8 bab ii tinjauan pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 teori
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan
Perspektif mengenai permasalahan teori keagenan merupakan dasar dalam
praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Jensen dan Meckling
(1976)mengembangkan suatu teori yang disebut teori agensi. Teori ini
berpendapat bahwa siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang
timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Selanjutnya teori ini
menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi
kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Pemicu konflik tersebut
antara lain adalah dalam hal pembuatan keputusan yang berkaitan dengan
pencarian dana dan bagaimana dana tersebut diinvestasikan (Van Horne et al,
2014:206).
Konsep agency theorymerupakan hubungan atau kontrak antara prinsipal
dengan agen. Yang dimaksud prinsipal adalah pemegang saham dan yang
dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Prinsipal
memperkerjakan agen untuk melakukan tugas dari kepentingan prinsipal,
termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari prinsipal kepada
agen, sebagaimana yang dikatakan oleh Jensen dan Meckling (1976) :
“we define an agency relationship as a contract under which one or more persons
(the principal engage another person (the agent) to perform some service on their
behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”.
Scott (2006:239) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak
kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan
kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kedua jenis kontrak
tersebut seringkali dibuat berdasarkan angka laba, sehingga dikatakan bahwa
agency theory mempunyai implikasi terhadap akuntansi. Kontrak kerja yang
9
dimaksud dalam penelitian ini adalah kontrak kerja antara manajemen dengan
pemegang saham. Manajemen (agent) dan pemegang saham (principal) ingin
memaksimumkan kemakmurannya masing-masing dengan informasi yang
dimiliki. pada satu sisi, agen memiliki informasi yang lebih banyak dibanding
prinsipal di sisi lain karena manajemen yang mengelola perusahaan secara
langsung, hal ini menimbulkan adanya ketidakseimbangan informasi (information
asymmetry).
Agar pihak manajemen bertindak sejalan dengan kepentingan pemilik
perusahaan, dapat dilakukan upaya sebagaimana yang dikemukakan oleh Jensen
dan Meckling bahwa pemilik dapat menjamin pihak manajemen akan membuat
keputusan yang optimal hanya jika diberikan insentif yang cukup memadai.
Insentif bisa berupa opsi saham, bonus, mobil yang besarnya sangat tergantung
pada seberapa dekat keputusan yang diambil pihak manajemen dan pemilik.
Disamping itu dapat juga dilakukan monitoring, dengan mengaudit laporan
keuangan perusahaan secara periodik, penunjukan komisaris independen dan
sebagainya. Implikasi dari berbagai upaya untuk mengurangi konflik keagenan
tersebut adalah timbulnya biaya keagenan (Sudana, 2011:11).
2.1.2 Biaya Agensi
Berbagai konflik kepentingan dalam perusahaan baik antara manajer
dengan pemegang saham, manajer dengan kreditur atau antar pemegang saham,
kreditur dan manajer disebabkan adanya hubungan keagenan atau agency
relationship. Pihak prinsipal dapat membatasi perbedaan kepentingannya dengan
memberikan tingkat insentif yang layak kepada agen dan harus bersedia
mengeluarkan biaya pengawasan atau monitoring costuntuk mencegah
penyimpangan (hazard) dari agen. Hal tersebut dinamakan dengan biaya
keagenan atau agency cost (Hendriksen, 2011:221).
Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan ini terjadi antara manajemen
dan pemegang saham atau stockholders. Konflik kepentingan tersebut dapat
timbul dari adanya kelebihan aliran kas atau excess cash flow. Kelebihan arus kas
cenderung akan diinvestasikan melebihi tingkat yang optimum dan sering
10
digunakan untuk konsumsi secara berlebihan yang tidak ada kaitannya dengan
kegiatan utama perusahaan atau excessive perquisities. Konflik tersebut juga dapat
disebabkan perbedaan antara pemegang saham yang lebih menyukai investasi
yang berisiko tinggi dengan harapan memperoleh return yang tinggi, sementara
manajemen lebih memilih investasi risiko lebih rendah untuk melindungi
posisinya (Keown et al, 2005:609).
Menurut Pradessya (2006) dalam Efni (2011), bahwa ada beberapa
alternative untuk mengurangi konflik kepentingan dan biaya keagenan atau
agency cost, yaitu antara lain:
1. Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen.
Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dengan
kepentingan pemegang saham.
2. Meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih atau dividend payout
ratio, dengan demikian akan memperkecil jumlah aliran kas bebas
atau free cash flowsehingga manajemen harus mencari sumber dana
eksternal untuk pembiayaan investasi.
3. Meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang akan
menurunkan skala konflik antara pemegang saham dengan
manajemen. Apabila perusahaan memerlukan kredit, maka harus siap
untuk dievaluasi dan dimonitor oleh pihak eksternal dan akan
mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham.
Selain itu, hutang juga dapat mengurangi kelebihan aliran kas atau
excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan
kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.
2.2 Insider Ownership
Joher et al (2006) mengemukakan bahwa managerial ownership consists
of directors, managers, and others management team’s member, who hold the
company’s shares directly. Artinya bahwa kepemilikan manajerial terdiri dari
direktur, manajer, dan manajemen tim anggota lain, yang memegang saham
perusahaan secara langsung. Menurut Jensen (1976) dalam Indahningrum (2009)
11
mekanisme untuk mengatasi konflik keagenan antara lain meningkatkan
kepemilikan insider sehingga dapat mensejajarkan kepentingan manajer dan
pemilik.
Insider Ownership adalahsebuah sebuah ukuran persentase saham yang
dimiliki oleh direksi, manajemen, dan komisaris ataupun setiap pihak yang terlibat
secara langsung dalam pembuatan keputusan perusahaan (Jensen and Meckling,
1976) dalam Agus Sartono (2001:112).
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Harjito (2006) Peningkatan
insider ownership bermanfaat untuk meningkatkan keselarasan kepentingan
antara manajer dengan pemegang saham. Insider ownership terjadi apabila
pemegang saham suatu perusahaan sekaligus bertindak sebagai manajer
perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar tingkat insider ownership suatu
perusahaan, maka semakin tinggi tingkat keselarasan (alignment) dan kemampuan
kontrol terhadap kepentingan antara manajer dengan pemegang saham.
Insider Ownership =Jumlah saham komisaris dan manajemen
Jumlah saham perusahaan
2.3 Profitabilitas
2.3.1 Pengertian Profitabilitas
Nilai pasar suatu saham tergantung kepada perkiraan dari expected return
dari risiko arus kas di masa mendatang. Penilaian dari arus kas ini merupakan
proses dasar karena laporan keuangan tidak cukup menunjukkan jumlah aktivitas
perusahaan di masa mendatang. Namun demikian, beberapa macam analisis
profitabilitas yang didasarkan pada laporan keuangan merupakan informasi yang
berguna bagi manajer (Muslich, 2000:51). Laporan keuangan mencerminkan
keadaaan yang telah terjadi di masa lalu, tetapi laporan tersebut juga
mencerminkan tentang hal-hal yang sebenarnya memiliki arti penting apa yang
mungkin terjadi di masa depan. Rasio profitabilitas mencerminkan hasil akhir dari
seluruh kebijakan keuangan dan keputusan operasional (Brigham, 2011:146).
ROE menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
setelah pajak dengan menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rasio
12
ini penting bagi pihak pemegang saham untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi
pengelolaan modal sendiri yang dilakukan pihak manajemen. Semakin tinggi rasio
ini berarti semakin efisien penggunaan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak
manajemen perusahaan (Sudana, 2011:22).
2.3.2 Jenis Rasio Profitabilitas
Menurut Lukman Syamsuddin (2002:59) rasio profitabilitas terdiri dari
dua jenis rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan penjualan dan
rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan investasi. Kedua rasio
secara bersama-sama menunjukkan efektifitas. Rasio profitabilitas dalam
hubungannya antara penjualan dan laba dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Gross Profit Margin
Rasio ini merupakan perbandingan penjualan bersih dikurangi harga
pokok penjualan bersih. Berikut proksi yang biasa digunakan dalam
perhitungan gross profit margin.
Gross Profit Margin = Penjualan Bersih – HPP
2. Operating Profit Margin
Rasio ini merupakan perbandingan antara laba operasi dengan
penjualan. Rasio ini menggambarkan apa yang biasa disebut “pure
profit” yang diterima atas penjualan yang telah dilakukan. Berikut
proksi yang biasa digunakan dalam perhitungan operating profit
margin.
Operating Profit Margin =𝐿𝑎𝑏𝑎𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
3. Net Profit Margin
Net profit margin atau marjin laba bersih merupakan keuntungan
penjualan setelah menghitung seluruh biaya dan pajak penghasilan.
Margin ini menunjukkan perbandingan antara laba bersih setelah
13
pajak dengan penjualan. Berikut proksi yagn biasa digunakan dalam
perhitungan net profit margin.
Net Profit Margin = 𝐿𝑎𝑏𝑎𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖 ℎ𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
Rasio profitabilitas dalam hubungannya antara laba dengan investasi
adalah sebagai berikut :
1. Return on Investment (ROI)
Rasio ini merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan
aktiva total. Berikut proksi yang biasa digunakan dalam perhitungan
return on investment.
ROI = 𝐿𝑎𝑏𝑎𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
2. Return on Equity (ROE)
Return on equity sering disebut sebagai dengan rentabilitas modal
sendiri yang merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak
dengan modal sendiri. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur
seberapa banyak keuntungan yang menjadi pemilik modal sendiri
berikut proksi yang biasa digunakan dalam perhitungan return on
equity
ROE = 𝐿𝑎𝑏𝑎𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖 ℎ𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
3. Economic Rentability
Rasio ini disebut juga Earnings Power yang dimaksudkan untuk
mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba usaha dengan
aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio ini dapat diperoleh dengan
membandingkan antara laba usaha dengan total aktiva. Berikut proksi
yang biasa digunakan dalam perhitungan economic rentability.
Economic Rentability =𝐿𝑎𝑏𝑎𝑈𝑠𝑎 ℎ𝑎
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
14
2.4 Leverage
2.4.1 Pengertian Rasio Leverage
Menurut Lukman Syamsuddin (2002:112) leverage biasanya dipergunakan
untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau
dana yang mempunyai biaya tetap (fixed cost) untuk memperbesar returnbagi
pemilik perusahaan. Menurut Kasmir (2009:113) Rasio leverage adalah rasio
yang digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana aset perusahaan dibiayai
oleh utang.
Lukman Syamsuddin (2002:112) menyatakan bahwa dengan memperbesar
tingkat leverage maka hal ini akan berarti bahwa tingkat ketidakpastian dari
return yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula, tetapi pada saat yang
bersamaan hal tersebut juga akan memperbesar jumlah return yang akan
diperoleh.
2.4.2 Jenis Rasio Leverage
Menurut Kasmir (2009:156-163) jenis-jenis rasio leverage antara lain:
1. Debt to Equity Ratio (DER)
Merupakan rasio antara total hutang dengan ekuitas (modal sendiri).
Rasio ini menunjukkan beberapa bagian dari setiap modal sendiri
yang akan dijadikan jaminan hutang. Bagi perusahaan makin besar
rasio ini akan semakin menguntungkan, tetapi bagi pihak kreditur
makin besar rasio ini berarti semakin besar resiko yang ditanggung
atas kegagalan perusahaan yang mungkin terjadi.Berikut proksi yang
digunakan dalam perhitungan DER.
DER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
2. Long-term Debt to Equity Ratio
Merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.
tujuannyaadalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka
15
panjangdengan cara membandingkan antara hutang jangka panjang
dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. Berikut proksi
yang digunakan dalam perhitungan LTDtER.
LTDtER = 𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘 ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒 𝑟 ′ 𝑠 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
3. Tangible Assets Debt Coverage
Rasio ini digunakan untuk mengukur besar aktiva tetap tangible yang
digunakan untuk menjamin hutang jangka panjang setiap rupiahnya.
Berikut proksi yang digunakan dalam perhitungan TAD Coverage.
TAD Coverage = (Jml Aktiva + Tangible+ Hutang Lancar) / Hutang
Jangka Panjang
4. Times Interest Earned Ratio (TIER)
Rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan laba dalam
membayar biaya bunga untuk periode sekarang. Investor dan kreditor
lebih menyukai rasio yang tinggi karena rasio yang tinggi
menunjukkan margin keamanan dari investasi yang dilakukan. Berikut
proksi yang digunakan dalam perhitungan TIER.
TIER =𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎
𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
2.5 Investment Opportunity Set
2.5.1 Pengertian Investment Opportunity Set
Menurut Hartono (2003:58), Kesempatan Investasi atau Investment
Opportunity Set (IOS) menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang
investasi bagi suatu perusahaan. Kemudian menurut Sunariyah (2006:56) Set
Kesempatan Investasi adalah kombinasi antara aktiva yang dimiliki perusahaan
(assets in place) dan pemilihan investasi pada masa yang akan datang dengan net
present value (NPV) yang positif. Sedangkan menurut Sriwardani (2006) IOS
merupakan keputusan Investasi dalam bentuk aktiva yang dimiliki (assets in
16
place) dan opsi investasi di masa yang akan datang, dimana IOS tersebut akan
mempengaruhi nilai suatu perusahaan.
Dengan demikian investment opportunity set merupakan kesempatan
berinvestasi atau peluang investasi yang dimiliki oleh perusahaan dan memiliki
pengaruh terhadap cara pandang manajer, pemilik, kreditur, dan investor terhadap
kemampuan profitabilitas serta prospek pertumbuhan perusahaan. Selain itu,
investment opportunity set bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga perlu dipilih
suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam perusahaan.
2.5.2 Proksi Investment Opportunity Set
Menurut Kallapur dan Trombley dalam Erlina(2007:43) menyatakan
bahwa proksi-proksi tersebut dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Proksi IOS berbasis pada harga (Price-Based Proxies)
Proksi ini menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan
sebagian dinyatakan dalam harga pasar saham proksi ini didasari pada
anggapan yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan
secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham dan perusahaan
yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif
untuk aktiva-aktiva yang dimiliki dibandingkan dengan perusahaan
yang tidak tumbuh. Rasio-rasio yang telah digunakan dalam beberapa
penelitian yang berkaitan dengan proksi pasar adalah sebagai berikut :
a. Market to Book Value of Assets (MVA/BVA)
Rasio ini menjelaskan gabungan antara asset in place dengan
kesempatan investasi. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio
MVA/BVA maka akan semakin tinggi kesempatan investasi
yang dimiliki perusahaan tersebut yang berkaitan dengan asset
in place.
b. Market to Book Value Equity (MVE/BVE)
Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran MVE/BVE
mencerminkan bahwa pasar menilai return atas investasi
17
perusahaan pada masa depan akan lebih besar dari return yang
diharapkan ekuitasnya.
c. Property, Plant, and Equipment to Book Value of Asset
(PPE/BVA)
Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa PPE/BVA
memiliki prospek pertumbuhan perusahaan tergambar dengan
besarnya asset tetap yang dimiliki oleh perusahaan.
2. Proksi IOS berbasis pada investasi (Investment-Based Proxies)
Proksi yang percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan
investasi yang tinggi berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu
perusahaan. Research and development merupakan investasi dan
selanjutnya diharapkan menghasilkan return terhadap perusahaan.
Rasio-rasio yang biasa digunakan dalam penelitian antara lain :
a. Capital Expenditure to Market Value of Assets (CEP/MVA)
Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa semakin
besar investasi yang dilakukan oleh perusahaan pada asset tetap
sesuai harga pasar maka akan semakin tinggi tingkat investasi
yang dilakukan perusahaan.
b. Capital Expenditure to Book Value of Assets (CEP/BVA)
Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa semakin
besar investasi yang dilakukan oleh perusahaan pada asset tetap
sesuai harga pasar maka akan semakin tinggi tingkat investasi
yang dilakukan perusahaan.
c. Capital Addition to Market Value of Assets (CAP/MVA)
Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa semakin
besar pertambahan modal yang dilakukan oleh perusahaan maka
akan semakin tinggi tingkat investasi yang dilakukan
perusahaan.
3. Proksi IOS berbasis pada varians (Variance-Measures Proxies)
Proksi yang mengungkapkan bahwa suatu psi akan menjadi lebih
bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan
18
besarnya opsi yang tumbuh seperti variabilitas return yang mendasari
peningkatan aktiva. Ukuran yang biasa digunakan dalam penelitian
antara lain :
a. Variance of Total Return (VARRET)
Variance of Total Returnmerupakan variasi returnyang
diperoleh investor. Semakin besar varians return maka semakin
besar penyebaran nilai return dan semakin besar pula
ketidakpastian atau risiko dari suatu investasi.
b. Beta Asset (BETA)
Beta asset digunakan untuk membuat proksi risiko IOS
perusahaan.
2.6 Kebijakan Dividen
2.6.1 Pengertian Dividen
Pengertian dividen menurut Ross, et al (2006:921) adalah sebagai berikut:
“dividend is a form of payment made by a firm to its owners, either in cash
or in stock. It is also called “the income component” of the return on an
investment in stock”
Menurut Brigham and Houston (2011:172), dividen adalah distribusi laba
kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi mereka dan jenis
modal tertentu.Sedangkan menurut Arief Suadi (2007:434), dividen adalah
proporsi laba atau keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham
dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimilikinya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dividen adalah
distribusi laba yang dihasilkan perusahaan kepada pemegang saham yang telah
mendanai perusahaan tersebut dengan cara membeli saham perusahaan tersebut.
Kebijakan pembagian dividen adalah suatu keputusan untuk menentukan berapa
besar bagian laba akan dibagikan kepada para pemegang saham dan akan ditahan
dalam perusahaan selanjutnya diinvestasikan kembali. Kebijakan pembagian
dividen tergantung pada keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS).
19
2.6.2 Jenis Pembayaran Dividen
Dividen yang didistribusikan kepada pemegang saham dapat diberikan
dalam beberapa jenis. Jenis-jenis dividen yang dibagikan kepada para pemegang
saham ini biasanya tergantung pada kebijakan perusahaan. Menurut Darmadji dan
Fakhrudin (2006) jenis-jenis pembayaran dividen terdiri dari :
1. Dividen Tunai (Cash Dividend)
Cash Dividend merupakan dividen yang diberikan kepada para
pemegang saham dalam bentuk kas tunai sesuai dengan persentase
kepemilikan saham dalam perusahaan.
2. Dividen Saham (Stock Dividend)
Stock Dividend merupakan dividen yang dibagikan oleh perusahaan
dalam bentuk saham biasa dari perusahaan tersebut. Biasanya
dilakukan oleh perusahaan yang menginginkan untuk menggunakan
laba bersih yang dihasilkan perusahaan digunakan untuk kegiatan
investasi tanpa meninggalkan kewajibannya terhadap para pemegang
saham untuk membayarkan dividen.
3. Dividen Properti (Property Dividend)
Property Dividend merupakan dividen yang dibagikan oleh
perusahaan dalam bentuk aktiva tetap berupa tanah, bangunan, serta
bentuk lainnya seperti surat-surat berharga. Pembagian dividen dicatat
oleh perusahaan sebesar nilai pasar dari properti yang diberikan
kepada pemegang saham, bukan sekedar sebesar nilai perolehan dari
properti tersebut.
4. Dividen Likuidasi (Liquidating Dividend)
Liquidating Dividend merupakan dividen yang diberikan oleh
perusahaan kepada pemegang saham sebagai akibat adanya likuidasi
perusahaan. Dividen dalam bentuk ini adalah sebagai distribusi
kepada para pemegang saham berdasarkan modal disetor dan buka
didasarkan atas laba ditahan.
20
Sedangkan menurut Van Horne dan Wachowicz Jr. (2014:219-220)
dividen suatu perusahaan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Dividen Regular dan Dividen Ekstra
Dividen regular merupakan dividen yang diharapkan oleh perusahaan.
Sedangkan dividen ekstra merupakan dividen yang tidak rutin yang
dibayarkan kepada pemegang saham di samping dividen regular.
Dividen ekstra biasanya dibayarkan secara kuartal ataupun setengah
tahun dalam situasi khusus serta secara tidak langsung memberikan
informasi kepada publik mengenai stabilitas dividen perusahaan.
2. Dividen Saham
Dividen saham ada pembayaran dalam bentuk penambahan saham
kepada pemegang saham. Dividen saham ini dibagi menjadi 2 bagian.
Yaitu dividen saham kecil yang mewakili kenaikan kurang dari 25%
dari jumlah saham beredar sebelum pembagian dan dividen saham
besar yang mewakili kenaikan sebesar 25% atau lebih sari saham
biasa sebelum pembagian.
Berdasarkan kedua pemahaman mengenai jenis-jenis pembagian dividen
tersebut dapat disimpulkan bahwa dividen yang diberikan kepada para pemegang
saham tidak selalu diberikan dalam bentuk dividen kas. Terdapat beberapa bentuk
pembayaran dividen lainnya dan kebijakan sistem waktu pembayaran dividen
yang berbeda yang dapat dibagikan perusahaan untuk pemegang saham
perusahaan tersebut. Sesuai dengan pertimbangan mengenai kebijakan-kebijakan
perusahaan tersebut dalam memberikan dividen kepada para pemegang saham.
Selain bentuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan yang tidak selalu
berupa dividen kas, besar kecilnya pembagian dividen juga menjadi perhatian dari
kebijakan pembayaran dividen. Pada umumnya, apabila perusahaan dalam tahap
pertumbuhan ataupun tahap menurun, dividen dibayarkan akan lebih sedikit
daripada pembayaran dividen yang dilakukan oleh perusahaan yang dalam tahap
matang atau dewasa.
21
2.6.3 Kebijakan Dividen
Menurut Martono dan Agus Harjito (2007:253) kebijakan dividen
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan-
pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan
apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada
pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal
guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.
Menurut Dermawan Sjahrial (2009) perusahaan akan tumbuh dan
berkembang, dan kemudian pada waktunya akan memperoleh keuntungan atau
laba. Laba ini terdiri dari laba yang akan ditahan dan laba yang dibagikan. Pada
tahap selanjutnya laba ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling
penting untuk pembiayaan pertumbuhan perusahaan. Makin besar pembiayaan
perusahaan yang berasal dari laba yang ditahan ditambah biaya penyusutan aktiva
tetap, maka akan semakin kuat posisi finansial perusahaan tersebut. Dari seluruh
laba yang diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham
berupa dividen. Mengenai penentuan besarnya dividen yang akan dibandingkan
itulah yang merupakan kebijakan dividen dari pimpinan perusahaan.
Pengertian lain mengenai kebijakan dividen yang dijelaskan oleh Van
Horne dan Wachowicz (2014:206) adalah evaluasi pengaruh rasio pembayaran
dividen terhadap kekayaan pemegang saham dapat dilakukan dengan melihat
kebijakan dividen perusahaan sebagai keputusan pendanaan yang melibatkan laba
ditahan. Setiap periode perusahaan harus memutuskan apakah laba yang diperoleh
akan ditahan atau didistribusikan sebagian atau seluruhnya pada pemegang saham
sebagai dividen. Sepanjang perusahaan memiliki proyek investasi dengan
pengembalian melebihi yang diminta, perusahaan akan menggunakan laba untuk
mendanai proyek tersebut. Jika terdapat kelebihan laba setelah digunakan untuk
mendanai seluruh kesempatan investasi yang diterima, kelebihan itu akan
didistribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen kas. Jika tidak ada
kelebihan, maka dividen tidak akan dibagikan.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kebijakan dividen merupakan keputusan yang ditetapkan oleh pihak perusahaan
22
dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang terdapat pada perusahaan tanpa
melupakan kewajiban kepada pemegang saham atas investasi yang dilakukan.
Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi concern pada pihak perusahaan dalam
pembayaran dividen dijelaskan oleh D. Agus Harjito (2007) sebagai berikut :
1. Kebutuhan dana bagi perusahaan
Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil
kemampuan untuk membayar dividen. Penghasilan perusahaan akan
digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi dananya baru sisanya
untuk pembayaran dividen.
2. Likuiditas perusahaan
Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama
dalam kebijakan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar.
Maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas
perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen. Apabila manajemen ingin memelihara likuiditas
dalam mengantisipasi adanya ketidakpastian dan agar mempunyai
fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan tidak akan membayar
dividen dalam jumlah yang besar.
3. Kemampuan untuk meminjam
Posisi likuiditas bukanlah satu-satunya cara untuk menunjukkan
fleksibilitas dan perlindungan terhadap ketidakpastian. Apabila
perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan
pinjaman, hal ini merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi
sehingga kemampuan untuk membayar dividen juga tinggi. Jika
perusahaan memerlukan pendanaan melalui hutang, manajemen tidak
perlu mengkhawatirkan pengaruh dividen kas terhadap likuiditas
perusahaan.
4. Pembatasan-pembatasan dalam perjanjian hutang
Ketentuan perlindungan dalam suatu perjanjian hutang sering
mencantumkan pembatasan terhadap pembayaran dividen.
Pembatasan ini digunakan oleh para kreditur untuk menjaga
23
kemampuan perusahaan tersebut membayar hutangnya. Biasanya
pembatasan ini dilakukan, maka manajemen perusahaan dapat
menyambut baik pembatasan dividen yang dikenakan para kreditur,
karena dengan demikian manajemen tidak harus
mempertanggungjawabkan penahanan laba kepada para pemegang
saham.
5. Pengendalian perusahaan
Apabila suatu perusahaan membayar dividen yang sangat besar, maka
perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang
melalui penjualan sahamnya untuk membiayai kesempatan investasi
yang menguntungkan.
2.6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan
dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham menurut Van Horne dan
Wachowicz (2014:213-215) antara lain adalah:
1. Peraturan-peraturan hukum
Pembahasan peraturan hukum penting dilakukan untuk menetapkan
batasan-batasan hukum di mana kebijakan dividen perusahaan dapat
digunakan. Peraturan-peraturan hukum ini berhubungan dengan
penurunan modal, ketidaksolvabilitasan dan laba ditahan yang tidak
semestinya.
2. Kebutuhan pendanaan perusahaan
Pada saat batasan-batasan hukum bagi kebijakan dividen perusahaan
telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah penafsiran kebutuhan
pendanaan perusahaan. Untuk itu perlu dipersiapkan anggaran kas,
proyeksi laporan sumber dan penggunaan dana dan proyeksi laporan
arus kas. Tujuan utamanya adalah menentukan arus kas dan posisi kas
perusahaan yang mungkin terjadi tanpa adanya perubahan kebijakan
dividen. Kemampuan perusahaan untuk menyediakan dividen harus di
analisis relatif terhadap distribusi probabilitas arus kas dan saldo kas
24
yang mungkin di masa depan. Berdasarkan analisis ini perusahaan
dapat menentukan besarnya dana yang mungkin tersisa.
3. Likuiditas
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam
keputusan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar,
semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan, semakin besar
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
4. Kemampuan untuk meminjam
Posisi likuid bukan merupakan satu-satunya cara untuk memberikan
perlindungan dan fleksibilitas keuangan terhadap ketidakpastian. Jika
memiliki kemampuan untuk memperoleh pinjaman dalam waktu
singkat, perusahaan dapat dikatakan memiliki fleksibilitas keuangan
yang relatif baik. Kemampuan meminjam ini dapat berupa batas kredit
atau perjanjian kredit beruntun dari bank, atau kemammpuan tidak
resmi kelembagaan keuangan untuk memperluas kredit. Selain itu,
fleksibilitas keuangan berasal dari kemampuan perusahaan untuk
menembus pasar modal dengan menerbitkan obligasi. Semakin besar
dan semakin kuat perusahaan, semakin baik jalan masuk ke pasar
modal. Semakin besar kemampuan meminjam perusahaan, semakin
besar fleksibilitas keuangan dan semakin besar kemampuannya untuk
membayar dividen kas. Jika perusahaan dapat melakukan pendanaan
melalui hutang, manajemen tidak perlu terlalu mengkhawatirkan
pengaruh dividen kas terhadap likuiditas perusahaan.
5. Batasan-batasan dalam perjanjian hutang
Perjanjian perlindungan dalam perjanjian obligasi atau pinjaman
seringkali berisikan batasan-batasan pembayaran dividen. Batasan ini
digunakan oleh pemberi pinjaman untuk menjaga kemampuan
perusahaan untuk membayar hutang. Jika batasan ini diterapkan, maka
akan mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan. Manajemen
perusahaan dapat menjadikan batasan tersebut sebagai alasan tidak
membayar dividen.
25
6. Pengendalian
Jika perusahaan membayar dividen dalam jumlah besar, perusahaan
kemudian perlu mencari modal melalui penjualan saham untuk
mendanai peluang investasi yang memungkinkan. Dalam situasi
tersebut kepentingan pengendalian perusahaan mungkin menipis jika
pemegang saham yang memiliki kendali tidak mau atau tidak dapat
memesan tambahan saham. Para pemegang saham ini lebih memilih
pembayaran dividen yang rendah dan pendanaan kebutuhan investasi
melalui laba ditahan. Kebijakan dividen ini mungkin tidak
memaksimalkan kekayaan keseluruhan pemegang saham, namun
kebijakan dividen tersebut dilakukan demi kepentingan terbaik pihak
yang memiliki kendali.
Beberapa faktor pertimbangan kebijakan diatas mengungkapkan bahwa
perusahaan dalam memenuhi kewajiban kepada para pemegang sahamnya
perusahaan harus mampu untuk mendefiniskan faktor-faktor tertentu yang akan
mempengaruhi kondisi perusahaan termasuk faktor kondisi keuangan perusahaan
tersebut.
Perusahaan tidak dapat terlalu mendorong dirinya untuk tetap
membayarkan dividen dengan jumlah per lembar sahamnya yang cukup tinggi
apabila kondisi perusahaan tersebut sedang menurun atau pada saat perusahaan
lain ingin melakukan kegiatan investasi hanya untuk mempertahankan nilai
eksistensi perusahaan pada bursa saham.
Hal ini berlaku juga pada perusahaan pada dalam kondisi prima dan
cenderung dalam tingkat kedewasaan. Perusahaan juga tidak dapat mendorong
dirinya untuk membayarkan dividen dengan jumlah yang cukup tinggi per lembar
sahamnya karena tidak selamanya perusahaan akan dalam fase kedewasaan dan
dalam kondisi prima di tengah kondisi ekonomi global yang fluktuatif dan masih
mengalami beberapa krisis keuangan global yang dapat mempengaruhi kondisi
keuangan perusahaan.
26
2.6.5 Teori-Teori Kebijakan Dividen
Terdapat beberapa teori dasar mengenai kebijakan dividen seperti yang
dikemukakan oleh Brigham dan Houston (2011:211), teori yang mendasari
tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1. Teori Ketidakrelevanan Dividen
Teori ini menjelaskan bahwa nilai suatu perusahaan tergantung
semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan
kepada bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan
laba ditahan.
2. Teori Bird in Hand
Tingkat pengembalian yang diisyaratkan atas ekuitas akan turun
apabila rasio pembayaran dividen dinaikkan karena para investor
kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan (capital gain) yang
akan dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan dengan
seandainya menerima dividen.
3. Teori Preferensi Pajak
Investor lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada
yang tinggi. Artinya para investor mungkin lebih suka perusahaan
menahan sebagian besar laba perusahaan karena adanya keuntungan
pajak.
2.6.6 Pengertian Dividend Payout Ratio
Menurut Gitman (2006:602) dividend payout ratio merupakan indikasi
atas persentase jumlah pendapatan yang diperoleh dan yang didistribusikan
kepada pemegang saham dalam bentuk kas. Dividend payout ratioini ditentukan
perusahaan untuk membayar dividen kepada pemegang saham setiap tahun.
Penentuan dividend payout ratio berdasarkan besar kecilnya laba setelah pajak.
Teori mengenai dividend payout ratio juga dijelaskan oleh Stice et al
(2005:521) sebagai berikut :
“a measure of the percentage of earnings paid out in dividends; computed
by dividing cash dividends by net income”
27
Menurut Gitman (2006:602), dividend payout ratio merupakan
perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan earnings per share (EPS).
Perusahaan hanya dapat membagikan dividen semakin besar jika perusahaan
mampu menghasilkan laba yang semakin besar. Jika laba yang dihasilkan
besarnya tetap, perusahaan tidak bisa membagikan dividen yang lebih besar
karena hal ini berarti perusahaan akan membagikan modalnya sendiri.
Dividend payout ratio menyajikan kepada para investor mengenai jumlah
porsi pendapatan yang dibayarkan perusahaan mengenai kewajibannya membayar
dividen selama periode pembukuan perusahaan. Jika rasio yang ditunjukkan
dalam dividend payout ratio cukuo tinggi, terdapat indikasi bahwa perusahaan
membayarkan dividen dalam jumlah besar. Namun jika hanya membayarkan
sedikit bagian dari laba perusahaan untuk pembayaran dividen tunai, menandakan
sisa pembayaran tersebut digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan yang
kemudian akan membantu perusahaan dalam, menaikkan harga saham biasa
perusahaan setelah tanggal pembagian dividen.
2.7 Pengaruh Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen
2.7.1 Pengaruh Insider Ownership terhadap Dividend Payout Ratio
Insider Ownership adalahsebuah sebuah ukuran persentase saham yang
dimiliki oleh direksi, manajemen, dan komisaris ataupun setiap pihak yang terlibat
secara langsung dalam pembuatan keputusan perusahaan (Jensen and Meckling,
1976) dalam Agus Sartono (2001:112).
Menurut Demsey & Laber (1992) seperti dikutip Susilawati (2000),
masalah keagenan banyak dipengaruhi oleh insider ownership. Semakin besar
insider ownership maka perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan
pengelola perusahaan semakin kecil, mereka akan bertindak dengan lebih hati-
hati, karena mereka akan ikut menanggung konsekuensi yang mungkin timbul
dari keputusan yang mereka buat. Adanya kepemillikan saham oleh manajer akan
memotivasi mereka untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan
dapat menurunkan biaya keagenan.
28
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Harjito (2006) Peningkatan
insider ownership bermanfaat untuk meningkatkan keselarasan kepentingan
antara manajer dengan pemegang saham. Insider ownership terjadi apabila
pemegang saham suatu perusahaan sekaligus bertindak sebagai manajer
perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar tingkat insider ownership suatu
perusahaan, maka semakin tinggi tingkat keselarasan (alignment) dan kemampuan
kontrol terhadap kepentingan antara manajer dengan pemegang saham.
Menurut Eko Wahyudi (2008) insider ownership akan mensejajarkan
kepentingan antara pihak insider dengan pemegang saham luar (outsider).
Insideryang besar akan menurunkan biaya keagenan karena ada rasa kepemilikan
pada diri insider sehingga mereka bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang
saham, yang mengakibatkan perusahaan membayar dividen lebih tinggi kepada
pemegang saham sedangkan semakin rendah insider ownership akan
meningkatkan biaya keagenan sehingga sebagai konsekuensinya perusahaan
membayar dividen lebih rendah kepada pemegang saham. Dapat disimpulkan
bahwa insider ownershipberpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.
2.7.2 Pengaruh Profitabilitas terhadap Dividend Payout Ratio
Perusahaan yang memiliki kemampuan membayar dividen diasumsikan
masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan. Kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba merupakan indikator dari kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen, sehingga profitabilitas dapat dianalisis sebagai faktor penentu
terpenting terhadap dividen. Profitability (profitabilitas) adalah tingkat
keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan
operasionalnya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham
adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya
yaitu beban bunga dan pajak. Perusahaan yang memperoleh keuntungan
cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen.
Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula
kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Brigham dan Houston,
2011:156). Jika perusahaan mengumumkan peningkatan dividen maka investor
29
akan menganggap kondisi perusahaan saat ini dan akan datang relatif baik dan
sebaliknya. Pada sisi lain penambahan dividen memperkuat posisi perusahaan
untuk mencari tambahan dana dari pasar modal sehingga kinerja perusahaan
dimonitor oleh tim pengawas pasar modal. Pengawasan ini menyebabkan manajer
berusaha mempertahankan kinerja dan tindakan ini menurunkan konflik
keagenan.
Profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan oleh return on equity
(ROE). Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur
dari modal pemilik (Harahap, 2007:305). Meningkatnya profitabilias dapat
tercermin pada meningkatnya return on equity akan meningkatkan kemampuan
perusahaan dalam membayar dividen.
2.7.3 Pengaruh Leverage terhadap Dividend Payout Ratio
Rasio leverage menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan
dibelanjai atau didanai dengan pinjaman. Apabila perusahaan tidak menggunakan
leverage dalam struktur modalnya, maka perusahaan dalam beroperasi
sepenuhnya menggunakannya modal sendiri, sehingga risiko perusahaan kecil.
Semakin besar tingkat leverage perusahaan, akan semakin besar jumlah pinjaman
yang digunakan, sehingga risiko keuangan yang dihadapi perusahaan semakin
besar (Irawati, 2006:42). Menurut Brealey et al (2007:10) ketika sebuah
perusahaan meminjam uang, perusahaan berjanji melakukan sederet pembayaran
bunga dan kemudian mengembalikan jumlah uang yang dipinjamnya. Jika laba
naik, pemegang utang terus menerus menerima pembayaran bunga tetap saja, jadi
semua keuntungan menjadi milik pemegang saham. Karena utang meningkat
pengembalian bagi pemegang saham dalam masa-masa baik dan menguranginya
pada masa-masa buruk, utang tersebut dikatakan menciptakan leverage keuangan.
Rasio leverage mengukur seberapa besar leverage keuangan yang ditanggung
perusahaan.
Menurut Brigham dan Houston (2011:107) semakin besar leverage
perusahaan maka cenderung untuk membayar dividennya lebih rendah dengan
tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pendanaan secara eksternal.
30
Sehingga semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal
suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya yang akan
mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan.
Menurut Irawati (2006:44) ukuran rasio leverage dihitung dengan
menggunakan rumus salah satunya Total Debt To Total Equity Ratio (DER)
adalah rasio yang digunakan untuk mengukur pertimbangan antara kewajiban
yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti
modal sendiri yang digunakan semakin sedikit dibandingkan dengan hutangnya
atau kewajibannya.
2.7.4 Pengaruh Investment Opportunity Set terhadap Dividend Payout Ratio
Munculnya istilah Investment Opportunity Set (IOS) dikemukakan oleh
Myers (1976) dalam Ahmad Riahi Belkaoui (2002) yang menguraikan pengertian
perusahaan, yaitu sebagai satu kombinasi antara aktiva riil (asset in place)dan opsi
investasi di masa yang akan datang. Menurut Hartono (2003:58), Kesempatan
Investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) menggambarkan tentang luasnya
kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan.
Peluang investasi dimasa yang akan datang menjadi sebuah kesempatan
yang juga diperhitungkan oleh perusahaan. Suharli (2007) menyatakan bahwa
pada saat kondisi perusahaan sangat baik maka pihak manajemen akan cenderung
memilih investasi baru daripada membayar dividen. Hal tersebut mengakibatkan
dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada para
pemegang saham akan digunakan untuk melakukan pembelian investasi. Dalam
kaitannya dengan kebijakan dividen, Fitri Ismayanti dan M.Hanafi (2003)
menyatakan bahwa pengaruh IOS terhadap kebijakan dividen adalah negatif.
Berdasarkan pemikiran tersebut, dapat dikatakan bahwa Investment Opportunity
Set(IOS) mempunyai pengaruh negatif terhadap dividend payout ratio perusahaan.
31
2.7.5 Pengaruh Insider Ownership, Profitabilitas, Leverage dan Investment
Opportunity Set terhadap Dividend Payout Ratio
Insider Ownership adalahsebuah sebuah ukuran persentase saham yang
dimiliki oleh direksi, manajemen, dan komisaris ataupun setiap pihak yang terlibat
secara langsung dalam pembuatan keputusan perusahaan (Jensen and Meckling,
1976) dalam Agus Sartono (2001:112). Menurut Jensen dan Meckling (1976)
dalam Harjito (2006) Peningkatan insider ownership bermanfaat untuk
meningkatkan keselarasan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham.
Insider ownership terjadi apabila pemegang saham suatu perusahaan sekaligus
bertindak sebagai manajer perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar tingkat
insider ownership suatu perusahaan, maka semakin tinggi tingkat keselarasan
(alignment) dan kemampuan kontrol terhadap kepentingan antara manajer dengan
pemegang saham.
Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh
perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Keuntungan yang layak dibagikan
kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah peusahaan memenuhi seluruh
kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Perusahaan yang memperoleh
keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai
dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar
pula kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Brigham dan Houston,
2006:156). Disamping tingkat keuntungan, para pemegang saham dan calon
pemegang saham juga berkepentingan dengan tingkat leverage sebagai faktor laon
dalam penilaian kelanjutan hidup perusahaan serta proyeksi terhadap distribusi
income pada masa-masa yang akan datang dan dalam hal pembagian dividen
kepada pemegang saham (Syamsuddin, 2007:135).
Menurut Hartono (2003:58), Kesempatan Investasi atau Investment
Opportunity Set (IOS) menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang
investasi bagi suatu perusahaan. Peluang investasi dimasa yang akan datang
menjadi sebuah kesempatan yang juga diperhitungkan oleh perusahaan. Suharli
(2007) menyatakan bahwa pada saat kondisi perusahaan sangat baik maka pihak
manajemen akan cenderung memilih investasi baru daripada membayar dividen.
32
Hal tersebut mengakibatkan dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai
dividen tunai kepada para pemegang saham akan digunakan untuk melakukan
pembelian investasi.
2.8 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang kebijakan dividen telah banyak dilakukan
sebelumnya antara lain Michell Suharli (2007), Mariah, Meythi, dan Riki Martusa
(2012), Rizma Aulia (2012), Suci Marina (2013), Sumiadji (2011), Suharli dan
Oktorina (2005), Sisca (2008), dan Sartono Agus (2001). Namun penelitian
terdahulu tersebut menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda.
Penelitian Michell Suharli (2007) yang menguji pengaruh profitability dan
investment opportunity set terhadap kebijakan dividen tunai dengan likuiditas
sebagai variabel penguat. Hasil penelitiannya memperoleh hasil bahwa secara
parsial profitabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap kebijakan dividen.
Sementara variabel investment opportunity setberpengaruh signifikan negatif
terhadap kebijakan dividen. Namun hal ini bertentangan dengan hasil penelitian
yang dilakukan Mariah, Meythi, dan Riki Martusa (2012) yang menguji pengaruh
profitabilitas dan kesempatan investasi terhadap kebijakan dividen tunai dengan
likuiditas sebagai variabel moderating. Penelitiannya memperoleh hasil bahwa
secara parsial profitabilitas dan kesempatan investasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap kebijakan dividen.
Penelitian yang dilakukan Rizma Aulia (2012) dengan judul pengaruh
profitabilitas, investment opportunity set dan kepemilikan manajerial terhadap
kebijakan dividen dengan likuiditas sebagai variabel moderasi. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwaprofitabilitasberpengaruh signifikan positif
terhadap kebijakan dividen. Sementara investment opportunity set berpengaruh
signifikan negatif terhadap kebijakan dividen. Dan kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.
Suci Marina (2013) menguji pengaruh profitabilitas dan arus kas bebas
terhadap kebijakan dividen dengan kesempatan investasi sebagai variabel
intervening. Hasil penelitiannya memperoleh hasil bahwa secara parsial
33
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Sedangkan variabel
arus kas bebas dan kesempatan investasi berpengaruh positif terhadap kebijakan
dividen.
Selain itu Sumiadji (2011) menganalisis variabel keuangan yang
mempengaruhi kebijakan dividen. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
variabel return on assets dan debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan
terhadap dividend payout ratio. Sementara variabel cash ratio, earning per share
dan total assets turnover berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio.
Penelitian Suharli dan Oktorina (2005) dengan judul memprediksi tingkat
pengembalian investasi pada equity securities melalui rasio profitabilitas,
likuiditas dan hutang pada perusahaan publik di jakarta. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa secara parsial variabel profitabilitas dan likuiditas
berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Sementara leverage
berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio.
Sisca (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh kepemilikan
managerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutang, profitabilitas, dan
ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitiannya menemukan
bahwa variabel kepemilikan managerial, kepemilikan institusional, kebijakan
hutang dan profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan
dividen.Sementara variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap
kebijakan dividen. Hal ini terjadi karena semakin banyak saham yang dimiliki
oleh pihak insider, maka pihak manajemen cenderung untuk menahan
pembayaran dividen.
Sedangkan penelitian Sartono Agus (2001) yang berjudul kepemilikan
dalam (insider ownership), utang, dan kebijakan dividen : pengujian empirik teori
keagenan (agency theory). Hasil penelitiannya menemukan bahwa variabel insider
ownership dan utang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan
dividen.Ringkasan penelitian-penelitian terdahulu sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti
dan
Tahun
Penelitian
JudulPenelitian VariabelPenelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Michell
Suharli
(2007)
Pengaruh
Profitability dan
InvestmentOppo
rtunity
SetTerhadap
Kebijakan
Dividen Tunai
dengan
Likuiditas
Sebagai
Variabel
Penguat
Profitability,
InvestmentOpportuni
ty Set, Likuiditas dan
KebijakanDividen
Tunai
- Secara parsial,
Profitability
berpengaruh
signifikan positif
terhadap
Kebijakan
Dividen Tunai
dan diperkuat
oleh likuiditas
perusahaan
- Secara parsial, InvestmentOpport
unity Set
berpengaruh
signifikan negatif
terhadap
Kebijakan
Dividen Tunai
Menggunakan
variabel Profitability
dan
InvestmentOpportunit
y Set sebagai variabel
independen dan
Kebijakan Dividen
sebagai variabel
dependen
- Penulis tidak
menggunakan
variabel
Likuiditassebagai
variabel penguat
- Penulis menggunakan
tambahan variabel
independen yaitu
insider ownership
dan leverage
2. Mariah,
Meythi,
dan Riki
Martusa
(2012)
Pengaruh
Profitabilitas
dan Kesempatan
Investasi
Terhadap
Kebijakan
Dividen Tunai
dengan
Likuiditas
sebagai Variabel
Moderating
Profitabilitas,
Kesempatan
Investasi, Likuiditas,
dan
KebijakanDividen
Tunai
- Secara parsial, Profitabilitas dan
Kesempatan
Investasi tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
Kebijakan
Dividen Tunai
dan Likuiditas
tidak dapat
digunakan
sebagai variabel
moderasi dalam
memperkuat
hubungan antara
Profitabilitas dan
Kesempatan
Investasi
terhadap
Kebijakan
Dividen Tunai
Menggunakan
variabel Profitabilitas
dan Kesempatan
Investasi sebagai
variabel independen
dan Kebijakan
Dividen sebagai
variabel dependen
- Penulis tidak menggunakan
variabel
Likuiditassebagai
variabel
moderating
- Penulis menggunakan
tambahan variabel
independen yaitu
insider ownership
dan leverage
3. Rizma
Aulia
(2012)
PengaruhProfita
bilitas,
InvestmentOppo
rtunity Set
danKepemilikan
ManajerialTerha
dapKebijakanDi
videndenganLik
uiditassebagaiV
ariabelModerasi
Profitabilitas,
InvestmentOpportuni
ty Set,
KepemilikanManajer
ial, Likuiditasdan
KebijakanDividen
- Secara parsial, Profitabilitas
berpengaruh
signifikan positif
terhadap
Kebijakan
Dividen
- Secara parsial, InvestmentOpport
unity Set
berpengaruh
signifikan negatif
terhadap
Kebijakan
Dividen
- Secara parsial,Kepemilik
anManajerial
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
Kebijakan
Dividen
- Secara simultan, Profitabilitas,
InvestmentOpport
unity Set
danKepemilikan
Manajerialberpen
garuh signifikan
secara statistic
terhadap
Kebijakan
Dividen
Menggunakan
variabel Profitabilitas,
InvestmentOpportunit
y Set,
KepemilikanManajeri
alsebagai variabel
independen dan
Kebijakan Dividen
sebagai variabel
dependen
Penulis tidak
menggunakan
likuiditas sebagai
variabel moderasi dan
penulis menggunakan
tambahan variabel
independen yaitu
leverage
4. Suci
Marina
(2013)
PengaruhProfita
bilitas
DanArusKas
BebasTerhadap
KebijakanDivid
endenganKesem
patanInvestasise
bagaiVariabelInt
ervening
Profitabilitas, Arus
Kas Bebas,
Kesempatan
Investasi, dan
KebijakanDividen
- Secara parsial,Profitabili
tas berpengaruh
negatif terhadap
Kebijakan
Dividen
- Secara parsial, Arus Kas Bebas
dan Kesempatan
Investasi
berpengaruh
positif terhadap
Kebijakan
Dividen
- Secara simultan, Profitabilitas dan
Arus Kas Bebas
melalui
Kesempatan
Investasi sebagai
variabel
intervening
berpengaruh
terhadap
Kebijakan
Dividen
Menggunakan
variabel Profitabilitas
sebagai variabel
independen dan
Kebijakan Dividen
sebagai variabel
dependen
- Penulis tidak menggunakan
variabel
Kesempatan
Investasi sebagai
variabel
intervening dan
Arus Kas Bebas
sebagai variabel
independen
- Penulis menggunakan
tambahan variabel
independen yaitu
leverage, insider
ownership dan
investment
opportunity set
5. Sumiadji(
2011)
Analisis
Variabel
Keuangan yang
Mempengaruhi
Kebijakan
Dividen
Return On Assets,
Cash Ratio, Debt To
Equity Ratio,
Earning Per Share,
Total Assets
Turnover, dan
Dividend Payout
Ratio
- Secara parsial,ROAtidak
berpengaruh
signifikan
terhadapDPR
- Secara parsial, CR
berpengaruhsigni
fikan terhadap
DPR
- Secara parsial, DER tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap DPR
- Secara parsial, EPS berpengaruh
signifikan
terhadap DPR
- Secara parsial, TATO
berpengaruh
signifikan
terhadap DPR
- Secara simultan,
ROA, CR, DER,
EPS, dan TATO
berpengaruh
terhadap DPR
Menggunakan
variabel Debt To
Equity Ratio(DER)
sebagai variabel
independen dan
Dividend Payout
Ratiosebagai variabel
dependen
- Penulis tidak menggunakan
variabel Return On
Assets, Cash Ratio,
Earning Per Share
dan Total Assets
Turnoversebagai
variabel
independen
- Penulis menggunakan
tambahan variabel
independen yaitu
Profitabilitas
(ROE), insider
ownership dan
investment
opportunity set
6. Suharli
dan
Oktorina
(2005)
Memprediksi
Tingkat
Pengembalian
Investasi Pada
Equity
Securities
Melalui Rasio
Profitabilitas,
Likuiditas, dan
Hutang Pada
Perusahaan
Publik di Jakarta
Profitabilitas (ROI),
Likuiditas (CR),
Hutang (DER) dan
Return Investasi
(DPR)
- Secara parsial,Profitabili
tas berpengaruh
positif terhadap
Dividend Payout
Ratio
- Secara parsial, Likuiditasberpen
garuh positif
terhadap
Dividend Payout
Ratio
- Secara parsial,Leverageb
erpengaruh
negatif terhadap
Dividend Payout
Ratio
Menggunakan
variabel
LeveragedanProfitabil
itas sebagai variabel
independen dan
Dividend Payout
Ratiosebagai variabel
dependen
- Penulis tidak menggunakan
variabel
Likuiditassebagai
variabel
independen
- Penulis menggunakan
tambahan variabel
independen yaitu
Return On Equity
(ROE) untuk
Profitabilitas,
insider ownership
dan investment
opportunity set
7. Sisca
Christiany
Dewi
(2008)
Pengaruh
KepemilikanMa
nagerial,
Kepemilikan
Institusional,
Kebijakan
Hutang,
Profitabilitas,
dan Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Kebijakan
Dividen
KepemilikanManage
rial, Kepemilikan
Institusional,
KebijakanHutang,
Profitabilitas,Ukuran
Perusahaan dan
KebijakanDividen
- Secara parsial, KepemilikanMan
agerial
berpengaruh
negatif terhadap
Kebijakan
Dividen
- Secara parsial, Kepemilikan
Institusional
berpengaruh
negatif terhadap
Kebijakan
Dividen
- Secara parsial, KebijakanHutang
berpengaruh
negatif terhadap
Kebijakan
Dividen
- Secara parsial, Profitabilitas
berpengaruh
negatif terhadap
Kebijakan
Dividen
- Secara parsial, Ukuran
Perusahaan
berpengaruh
positif terhadap
Kebijakan
Dividen
Menggunakan
variabel
KepemilikanManageri
al dan Profitabilitas
sebagai variabel
independen dan
Kebijakan Dividen
sebagai variabel
dependen
- Penulis tidak menggunakan
variabelKepemilika
n Institusional,
KebijakanHutang,d
anUkuran
Perusahaansebagai
variabel
independen
- Penulis menggunakan
tambahan variabel
independen yaitu
leverage dan
investment
opportunity set
8. Sartono
Agus
(2001)
Kepemilikan
Dalam (Insider
Ownership),
Utang, dan
Kebijakan
Dividen :
Pengujian
Empirik Teori
Keagenan
(Agency Theory)
Insider Ownership,
Utang dan
KebijakanDividen
- Insider Ownership dan
Utang memiliki
pengaruh yang
signifikan
terhadap
Kebijakan
Dividen
Menggunakan
variabel Insider
Ownership sebagai
variabel independen
dan Kebijakan
Dividen sebagai
variabel dependen
- Penulis tidak menggunakan
variabel
Utangsebagai
variabel
independen
- Penulis menggunakan
tambahan variabel
independen yaitu
profitabilitas,
leverage dan
investment
opportunity set
42
2.9 Kerangka Pemikiran
Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan
pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan pembayaran
dividen dan besarnya laba ditahan untuk kepentingan perusahaan. Perusahaan
dalam menetapkan kebijakan dividen harus memperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh pada kebijakan dividen. Penetapan kebijakan dividen sangat penting
karena berkaitan dengan kesejahteraan pemegang saham. Dalam menentukan
kebijakan dividen tidaklah mudah karena dapat mempengaruhi kinerja
perusahaan, nilai perusahaan, dan harga saham perusahaan (Sisca, 2008).
Sementara itu prosentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen kepada
pemegang saham disebut dividend payout ratio (DPR). Pembagian dividen yang
lebih besar cenderung akan meningkatkan harga saham yang berarti meningkatnya
nilai perusahaan (Utami, 2008).
Kebijakan dividen menyangkut tentang penggunaan laba yang menjadi
hak para pemegang saham. Pada dasarnya laba tersebut dibagi sebagai dividen
atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Jensen et all (1992), menjelaskan
bahwa perusahaan akan menetapkan tingkat dividen yang membuat manajer dapat
membiayai investasi perusahaan dengan dana internal. Bila kebijakan dividen
sesuai dengan perkiraan manajemen dari kesempatan investasi di masa yang akan
datang, maka perusahaan dapat mempertahankan dividen yang stabil dan
memperoleh pendanaan ekuitas yang dibutuhkan melaui sumber internal.
Pada umumnya pihak manajemen cenderung menahan kas untuk melunasi
kewajiban dan melakukan investasi. Apabila kondisinya seperti ini, jumlah
dividen yang akan dibayarkan menjadi relatif kecil. Sementara itu di pihak
pemegang saham tentu saja menginginkan jumlah dividen kas yang tinggi sebagai
hasil dari modal yang mereka investasikan. Kondisi seperti inilah yang dipandang
agency theory sebagai konflik antara manajer dan investor ketika kedua kelompok
saling berbeda (Keown et al, 2005:617).
Jensen dan Meckling (1976) dalam Sudaryanti (2010) menyatakan konflik
kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham (prinsipal) dapat
diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat menyejajarkan
43
kepentingan-kepentingan tersebut. Dampak dari adanya mekanisme pengawasan
akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost.
Menurut Demsey & Laber (1992) seperti dikutip Susilawati (2000),
masalah keagenan banyak dipengaruhi oleh insider ownership. Semakin besar
insider ownership maka perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan
pengelola perusahaan semakin kecil, mereka akan bertindak dengan lebih hati-
hati, karena mereka akan ikut menanggung konsekuensi yang mungkin timbul
dari keputusan yang mereka buat. Adanya kepemillikan saham oleh manajer akan
memotivasi mereka untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan
dapat menurunkan biaya keagenan.
Perusahaan yang memiliki kemampuan membayar dividen diasumsikan
masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan. Kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba merupakan indikator dari kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen, sehingga profitabilitas dapat dianalisis sebagai faktor penentu
terpenting terhadap dividen. Profitability (profitabilitas) adalah tingkat
keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan
operasionalnya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham
adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya
yaitu beban bunga dan pajak. Perusahaan yang memperoleh keuntungan
cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen.
Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula
kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Brigham dan Houston,
2006:156).
Para pemegang saham dan calon pemegang saham menaruh perhatian
utama pada tingkat keuntungan, baik yang sekarang maupun kemungkinan tingkat
keuntungan pada masa yang akan datang. Hal ini sangat penting bagi para
pemegang saham dan calon pemegang saham karena keuntungan ini akan
mempengaruhi harga saham-saham yang mereka miliki. Disamping tingkat
keuntungan, para pemegang saham dan calon pemegang saham juga
berkepentingan dengan tingkat leverage sebagai faktor lain dalam penilaian
kelanjutan hidup perusahaan serta proyeksi terhadap distribusi income pada masa-
44
masa yang akan datang (Syamsuddin, 2007:89). Menurut Sartono (2001:257) di
dalam manajemen keuangan, leverage adalah penggunaan aset dan sumber dana
(sources of found) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetaep (beban tetap)
dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham.
Perusahaan menggunakan operatingdan financial leverage dengan tujuan agar
keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya,
dengan demikian akan meningkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena jika
perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya
tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang
saham. Dengan demikian konsep leverage tersebut sangat penting terutama untuk
menunjukan kepada analis keuangan dalam melihat trade-off antara risiko dan
tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan finansial.
Munculnya istilah Investment Opportunity Set (IOS) dikemukakan oleh
Myers (1976) dalam Ahmad Riahi Belkaoui (2002) yang menguraikan pengertian
perusahaan, yaitu sebagai satu kombinasi antara aktiva riil (asset in place)dan opsi
investasi di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Sriwardani (2006) IOS
merupakan keputusan Investasi dalam bentuk aktiva yang dimiliki (assets in
place) dan opsi investasi di masa yang akan datang, dimana IOS tersebut akan
mempengaruhi nilai suatu perusahaan.
Peluang investasi dimasa yang akan datang menjadi sebuah kesempatan
yang juga diperhitungkan oleh perusahaan. Suharli (2007) menyatakan bahwa
pada saat kondisi perusahaan sangat baik maka pihak manajemen akan cenderung
memilih investasi baru daripada membayar dividen. Hal tersebut mengakibatkan
dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada para
pemegang saham akan digunakan untuk melakukan pembelian investasi.
45
Gambar 2.1
Gambar Kerangka Pemikiran
Keterangan :
= Pengaruh Secara Simultan
= Pengaruh Secara Parsial
Insider Ownership (X1)
Insider Ownership adalahsebuah sebuah ukuran
persentase saham yang dimiliki oleh direksi,
manajemen, dan komisaris ataupun setiap pihak
yang terlibat secara langsung dalam pembuatan
keputusan perusahaan (Jensen and Meckling,
1976) dalam Agus Sartono (2001:112).
Profitabilitas (X2)
Profitabilitas menggambarkan kemampuan
perusahaan mendapatkan laba melalui semua
kemampuan dan sumber yang ada untuk melihat
kemampuan perusahaan beroperasi secara efisien
(Harahap, 2008:304).
Leverage (X3)
Rasio ini menggambarkan sampai sejauh mana
modal pemilik dapat menutu piutang-utang
kepada pihak luar. Semakin kecil rasio ini akan
semakin baik (Harahap, 2009:303)
Investment Opportunity Set (X4)
Investment Opportunity Set (IOS) merupakan
bentuk investasi yang dilakukan perusahaan
sehingga menghasilkan nilai bagi perusahaan di
masa mendatang. Rasio MVE/BVE ini
digunakan dengan dasar pemikiran MVE/BVE
mencerminkan bahwa pasar menilai return atas
investasi perusahaan pada masa depan akan lebih
besar dari return yang diharapkan ekuitasnya
(Kallapur dan Trombley dalam Erlina, 2007:43)
Dividend
Payout Ratio
(Y)
46
2.10 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2008:96) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan
baru didasarkan pada teori yang relevan dan belum didasarkan pada fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data. Berdasarkan konsep, konstruk,
penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H1 : Insider Ownership berpengaruh positif terhadap Dividend Payout Ratio
H2 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap Dividend Payout Ratio
H3 : Leverage berpengaruh negatif terhadap Dividend Payout Ratio
H4 : Investment Opportunity Set berpengaruh negatif terhadap Dividend Payout
Ratio
H5 : Insider Ownership, Profitabilitas, Leverage dan Investment Opportunity Set
berpengaruh secara simultan terhadap Dividend Payout Ratio