50493533 makalah epidemiologi penyakit menular filariasis2003

29
Untuk memenuhi Tugas Epidemiologi Penyakit Menular DI SUSUN OLEH : TITI RAKHMADHANY 108101000002 MIZNA SABILLA 108101000010 SITI FARHATUN 108101000025 KESMAS 4A PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

Upload: hudahudhow

Post on 26-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

mmmmmmmm

TRANSCRIPT

Page 1: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

Untuk memenuhi Tugas Epidemiologi Penyakit Menular

DI SUSUN OLEH :

TITI RAKHMADHANY 108101000002

MIZNA SABILLA 108101000010

SITI FARHATUN 108101000025

KESMAS 4A

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

Page 2: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit kronis yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk, dan dapat menyebabkan kecacatan dan stigma. Penyakit ini merupakan penyakit

menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis )

dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran

kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Filariasis disebabkan oleh tiga

spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Penyakit

Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin

menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari serta

menurunkan produktivitas. Penyakit Filariasis disebut juga dengan Elefentiasis, karena

penderitanya sering mengalami bengkak di kaki yang sangat besar menyerupai kaki gajah.1

Orang terkena penyakit ini sering tidak dapat melakukan pekerjaan karena kecacatan mereka

atau karena sebagian orang enggan berdekatan dengan mereka.

Di Indonesia, filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit Kaki

Gajah ini tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Di Indonesia penyakit kaki gajah pertama kali

ditemukan di Jakarta pada tahun 1889. Ahli epidemiologi dari FK UI, Sholeh Imari mengatakan

bahwa rata-rata prevalensi endemis filariasis di Indonesia sekitar 19% dan Papua yang

merupakan daerah paling tinggi prevalensinya yaitu sekitar 38 persen.2 Menurut info dari WHO,

urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India

dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak pula terjadi di negara

Thailand dan Indonesia (Asia Tenggara). 3

1 Profil kesehatan 20082 http://kabar.in/2009/indonesia-headline/rilis-berita-depkominfo/11/20/kaki-gajah-ditularkan-oleh-penderita-yang-tanpa-gejala-klinis.html

3 http://www.infopenyakit.com/2009/01/penyakit-kaki-gajah-filariasis-atau.htm

Page 3: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

Meskipun banyak masyarakat yang sudah mengetahui bahaya penyakit tersebut, namun

masih banyak juga yang belum tanggap terhadap penyakit ini dan kurangnya pengetahuan

tentang penyakit ini. Sehingga masyarakat merasa mempunyai ketidaktahuan akan bagaimana

proses penyebaran penyakitnya, maka masyarakat juga banyak yang tidak tahu langkah-langkah

apa yang harus dilakukan agar mereka terhindar dari penularan penyakit ini. Penulis membuat

paper ini yang yang berisi tentang epidemiologi filariasis/perkembangan penyakit filariasis

beserta prevalensi di Indonesia dan dunia, konsep Host-Agent-Environment, riwayat alamiah

penyakit, faktor risiko, etiologi, dan program pencegahan serta penanggulangannya.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan penyakit filariasis di Indonesia?

2. Berapa besar prevalensi penyakit filariasis di Indonesia dan dunia?

3. Bagaimana konsep Host-Agent-Environment penyakit filariasis?

4. Bagaimana interaksi antara Host – Agent dan Environment?

5. Bagaimanakah riwayat alamiah penyakit pada penyakit filariasis?

6. Bagaimanakah etiologi penyakit filariasis?

7. Bagaimanakah program pencegahannya?

8. Bagaimanakah program penanggulangannya?

BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan Filariasis di Indonesia

Page 4: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

Filariasis di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Haga dan van Eecke pada tahun 1889 di

Jakarta yaitu dengan ditemukannya penderita filariasis skrotum. Pada saat itu pula maka Jakarta

diketahui endemik filariasis limfatik yang disebabkan oleh W. bancrofti. Flu pada tahun 1921

telah menemukan kasus microfilaremia di Jakarta. Mikrofilaria dari filaria tersebut mempunyai

morfologi yang berbeda dengan W. bancrofti. Demikian juga manifestasi klinisnya berbeda

dengan manifestasi klinis oleh infeksi W.bancrofti. Brugia malayi belum terindentifikasi sampai

tahun 1927, pada saat itu masih dinamakan Filaria malayi oleh Brug (1928). Pada tahun yang

sama Lichtenstein merubah nama genus menjadi Brugia tetapi nama spesies tetap. Pinhao (1961)

dan David dan Edeson (1964,1965) telah menemukan mikrofilaria yang mirip dengan

mikrofilaria B.malayi pada manusia di Timor Portugis. Sementara itu mikrofilaria yang sama

ditemukan di Timor Barat,Flores dan Alor, Pada periode tersebut penelitian difokuskan pada

penyebaran W. bancrofti dan B.malayi. Penemuan yang tidak kalah pentingnya adalah

pada saat Palmieri et al pada tahun 1980 menemukan spesies baru dari Wuchereria pada lutung

(Presbythis cristatus) di Kalimantan Selatan. Spesies baru tersebut diberi nama Wuchereria

kalimantani.

Wuchereria bancrofti tipe perdesaan masih banyak ditemukan di Papua dan beberapa

daerah lain di Indonesia. Sepuluh spesies nyamuk telah diidentifikasi sebagai vektor tetapi vektor

utamanya adalah Anopheles farauti dan An. punctulatus. Wuchereria bancrofti tipe urban

ditemukan di kota-kota besar antara lain Jakarta, Semarang, Pekalongan dengan nyamuk

vektornya : Culex quinquefasciatus. Brugia malayi ditemukan tersebar di berbagai wilayah di

Indonesia, umumnya di daerah pantai dan dataran rendah. Vektornya adalah enam spesies

Mansonia yaitu, Ma. uniformis, Ma. bonneae, Ma. dives,

Ma. annulata, Ma. annhulifera dan Ma. Indiana sedangkan di Indonesia bagian timur ditambah

Anopheles barbirostris sebagai vektor utama. Brugia malayi mempunyai reservoir yaitu kucing

(Felis catus) dan kera (Presbytis cristatus dan Macaca fascicularis) dengan demikian B. malayi

merupakan penyakit zoonosis. Brugia timori ditemukan di pulau-pulau Nusa Tenggara Timur

dan kepulauan Maluku Selatan. Brugia timori umumnya endemik di daerah persawahan dan

vektor utamanya adalah An. barbirostris.

Di Indonesia kurang lebih 10 juta orang telah terinfeksi oleh filariasis sedangkan kurang

lebih 150 juta orang hidup di daerah endemik (population at risk). Berbagai metoda untuk

memberantas filariasis di Indonesia telah dilakukan, antara lain, pengobatan masal dengan dosis

Page 5: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

standar di sekitar Bendungan Gumbasa di Sulawesi Tengah dan di Banjar, Kalimantan Selatan.

Pengobatan dengan dosis rendah yang diikuti oleh dosis standar telah dilakukan di Kalimantan

Selatan, Flores Barat, Kabupaten Batanghari, Jambi dengan hasil yang sangat baik. Dengan

melihat pengalaman penelitian maka program pemberantasan filariasis memutuskan melakukan

pemberantasan dengan menggunakan DEC dosis rendah seminggu sekali selama 40 minggu.

2. Prevalensi Filariasis

Di Indonesia, filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit

Kaki Gajah ini tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil

survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di

231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233

orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate

(Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100

juta orang mempunyai resiko tinggi untuk tertular karena nyamuk penularnya tersebar luas.

Pada tahun 2008, jumlah kasus kronis filariasis mencapai 11.699 kasus di 378

kabupaten/kota.4. Sedangkan sebanyak 316 dari 471 kabupaten/kota telah terpetakan secara

epidemiologis endemis filariasis. Berdasarkan hasil pemetaan didapat prevalensi

mikrofilaria di Indonesia 19% dari seluruh populasi Indonesia yang berjumlah 220 juta

orang, berarti terdapat 40 juta orang didalam tubuhnya mengandung mikrofilaria dan 150

juta orang hidup di daerah endemik filariasis. Biasanya daerah endemik adalah daerah

dengan hutan rawa, sepanjang sungai besar atau badan air yang lain, kawasan kumuh kota,

daerah padat penduduk dan banyak genangan air kotor.5

Berdasarkan data Departemen Kesehatan, sampai Oktober 2009 penderita kronis

filariasis tersebar di 386 kabupaten/kota di Indonesia. Sedangkan hasil pemetaan nasional

diketahui prevalensi mikrofilaria sebesar 19%, artinya kurang lebih 40 juta orang di dalam

tubuhnya mengandung mikrofilaria (cacing filaria) yang mudah ditularkan oleh berbagai

jenis nyamuk.6

Filariasis limfatik ditemukan di daerah tropis Asia, Afrika, Amerika tengah dan

selatan, dan kepulauan Pasifik dengan taksiran 120 juta manusia di 80 negara yang 4 http://bidansmart.wordpress.com/2009/11/24/filariasis/5 http://kesehatan.kompas.com/read/2008/04/18/11491580/Atasi.Filariasis.dengan.Efek.Samping.Ringan6 http://www.depkes.go.id

Page 6: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

terjangkit. Lebih dari 40% di India dan 33% di Afrika.. Di Afrika prevalensi keseluruhan

filariasis adalah 9,2%. Filariasis limfatik yang disebabkan cacing dapat menurunkan

produktivitas penderita, keluarga, dan secara tidak langsung menurunkan produktivitas

masyarakat.

3. Konsep Host, Agent, dan Environment

Faktor Host

Faktor host adalah faktor-faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan pejamu

tersebut terhadap faktor agent. Semua orang mungkin rentan terinfeksi, namun ada perbedaan

yang bermakna secara geografis terhadap jenis dan beratnya infeksi. Infeksi ulang yang terjadi di

daerah endemis dapat mengakibatkan manifestasi lebih berat seperti elephantiasis. Masyarakat

pedesaan yang tinggal di daerah persawahan terbuka yang sebagian besar ditemukan di Asia

Tenggara juga rentan terkena filariasis dengan agen Brugia malayi.

Faktor Agent

Agen adalah semua unsur atau elemen hidup maupun tak hidup yang kehadirannya atau

ketidakhadirannya, bila diikuti dengan kontak yang efektif dengan kontak manusia yang rentan

dalam keadaan yang memungkinkan, akan menjadi stimuli untuk menginisiasi dan memudahkan

terjadinya suatu proses penyakit. Agent dari suatu penyakit meliputi agent biologis dan agent non

biologis (misalnya: agent fisik, agent kimia, dll).

Filariasis disebabkan agent biologis (yang bersifat parasit pada manusia), agent tersebut

termasuk kelompok metazoa (athropoda dan helmints). Agent filariasis adalah 3 spesies cacing

filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. Cacing ini menyerupai benang

dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini

dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 – 6 tahun dan dalam tubuh manusia

cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah

terutama malam hari.

Page 7: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia,

Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.

Faktor Environment

Faktor lingkungan adalah elemen-elemen ekstrinsik yang dapat mempengaruhi keterpaparan

pejamu terhadap faktor agent.

1. Lingkungan Fisik

a. Iklim

Daerah endemis filariasis tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia

termasuk Asia, Afrika, China, Pasifik dan sebagian Amerika. Indonesia merupakan salah satu

negara yang terletak di daerah tropis, yang menyebabkan rawan terjadinya filariasis. Keadaan

geografis ini mempengaruhi kebiasaan hidup seseorang sehingga memudahkan terjangkitnya

suatu penyakit, misalnya di daerah dengan keadaan udara yang panas menyebabkan orang

memakai baju setipis dan sesedikit mungkin, sehingga memudahkan terjadinya gigitan nyamuk

yang merupakan vektor dari filariasis.

b. Suhu & Kelembaban

Suhu yang menunjang perkembangan vektor filariasis adalah 230C - 32,10C dan

kelembaban 68% - 90%. Wuchereria bancrofti endemis di sebagian besar wilayah di dunia di

daerah dengan kelembaban yang cukup tinggi termasuk Amerika Latin(fokus-fokus penyebaran

yang tersebar di Suriname, Guyana, Haiti, Republik Dominika dan Costa Rica), Afrika, Asia dan

Kepulauan Pasifik.

c. Geografis

Di Indonesia penyakit filariasis ditemukan di daerah khatulistiwa terutama di daerah

dataran rendah yang berawa dengan hutan-hutan belukar yang umumnya didapat di pedesaan

daerah luar Jawa-Bali. Berdasarkan survei entommologi pada tanggal 1-30 April 2007 ditemukan

vektor filariasis pada kondisi lingkungan didapatkan vektor berada di daerah sawah dan rawa-

rawa sebesar 77,8%, parit sebesar 100%, dan kolam sebesar 55,5%. Tetapi kadang-kadang juga

Page 8: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi. Filariasis brugia hanya ditemukan di

pedesaan sedangkan filariasis bancrofti didapatkan juga di perkotaan. Wuchereria bancrofti

umum ditemukan di daerah perkotaan dengan kondisi ideal untuk perkembangbiakan nyamuk.

Secara umum periodisitas nokturnal dari daerah endemis Wuchereria di wilayah Pasifik yang

ditemukan di sebelah barat 140˚ bujur timur sedangkan dengan subperiodisitas diurnal

ditemukan di wilayah yang terletak di sebelah timur daerah 180˚ bujur timur. Brugia malayi

endemis di daerah pedesaan di India, Asia Tenggara, daerah pantai utara China dan Korea

Selatan. Brugia timori keberadaannya di daerah pedesaan di Kepulauan Timor, Flores, Alor dan

Roti di Tenggara Indonesia.

d. Air

Vektor filariasis suka menggunakan tempat-tempat genangan air sebagai tempat

perindukan yang sesuai untuk pertumbuhan dari telur menjadi dewasa.

2. Lingkungan Biologi

a. Reservoar

Sumber infeksi filariasis bukan hanya manusia, melainkan kucing dan kera, meskipun

hewan lain mungkin juga terkena infeksi.

b. Vektor

Banyak spesies nyamuk telah ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada jenis

cacing filarianya. Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor

dari genus mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres. Vektor tersebut adalah :

1. W. bancrofti perkotaan dengan vektornya Culex quinquefasciatus

2. W. bancrofti pedesaan dengan vektor Anopheles, Aedes dan Armigeres

3. B. malayi dengan vektor Mansonia spp, Anopheles barbirostris.

4. B. timori dengan vektor Anopheles barbirostris.

Culex memiliki kebiasaan yang berbeda dengan Aedes Aegepty, bila Aedes aegepty suka

hidup pada air bersih maka Culex menyukai air yang kotor seperi genangan air, limbah

Page 9: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

pembuangan mandi, got ( selokan ) dan sungai yang penuh sampah. Culex, nyamuk yang

memiliki ciri fisik coklat keabu-abuan ini mampu berkembang biak di segala musim. Hanya saja

jumlahnya menurun saat musim huijan karena jentik-jentiknya terbawa arus. Nyamuk ini

melakukan kegiatannya di malam hari.

c. Flora

Tanaman air pada rawa-rawa merupakan tempat perindukan nyamuk yang menjadi vektor

filariasis. Hutan dan kebun yang dipenuhi pepohonan juga menjadi tempat bermukimnya

nyamuk.

3. Lingkungan Sosial-Ekonomi

a. Kepadatan penduduk

Biasanya daerah endemik adalah daerah padat penduduk, karena dengan penduduk yang

padat maka penularan filariasis melalui vektor yang mengandung mikrofilaria dari satu orang

yang terinfeksi kepada yang lain akan lebih mudah dan cepat.

b. Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan mempengaruhi terhadap kejadian filariasis. Orang yang memiliki

pengetahuan tinggi tentang filariasis dan kesehatan, mereka dapat melakukan pencegahan yang

dimulai dari diri sendiri.

4. Interaksi antara Host – Agent dan Environment

a. Interaksi agent-lingkungan

Agent dipengaruhi secara langsung oleh lingkungan (tanpa menghiraukan karakteristik dari

host). Perubahan pada lingkungan menyebabkan mudahnya penyebaran dari agent.

b. Interaksi Host-Lingkungan

Adalah keadaan dimana host dipengaruhi secara langsung oleh lingkungan (tanpa

menghiraukan faktor agen), biasanya juga pada tahap prepatogenesis dan patogenesis.

Page 10: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

c. Interaksi Host-Agent

Adalah keadaan dimana suatu agent telah berada dalam diri host, bermukim dengan baik,

berkembang biak dan mungkin telah menstimuli respons dari host dengan timbulnya tanda-tanda

dan gejala-gejala klinis.

d. Interaksi Agent-Host-Lingkungan

Adalah keadaan dimana agent, host dan lingkungan saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dalam menginisiasi timbulnya suatu proses penyakit.

5. Riwayat Alamiah Penyakit

1. Periode prepatogenesis

Periode prepathogenesis adalah adanya interaksi awal antara faktor-faktor host,

agent dan environment. Pada fase ini penyakit belum berkembang tapi kondisi yang

melatarbelakangi untuk terjadinya penyakit telah ada. Fase rentan termasuk dalam

tahapan prepathogenesis.

Fase Rentan (susceptibility phase)

Fase rentan adalah tahap berlangsungnya proses etiologis, di mana faktor

penyebab pertama untuk pertama kalinya bertemu dengan pejamu. Pada filariasis, fase ini

terjadi ketika seseorang digigit nyamuk yang sudah terinfeksi, yaitu nyamuk yang dalam

tubuhnya mengandung larva stadium 3 (L3). Masa prepaten, masa antara masuknya larva

infektif sampai terjadinya mikrofilaremia berkisar antara 37 bulan. Hanya sebagian saja

dari penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok

mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Nyamuk sendiri

mendapat mikro filarial karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang

mengandung mikrofilaria. Nyamuk sebagai vektor menghisap darah penderita

(mikrofilaremia) dan pada saat itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan

masuk dalam lambung nyamuk. Dalam tubuh nyamuk microfilaria tidak berkembang

biak tetapi hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva

3, karenanya diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi. Didalam tubuh

Page 11: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

manusia larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa

jantan atau betina serta bekembang biak. Di sini faktor penyebab pertama belum

menimbulkan penyakit, tetapi telah mulai meletakkan dasar-dasar bagi berkembangnya

penyakit.7

2. Periode Pathogenesis

Yaitu periode dimana telah dimulai terjadinya kelainan/gangguan pada tubuh

manusia akibat interaksi antara stimulus penyakit dengan manusia sampai terjadinya

kesembuhan, kematian, kelainan yang menetap dan cacat. Periode pathogenesis dapat

dibagi menjadi fase subklinis, fase klinis dan fase penyembuhan.

Fase Subklinis

Fase ini disebut juga dengan pre-symtomatic, dimana perubahan faali atau system

dalam tubuh manusia (proses terjadinya sakit) telah terjadi, namun perubahan tersebut

tidak cukup kuat untuk menimbulkan keluhan sakit dan pada umumnya pencarian

pengobatan belum dilakukan. Akan tetapi jika dilakukan pemeriksaan dengan

menggunakan alat-alat kesehatan seperti pemeriksaan mikroskopis darah pada waktu

malam hari, maka akan ditemukan mikrofilaria dalam tubuh mereka. Begitu pula jika

meminum obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) yang sedang digalakkan oleh

pemerintah dalam program eliminasi penyakit kaki gajah, akan timbul efek samping

seperti sakit kepala, sakit tulang atau otot, pusing, anoreksia, muntah, demam, dan alergi

yang menandakan terdapat microfilaria dalam tubuh mereka.

Fase Klinis

Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan tubuh telah cukup

untuk memunculkan gejala-gejala (symptoms) dan tanda-tanda (signs) penyakit. Adapun

gejala akut yang dapat terjadi antara lain :

Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan

muncul lagi setelah bekerja berat7 http://sarangpenyamun.wordpress.com/2008/08/12/penyebab-penularan-dan-pencegahan-kaki-gajahfilariasis/

Page 12: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha,

ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit

Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang

menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde

lymphangitis)

Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah

bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah

Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak

kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)

Sedangkan gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran yang

menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis

skroti).8

Fase Konvalesens

Merupakan tahap akhir dari fase klinis yang dapat berupa fase konvalesens

(penyembuhan) dan meninggal. Fase konvalesens dapat berkembang menjadi sembuh

total, sembuh dengan cacat atau gejala sisa (disabilitas atau sekuele). Filariasis dapat

disembuhkan jika diobati sedini mungkin, namun jika tidak mendapatkan pengobatan

dapat mengakibatkan Disabilitas (kecacatan/ketidakmampuan) karena terjadi penurunan

fungsi sebagian struktur/organ tubuh, yaitu berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat

kelamin baik perempuan maupun laki-laki sehingga menurunkan fungsi aktivitas

seseorang secara keseluruhan.

6. Etiologi

8 http://www.infopenyakit.com/2009/01/penyakit-kaki-gajah-filariasis-atau.html

Page 13: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

Penyakit filariasis disebabkan oleh genus Filaria yang merupakan cacing darah jaringan,

sedangkan spesies nyamuk berperan sebagai sumber penularan antar manusia. Secara

epidemiologi sasarannya adalah masyarakat pedesaan yang beradaptasi terhadap cacing dan

menyebabkan cacat badan seumur hidup berupa elephantiasis. Pendatang di daerah endemis

rentan terhadap penularan, karena daya immunitas yang belum dipunyai sebelumnya. Penyakit

filariasis di Indonesia disebabkan oleh : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori.

Kucing dan kera dapat diduga sebagai sumber penularan melalui vektor nyamuk.

Macam-macam spesies penyebab filariasis dengan nama klinisnya :

o Wuchereria bancrofti menyebabkan filariasis limfatik bancrofti.

o Brugia malayi menyebabkan filariasis limfatik malayan.

o Loa loa menyebabkan loaiasis atau Calabar swelling.

o Onchocerca volvulus menyebabkan filariasis kutaneus atau onchocersiasis.

Perlu diingat beberapa spesies Filaria lain, yaitu :

Tetrapetalonema perstans menyebabkan gejala alergi.

Tetrapetalonema streptocerca menyebabkan iritasi.

Mansonella ozzardi menyebabkan luka dan radang.

Transmisi

Serangga yang menggigit - mengisap darah, merupakan perantara penyakit filariasis.

Larva ikut terisap oleh serangga melalui kulit atau jaringan kulit yang luka. Tiap spesies

mempunyai vektor sendiri-sendiri.

Siklus hidup

Larva filaria masuk melalui kulit, kemudian akan melanjutkan migrasi ke seluruh tubuh

manusia mengikuti aliran darah; dalam waktu 315 bulan akan berkembang menjadi cacing

dewasa; migrasi larva secara lebih lengkap tidak banyak diketahui. Lokalisasi cacing dewasa

dapat dilihat pada tabel 1. Cacing dewasa dapat hidup beberapa tahun di dalam tubuh host.

Mikrofilaria adalah larva yang dihasilkan oleh cacing betina secara viviparous. Jumlah

mikrofilaria tergantung spesiesnya, yang juga dipengaruhi resistensi kulit host maupun faktor

yang lain. Saat diketemukannya jumlah mikrofilaria optimal di dalam aliran darah tepi disebut

periodisitas. Misalnya W. bancrofti dan B. malayi mempunyai nocturnal periodicity, sedangkan

Loa loa mempunyai diurnal periodicity (siang hari). Selama jam-jam tidak ada gigitan serangga,

Page 14: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

mikrofilaria tinggal di dalam kapiler paru. Beberapa jenis mengenal subperiodicity, mikrofilaria

diketemukan di aliran darah tepi selama 24 jam terus menerus dengan sedikit peningkatan pada

siang hari atau malam hari.

Mikrofilaria kulit tidak mengenal periodisitas. Periodisitas mikrofilaria dapat dilihat pada

tabel 2. Pertumbuhan mikrofilaria mutlak memerlukan serangga. Bila hal ini tidak terjadi maka

dalam waktu satu sampai dua tahun akan mati. Mikrofilaria yang terhisap serangga akan

bermigrasi ke otot serangga dalam waktu 12 minggu dan selanjutnya akan menjadi stadium

infektif. Larva yang matang/mature akan diketemukan di mulut serangga, dan siap untuk

dipindahkan ke manusia pada saat menghisap darah.

Tabel 1. Lokalisasi Casing Filaria Dewasa

Wuchereria bancrofti

Brugia malayi

Loa 1oa

Onchocerca volvulus

Tetrapetalonema perstans

Tetrapetalonema streptocerca

Mansonella ozzardi

Di dalam sistem limfe dalam bentuk

ikalan (coiled)

Di dalam sistem limfe dalam bentuk

ikalan (coiled)

Migrasi dalam jaringan subkutan dan

subkonjungtiva

Di dalam jaringan subkutan atau bentuk

ikalan di antara noduli

Di dalam rongga pleura,rongga perito-

neum dan rongga perikardium

Di dalam jaringan ikat kulit

Di dalam rongga usus dan rangga tubuh

Page 15: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

Tabel 2. Hubungan Spesies dan Periodisitas

7. Pencegahan Penyakit filariasis

Perlindungan terhadap filariasis dapat dilaksanakan melalui Kegiatan pemberantasan

nyamuk yang terdiri dari pemberantasan nyamuk dewasa, jentik nyamuk dan menghindari

gigitan nyamuk yang  mengandung larva cacing filaria. Dalam pencegahan penyakit

fialriasis ini, lingkungan dalam masyarakat dibutuhkan yaitu dengan menjaga kebersihan di

lingkungan tersebut agar mencegah terjadinya perkembangan nyamuk di wilayah tersebut.

Metoda yang  dapat dilakukan antara lain dengan memakai kelambu, terutama yang

mengandung insektisida seperti permethrin. Yang paling ideal adalah melalui pengendalian/

eradikasi  vektor nyamuk di lingkungan pemukiman.

Secara garis besar, usaha pencegahan filariasis dapat dikategorikan menjadi :

a. Tindakan Pencegahan Primer

Tujuannya adalah untuk mengadakan intervensi sebelum terjadinya perubahan

patologis pada host. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan promosi kesehatan dalam

bentuk penyuluhan dan pendidikan kesehatan tentang filariasis, dan menciptakan

lingkungan yang tidak memungkinkan vektor filariasis untuk berkembang biak.

Spesies Periodisitas Waktu

pengambilan darah

1. Wuchereria bancrofti

2. Brugia malayi

3. Brugia timori

4. Loa loa

noktumal

diurnal subperiodicity

noktumal

nocturnal subperiodicity

(zoonotic strain)

noktumal

diurnal

22.00 - 02.00

22.00 - 02.00

22.00 - 02.00

01.00 - 14.00

Page 16: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

b. Tindakan Pencegahan Sekunder

Tujuannya adalah untuk menyembuhkan atau menghentikan proses penyakit,

mencegah penyebaran penularan penyakit, mencegah komplikasi dan gejala sisa serta

memperpendek masa disabilitas. Usaha yang dilakukan adalah diagnosis dini, yaitu

pemeriksaan mikroskopis darah, pengobatan segera, yaitu dengan konsumsi obat DEC. Dan

untuk usaha disability limitation (pembatasan kecacatan) diberikan obat DEC 100 mg, 3x

sehari selama 10 hari sebagai pengobatan individual serta dilakukan perawatan terhadap

bagian organ tubuh yang bengkak.

c.Tindakan Pencegahan Tersier

Tujuannya adalah untuk mengembalikan individu tersebut sehingga dapat hidup

berguna di masyarakat dengan keadaan terbatas. Usaha yang dapat dilakukan adalah

menyediakan sarana-sarana untuk pelatihan dan pendidikan di rumah sakit dan di tempat-

tempat umum.

8. Penanggulangan Penyakit Filariasis

Penanggulangan filariasis berwawasan vektor antar daerah akan berbeda

pelaksanaanya. Hal inilah yang merupakan salah satu factor timbulnya permasalahan

penanggulangan filariasis. Cara penanggulangan filariasis di suatu daerah pengelolaannya

tidak akan sama dengan daerah lainnya. Bahkan cara penanggulangan filariasis yang

dianjurkan WHO sangatlah jelas bahwa pengendalian filariasis, yaitu dengan memutus

rantai penularan. Pengendalian vektor tidak mudah dilaksanakan mengingat banyaknya jenis

nyamuk yang berperan sebagai vektor dan masing-masing nyamuk mempunyai perilaku

kehidupan khusus.

Sebenarnya prinsip utama agar terhindar infeksi filariasis adalah menghindarkan diri

dari gigitan nyamuk vektor infektif atau berusaha seminimal mungkin kontak dengan

nyamuk vektor menggunakan repellent, bed nets, house screening, house siting, pyrethrum

house spraying dan antimosquito fumigants. Selain itu, usaha pengendalian vektor seperti

tersebut di atas, pengurangan populasi vektor perlu mendapatkan perhatian dengan cara

Page 17: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

yaitu 1. Reduction of vector breeding habitats dengan perbaikan keadaan lingkungan, 2.

Reduction vector densities dengan pengendalian kimiawi (insektisida) maupun biologis.

(Sucharit,1993).

Seperti yang dikatakan sebelumnya, rinsip penanggulangan filariasis adalah

memutus rantai penularan. Pada saat ini penanggulangan filariasis di Indonesia difokuskan

dengan cara pengobatan masal agar angka microfilaria maupun kepadatan microfilaria di

dalam darah rendah sehingga tidak terjadi transmisi. Prioritas daerah pemberantasan dengan

kegiatan pengobatan penduduk diperuntukkan daerah endemis yang berdekatan dengan

daerah pemukiman baru, daerah produksi dengan endemisitas tinggi dan daerah yang telah

dicakup pada tahun-tahun sebelumnya yang membutuhkan pengobatan ulang.

Usaha pemerintah Indonesia dalam menangani kasus filariasis terlihat dalam program

eliminasi kaki gajah atau yang dikenal dengan ELKAGA. Kegiatan-kegiatan dalam rangka

ELKAGA yang telah dilaksanakan seperti :

a. Sosialisasi Program Filariasis Tingkat Puskesmas

1. Meningkatkan Pengetahuan kepala desa untuk kegiatan pengobatan missal.

2. Mensosialisasikan tentang penyakit kaki gajah (Filariasis) kepada masyarakat.

b. Pelatihan Kadar Pembantu Pengobatan / Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE)

c. Pemberian Obat secara Masal

Tujuan dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan kader / tenaga pelaksana eliminasi (TPE) untuk kegiatan pengobatan masal,

serta memantapkan sasaran yang akan mendapat pengobatan.

Obat pilihan yang sampai saat ini digunakan adalah diethylcarbamazine citrate

(DEC). Obat tersebut pada awalnya dengan nama dagang Hetrazan, pada saat ini telah di

produksi secara nasional di Indonesia oleh PT Kimia Farma dengan nama dagang Filarzan

berisi 100 mg DEC setiap tabletnya. DEC telah dikenal sejak 40 tahun lalu, walaupun obat

pilihan namun tidak disukai penderita karena dapat menimbulkan efek samping berat

terutama pada dosis tinggi. Pengobatan massal diikuti oleh seluruh penduduk yang berusia 2

Page 18: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

tahun ke atas dan yang ditunda selain usia ≤ 2 tahun adalah wanita hamil, ibu menyusui dan

mereka yang menderita penyakit berat. Selain itu ada pemberian pengobatan selektif yaitu

pengobatan yang dilakukan kepada orang yang mengidap mikrofilaria serta anggota

keluarga yang tinggal serumah dan berdekatan dengan penderita di daerah dengan hasil

survey mikrofilaria < 1% (non endemis).

Kemudian adapun pengobatan Individual (penderita kronis), dimana

semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10 hari sebagai

pengobatan individual serta dilakukan perawatan terhadap bagian organ tubuh yang

bengkak.9

DAFTAR PUSTAKA

Profil kesehatan 2008

9 http://sarangpenyamun.wordpress.com/2008/08/12/penyebab-penularan-dan-pencegahan-kaki-gajahfilariasis/

Page 19: 50493533 Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Filariasis2003

Modul Dasar-Dasar Epidemiologi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

http://www.depkes.go.id

http://bidansmart.wordpress.com/2009/11/24/filariasis/

http://bidansmart.wordpress.com/2009/11/24/filariasis/

http://kabar.in/2009/indonesia-headline/rilis-berita-depkominfo/11/20/kaki-gajah-ditularkan-

oleh-penderita-yang-tanpa-gejala-klinis.html

http://kesehatan.kompas.com/read/2008/04/18/11491580/

Atasi.Filariasis.dengan.Efek.Samping.Ringan

http://sarangpenyamun.wordpress.com/2008/08/12/penyebab-penularan-dan-pencegahan-kaki-

gajahfilariasis/

http://www. penyakit-kaki-gajah-filariasis-atau.html

http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=32

http://www.infopenyakit.com/2009/01/penyakit-kaki-gajah-filariasis-atau.html