24 pemetaan wilayah rentan tanah longsor menggunakan

12
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019 207 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan Metode Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) di Kecamatan Camba, Kabupaten Maros Landslide Vulnerable Areas Mapping Using Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) Method in Camba District, Maros Regency Nahra Syafira Oktaviani 1*) , Muhammad Faris Fadhil 1 1 Universitas Indonesia *) E-mail: [email protected] ABSTRAK - Penelitian ini menyajikan hasil dari model statistik berbasis SIG untuk pemetaan kerentanan tanah longsor menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan data penginderaan jauh untuk wilayah Kecamatan Camba, Kabupaten Maros. Sepuluh faktor termasuk kemiringan lereng, aspek, jenis tanah, jenis batuan, ketinggian, tutupan lahan, jarak dari sungai, curah hujan, jarak dari patahan, dan jarak dari jalan diekstraksi. Hubungan antara lokasi longsor yang terdeteksi dan sepuluh faktor terkait diidentifikasi dengan menggunakan model statistik berbasis SIG yaitu Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE). Peta inventaris tanah longsor yang memiliki total 30 lokasi tanah longsor dibuat berdasarkan survei lapangan yang digunakan untuk tujuan validasi. Hasil validasi dengan menggunakan Relative Landslide Density Index (R-index) untuk kelas sangat tinggi dan tinggi yaitu sebesar 55 % dan Receiver Operating Character (ROC) menunjukkan bahwa model SMCE memiliki akurasi sebesar 96,4 %, untuk metode P menunjukkan akurasi sebesar 98 %. Pemetaan kerentanan tanah longsor ini dapat digunakan untuk tujuan mitigasi bencana dan perencanaan kesiapsiagaan bencana. Upaya mitigasi bencana tanah longsor yang telah dilakukan adalah memasang rambu kawasan rawan bencana tanah longsor, sosialisasi terkait bencana, dan latihan dasar kesiapsiagaan bencana di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional. Kata kunci: kerentanan tanah longsor, SIG, SMCE, upaya mitigasi, Kecamatan Camba ABSTRACT - This study presents the results of a GIS-based statistical model for landslide susceptibility mapping using Geographic Information Systems (GIS) and remote data sensing for the Camba District, Maros Regency. Ten factors including slope, aspect, soil type, rock type, altitude, land cover, distance from the river, rainfall, distance from faults, and distance from the road extracted. The relationship between the associated landslide location and ten factors associated with using a GIS-based statistical model namely Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE). A landslide inventory map that has a total of 30 landslide locations based on field surveys used for validation purposes. The validation results by using the Relative Density Index (R-index) for very high and high classes is 55% and Receiver Operating Character (ROC) shows that the SMCE model has a total of 96.4%, for the P show method of 98%. This landslide mapping can be used for disaster mitigation and disaster preparedness planning purposes. Landslide mitigation efforts carried out have been carried out signs of landslide prone areas, disaster-related socialization, and basic disaster preparedness training on the National Disaster Preparedness Day. Keywords: landslide susceptibility, GIS, SMCE, mitigation efforts, Camba District 1. PENDAHULUAN Tanah longsor merupakan bencana terbesar kedua di Indonesia setelah banjir dalam sepuluh tahun terakhir (Data Informasi Bencana Indonesia, 2018). Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng (Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2015). Lereng alami atau antropik ini menjadi tidak stabil sebagai akibat dari kondisi geologi, hidrologi dan geomorfologi,

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

207

Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan Metode SpatialMulti-Criteria Evaluation (SMCE) di Kecamatan Camba,

Kabupaten Maros

Landslide Vulnerable Areas Mapping Using Spatial Multi-CriteriaEvaluation (SMCE) Method in Camba District, Maros Regency

Nahra Syafira Oktaviani1*), Muhammad Faris Fadhil1

1Universitas Indonesia

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Penelitian ini menyajikan hasil dari model statistik berbasis SIG untuk pemetaan kerentanan tanahlongsor menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan data penginderaan jauh untuk wilayah Kecamatan Camba,Kabupaten Maros. Sepuluh faktor termasuk kemiringan lereng, aspek, jenis tanah, jenis batuan, ketinggian, tutupanlahan, jarak dari sungai, curah hujan, jarak dari patahan, dan jarak dari jalan diekstraksi. Hubungan antara lokasilongsor yang terdeteksi dan sepuluh faktor terkait diidentifikasi dengan menggunakan model statistik berbasis SIG yaituSpatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE). Peta inventaris tanah longsor yang memiliki total 30 lokasi tanah longsordibuat berdasarkan survei lapangan yang digunakan untuk tujuan validasi. Hasil validasi dengan menggunakan RelativeLandslide Density Index (R-index) untuk kelas sangat tinggi dan tinggi yaitu sebesar 55 % dan Receiver OperatingCharacter (ROC) menunjukkan bahwa model SMCE memiliki akurasi sebesar 96,4 %, untuk metode P menunjukkanakurasi sebesar 98 %. Pemetaan kerentanan tanah longsor ini dapat digunakan untuk tujuan mitigasi bencana danperencanaan kesiapsiagaan bencana. Upaya mitigasi bencana tanah longsor yang telah dilakukan adalah memasangrambu kawasan rawan bencana tanah longsor, sosialisasi terkait bencana, dan latihan dasar kesiapsiagaan bencana diHari Kesiapsiagaan Bencana Nasional.

Kata kunci: kerentanan tanah longsor, SIG, SMCE, upaya mitigasi, Kecamatan Camba

ABSTRACT - This study presents the results of a GIS-based statistical model for landslide susceptibility mapping usingGeographic Information Systems (GIS) and remote data sensing for the Camba District, Maros Regency. Ten factorsincluding slope, aspect, soil type, rock type, altitude, land cover, distance from the river, rainfall, distance from faults,and distance from the road extracted. The relationship between the associated landslide location and ten factorsassociated with using a GIS-based statistical model namely Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE). A landslideinventory map that has a total of 30 landslide locations based on field surveys used for validation purposes. Thevalidation results by using the Relative Density Index (R-index) for very high and high classes is 55% and ReceiverOperating Character (ROC) shows that the SMCE model has a total of 96.4%, for the P show method of 98%. Thislandslide mapping can be used for disaster mitigation and disaster preparedness planning purposes. Landslidemitigation efforts carried out have been carried out signs of landslide prone areas, disaster-related socialization, andbasic disaster preparedness training on the National Disaster Preparedness Day.

Keywords: landslide susceptibility, GIS, SMCE, mitigation efforts, Camba District

1. PENDAHULUAN

Tanah longsor merupakan bencana terbesar kedua di Indonesia setelah banjir dalam sepuluh tahunterakhir (Data Informasi Bencana Indonesia, 2018). Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massatanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunyakestabilan tanah atau batuan penyusun lereng (Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2015). Lerengalami atau antropik ini menjadi tidak stabil sebagai akibat dari kondisi geologi, hidrologi dan geomorfologi,

Page 2: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan Metode Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) di Kecamatan Camba,Kabupaten Maros (Oktaviani, N. S., dkk)

208

serta seringnya terjadi hujan, aktivitas seismik, letusan gunung berapi, dan destabilisasi oleh aktivitasmanusia (Boualla, Mehdi, Fadili, Makan, dan Zourarah, 2017). Efek merusak dari tanah longsor telahmendesak strategi penelitian tentang risiko alam dan ketidakstabilan lereng (Boualla dkk., 2017). Karena itu,penilaian risiko tanah longsor sangat penting untuk mengurangi risiko bencana. Penilaian bahaya tanahlongsor dan pengurangan risiko dapat dicapai dengan memberikan informasi yang mudah diakses,berkelanjutan, dan akurat kepada manajer risiko tentang kejadian tanah longsor (Pradhan dan Kim, 2016).Dengan demikian, pemetaan kerentanan yang akurat dapat menjadi informasi utama untuk berbagaipengguna dari sektor swasta dan publik, dari departemen pemerintah serta komunitas ilmiah di tingkat lokaldan internasional (Nsengiyumva, Luo, Nahayo, dan Huang, 2018).

Kerentanan tanah longsor adalah kecenderungan tanah atau batuan untuk menghasilkan berbagai jenistanah longsor (Chalkias, Ferentinou, dan Polykretis, 2014). Kerentanan tanah longsor biasanyadirepresentasikan melalui cara kartografi yaitu dengan membuat pemetaan kerentanan tanah longsor. PetaKerentanan tanah longsor menyajikan area dengan potensi tanah longsor di masa depan denganmenggabungkan beberapa faktor kritis yang berkontribusi terhadap terjadinya longsor pada masa lalu(Othman, Gloaguen, Andreani, dan Rahnama, 2018). Pemetaan kerentanan tanah longsor di suatu wilayahsangat penting untuk menilai risiko saat ini dan potensi risiko yang dapat digunakan untuk mengembangkansistem peringatan dini, digunakan sebagai dasar untuk mitigasi bencana dan perencanaan kesiapsiagaanbencana, serta berfungsi sebagai alat untuk perencanaan penggunaan lahan, dan infrastruktur seperti memilihlokasi yang paling cocok untuk konstruksi bangunan dan jalan (Chalkias dkk., 2014).

Dari awal tahun 1970-an, minat geoscientists dan profesional teknik pada zonasi kerentanan tanah longsorsemakin meningkat, dikarenakan semakin berkembangnya penggunaan teknologi Sistem InformasiGeografis (SIG) yang memungkinkan pengembangan banyak metode (Chalkias dkk., 2014), secara garisbesar terdapat dua metode diantaranya metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif tergantungpada pengetahuan dan pengalaman para ahli sebelumnya, dan termasuk analisis geomorfologi danpenggunaan indeks atau peta parameter. Metode kuantitatif tergantung pada ekspresi numerik dari hubunganantara faktor pengkondisian dan kejadian tanah longsor yang termasuk pendekatan rekayasa geoteknik,analisis statistik, dan metode logika neuro-fuzzy. Beberapa pendekatan kualitatif, bagaimanapun,menggabungkan ide peringkat dan bobot parameter yang terlibat, dan oleh karena itu dapat dianggap sebagaisemi-kuantitatif di alam (Chalkias dkk., 2014).

Dalam metode analisis statistik, kombinasi parameter yang telah menyebabkan tanah longsor di masa laluditentukan secara statistik, dan prediksi kuantitatif dibuat untuk area yang tidak terpengaruh oleh tanahlongsor tetapi di mana kondisi latar belakang yang sama ada (Reichenbach, Rossi, Malamud, Mihir, danGuzzetti, 2018). Beberapa peneliti telah menerapkan metode ini, salah satunya adalah penggunaan metodelandslide susceptibility index (LSI) oleh (Chalkias dkk., 2014) yang menerapkan metode LSI untukmenyusun peta kerentanan longsor di Peloponnese Peninsula, Greece. Metode lain yang sering digunakanadalah gabungan antara metode kualitatif dan kuanitatif yang biasa disebut semi-kuantitatif. Pada penelitianyang dilakukan (Shabibi dkk., 2015) dilakukan pemetaan kerentanan tanah longsor di Cameron Highlands,Malaysia dengan menggunakan dua metode semi-kuantitatif yaitu Analytical Hierrarchy Procces (AHP) danWeighted Linear Combination (WLC), serta terdapat model statistik berbasis SIG yaitu Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE).

AHP merupakan pengambilan keputusan multi-kriteria dan pendekatan multi-objektif yangmemungkinkan partisipasi aktif pengambil keputusan beberapa ahli dalam mencapai kesepakatan rasional.WLC adalah gabungan antara metode kualitatif dan kuantitatif yang didasarkan pada pendekatan kombinasipeta kualitatif (analisis heuristik). SMCE membantu dan memungkinkan pengguna untuk melakukanpenilaian multi-kriteria dalam pendekatan spasial, dikarenakan SMCE adalah metode berbasis sains terapanyang menggabungkan analisis spasial menggunakan GIS dan evaluasi multi-kriteria untuk mengubah inputspasial dan non-spasial yang menghasilkan output berupa keputusan (Shahabi dan Hashim, 2015).

Penelitian ini menggunakan metode SMCE dikarenakan metode ini memiliki keakurasian paling tinggiberdasarkan penelitian (Shabibi dkk., 2015) setelah kredibilitas peta divalidasi menggunakan metode R-Index dan ROC metode SMCE memiliki akurasi 96% lebih baik dalam prediksi daripada model AHP denganakurasi 91% dan WLC dengan akurasi 89%. Metode SMCE juga memiliki akurasi lebih tinggi dibandinganmetode LSI yang dilakukan Chalkias dkk., 2014 yang hanya memperoleh akurasi sebesar 75,2%. MetodeSMCE ini juga dapat dilakukan untuk waktu penelitian yang singkat karena metode ini tidak memerlukanexpert adjustment untuk menentukan bobot yang paling rasional.

Page 3: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

209

Wilayah Kecamatan Camba yang menjadi daerah penelitian ini memiliki keadaan geografi yangmerupakan daerah dataran tinggi. Dari delapan daerah wilayah administrasi yang ada semuanya mempunyaitopografi Lembah dan berbukit dengan ketinggian terendah tiga ratus sepuluh sampai tujuh ratus lima puluhmeter diatas permukaan laut (BPS Kabupaten Maros, 2018). Berdasarkan kondisi fisik tersebutmengakibatkan wilayah pada kecamatan ini rentan mengalami kejadian tanah longsor. Menurut BadanPenanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Maros terdapat beberapa desa di Kecamatan Cambayang rawan bencana longsor yaitu salah satunya Desa Sawaru Kecamatan Camba, Kabupaten Maros yangdipicu oleh hujan deras, kondisi geologi yang meliputi morfologi daerah tersebut seperti perbukitan, sertakondisi litologi atau batuan yang menyusun daerah tersebut. Berdasarkan catatan BPBD Kabupaten Maroskorban bencana alam di Kabupaten Maros untuk tahun 2013 mencapai 15 kepala keluarga korban bencanalongsor, korban angin puting beliung mencapai 821 kepala keluarga, korban kebakaran mencapai 15 kepalakeluarga (Suriani, 2017).

Penelitian mengenai tanah longsor di Kecamatan Camba sebelumnya telah dilakukan oleh Suriani, 2017dengan judul “Identifikasi Daerah Rawan longsor Kecamatan Camba Kabupaten Maros menggunakanSoftware Arcgis”, namun penelitian ini tidak menghitung nilai akurasi dari pemetaan tersebut, sehinggapenelitian yang dilakukan peneliti ingin mengembangkan penelitian tersebut dengan menambahkanparameter yang digunakan dan membuat perbandingan hasil pemetaan dengan metode yang berbeda.Penelitian ini memiliki tujuan untuk memetakan wilayah rentan tanah longsor dan mengidentifikasi upayamitigasi yang dilakukan untuk menangani tanah longsor di Kecamatan Camba, Kabupaten Maros.

2. METODE2.1 Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Kecamatan Camba merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. KabupatenMaros termasuk daerah yang beriklim tropis, karena letaknya yang berada pada daerah khatulistiwa dengankelembaban berkisar antara 60 – 82 % . Curah hujan tahunan rata – rata 347 mm/bulan dengan rata-rata harihujan sekitar 16 hari. Temperatur udara rata – rata 29 derajat celsius. Kecepatan angin rata – rata 2 – 3 knot/jam. Daerah Kabupaten Maros pada dasarnya beriklim tropis dengan dua musim, berdasarkan curah hujanyakni Musim hujan pada periode bulan Oktober sampai Maret dan Musim kemarau pada bulan April sampaiSeptember (Pemerintah Daerah Kabupaten Maros, 2018).

Menurut Oldement , tipe iklim di Kabupaten Maros adalah tipe C2 yaitu bulan basah (200 mm) selama 2– 3 bulan ber turut-turut . Beberapa desa di Kecamatan Camba yang berbatasan dengan Kabupaten Bonemempunyai iklim seperti daerah bagian timur Sulawesi Selatan yakni musim hujan pada periode bulan Aprilsampai September dan musim kemarau dalam bulan Oktober sampai Maret (Pemerintah Daerah KabupatenMaros, 2018).

Page 4: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan Metode Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) di Kecamatan Camba,Kabupaten Maros (Oktaviani, N. S., dkk)

210

Keadaan geografi Kecamatan Camba merupakan daerah dataran tinggi. Dari delapan daerah wilayahadministrasi yang ada semuanya mempunyai topografi Lembah dan berbukit dengan ketinggian terendah 310meter sampai 750 meter diatas permukaan laut, kemiringan lereng di Kecamatan Camba di dominasi olehkemiringan lereng > 40%. Luas Kecamatan Camba sekitar 11.301,506 ha. Sebelah Barat berbatasan denganKecamatan Pangkep, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone, sebelah Utara berbatasan denganKecamatan Malawa dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cenrana. Jarak antara desa denganpusat pemerintahan kabupaten cukup jauh yaitu desa terdekat dapat ditempuh dengan jarak sekitar 44kilometer dan desa terjauh dengan jarak 64 kilometer (BPS Kabupaten Maros, 2018).

Penduduk Kecamatan Camba Tahun 2017 sebanyak 13.362 jiwa. yaitu laki-laki sebanyak 6.549 jiwa danperempuan 6.813 jiwa. Rasio jenis kelamin (Sex Ratio) sekitar 95,1, hal ini menunjukkan bahwa dari setiap100 orang perempuan terdapat 95 laki-laki. Penduduk terbanyak berada pada Desa Sawaru sebanyak 2.239jiwa dan terkecil sebanyak 1.233 jiwa berada pada Desa Benteng (BPS Kabupaten Maros, 2018).

Sektor pertanian di Kecamatan Camba Tahun 2016, khususnya padi masih menjadi mata pencaharianutama bagi penduduk di Kecamatan Camba. Dari luas Kecamatan Camba seluas 14.536 Ha terdiri dari lahansawah dan lahan bukan sawah. Lahan sawah yang diusahakan untuk pertanian merupakan sawahberpengairan Teknis dan Non Teknis seluas 1.280 Ha, lahan sawah tadah hujan seluas 657 Ha, selebihnyalahan bukan sawah yang terdiri dari Ladang /Tegal 1.060 Ha, perkebunan 2.112 Ha, hutan rakyat 6.457 Halainnya 202 Ha. Selain lahan yang diusahakan untuk pertanian terdapat 596 ha digunakan sebagaiperumahan/pemukiman, 25 ha industri/ kantor/ pertokoan, 366 ha lainnya (BPS Kabupaten Maros, 2018).

2.2 DataUntuk mempelajari kerentanan tanah longsor, peneliti harus mampu mengenali faktor-faktor penyebab

nyata yang mungkin menyebabkan ketidakstabilan tanah di wilayah tertentu. Informasi ini penting, karenamembantu dalam mencapai temuan parameter yang akurat setelah pemetaan kerentanan tanah longsor dibuat(Nsengiyumva dkk., 2018). Untuk mencapai analisis kerentanan tanah longsor di wilayah studi, databasespasial dirancang dan dikembangkan dengan alat analisis spasial yang diimplementasikan dalam SIG denganmenggunakan ArcGIS (ver. 10.1). Dalam studi ini dipilih sepuluh parameter pengkondisian pada kerentanantanah longsor diantaranya curah hujan (CH), kemiringan lereng (L), Aspect (A), Jenis tanah (T), Jenis batuan(B), Ketinggian (K), Penggunaan Tanah (PT), Jarak dari jalan (J), Jarak dari sungai (S), Jarak dari patahan (P)digunakan untuk membangun basis data spasial menggunakan GIS dan data BPBD (Shahabi dan Hashim,2015; Chalkias dkk., 2014).

Meskipun tidak ada pedoman universal mengenai pemilihan faktor-faktor dalam pemetaan kerentanantanah longsor. Satu parameter mungkin merupakan faktor pengendali yang penting untuk terjadinya tanahlongsor di area tertentu tetapi tidak di parameter lainnya. Oleh karena itu pemilihan faktor-faktor penyebabperlu mengambil sifat dari wilayah penelitian, skala analisis, informasi dari kerja lapangan, catatan sejarahdan ketersediaan data perlu diperhitungkan (Shahabi dan Hashim, 2015; Chalkias dkk., 2014).

2.2.1 Pengumpulan DataPengumpulan data adalah langkah utama dalam pemetaan kerentanan tanah longsor di mana faktor-faktor

pengkondisian tanah longsor yang relevan diekstraksi untuk membangun basis data spasial. Proses-proses iniselanjutnya dievaluasi dengan menggunakan hubungan antara longsor dan faktor penyebab longsor,kemudian verifikasi hasilnya (Shahabi dan Hashim, 2015).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yangdigunakan meliputi hasil wawancara dengan masyarakat yang tinggal di wilayah rawan tanah longsor danpemerintah daerah yang menagani bencana tanah longsor yaitu BPBD Kabupaten Maros serta Kepala Desauntuk mengidentifikasi upaya mitigasi bencana tanah longsor yang dilakukan. Data sekunder dalampenelitian ini adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber sebagai berikut:

Tabel 1. Data SekunderFaktor Sumber Data Tahun Skala

Kemiringan Lereng DEM SRTM, USGS 2018 30 X 30 meterKetinggian DEM SRTM, USGS 2018 30 X 30 meter

Aspect DEM SRTM, USGS 2018 30 X 30 meter

Page 5: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

211

Jarak dari Patahan Peta Geologi Lembar UjungPandang Benteng dan Sinjai

1982 1 : 100.000

Jenis Batuan Peta Geologi Lembar UjungPandang Benteng dan Sinjai

1982 1 : 100.000

Jenis Tanah BPN Provinsi Sulawesi Selatan 2007 1 : 100.000

Penggunaan Tanah Kementrian ATR/BPN 2018 1 : 25.000

Jarak dari Jalan Ina Geoportal 2018 1 : 25.000

Curah Hujan Dinas PSDA Kabupaten Maros 2000 – 2010 1 : 100.000

Jarak dari Sungai Ina Geoportal 2018 1 : 25.000

Batas Administrasi Ina Geoportal 2018 1 : 25.000

Sumber: Pengolahan data, 2019

2.3 Metode

Gambar 2. Kerangka Penelitian

Menentukan daerah mana yang rentan terhadap tanah longsor penting dilakukan untuk menyelamatkankehidupan manusia dan menghindari dampak negatif terhadap ekonomi regional dan nasional. Penilaiankerentanan tanah longsor adalah alat utama untuk memahami karakteristik dasar lereng yang rentan terhadaptanah longsor, terutama selama peristiwa curah hujan ekstrem (Pradhan dan Kim, 2016). Para peneliti telahmengembangkan berbagai metode untuk menilai kerentanan tanah longsor, bahaya serta risiko tanah longsor.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE). Sepertiyang ditunjukkan pada Gambar 2, analisis spasial dalam GIS telah digunakan untuk mengolah sepuluhfaktor fisik dalam pembuatan peta kerentanan tanah longsor. SMCE menyediakan beragam teknik danprosedur untuk menyusun masalah keputusan dan merancang, mengevaluasi, dan memprioritaskankeputusan alternatif. Pada tingkat yang paling mendasar, SMCE dapat dianggap sebagai proses yangmengubah dan menggabungkan data geografis dan penilaian nilai (preferensi pembuat keputusan) untukmendapatkan informasi untuk pengambilan keputusan. (Feizizadeh dan Blaschke, 2013).

Aplikasi SMCE membantu dan memungkinkan pengguna melakukan penilaian multi-kriteria dalampendekatan spasial. Dengan demikian, SMCE adalah metode berbasis sains terapan yang menggabungkananalisis spasial menggunakan GIS dan evaluasi multi-kriteria untuk mengubah input spasial dan non-spasial

Page 6: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan Metode Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) di Kecamatan Camba,Kabupaten Maros (Oktaviani, N. S., dkk)

212

yang menghasilkan keputusan (Feizizadeh dan Blaschke, 2013). Output dari SMCE adalah satu atau lebihpeta indeks komposit, yang menunjukkan sejauh mana kriteria terpenuhi atau tidak di area yang berbeda, dandengan demikian peta tersebut dapat mendukung pengambilan keputusan. Evaluasi multi-kriteria metodeAHP telah digunakan sebagai latar belakang teoritis metode SMCE (Shahabi dan Hashim, 2015).

Untuk standarisasi input peta dalam lingkungan SMCE, salah satu metode standardisasi seperti numerik,Boolean, dan metode kualitatif dapat digunakan. Langkah pertama untuk menstandarisasi nilai peta adalahmengonversi nilai peta aktual ke rentang antara 0 dan 1 dengan menggunakan satu set persamaan. Langkahselanjutnya adalah penentuan masing-masing indikator setengah atau keseluruhan. Akhirnya, faktor-faktorpengkondisian tanah longsor ditimbang dengan cara perbandingan langsung, berpasangan, dan peringkat,dan hasilnya adalah peta indeks komposit (Shahabi dan Hashim, 2015).

2.3.1 Evaluasi, perbandingan, dan ketepatan metode pemetaan kerentanan longsor.Dalam penelitian ini digunakan peta inventarisasi tanah longsor untuk evaluasi metode dan perbandingan

pemetaan kerentanan. Sepuluh parameter dalam penelitian ini ditransformasikan ke dalam basis data spasialtipe vektor menggunakan Arc GIS 10.1. Faktor-faktor pemicu tanah longsor diekstraksi dari basis data.Selanjutnya, dalam penelitian ini, analisis kerentanan tanah longsor dilakukan menggunakan model statistikberbasis GIS termasuk AHP dan SMCE.

Tabel 2.Matriks perbandingan berpasangan, bobot faktor dan konsistensi rasio lapisan dataParameter L A T B N PT CH J S P WeightL 1 0,123A 1 1 0,102T 5 4 1 0,121B 2 ½ 1/5 1 0,097K 5 5 2 3 1 0,073PT 3 5 1/2 4 1/2 1 0,086CH 2 3 1/5 3 1/2 1/3 1 0,141J 5 6 2 5 3 3 5 1 0,084S 4 4 1/3 3 1/4 1/3 3 1/5 1 0,081P 3 3 1/5 2 1/5 1/4 2 1/5 1/2 1 0,062Consistensy Ratio : 0,069 < 0,1 (Diterima)

Tabel 3. Nilai bobot masing-masing kelompok dan nilai bobot parameter menggunakan perbandinganberpasangan untuk model SMCE

KelompokParameter

Nilai bobot kelompok Parameter Nilai Bobot Parameter

Geomorfologi 0,132 Kemiringan Lereng 0,128Aspect 0,112

Ketinggian 0,087Geologi 0,871 Jarak dari patahan 0,073

Jenis Batuan 0,097Lingkungan 0,124 Jenis Tanah 0,123

Penggunaan Tanah 0,084Jarak dari jalan 0,083

Hidrologi 0,146 Jarak dari sungai 0,081Curah hujan 0,143

Sumber: Pengolahan Data, 2019

2.3.2 Validasi peta kerentanan longsor menggunakan R-index dan Metode ROC.Setelah analisis kerentanan tanah longsor dilakukan dengan pendekatan AHP dan SMCE. Selanjutnya,

hasil analisis divalidasi menggunakan Relative landslide density index (R-index) dan receiver operatingcharacteristic (ROC) untuk mengevaluasi korelasi antara peta kerentanan tanah longsor dan titik kejadiantanah longsor. Validasi peta kerentanan longsor dilakukan dengan formula yang ditentukan oleh persamaansebagai berikut:

𝑅 =𝑛𝑖

𝑁𝑖

𝑛𝑖

𝑁𝑖× 100%∑ ……………………………………………..(1)

Dimana ni jumlah kejadian tanah longsor di kategori i dan Ni jumlah piksel di kategori I (Bera, Guru, danRamesh, 2019). Kesesuaian masing-masing model juga dinilai dengan membandingkan peta dengan lokasi

Page 7: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

213

longsor yang diketahui. Area di bawah kurva Receiver Operating Characteristic (ROC), yang dikenalsebagai AUC dan berkisar dari 0,5 hingga 1,0, digunakan secara luas untuk memperkirakan keakuratanmodel prediksi. Kurva ini diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak analisis statistik SPSS (Zhangdkk., 2015).

Nilai AUC dapat diperoleh dengan memplot kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) danmenghitung luas kurva. Dalam kurva ROC, sumbu x dan y masing-masing mewakili True Positive Rate(TPR) dan False Positive Rate (FPR), di mana TPR adalah tingkat di mana nilai sebenarnya diprediksidengan benar, dan FPR adalah tingkat di mana false adalah diprediksi benar. TPR dan FPR saling terkaitsecara terbalik. Dalam studi ini, TPR adalah hubungan antara kerentanan longsor dan titik longsor, dan FPRadalah hubungan antara longsor dan titik longsor. Kurva ini adalah hasil dari membandingkan data kejadiandengan kerentanan tanah longsor (Park, Lee, Lee, dan Lee, 2018).

Untuk membandingkan peta kerentanan yang diperoleh, parameter yang dipertimbangkan untuk ketepatanhasil yang diprediksi adalah (P). Ketepatan hasil yang diperkirakan dapat diperkirakan dengan persamaanberikut ini:

𝑃 =𝐾𝑠

𝑆…………………………………………………………………..(2)

Dimana Ks adalah area zona longoran dalam kerentanan diatas kelas rendah dan S adalah area longsor diwilayah tersebut (Shahabi dan Hashim, 2015).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Pemetaan Kerentanan Tanah longsor

Dalam penelitian ini, analisis berbasis grid dari sepuluh parameter diantaranya kemiringan lereng,ketinggian, aspect, curah hujan, jarak dari sungai, jarak dari jalan, jenis tanah, jarak dari patahan, jenisbatuan, dan penggunaan tanah telah diolah menggunakan aplikasi ArcGIS 10.1 untuk menghasilkan petakerentanan tanah longsor (Lihat Gambar 3). Sebagai hasil umum, curah hujan sangat rentan terhadapterjadinya tanah longsor, dan sebaliknya, jarak ke patahan memiliki dampak terendah dalam kerentanantanah longsor. Untuk semua kasus bobot kelas yang diperoleh (sub-tujuan dan indikator), rasio konsistensikurang dari 0,1 menunjukkan tingkat konsistensi yang cukup baik untuk penentuan bobot parameter. Petakerentanan longsor akhir yang diekstraksi dari model SMCE direklasifikasi menjadi lima zona kerentananrelatif: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi (Gambar 5) (Shahabi dan Hashim, 2015).

Gambar 3. Database Spasial Faktor di Kecamatan Camba, a) aspect, b) jarak dari patahan, c) ketinggian, d) jarak darijalan, e) jarak dari sungai, f) jenis batuan, g) penggunaan tanah, h) jenis batuan, i) curah hujan, j) kemiringan lereng.

Peta di atas merupakan hasil pengolahan sepuluh parameter yang berpengaruh terhadap kerentanan tanahlongsor. Masing-masing kelas pada peta di atas memiliki tingkat kerentanan berbeda yang akanmempengaruhi hasil akhir peta kerentanan tanah longsor yang dibuat.

Page 8: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan Metode Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) di Kecamatan Camba,Kabupaten Maros (Oktaviani, N. S., dkk)

214

Gambar 4. Presentase Tingkat Kerentanan Tanah Longsor

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui dari peta kerentanan tanah longsor yang telah dibuat daripendekatan SMCE diperoleh 1,4 % (158,391 ha) dari keseluruhan luas wilayah merupakan zona kerentananlongsor sangat rendah, 35,50 % (4012,137 ha) zona kerentanan rendah, 44,23 % (4998,981 ha) zonakerentanan sedang, 18,39 % (2079,471 ha) dan 0,46 % (52,523 ha) merupakan zona kerentanan tinggi dansangat tinggi.

Gambar 5. Peta Kerentanan Tanah Longsor

Page 9: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

215

Gambar 6. Lokasi Kejadian Longsor

Verifikasi yang dilakukan di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling, yaitudengan mengunjungi lokasi dengan tingkat kerentanan tinggi kemudian, titik lokasi kejadian longsor diplotting menggunakan aplikasi avenza maps, yang selanjutnya akan digunakan untuk validasi petakerentanan tanah longsor yang telah dibuat.

3.2 Evaluasi, perbandingan, dan ketepatan metode pemetaan kerentanan longsorDalam penelitian ini peta inventori tanah longsor digunakan untuk evaluasi metode dan validasi pemetaan

kerentanan. Analisis hubungan antara lokasi kejadian tanah longsor dan faktor kejadian tanah longsor diwilayah studi dilakukan untuk proses verifikasi dan validasi peta kerentanan yang telah dibuat.

Gambar 7. Data Inventarisasi Kejadian Longsor

Riwayat Kejadian tanah longsor yang terjadi di Kecamatan Camba sebagian besar terletak di tingkatkerentanan sangat tinggi pada peta kerentanan tanah longsor yang telah dibuat, hal ini disebabkan karenaKecamatan Camba sebagian besar wilayahnya berbukit sehingga, memiliki lereng yang curam dan rentanmengalami tanah longsor. Berdasarkan hasil wawancara dengan BPBD Kabupaten Maros dan Kepala Camatdi Kecamatan Camba pembuatan jalan yang memotong lereng, pembangunan permukiman di sekitar lereng

Page 10: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan Metode Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) di Kecamatan Camba,Kabupaten Maros (Oktaviani, N. S., dkk)

216

curam juga menjadi pemicu kejadian tanah longsor di Kecamatan Camba terutama saat hujan deras yangdisertai banjir.

Dari metode statistik yang digunakan ketepatan metode (P) adalah 98% semuanya kompatibel dengankondisi untuk terjadinya tanah longsor di wilayah tersebut. Dalam peta analisis karakteristik, semua kelaskerentanan berkorelasi dengan distribusi kejadian tanah longsor. Dari kelas dengan kerentanan yang sangattinggi data sampel R-index sebesar 55 %. Kesesuaian masing-masing model juga dinilai denganmembandingkan peta dengan lokasi longsor yang diketahui. Area di bawah kurva Receiver OperatingCharacteristic (ROC), yang dikenal sebagai AUC dan berkisar dari 0,5 hingga 1,0, digunakan secara luasuntuk memperkirakan keakuratan ada atau tidaknya model prediksi. Kurva ini diperoleh denganmenggunakan perangkat lunak analisis statistik SPSS.

Dalam praktiknya, AUC berkinerja sangat baik dan sering digunakan ketika ukuran umum prediksi yangdiinginkan. Analisis ROC dianggap sebagai metode yang kuat untuk validasi model kerentanan longsor.Model ideal menghasilkan nilai AUC mendekati 1.0 (kecocokan sempurna), sedangkan nilai mendekati 0,5menunjukkan model yang tidak akurat (kecocokan acak) [10]. Berdasarkan titik validasi kejadian tanahlongsor dari 30 titik kejadian 25 diantaranya jatuh di kelas kerentanah sangat tinggi dan tinggi sisanya jatuhdi luar kelas tersebut. Tingkat keberhasilan verifikasi untuk metode SMCE menunjukkan bahwa nilai AUCsebesar 0,964 dan akurasi prediksi adalah 96,4%.

Gambar 8. Penilaian akurasi prediksi dan kurva tingkat keberhasilan model kerentanan longsor yang dibangun.

3.2 Upaya MitigasiBerdasarkan hasil wawancara dengan BPBD Kabupaten Maros dapat diketahui bahwa upaya mitigasi

bencana tanah longsor di Kecamatan Camba masih sangat kurang, hal tersebut dikarenakan adanya kendalabiaya dalam pelaksanaan kegiatan untuk sosialisasi bencana maupun peringatan akan bencana khususnyatanah longsor. Upaya mitigasi yang sudah dilakukan diantaranya yaitu memasang rambu kawasan rawanbencana longsor (peringatan telah berada kawasan rawan bencana longsor), membuat kajian risiko bencanaseperti peta risiko, kerentanan, dan bahaya tanah longsor, Sosialisasi di wilayah rawan bencana hanya ketikaterjadi bencana, Mengadakan latihan secara terpadu, terencana, dan berkesinambungan guna meningkatkankesadaran, kewaspadaan, dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana di Hari Kesiapsiagaan BencanaNasional yang diadakan satu tahun sekali yaitu pada tanggal 26 April. Namun, di Kabupaten Maros hanyadilakukan di tiga sekolah dengan pelatihan bencana hanya untuk bencana gempa bumi, puting beliung, danbanjir.

Page 11: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019

217

4. KESIMPULANBerdasarkan hasil peta kerentanan tanah longsor yang telah dibuat menunjukkan bahwa curah hujan

adalah faktor paling penting dalam terjadinya tanah longsor di daerah penelitian. Wilayah dengan tingkatkerawanan sedang merupakan wilayah paling luas dengan presentase sebesar 44,23 % dengan luas sebesar4998,981 ha, Menurut metode R-index, Hasil yang diperoleh mengidentifikasi persentase tinggi untuk kelaskerentanan tinggi dan sangat tinggi dalam hubungan langsung dengan zona longsor aktif yaitu sebesar 55%.Hasil validasi dengan metode ROC menunjukkan bahwa area di bawah kurva adalah 0,964 (96,4%). Darimetode statistik yang digunakan, ketepatan metode (P) yaitu sebesar 98%. Dengan demikian, peta yangdiekstraksi dengan menggunakan model SMCE menunjukkan hasil keakurasian yang tinggi. Sehingga petakerentanan tanah longsor yang dibuat sudah cukup akurat.

Beberapa upaya mitigasi bencana tanah longsor yang telah dilakukan di Kecamatan Camba, KabupatenMaros diantaranya adalah dengan memasang rambu kawasan rawan bencana tanah longsor, sosialisasi terkaitbencana, dan latihan dasar kesiapsiagaan bencana di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional. Pemetaankerentanan tanah longsor di Kecamatan Camba, Kabupaten Maros dapat digunakan untuk mengembangkansistem peringatan dini, digunakan sebagai dasar untuk mitigasi bencana dan perencanaan kesiapsiagaanbencana, serta berfungsi sebagai alat untuk perencanaan penggunaan lahan, dan infrastruktur seperti memilihlokasi yang paling cocok untuk konstruksi bangunan dan jalan.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Terima Kasih kepada Bapak Dr. Drs. Eko Kusratmoko, M.S. selaku dosen mata kuliah Kuliah KerjaLapang 3 yang telah membimbing penulis dalam penyusunan penelitian ini sehingga dihasilkan penelitianyang berjudul Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan Metode Spatial Multi-CriteriaEvaluation (SMCE) di Kecamatan Camba, Kabupaten Maros, serta ucapan terima kasih kepada BPBDKabupaten Maros yang telah membantu dalam pengumpulan data dalam penelitian ini..

6. DAFTAR PUSTAKA

Bera, S., Guru, B., dan Ramesh, V. (2019). Evaluation of landslide susceptibility models: A comparative study on thepart of Western Ghat Region, India. Remote Sensing Applications: Society and Environment, 13(December 2017),39–52. https://doi.org/10.1016/j.rsase.2018.10.010

Boualla, O., Mehdi, K., Fadili, A., Makan, A., dan Zourarah, B. (2017). GIS-based landslide susceptibility mapping inthe Safi region, West Morocco, (2008).

BPS Kabupaten Maros. (2018). Kecamatan Camba Dalam Angka. Kabupaten Maros: BPS Kabupaten Maros.https://doi.org/73086.1810

Chalkias, C., Ferentinou, M., dan Polykretis, C. (2014). GIS-Based Landslide Susceptibility Mapping on thePeloponnese Peninsula, Greece, 176–190. https://doi.org/10.3390/geosciences4030176

Data Informasi Bencana Indonesia. (2018). Tren Kejadian Bencana 10 Tahun Terakhir. Retrieved fromhttp://bnpb.cloud/dibi/beranda

Feizizadeh, B., dan Blaschke, T. (2013). GIS-multicriteria decision analysis for landslide susceptibility mapping :comparing three methods, 2105–2128. https://doi.org/10.1007/s11069-012-0463-3

Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2015). Gerakan Tanah (p. 14). Bandung: Kementrian Energi danSumber Daya Mineral. Retrieved from www.vsi.esdm.go.id

Nsengiyumva, J. B., Luo, G., Nahayo, L., dan Huang, X. (2018). Landslide Susceptibility Assessment Using SpatialMulti-Criteria Evaluation Model in Rwanda. https://doi.org/10.3390/ijerph15020243

Othman, A. A., Gloaguen, R., Andreani, L., dan Rahnama, M. (2018). Improving landslide susceptibility mapping usingmorphometric features in the Mawat area, Kurdistan Region, NE Iraq: Comparison of different statistical models.Geomorphology, 319, 147–160. https://doi.org/10.1016/j.geomorph.2018.07.018

Park, S.-J., Lee, C.-W., Lee, S., dan Lee, M.-J. (2018). Landslide Susceptibility Mapping and Comparison Using

Page 12: 24 Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan

Pemetaan Wilayah Rentan Tanah Longsor Menggunakan Metode Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) di Kecamatan Camba,Kabupaten Maros (Oktaviani, N. S., dkk)

218

Decision Tree Models: A Case Study of Jumunjin Area, Korea. Remote Sensing, 10(10), 1545.https://doi.org/10.3390/rs10101545

Pemerintah Daerah Kabupaten Maros. (2018). Klimatologi. Retrieved February 20, 2019, fromhttps://maroskab.go.id/klimatologi/

Pradhan, A. M. S., dan Kim, Y. T. (2016). Evaluation of a combined spatial multi-criteria evaluation model anddeterministic model for landslide susceptibility mapping. Catena, 140, 125–139.https://doi.org/10.1016/j.catena.2016.01.022

Reichenbach, P., Rossi, M., Malamud, B. D., Mihir, M., dan Guzzetti, F. (2018). A review of statistically-basedlandslide susceptibility models. Earth-Science Reviews, 180(March), 60–91.https://doi.org/10.1016/j.earscirev.2018.03.001

Shahabi, H., dan Hashim, M. (2015). Landslide susceptibility mapping using GIS-based statistical models and Remotesensing data in tropical environment, 1–15. https://doi.org/10.1038/srep09899

Suriani, I. (2017). Identifikasi Daerah Rawan Longsor di Kecamatan Camba Kabupaten Maros dengan MenggunakanSoftware ArcGIS. Skripsi, Fakultas Sains Dan Teknologi. UIN Alauiddin Makassar.

Zhang, D. wei, Quan, J., Zhang, H. bin, Wang, F., Wang, H., dan He, X. yan. (2015). Flash flood hazard mapping: Apilot case study in Xiapu River Basin, China. Water Science and Engineering, 8(3), 195–204.https://doi.org/10.1016/j.wse.2015.05.002