1440 h / 2019 m j a m b irepository.uinjambi.ac.id/2254/1/shk101170042_intan...abstrak skripsi ini...
TRANSCRIPT
-
Penerapan Mediasi dalam Perkara Perceraian di Jabatan Agama Islam Johor (JAIJ)
Skripsi
PEMBIMBING I: Dr. A.A. Miftah, M.Ag
PEMBIMBING II: Dra.Ramlah, M.P.di, M.Sy
Oleh:
INTAN NADHIRAH BINTI MUSLIM
NIM : SHK 101170042
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
J A M B I
1440 H / 2019 M
-
MOTTO
َ ِ ْ ِ ْ ُ ْ ِ َ َ َ ْ ِ ِ َ َ ْ َ ُ َ َ ِ ْ َ ْ ِ ِ َ َ َ ِ ْ َ ْ ِ َ ِ ْ ُ ِز َ ِ ْ َ ُ َ ِ ُ َ ْ َ ُ َ ِ َ َ َ
َ ِ َ ِ ز
35. Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang
hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang
hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri
itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
v
-
ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk mengungkap kepentingan mediasi dalam mendamaikan pasangan
yang berada dalam gejolak rumah tangga yang berada di ambang perceraian. Seperti yang kita
pelajari, perkara halal yang dibenci oleh Allah adalah perceraian. Jadi dengan adanya Mediasi ini bisa
mengurangkan kadar perceraian yang berlaku. Penelitian ini dilaksanakan di Jabatan Agama Islam
Negeri Johor. Dalam pengambilan data penelitian menggunakan beberapa teknik yaitu wawancara,
observasi dan dokumentasi. Data primer bersumber dari dokumen-dokumen tentang kasus yang dapat
diatasi setelah data terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode kualitatif. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa ta‟liq thalak dan faktor-faktor penyebab perceraian antaranya campur
tangan orang luar, ketidaktanggungjawaban serta tidak diberi nafkah. Di Jabatan Agama Islam Negeri
Johor ini, kasus-kasus yang berbagai itu seupayanya dicarikan jalan untuk menyelesaikan masalah
perceraian itu. Berbagai kendala juga dihadapi oleh para Mediator seperti pasangan tidak
memberikan kerjasama, tidak menghantar wakil serta enggan berdamai. Jadi dengan kebijakan dari
pihak mediator maka kebanyakan kasus dapat diselesaikan dengan lancar. Skripsi ini bertujuan
menjadi bahan rujukan bagi mengetahui proses mediasi.
-
DAFTAR ISI
HALAMANJUDUL………………………………………………………………i
LEMBAR
PERNYATAAN…………………………………………………………………..ii
PERSETUJUAN
PEMBIMBING………………………………………………………………….iii
PENGESAHANPANITIAUJIAN………………………………………………iv
MOTTO………………………………………………………………………....v
ABSTRAK……………………………………………………………................vi
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………..vii
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………….ix
DAFTAR
SINGKATAN……………………………………………………………………xi
DAFTAR
TABEL…………………………………………………………………………xii
DAFTAR
GAMBAR…………………………………………………………………….xiii
-
BAB I : PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah……………………………………………1
B. RumusanMasalah…………………………………………………5
C. BatasanMasalah……………………………………………………6
D. TujuandanKegunaanPenelitian………………………………….6
E. KerangkaTeori……………………………………………………7
F. TinjauanPustaka…………………………………………………20
BAB II : METODE PENELITIAN
A. Pendekatan
Penelitian………………………………………………………… 24
B. JenisdanSumberData………………………………………………25
C. TeknisPengumpulanData…………………………………………..25
D. TeknisAnalisisData…………………………………………………26
E. JadwalPenelitian……………………………………………………27
BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
1. Jabatan Agama Islam Johor (JAIJ).
a. Sejarah……………………………………………………………28
b. Objektif,Misi,Visi……………………………………………….34
c. StrukturOrganisasi………………………………………………34
2. Mahkamah Syariah Johor Bahru
a. Sejarah…………………………………………….. …………..37
b. Objektif,Misi,Visi………………………………………………43
-
BAB IV: PENERAPAN MEDIASI DI JABATAN AGAMA ISLAM JOHOR
(JAIJ)
A. Proses Mediasi dalam menangani permasalahan perceraian di Jabatan
AgamaIslamJohor(JAIJ)....................................................................44
B. Faktor kendala yang mempengaruhi mediasi di Jabatan Agama Islam
NegeriJohor..………………………………………………………48
C. Hubungan antara penerapan mediasi di Jabatan Agama Islam Johor
(JAIJ) ……………………………………………………………..50
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………..61
B. Saransaran……………………………………………………61
C. KataPenutup…………………………………………………62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam melayari bahtera rumahtangga, kadang kala terasa bahagia dan
adakalanya terjadi konflik. Umpama air laut, ada pasang surutnya, ada masa
tenangnya dan ada masa gelisah dilanda ombak yang begitu kuat
menghempas.Sebagaimana pepatah Melayu mengatakan lidah dan gigi lagikan
tergigit inikan pula pasangan suami istri. Walau bagaimana hebat cinta yang
dibina dan erat kasih sayang yang dijalin, seperti juga hubungan di antara lidah
dan gigi, walau rapat sekalipun, namun tergigit juga.
Pertikaian kecil atau ada rasa tidak puas hati di antara suami isteri memang
perkara yang mudah berlaku. Tapi jika dibiarkan dan tidak diberantas segera,
permasalahan kecil akan menjadi semakin besar dan akhirnya mengakibatkan
kehancuran rumah tangga. Seperti ombak kecil, ia hanya akan mengguncang
kapal, akan tetapi jika ombak mulai mengganas kapal juga bisa ditenggelaminya.
Pertikaian atau rasa tidak puas hati jangan dibiarkan. Tapi sebaiknya hendaklah
segera diberantas dan dibaiki oleh kedua belah pihak agar jangan sampai penyakit
yang sudah kritis baru tercari-cari akan ubatnya.1
Dalam hubungan laki-laki dengan perempuan, Allah memberi jalan agar
kedua-dua makhluk yang berbeda kelamin hidup aman damai, bahagia dan
berkasih sayang, dan pernikahan itu juga membuatkan jiwa lebih tenteram.Semua
makhluk dimuka bumi ini pastinya menginginkan keharmonian dan kedamaian
dalam kehidupan mereka, begitu juga dengan pasangan yang telah membina
1 H.S.A Al Hamdani, Risalah Nikahi, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm. 6
-
sesebuah ikatan pernikahan, sudah semestinya mereka mengharapkan rumah
tangga yang tenang, harmonis dan bahagia.
Justeru itu kebahagiaan dalam rumah tangga amat berharga untuk kita
miliki. Kerana kasih sayang dalam rumah tangga akan dapat meletakkan hati dan
fikiran kita dalam keadaan damai. Oleh yang demikian, pasangan seharusnya
perlu mengelak daripada berlakunya perkelahian/percekcokan di dalam rumah
tangga. Jika dibiarkan berlarutan pasti akan menuju kepada kemusnahan yang
akan mengakibatkan penceraian.Penceraian adalah merupakan suatu perbuatan
yang tidak digalakkan oleh Islam malahan ia juga tidak disukai oleh Allah S.W.T
akan tetapi ia merupakan sesuatu yang halal disisiNya.
Apabila wujud sebarang perselisihan di antara pasangan suami isteri,
hendaklah mereka berusaha untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, Allah
S.W.T telah menganjurkan agar membina sebuah organisasi atau badan yang
terdiri daripada wakil dari kedua belah pihak yang sedang bercekcok itu. Secara
tidak langsung mediator ini dapat mengurangkan kasus krisis rumah tangga.
Firman Allah S.W.T:
ُ َ ِِّ َُّ َ ْ َ ُ َ ِ َّ ََّ َ َ ِ ْ َ ِ ْ ُ ِز َ ِ ْ َ ْ ِ َ ِ ْ َ ْ ِ ِ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ِ ْ ِ ْ ُ ْ ِ َ َ َ ْ ِ ِ َ
َ ِ ز َ ِ
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan.Jika kedua orang hakam itu bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri
itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.2
2 An-Nisa‟(4): (35)
-
Bagi Pengadilan Agama yang bertugas menangani perkara-perkara orang
Islam3, dimana salah satunya adalah perkara perceraian, mediasi memberikan
keuntungan dengan semakin bervariasinya bentuk-bentuk upaya damai yang dapat
ditawarkan dalam rangka menghindari terjadinya perceraian. Sebelum berlakunya
PERMA tersebut, telah ada upaya damai yang dilakukan oleh hakim saat dan
selama memeriksa perkara.
Dalam teknis pelaksanaannya, mediasi biasa ditempatkan sebagai forum
untuk mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan terjadinya islah
(perdamaian) di antara suami isteri sehingga diharapkan diperoleh suatu
perubahan sikap di antara mereka dan perceraian sebagai alternatif penyelesaian
masalah rumah tangga dapat diurungkan. Mengingat Pengadilan Agama
menganut asas mempersulit terjadinya perceraian yang tertulis dalam Undang
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan4, dan perceraian adalah suatu
hal yang meskipun diperbolehkan tetapi dibenci oleh Allah. Gambaran umum
tentang pelaksanaan mediasi tersebut digunakan dalam merumuskan kriteria
keberhasilan mediasi, yakni apabila pihak berperkara bersedia secara sukarela
rukun kembali dan selanjutnya mencabut perkaranya, karena perkara yang
menyangkut status seseorang seperti dalam hal perkara perceraian, apabila terjadi
perdamaian tidak perlu dibuat akta perdamaian yang dikuatkan dengan putusan
perdamaian, dengan alasan tidak mungkin dibuat suatu perjanjian/ketentuan yang
melarang seseorang melakukan perbuatan tertentu, seperti melarang salah satu
pihak meninggalkan tempat tinggal bersama.
Di sisi lain terdapat pandangan yang berbeda terkait penentuan kriteria
keberhasilan mediasi perkara perceraian. Meskipun terjadi perceraian, ketika
proses perceraian berjalan dengan lancar karena para pihak sudah merelakan dan
masalah-masalah akibat perceraian seperti nafkah anak, istri, pembagian harta
bersama, mut‟ah, hak asuh anak berhasil mencapai kesepakatan, maka proses
3 Pasal 1 ayat 1 UU No. 50 Tahun 2009, perubahan atas UU No.3 Tahun 2006 perubahan atas UU
No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama 4 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010)
-
mediasi juga dikatakan berhasil. Prinsip pokoknya tasrihun bima’rufin /kebaikan
bagi semua, seperti yang dijelaskan dalam Al Qur‟an surat Al Baqarah ayat 231:
َط ْ ُ ُ ٱ َسٓ َء َ َ َ ْغَ َ َجَ ُ َ َأْ ِسُ ُ ِ َ ْ ُز ٍف َ ْ َسز ُ ُ ِ َ ْ ُز ٍف ۚ َ َ َ ِ َذ
َت ِخُذٓ ۟ َء َ َِٰت ٱ ِ ُ ُز ۚ َ ْ َ ْل َذَِٰ َك َ َ ْ َظَ َ َنْ َسُ ۥ ۚ َ َ َ ْ َ ُ ۟ ۚ َ َ ُتْ ِسُ ُ ِضَز ر
ُ ۟ ٱ َ َ ٱْ َ ُ ٓ ۟ ِ ِ ۦ ۚ َ ٱت َ ٱْ ِ َ َِٰب َ ٱْ ِحْ َ ِة َ ِ ُظُ َ ٱْذُ ُز ۟ ِنْ َ َت ٱ ِ َ َ ْ ُ ْ َ َ ٓ َ نَزَل َ َ ْ ُ
َ ٱ َ ِ ُ ل َ ْىٍء َ ِ ٌ
Artinya:“Apabila kamu mentalak isteri-isteri (kamu), lalu mereka (hampir)
mendekati akhir iddahnya, maka bolehlah kamu pegang mereka (rujuk) dengan
cara yang baik atau melepaskan mereka dengan cara yang baik. Dan janganlah
kamu pegang mereka (rujuk semula dengan maksud memberi mudarat, kerana
kamu hendak melakukan kezaliman (terhadap mereka), dan sesiapa yang
melakukan demikian maka sesungguhnya dia menganiaya dirinya sendiri. dan
janganlah kamu menjadikan ayat-ayat hukum Allah itu sebagai ejek-ejekan (dan
permainan). Dan kenanglah nikmat Allah yang diberikan kepada kamu, (dan
kenanglah) apa yang diturunkan kepada kamu yaitu Kitab (Al-Quran) dan ilmu
hikmat, untuk memberi pengajaran kepada kamu dengannya. Dan bertaqwalah
kepada Allah serta ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan tiap-
tiap sesuatu.”5
Di Malaysia terdapat satu badan khusus yang berperan sebagai badan yang
berwenang untuk menangani permasalahan-permasalahan rumahtangga
khususnya di Negeri Johor. Badan yang berwenang tersebut yaitu mediator yang
terdapat dalam Bahagian Pentadbiran Undang-Undang Syariah bertempat di
Pejabat Agama Islam Negeri Johor (JAIJ). Menurut penulis terdapat kasus sudah
dapat ditangani oleh mediator tersebut. Tugas mediator ini bermula setelah
mendapat arahan dari mahkamah, mediator ini akan menjalankan tanggungjawab
sebagai perunding dan akan menyelesaikan persengketaan keluarga mengikut
proses dan prosedur yang telah ditetapkan. Dalam kasus mediasi ini dapat dilihat
5 Al-Baqarah (2):(231)
-
di dalam enakmen 17 fasal 47 Undang-undang Keluarga Islam (Negeri Johor)
2003.
Berpijak dari masalah inilah, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih
mendalam sejauhmana penerapan mediasi ini dalam menangani kasus perceraian
yang penulis angkat sebagai salah sebuah karya tulis ilmiah yang berbentuk
skripsi dengan judul “Hubungan Penerapan Mediasi di Jabatan Agama Islam
Johor (JAIJ) dengan Penyebab Tingginya Tingkat Perceraian di Mahkamah
Syariah Johor Bahru‟‟
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari perbahasan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa yang
menjadi rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah seperti
berikut :
1. Bagaimana proses mediasi dalam menangani permasalahan perceraian di
Jabatan Agama Islam Johor (JAIJ)?
2. Faktor kendala apakah mempengaruhi mediasi di Jabatan Agama Islam
Johor (JAIJ)?
3. Bagaimanakah hubungan antara penerapan mediasi di Jabatan Agama
Islam Johor (JAIJ) ?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan judul yang penulis angkat maka bahasan yang menjadi
tumpuan utama dari karya ilmiah ini agar tidak terjadi kesalahan tanggapan dalam
pembahasan, baik terhadap penulis sendiri maupun para pembaca, maka dalam
penulisan ini penulis hanya memfokuskan kepada penerapan mediasi dari sudut
peranan dan fungsinya di dalam menyelesaikan kasus perceraian yang berlaku di
Negeri Johor, Malaysia dari tahun 2016-2019. Dari peranan tersebut dapat
diketahui keberkesanan terhadap Penerapan Mediasi dalam Perkara Perceraian di
Jabatan Agama Islam Johor (JAIJ).
-
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dinyatakan sebelumnya, maka terdapat
beberapa tujuan dan kegunaan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Tujuan Penelitian
a) Meneliti proses mediasi dalam menangani permasalahan perceraian di
Jabatan Agama Islam Johor (JAIJ).
b) Mengetahui faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat perceraian di
Mahkamah Syariah Johor Bahru.
c) Mengkaji hubungan antara penerapan mediasi di Jabatan Agama Islam
Johor (JAIJ) beserta faktor penyebab peningkatan tahap perceraian di
Mahkamah Syariah Johor Bahru.
2. Manfaat Penelitian
a) Sebagai panduan terhadap diri penulis dan pencerahan kepada masyarakat
agar mampu menangani kekecohan (chaos) yang ditimbulkan oleh suatu
sengketa daripada kedua belah pihak demi masa depan yang harmonis.
b) Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berguna
bagi mediator dan dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan mediasi
khususnya mediasi perkara perceraian dalam rangka mewujudkan
keadilan.
E. Kerangka Teori
Teori merupakan serangkaian pernyataan sistematik yang bersifat abstrak
tentang subjek tertentu. Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian lapangan
-
(field research) dan jenis penelitian pustaka (library research) Kerangka teori
yang digunakan dalam penelitian adalah teori mediasi dan perceraian.6
1. Mediasi
Pengertian Mediasi Secara etimologi (bahasa) mediasi berasal dari bahasa
latin yaitu “mediare” yang berarti ditengah atau berada ditengah, karena orang
yang melakukan mediasi (mediator) harus berada ditengah orang yang
bertikai.7Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak
ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang
membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang
diterima oleh kedua belah pihak. Jadi mediator itu harus berada pada posisi netral
dan tidak memihak pada salah satu pihak dalam penyelesaian sengketa.8 Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata „mediasi‟ diberi arti sebagai proses pengikut
sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan.9 Menurut Syahrizal
Abbas penjelasan mediasi dari sisi kebahasaan lebih menekankan pada
keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk
menyelesaikan perselisihannya. Penjelasan ini sangat penting guna untuk
membedakan dengan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya.10
Menurut Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di
luar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersikap
netral (non-intervensi) dan tidak berpihak (impartial) kepada pihak-pihak yang
bersengketa. Pihak ketiga tersebut disebut “mediator” atau “penengah” yang
tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan
masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan.
Dengan perkataan lain, mediator di sini hanya bertindak sebagai fasilitator saja.
6 Sayuti Una.,MH, Pedoman Penulisan Skripsi (Jambi: Syariah Press, 2014), hlm.25
7 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2003), hlm. 79 8 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika,
2014), hlm 24 9 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia,( Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998), hlm. 569 10
Syahrizal abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 3
-
Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa
yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan
bersama. Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator, tetapi di tangan
para pihak yang bersengketa.
Dalam hukum Islam secara terminologis perdamaian disebut dengan
istilah Shulhu/Islah yang menurut bahasa adalah memutuskan suatu
persengketaan. Dan menurut syara‟ adalah suatu akad dengan maksud untuk
mengakhiri suatu persengketaan antara dua pihak yang paling bersengketa. Dalam
penerapan yang dapat difahami adalah suatu akad dengan maksud untuk
mengakihiri suatu persengketaan antara dua orang yang saling bersengketa yang
berakhir dengan perdamaian. Ash Shulhu berasal dari bahasa Arab yang berarti
perdamaian, penghentian perselisihan, penghentian peperangan.
Dalam naskah akademis mediasi yang diterbitkan puslitbang hukum dan
peradilan Mahkamah Agung RI Tahun 2007 dijelaskan bahwa mediasi adalah
proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak-pihak ketiga yang tidak
memihak bekerjasama dengan pihak-pihak yang bersengketa membantu
memperoleh kesepakatan yang memuaskan. Hal tersebut berbeda dengan proses
litigasi ataupun arbitrase, mediator tidak mempunyai wewenang untuk
memutuskan sengketa. Mediator hanya membantu para pihak untuk
menyelesaiakan sengketa yang dipercayakan kepadanya. Pengertian mediasi
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas
kesukarelaan melalui suatu perundingan.
b. Mediator yang terlibat bertugas membantu para pihak yang bersengketa
untuk mencari penyelesaian.
c. Mediator yang terlibat harus diterima oleh para pihak yang bersengketa.
-
d. Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan
selama perundingan berlangsung.
e. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang
dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa dengan tujuan:
1. Menghasilkan suatu rencana kesepakatan kedepan yang dapat diterima dan
dijalankan oleh para pihak yang bersengketa
2. Mempersiapkan para pihak yang bersengketa untuk menerima konsekuensi
dari keputusan-keputusan yang mereka buat.
3. Mengurangi kekhawatiran dan dampak negatif lainnya dari suatu konflik
dengan cara membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai
penyelesaian secara konsensus.11
Menurut pendapat Moore C.W dalam naskah akademis mediasi, mediasi
adalah interensi terhadap suatu sengketa atau negoisasi oleh pihak ketiga yang
dapat diterima, tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam
memantau para pihak yang berselisih dalam upaya mencari kesepakatan secara
sukarela dalam menyelesaikan Peraturan Mahkamah Agung kesalahan yang
disengketakan.12
Di Indonesia, pengertian mediasi secara lebih konkrit dapat ditemukan
dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No.01 Tahun 2008 bahwa: “mediasi
adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”. Dari ketentuan Pasal 1
Perma dapat dipahami bahwa esensi dari mediasi adalah perundingan antara para
pihak bersengketa yang dipandu oleh pihak ketiga (mediator). Perundingan akan
menghasilkan sejumlah kesepakatan yang dapat mengakhiri persengketaan.
Dalam perundingan akan dilakukan negosiasi antara para pihak mengenai
kepentingan masing-masing pihak yang dibantu oleh mediator.
11
Mahkamah Agung RI, Naskah Akademis Mediasi, (Jakarta: Badan Litbang Diklat Kumdil
Mahkamah Agung RI, 2007), hlm. 35 12
A.N. Susanti, Naskhah Akademis Mediasi, (Jakarta: Mahkamah Agung R.I. 2007), hlm 1
-
Konsep Perceraian
1. Pengertian Perceraian
Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perihal bercerai
antara suami istri, yang kata bercerai itu sendiri artinya menjatuhkan talak atau
memutuskan hubungan antara suami istri. Menurut KUH Perdata Pasal 207
perceraian merupakan penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atas
tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu berdasarkan alasan-alasan yang
tersebut dalam undang-undang. Sementara pengertian perceraian tidak dijumpai
sama sekali dalam Undang-Undang Perkawinan begitu pula di dalam penjelasan
serta peraturan pelaksananya.
Beberapa sarjana juga memberikan rumusan atau definisi dari perceraian
itu sendiri antara lain:
a. Menurut Subekti, perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan
putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.13
b. Menurut P.N.H Simantujak, perceraian adalah pengakhiran suatu
perkawinan karena sesuatu sebab dengan keputusan hakim atas tuntutan
dari salah satu pihak atau kedua belah pihak dalam perkawinan.14
Islam sendiri telah memberikan penjelasan dan definisi bahwa perceraian
menurut ahli fiqh disebut talak atau furqah. Talak diambil dari kata (Itlak) artinya
melepaskan atau meninggalkan. Sedangkan dalam istilah syarak talak adalah
melepaskan ikatan perkawinan atau rusaknya hubungan perkawinan.
2. Dasar Perceraian Menurut Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam
(Negeri Johor) 2003
13
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta:Intermasa, 1985), hlm.23 14
P.N.H. Simantujak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Pustaka
Djambatan,2007), hlm 53
-
Dasar hukum perceraian seperti tertulis dalam Enakmen 17 Tahun 2003,
Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam ( Negeri Johor) 2003, Fasal 47 yaitu
Perceraian dengan Talak atau Perintah dimana 15
(1) Seseorang suami atau seseorang isteri yang hendak bercerai hendaklah
menyerahkan suatu permohonan untuk perceraian kepada Mahkamah dalam
borang yang ditetapkan, disertai dengan suatu akuan berkanun yang
mengandungi;
(a) butir-butir mengenai perkahwinan itu dan nama, umur dan jantina anak-
anak, jika ada, hasil dari perkahwinan itu;
(b) butir-butir mengenai fakta-fakta yang memberi bidang kuasa kepada
Mahkamah di bawah seksyen 45;
(c) butir-butir mengenai apa-apa prosiding yang dahulu mengenai hal ehwal
suami isteri antara pihak-pihak itu, termasuk tempat prosiding itu;
(d) suatu pernyataan tentang sebab-sebab hendak bercerai;
(e) suatu pernyataan tentang sama ada apa-apa, dan, jika ada, apakah
langkah-langkah yang telah diambil untuk mencapai perdamaian;
(f) syarat apa-apa perjanjian berkenaan dengan nafkah dan tempat
kediaman bagi isteri dan anak-anak dari perkahwinan itu, jika ada,
peruntukan bagi pemeliharaan dan penjagaan anak-anak dari
perkahwinan itu, jika ada, dan pembahagian apa-apa aset yang
diperolehi melalui usaha bersama pihak-pihak itu, jika ada, atau, jika
tiada, sesuatu persetujuan tersebut telah tercapai, cadangan pemohon
mengenai hal-hal itu; dan
(g) butir-butir mengenai perintah yang diminta.
15
Enakmen 17 Tahun 2003, Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Johor),
2003
-
(2) Selepas menerima sesuatu permohonan untuk perceraian, Mahkamah
hendaklah menyebabkan satu saman diserahkan kepada pihak yang satu lagi itu
bersama dengan satu salinan permohonan itu dan akuan berkanun yang dibuat
oleh pemohon, dan saman itu hendaklah mengarahkan pihak yang satu lagi itu
hadir di hadapan Mahkamah untuk membolehkan Mahkamah menyiasat sama ada
pihak yang satu lagi itu bersetuju atau tidak terhadap perceraian itu.
(3) Jika pihak yang satu lagi itu bersetuju terhadap perceraian itu dan Mahkamah
berpuas hati selepas penyiasatan yang wajar bahawa perkahwinan itu telah pecah
belah dengan tak dapat dipulihkan, maka Mahkamah hendaklah menasihatkan
suami supaya melafazkan satu talaq di hadapan Mahkamah.
(4) Jika pihak yang satu lagi tidak bersetuju terhadap perceraian itu atau jika
Mahkamah berpendapat bahawa ada kemungkinan yang munasabah bagi suatu
perdamaian antara pihak-pihak itu, Mahkamah hendaklah dengan seberapa segera
yang boleh melantik suatu jawatankuasa pendamai terdiri daripada seorang
Pegawai Agama sebagai pengerusi dan dua orang lain, seorang untuk bertindak
bagi pihak suami dan seorang lagi bagi isteri, dan merujukkan kes itu kepada
jawatankuasa itu.
(5) Pada melantik dua orang itu di bawah subseksyen (5), Mahkamah hendaklah,
jika boleh, memberi keutamaan kepada saudara-saudara karib pihak-pihak itu
yang tahu akan hal keadaan kes itu.16
(6) Mahkamah boleh memberi arahan-arahan kepada jawatankuasa pendamai itu
tentang hal menjalankan perdamaian itu dan ia hendaklah menjalankannya
mengikut arahan-arahan itu.
(7) Jika jawatankuasa itu tidak dapat bersetuju atau jika Mahkamah tidak berpuas
hati tentang cara ia menjalankan perdamaian itu, Mahkamah boleh memecat
jawatankuasa itu dan melantik jawatankuasa lain bagi menggantikannya.
16
Enakmen 17 Tahun 2003, Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Johor), 2003
-
(8) Jawatankuasa itu hendaklah berusaha mencapai perdamaian dalam tempoh
enam bulan dari tarikh ia dibentuk atau dalam tempoh yang lebih lama mengikut
sebagaimana yang dibenarkan oleh Mahkamah.
(9) Jawatankuasa itu hendaklah meminta pihak-pihak itu hadir dan hendaklah
memberi tiap-tiap seorang dari mereka peluang untuk didengar dan boleh
mendengar mana-mana orang lain dan membuat apa-apa penyiasatan yang
difikirkannya patut dan boleh, jika ia fikirkan perlu, menangguhkan prosidingnya
dari semasa ke semasa.
(10) Jika jawatankuasa pendamai itu tidak dapat mencapai perdamaian dan tidak
dapat memujuk pihak-pihak itu supaya hidup semula bersama sebagai suami
isteri, jawatankuasa itu hendaklah mengeluarkan suatu perakuan tentang hal yang
demikian itu dan boleh melampirkan pada perakuan itu apa-apa syor yang
difikirkannya patut berkenaan dengan nafkah dan penjagaan anak-anak belum
dewasa dari perkahwinan itu, jika ada, berkenaan dengan pembahagian harta, dan
berkenaan dengan hal-hal lain berhubung dengan perkahwinan itu.
(11) Tiada seseorang Peguam Syarie boleh hadir atau bertindak bagi mana-mana
pihak dalam sesuatu prosiding di hadapan sesuatu jawatankuasa pendamai dan
tiada sesuatu pihak boleh diwakili oleh sesiapa jua, selain dari seorang ahli
keluarganya yang karib, tanpa kebenaran jawatankuasa pendamai itu.17
(12) Jika jawatankuasa itu melaporkan kepada Mahkamah bahawa perdamaian
telah tercapai dan pihak-pihak itu telah hidup semula bersama sebagai suami
isteri, Mahkamah hendaklah menolak permohonan untuk perceraian itu.
(13) Jika jawatankuasa mengemukakan kepada Mahkamah suatu perakuan
bahawa ia tidak dapat mencapai perdamaian dan tidak dapat memujuk pihak-
pihak itu supaya hidup semula bersama sebagai suami isteri, Mahkamah
hendaklah menasihatkan suami yang berkenaan itu melafazkan satu talaq di
hadapan Mahkamah, dan jika Mahkamah tidak dapat mendapatkan suami itu hadir
17
Enakmen 17 Tahun 2003, Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Johor), 2003
-
di hadapan Mahkamah untuk melafazkan satu talaq atau jika suami itu enggan
melafazkan satu talaq, maka Mahkamah hendaklah merujuk kes itu kepada
Hakam untuk tindakan menurut seksyen 48.18
Peran mediator pada proses mediasi sangat penting karena akan
menentukan keberhasilan atau kegagalan untuk memperoleh kesepakatan para
pihak yang berperkara. Seorang mediator dituntut harus menguasai perannya
sebagai mediator serta harus mempunyai ketrampilan yang khusus
Keberadaan undang-undang Islam di Malaysia adalah agak kompleks. Ini
kerana tidak adanya keseragaman dalam pelaksanaan undang-undang tersebut.
Karena kondisi masyarakat Malaysia yang berlainan suku, bangsa dan agama.
Sejarah telah membuktikan bahawa setiap bangsa yang ada adalah bebas untuk
mengamalkan undang-undang mana saja yang diperuntukkan menurut agama dan
adat masing-masing. Sistem adat dan pelaksanaannya telah memberikan kesan
yang besar dalam mempengaruhi pelaksanaan Undang-Undang Keluarga Islam.19
Konsep Mediasi
1. Pengertian Mediasi
Dalam kamus besar bahasa indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai
proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai
penasehat.20
Pengertian mediasi yang diberikan kamus bahasa indonesia
mengandung 3 unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian
perselisihan atau sengketa yang terjadi antar dua pihak atau lebih. Kedua, pihak
yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari
luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian
18
Enakmen 17 Tahun 2003, Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Johor), 2003
19 Perkara 8(2) Perenggan (b) Fasal (5) Perlembagaan Persekutuan Malaysia (Perjanjian
Persekutuan Tanah Melayu 1948 dan Perlembagaan Kemerdekaan tahun 1957) 20
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: departemen pendidikan dan kebudayaan, 1988), m/s 569.
-
sengketa tersebut bertindak sebagai penasehat dan tidak memiliki kewenangan
apa-apa dalam pengambilan keputusan. J. Folberg dan A. Taylor lebih
menekankan konsep mediasi pada upaya yang dilakukan mediator dalam
menjalankan kegiatan mediasi.21
Kedua ahli ini menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur
mediasi dilakukan secara bersa-sama oleh pihak yang bersengketa dan dibantu
oleh pihak yang netral. Mediator dapat mengembangkan dan menawarkan pilihan
penyelesaian sengketa, dan para pihak dapat pula mempertimbangkan tawaran
mediator sebagai suatu alternatif menuju kesepakatan dalam penyelesaian
sengketa.
Di indonesia, pengertian mediasi dapat ditemukan di Perma No. 1 tahun
2016 tentang prosedur mediasi. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan
dibantu oleh mediator (Pasal 1 butir 1). Mediator adalah hakim atau pihak lain
yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak
dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian
sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesain
(Pasal 1 butir 2).
Pengertian mediasi menurut Perma No. 1 tahun 2016 tidak jauh berbeda
dengan esensi mediasi yang dikemukakan oleh beberapa pakar tersebut. Namun,
pengertian ini menekankan pada satu aspek penting yang mana mediator dituntut
proaktif untuk mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa, beberapa
unsur penting dalam mediasi antara lain sebagai berikut:
a. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan
b. Mediator terlibat dan diterima para pihak yang bersengketa di dalam
perundingan
21
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum adat, dan Hukum Nasional (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), m/s 5
-
c. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian.
d. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama
perundingan berlangsung.
e. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan
yang diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.22
2. Jenis-jenis Mediasi
Mediasi dapat dibagi menjadi dua kategori yakni mediasi di pengadilan
(litigasi ) dan mediasi di luar pengadilan ( non litigasi ). Di banyak negara,
mediasi merupakan bagian dari proses litigasi, hakim meminta para pihak untuk
megusahakan penyelesaian sengketa mereka dengan menggunakan proses mediasi
sebelum proses pengadilan dilanjutkan. Inilah yang disebut dengan mediasi di
pengadilan. Dalam mediasi ini, seorang hakim atau seorang ahli yang ditunjuk
oleh para pihak dalam proses pengadilan, bertindak sebagai mediator. Di banyak
negara, seperti Amerika Serikat telah lama berkembang suatu mekanisme, di
mana pengadilan meminta para pihak untuk mencoba menyelesaikan sengketa
mereka melalui cara mediasi sebelum diadakan pemeriksaan.
Proses Mediasi
Tahap pramediasi adalah tahap dimana para pihak mendapatkan tawaran
dari hakim untuk menggunakan jalur mediasi dan para pihak menunjuk mediator
sebagai pihak ketiga yang akan membantu menyelesaikan sengketa mereka.
Konvach membagi proses mediasi ke dalam sembilan tahapan, yakni sebagai
berikut:
a. Penataan atau pengaturan awal
22
Suyut Margono, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum (Bogor:
PT.Graha Indonesia, 2000), m/s 59.
-
b. Pengantar atau pembukaan oleh mediator
c. Pernyataan pembukaan oleh para pihak
d. Pengumpulan informasi
e. Identifikasi masalah-masalah, penyusunan agenda dan kaukus
f. Membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan
g. Melakukan tawar-menawar
h. Kesepakatan
i. Penutup
Faktor-Faktor Penting Dalam Mediasi
Mediasi merupakan tata cara berdasarkan iktikad baik dimana para pihak
yang bersengketa menyampaikan pokok persoalannya melalui jalurnya sendiri
dengan cara bagaimana sengketa akan diselesaikan melalui jalur mediator, karena
mereka sendiri tidak mampu melakukannya.23
Oleh karena itu, keberhasilan
mediasi bisa dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti :
1. Mediator
Ketrampilan dari seorang mediator juga bisa menjadi faktor yang dapat
menentukan keberhasilan mediasi. Masing-masing mediator memiliki
teknik-teknik sendiri dalam melakukan mediasi. Mediator diharapkan
melakukan mediasi dengan melalui pendekatan psikologis, agama, dan
sosial. Pendekatan psikologis berupa pendekatan terhadap keadaan
psikologis para pihak, pendekatan agama yaitu dengan mengingatkan dari
segi agama, bagaimana agama memandang hukumnya apabila benar-benar
terjadi perceraian, dan pendekatan sosial yaitu mengingatkan akibat-akibat
sosial yang akan ditimbulkan setelah adanya perceraian.
23
Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), (Jakarta: PT. Fikahati Aneska bekerjasama dengan BANI, 2011), hlm. 35
-
2. Para pihak yang bersengketa
Para pihak yang dimediasi seharusnya memiliki iktikad baik dan kerelaan
sepenuh hati untuk bersedia dimediasi. Mereka melakukan mediasi tidak
semata-mata untuk mengikuti rangkaian peraturan yang ada di Pengadilan.
Para pihak harus memiliki visi yang sama untuk berdamai dan harus
mengerti dengan benar apa sebenarnya tujuan diadakannya mediasi.
Keadaan psikologis dari para pihak juga harus diperhatikan, karena kalau
sudah menyangkut masalah hati akan sulit sekali untuk dirukunkan
kembali.
3. Masalah yang sedang dihadapi para pihak
Kadar dari masalah yang sedang dihadapi oleh para pihak juga patut
dipehitungkan dalam menentukan keberhasilan mediasi. Masalah yang
sudah berlarut-larut dan sudah terjadi bertahun-tahun akan susah untuk
dirukunkan kembali. Seperti pada saat peneliti melakukan observasi,
kebetulan kasusnya adalah kasus perselingkuhan yang sudah terjadi. 24
Tolak Ukur Mediasi dalam Masalah Perceraian
Sebagaimana dalam penjelasan di atas bahwa sengketa kebendaan atau
sengketa non perceraian, perkara yang berhasil dimediasi akan terwujud dalam
bentuk akta perdamaian yang akan dikukuhkan oleh putusan pengadilan yang
amarnya “menghukum kedua belah pihak mentaati isi akta perdamaian”. Namun
dalam masalah perceraian keberhasilan mediasi (rukun dan tidak melanjutkan
perceraian) tidak dibuat akta perdamaian, melainkan hanya mencabut gugatan /
permohonannya. Berangkat dari sistem tersebut, maka penulis menilai bahwa
ukuran keberhasilan mediasi pada perkara perceraian adalah jumlah perkara
perceraian yang dicabut. Walaupun hal ini tidak menutup kemungkinan proses
pencabutan tersebut tidak disebabkan oleh proses mediasi yang disediakan di
pengadilan tetapi terkadang melalui pertimbangan para pihak beperkara sendiri.
24
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 311
-
Oleh karena pada prinsipnya proses mediasi bisa dilakukan sepanjang proses
beperkara di pengadilan masih berjalan, baik itu dilakukan melalui lembaga
mediasi yang disediakan di pengadilan maupun diluar pengadilan yang dilakukan
oleh para pihak beperkara sendiri.25
F. Tinjauan Pustaka
Kajian terhadap problematika dalam penyelesaian sengketa melalui
mediasi telah banyak dilakukan oleh para peneliti yang mempunyai kredibilitas
dan perhatian dalam bidang hukum. Berikut penulis sampakan buku rujukan dan
skripsi yang ada relevansinya dengan persoalan mediasi:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa bidang Sains Sosial
Islam dan Kemanusiaan di Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) yaitu Nurul
Hanis Sofia Othman & Noornajihan Jaafar dalam kajian thesis mereka yang
bertajuk Hisbah dan Kepentingannya dalam Rundingacara Perkahwinan (Hisbah
and Its Importance in Marriage Consultations) yang menerangkan tentang Hisbah
merupakan sebuah konsep yang menekankan tentang amar ma‟ruf nahi munkar
dan menjadikan ia penting dalam kehidupan muslim yang mengharapkan
syurga sebagai ganjaran mentaati Allah SWT. Pada masa kini,
peningkatan kes perceraian dan cara untuk mengurangkannya melalui
runding cara perkahwinan merupakan isu yang hangat diperkatakan dan
merupakan pernyataan masalah kepada kajian ini. Justeru, objektif kajian ini
dilakukan ialah untuk menggali isu-isu berkaitan perceraian, meneliti definisi
dan konsep hisbah ,dan membincangkan kepentingan melaksanakan hisbah dalam
runding cara perkahwinan. Metod kajian ini menggunakan kaedah deskriptif
dan analisis kandungan. Kajian ini mendapati bahawa konsep hisbah yang
dibawa oleh Imam al- Ghazali sangat praktikal untuk diaplikasikan dalam
runding cara perkahwinan. Melalui kajian ini diharapkan konsep hisbah
menjadi
25
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
-
keutamaan dalam sesi runding cara perkahwinan kerana konsep ini
sangat baik bagi menghasilkan muslim yang sentiasa berwaspada dalam setiap
tindakan yang dilakukan. Kajian ini juga dapat memberikan impak dalam
meningkatkan lagi kualiti runding cara dalam kalangan pegawai yang dilantik
agar statistik perceraian dapat dikurangkan.26
Kedua, Skripsi Masrifah (052111092) Fakultas Syariah IAIN Walisongo
Semarang yang berjudul “Implementasi Mediasi Dalam Perkara Perceraian di
Pengadilan Agama Semarang”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana implementasi mediasi dalam perkara perceraian di
Pengadilan Agama Semarang dan apa yang menjadi hambatan dalam proses
mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Semarang. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Semarang telah
sesuai dengan apa yang diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2008, tetapi tingkat
keberhasilannya sangat rendah. Faktor-faktor yang menjadi kendala adalah faktor
teknis dan non teknis. Faktor teknis meliputi keterbatasan tempat dan keterbatasan
mediator. Faktor non teknis meliputi kemauan bulat para pihak untuk bercerai,
karakteristik yang bersifat hati dan perasaan, dan adanya pihak ketiga27
Ketiga, Skripsi saudari Nurul Fitriana (072111037) tahun 2011 Fakultas
Syariah IAIN Walisongo Semarang yang berjudul “Implementasi PERMA No. 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam Perkara Perceraian
(Studi di Pengadilan Agama Semarang)”. Dalam analisisnya, implementasi
PERMA No. 1 Tahun 2008 di Pengadilan Agama Semarang belum efektif dan
efisian, penyebabnya yaitu masih sedikit sekali perkara perceraian yang berhasil
dimediasi. Hal ini terjadi karena faktor penghambat yang kebanyakan datang dari
para pihak itu sendiri dan mediasi tersebut hanya dijadikan sebagai formalitas
saja. Waktu pelaksanaan mediasi yang semestinya 40 hari sebagaimana yang
dijelaskan dalam PERMA, akan tetapi pada praktek mediasi di Pengadilan Agama
26
Nurul Hanis Sofia Othman dan Noornajihan Jaafar, “Hisbah dan Kepentingannya dalam Rundingacara Perkahwinan (Hisbah and Its Importance in Marriage Consultations)”, Tesis Universiti Sains
Islam Malaysia, (2018) 27
Masrifah, Skripsi “Implementasi Mediasi dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Semarang”, Semarang: Fakultas Syariah IAIN Walisongo, (2009)
-
Kota Semarang hanya berlangsung 1 sampai 2 minggu dan waktunya kurang lebih
setengah jam saja, hal ini yang menjadikan pelaksanaan mediasi tidak efektif.
Para pihak juga belum mengerti sepenuhnya tentang makna dan tujuan dari
mediasi itu sendiri sehingga para pihak terlalu mengesampingkan proses mediasi
tersebut.28
Penelitian yang telah dilakukan oleh Nurul Hanis Sofia Othman dan
Noornajihan Jaafar, Masrifah, dan Nurul Fitriana mempunyai persamaan yakni
sama-sama meneliti tentang mediasi atau upaya perdamaian. Sedangkan
perbezaan yang terdapat melalui penelitian ini adalah pada riset post doctoral
yang dilakukan oleh Syahrizal Abbas yang lebih menekankan pembahasan
tentang konstruksi mediasi dalam tiga sistem hukum yang ada di Indonesia yaitu
sistem hukum syariah, sistem hukum adat dan sistem hukum nasional serta skripsi
yang disusun oleh Nurul Fitriana yang menekankan pada pelaksanaan PERMA
No. 1 Tahun 2008 di Pengadilan Agama Semarang dan faktor-faktor yang
menghambat pelaksanaan mediasi dalam perkara perceraian dan Masrifah yang
menekankan pada implementasi mediasi dalam perkara perceraian beserta
hambatan-hambatan dalam proses mediasi perkara perceraian.
28
Nurul Fitriana, Skripsi “Implementasi PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam Perkara Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Semarang)”, Semarang: Fakultas Syariah
IAIN Walisongo, (2011)
-
BAB II
METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Yang dimaksudkan
dengan pendekatan kualitatif ialah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian
yang beroriantasi pada gejala-gejala yang bersifat ilmiah karena demikian, maka
sifatnya naturalistik dan mendasar atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa
dilakukan di laboratarium saja melainkan harus terjun di lapangan.29
Metode diskriptif pula ialah terbatas pada usaha mengungkapkan suatu
masalah dan keadaan sebagaimana adanya sehingga hanya merupakan
penyingkapan fakta. Metode diskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat
tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau
untuk menetukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala lain dalam
masyarakat. Lingkungan penelitian yaitu di Jabatan Agama Islam Negeri Johor
(JAIJ) dan Mahkamah Syariah Johor Bahru, Malaysia.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang menggabungkan dua jenis
penelitian di dalamnya yaitu:
a. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian ini dilakukan secara lapangan yang dilakukan di Jabatan Agama
Islam Negeri Johor (JAIJ) dan Mahkamah Syariah Johor Bahru, Malaysia. Kaedah
penelitian ini membantu penulis untuk mendapatkan informasi yang lebih tepat
dan terbaru serta menguatkan informasi yang diperolehi dari bahan bacaan. Selain
itu, kaedah ini juga digunakan untuk mendapatkan informasi tambahan dalam
penyelesaian kepada masalah yang dihadapi.
29
Sayuti Una.,MH, Op. Cit., hlm.31-32
-
b. Penelitian Pustaka (Library Research)
Kaedah Penelitian ini penting dalam mengumpulkan data dan informasi
bagi penelitian ini terhadap semua bab serta menjadi pedoman kepada penulis
untuk mengetahui dengan lebih rinci tentang apa yang bakal dikaji dalam
penelitian ini. Informasi diperoleh dari bahan bacaan seperti buku, majalah, jurnal,
hasil penelitian,kertas kerja, seminar dan sumber-sumber lain.
3. Data dan Sumber Data
1) Data Primer
Data yang diperoleh dari sumber ilmiah dan dokumen serta wawancara
yang diperolehi untuk pertama kalinya daripada pihak-pihak yang
berwenang dari Pejabat Agama Islam Negeri Johor, (JAIJ).
2) Data Sekunder
Data yang diperoleh secara tidak langsung seperti majalah, jurnal, artikel,
internet dan melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain) yang berkaitan dengan penelitian.
-
4. Teknis Pengumpulan Data
Untuk memudahkan dan menghimpunkan data-data dan fakta di lapangan,
maka penulis akan menggunakan beberapa teknik, antaranya:
a) Pengumpulan Data
1) Pengamatan (Observasi)
Pengamatan atau observasi dengan fenomena-fenomena yang diselidiki.
Pengamatan penulis terhadap permasalahan kasus perceraian rumah tangga
yang berlaku di Negeri Johor.
2) Wawancara
Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan
secara lisan supaya data yang diterima adalah secara tepat. Untuk
mendapat data yang lebih tepat dan efektif adalah dengan mewawancara
pihak yang berwenang seperti para mediator dan keluarga-keluarga yang
menghadapi permasalahan rumah tangga.
3) Dokumentasi
Dokumentasi adalah penulis mengumpulkan bahan-bahan melalui
dokumen bertulis yang berhubung dengan penulisan dari Mahkamah
Syariah Johor Bahru serta mediator di Pejabat Agama Islam Negeri Johor
(JAIJ).
5. Teknis Analisis Data
Setelah semua data yang diperoleh terkumpul sesuai mengikut permasalahan
kajian yang dibahas dan dipelajari, penulis akan menganalisis teknis seperti
berikut :
-
a) Koleksi Data
Koleksi data pada tahap ini, penulis mengumpulkan data -data secara
umum tentang tujuan pensyariatan sesuatu hukum syari‟ ditinjau dari
hukum Islam.
b) Reduksi Data (data reduction)
Reduksi data yang merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang terpenting, dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
c) Penyajian Data (data display)
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, hubungan antara
kategori, flowchart dan seumpamanya. Menurut Miles dan Huberman
(1984) menyatakan „‟Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif‟‟.
Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa
yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
difahami tersebut‟‟.
d) Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan
Menurut Mikes dan Hubermain dalam analisis data kualitatif. Kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti yang kukuh yang mendukung pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan kredibel.
-
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Jabatan Agama Islam Negeri Johor
Jabatan Agama Islam Negeri Johor (JAIJ) merupakan secara
geografisnya terletak di Ibu kota Negeri Johor, Malaysia. Kedudukannya di
tengah-tengah ibu kota dan berhampiran dengan pusat pentadbiran. Kawasannya
memudahkan masyarakat untuk mendapatkan perkhidmatan. Tambahan pula ia
berada ditengah tengah kota yang merupakan tempat tumpuan umum bagi
masyarakat disekitarnya.
Jabatan Agama Islam Johor (JAIJ) ini telah dibina di atas sebidang tanah
seluas 2.43 hektar berhampiran dengan Masjid Sultan Abu Bakar yang merupakan
masjid utama di Negeri Johor, dengan perbelanjaan sebanyak RM 58 juta.
Kompleks tersebut terdiri dari gedung-gedung tempat pejabat negeri Johor serta
sebuah auditorium yang besar memuatkan seramai 1500 orang didalam satu masa
yang terletak bersebelahan dengan Jabatan Agama Islam Johor ini. Sebuah
bangunan tiga tingkat untuk Perpustakaan Awam Islam, Balai Pameran Islam dan
Institut Pengajian Al-Quran Wal Qiraat atau lebih dikenali dengan nama Pusat
Islam Negeri Johor. 30
Merujuk undang-undang Tubuh Kerajaan Negeri Johor tahun 1897, fasal
28, Jemaah Menteri telah diinstitusikan secara bertulis. Berikutan itu, rombakan
besar dalam struktur pentadbiran kerajaan Johor telah dilakukan. Diantara Jabatan
baru yang diwujudkan ialah Jabatan Agama dan Pelajaran (Ecliastical And
Education Department). YM Ungku Mohd Khalid bin Daeng Ibrahim telah
diperkenan menjadi Yang Dipertua Jabatan Agama dan Pelajaran. Dari segi
tarafnya, Jabatan tersebut boleh disifatkan bertaraf kementerian apabila beliau
dilantik menjadi Ahli Jemaah Menteri. Sebagai agensi kerajaan, Jabatan Agama
30 https://jainj.johor.gov.my/ , akses pada 15 April 2019
-
dan Pelajaran mempunyai satu jawatan eksekutif yang terpenting yaitu Setiausaha.
Orang pertama menyandang jawatan itu ialah Mohd Khalid bin Haji Abdul
Munshi dalam tahun 1906. Bahagian Pelajaran dipisahkan sebagai satu Jabatan
yang berasingan. Pada tahun 1918, organisasi Jabatan Agama dapat digambarkan
seperti:31
A. Yang Dipertua Jabatan ( Ungku Omar Ahmad), Pentadbiran Am (Naib
Yang Dipertua Jabatan Ungku Abdul Rahman) Pejabat Mufti, (Syed
Abdul Kadir Mokhsen),
B. Pejabat Kadi (Haji Mohd Nasir bin Haji Salim), Bilal-Imam (daerah-
daerah), Kadi Batu Pahat dan Kadi Muar
Gambar 1: Struktur Organisasi Jabatan Agama Islam Johor (JAIJ)
31
https://jainj.johor.gov.my/ , akses pada 15 April 2019
-
Struktur pentadbiran Jabatan Agama Johor dan Pelajaran kelihatan lebih
teratur dan tersusun, begitu juga pengkhususan tugasan jika dibandingkan dengan
keadaan di akhir abad ke-19. Pada abad tersebut untuk menentukan awal
Ramadan, ia wajib ditentukan oleh tiga orang tokoh agama. Contohnya, puasa
pada 1 Ramadan 1302 Hijrah disahkan oleh Hakim Haji Mohd Salleh selaku
“Syeikhul Islam Johor” dan Mufti Syed Salim bin Ahmad Al-Attas. Agak sukar
ditemui peranan Syeikhul Islam di Johor tetapi peranan Pejabat Mufti pula jelas,
yaitu bertanggungjawab menegeluarkan tauliah mengajar agama Islam kepada
guru-guru agama. Manakala Pejabat Kadi selaku Pendaftar cerai dan rujuk juga
bertanggungjawab kepada soal-soal masjid dan kakitangan nya. Antara anggota
Jabatan Agama Johor yang penting yaitu Jawatankuasa Pelajaran Agama yang
bertanggungjawab kepada perkara-perkara berikut:32
1. Pentadbiran dan Penubuhan Sekolah Agama termasuk Sekolah-sekolah
Arab.
2. Peperiksaan Sekolah Agama
3. Pengambilan guru-guru agama dan menyelesaikan masalah guru agama
termasuk kenaikan pangkat.
4. Sukatan Pelajaran Agama Islam
5. Menyemak kitab-kitab
Sejak awal penubuhannya, Jabatan Agama Islam Negeri Johor (JAIJ) tidak
pernah menoleh kebelakang malah terus berkembang hingga ke hari ini dengan
kewujudan cabang disetiap kabupaten di Negeri Johor. Kini peranan Jabatan
Agama Islam Negeri Johor telah diperluas kepada beberapa bidang agama
antaranya:
A. Bahagian / Unit33
32
https://jainj.johor.gov.my/ , akses pada 15 April 2019 33
https://jainj.johor.gov.my/ , akses pada 15 April 2019
-
1. Bahagian Dakwah
■ Unit Bil Hal
■ Unit Dakwah Tarbiah
■ Unit Keurusetiaan
■ Unit Ukhuwah
2. Bahagian Khidmat Pengurusan
■ Unit Audit Dalam
■ Unit Kewangan
■ Unit Kualiti
■ Unit Pembangunan / Penyelenggaraan
■ Unit Pentadbiran
■ Unit Sumber Manusia
■ Unit Teknologi Maklumat (ICT)
3. Bahagian Pembangunan Keluarga
■ Unit Khidmat Nasihat
■ Unit Pembangunan Keluarga
■ Unit Pembangunan Sosial
4. Bahagian Pendakwaan
■ Unit Pentadbiran dan Keurusetiaan
■ Unit Rekod dan Kualiti
■ Unit Latihan dan Pusat Sumber
5. Bahagian Pendidikan Islam
■ Unit Akademik
■ Unit Naziran
■ Unit Pembangunan Kemanusiaan
■ Unit Pengurusan Sekolah
■ Unit Pentadbiran
-
6. Bahagian Penguatkuasaan
■ Unit Operasi
■ Unit Pencegahan
■ Unit Siasatan
7. Bahagian Pengurusan Halal
■ Unit Audit Pematuhan
■ Unit Penguatkuasaan & Pemantauan
■ Unit Pensijilan
8. Bahagian Pengurusan Masjid
■ Unit Khutbah & Tafsir
■ Unit Masjid Negeri
■ Unit Qariah & Takmir
■ Unit Tabung Masjid
9. Bahagian Undang-Undang Syariah34
■ Unit Perundangan
■ Unit Nikah Cerai Rujuk
B. Pejabat Kadi
○ Cawangan UTC Kotaraya
○ Pejabat Kadi Batu Pahat
○ Pejabat Kadi Johor Bahru
○ Pejabat Kadi Kluang
○ Pejabat Kadi Kota Tinggi
34
https://jainj.johor.gov.my/ , akses pada 15 April 2019
-
○ Pejabat Kadi Kulai
○ Pejabat Kadi Mersing
○ Pejabat Kadi Muar
○ Pejabat Kadi Pontian
○ Pejabat Kadi Segamat
○ Pejabat Kadi Tangkak
C. Pejabat Pendidikan Islam
○ Pejabat Pendidikan Islam Batu Pahat
○ Pejabat Pendidikan Islam Johor Bahru
○ Pejabat Pendidikan Islam Kluang
○ Pejabat Pendidikan Islam Kota Tinggi
○ Pejabat Pendidikan Islam Kulai
○ Pejabat Pendidikan Islam Mersing
○ Pejabat Pendidikan Islam Muar
○ Pejabat Pendidikan Islam Pontian
○ Pejabat Pendidikan Islam Segamat
○ Pejabat Pendidikan Islam Tangkak35
2. Objektif, Visi,Misi JAIJ
Objektif Jabatan Agama Islam negeri Johor (JAIJ) adalah untuk
melahirkan sebuah masyarakat maju yang menjadikan Islam sebagai satu cara
hidup yang sempurna berasaskan Al-Quran dan As-Sunnah serta melahirkan
masyarakat yang terpelihara dari segi akidah dan syariah.
35
https://jainj.johor.gov.my/ , akses pada 15 April 2019
-
Manakala Visi dan Misi Jabatan Agama Islam negeri Johor (JAIJ) adalah
Islam sebagai cara hidup serta menjadikan Jabatan Agama Johor sebagai satu
agensi sosial terunggul melalui usaha dan aktiviti yang berterusan serta
menyeluruh dalam pembentukan individu yang sentiasa berpegang teguh kepada
ajaran Islam seluruhnya, bagi melahirkan sebuah masyarakat yang
berketrampilan, harmoni, dinamik, cergas, cerdas, berdaya saing, bersatu padu,
berakhlak mulia dan memiliki jati diri unggul sebagai pemangkin kepada
kesejahteraan ummah dan negara.36
3. Struktur Organisasi Badan Mediasi di Jabatan Agama Islam Negeri Johor
(JAIJ)
Badan Unit Mediasi adalah satu badan yang bernaung di bawah Jabatan
Agama Islam Negeri Johor. Oleh itu, badan ini mempunyai seksi-seksi yang
tertentu bagi memantapkan organisasinya yang terdiri daripada:
1. Pengarah Jabatan Agama Islam Negeri Johor.
2. Bahagian Pentadbiran Undang-Undang Syariah.
3. Pusat Pembangunan Keluarga Islam.
4. Pendaftaran Perkahwinan, Perceraian & Rujuk (e-NCR).
5. Unit Perunding dan Pembangunan Keluarga.
36
https://jainj.johor.gov.my / , akses pada 15 April 2019
-
Di dalam Jabatan Agama Islam mempunyai bahagian-bahagian atau unit-
unit yang mempunyai kewenangan yang berbeda-beda. Begitu juga halnya pada
bagian yang berwenang mengenai mediasi ini, yaitu di Bagian Pentadbiran
Undang-Undang Syariah yang dibawahnya juga mempunyai 3 unit yang
mempunyai peranan yang berbeda-beda juga. Di antara ketiga-tiga bagian tersebut
pula dikhususkan bagian yang berwenang penuh bagi mediasi yaitu Unit
Perunding dan Pembangunan Keluarga. Unit inilah yang banyak menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan permasalahan rumahtangga terutamanya kasus-
kasus yang berkaitan dengan Mediasi.37
37
Brosur, Unit Perunding dan Pembangunan Keluarga, Jabatan Agama Islam Negeri Johor (JAIJ)
PENGARAH
JABATAN AGAMA ISLAM
NEGERI JOHOR
KETUA PENOLONG PENGARAH
BAHAGIAN UNDANG-UNDANG
SYARIAH
UNIT PUSAT
PEMBANGUNAN
KELUARGA ISLAM
UNIT PENDAFTARAN
PERKAWINAN,
PERCERAIAN DAN
RUJUK
UNIT PERUNDING DAN
PEMBANGUNAN
KELUARGA
-
1. Bahagian Pentadbiran Undang-Undang Syariah38
a. Memberi perkhidmatan yang berkesan kepada masyarakat
dalam urusan permasalahan, perceraian dan ruju‟
b. Memberi perkhidmatan khidmat nasihat yang berkesan
dalam menyelesaikan masalah kekeluargaan Islam.
1.1 Unit Pusat Pembangunan Keluarga Islam
a. Merancang perkhidmatan hal ehwal dan perhubungan
sosial.
b. Merancang aktiviti/program ke arah memperkukuhkan
peranan institusi keluarga dan masyarakat Islam bagi
menghadapi alat baru selaras dengan tuntutan agama.
c. Menyalurkan aktiviti yang berkaitan dengan hal ehwal
kekeluargaan Islam dan masyarakat masa kini melalui sesi
rundingan dan menyalurkan masalah yang dihadapi kepada
bahagian atau institusi yang berkaitan.
1.2 Unit Pendaftaran Nikah, Cerai & Rujuk
a. Menentukan urusan perkahwinan dan rujuk dibuat
mengikut akta Undang-Undang Keluarga Islam Negeri
Johor.
b. Merekodkan Pendaftaran perkawinan, perceraian dan rujuk
masyarakat Islam secara tersusun dan teratur.
1.3 Unit Perunding dan Pembangunan Keluarga
Unit Perunding dan Pembangunan Keluarga adalah salah satu unit
di bagian Pentadbiran Undang-Undang Syariah di Jabatan Agama
Islam Negeri Johor. Badan ini diketuai oleh seorang ketua penolong
pengarah yang bertanggungjawab dalam semua unit pentadbiran bagi
bahagian Pentadbiran Undang-Undang Syariah. Unit inilah yang
38
https://jainj.johor.gov.my/ , akses pada 15 April 2019
-
menguruskan permasalahan rumah tangga yang berkaitan dengan
Mediasi.
1.3.1 Objektif Unit Perunding dan Pembangunan Keluarga.
1. Memberikan perkhidmatan rundingcara dan bimbingan ke arah
membangunkan institusi keluarga Islam di Negeri Johor.
2. Mengurangkan masalah kepesatan gejala-gejala sosial seperti
masalah nikah,cerai dan rujuk yang tidak mengikut peraturan
undang-undang yang telah ditetapkan.
3. Memberi khidmat mediasi terhadap suami isteri atau bakal suami
istri yang menghadapi masalah.
4. Menjelaskan kekeliruan dan membekalkan maklumat kepada umat
Islam di Negeri Johor mengenai isu rumah tangga.39
B. Mahkamah Syariah Johor Bahru
1. Lokasi Penelitian
Mahkamah Syariah sememangnya mempunyai peranan yang penting
dalam menyelesaikan kes-kes dan masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat Islam, menjalankan dan seterusnya melaksanakan keadilan menurut
undang- undang syarak. Sejauh yang diketahui Mahkamah Syariah Negeri Johor
diasaskan sejak tahun 1873 sebelum undang-undang Kerajaan Negeri Johor
diperkanunkan pada tahun 1895, yang diperkenal oleh Maharaja Abu Bakar Johor.
Cuma ianya mempunyai enakmen khas.40
.
Berdasarkan Penguatkuasaan Undang-Undang Tubuh Kerajaan Johor-
Fasal 28, jemaah menteri telah diinstitusikan secara bertulis dan kekal berlaku
rombakan besar-besaran dalam struktur organisasinya. Antara jabatan baru yang
dicipta ialah Jabatan Agama dan Pelajaran dengan memperkenalkan jawatan Yang
39
https://jainj.johor.gov.my/ , akses pada 15 April 2019 40
http://syariah.johor.gov.my/, akses pada 15 April 2019
-
Dipertuanya iaitu Yang Mulia Engku Mohd. Khalid. Pada 20 Ogos 1932 suatu
muktamar tahunan kadi-kadi Johor telah diadakan untuk membincangkan
mengenai mahkamah kadi, daftar nikah cerai dan rujuk, pungutan zakat,
pembahagian harta-harta zakat dan Baitulmal. Semua kadi dilantik oleh Duli
Yang Maha Mulia Sultan selaku Wali Al-Amar dalam negeri sebagaimana
diwajibkan perlantikannya menurut hukum syarak. Semua keputusan mahkamah
kadi adalah berdasarkan syariah muhammadiah dalam mazhab syafie.
Penubuhan mahkamah di Negeri Johor ini adalah mengikut enakmen
pentadbiran negeri Johor iaitu Enakmen bil 14 pada tahun 1978. Enakmen
diwujudkan bagi menyatukan dan meminda undang-undang yang berkaitan
dengan penubuhan, pentadbiran dan penyusunan semua perkara yang melibatkan
dengan Agama Islam dan mahkamah-mahkamah di negeri Johor. Mahkamah
Syariah di Johor telah ditubuhkan pada 1 Januari 1978 oleh Jabatan Agama Johor
dan lebih dikenali pada masa kini sebagai Mahkamah Kadi. Mahkamahnya
dibahagikan kepada dua jenis iaitu mahkamah kadi dan mahkamah rayuan. Pada
masa kini, hakim-hakim mahkamah syariah ini adalah terdiri daripada kadi-kadi
daripada daerah itu sendiri.
Enakmen Pentadbiran Negeri Johor menyatakan bahawa bidang kuasa
bagi kes jenayah seperti kes-kes khalwat, minum arak, tidak berpuasa dalam bulan
ramadhan dan lain-lain dan bagi kes mal/sivil iaitu seperti kes cerai, tuntutan
anak, nafkah dan sebagainya adalah dengan menghukum bagi setiap kesalahan
denda sebanyak tidak kurang dari RM1000 atau hukuman penjara tidak melebihi
6 bulan atau kedua-duanya sekali
Mahkamah Syariah di Negeri Johor telah wujud sejak tahun 1873 iaitu
sebelum Undang-Undang Tubuh Kerajaan Negeri Johor diperkanunkan secara
bertulis pada tahun 1895 yang diperkenalkan oleh Maharaja Abu Bakar Johor,
tetapi tidak mempunyai Enakmen Khas ketika itu. Sebelum tahun 1895 dikatakan
bahawa telah wujud jawatan Mufti dan Kadi. Rekod separa rasmi yang terawal
ditemui menunjukkan jawatan Mufti disandang oleh Dato‟ Syed Salim Al-Attas
dan jawatan Kadi yang disandang oleh Dato‟ Haji Abdul Rahman dalam tahun
-
1873. Kedua-dua orang penyandang jawatan ini juga telah dilantik oleh Maharaja
Johor sebagai Ahli Dewan Negeri dan dengan perlaksanaan tradisi
menganugerahkan Pingat Kebesaran Negeri, kepada Penyandang jawatan Mufti
dan Kadi Darjah Mahkota Kelas Pertama iaitu Sri Paduka Mahkota Johor (SPMJ)
yang membawa gelaran Dato‟.
Pada 1 Januari 1978 Jabatan Agama Johor telah menubuhkan Mahkamah
Syariah yang dikenali dengan nama Mahkamah Kadi mengikut peruntukan
seksyen 58 ceraian (1) dan (2) Enakmen Pentadbiran Agama Islam 1978 dengan
had bidangkuasa jenayah membicara mana-mana kesalahan yang dilakukan oleh
orang Islam dan yang berhubung dengan Enakmen ini yang boleh dihukum
dengan denda tidak melebihi satu ribu ringgit atau penjara selama tidak lebih
daripada enam bulan atau kedua-duanya sekali . Dalam bidangkuasa Malnya ,
mendengar dan memutuskan semua pembicaraan dalam mana pihak beragama
Islam.41
Perlantikan Kadi
Semua kadi-kadi terdiri daripada mereka yang dilantik oleh Duli Yang Maha
Mulia Sultan selaku Wali Al-Amr dalam Negeri sebagaimana yang diwajibkan
perlantikannya itu dibuat menurut Hukum Syarak. Undang-unang Islam adalah
undang-undang yang terbaik dan sesuai untuk kita semua kerana undang-undang
itu diwahyukan oleh Allah S.W.T yang disampaikan melalui Rasul pesuruhNya
supaya dijadikan pedoman dan ajaran kepada kita semua dan kita hendaklah
mematuhinya.
41
http://syariah.johor.gov.my/, akses pada 15 April 2019
-
Mahkamah Syariah mempunyai peranan yang penting dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat Islam dari masa ke
semasa. Memandangkan keperluan itu maka suatu Jawtankuasa petugas khas
peringkat persekutuan telah dibentuk oleh kabinet dengan dipengerusikan oleh
Allahyarham Tan Sri Syed Nasir Ismail dan antara jawatankuasanya ialah
Profesor Tan Sri Ahmad Ibrahim (Sh. Kuliah Undang-undang, Universiti Islam
Antarabangsa sekarang) dan beberapa anggota lain dimana jawatankuasa ini telah
membuat laporan dan cadangan-cadangan suaya mengasingkan pentadbiran
Mahkamah Syariah dari Jabatan Agama Islam negeri-negeri dan menyusun
semula sistem kehakimannya dengan member kuasa dan peningkatan taraf
Mahkamah dan hakim-hakimnya.
Untuk mengembalikan Undang-Undang Syarak kepada kedudukan asalnya
sebagai undang-undang negeri dan sebagai langkah awal ke arah menaikkan taraf
Mahkamah Syariah dan mempertahankan kedudukan hakim-hakimnya sebagai
pelindung Undang-undang Syariah maka suatu pindaan kepada Perlembagaan
Persekutuan (Pindaan) 1988 (Akta A 704) Perkara 121 (1A) telah diluluskan oleh
Parlimen dan seterusnya berkuatkuasa.42
Pengasingan Pentadbiran Mahkamah Syariah Dari Jabatan Agama43
Enakmen Mahkamah Syariah 1993:
EMS93 adalah suatu Enakmen bagi menyatu dan meminda undang-undang
berkaitan dengan Penubuhan , Penyusunan dan Pentadbiran Mahkamah Syariah
telah diluluskan oleh Majlis Mesyuarat Kerajaan Negeri Johor pada 22 Disember
1993 dan telah diperkenankan oleh Duli Yang Maha Mulia Baginda Sultan Johor
pada 27 Disember 1993.
42
http://syariah.johor.gov.my/, akses pada 15 April 2019 43
Enakmen 18 Tahun 2003, Enakmen Keterangan Mahkamah Syariah (Negeri Johor) 2003
-
Sebagai langkah awal kearah melaksanakan tujuan pengasingan itu suatu pindaan
Perlembagaan Persekutuan pada perkara 121 (1A) telah diluluskan dalam tahun
1984 dan seterusnya berkuatkuasa yang memperuntukkan :
“Bahawa Mahkamah Tinggi Sivil dan Mahkamah-Mahkamah dibawahnya
tidaklah ada bidangkuasa di dalam mana-mana perkara yang termasuk di dalam
bidangkuasa Mahkamah Syariah .”
Perlaksanaan Pengasingan Mahkamah Syariah Dari Jabatan Agama
Seksyen 5 Enakmen Mahkamah Syariah 1993 memperuntukan Penubuhan
Mahkamah Syariah oleh Duli Yang Maha Mulia Sultan atas nasihat Menteri Besar
selepas berunding dengan Majlis dan seksyen 31 Enakmen yang sama
memperuntukan, Mahkamah-Mahkamah Kadi hendaklah dikenali sebagai
Mahkamah Rendah Syariah dan hendaklah disifatkan sebagai Mahkamah Rendah
Syariah yang ditubuhkan di bawah seksyen 5 Enakmen ini . Dengan itu
Mahkamah Syariah telah diasingkan dari Jabatan Agama Islam dengan rasminya
pada 1 Januari 199644
Dengan berlakunya pindaan ini membolehkan pengasingan
pentadbirannya dari Jabatan Agama dilakukan diperingkat Negeri. Mahkamah-
mahkamah yang dipersetujui ialah 45
a) 1 buah Mahkamah Rayuan Syariah Johor.
b) 2 buah Mahkamah Tinggi Syariah Johor.
i. Mahkamah Tinggi Syariah Johor Bahru.
ii. Mahkamah Tinggi Syariah Muar.
c) 6 buah Mahkamah Rendah Syariah.
i. Mahkamah Rendah Syariah Johor Bahru.
44
Enakmen 12 Tahun 1993, Enakmen Mahkamah Syariah (Negeri Johor) 1993 45
http://syariah.johor.gov.my/, akses pada 15 April 2019
-
ii. Mahkamah Rendah Syariah Muar.
iii. Mahkamah Rendah Syariah Segamat/Kluang.
iv. Mahkamah Rendah Syariah Batu Pahat.
v. Mahkamah Rendah Syariah Pontian.
vi. Mahkamah Rendah Syariah Mersing/Kota Tinggi.
Adapun jawatan-jawatan yang dipersetujukan maka tarikh berkuatkuasanya ialah
mulai 15 Julai 1994 iaitu sepertimana tarikh berkuatkuasa Enakmen Mahkamah
Syariah 199346
C. Objektif, Visi Misi Mahkamah Syariah Negeri Johor47
VISI
❏ Menjadi institusi kehakiman syariah yang berwibawa
MISI
❏ Melaksanakan perbicaran , pengurusan mahkamah dan
perkhidmatan sokongan secara profesional , berkesan dan
sistematik berasaskan Undang – Undang dan Hukum Syarak.
D. Fungsi Jabatan
❏ Menguatkuasakan dan Melaksanakan Undang-Undang Islam;
❏ Mengendali dan Menguruskan Sistem Kehakiman Islam Secara Adil,
Tersusun, Cekap dan Berkesan;
46
Enakmen 12 Tahun 1993, Enakmen Mahkamah Syariah (Negeri Johor) 1993 47
http://syariah.johor.gov.my/, akses pada 15 April 2019
-
❏ Membangun dan Menyelaras Keseragaman Pentadbiran Disemua
Peringkat;
❏ Memperkenal dan Mempeluaskan Pengetahuan Kakitangan dan Orang
Ramai Dalam Memahami Undang-Undang dan Prosedur;
❏ Menguruskan Perbicaraan Kes-kes Syariah
❏ Menguatkuasakan Perintah -Perintah Mahkamah.48
48
http://syariah.johor.gov.my/, akses pada 15 April 2019
-
BAB IV
PENERAPAN MEDIASI DAN DALAM PERKARA PERCERAIAN DI
JABATAN AGAMA ISLAM JOHOR (JAIJ)
A. Proses Mediasi dalam menangani permasalahan perceraian di
Jabatan Agama Islam Johor (JAIJ)
Islam memiliki peraturan yang khusus tentang hubungan suami
istri, dan memiliki keistimewaan dibandingkan dengan peraturan lainnya.
Keistimewaan itu itu terletak pada sifatnya yang menyeluruh dan
konstruktif, serta pengaruhnya dalam kehidupan sosial, politik dan
ekonomi umat lainnya. Hubungan suami istri diatur atas dasar akidah yang
sehat dan landasan-landasan yang kukuh. Islam tidak hanya menentukan
batas-batas hanya sekadar untuk keserasian keluarga tetapi juga
memberikan jalan keluar atas perselisihan yang terjadi.
Di kalangan masyarakat Islam di Malaysia, istilah Jawatankuasa Damai
bagi masalah rumahtangga telah pertama kali secara rasmi diperkenalkan
bersama-sama dengan lahirnya Enakmen Undang-undang Keluarga
Syariah Negeri Johor 2003. Akta akta inilah yang berdasarkan pada pasal
47 (5) sampai (15) Akta Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Johor
2003.
Fasal 47(5)
(5) Jika pihak yang satu lagi itu tidak bersetuju terhadap perceraian itu
atau jika Mahkamah berpendapat bahawa ada kemungkinan yang
munasabah bagi suatu perdamaian antara pihak-pihak itu, Mahkamah
hendaklah seberapa yang boleh melantik suatu jawatankuasa pendamai
terdiri daripada seorang Pegawai Agama sebagai pengerusi dan dua orang
-
lain, seorang untuk berpihak bagi pihak suami dan seorang lagi bagi isteri
dan merujukkan kes itu kepada jawatankuasa itu.49
Berdasarkan kepada fasal diatas, bermulanya Jawatankuasa Damai apabila
diarahkan oleh Mahkamah Syariah yang akan memerintahkan Jabatan
Agama menubuhkan Jawatankuasa Damai. Maka dengan itu, bermulalah
tugas mereka untuk menyelesaikan masalah rumahtangga yang telah
diperintahkan oleh Mahkamah Syariah. Pada masa itulah pergerakan
Jawatankuasa Damai bermula dan akan menempuh beberapa proses serta
prosedur sehingga mencapai keputusan akhir.
Dengan pelaksanaan Undang-undang Keluarga Islam Negeri Johor 2003
ini, mungkin dapat mengurangkan kasus perceraian yang akan berlaku
tetapi untuk mencapai tujuan tersebut kita tidak boleh beranggapan bahwa
segala hukuman yang terkandung di dalam Undang-undang berkenaan
dapat menyelesaikan semua permasalahan keluarga dengan baik. Maka
tentulah lebih adil mereka ini dibimbing atau dipulihkan terlebih dahulu.
Maka pada hari ini, di setiap provinsi di Malaysia terdapat badan
Jawatankuasa Damai ini yang terletak di bawah Jabatan Agama Islam
dalam usaha untuk melancarkan serta mempermudah masyakarakat untuk
mendapatkan sesi mediasi di dalam rumahtangga.
Proses Kerja dan Tatacara Perlaksanaan Jawatankuasa Damai.
Proses kerja dan tatacara perlaksanna jawatankuasa ini dalam menanagni
proses permasalahan rumahtangga mempunyai proses kerja yang
tersendiri. Sepertimana yang diketahui bahwa Jawatankuasa Damai ini
berlaku apabila diperintah/diarahkan oleh Mahkamah. Proses ini perlu
dilalui secara berperingkat-peringkat sehinggalah tercapainya keputusan.
Oleh sebab itu Jawatankuasa ini bergerak mengikut proses yang telah
diaturkan bagi mencapai keberhasilan di dalam menjalankan
49
Enakmen 17 Tahun 2003, Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Johor), 2003
-
tanggungjawab mediasi terhadap pasangan yang bermasalah. Oleh itu
proses dan prosedur nya seperti berikut:
1. Surat Perintah dari Mahkamah Syariah
Apabila sesuatu kasus penceraian diajukan ke Mahkamah Syariah
oleh salah seorang dari pasangan yang hendak bercerai yang tanpa
penyetujuan daripada salah seorang daripada pasangan tersebut
untuk bercerai, maka Mahkamah Syariah akan mengarahkan
melalui Surat Perintah kepada Jabatan Agama Islam Negeri Johor
supaya dengan seberapa segera menubuhkan Jawatankuasa Damai.
Maka dengan itu, Jabatan Agama Islam Negeri Johor
menubuhkannya dari seorang pegawai agama, seorang dari pihak
suami dan seorang dari pihak isteri.
2. Alamat dan Poskan Surat pada Plaintif, Defenders dan Wakil.
Selepas diarahkan melalui surat perintah penubuhan Jawatankuasa
Damai oleh pihak Mahkamah, Unit Perunding dan Pembangunan
Keluarga akan seberapa segera melantik salah seorang dari mereka
sebagai Mediator. Selepas itu, mediator akan membuat surat
panggilan kepada pasangan yang terlibat supaya menghadirkan diri
bagi menjalani proses mediasi. Kebiasaannya tempoh panggilan
adalah selama 3 minggu selepas diarahkan oleh Mahkamah. Di
dalam surat tersebut terkandung supaya para pihak penggugat dan
tergugat serta wakil dari kedua pasangan tersebut perlulah
menghadirkan diri di pada masa tanggal dan tempat yang telah
ditetapkan oleh Jawatankuasa Damai.50
3. Proses Mediasi
50
Wawancara bersama Mohd Rafie, Penolong Pengarah Bahagian Pentadbiran Undang-Undang Mahkamah Syariah Negeri Johor pada 6 April 2019
-
Kedua-dua pasangan ini sebagaimana yang telah ditetapkan pada
surat panggilan proses mediasi. Kehadiran pasangan tersebut akan
direkodkan. Semasa proses mediasi ini pihak Mediator hendaklah
memainkan peranan dengan bijaksana sebagaimana yang
terkandung dalam pasal 47 (10) yang mana pihak mediator
hendaklah memberi tiap-tiap seorang dari mereka peluang untuk
didengar dan boleh mendengar mana-mana orang lain dan
membuat apa-apa penyiasatan yang difikirkannya patut dan boleh,
jika ia fikirkan perlu, untuk menangguh proses mediasi maka
semua itu adalah di dalam bidang kuasanya.51
Perlu dingatkan
bahwa semasa proses mediasi tersebut berlangsung tidak
dibenarkan mana-mana peguam hadir atau bertindak sebagai
pendamai pasangan tersebut.
4. Keputusan dari Proses Mediasi
Selepas melalui proses ini, jika cubaan pertama dapat
menghasilkan keputusan samada mahu bercerai atau tidak,
Jawatankuasa Damai akan membuat draf atau surat untuk
dilaporkan ke Mahkamah Syariah. Sekiranya tiada keputusan yang
atau tiada jalan penyelesaian atau mungkin pasangan masih
berkeras mempertahankan keputusan asal maka Jawatankuasa
Damai ini akan memanggil mereka untuk kali kedua. Proses ini
mungkin akan memakan masa yang lama sehingga 6 bulan atau
lebih sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Keluarga
Islam Negeri Johor pasal 47 (9).52
5. Sediakan draf, Ketik laporan Keputusan.
51
Enakmen 17 Tahun 2003 Undang-undang Keluarga Islam (Negeri Johor) 2003 52
Enakmen 17 Tahun 2003 Undang-undang Keluarga Islam (Negeri Johor) 2003
-
Selepas melalui proses mediasi ini dan telah mendapatkan
keputusan,mediator akan mengetik laporan keputusan kemudian
disahkan serta akan di paraf oleh Ketua Penolong Pengarah
Bahagian Pentadbiran Undang-Undang Syariah.
6. Hantar Keputusan ke Mahkamah.
Selesai laporan maka Jawatankuasa Damai akan menghantar
laporan ke Mahkamah dan salinan kepada pasangan yang terlibat.
B. Faktor-faktor kendala yang mempengaruhi mediasi di Jabatan Agama
Islam Negeri Johor (JAIJ)
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kendala dlaam mediasi
dalam menyatukan semula pasangan yang berselisih.
1) Tiada menghantar wakil
Jawatankuasa Damai yang ditubuhkan hendaklah terdiri dari seorang
pegawai agama seorang wakil dari pihak suami dan seorang wakil dari
pihak isteri. Mereka akan berbincang untuk menyelesaikan permasalahan
yang timbul. Jika tiada wakil yang dihantar maka tugas wakil-wakil
tersebut pasti tidak akan terlaksana. Masalah inilah yang banyak berlaku
dalam kasus-kasus di Johor sama ada kedua-dua pihak tidak menghantar
wakil atau sebelah pihak sahaja yang menghantar wakilnya.
2) Penyelesaian dengan baik
Terdapat juga kasus yang dapat diselesaikan dengan baik. Walaupun
Mahkamah telah memerintahkan Pejabat Agama supaya menubuhkan
Jawatankuasa Damai, namun diatas permintaan pasangan yang
bersengketa yang mahu membuat penyelesaian secara baik tanpa
melibatkan pihak Mediator.
3) Menolak Jawatankuasa Damai
-
Terdapat juga kasus yang menolak perintah mahkamah untuk membentuk
sebuah Jawatankuasa Damai, ini berlaku karena wakil yang dihantar oleh
pasangan tersebut berkemungkinan tidak diberi kepercayaan oleh salah
seorang pasangan terbabit.
Secara tidak langsung tiada sebarang perdamaian atau persetujuan yang
dapat dibuat dan pasangan tersebut enggan berdamai. Akhirnya mahkamah
membenarkan permohonan cerai dengan talak satu.
4) Enggan Berdamai
Kelazimannya pasangan yang telah mengikuti masa mediasi oleh Jabatan
Agama Islam untuk menjalani proses perdamaian akan menemui jalan
kegagalan, mereka akan terus ke Mahkamah hanya bertujuan utnuk
bercerai.
Jadi apabila Jawatankuasa Damai ini dibentuk, mereka mencadangkan
kepada Mahkamah bahwa pasangan tersebut tidak boleh didamaikan lagi
dan mengesyorkan agar permohonan mereka untuk bercerai dibenarkan
oleh mahkamah.53
5) Tidak Faham Konsep Mediasi
Menurut Ust Hafiz lagi, salah satu faktor yang menjadi masalah Mediator
untuk berfungsi dengan baik ialah pasangan suami isteri yang bersengketa
dan wakil-wakil yang dihantar oleh pasangan tersebut tidak memahami
konsep sebenar mediasi itu. Oleh itu, mereka tidak dapat bekerjasama dan
berunding dengan baik dalam usaha mendamaikan pasangan suami isteri
tersebut.
Memerhatikan cara kerja dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh
badan mediator dalam menangani permasalahan perkawinan di Jabatan
53
Wawancara bersama Ust Hafiz, Penolong Badan Pembangunan Keluarga Jabatan Agama Islam Negeri Johor pada 30 Maret 2019
-
Agama Islam Negeri Johor serta keberhasilan yang telah dicapai menurut
penulis khidmat mediator ini amat lah penting.
C. Hubungan antara Penerapan Mediasi di Jabatan Agama Islam Negeri
Johor (JAIJ) dengan faktor tingginya tahap perceraian di Mahkamah
Syariah Johor Bahru.
Apabila terdapat permohonan cerai, Mahkamah akan memerintahkan untuk
dibentuk suatu Jawatankuasa Damai dengan harapan pasangan suami isteri yang
berselisih dapat berdamai, namun ia masih belum dapat mengurangkan kadar
penceraian yang berlaku khususnya di daerah Johor ini kerana kebanyakkan kasus
berkahir dengan perceraian atau tiada sebarang perdamaian yang dapat dilakukan.
Disini juga penulis memaparkan tabel-tabel yang berkaitan dengan kasus dan
jumlah kasus yang berhasil ditangani yaitu:
Tabel 1: Statistik Perceraian Daerah Johor Bahru 2016-2018
Daerah Jenis Kes Kod Nama
2016 2017 2018
Daftar Selesai-
ddaftar Daftar Selesai-
daftar Daftar Selesai-
daftar
Johor
Bahru
055 - Tuntutan