3. hubungan rasio induk jantan dan betina daphnia sp

6
Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008 17 HUBUNGAN RASIO INDUK JANTAN dan BETINA Daphnia sp. TERHADAP EFISIENSI PERKAWINAN dan PRODUKSI EPHIPIA THE RELATIONS of MALE and FEMALE RATIO of Daphnia sp. ON MATING EFFICIENCY and EPHIPIA PRODUCTIONS A. Shofy Mubarak, Dwi Ernawati dan Rr. Juni Triastuti Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Kampus C Jl. Mulyorejo Surabaya, 60115 Telp. 031-5992785 Abstract Daphnia sp. supply natural food for freshwater fish. The Daphnia sp. Culture was doing by conventional culture. This culture ussualy contaminated with other zooplankton, like Moina sp. and Infusoria sp. It made the culture not pure and difficult to get peak. The non -axenic culture of Daphnia sp. need pure starter that free from contaminants. The starter used ephipia. But, ephipia availability resulted from conventional culture was less. So that, the right method is needed for result ephipia with good quantity and quality. The ephipia productions could increased if the mating efficiency is high. It increasing by exactly sex ratio of Daphnia sp. The aim of this research was to know relations of various ratio male and female of Daphnia sp. to mating efficiency and ephipia productions. This research used 600 ml water to mating male and female brood of Daphnia sp. The culture was feeding by rice bran solution 3 ml every day during culture. Experimental design was Completely Randomized Design with 9 treatment and 3 replicates. Those were (female:male) A (30:1), B (30:2), C (30:3), D (60:1), E (60:2), F (60:3), G (90:1), H (90:2) and I (90:3). Collection data were analyzed with ANOVA and then followed Duncan Multiple Range Test. The mating efficiency was affected by sex ratio of male and female brood of Daphnia sp. The G treatment resulted best mating efficiency and ephipia productions, those are (86 .67 %) and (67.37 %). The a treatment resulted best quality of ephipia that healthy -looking about 92 %. Key words: Daphnia sp., mating efficiency, ephipia Pendahuluan Kultur Daphnia sp telah banyak dilakukan dengan cara konvensional, yaitu dengan menggunakan induk Daphnia sp. dari alam atau hasil kultur sebelumnya. Metode ini masih banyak digunakan sampai sekarang untuk memenuhi kebutuhan terhadap Daphnia sp. (Darmanto dkk, 2000). Kultur Daphnia sp. dengan memanfaatkan starter dari alam dan hasil dari kultur sebelumnya memiliki kemungkinan terkontaminasi jenis zooplankton lain seperti Moina sp. dan Infusoria sp. Hal ini menyebabkan kultur Daphnia sp. menjadi tidak murni dan sulit untuk mencapai puncak populasi. Kebutuhan starter murni dalam kultur Daphnia sp. dapat terpenuhi dengan memanfaatkan ephipia ( www.O- fish.com , 2007). Selain sebagai starter, ephipia juga dapat dimanfaatkan sebagai cadangan ketersediaan Daphnia sp. apabila hasil kultur Daphnia sp. secara konvensional mulai menurun. Pemurnian kultur Daphnia sp. dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan ephipia. Hal ini dapat dilakukan untuk menunjang ketersediaan Daphnia sp. dibandingkan dengan kultur konvensional.Kultur dengan metode ini dapat dilakukan untuk menunjang ketersediaan Daphnia sp. Kultur dengan metode ini belum banyak dilakukan di Indonesia karena ketersediaan ephipia yang dihasilkan melalui kultur secara konvensional masih sangat sedikit. Untuk itu, diperlukan metode yang tepat untuk menghasilkan ephipia dengan kualitas dan kuantitas yang baik melalui penelitian dasar tentang reproduksi Daphnia sp. Produksi ephipia dipengaruhi oleh efisiensi perkawinan Daphnia sp. yang menggambarkan jumlah betina yang berha sil dibuahi oleh jantan. Produksi ephipia akan meningkat apabila efisiensi perkawinan tinggi. Untuk mendapatkan efisiensi perkawinan yang tinggi diperlukan sex ratio

Upload: novykedungwilut

Post on 11-Feb-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Daphnia

TRANSCRIPT

Page 1: 3. Hubungan Rasio Induk Jantan Dan Betina Daphnia Sp

Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008

17

HUBUNGAN RASIO INDUK JANTAN dan BETINA Daphnia sp. TERHADAP EFISIENSIPERKAWINAN dan PRODUKSI EPHIPIA

THE RELATIONS of MALE and FEMALE RATIO of Daphnia sp. ON MATINGEFFICIENCY and EPHIPIA PRODUCTIONS

A. Shofy Mubarak, Dwi Ernawati dan Rr. Juni Triastuti

Program Studi Budidaya PerairanFakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Kampus C Jl. Mulyorejo – Surabaya, 60115 Telp. 031-5992785

Abstract

Daphnia sp. supply natural food for freshwater fish. The Daphnia sp. Culture was doingby conventional culture. This culture ussualy contaminated with other zooplankton, like Moina sp.and Infusoria sp. It made the culture not pure and difficult to get peak. The non -axenic culture ofDaphnia sp. need pure starter that free from contaminants. The starter used ephipia. But, ephipiaavailability resulted from conventional culture was less. So that, the right method is needed forresult ephipia with good quantity and quality. The ephipia productions could increased if themating efficiency is high. It increa sing by exactly sex ratio of Daphnia sp. The aim of this researchwas to know relations of various ratio male and female of Daphnia sp. to mating efficiency andephipia productions.

This research used 600 ml water to mating male and female brood of Daphnia sp. Theculture was feeding by rice bran solution 3 ml every day during culture. Experimental design wasCompletely Randomized Design with 9 treatment and 3 replicates. Those were (female:male) A(30:1), B (30:2), C (30:3), D (60:1), E (60:2), F (60:3), G (90:1), H (90:2) and I (90:3). Collectiondata were analyzed with ANOVA and then followed Duncan Multiple Range Test.The mating efficiency was affected by sex ratio of male and female brood of Daphnia sp. The Gtreatment resulted best mating efficiency and ephipia productions, those are (86 .67 %) and (67.37%). The a treatment resulted best quality of ephipia that healthy -looking about 92 %.

Key words: Daphnia sp., mating efficiency, ephipia

PendahuluanKultur Daphnia sp telah banyak

dilakukan dengan cara konvensional, yaitudengan menggunakan induk Daphnia sp.dari alam atau hasil kultur sebelumnya.Metode ini masih banyak digunakan sampaisekarang untuk memenuhi kebutuhanterhadap Daphnia sp. (Darmanto dkk, 2000).Kultur Daphnia sp. dengan memanfaatkanstarter dari alam dan hasil dari kultursebelumnya memiliki kemungkinanterkontaminasi jenis zooplankton lain sepertiMoina sp. dan Infusoria sp. Hal inimenyebabkan kultur Daphnia sp. menjaditidak murni dan sulit untuk mencapaipuncak populasi. Kebutuhan starter murnidalam kultur Daphnia sp. dapat terpenuhidengan memanfaatkan ephipia ( www.O-fish.com, 2007). Selain sebagai starter,ephipia juga dapat dimanfaatkan sebagaicadangan ketersediaan Daphnia sp. apabilahasil kultur Daphnia sp. secara konvensionalmulai menurun.

Pemurnian kultur Daphnia sp.dapat dilakukan dengan cara memanfaatkanephipia. Hal ini dapat dilakukan untukmenunjang ketersediaan Daphnia sp.dibandingkan dengan kulturkonvensional.Kultur dengan metode inidapat dilakukan untuk menunjangketersediaan Daphnia sp. Kultur denganmetode ini belum banyak dilakukan diIndonesia karena ketersediaan ephipia yangdihasilkan melalui kultur secarakonvensional masih sangat sedikit. Untukitu, diperlukan metode yang tepat untukmenghasilkan ephipia dengan kualitas dankuantitas yang baik melalui penelitian dasartentang reproduksi Daphnia sp.

Produksi ephipia dipengaruhi olehefisiensi perkawinan Daphnia sp. yangmenggambarkan jumlah betina yang berha sildibuahi oleh jantan. Produksi ephipia akanmeningkat apabila efisiensi perkawinantinggi. Untuk mendapatkan efisiensiperkawinan yang tinggi diperlukan sex ratio

Page 2: 3. Hubungan Rasio Induk Jantan Dan Betina Daphnia Sp

Hubungan Rasio Induk Jantan dan Betina Daphnia sp......

18

induk yang tepat. Efisiensi perkawinan yangoptimum akan menghasilkan ephipia dalamjumlah yang lebih besar (Winsor dan Innes,2002).

Metodologi PenelitianTempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan padabulan Agustus - September 2007 diLaboratorium Pendidikan Perikanan,Fakultas Kedokteran Hewan, UniversitasAirlangga.

Materi PenelitianAlat

Alat yang digunakan selamapenelitian adalah botol plastik dengankapasitas 1 liter sebanyak 27 buah, aeratordan slang aerator, seser ukuran 300 mikron,wadah plastik 4 buah, beacker glass 50 mldan 100 ml, timbangan analitik, pipet,saringan, pH pen, DO-meter, thermometerdan mikroskop.

BahanBahan yang digunakan selama

penelitian adalah induk Daphnia sp. jantandan betina. Pakan yang digunakan adalahrendaman dedak.

Metode PenelitianRancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimentalmenggunakan Rancangan Acak Lengkapdengan memberikan 9 macam perlakuandengan 3 ulangan. Perlakuan tersebut yaitu :A. 30 individu betina dan 1 individu jantanB. 30 individu betina dan 2 individu jantanC. 30 individu betina dan 3 individu jantanD. 60 individu betina dan 1 individu jantanE. 60 individu betina dan 2 individu jantanF. 60 individu betina dan 3 individu jantan

G. 90 individu betina dan 1 individu jantanH. 90 individu betina dan 2 individu jantanI. 90 individu betina dan 3 individu jantan

Parameter utama yang diguna kandalam penelitian ini adalah efisiensiperkawinan dan produksi ephipia. Parameterpendukung dalam penelitian ini adalah suhu,oksigen terlarut dan pH yang diukur setiaphari mulai awal sampai akhir penelitian.

Data penelitian yang diperolehkemudian dianalisis menggunakan ANOVA(Analisis of Varian) untuk mengetahuipengaruh perlakuan yang diberikan dan jikaterdapat pengaruh maka dilakukan Uji JarakBerganda Duncan dengan tingkatkepercayaan 95 % (Kusriningrum, 1989).

Hasil dan PembahasanHasil

Data efisiensi perkawinan padaberbagai perlakuan sex ratio induk Daphniasp. ditunjukkan pada Tabel 1. Perlakuan sexratio induk memberikan perbedaan yangnyata (p>0,05) terhadap efisiensiperkawinan Daphnia sp.

Data produksi ephipia padaberbagai perlakuan sex ratio induk Daphniasp. ditunjukkan pada Tabel 2. P erlakuan sexratio induk memberikan perbedaan yangnyata (p>0,05) terhadap efisiensiperkawinan Daphnia sp.

Perlakuan sex ratio induk Daphniasp. yang berbeda berpengaruh terhadapkualitas ephipia, dimana jumlah ephipiahealthy-looking jauh lebih besar daripadajumlah ephipia yang unhealthy-looking dandapat dilihat pada Tabel 3.

Data kualitas air sebagai parameterpenunjang pada penelitian adalah suhu 28–30 C, pH 6,8 -74 dan oksigen terlarut 3,0–4,4 mg/l.

Tabel 1. Efisiensi perkawinan Daphnia sp. pada sex ratio induk yang berbedaper 600 ml volume air

Perlakuan Efisiensi perkawinan ( dalam % )

A (30:1) 83,33ab

B (30:2) 80c

C (30:3) 70d

D (60:1) 80,55bc

E (60:2) 73,30d

F (60:3) 66,67e

G (90:1) 86,67a

H (90:2) 73,33d

I (90:3) 70d

Keterangan: superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil efisiensiperkawinan Daphnia sp. yang berbeda

Page 3: 3. Hubungan Rasio Induk Jantan Dan Betina Daphnia Sp

Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008

19

Tabel 2. Rata - rata produksi ephipia Daphnia sp. pada sex ratio induk yang berbeda per 600 ml volume air

PerlakuanRata-rata produksi ephipia dalam ratio sex induk

(%)A (30:1) 62,65ab

B (30:2) 58,56c

C (30:3) 53,37d

D (60:1) 61,89b

E (60:2) 56,48cd

F (60:3) 53,43d

G (90:1) 67,37a

H (90:2) 56,79c

I (90:3) 53,37d

Keterangan: superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan produksi ephipiaDaphnia sp. yang berbeda

Tabel 3. Kualitas ephipia Daphnia sp. pada sex ratio induk yang berbeda

Kualitas ephipia (dalam %)Perlakuan

Healthy-looking Unhealthy-looking

A (30:1) 92,00 8,00

B (30:2) 76,00 24,00

C (30:3) 68,00 32,00

D (60:1) 67,99 32,01

E (60:2) 88,00 12,00

F (60:3) 64,00 36,00

G (90:1) 56,00 44,00

H (90:2) 64,00 36,00

I (90:3) 84,00 16,00

PembahasanDaphnia sp adalah zooplankton

yang mempunyai 2 fase reproduksi dalamsiklus hidupnya, yaitu fase reproduksiaseksual (parthenogenesis) yangmenghasilkan keturunan individu mudayang semuanya berjenis kelamin betina danfase seksual (perkawinan antara induk betinadan induk jantan) yang menghasilkanephipia (Darmanto dkk, 2000). Perkawinanantara induk betina dan induk jantanDaphnia sp. memerlukan sex ratio yangtepat untuk mendukung kualitas perkawinandan produksi ephipia yang tinggi (Win sordan Innes, 2002).

Perlakuan A (30:1) denganpersentase efisiensi perkawinan sebesar83,33 tidak berbeda nyata dengan perlakuanG (90:1) dengan persentase efisiensiperkawinan sebesar 86,67 dan perlakuan D(60:1) sebesar 80,55. Hal ini mungkin terjadikarena sebagian besar induk betina dapatdikopulasi oleh 1 induk jantan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Schumann (2002),yang menyatakan bahwa 1 induk jantandapat mengkopulasi ratusan induk betinadalam 1 periode perkawinan.

Efisiensi perkawinan yang optimalditunjukkan dengan jumlah betina yangberhasil mating yang berada pada kisaran 80% atau lebih dari populasi induk betinaDaphnia sp. (Winsor dan Innes, 2002).Efisiensi perkawinan dari perlakuan G(90:1), A (30:1) dan D (60:1) menunjukkanpersentase di atas 80 % (optimal). PerlakuanD (60:1) menunjukkan hasil efisiensiperkawinan yang terendah dibandingkanperlakuan A (30:1) dan G (90:1). Tetapi,perlakuan D (60:1) masih menunjukkanefisiensi perkawinan yang optimal, yaitulebih besar dari 80 %.

Winsor dan Innes (2002),berpendapat bahwa induk jantanmemerlukan waktu dan jarak yang optimaluntuk mengkopulasi induk betina dalamjumlah yang banyak. Selanjutnya dikatakan

Page 4: 3. Hubungan Rasio Induk Jantan Dan Betina Daphnia Sp

Hubungan Rasio Induk Jantan dan Betina Daphnia sp......

18

bahwa semakin banyak induk betina makasemakin pendek jarak yang harus ditempuholeh induk jantan dalam mengkopulasi indukbetina. Hal tersebut ditunjukkan denganpersentase efisiensi perkawinan yangoptimal pada perlakuan G (90:1) yangdikarenakan jumlah betina yang banyaksehingga memperpendek jarak yang harusditempuh oleh induk jantan dalammengkopulasi induk betina.

Perkawinan antara induk betina daninduk jantan Daphnia sp. terjadi dengan carainduk jantan melakukan kopulasi. Indukbetina yang tidak dikopulasi oleh indukjantan berarti tidak berhasil mating sehinggaakan menurunkan efisiensi perkawinan. Haltersebut ditunjukkan pada perlakuan D(60:1) dimana persentase induk betina yangberhasil dikopulasi oleh 1 induk jantan lebihsedikit (80,55 %) dibandingkan perlakuan G(90:1) dan A (30:1). Hal ini dikarenakanperbandingan antara jumlah betina danruang yang ada menyebabkan induk jantanbergerak dengan acak sehingga adakemungkinan induk betina yang terlewat dantidak dikopulasi oleh induk jantan (Pusseydan Wolf, 1996).

Perlakuan C (30:3), E (60:2), F(60:3), H (90:2) dan I (90:3) menunjukkanefisiensi perkawinan di bawah 80 %. Hal inidikarenakan pada perlakuan-perlakuantersebut menggunakan induk jantansebanyak 2 dan 3 individu. Kehadiran jantanlebih dari 1 individu akan menghasilkanefisiensi perkawinan yang rendah yangdisebabkan adanya kompetisi antar indukjantan dalam membuahi induk betina. Haltersebut sesuai dengan pendapat Brewer(1998), yang mengatakan bahwa adanyajantan lebih dari 1 individu pada populasimenyebabkan induk jantan melakukankompetisi dengan sesama indu k jantansehingga peluang jantan untuk membuahibetina akan menurun.

Produksi ephipia dipengaruhi olehefisiensi perkawinan. Semakin tinggiefisiensi perkawinan maka produksi ephipiajuga semakin tinggi. Semakin rendahefisiensi perkawinan maka produksi e phipiajuga semakin rendah. Hal ini seperti yangdiungkapkan oleh Olmstead dan LeBlanc(2000), bahwa ada hubungan yang linearantara efisiensi perkawinan dan produksiephipia. Hal tersebut dapat ditunjukkan padaperlakuan G (90:1), A (30:1) dan D (60:1).Ketiga perlakuan tersebut menghasilkanpersentase efisiensi perkawinan danproduksi ephipia yang tinggi yaitu,

perlakuan G (90:1) sebesar 67,37 %,perlakuan A (30:1) sebesar 62,65 % danperlakuan D (60:1) sebesar 61,89 %. Hal inidimungkinkan karena semakin banyak indukbetina yang berhasil dikopulasi oleh indukjantan sehingga akan menghasilkan ephipiayang tinggi. Produksi ephipia pada 3perlakuan tersebut menunjukkan persentasedi atas 60. Hal ini sesuai dengan pendapatOlmstead dan LeBlanc (2000), yangmenyatakan bahwa produksi ephipia yangbaik adalah 50 % atau lebih dari jumlahinduk betina yang digunakan. Sedangkanperlakuan C (30:3), F(60:3) dan I (90:3)dengan persentase efisiensi perkawinanyang rendah menghasilkan produksi ephipiayang rendah.

Perlakuan dengan 30, 60 dan 90individu induk betina yang masing-masingdikopulasi oleh 1 induk jantan menghasilkanproduksi ephipia yang tinggi. Sedangkanapabila menggunakan 2 dan 3 individuinduk jantan maka produksi ephipia akanrendah. Hal ini menunjukkan bahwasemakin banyak induk jantan yangdigunakan maka produksi ephipia akansemakin rendah. Hal ini sejalan denganpendapat Winsor dan Innes (2002), yangmengatakan bahwa pada populasi indukbetina, kehadiran jantan lebih dari 1 individuakan menyebabkan adanya kompetisi antarinduk jantan untuk memperebutkan indukbetina dalam jumlah, waktu dan ruang yangterbatas sehingga efisiensi perkawinan danproduksi ephipia akan menurun (Winsor danInnes, 2002).

Kualitas ephipia ditentukan dengankondisi healthy-looking yang ditunjukkandengan adanya 2 buah telur dorman yangberada dalam 1 ephipia dan ephipia yangbiasanya berwarna hijau gelap (Roger et al.,2006). Produksi ephipia yang berkualitasbaik ditunjukkan dengan jumlah ephipiayang healthy-looking sebesar 80 % ataulebih (Olmstead dan LeBlanc, 2000). Hasilpengamatan kualitas ephipia selamapenelitian menunjukkan bahwa jumlahephipia yang healthy-looking tertinggi padaperlakuan A sebesar 92 % diikuti perlakuanE (88%) dan perlakuan I (84 %).

Perlakuan A (30:1) menunjukkankualitas ephipia yang healthy-looking lebihdari 80 %. Hal ini mungkin terjadi karenajumlah spermatozoa jantan mencukupi untukmembuahi 2 telur dorman yang beradadalam ephipia. Perlakuan E (60:2) dan I(90:3) juga mempunyai kualit as ephipiayang healthy-looking lebih dari 80 %.

Page 5: 3. Hubungan Rasio Induk Jantan Dan Betina Daphnia Sp

Berkala Ilmiah Perikanan Vol. 3 No. 1, April 2008

19

Jumlah induk jantan dan betina yangdigunakan pada kedua perlakuan tersebutmerupakan kelipatan dari perlakuan A(30:1). Hal tersebut dimungkinkan terjadikarena adanya peluang induk jantan dalammembuahi 2 telur dorman yang beradadalam ephipia sehingga menghasilkanephipia dengan kualitas yang baik. Tetapidari ketiga perlakuan tersebut dapatdiketahui bahwa kualitas ephipia yangterbaik adalah perlakuan A (30:1). Hal inisesuai dengan pendapat Olmstead danLeBlanc (2000), yang menyatakan bahwaproduksi spermatozoa 1 induk jantan mampumembuahi secara sempurna padaperkawinan dengan 30 individu induk betinaDaphnia sp. (Olmstead dan LeBlanc, 2000).

Perlakuan G (90:1) menunjukkanpersentase efisiensi perkawinan danproduksi ephipia yang tinggi, tetapi kualitasephipia pada perlakuan tersebut rendah(56%). Kualitas ephipia yang rendah padaperlakuan G (90:1) dikarenakan proseskopulasi jantan yang tidak selesai dengansempurna. Setiap induk jantan Daphnia sp.memerlukan waktu sekitar 15 detik untukmembuahi 1 individu induk betina Daphniasp. Proses kopulasi ini akan berjalansempurna bila tidak terjadi gangguan yangdisebabkan oleh adanya benturan -benturanakibat jumlah induk betina yang berlebihan.Pada kondisi tersebut, induk jantan tidakdapat menyelesaikan proses kopulasi padainduk betina karena mendapat gangguanakibat benturan dari induk betina yang lain.Proses kopulasi yang tidak sempurnatersebut menyebabkan hanya 1 dari 2 telurdorman yang berhasil dibuahi (Pusey danWolf, 1996). Hal ini didukung oleh pendapatOlmstead dan LeBlanc (2000), yangmenyatakan bahwa proses kopulasi yangtidak selesai dengan sempurna akanmenurunkan kualitas ephipia. Selain itu,kualitas ephipia yang rendah juga dapatdikarenakan jumlah spermatozoa indukjantan yang terbatas, sehingga tidak mampumembuahi sepasang telur pada induk betinaDaphnia sp. dalam jumlah yang banyak. Haltersebut sejalan dengan pendapat yangdiungkapkan oleh Winsor dan Innes (2002),yang mengatakan bahwa keterbatasanspermatozoa induk jantan menyebabkanpenurunkan kualitas ephipia.

Kualitas ephipia juga dipengaruhioleh perkembangan embrio ketika masih didalam induk dan ketersediaan nutrisi padamedia pemeliharaan. Roger et al (2006)menyatakan bahwa pembentukan ephipia

yang healthy-looking dihasilkan dari prosesperkembangan embrio yang didukung olehketersediaan pakan atau nutrisi dengankualitas yang baik. Richman (1958) dalamBoersma and Vijverberg (1995) menyatakanbahwa perkembangan telur Daphnia sp.(ephipia) di dalam tubuh induk akanberhenti pada tahap awal pembentukanembrio saat induk jantan dan induk betinaDaphnia sp. gagal mating atau mating tidaksempurna. Hal ini akan menyebabkanadanya ephipia yang kosong atau hanyaberisi 1 telur dorman saja (unhealthy-looking). Tetapi, hal tersebut tidak dapatdiketahui dalam penelitian ini karena padapenelitian ini semua perlakuan mendapatkanpakan dalam jumlah yang sama.

Hasil penelitian menunjukkanbahwa dari semua perlakuan hanyaperlakuan dengan 1 individu induk jantandan 30 individu induk betina yangmenghasilkan persentase efisiensiperkawinan dan produksi ephipia yangoptimal dengan persentase kualitas ephipiayang optimal pula. Dengan demikian ephipiayang dihasilkan dari penelitian tersebu tdiharapkan dapat digunakan sebagai starteruntuk kultur Daphnia sp.

Kualitas air pada awal penelitiansecara umum masih berada pada kondisiyang optimal untuk pemelihaan Daphnia sp.oksigen terlarut adalah faktor penting yangmempengaruhi kelangsungan h iduporganisme. Oksigen terlarut pada penelitianini berada pada kisaran 3,0–4,4 mg/l.Kisaran oksigen terlarut ini masih beradapada kisaran optimum untuk pemelihaanDaphnia sp. dan produksi ephipia.Konsumsi oksigen bagi organisme air akanmencapai maksimum pada saat reproduksiberlangsung, dimana kisaran oksigen terlarutharus diatas 3 mg/l (Clare, 2002).

Suhu air pemeliharaan selamapenelitian berkisar 28–30C yang masihberada pada kisaran optimal untuk kulturDaphnia sp, dimana kisaran suhu optimaluntuk kultur Daphnia sp. berkisar antara 22–31C (Djarijah, 1995). Derajat keasaman(pH) pada penelitian ini berada pada kisaran6,80-7,40. Kisaran pH ini masih berada padakondisi optimal untuk kelangsungan hidupDaphnia sp., yaitu sebesar 6,5–7,8 (Clare,2002). Kondisi kualitas air pada penelitianini masih berada pada kisaran optimalsehingga tidak memberikan pengaruh yangnegatif terhadap efisiensi perkawinan danproduksi ephipia Daphnia sp.

Page 6: 3. Hubungan Rasio Induk Jantan Dan Betina Daphnia Sp

Hubungan Rasio Induk Jantan dan Betina Daphnia sp......

20

Kesimpulan dan SaranKesimpulan Simpulan dari penelitian ini adalah:

Perlakuan dengan mengunakan 30induk betina dan 1 jantan memberikanpersentase hasil efisiensi perkawinan danproduksi ephipia yang optimal (83,33 dan62,25) serta kualitas ephipia yang optimalpula (ephipia healthy-looking sebesar 92 %).Perlakuan ini sesuai untuk meningkatkanproduksi ephipia dengan kuantitas dankualitas yang optimal.

Saran Saran yang dapat diajukan daripenelitian ini adalah:

1. untuk menghasilkan ephipia dengankuantitas dan kualitas yang optimalsebaknya menggunakan sex ratioinduk Daphnia sp. betina:jantan(30:1).

2. perlu penelitian lebih lanjut tentangsex ratio induk Daphnia sp.betina:jantan (30:1) dalam skalayang lebih besar.

Daftar PustakaBoersma, M. and J. Vijverberg.1995. The

Significance of Nonviable Eggsfor Daphnia PopulationDynamics. Limnology andOceanography 40 (7) : 1215-1224. www.JSTOR Limnologyand Oceanography.com.

Brewer M.C. 1998. Mating Behaviours ofDaphnia magna, a CyclicParthenogen : Comparisons withCopepods. PhilosophicalTransactions of the RoyalSociety of London B. 353, 805-815.

Clare, J. 2002. Daphnia an AquacultureristGuides. http://www.caudata.org.Akses Januari, 2007.

Darmanto, S. Darti dan P. Adhisa. 200 0.Budidaya Pakan Alami untukBenih Ikan Air Tawar. BagianPeneliti dan PengembanganPertanian. Instalasi Penelitiandan Pengkajian TeknologiPertanian. Jakarta 19 hal.

Dianti, S., Mustahal dan P. Sunyoto. 2005.Usaha Pembenihan Ikan Hias

Cupang (Betta splender) diKabupaten Serang. JurnalPengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian vol. 8, No.2, juli 2005: 292-299.

Djarijah, AS. 1995. Pakan Ikan Alami.Penerbit Kanisius. Yogyakarta.47 hal.

Kusriningrum. 1989. Dasar -DasarPerancanggan Percobaan danRancangan Acak Kelompok,Rancangan Bujursangkar Latin,Percobaan Faktorial UniversitasAirlangga. Surabaya. 187 hal.

Olmstead, W and LeBlanc, A. G. 2000.Effect Of Endocrine ActiveChemicals On The DevelopmentOf Sex Characteristics OfDaphnia Magna. Department ofToxicology North Carolina. StateUniversity. Vol. 19, pp. 2107-2113.

Pusey A. & Wolf M. (1996) Inbreedingavoidance in animals Trends inEcology and Evolution , 11, 201-206.

Roger, E. M. G., M. J. Carmona and M.Serra. 2006. Hathing andViability of Rotifer DiapausingEggs Collected from PondSediments. Freshwater biology51 (7) : 1351-1358.http://www.blackwellpublishing.com/akses : 1 Oktober 2007.

Schumann, K. 2002. Daphnia FAQ dalamwww.ee.pdx.edu/~davidr/discus/articles/daphnia.html. April,2007. 5 hal.

Winsor, L. G. and J. D. Innes. 2002. SexualReproduction In Daphnia Pulex(Crustacea Cladocera ):Observation on Male matingBehavior And Avoidance ofInbreeding. Department ofBiology. Memorial University ofNewfoundland, St. John’s.Canada. 14 hal.

www.O-fish.com. 2007. Daphnia Magnadalam http:// www.O-fish.com.Maret, 2007. 7 hal.