a tribute to maestro

60
A TRIBUTE TO MAESTRO Balinese dance is my life , 75th Daimond Anniversary Date : 28 SEP - 7 OCT.2013 Venue : Bentara Budaya Bali IDA B AGUS BLANGSINGA

Upload: akar-media

Post on 16-Mar-2016

241 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Gus Aji’s life would change suddenly in 1939 when relatives in Tabanan, a royal capital in West Bali and his family’s ancestral home, asked his parents to send him to live with them so that he could attend a newly established colonial school for Balinese children. Exchanging his sarong for shorts, shirt and a crew cut, he would rise every morning and walk about a kilometre to his school. Curious of the new environment, after seeing westerners for the first time, he learned that Tabanan was also the home of I Ketut Marya, the most famous Balinese dancer of the first half of the 20th century.

TRANSCRIPT

Page 1: A Tribute to Maestro

A TRIBUTE TO MAESTRO

Balinese dance is my life , 75th Daimond Anniversary

Date : 28 SEP - 7 OCT.2013Venue : Bentara Budaya Bali

IDA BAGUS BLANGSINGA

Page 2: A Tribute to Maestro

75LIFE OF

BALINESE DANCE

YEARS

Contents

Page 3: A Tribute to Maestro

P2 .

P4 .

P12 .

P21 - P48 .

P56 .

1

Greetings from Bentara Budaya BaliThe Eternal Dance : Text by Bruce CarpenterHighlight of ExhibitionArtist Index

Letter from Friend : Mr. Minoru Shirota

IDA BAGUS OKA WIRJANA (BLANGSINGA)

Sekaa Gong Tetamian PindaI Ketut Cater,SSn. / I Made Raditya I Wayan Kumpul / I wayan Yudiastra / I Wayan Karda / I Wayan Suwintara /I Made Kamar / I Wayan Kasman / I Nyoman Suweta / I Ketut Senter / I Nyoman Widana / I Nyoman Sukarnata / I Wayan Order / I KetutArta /I Wayan Rastawan / I Made Sumadiasa

Sekaa Gong Tetamian PejengI Made Sukadana,SSp. / A.A. Semara / I Made Ariasa / Dewa Ngakan Putu Garjita / Dewa Ngakan Made Dedik / Dewa Ari Angga / I Wayan Mudita / Ngakan Balik / I Wayan Mawa / Wayan Tagel / A.A. Wahyu / Gusti Lanus / I Gusti Made Darmaputra / I Made Reindra

PenariIda Ayu Tirtawati / Ida Ayu Ratnawati / Ida Bagus Witara / Ida Ayu Triana Titania Manuaba /I Wayan Purwanto / I Wayan Jayamerta / I Wayan Gede Aditya Pratita / I Wayan Karismayana / I Wayan Adi Gunawan / I Made Sukadana,SSp. / I Made Yoga Uthama / I Nyoman Ardiana / I Gede Wahyudi Suryawan / Ida Ayu Ketut Indah Cahyani / Ida Ayu Hita Dewi / A.A. Bagus Harjuntara Sutedja /Agus Adi Yustika / Cok Istri Nilam Kencana Ningrat / Gusti Ayu Indra Mahyurani / Gusti Ayu Sonia Wina Laksmi / Ni Putu Jati Ari Artini /Ni Kadek Sudarmanti / Ni Kadek Eva Meilani / Ni Nyoman Andra Kristina Susanti / Satomi Ono

Jro Gadung Arwati / Jro Made Puspawati / Ida Ayu Made Barali Pundara Warsini, sst / Ni Komang Ratih Camaria Dewi / Ni Wayan Masri Yanti / Ni Luh Menek / Ni Ketut Arini,sst

SenimanDoddy Obenk / Tjandra Hutama K / Yan Palapa / Indra Widi / D P Arsa Putra / Komang Parwata SSn. / Ismail ilmi / I Gusti Agung Wijaya Utama, S.Sn. / Dechi IDK. Rudita Widia Putra / Windujati / Rudi Waisnawa / I Putu Apriwidana /Adriaan Palar / Ida Bagus Gede Indra Sukma Advaita / Ida Bagus Ari Munartha / ida Bagus Alit / Carola Vooges / Irina / Miranda Risang Ayu Palar

Page 4: A Tribute to Maestro

A TRIBUTE TO OKA BLANGSINGA, ASTUNGKARA MAESTROWarih Wisatsana

Bentara Budaya Bali

28th, Sep 2013

Suatu ketika, sekitar setahun yang lalu, di tengah pembukaan pameran Asian Watercolour Expression, kami bertemu dengan Bapak Adrian Palar dan Bli Wayan Purwanto, terbetik perbincangan perihal kehidupan para maestro tari yang rata-rata berusia lanjut. Terurailah gagasan untuk menghadirkan sebuah acara persembahan atau a tribute. Dengan gembira, kami, Bentara Budaya, membuka diri untuk bekerjasama. Sungguh sebuah kebahagiaan bagi kita dapat merayakan capaian luhur seorang kreator mumpuni, yang terbukti telah mendedikasikan hampir sebagian besar hidupnya untuk berkarya atau mencipta.

Terlebih lagi, bukankah setiap penari Bali sewaktu tampil di depan khalayak, sesungguhnya tengah menjalani laku persembahan atau bakti. Tentu saja tidak semua pregina dapat mencapai tataran seluhur ini, yakni mengalami dan memahami tubuh sebagai keniscayaan penciptaan sekaligus luluh menjadi sebentuk lantunan puja doa bagi Sang Maha Indah. Dengan demikian, tarian-tarian klasik Bali, sebagai satu kesatuan yang menyempurnakan upacara, tak hanya menyuguhkan sesuatu yang rancak atau atraktif semata, melainkan juga adalah komposisi yang imajinatif dan sugestif, bahkan meditatif.

Yang mencapai tingkatan ini kerap dinyatakan telah teberkati oleh Taksu, atau daya pukau linuwih yang lahir dari kedalaman kalbu. Prabawa ini menaungi Sang Maestro bukan hanya di atas panggung tapi hingga juga kehidupan kesehariannya. Ida Bagus Oka Wirjana (84 tahun), yang tersohor sebagai Oka Blangsinga adalah sedikit dari seniman tari Bali yang meraih keparipurnaan ini.

Memaknai 75 tahun berkarya Ida Bagus Oka Blangsinga, Bentara Budaya Bali menyambut baik uluran kerjasama Yayasan Tetamian Griya Blangsinga. Ida Bagus Oka Wirjana, memang sungguh seorang maestro tari. Ia bukan hanya mumpuni atau piawai, terlebih membawakan Tari Kebyar Duduk, pelanjut paling unggul setelah I Mariya – sang penciptanya, namun juga seorang kreator yang dedikasi berkeseniannya memberi inspirasi lintas generasi. Selain sebagai seorang penari dan koreografer, Oka Blangsinga juga terbilang cakap mengorganisir peristiwa-peristiwa seni berikut lawatan-lawatan tari yang lintas jaman.

2

Page 5: A Tribute to Maestro

Kekuasaan boleh saja beralih, dari Belanda ke Jepang hingga ke Republik, dari satu presiden ke lain presiden, sejurus orde demi orde yang berganti, akan tetapi Oka Blangsinga tetap teguh kukuh dengan pilihannya sebagai seorang seniman. Riwayat hidup Oka Blangsinga adalah dari panggung ke panggung. Menari untuk upacara keagamaan di pura-pura atau upacara adat lainnya di Bali, hingga ke stage – stage prestisius di mancanegara, termasuk rangkaian pertunjukan dari satu dari Istana Presiden ke Istana Presiden yang lain. Acara A Tribute to Maestro Blangsinga ini sejalan dengan program agenda Bentara Budaya. Setahun yang lalu, dalam rapat Dewan Kurator Bentara Budaya di Yogyakarta, selain ditetapkan tema Kebangsaan untuk tahun 2013, disertakan pula satu agenda acara yang wajib diadakan oleh empat venue (Bentara Budaya Jakarta, Bentara Budaya Yogyakarta, Balai Soedjatmoko Solo dan Bentara Budaya Bali), yakni ‘Alih Generasi’.

Program ‘Alih Generasi’ dimaksudkan menggambarkan upaya pewarisan kecakapan berkesenian, berikut nilai-nilai filosofi luhurnya dari satu generasi ke generasi seterusnya. Acara ini diniatkan sebagai upaya untuk menghormati para kreator-kreator seni, terlebih seni-seni tradisi nusantara, yang tanpa pamrih dan penuh dengan kecintaan mengupayakan alih generasi agar memori kultural setempat tetap terjaga dan dikembangkan. Misalnya yang telah berlangsung di Bentara Budaya Jakarta yakni ‘Wangsa Cirebon-Dermayu’, ‘Wayang Golek Pesisiran dari Tegal’ di Balai Soedjatmoko Solo dan ‘Pembatik Giriloyo: Dari Masa Ke Masa’ di Bentara Budaya Yogyakarta.

Pada agenda ‘Alih Generasi’ ini, selain ditampilkan karya-karya Oka Blangsinga yang dibawakan oleh anak, cucu dan murid-muridnya, dihadirkan pula serangkaian diskusi yang mengelaborasi sosok Oka Blangsinga sebagai pencipta sekaligus sebagai penari. Tidak itu saja, akan ditampilkan juga karya-karya potret serta seri-seri fotografi seni yang sama-sama berangkat merespon kesejarahan Sang Maestro. Dipresentasikan pula patung-patung karya sejumlah seniman, ditambah workshop-workshop yang mencerminkan bagaimana Oka Blangsinga memberikan pelatihan di sanggarnya selama ini guna melakukan transfer of knowledge atau alih pengetahuan kepada murid-muridnya.

Hal tersebut di atas menjadi penting mengingat pengalaman Oka Blangsinga sendiri sewaktu berproses menguasai Tari Kebyar Duduk. Ia berlatih menguasai tarian itu secara sendiri – praktis tanpa guru, mereka-reka gerak dan komposisinya berdasarkan amatan dan ingatannya kepada sosok I Mariya -- yang sempat disaksikannya sewaktu masih duduk di sekolah dasar dan hendak melanjutkan ke tingkat Opschool (SMP), di Tabanan pada tahun 1939. Sepanjang masa itulah ia kerap menyaksikan bagaimana Sang Legendaris I Mariya berlatih dan menari Kebyar Duduk. Belum sempat belajar menari langsung pada yang bersangkutan, Jepang keburu datang dan menguasai kota Tabanan. Sekolah bubar dan ia pun terpaksa kembali ke desa kelahirannya di Banjar Blangsinga, Gianyar. Boleh jadi dengan cara berlatih seperti itulah, Ida Bagus Oka Wirjana berhasil menghayati tarian Kebyar Duduk dan mengekspresikannya selaras kekhasan dan kekuatan karakter dirinya.

Terimakasih kepada Keluarga Besar Griya Blangsinga, Bapak Adriaan Palar, Bli Wayan Purwanto, Doddy Obenk, Yoko Yoshida, teman-teman Komunitas Lingkara dan para seniman seniwati pendukung acara A Tribute to Maestro Blangsinga : 75 Tahun Berkarya. Semoga kerjasama ini turut mendorong lahir generasi penerus yang kelak menjadi mestro-maestro tari berikutnya.

Mari berbagi dan berapresiasi, demi kelanjutan keluhuran seni budaya Bali. Astungkara.3

Page 6: A Tribute to Maestro

The ETERNAL DANCE

One of the greatest and most influential dancers of the post World War II generation, Ida Bagus Oka Wirjana of Blangsinga stands out as

one of only a handful or living Balinese artists whose careers begin during the colonial era. He and a handful of other young dancers would

define the art of Balinese dancing during the heady early days of the Indonesian Republic, a time of great hopes and suffering. Remarkably

“Gus Aji” or Father Gus, as he is nicknamed, continues to perform and teach a new generation of dancers. At 84 years of age, he remains

dynamic and vivacious. With a sharp memory and sharper wit he describes his drive as a wish to manifest the higher calling of honouring

his ancestors to whom he ascribes his talent and success. .

Gus Aji was born in the village of Blangsinga, Gianyar in 1929 and nurtured in the cultural heartland of South Bali. Two of Bali’s most

remarkable temples were located only a stone throw away from his family compound – the 10th century Pura Bukit Dharma Durga Kutri

and Pura Kebo Gaduh Kebo Iwo, named after a heirloom dancing mask depicting Gadjah Mada, the 14th century Majapahit General who

defeated the giant Kebo Iwo after whom the temple is named. Although Bali had been violently incorporated into the Dutch East Indies only

one generation before, Gianyar and its royal family who had allied themselves with the Dutch had been little affected. The inhabitants of

Blangsinga were blissfully unaware of the outside world.

A member of the Brahmana priestly caste, the slim young boy demonstrated a precocious aptitude for dance and music at the age of 7 and

was already placed under the tutorage of Ida Bagus Kompiang, a renowned local dancer, who was also his uncle. In spite of the family

relationship, Gus Aji was spared none of the stern discipline expected of aspiring dancers that dominated traditional schools. Few candidates

were expected to achieve greatness and those unfit were quickly weeded out. Gus Aji not only survived but also prospered. Until today he

ascribes his success and tenacity to this rigorous initiation into the secrets of the Baris dance that epitomizes the Balinese archetype of the noble

and courageous warrior. Accompanying his uncle at temple festivals he was already recognized as a prodigy at the age of nine.

Text : Bruce Carpenter

28th, Sep 2013

4

Page 7: A Tribute to Maestro

Gus Aji’s life would change suddenly in 1939 when relatives in Tabanan, a royal capital in West Bali and his family’s ancestral home,

asked his parents to send him to live with them so that he could attend a newly established colonial school for Balinese children.

Exchanging his sarong for shorts, shirt and a crew cut, he would rise every morning and walk about a kilometre to his school. Curious

of the new environment, after seeing westerners for the first time, he learned that Tabanan was also the home of I Ketut Marya, the most

famous Balinese dancer of the first half of the 20th century.

The darling of Bali’s colourful and artistic expatriate community, Mario, as he was nicknamed by his admirers, was an international star. He

was not only famous for his virtuoso dancing but also for having choreographed of several new and astounding dance forms, the most famous

of which was the Kebyar Duduk or Seated Kebyar. Playing a long gong instrument (terompang) while seated Mario’s dazzling and elegant

movements mesmerized audiences. Kebyar Gong was an instantaneous sensation among the Balinese and foreign visitors, both rich and famous,

who often made the pilgrimage to his family compound during the idyllic 1930s when Bali was proclaimed the Last Paradise on Earth.

Gus Aji, the still aspiring young dancer saw Mario perform on several occasions. Too shy to approach the master, he made a secret vow to

take lessons from him one day. This would never come to be because when the ‘Golden Age’ came to a sudden end after Bali was plunged

into the chaos of World War Two on the night of February 23, 1942 when a wave of frantic pounding of the kulkul slit drums hanging the

warning towers rolled across the island to announce the Japanese invasion. In only a matter of days the old order was turned upside down.

The colonial school was among the early casualties. Its doors shut, the 14-year old was sent back to the village of his birth. As the war

dragged on, Japanese rule grew harsher causing immense hardship and suffering especially when they began seizing rice harvests and other

strategic materials for their war effort.

With few options, Gus Aji, fully dedicated himself fully to dance. Despite the struggle to survive, the ancient Balinese cycle of life and religion

continued as best it could in spire of the occupation. Gus Aji began a gruelling circuit of temple dance performances for which he received

only in food and sometimes supplies to bring home. Life was not easy but the demanding schedule honed and expanded his command and

skills. Although the war officially ended in August 1945, peace did not come to Bali for three years because of an enduring conflict between

members of the old conservative order and young revolutionaries who supported incorporation into the newly declared Republic of Indonesia.

The island would only be pacified in 1948 after the Dutch recognized Indonesian independence and reached an uneasy agreement with their

former colonial master. recognized Indonesian independence and reached an uneasy agreement with their former colonial master. 5

Page 8: A Tribute to Maestro

With the return of civil order opportunities and prosperity increased for the young dancer who was now billed as Ida Bagus Blangsinga. Working the grassroots, he was now one of the most popular young dancers in South Bali and would receive numerous invitations to perform at prestigious venues. Ni Polak, the dancer wife of the Belgium painter, Adrien Le Mayeur du Pres, regularly asked him to perform with her at their studio-home on Sanur Beach where he would met with a growing circle of westerners and influential Balinese and Indonesians. Among these was Cokorda Gede Sukawati of Ubud Palace, who invited him to dance there as well. Sukawati also introduced him the Dutch artist Rudolf Bonnet who would paint his portrait as a dancer for which he received a ring and clothes.

Gus Aji would also be given a bicycle by Heer Koopman a friend of Bonnet’s for performing at his Sindhu Art Gallery in Sanur.

Having never forgotten Mario’s Kebyar Duduk dance, Gus Aji also began experimenting creating new dance forms. His starting point was the Kebyar Duduk, which merged elements of Mario’s famous choreography with the disciplines of the classical Baris dance. The new variation was also widely and well received and word of it spread like wildfire. Intrigued by the hubbub Mario, himself would ask Gus Aji to perform for him in 1949. Only 21 years old, Aji was struck with fear but fulfilled the maestro’s request. Ever humble, after the per-formance Gus Aji politely begged Mario to forgive for taking liberties and to feel free to correct his errors. The magnanimous master rose with a smile and said, “I am unable to help you because there is nothing I can say or teach to improve your dance.” During the following

years the two would share the stage together on four occasions accompanied by Tabanan’s well-known Gong Pangkung gamelan.

Word of Gus Aji’s growing talents soon reached a wider audience resulting in more and more invitations to perform with leading Balinese dance troupes. Balinese dance also went national. President Sukarno, who was half Balinese himself, understood the need to forge a pan-Indonesian identity to help unite the diverse citizens of the new republic. His instituted an official policy to promote traditional arts

and dances as the face of Indonesia not only at home but also abroad.

Gus Aji’s experience outside Bali began in 1952 when he signed a year long contract to perform in Jakarta, Indonesia’s bustling capital, with Denpasar’s Cinta Manik troupe. They were a big hit and much celebrated. Sukarno himself was one of their biggest fans and they began regularly performing at the presidential palace for foreign dignitaries and guests. Gus Aji returned to Bali only shortly before he was invited as the personal guest of Raden Achmad Soebarjo, Indonesia’s first minister of foreign affairs, to return to Jakarta. While his day job was to

teach the children of various government officials how to dance, as before he was frequently called by Sukarno to perform at the palace.

6

Page 9: A Tribute to Maestro

International tours soon followed. During his stint with Soebarjo, he was sent to Pakistan in 1954 with talented fellow dancers I Made

Darmi, Rupawati, Gadung Arwati and Gusti Ayu Mejawati, to represent Indonesian in an international dance festival where they won

the silver medal. Back in Bali he joined another legendary dance group, Seri Budaya, Denpasar, under the directorship of Cokorde

Bagus Sayoga of Puri Satria. Seri Budaya was often called to the presidential palaces in Jakarta and Tampaksiring, Bali to perform at

the president’s behest.

In 1956 they would make an extended tour of Europe visiting Czechoslovakia and the Netherlands. The next year the president

invited him to tour the Republic of China for three months with another famous gamelan orchestra, Gong Belaluan. De-

spite having met and performed for some of the most powerful men and women of his generation – Nikita Khrushchev,

Josip Tito, Queen Juliana, Lee Kuan Yew, Jawaharlal Nehru, Chou En Lai and Mao Tse Tung - Gus Aji remained a simple Bali-

nese untouched by all the pomp and circumstance. For him the greatest delight was to dance and to return home to his family.

Completely naïve and apolitical the increasingly tense political situation and grave problems facing the nation made it clear to even

Gus Aji that trouble was brewing. Bali and the capital were rife with rumours as the gulf between the conservative elements of society

and the revolutionaries led by the Communists heated resulting in crisis after crisis. In 1959 a series of rebellions broke out on various

islands. Having been hired by the military to entertain the troops, Gus Aji underwent and members of his dance company underwent

the most frightening experience of their lives when they found themselves in the middle of a battlefield with mortar shells exploding

around them.

Remarkably although Sukarno’s frequent arousing speeches became more leftist and took an increasingly strident tone as he

denounced capitalism and imperialism and called for constant revolution, Indonesia would organize foreign tours for their now famed

dancers. In 1962 Gus Aji would travel to Hawaii, Tokyo, Osaka, Hong Kong and Singapore to dance in a much-acclaimed series of

performances events led by Hamengku Buwono IX, the Sultan of Jogjakarta.

7

Page 10: A Tribute to Maestro

From a Balinese perspective the first inauspicious signs began in the harvest season of 1962 when a combination of a plague of rats and

disease decimated the usually abundant rice harvest. In February of the following year, Gunung Agung, the island’s most revered island

came to life for the first time in over 700 years. A major eruption would take place on March 17th causing several thousand deaths, major

displacement and another year of failed crops as huge rocks were spewed the skies went black. Many whispered that the disaster was

the result of the hubris of President Sukarno who had wrangled the island’s religious leaders, many against their will, to hold an Eka Dasa

Rudra, a once in a century cleansing ritual at Besakih temple on the slopes of Gunung Agung. The eruptions continued into 1964.

Dubbed the “Year of Living Dangerously”, 1965 was a time enormous uncertainty when the optimism that had propelled and motivated the Indonesian people during the first decade of their independence gave way to fear. Even Sukarno, one of the most brilliant political minds of the 20th century and the father of the nation was unable to maintain equilibrium as the nation spiralled out of control. Violence would break out in September with an alleged Communist coup attempt plunging Indonesia into uncertainty. The coup was quickly put down and over the next months, the formerly untouchable Sukarno was stripped of authority and banished to East Java. The victors would also set in motion an accelerating bloody purge of leftists. This would begin in Jakarta and reach its highest pitch in Bali where an estimated 5% of the population was summarily executed without trial.

Like many who experienced the horror Gus Aji rarely speaks of what he saw. When he does it is with great sadness. “I was asked by vigilantes in my own village to root out communist suspects including a nearby Chinese family”, he recalls. “I wanted no part of it and told them that I did not understand politics and would have nothing to do with murder.” In doing this he brought his own life into danger but was luckily spared any retribution. Artists and intellectuals, especially those connected in any way with Sukarno or the old regime, were among the chief targets of the vendetta. Although he remains silent on the subject, a number of his own friends, idealistic young artists who only wished for a better world also perished in the holocaust.

The advent of the New Order Government severely impacted Gus Aji’s life. After more than a decade on the national and international

stage, he suddenly found himself something of an outcast because he had been a favourite of Sukarno and leading members of the early

Indonesian Republic who were now either dead or persona non grata. Gus Aji returned to the village circuit but years would pass before

he would be invited to perform at official functions. His first trip abroad in years would take place in 1968 when a hotel owner from Tokyo

brought him and his daughter Ida Ayu Tirtawaty to Japan to perform nightly for a year.

8

Page 11: A Tribute to Maestro

As traditional teaching of dance in the villages diminished the provincial government of Bali set up a dance academy (STSI) in

Denpasar in 1967 to promote and preserve Balinese dance. It was so successful that two years later it was elevated to a national

academy and renamed ASTI (now ISI). The school created a new paradigm and dynamic that attracted not only Balinese but also

dancers from throughout Indonesia and the world. Gus Aji was invited to teach at the school shortly after it was opened. Teaching in

classroom proved an exhilarating new experience especially because many of his students came from abroad especially Japan.

While acknowledging the academy’s importance, Gus Aji also began to have serious misgivings about foreign influences on Bali-

nese traditional dance. These came both from Java and abroad and blurred many lines creating confusion among young dancers and

the Balinese about what was authentic or new. In spite of his doubts he forged a close relationship with I Made Bandem, a new an

immensely important figure on the Balinese scene. Having studied in the United States Bandem represented a new generation of

Balinese intellectuals. Himself a dancer, he would guide the dance academy for many years and is still a major force on the Balinese

art scene. In acknowledgement of Gus Aji’s unique position, Bandem would frequently send students to study in Blangsinga with the

master. Other people of note with whom he was close included Ni Ketut Arini, the daughter of a drummer who was a close friend and

I Wayan Dibya a professor and well-known mask dancer who founded GEOKS, a cultural centre in his home village of Singapadu.

Official patronage would return to in 1970 when he signed a 3-year contract with Major General Isman to perform in Jakarta once

again with a troupe of over 30 dancers and musicians for the first time during the Soeharto Era. By the end of the decade and now in

his fifties, Gus Aji was once again on the A list of Balinese dancers invited to perform at home and abroad. Balinese arts would also

undergo a cultural renaissance during the 10-year administration (1978-1988) of the island’s first Balinese governor, Ida Bagus Mantra.

A lover and patron of the arts, Mantra included artists and dancers such as I Made Bandem, with who he founded the still very

successful annual Bali Arts Festival, within his inner circle. A friend of Gus Aji, the senior dancer was a regular honoured guest at the

festival. The government of Gianyar, also sought Aji’s aid and advice. During this period he set up a ninety man Kecak and an all female

gamelan orchestra that won several first prizes in various pan-Bali competitions.

9

Page 12: A Tribute to Maestro

Now 84 Gus Aji spends most of his time in Blangsinga where he has set up a traditional dance school. Surrounded by 17 children,

37 grandchildren and 19 great-grandchildren and a constant stream of friends, students and admirers, his chief aim is to protect and

maintain the integrity and purity of classical dance versus an increasingly bewildering array of new forms that confuse the Balinese as well as

outside world. In 2008 Aji co-founded a non-profit organization, Yayasan Intan Budaya Negri, with Doddy Obenk, a well-known photographer

who has been documented the old traditions. The foundation is dedicated to honouring senior Balinese dancers of past generations and has

organized numerous events in which they participate with their young students. Japanese journalist Yoko Yoshida, also deserves special

mention for her long-term dedicated support.

When queried about the source of his talent, Gus Aji swiftly attributes any special abilities he may have as a direct gift from his ancestors, a

precious jewel that has been handed down orally over centuries. As another link in this chain he seeks to honour his forefathers by passing

on this knowledge to new generations. In spite of his extraordinary life and the honours he has won he remains a humble man of modest

means. Ever cheerful he laughs at how naïve has been about money especially against the background of Bali’s new rampant commercial-

ism. He recalls being promised a salary of 50 rupiah a day by promoters only to return from a tour to hear there was no money left. Indeed

for much of his life this master received only room and board. “My greatest blessing”, he says, “has been to be able to dance for so many

years”. With a tinkle in his eyes he adds, “There is no reason to stop yet”.

10

Page 13: A Tribute to Maestro

FAMILY OF GRIYA BLANGSINGACenter : I.B.Oka Wirjana ( I.B. Blangsinga ) / Ida Ayu Mater / Ida Ayu Suwati / Ida Ayu Raka / i.B. Made Sudiasa / I.B. Gunawan / Ida Ayu Sumiati /

I.B.Wismaya / I.B.Manuaba / I.B.Krisna / Ida Ayu Made Suwasti / Ida Ayu Oktiani / Ida Ayu Nyoman Ratnawati / Ida Ayu Triana Titania /

I.B. Made Witara / Ida Ayu Nyoman Tirtawati / I.B. Suarsana / Ida Ayu Dewi Kencanawati / I.B. Putra / Ida Ayu Putu Ngurah 11

Page 14: A Tribute to Maestro

SEPTEMBER 28.2013

Fragmen Tari Arjuna Wiwaha merupakan sebuah hasil karya seni yang ditata ulang menurut versi Maestro Tari Bali Ida Bagus Oka Wirjana atau yang disebut Ida bagus Aji Blangsinga Tari yang meng-gambarkan bagaimana Sang Arjuna melakukan Tapa di Gunung Indrakila Untuk mendapatkan kesempurnaan dengan melewati bermacam-macam godaan. Penampilan drama tari ini akan didukung oleh para murid dan para partisipan.

Acara Sat 28th Sep

Arjuna Wiwaha

Sekaa Gong Tetamian Pinda, Pimpinan : I Ketut Cater,SSn.

I Made RadityaI Wayan KumpulI wayan YudiastraI Wayan KardaI Wayan SuwintaraI Made KamarI Wayan Kasman,I Nyoman SuwetaI Ketut SenterI Nyoman WidanaI Nyoman SukarnataI Wayan OrderI Ketut ArtaI Wayan Rastawan, I Made Sumadiasa

PenariI Wayan PurwantoNi Kadek SudarmantiI Wayan JayamertaI Wayan Gede Aditya PratitaI Kadek KarismayanaNi Putu Jati Ari ArtiniGusti Ayu Indra MahyuraniI Made SukadanaSatomi Ono

The Exhibition will be heald until Oktober 7, 2013.

1312

Page 15: A Tribute to Maestro

A Tribute toIda Bagus Blangsingaby Arjuna WiwahaSat 28th Sep

1312

Page 16: A Tribute to Maestro

PanyembrahmaCok Istri Nilam Kencana NingratGusti Ayu Sonia Wina LaksmiIda Ayu Ketut Indah CahyaniIda Ayu Hita Dewi

Tari Wiranata Ida Ayu Tirtawati

Tari Oleg Tamuliligan Ida Ayu Ratnawati Ida Bagus Witara

Tari Kebyar DudukIda Ayu Triana Titania Manuaba

Tari Kebyar DudukIda Bagus Oka Wirjana ( Blangsinga )

Acara Sat 28th Sep

Tari Lepas oleh Keluarga Besar Griya Blangsinga

Sekaa Gong Tetamian Pindha, Pimpinan : I Ketut Cater,SSn.

I Made RadityaI Wayan KumpulI wayan YudiastraI Wayan KardaI Wayan SuwintaraI Made KamarI Wayan Kasman,I Nyoman SuwetaI Ketut SenterI Nyoman WidanaI Nyoman SukarnataI Wayan OrderI Ketut ArtaI Wayan Rastawan, I Made Sumadiasa

SEPTEMBER 28.2013

1514

Page 17: A Tribute to Maestro

A Tribute toIda Bagus Blangsingaby Griya BlengsingaSat 28th Sep

1514

Page 18: A Tribute to Maestro

One time, One shoot, One moment, One maestroAcara Mon 30th Sep

Pada moment ini , kita akan melibatkan rekan-rekan fotografer (open call registra-tion) untuk terlibat langsung, baik secara emosi maupun partisipasi aktif, sehingga diharapkan kegiatan ini menjadi bagian dari banyak fotografer di Bali ataupun di luar Bali.

Keterlibatan rekan-rekan fotografer ini sangat penting, selain membuat sesuatu yang monumental, kolosal dan belum pernah ada, juga untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para fotografer untuk memiliki data digital(dokumentasi) dari sang maestro.

Secara teknis di atas kertas moment ini sangat sederhana dan mudah untuk di-lakukan . 75 fotografer akan memotret sang maestro dari berbagai sudut/angle yang sudah kita tentukan, dalam waktu yang bersamaan, detik yang sama ; one shoot, one moment, one obyek, one time.

SEPTEMBER 30.2013

1716

Page 19: A Tribute to Maestro

1716

Page 20: A Tribute to Maestro

OKTOBER 2.2013

Perjalanan Manusia selalu merupakan misteri. Yang kadang tidak bisa kita tangkap atau dipahami ,dan kadang tidak sesuai dengan rencana, diser-tai perubahan demi perubahan, sehingga dengan ketidak berdayaan itulah yang merupakan pesan sesungguhnya kehidupan ini.Bermula tumbuh dan berkembang berpengaruh terhadap lingkungan, bahkan sampai menjadi harapan. Tetapi perubahan yang dating selalu menginginkan sebuah perbedaan.Inilah sebuah permulaan baru yang harus dilakukan dan di-jalankan. Walau pada akhirnya terbukti betapa kuatnya karma menuntut kembali pada jalan yang pernah dihindari.Semua itu merupakan rangkaian panjang, yang sesungguhnya dapat menjadi peng-galan-penggalan cerita tersendiri, yang memiliki pesan-pesan kehidupan yang saling berkaitan. Na-mun terbukanya matahati ini, tat kala kita memu-tuskan untuk bersikap jujur terhadap hati nurani sendiri. Maka kita menyadari bahwa hidup ini ada-lah untuk kehidupan itu sendiri.

BAGIAN I : JUDUL“ SEBUAH AWAL”Adalah Menceritakan sebuah proses pencapaian ,yang dimulai dari berlatih dan belajar.

BAGIAN II : JUDUL “ NOL ”Adalah penggambaran akan sebuah Perdebatan batin yang terjadi untuk Eksistensi diri dalam sebuah perubahan.

BAGIAN III : JUDUL “ SIGAR MANAH ”Adalah sebuah pengalaman dengan mengubah apa yang telah dilakoni, dengan ketidaktentuan, Keneka-dan yang melelelahkan, Sampai muncul perasaan kembali menemukan sesuatu yang pernah hilang.

BAGIAN IV : JUDUL “ KEBYAR LAMPAH “Adalah ungkapan terimakasih terhadap apa yang pernah diberi untuk diapresiasikan.

Acara Wed 2nd Oct

Bentuk Seni Pertunjukan Kreatif Koordinator: Bapak Gusti Ngurah Sudibya Waktu : 90 menit

1918

Page 21: A Tribute to Maestro

OCTOBER 4.2013

Sekaa Gong Tetamian Pejeng A.A. Semara

I Made Ariasa

Dewa Ngakan Putu Garjita

Dewa Ngakan Made Dedik

Dewa Ari Angga

I Wayan Mudita

Ngakan Balik

I Wayan Mawa

Wayan Tagel

A.A. Wahyu

Gusti Lanus

PenariI Wayan Purwanto

Agus Adi Yustika

I Wayan Karismayana

I Wayan Gede Aditya Pratita

I Made Yoga Uthama

Ni Nyoman Andra Kristina Susanti

Satomi Ono

I Gede Wahyudi Suryawan

A.A. Bagus Harjuntara Sutedja

Ni Kadek Eva Meilani

I Nyoman Ardiana

I Wayan Adi Gunawan

Artist Talk and Press Conference

Photografi and Seni , Tarian untuk Ida Bagus Oka Wirjana (Blangsinga)◎ I Wayan Purwanto ◎ I Wayan Jayamerta◎ I made Sukadana,SSp.◎ I Ketut Cater,SSn. ◎ Doddy Obenk ◎ Yan Palapa ◎ Indra Widi ◎ DP Arsa Putra ◎ “Dechi” Dewa Rudita WP ◎ Komang Parwata SSn (totok) ◎ Rudi Waisnawa ◎ I Gusti Agung Wijaya Utama, S.Sn. ◎ Ismail ilmi ◎ Windujati◎ Tjandra ◎ Ida Bagus Ari Munartha ◎ Adriaan Palar◎ Drs.Ida Bagus Gde Arimunartha ◎ Ida Bagus Alit ◎ Carola Vooges◎ Irinaand more star & master Artists , Dancers , Musicians.

Acara Fri 4th Oct

1.Tari : I Wayan Purwanto / I Wayan Jayamerta / Agus Adi Yustika2.Wayang : I made Sukadana,SSp.3.Musik : I Ketut Cater / I Gusti Made Darmaputra / I Made Reindra

1918

Page 22: A Tribute to Maestro

OKTOBER 7.2013Acara Mon 7th Oct

Suguhan tari klasik oleh para Teman Teman Ida Bagus Blangsinga

Tari Pendet LengkapDewa Ayu Eka RismawatiGusti Ayu Indra MahyuraniNi Putu Jati Ari ArtiniGusti Ayu Sonia Wina LaksmiCok Istri Nillam Kencana Ningrat

Tari Kebyar DudukIda Bagus Oka Wirjana

Tari CandrametuPengganti Jero Puspa :Ni Komang Ratih Camaria DewiNi Wayan Masri Yanti

Tari Wiranatha Pengganti Ibu Jro Gadung :Ida Ayu Made Barali Pundar Warsini,SSni. Luh Gede Kristina Dewiii. Luh Putu Cintya Dewi

Tari Panji Semirang Ibu Ni Ketut Arini SST.

Tari TrunajayaIbu Ni Luh Menek

Tari Topeng TuaAnak Agung Raka

Sekaa Gong Tetamian Pinda, Pimpinan : I Ketut Cater,SSn.

I Made RadityaI Wayan KumpulI wayan YudiastraI Wayan KardaI Wayan SuwintaraI Made KamarI Wayan Kasman,I Nyoman SuwetaI Ketut SenterI Nyoman WidanaI Nyoman SukarnataI Wayan OrderI KetutArtaI Wayan Rastawan, I Made Sumadiasa

2120

Page 23: A Tribute to Maestro

Balinese Dance is my LIFE. IDA BAGUS OKA WIRJANA (BLANGSINGA) , Lahir di Blangsinga Bali, 1929

Artist INDEX

2120

Page 24: A Tribute to Maestro

Artist INDEX

Sekaa Gong Tetamian Pinda , 28th Sep / 7th OctI Ketut Cater,SSn. / I Made Raditya I Wayan Kumpul / I wayan Yudiastra / I Wayan Karda / I Wayan Suwintara /I Made Kamar / I Wayan Kasman /I Nyoman Suweta / I Ketut Senter / I Nyoman Widana / I Nyoman Sukarnata / I Wayan Order / I KetutArta / I Wayan Rastawan / I Made Sumadiasa

Sekaa dengan nama tetamian ini dibentuk karena suatu kebutuhan untuk mensuport misi seni yang diemban oleh para maestro. Berlandaskan motivasi yang tinggi untuk mencari dan mempelajari karya-karya maestro secara utuh, karena mereka ingin tetap konsisten terhadap visi dan misi dalam pelestarian seni yang mereka geluti secara original.Sedang-kan nama pinda adalah merupakan suatu penghormatan tinggi terhadap Sekaa Gong Gede Pinda “ Dharma Kusuma “ yang memiliki sejarah panjang dalam kancah seni berkesenian di Bali. Visi yang sama dari anggota yang juga didukung oleh keterlibatan penabuh senior I Wayan Kumpul tetap memberikan sumbangsih pengalaman kepada para anggota penerusnya.Selaku pimpinan sekaa, I Ketut Cater,SSn berharap dan bertekad untuk memanfaatkan momen ini, mencari dan mempelajari gending-gending karya klasik seasli mungkin sebagai rasa hormat dan apresiasi terhadap karya-karya yang telah diwariskan kepada kita.

Penabuh

2322

Page 25: A Tribute to Maestro

Artist INDEX

Sekaa Gong Tetamian Pejeng , 2nd Oct

I Made Sukadana,SSp. /A.A. Semara / I Made Ariasa / Dewa Ngakan Putu Garjita / Dewa Ngakan Made Dedik / Dewa Ari Angga / I Wayan Mudita /

Ngakan Balik / I Wayan Mawa / Wayan Tagel / A.A. Wahyu / Gusti Lanus / I Gusti Made Darmaputra / I Made Reindra

Penabuh

2322

Page 26: A Tribute to Maestro

Artist INDEX

Penari

2524

Page 27: A Tribute to Maestro

Artist INDEX

Penari , 28th Sep / 2nd Oct / 7th OctI Wayan PurwantoI Wayan JayamertaI Wayan Gede Aditya PratitaI Wayan KarismayanaI Wayan Adi GunawanI Made Sukadana,Ssp.I Made Yoga UthamaI Nyoman ArdianaI Gede Wahyudi SuryawanIda Ayu Ketut Indah CahyaniIda Ayu Hita DewiA.A. Bagus Harjuntara SutedjaAgus Adi YustikaCok Istri Nilam Kencana NingratGusti Ayu Indra MahyuraniGusti Ayu Sonia Wina LaksmiNi Putu Jati Ari ArtiniNi Kadek SudarmantiNi Kadek Eva MeilaniNi Nyoman Andra Kristina SusantiSatomi Ono

Penari

2524

Page 28: A Tribute to Maestro

" Pertama kali kenal dekat dengan Ida Bagus Blangsinga saat satu rombongan yang dipimpin oleh pak wayan Rikes tahun 1950 ke jakarta untuk menghibur tentara.. dalam perjalanan selama bertugas saya dianggap sebagai saudara oleh Ida Bagus. "

Jro Gadung Arwati Tabanan, Bali 1934 - 2012

Beliau mulai belajar menari sejak usia 9 tahun. Pertama kali ia belajar tari baris dari Anak Agung Made Pasek (kerambitan) dan Nyoman Ridet (kerobokan, badung). Setelah mahir tari baris ini beliau belajar tari Wiranatha. Tari Wiranatha inilah yang membawa beliau keliling dunia. Dalam usia yang mulai senja ini, beliau masih aktif dalam dunia tari seperti mengajarkan seni tari dan melakukan pertunjukkan tari walau-pun tenaga tidak sekuat saat masih muda. Semangat dan kebanggaan terhadap seni tari inilah yang menjadi motivasi dan sumber energi bagi dirinya untuk melakukan tarian.

Mulai belajar tari ini saat kuliah.Ibu Jero Gadung yang membentuk dan memilih saya utk diajarkan tari ini se-cara intensif.Ibu Jero Gadung dalam setiap menarikan tari ini walaupun sudah berumur lanjut, tetapi san-gat hebat penjiwaan dan ekspresi yang ditampilkan sangat luar biasa.

Ida Ayu Made Barali Pundara Warsini, sst

Artist INDEX

2726

Page 29: A Tribute to Maestro

Lahir pada tahun 1933 di Tegeh Kori Kesiman Bali. Mulai belajar tari sejak berumur 10 tahun di bawah bimbingan seorang tokoh seniman besar Wayan Rindi. Latihan yang dilakukan oleh Ni Made Rupawati ini sangat keras, setelah 7 tahun berlatih ia beserta rekan-rekannya mendapat kesempatan untuk tampil di pentas, yang ternyata sangat sukses dan menarik banyak perhatian pihak-pihak lain. Beberapa pentaspun akhirnya di lakukan oleh-nya dampai di luar Denpasar. Akhirnya beliau mendapatkan kesempatan untuk menari di di istana kepresidenan Indonesia masa Soekarno. Dan mewakili Indonesia sebagai duta negara di Eropa, Asia, Amerika dan Australia.

Jro Made Puspawati Lahir: Tegeh Kori Kesiman Bali, 1933

Ni Komang Ratih Camaria Dewi Ni Wayan Masri Yanti

Artist INDEX

" Banyak orang suka dan cinta dengan Ida Bagus Blangsinga, saat dijakarta kalau Ida Bagus mau melatih tari, selalu inginnya ditemani oleh saya dan bu Made Darmi supaya muridnya tidak ada pikiran yang macam-macam... Saat itu Ida Bagus selalu panggil saya Made... Made (bu jero Puspa), nanti kalau lain waktu lahir kembali, ketemu ya.. sebagai saudara. "

2726

Page 30: A Tribute to Maestro

“ Saya akan selalu senang kalau tercipta kesempatan menari bersama Ida Bagus Aji Blangsinga. Karena kebersamaan ini akan selalu menjadi penjaga hubungan baik yang telah ter-bina dari dulu. “

Ni Luh Menek Lahir di Indonesia, Buleleng, BALI, 1939

Ni luh menek adalah salah satu dari para maestro yang men-gapdikan keseluruhan hidup nya dalam bidang seni tari. Beliau yang dalam pekerjaan kesehariannya sebagai pelatih tari, selalu memberikan pengalaman berkeseniannya kepada murid-muridnya melalui kursus-kursus tari. Kiprahnya di duni seni tari membuat dirinya memperoleh bermacam-macam penghargaan diantaranya predikat maestro trunajaya dari Pemda tingkat II Buleleng tahun 1985 dan mengirim beliau selaku duta seni ke negara Jepang sebayak 2 kali pada tahun 1991 dan tahun 1999.

Artist INDEX

2928

Page 31: A Tribute to Maestro

“ Perasaan dalam yang saya rasakan bertemu dan terlibat dalam acaranya IdaBagus Aji Blangsinga adalah Ikatan batin yang telah terjalin lama antara keluarga kami dengan beliau terutama dalam proses berkesenian. Bagi saya ,beliau adalah merupakan keluarga pengganti almarhum ayah saya.

Lahir pada tahun 1943, mulai belajar tari sejak berumur 10 tahun, Saat masa kecilnya banyak membantu orang tua di sawah, setelah itu belajar tari di bale banjar, selanjutnya belajar tari di sekolah tari “Kokar”, dilanjutkan ke pergu-ruan tinggi STSI. Setelah berlatih dengan tekun dan keras, ia mendapatkan kesempatan menari di usia 17 tahun, pada tahun 1961 mulai mendapat kesempatan menari di luar bali sampai keliling dunia. Sampai saat ini ia masih aktif menari dan mengajar tari di Sanggar Warini. Terdapat suatu keinginan, yaitu ‘selama sisa umur, ibu bisa terus mengajar dan membuat orang pintar menari.

Ni Ketut Arini,sst Lahir di Indonesia, Denpasar, 15 Maret 1943

Artist INDEX

2928

Page 32: A Tribute to Maestro

Doddy ObenkIndonesia

1968, Lahir di Bandung, 25 Maret1987, Sarjana Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung2001, Workshop oleh Sarah Silver & Dennis Savini2002, Workshop oleh Nadia Wintsgerard & Geraldo Pace2003, Workshop oleh Hans Neleman2004, Workshop oleh Eric Victor Victor & Urs Rechter2004, Plasa Semanggi Jakarta, “Motions”2006, Istana Kuta Galerai, Bali, “Motions”2007, Istana Kuta Galeria, Bali, “Aksi Seni”2008, Veranda Galeri, Bali, “Life in Motions”2009, Laguna resort, Bali, “7 Eternal Diamonds”2009, Museum Runa, Bali, “Dancing with Time”2010, Sagamihara, Tokyo, Japan “Life in Every Breath”2011, Asean Japan Centre, Tokyo, Japan Spiritual Dancer”2013, Three Monkeys, Bali, “Dance Vibration”2013, Three Monkeys, Bali, “IKAT”2013, Grand Kemang, ICAD(Indonesia Contemporary Art and Design) , Jakarta, “Pitu”

“ Dengan perasaan dan pikiran yang bahagia,selalu berusaha sebaik mungkin dengan seluruh kemampuan untuk mencapai kesempurnaan. “

3130

Page 33: A Tribute to Maestro

“ Gus Aji Blangsinga adalah seorang figur yang memiliki karisma dan daya pikat sepertibunga, Indah dan wangi. Seorang seniman sejati yang sangat santun dan low profile kepada semua orang, dibalik nama besar beliau sebagai seorang maestro tari. “

Tjandra Hutama KIndonesia

1981, 12 April Lahir di Bali2000 - 2005, S1 Desain Komunikasi Visual, ITS Surabaya2010, 1st Winner Lomba Foto Ogoh – Ogoh Denpasar Kreatif2010 & 2011, Honorable Mention & 3rd Winner at SVF Photo Contest2010, Pameran Foto Zoom in Bali, Bentara Budaya2010 - 2012, Pameran Foto Denpasar Festifal2010 - 2013, Pameran Foto Sanur Village Festifal2011, 1st Winner Telkomsel Adu Foto “Food Photography” 2011, 1st Winner Lomba Foto Hari AIDS Sedunia ISI Denpasar2011, 1st Winner & Honorable Mention Lomba Logo & Foto Kab. Badung2011, Honorable Mention Lomba Foto Denpasar Kreatif2011 - 2012, Pameran Foto Perhimpunan Fotografer Bali2012, Honorable Mention Lomba Foto PKB “Paras Paros” 20122012, Honorable Mention lomba foto “HARDIKNAS” Kemdiknas RI2012, 1st Winner at Gambara Roadshow Photo Hunt, Ubud Bali2013, 2nd Winner at “Bali Mandara” journalism photo contest2013, Pameran Foto “The Beauty” The Mansion Sayan, Ubud

SELF PORTRAIT OF IDA BAGUS BLANGSINGA

3130

Page 34: A Tribute to Maestro

Yan PalapaIndonesia

Keras dan lembut dalam satu wadag, nekat, brani, tua tapi energik, dan menari adalah hidupnya.

1974, Lahir di Tanjungkarang, 17 Januari

2010, Make Up Orthopedia -instalasi fotografi ;

Bali Kreatif Festival - Art Centre Denpasar

2010, Plastik Land – instalasi fotografi ; Denpasar Festival

2011, Hypomanicam – fotografi & instalasi ; Tony Raka Gallery Ubud

2011, Beyond Photography – Ciputra Artpreneur - Jakarta

2011, Plastik Land #2-instalasi fotografi -Bali Kreatif Festival - Bali Beach Bali

2012, Trance Sit Shape (Hello 1st) – Lingkara PhotoArt Gallery - Denpasar

2013, Show Case – The Brics Café Ubud - Bali

Transform and IllusionSIZE : 80 x 120 cm 3D illusionMedia : print on plastic

3332

Page 35: A Tribute to Maestro

Indra WidiIndonesia

SIZE : A4 21 x 29 cm Media: cover : acrylic 3 mm, page: ortho.

“ Tetaplah Menari Gus Aji, karena Tarian Kebyar Duduk – Blangsinga adalah guratan dinamika gerak yang harus diapresiasikan sepanjang jaman. Semoga dengan peran yang kecil ini, saya bisa meresponnya men-jadi cetakan master guratan sebuah buku, untukmu seorang Maestro. ”

1976, Lahir di Indonesia, 28 FebruariStudying Photography intensively since 1993 and became the first batch of S-1 students majoring in photography at the Art Institute of Indonesia, Yogyakarta in 1994. Studying the photo gallery management and curatorial, at exhibitions of photography in the Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) - Jakarta in 1998. Held an exhibitions with Mes56 - the first generation :in “Revolution #9” in 1999 - GFJA Jakarta. Doing Thesis work “Symbolism in Collage Photography’ and graduated in the same year. Concentration of employment in the Commercial, Interior, and Products Photography. In Surabaya, in the end of 1999, to study the process of separation of the film separation techniques, for Advertising printing (photos on publishing).Settled in Bali in early 2000 and began a career in the field of photography jewelry in a foreign private companies. Continuing my career in a design agency and advetising ‘Garam Productions’ until the end of 2003. Starting in 2004 concentrating Expressive Photography and Exhibitions. Actively participates in exhibitions and won a photography competition abroad from 2010, such as Cambodia, Myanmar, Netherlands, Athens, Malaysia, USA, Florida, France, Slovania, and China. Now, together with friends in 2010, founded: Lingkara PhotoArt in Bali.

3332

Page 36: A Tribute to Maestro

D P Arsa PutraIndonesia

FIGURE OF LIFE’S MAESTRO SIZE : 23 x 28 cm (56 panel)Media : print on sand paper

“ Sebuah figure yang menggambarkan kristalisasi dari keteguhan, totalitas, dedikasi dan loyalitas akan sebuah seni yang semakin memperjelas bagi kita bahwa semua itu tidak akan tercapai jika tidak didasari oleh sebuah kecintaan akan seni dalam sebuah proses panjang kehidupan. “

1971, Lahir di Klaten, 7 JuliPendidikan terakhir : S1 – Sarjana Arkeologi Univ. Udayana2010, Make Up Orthopedia -instalasi fotografi ; Bali Kreatif Festival - Art Centre Denpasar2010, Plastik Land – instalasi fotografi ; Denpasar Festival 2011, Hypomanicam – fotografi & instalasi ; Tony Raka Gallery Ubud2011, Beyond Photography – Ciputra Artpreneur - Jakarta2011, Plastik Land #2-instalasi fotografi -Bali Kreatif Festival - Bali Beach Bali2012, Sustainable Green Living – Little Tree Building – Kuta –Bali 2012, Trance Sit Shape (Hello 1st) – Lingkara PhotoArt Gallery - Denpasar2013, Show Case – The Brics Café Ubud - Bali2013, Paralogi – Pavilion Bar & Grill – Kerobokan - Bali

BETWEEN TOTALITY, DEDICATION WITH LOVE AND PLEASURESIZE : 60 x 60 x 180 cm (box installation)Media : Print on wood with mix media.

3534

Page 37: A Tribute to Maestro

Komang Parwata SSn.Indonesia

“ Selama 75 tahun mengabdikan hidupnya dalam seni tari dan hanya menari yang beliau lakukan merupakan contoh seorang seniman tari sejati yang patut men-jadi tauladan dalam berkesian apapun.Dedikasi yang tinggi terhadap seni tari menjadikan beliau seorang Maestro. “

BETWEEN TOTALITY, DEDICATION WITH LOVE AND PLEASURESIZE : 60 x 60 x 180 cm (box installation)Media : Print on wood with mix media.

1966, Lahir di Bali , 10 Maret Pendidikan : PSSRD ( program studi seni rupa dan desain) Univ. Udayana1986 - 1997 , PSSRD Udayana Bali1988 - 1990 , Fotografer Freelance di koran Bali Post1987 - 2011 , Owner DUABE photography dan design grafis, Rasi studio Bali2000, Pameran foto bersama di Kartika Plaza hotel Kuta, Bali 2001, Pameran foto bersama di Grand Hyatt Nusa Dua ,Bali 2002, Pameran foto bersama di Mercure Sanur ,Bali 2002, Pameran foto bersama , Bom Bali2003, Pameran foto bersama di Monumen Bajra Sandi Renon, Denpasar, Bali2005, Pameran foto bersama PFB di Monumen Bajra Sandi Renon, Denpasar, Bali2010, Pameran Foto bersama Lingkar Community Bali - Make-up Orthipedia – Bali Creative Festival di Art Centre - Bali.2010, bersama teman-teman membentuk Lingkar Community Bali

3534

Page 38: A Tribute to Maestro

Ismail ilmiIndonesia

SIZE : 120 x 80 cm 3 PHOTOS

Media : Print on Canvas Coated

“ Model dalam karya saya sendiri adalah Gus Aji sendiri sebagai Guru dan pencipta Tari Gebyar duduk Blangsinga itu sendiri, Serta Purwanto sebagai murid yang sedari remajasampai sekarang ini terus mendampingi dan masih tetap menarikan tarian Gebyar Duduk Blangsinga di berbagai kesempatan. Lokasi juga saya pilih di Beranda Griya Blangsinga yang juga merupakan tempat Gus Aji melatih menari murid-muridnya.Kenapa topeng ini yang saya pilih sebagai simbol Anggada Duta, karena saya sendiri hanya menemui topeng tersebut cukup mewakili dalam wujud visualisasi pada karya saya. ”

“ Penari yang telah melewati lima ja-man yang berbeda di Republik ini, menjadi saksi, dan menjadi bagian perjalanan Republik ini sendiri dengan Melakonkan tari tariannya. Masih tetap menari di usia 84 tahun ini dan Masih selalu Gembira saat-menari juga murah senyum dalamkehidupan sehari harinya. ”

1979, Lahir di Surabaya, 6 Juli1998, (not finished) Antrophology Sosial, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya, East Java.2011, Exhibition Group with Bali Fotografer Forum, “Soul of Bali”, Common area Hypermart Mall Bali Galleria.2012, Lingkara Photo Art Gallery, Project Art Exhibitions, Present Group 3: “Out of The Bottle” : Lingkara Gallery.2012, Exhibition Group in Celebrating Anthropology: Celebrating the 80th birthday of Professor Dr. Habil Josef Glinka, SVD. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Airlangga, Surabaya.2012, Exhibition Group in CSI Festive 2012, Present Fine Art Photo Exhibition & Auction, Danes Art Veranda Gallery, Denpasar, Bali.2013, Exhibition Grup with Rumah kayu Fotografi (RKF)Comunity, In CBD Ciledug Family Mall, Jakarta.2013, Internatioanal Art Photo Exhibition with BALFANPHOT “The beauty” , In The Mansion Resort and Spa, Ubud, Bali.

3736

Page 39: A Tribute to Maestro

I Gusti Agung Wijaya Utama, S.Sn.Indonesia

1988, Lahir di Bali, 18 Juli2011, Institut Seni Indonesia Denpasar S2, Penciptaan Seni Fotografi2006 - 2008 , Pameran Bersama HMJ ISI Denpasar2008, Pameran Bersama HMJ ISI Denpasar Pameran Fotografi Goes To Lombok Bersama HMJ ISI Denpasar2009, Pameran Bersama HMJ ISI Denpasar Pameran For a Freedom Bersama HMJ dan Alumni Fotografi ISI Denpasar2010, Pameran UNLOCK Bersama HMJ ISI Denpasar Pameran Bersama Komunitas Jamur2011, Pameran Street Art Photography2012, Pameran Out Of The Bottle Bersama Lingkara Art Community2013, Pameran Bersama Bali yang Binal #5Pengalaman Kerja2007 – 2008, Bekerja sebagai fotografer di Lingkar Photography2008 – 2010, Bekerja sebagai fotografer di Majalah Surfing Magic Wave Bekerja sebagai fotografer di Majalah Tattoo Magic Ink 2011 – 2012 , Bekerja sebagai dosen fotografi di New Media

3736

Page 40: A Tribute to Maestro

Dechi IDK. Rudita Widia PutraIndonesia

“ Terimakasih Tu Aji, dedikasimu tidak akan surut ditelan waktu.Karya ini Saya dedikasikan untukmu. Setiap Frame adalah misteri hidupmu. Setiap Warna adalah hidupmu, Setiap gerak adalah Jiwamu. “

1967, Lahir di Bali , 22 Oktober Pendidikan : S1 Sarjana Seni, Jurusan Disain Grafis Universitas Udayana.1989, Juara I Karikatur PTN/PTS se Indonesia, Univ. Diponegoro, Semarang. Juara II Karikatur Aids, Uplek FK Unud, Bali. Juara III Lomba Logo, FH Unud, Bali. Juara III Lomba Poster PAM, Bali. Harapan I Lomba Karikatur, Pers Undiknas, Bali.1990 , Juara II Lomba Logo Pasaraya Teuku Umar, Bali. Nominasi Lomba Karikatur Persahabatan Indonesia – Jepang, Jepang.1991 , Juara I Lomba Maskot Polda Nusra.2011 , Pameran ‘Beyond Photography’ Ciputra, Jakarta. Pameran ‘Playstic Land Effects’ STP Youthteria – Halfway Beach, Kuta – Bali. Nominasi Foto Tunggal, FK Award National Photographi Periode IV.2012, Pameran Trance Sit Shape, Lingkara PhotoArt Gallery. Preview Art Photo, Brick Café, Ubud, Bali.2013, Bali On The Muve, Denpasar – Bali.

UNTUKMU TU AJI #1 / UNTUKMU TU AJI #2SIZE : 110 x 170 cm Media : Kanvas mix. Emultion texture

3938

Page 41: A Tribute to Maestro

WindujatiIndonesia

“ Ida Bagus Oka Wirjana adalah bentuk nyata dari perwujudan cinta kasih secara horisontal dan vertikal yang tampak pada hubungan beliau dengan sesama manusia,hubungan beliau dengan Tuhan serta hubungan beliau dengan dunia tari Kebyar Duduk yang sangat beliau cintai.Saya menaruh hormat yang mendalam atas teladan cinta kasih tersebut. “

1973, Lahir di Jakarta , 12 Oktober 2008, Photo Expo C4C di Rumah Seni YAITU Semarang Photo Expo C4C di Gallery ADVY Jogyakarta Photo Expo C4C di Balai Soedjatmoko Solo2009, Asian Lomography Faces,Spread some love with Lubitel di Bali2010, Street Photography by Amateurs, di Art Cafe Seminyak Bali Lomography Indonesia, di Grand Indonesia Jakarta2011, Lomography , di Bali Creative Festival Sanur Bali2012, Hyperfocal Distance, di Bentara Budaya Yogayakarta Out Of The Bottle, di Lingkara PhotoArt Gallery Denpasar Bali2013, BALI ON THE MOVE,di Danes Art Veranda, Denpasar Bali The Work Without Border, di Jogja Gallery Yogyakarta LARDE Vol.1, di Independent Art Space & Management Yogyakarta

3938

Page 42: A Tribute to Maestro

Rudi WaisnawaIndonesia

Sebenarnya saya tidak pernah mengenal beliau sebelum memulai persiapan pameran bersama Lingkara,saat sy pertama ketemu beliu,jujur saja pikiran sy beliau adalah seorang Maestro jadi sy merasa kehilangan kepercayaan diri untuk memotret beliau,datang bersama teman teman Lingkara ke Griya,dan mau melakukan pemotretan,dan begitu ketemu beliau,saya kehilangan semua ide yg awalnya sudah ada di kepalasaya.Saya menemui kesulitan,apalagi pada suatu hari saya sempat ditolak oleh beliu untuk melakukan pemotretan,tetapi lama kelamaan,dengan banyak berbincang dengan teman di Lingkara,perlahan lahan sy kembali membangun ide apa yg harus saya buat.Akhirnya pada suatu hari,saya datang bersama Arso,dan Dudi...sy datang per-tama di Griya,disana sy melihat beliu sedang berada di depan warung,lalu mengalirlah sebuah perbincangan tentang sebuah persahabatan,saya melihat seorang Maestro yg sangat bersahaja,rendah hati. “sahabat buat saya adalah siapa yg datang ke Griya saya dan saya perlakukan sama,itu makanya pintu griya ini tidak pernah tertutup” begitu seingat saya kata beliau,saya melihat sebuah kedekatan disana....Dibalik kesederhanaan dan kebersahajaan beliu tentunya saya juga melihat sisi seorang Maestro...Glamour,Flamboyan dan beliu seorang penyayang.

1974, Lahir di Bali , 3 Desember Sejak tahun 2000 ia mulai dekat dengan dunia fotografi yang ia pelajari secara otodidak, karena tuntutan kerja di dunia perfilman, khususnya di departemen Produksi sebagai Manajer Lokasi. Di tahun 2006-2007, Ia bekerja di majalah Play Boy Indonesia sebagai traffic. Sejak bergabung dengan majalah Playboy Indonesia, ia mulai menekuni fotografi secara serius. Rudi tertarik dengan human interest, travel photography, landscape dan Art Photography. Kesempatan memotret di berbagai tempat di Indonesia dan luar negeri makin sering

karena didukung oleh pekerjaannya sebagai manajer lokasi beberapa produksi film. Di tahun 2010-2011 bergabung dengan majalah What’s In Bali sebagai fotografer. Tahun 2012 ia bergabung dengan Lingkara Photo Art Bali, : Pameran Out of The Bottle dengan karya Virtual Catwalk (photo print on mirror), dan Natural Catwalk (photo print on teakwood); Pameran CSIF Bali 2012 bersama Lingkara di Danes Art Veranda, Pameran Out of The Case (Brick Café, Ubud, 2013).

4140

Page 43: A Tribute to Maestro

I Putu ApriwidanaIndonesia

DOCUMENTARY FILM “TAKSU”

Dimata saya ida bagus blangsinge adalah sosok seniman tari yg tidak terlalu sombong...karena beliu terhadap orang-orang disekitar selalu saling hormat...Walau beliu telah bergelar sang maestro tari gebyar duduk, beliu masih tetap bermasyarakat...

kolaborasi dengan Doddy Obenk

1988, lahir di Bali, 25 April1994 - 2000 , SD N 5 Manukaya Anyar 2000 - 2003, SMP N 1 Tampaksiring2003 - 2006, SMA N 1 Tampaksiring2008, STIKI Jurusan : Desain Grafis MultimediaPengalaman kerja : Asisten photogafer

4140

Page 44: A Tribute to Maestro

Adriaan PalarIndonesia

1936 , Lahir di Bandung, 14 November1966 , Sarjana Seni Rupa Design Interior Institut Teknologo Bandung, Sejak Mahasiswa Rajin Melukis Dan Memotret2001 , Bersama Istri, Runi Palar Mendirikan Museum Perhiasan Runa di Lodtunduh, Ubud BaliAKTIVITAS SEKARANG :Interior dan Product Design, Photografi dan Melukis

“ STILL PRACTICING FOR PERFECTION ”BERLATIH TERUS UNTUK KESEMPURNAAN

4342

Page 45: A Tribute to Maestro

Ida Bagus Gede Indra Sukma AdvaitaIndonesia

“ Seorang seniman adalah seseorang yang mampu mengin-spirasikan, mampu melestarikan seni tradisi yang diwariskan leluhur, dan mampu mengidentitaskan dirinya lewat karya yang diciptakan, dan Ida Bagus Oka Wirjana memiliki semua itu. ”

1984, Lahir di Bali , 18 November.

1995 , Mulai Menekuni Dunia Fotography ( Analog )

2009 , Tergabung dalam Bali Fantastic Fotographer

2012 , Pameran “ Hidden Paradise “ di Satria Art house

2013 , Pameran bersama “ The beauty “ di mantion Hotel - Ubud

2013 , Artwork Consultant di beberapa hotel dan villa di Bali

4342

Page 46: A Tribute to Maestro

1956 , Lahir di Bali, 17 MaretPEDIDIKAN : Sarjana (SI) ISI Yogyakarta1983, Pameran bersama Sanggar Dewata Indonesia di Gedung Seni Sono, Yogyakarta1986, pameran Tugas Akhir ISI , Yogyakarta1987, pameran di PKB Art Centre , Denpasar1999, Pameean Jubilium Perak PKB di Werdi Budaya,Denpasar, Millenium Sanggar Dewata Indonesia, Yogyakarta dan di Hotel Kamandalu, Tegalalang - Gianyar.2000, pameran di PKB XXII di Art Centre , Denpasar Kupu-Kupu Barong Cottage, Ubud dan di Bunga-bunga Bali.2005, Pameran di Meia Bali Villas & Spa Resorts, Nusa Dua Pameran di Suntec City Singapore2007, Pameran di Sanur Village Festival2013, Pameran di PKB Art Centre , Denpasar

WOODEN SCULPTURE“ Belajar menari dengan Maestro“25 × 35 × 75 cmMaterial : Kayu Swar

Ida Bagus Ari Munartha Indonesia

“ The close relationship between sculpture and dance is ancient and profound. The movements of Gus Ajit’s dance are living, moving three-dimensional sculpture. “

4544

Page 47: A Tribute to Maestro

WOODEN SCULPTURE“ Maestro Legong Kesyor “40 × 30 × 40 cmMaterial : Kayu Frangipani

1947, Lahir di Bali, 1 September

1995, Award from Museum National Jakarta

2001, Award from International Art Exchange Program Osaka, Japan

2004, Award from Bali TV Denpasar

2005, Award from Bali Art Festival XXVII

2005, Award from international Sculptures Exhibition at Suntec City In Singapore.

Pamelan di Bali, Surabaya, Jakarta, Singapore, Switzerland, Garmany, Japan, USA etc..

Present : President of Bali Indonesia Sculpture Assosiation.

ida Bagus Alit Indonesia

“ Ida Bagus Blangsinga merupakan salah seorang yg memiliki komitmen kuat dalam menjaga dan melestarikan budaya asli bali. ”

4544

Page 48: A Tribute to Maestro

Her unusual forms and textures and structure also demand our full attention if we are to appreciated her melodies and harmonics,Tempered by female intuition and mythic - poetic these can be easily last on those addicted to more conventional forms or those only in search of crashing crescendos. So, too, her deep connection with Bali. Vooges’ home for more than two decades, shimmers beneath the surface. The old balance between Humans and Nature, Sky and Ocean strike equilibrium. With her Head in the Clouds, Vooges has embarked on a new course into the Hearts of Space.

Carola Vooges Holland

“ The close relationship between sculpture and dance is ancient and profound. Dance of Gus Aji is sculpture in motion. “

WOODEN SCULPTURE“HELIX” 120cm * 60cm

4746

Page 49: A Tribute to Maestro

IrinaSerbia

CLAY SOIL SCULPTURE

“ In my work, that is mostly focused on people, I tend to seek the inner , personal characteristic that makes every single person unique. Thus , the portait of mr. Gusaji is another attempt to discover one’s personality freed from usual context , to discover what is the man behind the costume and the dancer’s posture like. “

2002 – 2007, Masters of Fine Arts, University of Arts in Belgrade, Belgrade, Serbia2007 – 2010, Academic Specialistic studies, concentration in Sculpture, University of Arts in Belgrade, Belgrade, Serbia2008 – Present, Honorary Member of Serbian Association of Visual Artists, Belgrade, Serbia

4746

Page 50: A Tribute to Maestro

Miranda Risang Ayu PalarIndonesia

POETRY

1968 , Lahir di Bandung, 10 AgustusDosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, BandungTamat Sarjana Hukum (S.H.) di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, dan Le-gum Magister (LL.M.) dan Doctor of Philosophy (Ph.D.) di Faculty of Law, Uni-versity of Technology Sydney, Australia. Spesialis di bidang Hak Kebudayaan dan Kekayaan Intelektual (the New Emerging Intellectual Property Rights Law), khususnya Hukum Indikasi Geografis dan Perlindungan bagi Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.Ahli Teknis Hukum independen pada Kementrian Luar Negeri, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Gugus Hak Kekayaan Intelektual Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Daerah Provinsi dan BAPPEDA Jawa Barat. Wakil Ketua Komisi Banding Merek, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Republik Indonesia. Ahli Teknis Hukum tunggal mewakili Indonesia dalam Intersessional Working Group I & II on Traditional Cultural Expression & Traditional Knowledge for IGC-GRTKF in the World Intellectual Property Organization (WIPO), Jenewa, Swiss, 2010-2011.Praktisi Tari Tradisional Bali (khususnya Legong Keraton dan Trunajaya), Sunda dan Jawa Yogya. Praktisi Hatha Yoga, Yin Yoga, dan Meditasi Vipassana.

Bagi Sang Empu Tari, Gus Aji

karena matahari adalahmata hatimu yang menari,maka hangatkan hati kami,sejenak saja,oleh sinar di matamu.

karena purnama adalahmata jiwamu yang menari,maka simpuhkan jiwa kami,sejenak saja,oleh pendar-pendar gerakmu.

Sejenak saja.

karena dalam baktimu menari,sejarah bermuara,waktu berdoa,peradaban kembali menemukan nafasnya,dan satu jenak pun,jadi abadi.

23, September 2013 Miranda Risang Ayu Palar

4948

Page 51: A Tribute to Maestro

RUNA JEWELRY MUSEUM & GALLERYBr. Abiansemal, Lodtunduh, Ubud 80571, BaliPhone : +62-361-980710 / Fax : +62-361-981563E-mail : [email protected]

A GIFT OF ELEGANCE by RUNI PALAR

4948

Page 52: A Tribute to Maestro

Editorial / Advertorial / PR

Proportional Representation & Marketing support

Photoshooting Coordination and Arrangement

Design Brochure, Flier,Name card etc.

EVENT PR as MEDIA PARTNERTranslation for english/japanese/Indonesian

■ Advertisement Inquiry / [email protected]

Jl.Kunti 117X, Seminyak , Bali - Indonesia

Inquiry : ■ Editorial / [email protected]

OUR SERVICE

JAPANESE MAGAZINE and MARKETING SUPPORTPT.Abadi Business Solutions

5150

Page 53: A Tribute to Maestro

5150

Page 54: A Tribute to Maestro

Spaccanapoli di UbudJl. Raya Pengosekan, Ubud, Bali ( In front of Arma )Tel.0361-973138Business Hour 8:00-24:00 http://spaccanapoliubud.webs.com/

Italian Chef create authentic Delicious Pasta, Pizza etc...from Napoli, Italy.

5352

Page 55: A Tribute to Maestro

5352

Page 56: A Tribute to Maestro

Jl. Monkey Forest, Ubud Bali7:00-23:00 Breakfast - Lunch - DinnerTel. (0361) 975 554

Jl. Tamublingan , Sanur7:00-23:00 Breakfast - Lunch - DinnerTel. (0361) 286 002

Jl. Kajeng, Ubud Bali9:00-23:00 Tel. (0361) 974 271

Three Monkeys UBUD

Three Monkeys SANUR

Il Gardino Italian Restoat Gallerie Han Snel

5554

Page 57: A Tribute to Maestro

ARMA Museum & ResortJl.Raya Pengosekan, Ubud. e-mail : [email protected] : www.armabali.comPhone : 62 361 976659Fax : 62 361 975332

5554

Page 58: A Tribute to Maestro

私が心から敬愛するグスアジが舞踊芸能生活75周年を迎えられて、これほど嬉しいことはありません。心からお祝いを申し上げます。

私はバリ島に2回滞在し、あわせて5年半ほど暮らしただけですが、グスアジと巡り合えたことを心から感謝したい気持ちでいっぱいです。グスアジと知り合いになっているという気持ちだけで生活が豊かになる思いがしています。

バリ島は天国を地上に映した島、と讃えられることがあります。日本から来たばかりの人たちにとっても、バリでは確かに人々の日々の生活自体が神々や天上の世界に近いところあるような気持ちにさせられます。現実には生身の人間の営みが当然あるわけですけれども、始めてグスアジの舞踊を目の前にした時には、グスアジという一人の人間がその技の限りを尽くして舞っているというより、なにか人間を超えた存在が感じられるように思いました。私は芸術には程遠い人間で、グスアジの舞踊を語る資格など全くありませんが、舞踊という芸術を極限まで極めるとどこかで人間を超えた存在、神々と心が繋がって行くのだろうか、という思いに捉われ感銘を受けました。

そうした厳しい芸術の世界を生きてきたグスアジが、舞台を離れたところで見せてくれる人間味あふれる人柄にはなんとも言えない癒しの空気があります。柔らかな眼差し、暖かな掌、優しい心遣い、あまり多くを語らないけれども、私たちを幸せな気持ちにさせてくれます。ずーっと昔から親しくして貰っているような安らぎを感じます。神々との交流の域にまで達する高い芸術的境地を経験した人にしてようやく生まれる人柄なのでしょう。 グスアジはバリの宝です。人々に力を与える泉であり、安らぎをもたらす大地のような存在だと思います。私にとってもこれからずっと身近に感じていたい大事な人です。75周年を迎えられてますますお元気で、バリの舞踊と人々の精神生活が更に豊かになるよう、これからもご活躍を心から祈っています。

Dengan tulus dan senang hati saya mengucapkan selamat, untuk menyambut perayaan ulang tahun ke -75 Maestro seni pertunjukan tari bapak Ida Bagus Blangsinga (Gus Aji).Saya bertugas di Bali selama 2 periode, namun hampir selama lima setengah tahun bersama saya sangat bersyukur bisa bertemu dengan beliau. Saya merasa berkenalan dengan beliau menambah wawasan saya tentang kehidupan.

Pulau Bali dikenal sebagai pulau tanah Surga . Orang Jepang yang baru pertama kali datang ke Bali sekalipun , akan merasakan keakraban dengan keseharian orang Bali, Tuhannya serta kehidupan surgawinya. Meskipun pada kenyataanya tidak ada perilaku manusia yang bersifat mendarah daging, tapi pada saat pertama kali menyaksikan pementasan Bapak Ida Bagus Blangsinga (Gus Aji) , sebagai seorang pribadi, beliau melakukan sesuatu dengan keahlian yang dimilikimya, daripada harus menunggu, dan sepertinya saya mampu merasakan kehadirannya melampaui kehadiran seseorang. Saya bukanlah orang yang dekat dengan dunia seni, sehingga saya tidak memiliki kemampuan untuk berbicara tentang tarian beliau. Tarian disebut sebagai seni, dengan batas maksimal penguasaannya yang membuat saya terkesan karena keberadaanya melampaui keberadaan seseorang.

Ida Bagus Blangsinga (Gus Aji) telah tumbuh bersama kehidupan seni yang keras, beliau meberi-kan panggung seni pertunjukkan dengan karyanya yang kental dengan sentuhan kepribadian. Beliau memiliki kepribadian yang hangat, lembut, ramah, penuh perhatian dan tidak banyak bi-cara, dan hal tersebutlah yang membuat saya merasa bahagia bisa mengenal beliau. Saya mera-sakan kedamaian seperti bertemu dengan seorang teman lama. Yang pada akhirnya melahirkan satu kepribadian yang kental dengan pengalaman artistik yang tinggi.

Ida Bagus Blangsinga (Gus Aji) adalah harta bagi Bali. Saya rasa beliau adalah sosok yang keberadaanya membawa kedamaian bagi bumi. Bagi saya beliau adalah orang penting, dan melihat sosoknya selalu membuat saya ingin dekat dengan beliau. Menyambut perayaan ulang tahun beliau yang ke-75 saya sangat berharap beliau tetap bersemangat dan tarian bali serta kehidupan rohani masyarakatnya menjadi lebih kaya untuk kesuksesan kita semua di masa depan.

1949年4月横浜生まれ。1972年横浜市立大学卒業後、1973年に外務省入省。74年から2年間ジョグジャカルタ、ガジャマダ大学留学。以後、インドネシア大使館、外務省アジア局などインドネシア関係を中心に勤務。インドネシアの3総領事(スラバヤ、メダン、デンパサール)を歴任。2011-2013年まで2年間デンパサール総領事館総領事を就任後、外務省を引退。現在、日本在住。

Lahir di Yokohama , April 1949. 1972, lulus pada Yokohama City University.1973, Kementerian Luar Negeri. 2 tahun di Yogyakarta dari tahun 1974, studi Universitas Gadjah Mada. Setelah itu, bekerja terutama di Indonesia Kedutaan hubungan Republik Indonesia, seperti Departemen Luar Negeri Biro Asia. Melayani (Surabaya, Medan, Denpasar) 3 Konsul Jenderal Jepang di Indonesia. Setelah menjabat Konsul Jenderal Konsulat Jenderal Denpasar 2011-2013, pensiun dari Departemen Luar Negeri. Saat ini, tinggal di Jepang.

28th, Sep 2013

グスアジ芸能生活75周年

Letter From Friend - Mr.Minoru ShirotaPerayaan 75 Tahun Untuk Maestro Seni Tari Ida Bagus Blangsinga

城田実 (Minoru Shirota)

56

Page 59: A Tribute to Maestro

Media Partner

SPONSORPerayaan 75 Tahun Untuk Maestro Seni Tari Ida Bagus Blangsinga

56

Bentara Budaya Bali

Page 60: A Tribute to Maestro

Bentara Budaya BaliJl. Prof. Ida bagus Mantra No.88A, Bypass Ketewel, Giayar, Bali

Tetamian Griya [email protected] : Atributeto MaestrobaliFacebook : Tetamian Classic Balinese Dance Art