan rusa Timor (Cervus timorensis) untuk mengetahui kondisi fi siologis pada saat musim kawin dan bukan musim kawin. Selain itu perlu ada kajian lanjutan pemanfaatan inseminasi buatan pada rusa Timor (Cervus timorensis) agar lebih efi sien dan efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Asher G. W., M.W. Fisher and P. F. Fennesy. 1996. Environmental constrain on reproductive performance of farmed deer. Anim. Rep. Sci. 42: 35 – 44.

Bowers, S. D., C.G. Browa, T.A.Straudi, B. S. Gandy, D. A. Neundorff, R. D. Randel and S. T. Willard. 2004. Artifi cial insemination following observational versus electronic methods of red deer hinds. Theriogenology 62 : 652 – 663.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Statistika Pertanian Tahun 2005. Departemen Pertanian.

Drajat, A. S. 2004. Saatnya rusa jadi komoditas industri. http://www.

suarantb.com/. [7 Juni 2007].

Garcia, A. J., T. Landete-castillejos, J. J. Garde and L. Gallego. 2002. Reproductive seasonality in female Iberian red deer (Cervus Elaphus hispanicus). Teriogenology 58 : 1553 1562.

Goeritz, F., M. Quest, A. Weagner, M. Fassbender, A. Broich, T. B. Hildebrandt, R. R. Hoffman and S. Bwittner. 2003. Seasonal timing of sperm production in roe deer : interrelationshiop among changes in ejaculate parameters, morphology and function of testis and accessory glands. Theriogenology 59 : 1487 – 1502.

Handarini, R., W. M. M. Nalley, G. Semiadi, S. Agungpriyono, Sbandriyo, B. Purwantara dan M. R. Toelihere. 2004. Kriopreservasi rusa timor (Cervus timorensis) dalam Gliserol. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004, 4-5 Agustus 2004. Hal : 459-465.

Mauget, R., C. Mauget, G. Dubost, F. Charron, A. Courcoul and A. Rodier. 2007. Non-invasive assessment of reproductive status in Chinese water deer (Hydropotes inermis) : correlation with sexual behaviour. Mamm. Bio. 72 (1) : 14 – 26.

Semiadi, G dan R. T. P, Nugraha. 2004. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Puslit Biologi-LIPI Bidang Zoologi. Jakarta.

Syaifullah, M. 2001. Konservasi rusa, sebuah “panggilan” nurani. http://www.kompas.com/. [22 Juni 2007].

Page 28: Agromedia 26-2

25

UJI AKTIVITAS BEBERAPA MERK DAGANG ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN

Anthurium plowmanii

Sri Suratiningsih* dan Slamet**Staf Pengajar STIP Farming Semarang

e-mail ; [email protected]

ABSTRACTThis research was aimed to study the growth regulators trade-mark of activity, that

is compatible for Anthurium plowmanii seed. It will be able in January-July 2008, design experiment is Block Randomized Design, with treatments, activity compound citocinine, and auxin. The data were analyzed by variance analysis at 5% followed by Duncan. The result of the research that adding citocinine buds growth, texture is the best. That adding auxin root and leafs growth, texture is the more than not added.

Keywords: zpt, sitokinin, auksin, pertumbuhan, Anthurium plowmanii.ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui aktivitas merk dagang zat pengatur tumbuh (zpt) yang paling sesuai dalam penyediaan bibit tanaman Anthurium plowmanii. Dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2008, menggunakan metode Eksperimen, dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok, dengan perlakuan penambahan zpt yang mempunyai kandungan aktif sitokinin, auksin dan tanpa pemberian zpt. Analisis data menggunakan Anava, dan uji lanjutan dengan uji Duncan, taraf kepercayaan 95 %. Hasil penelitian menunjukkan zpt yang mengandung bahan aktif sitokinin menghasilkan pertumbuhan tunas, tekstur daun lebih kaku dan keras, sedangkan zpt yang mengandung bahan aktif auksin menghasilkan pertumbuhan daun dan akar, tetapi teksturnya kurang kaku dan keras, untuk Anthurium plowmanii yang tidak diberikan zpt pertumbuhan lebih lambat dibandingkan yang diberi zpt.

Kata kunci: zpt, sitokinin, auksin, pertumbuhan, Anthurium plowmanii.

Sri Suratiningsih dan Slamet ; Uji Aktivitas Beberapa Merk Dagang

Page 29: Agromedia 26-2

26 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

PENDAHULUAN

Tanaman Anthurium plowmanii yang berkualitas mempunyai penampilan yang kelihatan kokoh dan berkesan melindungi, daunnya tebal dan kaku dengan warna hijau gelap, mengkilap. Kondisi demikian hanya bisa diperoleh dengan menggunakan teknik tertentu dalam penyediaan bibit dan pemeliharaannya. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal yaitu dari dalam tumbuhan itu sendiri (Overbeek, 1968). Kondisi internal yang diinginkan sering dilakukan dengan cara persilangan, secara buatan bisa dikendalikan melalui teknologi. Salah satu teknologi yang sekarang sedang banyak dimanfaatkan yaitu teknologi hormon, dikenal dengan zat pengatur tumbuh (Suratiningsih, 2007). Kondisi ekternal adalah apabila tanaman tersebut ditumbuhkan pada lingkungan yang cocok, misalnya pengaruh mikroklimat. Demikian pula halnya dengan tanaman Anthurium plowmanii, akan tumbuh baik apabila lingkungannya cocok. Lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan anthurium menurut Triharyanto dan Joko Sutrisno (2007), adalah pada kondisi lingkungan lahan yang ternaungi dengan kebutuhan intensitas cahaya berkisar antara 30-50%. Jika cahaya terlalu banyak daunnya akan menguning dan kering, sebaliknya jika kurang cahaya daun lemas dan pucat serta bentuk helaian dan tangkainya cenderung memanjang (Anonim, 2007). Kebutuhan suhu 18-31°C, penampilan daun akan lebih mengkilap bila perbedaan suhu siang dan malam hari tidak terlalu mencolok. Kondisi ini akan mendorong terbentuknya klorofi l sehingga warna daun lebih hijau dan mengkilap (Suratiningsih, 2007). Kelembaban udara yang cocok berkisar antara 60-80%. Disamping

kondisi lingkungan yang terpenuhi secara alamiah, kondisi tersebut juga dapat dilakukan dengan cara buatan, misalnya dengan pengkabutan, menggunakan naungan paranet, dan sebagainya.

Zat pengatur tumbuh adalah hormon sintetis buatan manusia (Santoso dan Fatimah, 2003). Penggunaan zpt hanya memerlukan kadar yang sedikit tetapi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan. Penggunaan dalam konsentrasi rendah berfungsi mempercepat pertumbuhan tanaman, namun bila kadarnya tinggi justru menghambat (Kyte and John Kleyn 1996). Disamping itu dalam penggunaannya harus tersedia unsur hara yang cukup pada tanaman. Zpt bukan hara atau pupuk, namun zpt berfungsi untuk membantu penyerapan hara (Kyte, L and John Kleyn, 1996). Pemberian zpt harus diiringi pemupukan dengan dosis yang sesuai. Zpt dapat digunakan pada semua jenis tanaman termasuk tanaman hias. Ada berbagai jenis zpt didasarkan pada kelompok kandungan bahan aktifnya, yaitu: auksin, sitokinin, giberilin, asam absisat dan etilen. Penggunannya dapat digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar, tunas, pemasakan biji, pembungaan bahkan dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas anthurium dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh. Zpt adalah hormon sintetis buatan manusia, dapat dibeli di toko-toko sarana pertanian, dengan berbagai variasi harga dan merk dagang yang beragam pula. Zat pengatur tumbuh (zpt), dinamakan demikian karena disamping mempunyai kemampuan untuk memacu pertumbuhan, tetapi zpt juga mampu menghambat pertumbuhan, sehingga lebih tepat disebut sebagai pengatur.

Page 30: Agromedia 26-2

27

Adanya kemampuan tersebut, maka dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan maksud dan tujuannya. Walaupun sudah diketahui antara hormon dan zat pengatur tumbuh atau zpt tidak sama, namun dilingkungan masyarakat awam banyak yang menafsirkan sama. Oleh karena itu dalam pemanfaatannya perlu dipelajari serta dikaji lebih jauh.

Beberapa merk dagang yang banyak dijumpai di pasaran antara lain Novelgrow, Sun Grow, Progibb, Gibbro, Rootone F, B1, Atonik, dll. Berdasarkan kandungan bahan aktifnya zpt dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu: auksin, sitokinin, giberilin, asam absisat dan etilen. Setiap kelompok mempunyai fungsi yang berbeda, sehingga kita perlu mengenali dulu jenis, fungsi dan merk dagang zpt.

Jenis dan fungsi dari zpt, biasanya dapat dilihat pada petunjuk di kemasannya, namun untuk aktivitasnya kadang memberikan hasil kurang sesuai dengan harapan. Ketidaksesuaian harapan tersebut antara lain disebabkan masih kurangnya pengetahuan tentang zpt, mekanisme kerjanya dan faktor-faktor lain yang mampu mempengaruhi aktivitas zpt. Penggunaan zpt memerlukan aturan-aturan baku, cara melarutkannyapun setiap jenis zpt berbeda, penggunaan dosis yang tepat, juga perlakuan dan syarat-syarat lain perlu diperhatikan, antara lain nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan protein harus cukup, karena proses kerja zpt memerlukan protein yang cukup sebagai penangkap sinyalnya.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diperlukan informasi yang memadai tentang aktivitas zpt sesuai dengan merk dagang, serta lebih jauh dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi pengguna zpt namun pengetahuannya tentang zpt masih terbatas. Disamping

itu para petani tanaman hias juga masih banyak yang belum memahami tentang pengunaan zpt, sehingga maksud dan tujuan penggunaan zpt menjadi tidak tercapai. Adanya peningkatan merk dagang zpt yang ada di pasaran, serta berbagai jenis formulasinya, maupun berbagai jenis fungsinya pula, dengan harga yang bervariasi pula, serta produsen zpt yang beraneka pula, maka akan semakin banyak pula peluang konsumen untuk memilih zpt, sehingga akan membingungkan konsumen untuk menentukan pilihannya. Dalam sisi yang lain meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman anthurium dapat pula digunakan zpt, sedangkan penggunaan zpt diperlukan persyaratan prakondisi tertentu, harus disesuaikan pula dengan keperluannya. Maka perlu adanya informasi yang nyata dari berbagai merk dagang zpt, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas zpt dari beberapa merk dagang yang ada.

MATERIAL DAN METODE

Waktu dan tempat penelitian dilakukan di Green House Sani House Plants, pada Januari 2008 sampai dengan Juli 2008. Penelitian dilakukan dengan metode Eksperimen, dengan menggunakan Rancangan Percobaan Rancangan Acak Kelompok, dengan tiga perlakuan dan lima belas ulangan, adapun perlakuan yang digunakan adalah: perlakuan A, menggunakan zpt merk A (mengandung bahan aktif sitokinin), dengan dosis sesuai kemasan, perlakuan B, menggunakan zpt merk B (mengandung bahan aktif auksin), dengan dosis sesuai kemasan, perlakuan C, tidak menggunakan zpt .

Bahan dan alat yang diperlukan adalah: pakis, pot plastik, sprayer, net,

Sri Suratiningsih dan Slamet ; Uji Aktivitas Beberapa Merk Dagang

Page 31: Agromedia 26-2

28 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

jangka sorong, penggaris, alat tulis, pengukur kelembaban, pengukur suhu, pengukur pH, timbangan, erlenmeyer, gelas ukur, pisau, gunting, label, cethok, bibit Anthurium plowmanii yang seragam berusia 3-4 bulan, merk dagang zpt yang beredar di pasaran dan banyak diminati konsumen, antara lain Novelgrow, Sun Grow, Atonik, B1, Rootone F, Bio Erecta, dll.

Prosedur penelitian dalam menguji aktivitas zpt adalah sebagai berikut, disiapkan bibit yang seragam usia 4 bulan atau 18 minggu, disiapkan media pakis ukuran 2-3 cm, kemudian bibit dicuci kemudian dilakukan aklimatisasi selama 2 hari, kemudian bibit ditanam pada masing-masing pot sesuai dengan tata letak percobaan, dilakukan pemupukan dengan Decastar dengan perbandingan NPK seimbang, menyiapkan larutan zpt sesuai dosis, dilakukan penambahan zpt setiap 3 hari sekali sesuai dengan dosis pada kemasan, dilakukan pemeliharan selama empat bulan, dengan menjaga kelembaban dan kebutuhan air, setiap satu minggu sekali diamati pertumbuhannya, meliputi pertumbuhan daun dan tunas.

Setelah 4 bulan dipindahkan ke media pakis yang ditambahkan sekam bakar, sambil dilakukan pengamatan tentang jumlah dan panjang daun, panjang dan jumlah akar, warna dan tekstur daun, serta adanya kemunculan tunas.

Setelah data terkumpul dilakukan uji statistik dengan Anava, apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan pada taraf kepercayaan 95% (Gomez and Gomez, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ada berbagai jenis zpt didasarkan pada kelompok kandungan bahan aktifnya, yaitu: auksin, sitokinin, giberilin, asam absisat dan etilen. Penggunannya dapat digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar, tunas, pemasakan biji, pembungaan bahkan dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan, seperti terlihat pada Tabel 1.

Dalam penelitian ini digunakan beberapa zat pengatur tumbuh (zpt) yang mempunyai kandungan aktif yang berbeda yaitu sitokinin dan auksin. Sedangkan untuk zpt yang mempunyai

Tabel.1. Komparasi Formulasi ZPT Pada Berbagai Merk Dagang.

MerkDagang

GolonganZpt

Senyawa Aktif Bagian Yang Dirangsang

Novelgrow Sitokinin Kinetin Akar dan tunas

Sungrow Sitokinin Kinetin Akar dan tunas

Rootone F Auksin Asam Indol Asetat Akar

B1 Auksin Asam Indol Asetat Akar dan tunas

Atonik Auksin Asam Indol Asetat Akar dan tunas

Progibb Giberilin Asam Gibberlat Buah, pertumbuhan biji, akar dan batang

Gibbro Giberilin Asam Gibberlat Buah, pertumbuhan biji, akar dan batang

Sumber : (Anonim, 2007).

Page 32: Agromedia 26-2

29

kandungan aktif giberilin tidak digunakan, dengan pertimbangan aplikasinya untuk anthurium daun lebih diutamakan kepada daunnya, karena anthurium daun merupakan salah satu tanaman hias daun. Kualitas anthurium daun dapat dilihat dari keeksotisan daunnya yaitu yang kokoh dan kompak, besar, tebal dan kaku, mengkilat, tangkai pendek (Triharyanto dan Joko Sutrisno, 2007). Adapun aplikasi giberilin lebih diutamakan untuk buah dan pertumbuhan biji, padahal untuk hal tersebut kurang diutamakan, karena buah dan biji pada tanaman hias daun anthurium digunakan untuk perbanyakan. Apabila cara perbanyakan dilakukan melalui biji pada umumnya kualitasnya akan mengalami perubahan dengan sifat induknya.

Anthurium plowmanii yang lebih dikenal dengan nama gelombang cinta, dicari dan diburu oleh para hobiis dan

kolektor karena memang daunnya sangat eksotis dengan penampilan yang berkesan melindungi atau ngayomi. Walaupun sekarang banyak kita jumpai varietas-varietas dari gelombang cinta, namun untuk mendapatkan ataupun menghasilkan gelombang cinta yang berkualitas baik masih sangat jarang. Pada umumnya yang kita jumpai adalah kualitas yang biasa-biasa saja, sehingga dari hasil penelitian ini nantinya juga sangat diharapkan untuk ditindaklanjuti apakah dengan menggunakan teknologi hormon mampu pula untuk meningkatkan kualitas daunnya. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Pertumbuhan tanaman, misalnya ke arah mana tanaman tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh faktor tanah/media, pupuk, pencahayaan dan irigasi, beberapa faktor ini disebut faktor eksternal, selain itu juga dipengaruhi oleh

Tabel.2. Rata-rata jumlah, panjang, warna, dan tekstur daun, jumlah dan panjang akar,

pertumbuhan tunas Anthurium plowmanii yang diberi zpt yang mengandung bahan

aktif sitokinin, auksin dan tanpa pemberian zpt pada minggu ke 35.

Perlakuan Jumlah Daun

PanjangDaun (cm)

Warna Daun

Tekstur Daun

JumlahAkar

PanjangAkar (cm)

Pertum buhanTunas

Zpt dengan

kandungan

aktif sitokinin

10* 12,74 Hijau agak

gelap

Kaku dan

keras

18* 13,46 40 %*

Zpt dengan

kandungan

aktif auksin

9 21,60* Hijau Agak kaku

dan keras

20* 22,66* 0 %

Tanpa

penambahan

zpt

9 12,70 Hijau Agak kaku

dan keras

19* 13,59 0 %

Keterangan = tanda * menunjukkan ada perbedaan yang nyata.

Sri Suratiningsih dan Slamet ; Uji Aktivitas Beberapa Merk Dagang

Page 33: Agromedia 26-2

30 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

kondisi hormonal yang lebih dikenal dengan faktor internal. Zpt adalah hormon sintetik, yaitu merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah ( < 1 mM) mampu mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Santoso dan Fatimah, 2003). Agar hormon tumbuhan yang terdapat dalam jumlah yang relatif sangat kecil bersifat aktif dan khas, dapat dipastikan harus ada tiga syarat utama dalam sistem respon. Yang pertama, hormon harus ada dalam jumlah yang cukup dalam sel yang tepat. Kedua, hormon harus dikenali dan diikat erat oleh setiap kelompok sel yang tanggap terhadap hormon (sel sasaran yang peka). Untuk itu diperlukan protein penerima yaitu suatu protein yang memiliki struktur komplek yang dapat mengenali dan memilih diantara molekul yang jauh lebih kecil. Ketiga, protein penerima tersebut (konfi gurasinya diduga berubah saat menerima hormon) harus dapat menyebabkan perubahan metabolik lain yang mengarah pada penguatan isyarat atau kurir hormon. Proses penguatan terjadi secara berurutan, sebelum respon terhadap protein terjadi (Santoso dan Fatimah, 2003).

Dalam penelitian ini digunakan dua zpt dengan kandungan bahan aktif yang berbeda, untuk merk dagang A mengandung bahan aktif sitokinin, sedangkan merk dagang B, mengandung bahan aktif auksin. Bahan sitokinin alami antara lain: zeatin (4-hydroksi-3-memethyl-trans-2-butenylaminopurpurine), 2-iP (N6-(2-isopentyl) adenin) (Yustina, 2003). Sitokinin sintetik antara lain: kinetin (6-furfufurylaminopurine), BAP atau BA (6-benzylaminopurine/6-benzyladenine), PBA (SD 8339) (6-benzylamino)-9-92-tetrahydropyranyl)-9H-purine), 2Cl-4PU (N-(2-cloro-4-pyridyl)-N’-penylurea),

2,6 Cl-4PU (N-(2,6-cloro-4-pyridyl0-N’-penylurea), thidiazuron (N-phenyl-N , -1 ,2 ,3 - th iad iazo l -5 -peny lu rea ) . Auksin alami yaitu: 4-kloroIAA (asam 4-kloroindolasetat), PAA (asam phenilasetat), IBA (asam indolbutirat), indolasetaldehid, indolasetonitril dan indolatenol. Auksin sintetis antara lain: NAA (asam a-naftalenasetat, 2,4 D (asam 2,4- diklorophenoksiasetat), MCPA (asam 2-metil-4-klorophenoksiaseta), NOA (asam 2-naftalosiasetat),4-CPA (asam 4-klorophenoksiasetat), PCPA (asam p-klorophenoksiasetat), 2,4,5-T (asam 2,4,5-triklorophenoksiasetat), dikamba (asam 3,6-dikloroanisik), pikloram (asam 4-amino-3,5,6-trikloropikolinik) ( Santoso dan Fatimah, 2003).

Tabel 2, menunjukkan rata-rata jumlah daun Anthurium plowmanii yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif sitokinin berbeda dengan yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif auksin dan tanpa pemberian zpt, sedangkan antara yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif auksin tidak ada perbedaan dengan tanpa pemberian zpt. Rata-rata jumlah daun pada perlakuan pemberian zpt yang mengandung bahan aktif sitokinin lebih banyak dibandingkan yang lainnya. Adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh peran dari sitokinin secara mandiri dalam arti lebih dominan. Secara alamiah di dalam tumbuhan dijumpai hormon-hormon baik sitokinin, auksin, giberilin maupun hormon lainnya. Adanya pemberian zpt yang mengandung bahan aktif sitokinin, berarti akan meningkatkan perbandingan dengan hormon-hormon yang lain. Kyte, L and John Kleyn (1996) dan Santoso dan Fatimah (2003), menyebutkan apabila perbandingan sitokinin lebih tinggi yang berarti pula peran sitokinin lebih dominan, maka sitokinin

Page 34: Agromedia 26-2

31

mempunyai kemampuan untuk menunda senencence (penuaan), caranya dengan jalan sitokinin menghambat penguraian protein. Penuaan terjadi karena penguraian protein menjadi asam amino oleh enzim-enzim protease, RNA-ase dan DNA-ase. Artinya penghambatan atau penundaan penuaan terjadi karena kerja enzim-enzim protease, RNA-ase, DNA-ase dihambat sitokinin sehingga umur protein lebih panjang, sehingga akan memacu pertumbuhan tunas. Pada parameter pertumbuhan tunas sitokinin terbukti mampu menghasilkan pertumbuhan tunas sampai dengan 40 %. Disamping sitokinin mempunyai peran dalam hal mendorong proses morfogenesis, pertunasan, pembentukan kloroplas serta dapat pula menghambat pertumbuhan akar. Dalam hal pengaruhnya bahwa sitokinin mampu menghambat akar dapat dilihat pula pada parameter rata-rata jumlah akar menunjukkan jumlah yang paling sedikit, demikian pula pada panjang akar walaupun dalam analisis statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan. Dalam Wilkins (1992), disebutkan bahwa pengaruh zpt akan memberikan perbedaan pada bagian dari tanaman, umur tanaman, fi siologis tanaman walaupun dalam spesies yang sama, terlebih lagi pada spesies yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula. Berdasarkan pernyataan tersebut sangat dimungkinkan apabila bibit tidak seragam akan menghasilkan respon yang berbeda pula. Oleh karena itu seleksi bibit dalam penelitian ini merupakan hal yang sangat utama, yaitu dengan cara pemilihan pada tahap awal dan perlakuan aklimatisasi. Pada perlakuan pemberian zpt yang mengandung bahan aktif sitokinin juga menunjukkan warna yang sedikit lebih tua sehingga tampak lebih gelap dibandingkan yang lain, demikian pula teksturnya lebih kaku dan keras, hal ini

disebabkan karena sitokinin juga mampu memacu pertumbuhan kloroplas, sehingga kloroplas lebih padat yang menampakkan warna hijau yang agak gelap/tua, demikian pula dengan teksturnya karena dindingnya kurang elastis.

Pada Tabel 2, rata-rata panjang daun Anthurium plowmanii yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif auksin berbeda dengan yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif sitokinin dan tanpa pemberian zpt, sedangkan antara yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif auksin tidak ada perbedaan dengan tanpa pemberian zpt. Rata-rata panjang daun Anthurium plowmanii pada perlakuan pemberian zpt yang mengandung bahan aktif auksin lebih panjang dibandingkan yang lainnya. Hal tersebut disebabkan karena auksin mempengaruhi protein membran sehingga sintesis protein, asam nukleat dapat lebih cepat. Protein membran yang dipengaruhi adalah protein membran nukleus. Auksin juga mempunyai efek membesarkan sel, hal tersebut terjadi berawal dari meningkatnya isi sel tetapi tidak diimbangi dengan peningkatan dinding sel sehingga terjadi tekanan turgor dan hal ini akan mendorong kerja enzim sellulase memotong-motong ikatan selulosa pada dinding primer sehingga dinding elastis dan sel makin membesar(Santoso, 2003). Auksin juga berperan dalam pembentukan akar hal ini bisa dilihat pada parameter baik jumlah rata-rata maupun panjang rata-rata akar lebih banyak dan panjang dibanding yang lainnya.

Pada Tabel 2, rata-rata jumlah akar Anthurium plowmanii yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif sitokinin berbeda dengan yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif auksin dan berbeda

Sri Suratiningsih dan Slamet ; Uji Aktivitas Beberapa Merk Dagang

Page 35: Agromedia 26-2

32 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

pula dengan tanpa pemberian zpt, yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif auksin juga ada perbedaan dengan tanpa pemberian zpt. Jumlah rata-rata akar Anthurium plowmanii yan diberi perlakuan pemberian zpt yang mengandung bahan aktif auksin dibandingkan yang lainnya lebih banyak, hal ini disebabkan auksin mampu berperan dalam pembentukan akar baru, auksin juga mendorong proses morfogenesis pembentukan akar (Santoso, 2003 dan Kyte, 1996). Auksin dapat meningkatkan kandungan asam nukleat sel, yang bekerja pada proses replikasi DNA, DNA mempunyai sifat autokatalitik, maka peran auksin adalah memacu kemampuan DNA agar sifat autokatalitiknya berfungsi. Auksin juga berperan mempengaruhi sintesis RNA, yaitu dengan mempercepat produksi RNA yang berarti secara tidak langsung akan meningkatkan sintesis asam amino.

Pada Tabel 2, rata-rata panjang akar Anthurium plowmanii yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif auksin berbeda dengan yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif sitokinin dan tanpa pemberian zpt, sedangkan antara yang diperlakukan dengan pemberian zpt dengan bahan aktif sitokinin tidak ada perbedaan dengan tanpa pemberian zpt. Panjang rata-rata akar Anthurium plowmanii lebih panjang dari pada yang lainnya, hal ini disebabkan auksin mampu berperan dalam proses pembentukan akar. Fungsi auksin yang paling karakteristik adalah meningkatkan pembesaran sel, auksin adalah substansi organik yang pada konsentrasi rendah (0,001 M) meningkatkan pertumbuhan di sepanjang sumbu longitudinal dan pemuluran akar (Wilkins, 1992).

KESIMPULAN

Penggunaan zpt yang diperlukan untuk merangsang pertumbuhan tunas atau anakan pada Anthurium plowmanii adalah zpt yang mengandung bahan aktif sitokinin. Merk dagang zpt yang mengandung bahan aktif sitokinin contohnya adalah Novel Grow, Sun Grow. Untuk merangsang pertumbuhan daun dan akar menggunakan zpt yang mengandung bahan aktif auksin, merk dagang zpt yang mengandung bahan aktif auksin contohnya adalah Rootone F, B1, Atonik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Tunas pun Bisa di Split. Edisi 03 Oktober-November, 2007. Agrobis. Surabaya.

Anonim. 2007. Zat Perangsang Tumbuh, Rangsang Anakan, Buah dan Batang.. Edisi 56/IV, Oktober 2007.PT Samindra Utama. Jakarta.

Gomez, K.A., and Gomez, A.A. 1996. Statistical Prosedure for Agricultural Research. John Wiley & Sons, Inc., New York.

Kyte, L and John Kleyn. 1996. Plants from Test Tubes, An Introduction to Microprapagation. Timber Press. Portland Origon.

Overbeek, J. 1968. The Control of Plant Growth. Scientifi c American. USA.

Santoso dan Fatimah Nursandi. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas Muhammadiyah

Page 36: Agromedia 26-2

33

Malang. Malang.

Suratiningsih, Sri. 2007. Pemanfatan Kascing untuk Pembibitan Kamboja Jepang (Adenium sp.). Laporan Penelitian . Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian ”Farming” Semarang.

Triharyanto, Eddy dan Joko Sutrisno. 2007. Anthurium Si Daun Indah Penghasil Rupiah. PT Info Sarana Media. Jakarta.

Weier, T.E. 1974. An Introduction To Plant Biology. Wiley Internasional.

Wilkins, MB. 1992. Physiology Of Plant Growth And Develepment. Mc. Graw-Hill Publishing Company Limited, Maiden head, Berkshire, England.

Yustina, 2003. Kultur Jaringan, Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efi sien. Agromedia Pustaka. Tangerang.

Sri Suratiningsih dan Slamet ; Uji Aktivitas Beberapa Merk Dagang

Page 37: Agromedia 26-2

34 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

ESTIMASI KONSUMSI BAHAN KERING, PROTEIN KASAR, TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS DAN SISA PAKAN

PADA SAPI PERANAKAN SIMMENTAL

(THE ESTIMATION OF DRY MATTER, CRUDE PROTEIN, TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS CONSUMPTIONS AND FEED RESIDUE ON SIMMENTAL COW)

Rudy HartantoFakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang

ABSTRACT The aim of the research was to estimate dry matter (DM) consumption, crude protein (CP) consumption, total digestible nutrients (TDN) consumption and feed residue on Simmental cow. Twenty three Simmental cow with rice straw fermentation and concentrat feeds were used in the experiment. The random samples was selected from all Simmental cow (30) in Mix Farming, Blora Regency. The variables were DM consumption, CP consumption and feed residue. Data were anlyzed using the confi dence interval of the mean with population standard deviation (σ) unknown and normal distribution. The result showed that an estimate of Simmental cow : DM consumption between 2.571 and 2.665% body weight, CP consumption between 0.251 and 0.259 % body weight, TDN consumption between 1,540 and 1,592 % body weight, and feed residue in DM between 0.192 and 0.244 % body weight or between 6.761 and 7.902 from feed cost.

Kata kunci : Estimation, consumption, DM, CP, TDN, feed residue, Simmental cow

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan estimasi konsumsi bahan kering (BK), konsumsi protein kasar (PK), konsumsi total digestible nutrients (TDN) dan sisa pakan pada sapi peranakan Simmental. Penelitian ini menggunakan 23 sapi peranakan Simmental dengan pakan berupa jerami fermentasi dan konsentrat. Sampel sapi yang digunakan diambil secara acak dari keseluruhan sapi peranakan Simmental (30 ekor) yang ada di Mix Farming Kabupaten Blora. Variabel yang diamati adalah konsumsi BK, konsumsi PK dan sisa pakan. Data yang diperoleh di analisis pendugaan atau penaksiran parameter dengan asumsi simpangan baku populasi (σ) tidak diketahui dan populasi berdistribusi normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diestimasikan sapi peranakan simmental : konsumsi BK antara 2,571 dan 2,665 % bobot badan, konsumsi PK antara 0,251 dan 0,259 % bobot badan, konsumsi TDN antara 1,540 dan 1,592% bobot badan, dan sisa pakan dalam BK antara 0,192 dan 0,244 % bobot badan atau antara 6,761 dan 7,902 % dari total biaya pakan.

Kata kunci : Estimasi, konsumsi, BK, PK, TDN, sisa pakan, sapi peranakan simmental

Page 38: Agromedia 26-2

35

PENDAHULUAN

Usaha pemeliharaan ternak sapi potong bertujuan mencapai pertambahan bobot badan yang optimal. Pertambahan bobot badan yang opimal dicapai bila konsumsi pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ternak dan terjadi pada saat fase pertumbuhan. Bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN) merupakan nutrisi yang penting dalam penyusunan ransum pada ternak ruminansia. Bahan kering berfungsi sebagai pengisi lambung dan perangsang dinding saluran pencernaan untuk menggiatkan pembentukan enzim (Lubis,1992). Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengganti sel yang rusak (Tillman et al., 1991; Winarno, 1992). Energi dapat dinyatakan dalam TDN yaitu jumlah seluruh zat-zat makanan (protein, serat kasar, lemak dan BETN) yang dapat dicerna (Siregar, 1994). Energi dibutuhkan untuk hidup pokok, memenuhi kebutuhan energi mekanik untuk gerak otot, dan mensintesa jaringan-jaringan baru (Tillman et al., 1991). Sapi peranakan Simmental adalah sapi hasil persilangan antara sapi Simmental dengan sapi jenis lain seperti sapi Hereford (Darmono, 1993). Sapi peranakan Simmental mempunyai ukuran tubuh besar, pertambahan otot bagus tetapi penimbunan otot di bawah kulit rendah. Sapi betina dapat mencapai bobot badan 800 kg dan sapi jantan 1.150 kg (Sugeng, 2001). Dalam usaha peternakan sapi potong, pakan merupakan aspek yang penting, karena pakan menduduki 70 % dari total biaya. Dalam penyusunan ransum pada sapi potong, BK, PK dan TDN merupakan ukuran yang penting. Walaupun dalam penyusunan ransum sudah diperhitungkan menurut

kebutuhan (misal dengan merujuk ke ARC maupun NRC), faktanya masih banyak sapi potong yang menyisakan pakan. Semakin banyak sisa pakan, tentu menyebabkan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak. Hal ini juga terjadi pada penggemukan sapi peranakan Simmental. Untuk itu perlu sekali dicari informasi seberapa besar rata-rata konsumsi BK, PK, TDN dari sapi peranakan Simmental dalam persentase bobot badan, serta juga seberapa besar sisa pakan. Estimasi rata-rata konsumsi BK, PK, TDN dan sisa pakan dari populasi sapi peranakan Simmental dapat mengunakan model pendugaan parameter berdasarkan data yang diambil secara sampling (Stell dan Torrie, 1995). Pendugaan parameter merupakan metode menduga ukuran - ukuran populasi berdasarkan ukuran – ukuran sampel. Sudjana (1996) menyatakan bahwa pendugaan parameter ada dua cara yaitu pendugaan titik dan pendugaan interval. Pendugaan titik sukar sekali identik dengan parameter populasi. Jika diinginkan suatu pengukuran yang obyektif tentang derajat kepercayaan terhadap kepastian pendugaan, maka sebaiknya digunakan pendugaan interval (Dajan, 1994). Jadi pendugaan parameter yang baik menggunakan interval taksiran, dan dalam prakteknya harus dicari interval taksiran yang sempit dengan derajat kepercayaan yang memuaskan (Nasution dan Barizi, 1985 ; Sudjana, 1996). Distribusi t digunakan pada pendugaan parameter dengan mengunakan sampel kecil dan tidak diketahui simpangan baku populasi (Sokal dan Rohlf, 1991). Sampel dikategorikan kecil jika n < 30 (Dajan, 1994). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan estimasi konsumsi BK, PK,

Rudy Hartanto ; Estimasi Konsumsi Bahan Kering Pada Sapi

Page 39: Agromedia 26-2

36 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

TDN dan sisa pakan dari sapi peranakan Simmental. Data estimasi tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan ransum sapi peranakan Simmental.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Mix Farming Kabupaten Blora. Penelitian ini menggunakan 23 ekor sapi peranakan Simmental berumur 1,5 – 2 tahun dengan bobot badan 368,78 ± 67,37 kg. Sampel sapi yang digunakan diambil secara

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan

Bahan Pakan BK PK SK LK BETN TDN -------------------------- % ---------------------------------- Jerami padi fermentasi Konsentrat

67,0885,10

9,6610,53

32,0416,11

1,733,30

39,5755,60

54,4265,59

Kandungan TDN dihitung berdasarkan petunjuk Sutardi (2001) dengan rumus :

TDN Jerami padi fermentasi = 70,6+0,0259 PK+1,01 Lemak – 0,760 SK +0,0991 BETN

TDN Konsentrat = 2,79 + 1,17 PK + 1,74 Lemak – 0,295 SK + 0,810 BETN

( x )atau rata

ngan ahui, N > etrie

busi 025 n –

74

acak dari keseluruhan sapi peranakan Simmental (30 ekor) yang ada di perusahaan. Jumlah sampel ditentukan dengan metode Nomogram Harry King (Sugiyono, 2006). Pakan diberikan secara terbatas berdasarkan kebutuhan BK dengan rata-rata pemberian 2,836% dengan komposisi jerami padi fermentasi (54%) dan konsentrat (46%). Data yang digunakan adalah konsumsi BK, konsumsi PK, konsumsi TDN dan sisa pakan dalam BK. Kandungan nutrisi pakan (jerami fermentasi dan konsentat) disajikan pada Tabel 1.

Setelah rata - rata konsumsi BK, konsumsi PK, konsumsi TDN dan sisa pakan dalam BK dari sampel ( x ) diperoleh, maka dilakukan estimasi atau pendugaan atau penaksiran rata – rata populasi (μ) dengan asumsi simpangan baku populasi ( ) tidak diketahui, populasi berdistribusi normal dan n/N > 5% (Dajan, 1994; Sudjana, 1996; Petrie dan Watson, 1999) :

P ( x – t (0,025 ; n – 1) sd / n1−

−N

nN ) x + t (0,025 ; n – 1) sd / n

1−−

NnN

) = 1 – α

Dimana : μ = rata-rata populasi x = rata-rata sampel s = simpangan baku sampel n = jumlah anggota sampel N = jumlah anggota populasi 1 - = koefisien kepercayaan (1 – 5% = 95 %) t ( /2 ; df) = nilai t dari daftar distribusi student dengan /2 = 0,025 dan derajat bebas (df) =

n – 1. Jadi ( t (0,025 ; 22) ) = 2,074

Page 40: Agromedia 26-2

37

HASIL DAN PEMBAHASAN

Estimasi Konsumsi Bahan Kering (BK) Berdasarkan Tabel 2. dapat

dihitung estimasi konsumsi BK dari sapi peranakan Simmental di Mix Farming Blora sebagai berikut :

Tabel 2. Pemberian Pakan, Konsumsi Pakan dan Sisa Pakan dalam Bahan Kering (BK) dari Sapi Peranakan Simmental

NO. BB (kg)

PBB(kg/hr)

Pemb. BK

(kg/hr)

Pemb. BK

(% BB)

Kons. BK

(kg/hr)

Kons. BK

(% BB)

Sisa Pakan (kg/hr)

Sisa Pakan (%BB)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.16.17.18.19.20.21.22.23.

414319399271298453390365304303302399372330292396497305338390391430524

1,281,751,791,181,681,790,931,001,001,041,181,321,210,930,930,860,962,001,251,571,891,141,39

10,609 9,585

10,692 8,8889,240

11,255 10,393 10,076 9,2759,3869,379

10,581 10,270 10,042 9,300

10,901 11,929 9,7769,955

10,609 10,688 11,326 12,534

2,563 3,005 3,680 3,280 3,101 2,485 2,665 2,760 3,051 3,098 3,105 2,652 2,761 3,043 3,185 2,753 2,400 3,205 2,945 2,720 2,733 2,634 2,392

9,601 8,920

10,035 7,424 8,442

10,156 9,320 9,207 8,308 8,008 8,188 9,660 9,609 9,478 8,969

10,330 11,448 9,165 9,188

10,298 10,342 11,131 12,083

2,3192,7962,5152,7402,8332,2422,3902,5222,7332,6432,7112,4212,5832,8723,0722,6093,3033,0052,7182,6402,6452,5892,306

1,0880,6650,6571,4640,7981,0991,0730,8690,9671,3781,1910,9210,6610,5640,3310,5710,4810,6110,7670,3110,3460,1950,451

0,2440,2090,1650,5400,2680,2430,2750,2380,3180,4550,3940,2310,1780,1710,1130,1440,0970,2000,2270,0800,0880,0450,086

xs

368,7867,37

1,3070,355

10,291 0,915

2,879 0,316

9,535 1,121

2,6180,222

0,7560,343

0,2180,122

Keterangan : BB : bobot badan, PBB : pertambahan bobot badan, BK : bahan kering

Estimasi konsumsi BK dalam kg/ekor/hari :

P (9,535 – (2,074 (0,234)(0,491)) 9,535 + (2,074 (0,234)(0,491)) = 0,95

P (9,297 < < 9,773) = 0,95

Estimasi konsumsi BK dalam % BB :

P (2,618 – (2,074 (0,046)(0,491)) 2,618 + (2,074 (0,046)(0,491)) = 0,95

P (2,571 < < 2,665) = 0,95

Rudy Hartanto ; Estimasi Konsumsi Bahan Kering Pada Sapi

Page 41: Agromedia 26-2

38 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Berdasarkan Dajan (1994), hal ini berarti diestimasikan dengan tingkat kepercayaan 95% rata-rata (μ) konsumsi BK dari sapi peranakan Simmental antara 9,297 dan 9,773 kg/ekor/hari atau antara 2,571 dan 2,665 % BB. Konsumsi BK sudah mencukupi kebutuhan (2 – 4% BB) (Lubis, 1992). Hasil ini relatif sama dengan konsumsi BK sapi PO yang juga mendapat pakan jerami padi fermentasi dan konsentrat yaitu sebesar 26,55 g/kg BB/hari atau 2,655 % BB. Sapi POL sebesar 26,39 g/kg BB/hari atau 2,639% BB (Rianto et al., 2000). Ternak harus cukup mengkonsumsi bahan kering yang terdiri dari bahan organik dan

bahan anorganik yang berfungsi sebagai sumber energi, sumber zat pembangun dan pengganti jaringan yang aus serta pengatur kelestarian proses dalam tubuh ternak. Menurut Soelistyono (1976), jika pakan cukup namun bahan kering kurang maka menyebabkan ternak akan tetap merasa lapar.

Estimasi Konsumsi Protein Kasar (PK)

Berdasarkan data pada Tabel 3. dapat diestimasikan pemberian dan konsumsi PK dari sapi peranakan Simmental di Mix Farming Blora sebagai berikut :

Tabel 3. Pemberian dan Konsumsi Protein Kasar (PK) dari Sapi Peranakan Simmental

NO. BB (kg)

PBB (kg/hr)

Pemb. PK (kg/hr)

Pemb. PK (% BB)

Kons. PK (kg/hr)

Kons. PK (% BB)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.16.17.18.19.20.21.22.23.

414319399271298453390365304303302399372330292396497305338390391430524

1,281,751,791,181,681,790,931,001,001,041,181,321,210,930,930,860,962,001,251,571,891,141,39

1,0690,9621,0780,8890,9261,1381,0471,0130,9300,9410,9391,0671,0331,0060,9311,0971,2080,9821,0001,0681,0761,1421,269

0,2570,3020,2700,3280,3110,2510,2680,2780,3060,3110,3110,2670,2780,3050,3190,2770,2430,3220,2960,2740,2750,2660,242

0,9300,8720,9870,6770,8220,9820,9090,8970,7970,7540,7770,9420,9470,9290,8811,0161,1350,8950,8961,0241,0261,1121,210

0,2250,2740,2470,2500,2760,2170,2330,2460,2620,2490,2570,2360,2550,2820,3020,2570,2280,2930,2650,2630,2320,2590,231

xs

368,7867,37

1,3070,355

1,0350,096

0,2850,026

0,9310,125

0,2550,022

Keterangan : BB : bobot badan, PBB : pertambahan bobot badan, PK : protein kasar

Page 42: Agromedia 26-2

39

Estimasi Konsumsi Protein Kasar (PK)

Berdasarkan data pada Tabel 3. dapat diestimasikan pemberian dan konsumsi

PK dari sapi peranakan Simmental di Mix Farming Blora sebagai berikut :

Estimasi pemberian PK dalam kg/ekor/hari:

P (1,035 – (2,074 (0,020)(0,491)) 1,035 + (2,074 (0,020)(0,491)) = 0,95 P (1,015 < < 1,055) = 0,95 Estimasi pemberian PK dalam % BB : P (0,285 – (2,074 (0,005)(0,491)) 0,285 + (02,074 (0,005)(0,491)) = 0,95 P (0,280 < < 0,292) = 0,95 Estimasi konsumsi PK dalam kg/ekor/hari: P (0,931 – (2,074 (0,026)(0,491)) 0,931 + (2,074 (0,026)(0,491)) = 0,95 P (0,904 < < 0,958) = 0,95 Estimasi konsumsi PK dalam % BB : P (0,255 – (2,074 (0,004)(0,491)) 0,255 + (2,074 (0,004)(0,491)) = 0,95 P (0,251 < < 0,259) = 0,95

Berdasarkan Dajan (1994), hal ini berarti diestimasikan dengan tingkat kepercayaan 95% rata-rata ( ) konsumsi PK dari sapi peranakan Simmental antara 0,904 dan 0,958 kg /ekor/hari atau antara 0,251 dan 0,259 % BB. Hasil ini lebih rendah dari konsumsi PK sapi PO yang juga mendapat pakan jerami padi fermentasi dan konsentrat yaitu sebesar 4,06 g/kg BB/hari atau 0,406 % BB. Sapi POL sebesar 4,14 g/kg BB/hari atau 0,414 % BB (Rianto et al., 2000).

Pemberian pakan dalam PK di Mix Farming Blora sudah sesuai kebutuhan. Rata-rata ( ) pemberian pakan dalam PK antara 1,015 dan 1,055 kg/ekor/hari. Sedangkan kebutuhan PK berdasarkan Kearl (1982) yang diekstrapolasi pada BB 368,78 kg dan PBB 1,31 kg/hari sebesar 1,00 kg/ekor/hari. Berdasarkan data yang ada, konsumsi BK berhubungan erat dengan konsumsi PK (r = 0,998). Protein kasar merupakan bagian dari bahan organik, dan bahan organik bagian dari BK. Jadi penurunan konsumsi BK biasanya diikuti penurunan konsumsi PK.

Protein dibutuhkan ternak untuk memperbaiki dan mengganti sel-sel yang telah rusak dan untuk reproduksi. Ternak yang masih muda membutuhkan protein untuk pertumbuhan, sedang pada ternak dewasa protein digunakan untuk mengganti sel-sel jaringan yang sudah rusak (Sugeng, 2001). Pemberian pakan di Mix Farming Blora sudah mencukupi kebutuhan. Hal ini terlihat dari estimasi rata-rata ( ) PBB yang cukup baik yaitu antara 1,232 dan 1,383 kg/hari. Namun perlu dipertimbangkan adanya sisa pakan dalam penyusunan ransum, sehingga efisiensi perusahaan semakin meningkat.

Estimasi Konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN) Berdasarkan data pada Tabel 4. dapat diestimasikan pemberian dan konsumsi

TDN dari sapi peranakan Simmental di Mix Farming Blora sebagai berikut : Estimasi pemberian TDN dalam kg/ekor/hari: P (6,176 – (2,074 (0,124)(0,491)) 6,176 + (2,074 (0,124)(0,491)) = 0,95 P (6,050 < < 6,302) = 0,95

Rudy Hartanto ; Estimasi Konsumsi Bahan Kering Pada Sapi

Page 43: Agromedia 26-2

40 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Estimasi pemberian TDN dalam % BB : P (1,688 – (2,074 (0,030)(0,491)) 1,688 + (02,074 (0,030)(0,491)) = 0,95 P (1,656 < < 1,718) = 0,95 Estimasi konsumsi TDN dalam kg/ekor/hari: P (5,712 – (2,074 (0,147)(0,491)) 5,712 + (2,074 (0,147)(0,491)) = 0,95 P (5,562 < < 5,862) = 0,95 Estimasi konsumsi TDN dalam % BB : P (1,566 – (2,074 (0,026)(0,491)) 1,566 + (02,074 (0,026)(0,491)) = 0,95 P (1,540 < < 1,592) = 0,95 Berdasarkan Dajan (1994), hal ini berarti diestimasikan dengan tingkat kepercayaan 95% rata-rata ( ) konsumsi TDN dari sapi peranakan Simmental antara 5,562 dan 5,862 kg /ekor/hari atau antara 1,540 dan 1,592 % BB.

Tabel 4. Pemberian dan Konsumsi TDN dari Sapi Peranakan Simmental

NO. BB (kg)

PBB (kg/hr)

Pemb.TDN (kg/hr)

Pemb.TDN (% BB)

Kons. TDN (kg/hr)

Kons. TDN (% BB)

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.16.17.18.19.20.21.22.23.

414319399271298453390365304303302399372330292396497305338390391430524

1,281,751,791,181,681,790,931,001,001,041,181,321,210,930,930,860,962,001,251,571,891,141,39

6,3516,6796,3975,2305,4616,7836,2106,0025,4845,5495,5366,3326,1205,9365,4856,5027,2095,8135,9066,3356,3796,7817,574

1,5341,7801,6031,9301,8321,4971,5921,6441,8041,8311,8331,5871,6451,7991,8781,6421,4501,9061,7471,6241,6321,5771,445

5,7795,3166,0314,4065,0486,1825,6105,5164,9464,7474,8575,8135,7605,6195,3006,1906,9415,4765,4866,1646,1886,6747,327

1,3961,6661,5111,6261,6941,3651,4381,5111,6271,5671,6081,4571,5481,7031,8151,5631,3961,7951,6231,5801,5831,5521,398

xs

368,7867,37

1,3070,355

6,1760,593

1,6880,146

5,7120,705

1,5660,123

Keterangan : BB : bobot badan, PBB : pertambahan bobot badan, TDN : total digestible nutrients

Page 44: Agromedia 26-2

41

Pemberian pakan dalam TDN di Mix Farming Blora sedikit dibawah kebutuhan berdasar Kearl (1982). Rata-rata ( ) pemberian pakan dalam TDN antara 6,050 dan 6,302 kg/ekor/hari. Sedangkan kebutuhan TDN berdasarkan Kearl (1982) yang diekstrapolasi pada BB 368,78 kg dan PBB 1,31 kg/hari sebesar 6,815 kg/ekor/hari. Berdasarkan data penelitian, konsumsi TDN berhubungan erat dengan konsumsi BK (r = 0,972). TDN merupakan jumlah seluruh zat-zat makanan yang dapat dicerna (Siregar, 1994). Zat-zat makanan (protein, serat kasar, lemak dan BETN) merupakan bahan organik, dan bahan organik bagian dari BK. Jadi penurunan konsumsi BK biasanya diikuti penurunan konsumsi TDN.

Estimasi Sisa Pakan Berdasarkan pemberian pakan dan konsumsi pakan dalam bahan kering dapat dihitung estimasi sisa pakan yang ditampilkan pada Tabel 2. Dari data tersebut dapat diestimasikan pemberian pakan sapi perankan Simmental yang ada di Mix Farming Blora. Estimasi pemberian pakan dalam Kg BK : P(10,291 – (2,074 (0,191)(0,491)) 10,291 + (2,074) (0,191)(0,491)) = 0,95 P (10,096 < < 10,486) = 0,95 Estimasi pemberian pakan (BK) dalam % BB :

P (2,879 – (2,074 (0,066)(0,491)) 2,879 + (2,074 (0,066)(0,491)) = 0,95 P (2,812 < < 2,946) = 0,95

Berdasarkan Dajan (1994), hal ini berarti diestimasikan dengan tingkat kepercayaan 95% rata-rata ( ) pemberian pakan dalam BK dari sapi peranakan Simmental antara 10,096 dan 10,486 kg BK/ekor atau antara 2,812 dan 2,946 % BB. Terlihat pemberian pakan sesuai dengan pendapat Lubis (1992) yang menyatakan bahwa kebutuhan sapi akan bahan kering berkisar 2 – 4% BB. Namun walaupun pemberian pakan sudah sesuai kebutuhan, ternyata masih didapati sisa pakan. Adanya sisa pakan menyebabkan biaya pakan yang dikeluarkan lebih tinggi. Jika dalam pemberian pakan juga mempertimbangkan kemampuan ternak dalam mengkonsumsi pakan maka efisiensi perusahaan makin meningkat. Perhitungan estimasi sisa pakan sapi peranakan Simmental di Mix Farming Blora sebagai berikut : Estimasi sisa pakan dalam Kg BK : P (0,756 – (2,074 (0,072)(0,491)) 0,756 + (2,074 (0,072)(0,491)) = 0,95 P (0,683 < < 0,829) = 0,95 Estimasi sisa pakan (BK) dalam % BB : P (0,218 – (2,074 (0,025)(0,491)) 0,218 + (2,074 (0,025)(0,491)) = 0,95 P (0,192 < < 0,244) = 0,95

Berdasarkan Dajan (1994), hal ini berarti diestimasikan dengan tingkat kepercayaan 95% terdapat rata-rata ( ) sisa pakan dari sapi peranakan Simmental antara 0,683 dan 0,829 Kg BK / ekor atau antara 0,192 dan 0,244 % BB. Jika di konversikan terhadap biaya pakan yang harus dikeluarkan maka kemungkinan porsinya cukup besar. Menurut Siregar (1994), biaya pakan mencapai 60 – 80% dari total biaya produksi atau rata-rata 70%. Berdasarkan data ini dapat diperkirakan porsi biaya yang harus ditanggung peternak dari sisa pakan adalah antara 6,761 dan 7,902 % dari total biaya pakan.

Rudy Hartanto ; Estimasi Konsumsi Bahan Kering Pada Sapi

Page 45: Agromedia 26-2

42 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Semua perhitungan estimasi parameter di atas menggunakan uji t dengan koreksi

1−−

NnN

(Sudjana, 1996), karena jumlah sampel kecil yaitu 23, simpangan baku populasi

(σ) tidak diketahui dan n/N > 5% yaitu sebesar 76,67%. Dajan (1994) menjelaskan bahwa jika simpangan baku populasi (σ) tidak diketahui maka bisa diduga dari simpangan baku sampel (s). Jika sampel acak yang digunakan besar sekali maka pendugaan σ dengan s akan memberikan hasil duga yang memuaskan. Sebaliknya jika sampel acak yang digunakan kecil (n<30) maka nilai duga σ dengan s akan tetap menimbulkan kesalahan. Pendugaan parameter populasi dengan sampel acak kecil sebaiknya dilakukan dengan distribusi t. Jika n kecil maka distribusi t akan lebih melebar dibandingkan dengan distribusi normal, semakin besar n maka distribusi t akan berangsur-angsur mendekati distribusi normal.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa diestimasikan sapi peranakan Simmental di Mix Farming Blora mengkonsumsi BK antara 2,571 dan 2,665 % bobot badan, PK antara 0,251 dan 0,259 % bobot badan, dan TDN antara 1,540 dan 1,592 % bobot badan. Rata-rata sisa pakan antara 0,192 dan 0,244 % BB atau antara 6,761 dan 7,902 % dari total biaya pakan.

DAFTAR PUSTAKA

Dajan, A. 1994. Pengantar Metode Statistik Jilid II. LP3ES, Jakarta.

Darmono. 1993. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta.

Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Pembangunan, Jakarta.

Kearl, L.C. 1982. Nutrients Requirement of Ruminants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute. Utah State University, Logan Utah.

Nasution, A.H. dan Barizi. 1985. Metoda Statistika untuk Penarikan Kesimpulan. PT. Gramedia, Jakata.

Petrie, A. and P. Watson. 1999. Satatistics for Veterinary and Animal Science. Blackwell Science, Tokyo.

Rianto, E., Nurhidayat dan A. Purnomoadi. 2000. Pemanfaatan Protein pada Sapi Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole x Limousine Jantan yang Mendapat Pakan Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 30 (3) : 186 – 191.

Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soelistyono, H.S. 1976. Ilmu Makanan

Ternak. Fakultas Peternakan Undip, Semarang.

Sokal, R.R. dan F.J. Rohlf. 1991. Pengantar Biostatistika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Nasrullah).

Page 46: Agromedia 26-2

43

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. (Diterjemahkan oleh B. Sumantri).

Sudjana. 1996. Metode Statistika. Tarsito, Bandung.

Sugeng, Y.B. 2001. Sapi Potong. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sugiono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. CV ALFABETA, Bandung.

Sutardi, T. 2001. Revitalisasi Peternakan Sapi Perah Melalui Penggunaan Ransum Berbasis Limbah

Perkebunan dan Suplemen mineral Organik. Laporan Akhir RUT VIII.1. Kantor Menteri Negara Rises dan Teknologi, dan Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia, Jakarta.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.

Rudy Hartanto ; Estimasi Konsumsi Bahan Kering Pada Sapi

Page 47: Agromedia 26-2

44 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

MODEL TABUNGAN RUMAH TANGGA PETANI DAN NELAYAN DI KOTA SEMARANG

FARMER AND FISHERMAN HOUSEHOLD SAVING MODELIN SEMARANG CITY

Efriyani SumastutiSTIP Farming Semarang

ABSTRACT

Household saving model always changed and many factors to determined. Therefore need formulation theory and household saving model for policy in the next time. The objectives of this study are (1) to choose household saving model (2) to analyze factors affecting of household saving model. A cross-section household survey was conducted in Semarang city. The survey included thirty selected samples with purposive sampling. The LCH, PIH, LC-PIH, LC-PIH I, LC-PIH II and LC-PIH III model of saving was tested for choosing nested model with OLS. The result of nested model was LC-PIH III. The estimation result showed that there was a positive and signifi cant effect of permanent income, education and lifetime expectation towards the household saving model. On the other hand, a negative and signifi cant effect was shown regarding the effect of age, dependency ratio, insurance and rational expectation towards the household saving model.

Keywords : household saving model, LC-PIH III

ABSTRAK

Model tabungan rumah tangga selalu mengalami perubahan dan banyak faktor yang menentukan, sehingga perlu dirumuskan untuk keperluan kebijakan di masa yang akan datang. Tujuan penelitian ini untuk (1). Memilih dan menentukan model tabungan rumah tangga yang baik ; (2).menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap model tabungan rumah tangga. Penelitian dilakukan terhadap 30 rumah tangga petani dan nelayan di Kota Semarang dengan purposive sampling. Model yang digunakan adalah model LCH, PIH, LC-PIH, LC-PIH I, LC-PIH II dan LC-PIH III yang diestimasi dengan metode OLS. Model terbaik hasil estimasi adalah model LC-PIH III. Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan model LC-PIH III dapat diketahui bahwa model tabungan rumah tangga dipengaruhi secara positif dan signifi kan oleh pendapatan permanen, pendidikan kepala rumah tangga dan harapan hidup serta dipengaruhi secara negatif dan signifi kan oleh umur kepala rumah tangga, dependency ratio, asuransi dan ekspektasi rasional.

Kata Kunci : model tabungan rumah tangga, LC-PIH III

Page 48: Agromedia 26-2

45

PENDAHULUAN

Teori dan model tabungan, pada awalnya didasarkan pada pendapat Keynes, yang kemudian berkembang menjadi hipotesis pendapatan relatif, hipotesis pendapatan permanen, hipotesis siklus hidup, overlapping generation model, ekspektasi rasional dan hipotesis siklus hidup-pendapatan permanen. Untuk itu perlu dirumuskan teori dan model tabungan yang diikuti untuk keperluan kebijakan di masa yang akan datang, khususnya yang berkaitan dengan tabungan rumah tangga.

Di Indonesia penelitian tentang tabungan nasional dan swasta telah dilakukan oleh Rotinsulu (1997) dan Prawihatmi (2002) dengan menggunakan data sekunder dan digunakan ECM untuk analisis. Hasil dari kedua peneliti tersebut menyatakan bahwa tabungan swasta/masyarakat dipengaruhi secara signifi kan oleh PDB, suku bunga, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB dan tabungan pemerintah. Untuk tabungan rumah tangga, Brata (1999) menyatakan bahwa secara empiris faktor pendapatan, pendidikan, jenis kelamin dan tipe industri berpengaruh secara positif dan signifi kan terhadap tabungan rumah tangga, sedangkan umur dan sumber pendapatan tidak berpengaruh. Sutarno (2005) mengemukakan bahwa pendapatan berpengaruh positif terhadap tabungan rumah tangga dan jumlah konsumsi serta jenis pekerjaan berpengaruh negatif, sedangkan dependency ratio tidak berpengaruh.

Dalam suatu perekonomian, model tabungan rumah tangga relatif sulit untuk diketahui dan diprediksi, karena

tergantung pada banyak hal, antara lain pendapatan dan harapan/ ekspektasi masing-masing individu/ konsumen. Di samping itu, adanya perbedaan teori tabungan, perbedaan dan perubahan budaya masyarakat serta fasilitas perbankan berupa kredit/pinjaman, mengakibatkan model tabungan rumah tangga selalu mengalami perubahan. Besarnya tabungan akan menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Oleh karena itu perlu dikaji untuk keperluan kebijakan.

Model tabungan rumah tangga yang banyak digunakan adalah model Keynes. Tetapi model ini hanya menggambarkan perilaku tabungan rumah tangga dalam jangka pendek, berasumsi bahwa fungsi tabungan merupakan fungsi linier dan ditentukan oleh besarnya pendapatan. Untuk itu maka dalam penelitian ini akan dianalisis model tabungan rumah tangga menurut teori mana yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik masyarakat yang ada di Indonesia, khususnya Kota Semarang.

Untuk memperoleh dan memilih model empirik yang baik, estimasi model harus memenuhi beberapa kriteria (Thomas, 1997; Insukindro, 1998 dan Gujarati, 2003) :1. Sederhana (parsimony) Sebuah model hendaknya

sesederhana mungkin, tetapi memuat variabel kunci yang akan mampu menjelaskan fenomena.

2. Goodness of fi t Sebuah model akan semakin baik

apabila mampu menjelaskan semakin banyak variasi dari variabel dependent. Goodness of fi t biasanya dicerminkan oleh koefi sien determinasi R2 yang

Efriyani Sumastuti ; Model Tabungan Rumah Tangga Petani Dan Nelayan

Page 49: Agromedia 26-2

46 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

tinggi. Tetapi koefi sien R2 bukan satu-satunya ukuran untuk menguji kebaikan model. Pada umumnya estimasi regresi untuk data cross section akan menghasilkan koefi sien R2 yang relatif rendah karena adanya variasi yang besar antar masing-masing pengamatan.

3. Konsisten dengan teori (theoritical consistency)

Sebuah model dikatakan baik apabila konsisten/sesuai dengan teori ekonomi yang dipilih.

4. Mempunyai kemampuan untuk memprediksi (predictive power)

Sebuah model akan dikatakan baik apabila mampu memprediksi perilaku didalam sampel.

5. Memiliki keunggulan (encompassing) Sebuah model yang baik harus mampu

menjelaskan dengan lebih baik studi empiris yang dihasilkan oleh model pesaingnya.

6. Variabel pengganggu (disturbance variable) berdistribusi normal.

Penelitian ini bertujuan untuk memilih dan menentukan model tabungan rumah tangga yang baik /layak dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi model tabungan rumah tangga.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu mengumpulkan informasi dari responden yang diharapkan dapat mewakili seluruh populasi. Obyek penelitian adalah rumah tangga yang kepala rumah tangganya mempunyai pekerjaan sebagai petani dan nelayan serta penduduk Kota Semarang. Daerah penelitian meliputi seluruh Kecamatan yang ada di Kota Semarang. Jumlah sampel untuk masing-masing Kecamatan dihitung secara proporsional dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael (Sugiyono, 2001) sebanyak 30 responden. Penentuan responden yang diwawancara ditentukan secara purposive, berdasarkan pada pertimbangan :

1. pekerjaan pokok adalah petani dan atau nelayan

2. Akomodatif dan dapat memberikan data secara lengkap dan representatif

Untuk proses analisis digunakan model log-linier, sebab model tabungan rumah tangga didasarkan pada fungsi utility (Lakshmi dan Arvind, 1990), sehingga persamaannya :

1. Model LCH (Life Cycle Hypothesis)

uDRbHDPbEDaAGEaYaaS P ++++++−= lnlnlnlnlnln 543210

2. Model PIH (Permanent Income Hypothesis)

uYcYcaS TP +++−= lnlnln 430

3. Model LC-PIH (Life Cycle-Permanent Income Hypothesis)

uKredbDRbHDPbEDbAGEbYcYcaS TP

++++++++−=

7

6543430 lnlnlnlnlnlnln

Page 50: Agromedia 26-2

47

Dalam penelitian ini dilakukan uji kelayakan/kebaikan model, untuk menentukan model terbaik, yang meliputi:1. Uji Goodness of fi t Uji Goodness of fi t dilakukan

dengan membandingkan nilai R2 adjusted. Apabila R2 adjusted lebih besar menunjukkan bahwa model tersebut mampu menjelaskan lebih baik dibandingkan model yang lain (Gujarati,2003).

2. Uji diagnostik Uji diagnostik adalah uji yang

diartikan untuk mendiagnosis beberapa masalah dengan model yang sedang diestimasi (Madalla, 1992). Oleh karena itu maka uji diagnostik dapat dikatakan sebagai uji kriteria ekonometri untuk melihat apakah hasil estimasi memenuhi asumsi dasar linier klasik atau tidak. Dengan terpenuhinya asumsi-asumsi ini maka estimator OLS dari koefi sien regresi adalah BLUE (Best Linear Unbias Estimator). Penelitian ini menggunakan uji diagnostik berupa uji :

4. Model LC-PIH I (LC-PIH ditambah variabel asuransi)

AsbKredbDRbHDPbEDbAGEbYcYcaS TP 876543430 lnlnlnlnlnlnln ++++++++−=

+u

5. Model LC-PIH II (LC-PIH ditambah variabel ekspektasi rasional)

KredbDRbHDPbEDbAGEbYcYcaS TP 76543430 lnlnlnlnlnlnln +++++++−=

uRateksb ++ ln9

6. Model LC-PIH III (LC-PIH ditambah variabel asuransi dan ekspektasi rasional)

uRateksbAsbKredbDRbHDPbEDbAGEbYcYcaS TP

++++++++++−=

lnlnlnlnlnlnlnln

98

76543430

Penjelasan persamaan : S = tabungan rumah tangga a, b = koefisien parameter u = error DR = dependency ratioAGE = umur kepala rumah tangga (tahun) ED = tingkat pendidikan kepala rumah tangga (tahun) HDP = harapan hidup rumah tangga (tahun) Yp = pendapatan permanen rumah tangga (rupiah) YT = pendapatan sementara rumah tangga (rupiah) Kred = kredit/ pinjaman, merupakan variabel dummy, 1 untuk rumah tangga yang

mempunyai pinjaman dan 0 untuk yang tidak mempunyai As = Asuransi, merupakan variabel dummy, 1 untuk rumah tangga yang mempunyai asuransi dan 0 untuk yang tidak mempunyai Rateks = ekspektasi rasional rumah tangga terhadap inflasi (%)

Efriyani Sumastuti ; Model Tabungan Rumah Tangga Petani Dan Nelayan

Page 51: Agromedia 26-2

48 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

a. Uji Autokorelasi dengan menggunakan uji Durbin-Watson.

b. Uji Multikolinearitas dengan menggunakan Variance Infl ating Factor (VIF), Pengolahan data untuk analisis dalam studi ini dengan menggunakan paket program Software SPSS 13.0 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis regresi perbandingan model dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 akan dipilih dan ditetapkan model layak/baik. Berdasarkan pada model terpilih kemudian dibahas tentang faktor yang menentukan model tabungan rumah tangga.

1. Analisis Model Penelitian Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model log-linier menurut life cycle hypothesis (LCH), permanent income hypothesis (PIH), síntesis life cycle – permanent income hypothesis (LC-PIH) dan tiga model pengembangan (LC-PIH I, LC-PIH II dan LC-PIH III). Tiga model pengembangan tersebut masing masing ditambah dengan variabel asuransi, ekspektasi rasional serta asuransi dan ekspektasi rasional. Berdasarkan hasil analisis model penelitian dan hasil uji diagnostik (Tabel 1), akan ditentukan model yang baik. Pertimbangan didasarkan pada kriteria yang diberikan oleh Thomas (1997), Insukindro (1998) dan Gujarati (2003), yaitu model sederhana, nilai t signifi kan dan mempunyai tanda yang konsisten dengan teori, uji kecocokan (goodness of fi t) serta lolos dari asumsi klasik OLS. Hasil estimasi terhadap model LCH untuk rumah tangga petani dan nelayan menunjukkan bahwa pengaruh variabel

pendapatan permanen, harapan hidup dan dependency ratio konsisten dengan teori, tetapi variabel konstanta, umur dan pendidikan kepala rumah tangga tidak konsisten. Dari variabel-variabel tersebut, umur, harapan hidup dan dependency ratio berpengaruh secara signifi kan. R2 adjusted sebesar 0,71, berarti variasi tabungan rumah tangga dapat diterangkan oleh variasi pendapatan permanen, umur kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, harapan hidup dan dependency ratio sebesar 71% serta lolos uji asumsi klasik OLS. Model PIH yang diestimasi menunjukkan pengaruh variabel konstanta dan pendapatan permanen konsisten dengan teori, tetapi variabel pendapatan sementara tidak konsisten. R2 adjusted sebesar 0,17, berarti variasi tabungan rumah tangga dapat diterangkan oleh variasi pendapatan permanen dan pendapatan sementara sebesar 17%. Nilai R2 adjusted lebih rendah daripada model LCH. Model ini lolos uji asumsi klasik. Model LC-PIH yang diestimasi menunjukkan pengaruh variabel pendapatan permanen, pendapatan sementara, harapan hidup, dependency ratio dan kredit konsisten dengan teori, tetapi variabel konstanta, umur dan pendidikan kepala rumah tangga tidak konsisten. Variabel pendapatan sementara, pendidikan kepala rumah tangga dan kredit tidak berpengaruh secara signifi kan. R2 adjusted sebesar 0,70, berarti variasi tabungan rumah tangga dapat diterangkan oleh variasi pendapatan permanen, pendapatan sementara, umur kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, harapan hidup, dependency ratio dan kredit sebesar 70%. Nilai R2 adjusted lebih besar daripada model PIH dan tetapi lebih kecil daripada model LCH serta lolos uji asumsi klasik.

Page 52: Agromedia 26-2

49

Hasil estimasi terhadap model LC-PIH I menunjukkan bahwa pengaruh variabel pendapatan permanen, pendapatan sementara, harapan hidup, dependency ratio dan kredit konsisten dengan teori, tetapi variabel konstanta, umur, pendidikan kepala rumah tangga dan asuransi tidak konsisten. Dari variabel-variabel tersebut, umur dan harapan hidup signifi kan. R2 adjusted sebesar 0,69, berarti variasi tabungan rumah tangga dapat diterangkan oleh variasi pendapatan permanen, pendapatan sementara, umur kepala

rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, harapan hidup, dependency ratio, kredit dan asuransi sebesar 69%. Nilai R2 adjusted lebih besar daripada model PIH tetapi lebih rendah daripada model LCH dan LC-PIH. Model LC-PIH II yang diestimasi menunjukkan pengaruh variabel pendapatan permanen, pendidikan kepala rumah tangga, harapan hidup, dependency ratio, kredit dan ekspektasi rasional konsisten dengan teori, tetapi variabel konstanta, pendapatan sementara dan umur tidak konsisten dengan teori.

Tabel 1. Perbandingan Persamaan Regresi Log-linier Model LCH, PIH, LC-PIH, LC-PIH I,LC-PIH II dan LC-PIH III

Variabel LCH PIH LC-PIH LC-PIH I (+Asuransi)

LC-PIH II ( +Rateks)

LC-PIH III (+Asuransi +

Rateks) Konstanta 8,024

(1,19) -9,28

(-1,81)* 7,85

(1,14) 14,97 (1,27)

9,38 (1,63)

-8,88 (-0,80)

lnPendapatan permanen

0,95 (1,64)

2,01 (2,76)***

1,15 (1,77)*

0,71 (0,80)

1,57 (2,84)***

2,96 (3,30)***

lnPendapatan sementara

-0,21 (-0,44)

0,21 (0,63)

0,03 (0,08)

-0,84 (-1,37)

-0.34 (-1,01)

lnAGE -3,38 (-2,65)**

-3,83 (-2,78)**

-4,39 (-2,78)**

-4,45 (-3,82)***

-3,23 (-2,56)**

lnED -0,19 (-0,19)

-0,32 (-0,30)

-0,67 (-0,57)

0,92 (0,95)

2,47 (2,02)*

lnHDP 1,08 (2,96)***

1,02 (2,73)**

0,94 (2,36)**

1,04 (3,35)***

1,29 (4,02)***

lnDR -0,57 (-1,87)*

-0,64 (-1,93)*

-0,53 (-1,49)

-0,95 (-3,29)***

-1,38 (-3,90)***

Kredit -0,50 (-0,90)

-0,23 (-0,36)

-0,21 (-0,42)

-0,14 (-0,27)

Asuransi 0,96 (0,75)

-2,56 (-1,90)*

lnRateks -0,11 (-3,30)***

-0,16 (-3,87)***

R2

R2 adjust.DW VIFF stat

0,76 0,71 1,90

<3 15,06***

0,23 0,17 2,03

<2 3,98**

0,77 0,70 1,94

<3 10,44***

0,78 0,69 1,82

<5 9,02***

0,85 0,79 1,97

<3 14,62***

0,87 0,81 2,54

<9 15,01***

Keterangan Tabel 1: angka dalam kurung menunjukkan t statistik.* signifikan pada α=10%;

**signifikan pada α=5%; *** signifikan pada α= 1%. (Sumber : Data primer diolah)

Efriyani Sumastuti ; Model Tabungan Rumah Tangga Petani Dan Nelayan

Page 53: Agromedia 26-2

50 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

R2 adjusted sebesar 0,79, berarti variasi tabungan rumah tangga dapat diterangkan oleh variasi pendapatan permanen, pendapatan sementara, umur kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, harapan hidup, dependency ratio, kredit dan ekspektasi rasional terhadap infl asi sebesar 79%. Nilai R2 adjusted lebih tinggi daripada model LCH, PIH, LC-PIH dan LC-PIH I. Hasil estimasi terhadap model LC-PIH III menunjukkan bahwa pengaruh variabel konstanta, pendapatan permanen, tingkat pendidikan kepala rumah tangga, harapan hidup, dependency ratio, kredit, asuransi dan ekspektasi rasional konsisten dengan teori, tetapi variabel pendapatan sementara dan umur tidak konsisten. Variabel pendapatan sementara dan kredit tidak signifi kan. R2 adjusted sebesar 0,81, berarti variasi tabungan rumah tangga dapat diterangkan oleh variasi pendapatan permanen, pendapatan sementara, umur kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, harapan hidup, dependency ratio, kredit, asuransi dan ekspektasi rasional terhadap infl asi sebesar 81%. Nilai R2 adjusted lebih besar daripada model LCH, PIH, LC-PIH, LC-PIH I dan LC-PIH II. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka model yang baik/ nested adalah model LC-PIH III. Hasil uji diagnostik model LC-PIH III menunjukkan bahwa model ini lolos dari asumsi klasik OLS. Nilai koefi sien regresi model LC-PIH III konsisten dengan teori, dengan nilai R2 adjusted lebih besar dibandingkan hasil estimasi model lainnya.

2. Faktor yang Berpengaruh terhadap Model Tabungan Rumah Tangga Hubungan antara tabungan dan pendapatan permanen adalah positif dan signifi kan dengan derajat signifi kansi

1%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan permanen maka tabungan rumah tangga petani dan nelayan juga semakin tinggi. Dari nilai elastisitas tabungan terhadap pendapatan permanen dapat dikatakan bahwa apabila pendapatan permanen rumah tangga naik 1 % maka tabungan rumah tangga akan meningkat sebesar 2,96%. Hubungan antara tabungan dan pendapatan sementara adalah negatif tetapi tidak signifi kan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan sementara maka tabungan rumah tangga petani dan nelayan semakin berkurang. Dilihat dari elastisitas tabungan terhadap pendapatan sementara diketahui bahwa apabila pendapatan sementara rumah tangga naik 1 % maka tabungan rumah tangga akan berkurang sebesar 0,34%. Umur kepala rumah tangga berpengaruh negatif dan signifi kan terhadap tabungan rumah tangga dengan derajat signifi kansi 5%. Apabila dilihat dari gambar 1, hubungan tabungan dan umur kepala rumah tangga dapat diketahui bahwa sampai pada umur sekitar 45 tahun tabungan mengalami kenaikan dan setelah itu menurun. Rata-rata umur kepala rumah tangga petani dan neIayan dalam studi ini adalah 49,8 tahun, sehingga dalam kisaran umur tersebut tabungan sudah mulai menurun. Hal ini didukung dengan kecenderungan besarnya pendapatan permanen dan pendapatan sementara pada kisaran umur yang sama.

Gambar 1. menunjukkan bahwa sampai pada umur sekitar 45 tahun tabungan mengalami kenaikan dan setelah itu menurun. Pada umur rata-rata tersebut (49,8 tahun), rumah tangga mempunyai beban yang cukup tinggi antara lain untuk keperluan biaya pendidikan anak-anak, sehingga jumlah tabungan berkurang. Besarnya tabungan rumah tangga tidak

Page 54: Agromedia 26-2

51

dapat terlepas dari besarnya pendapatan rumah tangga. Dari hasil studi ini dan studi empiris sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pendapatan rumah tangga berpengaruh secara positif dan signifi kan terhadap tabungan rumah tangga. Menurut teori siklus hidup, umur akan menentukan pola penghasilan seseorang, yang berbentuk huruf ”U” terbalik. Pendapatan akan meningkat dengan bertambahnya umur seseorang, kemudian mencapai puncak pada umur tertentu dan setelah itu mengalami penurunan. Teori tersebut sesuai dengan hasil studi ini, yang kecenderungannya seperti pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa pendapatan permanen maupun pendapatan sementara mencapai maksimum pada umur sekitar 45 tahun. Setelah usia mencapai 45 tahun, maka pendapatan akan mengalami penurunan.

Dalam studi ini tidak dilakukan stratifi kasi umur, sehingga tidak diketahui secara pasti pada umur berapa tabungan akan meningkat, mencapai puncak dan mengalami penurunan. Hasil empiris oleh Attanasio (1997) di USA melakukan

stratifi kasi berdasarkan pada 10 kelompok umur, mulai umur 28 – 74 tahun dengan masing-masing skala umur 5 tahun. Hasil studi menunjukkan bahwa sampai umur 48 tahun, hubungan antara umur dan tabungan positif, tetapi setelah umur tersebut hubungannya menjadi negatif. Pendidikan kepala rumah tangga menunjukkan pengaruh positif dan signifi kan terhadap tabungan rumah tangga dengan derajat signifi kansi 10%. Dilihat dari nilai elastisitas tabungan terhadap pendidikan kepala rumah tangga maka dapat dinyatakan apabila pendidikan kepala rumah tangga naik 1% maka jumlah tabungan akan meningkat sebesar 2,47 %. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga petani dan nelayan rata-rata adalah 8,6 tahun atau setara dengan SLTP tetapi tidak lulus. Hubungan antara tabungan dan harapan hidup rumah tangga adalah positif dan signifi kan pada derajat signifi kansi 1%. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi harapan hidup rumah tangga maka tabungan rumah tangga Petani dan nelayan semakin bertambah.

Gambar 1. Tabungan dan Umur Kepala Rumah Tangga Sumber : Data Primer diolah

Efriyani Sumastuti ; Model Tabungan Rumah Tangga Petani Dan Nelayan

Page 55: Agromedia 26-2

52 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Hasil studi ini sesuai dengan teori dan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa hubungan antara tabungan dan harapan hidup adalah positif. Menurut hipotesis siklus hidup, alasan penting mengapa manusia memiliki pendapatan yang bervariasi sepanjang hidupnya adalah adanya usia pensiun/ sudah tidak mampu bekerja. Pada umumnya orang berhenti bekerja karena tenaganya sudah tidak kuat lagi, yaitu sekitar usia 65 tahun. Pada masa tersebut pendapatannya akan berkurang. Untuk mempertahankan standar hidup yang dimiliki pada masa usia produktif, maka sebagian pendapatan pada usia produktif harus ditabung untuk keperluan pada masa tua (Wijayanto dan Mampouw, 2000). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa semakin panjang umur maka jumlah tabungan yang diperlukan juga semakin banyak. Hubungan antara tabungan rumah tangga dan dependency ratio adalah negatif dan signifi kan dengan

derajat signifi kansi 1%. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi beban ketergantungan dalam rumah tangga maka akan mengakibatkan tabungan rumah tangga menurun. Dalam studi ini dependency ratio merupakan rasio antara anggota rumah tangga yang tidak bekerja dan yang bekerja. Dari nilai elastisitas tabungan terhadap dependency ratio diketahui apabila dependency ratio rumah tangga meningkat 1%, maka jumlah tabungan rumah tangga akan menurun sebesar 1,38%. Rata-rata dependency ratio petani dan nelayan adalah 1,09. Tingginya beban ketergantungan dalam rumah tangga menyebabkan sebagian besar pendapatan rumah tangga digunakan untuk memenuhi kebutuhan/konsumsi, sehingga jumlah yang ditabung menjadi rendah.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa kredit berpengaruh secara negatif tetapi tidak signifi kan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kredit/pinjaman

a. Umur dan Pendapatan Permanen b. Umur dan Pendapatan Sementara

Gambar 2. Umur dan Pendapatan Rumah tangga Sumber : Data primer diolah

Page 56: Agromedia 26-2

53

akan mengurangi jumlah tabungan rumah tangga. Dari nilai elastisitas tabungan terhadap kredit rumah tangga diketahui bahwa jumlah tabungan rumah tangga yang mempunyai kredit lebih rendah 0,14 daripada rumah tangga yang tidak mempunyai kredit. Pada umumnya kredit yang dilakukan oleh rumah tangga ini digunakan untuk keperluan konsumsi, sehingga tidak memberikan tingkat pengembalian dalam jumlah tertentu. Apabila pendapatan rumah tangga relatif tetap, maka adanya kredit tersebut mengakibatkan pengeluaran bertambah karena harus dikembalikan secara periodik. Dengan bertambahnya pengeluaran, tabungan menjadi berkurang. Hasil analisis menunjukkan bahwa asuransi berpengaruh secara negatif dan signifi kan dengan derajat signifi kansi 10%. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya asuransi akan mengurangi jumlah tabungan. Dilihat dari nilai elastisitas tabungan terhadap asuransi maka dapat dinyatakan bahwa jumlah tabungan rumah tangga yang mempunyai asuransi lebih rendah 2,56 daripada rumah tangga yang tidak mempunyai asuransi. Hal ini terjadi karena rumah tangga yang memiliki asuransi harus membayar premi asuransi secara periodik dalam waktu tertentu. Pembayaran tersebut akan meningkatkan pengeluaran dan mengakibatkan tabungan berkurang. Hasil estimasi menunjukkan bahwa ekspektasi rasional terhadap infl asi dari rumah tangga berpengaruh negatif dan signifi kan terhadap tabungan rumah tangga dengan derajat signifi kansi 1%. Dari nilai elastisitas tabungan terhadap ekspektasi rasional diketahui bahwa apabila ekspektasi rasional rumah tangga Petani dan nelayan terhadap infl asi naik 1% maka jumlah tabungan akan berkurang sebesar 0,16%.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :1. Model LC-PIH III merupakan model

tabungan rumah tangga yang layak/baik untuk petani dan nelayan di Kota Semarang.

2. Berdasarkan pada model LC-PIH III, maka model tabungan rumah tangga petani dan nelayan Kota Semarang :a. Dipengaruhi secara positif dan

siginifi kan oleh pendapatan permanen, tingkat pendidikan kepala rumah tanggga dan harapan hidup serta dipengaruhi secara negatif dan signifi kan oleh umur, dependency ratio, asuransi dan ekspektasi rasional.

b. Untuk variabel pendapatan sementara dan kredit tidak signifi kan dan hubungannya negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Attanasio O.P, 1997. ”Cohort Analysis of Saving Behavior by US Household”. The Journal of Human Resources, XXXIII,3.

Brata A.G, 1999. ”Household Saving Behavior : The Case of Rural Industry in Bantul”. CSIS, 28 (1), p.75-86.

Gujarati D, 2003. Basic Econometrics. Fourth Ed, McGraw Hill Companies.

Insukindro, 1998. ”Sindrum R2 dalam Analisis Regresi Linier Runtun Waktu”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, No. 4, Vol. 13, p. 1-11.

Lakshmi K.R dan Arvind V, 1990. ”Determinant of Consumption and Savings Behavior in Developing

Efriyani Sumastuti ; Model Tabungan Rumah Tangga Petani Dan Nelayan

Page 57: Agromedia 26-2

54 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Penerbit Alfabeta, Bandung.

Sutarno, 2005. Perilaku Menabung Rumah Tangga di Pedesaan (Studi Kasus di Kecamatan Delanggu Kabupaten Klaten). Tesis IESP tidak dipublikasikan, UNDIP, Semarang.

Thomas R.L, 1997. Modern Econometrics An Introduction. Addison Wesley Longman, England.

Wijayanto B dan Mampouw H.L, 2000. ”Perilaku Konsumsi dan Tabungan Rumah Tangga Dalam Overlapping Generation Model”. Dian Ekonomi, Vol. VI, No. 1, p. 47-62.

Contries”. The World Bank Economic Review, Vol. 3, No. 3, p.379-393.

Madalla G.S, 1992. Introduction to Econometrics. McMillan, Singapore.

Prawihatmi C, 2002. Analisis Dinamis Tabungan Swasta di Indonesia. Tesis IESP tidak dipublikasikan, UGM, Yogyakarta.

Rotinsulu T.O, 1997. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Nasional di Indonesia: 1970-1996. Tesis IESP tidak dipublikasikan, UGM, Yogyakarta.

Sugiyono, 2001. Metode Penelitian Bisnis.

Page 58: Agromedia 26-2

55

STUDI KOMPARASI PEMELIHARAAN USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN GUNUNG PATI KOTA SEMARANG

STUDY COMPARATION OF RAISING BEEF CATTLE IN GUNUNG PATI DISTRICT SEMARANG CITY

Sutopo, KaryadiSekolah Tinggi Ilmu Pertanian Farming Semarang

ABSTRACT

This research aim to know a system difference towards earning of beef cattle and Income Level between Group farmers and Non Group Farmers. A research is performed in Sumurejo Sub-District, Gunungpati District, Semarang City in 2007, May until July.32 peoples of crosscut cow ranchers consisting of 16 ranchers from farm community member “Lumintu Rejeki” and 16 ranchers from non community member are chosen as respondent with simple random .

Research result points out net earning average ranchers of community member in production period (3 months) is Rp. 896.219,09 and non community member is Rp. 671.883,76. RCR more than 1 of community member is 1,20 and non member is 1,16. Meanwhile ROI for community member is 119,51 % and non member is 115,51 %.

It was concluded that income Group farmers were more benefi cial and Non Group Farmers.(P<0,05) , Group farmers and Non Group Farmers were still feasible.

Keywords: beef cattle, income, : Group farmers, Non Group Farmers

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan system pemeliharaan usaha penggemukan sapi dan tingkat pendapatan antara anggota kelompok peternak dan non anggota kelompok.Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Sumorrejo Kec. Gunungpati Kota Semarang bulan Mei sampai dengan Juli 2007.Tigapuluh dua orang peternak sapi potong terdiri dari 16 peternak anggota kelompok tani Lumintu Rejeki dan 16 petani peternak dari non kelompok, dipilih sebagai responden dengan cara acak sederhana.

Hasil penelitian menunjukkan pendapatan bersih rata – rata peternak anggota kelompok selama satu periode produksi (3 bulan) sebesar Rp 896.219,09 dan non anggota kelompok rata – rata Rp 671.883,76. RCR lebih dari 1, anggota kelompok 1,20 dan non anggota 1,16. ROI anggota kelompok 119,51% dan non anggota 115,51%.

Kesimpulan pendapatan anggota kelompok lebih tinggi dari non anggota kelompok (P<0,05) , usaha sapi potong baik kelompok maupun non kelompok layak dikembangkan.

Kata kunci : sapi potong, pendapatan, kelompok, non kelompok

Sutopo dan Karyadi ; Studi Komparasi Pemeliharaan Usaha Penggemukan Sapi Potong

Page 59: Agromedia 26-2

56 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

PENDAHULUAN

Ternak sapi merupakan salah satu jenis ternak yang cukup digemari dan telah lama diusahakan oleh petani di I ndonesia, khusus ternak sapi potong merupakan ternak penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki kandungan protein tinggi serta mempunyai nilai ekonomis yang tinggi serta mempunyai arti yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat.

Usaha penggemukan sapi potong memberikan keuntungan ganda seperti pertambahan berat badan serta hasil limbah yang berupa kotoran ternak atau lebih dikenal dengan pupuk kandang, jumlah keuntungan yang dapat diterima oleh peternak sapi potong tergantung dari pertambahan berat badan ternak selama pemeliharaan. Sarwono dan Arianto (2003), menyatakan bahwa sekitar 90% kebutuhan daging sapi dapat dipenuhi dari usaha penggemukan peternakan sapi rakyat, 10% sisanya dipenuhi dari usaha penggemukan intensif dan daging beku impor.

Sapi potong yang berasal dari peternakan rakyat rata-rata belum mencapai bobot yang maksimal pada saat dipotong di Rumah Pemotongan Hewan. Prosentase karkas masih kurang dari 50%, apabila sapi digemukkan selama 3 bulan sebelum dipotong, maka diperkirakan prosentase karkas akan meningkat menjadi 56%. Pengemukan sapi potong adalah upaya peternak untuk meningkatkan berat badan ternak sehingga ideal untuk dipotong (Anonim, 2001).

Beberapa jenis sapi potong yang menyebar di Indonesia diantaranya sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole, sapi Brahman , sapi Bali, sapi Madura dan sapi peranakan Friesian Holstein (PFH).

Menurut Abidin (2002), sapi jantan PFH memiliki pertumbuhan berat badan harian yang cukup tinggi yaitu dapat mencapai 0,9 kg perhari, sehingga sapi pejantan PFH sering dipelihara untuk digemukkan sebagai sapi potong.

Pemeliharaan sapi potong di Indonesia kebanyakan dilakukan dengan sistem kereman, yaitu dengan cara memberi pakan dan minum didalam kandang yang dilakukan dengan cara terus menerus, tanpa digembalakan selama berlangsungnya proses produksi. Pakan yang diberikan tersebut terdiri dari hijauan dan konsentrat. Bahkan didaerah-daerah yang masih potensial menyediakan hijauan, sapi hanya diberi pakan hijauan tanpa diberi konsentrat (Siregar, 2003)

Menurut Siregar (2003) usaha sapi potong pada prinsipnya ditujukan untuk mencapai keuntungan yang maksimal dengan cara pengelolaan yang sebaik-baiknya. Keuntungan usaha sapi potong ditentukan oleh besarnya penerimaan dan biaya produksi. Penerimaan sangat tergantung pada pertambahan bobot badan sapi yang dicapai selama proses pemeliharaan dan harga perkilogram bobot badan hidup, sedangkan biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.

Menurut Prawirokusumo (1993), biaya tetap dalam usaha peternakan terdiri dari penyusutan, biaya modal, pajak, asuransi dan reparasi rutin sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya pakan, kesehatan, dan obat-obatan, pembelian ternak, upah tenaga kerja dan lain-lain. Selanjutnya Prawirokusumo (1993) menyatakan bahwa pendapatan terdiri dari 2 bentuk yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor adalah pendapatan sebelum direduksi biaya dan pendapatan bersih adalah pendapatan setelah dikurangi biaya,

Page 60: Agromedia 26-2

57

sedangkan pendapatan pendapatan bersih tunai adalah selisih antara total pendapatan tunai dengan total pengeluaran tunai.

Menurut Siregar (2003) usaha sapi potong akan mendatangkan keuntungan jika nilai perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi adalah lebih besar dari satu dan semakin besar nilai perbandingan tersebut, akan semakin besar pendapatan yang diperoleh. Untuk meningkatkan produktivitas dan mengembangkan usaha para peternak bergabung membentuk kelompok yang biasa disebut kelompok tani ternak, dimana menurut surat keputusan menteri pertanian no 93/KPTS/OT.210/2/97 kelompok tani adalah kumpulan petani ternak yang tumbuh berdasarkan keakraban, keserasian kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk bekerjasama meningkatkan produktivitas usaha tani dan kesejahteraannya.

Melalui kegiatan penyuluhan, pemberian bantuan berupa dana langsung untuk pembangunan fasilitas dan prasarana kelompok tani yang bersangkutan, bantuan kredit ternak dari dinas terkait diarahkan menuju bentuk yang semakin terikat oleh kepentingan dan tujuan bersama dalam meningkatkan produksi dan pendapatan dari usaha beternaknya. Bantuan dari dinas hanya bisa diberikan kepada peternak yang sudah membentuk kelompok (Anonim, 2007)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan sistem pemeliharaan usaha penggemukan sapi potong dan tingkat pendapatan antara peternak yang tergabung dalam kelompok dan peternak yang tidak tergabung dalam kelompok.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sumurejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang pada bulan Mei s.d. Juli 2007. Paling banyak peternak penggemukan sapi jantan PFH dan sebagian telah menjadi anggota kelompok peternak sapi potong.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, jumlah sampel petani peternak dipilih dengan teknik acak sederhana sebanyak 32 responden yaitu meliputi 16 responden anggota kelompok peternak sapi potong dan 16 responden non anggota kelompok peternak. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden berdasarkan panduan kuesioner dan dilengkapi observasi lapang.data skunder diperoleh dari instansi terkait. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata hitung antara pendapatan peternak anggota kelompok dan peternak bukan anggota kelompok diuji dengan uji t (uji beda rataan) (Ghozali, 2006)

X1 = rata-rata pendapatan peternak anggota kelompok

X2 = rata-rata pendapatan peternak bukan anggota kelompok

S1 = standar deviasi usaha ternak sapi anggota kelompok

S2 = standar deviasi usaha ternak sapi bukan anggota kelompok

Jika t hitung > t tabel terima H1 berarti ada perbedaan pendapatanJika t hitung < t tabel terima Ho berarti tidak ada perbedaan pendapatan

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+

−+−+−

−=

2121

222

211

21hit

n1

n1

2nns)1n(s)1n(

XXt

Sutopo dan Karyadi ; Studi Komparasi Pemeliharaan Usaha Penggemukan Sapi Potong

Page 61: Agromedia 26-2

58 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Analisa kelayakan usaha penggemukan sapi jantan PFH dengan menghitung. Revenue Cost Ratio (R/C) dan Return of Invesment (ROI). Perhitungan untuk mengetahui sejumlah keuntungan atau kerugian setelah satu periode usaha, nilai ROI dalam prosentase (%) makin tinggi nilai prosentase makin layak usaha tersebut

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan umum daerah penelitian Kecamatan Gunungpati termasuk wilayah Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ngaliyan dan Semarang Barat, sebelah selatan berbatasan dengan KabupatenSemarang, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Mijen dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Banyumanik. Kecamatan Gunungpati menurut topografi nya merupakan daerah pegunungan, terletak di ketinggian ± 259 meter di atas permukaan laut. Luas daerah 5.274,59 ha dengan kisaran suhu 20-30ºC, rata-rata curah hujan ± 1845 mm per tahun. Keadaan ini sangat mendukung untuk usaha penggemukan sapi potong. Kecamatan Gunung pati dibagi menjadi 16 kelurahan dengan jumlah penduduk 63.457 orang, laki-laki 49,93 % dan perempuan 50,07%. Jumlah usia kerja produktif 46,22 % dan kurang lebih 49% bekerja dibidang pertanian. Populasi sapi potong 200 ekor dengan jumlah peternak 70 orang dan paling banyak populasi sapi potong ada dikelurahan Sumurrejo (Anonim, 2006).

Karakteristik respondenPeternak yang terpilih sebagai

responden mempunyai karakteristik sebagai berikut : umur responden semuanya masih termasuk umur produktif yaitu pada kisaran 23 tahun s.d. 56 tahun. Usia produktif akan menyumbangkan tenaga cukup potensial dalam mengelola usaha tani ternak untuk berusaha lebih berkembang. Mata pencarian responden semuanya adalah petani (100%). Hal ini menjadi daya dukung pengembangan usaha peternakan . Tingkat pendidikan formal responden sebagian besar SD dan sederajat kendalanya tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola usaha ternak dan pola pikir peternak. Pengalaman beternak sapi potong sebagian besar (97%) lima tahun ke bawah, jumlah kepemilikan ternak responden antara 2 dan 3 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak sapi potong dikelola hanya sebagai usaha sampingan.

Karakteristik responden anggota kelompok dan non anggota kelompok dapat dilihat pada Tabel 1.

Pemeliharaan usaha penggemukan sapiSapi potong yang dipelihara baik

anggota kelompok maupun non anggota kelompok adalah sapi jantan peranakan Friesien Holstein (PFH). Dengan kisaran umur 2 tahun dengan berat berkisar 200-350 Kg dan harga berkisar 4 juta sampai 7 jutaan. Yang diperoleh dari pasar-pasar hewan Ambarawa, pasar Babadan atau dari peternak lain yang dirasa cocok untuk dibeli.

Pemberian pakan yang dilakukan peternak anggota kelompok dan non anggota terdiri rumput dan pakan tambahan. Pakan yang diberikan Peternak anggota kelompok rata-rata/ekor/hari sebesar 33 kg dengan rasio pemberian 60% rumput segar dan 40% pakan tambahan terdiri dari ampas tahu, ketela dan konsentrat jadi. Sedangkan air

Page 62: Agromedia 26-2

59

minum tersedia setiap saat (ad libitum ). Total pakan yang diberikan oleh peternak non anggota kelompok rata-rata/ekor/hari sekitar 23 kg dengan rasio pemberian sekitar 86% rumput segar dan 14% pakan tambahan terdiri dari ketela dan konsentrat jadi air minum disediakan setiap saat.

Kandang ternak pada peternak anggota kelompok sepakat untuk memelihara ternak sapi potong bersama-sama pada satu komplek. Membentuk kandang kelompok dan letaknya jauh dari pemukiman penduduk serta sepakat untuk membayar pajak dan sewa tanah sebesar Rp10.000/orang/tahun kepada pemerintah kota Semarang. Sedangkan peternak non anggota kelompok memelihara ternak di lahan sendiri dekat dengan rumah. Usaha penggemukan sapi potong dengan model kereman yaitu ternak berada dikandang terus menerus selama proses penggemukan berlangsung yaitu selama 3 bulan. Baik peternak anggota kelompok maupun non kelompok menggunakan kandang tipe tunggal dengan ukuran kandang yang relatif sama yaitu panjang 7 meter, lebar 4 meter tinggi 4 meter dan atap memakai genting, lantai kandang disemen dengan kemiringan 4 Cm. Dinding semi terbuka

dan sudah memiliki tempat untuk naik turun sapi dari kendaraan. Kegiatan sanitasi dan pencegahan penyakit baik peternak anggota kelompok maupun non anggota kelompok adalah memandikan ternak satu kali sehari, membersihkan tempat pakan sehari sekali dan membersihkan kandang dan kotoran satu sampai dua kali sehari. Air minum diambilkan dari sumur. Vaksin tidak dilakukan tetapi pemberian obat cacing melalui suntikan pada saat beli bakalan.

Peternak anggota kelompok maupun non anggota kelompok menjual ternak sapi potong yang telah dipelihara selama 3 bulan kepada pedagang ternak atau blantik dengan kisaran harga Rp 7.000.000,- sampai 9.000.000,-

Analisis usaha penggemukan sapi potong

A. biaya produksiBesarnya biaya tetap dan biaya

variabel yang dikeluarkan peternak anggota kelompok dan peternak non anggota kelompok dapat dilihat pada Tabel 2.

Pengeluaran khusus untuk kandang kelompok didapat lebih kecil dibanding dengan kandang non kelompok,

Tabel 1. Karakteristik responden anggota kelompok dan non anggota kelompok

No Karakteristik Anggota Kelompok (jiwa)

Non Anggota Kelompok

123

4

5

Umur 23-56 tahun Mata Pencaharian Pertanian Tingkat Pendidikan SD/Sederajat SMP/Sederajat SLTA/Sederajat Pengalaman Beternak ≤ 5 th > 5 th Pemilihan sapi potong 2 – 4 ekor

1616

853

151

16

1616

754

16

16

Sutopo dan Karyadi ; Studi Komparasi Pemeliharaan Usaha Penggemukan Sapi Potong

Page 63: Agromedia 26-2

60 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

hal ini dikarenakan tanah yang digunakan mempunyai sewa tanah yang lebih murah dan pembuatan kandang juga dipikul bersama dalam kelompok, sehingga secara keseluruhan akan menurunkan beaya yang harus ditanggung., Sedangkan penggunaan pakan pada peternak kelompok lebih besar dibanding dengan non kelompok, dikarenakan pada peternak kelompok sudah memperhitungkan kebutuhan masing – masing ternak.

B. PenerimaanPenerimaan peternak terdiri dari

penjualan sapi dan penjualan pupuk kandang. Rata rata penerimaan kotor yang diperoleh peternak dari penggemukan sapi potong selama satu periode dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil penjualan sapi diantara peternak kelompok dan non kelompok terjadi selisih harga yang cukup, hal ini dikarenakan adanya perbedaan performance dari sapi maupun berat akhir, yang berbeda. Serta pengelolaan kotoran yang terpadu juga menyebabkan kebersihan maupun harga jual pupuk kandang yang berbeda.

C. PendapatanAdalah selisih antara total

penerimaan dengan total pengeluaran besarnya pendapatan rata-rata peternak anggota kelompok dan non kelompok dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini

Uji beda rata – rata pendapatan usaha penggemukan sapi jantan PFH peternak anggota kelompok dengan peternak non anggota kelompok

Tabel. 2. Biaya tetap dan Biaya Variabel Rata – rata yang Dikeluarkan Peternak Anggota Kelompok dan Non Anggota Kelompok

No Uraian Anggota Non Anggota Kelompok (Rp) Kelompok (Rp)

1.

2

3

Biaya tetap 93.181 289.794 penyusutan kandang peralatan, sewa lahan sewa angkutan Biaya variabel 16.210.866 15.809.476 Balan, pakan, tk obat-obatan, air dan listrik Total Biaya Produksi 16.504.047 16.099.269

abel 3. Penerimaan Rata – rata Yang Diperoleh Peternak Selama Satu PeriPenggemukan Sapi Potong

No Uraian Anggota Non Anggota Kelompok (Rp) Kelompok (Rp)

1

2

3

Penjualan Sapi 19.353.375 18.280.938

Penjualan Pupuk 336.281 312.775

Total Penerimaan 19.689.656 18.593.713

Page 64: Agromedia 26-2

61

Tabel 4 Pendapatan rata – rata yang diperoleh Peternak Anggota Kelompok dan Anggota Kelompok.

No Uraian Anggota kelompok

( Rp )

Non anggota kelomp

( Rp )

1. Penerimaan rata – rata 19.689.656 18.593.713

2. Biaya produksi rata – rata 16.504.047 16.099.269

3. Pendapatan rata - rata 3.185.609 2.494.444

menunjukkan nilai terhitung 2.677 pada tingkat signifi kasi probalilitas pada 0,72 > 0,05 sehingga diartikan adanya perbedaan yang signifi kan antara pendapatan peternak penggemukan sapi potong anggota kelompok dengan pendapatan peternak non anggota kelompok.

Hasil perhitungan untuk R/C pada masing – masing responden didapat sebagai berikut :

R/C untuk anggota kelompok = Rp.19.689.656 / Rp. 16.504.047 = 1,20R/C untuk non anggota kelompok = Rp.18.593.713 / Rp. 16.099.269 = 1,16

Dari hasil ini nampak bahwa nilai dari penghitungan R/C peternak anggota kelompok maupun non anggota kelompok >1 sehingga sama – sama layak diusahakan.

Return Of Invesment ( ROI ) untuk anggota kelompok: = ( Rp. 19.689.656 / Rp. 16.504.407 )100% = 119,51% Return Of Investmen ( ROI ) untuk non anggota kelompok : = ( Rp. 18.593.713 / Rp. 16.099.269 )100% = 115,51%

Sedangkan hasil perhitungan Return Of Invesment ( ROI ) darai peternak

kelompok maupun non kelompok didapat nilai lebih dari 100%, artinya apabila usaha penggemukan sapi potong dilaksanakan peternak tidak akan mengalami kerugian. Meskipun hasil yang didapat tidak begitu besar tetapi aktivitas yang dilaksanakan oleh peternak ini sangat membantu menambah pendapatan serta memanfaatkan potensi yang ada disekitarnya

KESIMPULAN

Berdasarkan perhitungan dan analisis uji t pendapatan anggota kelompok lebih tinggi dari non anggota kelompok (P<0,05) , baik peternak anggota kelompok maupun non anggota kelompok diperoleh hasil R/C lebih dari 1 dan ROI lebih dari 100% sehingga dapat dikatakan bahwa usaha penggemukan sapi jantan PFH baik yang anggota kelompok maupun yang non anggota kelompok layak diusahakan.

Sutopo dan Karyadi ; Studi Komparasi Pemeliharaan Usaha Penggemukan Sapi Potong

Page 65: Agromedia 26-2

62 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, 2002. Penggemukan sapi potong, Agromedia Pustaka, Jakarta.

Anonim, 2001. Keputusan menteri pertanian tentang pedoman umum penyebaran dan pengembangan ternak, direktorat pengembangan peternakan Jakarta.

Anonim, 2006. Kecamatan Gunungpati dalam angka 2006, Semarang.

Anonim, (tentang pedoman pembinaan kelembagaan petani) 2007, Departemen pertanian. Jakarta

Ghozali, Imam, 2006. Aplikasi analisis

multivariate dengan program SPSS. Badan Penerbit University Diponegoro, Semarang.

Menteri pertanian, 1997. SK Menteri Pertanian no.93/KPTS/or 210/3/1993. Departemen Pertanian Jakarta

Sarwono dan H.B. Trianto 2003, Pengeemukan Sapi Potong secara cepat penebar Swadaya, Jakarta.

Siregar B, 2003. Penggemukan Sapi, Penebar Swadaya.

Prawirakusumo, S. 1993. Usaha Tani.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Page 66: Agromedia 26-2

63

FITOREMEDIASI BAHAN AKTIF CARBOFURAN®MENGGUNAKAN ENCENG GONDOK (Eichornia Crassipes (Mart) Solms)

Karyadi *) dan Eko Istiono **)*) STIP Farming Semarang **) S2 Magister Ilmu Lingkungan Undip

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kemampuan enceng gondok sebagai pengganti arang aktif dalam pengolahan air limbah pestisida carbofuran dan laju degradasi pestisida bahan aktif Carbofuran® dengan menggunakan enceng gondok (Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms).

Metoda penelitian menggunakan penjerapan dengan pemodelan, melalui tahap skala laboratorium sebelum dilakukan scale up. Fitoremediasi menggunakan enceng gondok dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pemecahan masalah dalam pencemaran air yang disebabkan oleh industri pestisida.

Pada skala laboratorium diperoleh penurunan konsentrasi bahan aktif carbofuran pada setiap penambahan waktu di skala laboratorium dengan persamaan y = 0.3742Ln(x) - 1.4524. Fotosintesis berpengaruh pada efi siensi penjerapan, pada pukul 12.00 memiliki efi siensi yang tinggi yaitu 82,21%. diperoleh model jerapan carbofuran mengikuti persamaan model Freundlich x/m =0,00094C3,2346. Perbandingan biaya yang cukup signifi cant yaitu Rp 10.097,- per mcub limbah dibandingkan dengan pengolahan menggunakan arang aktif yaitu Rp 20.255,- per mcub limbah sehingga cara pengolahan limbah industri menggunakan enceng gondok lebih ekonomis. Residu pada enceng gondok yang terjerap adalah 0,41 ppm.

Remediasi atau pembersihan lahan yang tercemar polutan diharapkan dapat menggunakan metode fi toremediasi dengan biaya dan proses yang sederhana di daerah perairan dimana enceng gondok dapat hidup dengan subur. Secara ekonomis fi toremediasi hasil penelitian ini layak untuk diterapkan di industri dengan penghematan biaya yang cukup signifi kan dan dapat dijadikan sebagai salah satu solusi untuk penjerapan bahan aktif pestisida. Model jerapan pada kolam enceng gondok dapat diaplikasikan untuk memperkirakan berapa jumlah dan waktu tinggal air limbah dalam kolam enceng gondok. Sisa tanaman enceng gondok tidak dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak dan kerajinan karena sudah tercemar bahan corbofuran.

Kata kunci: Fitoremediasi,Penjerapan,Carbofuran®,Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms,

ABSTRACTThis research was conducted to study capability of Eichhornia Crassipes (Mart.)

Solms as an alternative change of activated carbon on how to treat carbofuran pesticide waste water treatment and study on degradation velocity.

Method of this research was use adsorb with model by laboratory scale up to scale up at plant. Fitoremediation using by Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms can as a problem solving on water pollution prevention at pesticide manufacturing.

Karyadi dan Eko Istiono ; Fitoremediasi Bahan Aktif Carbofuran®

Page 67: Agromedia 26-2

64 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

At scale laboratory result by concentration decreasing of carbofuran on every time addition by following equation y = 0.3742Ln(x) - 1.4524. Photosynthesis was impact on adsorb effi ciency, at 12.00 was most effi cien 82,21%. And found carbofuran adsorb model carbofuran by following equation model Freundlich x/m =0,00094C3,2346. Based on cost comparation this method signifi cantly different between fi toremediation method is Rp 10.097,- per mcub waste and activated carbon using method is Rp 20.255,- per mcub, so fi toremediation method is more cheaper than activated carbon method. Residue of active ingredient of Carbofuran still detect on Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms adsorb is 0,41 ppm.

Remediation or soil clean up using fi toremediation method can adopt with minimal cost and simple process at wet land. Fitoremediasi is a effi cient method to implement at industrial plant by signifi cant cost reduction and as problem solving for pesticide pollution prevention. The method can predict by estimate number of waste and settling time in Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms pond process. Residue of Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms can not use for animal and other human purpose.

Key words: Fitoremediation, Adsorption, Carbofuran®, Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms,

PENDAHULUAN

Berbasis pada wawasan terhadap resiko ion logam berat terhadap lingkungan, maka harus selalu diperhatikan sistem pengolahan limbah logam-logam berat tersebut yang masuk ke lingkungan. Salah satunya adalah proses pengolahan dengan menggunakan tumbuhan dengan tujuan mengurangi tingkat keracunan elemen polusi terhadap lingkungan, pendekatan ini dapat mengacu pada proses fi toremediasi.

Saat ini, pengolahan secara biologis untuk mengurangi ion logam berat dari air tercemar muncul sebagai teknologi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan dibandingkan dengan proses kimia, seperti menambahkan zat kimia tertentu untuk proses pemisahan ion logam berat atau dengan resin penukar ion (exchange resins), dan beberapa metode lainnya seperti penyerapan dengan menggunakan karbon aktif, elektrodialysis dan reverse osmosis. Saat ini banyak hasil

studi laboratorium dilaporkan secara detail pada berbagai tulisan ilmiah khususnya berkaitan dengan evaluasi proses berbasis bioteknologi dalam cakupan tujuan bioremediasi logam berat.

Bioremediasi didefi nisikan sebagai terakumulasi dan terkonsentrasinya zat polusi (pollutan) dari suatu cairan oleh material biologi, selanjutnya melalui proses recovery material ini dapat dibuang dan ramah terhadap lingkungan. Berbagai jenis mikroba biomassa dapat digunakan untuk tujuan ini. Proses fi toremediasi berpotensi tinggi dalam kontribusinya untuk mengurangi kadar logam berat pada level konsentrasi yang sangat rendah.

Fitoremediasi lebih efektif dibanding dengan ion exchange dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan sensitifi tas kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organic dan logam berat lainnya, serta lebih baik dari proses pengendapan (presipitation) bila dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam

Page 68: Agromedia 26-2

65

beratnya (Sugiharto, 2005) Untuk mendesain suatu proses

pengolahan limbah yang melibatkan tumbuhan dalam mengatasi permasalahan ion logam berat, dapat dipakai metode fi toremediasi secara sederhana. Tumbuhan pilihan dimasukkan, ditumbuhkan dan selanjutnya dikontakkan dengan air yang tercemar ion-ion logam berat atau pestisida. Proses pengontakkan dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang ditujukan agar biomassa berinteraksi dengan ion-ion logam berat dan selanjutnya biomasa ini dipisahkan dari cairan, kemudian dibuang ke lingkungan.

Limbah pestisida dikumpulkan dalam bak penampung limbah, dalam bak terdapat proses fi sika yaitu pemisahan padatan dan minyak/oli dengan fi lter dan oil trap. Limbah dari bak penampung dipompa secara batch ke tangki mixing dan ditambahkan koagulan dan fl ockulan untuk mempercepat pengikatan partikel limbah secara kimia dengan efi siensi 62%. Karbon aktif dipakai pada proses setelah netralisasi dari bak mixing untuk menjerap bahan racun dari pestisida dengan efi siensi 80%. Diagram alir sebagai berikut:

Penelitian ini bertujuan untuk: 1). mengetahui apakah enceng gondok dapat menurunkan kandungan bahan aktif pestisida carbofuran pada limbah industri pestisida. 2). mengetahui kemampuan enceng gondok untuk mendegradasi bahan aktif pestisida carbofuran, dan 3). mengetahui kinetika laju degradasi bahan aktif pestisida carbofuran dalam kolam enceng gondok

MATERI DAN METODE

Bahan penelitian yang digunakan adalah: enceng gondok (Eichornia Crassipes (Mart) Solms) dari Rawa Pening dengan berat rata rata 100 gram tinggi rata rata 20 cm, limbah dari proses produksi dan cucian alat yang mengandung bahan aktif Carbofuran. Alat yang dipakai untuk penelitian pada skala laboratorium adalah: gelas ukur 1000 ml, , timbangan analitik digital, alat analisa bahan aktif Carbofuran, botol sample 50 ml, kertas label, thermometer, pH meter, mistar, kamera digital, Gas Chromatography HP 5890, integrator, auto sampler. Alat yang dipakai untuk

Gambar 1. Diagram alir pengolahan limbah industri pestisida

Kolam PenampungKoagulasi Flokulasi

di Mixing Tank (pH 12)

Koagulan & Flokulan

Sludge

NetralisasiKarbon Aktif

Kolam Aerasi

Effluent

A B C

D

Cucian Drum

Cucian Mesin

Cucian Lab

Karyadi dan Eko Istiono ; Fitoremediasi Bahan Aktif Carbofuran®

Page 69: Agromedia 26-2

66 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

penelitian pada skala lapangan adalah: kisi kisi saluran bak untuk scale up.

Limbah dari unit pengolahan limbah PT Bina Guna Kimia pada bulan Juni 2008 dialirkan dalam bak percobaan dengan proses alir. Pengamatan kandungan Carbofuran dalam air buangan dengan menggunakan GC HP 5890. Untuk mengetahui konsentrasi Carbofuran yang tersisa dalam air limbah dilakukan analisa secara laboratorium dengan GC HP 5890 menggunakan termal conductivity detector.

Data dari percobaan pada skala laboratorium digunakan untuk mengetahui persamaan garis hubungan antara konsenterasi Carbofuran di gelas ukur dengan waktu tinggal, sedang data dari percobaan di lapangan digunakan untuk mengetahui laju penjerapan Carbofuran oleh enceng gondok dengan model adsorpsi linier Freundlich.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penentuan Konsentrasi Carbofuran Terjerap Secara Batch

Pengamatan selama penelitian di laboratorium diperoleh hasil penjerapan bahan aktif carbofuran pada bak uji enceng gondok di laboratorium ukuran 1000 ml dengan jumlah enceng gondok 1 rumpun. Hasil ditunjukkan pada Tabel 2.

Hasil nilai konsentrasi carbofuran yang terjerap menunjukkan penurunan konsentrasi pada setiap penambahan waktu di dalam bak perlakuan dengan enceng gondok. Penurunan konsentrasi diduga karena sebagian carbofuran yang larut dalam air limbah diserap oleh enceng gondok sehingga konsentrasi carbofuran semakin berkurang setiap satuan waktu. Walverton dan McDonald (1979) mengemukakan bahwa enceng gondok mampu membersihkan air yang

Tabel 1. Data Penelitian Dan Laporan Harian PT. Bina Guna Kimia

Sumber: PT. Bina Guna Kimia

Sampel Perlakuan Hasil Analisa Derajat Keasaman (pH)Carbofuran

A Limbah Awal 25.37 7,0B Koagulasi - flokulasi 9.416 (62%) 12,0C Netralisasi -- 7,0D Kolom Karbon Aktif 1.836 (80%) 7,0

Tabel 2. Konsentrasi Carbofuran Pada Bak 1000 ml Secara Batch Di Laboratorium.

Sumber: Data Primer 2008

Waktu(t, menit)

Konsentrasiawal (ppm)

Konsentrasi akhir (ppm)

Konsentrasiterjerap (ppm)

Efisiensi(%)

60 7.87 7.80 0.07 0.9 120 7.87 7.55 0.32 4.0 180 7.87 7.36 0.51 6.5 240 7.87 7.21 0.66 8.4 300 7.87 7.18 0.69 8.7 360 7.87 7.18 0.69 8.8

Page 70: Agromedia 26-2

67

tercemar, zat yang dapat terserap dan disaring dari air limbah adalah logam berat timbal, arsen, kadmium dan pestisida. Hasil ditunjukkan pada Gambar 2.

2. Skala Lapangan Secara KontinyuPenelitian skala lapangan adalah

penerapan hasil dari laboratorium ke kolam enceng gondok. Kolam kisi berisi enceng gondok pada kondisi yang sudah melalui tahap aklimatisasi. Pada penelitian ini kolam dialiri limbah secara kontinyu dengan debit 2,08 liter/menit selama 24 jam setelah steady. Volume basah 1500 liter, debit alir limbah 2,08 liter/menit dan waktu tinggal 12 jam (Konsentrasi awal limbah masuk 11,39 ppm). Sesuai dengan Gambar 1. sample diambil pada titik outlet,

Gambar 2. Grafik Penjerapan Bahan Aktif Carbofuran pada Skala Laboratorium(Sumber: Data Primer 2008)

Grafik diatas menunjukkan bahwa sample A adalah limbah cair Carbofuran dengan

perlakuan waktu tinggal 60 menit, sample B adalah limbah cair Carbofuran dengan

perlakuan waktu tinggal 120 menit, sample C adalah limbah cair Carbofuran dengan

perlakuan waktu tinggal 180 menit, sample D adalah limbah cair Carbofuran dengan

perlakuan waktu tinggal 240 menit, sample E adalah limbah cair Carbofuran dengan

perlakuan waktu tinggal 300 menit.

t (menit)

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

50 100 150 200 250 300 350 400

A

B

C D E F

Increase LineSteady Line

C (ppm)

dilakukan pengamatan dan pengambilan data yang dapat ditunjukkan pada Tabel 3.

Dari hasil pengamatan dan perhitungan diperoleh regresi data untuk memperoleh nilai penjerapan maksimum dengan persamaan : y = -0,5881x2 + 4,2728x + 1,4925 dy/dC = 0 maka x = 3.63 (pukul 11.00 – 12.00), hasil angka penjerapan maximum jika d2y/dC2 < 0

Dari percobaan 24 jam pada antara pukul 11.00 - 12.00 saat cuaca cerah dengan sinar matahari yang optimal. Proses fotosintesis berpengaruh pada laju penjerapan bahan makanan dan carbofuran pada kolam enceng gondok. Dalam fase terang akan terjadi transfer elektron (perpindahan elektron)

Karyadi dan Eko Istiono ; Fitoremediasi Bahan Aktif Carbofuran®

Page 71: Agromedia 26-2

68 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

pada reaksi Hill yaitu reaksi fotolisis air (penguraian air) yang menghasilkan energi. Fotolisis air yang menguraikan air menjadi gas hidrogen dan oksigen akan menghasilkan energi.

3. Pemodelan Kesetimbangan AdsorpsiHasil pengamatan dan

pengambilan data pada kolam volume 1500 liter, debit alir limbah 2,08 liter/menit dan waktu tinggal 12 jam (pukul 12.00 suhu, udara 30° kelembaban 70%). Hasil ditunjukkan pada Tabel 4.

0.001.002.003.004.005.006.007.008.009.00

10.00

6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00Pukul

1

2

3 4

5

6

7

Titik Optimal

Konsentrasi (ppm)

Tabel 3. Konsentrasi Carbofuran Pada Perlakuan Bak Kisi Enceng Gondok.

Pukul (WIB) Konsentrasi Carbofuran (ppm) Efisiensi Jerapan (%)

06.00 6.38 43.94 08.00 3.58 68.54 10.00 2.15 81.07 12.00 2.02 82.21 14.00 3.74 67.14 16.00 5.43 52.27 18.00 8.65 24.01 20.00 8.93 21.52 22.00 9.20 19.16 00.00 9.47 16.86 02.00 9.12 19.90 04.00 8.37 26.45 06.00 5.74 49.56

Sumber : Data Primer 2008

Gambar 3. Grafik Optimalisasi Penjerapan Carbofuran Pada Siang Hari (Sumber: Data Primer 2008)

Page 72: Agromedia 26-2

69

y = 3.2346x + 6.9684R2 = 0.973

-10.0

-8.0

-6.0

-4.0

-2.0

0.0-5.1 -5.0 -4.9 -4.8 -4.7 -4.6 -4.5 -4.4

ln Ce

ln (x

/m)

4. Model FreundlichHasil jerapan terhadap bahan aktif Carbofuran ditunjukkan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 4. Konsentrasi Carbofuran Pada Perlakuan Bak Kisi Enceng Gondok

SamplingPoint

Jarak(m) Berat EG (g) Volume (L) Waktu (min) Konsentrasi (g/L)

1 0 0 0 0 0.0177 2 3.7 16650 1498.5 80 0.0109 3 7.4 33300 1498.5 160 0.0100 4 11.1 49950 1498.5 240 0.0091 5 14.8 66600 1498.5 320 0.0088 6 18.5 83250 1498.5 400 0.0084 7 22.2 99900 1498.5 480 0.0076 8 25.9 116550 1498.5 560 0.0072 9 29.6 133200 1498.5 640 0.0069

10 33.3 149850 1498.5 720 0.0068 Sumber : Data Primer 2008

Tabel 5. Perhitungan Model Adsorpsi Linier Freundlich Dan Langmuir, Jerapan Bahan Aktif Carbofuran Pada Kolam Enceng Gondok.

Sumber : Data Primer 2008

m (g/L) x = Co-Ce (g/L) x/m X = ln Ce Y = ln (x/m)

11.1111 0.0068 0.0006 -4.5229 -7.3940 22.2222 0.0077 0.0003 -4.6021 -7.9729 33.3333 0.0086 0.0003 -4.6954 -8.2680 44.4444 0.0089 0.0002 -4.7306 -8.5194 55.5556 0.0092 0.0002 -4.7745 -8.7008 66.6667 0.0101 0.0002 -4.8800 -8.7956 77.7778 0.0105 0.0001 -4.9325 -8.9120 88.8889 0.0108 0.0001 -4.9762 -9.0165

100.0000 0.0109 0.0001 -4.9893 -9.1260

Gambar 4. Grafik hubungan ln (x/m) dan ln Ce Pemodelan Freundlick Jerapan Carbofuran Pada Kolam Enceng Gondok ln (x/m) = 3.2346 ln Ce -6.9684 (Sumber: Data Primer 2008)

Karyadi dan Eko Istiono ; Fitoremediasi Bahan Aktif Carbofuran®

Page 73: Agromedia 26-2

70 , Vol. 26, No. 2 Agustus 2008ISSN 0215-8302

AGROMEDIA

Dari grafi k di atas diperoleh model jerapan carbofuran mengikuti persamaan garis linear ln (x/m) = 3.2346 ln Ce -6.9684. Dari persamaan tersebut didapat nila – nilai model Freundlich sebagai berikut: k = 0.000941158, 1/n = 3.2346 sehingga diperoleh model Freundlich sebagai berikut: x/m = 0.00094 C 3.2346

Persamaan ini menunjukkan perbandingan massa terjerap dengan massa penjerap sebanding dengan perkalian koefi sien adsopsi dengan konsentrasi setimbang dari pencemar. Kondisi ini dipertegas dengan adanya nilai korelasi sebesar 0,973 yang menunjukkan tingkat signifi kansi dari model, sehingga model tersebut dapat diterima sebagai model jerapan Carbofuran oleh enceng gondok.

5. Model LangmuirSedangkan dari perhitungan dengan menggunakan model Langmuir didapatkan

persamaan regresi linier: x/m = (0.0009)(8.7446)C/(1+8.7446C), dengan gambar sebagai berikut:

y = 125.08x - 9564.7

R 2 = 0.9272

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

10000

0.1 50.1 100.1 150.1 200.1 1/Ce

1/(x/m)

Gambar 5: Grafik hubungan (1/Ce) dan 1/(x/m) pemodelan Langmuir jerapan Carbofuran pada kolam enceng gondok (Sumber: Data Primer 2008)

Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa perbandingan massa yang terjerap dengan massa penjerap sebanding dengan konstanta maksimum zat yang terjerap dalam fasa padat dengan persamaan linier:

x/m = 0.0079C/(1+8.7446C)Model Freundlich yang diperoleh

dapat diaplikasikan di dunia industri untuk pengendalian pencemaran akibat penggunaan pestisida dengan menanam enceng gondok agar terjadi penurunan konsentrasi bahan aktif carbofuran. Pada

unit pengolahan limbah dengan konsentrasi awal awal (Co ppm) akan diturunkan menjadi 1 ppm sesuai dengan baku mutu limbah industri formulasi pestisida dengan kolam kisi berisi tanaman enceng gondok sejumlah 150.000 gram. Maka dengan menggunakan persamaan:

x/m = 0.00094 C 3.2346

harus ditentukan beban cemaran maksimal yang akan diproses dalam kolam kisi enceng gondok sebesar Co = 0,014 g/l

Page 74: Agromedia 26-2

71

6. Perhitungan Biaya Operasional. Biaya operasional untuk proses penjerapan bahan aktif limbah pestisida

dapat dilihat dari perhitungan sebagai berikut:

Tampak perbandingan biaya yang cukup signifi cant sehingga cara pengolahan limbah industri menggunakan enceng gondok lebih ekonomis. Proses make up limbah enceng gondok harus diolah dan kategorikan sebagai bahan B3 karena dari analisa bahan aktif pestisida carbofuran masih terkandung dalam limbah enceng gondok. Residu pestisida carbofuran 0.41 ppm sedangkan baku mutu yang diperbolehkan adalah tidak ada kandungan residu pestisida.

KESIMPULAN

1. Enceng gondok dapat menurunkan konsentrasi bahan aktif carbofuran pada setiap penambahan waktu di skala laboratorium dengan persamaan garis eksponensial y = 0.3742Ln(x) - 1.4524

2. Enceng gondok dapat mendegradasi Carbofuran pada kolam enceng gondok dengan dipengaruhi oleh sinar matahari dimana pada siang hari memiliki efi siensi penjerapan 82,21% pada antara pukul 11.00 - 12.00.

3. Model persamaan konsentrasi

Tabel 6. Perbandingan Biaya Operasional

Pekerjaan Karbon Aktif Enceng Gondok

Pembelian Adsorben (pack) Rp 2,000,000 - Tenaga Penggantian (1 orang) Rp 17,340 Rp 5,780Pembuangan Limbah Adsorben Rp 170,200 Rp 85,100Make up adsorben 3 bulan 1 mingguVolume Limbah 108 m3 9 m3

Total biaya Rp 2,187,540 Rp 90,880Biaya per m3 Rp 20,255 Rp 10,097

Sumber : Data Primer 2008

jerapan Carbofuran pada kolam enceng gondok secara keseluruhan mengikuti model Freundlich x/m =9,4.10-4C3,2346 . Secara ekonomis pengolahan limbah cair pestisida dengan enceng gondok lebih murah yaitu Rp 10.097,- per m3 dari pengolahan menggunakan arang aktif yaitu Rp 20.255,- per m3 .

DAFTAR PUSTAKA

Bernard, A. and Lauwers. 1984. Cadmium in Human Population. Exsperientia 40, Birkhauser Verlag CH-4010 Bazel/Switzerland. P. 143-151

Connel, D.W., G.J. Miller. 2006. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Universitas Indonesia Press. Jakarta, hal. 330-331

Dix H.M. 1981. Environmental Pollution. John Willey and Son, new York. P. 3-180

Fitter, A.H dan Hay R.K.M. 2003. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press,

Karyadi dan Eko Istiono ; Fitoremediasi Bahan Aktif Carbofuran®

Page 75: Agromedia 26-2

72

YogyakartaHadie, W. dan Suprianata, J. 1986. Teknik

Budidaya Bandeng. Bhratara Karya Karya Aksara, Jakarta. P.3

Hasim. 2003. Enceng gondok Pembersih polutan Logam Berat. Kompas. 2 Juli 2003. Jakarta

Hogan. M, Patmore .L. 1973. Computer Modeling of Pesticide Transpor In Soil for Five Instrumented Wathershelds. EPA., Athens, California

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no 51/MenLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Pestisida (Formulasi)

Komisi Pestisida. 1993. Pestisida Higiene Lingkungan. Deptan, Jakarta.

Oedin, H., 1980. Pengaruh Beberapa faktpr Lingkungan terhadap Kecepatan Pertumbuhan Eceng Gondok. Berita Panel Pert.10(6):18-24

Orth, H. 1989. Kolam Enceng Gondok untuk membersihkan Air limbah industri. Yayasan Obor Indonesia

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2000 Pencemaran Bahan Agrokimia. Bogor

Pikukuh, B., 1989. Pengendalian Pencemaran Dallam Kawasan dan Penyebaran Informasi mengenai Bahan-Bahan Berbahaya. Makalah Sem.penyeb.Info.PT SIER:12-13

Purwanto, 2005. Permodelan Rekayasa Proses dan lingkungan, Badan

Penerbit Universitas Diponegoro.

Peraturan Daerah Jawa Tengah no 10 tahun 2004 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri dan Kegiatan Usaha Lainnya yang Belum Ada Baku Mutunya.

Rudi C.Terumingkeng, 2005 Jurnal insektisida dalam penggolongan, formulasi dan aplikasi. Hal 6-13

Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jambatan, Bandung. P.145-148.

Sugiharto. 2005. Dasar-dasar Pengolahan Air limbah. Universitas Indonesia Press.Jakarta, hal. 5-10; 30.

Tandjung. H.S.D. 1983. Penentuan Toksisitas Suatu Bahan Pencemar lingkungan Perairan. Kursus Analisis Dampak Lingkungan I, Mei 1983. Pusat Studi lingkungan UGM, Yogyakarta. P.1-10.

Widyanto, L.S.dan II.Suselo, 1977. Pencemaran air oleh logam berat dan hubungannya dengan enceng gondok. Rawa pening. Biotrop (247):41-47.

Walverton, B.J. and McDonald, R.J.,1979. Water Hyacinth and Alligator for Removal of Lead and mercury From Polluted Water, NASA tech, Memorandom, T.M. 72-73.

Ward, F,J. 1982. Laboratory study of The Accumulation and Distrubution of Cd in the Sydney Rock Ovster Saccostrea Commercialis. Aust. J.Mar.Fresh. Wat.Res. 33: 33-34.

Karyadi dan Eko Istiono ; Fitoremediasi Bahan Aktif Carbofuran®

Page 76: Agromedia 26-2

73

INDEK SUBYEK

Anthurium plowmanii 4auksin 4BK 5carbofuran® 8Eichhornia Crassipes (Mart.) Solms 8estimasi 5fi toremediasi 8hasil tanaman 1hormon 2katu 2kelompok 7konsumsi, 5LC-PIH III 6model tabungan rumah tangga 6mulsa 1non kelompok 7

pendapatan 7penjerapan 8pertumbuhan 4PK 5pola tanam 1rusa timor 3sapi peranakan simmental 5sapi potong 7selektivitas erosi 1sisa pakan 5sitokinin, 4TDN 5tingkah laku reproduksi 3trigliserid 2triodotironin darah 2zpt 4

Page 77: Agromedia 26-2

74

PETUNJUK PENULISAN UNTUK AGROMEDIA BERKALA ILMIAH ILMU-ILMU PERTANIAN

AGROMEDIA menerima naskah karya ilmiah hasil penelitian dalam cakupan ilmu-ilmu pertanian dari para pembaca yang belum dan tidak akan dipublikasikan pada media cetak lain. Naskah diketik dengan Microsoft Word dengan font Arial 11pada kertas HVS ukuran kuarto dengan jarak 1,5 spasi dan panjang tulisan berkisar antara 12-15 halaman. Naskah mohon disusun atas bagian-bagian sebagai berikut :

Judul, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan huruf kapital. Jumlah suku kata tidak lebih dari 20 suku kata.

Nama Penulis, disebutkan nama(-nama) penulis diikuti tentang profesi, instansi dan alamat tempat bekerja, telepon, dan e-mail penulis.

Abstrak, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, singkat dan padat, dengan jumlah suku kata tidak lebih dari 200 kata, serta di bawahnya ditulis kata kunci (key words).

Pendahuluan, memuat latar belakang penelitian berdasarkan bahan pustaka yang relevan (hendaknya mengacu pada pustaka yang up to date), dan tujuan penelitian.

Materi dan Metode, memuat waktu penelitian, materi dan metode yang digunakan dalam kajian secara rinci dan singkat, analisis kimia (bila menggunakan), dan analisis statistik data kajian.

Hasil dan Pembahasan, hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan atau grafik dilengkapi dengan nomor dan judul. Tabel dan gambar hasil kutipan sumbernya disebutkan sesuai Daftar Pustaka. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian secara jelas yang dirujukkan dengan bahan pustaka yang relevan, hendaknya tidak bersifat spekulatif dan tidak keluar dari ruang lingkup penelitian.

Kesimpulan (dan Saran), kesimpulan merupakan hasil konkret ataupun keputusan dari penelitian yang dilakukan, dan saran merupakan tindak lanjut bagi pengembangan penelitian berikutnya. Tidak lebih dari satu alinea.

Ucapan Terimakasih (acknow ledment), apabila ada disajikan secara jelas dan singkat, misalnya kepada sponsor penelitian.

Daftar Pustaka, mencantumkan semua pustaka berikut keterangan yang lazim dengan tujuan supaya mudah menelusurinya. Disusun dengan memuat nama penulis menurut abjad dan tahun mulai tahun yang lama (untuk satu penulis yang sama). Apabila tulisan merujuk ke Web Site, maka kode Web Site hendaklah ditulis dalam Daftar Pustaka. Contoh penulisan Daftar Pustaka : Jurnal/majalah : Tjondronegoro, P.D., and A.W. Gunawan. 2000. The role of Glomus fasciculatum and soil water condition on growth of soybean and maize. J.Mikrobiol. Indonesia 5: 1-3. Buku : Smith, S.E., and D.J. Read. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. Academic Press, New York. Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh B. Srigandono dan K. Praseno). Bab dalam Buku Kumpulan Makalah : Weeks, T.E.S. 1991. Hormonal control of glucose metabolism. In : Physiological Aspect of Digestion and Metabolism in Ruminants. T. Tsuda, Y. Sasaki, and R. Kawashima (eds). Academic Press, SanDiego, p.183-200. Artikel dalam Prosiding : Zaurbin, R., dan P. Wahid. 1995. Kesesuaian lingkungan tanaman panili. Pros. Temu Tugas Pemantapan Budidaya dan Pengolahan Panili di Lampung, Bandar Lampung 15 Maret 1995: h.47-58. Skripsi/Tesis/Desertasi : Rudarmono, 2000. Penampilan beberapa Genotipe Cabai Merah pada Pertanaman Tunggal dan Tumpangsari dengan Singkong. (Tesis S-2, Program Pascasarjana, Unpad)

Naskah disertai CD dikirim ke alamat Redaksi, atau e-mail : [email protected]

Page 78: Agromedia 26-2

75