4. hasil dan analisa 4.1 analisa material · 2019. 1. 24. · 29 universitas kristen petra 4. hasil...
TRANSCRIPT
29 Universitas Kristen Petra
4. HASIL DAN ANALISA
4.1 Analisa Material
Analisa material yang kami lakukan untuk penelitian ini dibagi menjadi 2
yaitu fly ash dan pasir. Analisa yang kami lakukan pada fly ash yaitu analisa X-Ray
Fluorescence (XRF). Gambar 4.1 menunjukkan sampel fly ash yang didapat dari
PLTU Ngoro, Jawa Timur, sedangkan Gambar 4.2 menunjukkan sampel pasir
Lumajang yang kami gunakan.
Gambar 4.1 Fly Ash dari PLTU Ngoro
Gambar 4.2 Pasir Lumajang
4.1.1 Analisa Fly ash
Analisa Fly ash yang kami lakukan yaitu X-Ray Fluorescence (XRF).Dari
hasil tes XRF dapat dilihat pada Tabel 4.1 bahwa fly ash yang digunakan termasuk
fly ash tipe F dengan kandungan SiO2+Al2O3+Fe2O3 lebih dari 50% dan mencapai
90%, dan kadar CaO lebih rendah dari 10% yaitu 2,20%.
30 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.1 Komposisi Fly ash dari PLTU Ngoro, Jawa Timur
No. Parameter Unit Test Result
1. SiO2 % wt 48,94
2. Al2O3 % wt 35,11
3. Fe2O3 % wt 5,99
4. TiO2 % wt 1,93
5. CaO % wt 2,20
6. MgO % wt 1,34
7. K2O % wt 0,95
8. Na2O % wt 0,40
9. SO3 % wt 0,15
10. MnO2 % wt 0,07
11. P2O5 % wt 0,14
12. L O I % wt 2,50
13. SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 % wt 90,04
4.2 Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Perbandingan Sodium
Silikat:NaOH(solid) = 2,5 (Mix Design 1)
Uji mortar dilakukan pada usia 7, 14 dan 28 hari dengan menggunakan alat
kuat tekan di Laboratorium Beton dan Konstruksi Universitas Kristen Petra.
Pengujian kuat tekan mortar geopolimer dilakukan berdasarkan standar ASTM
C109M-02, (2007).
Tabel 4.2 menunjukkan hasil kuat tekan 28 hari mortar geopolimer pada mix
design Tahap 1. Pada Mix Design 1, sampel dengan kuat tekan tertinggi adalah
sampel A1 dengan konsentrasi larutan NaOH 8M yakni 37,8 MPa, sementara kuat
tekan paling rendah adalah 0 MPa yang terjadi pada sampel C2 dan C3, dengan
konsentrasi larutan NaOH 10M dan 14M. Hardjito, Chua, & Ho (2008) menyatakan
bahwa dengan penambahan konsentrasi NaOH pada campuran, maka kuat tekan
yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini berlawanan dengan hasil yang kami
dapatkan. Tetapi perlu diingat bahwa mix design yang dipakai pada penelitian
tersebut adalah penambahan molaritas NaOH dan tidak menambah jumlah larutan
sodium silikat yang dipakai. Sementara percobaan kami berpatok pada
perbandingan massa sodium silikat:NaOH (solid) = 2,5, sehingga dengan semakin
meningkatnya molaritas NaOH, semakin tinggi pula sodium silikat yang dipakai.
31 Universitas Kristen Petra
Hal ini membuat jumlah air terus bertambah seiring dengan naiknya konsentrasi
larutan NaOH, dan membuat kuat tekan mortar semakin rendah pula.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Kuat Tekan 28 Hari Mortar Geopolimer Mix Design 1
(Curing Suhu Ruangan)
Selain itu, pada penelitian ini kami juga menemukan faktor lain yang
mempengaruhi kuat tekan mortar, yaitu perbandingan massa Si:massa Al.
Perhitungan massa Si didasarkan dengan perhitungan massa atom Si yang terdapat
pada kandungan kimia fly ash pada Tabel 4.1, dan kandungan kimia sodium silikat
pada Tabel 3.3. Dapat dilihat bahwa sampel A1 memiliki kandungan air paling
sedikit dan juga angka perbandingan massa Si:Al paling kecil, dan menghasilkan
kuat tekan tertinggi. Dan dapat dilihat juga pada Gambar 4.3 untuk sampel A3, B2,
dan C2 serta untuk sampel B3 dan C3. Sampel A3, B2, dan C2 mengalami
penurunan kuat tekan pada umur 14 dan 28 hari. Sampel B3 dan C3 tidak memiliki
kuat tekan. Kelima sampel tersebut memiliki jumlah air yang banyak dan
perbandingan massa Si:Al yang cukup besar seperti yang dapat dilihat pada Tabel
4.2. Dapat disimpulkan bahwa dengan semakin meningkatnya jumlah air pada
campuran, serta perbandingan massa Si:Al, kuat tekan yang dihasilkan akan
semakin rendah. Kuat tekan 0 MPa pada B3 dan C3 kami duga akibat terlalu
banyaknya air dan pengaruh perbandingan massa Si:Al yang terlalu besar. Gambar
Kode
Cam
puran
Fly
Ash
(gr)
Pasir
(gr)
Larutan NaOH Sodium Silikat
Total
Air
(gram)
Massa
Si:Al
Kuat Tekan (MPa)
Konsentr
asi
NaOH
(solid)
(gr)
Air
(gr)
Na2O+Si
O2
(58%)
(gr)
Air
(42%)
(gr)
7
Hari
14
Hari
28
Hari
A1 300 600 8M 48 133,
5 69,6 50,4 183,9 3,03 34,4 36 37,8
A2 300 600 10M 60 124,
5 87 63 187,5 3,17 33,6 31,2 35,6
A3 300 600 14M 84 115,
5 121,8 88,2 203,7 3,46 20 12,9 10,3
B1 300 600 8M 57,6 160,
2 83,52 60,48 220,7 3,14 29,7 30,4 33,9
B2 300 600 10M 72 149,
4 104,4 75,6 225,0 3,32 20,1 19,9 16,7
B3 300 600 14M 100,8 138,
6 146,16 105,84 244,4 3,66 0,0 0,0 0,0
C1 300 600 8M 67,2 186,
9 97,44 70,56 257,5 3,26 24,4 25,1 26,4
C2 300 600 10M 84,0 174,
3 121,8 88,2 262,5 3,46 11,5 8,3 0,0
C3 300 600 14M 117,6 161,
7 170,52 123,48 285,2 3,86 0,0 0,0 0,0
32 Universitas Kristen Petra
4.4 sampai Gambar 4.6 menunjukkan hasil sampel mortar yang kami buat dengan
Mix Design 1. Mortar kami buat dengan curing suhu ruangan.
Gambar 4.3 Kuat Tekan Mortar Geopolimer Mix Design 1
Gambar 4.4 Contoh Mortar Geopolimer A1 sampai A3
Gambar 4.5 Contoh Mortar Geopolimer B1 sampai B3
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
7 Hari 14 Hari 28 Hari
Ku
at
Tek
an
(M
Pa
)
Umur Sampel
A1
A2
A3
B1
B2
B3
C1
C2
C3
33 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.6 Contoh Mortar Geopolimer C1 sampai C3
4.3 Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Perbandingan Si:Al = 3 (Mix
Design 2)
Tabel 4.3 menunjukkan hasil kuat tekan mortar pada usia 28 hari pada mix
design Tahap 2. Perbandingan massa Si:Al = 3 dipilih karena pada mix design tahap
pertama nilai kuat tekan paling besar terdapat pada sampel dengan kode A1 dimana
memiliki nilai perbandingan massa Si:Al = 3,03. Namun sampel D dan E
menunjukkan hasil yang mengejutkan dimana kuat tekan mortar menurun drastis
bahkan kekuatan tertinggi ada di sampel D2 pada umur 28 hari yang memiliki
kekuatan 8,4 MPa.
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan 28 Hari Mortar Geopolimer Mix Design 2
Penurunan kuat tekan kami duga terjadi akibat pengaruh perbandingan
massa Si:Al serta jumlah air yang terkandung. Sampel pada Mix Design 2
mempunyai rata-rata kuat tekan yang sangat rendah dibandingkan dengan Mix
Design 1. Bila dilihat semua sampel Mix Design 2 memiliki perbandingan massa
Kode
Camp
uran
Fly
Ash
(gr)
Pasir
(gr)
Larutan NaOH Sodium Silikat
Total
Air
(gram)
Massa
Si:Al
Kuat Tekan (MPa)
Konsent
rasi
NaOH
(solid)
(gr)
Air
(gr)
Na2O+Si
O2
(39%)
(gr)
Air
(61%)
(gr)
7
Hari
14
Hari
28
Hari
D1 300 600 6M 36 139,5 44,32 69,32 208,82 2,82 0,0 2,0 3,6
D2 300 600 7M 42 136,5 44,32 69,32 205,82 2,82 6,0 6,8 8,4
E1 300 600 6M 43,2 167,4 44,32 69,32 236,72 2,82 0,0 0,0 2,1
E2 300 600 7M 50,4 163,8 44,32 69,32 233,12 2,82 0,0 2,7 3,3
E3 300 600 8M 57,6 160,2 44,32 69,32 229,52 2,82 0,0 3,1 4,3
34 Universitas Kristen Petra
Si:Al yang sangat rendah, yaitu 2,82. Selain itu, rata-rata jumlah air pada Mix
Design 2 juga sangat banyak, sehingga mempengaruhi kuat tekan yang dihasilkan.
Dengan banyaknya air yang terkandung dan juga sedikitnya perbandingan massa
Si:Al yang ada, maka dapat dipastikan bahwa kuat tekan yang dihasilkan akan
rendah.
Gambar 4.7 Kuat Tekan Mortar Geopolimer Mix Design 2
Gambar 4.7 menunjukkan hasil tes kuat tekan untuk mortar geopolimer Mix
Design 2 yakni dengan sodium silikat tetap dimana sodium silikat yang digunakan
memiliki kadar air 61% seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.3. Dapat dilihat
bahwa kuat tekan rata-rata dari Mix Design 2 ini sangat rendah. Perlu diperhatikan
bahwa pada Mix Design 2, sodium silikat yang dipakai berbeda dengan Mix Design
1, sehingga perhitungan perbandingan massa Si:Al = 3 kami sesuaikan kembali dan
mendapatkan hasil perbandingan massa Si:Al = 2,82. Untuk verifikasi pengaruh
perbandingan massa Si:Al terhadap kuat tekan maka kami membuat sampel F
dengan komposisi yang dapat dilihat pada Tabel 3.5, di mana perhitungan
perbandingan massa Si:Al telah disesuaikan sehingga perbandingan massa Si:Al =
3, dan sampel F terbukti memiliki kuat tekan mortar 28 hari yang tinggi yaitu
sebesar 41,3 MPa. Mix Design 2 dapat menjadi pendukung teori kami pada Mix
Design 1 di mana perbandingan massa Si:Al mempengaruhi kuat tekan mortar.
Perbandingan massa Si:Al dibawah 2,85 mengindikasikan sodium silikat yang
terlalu sedikit pada campuran. Sodium silikat berfungsi untuk membantu proses
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
7 Hari 14 Hari 28 Hari
Ku
at
Tek
an
(M
Pa
)
Umur Sampel
D1 D2 E1 E2 E3
35 Universitas Kristen Petra
geopolimerisasi pada campuran, sehingga jumlah sodium silikat yang terlalu sedikit
dapat mengakibatkan proses geopolimerisasi tidak berjalan sempurna , dan
membuat kuat tekan pada sampel menjadi rendah.
Gambar 4.8 Hasil Foto SEM Mortar A1 (a), D1 (b), dan A3 (c)
a
b
c
36 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.9 Kuat Tekan Mortar Geopolimer Sampel A1, E3, dan F
Gambar 4.8 menunjukkan hasil foto SEM untuk mengetahui bentuk partikel
pada beberapa mortar. Sampel yang kami gunakan adalah sampel A1, dengan kuat
tekan mortar umur 28 hari sebesar 37,8 MPa, sampel D1 dengan kuat tekan 3,6
MPa, dan sampel A3 dengan kuat tekan 10,3 MPa, serta mengalami efflorescence.
Pada sampel A1 dapat dilihat bahwa ikatan antar partikel terbentuk cukup baik, di
mana fly ash dan pasir sudah menyatu dengan alkali activator. Sampel D1
menunjukkan ikatan antar material yang kurang baik, di mana dapat dilihat bahwa
material tidak menyatu dengan baik, dan tidak terlihat adanya ikatan yang kuat.
Pada sampel A3, material menyatu dengan lebih baik daripada sampel D1, tetapi
masih kurang kuat, serta tampak adanya white crystal pada sampel A3. Hasil foto
SEM ini sesuai dengan kuat tekan masing-masing sampel, di mana A1 dengan kuat
tekan tertinggi memiliki ikatan antar material yang paling baik, sementara sampel
D1 dan A3 memiliki ikatan antar material yang kurang baik, sehingga
menghasilkan kuat tekan yang rendah.
Gambar 4.9 menunjukkan hasil kuat tekan mortar geopolimer pada usia 7,
14, dan 28 hari untuk sampel A1, E3, dan F. Kami mengambil sampel A1 dan E3
kami gunakan sebagai pembanding dengan sampel F dikarenakan kedua sampel
masing-masing memiliki suatu persamaan dalam kandungannya. Dapat dilihat pada
Tabel 4.2, bahwa sampel A1 memiliki perbandingan massa Si:Al yang mirip
dengan sampel F, yaitu 3,03 dan 3,0. Pada Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa sampel
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
7 Hari 14 Hari 28 Hari
Ku
at
Tek
an
(M
Pa
)
Umur Sampel
A1 E3 F
37 Universitas Kristen Petra
E3 memiliki jumlah air yang mirip dengan sampel F. Kuat tekan yang dihasilkan
pada sampel E3 sangat rendah dibandingkan dengan sampel A1 dan F. Hal ini kami
duga dikarenakan jumlah air yang cukup banyak dan perbandingan massa Si:Al
yang terlalu sedikit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kuat tekan dipengaruhi
oleh dua hal, jumlah air dan perbandingan massa Si:Al. Dari Gambar 4.9 dapat
disimpulkan bahwa perbandingan massa Si:Al lebih dominan dalam mempengaruhi
kuat tekan yang dihasilkan. Jumlah air juga mempengaruhi kuat tekan yang
dihasilkan walaupun tidak signifikan. Kuat tekan yang tinggi perlu memperhatikan
perbandingan massa Si:Al. Perbandingan Si:Al yang terlalu besar mengindikasikan
bahwa sodium silikat yang dipakai terlalu banyak. Kadar sodium yang berlebihan
dapat menyebabkan pembentukkan sodium karbonat dan dapat mengganggu proses
polimerisasi (Barbosa et al., 1999). Sedangkan perbandingan yang terlalu sedikit
juga dapat menyebabkan kuat tekan turun dikarenakan kadar sodium silikat yang
terlalu sedikit menyebabkan proses polimerisasi tidak berjalan sempurna. Gambar
4.10 sampai Gambar 4.11 menunjukkan hasil sampel mortar Mix Design 2 yang
kami buat . Mortar kami buat dengan curing suhu ruangan.
Gambar 4.10 Contoh Mortar Geopolimer D1 dan D2
Gambar 4.11 Contoh Mortar Geopolimer E1 sampai E3
38 Universitas Kristen Petra
4.4 Hasil Pengujian Setting Time Pasta Geopolimer
Pengujian initial setting time dilakukan sesuai dengan standar dari ASTM
C 191 - 04, (2004) dimana alat yang digunakan adalah vicat needle. Penentuan
initial setting time dicapai ketika penetrasi jarum mencapai 25 mm. Prosedur yang
kami pakai adalah dengan mencampurkan larutan NaOH dengan sodium silikat
terlebih dahulu kemudian dicampurkan dengan fly ash setelah itu baru dicampurkan
dengan pasir. Hal penting yang perlu diperhatikan pada pengujian ini adalah hasil
pasta geopolimer fly ash ini dapat mengeras pada temperatur ruangan, sehingga
pengujian setting time kami lakukan pada temperatur ruangan.
Gambar 4.12 dan 4.13 menunjukkan hasil pengujian initial setting time
pasta mix design Tahap 1 dan Tahap 2. Pada kedua gambar tersebut dapat dilihat
bahwa initial setting time terlama terjadi pada sampel C3, yaitu sebesar 120 menit.
Sedangkan untuk initial setting time tercepat terjadi pada sampel A1. Penelitian
sebelumnya dengan memakai fly ash PLTU Paiton menyatakan bahwa semakin
tinggi konsentrasi larutan NaOH yang dicampurkan, maka semakin lama pula
initial setting time yang terjadi. Hal ini terjadi karena semakin tinggi konsentrasi
larutan NaOH, maka semakin banyak air yang terkandung dalam pasta geopolimer
tersebut, menyebabkan initial setting time menjadi semakin lama. (Erlando et al.,
2017).
Gambar 4.12 Initial Setting Time Pasta Geopolimer Mix Design 1
0 20 40 60 80 100 120 140
A1
A2
A3
B1
B2
B3
C1
C2
C3
Menit
Ko
de
Mix
Des
ign
39 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.13 Initial Setting Time Pasta Geopolimer Mix Design 2
Pada penelitian kami, kadar air pada campuran semakin tinggi, yang dapat
dilihat pada Tabel 4.2 hingga Tabel 4.4. Dengan data tersebut, maka dapat
dipastikan bahwa sampel C3 merupakan sampel yang paling banyak mengandung
air, dan sampel A1 merupakan sampel dengan kandungan air paling sedikit,
sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan kadar air pada fly ash Ngoro
mengakibatkan setting time yang terjadi akan semakin lama. Dari Gambar 4.13,
dapat dilihat bahwa initial setting time yang dihasilkan oleh Mix Design 2 sangat
cepat, dengan rata-rata 44 menit. Hal ini menunjukkan bahwa initial setting time
tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan air pada campuran, tetapi juga dipengaruhi
oleh jumlah sodium silikat yang dipakai. Siyal, Azizli, Man, & Ullah (2016)
menyatakan bahwa jumlah sodium silikat yang terlalu sedikit pada larutan akan
membuat proses geopolimerisasi rendah karena jumlahnya yang terlalu sedikit
untuk membantu reaksi, dan proses geopolimerisasi akan membutuhkan waktu
lebih sedikit untuk menyelesaikan proses peleburannya, menyebabkan initial
setting time menjadi lebih cepat.
4.5 Hasil dan Analisa Pengujian Workability Mortar Geopolimer
Uji workability pada mortar geopolimer dilakukan sesaat sebelum
memasukkan campuran mortar ke dalam bekisting. Uji workability kami lakukan
0 20 40 60 80 100 120 140
D1
D2
E1
E2
E3
F
Menit
Ko
de
Mix
Des
ign
40 Universitas Kristen Petra
dengan memakai flow table, kemudian diketuk sebanyak 25 kali selama 15 detik,
lalu diukur flow diameter nya. Semakin besar flow diameter yang terjadi, maka
semakin lecak/workable campuran tersebut.
Gambar 4.14 menunjukkan foto hasil tes workability mortar geopolimer
dengan Mix Design 1. Untuk sampel B3, C2, dan C3 tidak terdapat foto dikarenakan
kondisi campuran yang sudah sangat lecak dan terjadi overflow pada tes flow table.
Gambar 4.15 dan Gambar 4.16 menunjukkan foto hasil tes workability
mortar geopolimer dengan Mix Design 2. Seperti yang dapat dilihat pada
kandungan air pada tiap mix design yang sudah dijelaskan pada Tabel 4.2 hingga
Tabel 4.4, bahwa kandungan air pada Mix Design 1 semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya konsentrasi larutan NaOH yang dipakai. Semakin banyak air
yang terkandung pada campuran, akan membuat campuran semakin lecak.
Sedangkan pada Mix Design 2, dengan pemakaian silikat tetap, menunjukkan
penurunan flow diameter dengan bertambahnya molaritas NaOH. Hal ini
disebabkan dengan naiknya molaritas NaOH dan penguncian jumlah sodium silikat,
menyebabkan air pada campuran berkurang dan mengurangi flow diameter yang
terjadi.
A1
15,5 cm
(a)
A2
19 cm
(b)
A3
20 cm
(c)
41 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.14 Flow Diameter Mortar Geopolimer Mix Design 1
Gambar 4.15 Flow Diameter Mortar Geopolimer Sampel D dan E
B1
16,5 cm
(d)
B2
23 cm
(e)
D1
14,5 cm
(a)
E1
16 cm
(b)
E2
14 cm
(c)
E3
13 cm
(d)
C1
20,5 cm
(f)
42 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.16 Flow Diameter Mortar Geopolimer Sampel F
4.6 Hubungan antara Kuat Tekan dan Rasio Si:Al
Gambar 4.17 menunjukkan hubungan antara kuat tekan dan perbandingan
massa Si:Al. Dari grafik dapat dilihat bahwa titik puncak kuat tekan tertinggi adalah
saat perbandingan massa Si:Al = 3. Mix Design 1 memiliki perbandingan massa
Si:Al yang berbeda, karena Mix Design 1 kami tidak mempertimbangkan
perbandingan massa Si:Al, melainkan mengunci pada rasio sodium silikat/NaOH
(padat) sebesar 2,5. Dapat dilihat seiring dengan bertambahnya perbandingan massa
Si:Al, maka kuat tekan yang dihasilkan semakin kecil. Hal yang sama terjadi pada
perbandingan massa Si:Al < 3, di mana data tersebut adalah data hasil percobaan
Mix Design 2. Pada perbandingan massa Si:Al < 3, penurunan kuat tekan jauh lebih
signifikan dibandingkan dengan penurunan kuat tekan pada rasio Si:Al > 3.
Penurunan kuat tekan yang drastis pada Mix Design 2 diduga akibat banyaknya
jumlah air yang terkandung dan terlalu sedikitnya sodium silikat yang dipakai.
Perbandingan massa Si:Al mengindikasikan jumlah sodium silikat terkandung
dalam campuran. Semakin besar perbandingan massa Si:Al suatu campuran, maka
semakin banyak pula kandungan sodium silikat pada campuran tersebut. Perlu
dicatat pula bahwa jumlah fly ash pada penelitian kami adalah konstan, sehingga
untuk penambahan atau pengurangan perbandingan Si:Al, perlu dilakukan
penambahan atau pengurangan sodium silikat yang dipakai. Dari Gambar 4.17
dapat disimpulkan bahwa perbandingan massa Si:Al mempengaruhi kuat tekan
secara signifikan, di mana perbandingan massa Si:Al yang tepat dapat
F
18 cm
43 Universitas Kristen Petra
meningkatkan kekuatan tekan mortar secara drastis dan hal tersebut dapat
diverifikasi pula dengan sampel F yang kami buat bahwa Dengan Si:Al = 3
menunjukan kuat tekan 28 hari yang paling kuat.
Gambar 4.17 Hubungan antara Kuat Tekan dan Perbandingan Massa Si:Al pada
Mix Design 1, 2, dan Sampel F
4.7 Hubungan antara Kuat Tekan dan Initial Setting Time
Gambar 4.18 menunjukkan hubungan antara kuat tekan sampel Mix Design
1 dan 2 umur 28 hari dengan initial setting time yang terjadi. Untuk Mix Design 1,
dapat dilihat bahwa semakin meningkatnya kuat tekan, maka semakin cepat initial
setting time yang terjadi.
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dengan memakai fly ash PLTU
Paiton, di mana semakin tinggi kuat tekannya, semakin cepat initial setting time
yang terjadi (Erlando et al., 2017). Hal yang berbeda terjadi pada Mix Design 2, di
mana hubungan kuat tekan dan initial setting time tidak membentuk suatu trend.
Hal ini, seperti yang sudah kami ungkapkan pada Subbab 4.3 tentang initial setting
time, bahwa perbandingan massa Si:Al dengan jumlah air mempengaruhi initial
setting time yang terjadi. Pada Mix Design 2, perbandingan massa Si:Al yang kecil
menandakan bahwa sodium silikat yang dipakai sedikit, sehingga membuat initial
setting time yang terjadi cepat. Kuat tekan yang rendah pada Mix Design 2
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
Ku
at T
eka
n 2
8 h
ari (
MP
a)
Perbandingan Massa Si:Al
Mix Design 1
Mix Design 2
Sampel F
44 Universitas Kristen Petra
disebabkan terlalu sedikitnya sodium silikat pada campuran, sehingga proses
geopolimerisasi tidak berjalan sempurna.
Gambar 4.18 Hubungan antara Kuat Tekan 28 Hari dengan Initial Setting Time
4.8 Masalah yang dihadapi
4.8.1 Efflorescence
Pada penelitian ini kami menemukan adanya pembentukan efflorescence
pada sampel mortar geopolimer. Efflorescence ini biasanya terjadi pada sampel
yang memiliki konsentrasi larutan NaOH tinggi. Gambar 4.3 menunjukkan kuat
tekan mortar geopolimer Mix Design 1, dengan umur 7, 14, dan 28 hari. Hal yang
dapat diperhatikan pada Gambar 4.3 adalah penurunan kuat tekan umur 14 dan 28
hari pada sampel A3, B2, dan C2 serta untuk sampel B3 dan C3 tidak memiliki kuat
tekan. Kelima sampel tersebut memiliki jumlah air yang banyak dan perbandingan
massa Si:Al yang cukup besar seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Penurunan
kuat tekan dengan umur yang semakin lama merupakan hal yang tidak biasa terjadi
pada mortar geopolimer, tetapi hal ini mungkin terjadi karena pengaruh
efflorescence. Zhang, Wang, Provis, & Reid (2013) mengadakan penelitian
mengenai pengaruh efflorescence pada kuat tekan mortar geopolimer. Penelitian
dilakukan dengan curing pada suhu 80ºC dan curing pada suhu 25ºC. Hasil kuat
tekan mortar pada penelitian tersebut menurun seiring bertambahnya umur yakni
umur 7 hingga 90 hari, seiring dengan bertambahnya efflorescence pada sampel
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 20 40 60 80 100 120 140
Ku
at
Tek
an
28
ha
ri (
MP
a)
Lama Initial Setting Time (menit)
Mix Design 1
Mix Design 2
Sampel F
45 Universitas Kristen Petra
tersebut. Sedangkan untuk mortar geopolimer dengan curing suhu 25oC
menunjukkan kuat tekan yang rendah tetapi mengalami sedikit peningkatan seiring
dengan bertambahnya umur mortar. Penurunan kuat tekan yang terjadi pada
penelitian tersebut sesuai dengan penelitian kami, di mana sampel yang pada
awalnya terlihat baik mengalami efflorescence yang cukup parah dan mengalami
penurunan kuat tekan pada umur 7 hingga 28 hari. Semakin tinggi konsentrasi
larutan NaOH, semakin banyak pula efflorescence yang terjadi. Hal ini hanya
terjadi pada prosedur dengan curing biasa dan tidak terjadi pada prosedur curing
oven dikarenakan kadar air pada prosedur curing oven sudah berkurang. Gambar
4.19 dan 4.20 menunjukkan perbedaan permukaan sampel yang dioven dan tidak
dioven. Sampel pada gambar tersebut adalah sampel dengan konsentrasi larutan
NaOH 14M. Dapat dilihat bahwa dengan curing temperatur ruangan, permukaan
sampel terlihat mengkilat dan basah, sedangkan permukaan sampel dengan curing
oven terlihat kering.
Seiring berjalannya waktu, air pada permukaan mortar dan pasta tersebut
menguap pada suhu ruangan dan menyebabkan munculnya bercak putih atau yang
dikenal dengan white crystal . Gambar 4.21 dan Gambar 4.22 menunjukkan foto
sampel B3 dan C3 dari umur 7 hari sampai 28 hari dimana keduanya memiliki
konsentrasi larutan NaOH 14 M dan kandungan air yang banyak serperti pada Tabel
4.2. Dari gambar dapat dilihat bahwa pembentukan white crystal mulai terlihat
sejak 14 hari, walaupun masih terlihat samar. Pembentukan white crystal paling
banyak terlihat pada umur sampel 28 hari. White crystal tersebut disebabkan oleh
Na (natrium) yang keluar dari mortar bersamaan dengan air melalui rongga yang
terdapat pada mortar dan pasta. Natrium dapat keluar dikarenakan ukuran partikel
yang sangat kecil sehingga dapat melalui rongga yang ada pada mortar dan pasta.
Berdasarkan pengujian Raman analysis dan SEM/EDS, white crystal ini
diidentifikasikan sebagai Na2SO4 dimana zat kimia yang terdapat dalam white
crystal dalam jumlah besar adalah O, Na, dan S (Li, Shen, Ai, & Mirmoghtadaei,
2016).
46 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.19 Sampel Mortar Geopolimer dengan Curing Normal
Gambar 4.20 Sampel Mortar Geopolimer dengan Curing Oven 6 jam
White crystal dapat terbentuk akibat faktor curing. Curing pada suhu lembab
akan menyebabkan pembentukan white crystal yang sangat banyak, sedangkan
curing pada suhu panas akan mengurangi pembentukan white crystal. Selain curing
pada suhu panas, pemakaian slag juga dapat mengurangi pembentukan white crystal
pada mortar, walaupun tidak mencegah seluruhnya. (Zhang et al., 2013).
Gambar 4.21 Pembentukan White crystal pada Mortar Geopolimer B3
7 hari 28 hari 14 hari
47 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.22 Pembentukan White crystal pada Mortar Geopolimer C3
4.8.2 Curing Oven pada Suhu 60oC Selama 24 Jam
Gambar 4.23 Perbandingan Curing Temperatur Ruangan dengan Curing Oven
pada umur 7 hari.
Pengujian curing temperatur ruangan dengan curing oven kami lakukan
untuk membandingkan kekuatan tekan yang dihasilkan. Pada percobaan ini kami
menguji 2 macam sampel, yaitu B3, dan juga E3. Kami mengambil kedua sampel
ini dengan pertimbangan bahwa kedua sampel ini memiliki kuat tekan 7 hari yang
rendah. Pada Gambar 4.23, dapat dilihat bahwa perbandingan kekuatan tekan umur
7 hari pada curing normal dan curing oven tidak berpengaruh secara signifikan.
Kuat tekan pada sampel E3 dengan curing oven sedikit meningkat dari 8 MPa
menjadi 9,2 MPa, sedangkan untuk B3 tidak terdapat kekuatan baik untuk curing
0
5
10
15
20
25
30
35
40
B3 E3
Ku
at
Tek
an
7 H
ari
(M
Pa)
Sampel
Curing Normal
Curing Oven
28 hari 7 hari 14 hari
48 Universitas Kristen Petra
oven maupun curing normal. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa curing oven
tidak mempengaruhi kuat tekan mortar geopolimer fly ash Ngoro secara signifikan.