29. provinsi sulawesi tenggara - ujp.ucoz.comujp.ucoz.com/modul/kepariwisataan/29-sultra.pdf ·...

Download 29. PROVINSI SULAWESI TENGGARA - ujp.ucoz.comujp.ucoz.com/Modul/Kepariwisataan/29-SULTRA.pdf · Lambang ini terletak di dalam suatu ... Prov. Sulawesi Selatan Di Teluk Bone ... mengembangkan

If you can't read please download the document

Upload: dinhdat

Post on 06-Feb-2018

227 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • 806 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    PETA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

  • 807 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    A. UMUM 1. Dasar Hukum

    Provinsi Sulawesi Tenggara terbentuk berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 1964,

    tertanggal 23 September 1964 dengan Ibukota Kendari.

    2. Lambang Provinsi Lambang ini terletak di dalam suatu bentuk perisai lima,

    yang menunjukkan bahwa masyarakat Sulawesi Tenggara

    dalam segala segi peri hidup dan kehidupan, tetap berada

    di dalam Falsafah Negara Republik Indonesia Pancasila.

    Pada bagian sebelah utara terdapat tulisan berwarna

    merah Sulawesi Tenggara yang menunjukkan : inilah

    lambang dari Sulawesi Tenggara, lambang mana adalah

    menjiwai setiap warga Sulawesi Tenggara di waktu apa dan

    di tempat manapun ia berada. Warna merah

    melambangkan berani mempertahankan yang hak.

    Warna ada empat macam warna sesuai dengan pembagian perisai menunjukkan

    bahwa pada waktu dibentuknya Provinsi Sulawesi Tenggara meliputi empat daerah.

    Hijau, adalah pelambang kesuburan, dan warna ini menunjukkan Kabupaten

    Kendari. Bahwa di Kabupaten Kendari baik untuk masa kini maupun masa-masa yang

    akan datang, cukup banyak tersedia tanah-tanah pertanian yang dapat ditanami

    dengan segala macam bahan-bahan makanan dan bahan-bahan kebutuhan pokok

    lainnya. Selanjutnya warna hijau ini menunjukkan warna hutan. Kabupten Kendari

    cukup banyak hutannya yang menghasilkan berbagai macam kayu-kayuan yang

    membutuhkan pengolahan, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun keluar

    negeri. Warna hijau melambangkan doa harapan dan kepercayaan.

    Coklat, adalah menunjukkan tanah berwarna coklat yang mengandung nikel dan

    terdapat di Kabupaten Kolaka. Sebagaimana diketahui bahwa nikel adalah

    merupakan kebutuhan dunia, dimana nikel yang terdapat di Kabupaten kolaka

    mempunyai daerah yang cukup luas serta kadar yang tinggi. Dengan nikel ini,

    Sulawesi Tenggara sudah dikenal dengan dunia luar.

    Kuning, adalah menunjukkan warna kayu jati yang terdapat di Kabupaten Muna.

    Kayu jati termasuk salah satu jenis kayu yang disenangi di dalam dan di luar negeri.

    Melalui kayu jati dari pulau Muna Sulawesi Tenggara di kenal oleh daerah-daerah

    lain di Indonesia maupun oleh dunia luar. Warna kuning melambangkan kejayaan

    masa silam, sekarang dan masa mendatang, keluhuran yang bijaksana dan cendikia.

    Hitam, adalah menunjukkan warna aspal yang terdapat cukup banyak di Kabupaten

    Buton. Aspal Buton ini sudah dikenal sejak dahulu dan telah memberikan andilnya

    pada pembangunan tanah air kita khususnya di bidang prasarana jalan. Warna hitam

    melambangkan kemantapan, keteguhan dan kekekalan.

    Keempat macam warna ini selain melambangkan jumlah kabupaten yang ada di Sulawesi

    Tenggara dewasa ini, juga sekaligus menunjukkan potensi yang ada didaerah ini cukup

    banyak, yang memberikan jaminan untuk masa depan daerah ini guna tercapainya

    kemakmuran dan keadilan yang diidam-idamkan.

    29 PROVINSI SULAWESI TENGGARA

  • 808 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    Makna dan pengertian yang dikandung padi dan kapas secara nasional telah dikenal

    sebagai lambang untuk kemakmuran dan keadilan. Butir padi yang terdiri dari 17 butir,

    melambangkan tanggal 17, buah kapas yang terdiri dari 8 buah, melambangkan bulan 8

    Agustus, tiap buah kapas dengan kelompok hijau 4 dan biji putih 5 melambangkan tahun

    45. Hal ini mengingatkan Hari Proklamasi Negara RI 17 Agustus 1945.

    Mata rantai yang disambung menjadi satu yang berjumlah 27 mata rantai merupakan

    perlambang persatuan dan kesatuan dari keempat kabupaten di Sulawesi Tenggara,

    yang dalam gerak langkah perjuangannya telah mempunyai kesatuan derap dan nada,

    yakni pembangunan di segala bidang; hal ini mengingatkan hari kelahiranProvinsi

    Sulawesi Tenggara pada tanggal 27 April 1964.

    Kepala Anuang, mempunyai dua macam pengertian :

    1. Bahwa anuang adalah suatu binatang yang mempunyai ciri khas yaitu : ulet, gesit dan militan.

    2. Bahwa Anuang itu hanya terdapat di Sulawesi Tenggara pada khususnya dan Sulawesi pada umumnya. Jadi perlambang sebagai ciri spesifik untuk Sulawesi

    Tenggara.

    Warna putih, yang menjadi dasar dari kepala Anuang menunjukkan kesucian dan

    kebersihan, itikad baik secara tulus ikhlas bagi warga Sulawesi Tenggara dalam

    melaksanakan pengabdiannya untuk kemajuan daerah dan perkembangan daerah

    Sualwesi Tenggara pada khususnya dan Negara Republik Indonesia pada umumnya

    warna putih melambangkan kesucian dan bersih tanpa pamrih.

    Warna Biru Laut, mempunyai tiga macam pengertian :

    Yang menjadi dasar dari pada Daerah Sulawesi Tenggara ini menunjukkan makna

    sebagian dari alam geografisnya terdiri dari gugusan pulau yang dipisahkan oleh laut-

    laut yang penuh dengan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

    Bahwa masyarakat Sulawesi Tenggara memiliki jiwa pelaut yang ulung.

    Warna biru laut melambngkan sifat kesetiaan, keluhuran dan kejujuran dalam

    pengabdiannya.

    3. Pemerintahan Secara administratif Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari 10 Pemerintahan Kabupaten

    dan 2 Pemerintahan Kota. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam daftar berikkut ini :

    No Kabupaten/Kota Ibu kota

    1 Kabupaten Bombana Rumbia

    2 Kabupaten Buton Bau-Bau

    3 Kabupaten Buton Utara Buranga

    4 Kabupaten Kolaka Kolaka

    5 Kabupaten Kolaka Utara Lasusua

    6 Kabupaten Konawe Unaaha

    7 Kabupaten Konawe Selatan Andolo

    8 Kabupaten Konawe Utara Wanggudu

    9 Kabupaten Muna Raha

    10 Kabupaten Wakatobi Wangi-Wangi

  • 809 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    11 Kota Bau-Bau -

    12 Kota Kendari -

    4. Letak Geografis dan Batas Wilayah Secara geogafis Sulawesi Tenggara terletak di bagian Selatan khatulistiwa diantara 3 - 6

    Lintang Selatan dan 120 45 - 124 60 Bujur Timur,dengan batas wilayah sebagai

    berikut :

    * Sebelah Utara berbatasan dengan Prov. Sulawesi Selatan dan Prov. Sulawesi Tengah

    * Sebelah Selatan berbatasan dengan Prov. NTT di Laut Flores

    * Sebelah Timur berbatasan dengan Prov. Maluku di Laut Banda

    * Sebelah Barat berbatasan dengan Prov. Sulawesi Selatan Di Teluk Bone

    (sumber : http://santospalanti.wordpress.com/2008/08/08/peta-sulawesi/)

    5. Komposisi Penganut Agama

    Islam = 96,2%

    Kristen = 2,3%

    Hindu = 1,12%

    Budha = 0,38%

    6. Bahasa dan suku Bangsa Bahasa :

    Bahasa Tolaki

    Bahasa Pongana

    Bahasa Walio (buton)

    Bahasa Cia cia

    Bahasa Suai, dan

    Bahasa sehari hari : bahasa Indonesia Suku Bangsa :

    Suku Buton

    Suku Muna

    Suku Bugis

    Suku Kalisoso

    7. Budaya a. Lagu Daerah : Indo Lugo, Ma Tencong b. Tarian Tradisional : Tari Umoara, Tari Wosindahako, Tari Mulolo, Tari

    Dinggu

    c. Senjata Tradisional : keris (sumber : http://syadiashare.com/senjata-tradisional-indonesia.html)

    d. Rumah Tradisional : Rumah Laikas/Malige/Istana Sultan Buton e. Alat Musik tradisional : Gamelan f. Makanan khas daerah : Sasate nangka

    8. Bandara dan Pelabuhan Laut Bandara = Wolter Monginsidi

    Pelabuhan Laut = pelabuhan Kendari

    9. Universitas = Universitas Halu Oleo

    10. Industri dan Pertambangan = kelontong, minyak kelapa, nikel, aspal dan kapas.

  • 810 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    B. OBYEK WISATA

    1. Obyek Wisata Alam

    a. Taman Nasional Wakatobi Taman Nasional Wakatobi memiliki luas

    area sekitar 1.39 juta ha. Taman tersebut

    terdiri dari empat pulau besar, yaitu:

    Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan

    Binongko yang berada di Kabupaten

    Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

    Pada tahun 1994, beberapa orang yang

    tergabung dalam tim IPB melakukan

    survei di Wakatobi. Dari hasil survei yang

    mereka lakukan tersebut terungkap,

    bahwa di Wakatobi terdapat

    beranekaragam kekayaan alam bawah laut, seperti: terumbu karang dan aneka

    binatang laut. Karena memiliki kekayaan alam bawah laut, kawasan tersebut

    menyajikan panorama bawah laut yang begitu menawan dan sangat bagus sebagai

    tempat kegiatan menyelam.

    Setelah mempelajari dengan seksama hasil temuan tim IPB, Menteri Kehutanan

    pada tahun 1996 mengeluarkan surat keputusan No.393/Kpts-V/1996 yang

    menetapkan Wakatobi sebagai taman nasional.

    Taman Nasional Wakatobi begitu istimewa untuk dikunjungi. Di taman ini terdapat

    panorama keindahan alam bawah laut. Gugusan terumbu karang dapat dijumpai

    sekitar 112 jenis dari 13 famili yang terletak pada 25 titik di sepanjang 600 km garis

    pantai. Adapun jenis karang tersebut adalah: Acropora formosa, A. hyacinthus,

    Psammocora profundasafla, Pavona cactus, Leptoseris yabei, Fungia molucensis,

    Lobophyllia robusta, Merulina ampliata, Platygyra versifora, Euphyllia glabrescens,

    Tubastraea frondes, Stylophora pistillata, Sarcophyton throchelliophorum, dan

    Sinularia spp. Di beberapa tempat di sepanjang karang, terdapat beberapa gua

    bawah laut yang menambah pesona Taman Nasional Wakatobi.

    Di samping keindahan yang disajikan oleh beraneka ragam terumbu karang, taman

    tersebut juga memiliki 93 spesies ikan yang berwarna warni. Adapun jenis ikan

    tersebut di antaranya adalah: argus bintik (Cephalopholus argus), takhasang (Naso

    unicornis), pogo-pogo (Balistoides viridescens), napoleon (Cheilinus undulatus), ikan

    merah (Lutjanus biguttatus), baronang (Siganus guttatus), Amphiprion melanopus,

    Chaetodon specullum, Chelmon rostratus, Heniochus acuminatus, Lutjanus

    monostigma, Caesio caerularea. Selain itu, dapat juga dijumpai raja udang erasia

    (Alcedo atthis) dan tiga jenis penyu yang sering bertelur di Taman Nasional

    Wakatobi, seperti: penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta),

    dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea).

    Berbagai jenis burung laut melengkapi keindahan Taman Nasional Wakatobi, seperti:

    angsa-batu coklat (Sula leucogaster plotus) dan cerek melayu (Charadrius peronii).

    Beraneka jenis burung tersebut dapat dilihat dari dekat ketika berkumpul di pulau

    Sumber Gambar :

    http://thecelebesadventure.files.wordpress.com

  • 811 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    maupun tatkala terbang meliuk-liuk mengikuti nyanyian irama alam, dan sesekali

    menukik ke laut untuk berburu ikan.

    Bagi para wisatawan yang menyukai keindahan alam bawah laut dapat melakukan

    beberapa kegiatan di Taman Nasional Wakatobi, seperti: menyelam, snorkeling dan

    berenang untuk melihat gugusan terumbu karang yang indah dan warna warni ikan

    yang sedang menari. Taman Nasional Wakatobi terletak di Kabupten Wakatob.

    b. Pulau Liwutongkidi Pulau Liwutongkidi merupakan salah

    satu pulau yang terdapat di Kabupaten

    Buton. Pulau seluas sekitar 1.000 km

    persegi ini memilliki iklim tropis

    dengan curah hujan rata-rata 1.000

    mm per tahun.

    Pulau Liwutongkidi oleh pemerintah

    daerah Kabupaten Buton dimasukkan

    sebagai salah satu kawasan

    pengembangan terpadu BASILIKA

    (Batauga, Siompu, Liwutongkidi, dan

    Kadatua). Tujuannya adalah untuk mengembangkan objek wisata bahari (bawah

    laut) di kabupaten yang kaya dengan aneka wisata baharinya itu. Diharapkan dengan

    adanya kawasan BASILIKA, gairah para wistawan untuk berkunjung ke Kabupaten

    Buton meningkat.

    Walaupun pulau ini tidak begitu besar bila

    dibandingkan dengan pulau-pulau lain

    yang ada di Kepulaun Buton, pulau ini

    mampu memberikan nuansa yang unik

    melalui keindahan pantai dan pesona

    bawah lautnya. Garis pantai di sepanjang

    pulau ini dipenuhi hamparan pasir putih

    yang menakjubkan dan nuansanya

    menjadi lebih indah ketika berpadu

    dengan deburan ombak laut yang

    menyisir pasir tersebut.

    Di samping itu, kekayaan alam bawah laut yang ada di pulau ini juga menarik untuk

    dikunjungi. Keanekaragaman terumbu karang dan biota bawah laut berpadu secara

    teratur dalam simponi keindahan panorama alam bawah laut.

    Pulau Liwutongkidi terletak di Kecamatan Katadua dan Siompu, Kabupaten Buton

    c. Taman Hutan Raya Murhum Taman Hutan Raya Murhum berada di kawasan pegunungan Nipa-Nipa, Kota

    Kendari, Sulawesi Tenggara. Taman tersebut merupakan salah satu dari 16 kawasan

    konservasi alam yang terdapat di Sulawesi Tenggara. Luas taman hutan raya ini

    sekitar 8.146 ha dan berada pada ketinggian 25-500 m dari permukaan laut (dpl).

    Sementara itu, topografinya landai, berbukit, hingga bergunung dengan kondisi

    lereng dengan kemiringan 15 sampai 40 %. Sedangkan jenis tanah yang terdapat di

    sekitar hutan berupa Podzolik yang berwarna merah kuning.

    Sumber Gambar : http://melayuonline.com

    Sumber Gambar : http://melayuonline.com

  • 812 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    Pada tanggal 12 Juni 1995, Menteri Kehutanan

    menetapkan kawasan Pegunungan Nipa-Nipa

    sebagai Taman Hutan Raya Murhum melalui

    Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor

    289/Kpts-11/95. Sebelum keputusan Menteri

    Kehutanan keluar, pada tahun 1993 Gubernur

    Sulawesi Tenggara telah menetapkan terlebih

    dahulu kawasan Pegunungan Nipa-Nipa sebagai

    Taman Hutan Raya Murhum melalui SK Nomor

    808 Tahun 1993 tanggal 6 Desember. Sedangkan

    untuk nama taman yang sebelumnya bernama

    Nipa-Nipa diganti dengan Murhum yang diambil

    dari nama Sultan Buton pertama.

    Sebelum ditetapkan sebagai taman hutan raya,

    dahulunya Pegunungan Nipa-Nipa terdiri dari

    beberapa kelompok hutan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Di

    antara kelompok hutan tersebut adalah hutan suaka alam dan hutan wisata dengan

    luas sekitar 972 ha; hutan produksi terbatas dengan luas sekitar 4.209 ha; dan hutan

    produksi tetap dengan luas sekitar 2.965 ha.

    Taman Hutan Raya Murhum memiliki beraneka keunikan, mulai dari jenis flora dan

    fauna, hingga keindahan alamnya. Aneka jenis flora yang terdapat di dalam taman,

    di antaranya tumbuh-tumbuhan kecil, seperti aneka jenis semak, perdu, dan aneka

    pohon mulai dari batang yang berdiameter di bawah 10 cm sampai yang lebih besar.

    Jenis pohon tersebut, seperti kayu besi (metrosideros petiolata), eha (castanopsis

    buruana), bolo-bolo (adenandra celebica), bolo-bolo putih (thea lanceolata), kayu

    puta (baringtonia racemosa), parinari sp., pandan tikar (pandanus aurantiacus),

    parinari sp, dan berbagai jenis palem (nengelfa sp., pinanga caesia, dan ucuala sp.).

    Di samping pohon-pohon tersebut, tumbuh juga beraneka jenis rotan (daemonorops

    sp.), seperti rotan batang (calamus zolfingeri), dan rotan lambing (calamus ornatus

    var. celebicus).

    Di samping aneka flora, Taman Hutan Raya Murhum memiliki aneka satwa (fauna),

    di antaranya adalah anoa, rusa, kuskus, musang sulawesi, rangkong, kesturi

    sulawesi, elang laut (haliastus leucogaster), dan beraneka jenis kupu-kupu.

    Di dalam hutan, terdapat air terjun yang bisa digunakan untuk tempat mandi dan

    tidak jauh dari air terjun tersebut terdapat sebuah situs sejarah peninggalan Jepang

    berupa benteng pertahanan (bunker) yang di atasnya dilengkapi senjata meriam.

    Perpaduan aneka flora, fauna, dan panorama alam nan eksotis ditambah

    keberadaan situs sejarah tersebut membuat Taman Hutan Raya Murhum menjadi

    daya tarik yang sayang untuk dilewatkan.

    Taman Hutan Raya Murhum terletak di Kecamatan Kendari, Kecamatan Mandonga,

    Kota Kendari, dan Kecamatan Soropia di Kabupaten Kendari.

    Sumber Gambar :

    http://img17.imageshack.us

  • 813 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    d. Air Terjun Moramo Air Terjun Moramo merupakan anugerah

    alam yang begitu menakjubkan bagi

    masyarakat Kabupaten Konawe Selatan,

    Sulawesi Tenggara. Air Terjun Moramo

    memiliki tujuh tingkatan yang merupakan

    tempat air mengalir dengan bebas. Menurut

    cerita yang berkembang di dalam

    masyarakat, tempat tersebut dipercaya

    sebagai tempat mandinya para bidadari

    yang turun dari kayangan.

    Secara geografis, Air Terjun Moramo

    terletak di kawasan Hutan Suaka Alam

    Tanjung Peropa yang juga merupakan objek

    wisata sekaligus sebagai area hutan lindung

    di Sulawesi Tenggara. Sehingga, udara di

    sekitar air terjun terasa sejuk serta

    menghadirkan suasana tentram bagi para

    wisatawan.

    Di kawasan air terjun ini, terdapat potensi kekayaan batu alam berupa marmer.

    Diperkirakan, kandungan marmer tersebut secara keseluruhan berkisar 860 milyar

    meter kubik. Dan, marmer di kawasan ini merupakan salah satu sumber cadangan

    marmer terbesar di dunia.

    Air Terjun Moramo merupakan air terjun bertingkat (cascade) yang indah dengan

    ketinggian sekitar 100 meter. Dari ketinggian tersebut, air mengalir melewati tujuh

    tingkatan utama. Di samping 7 tingkatan utama tersebut, terdapat juga 60 tingkatan

    kecil yang sekaligus berfungsi sebagai tempat penampungan air (semacam kolam

    air). Dari sekian banyak kolam tersebut, hanya satu yang dapat dimanfaatkan untuk

    berenang, yaitu kolam yang terletak di tingkat kedua dari 7 tingkatan utama air

    terjun tersebut.

    Di kawasan tersebut merupakan habitat yang ideal bagi beraneka burung, kupu-

    kupu yang berwarna-warni, dan berbagai satwa lainnya. Keindahan panorama alam,

    air terjun, kicauan burung yang bersahutan dan berpadu dengan tarian kupu-kupu

    beraneka warna-warni, menjadi daya tarik kawasan Air Terjun Moramo.

    Daya pikat yang tidak kalah menariknya dari air terjun ini adalah pesona bebatuan

    yang membentuk tingkatan. Bebatuan yang membentuk tingkatan tersebut tidak

    licin meski dialiri air secara terus menerus, sehingga para wisatawan yang

    berkunjung ke lokasi tersebut dapat mendaki sampai ke puncak.

    Di samping itu, bebatuan tersebut juga memberi pesona yang menakjubkan ketika

    tersentuh oleh sinar mentari. Bebatuan tersebut akan memancarkan kilauan warna-

    warni yang didominasi oleh warna hijau yang begitu indah. Warna-warni tersebut

    juga terlihat seperti menari-nari ketika dibuai lembut oleh riak gelombang air ketika

    sinar mentari menyentuh bebatuan yang berada di dasar kolam tempat berhentinya

    air.

    Sumber Gambar : http://www.kidnesia.com

  • 814 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    Air Terjun Moramo terletak di Kawasan Suaka Alam Tanjung Peropa atau tepatnya di

    Desa Sumber Sari, Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan.

    e. Hutan Lambusango Hutan Lambusango merupakan salah

    satu hutan lindung yang terdapat di

    Sulawesi Tenggara dengan luas 65.000

    ha. Hutan ini secara geografis terletak

    pada 0513 - 0524 Lintang Selatan (LS)

    dan 12247 - 12256 Bujur Timur (BT)

    dengan ketinggian antara 5 m sampai

    300 m dari permukaan laut (dpl). Hutan

    ini memiliki topografi alam datar hingga

    berbukit dengan curah hujan yang turun

    per tahun rata-rata berkisar 1.980 mm,

    suhu udara berkisar di antara 20C

    hingga 34C serta kelembapan sekitar

    80%.

    Pada tahun 1982, melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Nomor

    639/Kpts/9/Um/1982 tertanggal 1 September 1982, kawasan Hutan Lambusango

    ditetapkan sebagai hutan lindung. Keputusan tersebut mengatur kawasan hutan ini

    untuk dikelola sebagai Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang dapat

    dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti konservasi alam dan penelitian

    hutan. Melalui surat keputusan itu juga, kawasan Hutan Lambusango dibagi ke

    dalam 3 wilayah, yaitu Suaka Margasatwa dengan luas area sekitar 28.510 ha; Cagar

    Alam Kakenauwe dengan luas sekitar 810 ha; dan Kawasan Hutan Lindung dan

    Produksi yang terletak di sekitar kawasan konservasi hutan dengan luas area sekitar

    35.000 ha. Semenjak tahun 1984, oleh pemerintah setempat kawasan Hutan

    Lambusango dipercayakan pengelolaannya pada Resort KSDA (Konservasi Sumber

    Daya Alam) Lambusango yang ditugaskan untuk menjaga kelestarian hutan serta

    melakukan upaya konservasi pada area yang dipergunakan untuk hutan produksi.

    Hutan Lambusango terletak di Kecamatan Kapontori, Lasalimu, dan Pasarwajo,

    Kabupaten Buton.

    f. Taman nasiional Rawa Aopa Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai

    terletak di antara 40224039 LS dan 12104

    BT dengan luas wilayah sekitar 105.194 ha.

    Secara administratif, taman nasional ini masuk

    ke dalam wilayah di beberapa kabupaten dan

    satu kota, antara lain di Kota Kendari, seluas

    46.764 ha (Kecamatan Lambuya dan

    Tinanggea), di Kabupaten Kolaka seluas

    12.825 ha (Kecamatan Ladoni dan Tirawuta),

    dan di Kabupaten Buton seluas 46.605 ha

    (Kecamatan Rumbia).

    Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ditetapkan sebagai taman nasional

    kelompok hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 756/Kpts-11/90 pada

    tanggal 17 Desember 1990. Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, Rawa Aopa

    Sumber Gambar : http://3.bp.blogspot.com

    Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

  • 815 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    Watumohai terdiri dari beberapa kelompok hutan, di antaranya Taman Buru Gunung

    Watumohai seluas 50.000 ha (SK Menteri Pertanian No. 648/Kpts/Um/10/1976

    tanggal 15 Oktober 1976), dan Suaka Margasatwa Rawa Aopa seluas 55.560 ha (SK

    Menteri Kehutanan No. 138/Kpts-11/1985 tanggal 11 Juni 1985). Taman Nasional

    Rawa Aopa Watumohai terdiri dari tipe ekosistem hutan hujan pegunungan rendah,

    hutan bakau, hutan pantai, savana dan hutan rawa air tawar.

    Letak Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai terbagi ke dalam 2 wilayah kabupaten

    dan 1 kota, yaitu Kota Kendari, Kabupaten Buton.

    g. Linang (goa) Kobori Liang Kobori adalah nama lain dari Gua

    Kobori, peninggalan nenek moyang

    masyarakat suku Muna. Nama liang

    kobori berasal dari bahasa Muna yang

    berarti Gua tulis. Penamaan ini cukup

    tepat karena di sepanjang dinding di

    dalam gua, terdapat aneka lukisan yang

    berjejer rapi.

    Diperkirakan, lukisan yang terdapat di

    dalam gua ini sudah berumur ratusan

    tahun. Perkiraan tersebut, didukung oleh temuan seorang peneliti dari Jerman yang

    pernah melakukan penelitian di lokasi Liang Kobori. Peneliti tersebut

    mengungkapkan, lukisan yang terpahat indah itu berasal dari zaman prasejarah atau

    sekitar 4.000 tahun silam.

    Liang Kobori memiliki lebar 30 meter, tinggi antara 2 sampai 5 meter, dan

    kedalaman di bawah tanah sekitar 50 meter. Liang Kobori tersusun dari bebatuan

    stalaktit dan stalagmit yang berwarna kehitam-hitaman. Liang Kobori terletak di

    Desa Mabolu, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna.

    h. Pantai Nambo Pantai Nambo berada di Sulawesi Tenggara,

    tepatnya 12 km sebelah selatan Kota

    Kendari. Pantai ini menjadi salah satu obyek

    wisata favorit di Provinsi Sulawesi Tenggara

    yang banyak dikunjungi oleh para pelancong

    terutama pada hari-hari libur.

    Melihat animo yang tinggi dari para

    wisatawan untuk bertamasya ke Pantai

    Nambo, maka Pemerintah Kota Kendari

    melakukan beberapa pembenahan pada

    pantai tersebut. Pembenahan mulai dilakukan dengan membangun beberapa

    fasilitas penunjang, seperti area parkir, gazebo, dan kamar mandi guna memberikan

    kenyamanan bagi para pengunjung. Ke depan, pantai ini diproyeksikan menjadi

    salah satu wisata andalan di kota tersebut.

    Pantai Nambo memiliki panorama pasir putih nan halus di sepanjang bibir pantai.

    Dengan kondisi yang cukup landai, para turis dapat bertamasya sembari bermain

    Sumber Gambar : http://www.radarbuton.com

    Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

  • 816 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    pasir, berlari, berkejaran sembari menyongsong datangnya air laut yang

    menghempas ke bibir pantai.

    Barisan pohon nyiur yang berdiri rapi di sepanjang bibir pantai melengkapi

    keindahan panorama pantai ini. pohon-pohon ini juga bisa menjadi tempat

    berlindung bagi para wisatawan di kala terik mentari menerpa pantai. Untuk

    mengobati rasa dahaga, para pelancong dapat membeli kelapa muda yang dijajakan

    oleh para pedagang di tempat ini. Bagi para wisatawan yang ingin menikmati

    suasana pantai yang lebih tenang, alangkah baiknya datang pada sore hari

    menjelang matahari tenggelam.

    Selain menikmati wisata alamnya, para wisatawan juga dapat menyaksikan

    langsung aktivitas nelayan suku Bajo yang bermukim tidak begitu jauh dari pantai

    tersebut. Para pelancong dapat menyaksikan aktivitas mereka, seperti mencari ikan,

    berlayar, dan lain-lain.

    Pantai Nambo terletak di Kelurahan Nambo, Kecamatan Abeli, Kota Kendari.

    i. Danau Napabale Danau Napabale merupakan danau air asin

    yang terletak di kaki bukit Desa Lohia,

    Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.

    Danau ini bersebelahan dengan laut yang

    dihubungkan oleh terowongan alam

    sepanjang 30 meter dengan lebar 9 meter.

    Melalui terowongan tersebut, Danau

    Napabale memperoleh suplai air dari laut.

    Jumlah debit air danau ini sangat

    tergantung dengan pasang surutnya air

    laut. Jika air laut pasang, maka permukaan danau ikut naik dan terowongan

    penghubung akan tertutup oleh air. Tetapi, jika air laut surut, maka air danau ikut

    berkurang. Terowongan itu juga sering digunakan oleh para nelayan sebagai jalur

    ketika akan berangkat atau pulang dari melaut.

    Konon, pada abad kelima belas, menurut cerita yang berkembang pada masyarakat

    setempat, pernah ditemukan seorang gadis cantik yang terdampar di dalam

    terowongan tanpa diketahui asal usulnya. Penemuan tersebut, oleh masyarakat

    dilaporkan kepada raja Kerajaan Muna. Kecantikan dan keelokan paras gadis

    tersebut membuat raja terpesona dan jatuh hati. Oleh sang raja, gadis yang baru

    ditemukan itu kemudian didaulat sebagai permaisuri.

    Mengunjungi Danau Napabale, para wisatawan dapat menikmati dua pesona wisata

    alam sekaligus, yaitu danau dan pantai. Keindahan danau bisa dinikmati sembari

    belayar di atas sampan atau dengan menyelam sembari menyaksikan pemandangan

    bawah air yang menakjubkan (snorkeling). Sekiranya tidak bisa mengayuh sampan

    sendirian, wisatawan dapat minta bantuan pada nelayan agar mengantar dengan

    samapan hingga ke tengah danau, di mana terdapat sebuah pulau karang yang

    menghijau ditumbuhi pepohonan.

    Jika sudah puas dengan suasana danau, para wisatawan dapat menyeberang

    melewati terowongan menuju tepi pantai. Di pantai tersebut para wisatawan dapat

    bersantai, bermain ombak, atau berjemur di tepi pantai. Akan tetapi,

    Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

  • 817 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    penyeberangan melalui terowongan akan sulit dilakukan jika air laut sedang pasang.

    Sebab, pada saat itu terowongan yang menjadi penghubung antara laut dan danau

    tertutup air.

    Sekiranya tertarik dengan wisata pendidikan, para wisatawan dapat meneliti aneka

    bebatuan pada terowongan yang telah berumur ratusan tahun. Pada beberapa

    bagian di dalam terowongan tersebut terdapat aneka jenis stalaktik. Selain itu, para

    wisatawan dapat pula menyaksikan aneka lukisan karang yang terbentuk indah

    karena proses bentukan alam.

    Danau Napabale terletak di Desa Lohia, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna.

    2. Obyek Wisata Sejarah

    a. Benteng Keraton Buton Benteng Keraton Buton merupakan salah

    satu objek wisata bersejarah di Kota Bau-

    bau Sulawesi Tenggara. Benteng

    peninggalan Kesultanan Buton tersebut

    dibangun pada abad ke-16 oleh Sultan Buton

    III bernama La Sangaji yang bergelar Sultan

    Kaimuddin (1591-1596). Pada awalnya,

    benteng tersebut hanya dibangun dalam

    bentuk tumpukan batu yang disusun

    mengelilingi komplek istana dengan tujuan

    untuk mambuat pagar pembatas antara komplek istana dengan perkampungan

    masyarakat sekaligus sebagai benteng pertahanan. Pada masa pemerintahan Sultan

    Buton IV yang bernama La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin, benteng berupa

    tumpukan batu tersebut dijadikan bangunan permanen.

    Pada masa kejayaan pemerintahan Kesultanan Buton, keberadan Benteng Keraton

    Buton memberi pengaruh besar terhadap eksistensi Kerajaan. Dalam kurun waktu

    lebih dari empat abad, Kesultanan Buton bisa bertahan dan terhindar dari ancaman

    musuh.

    Benteng Keraton Buton mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia

    (MURI) dan Guiness Book Record yang dikeluarkan bulan september 2006 sebagai

    benteng terluas di dunia dengan luas sekitar 23,375 hektar.

    Di samping itu, benteng tersebut memiliki panjang (keliling) sekitar 2.740 meter,

    tinggi bangunan antara 2 sampai 3 meter, ketebalan antara 1,5 sampai 2 meter. Di

    sepanjang benteng terdapat 12 pintu (lawa) masuk dan keluar yang berfungsi

    menghubungkan komplek istana dengan perkampungan masyarakat. Adapun nana-

    nama pintu tersebut adalah Lawana Rakia, Lawana Lanto, Lawana Labunta, Lawana

    Kampebuni, Lawana Waborobo, Lawana Dete, Lawana Kalau, Lawana Bajo/Bariya,

    Lawana Burukene/Tanailandu, Lawana Melai/Baau, Lawana Lantongau, dan Lawana

    Gundu-gundu.

    Di setiap pintu benteng dapat dijumpai puluhan meriam yang masih terawat secara

    baik. Meriam-meriam tersebut terletak berjejeran di sisi kiri dan kanan pada masing-

    Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

  • 818 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    masing pintu. Pada masa perang melawan penjajah, meriam tersebut dipergunakan

    oleh tentara kerajaan untuk menghalau musuh.

    Di samping itu, keistimewaan Benteng Keraton Buton juga bisa dilihat pada

    ketahanan bangunannya. Sampai saat ini benteng tersebut masih berdiri dengan

    kokoh walau zaman telah silih berganti menghampirinya. Hal tersebut tidak bisa

    lepas dari struktur bangunan, bahan yang berkualitas dan perekat yang terbuat dari

    campuran putih telur, kapur dan agar-agar.

    Benteng Keraton Buton terdapat di Kelurahan Melai, Kecamatan Betoambari, Kota

    Bau-bau.

    b. Masjid Buton Masjid Buton pertama kali didirikan pada

    tahun 1538 M. Tidak lama berselang,

    masjid ini terbakar akibat perang saudara

    yang terjadi di Kesultanan Buton dalam

    perebutan kekuasaan. Pembangunan

    masjid tersebut baru dimulai lagi pada

    tahun 1712 M dengan lokasi yang tidak

    begitu jauh dari tempat semula.

    Sejarah pembangunan kembali Masjid

    Buton menjadi tonggak perdamaian dalam

    perang saudara di Kesultanan Buton. Kisahnya berawal dari pengalaman gaib salah

    seorang ulama yang tinggal di dalam Benteng Keraton Wolio yang bernama Syarif

    Muhammad. Ia mendengar suara azan dari sebuah tempat yang ada di sekitar

    keraton, maka kemudian ia mencari suara gaib tersebut. Setelah menelusuri sekian

    lama, ia menemukan suara azan itu berasal dari sebuah lubang yang terdapat di

    bukit di samping keraton. Berhubung hari itu adalah hari Jumat, Syarif Muhammad

    mengajak masyarakat untuk melaksanakan shalat berjamaah di tempat tersebut. Ia

    memanfaatkan momen tersebut dengan mengajak semua pihak yang sedang

    bertikai untuk berdamai. Kemudian Sultan Sakiudin Darul Alam, sebagai Sultan

    Buton, berinisiatif untuk membangun kembali masjid yang sudah terbakar di lokasi

    sumber suara azan ditemukan.

    Pada tahun 1930, di masa Sultan Hamidi (sultan ke-37), masjid ini untuk kali pertama

    direnovasi. Struktur asli bangunan tetap dipertahankan dan hanya mengganti

    sebagian rangka kayu, karena sudah lapuk dimakan usia. Sedangkan atap yang

    semula menggunakan atap rumbia diganti dengan seng.

    c. Istana Malige Dalam sejarah Kesultanan Buton, tercatat

    ada sekitar 38 istana yang umumnya dibuat

    dalam bentuk rumah panggung bersusun

    tiga. Pembangunan tiap istana tidak terlepas

    dari tradisi yang berkembang dalam

    Kesultanan Buton, di mana istana yang akan

    ditempati oleh sultan yang hendak naik tahta

    dibangun sendiri oleh sultan tersebut

    dengan dibantu oleh sanak keluarganya.

    Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

    Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

  • 819 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    Sehingga, sampai berakhirnya dinasti Kesultanan Buton, tercatat sudah berdiri istana

    sebanyak itu.

    Sampai saat ini, sebagian dari istana-istana yang terletak di dalam Benteng Keraton

    Buton tersebut masih dapat dijumpai. Sementara, sebagian yang lain sudah ada

    yang rubuh karena dimakan usia. Untuk menjaga warisan sejarah tersebut,

    Pemerintah Kota Bau-Bau menetapkan kompleks istana Buton sebagai warisan

    sejarah dan beberapa di antaranya dijadikan sebagai museum untuk menyimpan

    koleksi benda-benda bersejarah peninggalan Kesultanan Buton. Salah satu istana

    yang terkenal adalah Istana Malige. Dahulu kala, istana tersebut dihuni oleh Sultan

    Buton ke-37 yang bernama La Ode Hamidi.

    Keunikan Istana Malige terletak pada struktur bangunan dan tata ruangannya. Istana

    tersebut terdiri dari 4 lantai yang dahulunya digunakan oleh Sultan La Ode Hamidi

    sebagai pusat pemerintahan dan tempat tinggal keluarganya. Lantai pertama yang

    terdiri dari 7 petak/ruangan dipergunakan untuk tempat menerima tamu, tempat

    sidang petinggi kesultanan, kamar tidur tamu, kamar anak sultan yang sudah

    berkeluarga, ruang makan tamu, dan lain-lain. Lantai kedua dibagi menjadi 14 buah

    kamar, 7 kamar di sisi sebelah kanan dan 7 kamar di sisi sebelah kiri. Kamar-kamar

    tersebut dipergunakan untuk berbagai kepentingan, seperti kamar tidur keluarga,

    kantor sultan, dan gudang. Lantai ketiga dipergunakan sebagai tempat istirahat dan

    bersantai keluarga. Sedangkan lantai terakhir atau lantai keempat dipergunakan

    untuk mengeringkan pakaian keluarga kerajaan.

    Setelah ditetapkan sebagai warisan sejarah, Istana Malige oleh pemerintah

    setempat dipergunakan sebagai museum guna menyimpan benda-benda bersejarah

    peninggalan Kesultanan Buton, seperti meriam kuno dan benda-benda peninggalan

    sultan Buton lainnya.

    Istana Malige terdapat di Kelurahan Batuulo, Kota Bau-Bau.

    3. Wisata Budaya

    a. Upacara Pasuo Tradisi Upacara Posuo yang berkembang di

    Sulawesi Tenggara (Buton) sudah berlangsung

    sejak zaman Kesultanan Buton. Upacara Posuo

    diadakan sebagai sarana untuk peralihan status

    seorang gadis dari remaja (labuabua) menjadi

    dewasa (kalambe), serta untuk mempersiapkan

    mentalnya.

    Upacara tersebut dilaksanakan selama delapan

    hari delapan malam dalam ruangan khusus yang

    oleh mayarakat setempat disebut dengan suo. Selama dikurung di suo, para peserta

    dijauhkan dari pengaruh dunia luar, baik dari keluarga maupun lingkungan

    sekitarnya. Para peserta hanya boleh berhubungan dengan bhisa (pemimpin

    Upacara Posuo) yang telah ditunjuk oleh pemangku adat setempat. Para bhisa akan

    membimbing dan memberi petuah berupa pesan moral, spiritual, dan pengetahun

    membina keluarga yang baik kepada para peserta.

    Sumber Gambar :

    http://wisatamelayu.com

  • 820 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    Dalam perkembangan masyarakat Buton, ada 3 jenis Posuo yang mereka kenal dan

    sampai saat ini upacara tersebut masih berkembang. Pertama, Posuo Wolio,

    merupakan tradisi Posuo awal yang berkembang dalam masyarakat Buton. Kedua,

    Posuo Johoro yang berasal dari Johor-Melayu (Malaysia) dan ketiga, Posuo Arabu

    yang berkembang setelah Islam masuk ke Buton. Posuo Arabu merupakan hasil

    modifikasi nilai-nilai Posuo Wolio dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Posuo ini

    diadaptasi oleh Syekh Haji Abdul Ghaniyyu, seorang ulama besar Buton yang hidup

    pada pertengahan abad XIX yang menjabat sebagai Kenipulu di Kesultanan Buton di

    bawah kepemimpinan Sultan Buton XXIX Muhammad Aydrus Qaimuddin. Tradisi

    Posuo Arabu inilah yang masih sering dilaksanakan oleh masyarakat Buton.

    b. Tari Lulo Tari Lulo adalah tarian masyarakat

    Tolaki di Sulawesi Tenggara. Pada

    awalnya, tari ini diadakan dalam

    rangka pesta perkawinan, syukuran

    panen, dan acara-acara khusus

    lainnya. Tujuannya adalah sebagai

    sarana untuk mempererat tali

    silaturahmi dan tidak jarang juga

    dimanfaatkan sebagai ajang untuk

    mencari jodoh. Namun pada

    perkembangannya, tarian ini juga

    diadakan ketika ada pejabat atau

    tamu penting yang datang

    berkunjung ke Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam tarian ini, dihadirkan penari-penari

    cantik yang mendampingi sekaligus membimbing para pejabat atau tamu penting

    untuk ikut serta menari.

    Dahulu kala, ketika Tari Lulo menjadi sarana untuk mencari jodoh, terdapat tata atur

    yang sangat ketat. Ketika akan masuk ke dalam arena tarian misalnya, para penari

    harus masuk dari depan dan tidak diperbolehkan masuk dari belakang. Selain itu,

    ketika akan mengajak calon pasangan untuk menari, terutama pasangan pria yang

    mencari pasangan wanita, hendaknya mencari wanita yang sedang berpasangan

    dengan wanita. Jadi, seorang pria tidak diperbolehkan mengajak seorang wanita

    yang sudah berpasangan dengan pria lain. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak

    terjadi kesalahpahaman ketika tarian berlangsung.

    Ada juga aturan lain yang cukup menarik untuk diketahui, seperti ketika terjadi

    penolakan dari calon pasangan. Apabila seorang pria yang mencari pasangan ditolak

    oleh si wanita, maka pria tersebut dikenai denda adat, yaitu seekor kerbau ditambah

    dua lembar sarung (toloa). Akan tetapi, denda ini tidak berlaku sebaliknya kepada

    pihak wanita. Seiring perjalanan waktu, tata atur yang berlaku dalam tarian ini sudah

    mulai ditinggalkan.

    Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

  • 821 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    c. Aduan Kuda Aduan Kuda merupakan salah satu olahraga

    tradisional yang terkenal di Sulawesi

    Tenggara, tepatnya di Kabupaten Muna dan

    telah menjadi tontonan yang menarik bagi

    masyarakat luas. Di kalangan masyarakat

    Muna, atraksi ini populer dengan sebutan

    pogeraha adara, yang berarti adu kekuatan

    kuda. Atraksi aduan kuda memiliki nilai

    filosofi yang berkaitan dengan keutamaan

    hak dan harga diri dalam melaksanakan

    tanggung jawab. Masyarakat suku Muna

    akan berupaya sekuat tenaga dalam

    menjaga hak dan harga dirinya, walaupun nyawa taruhannya. Sampai sekarang,

    filosofi tersebut tetap menjadi pegangan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat

    suku Muna.

    Atraksi adu kuda ini merupakan warisan dari kerajaan Muna di era kejayaannya.

    Pada awalnya, aduan kuda ditampilkan pada saat raja-raja di Kerajaan Muna

    kedatangan tamu penting dari luar daerah, seperti dari pulau Jawa atau dari daerah

    lain. Untuk menghibur para tamu tersebut, maka diadakanlah atraksi aduan kuda

    yang kemudian menjadi tradisi turun-temurun. Setelah kerajaan runtuh, tradisi

    aduan kuda tetap berkembang, bahkan saat ini menjadi salah satu tradisi unggulan

    masyarakat suku Muna.

    Setiap tahun setidaknya tiga kali diadakan atraksi aduan kuda, yaitu pada peringatan

    Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan dua hari raya (Idulfitri dan Iduladha).

    Biasanya, aduan tersebut selalu ramai ditonton oleh masyarakat. Pada perayaan

    Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, penontonnya bisa mencapai ribuan yang

    datang dari berbagai daerah.

    4. Wisata Minat Khusus

    a. Pusat Kerajinan Perak Pusat kerajinan perak yang membuat beraneka

    jenis perhiasan di Kota Kendari ini oleh

    masyarakat setempat dikenal juga dengan

    sebutan Kendari Werek. Rata-rata aneka jenis

    perhiasan yang dibuat ialah aneka perhiasan

    yang biasa dipakai perempuan untuk menghadiri

    acara-acara adat masyarakat Sulawesi Tenggara.

    Kerajinan tersebut sudah berkembang semenjak

    Indonesia masih di bawah jajahan pemerintah

    kolonial. Para pengrajin perak generasi pertama

    yang mengembangkan usahanya di Kota Kendari, yang dipimpin oleh Jie A Woi,

    berasal dari Provinsi Kwang Tong, Cina. Jie A Woi mengembangkan usaha ini karena

    terinspirasi oleh seekor laba-laba yang sedang membuat sarangnya. Ia kemudian

    melakukan cara yang sama dalam menciptakan aneka jenis perhiasan perak.

    Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

    Sumber Gambar :

    http://wisatamelayu.com

  • 822 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    Dalam perkembangannya, terutama setelah Indonesia merdeka, kerajinan perak

    yang ada di kota tersebut tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, bahkan

    berindikasi pada kelesuan usaha. Saat ini, kerajinan perak tersebut lebih banyak

    berkembang di lingkungan Dewan Kerajinan Kendari saja, yang tetap setia menjaga

    kelestarian kerajinan perak. Hal itu dilakukan untuk menj aga aset daerah Sulawesi

    Tenggara tersebut tetap lestari dan tidak hilang ditelan zaman.

    b. Kerajinan Gembol Kerajinan gembol oleh masyarakat Kendari

    juga dikenal sebagai kerajinan tumor kayu.

    Hal ini karena bahan dasar untuk kerajinan

    tersebut diambil dari akar kayu yang

    menyerupai benjolan tumor (penyakit) pada

    manusia. Bahan-bahan tersebut biasanya

    didapat dari beraneka pohon besar yang

    tumbuh di daerah Sulawesi Tenggara.

    Kerajinan gembol yang berkembang di Kota

    Kendari, pertama kali diperkenalkan oleh

    tentara Jepang ketika menguasai Provinsi

    Sulawesi Tenggara. Mereka melihat provinsi

    tersebut memiliki cadangan kayu yang

    banyak dengan jenis kayu yang bervariasi,

    seperti kayu jati, meranti, tolinti, cendana,

    dan beropa. Hal tersebut menjadi inspirasi

    bagi tentara Jepang untuk mengolahnya

    menjadi aneka bentuk kerajinan. Sampai saat ini, masyarakat Kota Kendari masih

    memproduksi kerajinan warisan Jepang tersebut, bahkan produksinya berkembang

    cukup pesat.

    Oleh karena keunikan kerajinan tersebut, apresiasi terhadap kerajinan gembol

    mengalir dari berbagai daerah. Para konsumen biasanya datang dari berbagai

    tempat, baik yang berasal dari masyarakat Sulawesi Tenggara sendiri maupun dari

    luar daerah. Bahkan, permintaan terhadap hasil kerajinan gembol ada juga yang

    datang langsung dari masyarakat mancanegara, seperti Jepang, Korea, negara-

    negara di Timur Tengah, dan beberapa negara di Benua Eropa. Sehingga, hasil karya

    para pengrajin gembol yang terdapat di Kota Kendari boleh dibilang sudah mampu

    menembus pasar global.

    c. Layang-layang Tradisional Kaghati Layang-layang Kaghati adalah layang-

    layang tradisional masyarakat suku

    Muna yang sudah ada semenjak

    zaman purba. Hal ini dapat diketahui

    dari hasil temuan peneliti Jerman

    yang meneliti peninggalan prasejarah

    di situs Liang Kobori. Di dalam liang

    (gua) tersebut, terdapat lukisan-

    lukisan yang menunjukkan aktivitas

    suku Muna purba yang sedang

    Sumber Gambar :

    http://wisatamelayu.com

    Sumber gambar : http://wisatamelayu.com

  • 823 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara

    menjalankan ritual menggunakan media layang-layang.

    Konon, masyarakat suku Muna purba menyembah api yang dipercaya sebagai

    manifestasi Tuhan dan mereka meyakini sumber utama api terletak pada matahari.

    Untuk mencapainya, dilakukanlah ritual menerbangkan layang-layang Kaghati

    selama tujuh hari. Tepat pada hari ketujuh, tali layang-layang diputus agar dapat

    terbang menuju langit tempat Tuhan mereka (matahari) berada. Layang-layang yang

    lepas tersebut, diyakini akan memberi perlindungan bagi masyarakat suku Muna

    dari siksa api neraka setelah mereka meninggal.

    Setelah agama Islam masuk ke Muna, ritual tersebut sudah tidak dilaksanakan lagi,

    karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama. Namun, masyarakat

    setempat masih menerbangkan Kaghati sebagai media hiburan dan ada juga yang

    dipakai untuk menjaga sawah atau ladang mereka dari serangan hama burung dan

    babi hutan. Layang-layang tersebut dapat mengeluarkan bunyi, sehingga membuat

    burung dan babi menjadi takut.

    Dalam perkembangannya, layang-layang Kaghati kerap kali diikutkan pada

    perlombaan tingkat nasional maupun internasional. Pada tahun 1996 dan 1997,

    layang-layang Kaghati mendapat penghargaan dari kalangan pecinta layang-layang,

    baik di tingkat nasional maupun internasional, sebagai layang-layang yang paling

    alami yang masih ada. Meskipun cukup dikenal di antara pecinta layang-layang,

    namun sayangnya perlombaan khusus layang-layang Kaghati belum ada sampai

    sekarang.