9 sukmawarti 111-116 - universitas serambi mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku,...

62
JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN 1693- 4849 (Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan) VOLUME 17 NOMOR 2 MARET 2014 Penerapan Metode Eksperimen dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII IA 1 Pelajaran Biologi Materi Metabolisme Sel dengan Menggunakan Percobaan Sach dan Percobaan Ingenhouzs di MAN Model Banda Aceh Hasni (Hal 56- 61) Pengambilan Keputusan Sekolah Melalui Manajemen Strategik Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bandar Baru Marzuki (Hal 62-66) Pengelolaan Sarana Dan Prasarana Sekolah Dalam Peningkatan Akreditasi Madrasah Aliyah Negeri I Kota Langsa Khairuddin (Hal 67-78) Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Tebak Kata dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IA2 Materi Sel Pelajaran Biologi pada SMA Negeri 6 Banda Aceh Husna (Hal 79-83) Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Proklamasi Kemerdekaan Pada Siswa Kelas Viii Smpn 1 Darul Kamal Tahun Pelajaran 2013/2014 Hayaton (Hal 84-91) Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Kolonialisme Barat Pada Siswa Kelas Viii Smpn 1 Darul Kamal Tahun Pelajaran 2013/2014 Mardiana (Hal 92-99) Peningkatan Hasil Belajar Geografi Pada Persebaran Flora Dan Fauna Melalui Metode Penugasan Yunaidah (Hal 100-103) Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru Terhadap Komitmen Kerja Guru Pada SMA Negeri 5 Banda Aceh Maria Lena (Hal 104-110) Analisis Penalaran dalam Soal Ujian Nasional Matematika SMP/MTs Tahun Ajaran 2012 / 2013 Sukmawarti dan Dewi Liliani Batubara (Hal 111-116) Diterbit Oleh FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu Volume 17 Nomor 2 Hal 56-116 Banda Aceh Maret 2014

Upload: others

Post on 03-Sep-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU

ISSN 1693-4849

(Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan)

VOLUME 17 NOMOR 2 MARET 2014

Penerapan Metode Eksperimen dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII IA 1 Pelajaran Biologi Materi Metabolisme Sel dengan Menggunakan Percobaan Sach dan Percobaan Ingenhouzs di MAN Model Banda Aceh Hasni (Hal 56- 61)

Pengambilan Keputusan Sekolah Melalui Manajemen Strategik Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bandar Baru Marzuki (Hal 62-66)

Pengelolaan Sarana Dan Prasarana Sekolah Dalam Peningkatan Akreditasi Madrasah Aliyah Negeri I Kota Langsa Khairuddin (Hal 67-78)

Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Tebak Kata dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IA2 Materi Sel Pelajaran Biologi pada SMA Negeri 6 Banda Aceh Husna (Hal 79-83)

Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Proklamasi Kemerdekaan Pada Siswa Kelas Viii Smpn 1 Darul Kamal Tahun Pelajaran 2013/2014 Hayaton (Hal 84-91)

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Kolonialisme Barat Pada Siswa Kelas Viii Smpn 1 Darul Kamal Tahun Pelajaran 2013/2014 Mardiana (Hal 92-99)

Peningkatan Hasil Belajar Geografi Pada Persebaran Flora Dan Fauna Melalui Metode Penugasan Yunaidah (Hal 100-103)

Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru Terhadap Komitmen Kerja Guru Pada SMA Negeri 5 Banda Aceh Maria Lena (Hal 104-110)

Analisis Penalaran dalam Soal Ujian Nasional Matematika SMP/MTs Tahun Ajaran 2012 / 2013 Sukmawarti dan Dewi Liliani Batubara (Hal 111-116)

Diterbit Oleh FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal

Pendidikan Serambi Ilmu

Volume 17

Nomor 2 Hal

56-116

Banda Aceh Maret 2014

Page 2: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

56

Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

SISWA KELAS XII IA 1 PELAJARAN BIOLOGI MATERI METABOLISME SEL

DENGAN MENGGUNAKAN PERCOBAAN SACH DAN PERCOBAAN

INGENHOUZS DI MAN MODEL BANDA ACEH

Oleh

Hasni*

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran melalui metode eksperimen

dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas XII IA 1 pada MAN Model Banda Aceh pada

materi metabolisme sel. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri

atas dua siklus. Subjek penelitian adalah kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh Tahun Ajaran

2012/2013 sebanyak 34 siswa. Analisis data menggunakan metode deskriptif komperatif, yaitu dengan

membandingkan nilai tes siswa, hasil observasi terhadap guru dan hasil wawancara dari kondisi awal

dengan hasil-hasil yang dicapai dari setiap siklus dan analis pada siklus I dan siklus II dengan

penerapan metode eksperimen. Pada akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan yaitu dari

siklus I 70 keatas sebanyak 28 siswa, nilai 70 kebawah 6 siswa yang tuntas hanyua 82,35%,

sedangkan yang tidak tuntas 17,64%. Pada siklus II nilai 70 keatas sebanyak 32 siswa dan 70 kebawah

sebanyak 2 siswa, jadi yang tuntas meningkat menjadi 94,11%, sedangkan yang tidak tuntas 5,88%.

Dengan demikian sebagian besar siswa kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh mengalami

peningkatan hasil belajar melalui metode eksperimen pada materi metabolisme sel khususnya sub

konsep fotosintesis.

Kata Kunci: Metode eksperimen, hasil belajar, penelitian tindakan kelas.

Permendiknas No/41 tahun 2007

merupakan tuntutan Pemerintah kepada para

pendidik/guru agar melaksanakan kegiatan

pembelajaran sesuai Standar Proses dengan

menggunakan berbagai strategi, pendekatan

metoda dan model pembelajaran sehingga

mencapai hasil pembelajaran yang optimal

dalam menghadapi persaingan diera

globalisasi yang penuh tantangan dan harapan.

Hasil belajar siswa kelas XII IA 1 secara

umum masih rendah terutama pelajaran

biologi pada MAN Model Banda Aceh. Hal

ini terbukti pada hasil belajar siswa kelas XII

IA 1 tahun pelajaran 2012/2013. Peneliti

sebagai guru pada kelas XII IA 1 yang jumlah

siswa 34 orang terdiri dari 22 orang siswa

perempuan 12 orang siswa laki-laki. Dari

sekian banyak siswa dikelas tersebut, hanya

10 orang (39%) saja sudah mencapai kriteria

ketuntasan minimal (KKM ) 70, sedangkan

yang lainnya harus diremidial. Salah satu

metode yang diterapkan dalam pembelajaran

materi metabolisme pada sub konsep

fotosintesis adalah metode eksperimen.

Penerapan metode eksperimen melalui

percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach

dalam pembelajaran fotosintesis diharapkan

dapat membantu peserta didik untuk lebih

memahami serta memperoleh gambaran yang

lebih konkrit tentang konsep fotoseintesis

sehingga dapat meningkatkan hasil belajar

siswa pada konsep tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan

masalah pada penelitian ini sebagai berikut.

(1) Apakah dengan penerapan metode

eksperimen dapat meningkatkan keaktifan

siswa pada pembelajaran materi metabolisme

sub konsep fotosintesis pada kelas XII IA 1

MAN Model Banda Aceh Tahun Ajaran

2012/2013, (2) Apakah kelebihan dan

kekurangan penerapan metode eksperimen, (3)

Manfaat apa saja dalam penerapan metode

eksperimen, (4) faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi hasil belajar siswa, (5) apakah

penerapan metode eksperimen dapat

Tujuan penelitian ini adalah, (1) untuk

mengetahui bagaimana peningkatan hasil

belajar dari metode eksperimen pada materi

metabolisme sub konsep foto sintesis melalui

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 3: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

57

Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh

percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach,

(2) untuk mengetahui kelebihan dan

kekurangan metode eksperimen, (3) untuk

mengetahui manfaat penerapan metode

eksperimen, (4) untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa,

(5) untuk mengetahui hasil belajar siswa

setelah diterapkan metode eksperimen.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Beberapa pengertian

1). Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dalam hal ini meliputi

tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik. Aspek kognitif, kemampuan

kognitif yang meliputi pengetahuan,

pemahaman, penerapan, analisis sintesis dan

evaluasi. Aspek efektif, kemampuan efektif

meliputi penerimaan partisipasi, penilaian dan

penentuan sikap, organisasi dan pembentukan

pola hidup. Aspek psikomotorik, kemampuan

psikomotorik meliputi persepsi, kesiapan,

gerak terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan

kompak, gerakan penyesuaian dan kreativitas.

(Hamalik, 2003: 160) Hasil belajar merupakan

bagian terpenting dalam pembelajaran, Nana

Sudjana (2009: 3) mendefinikan hasil belajar

siswa pada hakikatnya adalah perubahan

tingkah laku sebagai hasil belajar dalam

pengertian yang lebih luas mencakup bidang

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati

dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan

hasil belajar merupakan hasil dari suatu

interaksi tindakan belajar dan tindak

mengajar.

2). Metode Eksperimen

Menurut Djamarah (2000), metode

eksperimen adalah metode pemberian

kesempatan kepada anak didik peroeangan

atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu

proses atau percobaan. Dengan metode ini

anak didik diharapkan sepenuhnya terlibat

merencanakan eksperimen, melakukan

eksperimen, menemukan fakta,

mengumpulkan data, mengendalikan variable,

dan memecahkan masalah yang dihadapinya

secara nyata. Berikut ini beberapa kelebihan

Metode Eksperimen, diantaranya: metode ini

dapat membuat anak didik lebih percaya atas

kebenaran atau kesimpulan berdasarkan

percobaannya sendiri dari pada hanya

menerima kata guru atau buku, anak didik

dapat mengembangkan sikap untuk

mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi)

tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap yang

dituntut dari seorang ilmuwan, dan dengan

metode ini akan terbina manusia yang dapat

membawa terobosan-terobosan baru dengan

penemuan sebagai hasil percobaannya yang

diharapkan dapat bermanfaat bagi

kesejahteraan hidup manusia.

Metode Eksperimen yang dapat

meningkatkan hasil belajar IPA, bagi guru

menggunakan metode ini bisa mengetahui

kekurangan dalam proses KBM dan siswa

dalam menggunakan metode Eksperimen

aktivitas belajarnya meningkat. Maka bagi

sekolah dapat memberikan masukan pada guru

tentang upaya peningkatan hasil belajar siswa

(Suwandi, 2012). Metode Eksperimen adalah

prosedur pembelajaran yang memungkinkan

siswa melakukan percobaan untuk

membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau

hipotesis yang dipelajari (Anggraini, 2010).

Pengangkutan Zat

a. Ekstra fasikuler:

Simplas (melalui protoplasma dengan

perantaraan plasmodestama)

Apoplas (lewat rongga-rongga

intersekuler)

b. Intra fasikuler, menggunakan problem

dan xylem pengangkutan dari bawah ke

atas, dimungkinkan karena adanya: daya

isap daun, tekanan akar, kapilaritas,

transportasi yang menggunakan energi.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 4: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

58

Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh

Fotosintesis

Asimilasi C dengan menggunakan energi cahaya

Cahaya

CO2 + H2O C6H12O6 + O2 + H2O

Kloropil

1. Cahaya H2O

2. H2O H+ + OH-

+NADP OH + OH

NADPH2 H2O + O2

Reaksi terang

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Reaksi gelap

3. CO2 + RDP APG 2

APG + NADPH2 ALPG + NADP

4. ALPG C6H12O8 amilum produk sintesa

Pada kloroplas terjadi transformasi

energi, yaitu dari energi cahaya sebagai energi

kinetik berubah menjadi energi kimia sebagai

energi potensial, berupa ikatan senyawa

organik pada glukosa. Dengan bantuan enzim-

enzim, proses tersebut berlangsung cepat dan

efisien. Bila dalam suatu reaksi memerlukan

energi dalam bentuk panas reaksinya disebut

reaksi endergonik. Reaksi semacam itu

disebut disebut reaksi endoterm.

3). Metabolisme

Sel merupakan unit kehidupan yang

terkecil, oleh karena itu sel dapat menjalankan

aktivitas hidup, di antaranya metabolism.

Metabolisme adalah proses-proses kimia yang

terjadi di dalam tubuh makhluk hidup/sel.

Metabolism disebut juga reaksi enzimatis,

karena metabolisme terjadi selalu

menggunakan katalisator enzim.

Pada metabolisme sel bahan dan energi

diperoleh dari lingkungan sel yang berupa

cairan. Cairan yang mengelilingi sel disebut

cairan ekstrasel. Cairan ini terdiri dari ion dan

gas berikut: 1) gas (terutama O2 dan CO2), 2)

ion anorganik (terutama NA+, Cl

-, K, Ca

++,

HCO3, PO4), 3) zat organic (makanan dan

vitamin), 4) hormone.

Mekanisme pertukaran zat dalam sel

dengan cairan eksternal melalui lima cara,

yaitu difusi, osmosis, transport aktif,

endositosis, dan eksositosis. Berdasarkan

prosesnya metabolisme dibagi menjadi 2,

yaitu: 1) anabolisme, 2) katabolisme. Tapi

yang kita bahas pada eksperimen ini hanya

materi anabolisme saja.

Anabolisme adalah proses pembentukan

molekul yang kompleks dengan menggunakan

energi tinggi. Yaitu menggabungkan molekul-

molekul kecil menjadi makromolekul yang

lebih kompleks, memerlukan energi yang

disuplai dari hidrolisis ATP. Makhluk hidup

dapat mensintesa makanannya sendiri disebut

autotrof, contohnya tumbuhan hijau.

Berdasarkan cara memperoleh energi, autotrof

dibagi menjadi fotoautotrof (cahaya menjadi

kimia, missal fotosintesis) dan kemoautotraf

(energi sebagai hasil oksidasi senyawa

anorganik). Asal energi dalam proses

metabolisme adalah energi matahari dan

energi kimia.

Tahap pertama dari sistem fotosintesis

adalah reaksi terang, yang sangat bergantung

kepada ketersediaan sinat matahari. Reaksi

terang merupakan penggerak bagi reaksi

pengikatan CO2 dari udara. Reaksi ini

melibatkan beberapa kompleks protein dari

membrane tilakoid yang terdiri dari sistem

cahaya (fotosistem I dan II), sistem pembawa

electron, dan komplek protein pembentuk

ATP (enzim ATP sintese). Reaksi terang

mengubah energi cahaya menjadi energi

kimia, juga menghasilkan oksigen dan

mengubah ADP dan NASP+ menjadi energi

Hasni, Penerapan Metode Eksperimen dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Page 5: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

59

Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh

pembawa ATP dan NADPH. Reaksi terang

terjadi di tilakoid, yaitu struktur cakram yang

terbentuk dari pelipatan membrane dalam

kloroplas. Membran tilakoid menangkap

energi cahaya dan mengubahnya menjadi

energi kimia. Jika ada bertumpuk-tumpuk

tilakoid, maka disebut grana.

B. Penerapan metode eksperimen

Media pembelajaran dengan

menggunakan metode ekspimen digunakan

sebagai wahana mengajar oleh guru. Menurut

Nasution (2005: 94), penggunaan media ini

diharapkan dapat memberikan pengalaman

dan manfaat konkret dan motivasi belajar,

serta mempertinggi daya serap dan retensi

belajar peserta didik. Nasution (2005: 94) juga

mengatakan bahwa penggunaan media dalam

proses belajar mengajar, utamanya adalah

untuk menghindari verbalisme, yaitu apabila

peserta didik dapat menghafalkan kata-kata

tanpa memahami makna dari kata-kata

tersebut.

C. Faktor yang mempengaruhi hasil

belajar siswa

Kemampuan guru, media yang digunakan

guru, serta kesiapan siswa dalam mengikuti

materi metabolisme khusus pada pembahasan

anabolisme dengan menggunakan percobaan

Sach dan Ingenhouz.

D. Penggunaan metode eksperimen dapat

meningkatkan hasil belajar siswa

Metode eksperimen merupakan suatu cara

yang dapat membantu guru untuk

membawa/mengantarkan pesan. Metode

eksperimen dimaksudkan untuk memberikan

pengalaman lebih konkret, memotivasi serta

mempertinggi daya serap dan daya ingat siswa

dalam belajar. Metode juga bisa membuat

proses pembelajaran menjadi lebih menarik.

Arief S. Sadiman, dkk (2006: 7) memberikan

pengertian bahwa media yang digunakan

dalam pendidikan adalah segala sesuatu yang

dapat digunakan untuk mengantarkan pesan

dari pengirim (guru) ke penerima (siswa)

sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,

perhatian, dan minat peserta didik. Sehubung

dengan proses pembelajaran, agar dapat

dimengerti oleh siswa biasanya menggunakan

alat atau media pembelajaran. Media

pembelajaran adalah benda yang digunakan

mempermudah tercapainya tujuan, seperti

gambar atau bagian, alat pandang pendengar,

kamus ensiklopedi dan alat rekam dengar dan

lain-lain (Pasandaran dan Fakihudin, 2007).

METODA PENELITIAN

A. Setting dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MAN

Model Banda Aceh di kelas XII IA 1 selama 3

bulan, mulai dari bulan September sampai

bulan November 2012.

B. Subjek penelitian dan sumber data

Berdasarkan judul penelitian yaitu

Penerapan Metode Eksperimen Dapat

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII

IA 1 Pada Pelajaran Biologi Materi

Metabolisme Sel Melalui Percobaan

Ingenhouzs dan Percobaan Sach di MAN

Model Banda Aceh, dengan subjek penelitian

adalah siswa kelas XII IA 1 yang berjumlah

34 siswa yang terdiri dari 22 siswa perempuan

dan 12 siswa laki-laki. Sumber data yang

diperolah berasal dari siswa-siswi kelas XII

IA 1 MAN Model Banda Aceh, teman sejawat

lainnya yang juga ikut mengajar Biologi kelas

XII, dari pihak-pihak lain yang terkait dengan

pembelajaran tersebut.

C. Teknik dan alat pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yaitu: tes,

observasi, dan wawancara. Sedangkan alat

pengumpulan data yaitu instrument soal,

lembar observasi terhadap siswa, dan lembar

observasi terhadap guru.

D. Teknik analisis data dan Indikator

keberhasilan

Teknik analisis data yang digunakan

adalah Nilai tes (hasil belajar), proses

pembelajaran (observasi aktifitas siswa dan

PBM guru). Indikator keberhasilan yang

diharapkan dalam kegiatan penelitian ini

adalah: hasil penelitian ini diharapkan nilai

ketuntasan siswa berkisar 70% siswa

mencapai ketuntasan belajar, terjadi

peningkatan aktivitas belajar siswa pada setiap

siklus. Terjadi peningkatan pelaksanaan

proses belajar mengajar yang diselenggarakan

oleh guru.

E. Prosedur penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode penelitian tindakan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 6: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

60

Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh

kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus. Setiap

siklua dilaksanakan 2 kali kegiatan

pembelajaran setiap KD, setiap kali

pembelajaran terdiri atas 2 Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran dan kompetisi

dasar terdiri atas 4 indikator. Siklus terdiri

atas: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,

dan refleksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi pembelajran sebelum dilakukan

tindakan dan sesudah dilakukan tindakan

dengan menggunakan metode eksperimen

melalui percobaan Ingenhouzs dan percobaan

Sach peningkatan hasil belajar siswa.

Tergambar dari antusiasme siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran. Melalui

percobaan Ingenhouzs dan Sach diperoleh

bahwa terjadi perubahan warna pada daun

yang ditetesi lugol menjadi biru kehitaman

yang mengindikasikan bahwa pada daun

tersebut telah terbentuk amilum.

A. Hasil siklus I

Dari analisis terhadap hasil belajar yang

dicapai oleh sisiwa diperoleh data bahwa nilai

rata-rata hasil belajar siswa kelas XII IA 1

yaitu 82,35% dan terdapat 28 siswa yang

nilainya telah mencapai KKM dengan kata

lain terdapat 28 siswa yang telah tuntas belajar

sedangkan 6 siswa lainnya memperoleh nilai

hasil belajar maish dibawah KKM.

B. Hasil siklus II

Hasil belajar siswa yang diperoleh pada

siklus I belum sesuai dengan harapan yang

diinginkan yaitu 100%. Hasil belajar siklus I

hanya 82,35% siswa tuntas dan sebanyak 28

orang siswa yang memperoleh nilai 70 sesuai

dengan nilai KKM. Mendapatkan hasil belajar

yang belum sesuai dengan harapan yang

diinginkan, maka dilanjutkan dengan siklus II

untuk memperbaiki dan menyempurnakan hal-

hal atau aspek yang masih kurang maksimal

pada siklus I. setelah dilakukan siklus II,

ternyata terjadi peningkatan jumlah siswa

yang memperoleh nilai lebih 70 yaitu

sebanyak 32 orang dari jumlah total siswa 34

orang dengan persentase ketuntasan siswa

94,11%. Jumlah ini jelas menunjukkan bahwa

telah terjadi peningkatan yang cukup

signifikan dari siklus I ke siklus II dan hasil

tersebut telah sesuai dengan yang diharapkan

yaitu ketuntasan hasil belajar siswa sebesar

100%.

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa:

1. Penerapan metode eksperimen melalui

Percobaan Ingenhouzs dan percobaan

Sach dapat meningkatkan hasil belajar

siswa pada Materi Metabolisme Sel di

kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh.

2. Penerapan metode eksperimen melalui

Percobaan Ingenhouzs dan percobaan

Sach dapat meningkatkan aktivitas siswa

pada Materi Metabolisme Sel di kelas XII

IA 1 MAN Model Banda Aceh.

3. Penerapan metode eksperimen melalui

Percobaan Ingenhouzs dan percobaan

Sach dapat meningkatkan proses

pembelajaran guru di dalam kelas pada

Materi Metabolisme di kelas XII IA 1

MAN Model Banda Aceh.

4. Penerapan metode eksperimen melalui

Percobaan Ingenhouzs dan percobaan

Sach dapat meningkatkan ketuntasan

belajar siswa pada Materi Metabolisme

Sel di kelas XII IA 1 MAN Model Banda

Aceh.

1. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan dan kondisi

selama dilakukannya penelitian, maka peneliti

dapat memberikan saran-saran sebagai

berikut:

1. Kepada guru-guru IPA, khususnya

biologi yang sering menemukan kendala

dalam penyampaian materi kepada siswa

agar dapat merancang proses

pembelajaran yang sesuai dengan materi

yang ingin disampaikan sehingga materi

tersebut dapat diterima dengan baik oleh

siswa. Terutama pada pemanfaatan media

pembelajaran yang merupakan salah satu

alat bantu dalam kegiatan proses belajar

mengajar.

2. Khusus untuk penyampaian Materi

Metabolisme Sel dapat dilakukan dengan

penerapan metode eksperimen melalui

Percobaan Ingenhouzs dan percobaan

Sach agar proses pembelajaran menjadi

lebih manarik dan menyenangkan bagi

siswa.

Hasni, Penerapan Metode Eksperimen dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Page 7: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

61

Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh

3. Bagi guru yang tertarik dengan penelitian

ini disarankan untuk menggunakan

metode lainnya sebagai metode

pembelajaran pada Materi Metabolisme

Sel untuk variasi dalam dunia pendidikan

kita.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini. 2010. Penerapan Pembelajaran

Konstruktifi. Jakarta: Rineka Cipta.

Angkowo, R dan Kosasih, A. 2007.

Optimalisasi Media Pembelajaran

Mempengaruhi Motivasi, Hasil

Belajar dan Kepribadiaan. Jakarta:

Grasindo.

Depdikbud. 2004. Materi Pelatihan

Terintegrasi SAINS. Jakarta.

Dimyati & Mudjiono. 2006. Pengembangan

Metode Pembelajaran Aktid di

Sekolah Menengah. Bandung:

Armico.

Djamarah, S. B. 2000. Guru dan Anak Didik

dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:

Rineka Cipta.

Fenomena A. Newsletter. 2009. Pentingnya Alat Peraga dalam Pembelajaran

Sains/IPA.http//www.ppiptek.ristek.

go.id/fenomena-edisi-001/juni-

agustus.pdf.

Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Nasution, S. 2005. Didaktik Azas-Azas

Mengajar. Jakarta: BumiAksara.

Oemar, Hamalik. 2003. Metode Mengajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar.

Bandung: Tarsito.

Passandaran, J. Djoko S. dan Fakihudin. 2007.

Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia Terpadu. Makalah.

Raharjo, R, dkk. 2004. Media Pendidikan.

Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sadiman, Arief, dkk. 2006. Media Pendidikan

(Pengertian, Pengembangan, dan

Pemanfaatannya). Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Sanjaya, W. 2008. Perencanaandan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:

Persada Media Grup.

Sudibyo, Elok. 2003. Beberapa Teori yang

Melandasi Pengembangan Model-

model Pengajaran. Jakarta: Dit PLP

Ditjen Diksasmen Depdiknas.

Suwandi. 2012. Penggunaan Metode

Eksperimen Untuk Meningkatkan

Hasil Belajar IPA Tentang

Penerapan Konsep Energi Gerak

pada Siswa Kelas III SD Negeri Sentul. Salatiga: Universitas Kristen

Satya Lencana.

.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 8: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

62

Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah

Kuala

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEKOLAH MELALUI MANAJEMEN

STRATEGIK PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 BANDAR BARU

Oleh

Marzuki*

Abstract

This study aims to determine the mechanism, consideration, implementation, and

dissemination of the principal decision-making through strategic management at Bandar Baru SMPN

1. This research used descriptive method with qualitative approach, data collection techniques were

interviews, observation and documentation study. Subjects were principals, vice-principals, and

teachers. The results showed that: (1) The mechanism of decision-making is done by identifying

activities problems, formulate goals, determine alternatives, determine solutions, and decision-

making, (2) consideration in decision-making is done by consensus paths between teachers and

employees, (3) Implementation of decision-making implemented through legalization, operational

plans, and communication, and action, monitoring, review and evaluation, and (4) socialization of

decisions implemented through an open explanation to the vice principal and carried out according to

plan.

Keywords : strategic management, and decision making

Manajemen strategik dipahami sebagai model

pengelolaan pendidikan modern yang harus

diterapkan oleh setiap satuan pendidikan

dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.

Pernyataan tersebut sesuai dengan pandangan

Sagala (2006:102) bahwa “Manajemen

strategik merupakan pengelolaan pendidikan

yang berorientasi pada quality assurance

(jaminan kepada pelanggan), baik internal

maupun eksternal dalam pengelolaan

pendidikan yang berorientasi pada

peningkatan mutu”.

Sehingga jelaslah bahwa manajemen

strategik haruslah direncanakan oleh setiap

satuan pendidikan dengan menganalisis

potensi kekuatan dan kekurangan suatu

lembaga secara internal serta menganalisis

aspek lingkungan eksternal pendidikan.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengambilan Keputusan

Bagi seorang pimpinan pengambilan

keputusan merupakan salah satu fungsi yang

tidak dapat dihindari, sebab tanpa keputusan

dan kebijakan fungsi kepemimpinan tidak

dapat dilaksanakan dan fungsi manajemen

tidak dapat berjalan untuk mewujudkan tujuan

organisasi.

Simon (Dermawan, 2006:15)

mengemukakan bahwa “Keputusan adalah

manifestasi kewenangan pimpinan yang

sangat diharapkan oleh bawahan, sebab tanpa

pengambilan keputusan, seluruh kegiatan

bawahan menjadi tidak pasti”. Dengan

demikian, jelaslah bahwa ketidakpastian

terhadap sebuah keputusan dapat

mengakibatkan lemahnya fungsi pimpinan

terhadap stabilitas organisasi. Kelabilan ini

merupakan titik awal kehancuran suatu

organisasi. Hal ini mengandung arti bahwa

keputusan dari seorang pimpinan menuntut

dipenuhinya persyaratan profesional yang

harus dimiliki. Upaya membangun keefektifan

manajerial terletak pada pembekalan dimensi

keterampilan teknis dan keterampilan

konseptual.

Deskripsi tersebut menjelaskan bahwa

keterampilan seorang manajer dalam sebuah

organisasi pendidikan sangatlah dibutuhkan

terutama memiliki kemampuan dalam

memahami perilaku organisasi pendidikan

dengan berbagai karakteristik karyawan dan

budaya organisasi. Terry (Lubis, 2006:5)

bahwa “Pengambilan keputusan adalah

pemilihan dua alternatif

untuk dicari keputusan yang lebih baik”.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat

dipahami bahwa pembuatan dan pengambilan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 9: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

63

Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah

Kuala

keputusan merupakan kegiatan yang meliputi

rumusan masalah, penambahan alternatif

keputusan yang akan diambil, dan pemilihan

alternatif keputusan yang akan melahirkan

sebuah keputusan yang dapat diterima oleh

semua komponen dalam suatu organisasi

pendidikan.

METODA PENELITIAN

Dalam penelitian ini, metode yang

digunakan adalah metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Penggunaan metode dan

pendekatan tersebut mengingat bahwa tujuan

dari penelitian ini adalah untuk

mendiskripsikan dan menganalisis tentang

pengambilan keputusan melalui konsep

manajemen strategik pada SMP Negeri 1

Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya, dengan

melibatkan partisipasi kepala sekolah maupun

guru sebagai sumber informasi sebagai

kegiatan pengumpulan data.

Deskripsi tersebut sesuai dengan

pernyataan Sukardi (2005:157) bahwa

“Metode penelitian deskriptif merupakan

metode penelitian yang berusaha

menggambarkan obyek atau subyek yang

diteliti sesuai dengan apa adanya dengan

tujuan menggambarkan secara sistematis fakta

dan karakteristik subyek yang diteliti secara

cepat”.

Dari deskripsi tersebut dapatlah

dipahami bahwa pendekatan kualitatif adalah

suatu pertanyaan mengenai hakikat gejala atau

pertanyaan mengenai apa itu atau

mendiskripsikan tentang apa itu, sehingga

diperoleh informasi keadaan gejala yang

sedang berlangsung sebagai pemecahan

masalah yang ada, masalah yang hangat dan

aktual, dalam bentuk kata atau kalimat

sehingga memberikan makna.

Subjek dalam penelitian ini adalah

kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru-

guru, dan pihak- pihak yang terlibat dalam

pelaksanaan kegiatan di persekolahan.

Moleong (2005:65) mengemukakan bahwa

subjek penelitian pada penelitian kualitatif

adalah sampel bertujuan artinya menjaring

informasi dari berbagai macam sumber dan

bentuknya sehingga dapat dirinci

kekkhususannya yang ada dalam konteks yang

unik.

Dalam menemukan data yang benar

tentang pengambilan keputusan sekolah

melalui manajemen strategik pada SMPN 1

Bandar Baru Pidie Jaya, peneliti mengunakan

teknik pengumpulan data melalui observasi,

wawancara dan studi dokumentasi.

Selanjutnya untuk menganilisis data yang

telah dikumpulkan sejak awal penelitian

sampai akhir penelitian dengan teknik reduksi

data, penyajian data dan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1). Mekanisme Pengambilan Keputusan

Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar

Baru

Hasil penelitian membuktikan bahwa

mekanisme pengambilan keputusan yang

dilakukan oleh kepala sekolah di SMPN 1

Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya melalui

kegiatan identifikasi awal terhadap unit

permasalahan, merumuskan tujuan

penyelesaian masalah, identifikasi berbagai

alternatif solusi, menentukan kriteria

pemilihan alternatif solusi, dan menentukan

pilihan alternatif solusi sehingga menjadi

kumpulan keputusan atau kebijakan.

Selanjutnya hasil penelitian

membuktikan bahwa bahwa upaya

pengambilan keputusan di SMPN 1 Bandar

Baru dilakukan dengan mengundang

kehadiran para dewan guru dalam satu

pertemuan khusus selanjutnya memaparkan

suatu permasalahan terkait dengan keputusan

yang akan diambil. Selanjutnya mekanisme

pengambilan keputusan kepala sekolah di

SMPN 1 Bandar Baru mengedepankan pada

musyawarah dewan guru. Maka untuk

mengkaji setiap keputusan yang sudah

disepakati, dilakukanlah sebuah pertemuan

khusus dewan guru untuk mengambil

alternatif solusi setiap pemecahan masalah.

2). Pertimbangan Kepala Sekolah dalam

Pengambilan Keputusan pada SMPN 1

Bandar Baru

Hasil penelitian membuktikan bahwa

merealisasi sebuah keputusan yang baik

sangat dipengaruhi oleh unsur lainnya yang

menjadi perhatian penting sekaligus menjadi

pertimbangan bagi kepala sekolah.

Pertimbangan tersebut dapat berupa

keterbatasan waktu, kondisi cuaca, kondisi

geografis sekolah, dan jumlah partisipan.

Kondisi seperti ini seringkali muncul dan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 10: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

64

Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah

Kuala

sangat tidak diharapkan terjadi sehingga

prosesi pengambilan keputusan sekolah

sedikit mengalami polimik.

Meskipun demikian, eksistensi peran dan

fungsi kepala sekolah dapat mengimbangi

persoalan tersebut menjadi sebuah

pertimbangan dan kebijaksanaan dalam

kegiatan pengambilan keputusan sekolah.

Sehingga keputusan yang diambil dapat

diterima secara baik dan bijaksana bagi

seluruh komponen pendidikan dan warga

sekolah.

3). Implementasi Pengambilan Keputusan

Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar

Baru

Hasil penelitian memuktikan bahwa

bahwa implementasi pengambilan keputusan

yang dilakukan oleh kepala sekolah SMPN 1

Bandar Baru adalah melalui legalisasi

keputusan, rancangan operasional, sosialisasi

dan komunikasi, aksi dan tindakan,

pengawasan, review dan evaluasi. Di samping

itu, sumber daya merupakan kunci suksesnya

pelaksanaan program kegiatan di sekolah yang

terdiri dari personil yang profesional,

memiliki wawasan yang luas dan memiliki

komitmen yang tinggi terhadap moral atau

etika.

4). Sosialisasi Keputusan Kepala Sekolah

Terhadap Kelangsungan Program

Pendidikan pada SMPN 1 Bandar Baru

Hasil penelitian juga membuktikan

bahwa sosialisasi keputusan sekolah terhadap

kelangsungan program pendidikan di SMPN 1

Bandar Baru diterapkan melalui penjelasan

secara terbuka dengan masing-masing wakil

kepala sekolah selanjutnya disampaikan

kepada seluruh komponen tenaga pendidikan

dan kependidikan untuk dapat dilaksanakan

sesuai rencana dan melibatkan seluruh

komponen pendidikan dan kepala sekolah

selalu bekerja sama dewan guru dalam

membangun komunikasi yang baik sehingga

terjaga interaksi sosial yang sangat tinggi.

B. PEMBAHASAN

1). Mekanisme Pengambilan Keputusan

Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar

Baru

Hasil penelitian membuktikan bahwa

mekanisme pengambilan keputusan yang

dilakukan oleh kepala sekolah di SMPN 1

Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya melalui

kegiatan identifikasi awal terhadap unit

permasalahan, merumuskan tujuan

penyelesaian masalah, identifikasi berbagai

alternatif solusi, menentukan kriteria

pemilihan alternatif solusi, dan menentukan

pilihan alternatif solusi sehingga menjadi

kumpulan keputusan atau kebijakan.

Selanjutnya hasil penelitian

membuktikan bahwa bahwa upaya

pengambilan keputusan di SMPN 1 Bandar

Baru dilakukan dengan mengundang

kehadiran para dewan guru dalam satu

pertemuan khusus selanjutnya memaparkan

suatu permasalahan terkait dengan keputusan

yang akan diambil.

Selanjutnya mekanisme pengambilan

keputusan kepala sekolah di SMPN 1 Bandar

Baru mengedepankan pada musyawarah

dewan guru. Maka untuk mengkaji setiap

keputusan yang sudah disepakati,

dilakukanlah sebuah pertemuan khusus dewan

guru untuk mengambil alternatif solusi setiap

pemecahan masalah. Deskripsi tersebut sesuai

dengan tinjauan Atmosodirdjo (2007:14),

bahwa pengambilan keputusan merupakan

salah satu hal terpenting dalam manajemen

strategik. Karena pengambilan keputusan

tidak dapat dipisahkan dari kepemimpinan.

Selain itu, dalam tataran proses pengambilan

keputusan terdiri dari dua tahapan yaitu: “(a)

Identifikasi masalah, (b) perumusan tujuan, (c)

identifikasi alternatif solusi, (d) penentuan

kriteria pemilihan alternatif solusi, dan (e)

penentuan pilihan alternatif solusi

(keputusan).

Dari deskripsi tersebut jelaslah bahwa

mekanisme perumusan keputusan hendaknya

meliputi komponen-komponen identifikasi

masalah, merumuskan tujuan, merumuskan

alternatif solusi, menentukan kriteria

pemilihan alternatif solusi, dan penentuan

pilihan alternatif pemecahan masalah.

Dengan demikian dapatlah dipahami

bahwa mekanisme pengambilan keputusan di

sekolah dapat diwujudkan dengan mengenal

indikator-indikator dari suatu permasalahan

sehingga alternatif solusi permasalahan

dengan sendriinya harus relevan dengan inti

permasalahan yang dihadapi.

Marzuki, Pengambilan Keputusan Sekolah Melalui Manajemen Strategik

Page 11: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

65

Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah

Kuala

2). Pertimbangan Kepala Sekolah dalam

Pengambilan Keputusan pada SMPN 1

Bandar Baru

Hasil penelitian membuktikan bahwa

merealisasi sebuah keputusan yang baik

sangat dipengaruhi oleh unsur lainnya yang

menjadi perhatian penting sekaligus menjadi

pertimbangan bagi kepala sekolah.

Pertimbangan tersebut dapat berupa

keterbatasan waktu, kondisi cuaca, kondisi

geografis sekolah, dan jumlah partisipan.

Kondisi seperti ini seringkali muncul dan

sangat tidak diharapkan terjadi sehingga

prosesi pengambilan keputusan sekolah

sedikit mengalami polimik.

Terkait dengan deskripsi tersebut,

pertimbangan kepala sekolah dalam

pengambilan keputusan juga sangat

dipengaruhi oleh perilaku pengambilan

keputusan berkaitan dengan perilaku

organisasi. Meskipun teori pengambilan

keputusan klasik berjalan dalam asumsi

rasionalitas dan kepastian, tetapi tidak begitu

halnya dengan teori keputusan perilaku.

Dari deskripsi tersebut, terkadang risiko

dan ketidakpastian dari suatu keputusan dan

kebijakan menyebabkan proses pengambilan

keputusan organisasi diragukan karena

ketidakpastian dan ambiguitas dari sejumlah

model pengambilan keputusan yang sudah

diterapkan selama bertahun-tahun.

3). Implementasi Pengambilan Keputusan

Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar

Baru

Hasil penelitian memuktikan bahwa

bahwa implementasi pengambilan keputusan

yang dilakukan oleh kepala sekolah SMPN 1

Bandar Baru adalah melalui legalisasi

keputusan, rancangan operasional, sosialisasi

dan komunikasi, aksi dan tindakan,

pengawasan, review dan evaluasi. Di samping

itu, sumber daya merupakan kunci suksesnya

pelaksanaan program kegiatan di sekolah yang

terdiri dari personil yang profesional,

memiliki wawasan yang luas dan memiliki

komitmen yang tinggi terhadap moral atau

etika. Hal ini sesuai dengan Nawawi

(2005:148-149), bahwa “Proses atau

rangkaian kegiatan pengambilan keputusan

yang bersifat mendasar dan menyeluruh

disertai dengan penetapan cara pelaksanaan

yang dibuat oleh manajemen puncak

dan dimplementasikan oleh seluruh jajaran di

dalam suatu organiasasi, untuk

mencapai tujuannya”.

Dari tinjauan deskripsi di atas jelaslah

bahwa dalam tahap implementasi

pengambilan keputusan di sekolah mencakup

langkah menggerakkan, melakukan evaluasi

yang strategis, dan mengontrol atau

pengawasan yang strategis.

4). Sosialisasi Keputusan Kepala Sekolah

Terhadap Kelangsungan Program

Pendidikan pada SMPN 1 Bandar Baru

Hasil penelitian juga membuktikan

bahwa sosialisasi keputusan sekolah terhadap

kelangsungan program pendidikan di SMPN 1

Bandar Baru diterapkan melalui penjelasan

secara terbuka dengan masing-masing wakil

kepala sekolah selanjutnya disampaikan

kepada seluruh komponen tenaga pendidikan

dan kependidikan untuk dapat dilaksanakan

sesuai rencana dan melibatkan seluruh

komponen pendidikan dan kepala sekolah

selalu bekerja sama dewan guru dalam

membangun komunikasi yang baik sehingga

terjaga interaksi sosial yang sangat tinggi.

Oleh karena itu, keterampilan kepala

sekolah sebagai manajer dalam kegiatan

sosialisasi pengambilan keputusan merupakan

tuntutan kompetensi yang harus dimiliki dan

tuntutan kualitas manajemen yang mendorong

untuk pengembangan program organisasi dan

manajemen. Dengan demikian, Usman

(2006:267), mengemukakan bahwa

keterampilan yang dibutuhkan manajer dalam

kegiatan pengambilan keputusan adalah: “(a)

Keterampilan kognitif, (b) keterampilan

menghimpun dan mengolah data, (c)

keterampilan komunikasi, (d) keterampilan

mempengaruhi, dan (e) keterampilan

managerial”.

Dengan demikian, jelaslah bahwa kepala

sekolah mengembangkan keunggulan sekolah

yang dimulai dari perencanaan sampai

evaluasi agar sekolah dapat mewujudkan

keunggulan sekolah sehingga dapat

beradaptasi dengan perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi sesuai dengan

kebutuhan pengembangan mutu sumber daya

manusia.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 12: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

66

Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah

Kuala

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil temuan penelitian, ada

beberapa hal yang dapat penulis simpulkan,

yaitu:

1. Mekanisme pengambilan keputusan

kepala sekolah pada SMPN 1 Bandar

Baru dilakukan melalui kegiatan

identifikasi awal, merumuskan tujuan,

alternatif solusi, menentukan kriteria

pemilihan solusi, dan menentukan solusi

sehingga menjadi keputusan. Adapun

dalam tataran proses, pengambilan

keputusan dilakukan dengan mengundang

kehadiran guru-guru selanjutnya

memaparkan permasalahan terkait dengan

keputusan yang akan diambil.

2. Pertimbangan kepala sekolah dalam

pengambilan keputusan antara lain

mencakup keterbatasan waktu, kondisi

cuaca, kondisi geografis sekolah, dan

jumlah partisipan.

3. Implementasi pengambilan keputusan

kepala sekolah dilaksanakan melalui

legalisasi keputusan, rancangan

operasional, sosialisasi dan komunikasi,

tindakan, pengawasan, review, dan

evaluasi.

4. Sosialisasi keputusan kepala sekolah

terhadap kelangsungan program

pendidikan dijelaskan secara terbuka

dengan wakil kepala sekolah selanjutnya

disampaikan kepada seluruh komponen

tenaga pendidikan dan tenaga

kependidikan untuk dapat dilaksanakan

sesuai rencana.

1. Saran-saran

Adapun saran-saran yang diajukan

adalah sebagai berikut:

1. Kepala sekolah, agar dapat meningkatkan

pemahaman tentang konsep manajemen

strategis dalam pengelolaan program-

program pendidikan di sekolah

2. Wakil kepala sekolah hendaknya lebih

pro-aktif dalam mewujudkan keputusan

denganformat keputusan yang mudah

dipahami.

3. Para guru hendaknya dapat mengikuti

semua prosedur dan ketentuan yang sudah

ditetapkan oleh pengelola sekolah.

4. Karyawan sekolah seharusnya dapat

meningkatkan pemahaman dan wawasan

dalam menterjemahkan berbagai rumusan

keputusan yang dibuat oleh kepala

sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Ardana, Komang, dkk. (2008). Perilaku

Keorganisasian, Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Atmosudirdjo, Prajudi. (2007), Pengambilan

Keputusan, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Dermawan, Rizky. (2006). Pengambilan

Keputusan, Bandung: Alfabeta.

Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Murniati, AR. (2008), Manajemen Strategik:

Peran Kepala Sekolah dalam

Pemberdayaan, Bandung: Cipta

Pustaka.

Murniati, AR.. Usman Nasir (2009),

Implementasi Manajemen Stratejik

dalam Pemberdayaan Sekolah

Kejuruan, Bandung: Cipta Pustaka.

Nawawi, Hadari. (2005), Manajemen

Strategik, Yogyakarta: Universitas

Gadjah Mada Pers.

Robbins, Stephen, (2005). Teori Organisasi:

Struktur, Desain, dan Aplikasi. (Terj.

Yusuf Udaya). Jakarta: Arcan.

Sagala, Syaiful. (2007), Manajemen Strategis

dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,

Bandung: Alfabeta.

Salusu, J. (2005), Pengambilan Keputusan

Strategik Untuk Organisasi Publik dan

Organisasi Non Profit, Jakarta:

Grasindo.

Sukardi, (2005), Metodologi Penelitian

Pendidikan: Kompetensi dan

Praktiknya, Jakarta: Bumi Aksara.

Usman, Husaini. (2006), Manajemen Teori,

Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara

Marzuki, Pengambilan Keputusan Sekolah Melalui Manajemen Strategik

Page 13: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

67

PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN

AKREDITASI MADRASAH ALIYAH NEGERI I KOTA LANGSA

Oleh

Khairuddin*

Abstrak

Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang sangat penting di sekolah,

karena keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses pembelajaran di

sekolah.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1) perencanaan, 2) pengadaan, 3) inventarisasi, 4)

pemeliharaan dan 5) penghapusan sarana dan prasarana dalam peningkatan akreditasi MAN 1 Kota

Langsa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Subjek

penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua MGMP, komite sekolah, pengawas dan

guru. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Perencanaan dilakukan oleh kepala sekolah bersama personel

sekolah menyusun daftar kebutuhan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah

dan modal atau potensi yang telah ada. Kepala sekolah membentuk panitia khusus yang berhubungan

dengan bangunan, mengatur kunjungan sekolah-sekolah yang digunakan sebagai model, dan

mempelajari gambar bangunan sekolah dan perlengkapannya baik yang diproyeksikan maupun

gambar biasa. 2) Pengadaan dilakukan berdasarkan perencanaan kebutuhan yang sudah ditentukan.

Sekolah menyiapkan proposal sebelum melakukan pengadaan. Dalam proposal pengadaan

dicantumkan secara jelas tentang jenis barang yang diminta, jumlah satuannya, merek beserta dengan

tipenya, dan taksiran harganya. 3) Inventarisasi dengan cara menyediakan buku inventaris, buku

pembelian, buku penghapusan, dan kartu barang. Barang inventaris diberikan lambang nama

berbentuk angka yang tersusun menurut pola tertentu. Barang inventaris sekolah

dipertanggungjawabkan dengan membuat laporan penggunaan barang-barang tersebut yang ditujukan

kepada Kantor Kementrian Agama setempat. 4) Pemeliharaan dengan cara menunjuk beberapa

personel sekolah untuk pemeliharaan sarana dan prasarana secara rutin dan insidental. Apabila terjadi

kerusakan akan dilaporkan kepada kepala sekolah dan menentukan perbaikan berupa mengusulkan

dan menggantikannya kepada atasan berwenang. Sumber dana pemeliharaan adalah dari pemerintah,

donatur, komite sekolah. 5) Penghapusan dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti:

apabila sarana sudah dalam keadaan tua atau rusak berat, menelan biaya yang besar apabila diperbaiki,

tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan apabila dicuri, terbakar, musnah sebagai akibat

bencana alam. Proses penghapusan tersebut biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu di musnahkan

atau di lelang kepada guru dan karyawan sekolah.

Kata Kunci: Pengelolaan Sarana dan Prasarana dan Akreditasi Sekolah.

Pendidikan adalah suatu proses

pemberian bantuan bagi manusia peserta didik

untuk mengembangkan daya berpikir, merasa

dan bertingkahlaku sehingga mereka

berkemampuan melaksanakan tugas, fungsi,

dan perannya dalam kehidupan. Hal ini sesuai

dengan yang tercantum dalam Bab I pasal 1

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional bahwa ”Pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara”.

Salah faktor yang mendukung

keberhasilan program pendidikan dalam

proses pembelajaran yaitu sarana dan

prasarana. Sarana dan prasarana pendidikan

adalah salah satu sumber daya yang menjadi

tolak ukur mutu sekolah dan perlu

peningkatan terus menerus seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang cukup canggih. Sarana dan

prasarana sangat penting diperhatikan untuk

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 14: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

68

menunjang keterampilan siswa agar siap

bersaing terhadap pesatnya teknologi.

Pengelolaan sarana dan prasarana

pendidikan di sekolah pada dasarnya

merupakan salah satu bidang kajian

manajemen sekolah atau manajemen

pendidikan dan sekaligus menjadi tugas pokok

manajer sekolah atau kepala sekolah. Harun

(2009:85) mengemukakan bahwa

“Manajemen sarana dan prasarana adalah

keseluruhan proses yang terdiri dari

perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, dan

pengawasan sarana dan prasarana pendidikan

yang digunakan untuk mendukung

terselenggaranya proses belajar mengajar, agar

tujuan pendidikan dapat dicapai secara

maksimal”. Sarana dan prasarana pendidikan

juga menjadi salah satu tolak ukur dari mutu

sekolah. Tetapi fakta di lapangan banyak

ditemukan sarana dan prasarana yang kurang

dioptimalkan dan dikelola dengan baik. untuk

itu diperlukan pemahaman dan pengaplikasian

manajemen sarana dan prasarana.

Kepala sekolah yang menduduki

jabatan dalam mengambil kebijakan

seharusnya mampu meningkatkan berbagai

komponen yang dapat membangun kinerja,

data dan mutu dari tenaga pendidik dan

kependidikan. Proses penjaminan mutu

lembaga pendidikan dapat mengidentifikasi

bidang-bidang pencapaian dan prioritas untuk

perbaikan, menyediakan data untuk

pembuatan keputusan bersama dan membantu

membangun budaya perbaikan yang

berkelanjutan sesuai tujuan akreditasi sekolah.

Peran dan kemampuan kepala sekolah

yang dapat memberikan pelayanan baik dalam

penataan sarana dan prasarana maupun

pemberdayaan warga sekolah. Usaha

peningkatan akreditasi sekolah mengharuskan

kepala sekolah memiliki acuan atau rencana

strategi sekolah, sehingga lembaga pendidikan

dapat melayani kebutuhan masyarakat

terhadap pendidikan. Pendidikan yang

bermutu menunjukkan bahwa pendidikan

telah menjadi salah satu pranata kehidupan

sosial yang kuat dan berwibawa, serta

memiliki peranan yang sangat penting dan

strategis dalam pembangunan peradaban

bangsa, budaya dan agama.

Pelaksanaan Akreditasi pada Satuan

Pendidikan secara langsung akan membawa

sekolah/madrasah melakukan pembenahan

pada berbagai aspek. Seorang Kepala sekolah

harus memiliki pandangan luas tentang

sekolahnya dan apa yang menjadi tujuan

pendidikan nasional. Upaya pemenuhan

standar nasional pendidikan melalui evaluasi

diri akan menuntut kepala sekolah/madrasah

dan guru untuk menumbuh kembangkan sikap

kepedulian, semangat bekerja, disiplin, dan

hubungan yang harmonis diantara sesama

warga sekolah/madrasah.

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1

Langsa adalah salah satu sekolah/madrasah

yang berada di Kecamatan Langsa Timur Kota

Langsa. Pada tahun 2007, MAN 1 Langsa

memperoleh nilai akreditasi peringkat A

(sangat baik). Hasil pengamatan penulis,

kondisi MAN 1 Langsa yang kondusif untuk

belajar, serta kepedulian para stakeholder pada

madrasah telah menunjukkan peningkatan

mutu pendidikan, yaitu menjadikan madrasah

tersebut sebagai madrasah rintisan manajemen

berbasis sekolah dan madrasah unggulan

dalam lingkungan Kementerian Agama kota

Langsa.

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka penulis tertarik melakukan penelitian

dengan judul “Pengelolaan Sarana dan

Prasarana Sekolah dalam Peningkatan

Akreditasi Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota

Langsa”.

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Manajemen Pendidikan

Manajemen adalah suatu proses atau

kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan

atau pengarahan suatu kelompok orang-orang

ke arah tujuan-tujuan organisasional atau

maksud-maksud yang nyata. Menurut

Murniati AR (2008:71) “Manajemen adalah

kegiatan mengatur berbagai sumber daya, baik

manusia maupun material, dalam rangka

melakukan berbagai kegiatan suatu organisasi

untuk mencapai tujuan secara optimal. Karena

itu, manajemen merupakan tugas pimpinan

dalam menggerakkan berbagai sumber yang

ada kearah sasaran yang ingin dicapai”.

Manajemen atau pengelolaan

merupakan komponen integral dan tidak dapat

dipisahkan dari proses pendidikan secara

keseluruhan. Sebagaimana Sagala (2009:54)

mengemukakan bahwa “Manajemen

pendidikan adalah mencakup semua kegiatan

yang dijalankan oleh institusi pendidikan,

khususnya suatu pendidikan pada berbagai

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 15: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

69

tingkatan dan fungsi tugasnya dalam rangka

mencapai tujuan”. Jika manajemen pendidikan

sudah tertata dengan baik dan membumi,

niscaya tidak akan lagi terdengar tentang

pelayanan sekolah yang buruk, minimnya

profesionalisme tenaga pengajar, sarana-

prasarana tidak memadai, pungutan liar,

hingga kekerasan dalam pendidikan.

Substansi proses manajemen

pendidikan yang harus dilakukan adalah

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan

atau pembinaan. Menurut Mulyati (2010:93)

bahwa “proses manajemen secara umum

mengikuti langkah-langkah merencanakan,

mengorganisasikan, memimpin dan

mengendalikan”. Sedangkan substansi

tugasnya adalah murid, guru, atau orang tua,

kurikulum, atau sumber belajar dan fasilitas.

Agar kegiatan penyelenggaraan pendidikan di

sekolah dapat terlaksana secara efektif, maka

setiap pimpinan harus mampu melakukan

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan

terhadap sumberdaya pendidikan, sumber

belajar, fasilitas dan dana.

B. Manajemen Sarana dan Prasarana

Manajemen sarana dan prasarana

pendidikan di sekolah pada dasarnya

merupakan salah satu bidang kajian

manajemen sekolah atau manajemen

pendidikan dan sekaligus menjadi tugas pokok

manajer sekolah atau kepala sekolah. Sarana

dan prasarana pendidikan juga menjadi salah

satu tolok ukur dari mutu sekolah. Tetapi fakta

di lapangan banyak ditemukan sarana dan

prasarana yang tidak dioptimalkan dan

dikelola dengan baik untuk itu diperlukan

pemahaman dan pengaplikasian manajemen

sarana dan prasarana pendidikan berbasis

sekolah.

Dalam rangka mengatur substansi

fasilitas atau sarana di sekolah di gunakan

suatu pendekatan administratif tertentu yang

disebut juga manajemen sarana pendidikan.

Sarana pendidikan merupakan sarana

penunjang bagi proses belajar mengajar.

Sedangkan prasarana pendidikan merupakan

berbagai macam perlengkapan dan peralatan

yang secara tidak langsung menunjang

terhadap kelancaran kegiatan pendidikan

khsususnya berkaitan dengan kelancaran

kegiatan pembelajaran di sekolah. Manajemen

sarana dan prasarana merupakan proses

kerjasama pendayagunaan semua sarana dan

prasarana pendidikan secara efektif dan

efisien. Sebagaimana Harun (2009:85)

mengemukakan bahwa “Manajemen sarana

dan prasarana adalah keseluruhan proses yang

terdiri dari perencanaan, pengadaan,

pendayagunaan, dan pengawasan sarana dan

prasarana pendidikan yang digunakan untuk

mendukung terselenggaranya proses belajar

mengajar, agar tujuan pendidikan dapat

dicapai secara maksimal”. Bagi pengambil

kebijakan di sekolah, pemahaman tentang

sarana dan prasarana akan membantu

memperluas wawasan tentang bagaimana

dapat berperan dalam merencanakan,

menggunakan dan mengevaluasi sarana dan

prasarana yang ada sehingga dapat

dimanfaatkan dengan optimal guna mencapai

tujuan pendidikan.

C. Prinsip Pengelolaan Sarana dan

Prasarana Pendidikan

Supaya tujuan-tujuan manajemen

perlengkapan bisa tercapai ada beberapa

prinsip yang perlu di perhatikan dalam

mengelola perlengkapan di sekolah, prinsip-

prinsip dalam mengelola sarana dan prasarana

sekolah menurut Bafadal (2008:5) yaitu: “1)

Prinsip pencapaian tujuan, 2) Prinsip efisiensi,

3) Prinsip administratif, 4) Prinsip kejelasan

tanggung jawab dan 5) Prinsip kekohesifan”.

Perlengkapan yang digunakan harus

benar-benar tepat guna, maka baik jenis,

bentuk, serta warna hendaknya benar-benar

disesuaikan dengan kebutuhan dan

kepentingan kegiatan anak didik/siswa.

Penggunaan atau pemakaian sarana dan

prasarana pendidikan disekolah merupakan

tanggungjawab kepala sekolah pada setiap

jenjang pendidikan. Untuk kelancaran

kegiatan tersebut, bagi kepala sekolah yang

mempunyai wakil bidang sarana dan prasarana

atau petugas yang berhubungan dengan

penanganan saran dan prasarana sekolah

diberi tanggung jawab untuk menyusun jadwal

tersebut.

D. Standar Sarana dan Prasarana

Pendidikan

Penetapan standar kompetensi dan

standar mutu pendidikan nasional merupakan

jaminan bagi laju pertumbuhan ekonomi dan

peningkatan produktivitas nasional. Adanya

standar atau hasil yang harus dicapai, juga

dapat meningkatkan komponen input dan

Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah

Page 16: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

70

proses pembelajaran yang dilaksanakan akan

lebih efektif sehingga hasilnya lebih optimal

karena pembelajaran lebih terfokus.

Sarana pendidikan adalah semua

perangkat peralatan, bahan dan perabot yang

secara langsung digunakan dalam proses

pendidikan di sekolah, seperti: ruang, buku,

perpustakaan, labolatarium dan sebagainya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas

disebutkan bahwa

1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki

sarana yang meliputi perabot, peralatan

pendidikan, media pendidikan, buku dan

sumber belajar lainnya, bahan habis

pakai, serta perlengkapan lain yang

diperlukan untuk menunjang proses

pembelajaran yang teratur dan

berkelanjutan.

2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki

prasarana yang meliputi lahan, ruang

kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan,

ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang

perpustakaan, ruang laboratorium, ruang

bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang

kantin, instalasi daya dan jasa, tempat

berolah raga, tempat beribadah, tempat

bermain, tempat bekreasi, dan

ruang/tempat lain yang diperlukan untuk

menunjang proses pembelajaran yang

teratur dan berkelanjutan.

Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya

memiliki prasarana meliputi ruang kelas,

ruang perpustakaan, ruang laboratorium

biologi, ruang laboratorium fisika, ruang

laboratorium kimia, ruang laboratorium

komputer, ruang laboratorium bahasa, ruang

pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha,

tempat beribadah, ruang konseling, ruang

UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban,

gudang, ruang sirkulasi, dan tempat

bermain/berolahraga.

Sarana dan prasarana pendidikan

adalah semua benda yang bergerak atau tidak

bergerak yang diperlukan untuk

menyelenggarakan proses belajar mengajar

baik secara langsung maupun tidak langsung

dan benda-benda yang habis pakai ataupun

tidak habis pakai. Dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan, pasal 1 ayat (8)

mengemukakan bahwa “Standar sarana dan

prasarana adalah Standar Nasional Pendidikan

yang berkaitan kriteria minimal tentang ruang

belajar, tempat olah raga, tempat beribadah,

perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,

tempat bermain, tempat berekreasi dan

berkreasi, serta sumber belajar lain yang

diperlukan untuk menunjang proses

pembelajaran termasuk penggunaan teknologi

informasi dan komunikasi”.

Proses belajar mengajar pada setiap

jenjang dan jenis pendidikan memerlukan dan

dipengaruhi oleh sarana dan prasarana. Untuk

mencapai efektivitas dan efisiensi proses

belajar mengajar diperlukan pengelolaan atau

manajemen sarana dan prasarana yang baik di

sekolah.

E. Akreditasi Sekolah

Akreditasi dilakukan agar

penyelenggaraan pendidikan pada semua

lingkup mengacu pada Standar Nasional

Pendidikan. Akreditasi sekolah adalah

kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara

sistematis dan komprehensif melalui kegiatan

evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi)

untuk menentuksn kelayakan dan kinerja

sekolah. Akreditasi sekolah/madrasah menurut

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah

(2009:5) adalah “proses penilaian secara

komprehensif terhadap kelayakan satuan atau

program pendidikan, yang hasilnya

diwujudkan dalam bentuk sertifikat

pengakuan dan peringkat kelayakan yang

dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri

dan profesional”.

Salah satu program pemerintah yang

sedang dilaksanakan sekarang

adalah meningkatkan mutu pendidikan secara

nasional. Salah satu yang harus dilakukan

dalam meningkatkan mutu adalah dengan cara

tersedia fasilitas yang memadai. Menurut

Engkoswara (2010:225) bahwa “Fasilitas

pendidikan merupakan faktor yang penting

dalam penyelenggaraan pendidikan yang

berfungsi memberikan kemudahan-

kemudahan baik bagi siswa, guru maupun

bagi tenaga kependidikan lainnya yang berupa

gedung atau ruangan kelas, perumahan guru,

penjaga sekolah, dan gedung laboratorium”.

Proses akreditasi dilakukan secara

berkala dan terbuka dengan tujuan untuk

membantu dan memberdayakan program dan

satuan pendidikan agar mampu

mengembangkan sumberdayanya dalam

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 17: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

71

mencapai tujuan pendidikan nasional.

Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah

harus berpedoman kepada norma-norma yang

sesuai dengan tujuan dan fungsi akreditasi.

Badan Akreditasi Nasional sekolah/madrasah

(2009:53-56) menetapkan bahwa norma-

norma pelaksanaan akreditasi adalah “1)

kejujuran, independensi, profesionalisme, 3)

keadilan, 4) keadilan, 5) kesejajaran, 6)

keterbukaan, 7) akuntabilitas, 8) bertanggung

jawab, 9) bebas intimidasi, 10) menjaga

kerahasiaan, dan 11) keunggulan mutu”.

Akreditasi sekolah merupakan kerja

yang tidak ringan, yang harus ditanggung oleh

segenap warga sekolah. Akreditasi sekolah

bukan pekerjaan satu atau beberapa orang.

Sehingga, semua pihak harus berpartisipasi

secara aktif bahkan proaktif. Satu saja pihak

tidak mau terlibat, maka rusaklah seluruh

kerja berat semua warga sekolah. Ibaratnya,

karena nila setitik, rusak susu sebelanga.

Untuk itu sangat dibutuhkan kemampuan

berkomunikasi, bekerja sama, dan

berkoordinasi.

Kepala sekolah sangat berperan dalam

meningkatkan akreditasi sekolah. Hasil

akreditasi diharapkan dapat menjadi bahan

informasi untuk pemetaan indikator kelayakan

sekolah, kinerja warga dan kepala sekolah

selama periode kepemimpinannya. Disamping

itu, hasil akreditasi juga diperlukan kepala

sekolah sebagai bahan masukan untuk

penyusunan program serta anggaran

pendapatan dan belanja sekolah. Akreditasi

merupakan alat regulasi diri agar

sekolah/madrasah mengenal kekuatan dan

kelemahan serta melakukan upaya yang terus

menerus untuk meningkatkan kekuatan dan

memperbaiki kelemahannya.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk

menghasilkan gambaran yang berkenaan

dengan pengelolaan sarana dan prasarana

dalam peningkatan akreditasi Madrasah

Aliyah Negeri 1 Kota Langsa. Menurut

Usman dan Purnomo (2009:78) bahwa

“Metode kualitatif berusaha memahami dan

menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi

tingkah laku manusia dalam situasi tertentu

menurut perspektif peneliti sendiri”. Penelitian

kualitatif didasarkan pada upaya membangun

pandangan mereka yang diteliti secara rinci,

dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik

dan rumit.

Subjek dalam penelitian ini adalah

kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua

MGMP, komite sekolah, pengawas dan guru.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah

pedoman wawancara, pedoman observasi dan

pedoman dokumentasi.

Teknik pengumpulan data yang

dilakukan adalah dengan observasi,

wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis

setelah dikumpulkan dan dituangkan dalam

bentuk laporan lapangan. Langkah-langkah

dalam menganalisis data adalah reduksi data,

display data, dan pengambilan keputusan dan

verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan dalam penelitian ini

memberikan penjelasan sesuai dengan hasil

penelitian dan dapat didukung oleh pendapat

ahli yang jelas maka, pembahasan dapat

penulis paparkan sebagai berikut:

A. Perencanaan sarana dan prasarana

dalam peningkatan akreditasi pada

Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa

Kepala Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota

Langsa bersama personel sekolah menyusun

daftar kebutuhan sarana dan prasarana sekolah

sesuai dengan kebutuhan sekolah dan modal

atau potensi yang telah ada. Kemudian

mempersiapkan perkiraan tahunan untuk

diusahakan penyediaannya. Dalam bidang

prasarana, kepala sekolah membentuk panitia

untuk mempelajari kebutuhan-kebutuhan

khusus yang berhubungan dengan bangunan,

mengatur kunjungan sekolah-sekolah yang

digunakan sebagai model, dan mempelajari

gambar bangunan sekolah dan

perlengkapannya baik yang diproyeksikan

maupun gambar biasa. Perencanaan yang

dilakukan berupa rehabilitasi bangunan,

keindahan ruang belajar, halaman dan

lapangan olahraga.

Penentuan sarana pendidikan sekolah

juga harus mempertimbangkan, siapa-siapa

saja yang memfasilitasi atau membiayai

pengadaan sarana tersebut. Pihak sekolah bisa

mengajukan permohonan pengadaan sarana

pendidikan kepada istansi atasan seperti

kepada pemerintah melalui Kementerian

Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah

Page 18: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

72

Agama provinsi, kabupaten/kota, bisa juga

kepada pihak komite sekolah mengajukan

RAPBM (Rencana Anggaran Penerimaan dan

Belanja Madrasah) pada awal tahun pelajaran

atau mungkin sumbangan dari masyarakat.

Apabila pengajuan pengadaan sarana

pendidikan tersebut hanya sebagian yang

disetujui, maka harus menentukan sekala

prioritas atau sarana yang paling penting dan

mendesak diperlukan dalam penyelenggaraan

pendidikan. Untuk memudahkan mengetahui

sarana yang paling penting dan mendesak

dalam keperluan pendidikan, maka pada daftar

pengadaan sarana harus diurut dari nomor

terkecil untuk sarana/fasiltas yang paling

penting atau mendesak kemudian diikuti

sarana yang lain sesuai dengan tingkat

kepentingan.

Perencanaan sarana dan prasarana

pendidikan pada hakikatnya memberikan

dampak perubahan terhadap akreditas sekolah

sehingga dapat membangun kinerja personel

sekolah untuk meningkatkan kualitas

pendidikan. Kinerja pemimpin pendidikan

dalam hal ini kepala sekolah sangat

menentukan peningkatan hasil akreditasi

sekolah. Menurut Harun (2009:86) dalam

perencanaan sarana dan prasarana pendidikan

di sekolah didasarkan atas beberapa tujuan,

yaitu “(a) perencanaan kebutuhan sarana dan

prasarana karena berkembangnya kebutuhan

sekolah, (b) perencanaan untuk penggantian

barang-barang yang rusak, dihapuskan atau

hilang, dan (c) perencanaan sarana dan

prasarana untuk persediaan barang”.

Program pendidikan yang berorientasi

pada pemenuhan kebutuhan tenaga kerja akan

berbeda dengan program pendidikan yang

berorientasi pada pemerataan kesempatan

belajar, dalam hal sarana dan prasarananya,

karena itu dalam perencanaan kebutuhan

tersebut tersebut perlu dikaji sstem internal

pendidikan dan aspek eksternalnya seperti

masalah demographi, ekonomi kebijakan-

kebijakan yang ada. Prinsip prinsip umum

dalam perencanaan seperti komprehensif,

obyektif, fleksibel dan interdisiplin perlu

diperhatikan. Menurut Usman (2009:649)

bahwa program pengelolaan sarana dan

prasarana mengacu kepada standar sarana dan

prasarana, antara lain:

1. Merencanakan, memenuhi dan

mendayagunakan sarana dan prasarana

pendidikan.

2. Mengevaluasi dan melakukan

pemeliharaan sarana dan prasarana agar

tetap berfungsi mendukung proses

pendidikan

3. Melengkapi fasilitas pembelajaran pada

setiap tingkat kelas di sekolah/madrasah

4. Menyusun skala prioritas pengembangan

fasilitas pendidikan sesuai dengan tujuan

pendidikan dan kurikulum masin-masing

tingkat

5. Pemeliharaan semua fasilitas fisik dan

peralatan dengan memperhatikan

kesehatan dan keamanan lingkungan.

Perencanaan perlengkapan pendidikan

merupakan upaya memikirkan perlengkapan

yang di perlukan di masa yang akan datang

dan bagaimana pengadaannya secara

sistematis, rinci, dan teliti berdasarkan

informasi dan realistis tentang kondisi

sekolah. Sarana dan prasarana yang berupa

gedung, sangat bagus kalau dibuat maketnya,

agar dapat diproyeksikan arah

pengembangannya. Arah pengembangan

tersebut, tentu sejalan dengan proyeksi

kebutuhan di masa yang akan datang.

B. Pengadaan sarana dan prasarana dalam

peningkatan akreditasi pada Madrasah

Aliyah Negeri 1 Kota Langsa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengadaan sarana dan prasarana pada MAN 1

Kota Langsa dilakukan berdasarkan

perencanaan kebutuhan yang sudah

ditentukan. Sekolah menyiapkan proposal

sebelum melakukan pengadaan. Pada proposal

pengadaan dicantumkan secara jelas tentang

jenis barang yang diminta, jumlah satuannya,

merek beserta dengan tipenya, dan taksiran

harganya. Proses pengadaan sarana dan

prasarana sekolah dengan cara membeli secara

langsung ke toko-toko sarana dan prasarana

yang kini banyak beredar.

Pengadaan adalah kegiatan yang

dilakukan untuk menyediakan semua jenis

sarana dan prasarana pendidikan persekolahan

yang sesuai dengan kebutuhan dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Soetjipto (2010:171) bahwa

“pengadaan adalah kegiatan untuk

menghadirkan sarana dan prasarana

pendidikan dalam rangka menunjang

pelaksanaan tugas-tugas sekolah”. Dalam

konteks persekolahan, pengadaan merupakan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 19: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

73

segala kegiatan yang dilakukan dengan cara

menyediakan semua keperluan barang atau

jasa berdasarkan hasil perencanaan dengan

maksud untuk menunjang kegiatan

pembelajaran agar berjalan secara efektif dan

efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Pengadaan sarana dan prasarana

merupakan fungsi operasional pertama dalam

manajemen sarana dan prasarana pendidikan

persekolahan. Fungsi ini pada hakikatnya

merupakan serangkaian kegiatan untuk

menyediakan sarana dan prasarana pendidikan

persekolahan sesuai dengan kebutuhan, baik

berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah,

waktu maupun tempat, dengan harga dan

sumber yang dapat dipertanggung jawabkan.

Salah satu aktivitas dalam manajemen sarana

prasarana pendidikan adalah pengadaan sarana

prasarana pendidikan. Pengadaan

perlengkapan pendidikan biasanya dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan

perkembangan pendidikan di suatu sekolah

menggantikan barang-barang yang rusak,

hilang, dihapuskan, atau sebab-sebab lain

yang dapat di pertanggung jawabkan sehingga

memerlukan pergantian, dan untuk menjaga

tingkat persediaan barang setiap tahun dan

anggaran mendatang.

Ada beberapa alternatif cara dalam

pengadaan sarana dan prasarana pendidikan

persekolahan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Harun (2009:87) bahwa pengadaan sarana dan

prasarana dilaksanakan dengan cara “(a)

pembelian, (b) buatan sendiri, (c) penerimaan

hibah atau bantuan, (d) penyewaan, (e)

peminjaman, dan (f) pendaurulangan”.

Supaya tujuan-tujuan manajemen

perlengkapan bisa tercapai ada beberapa

prinsip yang perlu di perhatikan dalam

mengelola perlengkapan di sekolah, prinsip-

prinsip dalam mengelola sarana dan prasarana

sekolah menurut Bafadal (2008:5) yaitu: “1)

Prinsip pencapaian tujuan, 2) Prinsip efisiensi,

3) Prinsip administratif, 4) Prinsip kejelasan

tanggung jawab dan 5) Prinsip kekohesifan”.

Sebuah fasilitas yang ada harus

dilakukan sebuah perbaikan untuk menjaga

kualitasnya. Perbaikan merupakan cara

pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan

dengan jalan memperbaiki sarana dan

prasarana yang telah mengalami kerusakan,

baik dengan perbaikan satu unit sarana dan

prasarana maupun dengan jalan penukaran

instrumen yang baik di antara instrumen

sarana dan prasarana yang rusak sehingga

instrumen-instrumen yang baik tersebut dapat

disatukan dalam satu unit atau beberapa unit,

dan pada akhirnya satu atau beberapa unit

sarana dan prasarana tersebut dapat

dioperasikan atau difungsikan.

C. Inventarisasi sarana dan prasarana

dalam peningkatan akreditasi pada

Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa Inventarisasi sarana dan

prasarana pada MAN 1 Kota Langsa

dilakukan dengan cara menyediakan buku

inventaris, buku pembelian, buku

penghapusan, dan kartu barang. Pada barang

inventaris diberikan lambang nama atau jenis

barang berbentuk angka bilangan yang

tersusun menurut pola tertentu. Barang-barang

inventaris sekolah dipertanggungjawabkan

dengan jalan membuat laporan penggunaan

barang-barang tersebut yang ditujukan kepada

instansi atasan, biasanya Kementerian Agama

setempat.

Salah satu aktivitas dalam pengelolaan

perlengkapan pendidikan di sekolah adalah

mencatat semua perlengkapan yang dimiliki

oleh sekolah. Lazimnya, kegiatan pencatatan

semua perlengkapan itu disebut dengan istilah

inventarisasi perlengkapan pendidikan.

Kegiatan tersebut merupakan suatu proses

yang berkelanjutan. Secara definitif,

inventarisasi adalah pencatatan dan

penyusunan daftar barang milik negara secara

sistematis, tertib, teratur berdasarkan

ketentuan-ketentuan atau pedoman yang

berlaku. Inventarisasi sarana dan prasarana

pendidikan adalah kegiatan pencatatan semua

sarana prasarana dan merupakan suatu proses

berkelanjutan, barang milik negara.

Inventarisasi merupakan aktivitas

dalam mengelola sarana dan prasarana

pendidikan. Kegiatan inventarisasi atau

pencatatan sarana dan prasarana ini

merupakan proses yang berkelanjutan. Dengan

melakukan inventarisasi terhadap sarana dan

prasarana pendidikan, dapat diketahui jumlah,

jenis barang, kualitas, tahun pembuatan,

merek, ukuran harga dan sebagainya. Menurut

Soetjipto (2010:171) “inventarisasi adalah

kegiatan melaksanakan pengurusan

penyelenggaraan, pengaturan, dan pencatatan

barang-barang yang menjadi milik sekolah

menengah yang bersangkutan dalam semua

Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah

Page 20: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

74

daftar inventaris barang”. Kegiatan

inventarisasi, meliputi: pencatatan sarana dan

prasarana sekolah, pembuatan kode khusus

untuk perlengkapan yang tergolong barang

inventaris, dan semua perlengkapan

pendidikan di sekolah yang tergolong barang

inventaris harus dilaporkan. Untuk keperluan

pengurusan dan pencatatan ini disediakan

instrumen administrasi berupa: buku

inventaris, buku pembelian, buku

penghapusan, dan kartu barang.

Setiap sekolah wajib

menyelenggarakan inventarisasi barang milik

negara yang dikuasai/diurus oleh sekolah

masing-masing secara teratur, tertib dan

lengkap. Kepala sekolah melakukan dan

bertanggung jawab atas terlaksananya

inventarisasi fisik dan pengisian daftar

inventaris barang milik negara yang ada di

sekolahnya. Melalui inventarisasi

perlengkapan pendidikan diharapkan dapat

terciptanya administrasi barang, penghematan

keuangan, dan mempermudah pemeliharaan

dan pengawasan.

Maksud dan tujuan mengadakan

penggolongan barang ialah agar terdapat cara

yang cukup mudah dan efisien untuk mencatat

dan sekaligus untuk mencari dan menentukan

kembali barang tertentu, baik secara fisik

maupun melalui daftar catatan ataupun di

dalam ingatan orang. untuk keperluan

pengurusan dan pencatatan. Menurut

Hasbullah (2006:120) perlu menyediakan

instrumen administrasi berupa “(1) buku

inventaris, (2) buku pembelian, (3) buku

penghapusan, dan (4) kartu barang”.

Pencatatan dan pemberian bentuk lambang,

sandi atau kode yang dipergunakan sebagai

pengganti nama atau uraian bagi tiap

golongan, kelompok dan atau jenis barang

haruslah bersifat membantu/memudahkan

penglihatan dan ingatan orang dalam

mendapatkan kembali barang yang diinginkan.

D. Pemeliharaan sarana dan prasarana

dalam peningkatkan akreditasi pada

Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa

Kepala MAN 1 Kota Langsa menunjuk

beberapa personel sekolah untuk pemeliharaan

sarana dan prasarana secara rutin dan

insidental. Apabila terjadi kerusakan sarana

dan prasarana sekolah akan dilaporkan kepada

kepala sekolah dan menentukan sikap

perbaikan berupa pengusulan perbaikan atau

penggantian sarana dan prasarana tersebut

kepada atasan berwenang. Sumber dana

pemeliharaan adalah dari pemerintah, donatur,

komite sekolah dan BP3.

Proses manajemen sarana dan prasarana

didalamnya mencangkup aspek penggunaan

suatu barang atau benda yang dimilki harus

jelas kegunaannya sehingga barang atau benda

tersebut dapat dimanfaatkan dengan efektif.

Penggunaan atau pemakaian sarana dan

prasarana pendidikan di sekolah merupakan

tanggungjawab kepala sekolah pada setiap

jenjang pendidikan. Untuk kelancaran

kegiatan tersebut, bagi kepala sekolah yang

mempunyai wakil bidang sarana dan prasarana

atau petugas yang berhubungan dengan

penanganan sarana dan prasarana sekolah

diberi tanggung jawab untuk menyusun jadwal

tersebut. Menurut Suryosubroto (2010:116)

bahwa “penggunaaan barang habis pakai harus

secara maksimal dan dipertanggungjawabkan

pada tiap triwulan sekali, sedangkan barang

tetap dipertanggungjawabkan satu tahun

sekali”.

Pemeliharaan sarana dan prasarana

sekolah merupakan aktivitas yang harus

dijalankan untuk menjaga atau memelihara

dan memanfaatkan sarana dan prasarana

sekolah demi keberhasilan proses

pembelajaran di sekolah serta agar

perlengkapan yang dibutuhkan oleh personel

sekolah dalam kondisi siap pakai. Kondisi siap

pakai ini akan sangat membantu terhadap

kelancaran proses pembelajaran yang

dilaksanakan di sekolah. Oleh karena itu,

semua perlengkapan yang ada di sekolah

membutuhkan perawatan, pemeliharaan, dan

pengawasan agar dapat diperdayakan dengan

sebaik mungkin. Pemeliharaan sarana dan

prasarana pendidikan menurut Harun

(2009:87) adalah “suatu pekerjaan penjagaan

atau pencegahan kerusakan sarana dan

prasarana sehingga barang tersebut kondisinya

baik dan siap dipakai pada saat dibutuhkan”.

Pemeliharaan sarana dan

prasarana sangat penting dalam dunia

pendidikan karena sebagai alat penggerak

suatu pendidikan. Sarana dan prasarana

pendidikan dapat berguna untuk menunjang

penyelenggaraan proses belajar mengajar, baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam

suatu lembaga dalam rangka mencapai tujuan

pendidikan.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 21: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

75

Pemeliharaan sarana dan prasarana

pendidikan di sekolah jika ditinjau dari sifat

maupun waktunya terdapat beberapa macam.

Ditinjau dari sifatnya, yaitu: pemeliharaan

yang bersifat pengecekan, pencegahan,

perbaikan ringan dan perbaikan berat. Ditinjau

dari waktu pemeliharaannya, yaitu:

pemeliharaan sehari-hari (membersihkan

ruang dan perlengkapannya), dan

pemeliharaan berkala seperti pengecetan

dinding, pemeriksaan bangku, genteng, dan

perabotan lainnya.

E. Penghapusan sarana dan prasarana

dalam peningkatan akreditasi pada

Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa

Penghapusan sarana dan prasarana pada

MAN 1 Kota Langsa dilakukan dengan cara

apabila memenuhi syarat-syarat tertentu,

seperti: apabila sarana sudah dalam keadaan

tua atau rusak berat, menelan biaya yang besar

apabila diperbaiki, tidak sesuai lagi dengan

kebutuhan masa kini dan apabila dicuri,

terbakar, musnah sebagai akibat bencana

alam. Proses penghapusan tersebut biasanya

dilakukan dengan dua cara yaitu di

musnahkan atau di lelang kepada guru dan

karyawan sekolah.

Penghapusan sarana dan prasarana

merupakan kegiatan pembebasan sarana dan

prasarana dari pertanggungjawaban yang

berlaku dengan alasan yang dapat

dipertanggungjawabkan. Menurut Harun

(2009:88) bahwa “Penghapusan sarana dan

prasarana pendidikan adalah kegiatan

meniadakan barang-barang milik

negara/daerah dari daftar inventaris”. Secara

lebih operasional penghapusan sarana dan

prasarana adalah proses kegiatan yang

bertujuan untuk mengeluarkan/menghilangkan

sarana dan prasarana dari daftar inventaris,

kerena sarana dan prasarana tersebut sudah

dianggap tidak berfungsi sebagaimana yang

diharapkan terutama untuk kepentingan

pelaksanaan pembelajaran di sekolah.

Penghapusan sebagai salah satu fungsi

manajemen sarana dan prasarana pendidikan

persekolahan harus mempertimbangkan

alasan-alasan normatif tertentu dalam

pelaksanaannya.

Kepala sekolah memiliki kewenangan

untuk melakukan penghapusan terhadap

perlengkapan sekolah. Namun perlengkapan

yang akan dihapus harus memenuhi

persyaratan-persyaratan penghapusan.

Demikian pula prosedurnya harus mengikuti

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ada beberapa alasan yang harus diperhatikan

untuk dapat menyingkirkan atau menghapus

sarana dan prasarana. Beberapa alasan

tersebut yang dapat dipertimbangkan untuk

menghapus sesuatu sarana dan prasarana

menurut Khamid (http://kikoryu05.

blogspot.com/2010/04/manajemen-sarana-

dan-prasarana.html) harus memenuhi

sekurang-kurangnya salah satu syarat di

bawah ini.

1. Dalam keadaan sudah tua atau rusak berat

sehingga tidak dapat diperbaiki atau

dipergunakan lagi.

2. Perbaikan akan menelan biaya yang besar

sehingga merupakan pemborosan.

3. Secara teknis dan ekonomis kegunaannya

tidak seimbang dengan besarnya biaya

pemeliharaan.

4. Tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa

kini.

5. Penyusutan di luar kekuasaan pengurus

barang (misalnya barang kimia).

6. Barang yang berlebih jika disimpan lebih

lama akan bertambah rusak dan tak

terpakai lagi.

7. Dicuri, terbakar, musnah sebagai akibat

bencana alam.

Penghapusan sarana dan prasarana

harus memenuhi salah satu syarat tersebut di

atas. Prinsip yang harus diperhatikan adalah

penghapusan barang tidak boleh menghambat

kelancaran tugas sehari-hari, dan perlu

dipikirkan penggantinya. Dalam pelaksanaan

penghapusan barang-barang inventaris harus

berdasarkan landasan hukum.

Kepala sekolah beserta stafnya

hendaknya mengelompokkan dan mendata

barang-barang yang akan dihapus, kemudian

mengajukan usulan penghapusan beserta

lampiran jenis barang yang akan dihapus ke

Kementerian Agama. Setelah SK dari kantor

pusat tentang penghapusan barang sesuai

berita acara yang ada. Penghapusan barang ini

dapat dilakukan dengan cara pemusnahan atau

pelelangan. Tujuan penghapusan sarana dan

prasarana sekolah adalah mencegah atau

membatasi kerugian yang lebih besar,

mencegah terjadinya pemborosan biaya,

membebaskan lembaga dari tanggung jawab

Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah

Page 22: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

76

pengamanan, meringankan beban

inventarisasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Adapun simpulan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan sarana dan prasarana

dilakukan oleh kepala sekolah bersama

personel sekolah menyusun daftar

kebutuhan sarana dan prasarana sekolah

sesuai dengan kebutuhan sekolah dan

modal atau potensi yang telah ada. Sarana

direncanakan berdasarkan kebutuhan,

bukan berdasarkan standar dalam

pelaksanaan akreditasi. Kemudian

mempersiapkan perkiraan tahunan untuk

diusahakan penyediaannya. Dalam bidang

prasarana, kepala sekolah membentuk

panitia untuk mempelajari kebutuhan-

kebutuhan khusus yang berhubungan

dengan bangunan, mengatur kunjungan

sekolah-sekolah yang digunakan sebagai

model, dan mempelajari gambar

bangunan sekolahdan perlengkapannya

baik yang diproyeksikan maupun gambar

biasa. Perencanaan yang dilakukan

berupa rehabilitasi bangunan, keindahan

ruang belajar, halaman dan lapangan

olahraga.

2. Pengadaan sarana dan prasarana

dilakukan berdasarkan perencanaan

kebutuhan yang sudah ditentukan.

Sekolah menyiapkan proposal sebelum

melakukan pengadaan. Pada proposal

pengadaan dicantumkan secara jelas

tentang jenis barang yang diminta, jumlah

satuannya, merek beserta dengan tipenya,

dan taksiran harganya. Proses pengadaan

sarana dan prasarana sekolah dengan cara

pembelian, ada yang membeli secara

langsung ke toko-toko sarana dan

prasarana yang kini banyak beredar.

3. Inventarisasi dilakukan dengan cara

menyediakan buku inventaris, buku

pembelian, buku penghapusan, dan kartu

barang. Pada barang inventaris diberikan

lambang nama atau jenis barang

berbentuk angka bilangan yang tersusun

menurut pola tertentu. Barang-barang

inventaris sekolah

dipertanggungjawabkan dengan jalan

membuat laporan penggunaan barang-

barang tersebut yang ditujukan kepada

instansi atasan, dalam hal ini Kementerian

Agama setempat.

4. Pemeliharaan sarana dan prasarana

dengan menunjuk beberapa personel

sekolah untuk pemeliharaan sarana dan

prasarana secara rutin dan insidental.

Apabila terjadi kerusakan sarana dan

prasarana sekolah akan dilaporkan kepada

kepala sekolah dan menentukan sikap

perbaikan berupa mengusulkan perbaikan

atau mengganti sarana atau prasarana

tersebut kepada atasan berwenang.

Sumber dana pemeliharaan adalah dari

pemerintah, donatur, komite sekolah dan

BP3.

5. Penghapusan sarana dan prasarana

dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat

tertentu, seperti: apabila sarana sudah

dalam keadaan tua atau rusak berat,

menelan biaya yang besar apabila

diperbaiki, tidak sesuai lagi dengan

kebutuhan masa kini dan apabila dicuri,

terbakar, musnah sebagai akibat bencana

alam. Proses penghapusan tersebut

biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu

di musnahkan atau di lelang kepada guru

dan karyawan sekolah.

1. Saran-saran

1. Kepala sekolah hendaknya melakukan

perencanaan sarana dan prasarana dengan

terlebih dahulu menyusun daftar

perencanaan dari masing-masing satuan

organisasi, baik kuantitatif (banyaknya)

maupun kualitatif (mutu). Perencanaan

yang baik dan teliti akan berdasarkan

analisis kebutuhan, dan penentuan skala

prioritas bagi kegiatan-kegiatan untuk

mendapatkan urutan pertama, kedua,

ketiga dan seterusnya untuk dilaksanakan

yang disesuaikan dengan tersedianya dana

dan tingkat kepentingan. Sarana dan

prasarana yang direncanakan juga

hendaknya memiliki daya guna jangka

panjang, baik secara kualitas maupun

kuantitasnya.

2. Pengadaan barang hendaknya dapat

dicatat sesuai dengan keadaan dan

kondisinya. Hal itu dimaksudkan sebagai

upaya pengecekan, serta melakukan

pengontrolan terhadap keluar/masuknya

barang atau sarana dan prasarana milik

sekolah. Catatan tersebut dapat

dituangkan dalam format pengadaan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 23: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

77

sarana dan prasarana pendidikan yang

disajikan dalam bentuk tabel sebagai

rujukan bagi sekolah dalam melakukan

aktivitas pengadaan sarana dan prasarana

untuk sekolah. Contoh format disajikan

secara berurutan, dari mulai dari berita

acara penerimaan/pengeluaran barang,

berita acara pemeriksaan barang, berita

acara penyerahan barang, berita acara

serah terima barang, sampai dengan

format buku penerimaan barang.

3. Inventarisasi hendaknya dilakukan secara

teratur menurut ketentuan-ketentuan yang

berlaku. Misalnya mencatat semua barang

inventaris di dalam buku “induk

inventaris”, memberikan kode pada

barang-barang yang diinventarisasikan,

membuat laporan triwulan tentang

barang, membuat daftar isian/format

inventaris, dan membuat daftar

rekapitulasi tahunan.

4. Pemeliharaan harus dilakukan dengan

baik, karena kegiatan ini merupakan salah

satu kegiatan penjagaan atau pencegahan

dari kerusakan barang, sehingga barang

tersebut kondisi baik dan siap dipakai.

Pemeliharaan dimulai dari pemakaian

barang, yaitu dengan cara berhati-hati

dalam menggunakannya. Pemeliharaan

yang bersifat khusus harus dilakukan oleh

petugas profesional yang mempunyai

keahlian sesuai dengan jenis barang yang

dimaksud.

5. Pelaksanaan penghapusan sarana dan

prasarana hendaknya dilakukan pada

setiap awal tahun sehingga pengadaan

sarana dan prasarana yang baru bisa

diusulkan pada anggaran tahun tersebut.

Penghapusan lebih baik dilakukan oleh

panitia tertentu yang ditunjuk/dibentuk

oleh sekolah. Hal ini bisa dilakukan

misalnya dengan membentuk “panitia

penghapusan barang inventaris” yang

sebaiknya terdiri dari sekurang-kurangnya

tiga orang yang masing-masing mewakili

unsur keuangan, perlengkapan, dan

bidang teknis. Panitia tersebut bertugas

untuk meneliti, menilai barang-barang

yang ada dan perlu dihapuskan, membuat

berita acara, melaksanakan penghapusan

sampai melelang atau memusnahkan

barang-barang tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah.

(2009). Kebijakan dan Pedoman

Akreditasi Sekolah/Madrasah. Jakarta:

Depdiknas.

Bafadal, Ibrahim. (2008). Manajemen

Perlengkapan Sekolah (Teori dan

Aplikasinya). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Engkoswara dan Aan Komariah. (2011).

Administrasi Pendidikan. Bandung:

Alfabeta.

Hasbullah. (2006). Otonomi Pendidikan

(Kebijakan Otonomi Daerah dan

Implikasinya terhadap

Penyelenggaraan Pendidikan).

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Harun, Cut Zahri. (2009). Manajemen Sumber

Daya Pendidikan. Yogyakarta: Pena

Persada Desktop Publisher.

Khamid, Syukri. (http://kikoryu05.blogspot.

com/2010/04/manajemen-sarana-dan-

prasarana.html). Diakses pada

tanggal 21 April 2013.

Mulyati, Yati dan Komariah, Aan. (2010).

Manajemen Pendidikan. Bandung:

Alfabeta.

Murniati AR. (2008). Manajemen Stratejik

(Peran Kepala Sekolah dalam

Pemberdayaan). Bandung: Citapustaka

Media Perintis.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Republik Indonesia Nomor 24 Tahun

2007 tentang Standar Sarana dan

Prasarana.

Sagala, Syaiful. (2009). Konsep dan Makna

Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Soetjipto dan Raflis Kosasi. (2009). Profesi

Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryosubroto. (2010). Manajemen Pendidikan

Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah

Page 24: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

78

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Usman, Husaini. (2009). Manajemen (Teori,

Praktik dan Riset Pendidikan).

Jakarta: Bumi Aksara.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar.

(2009). Metodologi Penelitian Sosial.

Jakarta: Bumi Aksara.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 25: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

79

Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TYPE

TEBAK KATA DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IA2

MATERI SEL PELAJARAN BIOLOGI PADA SMA NEGERI 6 BANDA ACEH

Oleh

Husna*

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar biologi dengan Penerapan model

pembelajaran cooperative learning tipe tebak kata dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI

IA2 materi sel pada SMa Negeri 6 Banda aceh, sedangkan manfaatnya untuk mendapatkan teori-teori

baru untuk menjadi refleksi penelitian selanjutnya. Kajian ini menggunakan metode PTK yang

dilaksanakan dalam 2 siklus. Sebagai subjek dalam PTK ini adalah siswa kelas XI IA2 semester ganjil

(1) sumber data yang diperoleh dalam PTK ini hasil dari siswa kelas XI IA 2 sebanyak 25 orang hasil

observasi oleh teman sejawat dan dokumentasi siswa-siswi.

Hasil yang dicapai dalam penelitian ini menunjukan bahwa di siklus I sebanyak 13 siswa tuntas

(52%) dan pertemuan II sebanyak 23 siswa (92 %).

Kata kunci : model cooperative learning dan hasil belajar Biologi

Pendidikan merupakan salah satu

faktor yang sangat penting dalam kehidupan

manusia, sehingga pemerintah telah berusaha

meningkatkan baik dari segi kwalitas maupun

kwantitas. Peningkatan kwalitas pendidikan

tentunya tidak terlepas dari komponen-

komponen pendidikan seperti guru, siswa,

kurikulum, metode serta media yang

digunakan.

Bidang pendidikan menjadi ujung

tombak peningkatan sumber daya manusia

karena begitu pentingnya suatu bangsa atau

negara untuk memperhatikan bidang

pendidikan yang memungkinkan warganya

mengembangkan diri sebagai manusia

indonesia seutuhnya. Akan tetapi kenyatannya

negara kita masih tertinggal dibanding negara-

negara lain didunia. Itu karena selama ini

dunia pendidikan kita belum mendapat

prioritas dalam pembangunan nasional. Baru

pada akhir-akhir ini terlihat beberapa upaya

yang dilakukan oleh pemerintah untuk

memacu pendidikan dari segala sektor, baik

negeri maupun swasta demi tercapainya

pendidikan nasional, maka untuk mencapai

tujuan pendidikan seperti tersebut diatas, salah

satu bagian yang harus diperhatikan dalam

komponen pendidikan itu adalah guru. Guru

yang inovatif dan kreatif akan mampu

membangun daya imajinasi dan kreatifitas

siswanya yang secara otomatis memberikan

pengaruh positif pada peningkatan minat dan

prestasi belajar siswa.

Sebagai guru yang mengajar mata

pelajaran biologi, kesulitan yang dialasssssmi

siswa cerita lama yang tak pernah berakhir

karena sebagian besar sudah beranggapan

bahwa pelajaran biologi adalah pelajaran yang

membosankan dan tidak menarik karena harus

menghafal bahasa latin yang harus dihafal

sebagai pekerjaan rumah yang diberikan oleh

guru. Kondisi diatas diperparah lagi dengan

munculnya kesan dari siswa bahwa semua

guru biologi kejam dan pemarah, hal inilah

yang berpengaruh besar terhadap kurangnya

minat dan motivasi belajar siswa sehingga

berakibat rendahnya prestasi belajar biologi

siswa secara keseluruhan. Untuk mengatasi

kondisi ini, minimal mengurangi kelemahan–

kelemahan dalam mempelajari biologi

disekolah maka perlu dilakukan upaya

perbaikan untuk meningkatkan kualitas proses

belajar mengajar.

Setiap proses belajar mengajar

mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan

itu akan tercapai apabila ada kerjasama antara

beberapa komponen diantaranya guru,siswa,

materi pelajaran metode, media, evaluasi dan

proses belajar mengajar. Dalam proses belajar

mengajar, guru merupakan orang yang

bertanggung jawab membawa siswa pada

suatu taraf kematangan tertentu. Oleh karna

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 26: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

80

Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

itu dalam proses belajar mengajar guru harus

berusaha menempuh berbagai cara demi

tercapainya tujuan pendidikan. Sesuai

pendapat Raharja bahwa :” Hasil belajar yang

bermutu hanya mungkin dapat dicapai melalui

proses belajar bermutu. Jika proses belajar

tidak optimal sangat sulit diharapkan

terjadinya hasil belajar yang optimal pula.

Pendekatan belajar dan strategi melaksanakan

pendekatan serta metode belajar termasuk

faktor-faktor yang turut menentukan

keberhasilan belajar”.

Menurut Syah Muhibbin bahwa

pencapaian prestasi belajar selam ini disekolah

dapat dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor

meliputi : (1). Keadaan atau kondisi jasmani

dan rohani siswa, seperti sikap siswa dan

motivasi belajar siswa; (2). Kondisi

lingkungan disekitar siswa, seperti keluarga,

guru, sarana dan prasarana sekolah; dan (3).

Tanggung jawab belajar siswa sebagai pelajar

disekolah maupun dirumah.

Berdasarkan pemantauan hasil

evaluasi, ulangan harian mata pelajaran

biologi materi sel pada kelas XI IA2 semester

1 tahun pelajaran 2012/2013 SMA Negeri 6

Banda Aceh, hanya 52 % yang mencapai

target ketuntasan hal ini diduga karena

komponen-komponen seperti yang disebutkan

diatas masih kurang tepat dan buku paket yang

masih terbatas sehingga hasil yang dicapai

sangat rendah.

Untuk mengatasi permasalahan

tersebut diatas penulis melaksanakan tindakan

kelas yang akan menggunakan Model

pembelajaran cooperative learning tipe tebak

kata dapat meningkatkan hasil belajar siswa

kelas XI IA2 materi SEL.

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi merupakan hasil kegiatan

manusia berupa pengetahuan, gagasan, konsep

yang terorganisasi tentang alam sekitar yang

diperoleh dari pengalaman melalui

serangkaian proses ilmiah antara lain

penyelidikan, penyusunan dan pengujian

gagasan-gagasan yang diberikan pada siswa

untuk pengembangan pengetahuan,

keterampilan,sikap, nilai ilmiah, rasa

mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan

Yang Maha Esa serta kehidupan didalamnya

untuk dipelajari dari generasi ke generasi.

Biologi adalah suatu ilmu yang

mempelajari tentang makhluk hidup, seperti

manusia, hewan dan tumbuhan dengan segala

interaksinya. Dari pengertian yang

dikemukakan diatas, dapat diketengahkan di

sini bahwa biologi dan studi biologi

berkenaan dengan: 1. Komponen kimiawi sel

2. Struktur sel 3.fungsi sel. Dengan kata lain

pengajaran biologi hakekatnya adalah

pengajaran tentang makhluk hidup dan

komponen-komponen kimia dan fungsi yang

terkandung di dalamnya.

Model pembelajaran tebak kata

adalah cara dalam proses belajar mengajar

dengan menggunakan media kartu teka-teki

yang berpasangan dengan kartu jawaban teka-

teki. Permainan tebak kata dilaksanakan

dengan cara siswa menjodohkan kartu soal

teka-teki dengan kartu jawaban yang tepat.

Melalui permainan tebak kata, selain anak

menjadi tertarik untuk belajar juga

memudahkan dalam menanamkan konsep

pelajaran biologi dalam ingatan siswa. Jadi,

guru mengajak siswa untuk bermain tebak

kata dengan menggunakan media kartu dari

kertas karton dalam mata pelajaran biologi

materi sel.

Menurut Edgar Dale, pengalaman belajar

merupakan pengalaman langsung, observasi,

demontrasi, wisata, televisi, film, radio, visual

dan verbal. Secara optimal dapat dikatakan

bahwa, lingkungan yang diberikan pada siswa

menyerupai kondisi sebenarnya agar siswa

mudah menerima materi pelajaran.

Perkembangan anak dalam proses belajar

mengajar lebih mengutamakan penggunaan

indra (Lataheru, 1988) dan lebih mudah

diingat, sedang daya serap anak 20% melalui

membaca, 30% melalui melihat, 50% melalui

melihat dan mendengar (Miarso, 1989)

Proses belajar yang dialami siswa

diharapkan akan menghasilkan suatu

perubahan dan perubahan itu salah satunya

tampak dalam prestasi belajar yang diperoleh

siswa, terhadap prestasi belajar yang diberikan

oleh guru. Prestasi belajar tersebut berbeda-

beda sifatnya tergantung dari bidang yang

sedang dipelajarinya. (Winkel,1990)

mendefenisikan bahwa “ Prestasi belajar

adalah suatu proses mental yang mengarah

pada pengusaan pengetahuan, keterampilan

dan sikap dengan keterampilan proses dan

dilaksanakan agar menimbulkan tingkah laku

progresif dan adaptif. Dengan demikian dapat

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 27: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

81

Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

dikatakan bahwa prestasi belajar hasil yang

telah dicapai dalam belajar berupa

pengetahuan atau keterampilan dan sikap yang

diperoleh siswa selama mengikuti pelajaran di

sekolah yang dinyatakan dalam bentuk angka.

Materi sel pelajaran biologi model

pelajaran yang relevan adalah model

pembelajaran kooperatif learning tipe tebak

kata. Atas dasar itulah, Penulis ingin mengkaji

lebih mendalam terhadap masalah ini melalui

suatu penelitian, sehingga ditetapkan judul

penelitian ini : penerapan model pembelajaran

cooperative learning tipe tebak kata dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IA2

materi sel pelajaran biologi pada SMA Negeri

6 Banda Aceh.

Dalam proses pembelajaran, siswa

hendaknya didorong untuk melakukan

kegiatan yang dapat menumbuhkan proses

kegiatan kreatif. Oleh karena itu model

pembelajaran tebak kata dapat dipergunakan

untuk mendukung metode pembelajaran yang

lain. Model pembelajaran tebak kata sebagai

alat penyampaian pesan sangat jarang

digunakan, tapi sebagai guru saya merasa

tertarik untuk mempraktekan dan ternyata

sangat menarik minat siswa dan bermanfaat

untuk memudahkan kita sebagai guru di

antaranya :

a. Model tebak kata mampu menrik

minat dan perhatian siswa.

b. Pembelajaran akan lebih berkesan

c. Mudah digunakan untuk semua

jenis jenjang pendidikan

METODA PENELITIAN

A. Setting dan subjek penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA

Negeri 6 Banda Aceh, yang dilaksanakan

selama 3 bulan yaitu pada bulan Juli s/d

September 2012 semester ganjil, dengan

subjek penelitian siswa-siswi XI IA2 tahun

pelajaran 2012/2013. Jumlah siswa sebanyak

25 orang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki

11 orang siswi perempuan.

B. Teknik dan alat pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dengan cara

hasil tes, observasi, dan wawancara dengan

menggunakan teknik pengumpulan data dari

butir soal tes, lembar insrumen aktivitas siswa,

lembar instrumen PBM guru dan pedoman

wawancara.

C. Validasi dan Analisis Data

Validasi data berdasarkan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai, digunakan

untuk mengukur hasil belajar siswa pada

materi SEL. Tes ini diberikan setiap akhir

pembelajaran, bentuk tes yang diberikan

adalah tes tertulis berbentuk uraian. Validasi

diperoleh dari rekaman hasil tes siswa. Setelah

valid data di analisis dengan menggunakan

analisis dengan menggunakan analisis

dekriptif yang terdiri dari hasil belajar dan

observasi.

Indikator kinerja

Sebagai indikator keberhasilan

adalah terjadi peningkatan hasil balajar yaitu

52% siswa mencapai ketuntasan belajar dari

nilai KKM 70, dan terjadi peningkatan

motivasi serta aktivitas belajar mengajar.

D. Prosedur penelitian

Penelitian ini terdiri atas 2 siklus

terdiri dari :

1. Planning, yaitu kegiatan yang dilakukan

pada kegiatan ini adalah membuat

perencanaan proses pembelajaran.

Perencanaan yang dibuat adalah berupa

silabus dan RPP beserta perangkatnya.

Membuat instrumen observasi kegiatan siswa

dan instrumen PBM guru.

2. Acting, yaitu kegitan yang dilakukan

melaksanakan keseluruh kegiatan yang

terdapat didalam kegiatan perencanaan.

Melaksanakan kegiatan proses pembelajaran

materi SEL dengan menggunakan metode

tebak kata pada pelajaran biologi.

3. Observasi: yaitu melaksanakan observasi

atau pengamatan yang dilakukan oleh guru

peneliti terhadap siswa pada saat PBM

berlangsung untuk melihat kegiatan siswa dan

observasi yang dilakukan oleh guru kolaborasi

terhadap PBM yang diselenggarakan oleh

peneliti.

4. Refleksi: Dilakukan pada akhir PBM untuk

melihat dari hasil dari kegiatan PBM yang

telah dilaksanakan. Kemudian hasil dari

refleksi pada siklus pertama merupakan acuan

bagi peneliti untuk melaksanakan tindakan

pada siklus selanjutnya (siklus II). Selanjutnya

pada siklus II melakukan perubahan tindakan

pada proses belajar mengajar terhadap

kekurangan yang terjadi pada siklus I sehingga

hasil PBM akan menjadi lebih baik sesuai

dengan harapan dan tujuan yang ingin dicapai.

Husna, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Tebak Kata

Page 28: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

82

Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil siklus I

Pembelajaran yang dilaksanakan

selama ini sebelum dilakukan penelitian

tindakan kelas itu berjalan monoton dan pasif,

dimana para guru melakukan tehnik mengajar

berceramah, bagi siswa tehnik ini sangat

membosankan sehingga berdampak pada hasil

belajar dan motivasi mereka.

Melihat kondisi ini penulis merasa

perlu melakukan penelitian yang mengarah

untuk menanggulangi masalah yang timbul,

untuk itu penulis melakukan penelitian yang

menggunakan konsep model pembelajaran

cooperative learning tipe tebak kata. Berikut

merupakan tabel rekapitulasi hasil tes formatif

siswa pada siklus I.

Tabel 1.1 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif

Siswa Pada Siklus I

No. Uraian

Hasil

Siklus

I

1. Nilai rata-rata tes formatif 7,1

2. Jumlah siswa yang tuntas

belajar

13

3. Persentase ketuntasan belajar 52 %

Dari tabel diatas dapat dijelaskan

bahwa dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif learning metode

tebak kata diperoleh nilai rata-rata prestasi

belajar siswa adalah 7,1 dan ketuntasan belajar

mencapai 52% atau ada 13 siswa dari 23 siswa

yang sudah tuntas belajar. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa pada siklus pertama

secara klasikal siswa belum tuntas belajar,

karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70

hanya sebesar 52% lebih kecil dari presentase

ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar

85%. Maka dapat dikatakan nilai rata-rata

belum optimal. Hal ini disebabkan karena

siswa masih merasa baru dan belum mengerti

apa yang dimaksudkan dan digunakan guru

dengan menerapkan metode yang

dikembangkan guru. Serta terlihat bahwa

siswa kurang aktif dalam melakukan kegiatan

pembelajaran, karena sebagian siswa

beranggapan bahwa kegiatan secara kelompok

akan menghasilkan nilai kelompok. Oleh

karena itu perlu upaya perbaikan pada siklus

II.

B. Hasil Siklus II

Tingkat keberhasilan pada siklus II

mengalami peningkatan yang

menggembirakan. Berikut merupakan

rekapitulasi hasil tes formatif siswa pada

siklus II.

Tabel 1.2 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif

Siswa Pada Siklus II

No. Uraian Hasil

Siklus II

1. Nilai rata-rata tes formatif 8,15

2. Jumlah siswa yang tuntas

belajar

23

3. Persentase ketuntasan belajar 92%

Dari tabel diatas diperoleh nilai rata-

rata prestasi belajar siswa adalah 8,15 dan

ketuntasan belajar mencapai 92% atau ada 23

siswa dari 25 siswa sudah tuntas belajar. Hasil

ini menunjukkan secara klasikal siswa sudah

mampu memahami penjelasan guru serta

sudah tuntas dalam pembelajaran biologi pada

materi sel. Adanya peningkatan hasil belajar

pada siklus II ini dipengaruhi oleh adanya

peningkatan kemampuan guru dalam

menerapkan metode tebak kata sehingga siswa

menjadi terbiasa dengan pembelajaran seperti

ini, siswa lebih mudah memahami materi yang

telah diberikan.

Berikut merupakan tabel

perbandingan Siklus I dan Siklus II.

Tabel 1.3 Hasil tiap aspek PTK selama dua

siklus

No Aspek Penelitian Siklus

I

Siklus

II

1 Hasil Belajar Siswa

2 a. Ketuntasan belajar 52% 92%

3 b. Rataan Nilai

Formatif

7,1 8,15

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan temuan hasil penelitian

mengenai penggunaan model cooperative

learning tebak kata untuk meningkatkan hasil

belajar siswa kelas XI-A2 dalam pembelajaran

Biologi di SMA Negeri 6 Banda Aceh, dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Setelah melakukan penelitian,jumlah

ketuntasan secara klasikal diperoleh

siswa kelas XI-IA2 SMA Negeri 6

Banda Aceh mengalami peningkatan, itu

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 29: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

83

Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

dapat dilihat pda siklus I sebesar 52%

(13 anak) kemudian meningkat pada

siklus II sebesar 92% (23 anak).

2. Peningkatan jumlah ketuntasan siswa

dalam belajar, penggunaan model

cooperative learning tipe tebak kata ini

juga dapat meningkatkan nilai dan

motivasi belajar para siswa kelas XI-IA2

dalam kegiatan belajar mengajar

khususnya pelajaran biologi materi SEL.

1. Saran-saran

Pada kesempatan ini peneliti ingin

memberikan saran:1. Bahwa guru hendaknya

menerapkan pembelajaran cooperative

learning dengan metode tebak kata sesuai

materi yang diajarkan, untuk meningkatkan

hasil belajar kompetensi dasar sel. 2.

Diharapkan pada teman-teman guru

hendaknya dapat menggunakan metode dan

media yang sesuai dan di desain terlebih

dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Dale, Edgar. 1969. Audio Visual Methods In

Teaching New York: Holt Rinerhart

dan Winston.

Departemen Pendidikan dan kebudayaan,

1994. Petunjuk pelaksanaan proses

Belajar Mengajar, Jakarta. Balai

Pustaka.

Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Jakarta.

Gerlach, Elly, 1980. Teaching and Media A

Systematic Approach New Jersey:

Englewood Cliff Printice Hall, Inc.

Ismail, 2003. Media Pembelajaran ( Model-

Model Pembelajaran ). Jakarta

direktorat Pendidikan Nasional.

Lataheru, John D. 1988. Media Pembelajaran

Dalam Proses Mengajar Masa Kini.

Jakarta:Depdikbud.

Miarso, Yusufhadi. 1989. Media Dalam

Pembelajaran, penelian selama 80

Tahun Jakarta; Pustekom

Sardiman, A.M 1996, Interaksi dan Motivasi

Belajar Mengajar. Jakarta: Bina

Aksara.

Toeti, Soekamto dan Udin Syarifudin Winata

putra. 1996.Teori belajar dan model-

model pembelajaran. Pusat antar

Universitas untuk peningkatan dan

pengembangan Aktivitas Intruksional

Dirjen Dikti Depdikbut.

Jakarta:PAU-PPAI

Wasis, Dwiyogo. 2002. Pembelajaran

Visioner. Jakarta: Rineka Cipta

Winkel, W.S. 1990. Bimbingan dan Konseling

di Sekolah menengah. Jakarta: PT.

Grasindo.

Husna, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Tebak Kata

Page 30: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

84

Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN PADA SISWA

KELAS VIII SMPN 1 DARUL KAMAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

Hayaton*

Abstrak

Masalah penelitian tindakan kelas ini adalah rendahnya hasil belajar IPS dan aktivitas belajar

siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran

2013/2014.Tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan kualitas pembelajaran IPS. Tujuan

khusus adalah meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat

langsung bagi sekolah yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran IPS, di samping itu juga bermanfaat

bagi guru dan siswa. Melalui penelitian tindakan kelas ini, guru memperoleh pengalaman melakukan

penelitian dan meningkatkan kualitas pembelajaran, sedangkan siswa memperoleh pembelajaran yang

lebih menarik dan menyenangkan. Penelitian ini dilaksanakan ddalam 2 siklus, dimana aktivitas setiap

siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Subjek penelitian

ini adalah siswa kelas VII sebanyak 25 orang siswa. Metode pemecahan masalah yang digunakan

adalah menerapkan pembelajaran peta konsep pada pembelajaran IPS materi proklamasi

kemerdekaan. Instrumen penelitian menggunakan kuis, lembaran observasi dan catatan lapangan.

Pelaksanaan penelitian secara kolaboratif dengan melibatkan 2 orang guru IPS. Hasil penelitian ini

menunjukkan peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa. Siklus I nilai rata-rata yang dicapai siswa

adalah 67 dengan ketuntasan belajar 68 % dan skor persentase rata-rata aktivitas siswa adalah 43%.

Siklus II nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa adalah 72 dengan ketuntasan belajar 88 % dan

skor rata-rata aktivitas siswa adalah 68. Dengan demikian penelitian tindakan kelas ini dikatakan

berhasil sehingga peneliti merekomendasikan penerapan pembelajaran peta konsep dapat

meningkatkan hasil belajar IPS materi proklamasi kemerdekaan dan aktivitas belajar siswa.

Kata Kunci: Aktivitas, hasil belajar, peta konsep

Kegiatan belajar mengajar dirancang

dengan mengikuti prinsip yang edukatif, yaitu

kegiatan yang berfokus pada kegiatan aktif

siswa dalam membangun makna atau

pemahaman. Dengan demikian, dalam

kegiatan pembelajaran guru perlu memberikan

dorongan kepada siswa untuk menggunakan

otoritasnya atau haknya dalam membangun

gagasan. Tanggung jawab belajar tetap berada

pada diri siswa, dan guru hanya bertanggung

jawab untuk menciptakan situasi yang

mendorong siswa untuk belajar.

Kenyataannya dalam melaksanakan

pembelajaran guru bukannya memberikan

dorongan kepada siswa agar aktif dalam

belajar, akan tetapi guru aktif dalam

menerangkan pembelajaran. Peran guru

sebagai fasilitator dalam pembelajaran

sepertinya terabaikan. Akibat aktifnya guru

dalam menerangkan pelajaran, mengakibatkan

siswa menjadi pasif. Lebih ironisnya

sepertinya guru tidak meyakini kalau siswa

sebenarnya mampu untuk belajar jika

pengalaman belajar yang diberikan oleh guru

menang bermakna.

Akibat dari perilaku pembelajaran yang

dilaksanakan, sepertinya apa yang diharapkan

dalam pembelajaran IPS tidak terlaksana.

Dalam pembelajaran IPS sebenarnya siswa

harus menemukan sesuatu dari kegiatan

pembelajaran yang dilakukannya, bukan

menerima informasi dari guru sehingga siswa

mengetahui materi pelajaran. Antara harapan

dan kenyataan dalam pembelajaran tidak

berjalan dengan baik. Buktinya setelah

diajarkan materi pelajaran, kemudian guru

bertanya kepada siswa, ternyata tidak ada

siswa yang mampu menjawab. Gambaran ini

menunjukkan kegagalan dalam pelaksanaan

pembelajaran.

Salah satu materi pelajaran IPS yang

diajarkan di SMP adalah materi proklamasi

kemerdekaan. Materi ini merupakan materi

yang cukup sulit dipahami oleh siswa. Hal ini

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 31: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

85

Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal

disebabkan karena materi ini merupakan

materi pelajaran yang membutuhkan suatu

pemahaman akan suatu periswa yang terjadi

dalam bernegara. Sementara pembelajaran

yang dilakukan tidak mengarahkan siswa

untuk memahami konsep, akan tetapi

bagaimana memperoleh konsep dari

pemberian informasi.

Kesalahan dalam melaksanakan proses

pembelajaran mengakibatkan sebagian besar

siswa tidak tuntas dalam belajar IPS

khususnya materi proklamasi kemerdekaan.

Ini terlihat dari nilai yang dicapai siswa masih

jauh dari harapan. Ketuntasan belajar siswa

dalam materi ini masih rendah yaitu 55%.

Selain dari pada kesalahan dalam

melaksanakan pembelajaran mengakibatkan

siswa pasif dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran. Saat proses pembelajaran

berlangsung paling hanya 1 atau 2 orang siswa

yang bertanya, sedangkan yang lainnya diam.

Bila tidak dilakukan perbaikan dalam

pembelajaran, maka ketuntasan belajar dan

aktivitas belajar siswa tidak akan meningkat.

Untuk meningkatkan ketuntasan belajar dan

aktivitas belajar siswa, maka diperlukan suatu

model pembelajaran yang memang dapat

memberikan suatu cara-cara bagaimana siswa

mengubah pola pembelajaran. Bila selama ini

siswa tidak diajarkan bagaimana skema-skema

konsep dari suatu materi yang dipelajarinya.

Dengan siswa mengetahui skema-skema

konsep, maka akan mempermudah siswa

mengembangkan konsep yang dipelajari tanpa

harus menghafal materi pelajaran yang

terdapat dalam buku pelajaran. Model yang

mampu memberikan siswa pengetahuan

membuat skema-skema konsep adalah model

peta konsep.

Model peta konsep mengajarkan

kepada siswa mengatur sejumlah konsep atau

kata-kata kunci pada satu halaman kertas,

kemudian menghubungkannya dengan garis-

garis dan sepanjang garis itu ditulis suatu kata

atau ungkapan yang menjelaskan kaitan antar

kata-kata atau konsep-konsep materi pelajaran

yang dipelajarinya. Dengan siswa mampu

menghubungkan konsep-konsep tersebut, akan

mempermudah siswa mengingatnya kembali

konsep. Model peta konsep mampu membuat

siswa aktif dalam belajar karena siswa

menemukan sendiri peta konsep. Peta konsep

yang dibuat oleh siswa tentu saja akan berbeda

satu dengan yang lainnya dan sangat

tergantung dalam penjabaran konsep.

Rumusan masalah yang harus

dipecahkan dalam penelitian ini adalah apakah

dengan menerapkan model peta konsep dapat

meningkatkan hasil belajar dan aktivitas

belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul

Kamal Kabupaten Aceh Besar.

Secara umum tujuan dari penelitian

tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran IPS di SMP Negeri 1

Darul Kamal. Secara khusus penelitian

tindakan kelas ini untuk meningkatkan hasil

belajar dan aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran.

KAJIAN PUSTAKA

Metode mencatat yang baik harus

membantu siswa mengingat perkataan dan

bacaan, dan meningkatkan pemahaman

terhadap materi, membantu mengorganisasi

materi, dan memberi wawasan baru. Peta

pikiran (mind mapping) memungkinkan

terjadinya semua hal itu. Peta pemikiran atau

peta konsep adalah metode mencatat kreatif

yang memudahkan siswa mengingat banyak

informasi. Setelah selesai, catatan yang siswa

buat membentuk sebuah pola gagasan yang

saling berkaitan, dengan topik utama ditengah

dan subtopik dan perincian menjadi cabang-

cabangya. Peta konsep terbaik adalah peta

konsep yang warna warni dan menggunakan

banyak gambar dan simbol, biasanya nampak

seperti karya seni.

Metode mencatat ini, yang didasarkan

pada penelitian tentang otak memproses

informasi, bekerja bersama otak siswa, bukan

menentangnya (Buzan, 2003). Para ahli

pernah menyangka bahwa otak memproses

informasi secara linier, seperti metode

mencatat tradisional. Para ilmuan sekarang

mengetahui bahwa otak mengambil informasi.

Saat otak mengingat informasi, biasanya

dilakukan dalam bentuk gambar warna-warni,

simbol, bunyi, dan perasaan.

Peta konsep menirukan proses berpikir

ini, yakni memungkinkan anda berpindah

topik. Anda merekam informasi melalui

simbol, gambar dengan warna warni persis

seperti otak memprosesnya. Pembuatan peta

konsep melibatkan kedua belah otak, sehingga

siswa lebih mudah mengingatnya (Depoter,

2002). Model peta konsep perlu

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 32: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

86

Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal

diperkenalkan oleh guru kepada siswa,

sehingga siswa akan terbiasa membuat

informasi-informasi yang diperoleh dari

pembelajarannya. Susilo (2002) menyatakan

bahwa peta konsep merupakan suatu teknik

yang memberikan gambaran dua dimensi

mengenai struktur pengetahuan siswa dalam

disiplin iilmu tertentu. Peta konsep merupakan

suatu jaring-jaring pembelajaran yang

menunjukkan konsep apa saja yang perlu

dipelajari siswa dan bagaimana keterkaiatan

konsep-konsep tersebut.

Sebagai alat pembelajaran, peta konsep

membantu siswa aktif berpikir untuk

memusatkan pada sejumlah ide (berupa

konsep-konsep) dari suatu pokok bahasan.

Susilo (2002) menyatakan penggunaan peta

konsep adalah mengekplorasi apa yang telah

diketahui oleh pembelajar (siswa),

memberikan arah pembelajaran (seperti peta

jalanan), membantu mengekstraksi arti kerja,

membantu membaca materi dari buku

pelajaran, membantu siswa mencapai hasil

pembelajaran yang berkualitas tinggi serta

bermakna, karena membantu siswa mengingat

informasi dan melihat keterkaitan antar

konsep dan membantu siswa menggabungkan

ide yang satu dengan lainnya Peta konsep

bersifat idiosinkratik, maksudnya

kebermaknaan konsep-konsep itu khas bagi

setiap orang. Tidak ada dua peta konsep yang

sama persis karena setiap yang dibuat oleh

seseorang menunjukkan pengertiannya yang

unik dalam bidang pengetahuan tertentu.

Dalam membuat peta konsep ada cara

yang harus dipahami. Andaikan anda seorang

siswa, dan anda mendengarkan penjelasan

materi disampaikan guru, anda hendaknya

mencoba ketrampilan peta konsep. Ambil

selembar kerta kosong dan letakkan di atas

meja, ditengah halaman tulis judul pelajaran

yang akan dipelajari. Pada judul yang telah

anda tulis garis topik, seperti ranting pohon.

Di samping garis-garis ini, tuliskan fakta

seperti sub-sub pokok bahasan dan membuat

simbol, gambar-gambar dan isyarat lain untuk

membantu anda mengingat informasi. Pada

akhir pembelajaran anda tambahkan perincian

dibeberapa cabang, mungkin sedikit tambahan

warna, dan merapikan simbol-simbol yang

kamu buat. Sekarang anda memiliki peta

konsep yang jelas, teratur dan mudah diingat.

Peta konsep juga sangat berguna

untuk sesi curah gagasan, terutama saat siswa

bekerja berkelompok dan banyak orang

meneriakkan gagasan bersamaan. Satu siswa

dapat dengan cepat merekam informasi,

sementara yang lain melanjutnkan diskusi.

Peta konsep dibuat agar sesuai dengan

lompatan yang terjadi dalam pikiran, sebab

peta konsep bekerja seperti otak, benar-benar

mendorong wawasan dan gagasan cemerlang.

Dalam mengerjakan tugas menulis yang

menantang, peta konsep membantu siswa

menyusun informasi dan melancarkan aliran

pikiran.

Peta konsep dapat membantu siswa

mengatasi hambatan belajar. Tugas menulis

atau sesi curah gagasan dapat menghasilkan

peta konsep, saat topik-topik utama

memungkinkanberkembang menjadi subjek

baru, dengan pemikiran dan penjelajahan lebih

lanjut. Ini tidak berarti siswa salah membuat

peta konsep pikiran asal atau peta itu tidak

bernilai. Pencabangan menyimpang adalah

bagian dari proses alamiah penjelajahan

gagasan dan penyusunan informasi.

Kebanyakan anak menganggap peta konsep

sebagai cara mencatat yang menyenangkan

dan menarik. Pada mulanya, mungkin ada

yang ragu menggunakan metode ini karena

khawatir akan melewatkan informasi. Mereka

perlu dilatih agar merasa nyaman

menggunakannya, tetapi dorong siswa terus

menggunakan dan hasilnya akan bagus

(Deporter, 2002).

Secara pragmatis paling tidak ada tiga

jenis pengalaman belajar yang harus disiapkan

oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran

dengan pendekatan peta konsep. Pengalaman

belajar tersebut harus tertanan dalam diri

siswa setelah mengikuti proses belajar

mengajar. Cara melakukan penanaman

pengalaman belajar dengan pendekatan peta

konsep tentu saja mempunyai cara tersendiri.

Masnur (2007) menyatakan bahwa

pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh

siswa dengan pendekatan peta konsep adalah

pengalaman mental, penga-laman fisik, dan

pengalaman sosial.

Pengalaman mental yang diperoleh

melalui pembelajaran dengan menggunakan

pendkatan peta konsep adalah pengalaman

membaca saat akan membuat peta konsep,

menghubung-hubungkan konsep-konsep yang

akan dijelaskan melalui peta konsep.

Pengalaman belajar melalui pengalaman

mental biasanya siswa hanya memperoleh

Hayaton, Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep

Page 33: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

87

Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal

informasi melalui indra. Di dalam

pembelajaran IPS penggunaan media sangat

diperlukan. Penggunaan media siswa akan

dapat melihat dengan jelas tentang materi

pelajaran yang diajarkan. Ditinjau dari tingkat

perkembangan siswa, pengalaman belajar IPS

khususnya pada tingkat dasar, penggunaan

media lebih memudahkan siswa memahami

pelajaran dari pada dijelaskan tanpa melihat

kejelasan dari yang dibicarakan.

Pengalaman fisik meliputi kegiatan

peta konsep. Lazimnya siswa dapat

memanfaatkan seluruh indranya ketika

menggali informasi melalui pengalaman fisik.

Pengalaman fisik akan memberikan kesan

belajar yang mendalam pada diri siswa. Siswa

tidak akan cepat lupa, karena siswa merasakan

sendiri bagaimana pengetahuan diperoleh.

Pada pembelajaran IPS peran fisik sangat

diperlukan. Melalui pengalaman fisik siswa

dapat mengeksplorasi. Hal ini akan dapat

meningkatkan pemahaman siswa tentang

suatu konsep dan meningkatkan daya bertahan

pemahaman tersebut dalam pikiran siswa.

Masnur (2007) menyatakan bahwa pepatah

menyatakan bahwa ”saya dengar saya lupa,

saya lihat saya ingat, saya kerjakan saya

mengerti”.

Beberapa bentuk pengalaman sosial

yang dapat dilakukan antara lain melakukan

diskusi. Pengalaman belajar ini akan lebih

bermanfaat kalau masing-masing diberi

peluang untuk berinteraksi satu sama lain

misalnya bertanya, menjawab, berkomentar

dan lain sebagainya.

Kegiatan pembelajaran hendaknya

dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip

khas yang edukatif yaitu kegiatan yang

berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam

membangun makna atau pemahaman. Di

dalam pembelajaran IPS guru perlu memberi

dorongan kepada siswa untuk menggunakan

otoritas atau haknya dalam membangun

gagasan. Budiarto (2004) menyatakan bahwa

pembangunan gagasan dalam pelajaran IPS

dapat dilakukan siswa dengan melakukan

diskusi tentang materi pelajaran. Ini artinya

tanggung jawab belajar tetap berada pada diri

siswa, dan guru hanya bertanggung jawab

untuk menciptakan situasi yang mendorong

siswa untuk belajar secara berkelanjutan atau

sepanjang hayat (long education). Belajar

memperkuat pernyataan bahwa belajar dengan

cara mengalami langsung akan meningkatkan

kebertahanan informasi dalam pikiran.

METODA PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri

1 Darul Kamal Kabupaten Aceh Besar.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester

pertama tahun pelajaran 2013/2014 tepatnya

dari Juli 2013 sampai bulan November 2013.

Penelitian dilakukan disemester pertama,

karena materi pelajaran proklamasi diajarkan

pada semester tersebut. Penelitian dilakukan

dikelas VII karena peneliti merupakan guru

yang mengajar dikelas tersebut. Selain dari

pada itu, siswa kelas VII merupakan siswa

yang hasil belajar bidang studi IPS khususnya

yang berhubungan dengan materi sejarah

sedikit masih rendah dibandingkan dengan

kelas yang lainnya.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas

VII SMP Negeri 1 Darul Kamal yang

berjumlah 25 orang dengan perincian 13 orang

siswa perempuan dan 12 orang siswa laki-laki.

Secara kemampuan siswa kelas VII

merupakan siswa yang kurang mampu karena

berasal dari kondisi keluarga yang pendidikan

orang tuanya kurang. Bahkan orang tuanya

kurang memahami pentingnya belajar.

Sumber data tempat diperolehnya data

penelitian atau subjek yang dapat memberikan

data sehubungan dengan penelitian. Di dalam

penelitian ini, data yang diperoleh berasal dari

siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal,

guru pelaksana tindakan dan guru pengamat.

Data yang diperoleh dari siswa berupa nilai

hasil belajar dan aktivitas siswa. Data yang

diperoleh dari guru berupa keterampilan

dalam melaksanakan pembelajaran dengan

model peta konsep.

B. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Teknik yang digunakan dalam

pengumpulan data penelitian ini adalah tes

dan observasi. Tes dilakukan pada setiap akhir

proses pembelajaran untuk mengetahui hasil

belajar yang dicapai siswa. Observasi yang

dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa

saat mengikuti pembelajaran dengan model

peta konsep. Intrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah soal, lembaran observasi

aktivitas siswa, dan lembaran observasi

keterampilan guru melaksanakan proses

pembelajaran dengan model peta konsep.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 34: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

88

Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal

Analisis data yang digunakan adalah

analisis deskriptif yang terdiri dari analisis

hasil belajar dan analisis aktivitas siswa.

Analisis hasil belajar dilakukan dengan

menggunakan analisis deskriptif komparatif

yaitu dengan membandingkan nilai test antar

siklus. Analisis aktivitas siswa dan guru

dianalisis secara deskriptif dengan

memberikan penjelasan terhadap hasil

observasi yang dilakukan.

C. Rencana Tindakan

Adapun prosedur dari penelitian

tindakan kelas yang akan dilakukan sebagai

berikut.

1.Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan

ini adalah membuat perencanaan proses

pembelajaran. Perencanaan yang dibuat adalah

berupa silabus dan RRP beserta perangkatnya

dan membuat lembaran observasi dan soal test

hasil belajar siswa.

2.Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan adalah

melaksanakan seluruh kegiatan yang terdapat

di dalam kegiatan perencanaan. Melaksanakan

kegiatan proses pembelajaran materi

proklamasi kemerdekaan dengan

menggunakan model peta konsep.

3.Pengamatan

Melaksanakan observasi atau

pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator

untuk mengamati aktivitas siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain dari

pada itu pengamatan terhadap siswa, juga

dilakukan pengamatan terhadap kemampuan

guru dalam mengelola proses pembelajaran.

4.Evaluasi

Melakukan tes kepada siswa untuk

mengetahui keberhasilan siswa dalam

memahami materi pelajaran yang diajarkan

dengan peta konsep.

5.Reflesi

Refleksi dilakukan pada akhir proses

belajar mengajar untuk melihat hasil dari

kegiatan PBM yang telah dilaksanakan.

Kemudian hasil dari refleksi pada siklus

pertama merupakan acuan bagi peneliti untuk

melakukan tindakan pada siklus kedua.

Selanjutnya pada siklus kedua dilakukan

perubahan tindakan pada proses belajar

mengajar terhadap kekurangan yang terjadi

pada siklus pertama sehingga hasil proses

belajar mengajar akan menjadi lebih baik

sesuai dengan harapan dan tujuan yang ingin

dicapai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1). Deskripsi Siklus I

Pada bagian pendahuluan, pelaksanaan

pembelajaran diawal dengan melakukan

apersepsi untuk menggali pengetahuan siswa,

memberikan motivasi belajar siswa, dan

memberikan informasi tentang tujuan

pembelajaran. Pada kegiatan inti tindakan

yang dilakukan guru adalah menjelaskan cara

membuat peta konsep kepada siswa untuk

materi proklmasi kemerdekaan. Setelah

dijelaskan tentang cara menyusun peta

konsep, selanjutnya guru membagi siswa

menjadi 5 kelompok dan kepada masing-

masing kelompok ditugaskan untuk membuat

peta konsep materi proklamasi kemerdekaan.

Saat siswa bekerja pada kelompoknya guru

melakukan bimbingan kepada masing-masing

kelompok. Setelah masing-masing kelompok

selesai membuat peta konsep pada materi

proklamasi kemerdekaan, selanjutnya

dilakukan persentasi kelas. Saat persentasi

kelas, guru bertindak sebagai moderator agar

diskusi berjalan lancar.Pada akhir

pembelajaran diberikan evaluasi untuk

mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa

setelah dilakukan proses pembelajaran dengan

peta konsep.

Tabel 1. Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal Siklus I

No Predikat Frekwensi Persentase Keterangan

1 Tuntas 17 68% Nilai rata-rata siswa

adalah 67 2 Tidak Tuntas 8 32%

Nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai

oleh siswa kelas VII SMPN 1 Darul Kamal

adalah 67 dengan ketuntasan belajar 68%.

Siswa yang tidak tuntas siklus I adalah 32%.

Hasil ini belum mencapai indikator yang

ditetapkan. Pada indikator keberhasilan

ketuntasan yang ditetapkan adalah 85%,

sehingga pada siklus kedua perlu dilakukan

Hayaton, Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep

Page 35: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

89

Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal

perbaikan pembelajaran. Walaupun indikator

keberhasilan yang ditetapkan belum tercapai,

tetapi terjadi peningkatan hasil belajar yang

dicapai oleh siswa kelas VII SMP Negeri 1

Darul Kamal.

Saat pelaksanaan proses pembelajaran,

guru yang dijadikan kolaborator melakukan

pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru.

Hasil pengamatan dari kolaborator tentang

aktivitas siswa saat kegiatan pembelajaran

berlangsung adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Aktivitas Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal dalam Pembelajaran

No Aspek yang diamati Frekwensi Persentase

1 Memperhatikan penjelasan guru 15 60%

2 Aktif bekerja dalam kelompok 12 48%

3 Memberikan masukan pada saat diskusi kelompok 10 40%

4 Mengajukan pertanyaan saat diskusi kelas 8 32%

5 Menjawab pertanyaan saat diskusi kelas 10 40%

6 Memberikan tanggapan saat diskusi 9 36%

Persentase rata-rata Aktivitas Siswa 43%

Persentase keaktifan siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran dengan

model peta masih kurang aktif, dimana rata-

rata persentase keaktifan siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran dengan

model peta konsep adalah 43%. Hal ini

menunjukkan bahwa aktivitas siswa tergolong

kategori kurang namun sudah meningkat

dibandingkan hari-hari biasanya. Perbaikan

harus dilakukan pada siklus berikutnya dengan

cara lebih memotivasi dan membimbing siswa

pada saat diskusi kelas maupun diskusi

kelompok. Terutama dalam memotivasi siswa

agar ingin bertanya, menjawab, dan

memberikan tanggapan saat dilakukan diskusi

kelas. Selain dari pada itu saat diskusi

kelompok menyelesaikan tugas juga perlu

dimotivasi agar kelompok lebih aktif.

Tindakan yang harus dilakukan guru

pada siklus II adalah memberikan suatu

pemahaman kepada siswa tentang cara

memberikan peganggal-penggalan peta

konsep yang diberikan petunjuk untuk mengisi

peta konsep dengan kata-kata kunci yang

dapat dijadikan bahan infomasi. Pada saat

melaksanakan bimbingan dikelompok,

diharapkan guru tidak terfokus pada satu

kelompok tertentu, tetapi harus menyebar

untuk semua kelompok. Hal ini penting agar

jangan timbul praduga pada diri siswa bahwa

guru pilih kasih dalam membimbing.

2). Deskripsi Siklus II

Perbaikan proses pembelajaran sesuai

dengan hasil observasi kolaborasi yaitu

melakukan apersepsi, memotivasi siswa,

mengelola kelas, menjelaskan materi

pelajaran, membagi siswa menjadi 5

kelompok, kemudian guru membagikan peta

konsep yang harus diselesaikan oleh masing-

masing kelompok. Pada akhir pembelajaran

diberikan evaluasi untuk mengetahui hasil

belajar yang dicapai siswa setelah dilakukan

proses pembelajaran dengan peta konsep.

Setelah masing-masing kelompok selesai

membuat peta konsep pada materi proklamasi

kemerdekaan, selanjutnya dilakukan

persentasi kelas. Saat persentasi kelas, guru

bertindak sebagai moderator agar diskusi

berjalan lancar.Pada akhir pembelajaran

diberikan evaluasi untuk mengetahui hasil

belajar yang dicapai siswa setelah dilakukan

proses pembelajaran dengan peta konsep.

Tabel 3. Hasil Belajar Siswa Kelas VII SM Negeri 1 Darul Kamal Siklus II

No Predikat Frekwensi Persentase Keterangan

1 Tuntas 22 88% Nilai rata-rata siswa adalah 72

2 Tidak Tuntas 3 12%

Nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai

oleh siswa kelas VII SMPN 1 Darul Kamal

adalah 72 dengan ketuntasan belajar 88%.

Siswa yang tidak tuntas siklus I adalah 12%.

Hasil ini belum mencapai indikator yang

ditetapkan. Pada indikator keberhasilan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 36: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

90

Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal

ketuntasan yang ditetapkan adalah 85%,

sehingga pada siklus kedua perlu dilakukan

perbaikan pembelajaran. Walaupun indikator

keberhasilan yang ditetapkan belum tercapai,

tetapi terjadi peningkatan hasil belajar yang

dicapai oleh siswa kelas VII SMP Negeri 1

Darul Kamal. Dengan demikian indikator

yang ditetapkan telah tercapai.

Saat pelaksanaan proses pembelajaran,

guru yang dijadikan kolaborator melakukan

pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru.

Hasil pengamatan dari kolaborator tentang

aktivitas siswa saat kegiatan pembelajaran

berlangsung adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Aktivitas Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal dalam Pembelajaran

No Aspek yang diamati Frekwensi Persentase

1 Memperhatikan penjelasan guru 20 80%

2 Aktif bekerja dalam kelompok 18 72%

3 Memberikan masukan pada saat diskusi kelompok 15 60%

4 Mengajukan pertanyaan saat diskusi kelas 14 56%

5 Menjawab pertanyaan saat diskusi kelas 17 68%

6 Memberikan tanggapan saat diskusi 18 72%

Persentase rata-rata Aktivitas Siswa 68%

Persentase keaktifan siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran dengan

model peta masih kurang aktif, dimana rata-

rata persentase keaktifan siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran dengan

model peta konsep adalah 68%. Hal ini

menunjukkan bahwa aktivitas siswa tergolong

kategori cukup, bahkan lebih meningkat dari

siklus I. Peningkatan keaktifan siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran pada semua

kegiatan dalam pembelajaran.

B. Pembahasan

Hasil belajar siswa yang diperoleh

pada siklus I belum sesuai dengan harapan

yang diinginkan yaitu 85%. Nilai rata-rata

yang dicapai siswa adalah 67 dengan

ketuntasan belajar siklus I hanya 68% tetapi

indicator kinerja yang ditetapkan belum

tercapai. Siswa yang tidak tuntas pada siklus I

mencapai 32%. Pada siklus II nilai rata-rata

yang dicapai siswa adalah 72 dengan

ketuntasan belajar siswa mencapai 88%

harapan yang diinginkan yaitu 85%. Dengan

demikian indikator kinerja yang ditetapkan

sebelum penlitian tindakan kelas ini tercapai.

tercapai bahkan melebihi.

Observasi yang dilakukan terhadap

aktifitas siswa pada siklus I sebanyak 43%

siswa aktif dalam kegiatan kegiatan

pembelajaran sedangkan 57% kurang aktif

dalam kegiatan pembelajaran. Angka

persentase keaktifan siswa yang diperoleh

belum maksimal karena dari hasil observasi

masih ada siswa yang tidak bekerja dalam

kelompoknya serta kegiatan. Hal ini

disebabkan siswa masih mengalami kesulitan

saat menyusun peta konsep. Selain dari pada

itu jumlah siswa dalam satu kelompok 5 orang

mengakibatkan siswa ribut dalam kelompok

saat diskusi. Setelah dilakukan perbaikan

dalam kegiatan pembelajaran pada siklus II

terjadi peningkatan aktivitas siswa menjadi

68%. Ini artinya terjadi peningkatan keaktifan

siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran

dengan model peta konsep. Kalau pada siklus

I siswa kurang aktif dalam kegiatan

pembelajaran, pada siklus II siswa cukup aktif

dalam kegiatan pembelajaran. Siswa juga

merasa senang dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran, ini terbukti dari masih

beraktivitas siswa dalam belajar walaupun bel

sudah berbunyi tanda pelajaran sudah selesai.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan maka dapat ditarik simpulan

sebagai berikut.

1. Model pembelajaran peta konsep dapat

meningkatkan aktivitas siswa kelas VII

SMP Negeri 1 Darul Kamal dalam hal

meberikan pendapat untuk pemecahan

masalah, memberikan tanggapan terhadap

orang lain, mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru, termotivasi

mengerjakan tugas, dan mempunyai

tanggung jawab sebagai anggota kelompok.

Selama mengikuti pembelajaran siswa

merasa senang dalam berdiskusi, dan

Hayaton, Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep

Page 37: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

91

Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal

memiliki keberanian dalam menyampaikan

pendapat.

2. Hasil belajar yang ditunjukkan oleh nilai

rata-rata dan ketuntasan belajar siklus

pertama dan siklus kedua mengalami

peningkatan. Dengan demikian

pembelajaran dengan model peta konsep

dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Guru yang mengajar di kelas VII sebagai

pelaksana tindakan lebih terampil dalam

melaksanakan pembelajaran dengan model

peta konsep.

1. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian dan

simpulan di atas, maka peneliti menyarankan

sebagai berikut.

1. a.Kepada pihak terkait, dalam hal ini kepala

SMP Negeri 1 Darul Kamal agar dapat

mensosialisasikan hasil penelitian ini

kepada guru-guru sebagai bahan informasi

dalam meningkatkan partisipasi dan hasil

belajar IPS khususnya materi proklamasi

kemerdekaan.

2. b.Kepada guru-guru IPS di SMP Negeri 1

Darul Kamal dapat mencoba model

pembelajaran dalam rangka menciptakan

pembelajaran yang berkualitas guna lebih

meningkatkan hasil belajar dan aktivitas

siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Bobbi Deporter, et al. 2002. Quantum

Teching, Mempraktekan Quamtum

Learning di Ruang Kelas. Bandung :

Kaifa.

____________. 2002. Quantum Learning.

Bandung : Kaifa.

Budiarto. 2004. Pendekatan dalam

Pembelajaran IPS. Jakarta:

Depdiknas.

Buzan. 2003. Model dan Pendekatan Dalam

Belajar. Jakarta : Gramedia.

Depdiknas. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran

IPS SMP. Jakarta: Direktorat Jendral

Pendidikan Dasar.

Susilo. 2002. Belajar dan Pembelajaran yang

Efektif. Jakarta : Rineka Cipta.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 38: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

92

Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE SCRIPT UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI KOLONIALISME BARAT PADA SISWA

KELAS VIII SMPN 1 DARUL KAMAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

Mardiana*

Abstrak

Ketidaksesuaian model pembelajaran berdampak pada hasil yang dicapai oleh siswa. Model

pembelajaran yang lebih mengedepankan kemampuan verbalisme guru mengakibatkan siswa tidak

aktif dalam pembelajaran. Keadaan ini terjadi pada siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran. Masalah yang terjadi adalah hasil belajar siswa rendah dan siswa

pasif dalam belajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman siswa kelas VIII

SMPN 1 Darul Kamal terhadap materi kolonialisme barat dan aktivitas siswa mengikuti kegiatan

pembelajaran Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, dimana aktivitas setiap siklus meliputi

perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah

siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal yang berjumlah 24 orang terdiri dari 15 orang siswa

perempuan dan 9 orang siswa laki-laki. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data

penelitian adalah soal dan lembaran observasi. Teknik analisis data dilakukan dengan triangulasi.

Hasil penelitian diketahui ketuntasan belajar siswa pada siklus pertama 75% dengan nilai rata-rata

kelas 69. Ketuntasan belajar pada siklus II yaitu 87,5% dengan nilai rata-rata kelas 72. Aktivitas siswa

dalam proses pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script pada siklus I rata-rata

persentase 80,7%. Dengan demikian hasil penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil, sehingga di

simpulkan terjadi peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal

setelah diajarkan dengan model cooperative learning tipe script.

Kata Kunci: Aktivitas, hasil belajar, cooperative script.

Salah satu materi pelajaran IPS yang

sulit dipahami oleh siswa adalah materi yang

berhubugan dengan sejarah. Materi ini sulit

dipahami, karena membutuhkan pemahaman

yang mendalam dari siswa. Rendahnya

pemahaman materi tentang sejarah juga terjadi

pada siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal.

Hasil belajar yang dicapai siswa pada materi

yang berhubngan dengan sejarah masih rendah

dibandingkan dengan materi pelajaran yang

lainnya seperti geografi dan ekonomi. Hasil

evaluasi yang dilakukan terhadap siswa kelas

VIII SMPN 1 Darul Kamal dalam materi yang

berhubungan dengan sejarah masih kurang

memuaskan. Nilai rata-rata yang dicapai siswa

pada materi yang berhubungan dengan sejarah

adalah 60. Ketuntasan belajar yang dicapai

siswa hanya 50%. Ini artinya setengah dari

siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal tidak

tuntas dalam mengikuti kegiatan pembelajaran

IPS khususnya materi yang berhubungan

dengan sejarah.

Ketidakberhasilan siswa kelas VIII

SMPN 1 Darul Kamal dalam pembelajaran

IPS materi yang berhubungan dengan sejarah,

bukan tanpa sebab. Hasil refleksi setelah

melakukan pembelajaran di kelas,

penyebabnya adalah model pembelajaran yang

dilakukan masih bersifat konvensional. Guru

lebih mengedepankan kemampuan verbal

(menjelaskan), sehingga siswa diperlakukan

sebagai objek bukan sebagai subjek.

Seharusnya pembelajaran dapat memposisikan

siswa sebagai subjek. Siswa harus dilatih

untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan,

sementara guru berperan sebagai fasilisator.

Kenyataan ini, perlu ditindaki oleh

guru. Bila keadaan ini tidak dilakukan

tindakan, maka siswa selalu gagal. Keadaan

yang harus dirubah oleh guru adalah

melaksanakan pembelajaran. Kalau selama ini

pembelajaran bersifat teacher center

(berpusat pada guru) menjadi studen center

(berpusat pada siswa). Model pembelajaran

yang menekankan proses pembelajaran

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 39: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

93

Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal

berpusat pada siswa adalah model cooperative

learning. Wasis (2004), model cooperative

learning merupakan model pembelajaran

berpusat pada siswa dengan membentuk

kelompok-kelompok belajar yang saling

membantu sesama teman dalam pembelajaran.

Di dalam pembelajaran setiap anggota

kelompok saling bekerja sama dan membantu

untuk memahami materi pelajaran. Belajar

belum selesai jika salah satu teman dalam

kelompok belum menguasai materi.

Pembelajaran kooperatif terdiri dari

beberapa tipe. Tipe-tipe tersebut antara lain,

tipe STAD, Jigsaw, TGT, NHT dan lainnya.

Di dalam penerapan cooperative learning guru

harus mempelajari terlebih dahulu langkah-

langkah dari berbagai macam tipe cooperative

learning tersebut. Karena setiap tipe

mempunyai langkah-langkah khusus serta

mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Setelah mengkaji pustaka dan diskusi

dengan rekan guru, maka untuk meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa dalam

penelitian tindakan kelas ini akan diterapkan

model cooperative learning tipe script yang

merupakan salah satu tipe dalam pendekatan

struktural. Dalam pelaksanaannya

pembelajaran model cooperative learning tipe

script memberi kesempatan kepada siswa

untuk saling membagi ide-ide dan jawaban

yang paling tepat, serta dapat mendorong

siswa untuk meningkatkan aktivitas dan kerja

sama menyelesaikan problema. Selain itu,

model cooperative learning tipe script lebih

menarik dipraktikan dari pada model

kooperatif yang lainnya.

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka masalah penelitian dapat dirumuskan

sebagai berikut: (1). Apakah penerapan model

cooperative learning tipe script dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas

VIII SMPN 1 Darul Kamal tahun pelajaran

2013/2014?; (2) Apakah penerapan model

cooperative learning tipe script dapat

meningkatkan hasil belajar IPS materi

kolonialisme barat pada siswa kelas VIII

SMPN 1 Darul Kamal tahun pelajaran

2013/2014?

Tujuan dilaksanakannya penelitian

tindakan kelas ini adalah: (1). Untuk

mengetahui peningkatan aktivitas belajar

siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal tahun

pelajaran 2013/2014 saat diterapkan model

cooperative learning tipe script dalam

pembelajaran IPS materi kolonialisme barat;

dan (2). Untuk meningkatkan hasil belajar

IPS materi kolonialisme barat pada siswa

kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal tahun

pelajaran 2013/2014 setelah diterapkannya

model cooperative learning tipe script.

TINJAUAN PUSTAKA

Banyak para ahli pendidikan

mendefinisikan pengertian tentang belajar,

tetapi secara prinsipnya sama. Ahmadi (2005)

bahwa belajar adalah suatu bentuk

pertumbuhan atau perubahan dalam diri

seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara

bertingkah laku yang baru berkat pengalaman

dan latihan. Gie (2006) bahwa belajar adalah

segenap rangkaian kegiatan/aktivitas yang

dilakukan secara sadar oleh seseorang dan

mengakibatkan perubahan pengetahuan atau

kemahiran yang sedikit permanen.

Whiterington (2000) belajar adalah segala

kegiatan yang dilakukan manusia secara sadar

yang membawa perubahan pada diri manusia

baik kemampuan atau ketrampilan.

Bila ketiga pendapat di atas diambil

suatu kesimpulan, maka jelaslah bahwa

definisi mengenai belajar ada suatu unsur

yang terdapat atau terkandung pada setiap

definisi yaitu adanya “perubahan”. Rupa-

rupanya ada semacam kesamaan umum bahwa

perbuatan belajar mengandung semacam

perubahan dalam diri seseorang yang

melakukan perbuatan belajar itu. Perubahan

itu dapat dinyatakan sebagai suatu kecakapan,

kebiasaan, sikap, pengertian atau pengetahuan.

Jadi orang yang belajar tidak sama

keadaannya dengan sebelum ia melakukan

perbuatan belajar. Perubahan ini dapat

meliputi pengetahuan, sikap atau

ketrampilannya. Artinya seseorang sesudah

melakukan suatu perbuatan belajar mungkin

merasa lebih bahagia, menjadi lebih pandai

menjaga kesehatannya, mempergunakan alam

sekitarnya, dan mempertinggi kebaikan.

Perubahan belajar terutama adalah

proses yang sadar, setidak-tidaknya si pelajar

dapat menjadi sadar, bahwa ia telah mencoba

sesuatu dan bahwa ia mengalami semacam

perubahan tertentu. Perubahan-perubahan

yang terjadi dalam belajar sebenarnya

merupakan aspek-aspek kepribadian yang

terus menerus berfungsi. Artinya pengalaman-

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 40: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

94

Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal

pengalaman yang baru itu tidak bersifat statis,

tetapi bersifat dinamis.

Menurut Nurhadi (2003) pembelajaran

adalah bagaimana seorang guru melakukan

proses belajar mengajar. Dalam hal ini

bagaimana guru melakukan proses mengajar

kepada siswa, sehingga kegiatan guru tersebut

dapat membawa perubahan pada diri

siswanya. Karena itu pembelajaran yang

dilakukan guru sangat berpengaruh terhadap

cepat atau lambatnya perubahan terhadap

siswa setelah belajar. Jika pembelajaran yang

dilakukan oleh guru berkenan di hati siswa,

maka perubahan-perubahan pada diri siswa

akan cepat teramati oleh guru. Apabila

pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak

sesuai, maka akan sulit bagi siswa mengalami

perubahan setelah belajar. Dalam hal

pembelajaran inilah guru sangat menentukan

keberhasilan siswa setelah belajar.

Menurut Wasis (2004) cooperative

learning merupakan suatu model

pembelajaran dimana siswa belajar dalam

kelompok kecil yang memiliki tingkat

kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan

tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja

sama dan membantu untuk memahami suatu

bahan pembelajaran. Belajar belum selesai

jika salah satu teman dalam kelompok belum

menguasai bahan pembelajaran.

Cooperative learning merupakan model

pembelajaran yang akhir-akhir ini cukup

populer, termasuk dalam bidang studi IPS.

Cooperative learning tidak saja unggul dalam

memahami materi pelajaran, tetapi dapat

membuat siswa belajar secara kritis dan rasa

kesetiakawanan dalam mencapai tujuan

belajar. Dengan kata lain keberhasilan dalam

belajar adalah milik semua siswa. Slavin

(dalam Lie,2004) menyatakan pembelajaran

cooperative learning siswa lebih mudah

menemukan dan memahami konsep-konsep

yang sulit karena mereka mendiskusikan

masalah tersebut dengan temannya. Dengan

kata lain suatu permasalahan akan mudah

dipecahkan jika dikerjakan secara bersama-

sama.

Di dalam kelas cooperative learning

siswa belajar bersama dalam kelompok-

kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang

siswa yang sederajat seperti campuran siswa

yang berkemampuan tinggi, sedang, rendah.

Jenis kelamin dan ras serta saling membantu

satu sama lain. Selama pelaksanaan

cooperative learning siswa tetap tinggal dalam

kelompoknya selama beberapa kali

pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-

keterampilan khusus agar dapat bekerja sama

dengan baik di dalam kelompoknya. Seperti

menjadi pendengar yang baik, memberi

penjelasan kepada temannya sekelompok

dengan baik, berdiskusi dan sebagainya.

Agar dalam cooperative learning

terlaksana dengan baik siswa diberikan

latihan-latihan yang direncanakan untuk

diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas

anggota kelompok adalah mencapai

ketuntasan materi yang diajarkan guru dan

saling membantu antara teman sekelompok

untuk mencapai ketuntasannya. Dalam

cooperative learning siswa tidak berkompetisi

dalam kelompoknya tetapi bagaimana caranya

mencapai tujuan belajar. Teori kognitif

(kontruktivis) serta pengajaran dan

pembelajaran kontekstual (contextuan

teaching and learning) melandasi

pengembangan model pembelajaran

cooperative learning (Lie, 2004).

Teori-teori dalam psikologi yang

dibutuhkan dalam pembelajaran adalah

konstruktivis (constructivist theory of

learning). Teori konstruktivis ini menyatakan

bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

menstanformasikan informasi komplek,

mengecek informasi baru dengan aturan-

aturan lama dan merevisi apabila aturan-

aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar

benar-benar memahami dan dapat menerapkan

pengetahuan mereka harus bekerja

memecahkan masalah, menemukan segala

sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah

payah dengan ide-ide.

Menurut teori konstruktivis ini, satu

prinsip yang paling penting dalam psikologi

pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat

hanya sekedar memberikan pengetahuan

kepada siswa. Siswa harus membangun

sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru

dapat memberikan kemudian untuk proses ini,

dengan memberi kesempatan siswa untuk

menemukan atau menerapkan ide-ide mereka

sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar

menggunakan strategi mereka sendiri untuk

belajar. Guru dapat memberi siswa anak

tangga yang membawa siswa ke pemahaman

yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri

yang harus menjadi anak tangga tersebut.

Mardiana, Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script

Page 41: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

95

Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal

Teori pembelajaran kognitif

(konstuktivis) yang terkenal adalah teori Jean

Piaget. Menurut Jean Piaget (dalam Ibrahim,

2000) menyatakan bahwa setiap individu pada

saat tumbuh mulai bayi yang baru dilahirkan

sampai menginjak dewasa akan mengalami

empat tingkat perkembangan kognitif, yaitu :

sensori motor (usia 0 – 2 tahun), para

operasional (usia 2–7 tahun), operasional

konkrit (usia 7–11 tahun), dan operasional

formal (usia 11 sampai dewasa).

Selain Piaget, Vygotsky merupakan

salah seorang yang penting dalam psikologi

perkembangan. Sumbangan paling penting

dari Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi

apabila anak bekerja atau belajar manangani

tugas-tugas yang belum dipelajari namun

tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan

kemampuan atau tugas tersebut berada pada

tahap kemampuan anak (Wasis, 2004). Ide

penting yang lain diturunkan dari teori

Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding

berarti memberikan sejumlah besar bantuan

kepada seseorang anak selama tahap-tahap

awal pembelajaran dan kemudian anak

tersebut mengambil alih tanggung jawab yang

semakin besar segera setelah ia dapat

melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa

petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan

masalah ke dalam langkah-langkah

pemecahan, memberikan contoh atau yang

lain memungkinkan siswa tumbuh sendiri.

Ada dua implikasi utama dari teori

yang diungkapkan oleh Vygotsky dalam

pembelajaran IPS. Pertama, dikehendakinya

susunan kelas berbentuk pembelajaran

kooperatif antara siswa,sehingga siswa dapat

berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit

dan saling memunculkan strategi-strategi

pemecahan masalah yang efektif di dalam

masing-masing kelompok. Kedua, pendekatan

dalam pembelajaran menekankan kepada

siswa semakin bertanggung jawab terhadap

pembelajaran sendiri.

Teknik pelaksanaan pembelajaran

cooperative learning terdiri dari enem fase

yaitu fase pertama guru menyampaikan tujuan

pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran

tersebut dan memberikan motivasi awal

berkaitan dengan materi pelajaranyang akan

disampaikan. Fase kedua guru menyajikan

informasi berkaitan dengan materi

pelajaran.Penyajian materi dilakukan dengan

cara demonstrasi atau eksperimen atau lewat

bahan bacaan. Fase ketiga guru menjelaskan

kepada siswa bagaimana caranya membentuk

kelompok belajar dan membantu setiap

kelompok belajar dan membantu setiap

kelompok agar melakukan transisi

(perpindahan) secara efesien. Fase keempat

guru membimbing kelompok-kelompok

belajar siswa pada saat mengerjakan tugas

mareka.Hal ini dilakukan agar siswa

melakukan pekerjaannya tidak mengalami

kendala. Fase kelima guru mengevaluasi hasil

belajar siswa tentang materi yang telah

dipelajarinya atau masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya

di depan kelas. Fase keenam guru memberi

penghargaan kepda kelompok-kelompok

belajar yang memperoleh hasil terbaik. Hal ini

dilakukan agar siswa termotivasi untuk belajar

lebih giat diwaktu yang akan datang.

Adapun kelebihan dari pembelajaran

model cooperative learning adalah

keberhasilan dalam kelompok bukan milik

perorangan tetapi milik anggota

kelompok,karena itu jika dalam satu

kelompok tidak saling membantu maka

kelompoknya akan kalah, karena itu dalam

pembelajaran cooperative learning adanya

saling kerja sama untuk mencapai tujuan.

Terjalin kerja sama yang baik dalam

kelompok, karena siswa saling melakukan

diskusi dalam belajar. Model cooperative

learning tidak hanya mengarah pada ranah

kognitif, tetapi ranah psikomotorik dan afektif

juga menjadi perhatian

Adapun kelemahan dari model

cooperative learning adalah diperlukan

persiapan yang matang oleh guru dalam

menyiapkan bahan pelajaran. Jumlah siswa

dalam satu kelas tidak boleh mencapai 45

orang, karena akan menyulitkan proses

pembelajaran dengan model cooperative

learning. Dikhawatirkan siswa yang pandai

akan mendominasi diskusi dalam kelompok,

karena itu perlunya pengontrolan secara terus-

menerus oleh guru. Terkadang suasana kelas

menjadi ribut, karena terjadinya perdebatan

antar siswa, sehingga mengganggu kelas lain.

Model cooperative tipe script pertama

sekali diperkenalkan oleh Dansereau dan

Kalawan pada tahun 1985. Model cooperative

learning tipe script model belajar dimana

siswa bekerja berpasangan dan bergantian

secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian

dari materi yang dipelajari. Siswa secara

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 42: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

96

Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal

bergantian menyampaikan materi sesama

pasangannya. Bila siswa yang satu

menyampaikan materi, maka pasangannya

mendengarkan apa yang disampaikan.

Kemudian siswa mendengarkan

menyampaikan kembali materi yang di

dengarnya dari pasangannya.

Peran guru dalam model pembelajaran

cooperative learning tipe script

mempersiapkan bahan yang akan

diinformasikan oleh siswa pada pasangannya.

Biasanya materi yang akan disampaikan

disusun dalam bentuk lembaran kerja siswa.

Saat siswa saling menjelaskan materi

pelajaran, guru berperan sebagai pendengar

dari penyampaian materi oleh siswa.

Langkah-langkah pembelajaran dengan

model cooperative learning tipe script adalah

sebagai berikut.

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan

2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa

untuk dibaca dan membuat ringkasan

3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang

pertama berperan sebagai pembicara dan

siapa yang berperan sebagai pendengar

4. Pembicara membacakan ringkasannya

selengkap mungkin, dengan memasukkan

ide-ide pokok dalam ringkasannya.

Sementara pendengar

menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-

ide pokok yang kurang lengkap dan

membantu mengingat/menghafal ide-ide

pokok dengan menghubungkan materi

sebelumnya atau dengan materi lainnya

5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara

ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya.

Serta lakukan seperti diatas.

6. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan

Guru

7. Penutup

METODA PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri

1 Darul Kamal Kabupaten Aceh Besar.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester

pertama tahun pelajaran 2013/2014 tepatnya

dari tanggal 1 Juli 2013 sampai 1 November

2013. Penelitian dilakukan disemester

pertama, karena materi pelajaran

kolonialisme barat diajarkan pada semester

tersebut. Penelitian dilakukan dikelas VIII

karena peneliti merupakan guru yang

mengajar dikelas tersebut. Selain dari pada itu,

siswa kelas VIII merupakan siswa yang hasil

belajar bidang studi IPS khususnya yang

berhubungan dengan materi sejarah sedikit

masih rendah dibandingkan dengan kelas yang

lainnya.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas

VIII SMPN 1 Darul Kamal yang berjumlah 24

orang dengan perincian 15 orang siswa

perempuan dan 9 orang siswa laki-laki. Secara

kemampuan siswa kelas VIII merupakan

siswa yang kurang mampu karena berasal dari

kondisi keluarga yang pendidikan orang

tuanya kurang. Bahkan orang tuanya kurang

memahami pentingnya belajar.

Sumber data tempat diperolehnya data

penelitian atau subjek yang dapat memberikan

data sehubungan dengan penelitian. Di dalam

penelitian ini, data yang diperoleh berasal dari

siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal, guru

pelaksana tindakan dan guru pengamat. Data

yang diperoleh dari siswa berupa nilai hasil

belajar dan aktivitas siswa. Data yang

diperoleh dari guru berupa keterampilan

dalam melaksanakan pembelajaran dengan

model cooperative learning tipe script.

B. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Teknik yang digunakan dalam

pengumpulan data penelitian ini adalah (1)

Test dilakukan pada setiap akhir proses

pembelajaran untuk mengetahui hasil belajar

yang dicapai siswa. (2) Observasi yang

dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa

saat mengikuti pembelajaran dengan model

cooperative learning tipe script.

Intrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah soal, lembaran observasi

aktivitas siswa, dan lembaran observasi

keterampilan guru melaksanakan proses

pembelajaran dengan model cooperative

learning tipe script.

Analisis data yang digunakan adalah

analisis deskriptif yang terdiri dari (1) analisis

hasil belajar dengan menggunakan analisis

deskriptif komparatif yaitu dengan

mebandingkan nilai test antar siklus (2)

aktivitas siswa dan guru dianalisis secara

deskriptif dengan memberikan penjelasan

terhadap hasil observasi yang dilakukan.

C. Rencana Tindakan

Adapun prosedur dari PTK yang akan

dilakukan sebagai berikut.

Mardiana, Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script

Page 43: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

97

Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal

1. Perencanaan

Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti

perlu melakukan berbagai persiapan

sehingga semua komponen yang

direncanakan dapat dikelola dengan baik.

Langkah-langkah-langkah persiapan yang

perlu ditempuh adalah:

a. Membuat rencana pembelajaran (RPP)

yang berisikan langkah-langkah yang

dilakukan guru, di samping bentuk

kegiatan yang dilakukan siswa dalam

rangka implementasi tindakan perbaikan

yang telah direncanakan.

b.Mempersiapkan fasilitas dan sarana

pendukung yang diperlukan di kelas,

seperti lembaran kerja.

c.Mempersiapkan cara merekam dan

menganalisis data mengenai proses dan

hasil tindakan perbaikan, seperti soal,

lembaran observasi aktivitas siswa, dan

lembaran observasi kemampuan guru

mengelola proses pembelajaran.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan yaitu melakukan

proses pembelajaran dengan menggunakan

model cooperative learning tipe script,

melakukan pengamatan terhadap aktivitas

siswa, dan guru, serta melakukan penilaian.

3.Observasi

Observasi/pengamatan dilakukan saat

pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan.

Adapun yang diamati dalam proses

pengamatan adalah aktivitas siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran dan

kemampuan guru dalam mengelola proses

pembelajaran.

4.Refleksi

Melakukan refleksi dalam arti merenungkan

secara inten apa yang telah terjadi dan tidak

terjadi, mengapa segala sesuatu terjadi dan

atau tidak terjadi, serta menjadi alternatif-

alternatif solusi yang perlu dikaji, dipilih

dan dilaksanakan untuk dapat mewujudkan

apa yang dikehendaki. Secara teknik

refleksi melakukan analisis dan sitesis

terhadap kegiatan pembelajaran yang telah

dilakukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Siklus I

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I

dilaksanakan sesuai perencanaan yaitu

menjelaskan tujuan pembelajaran,

mengingatkan kembali materi pelajaran yang

akan dipelajari, memotivasi siswa untuk

belajar, menjelaskan materi pelajaran secara

singkat dan sistem pembelajaran dengan

model cooperative learning tipe script,

membagi siswa untuk berpasangan dan

membagikan bahan ajar pada setiap pasangan

untuk dibaca dan dijelaskan pada pasangan.

Guru dan siswa menetapkan siapa yang

pertama berperan sebagai pembicara dan

siapa yang berperan sebagai pendengar.

Pembicara membacakan ringkasannya

selengkap mungkin dengan memasukkan ide-

ide pokok dalam ringkasannya, sementara

pendengar menyimak/mengoreksi yang

kurang lengkap dan membantu

mengingat/menghafal. Siswa diminta

menjawab pertanyaan yang terdapat lembaran

kerja siswa secara berpasangan. Guru

bersama-sama siswa membuat kesimpulan

pembelajaran.

Selama proses pembelajaran

berlangsung, guru pengamat melakukan

observasi terhadap aktivitas siswa dalam

mengikuti pembelajaran dengan model

cooperative learning tipe script. Hasil

observasi aktivitas siswa dalam belajar

sebagai berikut.

Tabel 1. Aktivias Siswa Mengikuti Kegiatan Pembelajaran Siklus I

No Aktivitas Siswa Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Mengambil giliran dan berbagi tugas 18 75

2 Mengundang teman untuk berbicara dalam diskusi 10 41,7

3 Mendengarkan dengan aktif teman menjelaskan 24 100

4 Bertanya jika tidak mengerti 10 41,7

5 Menghargai pendapat teman 24 100

6 Mengerjakan tugas tepat waktu 20 83,3

7 Memberikan tanggapan/menjawab 10 41,7

8 Mendengarkan penjelasan guru 22 91,7

Rata-rata persentase 71,9

Note: Jumlah siswa yang diamati 24 orang.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 44: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

98

Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal

Aktivitas siswa saat mengikuti kegiatan

pembelajaran 75% mengambil giliran dan

berbagi tugas, 41,7% mengundang teman

untuk berbicara dalam diskusi, seluruhnya

mendengarkan dengan aktif teman

menjelaskan, 41,7% bertanya jika tidak

mengerti, seluruhnya menghargai pendapat

teman, 83,3% mengerjakan tugas tepat waktu,

41,7% memberikan tanggapan/menjawab, dan

91,7% mendengarkan pendejalan guru.

Dengan demikian terlihat secara jelas bahwa

aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran

dengan model cooperative learning tipe script

sudah cukup aktif, dimana secara rata-rata

persentase 71,9% siswa aktif dalam

pembelajaran.

Tabel 2. Distribusi Keberhasilan Siswa Pada

Siklus I

No Keterangan Nilai

1 Nilai tertinggi 85

2 Nilai Terendah 50

3 Nilai rata-rata kelas 69

4 Ketuntasan Belajar 75%

Keberhasilan siswa dalam memahami

materi pelajaran yang diajarkan dengan model

cooperative learning tipe script dengan

tertinggi 85 dan nilai terendah 50. Tingkat

ketuntasan belajar yang dicapai siswa yaitu

75% sedangkan 25% siswa tidak tuntas. Nilai

rata-rata kelas yaitu 69. Dengan demikian

persentase ketuntasan belajar yang dicapai

siswa masih jauh dari indikator yang

ditetapkan. Indikator yang ditetapkan dalam

penelitian ini adalah 85% siswa tuntas.

Walaupun demikian terjadi peningkatan

terhadap ketuntasan belajar siswa setelah

diajarkan dengan model cooperative learning

tipe script. Sebelum diajarkan dengan model

ketuntasan belajar siswa hanya 50%. Aktivitas

siswa mengikuti kegiatan pembelajaran pada

siklus pertama, tergambar bahwa suasana

kelas masih berpusat pada guru. Ini

disebabkan guru kurang memotivasi siswa

untuk siswa untuk bertanya,

menjawab/menanggapi, menyampaikan

ide/pendapat. Kondisi ini tentu saja efek dari

kegiatan pembelajaran di mana guru terlalu

antusias dan aktif dalam menjelaskan materi

pelajaran.

2). Deskripsi Siklus II

Langkah-langkah pembelajaran yang

dilakukan pada siklus II guru menjelaskan

tujuan pembelajaran, mengingatkan kembali

tentang materi, memotivasi siswa untuk

belajar,

menjelaskan materi pelajaran, penukaran

pasangan yang tidak berhasil dalam siklus I,

membagikan bahan ajar kepada pasangan,

menetapkan siswa yang pertama berperan

sebagai pembicara dan ssiswa yang berperan

sebagai pendengar, siswa membacakan

ringkasannya selengkap mungkin, dengan

memasukkan ide-ide pokok dalam

ringkasannya sementara pendengar

menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide

pokok yang kurang lengkap. setiap pasangan

menjawab pertanyaan yang terdapat pada

lembaran kerja siswa, guru bersama siswa

membuat simpulan.

Tabel 3. Aktivias Siswa Mengikuti Kegiatan Pembelajaran Siklus II

No Aktivitas Siswa Frekuensi

(F)

Persentase

(%)

1 Mengambil giliran dan berbagi tugas 20 83,3

2 Mengundang teman untuk berbicara dalam diskusi 17 70,8

3 Mendengarkan dengan aktif teman menjelaskan 24 100

4 Bertanya jika tidak mengerti 15 62,5

5 Menghargai pendapat teman 24 100

6 Mengerjakan tugas tepat waktu 20 83,3

7 Memberikan tanggapan/menjawab 13 54,2

8 Mendengarkan penjelasan guru 22 91,7

Rata-rata persentase 80,7

Aktivitas siswa saat mengikuti kegiatan

pembelajaran 83,3% mengambil giliran dan

berbagi tugas, 70,8% mengundang teman

untuk berbicara dalam diskusi, seluruhnya

mendengarkan dengan aktif teman

menjelaskan, 62,5% bertanya jika tidak

Mardiana, Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script

Page 45: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

99

Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal

mengerti, seluruhnya menghargai pendapat

teman, 83,3% mengerjakan tugas tepat waktu,

54,2% memberikan tanggapan/menjawab, dan

91,7% mendengarkan pendejalan guru.

Dengan demikian terlihat secara jelas bahwa

aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran

dengan model cooperative learning tipe script

sudah aktif, dimana secara rata-rata persentase

80,7% siswa aktif dalam pembelajaran.

Tabel 4 Distribusi Keberhasilan Siswa Pada

Siklus II

No Keterangan Nilai

1 Nilai tertingg 85

2 Nilai terendah 60

3 Nilai rata-rata kelas 72

4 Ketuntasan belajar 87,5%

Setelah dilakukan perbaikan

pembelajaran pada siklus II dengan mengubah

pasangan dan mengurangi aktivitas guru

menerangkan, hasil tes terhadap siswa

diketahui nilai rata-rata yang diperoleh siswa

72 dan ketuntasan belajar siswa 87,5%. Nilai

tertinggi yang dicapai siswa adalah tetap 85

tetapi ada peningkatan pada nilai terendah

yang dicapai siswa menjadi 60. Dilihat dari

persentase ketuntasan belajar siswa pada

siklus II, ternyata tujuan yang ditetapkan

dalam penelitian ini yang menyatakan

penelitian dianggap berhasil jika persentase

ketuntasan belajar yang dicapai siswa 85%.

Ternyata dari hasil tes pada siklus II

ketuntasan belajar yang dicapai siswa

melebihi ketuntasan belajar yang ditetapkan

pada indikator kerja pada penelitian tindakan

kelas.

Hasil tindakan pada siklus II, ternyata

terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa

dari 75% menjadi 87,5%. Peningkatan juga

terjadai pada nilai rata-rata yang dicapai

siswa, pada siklus I nilai rata-rata yang dicapai

siswa 69, sedangkan pada siklus II menjadi72.

Peningkatan juga terjadi pada aktivitas siswa

mengikuti kegiatan pembelajaran, di mana

pada siklus II jumlah siswa yang bertanya,

mengajukan pendapat lebih banyak dari siklus

II. Ini disebabkan kemampuan guru

memotivasi siswa bertanya dan menjawab

meningkat menjadi cukup mampu. Selain dari

pada itu juga terjadai perubahan peran pada

guru, dimana pada siklus I guru mendominasi

proses pembelajaran, sedangkan pada siklus II

siswa lebih aktif dalam belajar. Dengan

demikian penelitian tindakan kelas dikatakan

telah berhasil meningkatkan hasil belajar dan

aktivitas siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan maka dapat ditarik simpulan

terjadi peningkatan hasil belajar IPS materi

kolonialisme barat pada siswa kelas VIII

SMPN 1 Darul Kamal. Peningkatan juga

terjadi pada aktivitas siswa mengikuti kegiatan

pembelajaran dengan model cooperative

learning tipe script. Peningkatan hasil belajar

dan aktivitas siswa disebabkan terjadi

peningkatan kemampuan guru dalam

mengelola proses pembelajaran saat

pelaksanaan penelitian dilakukan.

1. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian dan

simpulan di atas, maka peneliti menyarankan

agar guru mata pelajaran IPS di SMPN 1

Darul Kamal hendaknya melakukan proses

pembelajaran dengan model cooperative

learning tipe script. Bukti menunjukkan

bahwa model cooperative learning tipe script

dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas

siswa. Diharapkan kepada siswa agar mau

mengaktifkan kelompok-kelompok belajar

sehingga membantu keberhasilan belajarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2005. Teknik Belajar yang

Efektif. Jakarta: Renika Cipta.

Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar Pelajaran IPA

Kelas VIII SMP. Jakarta: Depdiknas.

Gie, Liang. 2006. Cara Belajar yang Baik dan

Efesien. Jakarta: Renika Cipta.

Ibrahim. M. 2000. Pembelajaran Kooperatif.

Surabaya:Universiti Press.

Lie, Anita. 2004. Cooperatif Learning.Jakarta:

Grasindo.

Nurhadi. 2003. Model-model Pembelajaran.

Surabaya: Unesa Press.

Wasis. 2004. Model-model Pembelajaran

IPA. Jakarta : Depdiknas.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 46: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

100

Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh

PENINGKATAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI PADA PERSEBARAN FLORA

DAN FAUNA MELALUI METODE PENUGASAN

Oleh

Yunaidah*

Abstrak

PTK ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar geografi pokok bahasan persebaran

Flora dan Fauna melalui metode penugasan pada siswa kelas XI-IS-1 SMA Negeri 6 Banda Aceh,

sedangkan manfaatnya untuk mendapatkan teori-teori baru untuk menjadi refleksi penelitian

selanjutnya. Kajian ini menggunakan metode PTK yang dilaksanakan dalam dua siklus dan setiap

siklus dilaksanakan 2 kali pembelajaran. Sebagai subjek dalam PTK ini adalah siswa Kelas XI-IS-1

semester ganjil (I). Sumber data yang diperoleh dalam PTK ini hasil dari siswa kelas XI-IS-1

sebanyak 29 orang, hasil observasi dari teman sejawat dan dokumentasi siswa-siswi. Hasil yang

dicapai dalam penelitian ini menunjukkan bahwa di siklus I pertemuan 1 sebanyak 17 siswa tuntas

(58,6%) dan pertemuan 2 sisa yang telah tuntas sebanyak 20 orang (68,96%). Selanjutnya pada siklus

II pertemuan 1 siswa yang telah tuntas ada sebanyak 23 orang (79,3%) dan pada pertemuan 2

meningkat lagi menjadi 27 orang (93,1%).

Kata Kunci : Metode Penugasaan dan Hasil Belajar Geografi

Pembelajaran merupakan suatu situasi yang

melibatkan dua perbuatan yaitu: Perbuatan

oleh siswa dan perbuatan mengajar oleh guru.

Dalam proses pembelajaran terdapat beberapa

hal yang mempengaruhi yaitu: tujuan

pembelajaran, bahan pelajaran, metode dan

alat peraga, serta penilaian dan evaluasi.

Proses pembelajaran yang dirancang

sedemikian rupa tentu mendatangkan hasil

yang maksimal.

Dalam pelaksanaan proses belajar

mengajar tidak selamanya mendatangkan hasil

yang maksimal. Berdasarkan pemantauan

hasil evaluasi, ulangan harian mata pelajaran

Geografi kelas XI-IS-1, semester 1 Tahun

Pelajaran 2010/2011 SMA Negeri 6 Banda

Aceh masih belum mencapai target

ketuntasan. Sebahagian siswa mengalami

kesulitan untuk memahami materi pelajaran.

Hal ini diduga karena metode, model maupun

strategi pembelajaran yang digunakan kurang

tepat dan buku pegangan siswa yang terbatas

sehingga rendahnya pemahaman siswa.

Penulis melaksanakan Penelitian

Tindakan Kelas ini agar dapat mengupayakan

peningkatan hasil belajar. Adapun

peningkatan yang ingin dicapai dari 45%

menjadi 70% ketuntasan. Untuk meningkatkan

hasil belajar tentu dilakukan berbagai upaya

termasuk memperbaiki strategi mengajar,

salah satu metode yang digunakan adalah

metode diskusi. Metode penugasan ini adalah

metode yang penulis gunakan dalam

penelitian tindakan kelas di kelas XI-IS-1

materi persebaran Flora dan Fauna.

Berdasarkan uraian latar belakang

diatas, penulis dapat mengidentifikasi

beberapa masalah antara lain: (1). Guru dalam

melaksanakan pembelajaran belum

menggunakan metode yang sesuai; (2). Guru

belum menggunakan alat peraga yang baik;

(3). Suasana kelas yang kurang

menyenangkan; dan (4). Buku yang tersedia

sangat terbatas.

Berdasarkan uraian latar belakang di

atas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah “Apakah dengan menggunakan metode

Penugasan dapat meningkatkan hasil belajar

Geografi pokok bahasan persebaran Flora dan

Fauna pada siswa Kelas XI-IS-1 SMA Negeri

6 Banda Aceh tahun ajaran 2010/2011?

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran geografi

Geografi adalah suatu ilmu yang

mempelajari atau mengkaji bumi dan segala

sesuatu yang ada diatasnya, seperti penduduk,

flora, fauna, iklim, udara dengan segala

interaksinya.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 47: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

101

Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh

Dari pengertian yang dikemukakan

diatas, dapat di ketengahkan disini bahwa

Geografi dan studi Geografi berkenaan dengan

: 1. Permukaan bumi (Geosfer). 2. Alam

Lingkungan (Atmosfer, Litosfer, Hidrosfer), 3.

Umat manusia dengan kehidupannya

(Antroposfer), 4. Penyebab keruangan gejala

alam dan kehidupan termasuk persamaan dan

perbedaan, serta 5. Analisis hubungan

keruangan gejala-gejala Geografi di

permukaan bumi.

Dengan kata lain pengajaran

Geografi hakekatnya adalah pengajaran

tentang aspek-aspek keruangan permukaan

bumi yang merupakan keseluruhan gejala

alam dan kehidupan umat manusia dengan

variasi kewilayahannya termasuk persebaran

Flora dan Faunanya.

Beberapa Definisi belajar sebagai suatu

perubahan menurut para ahli sebagai berikut:

1. Gagne dan Berliner (Ani Tri dalam

Mufid, 2007) menyatakan bahwa belajar

merupakan proses dimana suatu

organisme mengubah perilakunya karena

hasil dari pengalaman.

2. Teori belajar Konstruktivisme (Ani Tri

dalam Mufid, 2007) belajar adalah lebih

dari sekedar mengingat, siswa

memahami dan mampu menerapkan

pengetahuan yang telah dipelajari,

mereka harus bisa menyelesaikan

masalah, menemukan sesuatu untuk

dirinya. Guru adalah bukan orang yang

mampu memberikan pengetahuan kepada

siswa, sebab siswa yang harus

mengkonstruksikan pengetahuan dalam

memorinya sendiri.

3. Menurut Suharsimi Arikunto (Dalam

Mufid, 2007) belajar merupakan suatu

proses karena adanya usaha untuk

mengadakan perubahan terhadap diri

manusia yang melakukan, dengan

maksud memperoleh perubahan dalam

dirinya, baik merupakan pengetahuan,

keterampilan maupun sikap.

Perubahan tingkah laku yang dapat

diamati dari penampilan orang belajar adalah

hasil belajar. Tingkat kemampuan siswa dari

hasil belajar dapat dilihat dari kemampuan

kognitif, afektif, dan psikomotorik (Bloom

dalam Sutrisno, 2006) Senada dengan

pendapat diatas Arikunto (dalam Sutrisno,

2006) menyatakan bahwa hasil belajar

merupakan sesuatu yang diperoleh dari dan

sesudah kegiatan pembelajaran berlangsung.

Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk angka,

huruf, atau kata-kata baik, sedang dan kurang.

Hasil belajar dapat diukur langsung melalui

tes yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

B. Pengertian Metode Penugasan

Untuk meningkatkan hasil belajar

Geografi, metode yang digunakan dalam

proses pembelajaranharus menarik sehingga

siswa termotivasi untuk belajar. Agar hasil

belajar meningkat diperlukan situasi, cara dan

strategi pembelajaran yang tepat untuk

melibatkan siswa secara aktif baik pikiran,

pendengaran, penglihatan dan psikomotor

dalam proses belajar mengajar. Untuk itu

metode penugasan lebih tepat digunakan.

Pemberian tugas adalah cara dalam

proses belajar mengajar dengan jalan memberi

tugas kepada siswa. Tugas-tugas ini dapat

berupa mengikhtisarkan karangan, (dari surat

kabar, majalah atau buku bacaan) membuat

kliping, mengumpulkan gambar, perangko,

dan dapat pula menyusun karangan.

Metode pemberian tugas, dianjurkan

antara lain untuk mendukung metode ceramah,

inkuiri, VCT. Penggunaan metode ini

memerlukan pemberian tugas denganbaik,

baik ruang lingkup maupun bahannya.

Pelaksanannya dapat diberikan secara

individual maupun kelompok.

Dalam proses pembelajaran, siswa

hendaknya didorong untuk melakukan

kegiatan yang dapat menumbuhkan proses

kegiatan kreatif. Oleh karena itu metode

pemberian tugas dapat dipergunakan untuk

mendukung metode pembelajaran yang lain.

Penggunaan metode pemberian tugas

bertujuan :

1. Menumbuhkan proses pembelajaran

yang eksploratif

2. Mendorong perilaku kreatif.

3. Membiasakan berpikir komprehensif

4. Memupuk kemandirian dalam proses

pembelajaran.

METODA PENELITIAN

A. Setting dan Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA

Negeri 6 Banda Aceh, yang dilaksanakan

selama 3 bulan yaitu pada bulan Juli s/d

September 2011 semester Ganjil, dengan

subyek penelitian siswa-siswi kelas XI-IS-1

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 48: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

102

Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh

tahun pelajaran 2010/2011. Jumlah siswa

sebanyak 29 orang terdiri dari yang terdiri dari

7 orang siswa perempuan dan 22 orang siswa

laki-laki.

B. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dengan cara

hasil test, observasi, dan wawancara. Dengan

menggunakan teknik pengumpulan data dari

butir soal tes, lembar instrumen aktivitas

siswa, lembar instrumen PBM guru, dan

pedoman wawancara.

C. Validasi dan Analisis Data

Validasi data berdasarkan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai, digunakan

untuk mengukur hasil belajar siswa pada

Materi persebaran Flora dan Fauna. Tes ini

diberikan setiap akhir pembelajaran, bentuk

tes yang diberikan adalah tes tulisan berbentuk

uraian. Validasi diperoleh dari rekaman hasil

test siswa. Setelah valid data dianalisis dengan

menggunakan analisis deskriptif yang terdiri

dari hasil belajar dan observasi.

D. Indikator Kinerja

Sebagai indikator keberhasilan

adalah terjadi peningkatan hasil belajar yaitu

70% siswa mencapai ketuntasan belajar nilai

KKM 65.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri atas 2 siklus.

Setiap siklus terdiri dari:

1. Planning, yaitu kegiatan yang dilakukan

pada kegiatan ini adalah membuat

perencanaan proses pembelajaran.

Perencanaan yang dibuat adalah berupa

silabus dan RPP beserta perangkatnya.

Membuat instrumen observasi kegiatan siswa

dan instrumen observasi PBM guru.

2. Acting, yaitu kegiatan yang dilakukan

adalah melaksanakan seluruh kegiatan yang

terdapat didalam kegiatan perencanaan.

Melaksanakan kegiatan proses pembelajaran

materi persebarab Flora dan Fauna dengan

menggunakan metode penugasan pada

pelajaran geografi

3. Observasi, yaitu melaksanakan observasi

atau pengamatan yang dilakukan oleh guru

peneliti terhadap siswa pada saat PBM

berlangsung untuk melihat kegiatan siswa dan

observasi yang dilakukan oleh guru kolaborasi

terhadap PBM yang diselenggarakan oleh

peneliti.

4. Refleksi, dilakukan pada akhir PBM untuk

melihat hasil dari kegiatan PBM yang telah

dilaksanakan. Kemudian hasil dari refleksi

pada siklus pertama merupakan acuan bagi

peneliti untuk melakukan tindakan pada siklus

selanjutnya (siklus II). Selanjutnya pada siklus

II melakukan perubahan tindakan pada proses

belajar mengajar terhadap kekurangan yang

terjadi pada siklus I sehingga hasil PBM akan

menjadi lebih baik sesuai dengan harapan dan

tujuan yang ingin dicapai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi pembelajaran sebelum

dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan

tindakan dengan menggunakan metode

penugasan terjadi peningkatan. Tergambar

dari antusias siswa dalam mengikuti pelajaran,

siswa lenih aktif dan kreatif serta dapat

menemukan jawaban atau pemecahan masalah

dari materi yang mereka kerjakan dalam

kegiatan belajar yang dialaminya sehingga

dapat membina tanggung jawab dan disiplin

siswa serta mengembangkan kreatifitas siswa.

Hasil Siklus I

Dari analisis terhadap hasil belajar

yang dicapai oleh siswa diperoleh data bahwa

siswa yang memperoleh ketuntasan pada

pertemuan 1 sebanyak 17 siswa tuntas

(58,6%) dan 12 siswa tidak tuntaas (41,4%)

dengan nilai rata-rata sebesar 59,8. Kemudian

pertemuan 2 jumlah ketuntasan siswa menjadi

20 siswa (68,96%) dan 9 siswa belum tuntas

(31,03%) dengan nilai rata-rata sebesar 63,7.

Berdasarkan nilai rata-rata seperti itu, hasil ini

dapat dilihat dari observasi bahwa dalam

kegiatan pembelajaran masih terdapat siswa

yang kurang aktif dalam melakukan kegiatan

pembelajaran, dan siswa juga kurang

memahami materi yang disampaikan guru.

Oleh karena itu perlu upaya perbaikan pada

siklus II.

Hasil Siklus II

Berdasarkan hasil tes kemampuan

siswa siklus II pada pertemuan I dapat dilihat

23 siswa (79,3%) tuntas, selebihnya yaitu

sebanyak 6 siswa (20,7%) tindak tuntas

dengan nilai rata-rata 68,5. Kemudian pada

pertemuan 2 jumlah siswa terus bertambah

Yunaidah, Peningkatan Hasil Belajar Geografi

Page 49: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

103

Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh

hingga menjadi 27 siswa kini tuntas (93,1%)

dan bersisa 2 siswa tidak tuntas (6,9%) dengan

nilai rata-rata sebesar 80,2. Dari hasil tersebut

dapat dilihat bahwa indikator nilai KKM dan

nilai rata-rata yang ditetapkan dalam

penelitian ini telah terpenuhi, sehingga

penelitian menggunakan metode penugasan ini

berhasil meningkatkan jumlah dan nilai

belajar siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan temuan hasil penelitian

mengenai penggunaan metode penugasan

untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas

XI-IS-1 dalam pembelajaran geografi di SMA

Negeri 6 Banda Aceh, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran menggunakan metode

penugasan dimulai dari pemilihan topik,

melakukan aturan diskusi, sikap kelompok

menjelaskan hasil, menarik kesimpulan dari

hasil diskusi setiap kelompok.

2. Penggunaan metode penugasan dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran geografi dengan materi Persebaran

Flora dan Fauna. Dari hasil penelitian sudah

ada peningkatan dari siklus I dan siklus II

dimana jumlah siswa yang tuntas pada siklus I

hanya sebesar 58,6% lalu meningkat menjadi

93,1% pada siklus II.

1. Saran-saran

Pada kesempatan ini peneliti ingin

memberikan beberapa saran yang ingin

disampaikan adalah sebagai berikut:

• Perlunya penggunaan metode lain

dalam pembelajaran geografi saat

memberikan materi pelajaran

sehingga siswa mudah dan proses

belajar mengajar menjadi

menyenangkan, seperti alat peraga

• Diharapkan kepada guru untuk lebih

meningkatkan kemampuannya dalam

mengelola pembelajaran sehingga

tujuan pembelajaran dapat tercapai

dengan maksimal.

• Untuk memaksimalkan hasil

penelitian ini disarankan kepada para

guru geografi lain untuk melakukan

hal yang serupa di tempat

mengajarnya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Afif Miftahul Majid, S.sos. Dkk. 2006,

Intisari Geografi SMA, Bandung,

Pustaka Setia

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian suatu

pendekatan Praktek. Jakart: Rineka

Cipta

Beni, S. 2008. Model-model Pembelajaran

Kreatif. Bandung: Tinta Emas

Publishing

Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat satuan

Pendidikan. Jakarta

Ismail, 2003. Media Pembelajaran (Model-

Model pembelajaran). Jakarta

Direktorat Pendidikan Nasional

K. Wardiyatmoko, 2006, Geografi 2 SMA,

Jakarta, Erlangga

Nana Sudrajat. 1989, Dasar-dasar Proses

Belajar Mengajar, Bandung: Sinar

Baru, 1989

Suryubroto. 1990. Beberapa aspek Dasar-

dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka

Cipta

Soejadi, 2000. Belajar dan Pembelajaran.

Jakarta : Rineka Cipta

Sujana, 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar

Mengajar. Bandung Remaja Rusda

Karya

Sujana, 2005. Dasar-dasar Proses Belajar

Mengajar, Bandung: Sinar Baru

Algesindo

Yusmans Hestiyanto. 2005, Geografi 2 SMA,

Jakarta, Yudistira

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 50: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

104

PENGARUH MASA KERJA DAN SERTIFIKASI GURU TERHADAP KOMITMEN

KERJA GURU PADA SMA NEGERI 5 BANDA ACEH

Oleh

Maria Lena

Abstrak

Masa kerja seorang guru adalah lamanya waktu yang telah dilalui oleh seorang guru yang

mengabdikan segala kemampuannya pada sebuah lembaga pendidikan. Guru yang telah bertahun-tahun

mengajar akan dapat memperbaiki kemampuan mengajarnya sehingga semakin tinggi tingkat

kemampuan dan komitmen terhadap tugas keguruannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

apakah terdapat pengaruh antara masa kerja dan sertifikasi guru terhadap komitmen kerja guru pada

SMA Negeri 5 Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode

deskriptif. Adapun yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah guru yang telah mendapat

sertifikat sertifikasi dan bertugas pada SMA Negeri 5 Banda Aceh, sedangkan yang dijadikan sampel

sebanyak 32 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama terdapat pengaruh yang

positif antara masa kerja guru dengan komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh (rx1y =

0,737), kedua terdapat pengaruh yang positif antara sertifikasi guru dengan komitmen kerja guru pada

SMA Negeri 5 Banda Aceh (rx2y = 0,771), ketiga terdapat pengaruh yang positif antara masa kerja dan

sertifikasi guru terhadap komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh ( rx1x2y = 0,867). Hasil

analisis secara serempak menunjukkan bahwa masa kerja dan sertifikasi guru dapat mempengaruhi

komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh.

Kata Kunci : Masa Kerja, Sertifikasi Guru dan Komitmen Kerja Guru.

Dunia pendidikan terus dituntut untuk

dapat menghasilkan sumber daya manusia yang

sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan

lapangan pekerjaan seiring dengan

berkembangnya teknologi dan budaya

masyarakat.

Pemerintah telah berupaya

meningkatkan kemampuan profesional guru

diantaranya meningkatkan kualifikasi dan

persyaratan jenjang pendidikan yang lebih

tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat usia

dini sampai perguruan tinggi. Selain sertifikasi

upaya lain yang telah ditentukan di Indonesia

untuk meningkatkan kompetensi profesional

guru misalnya, Pusat Kegiatan Guru (PKG),

Kelompok Kerja Guru (KKG), maupun

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

yang memungkinkan para guru untuk berbagi

pengalaman dalam memecahkan masalah-

masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan

mengajarnya. Mulyasa (2009:6) menyebutkan

bahwa:”Pemerintah melakukan berbagai upaya

untuk mengembangkan standar kompetensi dan

sertifikasi guru, antara lain dengan disahkannya

Undang-Undang Guru dan Dosen yang

ditindaklanjuti dengan pengembangan

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)

tentang guru dan dosen, yang dimaksudkan

agar meningkatkan profesional dan kompetensi

guru”

Dalam perkembangan pendidikan,

peserta didik di masa yang akan datang

diharapkan menjadi manusia Indonesia

berkualitas yang senantiasa mampu

memecahkan persoalan-persoalan kebutuhan

hidupnya secara mandiri dan pada gilirannya

dapat memberikan kontribusi dalam

mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera.

Kadar kualitas SDM yang terukur akan

menjadi tolok ukur untuk merekontruksi

pendidikan dari waktu ke waktu. Salah satu

barometer keberhasilan pendidikan dalam

mewujudkan SDM adalah dengan mengukur

kualitas SDM yang ditandai dengan

meningkatnya kualitas pengetahuan, sikap, dan

keterampilan yang lebih dinamis dan mandiri

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan beragama dengan tatanan nasional dan

internasional.

Tujuan pendidikan nasional tertuang

dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20

Tahun 2003 pasal 3 berikut ini: “Pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 51: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

105

bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”

Oleh sebab itu, transformasi sekolah

era kontemporer menuju sekolah bermutu

diawali dengan komitmen bersama terhadap

mutu pendidikan oleh sekolah, administrator,

guru, staf, siswa dan orang tua dalam

komunitas sekolah. Dalam hal ini, mutu yang

dimaksud yaitu kemampuan sumber daya

sekolah mentransformasikan multi jenis

masukan dan situasi untuk mencapai derajat

nilai tambah tertentu dari peserta didik. Jika

dilihat dari hasil pendidikan, mutu pendidikan

dipandang berkualitas jika mampu melahirkan

keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada

peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu

jenjang pendidikan atau menyelesaikan

program pembelajaran tertentu.

Guru dalam melaksanakan tugas

mengajar senantiasa berkeinginan untuk

meningkatkan kemampuan dalam memberikan

pelayanan kepada siswa, masyarakat, dan

lingkungan terutama lingkungan tempat

bertugas. Dalam melaksanakan tugas ini guru

berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginannya. Salah satunya dengan mengikuti

sertifikasi sehingga memperoleh kesejahteraan

dan kenyamanan yang lebih dalam

melaksanakan tugas.

Tunjangan sertifikasi bukan hanya

dimaksudkan untuk meningkatkan

kesejahteraan guru, tetapi juga dimaksudkan

untuk meningkatkan kompetensi dan komitmen

kerja guru. Paradigma pertama, beranggapan

bahwa kesejahteraan guru perlu ditingkatkan,

agar mereka bisa menjalankan tugas mendidik

generasi muda bangsa dengan baik.

Sekolah Menengah Atas (SMA)

Negeri 5 Banda Aceh merupakan sekolah yang

telah lama berdiri di kawasan Kopelma

Darussalam. Sekolah ini terus melakukan

pembenahan di segala bidang demi terciptanya

kualitas lulusan yang sesuai dengan era

globalisasi saat ini. Hal ini tidak terlepas dari

motivasi dan komitmen guru sehingga

berdampak bagi peningkatan produktivitas

guru dalam mengajar.

Sebagai insan yang memiliki

keterbatasan memang kadang kala

mempengaruhi stabilitas diri, namun tidak

jarang juga ada sebagian besar guru yang

bekerja penuh dedikasi dan loyalitas tinggi

sehingga mereka mampu membangun

komitmen kerjanya dengan baik. Dengan

demikian guru yang memiliki komitmen kerja

yang tinggi akan mempengaruhi cara kerja dan

hasil kerjanya. Sejauh mana tingkat komitmen

kerja guru tersebut sangat ditentukan oleh

berbagai variabel, diantaranya yaitu masa kerja

dan sertifikasi, maka masa kerja dan sertifikasi

diharapakan mampu meningkatkan komitmen

kerja guru. Oleh karena itu penulis ingin

melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Masa Kerja dan Sertifikasi Guru Terhadap

Peningkatan Komitmen Kerja Guru pada SMA

Negeri 5 Banda Aceh.

Adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu: Bagaimanakah pengaruh

antara masa kerja dan sertifikasi guru terhadap

komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5

Banda Aceh?

Berangkat dari rumusan masalah

tersebut maka yang menjadi tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui bahwa:

1. Masa kerja berpengaruh terhadap komitmen

kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda

Aceh.

2. Sertifikasi guru berpengaruh terhadap

komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5

Banda Aceh.

3. Masa kerja dan sertifikasi guru secara

bersama-sama berpengaruh signifikan

terhadap komitmen kerja guru pada SMA

Negeri 5 Banda Aceh.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini secara teoritis

diharapkan dapat menyajikan data dan

informasi yang dapat memperkaya

khazanah dan konsep manajemen

pendidikan serta menjadi landasan berpijak

bagi penelitian selanjutnya. Dengan

diungkapkannya pengaruh masa kerja dan

sertifikasi terhadap komitmen kerja guru,

maka diharapkan dapat memberikan

kontribusi bagi pengambil kebijakan

khususnya manajer pendidikan dalam

rangka mengembangkan sistem pembinaan

yang lebih profesional.

2. Manfaat Praktis

Sementara manfaat pada tataran praktis,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi guru maupun lembaga

pendidikan, khususnya SMA Negeri 5

Banda Aceh guna dalam rangka

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 52: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

106

meningkatkan komitmen kerjanya. Di

samping itu diharapkan juga bermanfaat

untuk:

a. Kepala sekolah sebagai manajer pada

sekolah dalam upaya membentuk

kompetensi guru yang lebih baik.

b. Para guru dalam hal pengembangan

kemampuan dan pengetahuannya untuk

meningkatkan komitmen kerjanya

c. Gambaran bagi pengawas, untuk

melakukan supervisi yang lebih baik

dan profesional.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Masa Kerja, Sertifikasi Guru dan

Komitmen Kerja Guru

1). Konsep Manajemen

Manajemen dipandang sebagai profesi

karena manajemen dilandasi oleh keahlian

khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer,

dan para profesional dituntut oleh suatu kode

etik. Manajemen juga dipandang sebagai suatu

seni untuk mendapatkan sesuatu dan dilakukan

melalui orang lain. Hal ini meminta perhatian

pada kenyataan bahawa manajer mencapai

tujuan organisasi dengan mengatur orang lain

untuk melakukan pekerjaan yang diperlukan

tanpa melakukan pekerjaan sendiri.

Pendidikan merupakan suatu proses

manajemen, oleh karena itu menejemen sangat

berpengaruh terhadap mutu pendidikan.

Perlunya manajemen dalam pendidikan adalah

untuk mengantisipasi perubahan global yang

disertai oleh kemajuan ilmu pengetahun dan

teknologi informasi. Perubahan itu sendiri

sangat cepat dan pesat, sehingga perlu ada

perbaikan yang berkelanjutan (continous

improvement) di bidang pendidikan sehingga

output pendidikan dapat bersaing dalam era

globalisasi seiring dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, khususnya

teknologi informasi. Persaingan tersebut hanya

mungkin dimenangkan oleh lembaga

pendidikan yang tetap memperhatikan kualitas

pendidikan dalam pengelolaannya. Sebab

syarat untuk bisa bersaing adalah perbaikan

yang berkelanjutan dalam organisasi.

Manajemen pendidikan adalah

implementasi manajemen dalam bidang

pendidikan. Sedangkan manajemen sekolah

dikatakan sebagai salah satu bagian dari

manjemen pendidikan yang diimplementasikan

di tingkat sekolah. Manajemen pendidikan

cakupannya lebih luas dan diterapkan pada

semua jenis dan semua jenjang pendidikan.

Menurut Darling-Hammond, (Suharsaputra,

2010:66): “Manajemen sekolah merupakan

proses pemanfaatan seluruh sumber daya

sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang

rasional dan sistematik (mencakup

perencanaan, pengorganisasian, pengerahan

tindakan, dan pengendalian) untuk mencapai

tujuan sekolah secara efektif dan efisien”

2). Masa Kerja

Masa kerja seorang guru adalah

lamanya waktu yang telah dilalui oleh seorang

guru yang mengabdikan segala kemampuannya

pada sebuah lembaga pendidikan.

Adapun perhitungan masa kerja yang

dimaksudkan dalam penelitian ini dibatasi

mulai dari 0 tahun 0 bulan (masa kerja

minimum) sampai dengan 36 tahun (batas kerja

maksimum).

Bahar (Kunandar, 2007:23)

mengungkapkan: “Pengalaman mengajar

dalam penelitian ini mengacu pada lamanya

seorang guru mengajar di sekolah, guru yang

bertahun-tahun mengajar akan dapat

memperbaiki keterampilan mengajar, guru

yang telah memiliki pengalaman mengajar

dalam waktu yang lama akan semakin tinggi

tingkat kemampuan dan keterampilan

mengajarnya, dan semakin tinggi pula

kemampuan dalam melaksanakan tugas

keguruannya”.

3). Sertifikasi Guru

Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen tertuang beberapa pasal tentang

sertifikasi sebagai berikut :

• Pasal 1 butir 11 : sertifikasi adalah proses

pemberian sertifikat pendidik kepada guru

dan dosen.

• Pasal 8 : guru wajib memiliki kualifikasi

akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,

sehat jasmani dan rohani, serta memiliki

kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional.

• Pasal 11 butir 1 : sertifikat pendidik

sebagaimana dalam pasal 8 diberikan

kepada guru yang telah memenuhi

persyaratan.

• Pasal 16 : guru yang memiliki sertifikat

pendidik memperoleh tunjangan profesi

sebesar satu kali gaji, guru negeri maupun

swasta dibayar pemerintah.

Maria Lena, Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru

Page 53: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

107

Dengan demikian sertifikasi adalah

proses pemberian sertifikat kompetensi atau

surat keterangan sebagai pengakuan terhadap

kemampuan seseorang dalam melakukan suatu

pekerjaan setelah lulus uji kompetensi.

Peningkatan kompetensi guru pada dasarnya

hanya merupakan satu aspek yang berperan

dalam peningkatan kinerja dan motivasi guru

sehingga dapat meningkatkan kualitas

pendidikan.

4). Komitmen Kerja

Komitmen merupakan salah satu

bentuk prilaku individu atau kelompok dalam

suatu organisasi atau lembaga. Dalam

kaitannya dengan prilaku komitmen dapat

diartikan sebagai suatu sikap yang ditimbulkan

oleh seseorang atau situasi.

Hakikat komitmen kerja sebenarnya

merupakan kemauan dari dalam diri seorang

guru untuk mengadakan perubahan tingkah

laku secara kontinu dalam melaksanakan

tugasnya. Menurut Hamzah B. Uno, (2008:30)

perubahan tingkah laku tersebut pada

umumnya ada beberapa indikator : “1) adanya

tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, 2)

adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, 3)

adanya kemauan dan kebutuhan dalam

mengajar, 4) adanya rasa betah dan kesenangan

terhadap pekerjaan, 5) adanya penghargaan

dalam mengajar, 6) adanya rasa wajib dan

tindakan dalam melaksanakan tugas”.

5). Pengaruh Masa Kerja dan sertifikasi

Terhadap Komitmen kerja Guru

Pengaruh masa kerja dan sertifikasi

terhadap komitmen kerja guru dapat terlihat

dari sikap yang ditunjukkan oleh guru dalam

melaksanakan tugas sehari-hari. Guru dalam

melaksanakan tugas profesinya selalu ingin

mencari tantangan terhadap hal-hal yang baru,

ingin mengadakan penelitian untuk

pengembangan tugas walaupun hanya dalam

lingkungan kerjanya saja, ini berarti guru

tersebut memiliki komitmen yang tinggi, begitu

pula halnya dengan guru berpengalaman yang

memiliki masa kerja yang tinggi. Robert E.

Slavin (2008:31) mengemukakan bahwa

“Guru-guru berpengalaman merupakan guru

yang intensional yang memiliki sumber daya

yang baik”.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

pendekatan deskriptif kuantitatif guna

mengetahui seberapa besar pengaruh masa

kerja dan sertifikasi yang diikuti oleh guru

dalam rangka peningkatan komitmen kerjanya.

Peneliti dapat mengidentifikasi fakta-fakta atau

peristiwa yang terjadi sebagai variabel yang

dipengaruhi dan melakukan penyelidikan

terhadap variabel-variabel yang

mempengaruhi.

Keterangan:

X1 : masa kerja

X2 : sertifikasi

Y : komitmen kerja guru

Penelitian ini akan dilaksanakan pada

SMA Negeri 5 Banda Aceh yang terletak di

Jalan Hamzah Fansuri nomor 1 Kopelma

Darussalam. Sementara waktu pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini

terhitung Oktober sampai dengan Desember

2011.

Adapun yang menjadi populasi dalam

penelitian ini yaitu semua guru yang telah

mendapat sertifikat/lulus sertifikasi pendidik

profesional. Jumlah guru di SMA Negeri 5

Banda Aceh yang telah lulus tersebut adalah 32

orang. Karena jumlah populasi tidak terlalu

besar maka peneliti mengambil seluruhnya

sebagai subjek, dengan merujuk kepada

Arikunto (2006: 134) bahwa “sekedar ancer-

ancer apabila subjeknya kurang dari 100 lebih

baik di ambil semua sehingga penelitiannya

merupakan penelitian populasi”.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1). Diskripsi Variabel Masa kerja guru

Hasil penelitian diperoleh rata-rata

masa kerja guru di SMA Negeri 5 Banda Aceh

adalah tergolong tinggi yaitu mempunyai masa

kerja rata-rata 26 – 30 tahun hal ini ditunjukkan

responden yang sudah bersertifikasi

mempunyai masa kerja cenderung tinggi,

sedangkan yang mempunyai masa kerja 11 –

15 tahun tidak ada atau 0%, 16 – 20 tahun

sebanyak 2 orang atau 6,25%, 21 – 25 tahun

sebanyak 7 orang atau 21.875%, sedangkan

X1

X2

Y

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 54: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

108

yang mempunyai masa kerja lebih dari 30

tahun adalah sebanyak 5 orang atau 15.625%.

2). Diskripsi Variabel Sertifikasi Guru

Hasil penelitian diperoleh rata-rata

kinerja guru yang bersertifikasi adalah 4,12

dengan penyebaran pilihan jawaban dari

responden rentang 4 dan 5

3). Diskripsi Variabel Komitmen Kerja

Guru

Hasil penelitian diperoleh rata-rata

komitmen guru adalah 4, 17 dengan

penyebaran pilihan jawaban dari responden

rentang 4 dan 5.

B. Pembahasan

1). Pengaruh Masa kerja Terhadap

Komitmen Kerja Guru

Dalam analisa pembahasan ini penulis

ingin membahas mengenai pengaruh masa

kerja terhadap komitmen kerja guru.

Koefisien Regresi (6):

Konstanta sebesar 2.986 artinya jika

masa kerja (X1) dianggap konstan, maka

besarnya komitmen kerja guru yang dilakukan

oleh guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh

adalah sebesar 2.986 pada satuan skala likert,

yang menyatakan jika tidak ada masa kerja

maka besarnya komitmen kerja guru SMA

Negeri 5 Banda Aceh adalah sebesar 2.986

pada satuan skala likert.

Koefisien regresi masa kerja (X1)

sebesar 0.270. Artinya bahwa setiap 100%

perubahan (masa kerja) maka secara relatif

akan mempengaruhi komitmen kerja guru

sebesar 27.0%, dengan demikian semakin

tinggi masa kerja guru SMA Negeri 5 Banda

Aceh, maka secara relatif akan meningkatkan

komitmen kerja guru.

Koefisien Korelasi dan Determinasi

Koefisien korelasi (R) = 0.737 yang

menunjukkan bahwa derajat hubungan

(korelasi) antara variabel bebas dengan varibel

terikat sebesar 73.7%. Artinya masa kerja (X1)

mempunyai hubungan yang kuat terhadap

komitmen kerja guru, atau variabel masa kerja

(X1) mempunyai hubungan yang kuat dalam

meningkatkan komitmen kerja guru SMA

Negeri 5 Banda Aceh.

Koefisien Determinasi (R²) = 0.543.

Artinya sebesar 54.3% perubahan-perubahan

dalam variabel terikat (komitmen kerja guru)

dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan

dalam variabel masa kerja (X1). Sedangkan

selebihnya yaitu sebesar 45.7% dijelaskan oleh

faktor lain diluar dari variabel yang dijadikan

indikator penelitian, hal ini mengindikasikan

bahwa masih ada sebesar 45.7% faktor

komitmen kerja guru dipengaruhi oleh faktor

lain, selain dari masa kerja guru.

2). Pengaruh Sertifikasi Terhadap

Komitmen kerja guru

Koefisien Regresi (6):

Koefisien regresi sertifikasi (X2)

sebesar 0.318. Artinya bahwa setiap 100%

perubahan (sertifikasi) maka secara relatif akan

mempengaruhi komitmen kerja guru sebesar

31.8%, dengan demikian semakin tinggi

sertifikasi guru SMA Negeri 5 Banda Aceh,

maka secara relatif akan meningkatkan

komitmen kerja guru.

Koefisien Korelasi dan Determinasi

Koefisien korelasi (R) = 0.771 yang

menunjukkan bahwa derajat hubungan

(korelasi) antara variabel bebas dengan varibel

terikat sebesar 77.1%. Artinya sertifikasi (X2)

mempunyai hubungan yang kuat terhadap

komitmen kerja guru, atau variabel sertifikasi

(X2) mempunyai hubungan yang kuat dalam

meningkatkan komitmen kerja guru SMA

Negeri 5 Banda Aceh.

Koefisien Determinasi (R²) = 0.594.

Artinya sebesar 59.4% perubahan-perubahan

dalam variabel terikat (komitmen kerja guru)

dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan

dalam variabel sertifikasi (X2). Sedangkan

selebihnya yaitu sebesar 40.6% dijelaskan oleh

faktor lain diluar dari variabel yang dijadikan

indikator penelitian, hal ini mengindikasikan

bahwa masih ada sebesar 40.6% faktor

komitmen kerja guru dipengaruhi oleh faktor

lain, selain dari sertifikasi kerja guru.

3). Pengaruh Secara Simultan Masa Kerja

dan Sertifikasi Terhadap Komitmen Kerja

Guru

Untuk meningkatkan komitmen kerja

guru oleh guru pada SMA Negeri 5 Banda

Aceh, maka perlu dilihat variabel yang

mempengaruhi komitmen kerja guru SMA

Negeri 5 Banda Aceh tersebut yaitu untuk

mengetahui pengaruh variabel bebas yaitu

masa kerja (X1), sertifikasi (X2), terhadap

komitmen kerja guru (Y) pada SMA Negeri 5

Banda Aceh.

Maria Lena, Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru

Page 55: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

109

Sertifikasi mempunyai pengaruh besar

dalam meningkatkan komitmen kerja guru, hal

ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sunaryo (2010), bahwa pemahaman

terhadap pendidikan, pelatihan, dan masa kerja

mempunyai hubungan yang signifikan dengan

kompetensi guru pada tingkat korelasi positif

pada tingkat cukup. Oleh sebab itu diperlukan

tindak lanjut terhadap usaha peningkatan

kompetensi ke tingkat yang lebih baik,

sehingga mampu memberikan kontribusi yang

lebih optimal dalam rangka peningkatan mutu

pendidikan.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil temuan penelitian, ada

beberapa hal yang dapat penulis simpulkan,

yaitu:

1. Terdapat pengaruh yang positif dan

signifikan antara variabel masa kerja guru

(X1) terhadap komitmen kerja guru (Y)

pada SMA Negeri 5 Banda Aceh,

semakin tinggi masa kerja guru SMA

Negeri 5 Banda Aceh, maka secara relatif

akan meningkatkan komitmen kerja guru.

2. Terdapat pengaruh yang positif dan

seknifikan antara sertifikasi guru (X2)

terhadap komitmen kerja guru (Y) pada

SMA Negeri 5 Banda Aceh.

3. Terdapat pengaruh yang positif dan

signifikan antara masa kerja guru (X1)

dan sertifikasi guru (X2) secara bersama-

sama terhadap komitmen kerja guru (Y),

secara bersama-sama berpengaruh secara

signifikan terhadap komitmen kerja guru

SMA Negeri 5 Banda Aceh.

1. Saran-saran

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

guru-guru SMA Negeri 5 Banda Aceh

memiliki komitmen kerja yang tinggi dan

diharapkan kepada kepala sekolah agar

terus memberikan arahan dan bimbingan

serta semangat kerja kepada guru yang

telah sertifikasi maupun yang belum

sertifikasi.

2. Untuk meningkatkan komitmen kerja

hendaknya guru terus berupaya

meningkatkan kompetensinya, baik itu

kompetensi profesional, kompetensi

paedagogik, kompetensi kepribadian,

maupun kompetensi sosial demi

terciptanya peningkatan kualitas guru yang

mengajar di SMA Negeri 5 banda Aceh

yang berdampak pada lulusan yang

bermutu di sekolah tersebut.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan

menggunakan pendekatan yang berbeda,

karena adanya keterbatasan interpretasi

terhadap fenomena yang diperolah dalam

penelitian ini yang mungkin belum mampu

menjelaskan secara mendalam. Hal ini

dikarenakan penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif sehingga lebih

terfokus pada hasil berupa angka-angka.

Disamping menggunakan variabel lain

yang dapat mempengaruhi komitmen kerja

guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik, Jakarta:Rineka Cipta.

Depdiknas, 2007. Standar Kompetensi Guru

(SKG). Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional, (2006),

Undang-Undang Guru dan Dosen, Jakarta: TamitaUtama.

Kunandar. 2010. Guru Profesional

Implementasi Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) Dan

Sukses Dalam Sertifikasi. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru

menuju Profesionalisme Pendidik, Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyasa, E. 2009. Standar Kompetensi dan

Sertifikasi Guru, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan

Profesional Guru dan Tenaga

Kependidikan, Bandung: Alfabeta.

Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan

Teori Dan Praktik, Penerjemah:

Marianto Samosir, Boston: Indeks.

Suharsaputra, Uhar. 2010. Administrasi

Pendidikan, Jakarta: Refika Aditama.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 56: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

110

Usman, Husaini. 2009. Manajemen: Teori,

Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-Undang SISDIKNAS UU RI NO. 20

Th. 2003. 2009. Jakarta : Sinar

Grafika

Uno, Hamzah B. 2008. Teori Motivasi Dan

Pengukurannya, Jakarta: Bumi

Aksara.

Maria Lena, Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru

Page 57: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

111

Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan

ANALISIS PENALARAN DALAM SOAL UJIAN NASIONAL MATEMATIKA

SMP/MTs TAHUN AJARAN 2012 / 2013

Oleh

Sukmawarti* dan Dewi Liliani Batubara**

Abstrak Ujian Nasional (UN) adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian kompetensi

lulusan secara nasional. Masalah utama dalam penelitian ini adalah rendahnya kemampuan siswa

dalam UN Matematika. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penalaran apa saja yang

terdapat dalam soal Ujian Nasional Matematika SMP/MTs Tahun Ajaran 2012/2013? Sedangkan

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis penalaran yang terdapat dalam soal ujian Nasional

matematika SMP/MTs. Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif. Sedangkan metode dalam

penelitian ini menggunakan kerangka kerja Lithner. Penelitian dilakukan dengan cara menganalisis

soal UN berdasarkan konteks teori, kejadian contoh dan latihan soal dalam buku teks rujukan,

memberikan argumen dan kesimpulan serta mengomentarinya sesuai dengan hasil analisis penalaran

yang terdapat dalam soal UN. Hasil analisis penalaran dari 40 butir soal UN Matematika SMP/MTs

tahun ajaran 2012/2013, karakter soal UN sebagian besar menggunakan penalaran Imitative

Reasoning. 95% soal menggunakan Memorized Reasoning dan Algoritmic Reasoning, dan 5% soal

dengan penalaran Creative Reasoning tipe Local Creative Reasoning. Materi soal UN sesuai dengan

standar isi dan sudah dipelajari, serta sering dijumpai siswa dalam pembelajaran matematika. Dengan

demikian siswa tidak perlu cemas menghadapi Ujian Nasional dan harus percaya diri dalam

mengikutinya.

Kata Kunci: Ujian Nasional, Penalaran Matematika

Banyak usaha telah dilakukan

pemerintah untuk meningkatkan kualitas

pendidikan di Indonesia, baik dalam proses

pembelajaran maupun hasil penilaian. Salah

satu usaha pemerintah meningkatkan kualitas

pendidikan adalah dengan meningkatkan

standar kelulusan Ujian Nasional (UN).

Namun peningkatan standar kelulusan ini

ternyata membuat seluruh elemen terkait,

mulai dari Dinas Pendidikan, kepala sekolah,

guru, siswa, serta orang tua merasa cemas dan

was-was. Bahkan bagi siswa menjadi hal yang

paling menakutkan. Tidak jarang ada siswa

yang stres bahkan sampai putus asa menjelang

UN. Hal ini tentu sangat memprihatinkan bagi

dunia pendidikan Indonesia. UN yang

awalnya diharapkan menjadi wadah

peningkatan mutu pendidikan untuk

‘melahirkan’ generasi yang berkompeten,

nyatanya menjadi ‘momok’ yang menakutkan.

Matematika sebagai salah satu mata

pelajaran yang diujikan pada UN, merupakan

mata pelajaran yang paling dikhawatirkan

ketercapaian standar kelulusannya. Dari

beberapa kali UN, matematika selalu menjadi

penyebab utama kegagalan siswa. Selain

kepercayaan diri yang kurang dalam

menghadapi UN, salah satu sebab utama

kesulitan menyelesaikan soal-soal UN

matematika dikarenakan kurangnya penalaran

siswa dalam menyelesaikan soalnya. Hal ini

didukung oleh hasil penelitian Wahyudin

(Alamsyah, 2000:3) bahwa salah satu

kecenderungan yang menyebabkan siswa

gagal menguasai dengan baik pokok-pokok

bahasan dalam matematika adalah siswa

kurang menggunakan nalar yang logis dalam

menyelesaikan soal atau persoalan matematika

yang diberikan.

Dalam menyelesaikan soal

matematika umumnya siswa lebih senang dan

mudah menyelesaikan soal dengan langsung

menggunakan rumus dan soal yang berbentuk

angka dengan penyelesaian yang cenderung

mekanistik. Kegiatan penyelesaian soal seperti

ini sudah terbiasa mereka lakukan sewaktu

belajar di kelas. Fakta ini menunjukkan bahwa

siswa kurang memahami konsep matematika

dan lemah dalam penalaran. Penalaran yang

digunakan hanya bersifat hafalan sehingga

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 58: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

112

Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan

melemahkan pemahaman matematika mereka.

Hal ini dapat menjadi penghalang bagi siswa

untuk mahir dalam pemecahan masalah dan

pembuktian. Sementara yang diharapkan dari

pembelajaran matematika adalah agar siswa

mampu dalam pemecahan masalah,

komunikasi dan penalaran, tidak hanya

terampil melakukan perhitungan matematis

yang prosedural dengan menggunakan

algoritma yang baku.

Penalaran menjadi salah satu

kompetensi yang sangat penting sehingga

harus dipelajari oleh siswa. Kemampuan

menggunakan matematika sebagai cara

bernalar dapat dialih gunakan pada setiap

keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis,

berpikir sistematis, bersifat objektif, disiplin

dalam memandang dan menyelesaikan suatu

masalah. Penyelesaian soal-soal dalam UN

Matematika tidak terlepas dari proses

bernalar. Pemecahan masalah dalam

menjawab soal UN matematika dapat

diselesaikan melalui penalaran untuk

memperoleh jawaban soal yang baik dan

benar. Berdasarkan uraian diatas, peneliti

berpikir perlu kiranya untuk melakukan

analisis tentang tipe penalaran yang terdapat

dalam soal UN matematika SMP/MTs tahun

pelajaran 2012/2013.

Masalah yang diteliti adalah tipe

penalaran dalam menyelesaikan soal Ujian

Nasional Matematika SMP/MTs tahun ajaran

2012/2013 berdasarkan kerangka kerja

Lithner. Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah jenis penalaran apa yang terdapat

dalam soal Ujian Nasional Matematika

SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 ?

Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui jenis penalaran yang

terdapat dalam soal ujian Nasional matematika

SMP/MTs, dan mendeskripsikan tingkat

kesukaran soal berdasarkan kerangka

penalaran Lithner.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ujian Nasional

Salah satu program peningkatan

mutu pendidikan nasional adalah dengan

menetapkan Ujian Nasional sebagai alat ukur

keberhasilan siswa di tingkat sekolah dasar

dan menengah secara nasional. Sebagaimana

tertuang dalam PP Nomor 19 tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan pada

pasal 63 ayat 1 bahwa penilaian pendidikan

pada jenjang pendidikan dasar dan menengah

salah satunya dilakukan oleh pemerintah.

Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh

pemerintah tersebut bertujuan untuk menilai

pencapaian kompetensi lulusan secara

nasional pada mata pelajaran tertentu dalam

kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan

dan teknologi dan dilakukan dalam bentuk

Ujian Nasional (UN).

Ujian Nasional di tingkat SMP/MTs

tahun ajaran 2012/2013 dilaksanakan pada

tanggal 22-25 April 2013. Paket soal terdiri

dari 30 paket dengan rincian 20 paket yang

akan dibagikan per kelas dan 10 paket sebagai

cadangan. Jumlah soal 40 butir berbentuk

multiple choice (pilihan ganda) dengan jangka

waktu pengerjaan 120 menit.

Pemerintah menargetkan UN tahun

ajaran 2012/2013 ini akan lebih ‘bersih’ dan

bebas dari kecurangan. Dengan perubahan

jumlah paket soal yang sebelumnya 5 paket

menjadi 30 paket peluang kecurangan lebih

kecil dan dapat diminimalisir. UN sebagai alat

ukur keberhasilan proses pembelajaran baik

dari sisi guru sebagai pengajar maupun dari

pihak siswa sebagai pebelajar merupakan

penilaian eksternal berskala nasional yang

dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan

penilaian proses dan hasil belajar yang

dilakukan pendidik dan satuan pendidikan

pada saat proses pembelajaran berlangsung

merupakan penilaian yang bersifat internal

dan menyeluruh dari aspek kognitif, afektif

dan psikomotorik.

Pemerintah melalui Kemdikbud dan

Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)

menetapkan pelaksanaan UN mengacu pada

Peraturan BNSP Nomor 0148/ SK–POS /

BNSP / I / 2011. Standar Kompetensi Lulusan

UN mata pelajaran Matematika untuk tingkat

SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 adalah:

(1) menggunakan konsep operasi hitung dan

sifat-sifat bilangan, perbandingan, bilangan

berpangkat, bilangan akar, aritmetika sosial,

barisan bilangan, serta penggunaannya dalam

pemecahan masalah; (2) memahami operasi

bentuk aljabar, konsep persamaan dan

pertidaksamaan linier, persamaan garis,

himpunan, relasi, fungsi, sistem persamaan

linier, serta penggunaannya dalam pemecahan

masalah; (3) memahami konsep

kesebangunan, sifat dan unsur bangun datar,

serta konsep hubungan antarsudut dan garis,

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 59: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

113

Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan

serta menggunakannya dalam pemecahan

masalah. Memahami sifat dan unsur bangun

ruang, dan menggunakannya dalam

pemecahan masalah; (4) memahami konsep

dalam statistika, serta menerapkannya dalam

pemecahan masalah; dan (5) memahami

konsep peluang suatu kejadian serta

menerapkannya dalam pemecahan masalah.

B. Penalaran Matematika

Matematika merupakan salah satu

ilmu yang berkaitan dengan proses bernalar.

Depdiknas (2002:6) menyatakan bahwa,

materi matematika dan penalaran matematika

merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan,

yaitu materi matematika dipahami melalui

penalaran dan penalaran dipahami dan

dilatihkan melalui belajar materi matematika.

Konsep yang ada pada matematika seutuhnya

merupakan proses bernalar untuk mencapai

suatu kesimpulan terstruktur dan saling

terkait. Konsep-konsep ini diambil

berdasarkan teorema, aksioma, postulat, dalil,

rumus, maupun sifat-sifat yang ada dalam

matematika. Kesimpulan akhir yang didasari

oleh konsep tersebut menjadi pembuktian

yang logis dan tidak terbantahkan

kebenarannya dalam penyelesaian masalah

atau soal matematika. Disamping itu dalam

penyelesaian soal matematika dapat

digunakan penalaran yang melibatkan aplikasi

logaritma, prosedur, keterkaitan antar konsep

dan gagasan yang matematis.

Penalaran yang mencakup

kemampuan berfikir secara logis dan

sistematis merupakan ranah kognitif

matematika tertinggi. Penalaran didefenisikan

sebagai jalan berfikir yang diambil untuk

mengolah pernyataan dan menghasilkan

kesimpulan dalam menyelesaikan soal

(Lithner, 2003:3). Lithner mengemukakan

bahwa penalaran merupakan sebarang jalan

berfikir dalam mengerjakan soal, sehingga

penalaran tidak harus didasarkan pada

deduktif formal dan menandakan prosedur

yang singkat dalam menemukan fakta atau

bukti-bukti. Penalaran dapat dikatakan sebagai

proses berfikir, dan sebagai hasil dari proses

berfikir, atau keduanya. Lithner

mendeskripsikan suatu konsep kerangka kerja

penalaran yang bertujuan sebagai dasar

analisis data. Dari kerangka kerja penelitian

yang dilakukan oleh Lithner, penalaran

matematika (Reasoning of mathematic)

dibedakan menjadi dua tipe, yaitu Imitative

Reasoning dan Creative Mathematically

Founded Reasoning.

Imitative Reasoning (IR) merupakan

jenis penalaran yang menciptakan koneksi

bernalar siswa berdasarkan peniruan solusi

soal, contoh soalnya persis seperti yang ada

didalam buku teks, atau mengikuti contoh

dibuku teks, dan dengan mengingat prosedural

dalam menjawab soal. Jawaban dan solusi

adalah dua unsur penting dalam soal.

Kebenaran pengerjaan soal tidak terlepas dari

kesesuaian jawaban dan solusi dengan intruksi

soal, seperti dalam latihan dibuku teks, soal-

soal ujian, dan dalam kehidupan nyata.

Jawaban didefenisikan sebagai uraian konkrit

dari sifat yang diminta dalam soal. Sementara

solusi soal adalah jawaban yang diperkuat

dengan argumen untuk membuktikan

kebenaran suatu jawaban. Ada dua kelompok

utama penalaran IR yang digambarkan

berdasarkan perbedaan unsur karakteristiknya,

yaitu Memorized Reasoning (MR) dan

Algoritmic Reasoning (AR).

Penalaran yang terdapat dalam

pengerjaan soal matematika dapat

dikelompokkan kedalam Memorized

Reasoning, jika (1) cara pengerjaan soal

dengan mengulang solusi yang lengkap dari

apa yang diingat oleh siswa; dan (2) jawaban

soal cukup hanya dituliskan atau diucapkan

berdasarkan apa yang sudah dihafal dan

diingat siswa. Sehingga jenis soal yang dapat

diselesaikan dengan penalaran MR adalah

soal-soal yang berkenaan dengan pembuktian

suatu fakta, menurunkan suatu rumus,

menjelaskan defenisi dan membuktikan

teorema.

Algoritmic Reasoning dapat diartikan

sebagai kumpulan prosedural dan aturan yang

menjadi acuan ketika menyelesaikan suatu

soal matematika. Penalaran soal yang

termasuk tipe ini dapat dilihat berdasarkan

kondisi berikut: (1) strategi pemilihan yang

didasarkan dengan mengingat kembali

sekumpulan prosedural dan aturan yang akan

menjamin suatu solusi yang benar itu dapat

dicapai; dan (2) implementasi strategi terdiri

dari hasil penghitungan trivial atau tindakan

dengan mengikuti aturan-aturan.

Creative Mathematical Founded

Reasoning atau yang disebut juga Creative

Reasoning (CR) adalah sebuah kerangka kerja

yang dipandang sebagai sebuah hasil dari

Sukmawarti dan Dewi Liliani Batubara, Analisis Penalaran dalam Soal Ujian Nasional

Page 60: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

114

Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan

berfikir matematika kreatif. Proses-proses

berfikir matematika kreatif dalam konteks ini

didasarkan pada sifat fleksibel, melalui

pendekatan yang berbeda, dan tidak dibatasi

dengan tekanan aturan-aturan yang biasa

(Haylock, 1997, Silver, 1997).Dalam

matematika, berfikir kreatif termasuk proses

bernalar yang fleksibilitas (kelenturan

berfikir). Secara spesifik kreatifitas ini muncul

dari suatu kreasi baru yang diciptakan siswa

sebagai hasil dari penalaran yang berkaitan

dengan pengetahuan awal siswa terhadap

penyelesaian soal.

Karakteristik penalaran yang kreatif

dalam CR dapat dilihat berdasarkan urutan

penalaran dalam menyelesaikan soal dengan

kondisi: (1) Apakah merupakan suatu

penalaran yang baru (novelty); dan (2) dalam

mencari solusi soal terdapat strategi,

implementasi, argumentasi dan penarikan

kesimpulan yang valid dan logis serta

mengacu kepada sifat-sifat essential

matematika yang melibatkan unsur-unsur

dasar penalaran. Ada dua kelompok utama

penalaran CR, yaitu Local Creative Reasoning

(LCR) dan Global Creative Reasoning (GCR).

Suatu soal dapat dikategorikan

kedalam jenis penalaran LCR, jika soal

tersebut hampir secara keseluruhan dapat

diselesaikan dengan menggunakan Imitative

Reasoning hanya dengan memodifikasi

algoritma lokal, sehingga essensinya hanya

pada modifikasi algoritma yang digunakan

dalam menyelesaikan soal. Selain itu soal

yang menggunakan LCR dapat diselesaikan

dengan prosedur dan langkah-langkah

penyelesaian yang telah diketahui serta sudah

dipelajari oleh siswa.

Suatu soal dapat dikategorikan

kedalam jenis penalaran Global Creative

Reasoning (GCR) jika soal tersebut tidak

memiliki solusi yang berdasarkan pada solusi

Imitative Reasoning. Soal jenis ini selalu

membutuhkan penalaran yang menggunakan

Creative Reasoning pada keseluruhan

langkah-langkah pengerjaan soal. Kalaupun

ada hanya sebagian kecil dari GCR yang

didasarkan pada Imitative Reasoning. Sebagai

langkah awal siswa harus melihat soal tersebut

termasuk kedalam materi apa, setelah itu

barulah mengikuti langkah-langkah

penyelesaian selanjutnya.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriftif. Prosedur penelitian ini adalah

mengkaji muatan materi, contoh, dan latihan

soal yang ada dalam lima buku teks dari

penerbit dan pengarang yang berbeda untuk

setiap kelasnya, dan membandingkannya

dengan soal Ujian Nasional (UN) matematika

SMP/MTs tahun pelajaran 2012/2013.

Analisis soal dilakukan dengan cara

mengelompokkan tiap soal dan solusinya

dengan mengikuti empat langkah analisis

kerangka kerja Lithner berikut.

1. Menganalisi soal Ujian Nasional

Ada 4 (empat) variabel yang digunakan

dalam menganalisis soal UN, yaitu:

a. Solusi (solution).

b. Konteks (contexs).

c. Informasi tentang keadaan soal

(Explicit information about

situation).

d. kata kunci, ungkapan dan informasi

lain sesuai buku teks (Other key

features).

2. Analisis dari Buku Teks

Analisis dilakukan dengan mencari

kejadian-kejadian soal yang ada dalam

contoh soal maupun latihan-latihan, dan

dalam kejadian teks teori.

3. Argumentasi dan Kesimpulan

Argumentasi tentang persyaratan jenis

penalaran dan kesimpulan mengenai

pengelompokan soal.

4. Komentar

Komentar merupakan tanggapan tentang

bagaimana seharusnya keadaan siswa

setelah menyelasaikan soal dan

mendeskripsikan soal berdasarkan

penalaran Lithner.

Subyek dalam penelitian ini adalah

soal-soal Ujian Nasional matematika

SMP/MTs tahun ajaran 2012 / 2013 .Obyek

yang diteliti adalah jenis-jenis penalaran

Lithner (a frame work Lithner) yang terdapat

dalam soal-soal Ujian Nasional matematika

SMP/MTs tahun ajaran 2012 / 2013.

Dalam penelitian ini yang menjadi

instrumen adalah soal UN Matematika SMP/

MTs untuk tahun ajaran 2012/2013 wilayah

Medan Kota, dengan jumlah soal 40 butir dan

berbentuk multiple choice. Paket soal UN

untuk tahun ajaran 2012/2013 ada 30 paket

dengan 20 paket soal utama yang diujikan dan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2

Page 61: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

115

Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan

10 paket soal sebagai cadangan jika ada

kesalahan teknis pada 20 paket soal utama.

Data yang dikumpulkan kemudian

akan diolah dengan menggunakan kerangka

kerja Lithner yang merupakan rujukan peneliti

dalam mengolah data penelitian. Dalam

kerangka kerja Lithner, penalaran soal

dikelompokakan menjadi dua kelompok

umum yaitu Imitative Reasoning (IR) dan

Creative Reasoning (CR). Kedua kelompok

umum tersebut dibagi kedalam dua tipe yaitu,

untuk IR ada tipe Memorized Reasoning (MR)

dan Algoritmic Reasoning (AR) sedangkan

untuk penalaran CR dikelompokkan menjadi

Local Creative Reasoning (LCR) dan Global

Creative Reasoning (GCR).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk sampel penelitian diambil

salah satu paket soal dari 30 jenis paket soal

UN. Perolehan data dalam penelitian ini

diambil dari hasil analisis soal Ujian Nasional

dengan menggunakan kerangka kerja

penalaran Lithner.

Soal UN matematika SMP/MTs tahun

2012/2013 merupakan soal-soal gabungan

yang materi soalnya diambil dari setiap

kelasnya. Komposisi materi pelajaran

seimbang dari tingkatan kesulitan materi

kelas. Berikut ini tabel hasil analisis

komposisi persentase tipe penalaran soal

berdasarkan materi tiap kelas.

Tabel 1. Persentase Tipe Penalaran Berdasarkan Materi Soal

No Tipe

Penalaran

Kelas Jumlah

Soal

Persentase

(%) No.Soal

1. IR VII 5 12,5 % 1, 2, 5, 10, 12

VIII 16 40 % 9, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 23,

24, 25, 26, 27, 29, 30, 32, 34

IX 17 42,5 % 3, 4, 6, 7, 8, 20, 21, 22, 28, 31,

33, 35, 36, 37, 38, 39, 40

2. CR VII 0 0 0

VIII 1 2,5 % 17

IX 1 2,5 % 11

Setelah dilakukan penelitian terhadap

soal UN matematika SMP/MTs tahun ajaran

2012/2013 yang berjumlah 40 butir soal

diperoleh data hasil penelitian yang merujuk

pada kerangka kerja Lithner dengan

pengelompokan soal berdasarkan tipe

penalaran yang terdapat dalam soal tersebut

maka substansi penalaran soal UN tersebut

terdiri dari 38 butir soal yang termasuk tipe

penalaran Imitative Reasoning, yang

dirincikan dengan 31 butir soal (77,5 % )

termasuk Algoritmic Reasoning, dan 7 butir

soal (17,5 %) termasuk Memorized Reasoning.

Kemudian untuk 2 butir soal (5 %) lainnya

termasuk penalaran Creative Reasoning tipe

Local Creative Reasoning.

Dari hasil perolehan data tersebut

menunjukkan bahwa soal-soal yang diujikan

dalam UN merupakan soal yang seharusnya

dapat diselesaikan siswa dengan mudah. Hasil

analisis buku teks pegangan siswa juga

membuktikan bahwa sebagian besar dari soal-

soal UN tersebut adalah soal yang udah

diajarkan, sudah pernah dibahas dan sudah

sangat akrab dengan siswa. Ada banyak

ditemukan kejadian contoh dan latihan soal

dalam buku teks yang konteks serta kejadian

soalnya mirip dengan soal-soal yang diujikan

dalam UN. Data konkrit ini seharusnya

menjadi indikator yang mendeskripsikan

keberhasilan siswa memperoleh nilai yang

memuaskan dalam pencapaian nilai UN.

Namun fakta yang ada sangat

bertolak belakang dengan apa yang

diharapkan dan kondisi yang ada dilapangan.

Masih banyak siswa, guru, orangtua siswa,

instansi pendidikan dan pihak-pihak

pendidikan lainnya yang masih cemas dan

takut ketika menjelang UN, mereka takut akan

standar kelulusan yang ditetapkan oleh

pendidikan pusat. Kondisi lain yang juga

mempengaruhi UN SMP/MTs untuk tahun

2012/2013 salah satunya distribusi pendidikan

yang cenderung tidak merata di setiap daerah.

Distribusi pendidikan di kota jauh lebih baik

dari pada di desa, sehingga mengakibatkan

banyaknya siswa yang tidak dapat mencapai

nilai standar kelulusan.

Hal yang lebih memprihatinkan

adalah kondisi UN tahun ajaran 2012/2013 ini

Sukmawarti dan Dewi Liliani Batubara, Analisis Penalaran dalam Soal Ujian Nasional

Page 62: 9 Sukmawarti 111-116 - Universitas Serambi Mekkah · 2015. 2. 1. · menerima kata guru atau buku, ... dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang

116

Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan

yang berbeda dengan tahun-tahun

sebelumnya. Adanya peraturan-peraturan baru

serta perbedaan mencolok lainnya yang cukup

menambah kekhawatiran siswa saat

menghadapi UN. Perbedaan tersebut dapat

dilihat pada jumlah paket soal yang makin

banyak, LJK yang menyatu dengan lembar

soal UN yang menyebabkan siswa kesulitan

dan harus berhati-hati pada saat memisahkan

LJK dari lembar soal UN agar LJK tersebut

tidak rusak. Karena jika LJK rusak, maka LJK

tersebut tidak bisa dipakai lagi. Hal lain yang

menuntut kehati-hatian siswa saat UN adalah

kualitas kertas LJK yang sangat tipis. Keadaan

ini tentunya sangat berpengaruh terhadap

jalannya UN. Perubahan-perubahan yang

mencolok dalam UN tahun ajaran 2012/2013

yang serba dadakan dan terlihat amburadul

sehingga tidak fleksibel dengan kondisi di

lapangan dan keadaan siswa yang mengikuti

UN. Lambannya sosialisasi UN dengan

peraturan-peraturan baru menjadikan pihak

sekolah harus siap dengan situasi yang bisa

saja terjadi tanpa koordinasi yang baik.

SIMPULAN DAN SARAN Dari analisis dan hasil penelitian,

dapat disimpulkan bahwa:

1. Materi soal-soal UN Matematika

SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 adalah

materi pelajaran yang sudah dipelajari,

sering dijumpai siswa dalam

pembelajaran matematika dan sesuai

dengan standar isi pelajaran matematika.

2. Karakter soal UN sebagian besar

menggunakan penalaran Imitative

Reasoning, dimana terdapat 95% soal

yang menggunakan penalaran Memorized

Reasoning dan Algoritmic Reasoning.

Sedangkan 5% sisanya merupakan soal

dengan penalaran Creative Reasoning tipe

Local Creative Reasoning. Tidak terdapat

kejadian soal yang baru bagi siswa dan

penalaran Global Creative Reasoning.

1. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan di atas,

maka disarankan kepada:

1. Siswa agar memperbanyak latihan

membahas contoh dan soal-soal latihan

yang terdapat dalam buku teks maupun

yang diajarkan guru. Hal ini

dikarenakan konteks soal UN sejalan

dengan materi dan soal pada buku teks.

2. Guru lebih banyak memberikan contoh

dan soal-soal latihan yang konteks dan

indikator soalnya mirip dengan soal

UN, sehingga siswa terlatih dan tidak

cemas dalam menghadapi UN.

3. Kemendiknas agar memberikan materi

dan tingkat penalaran soal UN lebih

berimbang, dengan komposisi

penalaran Memorized Reasoning

sebanyak 25 %, Algoritmic Reasoning

55 %, dan untuk Local Creative

Reasoning 20 % .

DAFTAR PUSTAKA

Andriyatie, dkk.2011 : Ringtone Matematika

SMP/MTs Kelas VII,VIII,IX. Jakarta:

PT. Grasindo.

Kemendikbud Dirjend Pendidikan Dasar

Direktorat Pembinaan SMP, 2012,

Materi Pengayaan Ujian Nasional

Mata Pelajaran Matematika, Jakarta.

Lithner, Johan, 2006, A framework for

analyzing Creative and Imitative

Mathematical Reasoning, Dept.of

Science and Mathematics Education,

Umea University, Sweden.

Lithner, Johan. Jesper Boesen and Torulf

Palm, 2006, The Requirements of

Mathematical Reasoning in Upper

secondary Level Assessments, Dept.of

Science and Mathematics Education,

Umea University, Sweden.

Lithner, Johan, 2012, Learning Mathematics

By Creative Or Imitative Reasoning,

12th International Congress on

Mathematical Education,8 – 15 July,

Seoul, Korea.

Mujib, Abdul dan Suparingga, Erik. Analisis

Penalaran Ujian Nasional Matematika

SMA/MA Program IPA Tahun Ajaran

2011/2012. Laporan Penelitian. UMN

Alwashliyah, Medan.

Wardhani, Sri, Rumiati. 2011. Instrumen

Penilaian Hasil Belajar Matematika

SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS.

P4TK Matematika

Kemendiknas.Yogyakarta.

Yunimahmudah, 2009, Tesis: Studi Kasus UN

Matematika SMP/MTs Tahun

2007/2008. Bandung : Institut

Teknologi Bandung.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2