repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · bab ii landasan teori a....
TRANSCRIPT
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PERSISTENSI
1. Definisi Persistensi
Persistensi merupakan salah satu kekuatan karakter yang dikemukakan oleh
Seligman & Peterson (2004). Seligman & Peterson (2004) mendefinisikan
persistensi sebagai kelanjutan dari tindakan sukarela yang dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan meskipun ada hambatan, kesulitan atau keputusasaan.
Hill (2000) mengemukakan bahwa persistensi merupakan faktor penting dalam
mewujudkan keinginan (desire) menjadi suatu kenyataan. Dasar dari persistensi
adalah kekuatan kehendak (the power of will). Hal yang menjadi penghalang bagi
individu bukanlah ketakutan melainkan kebosanan, frustasi, kesulitan dan godaan
untuk melakukan sesuatu yang lebih mudah dan menyenangkan
(Seligman & Peterson, 2004).
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
persistensi adalah tindakan yang dilakukan secara sukarela dalam mencapai
sesuatu yang diinginkan meskipun dilanda oleh berbagai hambatan, kesulitan atau
keputusasaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
2. Komponen Persistensi
Menurut Hill (2000) terdapat beberapa komponen dalam persistensi antara
lain :
a. Kejelasan tujuan/Definiteness of purpose
Mengetahui tujuan dan apa yang diinginkan secara pasti merupakan langkah
pertama dan terpenting dalam mengembangkan persistensi. Tujuan yang jelas
merupakan motif yang kuat untuk mendorong seseorang mengatasi berbagai
kesulitan.
b. Keinginan/Desire
Desire atau keinginan diperlukan untuk mempertahankan persistensi dalam
memperoleh sesuatu yang diinginkan.
c. Self-reliance
Keyakinan diri akan kemampuan melakukan sesuatu yang sudah
direncanakan, mendorong dirinya untuk persistensi dalam menjalankan rencana
yang sudah direncanakan tersebut.
d. Kejelasan rencana/Definiteness of plans
Rencana yang terorganisir dapat meningkatkan persistensi seseorang.
e. Pemahaman akurat/Accurate knowledge
Pengetahuan akurat akan suatu rencana yang telah disusun dapat
meningkatkan persistensi.
f. Co-operation
Rasa simpati, pengertian dan kerjasama yang harmonis dengan orang lain
cenderung untuk meningkatkan persistensi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
g. Kekuatan kehendak/Will-power
Kebiasaan untuk berkonsentrasi pada suatu rencana yang sudah direncanakan
untuk mencapai suatu tujuan dapat mengarah pada persistensi.
h. Kebiasaan/Habit
Persistensi merupakan hasil dari suatu kebiasaan. Pikiran menyerap pola
perilaku dari kebiasaan dan menjadi bagian dari pengalaman sehari-hari.
3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Persistensi
Seligman & Peterson (2004) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi persistensi yaitu effortful behavior, dukungan sosial
dan feedback.
a. Effortful behavior
Menurut teori learned industriousness, individu yang memiliki riwayat
mendapatkan reward atas perilaku tinggi untuk berusaha cenderung lebih
mengerahkan usaha/upaya yang lebih besar di masa mendatang dibandingkan
dengan individu yang memiliki riwayat mendapatkan reward atas perilaku rendah
untuk berusaha (Eisenberger dalam Seligman & Peterson, 2004).
Pelatihan usaha/upaya di laboratorium menunjukkan bahwa kegigihan
perilaku dalam berusaha dapat ditingkatkan dengan memberi reward atas
usaha/upaya (effort) yang telah dilakukan. Eisenberger dan kolega telah
melakukan banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pelatihan usaha/upaya
dapat meningkatkan persistensi (contohnya, Eisenberger & Adornetto, 1986;
Eisenberger & Leonard, 1980; Eisenberger, Mitchell, & Masterson, 1985;
Eisenberger, Park, & Frank, 1976; Eisenberger & Selbst, 1994).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
b. Dukungan sosial
Dukungan sosial merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan
persistensi. Zaleski (dalam Seligman & Peterson, 2004) menemukan bahwa
individu yang memiliki hubungan yang dekat dan suportif lebih dapat bertahan
(persist) dan mengerahkan upaya dibandingkan individu yang tidak memiliki
hubungan dekat dan suportif. Vallerand, Fortier dan Guay
(dalam Seligman & Peterson, 2004) menjelaskan bahwa self-determination
merupakan tautan yang menghubungkan dukungan sosial dengan persistensi.
Dalam penelitiannya dengan anak sekolah, dukungan sosial menimbulkan
self-determination yang akhirnya menimbulkan persistensi yang lebih baik
di bidang akademik (diukur dari kecenderungan siswa menyelesaikan sekolah atau
putus sekolah) sedangkan penurunan dukungan sosial mengarah pada penurunan
self-determination dan menimbulkan peningkatan kecenderungan siswa putus
sekolah.
c. Feedback
Menerima feedback positif berkontribusi dalam meningkatkan persistensi.
Dalam penelitian Kelley, Brownell, dan Campbell
(dalam Seligman & Peterson, 2004) menunjukkan bahwa ketika ibu memberi
feedback yang bersifat positif dan korektif kepada anaknya yang berusia 2 tahun,
anak tersebut bertahan (persist) lebih lama baik dalam tugas yang mudah ataupun
tugas susah.
Keuntungan dari feedback positif tidak sepenuhnya ditemukan seragam.
Paulus dan Konicki (dalam Seligman & Peterson, 2004) menemukan bahwa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
evaluasi negatif dari orang lain mengarahkan individu untuk lebih persistensi
dalam tugasnya dibandingkan dengan evaluasi positif atau tanpa evaluasi.
Mueller dan Dweck (dalam Seligman & Peterson, 2004) menemukan bahwa anak-
anak yang dipuji kemampuan intelektualnya setelah kegagalan pertama kurang
persistent dan kurang menikmati tugas yang diberikan kepadanya dibandingkan
anak yang dipuji usahanya.
Eisenberger (dalam Seligman & Peterson, 2004) menyatakan bahwa antara
feedback dan persistensi memiliki hubungan liniar dimana penguatan dapat
meningkatkan persistensi, tetapi Drucker et al.(dalam Seligman & Peterson, 2004)
menemukan hubungan kurvalinear dimana penguatan pada tingkat menengah
dapat meningkatkan persistensi dan penguatan pada tingkat tinggi dan rendah
mengurangi persistensi.
B. PASANGAN INFERTIL
1. Definisi Pasangan Infertil
Menurut Papalia & Olds (1998) keadaan infertil merupakan suatu keadaan
dimana pasangan yang meskipun sudah menikah dalam kurun waktu relatif
lama/lebih dari dua belas bulan lamanya tanpa menggunakan alat kontrasepsi akan
tetapi belum juga mendapatkan anak. Hal tersebut juga senada dengan penjelasan
(Carroll, 2005 ; Pasch, 2001) yang mendefenisikan infertilitas sebagai kegagalan
setelah satu tahun melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi.
Ida Bagus (2009) juga mendefenisikan pasangan infertil sebagai pasangan yang
telah kawin dan hidup harmonis serta telah berhubungan seks selama satu tahun
tetapi belum terjadi kehamilan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas maka disimpulkan bahwa
pasangan infertil adalah pasangan yang sudah menikah dalam kurun waktu
setidaknya satu tahun tanpa menggunakan alat kontrasepsi namun belum terjadi
kehamilan.
2. Penyebab Infertilitas
Menurut DeGenova (2005) hampir 40% ketidaksuburan disebabkan oleh
masalah pria dan 40% disebabkan karena faktor wanita dan 20% disebabkan oleh
faktor lainnya. Hal ini disebabkan adanya sejumlah masalah psikologis dan
fisiologis. Untuk mampu membuahi/hamil wanita, lelaki harus :
1.Mampu mempertahankan ereksi untuk mengejekulasi sperma ke dalam vagina
2.Mampu melewati vas deferens dan uretra sehingga sperma dan semen bisa
masuk
3.Mengeluarkan semen dalam jumlah yang tepat agar sperma tetap hidup untuk
sampai pada ovum.
4. Menghasilkan sperma yang baik dalam jumlah yang cukup.
Faktor umum penyebab infertilitas adalah penurunan produksi sperma yang
disebabkan oleh racun dari lingkungan, panas, masalah kelainan, obat-obatan,
demam yang berkepanjangan dan gangguan kelenjar endokrin yang
mempengaruhi produksi hormon seksual. Gagalnya sperma sampai ke dalam
vagina dikarenakan impoten fungsional dan organik atau ejakulasi dini
(DeGenova, 2005).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
Adapun penyebab ketidaksuburan pada wanita diantaranya adalah gangguan
organ reproduksi, vaginitis, penyakit menular seksual, gangguan endokrin pada
pituitary, tiroid, dan adrenal, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, gangguan
genetik, penyebab immunologis (DeGenova, 2005).
Ketidaksuburan/infertility20% juga disebabkan oleh faktor yang melibatkan
kedua pasangan. Faktor negatif meliputi intercourse terlalu sering/tidak,
penggunaan protelium jelly atau lubricant lainnya yang merusak sperma,
intercourse yang hanya selama periode infertil setiap bulan dan bertambahnya
usia atau kesehatan yang buruk (DeGenova, 2005).
3. Dampak Infertilitas
Infertilitas menyebabkan stresss dan berpengaruh negatif terhadap kesehatan
pria dan wanita. Pasangan seringkali mengalami depresi, rasa bersalah, cemas,
ketegangan dalam hubungan dan isolasi selama proses fertility treatment
(DeGenova, 2005). Semakin tinggi stress, semakin rendah self-esteem pasangan
dan kontrol internalnya serta semakin tinggi konflik interpersonal
(Abbey, Andrews, dan Halman, 1994). Mereka merasa bahwa mereka telah gagal,
saling menyalahkan satu sama lain dan mereka sangat cemas ketika berusaha
untuk hamil. Banyak orang yang infertil merasakan emosi seperti marah, panik,
putus asa dan sedih yang nantinya dapat berpengaruh terhadap aktivitas seksual
mereka (Read, 2004).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
4. Upaya Medis Untuk Pasangan Infertil
DeGenova (2005) menjelaskan bahwa treatment untuk menghasilkan
keturunan tergantung pada penyebabnya. Pembedahan dan hormonal adalah cara
yang umum dilakukan. Ada juga pasangan yang dianjurkan dengan metode
fertility kemudian mereka dapat melakukan intercourse ketika kemungkinan besar
pihak wanita ovulasi. Jika tidak berhasil pasangan boleh mempertimbangkan
metode alternatif lain yang tersedia.
1) Artificial insemination adalah penyuntikan sperma ke dalam vagina atau uterus
wanita untuk tujuan menghasilkan kehamilan (Cushner, 1986).
2) In vitro fertilization (IVF) melibatkan pengeluaran sel telur dari seorang
wanita, membuahi sel telur itu dengan sperma dalam laboratorium, tumbuh
selama 3 atau 4 hari dan kemudian menanamkan satu atau lebih blastosit
berikutnya (pre-embrio) pada dinding rahim.
3) Embryo transplant dimana embrio dikembangkan lebih dari 14 hari. Tidak
melibatkan pembedahan, proses transfer dari donor ke resipien dicapai dengan
melalui chateter yang dirancang secara special (pipa ke dalam saluran tubuh).
4) Gamete intrafallopian transfer (GIFT), sel telur dan sperma dimasukkan
secara langsung ke dalam tuba fallopi dimana pembuahan normal terjadi.
5) Ovum transfer, dimana donor wanita diinseminasi buatan oleh sperma dari
pasangan infertile wanita lainnya. Zigot (dibuahi sel telur) dikeluarkan setelah
5 hari dan ditransplasi ke dalam calon ibunya yang akan membawa anak
tersebut selama dalam kandungan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
C. SUKU BATAK TOBA
1. Batak Toba
Orang Batak adalah salah satu suku dari Bangsa Indonesia yang tinggal di
Sumatera Utara. Sumatera adalah pulau terbesar kedua sesudah kalimantan dan
terletak diujung barat Indonesia. Orang Batak mendiami dataran tinggi Bukit
Barisan sekitar Danau Toba (Nainggolan, 2012).
Suku Batak merupakan etnis keenam terbesar di Indonesia sesudah Jawa,
Sunda, Tionghoa-Indonesia, Melayu dan Madura. Pada waktu itu penduduk
Indonesia sudah ada sebanyak 237.641.326 jiwa. Suku Batak terdiri atas enam
sub-suku yaitu Angkola dan Mandailing di sebelah selatan, Toba di pusat,
Dairi/Pakpak di sebelah Barat-laut, Karo di sebelah Utara, dan Simalungun di
sebelah Timur-laut (Nainggolan, 2012).
Orang Batak Toba terutama hidup dari pertanian. Berabad-abad lamanya
mereka mengusahakan pertanian sawah dengan pengairan terpadu maka tidak
heran kalau orang Batak Toba berdiam di lembah-lembah dan sekitar Danau Toba
sebab disana ada cukup air untuk persawahan. Kondisi geografis lembah membuat
mereka hidup dalam ruang yang terbatas dan terisolasi. Komunitas-komunitas ini
hidup dalam ikatan keluarga yang kuat (Nainggolan, 2012).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
2. Nilai Anak Dalam Budaya Batak Toba
Harahap & Siahaan (1987) mengemukakan lima nilai peran anak dalam
budaya Batak Toba yaitu :
a. Pencapai tujuan hidup yang ideal
Harahap & Siahaan (1987) menyatakan bahwa tujuan hidup yang ideal
tercakup dalam nilai 3H yakni hamoraon, hagabeon dan hasangapon. Lubis
(1997) menjelaskan bahwa hagabeon sama artinya dengan bahagia dan sejahtera.
Kebahagiaan yang dimaksudkan disini adalah kebahagiaan dalam keturunan.
Keturunan dipandang sebagai pemberi harapan hidup karena keturunan itu adalah
suatu kebahagiaan yang tidak ternilai bagi orang tua, keluarga dan kerabat
Hamoraon (kekayaan) adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang,
dimana kekayaan ini diidentikkan dengan harta kekayaan dan anak. Tanpa anak
individu tidak akan merasa kaya meskipun banyak harta seperti yang diungkapkan
dalam ungkapan; “Anakkonhi do hamoraon diahu” (anakku adalah harta yang
paling berharga bagi saya).
Hasangapon (kemuliaan & kehormatan) merupakan kedudukan seseorang
dalam lingkungan masyarakat. Untuk mencapai hasangapon seseorang harus
terlebih dahulu berketurunan (gabe) dan memiliki kekayaan (mora). Diantara nilai
hamoraon, hagabeondan hasangapon, nilai hagabeon merupakan nilai yang
paling penting dimana nilai hagabeon mengungkap makna bahwa orang Batak
Toba sangat mendambakan kehadiran anak dalam keluarga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
b. Pelengkap Dalihan Na Tolu
Anak juga dapat berperan sebagai pelengkap adat Dalihan Na Tolu. Dalihan
Na Tolu merupakan suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan
kekeluargaan pada suku Batak Toba. Ketiga hubungan kekeluargaan itu adalah ;
1. Hula-hula (keluarga dari pihak pemberi istri/wanita)
2. Dongan sabutuha (kawan semarga)
3. Boru (keluarga dari pihak penerima istri/wanita)
Anak laki-laki nantinya akan beristri dan keluarga pihak pemberi istri akan
disebut dengan hula hula sedangkan anak perempuan akan bersuami dan keluarga
pihak penerima istri akan disebut boru. Dengan demikian lengkaplah unsur
Dalihan Na Tolu yaitu dongan sabutuha, hula hula dan boru
(Harahap & Siahaan, 1987).
c. Penambah ”sahala” orang tua
Anak juga dipandang dapat menambah sahala (wibawa) orang tua.
Ph.L.Tobing menyatakan sahala sebagai salah satu aspek dari tondi (roh).
Seorang yang memiliki kewibawaan kekayaan dan keturunan adalah orang yang
memiliki sahala. Sahala seseorang bertambah bila hal-hal tersebut bertambah
(Harahap & Siahaan, 1987).
d. Pewaris harta kekayaan
Dalam budaya Batak Toba, yang menjadi pewaris seutuhnya adalah anak
laki-laki, sementara anak perempuan bisa memiliki sebagian harta warisan apabila
saudaranya laki-laki tersebut mau berbagi sebagian dari harta yang dia warisi
(Vergouwen, 1986).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
e. Penerus garis keturunan (marga)
Anak juga dipandang dapat meneruskan marga dari ayahnya. Marga
merupakan asal-mula nenek moyang yang terus dipakai di belakang nama
(Gultom, 1992). Masyarakat umum Batak mengartikan marga sebagai kelompok
suku dan suku induk, yang berasal dari rahim yang sama (Vergouwen, 1986).
Keyakinan ini disebabkan oleh penetapan struktur garis keturunan mereka yang
menganut garis keturunan laki-laki (patrilineal) yang berarti bahwa garis marga
orang Batak Toba diteruskan oleh anak laki-laki. Jika orang Batak Toba tidak
memiliki anak laki-laki maka marga tadi akan punah. Adapun posisi perempuan
Batak Toba adalah sebagai pencipta hubungan besan karena perempuan harus
menikah dengan laki-laki dari kelompok patrilineal yang lain.
3. Dampak Infertilitas Dalam Budaya Batak Toba
Vergouwen (1986) menyatakan ada beberapa dampak yang ditimbulkan
apabila dalam sebuah keluarga tidak memiliki keturunan yaitu :
a. Garis keturunan punah
Sistem kekerabatan orang Batak adalah patrilineal. Garis keturunan laki-laki
diteruskan oleh anak laki-laki dan menjadi punah kalau tidak memiliki anak laki-
laki. Laki-laki itulah yang membentuk kelompok kekerabatan; perempuan
menciptakan hubungan besan karena ia harus menikah dengan laki-laki dari
kelompok patrilineal lainnya.
b. Mengangkat anak (adopsi)
Di masyarakat Batak, jarang sekali pasangan yang mandul mau mengangkat
anak. Menurut alam pikiran orang yang belum memeluk agama, tidak mempunyai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
keturunan laki-laki berarti hidup sengsara di alam baka. Bahkan orang Kristen
masih berpikir bahwa tidak ada hal yang lebih buruk selain keadaan yang
demikian. Untuk menghindari keadaan seperti itu, biasanya akan mengangkat
anak. Mengangkat anak baru bisa mempunyai makna jika ada kemungkinan
mendapatkan anak angkat laki-laki yang dapat melanjutkan galur bapak angkat.
c. Beristri dua (bigami)
Salah satu alasan mengapa orang mengambil istri kedua ialah karena ia tidak
memiliki keturunan, terutama kegagalan mendapatkan anak laki-laki. Mengambil
istri kedua karena tidak mendapat anak tidak berarti karena ada persoalan antara
suami-istri. Dalam kenyataannya justru istri sendirilah yang sering mendesak
suami agar mengambil istri muda dengan harapan akan mendapatkan anak laki-
laki, walaupun istri pertama itu mungkin sudah melahirkan tetapi perempuan.
d. Bercerai
Penyebab utama berakhirnya suatu perkawinan tampaknya adalah
ketidakmampuan seksual/cacat lain yang tak memungkinkan persenggamaan yang
lazim. Kemandulan juga menjadi penyebab perceraian. Hal ini biasanya
diperkirakan sebagai akibat dari tidak adanya keselarasan antara tondi pasangan
sehingga dapat menghalangi lahirnya keturunan.
e. Tidak ada pewaris harta kekayaan
Harta peninggalan orang tua sepenuhnya diwarisi oleh anak laki-laki.
Pewarisan menurut garis laki-laki disebut dengan mangihut-ihuton
(menggantikan, melanjutkan) lelaki harus mewarisi apa yang ditinggalkan
bapaknya. Anak perempuan tidak mempunyai hak tertentu dalam warisan orang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
tuanya. Anak perempuan dalam hal ini bisa memiliki sebagian dari warisan yang
ditinggalkan apabila ia dengan baik-baik meminta kepada saudaranya laki-laki
untuk memberikan sebagian dari harta yang diwarisinya. Disaat masih hidup
seseorang dapat juga menyisihkan sebagian hak miliknya untuk anak perempuan,
selain harta bawaan yang sudah diterimanya. Pemberian bisa diterima pada waktu
itu atau dikemudian hari sewaktu anak perempuan itu kawin yakni sebagai
pauseang. Jatah yang diberikan kepada anak perempuan setelah bapaknya
meninggal juga disebut dengan parmanomanoan (yang diterima dari yang
meninggal sebagai kenang-kenangan).
4. Upaya Tradisional Untuk Pasangan Infertil
Vergouwen (1986) menyatakan ada beberapa cara yang sering dilakukan oleh
masyarakat Batak Toba dalam memperoleh keturunan. Berikut adalah upaya
tersebut :
1. Suami dan kerabat laki-lakinya akan mendatangi ayah dari pihak istri dan
melalui upacara khusus memohon restu kiranya mertuanya sudi memanjatkan doa
supaya putri dan menantunya diberi karunia
2. Sombaon
Upacara ini berupa upacara penghormatan kepada leluhur besar yang tertinggi
dalam dunia roh yang mendekati kedudukan dewata, dia menjadi sombaon.
Sombaon ini tinggal di tempat suci, di puncak gunung, di hutan belantara atau
di sebuah sungai besar. Sombaon selalu dimohonkan dalam semua upacara
religius. Upacara ini disertai dengan pemberian persembahan berupa hewan-
hewan kurban yang dipersembahkan kepada leluhur tersebut yang dipimpin oleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
datu dan diikuti dengan tarian-tarian persembahan. Tujuan khusus dari pesta
seperti ini ialah karena banyaknya dari keturunannya yang tidak mempunyai anak;
mereka ingin memohon kepada leluhur agar melimpahkan “tabung penyimpanan
anak panah yang penuh dengan anak-anak”.
3. Mangupa tondi
Kegiatan mangupa ini bertujuan untuk menguatkan tondi (roh), meningkatkan
daya yang bersemayam di dalam dirinya dan untuk memperkuat ikatan antara dia
dengan tempat tinggalnya. Jika kegiatan mangupa ini dilakukan kepada wanita
yang belum memiliki keturunan maka tujuannnya adalah untuk meningkatkan
daya tangkal tondinya (rohnya) terhadap kekuatan animis dan jahat yang sudah
mengintipnya dan segera memiliki anak.
4. Manulangi
Kegiatan manulangi ini berupa kegiatan menyuapi yang mana biasanya
kegiatan ini ditujukan kepada mereka yang memang pantas mendapatkan
persembahan makanan. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh anak kepada orang
tuanya atau mertuanya dengan tujuan mendapatkan berkat dari orang tuanya atau
mertuanya sehingga putrinya tersebut atau menantunya tersebut cepat
mendapatkan keturunan.
5. Pemberian dondon tua.
Dondon tua ini diartikan sebagai dibebani nasib baik. Istilah ini diterapkan
kepada benda yang diberikan kepada seseorang. Melalui benda ini diharapkan ada
keberuntungan yang berpindah kepada orang yang menerimanya. Kegiatan ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
bisa dilakukan kepada wanita yang sudah lama tidak memiliki anak dengan tujuan
segera memiliki keturunan.
D. PERSISTENSI PADA PASANGAN INFERTIL SUKU BATAK TOBA
DALAM MEMPEROLEH KETURUNAN
Kelahiran seorang anak (keturunan) menjadi salah satu bagian yang
terpenting dalam siklus kehidupan. Ini adalah bagian dari tujuan hidup masyarakat
Batak Toba yang ideal yakni banyak anak (hagabeon), kaya materi/harta
(hamoraon) dan dihormati/dihargai (hasangapon) (Harahap & Siahaan, 1987).
Hagabeon, hamoraon dan hasangapon adalah sesuatu yang sangat didambakan
dalam kehidupan masyarakat Batak Toba (Harahap & Siahaan, 1987).
Adapun ungkapan yang sangat terkenal dalam budaya masyarakat Batak Toba
adalah “Anakhonhi do hamoraon diahu (anak adalah harta yang paling berharga
dalam diri saya) (Harahap & Siahaan, 1987). Oleh karena itu, meskipun dalam
sebuah keluarga Batak Toba sudah memiliki harta/materi yang berkecukupan
(hamoraon) dan terhormat/dihargai (hasangapon) akan tetapi belum memiliki
banyak keturunan baik itu laki-laki dan perempuan dalam budaya Batak Toba
dianggap belum lengkap (gabe) (Harahap & Siahaan, 1987).
Dalam Harahap & Siahaan (1987), Lumban tobing berpendapat bahwa
masalah anak bagi masyarakat Batak Toba sangatlah penting. Hal ini disebabkan
karena keturunan dipandang sebagai pemberi harapan hidup karena keturunan itu
adalah kebahagiaan yang tidak ternilai bagi orang tua, keluarga dan kerabat
(Lubis, 1997). Dalam budaya Batak Toba jumlah anak dianggap sangat
memperngaruhi sahala (wibawa) orang tua (Harahap & Siahaan, 1987).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
Tidak hanya itu, dengan adanya anak juga dapat melengkapi adat Dalihan Na
Tolu. Dimana Dalihan Na Tolu merupakan suatu ungkapan yang menyatakan
kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak Toba. Ketiga hubungan
kekeluargaan itu adalah hula-hula (pihak pemberi istri), dongan sabutuha (kawan
semarga) dan boru (pihak penerima istri) (Harahap & Siahaan, 1987).
Dengan adanya anak juga, maka harta warisan yang dimiliki oleh orang tua
ada yang mewarisi. Dimana dalam budaya Batak Toba pewaris harta sepenuhnya
adalah laki-laki, akan tetapi wanita tetap bisa mewarisi sebagian dari harta
warisan apabila saudaranya laki-laki tersebut mau berbagi dengan saudaranya
perempuan (Vergouwen, 1986).
Dan yang tidak kalah penting adalah bahwa dengan adanya anak dalam
sebuah keluarga dapat meneruskan garis keturunan dalam keluarga. Dimana
budaya Batak Toba mengandung sistem patrilineal, dimana anak laki laki yang
meneruskan garis keturunan. Untuk itu jika orang Batak Toba tidak memiliki
keturunan laki-laki maka garis keturunan/marga tadi akan punah. Adapun posisi
perempuan dalam budaya Batak Toba adalah sebagai pencipta hubungan
besankarena perempuan harus menikah dengan laki-laki dari kelompok patrilineal
yang lain (Vergouwen, 1986).
Dengan demikian ketidakmampuan istri untuk menghasilkan keturunan
dipandang sebagai sesuatu yang sangat merendahkan martabat suami dan bila
diantara anak-anak yang dilahirkannya tidak ada laki-laki, hal tersebut juga
dipandang sebagai suatu penghinaan yang menodai martabat pihak suami dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
keluarganya (Vergouwen, 1986). Yang mana sekarang ini banyak sekali dijumpai
pasangan Batak Toba yang sulit untuk memiliki keturunan meskipun telah
menikah sekian tahun lamanya dan tidak menggunakan alat kontrasepsi, keadaan
inilah yang disebut dengan infertilitas. Keadaan dimana pasangan yang meskipun
sudah menikah dalam kurun waktu relatif lama/lebih dari 12 bulan lamanya tanpa
menggunakan alat kontrasepsi akan tetapi belum juga memiliki keturunan
(Papalia & Olds, 1998).
Maka tidak heran jika seorang suami yang tidak memiliki keturunan baik itu
laki-laki maupun perempuan dari seorang istri meminta untuk berpisah (bercerai)
dan kemudian itu menikah lagi dengan wanita lain untuk mendapatkan keturunan
baik itu laki-laki dan perempuan (Vergouwen, 1986). Dan tidak heran juga jika
pasangan yang sulit untuk memiliki keturunan tersebut mendapat ejekan dari
lingkungan-lingkungan sekitar dan mengalami perasaan-perasaan negatif akibat
dari keadaannya tersebut (DeGenova, 2005).
Tentunya hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi pasangan yang
mengalami keadaan tersebut. Untuk itu bila dalam sebuah keluarga terdapat
pasangan yang belum memiliki keturunan maka pasangan tersebut akan berupaya
semaksimal mungkin agar bisa memiliki keturunan. Pasangan akan melakukan
apapun demi mendapatkan keturunan agar memiliki generasi penerus, ahli waris
harta kekayaan, pencapai tujuan hidup yang ideal, pelengkap adat dalihan na tolu
serta menambah sahala orang tua. Pasangan akan melakukan segala usaha baik
secara medis, alternatif hingga kepada usaha tradisional dengan segigih mungkin
untuk bisa segera memiliki keturunan. Dimana kegigihan didefenisikan oleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Seligman & Peterson (2004) sebagai kelanjutan dari tindakan sukarela yang
dilakukan untuk mencapai suatu tujuan meskipun ada hambatan, kesulitan
ataupun keputusasaan. Hill (2000) juga mengatakan bahwa kegigihan (persistensi)
merupakan faktor penting dalam merubah keinginan (desire) menjadi wujud
nyata. Hill (2000) juga menyatakan bahwa terdapat beberapa komponen dalam
kegigihan (persistensi), yaitu memiliki tujuan yang jelas, keinginan untuk
mencapai tujuan tersebut, memiliki self-reliance, memiliki rencana yang
terorganisir dan masuk akal, mampu bekerjasama dengan orang lain serta
memiliki pemikiran yang terfokus untuk mencapai tujuan. Semua komponen ini
harus dapat diubah menjadi kebiasaan sehingga kegigihan (persistensi) dapat
tercapai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
E. PARADIGMA BERPIKIR
Pasangan Infertil dalam budaya
Batak Toba
Tantangan bagi pasangan Batak Toba
yang infertil
Dibutuhkan persistensidalam
memperoleh keturunan
Definiteness of purpose
Accurate knowledge
Definiteness of plans
Self-reliance
Co-operation
Desire
Habit
Will-power
Komponen Persistence
Effortfull behavior
Feedback
Dukungan sosial
Diceraikan Diminta untuk
berpisah/melakukan
bigami
Mendapat
Ejekan
Mengalami
perasaan negatif
Pencapai Tujuan Hidup Ideal yang tercakup
dalam nilai3H
Pelengkap Adat Dalihan
Na Tolu
Penambah sahala
orang tua
Pewaris Harta
Kekayaan
Penerus
Marga
Anak Dalam Budaya Batak
Toba Penting
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA