82282543 makalah peritonitis klasifikasi
TRANSCRIPT
MAKALAHGANGGUAN REPRODUKSI MENGENAI PERITONITIS
DISUSUN OLEH
1. Nenik Nurnafiah2. Vina Lupfiani
3. Yuli Puspitasari4. Puspa Desi Malinda
5. Ratna
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANANFAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANGTAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kami nikmat sehat jasmani dan rohani sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini .
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada ibu Agustin Rahmawati,S.ST dosen mata
kuliah Gangguan Reproduksi yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menambah
wawasan kami.
Dalam Makalah ini berisikan tentang “PERITONITIS”, kami mengharapkan kritik dan
saran agar kami dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan
khususnya bagi penulis.
Semarang, November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1.1.Latar Belakang
1.2.Tujuan Penulisan
BAB II Pembahasan
2.1 Peritonitis
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Klasifikasi
2.5 Tanda dan Gejala
2.6 Komplikasi
2.7 pemeriksaan penunjang
2.8 Pengobatan
BAB III Penutup
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini
memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada
perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat
menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran
cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis,
perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi
kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.Pada keadaan normal, peritoneum resisten
terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus,
bakteriyang virulen, resistensi yang menurun,dan adanya benda asing atau enzim
pencerna aktif, merupakan factor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan
melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis
selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan
penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan
disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi
saluran cerna atau perdarahan.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah mahasiswa dapat memahami penyakit yang
terjadi pada organ abdomen terutama pada peritoneum, dan penulis berharap mahasiswa
tidak hanya memahami penyakit tersebut tapi mahasiswa juga dapat mengetahui
penyebab gejala pengobatan dan pencegahan dari penyakit yang di alami khususnya
penyakit peritonitis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi
kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya. Peritonitis sering disebabkan oleh
infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti rupture appendiks
atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu
juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi
ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat
dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau
rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal
2.2 Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritoni. (SBP)
dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen,tetapi
biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal
sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe
mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat
penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi
risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah
antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah
bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas,
Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae
15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga
terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering
terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam
dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang
berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal
berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan
berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau
flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril
atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium,
dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam
(Misalnya penyakit Crohn).
2.3 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai
pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan
menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika
defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian
sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan
banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan
dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen
usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan
adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di
cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,
membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni
dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara
lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan
usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus
karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus
sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu
obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau
parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga
terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi
perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke
usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang
mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat
terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama
kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh
nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena
toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh
asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang
fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi
keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria. Pada apendisitis
biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena
sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga
menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun
general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen
dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang
berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ
berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi
feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi
terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera
sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah
seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan
waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritoneum.
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Peritonitis Bakterial Primer
1. Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.Penyebabnya bersifat
monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial
primer dibagi menjadi dua, yaitu:Spesifik : misalnya Tuberculosis.
2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.Faktor resiko yang
berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen,
imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom
nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan
asites.
B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau
tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis
yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini.
Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri
aerob dalam menimbulkan infeksi.
itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.
Kuman dapat berasal dari:
Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan
kimia perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses
inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
C. Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu,
getah lambung, getah pankreas, dan urine.
D. . Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
Aseptik/steril peritonitis
Granulomatous peritonitis
Hiperlipidemik peritonitis
Talkum peritonitis
2.5 Tanda dan gejala
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien
yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita
secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena
iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat
pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu
pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma
cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan
paraplegia dan penderita geriatric
2.6 Komplikasi
Eviserasi Luka
Pembentukan abses
2.7 Pemeriksaan penunjang
1. Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
Usus halus dan usus besar dilatasi.
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
2.8 Pengobatan
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a) Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
b) Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu
dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis
tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.
c). Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus
dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan
fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi
ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan.Terapi oksigen dengan kanula nasal
atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi
jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab.Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat
apendisitis, reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus
peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada
peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita,
pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu
beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk
mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting,
makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara
yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan.
Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah
terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah
tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai
dilukai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera
dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ
perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga
pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi,
penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi
dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah
suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.
Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus.
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a) Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
b) Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas
c) Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
d) Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.
3.2 Saran
Kita sebagai seorang bidan dalam mengatasi masalah peritonitis di masyarakat dapat
memberikan berbagai cara untuk mencegah peritonitis dan diharapkan mahasiswa dapat
memberikan asuhan kebidanan khususnya pada klien yang mengalami peritonitis yang sesuai
dengan apa yang dipelajari.
Daftar Pustaka
Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ECG ; Jakarta
Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 Prima Medika : Jakarta
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
Peritonitis,http://www.medikastore.com/med/peritonitis_pyk.php?dktg=7&UID 200705.
Bahan kuliah System Gastroenterohepatologi, Makassar: 2005
Subanada, Supadmi, Aryasa, dan Sudaryat. 2007. Beberapa Kelainan Gastrointestinal
yang Memerlukan Tindakan Bedah. Dalam: Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: CV Sagung Seto