agama semester i

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hukum islam merupakan istilah khas di Indonesia, sebagai terjemahan dari al-fiqh al-islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as-syariah al islamy. Istilah ini dalam wacana ahli Hukum Barat disebut Islamic Law. Dalam Al-Qur’an dan Sunnah, istilah al-hukm al-Islam tidak ditemukan. Namun yang digunakan adalah kata syari’at islam, yang kemudian dalam penjabarannya disebut istilah fiqih. Uraian diatas memberi asumsi bahwa hukum dimaksud adalah hukum islam. Sebab, kajiannya dalam perspektif hukum islam, maka yang dimaksudkan pula adalah hukum syara’ yang bertalian dengan akidah dan akhlak. Penyebutan hukum islam sering dipakai sebagai terjemahan dari syari’at islam atau fiqh islam. Apabila syari’at islam diterjemahkan sebagai hukum islam, maka berarti syari’at islam yang dipahami dalam makna yang sempit. Pada dimensi lain penyebutan hukum islam selalu dihubungkan dengan legalitas formal suatu Negara, baik yang sudah terdapat dalam kitab-kitab fiqh maupun yang belum.Menurut T.M,Hasbi Ashshiddiqy mendefinisikan hukum islam adalah koleksi daya upaya para ahli hukum untuk

Upload: dhesiie-ridya

Post on 12-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asfiksia

TRANSCRIPT

Page 1: Agama Semester i

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Hukum islam merupakan istilah khas di Indonesia, sebagai terjemahan dari al-

fiqh al-islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as-syariah al islamy. Istilah

ini dalam wacana ahli Hukum Barat disebut Islamic Law. Dalam Al-Qur’an dan

Sunnah, istilah al-hukm al-Islam tidak ditemukan. Namun yang digunakan adalah

kata syari’at islam, yang kemudian dalam penjabarannya disebut istilah fiqih. Uraian

diatas memberi asumsi bahwa hukum dimaksud adalah hukum islam. Sebab,

kajiannya dalam perspektif hukum islam, maka yang dimaksudkan  pula adalah

hukum syara’ yang bertalian dengan akidah dan akhlak.

Penyebutan hukum islam sering dipakai sebagai terjemahan dari syari’at islam

atau fiqh islam. Apabila syari’at islam diterjemahkan sebagai hukum islam, maka

berarti syari’at islam yang dipahami dalam makna yang sempit. Pada dimensi lain

penyebutan hukum islam selalu dihubungkan dengan legalitas formal suatu Negara,

baik yang sudah terdapat dalam kitab-kitab fiqh maupun yang belum.Menurut

T.M,Hasbi Ashshiddiqy mendefinisikan hukum islam adalah koleksi daya upaya para

ahli hukum untuk menerapkan syariat atas kebutuhan masyarakat. Dalam khazanah

ilmu hukum islam di Indonesia, istilah hukum islam dipahami sebagai penggabungan

dua kata, hukum dan islam.Hukum adalah seperangkat peraturan tentang tindak

tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu Negara atau masyarakat yang berlaku

dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Kemudian kata hukum disandarkan kepada

kata islam.Jadi,dapat dipahami bahwa hukum islam adalah peraturan yang

dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku

mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini

berlaku mengikat bagi semua pemeluk agama islam.

Page 2: Agama Semester i

Secara garis besar para ulama Ushul Fiqh membagi hukum kepada dua

macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i.

Hukum taqlifi menurut para ahli ushul fiqh adalah ketentuan-ketentuan Allah

dan rasul-Nya yang berhubungan langsung dengan perbuatan orang mukalaf, baik

dalam bentuk perintah, anjuran untuk melakukan, larangan, anjuran untuk tidak

melakukan atau dalam bentuk member kebebasan memilih untuk berbuat atau tidak

berbuat. Sedangkan yang dimaksud dengan hukum wadh’i ialah ketentuan-ketentuan

hukum yang mengatur tentang sebab, syarat dan mani (sesuatu yang menjadi

penghalang kecakapan untuk melakukan hukum taqlifi).

Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau

menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila

dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1).

Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar,

acuan, atau pedoman syariat islam.

Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber

dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah

Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam

(akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia

yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi

setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang

dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau

kelompok masyarakat.

Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap

muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59 yang artinya :”

Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak) Allah, taatilah (kehendak) Rasul-

Nya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu ...”. Menurut ayat tersebut setiap

mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan kehendak ’penguasa’

Page 3: Agama Semester i

atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah kini terekam dalam Al-

Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al Hadis, kehendak ’penguasa’

(ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya orang yang memenuhi syarat

karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan.

                                                                                                

1.2. Rumusan masalah

1. Bagaimana pengertian tentang Hukum Islam?

2. Bidang kajian apa sajakah yang erat kaitannya dengan Hukum Islam?

3. Bagaimana mengetahui macam-macam Pembagian Hukum Islam?

4. Bagaimana sumber ajaran islam?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang pengertian Hukum Islam

2. Untuk mengetahui bidang kajian apa saja yang berkaitan dengan

Hukum Islam

3. Untuk mengetahui macam-macam Pembagian Hukum Islam

4. Untuk mengetahui sumber agma islam

Page 4: Agama Semester i

BAB IIPEMBAHASAN

A.    Hukum Islam

2.1 Pengertian Hukum Islam

                 Hukum Islam adalah dua kata dalam bahasa Indonesia yaitu kata "hukum"

dan "Islam". Kata "hukum" dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari bahasa Arab

yaitu kataالحكم   (al-hukmu) yang merupakan bentuk singular/tunggal, adapun

bentuk plural/jama'nya adalahاألحكام    (al-ahkam). Secara etimologi kata ini berarti

yang (al-qadha)    القضاء bermakna memutuskan, memimpin, memerintah,

menetapkan dan menjatuhkan hukuman, Al-Fairuz Abady menyatakan bahwa kata

-al)   الحكم hukmu) dengan dhamah berartiالقضاء  (al-qadha) yaitu mengadili,

bentukjama'nya adalahاألحكام    (al-ahkam). Abdullah bin Shalih Al-Fauzan

dalam Syarh Al-Waraqat Fi Ushul Al-Fiqh menyatakan

: : بأفعال المتعلق الشرع خطاب عليه دل ما اصطالحا والحكم المنع لغة اللحكم

وضع او تخيير او طلب من المكلفين

Al-Hukmu secara bahasa adalah mencegah, sedangkan secara istilah adalah segala

sesuatu yang menunjukan padanya kehendak syar'i yang berkaitan dengan amalan-

amalan orang yang sudah dewasa (mukallaf) baik berupa tuntutan kewajiban, pilihan

dan hukum wadh'i.

                 Nasrun Haroen merinci pengertian dari kata "al-hukm" dalam beberapa

arti, Pertama,, Menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya, seperti

menetapkan terbitnya bulan dan meniadakan kegelapan dengan terbitnya

matahari.Kedua, Khitab Allah, seperti “aqimu ash-shalata” dalam hal ini yang

dimaksud dengan hukum adalah nash yang datang dari Syari'. Ketiga, Akibat

dari KhitabAllah, seperti hukum ijab yang dipahami dari firman Allah “aqimu ash-

shalata”.Pengertian ini digunakan para fuqaha (ahli fiqh). Keempat, Keputusan

hakim di sidang pengadilan.  

Page 5: Agama Semester i

           Dari berbagai pengertian tersebut terlihat adanya makna yang satu yaitu

bahwa al-hukm  adalah :

Khitab Allah ta'ala yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan orang mukallafyang

berupa tuntutan, pilihan atau yang bersifat wadh'i”. Pengertian ini menunjukan

bahwa hukum adalah sesuatu yang menjadi tuntutan syara' atas setiap orang-orang

yang sudah mukallaf untuk melaksanakannya, baik hal itu berupa tuntutan, pilihan

atau berbagai sebab yang mengakibatkan adanya hukum tersebut, seperti ahkam al-

khamsah yaitu haram, makruh, mubah, sunnah dan wajib.

                 Berbeda dengan makna hukum sebelumnya, Muhammad Daud Ali

menyatakan kata "hukum" berasal dari bahasa Arab yaitu al-hukm yang berarti

kaidah, norma, ukuran, tolok ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk

menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda. Hal ini sama seperti yang

diungkapkan oleh M. Hasbi Ash-Shiddieqy yang menyatakan “Istilah hukum Islam

walaupun berlafadz Arab, namun telah dijadikan bahasa Indonesia, sebagai

terjemahan dari Fiqh Islam atau Syariat Islam”.

                 Jika kita cermati, kata "hukum" dilihat dari asal kata bahasa Arab, maka

makna yang sebenarnya tidaklah sama dengan kata hukum yang telah menjadi bahasa

Indonesia. Kata hukum ini telah mengalami perubahan dan perluasan makna sehingga

tidak sesuai lagi dengan makna bahasa asalnya. Adapun kata yang semakna dengan

hukum dalam bahasa Arab adalah syariah dan fiqh.

                 Syariah menurut bahasa memiliki beberapa makna, diantaranya adalah

yang (al-warid)    الوارد berarti jalan, ia bermakna pula الماء yaitu   نحو tempat

keluarnya (mata) air. Al-Raghib menyatakan syariah adalah metode atau jalan yang

jelas dan terang misalnya ucapaan نهجا له aku)   شرعت mensyariatkan padanya

sebuah jalan). Manna' Khalil Al-Qathan berkata “Syariat pada asalnya menurut

bahasa adalah sumber air yang digunakan untuk minum, kemudian digunakan oleh

orang-orang Arab dengan arti jalan yang lurus (al-syirath al-mustaqim) yang

demikian itu karena tempat keluarnya air adalah sumber kehidupan dan

keselamatan/kesehatan  badan, demikian juga arah dari jalan yang lurus yang

Page 6: Agama Semester i

mengarahkan manusia kepada kebaikan, padanya ada kehidupan jiwa dan

pengoptimalan akal mereka

Kata syariah banyak terdapat di dalam Al-Qur'an, misalnya firman Allah ta’ala

dalam QS Al-Jatsiyah : 18  

  6م8ون6 6ع9ل 6ي ال <ذ>ين6 ال ه9و6آء66 أ >ع9 <ب 6ت 6ت و6ال >ع9ه6ا <ب ف6ات م9ر>

6 9أل ا مCن6 Dر>يع6ة ش6 ع6ل6ى 6اك6 9ن ع6ل ج6 8م< ث

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan

(agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-

orang yang tidak mengetahui.

                 Makna syariah pada ayat ini adalah peraturan atau cara beragama.

Sedangkan dalam QS Asy-Syura ayat 13 bermakna memberikan tata cara beragama : 

و6م8وس6ى اه>يم6 9ر6 >ب إ >ه> ب 6ا 9ن و6م6او6ص<ي 9ك6 6ي >ل إ 6آ 9ن ي و9ح66 أ <ذ>ي و6ال ا N8وح ن >ه> ب م6او6ص<ى الدCين> مCن6 8م 6ك ل ع6 ر6 ش6

ق>يم8وا 6 أ 6ن9 أ و6ع>يس6ى

6ه9د>ي و6ي آء8 6ش6 ي م6ن 9ه> 6ي >ل إ >ي 6ب ت 6ج9 ي الله8 9ه> 6ي >ل إ 6د9ع8وه8م9 م6ات ر>ك>ين6 9م8ش9 ال ع6ل6ى 8ر6 6ب ك ف>يه> ق8وا 6ف6ر< 6ت 6ت و6ال الدCين6

>يب8 8ن ي م6ن 9ه> 6ي >ل إ

Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya

kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami

wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah

kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang

kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang

dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali

(kepada-Nya).

              Makna syariah yang serupa disebutkan dalam QS Al-Syura ayat 21

Allahta’ala berfirman :  

6ه8م9 9ن 6ي ب 6ق8ض>ى6 ل 9ف6ص9ل> ال >م6ة8 6ل ك 6 6و9ال و6ل الله8 >ه> ب ذ6ن9 6أ ي 6م9 م6ال الدCين> مCن6 6ه8م ل ع8وا ر6 ش6 9 6آؤ8ا ك ر6 ش8 6ه8م9 ل م9

6 أ

Xع6ذ6اب 6ه8م9 ل >م>ين6 الظ<ال >ن< و6إ

>يم8 ل6 أ

Page 7: Agama Semester i

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah

yangmensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak

ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan

sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.

              Dari beberapa ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa kata syariahbermakna

peraturan, agama dan tata cara ibadah. Pengertian ini telah mengarah kepada makna

secara istilah, karena khitab dari ayat-ayat tersebut adalah orang-orang yang beriman

agar mereka dapat merealisasikan syariat tersebut.

              Secara istilah “syariat” adalah “Seperangkat norma yang mengatur masalah-

masalah bagaimana tata cara beribadah kepada Allah ta'ala, serta bermuamalah

dengan sesama manusia”. Al-Fairuz Abady menyebutkan bahwa syariat adalah apa-

apa yang disyariatkan Allah kepada para hambaNya. Ibnu Mandzur menyatakan

bahwa syariah adalah :

Segala sesuatu yang ditetapkan  Allah dari dien (agama) dan diperintahkanya seperti

puasa, shalat, haji, zakat dan amal kebaikan lainnya.

                 Definisi ini seperti yang disebutkan oleh Manna' Al-Qathan yang

menyebutkan bahwa syariat secara istilah adalah “Setiap sesuatu yang datang dari

Allah ta'ala yang disampaikan oleh utusan/RasulNya kepada para hambaNya, dan

Dia adalah pembuat syariat yang awal, hukumNya dinamakan syar'an. Senada

dengan pengertian ini Mahmud Syalthut mendefinisikannya dengan "Sebuah nama

untuk tata peraturan dan hukum yang diturunkan oleh Allah ta'ala dalam bentuk

ushulnya dan menjadi kewajiban setiap muslim sebagai pedoman dalam berhubungan

dengan Allah dan antar sesama manusia."

2.2 Pembagian Hukum Islam

Secara garis besar para ulama Ushul Fiqh membagi hukum kepada dua

macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i.

Hukum taqlifi menurut para ahli ushul fiqh adalah ketentuan-ketentuan Allah

dan rasul-Nya yang berhubungan langsung dengan perbuatan orang mukalaf, baik

dalam bentuk perintah, anjuran untuk melakukan, larangan, anjuran untuk tidak

Page 8: Agama Semester i

melakukan atau dalam bentuk member kebebasan memilih untuk berbuat atau tidak

berbuat. Sedangkan yang dimaksud dengan hukum wadh’i ialah ketentuan-ketentuan

hukum yang mengatur tentang sebab, syarat dan mani (sesuatu yang menjadi

penghalang kecakapan untuk melakukan hukum taqlifi).

2.2.1        Hukum Taqlifi

Hukum taqlifi adalah hukum yang mengandung perintah, larangan, atau

memberi pilihan terhadap seorang mukalap, sedangkan hukum wadh’i berupa

penjelasan hubungan suatu peristiwa dengan hukum taqlifi. Misalnya, taklifi

menjelaskan bahwa shalat wajib dilaksanakan umat islam, dan hukum wadh’I

menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di tengah hari menjadi sebab tanda

bagi wajibnya seseorang menunaikan shalat dzuhur.

Hukum Taqlifi dalam berbagai macamnya selalu berada dalam batas

kemampuan seorang mukalaf. Sedangkan hukum wadh’i sebagiannya ada yang diluar

kemampuan manusia dan bukan merupakan aktivitas mannusia. Misalnya, seperti

dalam contoh diatas tadi keadaan tergelincir matahari bukana dalam

kemampuan manusia dan bukan pula merupakan aktivitasnya. Hubungannya dalam

perbuatan manusia hanyalah karena Allah menjadikannya (tergelincir matahari)

sebagai tanda bagi masuknya waktu dzuhur.

1.     Wajib

Wajib ialah sesuatu yang diperintahkan (diharuskan) oleh Allah dan Rasul-

Nya untuk dilaksanakan oleh orang mukalaf, dan apabila dilaksanakan akan

mendapatkan pahala dari Allah, sebaliknya apabila tidak dilaksanankan diancam

dengan dosa.

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa sesuatu yang diwajibkan mesti

dilakukan dalam arti mengikat setiap mukalaf.

2.      Mandub (sunnah)

Page 9: Agama Semester i

Mandub adalah sesuatu yang dituntut syara’ (agama) memperbuatnya kepada

orang mukalaf dengan tuntutan yang tidak mesti 1.

Menurut Abdul Karim Zaidan mandub ialah sesuatu perbuatan yang dianjurkan

oleh Allah dan rasul-Nya, dimana akan diberi pahala orang yang melaksanakannya,

namun tidak dicela orang yang tidak melaksanakannya. Mandub dibagi menjadi tiga

bagian :

a Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), yaitu perbuatan yang

dibiasakan oleh Rasulullah dan jarang ditinggalkannya. Misalnya, shalat sunnah dua

rakaat sebelum fajar.

b.Sunnah Ghair Al-Muakkadah (sunnah biasa), yaitu sesuatu yang dilakukan

Rasulullah, yaitu sesuatu yang dilakukan rasulullah namun buakn menjadi

kebiasaannya. Misalnya, melakukan shalat sunnah dua kali dua rakaat sebelum shalat

dzuhur, dan seperti memberikan sedekah sunnah kepada orang yang tidak dalam

keadaan terdesak.

c Sunnah Al-Zawaid, yaitu mengikuti kebiasaan sehari-hari Rasulullah sebagai

manusia. Misalnya, sopan santunnya dalam makan, minum, dan tidur.

3.Haram

Haram secara etimologi berarti “sesuatu yang dilarang mengerjakannya.

Secara terminology haram berarti sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya,

dimana orang yang melanggarnya dianggap durhaka dan diancam dengan dosa, dan

orang yang meninggalkannya karena menanti Allah,  diberi pahala.

Abdul Karim Zaidan membagi haram kepada beberapa macam, yaitu:

a. Al-Muharram li Dzatihi, yaitu sesuatu yang diharamkan oleh syariat karena

esensinya mengandung kemudharatan bagi kehidupan manusia, dan kemudian itu

tidak bisa terpisah dari dzanya. Misalnya larangan berzina seperti dalam firman Allah

berikut ini. annisa:23, annisa:29, almaidah :3

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu

perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS.al-Isra : 32)

Page 10: Agama Semester i

Dalam surat lain juga ditegaskan mengenai haramnya mengawini orang yang

memiliki ikatan darah(se-muhrim) yang kuat seperti ibu, anak perempuan dll. 

Artinya: ”Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang

perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang

perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari

saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu

yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;

ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari

isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu

(dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan

diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan

(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi

pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(QS. An-Nisa : 23)

b. Al-Muharram Li Ghairihi, yaitu sesuat yang dilarang bukan karena

esensinya karena esensial tidak mengandung kemudaratan, namun dalam kondisis

tertentu, sesuatu itu dilarang karena ada pertimbangan eksternal yang akan membawa

kepada sesuatu yang dilarang secara esensial. Misalnya, dilarang melakukan jual beli

pada waktu adzan shalat jum’at sebagaimana firman Allah.

Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat

Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual

beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Maksudnya:

apabila imam telah naik mimbar dan mu'azzin telah azan di hari Jum'at, maka kaum

muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan mu'azzin itu dan meninggalakan

semua pekerjaannya.(QS. Al-Jumuah : 9)

Jual beli apabila dilihat kepada esensinya adalah dibolehkan, tetapi ada

larangan melakukannya pada waktu adzan jum’at karena akan melalaikan seseorang

dari memenuhi panggilan Allah (shalat jum’t). ketentuan yang berlaku dalam hal ini,

Page 11: Agama Semester i

seperti dikemukakan Muhammad Abu Zahrah, adalah bahwa larangan seperti itu

bilamana dilanggar dan dilaksanakan juga, maka perbuatan itu adalah sah. Jual beli

waktu adzan jum’at adalah sah sebagai sebab perpindahan milik dari penjual kepada

pembeli, namun pelakunya berdosa di sisi Allah.

4.Makruh

Secara bahasa makruh berarti “sesuatu yang dibenci”. Menurut mayoritas

ulama Ushul Fiqh, makruh berarti yang dianjurkan syariat untuk meninggalkannya, di

mana bilamana ditinggalkan akan mendapat pujian dan apabila dilanggar tidak

berdosa. Misalnya, seperti dikemukakan Wahbah az-Zuhaili, dalam Mazhab Hanbali

ditegaskan makruh hukumnya berkumur dan memasukan air ke hidung secara

berlebihan ketika akan berwudhu di siang hari Ramadahan karena dikhawatirkan air

akan masuk ke rongga kerongkongan dan tertelan.

Menurut kalangan Hanafiyah, makruh terbagi kepada dua macam

a.Makruh Tahrim, yaitu sesuatu yang dilarang oleh syariat, tetapi dalil yang

melarangnya itu bersifat zhani al-wurud (kebenaran datangnya dari hanya sampai ke

dugaan keras), tidak bersifat pasti. Misalnya, larangan meminang wanita yang sedang

dalam pinangan orang lain dan larangan membeli sesuatu yang sedang dalam tawaran

orang lain kecuali mendapatkan izin atau telah ditinggalkannya.

b.Makruh Tanzih, yaitu sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk

meninggalkannya. Misalnya memakan daging kuda dan meminum susunya pada

waktu sangat butuh di waktu perang.

5.Mubah

Mubah berarti “sesuatu yang dibolehkan atau yang di izinkan. Menurut istilah

yaitu, sesuatu yang diberi pilih oleh syariat apakah seorang mukalaf akan

melakukannya atau tidak melakukannya dan tidak ada hukumannya dengan dosa dan

pahala.

Page 12: Agama Semester i

2.2.2.      Hukum Wadh’i

Hukum wadh’i berupa penjelasan hubungan suatu peristiwa dengan hukum

taqlifi. Hukum wadh’i menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di tengah hari

menjadi sebab tanda bagi wajibnya seseorang menunaikan shalat dzuhur.

1.Sebab

Sebab berarti “sesuatu yang bisa menyampaikan seseorang kepada sesuatu

yang lain”. Menurut istilah Ushul Fiqh yaitu sesuatu yang dijadikan oleh syariat

sebagai tanda bagi adanya hukum, dan tidak adanya sebab sebagai tanda bagi

tindakan adanya hukum. Misalnya, tindakan perzinaan menjadi sebab (alasan) bagi

wajib dilaksanakan hukuman atas pelakunya, keadaan gila menjadi sebab bagi

keharusan ada pembimbingnya, dan tindakan perampokan sebagai sebab bagi

kewajiban mengembalikan benda yang dirampok kepada pemiliknya.

2.Syarat

Syarat berarti “sesuatu yang menghendaki adanya sesuatu yang lain” atau “ sebagai

tanda”. Menurut istilah sesuatu yang tergantung kepadanya ada sesuatu yang lain, dan

berada di luar dari hakikat sesuatu itu. Misalnya, wudhu adalah sebagai syarat bagi

sahnya shalat dalam arti adanya shalat trgantung pada adanya wudhu,

namunpelaksanaan wudhu itu sendiri bukan merupakan bagian dari pelaksanaan

shalat.

3.Mani’

Berarti “penghalang dari sesuatu”. Secara terminology adalah sesuatu yang di

tetapkan syariat sebagai penghalang bagi adanya hukum atau penghalang bagi

berfungsinya suatu.

Sebuah akad misalnya dianggap sah bilamana telah mencukupi syarat-syaratnya dan

akad yang sah itu mempunyai akibat hukum selama tidak terdapat padanya suatu

penghalang.

Page 13: Agama Semester i

B. Sumber Agama Islam

1. AL-QUR’AN

Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a,yaqra’u,

qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun

(al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah

ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad

shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan

surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran sumber agama (juga ajaran)

Islam pertama dan utama yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar

dengan yang disampai- kan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai

Rasul Allah sedikit demi sediki selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah

kemudian di Medinah.

Al-Qur’an menyajikan tingkat tertinggi dari segi kehidupan manusia. Sangat

mengaggumkan bukan saja bagi orang mukmin, melainkan juga bagi orang-orang

kafir. Al-Qur’an pertama kali diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan (Nuzulul

Qur’an). Wahyu yang perta kali turun tersebut adalah Surat Alaq, ayat 1-5. Al-Qur’an

memiliki beberapa nama lain, antara lain adalah Al-Qur’an (QS. Al-Isra: 9), Al-Kitab

(QS. Al-Baqoroh: 1-2), Al-Furqon (QS. Al-Furqon: 1), At-Tanzil (QS. As-Syu’ara:

192), Adz-Dzikir (QS. Al-Hijr: 1-9).

Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun itu dapat

dibedakan antara ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal di

Mekah (sebelum hijrah) dengan ayat yang turun setelah Nabi Muhammad hijrah

(pindah) ke Madinah. Ayat-ayat yang tutun ketika Nabi Muhammad masih berdiam

di Mekkah di sebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah

Nabi Muhammad pindah ke Medinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah.

Page 14: Agama Semester i

2. Ciri-cirinya adalah :

1.  Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh

isi al-Quran, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada

umumnya panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 28

surat, 1456 ayat.

2.  Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia)

sedang ayat–ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina aamanu

(hai orang-orang yang beriman).

3.  Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni keyakinan pada

Kemaha Esaan Allah, hari Kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa

lalu, sedang ayat-ayat Madaniya memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan

sebagainya.

3. Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:

1.  Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk akidah ini

berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari

kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak.

2.  Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam

berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup

manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.

3.  Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan

leh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial.

Page 15: Agama Semester i

4.  Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah kaum Saba

yang tidak mensyukuri karunia yang diberikan Allah, sehingga Allah menghukum

mereka dengan mendatangkan banjir besar serta mengganti kebun yang rusak itu

dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit rasanya.

5.  Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia

yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan

sangkakala (terompet) oleh malaikat Israil. “ Apabila sangkakala pertamaditiupkan,

diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu keduanya dibenturkan sekali bentur.

Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah langit...”. (Qs al-Haqqah (69) : 13-

16.

6.  Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.

7.  Hukum yang berlaku bagi alam semesta.

4. Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:

1. Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an

dan mengajarkannya

2. Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR.

Turmuzi)

3. Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat

yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih

lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala

(HR. Muslim).

4. Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah

hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).

5. Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai

penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).

5. Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:

Page 16: Agama Semester i

1.  Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia

dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini

tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu

Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.

2.  Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia

dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan

lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut

hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.

3.  Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia

dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini

tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu

Akhlaq atau Tasawuf.

Page 17: Agama Semester i

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hukum Islam adalah dua kata dalam bahasa Indonesia yaitu kata "hukum" dan

"Islam". Kata "hukum" dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari bahasa Arab

yaitu kata (al-hukmu) yang merupakan bentuk singular/tunggal, adapun

bentuk plural/jama'nya adalahاألحكام    (al-ahkam). Secara etimologi kata ini berarti

yang (al-qadha)    القضاء bermakna memutuskan, memimpin, memerintah,

menetapkan dan menjatuhkan hukuman, Al-Fairuz Abady menyatakan bahwa kata

-al)   الحكم hukmu) dengan dhamah berartiالقضاء   (al-qadha) yaitu mengadili,

bentuk jama'nya adalahاألحكام    (al-ahkam).

Pembagian Hukum Islam Secara garis besar para ulama Ushul Fiqh membagi

hukum kepada dua macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i.

Hukum taqlifi menurut para ahli ushul fiqh adalah ketentuan-ketentuan Allah

dan rasul-Nya yang berhubungan langsung dengan perbuatan orang mukalaf, baik

dalam bentuk perintah, anjuran untuk melakukan, larangan, anjuran untuk tidak

melakukan atau dalam bentuk member kebebasan memilih untuk berbuat atau tidak

berbuat. Sedangkan yang dimaksud dengan hukum wadh’i ialah ketentuan-ketentuan

hukum yang mengatur tentang sebab, syarat dan mani (sesuatu yang menjadi

penghalang kecakapan untuk melakukan hukum taqlifi.

Page 18: Agama Semester i

DAFTAR PUSTAKA

            http://www.google.com /hukumislamdanpembagiannya . Rabu, 12 Desember

2012

Ali, Zainuddin, Hukum Islam. Jakarta : Sinar Grafika, 2006

Effendi, Satria. M. Zein, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media Grouf,

2009