2. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · ... (filtrasi dengan sentrifus), pengendapan ......
TRANSCRIPT
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hidrokoloid Karagenan
Hidrokoloid atau hidrofilik koloid dikenal juga dengan sebutan gum,
merupakan polimer yang berukuran koloid, antara 10 Å sampai dengan 1000 Å
yang menunjukkan sifat koloid dalam suspensinya (Fardiaz 1989). Pembentukan
gel merupakan sebuah fenomena penggabungan atau pengikatan silang (cross
linking) dari rantai-rantai polimer membentuk jala kontinyu tiga dimensi,
selanjutnya jala ini dapat menangkap air dan membentuk struktur kuat yang kaku.
Beberapa koloid memberikan kekentalan yang tinggi pada konsentrasi yang
sangat rendah, biasanya di bawah 1 % (Glicksman 1969). Ukuran molekul
hidrokoloid yang besar dan adanya kemampuan untuk saling terikat dan tarik
menarik antara komponen molekul mengakibatkan proses pengentalan dan
pembentukan gel (Sweming 1999).
Ada beberapa jenis hidrokoloid yang digunakan dalam industri pangan
baik yang alami maupun sintetik. Agar, karagenan, dan furselaran merupakan
hidrokoloid yang diekstrak dari rumput laut merah (Rhodophyceae), sedangkan
alginat diekstrak dari rumput laut coklat (Phaeophyceae). Secara alami terdapat
tiga fraksi karagenan yaitu kappa-karagenan, lamda-karagenan, dan iota-
karagenan (Anonim 2006a).
2.1.1. Pembuatan karagenan
Rumput laut yang telah dipanen dilakukan penanganan pascapanen.
Penanganan pascapanen atau penanganan awal dilakukan untuk pembersihan/
menghilangkan pasir, garam dan kotoran-kotoran lain yang melekat dengan cara
mencuci dengan air tawar (pencucian dilakukan dua sampai tiga kali). Hasil
pencucian dikeringkan hingga diperoleh rumput laut yang bersih dengan
kandungan air 10 – 25 %. Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari
atau menggunakan alat pengering. Hasil pengeringan dapat langsung diproses
atau dapat juga digunakan untuk kebutuhan ekspor rumput laut kering. Proses
ekstraksi karagenan dari rumput laut meliputi: pencucian, pemekatan (evaporasi),
pemisahan (filtrasi dengan sentrifus), pengendapan (presipitasi), pengeringan (roll
drum dryer), grinder (mill), dan pengepakan (Istini 2007). Diagram alir proses
pembuatan karagenan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Proses pembuatan tepung karagenan Okazaki (1971) dalam Istini (2007).
Proses pengolahan karagenan melalui tahapan sebagai berikut (Okazaki 1971
dalam Istini 2007):
1) Bahan baku pembuatan karagenan adalah rumput laut Rhodophycea yang
telah mengalami pengolahan awal (pencucian dan pengeringan).
2) Rumput laut yang sudah bersih dan kering sebelum diolah perlu dilakukan
pencucian lagi. Pencucian dengan air tawar dapat dilakukan dengan drum
berputar yang berlubang dan ke dalamnya disemprotkan air sehingga kotoran-
kotoran akan lepas.
3) Rumput laut yang telah mengalami pencucian tadi dibuat alkalis dengan
menambahkan suatu basa berupa larutan NaOH, Ca(OH)2 atau KOH,
sehingga pH mencapai sekitar 9 – 9,6.
4) Setelah dibuat alkalis dilakukan ekstraksi dengan air dalam suatu tangki
dengan perbandingan jumlah air 20 kali berat rumput laut yang akan
diekstraksi. Ekstraksi dilakukan selama 2 – 24 jam pada suhu 90 – 95°C.
Supaya sempurna, ekstraksi dilakukan selama satu hari (24 jam).
5) Hasil ekstraksi dipisahkan antara larutan (ekstrak) dan residu (kotoran-
kotoran yang terdiri dari rumput laut yang tidak larut).
6) Pemisahan dilakukan dengan penyaringan yang menggunakan filter aid.
Filtrat yang keluar berupa larutan yang mengandung 1 % karagenan, dan
residunya dibuang.
7) Larutan yang mengandung 1 % karagenan dipekatkan menjadi 3 % dengan
jalan menguapkan airnya dalam suatu evaporator pada suhu 100 °C pada
tekanan 1 atm.
8) Larutan hasil pemekatan ditambah dengan larutan centrifuge, larutan
direcovery dan ditambahkan karbon aktif untuk menghilangkan warna dari
larutan. Larutan dan karbon aktif dipisahkan dengan filtrasi. Larutan hasil
filtrasi digunakan kembali untuk proses pembentukan endapan karagenan.
9) Serat karagenan yang terbentuk sebagai endapan kemudian dikeringkan
dalam suatu drum dryer pada suhu 250 °C. Serat karagenan yang sudah
kering dihancurkan dengan alat penghancur (discmill) sehingga diperoleh
karagenan powder. Karagenan powder ini siap untuk dikemas dalam drum
plastik atau dalam kantong-kantong polyethylene.
2.1.2. Struktur dan sifat karagenan
Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut
merah dari Jenis Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iradea dan
Phyllophora. Karagenan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan
sulfatnya, karagenan mengandung minimal 18 % sulfat, sedangkan agar-agar
hanya mengandung sulfat 3- 4 %, (Food Chemical Codex 1974 dalam Anonim
2007b).
Menurut Hellebust dan Cragie (1978), karagenan terdapat dalam dinding
sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karagenan merupakan bagian
penyusun yang besar dari berat kering rumput laut merah dibandingkan dengan
komponen yang lain. Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam
polisakarida Rhodophyceae, seperti yang tercantum dalam Federal Register,
polisakarida tersebut harus mengandung 20 % sulfat berdasarkan berat kering
untuk diklasifikasikan sebagai karagenan. Berat molekul karagenan tersebut
cukup tinggi yaitu berkisar 100 – 800 ribu kDa (deMan 1989).
Karagenan bukan merupakan biopolimer tunggal, tetapi campuran dari
galaktan-galaktan linear yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-
galaktan tersebut terhubung oleh 3-β-D-galaktopiranosa (G-units) dan 4-α-D-
galaktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units), membentuk
unit pengulangan disakarida dari karagenan. Galaktan yang mengandung sulfat
diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah
golongan sulfat pada strukturnya. Kappa karagenan tersusun dari α(1,3)-D-
galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga
mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat
ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karagenan,
tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi
gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa, sehingga derajat
keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno
1996).
Karagenan komersial memiliki kandungan sulfat 22-38 % (w/w).
Karagenan dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai
kecoklatan bergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan. Di pasaran
karagenan ditemukan dalam 2 tipe, yaitu refined karagenan dan semirefined
karagenan. Semirefined karagenan dibuat dari spesies rumput laut Euchema yang
banyak terdapat di Indonesia dan Filipina. Karagenan semi-refined mengandung
lebih banyak bahan yang tidak larut asam (8-15%) dibandingkan refined
karagenan (2 %) (Fahmitasari 2004). Selain galaktosan dan sulfat, residu
karbohidrat lain (seperti xylosa, glukosa, dan asam uronat) dan senyawa
penggantinya (seperti metil eter dan golongan piruvat) juga terdapat pada
karagenan (Knutsen et al. 1994 dalam van de Velde dan Gerhard 2004). Struktur
molekul karagenan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur molekul berbagai jenis karagenan (Chaplin 2007)
Karagenan memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk variasi gel
yang hampir tidak terbatas pada suhu ruang. Proses pembentukan gel tidak
memerlukan pendinginan dan gel dapat dibuat stabil melalui siklus freezing-
thawing yang berulang. Larutan karagenan dapat mengentalkan, mengikat dan
menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air atau minyak
(Anonim 2006b). Karagenan merupakan salah satu hidrokoloid yang dapat
digunakan sebagai bahan penstabil dan pengental alami menggantikan bahan
pengental sintetik golongan alkanolamide (Winarno 1996).
Karagenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya,
kappa: 25-30 %, iota: 28-35 %, dan lambda: 32-38 %. Kappa dan iota larut dalam
air panas (70 oC), sedangkan lambda bisa larut dalam air dingin. Karagenan bisa
larut dalam susu dan larutan gula sehingga sering digunakan sebagai
pengental/penstabil pada berbagai minuman dan makanan. Dapat membentuk gel
dengan baik, sehingga banyak digunakan sebagai gelling-agent dan pengental
(Suptijah 2002). Sifat-sifat berbagai jenis karagenan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat-sifat dari kappa, iota, dan lambda karagenan
Parameter Kappa Iota Lambda
Ester sulfat 25- 30 % 28-35 % 32-39 %
3,6-anhidro-galaktosa 28-35 % - 30 %
Kel
arut
an
Air panas Larut pada > 70oC Larut pada> 70 oC Larut
Air dingin Larut Na+ Larut Na+ Larut dalam
semua garam
Susu panas Larut Larut Larut
Susu dingin + Tetrasodium
Pyrophosphate Kental Kental Lebih kental
Larutan gula Larut (Panas) Susah larut Larut (panas)
Larutan garam Tidak larut Tidak larut Larut (panas)
Pelarut organik Tidak larut Tidak larut Tidak larut
Gel
Pengaruh kation Membentuk gel
kuat dengan K+
Membentuk gel
kuat dengan Ca2+
Tidak
membentuk gel
Tipe gel Rapuh Elastis Tidak
membentuk gel
Sta
bilit
as pH netral dan basa Stabil Stabil Stabil
Asam (pH 3,5) Terhidrolisis Terhambat dengan
panas Terhidrolisis
Sinergitas dengan locust bean gum
Tinggi Tinggi Tinggi
Stabilitas thawing Tidak stabil Stabil Tidak stabil
Sumber : Glicksman (1983)
Sifat-sifat kandungan kimia karagenan ditentukan oleh kelarutan, viskositas,
kekuatan gel, dan stabilitasnya. Karagenan biasanya mengandung unsur berupa
garam sodium dan potassium yang berfungsi untuk menentukan sifat-sifat
karagenan (Fahmitasari 2004). Karagenan tidak dapat larut dalam pelarut
organik seperti alkohol, eter dan minyak. Kelarutan dalam air bergantung
pada struktur karagenan, media, dan suhu. Kappa dan iota merupakan jenis
karagenan yang dapat membentuk gel. Pembentukan gel terjadi saat rantai
dari satu karagenan bertemu dengan rantai lain yang sama untuk membentuk
double helix, kemudian double helix ini akan saling bergabung membentuk
jaringan tiga dimensi; sedangkan untuk lambda karagenan tidak membentuk gel
(Bubnis 2000 dalam Anonim 2008).
Sifat-sifat kappa karagenan menurut FMC Biopolymer (2007) adalah:
a. Larut dalam air panas.
b. Penambahan kalium dapat meningkatkan pembentukan gel yang rapuh dan
tahan lama; dan meningkatkan suhu pelelehan dan pembentukan gel.
c. Menghasilkan gel yang kuat dan kaku, membentuk heliks dengan ion K+.
Kandungan ion Ca++ dalam karagenan menyebabkan heliks membesar,
sehingga gel berkontraksi dan menjadi rapuh.
d. Membentuk gel yang opaque, dan semakin jernih dengan penambahan
gula.
e. Mengandung sekitar 25 % ester sulfat dan 34 % 3,6-anhidrogalaktosa.
f. Larut dalam pelarut yang larut dalam air, seperti alkohol dan asam asetat.
g. Tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik.
2.1.3. Standar mutu karagenan
Berdasarkan IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry)
dalam van de Velde dan Gerhard (2004), nama kode untuk kappa, iota dan lambda
karagenan adalah, Carrageenose 4’-sulphate (G4S-DA) (kappa-karagenan),
Carrageenose 2,4’-sulphate (G4S-DA2S) (Iota-karagenan), dan Carrageenose
2,6,2’-trisulphate (G2S-D2S,6S) (lambda-karagenan) (Anonim 2006b).
Standar mutu yang dikenal adalah EEC Stabilizer Directive dan FAO/ WHO
Specification. Tepung karagenan mempunyai standar 99 % lolos saringan 60
mesh, tepung yang terendah alkohol 0,7 % dan kadar air 15 % pada RH 50 % dan
25 % pada RH 7 % (Anonim 2006b). Standar mutu karagenan menurut Food
Chemical Codex (FCC), Food and Drugs Administration (FDA) dan Food and
Agriculture Organization (FAO) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar mutu karagenan
Spesifikasi FCC FDA FAO
Kadar air (%) Maks. 12 - Maks.12
Sulfat (%) 18-40 20-40 15-40
Abu (%) Maks. 35 - 15-40
Abu tak larut asam (%) Maks.1 - Maks. 1
Bahan tak larut asam (%) - - Maks. 2
Timbal (ppm) Maks.4 - Maks. 10
Viskositas 1,5 % sol (cP) Min.5 Min.5 Min. 5
Sumber : Purnama (2003)
2.1.4. Aplikasi karagenan
Karagenan dapat diaplikasikan pada berbagai produk seperti pembentuk gel
atau penstabil, pensuspensi, dan pembentuk tekstur emulsi. Karagenan dapat
diaplikasikan terutama dalam produk-produk jeli, jamu, saus, permen, sirup
puding, dodol, salad dressing, gel ikan, nugget, dan produk susu. Saat ini
karagenan bahkan diaplikasikan juga untuk industri kosmetik, tekstil, cat, obat-
obatan, pakan ternak dan lain sebagainya (Suptijah 2002). Karagenan dalam
industri sering dijadikan bahan campuran kosmetik, obat-obatan, es krim, susu,
kue, roti dan berbagai produk makanan (Anonim 2006a).
Sifat karagenan sebagai pembentuk gel yang fleksibel juga dapat dipakai
sebagai penstabil dan pengental. Karagenan digunakan dalam konsentrasi yang
rendah untuk menstabilkan sistem suspensi dan emulsi. Ketika digunakan dalam
konsentrasi rendah, struktur gel karagenan tidak terdeteksi (gel tidak terbentuk),
dan sebagai gantinya viskositas sistem bertambah. Dalam hal ini karagenan dapat
digunakan pula sebagai bahan penstabil dan pengental suatu sistem suspensi atau
emulsi tanpa adanya pembentukan gel. Sifat karagenan yang seperti itu
dimanfaatkan dalam industri daging atau ikan kaleng, susu, dan pasta gigi. Dalam
produk gel dari susu seperti flan, kappa karagenan merupakan bahan pembentuk
gel paling ekonomis (Skensved 2004).
2.2. Santan Kelapa
Buah kelapa muda merupakan salah satu produk yang bernilai ekonomi
dan bergizi tinggi. Air kelapa di samping sebagai minuman segar, juga
mengandung bermacam-macam mineral, vitamin dan gula sehingga dapat
dikategorikan sebagai minuman ringan yang bergizi (Koswara 2007).
2.2.1. Bagian-bagian buah kelapa
Buah kelapa terdiri dari sabut (ekskarp dan mesokarp), tempurung
(endocarp), daging buah (endosperm), dan air buah. Santan kelapa di peroleh dari
daging buah kelapa. Komposisi daging buah kelapa ditentukan oleh umur buah
(Ketaren 2005). Bagian-bagian kelapa dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kelapa dan bagian-bagiannya (Ketaren 2005)
Daging buah kelapa adalah bagian yang paling banyak digunakan untuk
produk pangan. Daging buah kelapa merupakan salah satu sumber minyak dan
protein yang penting, dan dapat diolah menjadi kopra, minyak dan santan
(Koswara 2007).
2.2.2. Komposisi buah kelapa
Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan kedalam
minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling tinggi jika
dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Asam lemak jenuh pada minyak
kelapa lebih kurang 90 %. Minyak kelapa mengandung 84 % trigliserida dengan
tige molekul asam lemak jenuh, 12 % trigliserida dengan dua asam lemak jenuh,
dan 4 % trigliserida dengan satu asam lemak jenuh (Koswara- 2006). Komposisi
kelapa berdasarkan umur buah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan
Analisis (dalam 100g) Buah muda Buah
setengah tua
Buah tua
Kalori 68,0 kkal. 180,0 kkal. 359,0 kkal.
Protein 1,0 g 4,0 g 3,4 g
Lemak 0,9 g 13,09 g 34,7 g
Karbohidrat 14,0 g 10,0 g 14,0 g
Kalsium 17,0 mg 8,0 mg 21,0 mg
Fosfor 30,0 mg 35,0 mg 21,0 mg
Besi 1,0 mg 1,3 mg 2,0 mg
thiamin 0,0 mg 0,5 mg 0,1 mg
Asam askorbat 4,0 mg 4,0 mg 2,0 mg
Air 83,3 mg 70,09 mg 46,9 mg
Sumber: Thiem (1986) dalam Ketaren (2005)
Rasa gurih santan disukai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Untuk mendapatkan rasa yang gurih pembuatan santan kelapa dalam pangan
biasanya dengan menambah air sebanyak setengah dari volume parutan kelapa.
Hampir semua masakan khas Indonesia selalu menggunakan santan, misalnya
rendang, sayur lodeh, kolak, kari, opor, kue-kue, dan nasi uduk (Koswara 2006).
2.2.3. Pengolahan kelapa
Santan cair adalah produk cair yang diperoleh dengan menyaring daging
buah kelapa (Cocos nucifora) dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan
makanan yang diizinkan (SNI 01-3816-1995). Pemanfaatan buah kelapa harus
diikuti dengan penanganan pascapanennya, seperti pengawetan, pengemasan, dan
penyimpanan, karena buah mudah rusak. Teknologi pengolahan buah kelapa
muda yang dapat mempertahankan daya simpannya sebenarnya telah tersedia,
baik untuk yang masih utuh maupun yang sudah diolah menjadi produk baru.
Teknologi ini memberi peluang bisnis kelapa muda terutama di kota-kota besar
(Anonim 2007b).
2.3. Stabilitas
Stabilitas merupakan kemampuan larutan untuk bercampur secara merata.
Setiap partikel dalam larutan akan memiliki karakteristik kohesif atau adesif.
Kemampuan untuk bersifat kohesif inilah yang akan menentukan kualitas
homogenasi dari sebuah larutan. Larutan dengan partikel lain jenis terpisah (lebih
bersifat adesif) dapat dicampur salah satunya dengan menggunakan penstabil
(hidrokoloid) sehingga tingkat homogenasinya jadi lebih baik (Anonim 2008).
Sifat stabilitas ini terkait dengan sifat kelarutan karagenan. Karakteristik
daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus
estersulfatnya. Jenis sodium pada umumnya lebih mudah larut, sedangkan jenis
potasium lebih sukar larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk
mengubahnya menjadi larutan (Purnama 2003).
2.4. Ketengikan (Rancidity)
Minyak atau lemak merupakan trigliserida yang terdiri dari satu gliserol
dan tiga gugus asam lemak. Jenis asam lemak ini bermacam-macam tergantung
dari jumlah karbon (C) yang dimiliki (panjang pendeknya rantai) dan jenis ikatan
antar karbon. Asam lemak ini mudah mengalami perubahan oleh adanya reaksi
dengan oksigen sehingga menghasilkan ketengikan yang tidak dikehendaki
(Wahid 2007).
Tipe ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu:
1). ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity); 2). ketengikan oleh enzim
(enzymatic rancidity); dan 3). ketengikan oleh proses hidrolisis (hidrolitic
rancidity). Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh pada asam lemak. Pada suhu
kamar sampai pada suhu 100 oC, Setiap satu ikatan tidak jenuh dapat
mengabsorbsi dua atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida
yang bersifat labil. Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling penting
adalah disebabkan oksigen udara terhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh
mikroba hanya dapat terjadi jika terdapat air, senyawa nitrogen dan garam
mineral, oksidasi oleh oksigen udara terjadi spontan jika bahan yang mengandung
lemak dibiarkan kontak dengan udara (Ketaren 2005). Batas maksimum kadar
TBA untuk hasil pertanian adalah 1-2 mg malonaldehida/kg (Chen et al. 1996).
2.5. Antioksidan
Antioksidan ada yang sintetis dan ada yang alami. Salah satu contoh dari
antioksidan sintetis adalah BHT (Butylated hydroxytoluene) (Wahid 2007).
Antioksidan yang berasal dari bahan sintetis memiliki sifat pencegahan
ketengikan yang lebih tahan lama dan stabil, terutama pada suhu dan cahaya yang
ekstrim. Namun dari sudut kesehatan, bahan tersebut bisa mendatangkan efek
negatif, seperti munculnya penyakit kanker dan gangguan liver, terutama untuk
penggunaan di atas ambang batas. Berdasarkan FDA (Food Drugs
Administration) batas maksimum penggunaan BHT sebesar 200 ppt (Helmenstine
2001). Struktur kimia BHT dapat dlihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Struktur kimia BHT (Butylated hydroxytoluene) (http://chemistry.about.com)
Karakteristik BHT secara kimia dikenal sebagai 3,5-di-tert-butyl-4-
hydroxytoluene, methyl-di-tert-butylphenol, atau 2,6-di-tert-butyl-para-cresol
dengan susunan rantai karbon C15H24O dan berbentuk serbuk putih. BHT dapat
menghambat reaksi oksigen dengan lemak, biasanya digunakan sebagai zat aditif.
BHT biasanya digunakan pada lemak dan minyak, bahan kosmetik, dan obat-
obatan (Helmenstine 2001).
Komponen lain yang juga sering digunakan sebagai antioksidan adalah
hasil ekstraksi dari bahan alami. Karena berasal dari bahan alami, maka
antioksidan ini jauh lebih aman dan bersahabat. Relatif tidak ada efek negatif
yang muncul dari bahan tersebut yang bisa mengganggu kesehatan manusia.
Namun demikian, efektivitas dan stabilitas bahan alami ini masih kalah
dibandingkan dengan antioksidan yang berasal dari bahan sintetis. Biasanya ia
tidak tahan terhadap suhu tinggi dan pencahayaan langsung. Oleh karena itu daya
tahan simpan minyak dan makanan berlemak yang menggunakan antioksidan
tersebut biasanya lebih rendah dan tidak boleh terkena sinar langsung (Wahid
2007).