2. laporan pendahuluan katarak
DESCRIPTION
Pengertian,Etiologi, PatofisiologiTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK
A. DEFINISI
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan lensa yang dapatterjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya.
(Tamsuri Anas, 2011: 54)
Katarak merupakaan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa di dalam kapsul lensa atau suatu keadaan patologik lensa dimana lensa
menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein. Kekeruhan dapat
terjadi akibat gangguan metabolism normal lensa yang dapat timbul pada berbagai
usia tertentu. (Ilyas, 2005: 128).
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau
kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang
lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga
menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin, 2009).
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak
merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan
lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau
kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman
penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa
rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini
terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai
usia tertentu (Iwan,2009)
B. KLASIFIKASI PENYAKIT
1. Katarak primer
a. Karatak kongenital
Terjadi sebelum dan segera setelah bayi lahir. Katarak kongenital dianggap sering
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit:
1) Rubella
2) Galaktosemi
3) DM
b. Katarak juvenil
Merupakan lanjutan di katarak kongenital, terbentuk pada usia 3 bulan sampai
dengan 9 tahun.
c. Katarak senil
Katarak yang terdapat pada usia di atas 50 tahun. Berdasarkan kekeruhan pada lensa,
maka katarak senil dibedakan atas:
1) Katarak Insipien
Kekeruhan berupa bercak-bercak seperti biji dengan dasar di perifer dan
daerah jernih diantaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior atau
posterior.
2) Katarak Immature
Kekeruhan yang belum mengenai seluruh lapisan lensa, sehingga masih
ditemukan bagian-bagian yang jernih. Kekeruhan terdapat pada bagian
posterior dan belakang nukleus lensa
3) Katarak Matur
Kekeruhan yang telah mengenai seluruh massa lensa. Sehingga semua sinar
yang melalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa.
4) Katarak Hipermatur
Korteks lensa mencair sehingga nukleus lensa turun, terjadi kerusakan kapsul
lensa sehingga isi korteks yang mencair keluar dari lensa menjadi kempis.
2. Katarak sekunder
Katarak sekunder (komplikata) adalah katarak yang terjadi akibat penyakit lain
atau setelah trauma yang memecah lensa. Penyebab katarak sekunder (komplikata) yaitu:
a. Penyakit mata (yang menyebabkan katarak monokuler)
1) Uveitis
2) Glaucoma
3) Miopi maligna
4) Ablasio retina yang lama
b. Penyakit sistemik
1) Galaktosemia
2) Diabetes Mellitus
3) Tetani akibat insufisiensi gland; paratiroid pasca bedah struma
c. Trauma
1) Trauma fisik
a) Trauma tumpul, menyebabkan katarak:
b) Vissious ring
c) Berbentuk roset (bintang)
d) Katarak zonular (malelar)
e) Katarak kapsula lentis yang keriput.
f)Trauma tajam (tembus)
2) Trauma radiasi
3) Trauma toksik
C. PENYEBAB
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat menderita katarak
yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan didalam kehamilan.
keadaan ini disebut sebagai katarak kongengital. Penyebab katarak lainnya adalah:
1. Faktor keturunan
2. Cacat bawaan sejak lahir
3. Masalah kesehatan,misal diabetes
4. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid
5. Gangguan metabolisme seperti DM
6. Gangguan pertumbuhan
7. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam jangka waktu lama
8. Rokok dan alcohol
9. Operasi mata sebelumnya
10. Trauma pada mata
D. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif
(seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat
asap dan pupil mata bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang
pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di
negatif (-). Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan
dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Peka terhadap sinar atau cahaya.
3. Dapat melihat dobel pada satu mata.
4. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.
1. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh.
Otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter
anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya
refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus keretina.
2. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat
Otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang
elastic kemudian memmpengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh
peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologik antara korpus sillaris, zonula, dan
lensa untuk memfokuskan benda dekat keretina disebut sebagai akomodasi, seiring
dengan pertambahan usia, kemampuan dalam refraksi lensa perlahan lahan akan
berkurang, disebabkan karena perubaahan kimia dalam protein lensa sehingga
terjadi koagulasi yang mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya keretina.
Lensa mata yang normal maka akan transparan dan mengandung banyak air,
sehingga cahaya dapat menembusnya dengan mudah. tapi setelah mengalami gangguan
maka lensa akan mengalami kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomaligeometri. Pada
orang yang mengalami lensa katarak memiliki cirri berupa edema lensa,perubahan
protein, peningkatan proliferrasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat serat lensa.
Secara umum edema lensa berfariasi sesuai stadium perkembangan katarak.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona central terdapat nucleus,
di perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein
pada lensa mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi coklat kekuningan. Di
sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas
pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti
kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multiple, memanjang dari badan silier ke sekitar daerah
lensa mengakibatkan penglihatan distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagolasi, sehingga mengakibatkan pandangan berkabut.Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa yang
mengakibatkan patahnya serabut lensa yang tegang sehingga mengganggu transmisi
sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim tertentu mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi, jumlah enzim ini akan menurun dengan
bertambahnya usia. Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya
katarak antara lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet dan
malnutrisi.
F. PEMERIKSAAN
1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi
terbaik serta menggunakan pinhole.
b. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
c. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau
Schiotz
d. Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan
tetes mata Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan
pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah
sesuai dengan visus pasien.
1) Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12,
tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks
fundus masih mudah diperoleh. Usia penderitanya biasanya kurang dari
50 tahun.
2) Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara
6/12 – 6/30, tampak nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan.
Refleks fundus masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan
gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.
3) Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara
6/30 – 3/60, tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan
korteks yang berwarna keabu-abuan
4) Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak
nukleus berwarna kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai
5) Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih
jelek. Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus
berawarna kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak ini sangat
keras dan disebut juga sebagai Brunescence cataract atau black
cataract.
e. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan.
f. Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain
pada mata selain katarak.
g. Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan
dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam
penglihatan setelah operasi.
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Ketajaman Penglihatan
Cara termudah mengkaji penglihataan jarak dekat adalah dengan
meminta klien membaca materi yang dicetak dibawah pencahayaan yang
adekuat. Jika klien memakai kacamata ,kacamata dipakai saat pemeriksaan.
Pemeriksaan penglihatan jarak jauh dengan menggunakan snellen
chart. Klien diminta duduk atau berdiri 6,1 m dari snellen chart untuk
membaca semua huruf dimulai dari garis mana saja, pertama dengan kedua
mata terbuka kemudian denggan satu mata tertutup dan minta klien tidak
menekan mata. Skor ketajaman penglihatan dicatat untuk setiap mata dan
kedua mata. Mata normal dapat membaca bagan dengan perbandingan 20/20.
b. Gerakan Ekstraokuler
Meminta klien untuk menatap kekiri dan kekanan,atau minta klien
duduk dan perawat mengangkat jari pada jarak (15-30 cm)lalu pasien
mengikuti gerakan jari hanya dengan mata.
c. Lapang Pandang
Pada saat seseorang memandang lurus kedepan,semua benda dibagian
tepi normalnya dapat terlihat tanpa mata bergerak mengikuti benda
(pandangan lurus).
d. Stuktur Mata Ekstre
1) Posisi dan kesejajaran mata
a) Adakah tonjolan (eksoftalamus)
b) Tumor atau inflamasi
2) Alis
a) Simetris
b) Distribusi rambut
3) Kelopak mata
a) Posisi, warna, kondisi permukaan, dan arah bulu mata
b) Kemampuan klien untuk meembuka, menutup dan berkedip.
4) Aparatus Laktrimal
a) Inspeksi : adanya edema atau kemerahan
b) Palpasi : normalnya tidak teraba
5) konjungtiva dan sclera
a) konjungtiva : kemerahan
b) sclera : putih
6) Kornea
Bagian mata yang transparan,tidak berwarna,menutupi pupil dan iris
7) Pupil dan iris
a) Pupil normal : hitam,bulat,regular,sama ukurannya
b) Iris :jernih
c) PERRLA (pupil sama,bulat,reaktif thd cahaya dan akomodasi )
8) Struktur Interna Mata
Bagian interna mata tidak dapat diobservasi tanpa bantuan alat
untuk menerangi struktur strukturnya yaitu oftalmoskop,digunakan untuk
menginspeksi fundus yang mencakup retina,koroid,discus saraf
optikus,macula,fovea sentralis,dan pembuluh retina.
G. PENATALAKSANAAN
1. Secara Medis
Solusi untuk menyembuhkan penyakit katarak secara medis umumnya dengan
jalan operasi.penilaian bedah didasarkan pada lokasi,ukuran dan kepadatan
katarak.Katarak akan dibedah bila sudah terlalu luas mengenai bagian dari lensa mata
atau katarak total.Lapisan mata diangkat dan diganti lensa buatan(lensa
intraokuler).pembedahan katarak bertujuan untuk mengeluarkan lensa yang
keruh.Lensa dapat dikeluarkan dengan pinset atau batang kecil yang
dibekukan.kadang kadang dilakukan dengan menghancurkan lensa dan mengisap
keluar.Adapun tekhnik yang digunakan pada operasi katarak adalah :
a. FAKOEMULSIFIKASI
Merupakan teknologi terkini,hanya dengan melakukan sayatan (3mm)
pada kornea. Getaran ultrasonic pada alat fakoemulsifikasi dipergunakan
untuk mengambil lensa yang mengalami katarak,lalu kemudian diganti
dengan lensa tanam permanent yang dapat dilipat. Luka hasil sayatan pada
kornea kadang tidak memerlukan penjahitan, shg pemulihan penglihatan
segera dapat dirasakan. Teknik fakoemulsifikasi memakan waktu 20-30
menit dan hanya memerlukan pembiusan topical atau tetes mata selama
operasi.
b. EKSTRA KAPSULER
Dengan teknik ini diperlukan sayatan kornea lebih panjang, agar
dapat mengeluarkan inti lensa sec utuh, kemudian sisa lensa dilakukan
aspirasi. Lensa mata yang telah diambil digantikan dengan lensa tanam
permanent. Diakhiri dengan menutup luka dengan beberapa jahitan.
1) Ekstra Capsular Catarak Ekstraktie(ECCE)
Korteks dan nucleus diangkat, kapsul posterior ditinggalkan untuk
mencegah prolaps vitreus, melindungi retina dari sinar ultraviolet dan
memberikan sokongan untuk implantasi lensa intra okuler.
2) Intra Capsular Catarak Ekstraktie(ICCE)
Lensa diangkat seluruhnya. Keuntungannya prosedur mudah dilakukan.
Kerugiannya mata berisiko mengalami retinal detachment (lepasnya
retina )
2. Terapi
Obat tetes mata dapat digunakan sebagai terapi pengobatan. Ini dapat
diberikan pada pasien dengan katarak yang belum begitu parah. Senyawa aktif dalam
obat tetes mata dari keben yang bertanggung jawab terhadap penyembuhan penyakit
katarak adalah saponin. Saponin ini memiliki efek meningkatkan aktifitas proteasome
yaitu protein yang mampu mendegradasi berbagai jenis protein menjadi polipeptida
pendek dan asam amino. Karena aktivitas inilah lapisan protein yang menutupi lensa
mata penderita katarak secara bertahap “dicuci” sehingga lepas dari lensa dan keluar
dari mata berupa cairan kental berwarna putih kekuningan.
H. KOMPLIKASI PEMBEDAHAN
1. Luka yang tidak sempurna menutup
2. Edema kornea
3. Inflamasi dan uveitis
4. Atonik pupil
5. Papillary captured
6. Kekeruhan kapsul posterior
7. TASS (toxic anterior segment syndrome)
8. Ablasio retina
9. Endoftalmus
10. Sisa massa lensa
I. PENCEGAHAN
Perawat sebagai anggota penting tim perawatan kesehatan, dan sebagai pendidik
dan praktiksi kebiasaan kesehatan yang baik, dapat memberikan pendidikan dalam hal
asuhan mata, keamanan mata, dan pencegahan penyakit mata. Perawat dapat mencegah
membantu orang belajar bagaimana mencegah kontaminasi silang atau penyebaran
penyakit infeksi kepada orang lain melalui praktek higiene yang baik. Perawat dapat
mendorong pasien melakukan pemeriksaan berkala dan dapat merekomendasikan cara
mencegah cedera mata.
Kapan dan seringnya mata seseorang harus diperiksa tergantung pada usia pasien,
faktor resiko terhadap penyakit dan gejala orkuler. Orang yang mengalami gejala orkuler
harus segera menjalani pemeriksaan mata. Mereka yang tidak mengalami gejala tetapi
yang berisiko mengalami penyakit mata orkuler harus menjalani pemeriksaan mata
berkala. Pasien yang menggunakan obat yang dapat mempengaruhi mata, seperti
kortekosteroid, hidrokksikloroquin sulfat, tioridasin HCI, atau amiodarone, harus
diperiksa secara teratur. Yang lainya harus menjalani evaluasi glaukoma rutin pada usia
35 dan reevaluasi berkala setiap 2 sampai 5 tahun.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KATARAK
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :
2. Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara
langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan
keterangan lain mengenai identitas pasien.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:
a. Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak) .
b. Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah
c. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
d. Perubahan daya lihat warna
e. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan
mata
f. Lampu dan matahari sangat mengganggu
g. Sering meminta ganti resep kaca mata
h. Lihat ganda
i. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
j. Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti
a. DM
b. hipertensi
c. pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko
katarak.
d. Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
e. ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi,
steroid / toksisitas fenotiazin.
f. Kaji riwayat alergi
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress,
B. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa
mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop
sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring ( 45 derajat dari poros
mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang
keruh ( iris shadow ). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur,
sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.
C. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau
penglihatan ke retina ayau jalan optic.
2. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.
3. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik / infeksi
4. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis.
5. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.
D. Diagnosa Keperawatan yang mungkin terjadi (Doenges,2000):
1. Gangguan peersepsi sensori-perseptual penglihatan b.d gangguan penerimaan
sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik dibatasi. Ditandai dengan :
Menurunnya ketajaman penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang.
2. Kecemasan b.d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasive pengangkatan katarak
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d tidak mengenal
sumber informasi, salah intrepetasi, kurangnya mengingat, keterbatasan kognitif
a. PRE OPERATIF
1) Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.
Tujuan : gangguan persepsi sensori teratasi.
Kriteria hasil :
a. Dengan penglihatan yang terbatas klien mampu melihat lingkungan semaksimal
mungkin.
b. Mengenal perubahan stimulus yang positif dan negatif
c. Mengidentifikasi kebiasaan lingkungan.
Intervensi Rasional
1. Orientasikan pasien terhadap
lingkungan aktifitas.
2. Bedakan kemampuan lapang
pandang diantara kedua mata
3. Observasi tanda disorientasi
dengan tetap berada di sisi
pasien.
4. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sederhana
seperti menonton TV, radio, dll
5. Anjurkan pasien
menggunakan kacamata katarak,
cegah lapang pandang perifer
dan catat terjadinya bintik buta.
6. Posisi pintu harus tertutup
terbuka, jauhkan rintangan.
£ Memperkenalkan pada pasien tentang
lingkungan dam aktifitas sehingga dapat
meninggalkan stimulus penglihatan.
£ Menentukan kemampuan lapang pandang
tiap mata
£ Mengurangi ketakutan pasien dan
meningkatkan stimulus.
£ Meningkatkan input sensori, dan
mempertahankan perasaan normal,
tanpa meningkatkan stress.
£ Menurunkan penglihatan perifer dan
gerakan.
£ Menurunkan penglihatan perifer dan
gerakan.
2) Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan
kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.
Tujuan : kecemasan teratasi
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan kekhawatirannya dan ketakutan mengenai pembedahan yang
akan dijalani.
b. Mengungkapkan pemahaman tindakan rutin perioperasi dan perawatan.
Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
relaks, berikan dorongan untuk
verbalisasi dan mendengarkan dengan
penuh perhatian.
2. Yakinkan klien bahwa ansietas
mempunyai respon normal dan
diperkirakan terjadi pada pembedahan
katarak yang akan dijalani.
3. Tunjukkan kesalahpahaman yang
diekspresikan klien, berikan informasi
yang akurat.
4. Sajikan informasi menggunakan
metode dan media instruksional.
5. Jelaskan kepada klien aktivitas
premedikasi yang diperlukan.
6. Diskusikan tindakan keperawatan pra
operatif yang diharapkan.
£ Membantu mengidentifikasi sumber
ansietas.
£ Meningkatkan keyakinan klien
£ Meningkatkan keyakinan klien
£ Meningkatkan proses belajar dan
informasi tertulis mempunyai sumber
rujukan setelah pulang.
£ Pengetahuan yang meningkat akan
menambah kooperatif klien dan
menurunkan kecemasan.
£ S d a
7. Berikan informasi tentang aktivitas
penglihatan dan suara yang berkaitan
dengan periode intra operatif
£ Menjelaskan pilihan memungkinkan
klien membuat keputusan secara
benar.
b. POST OPERATIF
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasive.
Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria hasil : klien melaporkan penurunan nyeri secara progresif dan nyeri terkontrol
setelah intervensi.
Intervensi Rasional
1. Bantu klien dalam
mengidentifikasi tindakan
penghilangan nyeri yang efektif.
2. Jelaskan bahwa nyeri dapat terjadi
sampai beberapa jam setelah
pembedahan.
3. Lakukan tindakan mengurangi
nyeri dengan cara:
- Posisi : tinggikan bagian kepala
tempat tidur, ganti posisi dan tidur,
ganti posisi dan tidur pada sisi yang
tidak dioperasi
1. Membantu pasien menemukan tindakan
yang dapat menghilangkan atau
mengurangi nyeri yang efektif.
2. Nyeri dapat terjadi sampai anestesi
local habis, memahami hal ini dapat
membantu mengurangi kecemasan yang
berhubungan dengan yang tidak
diperkirakan.
3. Latihan nyeri dengan menggunakan
tindakan yang non farmakologi
memungkinkan klien untuk memperoleh
rasa kontrol terhadap nyeri.
- Distraksi
- Latihan relaksasi
4. Berikan obat analgetik sesuai
program
5. Lapor dokter jika nyeri tidak
hilang setelah ½ jam pemberian obat,
jika nyeri disertai mual.
4. Analgesik dapat menghambat reseptor
nyeri.
5. Tanda ini menunjukkan peningkatan
tekanan intra ocular atau komplikasi lain.
2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah
pengangkatan).
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda infeksi tidak terjadi
b. Penyembuhan luka tepat waktu
c. Bebas drainase purulen , eritema, dan demam
Intervensi Rasional
1. Tingkatkan penyembuhan luka
dengan :
- Beri dorongan untuk mengikuti
diet seimbang dan asupan cairan
yang adekuat
- Instruksikan klien untuk tetap
menutup mata sampai hari pertama
setelah operasi atau sampai
£ Nutrisi dan hidrasi yang optimal
meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan, meningkatkan penyembuhan
luka pembedahan.
£ Memakai pelindung mata meingkatkan
penyembuhan dan menurunkan kekuatan
iritasi kelopak mata terhadap jahitan luka.
diberitahukan.
2. Gunakan tehnik aseptic untuk
meneteskan tetes mata :
- Cuci tangan sebelum memulai
- Pegang alat penetes agak jauh
dari mata.
- Ketika meneteskan hindari
kontk antara mata dengan tetesan
dan alat penetes.
3. Gunakan tehnik aseptic untuk
membersihkan mata dari dalam ke
luar dengan tisu basah / bola kapas
untuk tiap usapan, ganti balutan dan
memasukkan lensa bila
menggunakan.
4. Tekankan pentingnya tidak
menyentuh / menggaruk mata yang
dioperasi.
5. Observasi tanda dan gejala
infeksi seperti : kemerahan,
kelopak mata bengkak, drainase
purulen, injeksi konjunctiva
(pembuluh darah menonjol),
peningkatan suhu.
6. Anjurkan untuk mencegah
£ Tehnik aseptic menimalkan masuknya
mikroorganisme dan mengurangi infeksi.
£ Tehnik aseptic menurunkan resiko
penyebaran infeksi/.bakteri dan
kontaminasi silang.
£ Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi
operasi.
£ Deteksi dini infeksi memungkinkan
penanganan yang cepat untuk
meminimalkan keseriusan infeksi.
£ Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan
ketegangan pada jahitan dengan
cara : menggunakan kacamata
protektif dan pelindung mata pada
malam hari.
7. Kolaborasi obat sesuai indikasi :
- Antibiotika (topical, parental
atau sub conjunctiva)
- Steroid
interupsi, menciptakan jala masuk untuk
mirkoorganisme
£ Sediaan topical digunakan secara profilaksis,
dimana terapi lebih agresif diperlukan bila
terjadi infeksi
£ Menurunkan inflamasi
3) Gangguan sensori – perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/ status organ indera, lingkugan secara terapeutik dibatasi,
ditandai dengan :
a. Menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan.
b. Perubahan respo biasanya terhadap rangsang.
Hasilnya yang diharapkan :
a. Meningkatkan ketajaman penglihatn dalam batas situasi individu
b. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
Intervensi Rasional
1. tentukan ketajaman penglihatan, catat
apakah satu atau kedua mata terlibat
2. orientasi pasien terhadap lingkungan,
staf/ orang lain di area
o Kebutuhan individu dan pilihan
intervensi dan pilihan intervensi
bervariasi sebab kehilangan penglihatan
terjadi lambat dan progresif.
o Memberikan peningkatan kenyamanan
dan kekeluargaaan, menurunkan cemas
3. observasi tanda-tanda dan gejala-gejala
disorientasi, pertahankan pengamanan
tempat tidur sampai benar-benar sembuh
dari anesthesia.
4. ingatkan klien menggunakan kacamata
katarak yang tujuannya memperbesar ±
25%, penglihatan perifer hilang
dan disorientasi pasca operasi.
o Terbangun dalam lingkungan yang tak
dikenal dan mengalami keterbatasan
penglihatan dapat mengakibatkan
bingung pada orangtua.
Perubahan ketajaman dan kedalaman
persepsi dapat menyebabkan bingung /
meningkatkan resiko cedera sampai
pasien belajar untuk mengkompensasi.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi, ditandai dengan klien kurang mengikuti instruksi, sering
bertanya terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan berupa HE diharapkan klien mengerti dengan
kondisi, prognosis,dan pengobatan.
Kriteria hasil :
a. Dapat melakukan perawatan dengan prosedur yang benar
b. Dapat menyembuhkan kembali apa yang telah dijelasakan.
Intervensi Rasional
1. Kaji informasi tentang kondisi
individu prognosis tipe prosedur,
tipe prosedur lensa.
2. Tekankan pentingnya evaluasi
perawatan. Beritahu untuk
· Meningkatkan pemahaman dan
kerjasama dengan program pasca operasi
· Pengawasan periodic menurun kan
resiko komplikasi serius.
melaporkan penglihatan
berawan.
3. Informasikan kepada klien
untuk menghindari tetes mata
yang dijual bebas.
4. Dorong pemasukan cairan
yang adekuat, makan terserat.
5. Anjurkan klien untuk
menghindari membaca,
berkedip, mengangkat yang
berat, mengejar saat defekasi,
membongkok pada panggul,
meniup hidung penggunaan
spray, bedak bubuk, merokok.
· Dapat bereaksi silang / campur dengan
obat yang diberikan.
· Memertahankan konsistensi faeces
untuk menghindari mengejan
· Aktifitas yang menyebabkan mata lelah
tegang, manuver valsava atau
meningkatkan TID dapat mempengaruhi
hasil operasi dan mencetuskan
perdarahan.
· Catatan : iritasi pernapasan yang
menyebabkan batuk / bersih dapat
meningkatkan TID.
DAFTAR PUSTAKA
1. Khurna A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology,
fourth edition, chapter 20, new delhi, new age limited publisher : 443-446.
2. Marylin E. Doenges. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
3. Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Nico A. Lumenta. 2008. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: Elek Media Komputindo
5. Fadhlur Rahman. 2009. Laporan Kasus Katarak Matur Pada Penderita Diabetes
Mellitus.
6. Nova Faradilla. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Riau: Fakultas Kedokteran
University of Riau
7. Majalah Farmacia Edisi April 2008 , Halaman: 66 (Vol.7 No.9)
8. Sidarta, Ilyas. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto
9. Sidarta, Ilyas. Ihtisar ilmu Penyakit Mata. 2009. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI
10. 10. Hartono. Oftalmoskopi dasar & Klinis. 2007. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press
11.11. Sidarta, Ilyas. Dasar-dasar Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3.
2009. Jakarta: Balai Pustaka FKUI
12. 12. Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery :
250 Consecutive Cases treated at the tertiary referral center in Netherland. American
Journal of ophthalmology. Volume 149 No.3