bab ii sejarah konflik berkepanjangan di uganda
TRANSCRIPT
26
BAB II
SEJARAH KONFLIK BERKEPANJANGAN DI UGANDA
Jika dilihat dari sejarahnya, konflik yang terjadi di wilayah Afrika seperti
menjadi hal turun-temurun. Konflik antara The Lord’s Resistance Army dengan
pemerintah Uganda telah berlangsung selama tiga decade dan merupakan salah satu
konflik yang terpanjang di Afrika. Konflik perebutan kekuasaan ini bukan hanya
terjadi di rezim Murseveni saja, namun di rezim sebelumnya hal ini kerap terjadi
dan membuat penduduk sipil selalu dihantui oleh ketakutan sepanjang waktu.
2.1 Terbentuknya The Lord’s Resistance Army
Perang saudara seakan tidak pernah habis di perjuangkan oleh etnis-etnis
yang terdapat di Afrika. The Lord’s Resistance Army (LRA) ini merupakan salah
satu kelompok militatan yang kuat di wilayah Uganda. Kelompok ini memulai
pergerakannya pada tahun 1987. Joseph Kony membentuk LRA di Uganda Utara
pada tahun 1987 untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Yoweri Museveni.
Sebelum menjadi The Lord’s Resistance Army, kelompok ini memiliki nama Holy
Spirit Movement (HSM) yang di bentuk oleh Alice Lakwena dimana gerakan ini
merupakan gerakan pemberontak Kristen ekstrim untuk bertempur melawan
pasukan Uganda.1 Namun, pasukan ini kembali harus menerima kekalahan.
Pergerakan mereka tidak sampai disitu saja, keponakan Alice Lakwena berinisiatif
1 Ibid
27
membuat kembali sebuah kelompok militan yang kemudian diberi nama The Lord’s
Resistance Army yang di pimpin oleh Joseph Kony.
Gambar 1.1 Joseph Kony pemimpin kelompok militian The Lord’s Resistance
Army (LRA).
Munculnya beberapa kelompok militan ini sebenernya dipicu oleh rasa
resah yang dirasakan oleh warga sipil oleh pemimpin Uganda sejak kemerdekaan
mereka. Mereka memiliki masa lalu yang buruk dengan memiliki pemimpin yang
diktaktor dan semena-mena kepada rakyat.
Diawali dengan masa pemerintahan Milton Obote. Obote adalah satu-
satunya presiden yang menduduki gedung Negara pada masa jabatan yang berbeda.
Pertama, ia menduduki jabatan sebagai presiden pada 1966 setelah kemerdekaan
kemudian pada tahun 1981-1985 setelah masa pemerintahan Idi Amin. Obote
28
adalah salah satu orang yang bertangung jawab atas kekacauan yang terjadi di
Uganda.2
Gambar 1.2 Milton Obote merupakan Presiden pertama Uganda yang
sebelumnya menjabat sebagai Perdana Menteri sebelum Kerajaan di Uganda
digulingkan.
Pada tahun 1966, konflik antara Obote dan Buganda, suku yang terbesar dan
telah menjadi sebuah kerajaan di Uganda, semakin memanas. Ouncaknya, Obote
mengirimkan pasukan yang di pimpin oleh sekutunya Idi Amin, seorang perwira
dari distrik utara Uganda untuk menyerang Mutesa. Hal ini membuat Mutesa
mengamankan diri ke Inggris. Dalam upaya untuk memperkuat pemerintahannya,
Obote kemudian memperkenalkan konstitusi baru. Obote menghapuskan semua
kerajaan dan sisa-sisa federalism di Uganda. Konstitusi ini juga membentuk
2 The State House of UGANDA, Past Presidents of Uganda. Diakses dalam
https://www.statehouse.go.ug/past-presidents/president-apollo-milton-obote ( 02/12/ 2018. Pukul
11.00 WIB)
29
Presiden dan badan Eksekutif. Dia mengambil peran sebagai Presiden dan Perdana
Menteri diwaktu yang bersamaan.3
Ketergantungannya terhadap militer dan polisi untuk terus meneror lawan-
lawan politiknya, membangkitkan kebencian masyarakat Uganda dibagian selatan,
dan hal ini di manfaatkan oleh Idi Amin untuk membentuk pengikut yang mana
anggota yang di rekrut adalah mereka yang memiliki etnis yang sama dengannya.
Penghianatan ini bisa terjadi dikarenakan, sebelum Obote menyatakan diri sebagai
presiden, ia dan Amin pada tahun 1964 telah menjalani aliansi, dimana mereka
bekerja sama untuk memperluas jumlah dan kekuatan Angkatan Darat Uganda.
Pada februari 1996, tuduhan baru menyusul bahwa Obote dan Amin bertanggung
jawab atas penyelundupan emas dan gading dari Kongo yang kemudian
diperdagangkan untuk senjata, sebelum akhirnya Obote menugaskan Amin untuk
melengserkan Raja Mutesa II.
Beberapa tahun berselang, Obote mulai meragukan kesetiaan Amin,
kemudian Obote memerintahkan pasukan untuk menangkap Amin ketika dirinya
hendak melakukan perjalanan ke Singapura untuk menghadiri sebuah Konferensi.
Bisa di simpulkan dari sini bahwa, Obote sudah mecurigai Amin membangun
sebuah kelompok untuk melengserkannya. Ketika Obote sedang bertugas di
Singapura, Amin memanfaatkan momen ini untuk melakukan kudeta yang telah ia
3 Encyclopaedia Britannica, Milton Obote President Of Uganda. Diakses dalam
https://www.britannica.com/biography/Milton-Obote (29/02/2019) Pukul 23:50 WIB
30
persiapkan jauh-jauh hari. Pada tanggal 25 Januari 1971 Amin berhasil mengambil
alih pemerintahan dan memaksa Obote ke pengasingan.4
Setelah berkuasa, Amin memulai eksekusi massal terhadap Acholi dan
Lango, dan suku-suku Kristen yang masih setia terhadap Obote. Hal ini dilakukan
oleh Amin karena merasa bahwa kehadiran mereka adalah sebuah ancaman. Dia
juga mulai meneror masyarakat umum melalui berbagai macam pasukan keamanan
internal yang telah dia kelola, hal ini bertujuan untuk menghilangkan mereka yang
menentang rezimnya.
Gambar 1.3 Idi Amin Dada meninggalkan sejarah rezim terburuk sejauh
ini. Pemimpin yang otoriter dan diktaktor membuat warga sipil ketakutan
sepanjang masa kepimpinannya.
4 HISTORY.COM, Idi Amin. Diakses dalam https://www.history.com/topics/africa/idi-amin
(29/02/2019, Pukul 23:55 WIB)
31
Seiring berjalannya waktu jumlah pengikutnya semakin menurun dan
pasukan yang awalnya loyal sudah mulai memberontak. Tak berselang lama kondisi
ini kembali di manfaatkan kembali oleh Obote untuk mengudeta Amin. Selama di
pengasingan ia membentuk sebuah pasukan untuk melakukan serangan terhadap Idi
Amin. Kejadian ini bersamaan dengan serangan kelompok militer lainnya yang di
pimpin oleh Yoweri Museveni.5
Selama beberapa waktu setelah kekacauan yang di buat oleh Obote dan
rezim mengerikan yang mereka alami dalam rezim Amin, mereka sudah tidak bisa
mempercayai siapapun untuk bisa menjadi pemimpin. Ditambah setelah
menggulingkan Amin jadi jabatannya, Obote kembali berkuasa.
Tidak lama dari masa jabatan keduanya, Obote kembali mendapatkan
penyerangan. Kali ini berasal dari National Resistance Army (NRA) yang di pimpin
oleh Yoweri Museveni melancarkan perang rakyat yang berlarut-larut. Banyak
tentara yang berusaha mengalahkan pemberontakan yang terjadi dengan
membunuh warga sipil di dalam dan di luar wilayah operasional.
Selain itu, banyaknya korban yang berjatuhan dimana diantaranya adalah
tentara, suku Acholi mengalami perpecahan. Hal ini di manfaatkan oleh Yoweri
Museveni untuk menggulingkan Obote dari kedudukannya. 27 juli 1985, Obote
berhasil di gulingkan oleh NRA.6 Dan kemudian, Museveni naik sebagai Presiden
Uganda hingga lebih dari 30 tahun terakhir.
5 Ibid
6 Ibid
32
2.2 Pemberontakan yang dilakukan oleh The Lord’s Resistance Army
Kekejaman yang dilakukan oleh pemimpin Uganda sebelumnya
memberikan dampak buruk pada mental penduduk sipil. Banyak dari mereka yang
kemudian membuat kelompok militan dengan maksud untuk berjaga-jaga jika
pemimpin yang baru melakukan yang sama dengan para pemimpin sebelumnya.
Termasuk Holy Spirit Movement (HSM) sebelum berganti nama menjadi The
Lord’s Resistance Army. Alasan Joseph Kony memimpin adalah ia merasa
mendapat bisikan dari Roh Kudus untuk membentuk sebuah pemerintahan dengan
landasan keagamaan yang kuat. Namun hal tersebut berbanding balik dengan apa
yang telah lakukan pada warga sipil di Uganda. Dengan membunuh, merobek,
mengunting, memotong tubuh manusia dengan tanpa berat hati dan membuat
penduduk sipil menjadi ketakutan dan merasa terancam sepanjang waktu.
Kelompok yang dipimpin oleh Kony ini telah beroperasi lebih dari dua
dekade. Mereka yang bertanggung jawab atas konflik bersenjata terpanjang di
Afrika. Namun tindakan mereka ini tidak banyak di ketahui oleh dunia luar. Pada
tahun-tahun awal, LRA memngklaim diri mereka untuk berperang melawan
pemerintah Uganda untuk membela hak-hak suku Acholli. Acholli merupakan
sebuah kelompok atau etnis local di Uganda Utara. Namun, kebrutalan ekstrim
LRA terhadap sesama suka dengan cepat bertentangan dengan apa yang suka
mereka klaim tersebut. Kelompok pemberontak ini terkenal karena pembunuhan,
penyiksaan, multilasi, pemerkosaan, penculikan anak-anak juga orang dewasa, dan
penjarahan.
33
Banyak anak-anak kehilaangan orangtua dan saudara mereka. LRA
mencabut hak anak-anak tersebut, merubah mereka menjadi tentara yang tega
membunuh orangtua dan saudaranya sendiri. Mereka juga dipaksa menyaksikan hal
keji didepan mata mereka sendiri, seperti dengan sadisnya tentara LRA menembak
kepala saudara dan orangtua mereka yang membangkang atas perintah Kony.
Perasaan tersiksa dan tidak ingin melanjutkan hidup dirasakan oleh kebanyakan
anak dibawah umur. Mereka tidak bisa sekolah, tidak bisa bermain, dan mereka pun
juga tidak lagi memiliki orangtua dan saudara.
Gambar 1.4 Salah satu korban kekejaman yang di lakukan oleh LRA yaitu
dengan memotong bibir mereka.
LRA memiliki image yang buruk atau bisa di katakan brutal karena
melancarkan sebuah pemberontakan bersenjata yang mana ditujukan untuk
menyingkirkan Yoweri Museveni dari kursi pemerintahan yang pada waktu itu
34
sebagai presiden Uganda. Dalam perekrutan anggotanya mereka melakukan sistem
paksa. LRA menculik anak-anak dan memperkerjakannya secara paksa. Anak laki-
laki di paksa untuk menjadi tentara anak. Mereka memaksa anak-anak tersebut
untuk menggunakan alat tembak dan beberapa senjata militer lainnya. Sedangkan
anak perempuan di perlakukan sebagai budak seks untuk para tentara di LRA.7
Beban terberat di tanggung oleh perempuan dan anak-anak. Pada tahun
1996, LRA menggerebek sebuah sekolah khusus wanita dan menggiring sejumlah
siswa ke semak-semak. Beberapa siswa meninggal di dalam tahanan sementara
sisanya dibebaskan begitu saja. Perempuan-perempuan yang di culik sering kali
dipaksa menjadi istri para pemberontak ini, mereka dipaksa untuk berhubungan
seksual dengan para pemberontak, hal ini menyebabkan para perempuan rentan
terjangkit virus AIDS karena kontak langsung dengan ‘suami’ mereka dimana para
lelaki itu tidak hanya sekali melakukannya dengan wanita lainnya.8
Karena tindakan tidak berkeprimanusiaan itu lah, selain korban secara
verbal dimana mereka disiksa dan dilukai tubuhnya, mereka juga rentan terjangkit
penyakit, kelaparan, dan secara mental mereka sangat tertekan karena ketakutan
sepanjang tahun, dan hal ini tidak hanya terjadi dalam kurun waktu yang singkat.
LRA menjajah dan merusak Hak Asasi Manusia mereka lebih dari dua dekade.
Perekrutan tentara anak di LRA dimulai pada awal 1994. Hal ini terjadi
karena semakin menurunnya jumlah orang yang ingin bergabung dengan LRA.
7 Ibid
8 Aljazeera, Profile: The Lord’s Resistance Army. Diakses dalam
https://www.aljazeera.com/news/africa/2011/10/2011101418364196576.html (04/04/2019) 15:22
WIB
35
Faktor ini terjadi dikarenakan tindak kekerasan yang dilakukan oleh kelompok
pemberontak ini terdahap penduduk sipil. Akibatnya, LRA terpaksa menculik anak-
anak kecil dan secara paksa merekrut mereka ke dalam kelompok pemberontak
tersebut.
Upaya yang dilakukan oleh LRA untuk memutus ikatan antara calon tentara
anak dan keluarga mereka adalah para anggota baru biasanya dipaksa untuk
membunuh orang tua mereka, kerabat dekat, dan bahkan tetangga mereka. Ini
biasanya dilakukan untuk mengurangi kemungkinan anggota akan kabur atau ingin
kembali, karena mereka sudah tidak memiliki siapapun untuk kembali. Menurut
beberapa mantan tentara anak, sebagian besar anggota baru dipaksa untuk
memukuli orang tua mereka sampai mati sementara beberapa kasus, seorang
anggota baru akan diberikan parang dan dipaksa untuk meretas paling tidak 10
orang hingga mati. Ini yang dianggap oleh mereka sebagai proses inisiasi.9
LRA menggunakan ketakutan mereka sebagai alat untuk merekrut anak-
anak di Uganda. Anak-anak yang ggal melalui prpses inisiasi biasanya dibunuh
sehingga menanamkan rasa takut pada calon anggota lainnya. Menurut sebuah
laporan sebuah saksi mata, orang-orang yang gagal membunuh orang tua atau
kerabat mereka akan ditabrak dengan truk atau dengan memotong leher mereka
menggunakan parang.
Mayoritas rekrutmen diambil dari anak-anak sekolah. Padaha awal 2000-
an, Joseph Kony dan LRA biasa melakukan serangan yang sistematis terhadap
9 AnswersAfrica, Child Soldiers in Uganda, Africa – History, Facts and Statistics. Diakases dalam
https://answersafrica.com/child-soldiers-uganda.html (23/03/2019) 11:11 WIB
36
sekolah-sekolahan di Uganda Utara dan menculik hamper seluruh populasi siswa.
Banyak desa-desa yang menjadi sasaran, akan tetapi sekolah-sekolah merupakan
sasaran terbaik karena para siswa akan berada di asrama-asrama yang mana akan
membuat proses penculikan lebih mudah.10
Gambar 1.5 Anak laki-laki di culik dan di jadikan pasukan tentara anak
oleh The Lord’s Resistance Army
Sebanyak 30 persen dari tentara anak yang telah dikumpulkan oleh LRA
adalah perempuan. Mereka tidak lantas melakukan pertempuran, namun mereka
memiliki andil yang lebih banyak. Para anak perempuan ini memiliki tanggu jawab
utama yaitu memasak dan juga mereka bergungsi sebagai budak seks. Anak-anak
yang mencoba melarikan diri akan dibunuh pada saat itu juga. Mereka akan
10 Ibid
37
diperintahkan untuk berbaring dan para pemberontak akan memukul kepala bagian
belakangnya hingga ia mati. Prajurit anak di LRA akan di tempatkan jauh dari
wilayah tempat mereka tinggal dan dibesarkan, hal ini dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan mereka akan melarikan diri.11
Gambar 1.6 Potret Joseph Kony dan para gadis yang ia jadikan budak sex bersama
para perwiranya.
Sejak tahun 1996, pemerintah Uganda tidak dapat menghentikan LRA. Hal
ini membuat situasi pada saat itu sangat kacau. Dikarenakan hal ini, mengharuskan
penduduk sekitar untuk meninggalkan desa mereka dan memasuki kamp-kamp
yang telah di sediakan oleh pemerintah untuk para pengungsi kerusuhan internal.12
11 Ibid
12 Ibid
38
Kamp-kamp yang seharusnya dibuat untuk menampung penduduk dan
untuk melindungi mereka dari konflik bersenjata ini mengalami sebuah musibah,
kamp-kamp ini penuh dengan penyakit dan kekerasan fisik. Pada puncak konflik,
1,7 juta penduduk tinggal di kamp-kamp ini di seluruh wilayah. Kondisinya sangat
memprihatinkan, jorok dan mereka tidak bisa mencari nafkah. Dengan demikian,
generasi etnis Acholi dilahirkan dan di besarkan dalam keadaan yang membuat
mereka menjadi seorang kriminal.13
2.3 Upaya Pemerintah dalam menindak lanjuti pemberontakan LRA
Pada 2005, LRA yang merupakan tentara miskin ini sering melakukan
perampok untuk bertahan hidup, butuh waktu dua dekade bagi pemerintah Uganda
untuk mengendalikan mereka. Beberapa kali mengalami kekalahan melawan
tentara Uganda, LRA mencari perlindungan di Republik Demokratik Kongo
(DRC). Di sana, menurut penelitian senior Human Right Watch (HRW) Anneke
Van Woudenberg, mereka telah menjadi “masalah regional yang menyebar di
antara tiga Negara”. Salah satu kesulitan pemerintah Uganda mengalahkan LRA
adalah karena dukungan militer yang diduga mereka terima dari pemerintah Sudan.
Pada 2004, International Criminal Court (ICC) telah mengeluarkan surat
perintah penangkapan kepada lima anggota senior LRA, termasuk Joseph Kony.14
Menurut Amama Mbabazi selaku menteri Pertahanan Uganda, investigasi yang di
13 Ibid
14 The New Humanitari, Uganda: ICC issues arrest warrants for LRA leaders. Diakses dalam
http://reliefweb.int/report/uganda/uganda-icc-issues-arrest-warrants-lra-leaders (21/1/2019) 13:43
WIB
39
lakukan ICC telah selesai dan pengadilan telah mengambil keputusan. Orang-orang
yang telah didakwa adalah Joseph Kony, Vincent Otti, Raska Lukwiya, Okot
Odhiambo dan Dominic Ongwen. Surat perintah tersebut tersebut diberikan kepada
pemerintah Uganda untuk melaksakan perintah menangkapan terhadap lima
anggota teratas The Lord’s Resistance Army.
The Lord’s Resistance Army meneror Uganda Utara selama dua dekade.
Pada tahun 2006 mereka mulai menunjukkan minat untuk negoisasi damai.
Perundingan ini dilakukan di Juba, Sudan Selatan dan di juluki Perjanjian Juba.
Namun, Kony tidak semudah itu untuk pergi tanpa persiapan. Kony memerintahkan
pasukannya untuk mendirikan kemah di Taman Nasional Garamba di timur laut
Kongo. Mereka mengumpulkan kekuatan dan menimbun makanan, seperti bersiap
jika ada sesuatu yang tak terduga terjadi. Pembicaraan ini cukup memakan waktu
yang panjang, hingga pada akhirnya setelah proses panjang, pembicaraan ini gagal
ketika Kony menolak untuk mendatangani perjanjian akhir.
Penjajahan yang di lakukan LRA tidak sampai di Uganda. Mereka
melebarkan wilayah jajahan mereka. Pada 14 desember 2009, LRA memasuki
daerah terpencil di Republik Demokratik Kongo bagian timur laut. Mereka
membawa parang, senapan, dan tongkat. Selama emat hari LRA menyerang sekitar
sepuluh desa yang mana dalam pemberontakan ini menewaskan setidaknya 321
warga sipil dan mereka juga menculik lebih dari 250 lainnya, termasuk 80 anak-
anak, dan kembali memaksa mereka menjadi tentara dan budak sex sama seperti
apa yang telah dialami anak-anak di Uganda. Sebagian besar dari mereka yang
terbunuh adalah laki-laki dewasa Kelompok yang menjadi target dalam
40
pembantaian Makombo, seperti yang terjadi di Afrika Tengah, mereka tidak
memiliki perlindungan dari pemerintah, kurangnya akses untuk saling
mengingatkan atau menghimbau antar wilayah juga mereka memiliki keterbatas
akses untuk meminta pertolongan dari dunia luar.
Para petinggi LRA sangat paham bahwa pemberontakan mereka yang
meliputi menjarah, membunuh, dan menculik warga sipil dan merampas satwa liar
yang terancam punah adalah sebuah cara mereka untuk mendanai aktivitas mereka.
Mereka juga merasa bebas melakukan kejahatan ini karena sudah mengetahui jika
warga sipil di wilayah jajahan mereka tidak memiliki daya untuk melaporkan
ataupun meminta bantuan kepada dunia luar. Tragisnya, LRA menjadi salah satu
dari beberapa kelompok bersenjata yang mengeksploitasi dan mengisolasi
kelompok lain namun mereka berusaha untuk meloloskan diri dari kejahatan LRA.
Dengan tidak adanya infrastruktur dan sarana komunikasi yang memadai,
mesyarakat tidak bisa secara efektif melindungi diri diri mereka.
2.4 Amerika Serikat Ikut Andil dalam meredakan konflik
Disekitar tahun 2000-an, konflik yang terjadi di Afrika khususnya di
Uganda telah menarik perhatian Amerika Serikat. Pasca peristiwa 9/11 yang
menggemparkan dunia, Amerika Serikat lantas membuat sebuah komitmen yang
besar untuk menumpas para terorisme di seluruh dunia. Afrika diyakini oleh
Amerika Serikat sebagai kawasan yang rentan akan tindak terorisme yang cukup
ekstrim.
41
Tujuan utama Amerika Serikat adalah, Amerika Serikat berupaya
membantu Pemerintah Uganda dan daerah Afrika lainnya juga membantu
mengurangi beban Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam mengurangi dan
mengakhiri ancaman yang diberikan oleh LRA. Strategi ini meliputi: (1)
Meningkatan perlindungan terhadap warga sipil; (2) Penangkapan atau pemindahan
Joseph Kony dan para tentan senior LRA dari medan perang; (3) Melucuti senjata
dan mengintograsi kembali para sisa-sisa tentara LRA; (4) Menyediakan bantuan
kemanusiaan seperti, kebutuhan pokok yang diperlukan oleh masyarakat yang
terkena menjadi korban kerusuhan.
Tantangan yang dihadapi oleh Amerika Serikat ketika terjun langsung
diarea ini adalah wilayah Afrika yang sangat luas juga masih terdapat banyak sekali
hutan lebat yang belum terjamah. Hal ini mengganggu aktivitas mereka
dikarenakan jaringan telekomunikasi yang terhambat oleh hutan belantara, juga
infrastruktur yang tidak memadahi. Amerika Serikat melalui Departemen
Pertahanan, Departemen Luar Negeri, dan Badan Pembangunan Internasional
Amerika Serikat telah melakukan upaya mengatasi kendala yang terjadi
dilapangan.15
2.4.1 Upaya-Upaya yang dilakukan oleh Amerika Serikat
a. Meningkatkan Perlindungan Warga Sipil
Perlindungan terhadap warga sipil adalah prioritas utama Amerika
Serikat. Pemerintah Uganda memiliki tanggung jawab untuk
15 US Department of State, U.S Support to Regional Efforts to Counter the Lord’s Resistance
Army. Diakses dalam https://reliefweb.int/report/uganda/us-support-regional-efforts-counter-lords-
resistance-army-0 (12/2/2019) 20:12 WIB
42
melindungi warga sipil, dan Amerika Serikat berupaya untuk
meningkatkan keamanan yang telah dibangun oleh Pemerintah Uganda
untuk memenuhi tanggung jawab ini. Amerika Serikat juga mendukung
misi PBB untuk menjaga perdamaian di DRC dan Sudan Selatan yang
mana mereka adalah korban dari kekerasan yang dilakukan oleh LRA.
Amerika Serikat terus bekerja sama dengan PBB untuk membantu misi
perdamaiannya dengan memperkuat keamanan di wilayah-wilayah
yang terkena dampak dari LRA. Disini Amerika Serikat juga membantu
beberapa komunitas lokal, dimana penduduk sipil mulai rentan dan
memiliki trauma yang mendalam dengan apa yang terjadi di Uganda
dan sekitarnya. Berusaha untuk menanamkan kekuatan secara mental
agar tidak terpengaruh oleh sekutu pemberontak. Dalam hal ini,
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mendanai jaringan
komunikasi, termasuk radio dengan frekuensi tinggi dan menara ponsel
guna untuk meningkatkan perlindungan berbasis kemasyarakatan di
Uganda dan sekitarnya. Hal ini diikuti dengan pelatihan media.
b. Meningkatkan Upaya Regional untuk Mengakap Pemimpin LRA
Pada tanggal 14 November 2011, Dewan Keamanan PBB memuji
upaya berkelanjutan oleh tentara nasional di wilayah tersebut untuk
mengatasi ancaman yang ditimbulkan oleh LRA, dan juga menyambut
upaya internasional Amerika sejak 2008 dalam memberikan dukungan
logistik, peralatan makan, dan pelatihan militer untuk meningkatkan
operasi wilayah dari LRA. Pada Oktober 2011, Amerika Serikat juga
43
mengerahkan pasukannya dalam jumlah kecil untuk menjadi penasihat
militer regional guna mengejar pemimpin LRA dan untuk melindungi
warga sipil. Penasihat militer AS bekerja untuk menfasilitasi militer
regional untuk melihat koordinasi, berbagi informasi, dan taktik kepada
militer regional, juga meningkatkan kapasitas militer regional dalam
perencanaan operasional yang efektif, dan mendukung upaya-upaya
untuk meningkatkan hubungan sipil-militer melalui peningkatan
kooordinasi dan komunikasi dengan penduduk lokal. Departement Luar
Negeri telah mengirimkan seorang perwira untuk bekerja sama dengan
penasihat militer AS untuk mengkap dan membawa Joseph Kony
beserta tentara seniornya ke pengadilan. Sekertaris negara akan
memberikan uang sejumlah 5 dolar bagi siapapun yang membagi
informasi mengenai keberadaan Kony.
c. Mendorong dan Menfasilitasi Penangkapan LRA
Bekerja dengan pasukan regional, komunitas lokal, dan organisasi
non pemerintah, penasihat, dan militer AS secara signifikan
memperluas upaya mereka untuk memperkenalkan para petinggi LRA
dengan cara membuat selebaran, siaran di radio, pengeras suara
melalui udara, dan membuat sebuah posko untuk melaporkan dimana
para pemberontak LRA bersembunyi. Sebagai contoh, penasihat
militer AS membantu menyebarkan lebih dari satu juta selebaran yang
di sebarkan di tujuh belas lokasi yang telah terkena dampak dari LRA.
Pada awal Desember 2013, 19 orang termasuk 9 pria Uganda,
44
berkhianat terhadap LRA. Mereka ditemukan di wilayah Kongo, dan
ini merupakan pengkhianatan terbesar sejak 2008 dan menandakan
bahwa upaya yang selama ini di perjuangakan tidaklah sia-sia.
Amerika Serikat juga mendukung penyebaran informasi mengenai
Kony dan pasukannya kepada warga di luar Afrika. Amerika Serikat
juga mendapatkan dibantu dari UNICEF untuk merehabilitasi para
mantan pemberontak, juga anak-anak yang trauma akan peristiwa
mengerikan ini.
d. Memberikan Bantuan Kemanusiaan
Amerika adalah donatur terbesar dalam upaya pemulihan pasca
kerusuhan yang terjadi. Sejak 2010, AS telah menyediakan lebih dari
87,2 juta dolar untuk mendukung bantungan pangan, pelindungan
terhadap warga sipil, kesehatan, dan membuka lapangan pekerjaan.
Amerika Serikat juga terus memberikan bantuan pembangunan guna
mendukung kembalinya para pengungsi, rekontruksi, dan pemulihan
Uganda Utara, dimana LRA melakukan tindakan brutalnya selama
hampir lebih dari dua dekade sampai ia meninggaalkan Uganda pada
tahun 2006. Dengan kepergian LRA dari Uganda juga upaya
pemulihan pasca konflik yang signifikan hanya dalam beberapa tahun.
45
2.5 Sejarah Terbentuknya Invisible Children
Pada tahun 2004, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut krisis LRA di
Uganda utara sebagai “Most forgotten, neglected humanitarian emergency in the
world”. Peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia ini menarik perhatian
sekumpulan anak muda dari Amerika. Berangkat dari kegelisahan akan nasib warga
sipil terutama anak-anak yang dieksploitasi, mereka memberanikan diri untuk ikut
andil ditengah konflik ini. Invisible Children ini didirikan untuk mengubah kejadian
buruk tersebut serta melawan anggapan keliru bahwa tanggung jawab kita satu
sama lain terhenti karena perbatasan sebuah Negara.16
Invisible Children adalah sebuah kelompok sosial yang didirikan oleh Jason
Russell bersama kedua temannya Bobby Bailey, dan Laren Poole. Tujuan awal
mereka terjun ditengah kerusuhan ini adalah mereka ingin buat sebuah film
dokumentasi mengenai perang antar etnis yang tak kunjung reda ini. Namun mereka
kemudian merasa terpanggil untuk ikut andil dalam penyelamatan anak-anak yang
dieksploitasi oleh para pemberontak.
Invisible Children ini terbentuk dari sebuah rasa prihatin beberapa
masyarakat dunia tentang kekerasan HAM yang terjadi di Uganda. Kekerasan yang
dilakukan oleh The Lord Resistance Army ini merupakan salah satu pemberontakan
terburuk dan terkeji sepanjang sejarah Afrika. Para pendiri Invisible Children
percaya bahwa anak-anak di Uganda masih memiliki harapan untuk hidup tenang
dan jauh dari kekacauan yang sedang terjadi pada saat itu.
16 Ibid
46
Gambar 1.7 Jason Rassell bersama anak-anak di Uganda.
Keresahan dan rasa putus aja yang tergambar diraut wajah anak-anak
Uganda, mengantarkan mereka kepada sebuah perubahan. Jason dan kedua
rekannya memulai aksinya pada tahun 2003. Mereka mulai mengunggah beberapa
foto dan video tentang kondisi saat itu di Uganda. Mereka memilih Facebook
sebagai platform awal memulai dimulaikan gerakan ini.
47
Gambar 1.8 Fanpage yang dibuat oleh Invisible Children guna untuk membagi
informasi dan menghimbau masyarakat dunia untuk sedikit menaruh perhatian
terhadap saudara-saudara di Uganda.
2.6 Langkah awal Invisible Children untuk menyelamatkan korban
Era digital semakin hari semakin maju. Invisible Children ingin
menyelamatkan anak-anak korban kekerasan LRA di Uganda, namun mereka tidak
banyak memiliki anggota. Mereka bukan dari kalangan politik atau militer, mereka
hanya sekumpulan anak muda yang ingin membuat film dokumentasi pada
awalnya, namun pada akhirnya mereka iba melihat anak-anak di Uganda yang
mengharapkan bantuan dari dunia luar. Disini mereka ingin menggunakan internet
sebagai kekuatan utama mereka. Uganda adalah salah satu negara dengan tingkat
kemiskinan cukup tinggi. Alasan yang meliputi mereka tidak banyak mendapatkan
bantuan dari dunia luar salah satunya yaitu, sulitnya akses komunikasi. Sepanjang
perang yang terjadi, mereka hanya bisa berharap kepada pemerintah untuk
menyelamatkan mereka dari kekerasan yang dilakukan oleh LRA.
Pada 2004, Invisible Children mengunggah sebuah film dokumenter
pertama mereka dengan judul “The Invisible Children Rought Cut”. Isi dari film ini
memaparkan dampak dari perang selama 20 tahun pada anak-anak di Uganda Utara.
Didalamnya, mereka juga menceritakan bahwa anak-anak ini hidup dalam
48
ketakutan akan penculikan yang dilakukan oleh The Lord’s Resistance Army,
dimana mereka akan dipaksa menjadi tentara anak dan juga dipaksa untuk
membunuh orang tua dan kerabat mereka, dan jika mereka menolak maka mereka
akan dibunuh pada saat itu juga. Film ini sedikit membuka mata dunia mengenai
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di tanah Afrika khususnya Uganda.
Lewat mata polos anak-anak yang ada dalam film itu masyarakat mulai iba dan
prihatin, lantas dari sanalahnya bantuan mulai berdatangan.
Sejak diunggahnya film dokumenter amatir mereka, Invisible Children
mendapatkan banyak sekali respon positif. Gerakan ini telah memicu gerakan sosial
secara online dan mengumpulkan sejumlah uang yang cukup besar juga perhatian
terhadap mantan tentara anak di Uganda yang di landa perang. Film ini banyak di
putar diacara-acara kampus, seminar sosial, dan sebagainya. Filmnya menjadi titik
awal bagi upaya penyelamatan krisis kemanusiaan di Uganda dan sekitarnya.17
Pasca dirilisnya film tersebut, dukungan masyarakat luar terhadap Invisible
Children semakin banyak. Akses komunikasi yang terbatas di Uganda tidak
menjadi halangan yang cukup besar bagi Jason dan kedua temannya. Mereka terus
mendokumentasikan peristiwa yang terjadi di Uganda. Membantu sebisa mungkin
dalam pemulihan trauma pasca peristiwa kepada korban terutama anak-anak yang
mengalami pelecehan seksual dan kekerasan fisik. Sembari menunggu bantuan dari
luar, mereka mencoba memotivasi anak-anak disana untuk tidak mudah putus asa.
Memberika harapan kepada mereka tentang sebuah kebebasan di hari esok. Dibantu
oleh PBB dan Amerika Serikat, mereka bergotong royong untuk mengupayakan
17 Ibid
49
dihentikannya kekerasan brutal ini, dan segera ditangkapnya Joseph Kony beserta
pasukan pemberontakannya.
Gambar 1.9 Poster dari film dokumenter pertama yang di rilis oleh Invisible
Children.
Kekuatan yang mereka yakini benar-benar membuahkan hasil. Sedikit demi
sedikit masyarakat dunia mulai menyedari untuk turut membantu anak-anak
tersebut keluar dari zona berbahaya. Invisible Children banyak mendapatkan
dukungan. Diluar Uganda orang-orang berbodong-bondong untuk sekedar
menyebarkan selebaran, atau membayar untuk iklan di telvisi, hal ini dilakukan
untuk memperkuat gerakan mereka. Disini Invisible Children mulai merekrut
50
beberapa relawan melalui akses internet. Internet memberi mereka sebuah harapan
untuk bangkit lagi dari keterpurukan.
Berkat bantuan dari Pemerintah Amerika Serikat dan kerjasama dari PBB,
Invisible Children mendapatkan kemudahan dalam menyebar luaskan tentang
peristiwa ini. Invisible Children bersama tentara AS menyebarkan selebaran dan
mengumumkan jika Kony dan pasukannya sedang buron. Pemerintah AS dan
Uganda akan memberikan sejumlah uang untuk mereka yang memberikan
informasi dimana keberadaan Kony.
Ini merupakan langkah awal yang cukup baik bagi Invisible Children dan
semua pihak yang telah terlibat. Dengan memberitahu masyarakat tentang siapa
Joseph Kony dan LRA akan membantu mereka untuk menangkap pemberontak keji
di Uganda ini. Invisible Children bekerja dengan memanfaatkan media sosial
dimana diera saat ini akses internet dan kebutuhan manusia milenial akan internet
sangat tinggi. Hal ini yang menyebabkan film dokumenter pertama mereka banyak
disaksikan banyak pengguna internet bahkan film ini diputar di beberapa acara
sekolah dan televise. Upaya yang dilakukan Invisible Children dalam menjadi
aktivis online cukup mencuri perhatian, ditambah dukungan dari pemerintah AS
dalam menyebarkan berita penangkapan Kony di seluruh Afrika melalui selebaran,
siaran radio, bahkan menyiarkan di udara bahwa sekolompok pemberontak
bernama The Lord’s Resistance Army harus segera di tangkap.