92107760-preskas-syok-hipovolemik

34
PRESENTASI KASUS SYOK HIPOVOLEMIK Pembimbing: Dr. Nurgani Aribinuko, Sp.An KIC Penyusun: Aya Sophia (105103003400) Elit Slamet Ibrahim (105103003407) Sakinah Ginna R (105103003434) 16

Upload: suci-nurannisa-yusuf

Post on 13-Aug-2015

461 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

TRANSCRIPT

Page 1: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

PRESENTASI KASUS

SYOK HIPOVOLEMIK

Pembimbing:

Dr. Nurgani Aribinuko, Sp.An KIC

Penyusun:

Aya Sophia (105103003400)

Elit Slamet Ibrahim (105103003407)

Sakinah Ginna R (105103003434)

SMF ANESTESIRUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

JAKARTA

16

Page 2: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

2008BAB I

PENDAHULUAN

Syok merupakan kegagalan sirkulasi tepi menyeluruh yang mengakibatkan hipotensi

jaringan. Kematian karena syok terjadi bila kejadian ini menyebabkan gangguan nutrisi dan

metabolisme sel. Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan

faktor penyebab. Ditandai oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat.

Klasifikasi syok menurut etiologi :

1. Syok hipovolemik: dehidrasi, kehilangan darah, luka bakar.

2. Syok distributif: kehilangan tonus vascular (anafilaktik, septik, syok toksik).

3. Syok kardiogenik: kegagalan pompa jantung.

4. Syok obstruktif: hambatan terhadap sirkulasi oleh obstruksi instrinsik atau ekstrinsik.

Emboli paru, robekan aneurisma dan tamponade perikard.

Syok hemoragik adalah syok hipovolemik yang disebabkan kehilangan darah yang

banyak akibat perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat terbuka atau tersembunyi dalam

organ tubuh. Syok hipovolemik yang akan dibahas dalam makalah ini adalah syok

hipovolemik hemoragik perioperatif, yaitu syok yang terjadi preoperatig, intraoperatif,

ataupun postoperatif.

Pasien yang kehilangan darah akan mengalami masa hipotensi sampai akhirnya

pemberian infus cairan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien tersebut. Hal ini disebut

sebagai syok ireversibel. Sebagian klinisi percaya bahwa pasien syok dapat diresusitasi

dengan pemberian cairan, koreksi hipotermia dan pemberian obat inotropik. Tapi tetap saja

masih banyak pasien yang meninggal tidak hanya karena efek akut dari syok ireversibel tapi

juga dari efek syok berat yang lama.

Penatalaksanaan pasien syok tidak hanya pada awal saja karena sebenarnya banyak

pasien yang tetap mengalami kegagalan sirkulasi setelah perdarahan berat ditangani. Hal ini

terjadi karena koagulopati dan hipotermia berat. Pada pasien dengan perdarahan kecil namun

terus menerus dapat terjadi asidosis dan hipotermia. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman

yang baik mengenai bagaimana penanganan syok hemorargik perioperatif. Langkah-langkah

apa saja yang perlu dilakukan, bagaimana langkah selanjutnya, dan kapan transfusi darah

diperlukan

17

Page 3: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

Pada makalah ini dibahas mengenai evaluasi dan penatalaksanaan awal kehilangan

darah akut. Penatalaksanaan syok hemoragik yang akan dibahas meliputi penangana awal,

pemberian resusitasi cairan, transfusi darah, dan penghentian perdarahan yang masih

berlangsung.

18

Page 4: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Cairan Tubuh dan Kehilangan Darah

Terdapat cairan sedikitnya setengah dari berat badan pada orang dewasa yang sehat. Volume

total cairan (dalam liter) sebanding dengan 60% berat badan (dalam kilogram) pada pria, dan

50% pada wanita. Jumlah cairan dan perkiraan volume darah berdasarkan berat badan

ditunjukkan pada tabel 1.1

Tabel 1. Cairan Tubuh dan Volume Darah

Cairan Pria Wanita

Total cairan tubuh 600 mL/kg 500 mL/kg

Whole blood 66 mL/kg 60 mL/kg

Plasma 40 mL/kg 36 mL/kg

Eritrosit 26 mL/kg 24 mL/kg

Respons Kompensasi

Hilangnya darah memicu respons kompensasi tertentu yang membantu untuk

mempertahankan volume darah dan perfusi jaringan. Respons yang paling awal meliputi

perpindahan cairan interstisial ke dalam kapiler. Pengisian transkapiler ini dapat

menggantikan sekitar 15% dari volume darah, namun hal ini menyebabkan terjadinya

kekurangan cairan interstisial.

Kehilangan darah yang akut juga memicu aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron

oleh ginjal, untuk mempertahankan kadar natrium. Natrium yang dipertahankan berdistribusi

dalam cairan ekstraseluler. Karena cairan interstisial menyusun sekitar 2/3 cairan ekstraseluler,

natrium yang dipertahankan akan membantu menggantikan kekurangan cairan interstisial

yang diakibatkan oleh pengisian transkapiler. Kemampuan natrium untuk menggantikan

kekurangan cairan interstisial, bukan volume darah interstisial, merupakan alasan bahwa

cairan kristaloid yang mengandung natrium klorida (cairan salin) lebih disukai sebagai cairan

resusitasi untuk perdarahan akut.

19

Page 5: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

Dalam beberapa jam setelah onset perdarahan, sumsum tulang mulai meningkatkan

produksi sel darah merah. Respons ini terbentuk secara perlahan-lahan, dan penggantian

sepenuhnya eritrosit yang hilang dapat dicapai dalam 2 bulan.

Respons kompensasi ini dapat mempertahankan volume darah yang adekuat pada

kasus perdarahan sedang (misalnya kehilangan < 15% volume darah). Saat darah yang hilang

melebihi 15% volume darah, umumnya diperlukan penggantian volume darah.

Perdarahan Progresif

Perdarahan Kelas I (kehilangan 0-15%)

1. Bila tidak ada komplikasi, hanya terlihat takikardia minimal.

2. Biasanya tidak ada perubahan dalam TD, tekanan nadi, atau frekuensi napas.

3. Keterlambatan pengisian kembali kapiler lebih dari 3 detik sebanding dengan

kehilangan volume 10%.

Perdarahan kelas II (kehilangan 15-30%)

1. Gejala klinik mencakup takikardia ( >100 detak permenit), takipnea, penurunan

tekanan nadi, kulit dingin dan lembab, pengisian kapiler terlambat dan sedikit cemas.

2. Penurunan tekanan nadi adalah hasil dari peningkatan kadar katekolamin yang

menyebabkan peningkatan tahanan pembuluh darah tepi yang disusul dengan

peningkatan TD diastolik.

Perdarahan Kelas III (kehilangan 30-40%)

1. Pada titik ini, biasanya pasien sudah takipnea dan takikardia mencolok, TO sistolik

turun, oliguria, perubahan status mental bermakna, misal bingung atau gaduh gelisah.

2. Pada pasien tanpa cedera lain atau tanpa kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah

terkecil dari kehilangan darah yang selalu menyebabkan penurunan TD sistolik.

3. Sebagian besar dari pasien ini membutuhkan transfusi darah, namun keputusan

memberikan darah harus didasarkan atas respons awal terhadap pemberian cairan.

Perdarahan Kelas IV (kehilangan >40%)

1. Gejala-gejala mencakup: takikardia dan penurunan TD sistolik mencolok, tekanan

nadi mengecil (atau tekanan diastofik tidak terukur), jumlah urin sedikit atau tidak

ada, status mental depresi (atau kehilangan kesadaran), kulit dingin dan pucat.

20

Page 6: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

2. Jumlah perdarahan ini mengancam jiwa.

3. Pada pasien trauma, perdarahan biasanya dianggap sebagai penyebab syok.

Walaupun demikian, ini harus dibedakan dari sebab-sebab syok lainnya, antara

lain:tamponade jantung ( bunyi jantung halus, vena leher distensi), tension

pneumothorax (deviasi trakea, bunyi napas berkurang pada satu sisi), dan trauma

medulla spinalis (kulit hangat, takikardia tidak sebesar yang diduga, defisit

neurologis).

II.2 Evaluasi Klinis

Evaluasi klinis pada pasien-pasien yang mengalami perdarahan bertujuan untuk menentukan

seberapa besar kekurangan volume darah dan pengaruhnya terhadap aliran sirkulasi dan

fungsi organ.1,3,4

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis pada pasien dengan syok hemoragik dilakukan untuk mengetahui sebab dan

jumlah darah yang keluar akibat terjadinya perdarahan seperti mekanisme trauma, lama

perdarahan, dan kelainan yang terdapat pada pasien. Selain itu, perlu ditanyakan penanganan

pre rumah sakit terutama pemberian cairan, perubahan tanda vital, dan lama penanganan yang

diberikan.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi:

1. Kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan

a. Sumber perdarahan biasanya terlihat

b. Aliran darah kulit kepala banyak dan dapat menghasilkan perdarahan yang signifikan

c. Perdarahan intrakranial terutama pada usia muda

2. Dada

a. Perdarahan rongga toraks dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik

b. Hemotoraks dapat meliputi distres pernapasan, penurunan bunyi napas, dan perkusi

pekak

c. Tension hemothorax

3. Abdomen

a. Perlukaan terhadap hati atau limpa adalah penyebab umum syok perdarahan. Ruptur

spontan aneurisma aorta abdominal dapat juga menyebabkan perdarahan

intraabdominal berat dan syok

21

Page 7: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

b. Darah dapat mengiritasi rongga peritoneal dan dapat menimbulkan nyeri tekan dan

peritonitis

c. Distensi abdominal progresif pada syok perdarahan menjadi temuan pada perdarahan

intraabdominal

4. Pelvis

a. Fraktur dapat menyebabkan perdarahan masif

b. Ekimosis pada panggul belakang dapat mengindikasikan perdarahan retroperitoneal

5. Ekstremitas

a. Perdarahan ekstremitas dapat terlihat atau tersembunyi

b. Fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah signifikan

6. Sistem Saraf

a. Agitasi dapat dilihat pada tahap awal syok perdarahan

b. Penurunan kesadaran dapat timbul apabila terjadi hipoperfusi serebral

Tanda Vital

Takikardi (denyut nadi > 90 kali per menit) sering diasumsikan sebagai hal yang umum

ditemukan pada pasien hipovolemik, namun pada posisi terlentang tidak dtemukan takikardi

pada mayoritas pasien dengan perdarahan sedang hingga berat. Kenyataannya, dapat lebih

sering ditemukan bradikardi pada perdarahan akut. Hipotensi (tekanan darah sistolik < 90

mmHg) pada posisi terlentang juga merupakan penanda perdarahan akut yang tidak sensitif.

Hipotensi umumnya timbul pada hipovolemia tahap lanjut, saat kehilangan darah melebihi

30% dari volume darah total. Metode yang digunakan untuk mengukur tekanan darah

merupakan pertimbangan yang penting pada pasien yang mengalami perdarahan, karena pada

tahap aliran rendah, pengukuran noninvasif sering memberikan nilai rendah yang palsu.

Untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya, direkomendasikan pemeriksaan intraarterial

langsung untuk memonitor tekanan darah pada pasien yang mengalami perdarahan.

Hematokrit

Penggunaan hematokrit (dan konsentrasi hemoglobin dalam darah) untuk menentukan

luasnya perdarahan akut cukup sering dilakukan meskipun tidak pada tempatnya. Perubahan

kadar hematokrit tidak terlalu berkorelasi dengan kurangnya volume darah dan eritrosit pada

perdarahan akut. Perdarahan akut meliputi kehilangan whole blood, dengan penurunan yang

proporsional pada volume plasma dan eritrosit. Akibatnya, hematokrit tidak akan berubah

22

Page 8: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

secara signifikan pada periode awal setelah darah hilang. Bila resusitasi volume tidak

dilakukan, pada akhirnya hematokrit akan menurun karena hipovolemia mengaktivasi sistem

renin-angiotensin-aldosteron, sehingga memicu ginjal untuk mempertahankan natrium dan air

dan menambah volume plasma. Proses ini dimulai pada 8 hingga 12 jam setelah perdarahan

akut dan diperlukan beberapa hari untuk benar-benar terbentuk.

II.3 Penatalaksanaan Syok Hemorargik

Penatalaksanaan pasien dengan syok hemoragik adalah resusitasi cairan. Selain itu dicari

sumber perdarahan dan dilakukan usaha menghentikan perdarahan yang terjadi. Seperti

halnya resusitasi kasus lain, jalan napas dan pernapasan (airway dan breathing) tetap

diperhatikan.2,5 Kombinasi dari syok dan gagal napas mengakibatkan mortalitas yang sangat

tinggi. Dengan demikian setiap pasien syok harus diberikan oksigen tinggi menggunakan

masker. Bila pernapasan tidak adekuat, intubasi secepatnya dilakukan.

Perdarahan luar yang terlihat segera dikontrol dengan penekanan lokal. Bila usaha

resusitasi menunjukkan kemungkinan perdarahan intraabdominal atau perdarahan intratorakal

yang sedang berlangsung. Pemeriksaan yang rumit seminimal mungkin dilakukan dan usaha

operasi definitif secepatnya dilakukan.

II.4 Dasar Resusitasi Cairan

Keberhasilan dalam penanganan pasien dengan hipovolemi ditentukan oleh penggantian

cairan dengan cepat, di mana angka kematian akibat syok hipovolemik secara langsung

berhubungan dengan derajat dan durasi hipoperfusi organ. Di bawah ini dibahas mengenai

resusitasi cairan dan hal-hal yang berhubungan.4

Kanulasi Vena

Hal yang perlu dipikirkan dalam resusitasi cairan adalah akses pemberian cairan. Pada pasien

dengan trauma multipel berat syok hemoragik, akses vena diperlukan untuk mengembalikan

cairan yang hilang. Faktor yang mempengaruhi akses vena adalah letak anatomis vena,

beratnya cedera pada tubuh serta kemampuan dan pengalaman dokter yang menolong. Akses

vena tidak boleh diberikan pada ekstremitas yang terluka. Jika terdapat cedera pada tubuh

dibawah difragma, akses vena setidaknya pada vena yang berhulu pada vena kave superior.

Pada pasien dengan trauma dada dan abdomen, akses vena diberikan pada satu vena di atas

dan satu vena di bawah diafragma. Kateter yang digunakan sebaiknya yang pendek dengan

diameter yang besar. Terdapat kecenderungan untuk melakukan kanulasi vena sentral untuk

23

Page 9: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

resusitasi karena vena yang lebih besar memungkinkan jumlah cairan masuk lebih banyak.

Walaupun begitu laju volume infus tidak bergantung pada besar vena melainkan pada

panjang kateter vena. Kateter yang digunakan pada kanulasi vena sentral panjangnya bisa

mencapai 15-20 cm sementara kateter vena perifer hanya 5 cm saja. Dengan begitu untuk

resusitasi cairan pada hipovolemi, kanulasi vena perifer pendek lebih dipilih dibanding

kanulasi vena sentral yang panjang.

Diameter kateter yang besar akan menghasilkan laju yang lebih cepat. Laju yang

sangat cepat dapat dicapai dengan penggunaan kateter introducer. Panjang kateter ini adalah

12,5-15 cm dengan diameter 2,7-3 mm. Kateter introducer umumnya digunakan pada

pemasangan kateter vena sentral tapi alat ini dapat digunakan bila diinginkan laju infus yang

cepat. Dengan gaya gravitasi, laju cairan viskositas rendah bebas sel lewat kateter ini

mencapai 15 ml/detik, sedikit lebih rendah dari kateter vena biasa dengan diameter 3 mm

yaitu 18 ml/detik.

Menurut acuan dari ATLS, pada kasus syok hemoragik, akses vena yang disarankan

adalah dua infus vena dengan diameter besar. Pilihan pertama adalah infus perifer seperti

vena pergelangan tangan dan punggung tangan, pada fosa antekubiti dan vena savena.

Tempat lain yang jarang dipilih adalah vena femoralis dan jugularis. Vena subklavia dan

jugular interna sebaiknya tidak secara rutin diberikan pada syok hipovolemik. Komplikasinya

tinggi dan keberhasilannya rendah karena vena sering kolaps. Akses cairan melalui vena

perifer dapat menjadi sulit pada pasien syok hipovolemik dengan vena yang sudah kolaps,

edema, kegemukan, jaringan parut, riwayat penggunaan obat intravena dan luka bakar. Pada

keadaan tertentu akses vena sentral dengan kateter diameter besar dapat dicoba pada vena

femoral secara perkutan atau vena seksi. Akses vena subklavia menyediakan akses cepat dan

aman di tangan ahli. Komplikasi tersering adalah pneumotoraks. Pneumotoraks terjadi pada

paru kiri karena secara anatomis pleura pada paru kiri lebih tinggi. Komplikasi lainnya seperti

perforasi vena atau arteri atau emboli udara vena. Pada pasien trauma, akses vena jugular

jarang digunakan karena kecurigaan trauma servikal.

Aliran Cairan Resusitasi

Terdapat tiga jenis cairan resusitasi, yaitu:

1. Cairan yang mengandung sel darah merah (whole blood dan konsentrat eritrosit/

‘packed’ cells)

2. Cairan yang mengandung molekul-molekul besar yang kemampuan terbatas untuk

keluar dari pembuluh darah (cairan koloid)

24

Page 10: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

3. Cairan yang hanya mengandung elektrolit (natrium dan klorida) dan molekul-molekul

kecil yang dapat keluar masuk pembuluh darah secara bebas (cairan kristaloid)

Laju aliran ketiga jenis cairan resusitasi ini bergantung pada viskositasnya. Cairan yang

mengandung sel darah merah adalah satu-satunya cairan resusitasi yang memiliki viskositas

lebih tinggi dari air. Viskositas yang tinggi ini adalah akibat dari kepadatan eritrosit atau

hematokrit. Dengan demikian laju aliran whole blood lebih rendah dari air dan albumin 5%

sementara aliran packed RBCs adalah yang paling lambat. Aliran yang lambat ini dapat

ditingkatkan dengan pemberian tekanan pada kolf darah menggunakan manset. Dapat juga

ditambahkan cairan garam faal pada infus yang dapat menurunkan viskositas darah.

Kesalahpahaman yang sering terjadi adalah pernyataan bahwa laju aliran koloid lebih rendah

dibanding laju aliran cairan kristaloid atau air. Viskositas adalah fungsi dari densitas sel

sehingga laju aliran cairan tanpa sel sama dengan laju aliran air.

II.5 Strategi Resusitasi

Resusitasi yang dilakukan dalam mengatasi syok hemorargik terdrir atas dua tahap yaitu

resusitasi dini (early resuscitation) dan resusitasi lambat (late resuscitation).6 Pembagian

kedua tahapan ini dikarenakan adanya suatu siklus yang menyebabkan resusitasi tidak dapat

dilakukan hanya di awal saja. Ketika terjadi syok hemorargik dan dilakukan resusitasi cairan,

akan terjadi dilusi dari sel darah merah yang akan mengurangi pengantaran oksigen. Hal

tersebut akan menyebabkan hipotermia dan koagulopati. Selain itu, cairan tubuh yang

meningkat akan meningkatkan tekanan darah, dan karena adanya efek reversal dari

vasokonstriksi pembuluh darah akan menyebabkan perdarahan yang semakin banyak

sehingga membutuhkan lebih banyak cairan resusitasi. Pada akhirnya, siklus kenaikan

tekanan darah dalam waktu singkat, perdarahan yang makin banyak, dan kembali ke

hipotensi akan terjadi terus menerus bila resusitasi tidak dilakukan dalam dua tahap.

Resusitasi dini dilakukan ketika perdarahan aktif masih berlangsung pada pasien.

Resusitasi lambat dilakukan setelah seluruh perdarahan dapat dikontrol. Karena dilakukan

pada kondisi yang berbeda, maka tujuan dari kedua resusitasi ini berbeda.

Tujuan dari resusitasi dini adalah:6

- Mempertahankan tekanan darah sistolik pada level 80-100 mmHg.

- Mempertahankan hematokrit 25-30%.

- Mempertahankan PT dan PTT pada kisaran normal.

- Mempertahankan trombosit > 50.000.

25

Page 11: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

- Mempertahankan kalsium terionisasi serum dalam batas normal.

- Mempertahankan suhu > 35C.

- Mempertahankan fungsi oksimetri denyut.

- Mencegah peningkatan serum laktat.

- Mencegah perburukan asidosis.

Setelah perdarahan terkontrol, resusitasi akan memasuki fase selanjutnya yaitu fase lambat.

Tujuan dari resusitasi fase lambat adalah: 6

- Mempertahankan tekanan darah sistolik di atas 100 mmHg.

- Memperahankan hematokrit di atas batas transfusi individu.

- Normalisasi status koagulasi.

- Normalisasi keseimbangan elektrolit.

- Normalisasi temperatur tubuh.

- Mengembalikan output urin ke batas normal.

- Maksimalisasi curah jantung dengan metode invasif maupun non invasif.

- Memperbaiki asidosis sistemik.

- Menurunkan laktat ke batas normal.

Pada saat resusitasi fase lambat ini dilakukan, pemberian cairan tetap dilakukan sampai

diyakini sudah terjadi perfusi sistemik yang adekuat.

Tujuan utama penggantian cairan pada kehilangan darah akut adalah mempertahankan

ambilan oksigen (VO2) oleh jaringan dan mempertahankan kelangsungan metabolisme

aerobik.4 Cairan pengganti logikanya sesuai dengan cairan yang keluar atau yang mendekati.

Kontroversi masih terjadi seputar penggunaan cairan kristaloid maupun koloid sebagai

pengembang plasma. Pendukung koloid berpendapat bahwa resusitasi menggunakan koloid

lebih cepat dan aman bagi paru-paru. Sementara pengguna kristaloid berpendapat bahwa

kristaloid lebih tepat menangani syok karena menggantikan cairan intravaskular dan

ekstravaskular (karena pada syok terjadi pengecilan volume cairan ekstraselular). Kristaloid

lebih murah walaupun dibutuhkan volume yang lebih besar (dibutuhkan 2-4 kali cairan

kristaloid agar efek resusitasinya sama dengan koloid). Cairan koloid memiliki efek alergi

lebih sedikit. Walaupun begitu tidak terdapat bukti yang mengharuskan seseorang

menggunakan salah satu cairan. Penggunaan kedua cairan bersama-sama sering digunakan

dalam klinis sehari-hari.

26

Page 12: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

Kehilangan darah akut mempengaruhi dua komponen yaitu curah jantung dan konsentrasi

hemoglobin dalam darah. Dengan begitu resusitasi mencakup bagaimana cara meningkatkan

curah jantung dan mengoreksi kekurangan hemoglobin.

Meningkatkan Curah Jantung

Konsekuensi dari curah jantung yang menurun jauh lebih membahayakan dari konsekuensi

anemia, jadi prioritas pertama dalam penatalaksanaan pasien dengan perdarahan adalah

meningkatkan curah jantung.

Cairan resusitasi dan curah jantung

Kemampuan setiap jenis cairan untuk meningkatkan curah jantung dinilai dengan mengukur

dan membandingkan infus whole blood (1 unit = 450 ml), packed cells (2 unit = 500 ml),

dextran-40 (500 ml). Didapatkan efek infus ketiga cairan ini selama satu jam dalam

meningkatkan curah jantung adalah sama. Sedangkan kemampuan cairan Ringer laktat (1 L)

adalah dua kali cairan lainnya. Bila dibandingkan volume per volume maka cairan koloid

adalah yang paling efektif. Koloid dua kali lebih efektif dibanding whole blood, enam kali

lebih efektif dari packed cells dan delapan kali lebih efektif dibanding cairan kristaloid (RL).

Kemampuan darah yang terbatas untuk meningkatkan curah jantung adalah karena efek

viskositas darah. Jika peningkatan curah jantung adalah prioritas pertama dalam

penatalaksanaan perdarahan akut maka darah bukanlah cairan yang dipilih sebagai terapi

awal resusitasi cairan.

Cairan koloid dan kristaloid

Kedua jenis cairan ini memiliki viskositas mendekati air karena keduanya tidak mengandung

sel. Perbedaan keduanya adalah pada distribusi volume cairannya. Cairan kristaloid tersusun

atas natrium yang terdistribusi merata pada cairan ekstraselular. Plasma darah mewakili 20%

cairan ekstraselular sehingga cairan kristaloid yang mengisi pembuluh darah hanya 20%

cairan yang masuk. Delapan puluh persen sisanya akan keluar ke cairan interstisial. Cairan

koloid di lain pihak akan menambah volume plasma karena molekul koloid yang besar tidak

dengan mudah keluar pembuluh darah. Sekitar 75 atau 80% cairan infus koloid akan tetap

berada di ruang vaskular dan menambah volume plasma paling tidak pada jam-jam awal

infus. Peningkatan curah jantung adalah efek dari peningkatan preload (peningkatan volume

darah) dan efek penurunan afterload (efek dilusi dari viskositas darah). Berikut poin penting

dalam resusitasi cairan:

Cairan koloid lebih efektif dari whole blood, packed cells dan cairan kristaloid untuk

meningkatkan curah jantung

27

Page 13: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

Konsentrat eritrosit relatif tidak efektif untuk meningkatkan curah jantung sehingga

sebaiknya tidak digunakan sendirian pada resusitasi

Cairan koloid menambah volume plasma sementara cairan kristaloid menambah

volume interstisial

Untuk mendapatkan efek yang sama pada curah jantung, volume infus cairan

kristaloid setidaknya tiga kali lebih banyak dari volume infus cairan koloid

Memperkirakan volume cairan total

Pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Memperkirakan jumlah volume darah normal. Caranya adalah dengan menghitung berat

badan dikali 66 ml (laki-laki) atau 60 ml (perempuan).

Memperkirakan jumlah darah yang keluar. Kelas I bila kehilangan darah < 15% volume

darah, kelas II bila kehilangan darah 15-30% volume darah, kelas III bila kehilangan

darah 30-40% dan kelas IV bila kehilangan darah lebih dari 40% volume darah.

Menghitung defisit volume dengan mengkalikan volume darah normal dikali %

kehilangan darah

Menghitung jumlah cairan untuk masing-masing jenis cairan yang dibutuhkan dengan

anggapan bahwa peningkatan volume darah adalah 100% volume infus whole blood, 50-

75% volume infus cairan koloid dan 20-25% volume infus cairan kristaloid. Volume

resusitasi setiap cairan dihitung dari defisit volume dibagi persen retensi cairan. Sebagai

contoh jika defisit volume 2 L dan cairan resusitasi yang digunakan adalah koloid (50-

75% tertahan di intra vaskular) maka volume resusitasi adalah 2/0,75 = 3 L hingga 2/0,5

= 4 L cairan koloid.

Tabel 4. Estimasi Volume Resusitasi

Tahapan Determinasi Jumlah Volume

1. Estimasi volume darah normal (BV) BV = 66mL/kg (♂)

= 60 mL/kg (♀)

2. Estimasi % volume darah yang hilang Kelas I: < 15%

Kelas II: 15-30%

Kelas III: 30-40%

Kelas IV: > 40%

3. Kalkulasi defisit volume (VD) VD = BV x % BV yang hilang

4. Determinasi volume resusitasi (RV) RV = VD x 1 (koloid)

28

Page 14: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

= VD x 3 (kristaloid)

Setelah volume penggantian total dihitung, kecepatan penggantian cairan dihitung

berdasarkan kondisi klinis pasien.

Pemantauan Resusitasi

Selama resusitasi perlu dipantau laju jantung, tekanan darah, frekuensi napas, urin yang

keluar, status mental dan suhu tubuh. Vena sentral dapat digunakan untuk memantau preload

pada ventrikel kanan. Pemeriksaan laboratorium rutin termasuk diantaranya gas darah,

elektrolit dan keseimbangan asam basa, fungsi hati dan ginjal, gula darah, hematologi dan

koagulasi rutin. Kadar laktat cukup sering digunakan untuk mengetahui efektivitas dukungan

kardiovaskular.

II.6. Transfusi Darah

Tujuan dasar pemberian transfusi darah adalah oksigenasi jairngan tubuh. Dengan

meningkatkan nilai Hb maka kapasitas pengangkutan oksigen ikut meningkat. Keadaan itu

menjamin suplai oksigen ke jaringan yang mengalami hipoksia.

Rekomendasi transfusi sel darah merah9

1. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hb <7g/dl, terutama

pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimtomatik dan/atau

penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah

dapat diterima. (Rekomendasi A)

2. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan

hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.

(Rekomendasi C)

3. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu,

misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transpor oksigen lebih tinggi

(contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat).

(Rekomendasi A)

4. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb ≤11 g/dl;

bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dl (seperti pada anemia

bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang

29

Page 15: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah Hb ≤13

g/dl. (Rekomendasi C)

Rekomendasi transfusi trombosit9

1. Mengatasi perdarahan pada pasien dengan trombositopenia bila hitung trombosit

<50.000/µl, bila terdapat perdarahan mikrovaskular difus batasnya menjadi

<100.000/µl. Pada kasus DHF dan DIC supaya merujuk pada penatalaksanaan

masing-masing. (Rekomendasi C)

2. Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/µlpada pasien yang akan

menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah transfusi masif.

(Rekomendasi C)

3. Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan. (Rekomendasi

C)

Rekomendasi transfusi plasma beku segar (fresh frozen plasma)9

1. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibisi koagulasi baik yang

didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat faktor spesifik atau kombinasi.

(Rekomendasi C)

2. Netralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang

mengancam nyawa. (Rekomendasi C)

3. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfuse

masif atau operasi pintasan jantung atau pada pasien dengan penyakit hati.

(Rekomendasi C)

Rekomendasi transfusi kriopresipitat9

1. Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan menjalani prosedur

invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan. (Rekomendasi C)

2. Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von Willebrand yang mengalami perdarahan

atau yang tidak responsif terhadap pemberian desmopresin asetat atau akan menjalani

operasi. (Rekomendasi C)

Algoritma Transfusi Darah Perioperatif10

1. Evaluasi preoperatif

30

Page 16: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

Evaluasi preoperatif menilai riwayat kesehatan/penyakit sebelumnya, melakukan

pemeriksaan fisik dan menanyakan faktor risiko pasien, misalnya penyakit kardiorespirasi

atau koagulopati. Pada koagulopati, pemakaian warfarin, clopidogrel, dan aspirin dapat

mempengaruhi komponen darah transfusi. Selain itu, evalusai preoperatif juga perlu

menilai adanya penyakit darah kongenital atau didapat, penggunaan vitamin atau

suplemen herbal yang dapat mengganggu koagulasi, serta pemakaian obat seperti

aprotinin yang dapat menimbulkan reaksi alergi. Pasien perlu diberi tahu (informed

consent) terhadap segala risiko atau komplikasi yang timbul akibat reaksi transfusi.

a. Anamnesis

Mengkaji riwayat kesehatan/penyakit pasien

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Kondisi pasien

b. Tes laboratorium

Hb atau Ht

Profil koagulasi

2. Persiapan preoperatif

a. Langkah-langkah untuk mencegah perdarahan

Menghentikan antikoagulasi

Menunda operasi sampai efek obat yang sebelumnya diminum (warfarin,

clopidrogel, aspirin) menurun

b. Mencegah/mengurangi jumlah darah transfusi allogenik

Obat untuk mencegah anemia perioperatif (eritropoietin dan vitamin K)

Mempersiapkan darah autolog

Obat untuk merangsang koagulasi dan meminimalkan perdarahan (aprotinin, Є-

asam aminokaproat, asam traneksamat)

3. Intervensi intraoperatif dan postoperatif

a. Transfusi sel darah merah

Memantau perfusi dan oksigenasi (tekanan darah, frekuensi nadi, suhu, dan

saturasi oksigen). Echokardiografi bila memungkinkan.

Memantau indikasi transfusi (apakah ada iskemia jantung, Hb, Ht, profil

koagulasi)

Transfusi dilakukan bila Hb <6 g/dl. Tidak diberikan bila Hb masih >10 g/dl. Bila

Hb antara 6-10 g/dl, menentukan perlu tidaknya transfusi adalah dengan melihat

31

Page 17: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

apakah ada organ iskemia, potensi perdarahan berlanjut, status volume

intravaskular pasien, dan faktor risiko komplikasi terhadap oksigenasi inadekuat.

Transfusi eritrosit allogenik

Transfusi darah autolog

b. Tatalaksana koagulopati

Menilai lapangan pembedahan dan monitoring laboratorium terhadap tanda

koagulopati. Lapangan pembedahan perlu dinilai bersamaan antara dokter bedah dan

anestesiologis, apakah terjadi perdarahan mikrovaskular yang masif. Penilaian

perdarahan masif perlu juga dinilai dari darah suction, spons, dan drainase.

Laboratorium: trombosit, PT dan APTT. Tes lain adalah kadar fibrinogen, fungsi

trombosit, tromboelastogram, D-dimer, dan thrombin time.

Transfusi trombosit

Transfusi trombosit jarang diindikasikan bila trombosit >100 x 109/l dan baru

diberikan bila <50 x 109/l. Indikasi lain adalah bila didapatkan disfungsi

trombosit. Pada kasus trombositopenia yang terjadi karena dekstruksi trombosit

seperti heparin-induced thrombocytopenia, idiopathic thrombocytopenic purpura,

thrombotic thrombocytopenic purpura, transfusi trombosit profilaksis tidak

efektif.

Transfusi FFP

Bila mungkin, uji koagulasi (PT dan APTT) dilakukan sebelum memberikan FFP.

Transfusi FFP tidak diberikan bila PT dan APTT normal serta tidak diindikasikan

untuk meningkatkan volume plasma. Indikasi FFP adalah (1) perdarahan

mikrovaskular masif (koagulopati) dengan PT >1,5 kali, INR >2 kali, atau APTT

>2 kali dari normal; (2) perdarahan mikrovaskular masif akibat sekunder dari

defisiensi faktor koagulasi atau ketika PT/APTT tidak dapat diperiksa pada saat

itu; (3) penghentian tiba-tiba terapi warfarin; (4) diketahuinya faktor koagulasi

yang mengalami defisiensi tetapi komponen transfusi tersebut tidak tersedia; (5)

resistensi heparin (defisiensi antitrombin III) pada pasien yang memerlukan

heparin.

Transfusi kriopresipitat

Sebelum memberikan kriopresipitat, kadar fibrinogen perlu diperiksa. Transfusi

kriopresipitat jarang diindikasikan bila kadar fibrinogen >150 mg/dl. Indikasi (1)

kadar fibrinogen <80-100 mg/dl dengan perdarahan mikrovaskular masif, (2)

defisiensi fibrinogen kongenital. Satu unit kriopresipitat mengandung 150-250 mg

32

Page 18: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

fibrinogen. Satu unit FFP mengandung 2-4 mg fibrinogen/ml. Oleh karena itu,

satu unit FFP memberikan jumlah fibrinogen yang sama dengan 2 unit

kriopresipitat.

Obat untuk mengurangi perdarahan masif (desmopresin, atau hemostatik topikal

seperti lem fibrin, gel trombin)

33

Page 19: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

BAB III

ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. Sukinem

Usia : 41 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Kesehatan RT 003/ 06 Pamulang Tangerang Banten

Agama : Islam

Suku : Jawa

Warga negara : Indonesia

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nomor RM : 00604745

Masuk IGD RSF : 08 Novemer 2008 pukul 03.30

II. Riwayat Pemeriksaan Rawat Darurat

Anamnesis

Keluhan Utama:

Rujujukan bidan perdarahan pervaginam sejak 2,5 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:

Perdarahan pervaginam ± 1 kain merah segar sejak 2,5 jam SMRS, mules (-), nyeri

(+), air (-), USG (-), ANC di bidan.

Riwayat Haid:

Menarche : 16 tahun Siklus: 28 hari

Riwayat Perkawinan:

Kawin : 1 kali Usia perkawinan : 19 tahun

Riwayat Penyakit Dahulu

34

Page 20: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

PEB anak ke-10

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keterangan

Pemeriksaan Fisik

Umum

Keadaan umum : buruk

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 80/50 mmHg

Nadi : 120 X/menit, regular

Pernapasan : 22 X/menit

Status generalis

Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Jantung : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : membuncit sesuai kehamilan

Ekstremitas : akral dingin +/+

Status ginekologi

TFU : 28 cm

His : kontraksi tertarik

DJJ : -

Inspeksi : tampak perdarahan pervaginam

VT : porsio kaku belakang, teraba 2 cm, diameter 1 cm, selaput (+), kepala H1

USG : H26 mgg, IUFD, solusio plasenta

Daftar Masalah

Syok hipovolemik e.c. HAP e.c. solusio plasenta pada G11P10A0H26mgg

IUFD

Belum inpartu

Rencana Terapi

Pemeriksaan DPL, GDS, BT, CT, AGD, elektrolit

DPL hemostasis

35

Page 21: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

Cross match

Observasi tanda vital/ 15 menit

Observasi perdarahan pervaginam

Resusitasi cairan: pasang IV line (3 line)

Pasang FC monitoring cairan

Transfusi PRC sampai Hb ≥ 10 g/dL

Transfusi FFP 10 kantung

Evaluasi/ terminasi pedarahan: histerektomi

Hasil Laboratorium

08 November 2008 (4: 41: 12 am)

36

Page 22: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

37

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi

- Hemoglobin

- Hematokrit

- Leukosit

- Trombosit

- Eritrosit

VER/HER/KHER/RDW

- VER

- HER

- AHER

- RDW

- Masa perdarahan

- Masa pembekuan

Hemostasis

- APTT

- PT

- Fibrinogen

- D-dimer

Kimia klinik

Fungsi hati

- SGOT

- SGPT

- Protein total

- Albumin

- Globulin

Fungsi ginjal

- Ureum darah

- Creatinin

Diabetes

Glukosa sewaktu

- Glukosa darah sewaktu

Gas darah

- pH

- PCO2

- PO2

- Suhu

- FIO2

- BP

- HCO3

4.2

14

17.7

231

19.7

71.6

21.6

29.8

16.4

>10

10

152

98

93

>800

28

18

4.16

2.02

2.13

18

0.6

104

7.465

25.4

186.4

37

21

750 mmHg

18

99.4

- 11.7-15.5 g/dl

- 33 – 45 %

- 5-10 ribu/ul

- 150-440 ribu/ul

- 3.8-5.2 juta/ul

- 80-100 fl

- 26-34 pg

- 32-36 gr/dL

- 11.5-14.5 %

- 1.0 – 3.0 menit

- 2.0 – 6.0 menit

- 29.0 – 40.2 detik

- 10.4 – 12.6 detik

- 200 – 400 mg/ml

- < 200 mg/ml

- 0-34 Ul

- 0-40 U/l

- 6-8 g/dl

- 3,40 – 4,86 g/dl

- 2,50 – 3,00 g.dl

- 20 – 40 mg/dl

- 0,6 – 1,5 mg/dl

- 70 – 140

- 4,8 – 7,4

- 35 – 45

- 75 – 100

-

-

-

- 24 - 28

Page 23: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

III. Riwayat Masuk OK CITO

Pasien diantar dari IGD RSUP Fatmawati ke OK CITO pada jam 06.10 masih

dalam keadaan syok dan terpasang PRC, pernapasan dibantu dengan nasal kanul.

Pemeriksaan Fisik

Umum

Keadaan umum : buruk

Kesadaran : apatis

Tekanan darah : 79/46 mmHg

Nadi : 113 X/menit, reguler

Pernapasan : 18 X/menit

Status generalis

Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Jantung : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : membuncit sesuai kehamilan

Ekstremitas : akral dingin +/+

.Daftar Masalah

Syok hipovolemik e.c. HAP e.c. solusio plasenta pada G11P10A0H26mgg

IUFD

Pasien dikategoikan ke dalam ASA 3E dengan syok hipovolemik

Rencana terapi

Atasi syok dengan resusitasi cairan

Tentukan jenis anestesi yang sesuai

SC dengan histerektomi

Post op rawat di ICU

Resusitasi cairan pre operatif

Untuk mengembalikan kehilangan cairan pada pasien perlu dilakukan pemberian

cairan dengan cepat. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbanyak akses vena,

menggunakan ukuran jarum yang lebih besar, dan menggunakan kanul vena yang

38

Page 24: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

lebih pendek, akses vena terpasang 3 line di tangan kanan, tangan kiri, dan kaki

kanan.

Pemberian cairan kristaloid: Ringer Laktat 500 cc dengan cara diguyur selama 10

menit.Pemberian cairan koloid: PRC 200 cc dan gelofusin 250 cc selama 10 menit.

Setelah resusitasi selama 10 menit tekanan darah meningkat dari 79/46 mmHg –

95/50 mmHg. Produksi urin sedikit sekali. Untuk membantu meningkatkan tekanan

darah pasien diberi ephedrine 30 mg IV.

Tindakan anestesi dan monitoring intraoperatif

Setelah resusitasi cairan dan ada peningkatan tekanan darah diuputuskan untuk

dilakukan regional anesthesia dengan menggunakan Marcain 20 mg dengan

pemnatauan. Akan tetapi pasca pemberian marcain tekanan darah OS menurun

kembali sehingga dilakukan general anesthesia, induksi dengan ketamin, relaksasi

dengan esmeron, kemudian dipasang ETT kingking no. 7,5, cuff (+), guedel (+) untuk

oksigenisasi yang lebih adekuat, maintenance dengan isoflurane.

Selain itu, untuk mencegah hilangnya cairan lebih lanjut, juga diperlukan penghentian

perdarahan. Pemberian cairan pada pasien dapat berupa kristaloid atau koloid. Pada

pasien, digunakan cairan Ringer Laktat, Asering dan Gelofusin.

Jumlah cairan yang diberikan dihitung dengan lebih dulu menentukan jumlah volume

darah pasien. Hal ini bisa didapat dengan mengalikan 70 (berat badan pasien) dengan

60 (perkiraan jumlah darah wanita per kilogram), sehingga didapatkan 4200 ml.

Kemudian, ditentukan jumlah darah yang hilang. Pada pasien ini, diperkirakan jumlah

darah yang hilang sekitar 36 persen. Jadi, dalam mililiter jumlah darah yang hilang

adalah 1500 ml. Dengan demikian, jumlah cairan kristaloid yang diberikan

seharusnya tiga kali volume darah yang hilang yaitu 4500 ml. Sedangkan koloid yang

diberikan sebanyak satu kali volume darah yang hilang yaitu 1500 ml. Pada pasien

ini, diberikan 2800 ml kristaloid, 500 ml koloid, 600 ml PRC, dan FFP 1000 ml.

Untuk menghentikan perdarahan, pada pasien dilakukan SC (histerektomi).

Kehilangan darah yang diperbolehkan dalam operasi adalah 20% dari perkiraan

jumlah darah yaitu 840 ml. Jumlah ini masih ditambah lagi dengan urin yang

39

Page 25: 92107760-Preskas-Syok-Hipovolemik

dikeluarkan selama operasi sebesar 500 ml. Perdarahan yang terjadi selama operasi

1500 ml.

Pada pasien ini, diberikan transfusi darah berupa PRC. Pemberian darah dilakukan

untuk meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen, terutama ke daerah yang

mengalami hipoksia. Pada pasien ini, transfusi didasarkan atas kadar hemoglobin

yang sebesar 4.2 g/dl. Transfusi yang dilakukan menggunakan PRC daripada whole

blood mengingat sifatnya yang lebih aman.

Setelah dilakukan resusitasi cairan dengan baik, makan keadaan hemodinamik pasien

cukup stabil, dilihat dari perubahan tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan produksi

urin.

Keadaan post operasi

Tekanan darah : 105/57 mmHg

Nadi : 75 X/menit, reguler

Sianosis : (+)

Refleks : (-)/(-)

Muntah : (-)

Diagnosis post op : PEB, DIC, hipoalbumin

Pasien diantar ke ICU

40