a2008 tintin

Upload: fabby-hersanda

Post on 20-Feb-2018

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    1/74

    PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNAPROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica)

    TINTIN SUMIATI

    PROGRAM STUDIGIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

    FAKULTAS PERTANIANINSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2008

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    2/74

    RINGKASAN

    TINTIN SUMIATI. Pengaruh Pengolahan terhadap Mutu Cerna Protein IkanMujair (Tilapia mossambica). Dibimbing Oleh FAISAL ANWAR.

    Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai gizi pada ikanmujair dengan perhatian khusus pada mutu cerna protein dengan beberapapengolahan yaitu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus. Secara khusus,penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari proses pengolahan kering(penggorengan dan pemanggangan) dan pengolahan basah (pengukusan danperebusan), (2) mengetahui kandungan zat gizi (kadar air, abu, lemak danprotein) ikan mujair sebelum dan setelah pengolahan, (3) mengetahui retensiprotein ikan pada pengolahan, (4) mengetahui mutu cerna protein ikan sebelumdan sesudah pengolahan.

    Tahapan penelitian ini diawali dengan pengamatan terhadap BDD padaikan mujair, pengolahan yang dilakukan secara trial and error, serta analisa. Ikan

    mujair diperoleh dari penjual ikan yang berada di pasar Darmaga Bogor dalamkeadaan masih hidup di dalam kolam. Tidak semua bagian tubuh ikan dapatdimanfaatkan oleh tubuh, oleh karena itu dilakukan pengamatan terhadap bagianyang dapat dimakan pada ikan mujair. Sebelum pengolahan, ikan mujair adayang diberi penambahan bumbu (larutan cuka dan garam) dan ada juga yangtidak diberi penambahan bumbu. Pengolahan meliputi penggorengan,pemanggangan, pengukusan, dan perebusan. Sampel yang dianalisis adalahikan segar dan ikan yang berkategori matang setelah dilakukan pengolahan baikitu goreng, panggang, kukus maupun rebus. Analisa yang dilakukan padapenelitian ini adalah analisis kandungan zat gizi (kadar air, kadar abu, kadarprotein, kadar lemak), retensi protein, dan mutu cerna protein. Rancanganpercobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktorpertama adalah penambahan bumbu yang terdiri dari dua taraf yaitu denganpenambahan bumbu dan tanpa penambahan bumbu. Faktor yang kedua adalahpemasakan yang terdiri dari 4 taraf yaitu penggorengan, perebusan, pengukusandan pemanggangan. Dan diulang sebanyak dua kali. Data kandungan zat gizi,retensi protein, dan mutu cerna protein dianalisis menggunakan General LinearModel (GLM) kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahuiperlakuan dan penambahan bumbu mana yang menunjukkan perbedaan.

    Berdasarkan hasil pengamatan, BDD ikan mujair sebesar 50%. Setelahdilakukan uji coba pada pengolahan ikan mujair, penggorengan pada suhu 1270C 1770C (2600F 3500F) dengan waktu 15 menit, pemanggangan dengan waktu20 menit, perebusan dan pengukusan menggunakan suhu antara 990C 1000C

    dengan waktu 15 menit menghasilkan ikan mujair berkategori matang.Hasil analisis, kadar air pada ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar80.12% dan dengan bumbu sebesar 82.25%. Setelah pengolahan, kadar airberkisar antara 18.71% - 76.45% pada pengolahan tanpa bumbu dan padapengolahan dengan bumbu berkisar antara 35.69% - 78.08%. Hasil uji GeneralLinear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    3/74

    berkisar antara 4.22% - 5.61%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan danpenambahan bumbu berpengaruh nyata (P

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    4/74

    PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNAPROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica)

    Skripsi

    Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Program Studi S1 Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

    Fakultas Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh:

    TINTIN SUMIATI

    A54103046

    PROGRAM STUDIGIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

    FAKULTAS PERTANIANINSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2008

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    5/74

    Judul : PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNAPROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica)

    Nama : TINTIN SUMIATI

    NRP : A54103046

    Menyetujui,

    Dosen Pembimbing

    Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MSNIP. 130 934 378

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Pertanian

    Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.AgrNIP. 131 124 019

    Tanggal Lulus:

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    6/74

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Pangandaran pada tanggal 17 Juli 1985 dari

    pasangan Musa dan Karningsih. Penulis adalah anak pertama dari tiga

    bersaudara. Tahun 1990 penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak

    Dewi Puspa. Dan pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikannya di

    Sekolah Dasar Negeri 3 Pangandaran. Tahun 1997 melanjutkan sekolah di

    Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pangandaran. Tahun 2003 penulis

    menamatkan pendidikannya dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pangandaran

    dan pada tahun yang sama penulis diterima di jurusan Gizi Masyarakat dan

    Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

    USMI.Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif di organisasi

    kemahasiswaan. Tahun 2003, penulis pernah aktif dalam Paguyuban Mahasiswa

    Galuh Ciamis. Tahun 2005/2006 sampai 2006/2007, penulis aktif dalam Bina

    Desa. Selain itu penulis beberapa kali terlibat pada berbagai kepanitiaan baik

    pada tingkat Jurusan maupun Fakultas.

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    7/74

    PRAKATA

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

    dengan baik dan lancar. Skripsi yang berjudul Pengaruh Pengolahan Terhadap

    Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica) merupakan salah satu

    syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi

    Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

    Bogor.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan

    pembimbing akademik yang telah memberikan masukan, bimbingan dansaran bagi penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

    2. Ir. Eddy S. Mudjajanto sebagai pemandu seminar.

    3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS sebagai dosen penguji yang telah memberi

    masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

    4. Keluarga terkasih atas semua doa, kasih sayang, kesabaran, cinta, dan

    dukungan moril maupun materil sehingga penulis selalu bersemangat dalam

    menyelesaikan skripsi ini.

    5. Pak Mashudi, Bu Nina dan Bu Riski atas saran-saran dan bantuannyaselama ini.

    6. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium: Anita, Ratna, Edo, Riska, Rika,

    Dewi 41, Pak Dian, dan Darmaning atas bantuan dan kebersamaannya.

    7. Para Pembahas (Angelica Gabriel, Any Mulyani, Kartika Wandini, dan Yulia

    Novika).

    8. Teman-teman seperjuangan dari SMU sampai sekarang: Ani, Ela, Dwi

    Purnomo, Kuswan, dan Sutopo, atas dorongan, dukungan, mental dan spirit

    serta kebersamaannya.

    9. Teman-teman satu kosan: Nining, Mei-mei, Mami Icha, Inna, Nono, Cepe,

    Dewi, Tari, Juli, Ka Wina, Ratih, Ririn, Gia, Mba Novi, Mba Lina, Mba Neni,

    Lili, Bunga, Micha, Vivin, Rahma, dan Sekar atas dukungan dan

    keceriaannya.

    10. Teman-teman Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK) angkatan

    40: Ika, Meilia, Nining, Inna Wahyu, Icha, Anna Vipta, Udin, Novera, Ika,

    Ursula, Tika, Wewew, Farah, Ticha, Tirta, Sanya, dll yang tidak bisa

    disebutkan satu persatu.

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    8/74

    11. Teman-teman Bina Desa, GMSK 39, GMSK 41, atas semangat dan

    dukungannya.

    12. Mba Wi, Sanya, Teh Mil, Ima serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan

    satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

    Bogor, Agustus 2008

    Penulis

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    9/74

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL............................................................................................. iiDAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... iv

    PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

    Latar Belakang ...................................................................................... 1Tujuan.................................................................................................... 2Manfaat Penelitian ................................................................................ 3

    TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 4

    Ikan........................................................................................................ 4

    Ikan Mujair (Tilapia mossambica) .......................................................... 5Pengolahan ........................................................................................... 6

    Penggorengan ................................................................................. 7Pemanggangan ............................................................................... 7Pengukusan dan Perebusan ........................................................... 8

    Pengaruh Pemanasan terhadap Nilai Gizi Protein ................................ 8Mutu Cerna Protein ............................................................................... 9

    METODOLOGI ............................................................................................... 12

    Waktu dan Tempat ............................................................................... 12Bahan dan Alat ..................................................................................... 12

    Bahan ............................................................................................. 12

    Alat .................................................................................................. 12Tahapan Penelitian ............................................................................... 12

    Pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair ................................ 13Proses Pengolahan Ikan Mujair ...................................................... 13Penelitian Utama ............................................................................ 14

    Rancangan Percobaan ......................................................................... 14Analisis Data ......................................................................................... 15

    HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 17

    Karakteristik Bahan .............................................................................. 17Pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair ....................................... 17

    Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar........... 18Pengolahan Ikan Mujair......................................................................... 21Penggorengan ................................................................................. 21Pemanggangan ............................................................................... 22Pengukusan..................................................................................... 22Perebusan ....................................................................................... 23

    Analisis Kandungan Zat Gizi ................................................................ 24Kadar air ......................................................................................... 24Kadar abu ....................................................................................... 27Kadar protein .................................................................................. 29Kadar lemak .................................................................................... 32

    Retensi protein pada ikan mujair setelah pengolahan .......................... 35

    Mutu cerna protein pada ikan mujair .................................................... 38

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    10/74

    KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 41

    Kesimpulan ........................................................................................... 41Saran .................................................................................................... 42

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 43

    LAMPIRAN..................................................................................................... 46

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    11/74

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. Angka Kecukupan Protein........................................................................ 12. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair Segar..................................................... 6

    3. Mutu Cerna Protein Beberapa Protein Pangan pada Manusia ................ 10

    4. Presentase Pengurangan Berat Ikan Mujair setelah Pengolahan............ 17

    5. Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar ............. 18

    6. Kadar Air pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) ........ 24

    7. Kadar Abu pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) ...... 27

    8. Kadar Protein pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) . 30

    9. Kadar Lemak pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk).. 33

    10. Retensi Protein pada Ikan Mujair Setelah Pengolahan (bk)..................... 35

    11. Mutu Cerna Protein pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah

    Pengolahan (bk) ....................................................................................... 38

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    12/74

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1. Proses penghitungan BDD ikan mujair..................................................... 132. Diagram alur proses pengolahan ikan mujair ........................................... 16

    3. Ikan mujair goreng.................................................................................... 21

    4. Ikan mujair panggang............................................................................... 22

    5. Ikan mujair kukus...................................................................................... 23

    6. Ikan mujair rebus...................................................................................... 23

    7. Kadar air ikan mujair................................................................................. 26

    8. Kadar abu ikan mujair............................................................................... 28

    9. Kadar protein ikan mujair.......................................................................... 31

    10. Kadar lemak ikan mujair ........................................................................... 34

    11. Retensi protein pada ikan mujair setelah pengolahan.............................. 36

    12. Mutu cerna protein ikan mujair ................................................................. 39

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    13/74

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Proses pengolahan Ikan Mujair ............................................................... 472. Prosedur Analisis Kimia............................................................................ 48

    3. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan

    tanpa penambahan bumbu ..................................................................... 51

    4. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan

    dengan penambahan bumbu.................................................................... 52

    5. Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan

    tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu................. 53

    6. Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan

    tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu................. 54

    7a. Hasil Uji Ragam Kadar Air Ikan Mujair dengan beberapa Jenis

    Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan

    bumbu ...................................................................................................... 55

    7b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Ikan Mujair dengan beberapa

    Jenis Pengolahan..................................................................................... 55

    7c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Ikan Mujair tanpa penambahan

    bumbu dan dengan penambahan bumbu................................................. 55

    8a. Hasil Uji Ragam Kadar Abu Ikan Mujair dengan beberapa Jenis

    Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan

    bumbu ...................................................................................................... 56

    8b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Ikan Mujair dengan beberapa

    Jenis Pengolahan..................................................................................... 56

    8c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Ikan Mujair tanpa penambahan

    bumbu dan dengan penambahan bumbu................................................. 56

    9a. Hasil Uji Ragam Kadar Protein Ikan Mujair dengan beberapa

    Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan

    penambahan bumbu ................................................................................ 57

    9b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein Ikan Mujair dengan beberapa

    Jenis Pengolahan..................................................................................... 57

    9c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein Ikan Mujair tanpa penambahan

    bumbu dan dengan penambahan bumbu................................................. 57

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    14/74

    10a. Hasil Uji Ragam Kadar Lemak Ikan Mujair dengan beberapa

    Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan

    penambahan bumbu .............................................................................. 58

    10b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Lemak Ikan Mujair dengan beberapa

    Jenis Pengolahan................................................................................... 58

    10c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Lemak Ikan Mujair tanpa

    penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu......................... 58

    11a. Hasil Uji Ragam Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa

    Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan

    penambahan bumbu .............................................................................. 59

    11b. Hasil Uji Lanjut Duncan Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa

    Jenis Pengolahan................................................................................... 59

    11c. Hasil Uji Lanjut Duncan Retensi Protein Ikan Mujair tanpa

    penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu......................... 59

    12a. Hasil Uji Ragam Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa

    Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan

    penambahan bumbu .............................................................................. 60

    12b. Hasil Uji Lanjut Duncan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa

    Jenis Pengolahan................................................................................... 60

    12c. Hasil Uji Lanjut Duncan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair tanpa

    penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu......................... 60

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    15/74

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Sejak dahulu, manusia telah menyadari pentingnya makanan untuk

    kelangsungan hidupnya. Makanan dapat diartikan sebagai pemberi zat gizi bagi

    tubuh yang dibutuhkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Almatsier

    2001). Salah satu unsur zat gizi yang terdapat dalam makanan adalah protein.

    Protein merupakan suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, tersusun

    oleh asam-asam amino yang terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen

    (O), dan nitrogen (N). Di sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan

    komponen terbesar setelah air. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai zat

    pembangun yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan

    tubuh; zat pengatur yang berperan sebagai hormon, enzim dan antibodi; serta

    bahan bakar karena mengandung karbon yang dapat berfungsi sebagai sumber

    energi apabila tubuh kekurangan karbohidrat dan lemak (Muchtadi, Astawan, dan

    Palupi 2006).

    Protein dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu protein

    hewani dan protein nabati. Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap

    dan bermutu tinggi karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial

    yang lengkap dan susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh. Selainitu protein hewani juga mutu cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap

    (tersedia atau dapat digunakan oleh tubuh) juga tinggi (Muchtadi 1989b).

    Semua jenis ikan merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang

    relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Sebagai

    bahan makanan, ikan telah diidentifikasi sebagai pangan yang memiliki

    keunggulan tertentu. Di samping menyediakan protein hewani yang relatif tinggi

    jumlahnya, ikan juga memberikan asam-asam lemak tak jenuh, berbagai macam

    vitamin dan mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh (Muchtadi, Astawan, dan

    Palupi 2007).

    Berdasarkan tempat hidupnya dikenal jenis ikan air tawar dan ikan laut.

    Ikan air tawar adalah ikan yang hidup di kolam, danau, sungai, dan sebagainya.

    Salah satu contohnya adalah ikan mujair (Muchtadi, et al. 2007). Ikan mujair

    merupakan ikan budidaya sehingga dalam waktu yang singkat ikan ini dapat

    segera diproduksi. Ikan mujair juga mudah diperoleh dan banyak dipasaran.

    Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah rusak, sehingga

    diperlukan penanganan khusus untuk mempertahankan mutunya. Salah satu

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    16/74

    caranya adalah pengolahan panas atau dikenal dengan pemasakan. Menurut

    Tarwotjo (1998), ada dua jenis masakan ikan yaitu masakan kering dan masakan

    basah. Masakan kering (dry heat) merupakan hidangan yang dimasak tanpa air,

    sebagai contoh adalah penggorengan dan pempanggangan. Masakan basah

    (moist heat) merupakan hidangan yang dimasak menggunakan air, contohnya

    adalah perebusan dan pengukusan.

    Protein yang terkandung dalam bahan pangan setelah dikonsumsi akan

    mengalami pencernaan (pemecahan oleh enzim protease) menjadi asam amino.

    Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim

    pencernaan (protease) dikenal dengan istilah mutu cerna. Beberapa faktor yang

    dapat mempengaruhi mutu cerna protein yaitu pengolahan yang menggunakan

    pemanasan; aseli/nativepada kacang-kacangan; faktor antigizi seperti antitripsin,

    antikimotripsin/hemaglutinin; adanya reaksi antara protein/ asam amino dengan

    komponen lain (gula pereduksi, polifenol, lemak dan produksi oksidasi) dan

    bahan kimia aditif (alkali, belerang oksida/ hidrogen peroksida) (Muchtadi 1989a).

    Sedikitnya informasi yang diterima masyarakat mengenai kandungan zat

    gizi dan mutu cerna protein pada ikan yang telah diolah dengan berbagai macam

    teknik pengolahan seperti digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus menjadi

    latar belakang dilaksanakannya penelitian ini. Ikan yang digunakan dalam

    penelitian ini yaitu ikan mujair.

    Tujuan

    Tujuan Umum

    Secara umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan gizi

    pada ikan mujair dengan perhatian khusus pada mutu cerna protein dari

    beberapa cara pengolahan, yaitu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus.

    Tujuan Khusus

    1. Mempelajari proses pengolahan kering (penggorengan dan pemanggangan)dan pengolahan basah (pengukusan dan perebusan) pada ikan mujair

    2. Menganalisis kandungan gizi (kadar air, abu, lemak, dan protein) ikan mujair

    sebelum dan setelah pengolahan

    3. Menganalisis retensi protein ikan mujair setelah pengolahan

    4. Menganalisis mutu cerna protein ikan mujair sebelum dan sesudah

    pengolahan

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    17/74

    Manfaat

    Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk

    memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan protein dan

    mutu cerna protein pada ikan mujair dengan beberapa pengolahan yakni

    digoreng, direbus, dikukus, dan dipanggang. Selain itu diharapkan dapat

    melengkapi Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang ada di Indonesia.

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    18/74

    TINJAUAN PUSTAKA

    Ikan

    Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang banyak mengandung

    protein. Sebagai protein hewani, ikan sangat diperlukan oleh manusia karena

    selain mudah dicerna juga mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap

    dan susunannya lebih mendekati pada susunan protein tubuh manusia. Dengan

    demikian, ikan mempunyai nilai biologis (NB) yang tinggi. Berdasarkan hasil

    penelitian, daging ikan mempunyai nilai biologis sebesar 90% (Afrianto dan

    Liviawaty 1989).

    Badan ikan pada umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang simetris

    dan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Tidak semua

    bagian tubuh ikan layak dikonsumsi manusia. Bagian yang dapat dimakan (BDD)

    dari ikan adalah 45% - 50% dari berat badan ikan. BDD ikan sangat bervariasi

    tergantung bentuk, umur, dan apakah ikan ditangkap sebelum atau sesudah

    bertelur (Muchtadi, et al. 2007).

    Komposisi daging ikan secara umum adalah 15% - 24% protein, 0.1% -

    22% lemak, 1% - 3% karbohidrat, 0.8% - 2% senyawa anorganik, dan 66% - 84%

    air. Komposisi daging ikan ini sangat bervariasi tergantung faktor biologis dan

    faktor alam. Faktor biologis merupakan faktor yang berasal dari ikan itu sendiriyang meliputi jenis ikan, umur, dan jenis kelamin. Faktor alam merupakan semua

    faktor luar yang tidak berasal dari ikan meliputi habitat (daerah kehidupan ikan),

    musim, dan jenis makanan yang tersedia (Muchtadi, et al. 2007).

    Jenis ikan merupakan faktor yang besar sekali pengaruhnya dalam

    variabilitas komposisi daging ikan. Masing-masing jenis ikan bahkan masing-

    masing individu ikan meskipun termasuk dalam satu jenis, komposisi kimianya

    dapat berbeda. Peranan umur juga tampak nyata pada kandungan lemak daging

    ikan. Makin tua ikan, kandungan lemaknya cenderung makin banyak. Sedangkan

    jenis kelamin erat hubungannya dengan kematangan seksualnya (Muchtadi dan

    Sugiyono 1992).

    Protein daging ikan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu protein sarkoplasma,

    protein miofibril, dan protein stroma. Sarkoplasma mengandung berbagai macam

    protein larut air yang disebut miogen. Protein miofibrilar merupakan protein yang

    membentuk miofibril (serabut otot) yang tersusu dari aktin, miosin dan protein-

    protein pengatur. Stroma merupakan protein yang membentuk jaringan ikat

    (Muchtadi, et al. 2007).

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    19/74

    Kandungan lemak atau minyak ikan sangat bervariasi yang dipengaruhi

    oleh jenis ikan, umur, musim, ketersediaan makanan dan kebiasaan makan.

    Kandungan lemak pada ikan dapat digolongkan menjadi ikan berlemak rendah

    (kadar lemak kurang dari 2%), ikan berlemak sedang/ medium (kadar lemak 2% -

    5%), dan ikan berlemak tinggi (kadar lemak 6% - 22%) (Muchtadi, et al. 2007).

    Ikan Mujair (Tilapia mossambica)

    Ikan mujair ini merupakan ikan peliharaan. Indonesia mengenal ikan mujair

    sebagai ikan (makanan) yang paling murah bagi rakyat jelata. Ikan mujair

    pertama kali ditemukan di sebuah muara kali Serang di pantai selatan oleh

    seorang kontak tani (penghubung) desa papungan (Blitar) yaitu Pak Mujair. Pada

    tahun 1947, ikan tersebut ditetapkan nama ilmiahnya yaitu Tilapia mossambicadan nama daerahnya yaitu mujair (Soeseno 1982).

    Ikan yang berordo Pecomorphi, famili ciclidae dan genus tilapia ini

    mempunyai ciri-ciri antara lain badan agak panjang dan pipih; sisik kecil-kecil;

    garis rusuk tidak sempurna terdiri dari 2 baris; jumlah sisik pada garis rusuk

    bagian atas antara 18 - 21 buah, bagian bawah antara 10 - 15 buah; hidup di air

    tawar, juga di air payau; mudah berkembang biak dalam semua tipe perairan;

    telur menetas di dalam mulut 3 - 5 hari; makanannya terdiri dari lumut-lumutan

    dan tumbuh-tumbuhan; dan badan berwarna kehijauan/ kecoklatan/ kehitaman

    (Djajadiredja, Hatimah, dan Arifin 1977). Soeseno (1982) menambahkan bahwa

    pada umur 3 bulan, ukuran ikan ini mencapai 8 - 10 cm, warna pada ikan betina

    lebih pucat keabu-abuan sedangkan yang jantan menjadi gelap hitam, rahang

    dan pipi bawahnya putih kuning, sedang sirip dada, punggung dan ekornya

    mempunyai tepi yang merah merona. Selain itu, pada umur 3 bulan ini ikan

    mujair betina sudah bisa dikawinkan dan selanjutnya setiap satu setengah bulan

    sekali ia bisa beranak lagi.

    Ikan pipih ini mempunyai rendemen berupa fillet sebesar 28%. Daging ikan

    mujair ini agak padat dan lebih kering daripada ikan mas. Kalau dimasak mudah

    rusak dan tak banyak duri. Lendir pelindung kulit badan ikan mujair itu tidak

    begitu tebal, maka tubuhnya juga mudah sekali rusak, sehingga mengurangi

    daya tahannya. Mujair yang sering terpegang tangan, sebentar saja akan

    nampak pucat dan ikan yang seperti itu tidak laku dijual (Soeseno 1982).

    Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan, ikan mujair segar mempunyai

    komposisi kimia sebagai berikut:

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    20/74

    Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair Segar

    Kandungan Zat Gizi Kandungan Zat Gizi

    Energi 89 kal Besi 1.5 mgProtein 18.7 g Vitamin A 6 RE

    Lemak 1 g Vitamin C 0 mgKarbohidrat 0 g Vitamin B 0.03 mgKalsium 96 mg Air 79.7 gFosfor 29 mg BDD 80 %

    Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004)

    Pengolahan

    Pengolahan bahan makanan merupakan pengubahan bentuk asli bahan

    tersebut ke dalam bentuk yang mendekati bentuk untuk dapat segera dimakan

    (Hermana 1975). Salah satu proses pengolahan bahan makanan adalah dengan

    menggunakan pemanasan. Pemanasan merupakan pemberian energi panas

    dalam bentuk suhu lebih, dibiarkan merambat ke dalam jaringan bahan pangan

    sehingga perubahan yang diinginkan terjadi (Mudjajanto 1991).

    Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak sehingga diperlukan

    penanganan khusus untuk mempertahankan mutunya. Salah satu caranya

    adalah dengan penggunaan panas. Perlakuan dengan pemanasan dijumpai

    pada proses merebus, mengukus, memblansir (dengan air panas atau uap

    panas), menggoreng, pasteurisasi, sterilisasi, memanggang dan mengoven.

    Pengolahan pangan dengan pemanasan biasanya tidak berdiri sendiri tetapi

    merupakan rangkaian proses seperti pembersihan atau pencucian dan

    pemberian rempah-rempah (termasuk penambahan gula, garam dan cuka)

    (Mudjajanto 1991).

    Pengolahan pangan dengan menggunakan pemanasan dikenal dengan

    proses pemasakan atau pembuatan makanan mengubah bahan makanan

    menjadi makanan yang langsung dapat dimakan (Hermana 1975). Ada dua jenis

    masakan ikan yaitu masakan kering dan masakan basah. Masakan Kering (dry

    heat) adalah hidangan yang dimasak tanpa air misalnya, digoreng, dipanggang,

    dibakar, dan di-grill. Masakan ikan dengan metode ini betul-betul dapat dinikmati

    rasa gurih dan rasa khas ikan. Masakan ikan kering hampir tak berbumbu atau

    sedikit sekali, seperti ikan bakar. Ikan yang kurang segar, bila dimasak mudah

    hancur dan rasa tidak gurih lagi. Masakan Basah (moist-heat) bisa direbus atau

    dikukus. Umumnya masakan basah dimasak dengan macam-macam bumbu

    sehingga rasa ikan tidak jelas lagi. Ikan yang akan dimasak harus yang betul-

    betul segar sehingga rasa ikan asli sangat terasa (Tarwotjo 1998).

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    21/74

    Penggorengan

    Penggorengan merupakan salah satu proses pemasakan yang popular

    karena masakan hasil penggorengan menjadi lebih gurih, berwarna lebih

    menarik, nilai gizi meningkat dan waktu pemasakan yang lebih cepat

    (Damayanthi 1994). Pada umumnya sistem menggoreng bahan pangan ada dua

    macam yaitu sistem gangsa (pan frying) dan menggoreng biasa (deep frying).

    Ciri khas dari proses gangsa adalah bahan pangan yang digoreng tidak sampai

    terendam minyak serta suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu

    pemanasan pada sistem deep frying. Pada proses penggorengan dengan sistem

    deep frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu

    minyak dapat mencapai 2000C - 2050C (Ketaren 1986).

    Pada saat penggorengan terjadi perubahan kimiawi baik pada bahan

    makanannya maupun pada minyak gorengnya (Damayanthi 1994). Permukaan

    lapisan luar akan berwarna coklat keemasan akibat penggorengan. Timbulnya

    warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi

    maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu menggoreng

    dan juga komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis

    minyak yang digunakan berpengaruh sangat kecil (Ketaren 1986).

    Selama proses penggorengan, sebagian minyak masuk ke dalam bahan

    pangan dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air. Penyerapan

    minyak oleh ikan pada saat penggorengan adalah sekitar 10% - 12%.

    Penyerapan minyak ini berfungsi untuk mengempukkan kerak (bagian luar bahan

    pangan) dan untuk membasahi bahan pangan yang digoreng sehingga

    menambah rasa lezat dan gurih (Ketaren 1986).

    Pemanggangan

    Pemanggangan dapat dilakukan dengan cara dibakar langsung diatas api

    dengan menggunakan suatu alat juga bisa dilakukan dalam oven. Ada beberapa

    cara yang perlu diperhatikan dalam memanggang yakni jangan memanggang

    diatas api yang baru menyala dan berasap; gunakan panggangan listrik,

    panggangan gas atau briket arang dengan tempat apinya disamping, supaya

    tidak ada lemak yang menetes pada bara api atau api yang tengah berpijar. Bila

    lemak menetes diatas bara, akan terbentuklah PAC (Polisiklik Aromatis Carbon),

    dengan asap selanjutnya akan terbawa pada bahan-bahan yang tengah

    dipanggang; gunakan alas pemanggangan jika memanggang langsung pada api,

    sehingga tidak ada tetesan lemak yang jatuh pada bara atau api; jika

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    22/74

    memanggang menggunakan arang atau briket, maka letakkan bahan yang

    hendak dipanggang jika arang sudah membara dengan baik. Biasanya proses

    pembaraan berlangsung 30 60 menit, ia akan menunjukkan bara yang sudah

    menyala merah dengan beberapa bagian telah menjadi abu putih; hindari

    makanan yang dibakar/ dipanggang berlebihan, misalnya hingga menimbulkan

    kegosongan yang berlebihan. Lebih baik buanglah bagian yang sudah sangat

    gosong tersebut (sangat hitam); jangan memangggang produk-produk daging

    yang telah mengalami "curing" (pemberian garam pokel/sendawa) (Anonymous

    2008b).

    Pengukusan dan Perebusan

    Proses perebusan merupakan salah satu cara pemasakan dimana bahanyang akan dimasak menerima panas melalui media air. Sedangkan pengukusan

    merupakan proses pemasakan dimana panas yang diterima bahan dari uap air.

    Perebusan dapat menyebabkan kehilangan zat gizi lebih besar pada bahan

    pangan dibandingkan dengan cara pengukusan. Hal ini dapat terjadi karena

    selama proses perebusan ikan terendam dalam air sehingga beberapa zat gizi

    larut air seperti protein ikut terlarut dalam air perebusan. Faktor yang

    mempengaruhi kehilangan zat gizi selama proses perebusan adalah luas

    permukaan bahan, konsentrasi zat terlarut dalam air perebusan dan adanya

    pengadukan air. Sedangkan proses pengukusan dapat memperkecil kehilangan

    zat gizi (Harris dan Karmas 1989).

    Pengaruh Pemanasan terhadap Nilai Gizi Protein

    Pemanasan merupakan salah satu proses pengolahan yang menggunakan

    suhu tinggi. Pengaruh pemanasan terhadap komponen daging ikan dapat

    menyebabkan perubahan fisik dan kimia. Pada suhu 100oC, protein akan

    terkoagulasi dan air dalam daging akan keluar. Keluarnya cairan dari daging ikandisebabkan karena protein kehilangan daya ikat terhadap air sewaktu terjadi

    gumpalan. Semakin tinggi suhu, protein akan terhidrolisa dan terdenaturasi,

    terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, amonia dan

    hidrogen sulfida dalam daging (Zaitsev et al1969, diacu dalam Suwandi 1990).

    Pemasakan pada 95oC -100oC dapat mereduksi kecernaan protein dan

    asam amino. Selain itu, protein terlarut, peptida dengan berat molekul rendah,

    dan asam amino bebas dapat larut dalam air perebus, sehingga perebusan

    sebaiknya dilakukan di bawah 100o

    C. Pemanasan yang berlebihan (di atas 90o

    C

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    23/74

    secara berulang-ulang) dapat menyebabkan pembentukan H2S (Hidrogen

    sulfida) yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk.

    Selain itu, pemanasan juga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara

    senyawa amino dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu

    polimer berwarna coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk.

    Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino

    dengan hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein

    ikan dengan menurunkan nilai cerna dan ketersediaan asam amino, terutama

    lisin (Anonymous 2008a).

    Pada dasarnya, langkah awal dari pencernaan protein di dalam tubuh

    adalah denaturasi protein oleh enzim proteolitik yang terjadi di dalam lambung

    oleh enzim pepsin dan asam klorida. Denaturasi akibat panas pada protein di

    dalam bahan pangan mengakibatkan protein tersebut telah menjalani langkah

    awal pencernaan. Jadi denaturasi merupakan faktor yang menguntungkan dalam

    sistem pencernaan protein, walau hal ini tidak berlaku secara umum (Damayanthi

    1994).

    Mutu Cerna Protein

    Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,

    karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga

    berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 1992). Kemampuan

    suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim

    pencernaan (protease) dikenal dengan istilah mutu cerna protein atau

    digestibility. Suatu protein yang mudah dicerna menunjukkan bahwa jumlah

    asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi.

    Sebaliknya suatu protein yang sukar dicerna berarti jumlah asam-asam amino

    yang dapat diserap rendah, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh

    bersama feses (Muchtadi 1989a).

    Protein yang terkandung dalam bahan pangan, setelah dikonsumsi

    kemudian mengalami pencernaan (pemecahan oleh enzim protease) menjadi

    unit-unit penyusunnya yaitu asam-asam amino. Asam-asam amino inilah yang

    selanjutnya diserap usus dan dialirkan ke seluruh tubuh (Layly 2002). Mutu cerna

    protein dari beberapa protein pangan pada manusia disajikan pada Tabel 3.

    Muchtadi (1989a) mengemukakan bahwa pengolahan bahan pangan

    berprotein yang tidak terkontrol dengan baik dapat mengurangi nilai gizi

    proteinnya. Yang paling banyak dilakukan adalah proses pengolahan

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    24/74

    menggunakan pemanasan contohnya pemasakan. Protein merupakan senyawa

    reaktif, dimana sisi aktif beberapa asam amino dalam protein dapat bereaksi

    dengan komponen lain. Kesemuanya ini dapat menyebabkan menurunnya nilai

    gizi protein akibat menurunnya mutu cerna protein dan ketersediaan asam-asam

    amino esensial.

    Tabel 3. Mutu Cerna Protein Beberapa Protein Pangan pada Manusia

    Sumber protein Mutu cerna

    (%)

    Sumber protein Mutu cerna

    (%)

    Telur 97 Susu, Keju 95

    Daging, Ikan 94 Rice (Polished) 88

    Kacang tanah 94 Tepung Kedelai 86

    Jagung, Sereal 70 Beans 78

    Millet 79 Isolat protein kedelai 95

    Wheat, Whole 86 Oatmeal 86

    Wheat flour, White 96 Gluten gandum 99

    Rice cereal 75 Wheat, Cereal 77

    Maize 85 Peas 88

    Sumber: FAO/WHO/UNU (1985) diacu dalam Fennema (1996)

    Reaksi antara protein dengan gula pereduksi (reaksi maillard) merupakan

    sumber utama kerusakan protein selama pengolahan dan penyimpanan. Protein

    yang telah mengalami reaksi maillard, mutu cerna proteinnya menurun. Pada

    suatu penelitian biologis menggunakan hewan percobaan (tikus) menunjukkan

    bahwa produk reaksi maillard awal dan lanjutan benar-benar tidak dapat

    dimanfaatkan tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa protein yang telah mengalami

    reaksi maillard, daya cerna proteinnya menurun (Muchtadi 1989a). Menurut

    Anglemier & Montgomeri (1976), diacu dalam Homisah (1997), pemanasan suhu

    tinggi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi asam amino, perubahan beberapa

    ikatan diantara asam-asam amino sehingga pelepasan ikatan peptida tersebut

    pada waktu hidrolisa protein menjadi lambat, atau pembentukan ikatan-ikatan

    asam amino baru yang tidak dapat dihidrolisa oleh enzim.

    Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu cerna protein, misalnya

    aseli/native dari kacang-kacangan mentah lebih sulit dicerna daripada yang

    sudah mengalami denaturasi oleh panas, demikian pula terdapatnya faktor anti

    gizi seperti antitripsin, antikimotripsin/hemaglutinin, dapat merendahkan daya

    cerna suatu protein. Disamping itu terjadi reaksi antara protein atau asam amino

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    25/74

    dengan komponen lain (gula pereduksi, polifenol, lemak, dan produksi oksidasi)

    dan bahan kimia aditif (alkali, belerang oksida atau hidrogen peroksida) dapat

    mengakibatkan menurunnya daya cerna protein (Muchtadi 1989a).

    Penentuan mutu cerna protein dapat dilakukan dengan menggunakan

    hewan percobaan (in vivo) maupun secara in vitrodengan menggunakan enzim-

    enzim pencernaan. Beberapa macam enzim protease yang telah digunakan

    adalah pepsin, pankreatin, pepsin, kimotripsin, peptidase, atau campuran dari

    beberapa macam enzim tersebut (multi enzim) (Muchtadi 1989a).

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    26/74

    METODOLOGI

    Tempat dan Waktu

    Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan dan

    Laboratorium Kimia Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi

    Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai

    bulan Agustus 2007 serta dilanjutkan pada bulan Februari sampai Mei 2008.

    Bahan dan Alat

    Bahan

    Bahan baku utama dalam penelitian ini yaitu ikan mujair (Tilapia

    mossambica). Bahan baku lainnya adalah minyak goreng, garam, asam cuka,dan air. Ikan mujair diperoleh dari Pasar Darmaga Bogor. Minyak goreng yang

    digunakan yaitu minyak goreng bermerk tropical, garam bermerk Refina dan

    asam cuka yang diperoleh dari toko yang berada di daerah Babakan Raya

    Darmaga Bogor. Bahan yang dipakai untuk analisis kimia yakni H2SO4, NaOH

    30%, asam borat 3%, dan H2O untuk analisis protein metode Mikro-Kjeldahl;

    untuk analisis kadar lemak menggunakan heksana; dan untuk analisis mutu

    cerna protein secara in vitro dengan menggunakan HCl 0.1 N, NaOH 0.5 N,

    enzim pepsin (P7000, aktivitas enzim = 800 2.500 unit per mg) dan pankreatin(P1500, aktivitas enzim sama dengan U.S.P) dan larutan buffer fosfat pH 6.

    Alat

    Peralatan yang digunakan dalam pengolahan ikan mujair yakni timbangan,

    pisau, talenan, piring, penangas air atau kompor, wajan atau penggorengan,

    sodet, wadah plastik, termometer, dan gelas ukur. Sedangkan alat untuk analisis

    kimianya menggunakan cawan porselin, labu kjeldahl, oven, desikator, neraca,

    tanur, kondensor, kertas saring, alat-alat gelas, pipet, pH-meter, magnetic stirrer,

    seperangkat Soxhlet, inkubator Shaking Water Bath dan peralatan analisa kimia

    lainnya.

    Tahapan Penelitian

    Tahapan penelitian ini meliputi pengamatan terhadap BDD pada ikan

    mujair, proses pengolahan ikan mujair, dan penelitian utama. Tahapan-tahapan

    penelitian antara lain sebagai berikut:

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    27/74

    1. Pengamatan terhadap BDD pada Ikan Mujair

    Bagian yang dapat dimakan (BDD) ikan dapat dilakukan dengan cara

    pembuangan bagian-bagian yang tidak diperlukan seperti sisik, sirip, isi perut,

    dan insang. Kemudian daging ikan di-filletsetelah itu daging ikan tersebut dicuci

    dan dilakukan penimbangan terhadap bagian yang dapat dimakan (BDD) pada

    ikan. Proses penghitungan BDD ini dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.

    Ikan

    Dicuci dan ditiriskan

    Ditimbang

    Dibuang sisik, sirip, isi perut, dan insang

    Daging ikan di-fillet

    Daging ikan tersebut dicuci dan ditiriskan

    Daging ikan ditimbang

    Dihitung BDD ikan

    Gambar 1. Proses Penghitungan BDD ikan mujair

    2. Proses Pengolahan Ikan Mujair

    Pengolahan yang dilakukan adalah penggorengan, perebusan,

    pengukusan, dan pemanggangan. Proses pengolahan tersebut secara ringkas

    dapat dilihat pada Gambar 2. Pengolahan dimulai dengan pemisahan bagian-

    bagian yang tidak diperlukan seperti sisik, isi perut, dan insang selanjutnya ikan

    dicuci sampai bersih. Ikan yang sudah dibersihkan mendapat 2 perlakuan yaitu

    tanpa perendaman dan dengan perendaman dalam bumbu. Ikan yang mendapat

    perlakuan perendaman bumbu direndam dalam 1 liter air, 1.5 sendok makan

    garam ( 15 g) dan 3 sendok makan cuka ( 30 ml). Untuk mengetahui

    pengolahan yang sesuai untuk ikan mujair dengan ukuran panjang 8 - 10 cm

    dilakukan uji coba (trial and error). Penggorengan dilakukan pada suhu 365

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    28/74

    3700F (185 1880C) dengan waktu 5 menit dan 10 menit, serta 15 menit pada

    suhu 130 1750C. Minyak yang digunakan untuk menggoreng adalah berkisar

    antara 200-500 ml. Pemanggangan dilakukan langsung di atas api dengan

    menggunakan alat panggang dan dilakukan dengan waktu 15 menit, 20 menit,

    dan 25 menit. Pengukusan dilakukan pada suhu 990C sampai 1000C dengan

    waktu 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. Serta perebusan dilakukan pada suhu

    990C sampai 1000C dengan waktu 10 menit, 15 menit, dan 20 menit dengan

    volume air 1L.

    3. Penelit ian Utama

    Penelitian utama ini meliputi analisis kandungan zat gizi dan analisis mutu

    cerna protein secara in vitro. Zat gizi yang dianalisis antara lain kadar air (metodeoven biasa), kadar abu (metode pengabuan kering), kadar protein (metode semi

    mikro Kjeldahl), dan kadar lemak (metode Soxhlet). Sedangkan untuk analisis

    mutu cerna protein dilakukan secara in vitrodengan menggunakan enzim pepsin

    dan enzim pankreatin.

    Rancangan percobaan

    Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama adalah penambahan bumbu

    yang terdiri dari dua taraf yaitu dengan penambahan bumbu dan tanpa

    penambahan bumbu. Faktor yang kedua adalah pemasakan yang terdiri dari 4

    taraf yaitu penggorengan, perebusan, pengukusan dan pemanggangan.

    Pengolahan dilakukan ulangan sebanyak dua kali. Model rancangannya adalah

    sebagai berikut:

    ijkijjiijk ABBA ++++= )(

    Keterangan :

    ijk : variabel respon hasil pengamatan yang terjadi karena pengaruh

    bersama penambahan bumbu ke-i, jenis pengolahan ke-j, dan

    ulangan ke-k.

    : pengaruh rata-rata sebenarnya

    Ai : pengaruh penambahan bumbu ke-i (i= tanpa pemakaian bumbu atau

    dengan pemakaian bumbu)

    Bj pengaruh jenis pengolahan ke-j (j= penggorengan / perebusan /

    pengukusan / pemanggangan).

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    29/74

    Data kandungan zat gizi (kadar air, abu, lemak, protein), retensi protein dan

    mutu cerna protein diolah dan dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excell

    secara deskriptif. Kemudian data tersebut dianalisis menggunakan program SAS

    6.12 for windows untuk analisis General Linear Model (GLM). Bila terdapat

    pengaruh analisis ragam maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Uji Duncan

    ini adalah untuk mengetahui jenis perlakuan mana (penambahan bumbu dan /atau jenis pengolahan) yang menunjukkan perbedaan.

    ABij

    ijk : Galat akibat faktor penambahan bumbu ke-i, jenis pengolahan ke-j,

    dan ulangan ke-k (k=1 atau 2)

    Pengaruh interaksi antara faktor penambahan bumbu ke-i dan faktor

    jenis pengolahan ke-j

    Analisis Data

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    30/74

    digoreng

    T= 185-188 0Ct= 5 & 10 menit

    Ikan mujair panggang

    t= 15, 20& 25 menitT= 130-175 0Ct= 15 menit

    Ikan mujair goreng

    dipanggang dikukus

    T= 99-100 0Ct= 10, 15 & 20 menit

    Ikan mujair kukus

    direndam dalam larutan garam ( 15g) dan cuka ( 30ml) selama 15 menit tidak direndam d

    ditiriskan selama 15 menit

    dibuang bagian sisik, isi perut, dan insang kemudian dicuci

    Ikan Mujair

    Gambar 2. Diagram Alur Proses Pengolahan Ikan Mujair

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    31/74

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Karakterist ik Bahan

    Bahan yang digunakan dalam pengolahan ikan mujair adalah ikan mujair,

    garam, cuka, minyak goreng dan air. Ikan mujair ini diperoleh dari penjual ikan

    yang berada di pasar Darmaga. Ikan mujair yang digunakan adalah ikan mujair

    segar yang berukuran sedang, yaitu yang panjangnya berukuran 8 - 10 cm. Pada

    saat pengambilan, ikan mujair yang dipilih adalah ikan mujair yang masih hidup

    didalam kolam. Bahan baku lainnya yaitu minyak goreng, garam, dan cuka.

    Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng bermerk Tropical, garam

    yang digunakan bermerk Refina dan cuka. Minyak goreng, garam, dan cuka ini

    diperoleh dari toko di sekitar Babakan Raya Darmaga.

    Pengamatan terhadap BDD pada Ikan Mujair

    Bagian yang dapat dimakan (BDD) dari ikan bervariasi tergantung bentuk,

    umur, dan apakah ikan ditangkap sebelum atau sesudah bertelur (Muchtadi et

    all. 2007). Bagian yang dapat dimakan dari ikan adalah jaringan skeletal atau

    flank dari tubuhnya. Ikan umumnya mengandung sekitar 40 60 % daging

    (Muchtadi 1989b). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan mujair mempunyai

    BDD sebesar 50%. Persentase BDD diperoleh setelah dilakukan pemfilletan

    terhadap daging ikan. Biasanya pada waktu pemfilletan masih ada daging yang

    tertinggal pada tulang ikannya. Dengan demikian sisa dari persentase BDD ikan

    adalah tulang, kepala, ekor, sirip, sisik, insang, dan isi perutnya atau jeroan.

    Berat ikan mujair mengalami penurunan setelah pengolahan. Hal ini dapat

    dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

    Tabel 4. Persentase Pengurangan Berat Ikan Mujair setelah Pengolahan

    Berat Ikan (g)Proses

    Waktu Sebelum Setelah

    Pengurangan Berat (%)

    Penggorengan 86 115 34 50 52 65

    Pemanggangan 81 111 35 61 46 50

    Pengukusan 100 116 76 87 24 29

    Perebusan 98 129 81 105 17 24

    Penurunan berat pada ikan mujair setelah pengolahan baik itu pada

    penggorengan, pemanggangan, pengukusan serta perebusan diduga oleh

    berkurang atau hilangnya kadar air dalam ikan akibat pengolahan tersebut.

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    32/74

    Semakin besar panas yang diberikan dan semakin lama pemanasan akan

    mengakibatkan berkurangnya kadar air pada ikan dalam jumlah banyak.

    Ikan mujair yang diberi perlakuan penggorengan beratnya mengalami

    penurunan. Berat ikan sebelum digoreng yaitu 86g 115g dan setelah

    penggorengan adalah 34g 50g. Dengan kata lain, penggorengan dapat

    menurunkan berat ikan segar sebanyak 52% 65%. Begitu juga dengan

    pengolahan yang lain (pemanggangan, pengukusan, dan perebusan) dapat

    menurunkan berat ikan mujair segar. Pemanggangan dapat menurunkan berat

    ikan mujair segar sebanyak 46% 50%, pengukusan menurunkan berat ikan

    segar sebanyak 24% 29%, dan perebusan menurunkan berat ikan segar

    sebanyak 17% 24%. Dari semua pengolahan, pengolahan yang dapat

    menurunkan berat ikan segar tertinggi yaitu pada penggorengan sedangkan

    terendah yaitu pada perebusan. Dan pada umumnya, pengolahan kering

    (penggorengan dan pemanggangan) dapat menurunkan berat ikan segar lebih

    banyak dibandingkan dengan pengolahan basah (pengukusan dan perebusan).

    Hal ini dikarenakan pada pengolahan basah, suhu yang digunakan yaitu 90oC -

    100oC sedangkan pada pengolahan kering suhu yang digunakan yaitu lebih dari

    100oC.

    Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar

    Kandungan zat gizi pada ikan mujair tergantung pada keadaan ikannya itu

    sendiri serta perlakuan yang menyertainya. Bila ikan tidak mendapat perlakuan

    apapun maka kandungan zat gizinya hanya ditentukan oleh keadaan ikan

    tersebut. Namun bila diberi perlakuan seperti pengolahan maka kandungan zat

    gizinya selain dipengaruhi oleh keadaan ikan itu sendiri juga dipengaruhi oleh

    perlakuan yang menyertainya. Hasil analisis kandungan zat gizi dan mutu cerna

    protein pada ikan mujair segar dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

    Tabel 5. Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair SegarKandungan Zat Gizi Tanpa Bumbu Dengan Bumbu

    Kadar Air *) 80.12 82.25

    Kadar Abu **) 6.33 7.34

    Kadar Protein **) 62.97 67.55

    Kadar Lemak **) 11.27 6.13

    Mutu cerna protein **) 99.14 98.10

    Keterangan:*) : dalam berat basah

    **) : dalam berat kering

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    33/74

    Ikan mujair segar ada yang diberi perlakuan berupa penambahan bumbu

    juga ada yang tidak diberi perlakuan penambahan bumbu. Pada ikan mujair

    tanpa penambahan bumbu, kandungan zat gizinya ditentukan oleh keadaan ikan

    tersebut misalnya umur. Muchtadi, et al. (2007) menyatakan bahwa semakin

    bertambah umur ikan pada umumnya kandungan lemaknya makin meningkat.

    Sedangkan pada ikan segar dengan penambahan bumbu, kandungan zat gizinya

    selain dipengaruhi oleh ikan itu sendiri juga dipengaruhi oleh penambahan

    bumbu tersebut.

    Berdasarkan hasil penelitian, kadar air ikan mujair segar mengalami

    peningkatan setelah ditambah dengan perendaman bumbu yang berupa larutan

    garam dan cuka begitu pun dengan kadar abu dan kadar protein. Kadar air pada

    ikan mujair segar meningkat menjadi 82.25% setelah perendaman bumbu dari

    80.12% (tanpa bumbu). Kadar abu menjadi 7.34% setelah penambahan bumbu

    dari 6.33% (tanpa bumbu) serta kadar protein juga menjadi 67.55% setelah

    penambahan bumbu dari 62.97% (tanpa bumbu). Sedangkan kadar lemak

    menurun setelah diberi penambahan bumbu menjadi 6.13% dari 11.27% (tanpa

    bumbu). Begitu juga dengan mutu cerna protein, berkurang setelah diberi

    penambahan bumbu menjadi 98.10% dari 99.14% (tanpa bumbu).

    Air merupakan komponen daging ikan yang terbanyak. Kadar air pada ikan

    mujair segar dengan penambahan bumbu (82.25%) lebih tinggi dibandingkan

    dengan ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (80.12%). Hal ini diduga

    terjadinya denaturasi protein oleh larutan asam cuka dan garam yang

    menyebabkan air yang terdapat pada jaringan ikan tersebut terperangkap

    didalamnya. Kadar air pada ikan mujair segar baik itu tanpa penambahan bumbu

    maupun dengan penambahan bumbu masih dalam kisaran kadar air ikan segar

    yaitu 60% - 84% (Afrianto dan Liviawaty 1989).

    Kadar abu pada suatu bahan pangan menunjukkan terdapatnya kandungan

    mineral anorganik pada bahan pangan tersebut. Kadar abu pada ikan mujair

    segar dengan penambahan bumbu (7.34%) lebih tinggi dibandingkan dengan

    ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (6.33%). Hal ini diduga terjadinya

    penyerapan garam oleh ikan mujair yang mengakibatkan kadar abu pada ikan

    tersebut bertambah karena garam mempunyai kandungan mineral anorganik

    berupa natrium dan klorida.

    Ikan mujair segar mempunyai daging berwarna putih. Menurut Muchtadi, et

    al. (2007), daging ikan segar yang berwarna putih mempunyai kadar protein yang

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    34/74

    lebih tinggi dan kadar lemak lebih rendah dibandingkan dengan daging merah

    yang merupakan kebalikannya dari daging putih. Dengan demikian, kadar protein

    pada ikan mujair tergolong tinggi. Berdasarkan hasil analisis, kadar protein ikan

    mujair segar dengan penambahan bumbu (67.55%) lebih tinggi dibandingkan

    dengan ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (62.97%). Hal ini diduga

    penambahan asam dan garam menyebabkan terjadinya denaturasi protein

    sehingga protein lebih mudah dicerna. Menurut Winarno et al. (1980)

    menyatakan bahwa penambahan asam, basa atau enzim dapat menyebabkan

    penguraian atau pemecahan molekul kompleks menjadi molekul lebih sederhana

    sehingga dapat lebih mudah dicerna dan hasilnya dapat berbentuk diantaranya

    unsur nitrogen dan asam amino.

    Ikan mujair ini termasuk ke dalam ikan berlemak rendah. Hal ini

    dikarenakan daging pada ikan mujair adalah daging putih. Menurut Muchtadi, et

    al. (2007), daging ikan segar yang berwarna putih mempunyai kadar lemak lebih

    rendah dibandingkan dengan daging merah.Daging merah mengandung lemak

    yang lebih tinggi karena terdapat lateral line tempat urat syaraf yang dilindungi

    lemak.Kadar lemak ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu(11.27%) lebih

    tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar dengan perlakuan penambahan

    bumbu (6.13%). Hal ini diduga karena lemak terhidrolisis oleh larutan asam cuka

    dan garam yang mengakibatkan kadar lemak dalam ikan menurun. Winarno

    (1997), menyatakan bahwa dengan adanya air lemak dapat terhidrolisis menjadi

    gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan asam

    dan basa. Namun kadar lemak pada ikan mujair segar baik itu tanpa

    penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu masih dalam kisaran

    kadar lemak ikan segar yaitu 2 25 % (Muchtadi, et al.2007).

    Mutu cerna protein pada ikan mujair tanpa penambahan bumbu (99.14%)

    lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair dengan penambahan bumbu

    (98.10%). Hal ini diduga oleh adanya keterikatan antara protein dengan bumbu

    (larutan asam cuka dan garam) sehingga mutu cerna protein pada ikan mujair

    menjadi berkurang setelah ditambah bumbu tersebut. Muchtadi (1989a)

    menyatakan bahwa protein merupakan senyawa yang reaktif, dimana sisi aktif

    beberapa asam amino dalam protein dapat bereaksi dengan komponen lain

    seperti asam dan basa. Perlakuan dengan asam dan basa dapat menyebabkan

    terjadinya rasemisasi asam amino (perubahan bentuk L menjadi bentuk D yang

    tidak dapat digunakan oleh tubuh) dan juga reaksi antar asam amino misalnya

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    35/74

    terbentuknya lisinolalanin dari lisin dan alanin. Kesemuanya ini dapat

    menyebabkan menurunnya nilai gizi protein akibat menurunnya mutu cerna

    protein.

    Pengolahan Ikan Mujair

    Pengolahan ikan mujair diawali dengan pembuangan bagian-bagian yang

    tidak diperlukan seperti sisik, isi perut, dan insang. Setelah itu dicuci dengan air

    hingga bersih dan selanjutnya ikan mujair tersebut terlebih dahulu diolah

    (digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus) secara trial and error untuk

    mendapatkan ikan yang berkategori matang. Pengolahan tersebut diuraikan

    dengan jelas dan terperinci berikut ini.

    Penggorengan

    Penggorengan dilakukan dengan cara deep fat frying yaitu proses

    penggorengan seluruh tubuh ikan mujair terendam dalam minyak goreng.

    Penggorengan dilakukan dengan tiga kali uji coba yaitu selama 7 menit pada

    suhu 1770C 1850C (3500F 3650F), 9 menit pada suhu 1710C 1820C (3400F

    3600F), dan 15 menit pada suhu 1270C 1770C (2600F 3500F). Volume

    minyak goreng yang digunakan adalah 200 500 ml dan berat ikan mujair yang

    digunakan adalah 86-115 gram. Penggorengan pertama dan kedua relatif sama

    dengan metode penggorengan Niles (1976) yang menggunakan suhu 365-370 0F

    (185-188 0C) selama 5-10 menit sedangkan penggorengan ketiga relatif sama

    dengan metode penggorengan Susilawati (2002) dan Samsudin (2003) yaitu

    suhu 130_1750C selama 15 menit.

    Gambar 3. Ikan mujair goreng

    Berdasarkan hasil uji coba, ikan mujair hasil penggorengan metode

    pertama (selama 7 menit) dikategorikan belum matang karena bagian dalam ikan

    mujair masih mentah tetapi bagian luar sudah kering. Hasil penggorengan

    dengan metode kedua (selama 9 menit) dikategorikan terlalu matang karena ikan

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    36/74

    mujair yang dihasilkan berwarna coklat tua dan terlihat uap minyak yang

    berlebihan dari ketel. Hal ini disebabkan karena suhu yang digunakan cukup

    tinggi dengan waktu yang lama sehingga panas yang dihantarkan kepada ikan

    mujair berlebihan. Ikan mujair yang digoreng dengan metode ketiga (selama 15

    menit) dikategorikan mujair sudah matang dengan ciri-ciri bagian luar berwarna

    kuning kecoklatan dan daging ikan mujair sudah matang dan empuk. Selanjutnya

    ikan mujair yang digunakan pada penelitian utama adalah ikan mujair yang

    berkategori matang atau ikan mujair yang digoreng selama 15 menit pada 1270C

    1770C.

    Pemanggangan

    Pemanggangan ikan mujair dilakukan dengan tiga kali uji coba yaitu

    dengan waktu 15 menit, 20 menit, dan 25 menit. Pemanggangan dilakukan

    dengan cara diletakkan di atas api dengan menggunakan alat panggang.

    Berdasarkan hasil uji coba, ikan mujair yang dipanggang selama 15 menit

    dikategorikan mujair belum matang karena bagian dalam ikan mujair masih

    mentah. Ikan mujair yang dipanggang selama 20 menit dikategorikan mujair

    sudah matang karena daging ikan mujair sudah empuk semuanya. Sedangkan

    ikan mujair yang dipanggang selama 25 menit dikategorikan mujair terlalu

    matang karena sebagian daging ikan mujair menjadi arang atau gosong. Oleh

    karena itu, ikan mujair yang dijadikan sebagai bahan pada penelitian utama

    adalah ikan mujair yang dipanggang 20 menit.

    Gambar 4. Ikan mujair panggang

    Pengukusan

    Pengukusan ikan mujair dilakukan dengan tiga kali uji coba yaitu 10 menit,

    15 menit, dan 20 menit dengan suhu yang digunakan seragam antara 990C

    1000C. Proses pengukusan ini relatif sama dengan metode pengukusan Niles

    (1976) yaitu bahwa pengukusan dapat dilakukan selama 10-20 menit setelah air

    mendidih.

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    37/74

    Gambar 5. Ikan mujair kukus

    Berdasarkan hasil uji coba, ikan mujair yang dikukus selama 10 menit

    tergolong belum matang karena bagian dalam ikan mujair masih mentah. Ikan

    mujair yang dikukus selama 15 menit tergolong sudah matang karena daging

    ikan mujair sudah empuk semuanya. Sedangkan ikan mujair yang dikukus

    dengan waktu 20 menit dikategorikan terlalu matang karena sendi tulangbelakang dan ekor mudah dipisahkan serta ada bagian tulang yang lunak.

    Dengan demikian ikan mujair yang dijadikan sebagai bahan pada penelitian

    utama adalah ikan mujair yang dikukus dengan waktu 15 menit.

    Perebusan

    Proses perebusan ikan mujair dilakukan dengan tiga kali uji coba yaitu 10

    menit, 15 menit, dan 20 menit pada suhu yang digunakan relatif sama yaitu

    antara 990C 1000C. Proses perebusan ini relatif sama dengan metode

    perebusan Niles (1976) yaitu perebusan dapat dilakukan selama 6-20 menit.

    Gambar 6. Ikan mujair rebus

    Hasil uji coba pada ikan mujair rebus sama dengan ikan mujair kukus yaitu

    perebusan dengan waktu 10 menit berkategori belum matang, 15 menit

    dikategorikan mujair sudah matang, dan 20 menit dikategorikan mujair terlalu

    matang. Sehingga ikan mujair yang dijadikan mujair sebagai bahan pada

    penelitian utama adalah ikan mujair yang direbus dengan waktu 15 menit.

    Berdasarkan hasil uji coba menunjukkan bahwa ikan yang digoreng dengan

    waktu 15 menit dengan suhu 1270C 1770C, ikan yang dipanggang dengan

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    38/74

    waktu 20 menit, Ikan yang dikukus dengan waktu 15 menit, ikan yang direbus

    dengan waktu 15 menit dikategorikan sebagai ikan berkategori matang. Setelah

    didapatkan pengolahan yang menghasilkan ikan berkategori matang maka ikan

    tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok dengan perlakuan

    penambahan bumbu dan kelompok dengan perlakuan tanpa penambahan

    bumbu. Ikan mujair yang diberi perlakuan penambahan bumbu direndam dalam

    campuran 1 liter air, 3 sendok makan cuka ( 30 ml), dan 1.5 sendok makan

    garam ( 15 g) selama 15 menit. Setelah itu ditiriskan selama 15 menit.

    Selanjutnya ikan mujair diolah dengan metode hasil percobaan yang

    menghasilkan ikan berkategori matang.

    Analisis Kandungan Zat GiziPemasakan merupakan salah satu proses pemanfaatan perlakuan panas

    yang penting dalam pengolahan ikan. Perlakuan panas yang diupayakan pada

    ikan adalah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan, seperti

    mempertahankan mutu ikan, perbaikan terhadap cita rasa dan tekstur, nilai gizi

    dan mutu cerna (Harikedua 1992). Ikan mujair yang dianalisis adalah ikan mujair

    yang masuk dalam kategori matang untuk semua pengolahan.

    Kadar Ai r

    Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan. Semua bahan

    makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan

    makanan hewani maupun nabati (Winarno 1997). Hasil analisis terhadap kadar

    air pada ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

    Tabel 6. Kadar Air pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk)

    Kadar Air (%)Perlakuan

    Tanpa Bumbu Dengan Bumbu

    Segar 80.12 82.25

    Goreng 18.71 35.69

    Panggang 60.49 65.53

    Kukus 75.91 78.08

    Rebus 76.45 78.02

    Berdasarkan hasil analisis, kadar air ikan mujair dengan penambahan

    bumbu lebih tinggi daripada tanpa penambahan bumbu baik sebelum dan

    sesudah dimasak. Kadar air ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu yaitu

    sebesar 80.12% dan meningkat menjadi 82.25% setelah penambahan bumbu.

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    39/74

    Begitu juga dengan ikan mujair goreng, panggang, kukus dan rebus, kadar airnya

    meningkat setelah penambahan bumbu berupa larutan garam dan asam cuka.

    Kadar air pada ikan mujair goreng tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar

    18.71% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 35.69%. Kadar air pada

    ikan mujair panggang tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 60.49% dan

    dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 65.53%. Kadar air pada ikan mujair

    kukus tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 75.91% dan dengan

    penambahan bumbu yaitu sebesar 78.08%. Serta kadar air pada ikan mujair

    rebus tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 76.45% dan dengan

    penambahan bumbu yaitu sebesar 78.02%. Hal ini diduga terjadinya denaturasi

    protein oleh larutan asam cuka dan garam sehingga air yang terdapat dalam ikan

    terjebak didalamnya.

    Ikan mujair segar kadar airnya lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair

    setelah dilakukan pemasakan. Hal ini dikarenakan pemasakan merupakan suatu

    proses pengolahan yang dapat menurunkan kandungan air dalam bahan

    pangan. Menurut Winarno, et al.(1980), Kadar air sangat berpengaruh terhadap

    mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam

    pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara

    penguapan atau pengentalan dan pengeringan.

    Kadar air pada ikan mujair goreng berkurang banyak sekali (18.71% tanpa

    penambahan bumbu dan 35.69% dengan penambahan bumbu) dari kadar air

    ikan mujair segar (80.12% dan 82.25% dengan penambahan bumbu). Hal ini

    diduga suhu yang digunakan dalam penggorengan sangat tinggi yaitu 127oC

    177oC dengan waktu 15 menit. Menurut Weiss (1970) diacu dalam Damayanthi

    (1994), suhu penggorengan yang normal berkisar antara 163oC 169oC

    tergantung dari jenis makanan yang digoreng.

    Menurut Ketaren (1986), jika bahan segar digoreng maka kulit bagian luar

    dapat mengkerut. Kulit atau kerak tersebut dihasilkan akibat proses dehidrasi

    bagian luar bahan pangan pada waktu menggoreng. Pembentukannya terjadi

    akibat panas dari lemak panas (diatas 3120F) sehingga terjadi penguapan air

    pada bagian luar bahan pangan. Selama proses menggoreng berlangsung,

    sebagian minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar bahan pangan

    kemudian mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air.

    Kadar air ikan panggang juga berkurang banyak namun tidak sebanyak

    pada proses penggorengan dan hal ini dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar air

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    40/74

    pada ikan panggang tanpa penambahan bumbu sebesar 60.49% dan dengan

    penambahan bumbu sebesar 65.53%. Penurunan kadar air pada ikan mujair

    panggang diduga oleh pemanasan dan penggunaan waktu yaitu sekitar 20

    menit. Pemanggangan termasuk ke dalam proses pemasakan kering dan

    pemasakan kering biasanya menggunakan suhu sangat tinggi yaitu 110oC

    240oC (Fellows 2000).

    76.4575.9160.49

    80.12

    18.71

    78.0278.0865.53

    82.25

    35.69

    0.00

    20.00

    40.00

    60.00

    80.00

    100.00

    Segar Goreng Panggang Kukus Rebus

    Perlakuan

    (%)

    Ikan Mujair Tanpa bumbu Ikan Mujair Dengan bumbu

    Gambar 7. Kadar air ikan mujair

    Kadar air pada ikan mujair yang mengalami pengukusan dan perebusan

    juga mengalami penurunan dari ikan mujair segar. Namun penurunan tersebut

    tidak banyak yaitu sekitar 4% dari ikan mujair segar dibandingkan dengan

    penurunan kadar air pada ikan mujair goreng dan ikan mujair panggang yaitu

    sekitar 16% - 60%. Hal ini diduga bahwa pada proses pengukusan dan

    perebusan menggunakan suhu 90oC 100oC dengan waktu 15 menit.

    Berdasarkan hasil uji General Linier Model, pengolahan dan penambahan

    bumbu secara bersamaan berpengaruh nyata karena p-value 0.0018 (p

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    41/74

    terdapat dalam bahan pangan yang mudah hilang dengan cara penguapan atau

    pengeringan disebut air bebas (Winarno, et al. 1980).

    Kadar Abu

    Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan residu bahan anorganik

    yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi. Namun, kadar

    abu tidak selalu eqivalen dengan bahan mineral, karena adanya beberapa

    mineral yang hilang selama volatilisasi atau interaksi antara konstituen

    (Sulaeman dan Mudjajanto 1991). Hasil analisis terhadap kadar abu pada ikan

    mujair dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

    Tabel 7. Kadar Abu pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk)

    Kadar Abu (%)Perlakuan

    Tanpa Bumbu Dengan Bumbu

    Segar 6.33 7.34

    Goreng 4.46 4.22

    Panggang 5.80 5.61

    Kukus 3.67 5.23

    Rebus 3.39 4.42

    Berdasarkan hasil analisis, kadar abu pada ikan mujair segar tanpa

    penambahan bumbu (6.33%) lebih rendah dibandingkan dengan kadar abu pada

    ikan mujair segar dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 7.34%. Begitu juga

    pada ikan mujair kukus dan ikan mujair rebus. Kadar abu pada ikan mujair kukus

    mengalami peningkatan setelah diberi bumbu yaitu sebesar 5.23% dari ikan

    mujair kukus tanpa penambahan bumbu (3.67%). Dan juga pada ikan mujair

    rebus, kadar abunya meningkat pada ikan yang diberi penambahan bumbu yaitu

    sebesar 4.42% dari ikan mujair rebus tanpa penambahan bumbu (3.39%).

    Kadar abu pada ikan mujair goreng dan panggang merupakan

    kebalikannya dari ikan mujair segar, kukus dan rebus. Kadar abu pada ikan

    mujair goreng tanpa penambahan bumbu (4.46%) lebih tinggi dibandingkan

    dengan kadar abu ikan mujair goreng dengan penambahan bumbu (4.22%).

    Begitu juga dengan ikan mujair panggang, kadar abu pada ikan mujair panggang

    mengalami penurunan setelah diberi bumbu (5.61%) dari ikan mujair panggang

    tanpa penambahan bumbu (5.80%).

    Penggunaan bumbu seperti larutan asam cuka dan garam dapat

    meningkatkan kadar abu pada ikan mujair. Bender (1978) mengemukakan

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    42/74

    bahwa penggunaan garam dapat dalam proses pengolahan dapat meningkatkan

    kandungan mineral dalam makanan. Kandungan zat besi dalam ikan yaitu sekitar

    5-248 mg dan zat besi ini dapat bertambah tinggi kandungannya dengan adanya

    bumbu.

    Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa kadar abu ikan mujair segar lebih

    tinggi dibanding dengan ikan mujair setelah pengolahan. Kadar abu pada ikan

    mujair segar tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 6.33% dan ikan mujair

    dengan perlakuan penambahan bumbu yaitu sebesar 7.34%. Setelah ikan mujair

    diolah yaitu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus, kadar abunya

    mengalami penurunan baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan

    penambahan bumbu dari kadar abu ikan mujair segar. Hal ini diduga

    penggunaan pemanasan atau suhu tinggi dapat mengakibatkan kadar abu dalam

    ikan berkurang. Apalagi pada saat pengolahan ditambah dengan media air

    seperti pada perebusan. Hal ini dapat menghilangkan kadar abu bahan pangan

    tersebut. Fennema (1996) menyatakan bahwa tingkat kelarutan dari suatu

    mineral sangat berbeda pada garam anorganik. Mineral natrium, kalium, klorida,

    dan phosphor merupakan mineral yang sangat larut dalam air.

    6.33 4.46 5.80 3.67 3.397.34 4.22 5.61 5.23 4.420.00

    20.00

    40.00

    60.00

    80.00

    100.00

    Segar Goreng Panggang Kukus Rebus

    Perlakuan

    (%)

    Ikan Mujair Tanpa bumbu Ikan Mujair Dengan bumbu

    Gambar 8. Kadar abu ikan mujair

    Kadar abu tertinggi yaitu terdapat pada ikan mujair segar baik tanpa

    penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu. Kadar abu terendah

    untuk ikan mujair tanpa penambahan bumbu yaitu pada ikan mujair rebus. Hal ini

    dikarenakan adanya mineral yang larut dalam air. Winarno (1997) menyatakan

    bahwa air dapat melarutkan berbagai bahan salah satu diantaranya mineral.

    Sedangkan untuk ikan mujair dengan penambahan bumbu, kadar abu terendah

    terdapat pada ikan mujair goreng.

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    43/74

    Hasil uji General Linier Model menunjukkan bahwa pengolahan dan

    penambahan bumbu secara bersamaan berpengaruh nyata karena p-value

    0.0348 (p

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    44/74

    Tabel 8. Kadar Protein pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk)

    Kadar Protein (%)Perlakuan

    Tanpa Bumbu Dengan Bumbu

    Segar 62.97 67.55Goreng 33.32 39.97

    Panggang 57.78 63.31

    Kukus 59.05 68.40

    Rebus 59.84 66.43

    Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar protein ikan mujair tanpa

    penambahan bumbu lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein ikan mujair

    dengan penambahan bumbu. Kadar protein ikan mujair segar tanpa

    penambahan bumbu (62.97%) lebih rendah dengan ikan mujair segar dengan

    penambahan bumbu (67.55%). Begitupun dengan ikan mujair setelah

    pengolahan baik itu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus, kadar

    proteinnya meningkat setelah diberi bumbu. Kadar protein ikan mujair goreng

    tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 33.32% dan dengan penambahan

    bumbu yaitu sebesar 39.97%. Kadar protein ikan mujair panggang tanpa

    penambahan bumbu yaitu sebesar 57.78% dan dengan penambahan bumbu

    yaitu sebesar 63.31%. Kadar protein ikan mujair kukus tanpa penambahanbumbu yaitu sebesar 59.05% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar

    68.40%. Kadar protein ikan mujair rebus tanpa penambahan bumbu yaitu

    sebesar 59.84% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 66.43%. Hal ini

    diduga bahwa penambahan bumbu berupa larutan asam dan garam dapat

    meningkatkan kadar protein pada ikan mujair baik segar maupun setelah

    pengolahan.

    Menurut Winarno et al. (1980) menyatakan bahwa penambahan asam,

    basa atau enzim dapat menyebabkan penguraian atau pemecahan molekulkompleks menjadi molekul lebih sederhana sehingga dapat lebih mudah dicerna

    dan hasilnya dapat berbentuk diantaranya unsur N dan asam amino.

    Peningkatan kadar protein pada ikan mujair dengan penambahan bumbu sekitar

    5% - 10% dari ikan mujair tanpa penambahan bumbu.

    Kadar protein ikan mujair baik itu tanpa penambahan bumbu maupun

    dengan penambahan bumbu menurun setelah mengalami pengolahan kecuali

    pada ikan kukus dengan penambahan bumbu. Kadar protein pada ikan kukus

    dengan penambahan bumbu (68.40%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    45/74

    mujair segar dengan penambahan bumbu (67.55%). Penurunan kadar protein

    yang relatif banyak setelah pengolahan yaitu terdapat pada ikan mujair goreng

    sebesar 33.32% tanpa penambahan bumbu dan 39.97% dengan penambahan

    bumbu. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah ini.

    59.8459.0557.78

    33.32

    62.97 66.4368.4063.31

    39.97

    67.55

    0.00

    20.00

    40.00

    60.00

    80.00

    100.00

    Segar Goreng Panggang Kukus RebusPerlakuan

    (%)

    Ikan Mujair Tanpa bumbu Ikan Mujair Dengan bumbu

    Gambar 9. Kadar protein ikan mujair

    Kadar protein tertinggi pada ikan mujair tanpa penambahan bumbu

    terdapat pada ikan mujair segar. Hal ini dikarenakan ikan mujair belum mendapat

    perlakuan apapun dan kadar protein tersebut asli dari ikan itu sendiri. Sedangkan

    ikan dengan penambahan bumbu yaitu terdapat pada ikan mujair kukus. Hal ini

    diduga bahwa walaupun terjadi kerusakan yang diakibatkan oleh panas namun

    penurunan protein pada ikan tidak banyak. Pada penggorengan, kadar protein

    yang didapat adalah kadar protein yang terendah dari semua pengolahan yang

    ada baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu.

    Hal ini dikarenakan suhu yang digunakan dalam penggorengan sangat tinggi dan

    protein akan rusak dengan panas yang sangat tinggi.

    Protein ikan mudah rusak selama penanganan dan pengolahan seperti

    degradasi, denaturasi, dan koagulasi. Penyebab utama ketidakstabilan proteinikan adalah miosinnya, namun tidak semua miosin ikan bersifat tidak stabil.

    Kestabilan protein ini berhubungan dengan suhu tubuh dari mana miosin

    diperoleh. Miosin dari hewan berdarah hangat relatif stabil, sedangkan dari ikan

    yang hidup di daerah dingin bersifat sangat tidak stabil (Muchtadi 1989b).

    Interaksi antara protein dan lemak yang teroksidasi juga dapat

    menyebabkan penurunan nilai gizi protein, dan hal ini sering kali tidak

    diperhatikan. Oksidasi lipid yang mengandung asam lemak tidak jenuh

    berlangsung dalam tiga tahap yaitu pembentukan produk primer, yaitu lipid

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    46/74

    hidroperoksida; degradasi hidroperoksida melalui radikal bebas dan membentuk

    produk-produk sekunder yaitu aldehid, hidrokarbon, dan lain-lain; dan

    polimerisasi produk primer dan sekunder membentuk produk akhir yang stabil.

    Produk-produk yang terbentuk tersebut dapat bereaksi dengan protein (terutama

    lisin atau asam amino lain), membentuk protein modifikasi yang tidak dapat

    diserang oleh enzim proteolitik. Selain itu, asam amino triptofan dan asam-asam

    amino yang mengandung belerang dapat rusak teroksidasi oleh radikal bebas

    dan hidroperoksida (Muchtadi 1989a).

    Hasil uji General Linier Model menunjukkan bahwa pengolahan dan

    penambahan bumbu secara bersama-sama berpengaruh nyata karena p-value

    0.0001 (p

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    47/74

    atau dalam jeroan terutama usus kecil (Muchtadi, et al. 2007). Hasil analisis

    terhadap kadar lemak pada ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.

    Tabel 9. Kadar Lemak pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk)

    Kadar Lemak (%)PerlakuanTanpa Bumbu Dengan Bumbu

    Segar 11.27 6.13

    Goreng 45.79 31.64

    Panggang 12.89 10.42

    Kukus 12.61 4.81

    Rebus 12.36 4.88

    Secara keseluruhan kadar lemak ikan mujair tanpa penambahan bumbu

    lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak ikan mujair dengan penambahan

    bumbu. Ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (11.27%) lebih tinggi

    dibandingkan dengan ikan mujair segar dengan penambahan bumbu. Begitupun

    dengan ikan mujair setelah pengolahan, kadar lemak ikan tanpa penambahan

    bumbu lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair dengan penambahan

    bumbu. Kadar lemak ikan mujair tanpa penambahan bumbu setelah pengolahan

    yang meliputi goreng, panggang, kukus dan rebus berturut-turut yaitu 45.79%,

    12.89%, 12.61%, dan 12.36%. Dan kadar lemak ikan mujair denganpenambahan bumbu setelah pengolahan berturut-turut 31.64% (goreng), 10.42%

    (panggang), 4.81% (kukus), dan 4.88% (rebus). Hal ini diduga bahwa

    penambahan bumbu berupa larutan cuka dan garam dapat menurunkan kadar

    lemak pada ikan. Menurut Winarno et al. (1980) menyatakan bahwa terdapat

    kira-kira 20 macam asam lemak yang dapat bergabung dengan gliserol dalam

    lemak alam dan salah satu contohnya adalah asam asetat atau yang dikenal

    dengan asam cuka.

    Kadar lemak pada ikan mujair meningkat setelah pengolahan kecuali padaikan kukus dan rebus dengan penambahan bumbu. Hal ini dapat dilihat pada

    Gambar 10. Kadar lemak pada ikan goreng relatif tinggi dibandingkan dengan

    kadar lemak dengan pengolahan lainnya. Kadar lemak pada ikan mujair goreng

    tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 45.79% dan ikan mujair goreng dengan

    penambahan bumbu yaitu sebesar 31.64%. Hal ini diduga oleh adanya minyak

    goreng yang terserap oleh ikan mujair tersebut yang mengakibatkan kadar lemak

    pada ikan mujair bertambah. Menurut Damayanthi (1994), penggorengan

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    48/74

    berbeda dengan pengolahan pangan lainnya, selain berfungsi sebagai media

    penghantar panas minyak juga akan diserap oleh pangan.

    Ikan mujair kukus dan rebus dengan penambahan bumbu, kadar lemaknya

    relatif rendah dibandingkan dengan pengolahan lainnya. Kadar lemak ikan mujair

    kukus dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 4.81% dan ikan mujair rebus

    dengan penambahan bumbu sebesar 4.88%. Hal ini diduga selain lemak

    terhidrolisis oleh larutan asam cuka dan garam juga pengolahan yang melibatkan

    media air sehingga kadar lemaknya berkurang lebih banyak dibandingkan

    dengan ikan mujair segar dengan penambahan bumbu. Winarno (1997),

    menyatakan bahwa dengan adanya air lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol

    dan asam lemak. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan asam dan

    basa.

    12.3612.6112.89

    45.79

    11.27 4.884.8110.42

    31.64

    6.130.00

    20.00

    40.00

    60.00

    80.00

    100.00

    Segar Goreng Panggang Kukus RebusPerlakuan

    (%)

    Ikan Mujair Tanpa bumbu Ikan Mujair Dengan bumbu

    Gambar 10. Kadar lemak ikan mujair

    Perbedaan kadar lemak pada ikan mujair juga bisa disebabkan oleh

    beberapa faktor yaitu musim atau saat penangkapan, kondisi ikan (sebelum atau

    sesudah bertelur) serta pemberian makan pada ikan. Pada musim tertentu ikan

    mempunyai daging yang lebih berair, lebih lunak dan mengandung lemak yang

    lebih kecil dan kondisi ini dikenal dengan out of season. Kondisi ikan yang kurang

    baik yaitu pada saat bertelur dan beberapa waktu sesudahnya, karena pada

    masa ini umumnya ikan tidak makan dan hal ini menyebabkan kandungan lemak

    dalam daging menurun. Penurunan komposisi daging ikan juga terjadi jika ikan

    diberi makan dengan jumlah yang kurang namun hal ini dapat pulih kembali jika

    ikan diberi makan dengan normal (Muchtadi, et al.2007).

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    49/74

    Hasil uji General Linier Model menunjukkan bahwa pengolahan dan

    penambahan bumbu secara bersamaan berpengaruh nyata p-value 0.0025

    (p

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    50/74

    rebus tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 95.57% dan dengan

    penambahan bumbu yaitu sebesar 98.48%. Hal ini menunjukkan bahwa

    kandungan protein akan berkurang kerusakannya dengan adanya penambahan

    bumbu.

    Retensi protein pada ikan mujair setelah pengolahan terendah pada ikan

    mujair goreng tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 53.03%. Dan retensi

    tertinggi terdapat pada ikan mujair kukus dengan penambahan bumbu yaitu

    sebesar 101.59%. Hal ini dapat dilihat pada gambar 11. Hal ini diduga oleh

    penggunaan suhu yang relatif tinggi pada proses penggorengan yang

    mengakibatkan kerusakan pada protein ikan mujair lebih besar dibandingkan

    dengan ikan mujair kukus. Pengolahan sangat mempengaruhi kerusakan yang

    terjadi pada protein. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang

    digunakan pada pengolahan suatu bahan pangan yang berprotein tinggi seperti

    ikan mujair semakin tinggi kerusakan yang terjadi pada protein dalam bahan

    pangan tersebut.

    95.5794.2791.89

    53.03

    98.48101.5993.81

    59.20

    0.00

    50.00

    100.00

    Goreng Panggang Kukus Rebus

    Perlakuan

    (%)

    Ikan Mujair Tanpa bumbu Ikan Mujair Dengan bumbu

    Gambar 11. Retensi protein ikan mujair setelah pengolahan

    Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak terkontrol dengan baikdapat menurunkan nilai gizi proteinnya. Pengolahan yang sering dilakukan

    adalah pengolahan dengan menggunakan pemanasan seperti pemasakan.

    Sedangkan kita ketahui bahwa protein tersebut merupakan senyawa reaktif

    dimana sisi aktif beberapa asam amino dalam protein dapat bereaksi dengan

    komponen lain misalnya gula pereduksi, polifenol, lemak dan produk oksidasinya,

    serta bahan kimia aditif seperti alkali, belerang dioksida, atau hidrogen peroksida.

    Selain itu perlakuan dengan alkali menyebabkan terjadinya rasemisasi asam

    amino dan juga reaksi antar asam amino yaitu terbentuknya lisinolalanin dari lisin

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    51/74

    dan alanin. Kesemuanya ini dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein

    dan menurunnya ketersediaan asam-asam amino esensial (Muchtadi 1989a).

    Protein dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh-pengaruh panas, reaksi

    kimia dengan asam atau basa, goncangan dan sebab-sebab lainnya. Sebagai

    contoh misalnya protein di dalam larutan pada pH tertentu dapat mengalami

    denaturasi dan mengendap. Perubahan-perubahan tersebut di dalam makanan

    mudah dikenal dengan terjadinya penggumpalan atau pengerutan. Protein juga

    dapat mengalami degradasi yaitu pemecahan molekul kompleks menjadi molekul

    yang lebih sederhana oleh pengaruh asam, basa atau enzim. Hasil-hasil

    degradasi protein dapat berbentuk sebagai berikut yaitu proteosa, pepton,

    polipeptida, peptida, asam amino, NH3dan unsur N (Winarno et al.1980).

    Hasil uji General Linier Model menunjukkan bahwa pengolahan dan

    penambahan bumbu berpengaruh nyata p-value 0.0006 (p

  • 7/24/2019 A2008 Tintin

    52/74

    mutu cerna protein karena tercegahnya penetrasi enzim ke dalam substrat

    protein atau karena ter