3. isi ppp.docx

Upload: muthmainnah-muhammad

Post on 14-Oct-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PALMOPLANTAR PUSTULOSISMuthmainnah, Suci BudhianiI. DEFINISIPalmoplantar pustulosis (PPP) merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan lesi eritema dan skuama yang bersisik disertai pustul yang steril, terdapat pada telapak tangan dan kaki. Penyakit ini bersifat kronik, sangat resisten terhadap pengobatan dan sepertinya sudah dipisahkan dari penyakit psoriasis.(1)Palmoplantar pustulosis merupakan dermatosis pustular kronik yang terlokalisir, hanya terdapat pada daerah telapak tangan dan telapak kaki. Resistensinya tinggi terhadap pengobatan dan karakteristik tingkat kekambuhannya juga tinggi. Secara histologi, hal ini ditandai dengan vesikel intraepidermal yang diisi dengan neutrofil. Sebelumnya, PPP diklasifikasikan sebagai bentuk dari psoriasis pustular dan banyak buku-buku yang menggambarkan PPP bagian dari psoriasis. Sekarang, PPP telah berdiri sendiri sebagai kesatuan penyakit tersendiri.(2) Penyakit ini lebih banyak diderita oleh orang dewasa dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak.(1) Pada beberapa kasus ditemukan bahwa perempuan memiliki kecenderungan lebih banyak dibandingkan dengan pria.(1,2)

II. ETIOLOGIPenyebab dari PPP belum diketahui, namun kemungkinan disebabkan oleh ketidakseimbangan sistem protease/antiprotease di kulit yang akan menurunkan aktifitas antileukoprotease (elafin) sehingga memungkinkan terjadinya formasi pustul.(2)Pengaruh faktor genetik yang berkaitan dengan Human Leucocyte Antigen (HLA) pada pasien palmoplantar pustulosis juga tidak mengalami peningkatan pada beberapa psoriasis yang berkaitan dengan alloantigen. Pada penelitian yang dilakukan terhadap penderita Chronic plaque psoriasis, psoriasis gutata dan PPP, terdapat 3 gen utama yaitu HLA-Cw*6, HCR*WWCC, dan CDSN*5 pada regio Psoriasis susceptibility 1 (PSOR1) yang menunjukkan hubungan kuat ketiganya, tetapi tidak bermakna untuk menjelaskan terjadinya PPP.(2)Palmoplantar pustulosis biasanya dimulai tanpa adanya pencetus yang jelas. Fokus septik telah diketahui dapat mencetuskan PPP, tetapi pengangkatan fokus septik tidak menyembuhkan erupsi yang terjadi.(1) Pada survei yang dilakukan di Jepang, insiden PPP berkorelasi positif dengan perokok berat (lebih dari 20 batang rokok perhari), tonsilitis, dan faktor musim seperti kelembapan dan suhu udara yang tinggi. Umumnya 95% pasien PPP adalah perokok dan salah satu cara penting dalam mengobati PPP yakni berhenti merokok. Penelitian imunologik menunjukkan bahwa terjadi respon abnormal terhadap nikotin pada pasien PPP yang menghasilkan peradangan.(2)

III. PATOGENESISDalam sebuah survei jangka panjang di Jepang, kejadian PPP ternyata berkolasi positif terhadap perokok berat (lebih dari 20 batang perhari), tonsilitis, karies gigi, dan faktor musiman seperti kelembapan dan temperatur tinggi. Pada perokok, didapatkan bukti bahwa reseptor asetilkolin nikotinik dimodulasi dalam timbulnya lesi pada kulit.(2)Patogenesis terjadinya PPP yang berkaitan dengan psoriasis vulgaris mengalami kontroversi, kadang-kadang memberikan gambaran khas dari psoriasis, atau perkembangan lanjut dari psoriasis vulgaris yang saling berhubungan.(1) Pada psoriasis, faktor imunogenik melalui adanya defek genetik yang dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni Limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit tersebut membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas imfosit T Cluster Differentiation (CD)4 dengan sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit TCD8. Pada lesi terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan pada imunopatogenesisi psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis pembentuk epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 7 hari.(3)

IV. DIAGNOSISDalam menegakkan diagnosis, manifestasi klinis dari PPP harus diketahui. Adapun manifestasi dari PPP : Paling banyak ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak-anak. PPP biasanya dimulai pada dekade ke 5 atau ke 6 kehidupan, meskipun kadang mulai lebih cepat.(1) Penyakit ini muncul dalam bentuk satu atau beberapa papul yang terlihat jelas berdiameter 2-4 mm. Pustul tersebut biasa bertambah jumlahnya secara cepat dalam beberapa jam pada telapak kaki ataupun telapak tangan.(1,2)

Gambar 1. A dan B. Kumpulan pustul yang muncul pada kulit eritematosa di telapak kaki dan telapak tangan. Keduanya tersebar secara simetris.Dikutip dari Kepustakaan 2

Lesi terdiri dari satu atau lebih yang berbatas tegas. Pada tangan, lesi pustul lebih banyak muncul pada daerah tenar dibandingkan bagian tengah telapak tangan dan kaki. Pada kaki, lesi banyak muncul pada daerah medial atau lateral serta tumit. Lesi pada jari kaki jarang ditemukan dan biasanya bersifat simetris di kedua tangan atau kaki tetapi terkadang terbentuk lesi soliter yang bertahan selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum lesi yang lain muncul.(1) Penyebaran pustul biasanya simetris tapi dapat pula ditemukan lokasi di telapak tangan dan atau kaki. Lesi tunggal dikelilingi oleh kulit yang eritematosa berbentuk cincin. Terbentuknya pustul yang baru tergantung pada daerah lesi pertama terbentuk dalam waktu yang bervariasi.(2) Pustul yang baru terbentuk berwarna kuning dan semakin lama akan berubah menjadi warna coklat tua dan kering. Perubahan warna tersebut menandakan perawatan PPP yang tidak baik. Pustul yang telah mengering akan menghilang dalam 8-10 hari. Rasa gatal tidak dialami oleh semua pasien PPP, kebanyakan dari mereka mengeluhkan rasa seperti terbakar dan tidak nyaman pada daerah lesi.(2)BA

Gambar 2. A dan B : Lesi dapat menyebar di daerah sekitar tempat predileksi yaitu sekitar persendian. Dalam beberapa hari setelah terbentuk pustul, lesi kering dan menjadi rata dengan warna kecokelatan. Biasanya diikuti dengan terbentuknya eksematosa.Dikutip dari Kepustakaan 2

Gambar 3. Palmoplantar pustulosis. Pustul pada berbagai tahap perkembangan.Dikutip dari Kepustakaan 1

Penyakit ini harus dibedakan dengan dermatitis eksematosa dimana pustul yang timbul merupakan akibat dari infeksi sekunder. Pada kondisi tersebut, onset berlangsung akut, tetapi vesikel jernih dengan berbagai ukuran sudah tersebar pada daerah telapak tangan, telapak kaki, dan sela-sela jari.(2)Variasi pustul dari tinea ataupun skabies yang terjadi pada daerah telapak tangan dan telapak kaki dapat memberi gambaran yang mirip dengan PPP. Oleh karena itu perlu dilakukan kultur bakteri dari pustul, pemeriksaan hifa ataupun kutu agar dapat membedakannya dari PPP.(2)Pada pemeriksaan histologi, dapat ditemukan kavitas di intraepidermal yang dikelilingi leukosit polymorphonuclear (PMN). Ditemukan juga infiltrasi eosinofil dan sel mast yang meningkat pada biopsi lesi kulit PPP.(2)

Gambar 4. Gambaran histologi PPP, terdapat pustul berbentuk spons infiltrat leukosit yang moderat.Dikutip dari kepustakaan 2

Lesi pada PPP steril, sehingga mungkin ditemukan peningkatan jumlah sel darah putih pada pemeriksaan darah rutin, tetapi pemeriksaan laboratorium lainnya biasa normal. Pada pasien dengan pemicu infeksi, maka parameter laboratorium yang berkaitan dengan infekis seperti protein C-reaktif dapat meningkat. Peningkatan kadar anti-gliadin antibodi dapat juga ditemukan.(2)

V. DIAGNOSIS BANDING Dyhidrotic eczemaDermatitis chronic vesiculobullous tangan, disebut juga dyhidrotic eczema atau dyshidrotic hand dermatitis, biasanya karakteristik berupa vesikel-vesikel kecil pada bagian lateral jari.4 AB

Gambar 5. A. Dermatitis kronik vesiculobullous pada tangan. Tampak dermatitis vesikuler pada sisi lateral jari tangan. B. Podomorfologi. vesikel yang pecah dengan lesi yang mengering. Tampak bulla besar pada lekukan kaki.Dikutip dari Kepustakaan 4

Tinea manus, merupakan infeksi dermatofit pada daerah interdigitalis, permukaan palmar dan dorsum manus. Penyebab tersering adalah golongan jamur Tricophyton. Biasanya unilateral, terutama pada tangan dan lesi pada dorsum manus. Bentuk akut berupa vesikel pada tangan sisi lateral dan palmar jari-jari atau telapak tangan disertai rasa terbakar. Sedangkan bentuk kroniknya tidak pernah sembuh spontan. Vesikelnya berdeskuamasi, gambaran macula eritema ditutupi skuama tebal warna putih.(5)

Gambar 6. Lesi pada 2 kaki dan 1 tangan akibat Trichophyton rubrumDikutip dari Kepustakaan 5

VI. PENATALAKSANAANPalmoplantar pustulosis sangat sulit diobati dan semua pengobatan yang dilaporkan mempunyai tingkat kekambuhan yang tinggi. Penatalaksanaan PPP yang digunakan saat ini adalah(2) : Lini pertama:Topikal= Calcipotriol poten dan superpotenFisik= Bath-psoralen & sinar UV selama 4 mingguSistemik= Acitretin 0,5 mg/kgBB/hari Lini kedua:Topikal= Anthralin sekali sehari, TazaroteneSistemik= Methotrexate 10-25 mg/minggu Siklosporin 3-5 mg/kgBB/dosis Asam fumarat ester, maksimal 720 mg/hari Lini ketiga:Sistemik= Efalizumab 1 mg/kgBB/minggu

Hal yang pertama dilakukan dalam pengobatan PPP adalah berhenti merokok. Pasien dengan intoleransi gluten, maka ia harus diet bebas gluten agar memberikan efek yang baik pada lesi PPP.(2)Terapi topikal hanya sedikit yang telah terindetifikasi memberikan manfaat terapi pada PPP. Sebagian PPP dengan aktifitas sehari-hari yang terbatas sebaiknya diterapi dengan obat topikal. Steroid poten dan superpoten merupakan pilihan yang dapat digunakan dan memungkinkan digunakan dibawah film plastik atau penghambat hidrokoloid, khsususnya pada awal terapi.(2)Terapi topikal berikutnya dengan analog Vitamin D3 seperti Calcipotrol.calcipotriene, tazarotene, or anthralin dalam pencegahan kekambuhan yang cepat pada beberapa pasien.(2)

FototerapiFototerapi merupakan terapi konvensional tanpa steroid untuk mengobati PPP. Pada kasus psoriasis yang terjadi di daerah telapak tangan dan kaki, biasa digunakan sinar Psoralen and Ultraviolet A (PUVA) topikal. Fototerapi dengan PUVA menggunakan meladinin lotion 0,3% dan diberi radiasi UVA selama satu jam.(6) Terapi PUVA dapat digunakan secara tersendiri maupun dikombinasikan dengan obat retinoid sistemik sehingga lebih efektif. Terapi pengobatan sistemik lainnya yang berhasil dengan methotrexate (10-25 mg/minggu) dan cyclosporin dengan dosis rendah (1-2 mg/kg/hari) selama lebih 1 tahun.(2) Data dari beberapa literatur yang menambahkan calcipotriol topikal pada PUVA meningkatkan efektivitas dari fototerapi. Kortikosteroid topikal yang dikombinasikan dengan PUVA dapat menurunkan dosis riadiasi UV yang digunakan meskipun eksaserbasi setelah terapi masih biasa ditemukan.(6)

Terapi dengan AlitretioninAlitretionin telah dilaporkan mempunyai efek menekan respon inflamasi yang kuat terhadap berbagai jenis sel, termasuk keratinosit, fibroblast, sel mast, sel dendritik dan sel T. Pada sebuah literatur ditemukan penelitian tentang pengobatan pasien PPP dengan menggunakan alitretionin 30 mg/hari selama 12 minggu, dimana pasien tidak menggunakan lagi terapi topikal seperti analog vitamin D dan steroid dalam 8 minggu.(7)Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan terjadi perbaikin klinis 60-90% pada pasien tersebut. Perbaikan keadaan klinis tersebut berkorelasi dengan penurunan sel mediator inflamasi yang signifikan seperti neutrofil, makrofag, dan sel dendritik pada lesi kulit yang diamati secara histopatologi.(7)

Gambar 7. Perubahan keadaan klinis pada pasien PPP yang diterapi dengan Alitretionin.Dikutip dari Kepustakaan 7

VII. PROGNOSISPalmoplantar pustulosis biasanya terjadi dalam jangka waktu lama. Kadang terjadi remisis spontan tetapi sering bersifat sementara dan menetap. Penyebaran yang lambat atau meluas dapat refrakter untuk pengobatan.(1)

DAFTAR PUSTAKA1. Griffiths CEM, Barker JNWN. Psoriasis. In: Burns T, Stephen B, Neil C, Christopher G, editors. Rooks Textbook of Dermatology. Ed.8. London: Blackwell Scientific; 2010. p. 20.44-6 2. Mrowietz U. Pustular Eruptions of Palms and Soles. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Ed.7. San Fransisco: Mc Graw-Hill Companies; 2009. p. 215-73. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p. 189-954. Doshi DN, Kimball AB. Vesicular Palmoplantar Eczema. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Ed.7. San Fransisco: Mc Graw-Hill Companies; 2009. p. 162-45. Verma S, Heffernan MP. Fungal Diseases. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Ed.7. San Fransisco: Mc Graw-Hill Companies. 2009. p. 1807, 1815-76. Tsankov N, Meymadi S, Grozdev I, Shafiei H. Palmoplantar Psoriasis: Treatment with Calcipotriol and Local UVA Radiation Compared with Local. J Lasers Med Sci. 2011:1-57. Irla N, Navarini A, Yawalkar N. Alitretionin abrogates innate inflammation in palmoplantar pustular psoriasis. BJD. 2012:1-51