87601884-dehidrasi

Upload: punish

Post on 07-Aug-2018

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    1/14

    1. PENDAHULUAN

    a. Pengertian

    Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah

    tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1

    tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun

    mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase

     jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-

    60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan. Hal ini terlihat pada

    tabel berikut :

    Kompartemen

    cairan tubuh

    Umur

    Lahir Bulan Tahun

    0 3 6 6 16

    Total cairan

    tubuh

    78% 75% 70% 65% 60%

    Cairan intra

    seluler

    33% 37,5% 40% 42,5% 40%

    Cairan

    ekstraseluler

    45% 37,5% 30% 22,5% 20%

    Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan,

    luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat

    menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi

    secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih

     besar. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan

    kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan

    intravaskular dan intersisial. 

    a.  Cairan intraselular

    Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,

    sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter

    rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya

     pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.

    b.  Cairan ekstraselular

    Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan

    ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari

    cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan

    dehidrasi dewasa anak

    Ringan 4% 4-5%

    Sedang 6% 5-10%

    Berat 8% 10-15%

    Shock 15-20% 15-20%

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    2/14

    ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding

    dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.

    Cairan ekstraselular dibagi menjadi5 :

    1.  Cairan Interstitial

    Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-12 liter

     pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap

    ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir

    dibandingkan orang dewasa.

    2.  Cairan Intravaskular

    Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume

     plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya

    merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.

    3.  Cairan transeluler

    Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu sepertiserebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran

     pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter,

    tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

    Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.

    1.  Elektrolit

    Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.

    Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah

    kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).

    2. 

    Kation

    Body 100%

    Tissue 40%

    Intracellular space

    40% (60)

    Intravascular space

    5% (10)

    Interstitial space 15

    % (30)

    Extracellular space 20%

    (40)

    Water 60% (100)

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    3/14

    Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation

    utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat

    di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

    3.  Anion

    Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).

    Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama

    maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak

    mencerminkan komposisi cairan intraseluler.

    a.  Natrium

     Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di

    dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12

    Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:

    - Left atrial stretch reseptor

    - Central baroreseptor

    - Renal afferent baroreseptor

    - Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)

    - Atrial natriuretic factor

    - Sistem renin angiotensin

    - Sekresi ADH

    - Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

    Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat

     berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan

    keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium

    dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan

    keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan

     pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan

    natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan

    natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan

    ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan

    terjadilah kegagalan sirkulasi.

     b. 

    KaliumKalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting

    di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh

    sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat

     berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium

     plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan

    kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium

    lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.

    c.  Kalsium

    Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkanlewat fases dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    4/14

    intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi

    oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar

    (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat

    dalam sel.

    d. 

    MagnesiumMagnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan + 10

    mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan feses.

    e. 

    Karbonat

    Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir

    daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali

     bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru

    dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

    4. 

     Non elektrolit

    Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat

    lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

    B. Proses Pergerakan Cairan Tubuh

    Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan

    mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan

    energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis

    adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan

    dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.

    Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:

    1. 

    OsmosisOsmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel

    (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih

    tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap

    air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran

    semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat

    dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5

    mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl

    0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah

    disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.

    2. 

    Difusi

    Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari

    konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik

     pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi

    difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.

    3. 

    Pompa Natrium Kalium

    Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium

    keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar

    ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan

    hiperosmolar di dalam sel.

    c. Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    5/14

    Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres

    akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-

     paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi

    air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat

    dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-

     paru.

    Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari

    karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum

    setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml

    tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap

    hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit

    (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana

    volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu

    tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan  sensible loss yang

     banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru

    (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-200 ml tiap hari

    yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus

    gastrointestinal), third-space loses.

    d. Perubahan cairan tubuh

    Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

    1. Perubahan volume

    a. Defisit volume

    Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang palingumum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan

    di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula.

    Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak,

    infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan

    akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada

    susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat

    ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

    Dehidrasi

    Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari

    natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang

     paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau

    hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus. Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi

    ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap

    darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen

    intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis

    (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih

     banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi

    kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena

    kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    6/14

    kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume

    intravaskular. Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan

    cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan

    hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak

    dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air dikompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga

    meminimalkan penurunan volume intravaskular.

    Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan

    rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung

    disesuaikan . Cara rehidrasi :

    1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan

    (D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc

    2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24

     jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)

    3. Pemberian cairan :

    - 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot 17)

    - 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (menurut Guillot 17)

     b. Kelebihan volume

    Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat

    iatrogenik (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan

    air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan

    kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada

    GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler

    dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.

    2. Perubahan konsentrasi

    a. Hiponatremia

    Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,

    letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L

    maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh

    euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,

    diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).

    Keadaan ini dapat diterapi dengan restrik si cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau

     NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.

    Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan-

    lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na

    serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus:

     Na= Na1 –  Na0 x TBW

     Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

     Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan

     Na0 = Na serum yang aktual

    TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

     b. Hipernatremia

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    7/14

    Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,

    letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan

    cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air

    kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan

    dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.c. Hipokalemia

    Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari

    cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium

    tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan

    EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan

    otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi

    faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus potasium klorida

    sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium

    klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia

     berat; 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau

    obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin,diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia,

    kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi

    untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit,

    sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.

    3. Perubahan komposisi

    a. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)

    Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan

    ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi

    yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi

     pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose

    yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek

     pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat

    terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.

     b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg).

    Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang

    dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi

    sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi

    masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yangtepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    8/14

      c. Asidosis metabolik (pH27 mEq/L)

    Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan

    diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah

    hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan

    adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi

    alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan

    serum elektrolit yang sering.

    e. Cairan Perioperatif

    Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi

     pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan

     postoperatif.

    Faktor-faktor preoperatif :

    1. Kondisi yang telah ada

    Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres

    akibat operasi.

    2. Prosedur diagnostik

    Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat

    menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek

    diuresis osmotik.

    3. Pemberian obat

    Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan

    elektrolit

    4. Preparasi bedah

    Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari

    traktus gastrointestinal.

    5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

    6. Restriksi cairan preoperatif

    Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan

    sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam

    atau adanya kehilangan abnormal cairan.

    7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya

    Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

    Faktor Perioperatif:

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    9/14

    1. Induksi anestesi

    Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif

    karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.

    2. Kehilangan darah yang abnormal

    3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairanekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

    4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang

     besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.

    Faktor postoperatif:

    1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

    2. Peningkatan katabolisme jaringan

    3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif

    4. Risiko atau adanya ileus postoperatif

    Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah :

    1. Hiperkalemia

    2. Asidosis metabolik

    3. Alkalosis metabolik

    4. Asidosis respiratorik

    5. Alkalosis repiratorik

    f. Patofisiologi

    Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-perubahan pada

    keseimbangan air dan metabolisme yang dapat berlangsung sampai beberapa hari pascatrauma atau bedah. Perubahan-perubahan tersebut terutama sebagai akibat dari :

    - kerusakan sel di lokasi pembedahan

    - Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum

    - Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah

    - Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase penyembuhan

    Perubahan yang terjadi meliputi perubahan-perubahan hormonal seperti:

    1. Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca bedah atau

    trauma. Sekresi hormon monoamin ini kebih meningkat lagi bila pada penderita

    tampak tanda-tanda sepsi, syok, hipoksia dan ketakutan.

    2. Kadar glukagon dalam plasma juga meningkat

    3. Sekresi hormon dari kelenjar pituitaria anterior juga mengalami peningkatan yaitu

     growth hormone dan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Trauma atau stres akan

    merangsang hipotalamus sehingga dikeluarkan corticotropin releasing   factor yang

    merangsang kelenjar pituitaria anterior untuk mensekresi ACTH. Peningkatan kadar

    ACTH dalam sirkulasi menyebabkan glukokortikoid plasma meningkat sehingga

    timbul hiperglikemia, glikolisis dan peninggian kadar asma lemak.

    4. Kadar hormon antidiuretik (ADH) mengalami peningkatan yang berlangsung sampai

    hari ke 2-4 pasca bedah/trauma. Respon dari trauma ini akan mengganggu pengaturanADH yang dalam keadaan normal banyak dipengaruhi oleh

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    10/14

    osmolalitas cairan ekstraseluler.

    5. Akibat peningkatan ACTH, sekresi aldosteron juga meningkat. Setiap penurunan

    volume darah atau cairan ektraseluler selalu menimbulkan rangsangan untuk

     pelepasan aldosteron.

    6. Kadar prolaktin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan lakilaki.Derajat perubahan-perubahan tersebut di atas sangat bervariasi bagi setiap individu

    tergantung dari beberapa faktor :

    - rasa sakit dan kualitas analgesi

    - rasa takut dan sedasi yang diberikan

    - komplikasi penyulit pada pasca bedah/trauma (syok, perdarahan, hipoksia atau

    sepsis)

    - keadaan umum penderita

    - berat dan luasnya trauma

    g. Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif2,13,14

    Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam

     pemberian cairan perioperatif, yaitu :

    1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian

    Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan ± 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit

    utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Secara umum

    kebutuhan cairan rumatan dapat dilihat pada tabel 6. Kebutuhan tersebut merupakan

     pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal,

    keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan  insensible

    water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus(air lebih banyak dibandingkan elektrolit). 

    2. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah

    Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah

    elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai

     penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan

     pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss

    akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan

     pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukanpembedahan.

    3. Kehilangan cairan saat pembedahana. Perdarahan

    Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :

    -  botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah ( suction

     pump)

    dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan.

    Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung ± 10 ml darah, sedangkan

    tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah ± 100-10 ml.

    Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan

     berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis

     penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    11/14

    hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit

    lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan.

    Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan

     pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi

    dan lantai kamar bedah. b. Kehilangan cairan lainnya

    Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol

    dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan

    internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada

     pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan

     perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau

    sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler.

    Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan

    sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa

    (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang

    ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan

    cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan dalam

    kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam

    ruang ekstraseluler.

    4. Gangguan fungsi ginjal

    Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:

    Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.

    Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya

    kadar aldosteron.- 

    Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi

    air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat.

    - Ginjal tidak mampu mengekskresikan “free water” atau untuk menghasilkan urin 

    hipotonis.

    h. Pilihan Jenis Cairan

    1. Cairan Kristaloid

    Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).

    Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap

     pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau

    syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid

     bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya

    seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu

     paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Heugman et al

    (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan

    masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat

    terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang

    mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan perang

    Vietnam turut memperkuat penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu pemberian

    sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    12/14

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    13/14

    menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase (

    walau jarang).  Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip

    Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang

    diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma

    volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggukoagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada

     penderita gawat.

    c. Gelatin

    Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata

    35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:

    - modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

    - Urea linked gelatin

    - Oxypoly gelatin 

    Merupakan  plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat.

    Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan

    urea linked gelatin.

  • 8/20/2019 87601884-dehidrasi

    14/14

     

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.

    2003;47(5):380-387.

    2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.

    Fakultas KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.

    3. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative dehydrationdoes

    it improve outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46: 1089-93

    4. Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on recovery

    from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.

    5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri:

    Elsevier-mosby; 2005.p3-227

    6. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B.

    saunders company; 1997: 375-393

    7. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed.

    Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002

    8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed. Pennsylvania:

    Springhouse; 2002:3-189.

    9. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New york:

    McGraw-Hill; 1999:53-70.10. Silbernagl F, Lang F. Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme; 2000: 122-3.

    11. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center for

    Veterinary Health. 2006. (Diakses tanggal 29 September2007). Tersedia dari:

    http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm

    12. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi intensif FK

    Undip: Semarang; 2004: 1-60.

    13. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.

    Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.

    14. Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media aesculapius;2000:1-58.

    15. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar [dikutip 6

    Okt 2007]. Tersedia dari: URL: http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.

    16. Fakultas Kedokteran Unpad. Protokol Tindakan Bedah. Bandung. 2003

    17. Graber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Ed.2. Farmedia; 2003: 17-40.