active packaging
TRANSCRIPT
A. Pengertian Pengemasan
Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, dan
merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat
memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang
dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakankerusakan pada bahan
yang dikemas / dibungkusnya. Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga telah menyediakan
kemasan untuk bahan pangan, seperti jagung dengan kelobotnya, buah-buahan dengan
kulitnya, buah kelapa dengan sabut dan tempurung, polong-polongan dengan kulit polong
dan lain- lain.
Dalam dunia moderen seperti sekarang ini, masalah kemasan menjadi bagian
kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama dalam hubungannya dengan produk pangan.
Sejalan dengan itu pengemasan telah berkembang dengan pesat menjadi bidang ilmu dan
teknologi yang makin canggih. Ruang lingkup bidang pengemasan saat ini juga sudah
semakin luas, dari mulai bahan yang sangat bervariasi hingga model atau bentuk dan
teknologi pengemasan yang semakin canggih dan menarik. Bahan kemasan yang
digunakan bervariasi dari bahan kertas, plastik, gelas, logam, fiber hingga bahan-bahan
yang dilaminasi. Namun demikian pemakaian bahan-bahan seperti papan kayu, karung
goni, kain, kulit kayu , daun-daunan dan pelepah dan bahkan sampai barang-barang bekas
seperti koran dan plastik bekas yang tidak etis dan hiegenis juga digunakan sebagai bahan
pengemas produk pangan. Bentuk dan teknologi kemasan juga bervariasi dari kemasan
botol, kaleng, tetrapak, corrugated box, kemasan vakum, kemasan aseptik, kaleng
bertekanan, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar (active and intelligent
packaging) yang dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam kemasan dengan
kebutuhan produk yang dikemas.
B. Pengertian Active packqaging
Active packaging adalah emasan yang dibuat sedemikian rupa untuk mengatasi
masalah yang dijumpai dalam produksi dan distribusi pangan serta dapat memperpanjang
masa simpan atau meningkatkan keamanan pangan atau sifat organoleptik. Misal : O2
absorber, moisture regulators, CO2 absorber, aldehyde scavengers, sulfite scavengers, heat
releasers, antimicrobial-releasing systems, antioxidant releasers, flavor releasers, color
releasers dan lain-lain.
Active Packaging mengacu pada memasukkan bahan tambahan tertentu kedalam
film kemasan atau dalam wadah kemasan dengan tujuan menjaga dan memperpanjang
umur simpan produk.
Pengemasan dikatakan aktif saat pengemasan tersebut menunjukkan beberapa
peran yang diinginkan dalam pengawetan pangan (lain dari menyediakan barrier inert
terhadap kondisi eksternal)
Active packaging adalah teknik kemasan yang mempunyai sebuah indikator
eksternal atau internal untuk menunjukkan secara aktif perubahan produk serta menentukan
mutunya. Dalam active packaging bahan-bahan didesain untuk melepas komponen-
komponen aktif ke dalam makanan, seperti antioksidan, aroma, warna . Kemasan akif
disebut sebagai kemasan interaktif karena adanya interaksi aktif dari bahan kemasan
dengan bahan pangan yang dikemas. Pengemasan aktif biasanya mempunyai bahan
1. penyerap O2 (oxygen scavangers)
2. penyerap atau penambah (generator) CO2
3. ethanol emiters,
4. penyerap etilen,
5. penyerap air
6. bahan antimikroba,
7. heating/cooling
8. bahan penyerap (absorber)
9. Bahan yang dapat mengeluarkan aroma/flavor
10. pelindung cahaya (photochromic).
Kemasan aktif juga dilengkapi dengan indikator- indikator yaitu :
- time-temperature indikator yang dipasang di permukaan kemasan
- indikator O2
- indikator CO2
- indikator physical shock (kejutan fisik)
- indikator kerusakan atau mutu, yang bereaksi dengan bahan-bahan volatil yang dihasilkan
dari reaksi-reaksi kimia, enzimatis dan/atau kerusakan mikroba pada bahan pangan. Jenis-
jenis indikator ini disebut indikator ineraktif atau smart indicator karena dapat berinteraksi
secara aktif dengan komponen-komponen bahan pangan. Alat pemanas pada microwave
seperti susceptors dan metode pengaturan suhu lainnya juga dapat digunakan dalam
metode pengemasan aktif.
Fungsi yang diharapkan dari kemasan aktif saat ini adalah :
- Mempertahankan integritas dan mencegah secara aktif kerusakan produk
(memperpanjang umur simpan)
- Meningkatkan atribut produk (misalnya penampilan, rasa, flavor, aroma dan lain-lain)
- Memberikan respon secara aktif terhadap perubahan produk atau lingkungan kemasan
- Mengkomunikasikan informasi produk, riwayat produk (product history) atau kondisi untuk
penggunanya.
- Memudahkan dalam membuka
Gambar kemasan aktif pada produk pangan
Fungsi kemasan aktif ( Active Packaging ) terutama digunakan untuk mengontrol
kelembaban dikarenakan untuk makanan dengan kelembaban tinggi seperti buah dan
sayuran, kemasan aktif dapat mengontrol RH pada kemasan, memperlambat hilangnya
kelembaban, memperlambat lebihnya kelembaban pada headspace dan celah-celah yang
memungkinkan mikroba untuk tumbuh sehingga dengan terkontrolnya kelembaban umur
simpan atau masa simpan produk bisa lama.
B. Teknik-teknik yang digunakan dalam Active Packaging
1. Absorber Oksigen
Dalam active packaging digunkan absorber oksigen yang umumnya digunakan
untuk menyerap oksigen pada bahan-bahan pangan seperti hamburger, pasta segar, mie,
kentang goreng, daging asap (sliced ham dan sosis), cakes dan roti dengan umur simpan
panjang, produk-produk konfeksionari, kacang-kacangan, kopi, herba dan rempah-rempah.
Penggunaan kantung absorber O2 memberikan keuntungan khususnya untuk produk-
produk yang sensitif terhadap oksigen dan cahaya seperti produk bakery dan pizza, daging
ham yang dimasak dimana pertumbuhan jamur dan perubahan warna merupakan masalah
utamanya.
Keuntungan penggunaan absorber oksigen pada active packaging yaitu dapat
mengurangi konsentrasi oksigen pada level yang sangat rendah (ultra-low level) , suatu hal
yang tidak mungkin diperoleh pada kemasan gas komersial. Konsentrasi oksigen yang tinggi
di dalam kemasan dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme, menurunkan nilai gizi
bahan pangan, menurunkan nilai sensori (flavor dan warna) serta mempercepat reaksi
oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan pada bahan pangan berlemak. Bahan
penyerap oksigen secara aktif akan menurunkan konsentrasi oksigen di dalam head-space
kemasan hingga 0.01%, mencegah terjadinya proses oksidasi, perubahan warna dan
pertumbuhan mikrooorganisme. Jika kapasitas absorber mencukupi, maka absorber juga
dapat menyerap oksigen yang masuk ke dalam headspace kemasan melalui lubang-lubang
dan memperpanjang umur simpan bahan yang
dikemas. Keuntungan lain dari penggunaan absorber oksigen adalah biaya investasinya
lebih murah dibandingkan biaya pengemasan dengan gas. Pada dasarnya untuk
pengemasan aktif hanya dibutuhkan sistem sealing. Keuntungan ini menjadi lebih nyata
apabila diterapkan untuk kemasan bahan pangan berukuran kecil hingga medium, yang
biasanya memerlukan investasi peralatan yang besar. Sebaliknya, kelemahan dari kemasan
aktif adalah kemasan ini visible (sachet atau labelnya terlihat jelas) sedangkan pada
kemasan gas , maka gasnya tidak terlihat.
Absorber oksigen yang tersedia saat ini pada umumnya berupa bubuk besi (iron
powder), dimana 1 gram besi akan bereaksi dengan 300 ml O2. Kelemahan dari besi
sebagai absorber oksigen adalah tidak dapat melalui detektor logam yang biasanya
dipasang pada jalur pengemasan. Masalah ini dapat dipecahkan dengan menggunakan
absorber oksigen berupa asam askorbat atau enzim. Ukuran penyerap oksigen yang
digunakan tergantung pada jumlah oksigen pada head-space, oksigen yang terperangkap di
dalam bahan pangan (kadar oksigen awal) dan jumlah oksigen yang akan masuk dari udara
di sekitar kemasan selama penyimpanan (laju transmisi oksigen ke dalam kemasan), suhu
penyimpanan, aktivitas air, masa simpan yang diharapkan dari bahan pangan tersebut.
Absorber oksigen lebih efektif jika digunakan pada kemasan yang bersifat sebagai barrier
bagi oksigen, karena jika tidak maka absorber ini akan cepat menjadi jenuh dan kehilangan
kemampuannya untuk menyerap oksigen.
Ukuran absorber oksigen yang ada di pasar bervariasi dengan kemampuan
penyerapan antara 20-2,000 ml O2, dan digunakan pada suhu ruang, tetapi beberapa jenis
lainnya dapat bereaksi pada suhu dingin bahkan suhu beku. Absorber oksigen juga dapat
digunakan pada berbagai type bahan pangan dari yang kadar airnya rendah, intermediet
sampai tinggi serta pada bahan-bahan pangan yang berminyak.
Bahan penyerap O2 seperti asam askorbat, sulfit dan besi dimasukkan ke dalam
polimer dengan permeabilitas yang sesuai untuk air dan oksigen seperti polivinil klorida
(PVC) , sedangkan polietilen dan polipropilen mempunyai permeabilitas yang sangat rendah
terhadap air.
Gambar absorber oksigen
Pada absorber oksigen mengunakan system oksigen scavenger, untuk
menghilangkan O2 dan memperlambat reaksi oksidasi, biasanya pada produk-produk
makanan sachets seperti jerky, pepperoni, pasta, dan produk bakery, dan pada material
kemasan plastic beer, botol ,pasta, retortable pouched an tray. Scavenger Scavenging
system dapat menyerap substansi, seperti air dan oksigen dengan tujuan untuk
memperpanjang umur (shelf life) atau menjaga kesegaran (freshness) dan kualitas makanan
contohnya adalah : pengontrol moisture, edible, anti microba films, penyerap
ethylene .Perilaku migrasi komponen aktif dari dua produk penangkap oksigen (oxygen-
scavenging) komersial ke dalam bahan pangan yang dikemas telah dipelajari oleh López-
Cervantes et al (2003). Komponen yang bermigrasi diidentifikasi, dan dengan menggunakan
metode analisis yang tepat dilakukan penentuan komponen tersebut dalam beragam
pangan cair, padat atau simulan gel pangan. Pemilihan simulan gel pangan dilakukan
dengan pertimbangan dapat mewakili kisaran aktivitas air dan viskositas secara luas.
Pangan dan simulan gel pangan dikemas dengan/tanpa kondisi vakum dan dengan
scavenger oksigen pada berbagai lokasi relatif terhadap pangan yang dikemas. Identifikasi
dengan spektrometer fluoresens sinar X, spektroskopi infrared dan scanning electron
microscopy dengan energy-dispersive spectrometry mengidentifikasi komponen yang
bermigrasi adalah Na+ dan Cl- di dalam simulan aqueus non asam, dan Na+, Cl- dan Fe2+
dalam asam asetat 3%. Migrasi ke dalam simulan aqueus melebihi batas maksimal total
migrasi dari komponen plastik yang ditetapkan oleh Uni Eropa. Akan tetapi, jika scavenger
diletakkan didalam kemasan dan proses pengemasan tidak menyebabkan isi menjadi basah
(misalnya karena air yang dilepaskan dari pangan), tidak terjadi migrasi komponen dalam
jumlah signifikan ke dalam pangan yang dikemas.
Fungsi dari Oxygen Scavenger sendiri adalah
1. Mencegah Oksidasi
Dalam pencegahan oksidasi oksigen scavenger harus bisa:
- Mencegah bau tengik pada minyak dan lemak
- Mencegah kehilangan warna pada produk daging dan tumbuhan serta mencegah
kehilangan rasa
- Mencegah kehilangan nutrisi
2. Mencegah kerusakan akibat serangga
Oksigen Scavenger sangat efektif untuk serangga karena oksigen scavenger bisa
menghilangkan oksigen yang digunakan oleh serangga untuk hidup
3. Mencegah pertumbuhan kapang dan jamur serta bakteri aerobic
Kelebihan O2 Scavanger:
- Mampu mengurangi konsentrasi oksigen hingga < 0,01% (lebih rendah daripada
konsentrasi oksigen residu yang dicapai dengan modified atmosphere packaging
(MAP) (0,3-3,0%))
- Scavenger oksigen dapat dipakai tunggal atau dengan kombinasi dengan MAP.
Kelemahan O2 scavanger :
- Kemungkinan bisa terjadi kecelakaan ingestion isi ke konsumen sehingga
menghalangi kesuksesan komersial (Amerika Utara dan Eropa)
2. Absorber dan Emittters CO2
Absorber CO2 terdiri dari asam askorbat dan besi karbonat sehingga mempunyai
fungsi ganda dapat memproduksi CO2 dengan volume yang sama dengan volume O2 yang
diserap. Hal ini diperlukan untuk mencegah pecahnya kemasan, erutama pada produk-
produk yang sensitif terhadap adanya perubahan konsentrasi CO2 yang mendadak seperti
keripik kentang. CO2 yang dihasilkan dapat larut di dalam fase cair atau fase lemak dari
produk, dan ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan flavor. Penggunaan lain dari
adsorber dan generator CO2 ini adalah pada kopi bubuk. Kopi yang di sangrai (roasted)
dapat mengeluarkan sejumlah CO2, dan mengakibatkan pecahnya kemasan karena
peningkatan tekanan internal. Reaktan yang biasanya digunakan untuk menyerap CO2
adalah kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dengan aktivitas air yang cukup, yang dapat bereaksi
dengan CO2 membentuk kalsium karbonat.
3. Absorber Etilen
Etilen dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap produk segar, karena
etilen akan mempercepat proses pematangan pada produk seperti pisang dan tomat,
sehingga produk menjadi cepat busuk, tetapi jika digunakan pada produk seperti jeruk,
maka dapat menghilangkan warna hijau (degreening) sehingga dihasilkan jeruk dengan
warna kuning yang merata, dan penampilannya lebih baik. Secara umum, etilen merupakan
bahan yang tidak diinginkan untuk penyimpanan produk segar, sehingga etilen harus
disingkirkan dari lingkungan penyimpanan, hal ini disebabkan karena :
- dalam jumlah sedikit sudah dapat menurunkan mutu dan masa simpan produk
- dapat meningkatkan laju respirasi sehingga akan mempercepat pelunakan jaringan dan
kebusukan buah.
- Mempercepat degradasi klorofil yang kemudian akan menyebabkan kerusakan-kerusakan
pasca panen lainnya.
Penyerap etilen yang dapat digunakan adalah potasium permanganat (KmnO4), karbon
aktif dan mineral-mineral lain, yang dimasukkan ke dalam sachet. Bahan yang paling banyak
digunakan adalah kalium permanganat tang diserapkan pada silika gel. Permanganat akan
mengoksidasi etilen membentuk etanol dan asetat. Bahan penyerap etilen ini mengandung
5% KmnO4 dan dimasukkan ke dalam sachet untuk mencegah keluarnya KmnO4 karena
KmnO4 bersifat racun. Jenis penyerap etilen lainnya adalah :
- penyerap berbentuk katalis logam seperti pallaidum yang dijerapkan pada karbon aktif.
Etilen diserap dan kemudian diuraikan dengan menggunakan katalis
- karbon aktif yang mengandung bromin, tetapi penggunaannya harus hati-hati karena dapat
membentuk gas bromin jika sachet tersentuh dengan air.
- mineral –mineral yang mempunyai kemampuan menyerap etilen seperti zeolit, tanah liat
dan batu Oya dari Jepang, dilaporkan telah digunakan sejak ribuan tahun lalu untuk
penyimpanan produk segar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa produk yang di kemas
dalam kemasan PE yang di dalamnya terdapat beberapa jenis mineral mempunyai masa
simpan yang lebih panjang disbanding yang dikemas tanpa mineral. Hal ini mungkin
disebabkan oleh terbukanya pori-pori dari bahan polimer oleh mineral yang terdispersi,
sehingga trejadi pertukaran gas di dalamnya.
- Kombinasi diena dan triena yang defisien elektron pada bahan kemasan. Hasil penelitian
menunjukkan kombinasi tetrazine yang bersifat hidrofilik dengan polimer PE yang bersifat
hidrofobik dapat menurunkan konsnetrasi etilen selama 48 jam. Tetrazine akan berubah
warnanya jika sudah jenuh dengan etilen, sehingga dapat digunakan sebagai indikator.
4. Absorber air dan uap air
Akumulasi air pada kemasan dapat disebabkan oleh transpirasi produk hortikultura,
keluarnya air dari jaringan pada daging atau fluktuasi suhu pda kemasan yang kadar airnya
tinggi. Adanya air pada kemasan dapat memacu pertumbuhan mikrobia serta terbentuknya
kabut pada permukaan film kemasan, sehingga air dan uap air yang ada pada kemasan
harus keluarkan.
Lapisan absorber untuk uap air (Drip-absorber pad) biasanya digunakan untuk
pengemasan daging dan ayam, terdiri dari granula-granula polimer superabsorbent di antara
dua lapisan polimer mikroporous atau non-woven yang bagian pinggirnya dikelim. Absorber
ini akan menyerap air serta mencegah perubahan warna dari produk dan kemasan. Polimer
yang sering digunakan untuk menyerap air adalah garam poliakrilat dan kopolimer dari pati.
Polimer superabsorben ini dapat menyerap 100-500 kali dari beratnya sendiri. Alat yang
sama dengan skala yang lebih besar digunakan untuk menyerap lelehan es pada
transportasi ikan segar dan hasil laut lain melalui udara.
Penurunan kelembaban relatif di sekitar kemasan akan menurunkan aktivitas air di
permukaan bahan pangan, sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Kondisi ini
dapat diperoleh dengan cara menyerap air dalam bentuk fase uapnya sehingga
penggunaan humektan lebih efektif daripada polimer superabsorbing.
C. Bahan Kemasan Aktif
Komponen-komponen pangan yang tidak diinginkan, dapat dikeluarkan dengan
bantuan kemasan yang didisain khusus, sehingga terjadi interaksi selektif antara kemasan
dengan bahan produk. Eliminasi komponen pangan lebih dimungkinkan untuk diaplikasikan
pada produk cair, dimana molekul-molekulnya bebas bergerak, dan proses pemisahannya
tidak dibatasi oleh komponen dengan tekanan uap yang tinggi pada suhu penyimpanan.
Teknologi ini hendaknya tidak digunakan untuk menutupi kerusakan produk dari konsumen,
misalnya untuk menutupi adanya perubahan bau oleh mikrobia. Sebaliknya kemasan harus
dapat mempertahankan komponen-komponen produk pangan yang diinginkan, misalnya zat
gizi.
1. Bahan Kemasan Yang dapat Menyerap Oksigen
Penggunaan bahan penyerap oksigen yang dimasukkan ke dalam sachet dan
ditempatkan di dalam kemasan produk pangan, mempunyai beberapa kelemahan, yaitu :
- konsumen harus hati-hati, agar sachet tersebut tidak sampai dimakan, dan ini
mengharuskan pihak produsen untuk membuat label ”Jangan Dimakan” pada sachet
absorber.
- sachet harus dibuat dari bahan yang tidak mudah sobek
Kelemahan ini dapat diatasi dengan membuat absorber oksigen sebagai bagian dari
kemasan, dengan cara mengintegrasikan absorber oksigen dengan film polimer, adhesif,
tinta atau bahan pelapis (coating). Substrat yang mengkonsumsi oksigen dapat berupa
polimer itu sendiri atau komponen-komponen lain pada kemasan yang mudah teroksidasi.
Absorber oksigen yang dapat dicampur dengan film polimer adalah sulpit logam, asam
asakorbat dan besi. Penggunaan adsorber oksigen yang dicampur dengan bahan kemasan
menimbulkan masalah, yaitu film kemasan tersebut harus stabil pada kondisi udara biasa
sebelum digunakan sebagai bahan kemasan, atau film kemasan tersebut tidak boleh
menyerap oksigen sebelum bahan pangan dikemas . Masalah ini dapat diatasi dengan
memasukkan beberapa jenis mekanisme aktivasi yang memicu kemampuan film untuk
menyerap oksigen, pada sistem kemasan. Misalnya dengan menambahkan katalis pada
saat pengisian produk atau memaparkan cahaya pada kemasan sehingga reaksi
penyerapan oksigen dapat terjadi.
Kemampuan film kemasan yang dicampur dengan bahan penyerap oksigen untuk meyerap
oksigen lebih kecil daripada absorben oksigen yang dimasukkan ke dalam sachet. Oleh
karena itu aplikasinya sebelum dipasarkan masih harus mempertimbangkan segi-segi
ekonomisnya.
2. Bahan Kemasan dengan Antioksidan
Industri kemasan menggunakan antioksidan untuk kestabilan kemasan, dan saat ini
antioksidan yang dikembangkan adalah antioskidan alami untuk menggantikan antioksidan
sintesis. Di dalam kemasan, antioksidan berfungsi sebagai barrier bagi difusi O2 serta
mentransfernya ke produk yang dikemas untuk mecegah reaksi oksidasi. Vitamin E dapat
digunakan sebagai antioksidan, serta dapat dimigrasikan ke bahan pangan. Pelepasan
vitamin E dari kemasan ke bahan pangan dapat menggantikan antioksidan sintesis. Saat ini
antioksidan yang banyak dipakai adalah BHT (Butylated hidroxytoluen) .
3. Bahan Kemasan Enzimatis
Enzim yang dapat merubah produk secara biokimia dapat digabung dengan bahan
kemasan. Kelebihan kolesetrol dapat menyebabkan penyakit jantung, dan penambahan
enzim kolestterol reduktase ke dalam susu akan mengurangi resiko kelebihan kolesterol.
Konsumsi produk hasil ternak yang mengandung lakosa pada golongan orang tertentu
dapat menyebabkan lactose intoleran. Penambahan enzim laktase pada bahan kemasan
susu dapat mengurangi kandungan laktosa pada susu yang dikemasnya.
4. Antimikroba Di Dalam Bahan Kemasan
Antimikroba yang dicampur atau diberikan pada permukaan bahan pangan akan
memperpanjang umur simpan bahan pangan tersebut. Penambahan antimikroba mungkin
juga dilakukan dengan cara mencampurnya ke dalam bahan kemasan yang kemudian
dalam jumlah kecil akan bermigrasi ke dalam bahan pangan. Cara ini efektif diberikan pada
kemasan vakum karena bahan kemasan dapat bersentuhan langsung dengan permukaan
pangan.
Bahan yang mempunyai pengaruh antimikroba, misalnya nisin yang diproduksi oleh
Lactococcus lactis, asam organik, ester dan sorbat, serta bahan kemasan yang
mengandung kitosan, allil-isotiosianatt yang diperoleh dari lobak dan oligosakarida siklik.
Beberapa bahan kemasan komersial yang mengandung antimikroba adalah :
- partikel keramik yang mengandung komponen aktif yaitu aluminium silikat dan perak
- bubuk kering yang dibuat dengan mengantikan antimikroba tembaga atau perak pada
atom kalsium dari hidroksiapatit
- zeolit sintesis dan perak
- Tembaga dan mangan, atau nikel dan perak yang mengandung zeolit
- Magnesium oksida dan zink oksida juga terbukti mempunyai kemampuan sebagai
bakterisida dan bakteriostatis.
Pelepasan bahan antimikroba di dalam kemasan dapat diperoleh dengan berapa
cara, yaitu :
- secara tradisonal dengan cara menambahkan sachet berisi bahan anti mikorba dan
bersifat permiable atau porous ke dalam kemasan
- mengkombinasikan bahan-bahan pengawet ke dalam atau di atas bahan kemasan polimer
dengan cara mencampur atau menggunakan teknik pelapisan lain
- meletakkan bahan antimikroba diantara lapisan atau dienkapsulasi agar dapat keluar
secara perlahan-lahan menuju bahan pangan
- menggunakan enzim yang diimobilisasi dan bahan yang mempunyai gugus fungsional
animikroba yang terikat secara kimia pada permukaan bahan.
D. Aplikasi Active Packaging untuk Produk Buah ( Duku)
Buah duku tergolong ke dalam buah yang memiliki masa simpan yang singkat. Buah
duku akan berwarna coklat setelah 4 hari dalam penyimpanan konvensional pada suhu
ruang (Widodo dkk., 2000; Widodo, 2004, 2005a dan b). Pengalaman penelitian (Widodo
dan Zulferiyenni, 2008) menunjukkan bahwa buah duku yang disimpan tanpa kemasan apa
pun di ruang ber-AC, dengan suhu berkisar 20ºC dan tanpa pelembab ruangan, kulit
buahnya akan berubah coklat dalam semalam.
Teknologi active packaging untuk produk buah duku
Dalam teknologi active packaging, komposisi udara di dalam kemasan diubah dengan
memasukkan bahan tambahan (additives) ke dalam kemasan. Dalam perkembangannya,
bahan tambahan tersebut dimasukkan menjadi bagian integral di dalam struktur bahan
kemasan (Han, 2002; Vermeiren dkk., 1999). Fungsi bahan tambahan tersebut adalah untuk
memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu produk.
Teknologi pengemasan aktif ini pada awalnya berkembang pada bidang
penyimpanan bahan pangan jadi dan pengemasan anggur (wine). Konsumen bahan pangan
semakin lama memerlukan bahan pangan dengan mutu kesegaran yang semakin baik.
Selain itu, dengan berbagai perkembangan teknik penjualan dan distribusi semakin
memperluas jarak distribusi dan memperlama masa simpan berbagai produk dengan
kebutuhan suhu simpan yang berbeda.
Pengemasan aktif adalah suatu konsep inovatif yang mengubah kondisi
pengemasan untuk memperlama masa simpan atau meningkatkan penampakan dan
keselamatan produk, dan sekaligus mempertahankan mutu produk tetap tinggi. Untuk itu, ke
dalam kemasan dimasukkan bahan tambahan . Berbagai bahan tambahan yang dikenal
saat ini dapat berfungsi secara khusus, misalnya mampu menyerap O2 dan etilen,
menyerap dan melepas CO2, mengatur kelembapan, bersifat antimikroba, melepas
antioksidan, melepas atau penyerap flavor atau bau.
Penyerap oksigen (oxygen scavenger)
Oksigen terlibat langsung dalam respirasi. Penurunan konsentrasi O2 (atau sebaliknya,
peningkatan konsentrasi CO2) hingga konsentrasi yang belum memicu terjadinya fermentasi
menjadi salah satu parameter utama teknologi pengemasan buah. Pada umumnya,
penurunan O2 akan menurunkan laju respirasi, yang selanjutnya akan menghambat
pemasakan buah, sehingga mampu memperpanjang masa simpannya. Walaupun bahan
pangan dapat dikemas dengan teknologi MAP atau bahkan dalam kemasan vakum, cara–
cara tersebut tidak menjamin dapat menghilangkan O2 secara sempurna. Selain itu, O2
yang mampu menembus plastik kemasan tidak mampu dihilangkan dengan teknologi
kemasan tersebut. Untuk itu diperlukan penyerap oksigen yang mampu menyerap O2
pascakemas di dalam kemasan.
Pada umumnya teknologi penyerapan oksigen menggunakan satu atau lebih
konsep berikut ini: oksidasi asam askorbat, oksidasi serbuk Fe, oksidasi pewarna peka-
cahaya, oksidasi enzimatik (misalnya enzim glukose oksidase dan alkohol oksidase), asam
lemak tak jenuh (misalnya asam oleat atau linolenat, dan ragi (yeast). Di antara bahan
tambahan tersebut, asam askorbat (vitamin C) dianggap yang paling luas penerimaannya
oleh konsumen. Adapun reaksi yang akan terjadi dengan asam Laskorbat adalah: asam
dehidro L-askorbat + H2O, dengan bantuan asam L-askorbat + O2 enzim (oksidase atau
peroksidase). Artinya, dengan keberadaan asam L-askorbat aktif, O2 di dalam kemasan
akan menurun karena digunakan untuk mengoksidasi asam L askorbat. Akibatnya, respirasi
buah akan menurun, dan masa simpan dapat diperpanjang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan duku
‘Sabu’ (Widodo dkk., 2007a dan 2007b) diperoleh hasil bahwa asam L-askorbat dengan
bobot 6 mg (konsentrasi 40% dan volume 15 ml) adalah bobot asam L-askorbat yang paling
efektif sebagai bahan aditif penyerap O2 pada pengemasan aktif buah duku. Bahan aditif
asam L-askorbat ini mampu memperpanjang masa simpan 407,11 g buah duku di dalam
kemasan-kedap dengan volume 2.064,59 cm3 hingga 9 hari. Masa simpan ini tampaknya
masih dapat diperpanjang hingga 11 hari sebagaimana yang diperoleh pada penelitian
sebelumnya dengan menggunakan duku ‘Komering’ (Widodo, 2004). Bahan aditif ini dapat
diterapkan baik di dalam kemasan kedap udara maupun kemasan plastik (wrapping film)
dua lapis. Untuk mengaktifkan oksidasi asam L-askorbat dapat digunakan beberapa tetes
jus jeruk (Widodo, 2005a).
Penyerap etilen (ethylene scavenger)
Buah duku memproduksi etilen 2-6 mendorong proses senesen prematur. Untuk
memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu baik secara visual maupun
organoleptik, akumulasi etilen di dalam kemasan mutlak harus dihindari.
Untuk menciptakan kondisi kemasan bebas etilen, berbagai senyawa penyerap
etilen dimasukkan ke dalam kemasan untuk membentuk pengemasan aktif. Dibandingkan
dengan bahan aditif penyerap oksigen yang banyak macamnya, penyerap etilen hanya
terdiri dari tiga macam, yaitu penyerap etilen berbahan dasar (1) KMnO4, (2) karbon aktif,
misalnya berisi PdCl, dan (3) mineral halus, seperti zeolit, monmorilonit, bentolit,
aluminosilikat yang dimasukkan sebagai bahan pembentuk kemasan film plastik. Di dalam
artikel ini hanya akan dibahas penyerap etilen berbahan dasar KMnO4,
Berdasarkan penelitian Widodo (2005b) diperoleh hasil bahwa KMnO4 bersifat
efektif jika diberikan sampai sebanyak total 200 mg KMnO4 per 368,59 g duku per 2064,59
cm3 ruang kemasan-kedap, yang mampu memperpanjang masa simpan buah duku dari 3—
5 hari (3 hari tanpa kemasan, 5 hari dalam kemasan kedap tanpa KMnO4) menjadi 9 hari.
Di dalam perkembangan penelitiannya (Widodo dkk. 2007b), bahan aditif asam L-askorbat
ternyata terbukti lebih efektif dibandingkan KMnO4 (Widodo, 2005b). Hal ini didasarkan
pada pertimbangan bahwa baik bahan aditif asam L-askorbat maupun KMnO4 sama
efektifnya dalam memperpanjang masa simpan duku dan mempertahankan kandungan
asam L-askorbat dalam buah. Namun tingkat kemanisan buah duku dengan bahan aditif
asam L-askorbat terbukti lebih tinggi daripada yang berbahan aditif KMnO4 (Widodo dkk.
2007b). Selain itu, dibandingkan dengan KMnO4, bahan aditif asam L-askorbat tampaknya
lebih aman, baik dari segi kesehatan maupun lingkungan.
Dalam aplikasinya, baik asam L-askorbat maupun KMnO4 berbentuk cair. Oleh
karena itu, mereka memerlukan bahan penyerap (adsorbers). Bahkan untuk KMnO4, bahan
penyerap menjadi sangat penting karena KMnO4 bersifat racun sehingga dalam aplikasinya
tidak boleh terkontak langsung dengan bahan pangan. Bahan penyerap yang baik haruslah
bersifat inert (tidak bereaksi) dan berluas-permukaan besar. Bahan-bahan seperti perlit,
alumina, silika gel, vermikulit, karbon aktif atau selit telah digunakan secara komersial.
Namun demikian, pada dasarnya bahanbahan lokal yang mempunyai sifat tersebut dapat
digunakan sebagai bahan penjerap. Spon (sering disebut oase, sebagai penegak dasar
bunga pada vas bunga) dan batu apung terbukti mampu bersaing dengan silica gel dan
vermikulit sebagai bahan penjerap (Widodo, 2005a). Daya serap keduanya adalah sebagai
berikut:
spon 1 ml/cm3, dan batu apung 0,3 ml/cm3.
Teknologi pengemasan duku dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan
terkendala oleh kepekaan kulit duku terhadap CO2. Penelitian duku hingga kurun 4 tahun
terakhir ini (Widodo, 2004; 2005a dan b; Widodo dkk., 2007a dan b; Widodo dan
Zulferiyenni, 2008) telah mampu memperpanjang masa simpan duku 9—25 hari. Rentang
masa simpan ini tampaknya sudah maksimal mengingat pola respirasi duku menunjukkan
mulai terjadinya fermentasi antara masa simpan 25—30 hari (Widodo dan Zulferiyenni,
2008). Satu-satunya kendala adalah terjadinya pencoklatan kulit buah duku segera setelah
duku dikeluarkan dari kemasannya (diistilahkan sebagai browning pascakemas). Proses ini
mampu diperlambat dari awalnya 10 detik hingga menjadi 24,46 menit dengan tambahan
perlakuan pelapisan duku dengan chitosan (Widodo dan Zulferiyenni, 2008).