abcdef

39
The pathophysiology of hepatocellular carcinoma has not been definitively elucidated and is clearly a multifactorial event. In 1981, after Beasley linked HBV infection to hepatocellular carcinoma development, the cause of hepatocellular carcinoma was thought to have been identified. [9] However, subsequent studies failed to identify HBV infection as a major independent risk factor, and it became apparent that most cases of hepatocellular carcinoma developed in patients with underlying cirrhotic liver disease of various etiologies, including patients with negative markers for HBV infection and who were found to have HBV DNA integrated in the hepatocyte genome. Inflammation, necrosis, fibrosis, and ongoing regeneration characterize the cirrhotic liver and contribute to hepatocellular carcinoma development. In patients with HBV, in whom hepatocellular carcinoma can develop in livers that are not frankly cirrhotic, underlying fibrosis is usually present, with the suggestion of regeneration. By contrast, in patients with HCV, hepatocellular carcinoma invariably presents, more or less, in the setting of cirrhosis. This difference may relate to the fact that HBV is a DNA virus that integrates in the host genome and produces HBV X protein that may play a key regulatory role in hepatocellular carcinoma development; [10] an RNA virus replicates in the cytoplasm and does not integrate in the host DNA. The disease processes, which result in malignant transformation, include a variety of pathways, many of which may be modified by external and environmental factors and eventually lead to genetic changes that delay apoptosis and increase cellular proliferation. The chart below provides an overview of the pathways and the modifiers that lead to hepatocellular carcinoma. Recent analysis has sought to elucidate the genetic pathways that are altered during hepatocarcinogenesis. [11] Among the candidate genes involved, the p53, PIKCA, and ß-catenin genes appear to be the most frequently mutated in patients with hepatocellular carcinoma. Additional investigations are needed to identify the

Upload: doublejayd

Post on 22-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sk 2

TRANSCRIPT

The pathophysiology of hepatocellular carcinoma has not been definitively elucidated and is clearly a multifactorial event. In 1981, after Beasley linked HBV infection to hepatocellular carcinoma development, the cause of hepatocellular carcinoma was thought to have been identified.[9] However, subsequent studies failed to identify HBV infection as a major independent risk factor, and it became apparent that most cases of hepatocellular carcinoma developed in patients with underlying cirrhotic liver disease of various etiologies, including patients with negative markers for HBV infection and who were found to have HBV DNA integrated in the hepatocyte genome.

Inflammation, necrosis, fibrosis, and ongoing regeneration characterize the cirrhotic liver and contribute to hepatocellular carcinoma development. In patients with HBV, in whom hepatocellular carcinoma can develop in livers that are not frankly cirrhotic, underlying fibrosis is usually present, with the suggestion of regeneration. By contrast, in patients with HCV, hepatocellular carcinoma invariably presents, more or less, in the setting of cirrhosis. This difference may relate to the fact that HBV is a DNA virus that integrates in the host genome and produces HBV X protein that may play a key regulatory role in hepatocellular carcinoma development;[10] an RNA virus replicates in the cytoplasm and does not integrate in the host DNA.

The disease processes, which result in malignant transformation, include a variety of pathways, many of which may be modified by external and environmental factors and eventually lead to genetic changes that delay apoptosis and increase cellular proliferation.

The chart below provides an overview of the pathways and the modifiers that lead to hepatocellular carcinoma.

Recent analysis has sought to elucidate the genetic pathways that are altered during hepatocarcinogenesis.[11] Among the candidate genes involved, the p53, PIKCA, and ß-catenin genes appear to be the most frequently mutated in patients with hepatocellular carcinoma. Additional investigations are needed to identify the signal pathways that are disrupted, leading to uncontrolled division in hepatocellular carcinoma. Two pathways involved in cellular differentiation (ie, Wnt-ß-catenin, Hedgehog) appear to be frequently altered in hepatocellular carcinoma. Up-regulated WNT signaling appears to be associated with preneoplastic adenomas with a higher rate of malignant transformation.

Additionally, studies of inactivated mutations of the chromatin remodeling gene ARID2 in 4 major subtypes of hepatocellular carcinoma are being performed. A total of 18.2% of individuals with hepatitis C virus–associated hepatocellular carcinoma in the United States and Europe harbored ARID2 inactivation mutations. These findings suggest that ARID2 is a tumor suppressor gene commonly mutated in this tumor subtype.[12]

While various nodules are frequently found in cirrhotic livers, including dysplastic and regenerative nodules, no clear progression from these lesions to hepatocellular carcinoma occurs. Prospective studies suggest that the presence of small-cell dysplastic nodules conveyed an

increased risk of hepatocellular carcinoma, while large-cell dysplastic nodules were not associated with an increased risk of hepatocellular carcinoma. Evidence linking small-cell dysplastic nodules to hepatocellular carcinoma includes the presence of conserved proliferation markers and the presence of nodule-in-nodule on pathologic evaluation. This term describes the presence of a focus of hepatocellular carcinoma in a larger nodule of small dysplastic cells.[13]

Recent work speculated that hepatocellular carcinoma develops from hepatic stem cells that proliferate in response to chronic regeneration caused by viral injury.[14] The cells in small dysplastic nodules appear to carry markers consistent with progenitor or stem cells.

Kanker HatiKarsinoma hepatoseluler

1.                 Pengertian

Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar

yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar.  

( Gips & Willson :1989 )

Kanker hati adalah penyakit gangguan pada hati yang disebabkan karna hepatis

kronik dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan pada fungsi hati. ( Ghofar ,

Abdul : 2009 )

Kanker hati berasal dari satu sel yang mengalami perubahan mekanisme kontrol

dalam sel yang mengakibatkan pembelahan sel yang tidak terkontrol. Sel abnormal

tersebut akan membentuk jutaan kopi, yang disebut klon. Mereka tidak dapat melakukan

fungsi normal sel hati dan sel terus menerus memperbanyak diri. Sel-sel tidak normal ini

akan membentuk tumor (Anonim, 2004).

2.                 Etiologi

Kanker hati ( karsinoma hepatoseluler ) disebabkan adanya infeksi hepatis B kronis

yang terjadi dalam jangka waktu lama. ( ghofar, Abdul : 2009 )

Penyebab kanker hepar secara umum adalah infeksi virus hepatitis B dan C,

cemaran aflatoksin B1, sirosis hati, infeksi parasit, alkohol serta faktor keturunan. (Fong,

2002).

 Infeksi virus hepatitis B dan C merupakan penyebab kanker hepar yang utama

didunia, terutama pasien dengan antigenemia dan juga mempunyai penyakit kronik

hepatitis. Pasien laki-laki dengan umur lebih dari 50 tahun yang menderita penyakit

hepatitis B dan C mempunyai kemungkinan besar terkena kanker hepar. (Tsukuma dkk.,

1993; Mor dkk., 1998).

Orang yang didiagnosis menderita kanker hati berusia diatas enam puluh tahun.

Dari sebuah survei di Kanada,setiap tahun sekitar 1800 orang didiagnosis menderita

kanker hati, dan separuh lebih adalah lelaki.

Faktor – faktor yang dapat merusak hati dan penyebab kanker hati :

1. Tidur  terlalu malam dan bangun terlalu siang2. Tidak buang air di pagi hari3. Pola makan yang terlalu berlebihan4. Tidak makan pagi5. Terlalu banyak mengkonsumsi obat – obatan6. Terlalu banyak mengkonsumsi bahan pengawet, zat tambahan, zat pewarna,

pemanis buatan.7. Minyak goreng yang tidak sehat. Sedapat mungkin kurangi penggunaan minyak

goreng saat menggoreng makanan. Jangan mengkonsumsi makanan yang di goreng bila kita dalam kondisi penat, kecuali dalam kondisi tubuh yang fit.        

8. Mengkonsumsi makanan mentah ( sangat matang ) juga menambah beban hati. Sayur yang digoreng harus dimakan habis saat itu juga, jangan disimpan.

9. Alkohol10. Keturunan11. Hepatis B, C

3.                 Patofisiologi

Kanker hati terjadi akibat kerusakan pada sel – sel parenkim hati yang biasa secara

langsung disebabkan oleh primer penyakit hati atau secara tidak langsung oleh obstruksi

aliran empedu atau gangguan sirkulasi hepatik yang menyebabkan disfungsi hati. Sel

parenkim hati akan bereaksi tehadap unsur – unsur yang paling toksik melalui penggantian

glikogen dengan lipid sehingga terjadi infiltrasi lemak dengan atau tanpa nekrosis atau

kematian sel. Keadaan ini sering disertai dengan infiltrasi  sel radang dan pertumbuhan

jaringan fibrosis. Regenerasi sel dapat terjadi jika proses perjalanan penyakit tidak

terlampau toksik bagi sel –sel hati. Sehingga terjadi pengecilan dan fibrosis selanjutnya

akan menjadi kanker hati.

4.                 Pathway

5.                 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik dari Carcinoma Hepatoseluler berupa tanda dan gejala yang

meliputi : Kulit menjadi berwarna kuning, Deman, Menggigil, Merasa lelah yang luar biasa,

Nausea, Nyeri pada perut, Kehilangan nafsu makan, Berat badan yang turun drastis, Nyeri

pada punggung dan bahu, Urin yang berwarna gelap, Terjadi pendarahan di bagian dalam

tubuh.

6.                 Penatalaksanaan

A. Non Bedah .

1.      Terapi Radiasi

Tujuan : Mengurangi  nyeri dan gangguan rasa nyaman, gejala anoreksia, panas dan

kelemahan.

Pelaksanaan metode radiasi meliputi :

Penyuntikan anti bodi berlabel isotop radio aktif  secara intravena yang secara spesifik akan menyerang antigen yang berkaitan dengan tumor.

Penempatan sumber radiasi perkutan intensitas tinggi untuk terapi radiasi interstisil.

2.      Kemoterapi

Tujuan :  Untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan memperpanjang 

kelangsungan hidupnya.

Bentuk terapi ini juga dapat dilakukan sebagai terapi ajuan setelah dilakukan

reseksi tumor hati. Kemoterapi sistemik dan kemoterapi infus regional merupakan dua

metode yang digunakan untuk memberikan preparat antineoplastik kepada pasien tumor

primer dan metastasis hati.

Untuk memberikan kemoterapi dengan kosentrasi yang tinggi kedalam hati melalui

arteri hepatika dipasang pompa yang dapat ditanam. Metode ini menghasilkan pemberian

obat dengan cara infus yang kontinyu, dapat di andalkan dan terkontrol yang dapat

dilaksanakan sendiri dirumah.

2.1 Definisi

Menurut National Cancer Institute karsinoma hepatoseluler adalah sebuah jenis

adenokarsinoma, dan merupakan tipe yang paling umum dari tumor hati. (6)

Karsinoma hepatoseluler (HCC) adalah tumor primer yang paling umum pada hepar dan

salah satu kanker paling umum di seluruh dunia. HCC merupakan keganasan hepatoseluler asal

primer. (2)

Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu,

pembuluhpembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati

(hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kankerkanker hati

primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular

(hepatocellular cancer) atau karsinoma (carcinoma).

2.2 Insidensi

Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) adalah salah satu keganasan

yang paling umum di seluruh dunia. Insiden global setiap tahunnya ialah sekitar 1 juta kasus,

dengan perbandingan laki-laki dan wanita sekitar 4:1. Tingkat kejadian sama dengan tingkat

kematian. Di Amerika Serikat, terdapat 19.160 kasus baru dan 16.780 kematian yang tercatat

pada tahun 2007. Tingkat kematian pada laki-laki di negara-negara kejadian rendah seperti

Amerika Serikat adalah 1,9 per 100.000 per tahun; di daerah-daerah dengan insidensi menengah

seperti Austria dan Afrika Selatan, angka kematian tahunan berkisar 5,1-20,0 per 100.000, dan

pada daerah dengan insidensi yang tinggi seperti di Asia (Cina dan Korea), angka kematian 23,1-

150 per 100.000 per tahun (lihat tabel 2.1). (1)

Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun, dengan

predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-6 : 1. (10)

Tabel 2.1 Angka Insidensi Penyakit Karsinoma Hepatoseluler Berdasarkan Jenis Kelamin Dan

Wilayah Geografis. (1)

100.000 Orang Per Tahun

Negara Laki-Laki Perempuan

Argentina 6 2.5

Brazil, Recife 9.2 8.3

Brazil, Sao Paulo 3.8 2.6

Mozambique 112.9 30.8

South Africa, Cape: Black 26.3 8.4

South Africa, Cape: White 1.2 0.6

Senegal 25.6 9

Nigeria 15.4 3.2

Gambia 33.1 12.6

Burma 25.5 8.8

Japan 7.2 2.2

Korea 13.8 3.2

China, Shanghai 34.4 11.6

India, Bombay 4.9 2.5

India, Madras 2.1 0.7

Great Britain 1.6 0.8

France 6.9 1.2

Italy, Varese 7.1 2.7

Norway 1.8 1.1

Spain, Navarra 7.9 4.7

2.3 Epidemiologi

Daerah endemik terdapat di Cina dan sub-Sahara Afrika, yang berhubungan dengan

daerah endemik tingkat tinggi carrier hepatitis B dan kontaminasi mycotoxin bahan pangan, biji-

bijian yang disimpan, air minum, dan tanah. Faktor-faktor lingkungan adalah penting; orang

Jepang di Jepang memiliki insidensi lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di Hawaii, juga

memiliki insidensi yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di California. (1)

Tabel 2.2 Hal-Hal Essensial Pada Karsinoma Hepatoseluler. (3)

Penyebab Utama

Hepatitis B (HBsAg seropositif)

Hepatitis C

Diagnosis (sering terlambat)

Klinis

Nyeri, kehilangan berat badan, sakit kuning

Massa, bruit

Kerusakan fungsi hati yang cepat

Laboratorium

Abnormal LFT (30% - "40%)

HBsAg seropositif (50%)

Peningkatan AFP (Amerika Serikat 30%, Afrika 80%)

Imaging

MRI untuk menilai invasi vena hepatik

Biopsi

Risiko perdarahan

Laparoskopi biopsi dilakukan dengan visi teraman

Pengobatan

Reseksi atau transplantasi hanya merupakan penyembuhan satu-satunya

Kriteria untuk reseksi

Tumor dapat dilepas dengan eksisi lokal atau lobektomi

Cukup cadangan fungsional di sisa hati

Tidak menginvasi hati atau vena portal

Tidak ada metastasis atau ekstensi extrahepatic

Kriteria untuk transplantasi

Terdapat tiga lesi atau lebih sedikit

Diameter Kurang dari 5 cm

Keberadaan sirosis

Prognosis

Tingkat Resectability 20%

Five-year survival setelah reseksi kuratif: 33% - 64%

Five-year survival setelah transplantasi: 19% - 70%

Rata-rata bertahan hidup pada penyakit yang tidak dapat direseksi : 4 bulanSingkatan : AFP, alpha-fetoprotein; LFT, liver function test; MRI,

magnetic resonance imaging.

2.4 Faktor-Faktor Etiologi

Virus Hepatitis

Baik kasus-kontrol maupun studi kohort menunjukkan hubungan yang kuat antara tingkat

carrier hepatitis B kronis dan peningkatan kejadian HCC. Pada orang Taiwan carier laki-laki

yang mempunyai antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) positif, ditemukan berisiko 98 kali

lipat lebih besar untuk menjadi HCC dibandingkan dengan individu dengan HbsAg-negatif.

Kejadian HCC pada orang pribumi di Alaska meningkat secara nyata berhubungan dengan

prevalensi infeksi virus hepatitis B (HBV) yang tinggi. HCC yang disebabkan HBV mungkin

timbul dari siklus kerusakan hati dengan proliferasi berikutnya, dan tidak selalu terjadi dari

sirosis. (1) Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik,

peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi sel HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu dan

aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit

dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.

Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon

nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang

berubah akibat HBV. (10)

Peningkatan angka insidensi HCC di Jepang dalam tiga dekade terakhir diperkirakan

berdasarkan penelitian dari hepatitis C. Sebuah intervensi skala besar yang disponsori oleh

World Health Organization (WHO) sedang berlangsung di Asia yang melibatkan vaksinasi HBV

pada bayi baru lahir. HCC pada orang kulit hitam di Afrika tidak berhubungan dengan sirosis

yang parah namun mempunyai diferensiasi yang buruk dan bersifat sangat agresif. Meskipun

jenis dari HBV carrier adalah sama di antara penduduk Bantu di Afrika Selatan, ada perbedaan

sembilan kali lipat dalam kejadian HCC antara orang Mozambic yang hidup di sepanjang pesisir

dan pedalaman. Perbedaan ini disebabkan oleh paparan tambahan dari makanan yang

mengandung aflatoksin B1 dan mikotoksin karsinogenik lainnya. (1)

Hepatitis C virus (HCV) juga telah dikaitkan dengan terjadinya HCC. Antibodi terhadap

HCV telah ditemukan sebanyak 76% dari pasien dengan HCC di Jepang, Italia, dan Spanyol dan

36% di Amerika Serikat. Berbeda dengan HCC disebakan oleh HCV, HCC jarang terjadi pada

carier HBV sebelum terjadinya perkembangan sirosis. (5) Sebuah interval antara transfusi yang

berhubungan dangan virus hepatitis C (HCV) dan terjadinya HCC adalah ~ 30 tahun. HCC yang

disebabkan oleh virus hepatitis C cenderung memiliki sirosis yang lebih sering dan lebih awal,

tetapi dalam HCC yang disebabkan dengan HBV, hanya setengahnya yang terjadi sirosis;

sisanya menderita hepatitis aktif kronis. (1) Selain itu, kejadian HCC pada carier HCV kronis

diperkirakan setinggi 5% per tahun, dibandingkan dengan 0,5% per tahun untuk carier HBV. (5)

Tabel 2.3 Faktor Resiko Karsinoma Hepatoseluler. (1)

Tersering Jarang

Sirosis dari penyebab apapun

Infeksi kronis hepatitis B atau C

Konsumsi etanol kronis

Non-Alkohol steatohepatitis (NASH)

Aflatoksin B1 atau mikotoksin lain

Sirosis bilier primer

Hemochromatosis

Defisiensi antitrypsin α-1

Non-Alkohol steatohepatitis (NASH)

penyakit penyimpanan glikogen

Citrullinemia

Porfiria cutanea tarda

Keturunan tyrosinemia

Wilson's Disease

Sirosis Hati

Sirosis hati (SH) merupakan faktor resiko utama HCC di dunia dan melatarbelakangi

lebih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun tiga sampai lima persen dari pasien SH akan menderita

HCC, dan HCC merupakan penyebab kematian pada SH. Otopsi pada pasien SH mendapatkan

290-80% di antaranya telah menderita HCC. Pada 60-80% dari SH makronoduler dan tiga

sampai sepuluh persen dari SH mikronuduler dapat ditemukan adanya HCC. Prediktor utama

HCC pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan alfa feto protein (AFP) serum,

beratnya penyakit dan tingginya aktivitas proliferasi sel hati. (10)

Karsinogen Kimia

Mungkin karsinogen kimia alami yang paling kuat di mana-mana merupakan produk dari

jamur Aspergillus, disebut aflatoksin B1. Produk aflatoksin dapat ditemukan dalam biji-bijian

yang disimpan di tempat yang panas, tempat-tempat lembab, kacang dan nasi disimpan tidak

dalam lemari es. Kontaminasi aflatoksin bahan pangan berkorelasi baik dengan tingkat insidensi

di Afrika dan China. Pada daerah endemik di Cina, bahkan hewan ternak seperti bebek telah

mengidap HCC. Karsinogen yang paling kuat muncul menjadi produk alami dari tumbuhan,

jamur, dan bakteri, seperti pohon-pohon semak yang mengandung alkaloid pyrrollizidine serta

asam tannic dan safrol. Polutan seperti pestisida dan insektisida dikenal karsinogen binatang

pengerat. (1)

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi jamur Aspergillus. Dari

percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 1-2-3- epoksid

merupakan karsinogen utama dari kelompok utama aflatoksin yang mampu membentuk ikatan

dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme karsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1

menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. (10)

Obesitas

Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di Amerika Serikat

dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapatkan terjadinya peningkatan angka mortalitas

sebesar lima kali akibat kanker hati pada kelompok individu dengan berat badan tertinggi

(Indeks Massa Tubuh (IMT) : 35-40 Kg/m2) dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-

nya normal. Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alchoholic

fatty liver disease (NAFLD), khususnya non alchoholic steatohepatis (NASH) yang dapat

berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC. (10)

Diabetes Mellitus (DM)

Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor resiko baik untuk penyakit hati

kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatis non alkoholik

(NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin like

growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. Indikasi kuatnya

asosiasi antara DM dan HCC terlihat dari banyak penelitian antara lain penelitian kasus kelola

oleh Hasan dkk. Yang melaporkan bahwa dari 115 kasus HCC dan 230 non HCC, rasio odd dari

DM adalah 4,3, meskipun diakui bahwa sebagian dari kasus DM sebelumnya sudah menderita

sirosis hati. Penelitian kohort besar oleh El Serag dkk. Yang melibatkan 173,643 pasien DM dan

650,620 pasien bukan DM menemukan bahwa insidensi HCC pada kelompok DM lebih dari dua

kali lipat dibandingkan dengan insidensi HCC kelompok bukan DM. Insidensi juga semakin

tinggi seiring dengan lamanya pengamatan (kurang dari lima tahun hingga lebih dari 10 tahun).

DM merupakan faktor resiko HCC tanpa memandang umur, jenis kelamin dan ras, dengan angka

resiko 2,16. (10)

Alkohol

Meskipun alcohol tidak memiliki kemampuan mutagenic, peminum berat alcohol (>50-

70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik.

Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga

meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau HCV.

Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien dengan

HBsAg-positif atau anti HCV-positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alcohol terhadap

infeksi HBV maupun infeksi HCV. Acapkali penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor

bebas untuk terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis akibat infeksi HBV

atau HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol

tidak meningkatkan resiko terjadinya HCC. (10)

2.5 Patogenesis Molekuler HCC

Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen penyebabnya,

transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turnover) sel hati

yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan

oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom,

aktivas onkogen selular atau inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan

kurang baiknya penanganan DNA missmatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor

pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronis, alkohol dan penyakit metabolik seperti

hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa 1, mungkin menjalankan peranannya terutama

melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis).

Hilangnya heterozigositas (LOH = lost of heterozygosity) juga dihubungkan dengan inaktivasi

gen supresor tumor. LOH dan delesi alelik adalah hilangnya satu salinan (kopi) dari bagian

tertentu suatu genom. Pada manusia, LOH dapat terjadi di banyak bagian kromosom. Infeksi

HBV dihubungkan engan kelainan di kromosom 17 atau pada lokasi di dekat gen p53. Pada

kasus HCC, lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat bervariasi (acak). Oleh

karena itu, HBV mungkin berperan sebagai agen mutagenic insersional non selektif. Integrasi

acapkali menyebabkan terjadinya beberap perubahan dan selanjutnya mengakibatkan proses

translokasi, duplikasi terbalik, delesi dan rekombinan. Semua perubahan ini dapat berakibat

hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen seluler penting lain. Dengan analisis Southern

Blot, potongan (sekuen) HBV yang telah terintegrasi ditemukan di dalam jaringan tumor/HCC,

tidak ditemukan di luar jaringan tumor. Produk gen X, lazim disebut HBx, dapat berfungsi

sebagai transaktivator transkripsional dari berbagai gen seluler yang berhubungan dengan kontrol

pertumbuhan. Ini menimbulkan hipotesis bahwa HBx mungkin terlibat pada

hepatokarsinogenesis oleh HBV.(10)

Di wilayah endemic HBV ditemukan hubungan yang bersifat dose-dependent antara pajanan

AFB1 dalam diet dengan mutasi pada kodon 249 dari p53. Mutasi ini spesifik untuk HCC dan

tidak memerlukan integrasi HBV ke dalam DNA tumor. Mutasi gen p53 terjadi pada sekitar 30%

kasus HCC di dunia, dengan frekuensi dan tipe mutasi yang berbeda menurut wilayah geografik

dan etiologi tumornya. (10)

Infeksi kronik HCV dapat berujung pada HCC setelah berlangsung puluhan tahun dan

umumnya didahuluioleh terjadinya sirosis. Ini menunjukkan peranan penting dari proses cedera

hati kronik diikuti oleh regenerasi dan sirosis pada proses hepatokarsinogenesis oleh HCV. (10)

2.6 Penyebaran

Metastasis intrahepati dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau infiltrasi langsung.

Metastasis Ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatica, vena porta atau vena kava. Dapat

terjadi metastasis pada varises oesophagus dan di paru. Metastasis sistemik seperti ke kelenjar

getah bening di porta hepatis tidak jarang terjadi, dan dapat juga sampai di mediastinum. Bila

sampai di peritoneum, dapat menimbulkan asites hemoragik, yang berarti sudah memasuki

stadium terminal.(10)

2.7 Manifestasi Klinis

Timbulnya sebuah karsinoma hepatoseluler mungkin tidak terduga sampai terjadi

penurunan kondisi pasien sirosis yang sebelumnya stabil. (4) Gejala pada pasien HCC termasuk

cachexia, nyeri pada perut, penurunan berat badan, kelemahan, abdominal fullness dan bengkak,

penyakit kuning, dan mual yang berhubungan dengan gejala. (1),(4)

Kemunculan asites, kemungkinan perdarahan, yang menunjukkan trombosis vena portal

atau hati dengan tumor atau pendarahan dari tumor nekrotik. (4) Perut bengkak terjadi sebagai

akibat dari asites karena penyakit hati kronis yang mendasarinya atau mungkin karena tumor

yang berkembang dengan pesat. Kadang-kadang, nekrosis pusat atau perdarahan akut ke dalam

rongga peritoneum menyebabkan kematian. Di negara-negara dengan program surveilans aktif,

HCC cenderung diidentifikasi pada tahap awal. Penyakit kuning biasanya karena gangguan pada

saluran intrahepatic oleh penyakit hati yang mendasarinya. Hematemesis terjadi mungkin

disebabkan karena adanya varises oesophagus akibat hipertensi portal. Nyeri tulang terlihat pada

3-12% pasien. Pasien mungkin dapat tidak menunjukkan gejala. (1)

2.8 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan pembesaran hati yang lembut, kadang-kadang

dengan massa yang dapat di palpasi. Di Afrika, presentasi khas pada pasien muda adalah massa

yang berkembang pesat pada perut.(4) Hepatomegali adalah tanda dari fisik yang paling umum,

terjadi pada 50-90% pasien. Bruit perut dicatat dalam 6-25%, dan asites terjadi pada 30-60%

pasien.(1) Auskultasi mungkin mengungkapkan bruit pada tumor atau friction rub ketika

prosesnya telah meluas ke permukaan hati.(4) Ascites harus diperiksa oleh bagian sitologi.

Splenomegali terutama karena hipertensi portal. Berat badan dan wasting otot yang umum,

terutama dengan tumor yang tumbuh dengan cepat atau besar. Demam ditemukan pada 10-50%

pasien, dari penyebab yang tidak jelas. Tanda-tanda penyakit hati kronis dapat hadir, termasuk

sakit kuning, dilatasi vena abdomen, eritema palmar, ginekomastia, atrofi testis, dan edema

perifer. (1)

2.9 Diagnosis

Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan majupesat, maka berkembang

pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular yang

kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi yang

akurasinya 70 – 95%1,4,8 dan pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 –

70%. (9)

Kriteria diagnosa HCC menurut PPHI Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu:

1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.

2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.

3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann),

Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography

(PET) yang menunjukkan adanya HCC.

4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC.

5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC.

Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu

kriteria empat atau lima.

2.10 Pemeriksaan Penunjang

2.10.1 Penanda Tumor

Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel

yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah

0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60% -70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400

ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal juga dapat ditemukan juga

pada kehamilan. Penanda tumor lain untuk HCC adalah des-gamma carboxy prothrombin (DCP)

atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91% dari pasien HCC, namun juga dapat

meningkat pada defisiensi vitamin K, hepatitis kronis aktif atau metastasis karsinoma. Ada

beberapa lagi penanda HCC, seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll,

tetapi tidak ada yang memiliki agregat sensitivitas dan spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan

PIVKA-2. (10)

2.10.2 Gambaran Radiologis

A. Gambaran Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik. Dua karakteristik

kelainan vaskular berupa hipervaskularisasi massa tumor (neovaskularisasi) dan trombosis oleh

invasi tumor. (1) Perkembangan yang cepat dari gray-scale ultrasonografi menjadikan gambaran

parenkim hati lebih jelas. Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas struktur eko jaringan hati

lebih mudah dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan lesi lokal

maupun kelainan parenkim difus. (7)

Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang

membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko

yang berbeda dengan parenkim hati normal.

Gambar 2.1 USG karsinoma hepatoseluler, tampak nodul hipoecoic dengan diameter 2,3cm pada

pasien laki-laki umur 67 th.

Gambar 2.2 Stadium dini: Kanker hati berupa nodule diameter 3 cm.

B. Computed Tomography (CT) Scan

Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh

segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat

sebagian-sebagian saja. CT scan yang saat ini teknologinya berkembang pesat telah pula

menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scan,

multislice yang sanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling

kecil pun tidak terlewatkan.

Untuk menentukan ukuran dan besar tumor, dan adanya invasi vena portal secara akurat,

CT / heliks trifasik scan perut dan panggul dengan teknik bolus kontras secara cepat harus

dilakukan untuk mendeteksi lesi vaskular khas pada HCC. Invasi vena portal biasanya terdeteksi

sebagai hambatan dan ekspansi dari pembuluh darah. CT scan dada digunakan untuk

menghilangkan diagnosis adanya metastasis. (1)

Gambar 2.3 CT Scan pada wanita 57 tahun dengan riwayat hepatitis B, tampak nodul karsinoma

hepatoselular.

Gambar 2.4 CT-scan dengan kontras memperlihatkan massa pada karsinoma hepatoselular.

C. Angiografi

Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan

angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang

kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran

sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang

sebenarnya.

Gambar 2.5 Celiac angiogram menunjukkan pembuluh darah hepar dengan multipel karsinoma

hepatoseluler sebelum terapi (kiri), dan sesudah terapi (kanan) menunjukkan penurunan vaskular

dan respon terapi.

D. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT

scann yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada

penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan

CT angiography tak memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah.

Gambar 2.6 Pada gambaran MRI diatas terlihat multipel hipervaskular kecil pada karsinoma

hepatoselular.

Gambar 2.7 Gambaran MRI pada karsinoma hepatoselular, tampak lesi dengan diamer 2,5 cm

pada aspek infero-medial.

2.11 Sistem Staging

Meskipun TNM (tumor primer, kelenjar regional, metastasis) yang merupakan sistem

staging yang dibentuk oleh the American Joint Commission for Cancers (AJCC) kadang-kadang

masih digunakan, saat ini sistem the Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) yang lebih lebih

populer digunakan karena memasukan sirosis dalam salah satu hal penilaiannya, seperti halnya

sistem Okuda (Tabel 2.4 dan 2.5). Prognosis terbaik adalah stadium I, tumor soliter <2>(1)

Tabel 2.4 Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) (1)

Points

Variables 0 1 2

i. Jumlah Tumor Single Multiple —

Ukuran tumor pada Hepar yang

menggantikan hepar normal (%)a

<50 <50 >50

ii. Nilai Child-Pugh A B C

iii. α-Fetoprotein level (ng/mL) <400 400 —

iv. Trombosis Vena Porta (CT) No Yes —

a = Luas tumor pada hati

Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3 points.

Tabel 2.5 Klasifikasi Okuda (1)

Ukuran Tumora Ascites Albumin (g/L) Bilirubin

(mg/dL)

50% <50 + – 3 >3 3 <3

(+) (–) (+) (–) (+) (–) (+) (–)

Stadium Okuda: Stadium 1= semua (-), Stadium 2= 1 atau 2 (+), Stadium 3 = 3 atau 4 (+).

a = Luas tumor pada hati

2.12 Pengobatan

Sebagian besar pasien HCC mempunyai dua penyakit hati yaitu sirosis dan HCC,

masing-masing yang merupakan penyebab kematian independen. Kehadiran sirosis biasanya

menjadi kendala pada operasi reseksi, terapi ablatif, dan kemoterapi. Jadi penilaian dan

perencanaan perawatan pasien harus mengambil keparahan dari penyakit hati tidak ganas ke

dalam penilaian. Pilihan manajemen secara klinis pada HCC bisa menjadi kompleks (Bagan 2.1).

Pasien dengan tumor lanjut (invasi vaskular, gejala, menyebar extrahepatic) memiliki hidup rata-

rata ~ 4 bulan, dengan atau tanpa pengobatan. Hasil perawatan dari literatur-literatur sulit untuk

ditafsirkan. Kelangsungan hidup tidak selalu merupakan ukuran keberhasilan terapi karena efek

negatif pada kelangsungan hidup dari penyakit hati yang mendasarinya. (1)

2.12.1 Karsinoma Hepatoseluler Stadium I dan II

Tumor tahap awal dapat berhasil diobati dengan menggunakan berbagai teknik, termasuk

reseksi bedah, ablasi lokal (thermal atau radiofrekuensi), dan terapi injeksi lokal (etanol atau

asam asetat). Banyak juga yang memiliki penyakit hati yang signifikan yang mendasari dan tidak

dapat mentolerir terapi bedah karena kehilangan parenkim hati, namun mungkin mereka

memenuhi persyaratan untuk transplantasi hati orthotopic (orthotopic liver transplant = OLTX)

di masa yang akan datang. Prinsip penting dalam perawatan tahap awal HCC adalah dengan

menggunakan perawatan hati-hemat dan berfokus pada pengobatan baik tumor maupun sirosis.

Bagan 2.1 Pendekatan pengobatan untuk pasien dengan karsinoma hepatoseluler. Evaluasi klinis

awal bertujuan untuk menilai sejauh mana tumor dan gangguan fungsional yang diakibatkan oleh

sirosis hati. Pasien diklasifikasikan sebagai yang memiliki penyakit dan dapat direseksi, penyakit

yang tidak dapat direseksi, atau sebagai kandidat transplantasi. Singkatan: OLTX, orthotopic

liver transplantation; TACE, transarterial chemoembolization; PEI, percutaneous ethanol

injection; RFA, radiofrequency ablation; LN, lymph node. Child's A/B/C mengacu pada

klasifikasi Child-Pugh dari kegagalam hepar. (1)

Eksisi Bedah

Risiko hepatectomi utama adalah tinggi (mortalitas 5-10%) diakibatkan oleh penyakit

hati yang mendasari dan potensi untuk menjadi gagal hati. Oklusi vena portal preoperative

kadang-kadang dapat dilakukan untuk menyebabkan atrofi lobus HCC yang terlibat dan

hipertrofi kompensasi dari hati yang masih normal.Pada pasien sirosis, operasi hati besar dapat

mengakibatkan kegagalan hati. Klasifikasi Child-Pugh dari gagal hati dapat menentukan

prognosis untuk toleransi operasi hati yang dapat diandalkan, dan hanya Child A yang dapat

dipertimbangkan untuk reseksi bedah. Pasien dengan Child B dan C dengan tahap I dan II HCC

harus dirujuk untuk OLTX jika sesuai, seperti pada pasien dengan asites atau riwayat pendarahan

varises. Meskipun terapi bedah eksisi terbuka merupakan terapi yang paling dapat diandalkan,

namun pasien mungkin lebih baik ditawarkan dengan pendekatan secara laparoskopi untuk

reseksi, menggunakan RFA atau injeksi etanol perkutan (percutaneous ethanol injection=PEI).(1)

Strategi Ablasi Lokal

Ablasi radiofrekuensi (Radiofrequency ablation=RFA) menggunakan panas untuk ablasi

tumor. Ukuran maksimum dari array probe dapat dilakukan untuk zona nekrosis 7-cm, yang akan

cukup untuk tumor berukuran 3-4 cm.(1)

Pengobatan tumor yang dekat dengan pedikel portal utama dapat menyebabkan cedera

duktus empedu dan obstruksi. Hal ini membatasi terapi tumor yang secara anatomi cocok untuk

teknik ini. RFA dapat dilakukan secara perkutan dengan panduan CT atau USG, atau dengan

laparoskopi dengan panduan USG.(1)

Terapi Injeksi Lokal

Sejumlah agen telah digunakan untuk dilakukannya injeksi lokal ke dalam tumor, yang

paling sering, ethanol (PEI). HCC lunak relatif dengan riwayat sirosis hati keras memungkinkan

untuk dilakukan injeksi etanol volume besar ke dalam tumor tanpa terjadi difusi ke dalam

parenkim hati atau kebocoran keluar dari hati. PEI menyebabkan kerusakan langsung dari sel-sel

kanker, tetapi juga akan menghancurkan sel-sel normal di sekitarnya. Hal ini biasanya

memerlukan beberapa suntikan (rata-rata tiga), berbeda dengan satu untuk RFA. Ukuran

maksimum tumor terpercaya diperlakukan adalah 3 cm, bahkan dengan beberapa suntikan. (1)

Transplantasi Hepar

Sebuah pilihan yang layak untuk HCC Stadium I dan II pada tumor dengan sirosis adalah OLTX,

dengan kelangsungan hidup mendekati pada kasus-kasus nonkanker. OLTX dapat digunakan

pada pasien dengan lesi tunggal 5 cm atau 3 nodul atau kurang, setiap 3 cm, menghasilkan

kelangsungan hidup yang bagus tanpa tumor (70% selama 5 tahun). Untuk HCC lanjut, OLTX

telah ditinggalkan karena adanya tingkat kekambuhan tumor yang tinggi. Prioritas skoring untuk

OLTX sebelumnya menyebabkan pasien HCC menunggu terlalu lama untuk dilakukan OLTX,

sehingga beberapa tumor menjadi lebih parah selama pasien menunggu hati yang disumbangkan.

Berbagai terapi yang digunakan sebagai "jembatan" untuk OLTX, ialah RFA, PEI, dan

chemoembolization transarterial (TACE). (1)

Terapi Adjuvant

Peran kemoterapi ajuvan bagi pasien setelah reseksi atau OLTX masih belum jelas. Telah

ditemukan bahwa tidak ada manfaat yang jelas dalam kelangsungan hidup dalam keadaan bebas

penyakit atau secara keseluruhan baik untuk pendekatan adjuvant maupun neoadjuvant,

meskipun suatu meta-analisis beberapa percobaan menunjukkan peningkatan yang signifikan

dalam keadaan bebas penyakit dan secara keseluruhan. Analisis dari uji coba kemoterapi ajuvan

pasca operasi sistemik tidak menunjukkan manfaat ketahanan hidup dalam keadaan bebas

penyakit atau secara keseluruhan, namun studi tunggal TACE dan neoadjuvant 131I-ethiodol telah

menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup setelah dilakukan reseksi. (1)

2.12.2 Karsinoma Hepatoseluler Stadium III dan IV

Pilihan bedah tumor menjadi lebih sedikit pada HCC stadium III. Pada pasien tanpa

sirosis, hepatectomi adalah layak, meskipun mempunyai prognosis yang buruk. Pasien dengan

sirosis Child A dapat direseksi, tetapi lobektomi berhubungan dengan morbiditas yang signifikan

dan kematian, dan prognosis jangka panjangnya adalah kurang. Namun demikian, sebagian kecil

pasien akan mencapai kelangsungan hidup jangka panjang. Karena sifat dari tumor ini, setelah

reseksi berhasil dapat diikuti oleh kekambuhan yang cepat. Pasien-pasien pada stadium ini bukan

kandidat untuk dilakukannya transplantasi karena adanya tingkat kekambuhan tumor tinggi,

kecuali tumor mereka bisa turun-bertahap terlebih dahulu dengan terapi neoadjuvant.

Mengurangi ukuran tumor primer dapat dilakukan untuk menguragi operasi, dan penundaan

operasi dilakukan untuk penyakit yang extrahepatic dengan menggunakan studi imaging dan

menghindari OLTX karena tidak akan membantu. Stadium IV memiliki prognosis yang buruk,

dan tidak ada pengobatan bedah yang dianjurkan. (1)

Kemoterapi sistemik

Sejumlah besar studi klinis terkendali dan tidak terkendali telah dilakukan pada sebagian

besar kelompok utama kemoterapi kanker. Tidak ada obat tunggal atau obat kombinasi yang

diberikan secara sistemik berpengaruh baik, bahkan hanya mengarah ke tingkat respons sebesar

25% atau hanya sedikit berpengaruh kepada kelangsungan hidup.(1)

Kemoterapi Regional

Berbeda dengan hasil buruk pada kemoterapi sistemik, berbagai agen yang diberikan

melalui arteri hepatik memiliki aktivitas yang terbatas pada HCC (Tabel 2.6). Dua uji terkontrol

acak telah menunjukkan keunggulan untuk bertahan hidup untuk TACE dalam subset yang

dipilih pasien. Satu digunakan doxorubicin dan lainnya menggunakan cisplatin. Terlepas dari

kenyataan bahwa terjadi peningkatan ekstraksi hepatik dari kemoterapi untuk obat sangat sedikit,

beberapa obat seperti cisplatin, doxorubicin, C mitomycin, dan mungkin neocarzinostatin

menghasilkan respon yang cukup besar bila diberikan secara regional. Hanya sedikit data yang

tersedia pemberiannya melalui infus arteri secara terus-menerus untuk HCC, meskipun studi

utama dengan cisplatin telah menunjukkan respon yang baik. (1)

Karena laporan kelangsungan hidup tidak dibuat berdasarkan berdasarkan stadium TNM,

sulit untuk mengetahui prognosis jangka panjang dalam hubungannya dengan batas tumor.

Sebagian besar penelitian tentang kemoterapi arteri hepatik regional juga menggunakan agen

embolisasi seperti ethiodol, gelatin partikel spons (Gelfoam), pati (Spherex), atau mikrosfer. Dua

produk yang terdiri dari mikrosfer didefinisikan dengan ukuran berkisar-Embospheres

(biosphere) dan Sensual SE-menggunakan partikel 40-120, 100-300, 300-500, dan 500-1000 m

ukurannya. Diameter optimal partikel untuk TACE belum didefinisikan. (1)

Penggunaan secara luas dari beberapa bentuk embolisasi di samping kemoterapi telah

menambah efek toksisitas. Hal ini meliputi demam yang sering terjadi tetapi transient, sakit

perut, dan anoreksia (semua dalam> 60% pasien). Selain itu, pada > 20% pasien terjadi

peningkatan asites atau elevasi transien enzim transaminase. Toksisitas hati yang disebabkan

oleh embolisasi dapat dibantu dengan penggunaan mikrosfer pati yang dapat didegradasi, dengan

tingkat respon 50-60%. Sebuah masalah besar dalam menunjukkan keunggulan harapan hidup

pada pasien menanggapi TACE adalah bahwa banyak pasien meninggal akibat sirosis yang

mendasari mereka, bukan tumor. Namun, meningkatkan kualitas hidup pasien adalah tujuan

utama dari terapi regional. (1)

Tabel 2.6 Beberapa Uji Klinis Acak Melibatkan Chemoembolization Arteri Transhepatic

(TACE) untuk Karsinoma Hepatoseluler.

Peneliti Tahun Obat 1 Obat 2 Efek

Ketahanan

Kawaii 1992 Doxorubicin + embo Embo Tidak

Chang 1994 Cisplatin + embo Embo Tidak

Hatanaka 1995 Cisplatin, doxorubicin + embo Same + ethiodol Tidak

Uchino 1993 Cisplatin, doxorubicin + oral FU Same + tamoxifen Tidak

Lin 1988 Embo Embo + IV FU Tidak

Yoshikawa 1994 Epirubicin + ethiodol (Lipiodol) Epirubicin Tidak

Pelletier 1990 Doxorubicin + Gelfoam - Tidak

Trinchet 1995 Cisplatin + Gelfoam - Tidak

Bruix 1998 Coils and Gelfoam - Tidak

Pelletier 1998 Cisplatin + ethiodol - Tidak

Trinchet 1995 Cisplatin + Gelfoam - Tidak

Pelletier 1998 Cisplatin + ethiodol - Tidak

Lo 2002 Cisplatin + ethiodol - Ya

Llovet 2002 Doxorubicin + ethiodol - Ya

Catatan: embo= embolisasi; FU= fluorourasil