12 kompetensi dasar.docx

Upload: ivan

Post on 05-Nov-2015

105 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SOP PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

A. Konsep TeoriPemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:1. Inspeksi Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010).Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.

2. Palpasi Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997). Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.

3. PerkusiPerkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)

4. Auskultasi Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997). Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010). Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut:a. Kontrol infeksi Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.b. Kontrol lingkungan Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien1. Komunikasi (penjelasan prosedur)2. Privacy dan kenyamanan klien 3. Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)4. Berada di sisi kanan klien5. Efisiensi 6. Dokumentasi

B. Tujuan Pemeriksaan FisikSecara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan.3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaan.5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.

C. Manfaat Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

D. IndikasiMutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada:1. klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

E. Prosedur pemeriksaan fisik Persiapana. AlatMeteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku catatan perawat.Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.

b. Lingkungan Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klienc. Klien (fisik dan fisiologis)Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.d. Prosedur Pemeriksaan1. Cuci tangan2. Jelaskan prosedur3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen bila di perlukan4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.Posisi klien : duduk/berbaringCara : inspeksi1. Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)2. Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :)Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)3. Jenis kelamin4. Usia dan Gender5. Tahapan perkembangan6. TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)7. Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)8. Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)9. Postur dan cara berjalan10. Bentuk dan ukuran tubuh11. Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)12. Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.13. Dokumentasikan hasil pemeriksaan

a. Pengukuran tanda vital Posisi klien : duduk/ berbaring1. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)2. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)3. Nadia) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: 20: Takipnea; redup. Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

B. System kardiovaskulerTujuan a) Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung b) Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar c) Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal d) Mendeteksi gangguan kardiovaskulerPersiapan alat a) Stetoskop b) Senter kecilProsedur pelaksanaan Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis Palpasi: denyutanNormal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba. Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup)Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8. Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung. Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

9. Dada dan aksilaTujuan a) Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara b) Mendeteksi awal adanya kanker payudaraPersiapan alat a) Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)Prosedur pelaksanaan Inspeksi payudara: Integritas kulit Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran vena Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

10. Pemeriksaan Abdomen (Perut)Posisi klien: BerbaringTujuan a) Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut b) Mendengarkan suara peristaltic usus c)Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam perut.Persiapan a) Posisi klien: Berbaring b) Stetoskop c) Penggaris kecil d) Pensil gambar e) Bntal kecil f)Pita pengukurProsedur pelaksanaan Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus. Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta. Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya. Perkusi hepar: Batas Perkusi Limfa: ukuran dan batas Perkusi ginjal: nyeriNormal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan = hipertimpani Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahuluNormal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan penumpukan cairanSetelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

11. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)Tujuan :1. Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian2. Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertentu.Alat :1. Meteran Posisi klien: Berdiri. duduk Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh. Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .Normal: teraba jelas Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.Normal: reflek bisep dan trisep positifSetelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

12.Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak kaki) Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus ototNormal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutanNormal: teraba jelas Tes reflex :tendon patella dan archilles.Normal: reflex patella dan archiles positifSetelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

13. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomyTujuan:1. Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.2. Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.3. Melakukan perawatan genetalia4. Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.Alat :1. Lampu yang dapat diatur pencahayaannya2. Sarung tanganPemeriksaan rectumTujuan :1. Mengetahui kondisi anus dan rectum2. Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal3. Mengetahui intregritas spingter anal eksternal4. Memeriksa kangker rectal dll

Alat :1. Sarung tangan sekali pakai2. Zat pelumas3. Penetangan untuk pemeriksaanProsedur Pelaksanaan1. Wanita: Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris, edema, pengeluaran.Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau) Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.2. Pria: Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaranNormal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

F. Evaluasi Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan. Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan yang di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.

G. DokumentasiPerawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan langkah-langkah proses keperawatan.Format SOAPIE, terdiri dari:1. Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien2. Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi oleh perawat.3. Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang kemajuan atau kemunduran klien4. Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien5. Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasarkan rencana6. Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasikan.

SOP PEMBERIAN OBAT

PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN OBATPemberian obat dibagi menjadi 3 yaitu : formulasi, cara pemberian obat, dan regimen dosis.I.FormulasiFormulasi obat tergantung pada faktor-faktor : Penghalang yang dapat dilewati oleh obat. Keadaan saat obat akan digunakan. Mendesaknya situasi medis. Kestabilan obat. Efek lintasan pertama.II.Cara pemberian obat : Cara pemberian obat meliputi : Oral ( PO ) : paling cocok untuk obat-obat yang diberikan sendiri. Sublingual : absorpsinya baik melalui jaringan kapiler di bawah lidah. Rektal (PR ): berguna untuk pasien yang tidak sadar atau muntah-muntah atau anak kecilCara pemberian obat secara tradisional/ parenteral ( sekitar saluran pencernaan ) : Intravena ( IV ) : awitan ( onset ) kerjanya cepat karena obat disuntikkan langsung kedalam aliran darah. Intramuskular ( IM ) : obat melalui dinding kapiler untuk memasuki aliran darah. Subkutan ( SubQ,SC ) : obat disuntikkan dibawah kulit dan menembus dinding kapiler untuk memasuki aliran darah Inhalasi : secara umum absorpsinya cepat. Topikal : berguna untuk pemberian obat-obat lokal, khusus nya yang mempunyai efek toksik jika diberikan secara sistemik. Transdermal : sedikit obat-obatan yang dapat diformulasikan sedemikian sehingga koyo yang berisi obat tersebut ditempelkan kekulit.

III.Regimen DosisTiga regiman dosis yang umum diperbandingkan : Dosis tunggal : Plasma : konsentrasi obat dalam plasma meningkat saat obat didistribusikan kedalam aliran darah, kemudian turun saat obat didistribusikan ke jaringan, dimetabolisme, dan di eskresi. Oral : obat yang diberika secara oral mencapai konsentrasi plasma puncak lebih lambat dari pada obat yang diberikan secara intra vena. Infus kontinu ( IV ) : keadaan stabil ( keseimbangan ) konsentrasi obat dalam plasma di capai setelah infus kontinu selama 4-5 waktu paruh. Dosis intermiten : sebuah obat harus diberikan selama 4-5 waktu paruh sebelum tercapai keadaan stabil ( keseimbangan ) Puncak adalah nilai-nilai tinggi pada fluktuasi. Efek toksik paling mungkin terjadi selama konsentrasi puncak obat. Lembah adalah nilai-nilai rendah pada fluktuasi. Kurangnya efek obat paling mungkin terjadi selama konsentrasi lembah obat.Berikut ini yang dimaksud waktu paruh, ialah : Waktu paruh adalah jumlah waktu yang dibutuhkan oleh konsentrasi suatu obat dalam plasma untuk turun menjadi 50% setelah penghentian obat. Waktu paruh distribusi ( t ) mencerminkan penurunan konsentrasi obat dalam plasma yang cepat saat suatu dosis obat didistribusikan diseluruh tubuh. Waktu paruh eliminasi (t ) sering kali jauh lebih lambat, mencerminkan metabolisme dan ekskresi obat. Kadar terapeutik obat dapat dicapai lebih cepat dengan memberikan dosis muatan yang di ikuti dengan dosis rumatan. Dosis rumatan adalah dosis awal obat yang lebih tinggi dari dosis-dosis selanjutnya dengan tujuan mencapai kadar obat terapeutik dalam serum dengan cepat. Dosis rumatan merupakan dosis obat yang mempertahankan konsentrasi plasma dalam keadaan stabil pada rentang terapeutik.

Regimen dosis ( cara, jumlah, dan frekuensi) pemberian obat mempengaruhi awitan dan durasi ( lama ) kerja obat. Awitan adalah jumlah waktu yang diperlukan oleh suatu obat untuk mulai bekerja. Durasi adalah lamanya waktu suatu obat bersifat terapeutik.

PEMBERIAN OBAT

A. PENGERTIAN OBATObat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuh.Pada aspek obat ada beberapa istilah yang penting kita ketahui diantaranya: nama generic yang merupakan nama pertama dari pabrik yang sudah mendapatkan lisensi, kemudian ada nama resmi yang memiliki arti nama di bawah lisensi salah satu publikasi yang resmi, nama kimiawi merupakan nama yang berasal dari susunan zat kimianya seperti acetylsalicylic acid atau aspirin, kemudian nama dagang ( trade mark) merupakan nama yang keluar sesuai dengan perusahaan atau pabrik dalam menggunakan symbol seperti ecortin, bufferin, empirin, anlagesik, dan lain-lain.Obat yang digunakan sebaiknya memenuhi berbagai standar persyaratan obat diantaranya kemurnian, yaitu suatu keadaan yang dimiliki obat karena unsure keasliannya, tidak ada pencampuran dan potensi yang baik.selain kemurnian, obat juga harus memiliki bioavailibilitas berupa keseimbangan obat, keamanan, dan efektifitas

B. REAKSI OBATSebagai bahan atau benda asing yang masuk kedalam tubuh obat akan bekerja sesuai proses kimiawi, melalui suatu reaksi obat. Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi sehingga terjadi pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.Adapun faktor yang mempengaruhi reaksi obat yaitu :1. Absorbs obat2. Distribusi obat3. Metabolisme obat4. Eksresi sisaAda 2 efek obat yakni efek teurapeutik dan efek samping. Efek terapeutik adalah obat memiliki kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai kandungan obatnya seperti paliatif ( berefek untuk mengurangi gejala), kuratif ( memiliki efek pengobatan) dan lain-lain. Sedangkan efek samping adalah dampak yang tidak diharapkan, tidak bias diramal, dan bahkan kemungkinan dapat membahayakan seperti adanya alerg, toksisitas ( keracunan), penyakit iatrogenic, kegagalan dalam pengobatan, dan lain-lain.C. PRINSIP PEMBERIAN OBATDalam pemberian obat, terdapat 12 prinsip benar yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut :1. Benar obatSebelum mempersiapkan obat ketempatnya perawat harus memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat obat dikembalikan ketempat penyimpanan. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.2. Benar dosisUntuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain sehingga perhitungan benar untuk diberikan kepada pasien.3. Benar pasienObat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan dengan cara mengidentifikasi kebenaran obat dengan mencocokkan nama, nomor register, alamat dan program pengobatan pada pasien.4. Benar cara pemberianObat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.5. Benar waktuPemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang diprogramkan, karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat.6. Benar dokumentasiSetelah obat diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu, dan oleh siapa obat itu diberikan. Pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku dirumah sakit. Dan selalu mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan serta respon klien terhadap pengobatan.

7. Benar pendidikan kesehatan perihal medikasi klienPerawat mempunyai tanggung jawab dalam melakukan pendidikan kesehatan pada pasien, keluarga dan masyarakat luas terutama yang berkaitan dengan obat seperti manfaat obat secara umum, penggunaan obat yang baik dan benar, alasan terapi obat dan kesehatan yang menyeluruh, hasil yang diharapkan setelah pemberian obat, efek samping dan reaksi obat yang merugikan dari obat, interaksi obat dengan obat dan interaksi obat dengan makanan, perubahan-perubahan yang diperlukan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari selama sakit, dan sebagainya.8. Hak klien untuk menolakKlien berhak untuk menolak dalam pemberian obat. Perawat harus memberikan inform consent dalam pemberian obat.9. Benar pengkajinPerawat selalu memeriksa TTV (Tanda-Tanda Vital) sebelum pemberian obat.10. Benar evaluasiPerawat selalu melihat/memantau efek kerja dari obat setelah pemberiaanya.11. Benar reaksi terhadap makanan Obat memiliki efektivitas jika diberikan pada waktu yang tepat. Jika obat itu harus diminum sebelum makan (ante cimum atau a.c.) untuk memperoleh kadar yang diperlukan harus diberi satu jam sebelum makan misalnya tetrasiklin, dan sebaiknya ada obat yang harus diminum setelah makan misalnya indometasin.12. Benar reaksi dengan obat lainPada penggunaan obat seperti cloramphenicol diberikan dengan omeprazol penggunaan pada penyakit kronis.

D. PERHITUNGAN DOSIS OBATDosis pada Bayi dan Anak BalitaPembagian dosis obat pada bayi dan anak balita dibedakan berdasarkan 2 standar, yaitu berdasarkan luas permukaan tubuh dan berat badan.a. DM tercantum berlaku untuk orang dewasa, bila resep mengandung obat yang ber-DM, tanyakan umurnya.b. Bila ada zat yang bekerja searah, harus dihitung DM searah (dosis ganda).c. Urutan melihat daftar DM berdasarkan Farmakope Indonesia edisi terakhir (FI. Ed.III, Ekstra Farmakope, FI. Ed.I, Pharm. Internasional, Ph. Ned. Ed. V, CMN dan lain-lain).d. Setelah diketahui umur pasien, kalau dewasa langsung dihitung, yaitu untuk sekali minum : jumlah dalam satu takaran dibagi dosis sekali dikali 100%. Begitu juga untuk sehari minum : jumlah sehari dibagi dosis sehari dikali 100%.e. Dosis Maksimum (DM) searah : dihitung untuk sekali dan sehari.f. Cara menghitung Dosis Maksimum (DM) untuk oral berdasarkan :1. YoungUntuk umur 1-8 tahun dengan rumus :Da = n/ n +12 x Dd (mg) tidak untuk anak > 12 tahunn = umur dalam tahun2. DillingUntuk umur di atas 8 tahun dengan rumus :Da = n / 20 + Dd ( mg )n = umur dalam tahun3. GaubiusDa = 1/12 + Dd ( mg ) ( untuk anak sampai umur 1 tahun )Da = 1/8 + Dd ( mg ) ( untuk anak 1-2 tahun )Da = 1/6 + Dd ( mg ) ( untuk anak 2-3 tahun )Da = 1/ 4 + Dd ( mg ) ( untuk anak 3-4 tahun )Da = 1/3 + Dd ( mg ) ( untuk anak 4 7 tahun )4. FriedDa = m/150 x Dd ( mg )5. SagelDa = (13 w + 15)/100 + Dd ( mg ) ( umur 0 20 minggu )Da = ( 8w + 7)/100 + Dd ( mg ) ( umur 20 52 minggu )Da = ( 3w+ 12)/100 + Dd ( mg ) ( umur 1-9 minggu )6. ClarkUntuk umur 60 mmHg atau SaO2> 90% dan mencegah dan mengatasi hipoksia jaringan dan beban kerja kardiorespirasi yang berlebih (Perry & Potter, 2006). Selain itu, terapi oksigen juga dapat meningkatkan bersihan napas klien, mencegah infeksi, dan meningkatkan rasa nyaman pada klien.

IndikasiTerapi ini dilakukan pada penderita:1. Klien anoksia atau hipoksia2. Klien hipoksemia3. Kelumpuhan alat-alat pernapasan 4. Selama dan sesudah dilakukan narcose umum5. Mendapat trauma paru6. Tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda shock, dispneu, cyanosis, apneu7. Dalam keadaan coma.

Beberapa alat yang duganakan untuk terapi oksigenA. Terapi Oksigen Dengan Kanula NasalPengertian Kanula nasal (prongs) merupakan alat sederhana untuk pemberian oksigen dengan memasukkan dua cabang kecil kedalam hidung. Kanula nasal/nasal kanul berguna untuk memberikan kira-kira 24-44% oksigen dengan kecepatan aliran 1-6 L/menit (aliran yang lebih dari 6L/menit tidak menghantarkan oksigen lebih banyak). Kanula nasal mudah dipasang dan tidak mengganggu kemampuan klien untuk makan atau berbicara. Kanula nasal juga relatif nyaman karena memungkinkan kebebasan pergerakan dan toleransi dengan baik oleh klien.Indikasi Nasal kanul diberikan pada pasien PPOK (Paru-Paru Obstruksi Kronoik).Kontraindikasi1. Pada klien yang terdapat obstruksi nasal 2. Pada klien yang membutuhkan kecepatan aliran >6 L/menit dan konsentrasi >44%Prinsip 1. Kanula nasal untuk mengalirkan oksigen dengan kecepatan aliran 1-6 L/menit, untuk aliran ringan/rendah biasanya hanya 2-3 liter/ menit yang digunakan.2. Membutuhkan pernapasan hidung.3. Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi > 44%.Persiapan Alat1. Kanula nasal2. Selang oksigen3. Humidifier4. Water steril5. Tabung oksigen dengan flowmeter6. Plester

Prosedur 1. Periksa program terapi medicR : Mengetahui kondisi kesehatan pasien2. Ucapkan salam terapeutikR: Penerapan komunikasi terapeutik dan memudahkan kerjasama dengan klien.3. Lakukan evaluasi/validasiR : Mengetahui data yang akurat tentang pasien.4. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.R : Memberi informasi pada klien tentang tindakan yang dilakukan agar tidak terjadi mis komunikasi dan memudahkan kerjasama dengan klien.5. Cuci tanganR : Mengurangi penyebaran bakteri dan penularan penyakit.6. Persiapkan alatR : Efisien dalam melakukan tindakan7. Kaji adanya tanda dan gejala klinis dan secret pada jalan napas.R : Memudahkan pemberian tindakan yang akan dilakukan dan mengurangi iritasi saluran pernafasan.8. Sambungkan kanula nasal keselang oksigen dan ke sumber oksigen.R : Mengalirkan oksigen ke kanula nasal.9. Berikan aliran oksigen sesuai dengan kecepatan aliran pada progam medis dan pastikan berfungsi dengan baik.R : Memberi oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien.1. Selang tidak tertekuk dan sambungan paten.2. Ada gelembung udara pada humidifier.3. Terasa oksigen keluar dari kanula.R : Memastikan bahwa aliran oksigen dari humidifier dapat berfungsi dengan baik.10. Letakkan ujung kanula pada lubang hidung pasien.R : Meningkatkan kenyamanan pasien dan mengurangi terjadinya iritasi pada membrane mukosa hidung.11. Atur pita elastic atau selang plastic ke kepala atau ke bawah dagu sampai kanula pas dan nyaman.R : Mempertahankan letak nasal kanul agar tidak berpindah posisi.

12. Beri plester pada kanula dikedua sisi wajah.R : Mempertahankan letak nasal kanul agar tidak berpindah posisi.13. Periksa kanula setiap 8 jam.R : Mengkaji perkembangan pasien selama pemberian oksigenasi.14. Pertahankan batas air pada botol humidifier setiap waktu.R : Menjaga kelembapan pada membrane mukosa hidung pasien.15. Periksa jumlah kecepatan aliran oksigen dan program terapi secara periodic sesuai respon klien, biasanya tiap 1 jam sekali.R : Mengetahui kesesuaian dan ketepatan pemberian oksigen.16. Kaji membran mukosa hidung dari adanya iritasi dan beri jelly untuk melembapkan membrane mukosa jika diperlukan. R : Agar kenyamanan serta kelembapan membrane mukosa hidung tetap terjaga dalam kondisi baik.17. Cuci tangan.R : Mengurangi penyebaran bakteri dan penularan penyakit.18. Evaluasi respon pasien.R : Mengetahui keefektifan tindakan yang diberikan.19. Catat hasil tindakan yang telah dilakukan dan hasilnya.R : Mendokumentasikan segala kegiatan yang dilakukan.Evaluasi1. Observasi kondisi hidung mulut dan perawatan lubang hidung atau iritasi nasofaringeal.2. Kaji respon klien setelah pemberian oksigen (pola pernapasan dan kecepatan)3. Cek kanul sesuai respon klien, biasanya tiap 1 jam sekali.4. PO2 arterial berkisar antara 80 100 mmHg5. Kondisi hipoksia dapat teratasi.6. Frekuensi pernapasan dalam kisaran 14 20 kali per menit.B. Pemberian Oksigen Melalui Masker Wajah Sederhana Pengertian Masker wajah sederhana adalah alat untuk terapi oksigen yang menutupi hidung dan mulut klien, digunakan untuk inhalasi oksigen. Bagian ekshalasi pada kedua sisi masker memungkinkan dikeluarkannya karbon dioksida yang dihembuskan. Masker wajah memberikan oksigen dengan konsentrasi dan kecepatan aliran lebih tinggi dari kanula nasal, 40-60% pada kecepatan 5-8 liter/menit.IndikasiPada klien hipoksemia dengan tanda klinis sianosis (pucat pada wajah. bibir, dan warma kulit)KontraindikasiPada klien PPOK yang hanya membutuhkan aliran oksigen 1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar. Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)d. Fraktur batang femur (anak anak)e. Fraktur supracondyler femurFraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.f. Fraktur intercondylairBiasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.g. Fraktur condyler femurMekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

SOP RJP (RESUSITASI JANTUNG PARU)

PengertianRJP adalah suatu usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau fungsi jantung serta menangani akibat-akibat berhentinya fungsi-fungsi tersebut pada orang yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Nafas Buatan disebut juga Resusitasi Jantung Paru atau Bantuan Hidup Dasar atau CPR (CardioPulmonary Resuscitation), merupakan suatu tindakan kegawatan sederhana tanpa menggunakan alat bertujuan menyelamatkan nyawa seseorang dalam waktu yang sangat singkat (Rahmad, 2009).

Indikasi1. Orang yang tidak bernafasHenti napas ditandai dengan tidak adanyagerakan dadadan aliran udara pernapasandari korban/pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan: Tenggelam Stroke (Mempunyai riwayat hipertensi, trus tiba-tiba jatuh/pingsan) Obstruksi jalan napas (Kerusakan daerah tenggorokan) Epiglotitis (Peradangan Pita Suara) Overdosis obat-obatan Tersengat listrik Infark miokard (Serangan Jantung) Tersambar petir Koma akibat berbagai macam kasus (Pingsan tanpa penyebab)Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk kedalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.

2. Henti jantungPada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi darah. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.

Kontraindikasi1. DNAR (do not attempt resuscitation)2. Tidak ada manfaat fisiologis karena fungsi vital telah menurun3. Ada tanda kematian yang reversibel (rigormotis (kaku mayat), dekapitasi, dekomposisi, atau pucat).Pemeriksaan PrimerPrinsip pemeriksaan primer adalah bantuan napas dan bantuan sirkulasi. Untuk dapat mengingat dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, yaitu : Aairway(jalan napas) Bbreathing(bantuan napas) Ccirculation(bantuan sirkulasi)Sebelum melakukan tahapanA(airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada korban/pasien, yaitu :1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong2. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atauPak !!! /Bu!!! / Mas!!! /Mbak !!!.3. Meminta pertolongan.Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriakTolong !!!untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.

4. Memperbaiki posisi korban/pasien.Untuk melakukan tindakanRJP yang efektif, korban/pasien harus dalam posisiterlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras.jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.Ingat!penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.5. Mengatur posisi penolong.Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.

Posisi penolong yang benarA. (AIRWAY) Jalan NapasSetelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukkan tindakan :a. Pemeriksaan jalan napasTindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnikCross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.

b. Membuka jalan napasSetelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu(Head tild chin lift)dan Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah).

B.(BREATHING) Bantuan napasPrinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan memberikan 2 kali ventilasi per 10 detik pada saat setelah kompresi. Terdiri dari 2 tahap :1. Memastikan korban/pasien tidak bernapas.Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.2. Memberikan bantuan napas.Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16 17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.Cara memberikan bantuan pernapasan : Mulut ke mulutBantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung. Mulut ke hidungTeknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien. Mulut ke StomaPasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.

6. (CIRCULATION) Bantuan sirkulasiTerdiri dari 2 tahapan :1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis di daerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 2 cm raba dengan lembut selama 5 10 detik.Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.2. Memberikan bantuan sirkulasi.Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut : Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).

Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi. Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada korban/pasien, jari-jari tangan dapat diluruskan atau menyilang. Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali kompresi)dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1.5 2 inci (3,8 5 cm). Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle). Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi. Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik = 30 kompresi dan 2 kali tiupan nafas), dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong.Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.RINGKASAN MELAKUKANRJP (RESUSITASI JANTUNG PARU)Sebagai Ringkasan, Penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut :1. Penilaian korbanTentukan kesadaran korban/pasien (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut dan mantap), jika tidak sadar, maka2. Minta pertolongan serta aktifkan sistem emergensi3. Jalan napas(AIRWAY) Posisikan korban/pasien Buka jalan napas dengan manuver tengadah kepala-topang dagu.

4. Pernapasan (BREATHING)Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau tidak pernapasan korban/pasien.5. Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan, serta tidak ada trauma leher (trauma tulang belakang) posisikan korban pada posisi mantap (Recovery positiotion), dengan tetap menjaga jalan napas tetap terbuka.6. Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukkan bantuan napas. Di Amerika serikat dan di negara lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali, sedangkan di Eropa, Australia, New Zealand diberikan 5 kali. Jika pemberian napas awal terdapat kesulitan, dapat dicoba dengan membetulkan posisi kepala korban/pasien, atau ternyata tidak bisa juga maka dilakukan : Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan 2 kali ventilasi, setiap kali membuka jalan napas untuk menghembuskan napas, sambil mencari benda yang menyumbat di jalan napas, jika terlihat usahakan dikeluarkan. Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen obstruksi jalan napas oleh benda asing. Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan pernapasan. Setelah memberikan napas 12 kali (1 menit), nilai kembali tanda-tanda adanya sirkulasi dengan meraba arteri karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak bernapas lanjutkan kembali bantuan napas.7. Sirkulasi (CIRCULATION)Periksa tanda-tanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan pernapasan dengan cara melihat ada tidaknva pernapasan spontan, batuk atau pergerakan. Untuk petugas kesehatan terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi pada arteri Karotis.1. jika ada tanda-tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi dada, hanya menilai pernapasan korban/pasien (ada atau tidak ada pernapasan)2. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, denvut nadi tidak ada lakukan kompresi dada Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali tiap 10 detik Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan pernapasan.

Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai kembali kompresi 30 kali tiap 10 detik. Lakukan 4 siklus secara lengkap (30 kompresi dan 2 kali bantuan pernapasan)8. Penilaian UlangSesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian korban dievaluasi kembali, Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan Napas dengan rasio 30 : 2. Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 10 12 kali permenit dan monitor nadi setiap saat. Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan napas tetap terbuka kemudian korban/pasien ditidurkan pada posisi sisi mantap.

SOP PERAWATAN LUKA

A. PENGERTIAN LUKASecara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang.Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:a. Healing by primary intentionTepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.b. Healing by secondary intentionTerdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.c. Delayed primary healing (tertiary healing)Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.

B. PROSES PENYEMBUHAN LUKA1. Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang tindih (overlap)2. Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka tersebut3. Fase penyembuhan luka :a. Fase inflamasi :1. Hari ke 0-52. Respon segera setelah terjadi injuripembekuan darahuntuk mencegah kehilangan darah3. Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa4. Fase awal terjadi haemostasis5. Fase akhir terjadi fagositosis6. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksib. Fase proliferasi or epitelisasi1. Hari 3 142. Disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan jaringan granulasi pada lukaluka nampak merah segar, mengkilat3. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid4. Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka5. Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisic. Fase maturasi atau remodelling1. Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun2. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)3. Terbentuk jaringan parut (scar tissue)50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya4. Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan

C. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan lukaa.Status Imunologib.Kadar gula darah (impaired white cell function)c.Hidrasi (slows metabolism)d.Nutritisie.Kadar albumin darah (building blocks for repair, colloid osmotic pressure oedema)f.Suplai oksigen dan vaskularisasig.Nyeri (causes vasoconstriction)h.Corticosteroids (depress immune function)D. Cara Perawatan Luka dengan Modern DressingPerkembangan perawatan luka (wound care ) berkembang dengan sangat pesat di dunia kesehatan. Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance, dimana disebutkan dalam beberapa literature lebih efektif untuk proses penyembuhan luka bila dibandingkan dengan metode konvensional.Perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Metode tersebut belum begitu familiar bagi perawat di IndonesiaBiasanya, tidak banyak yang dilakukan untuk merawat luka. Apalagi jika hanya luka ringan. Langkah pertama yang diambil adalah membersihkannya kemudian langsung diberi obat luka atau yang lebih dikenal dengan obat merah. Sementara pada luka berat, setidaknya langkah yang diambil tidak jauh dari membersihkannya dahulu, setelah itu diberi obat. Sering orang tidak memperhatikan perlukah luka tersebut dibalut atau tidak.Sementara itu,menurut Anik Enikmawati SKep NS dari Akper Muhammadiyah Surakarta, kepada Joglosemar beberapa waktu lalu mengungkapkan perawatan luka berbeda-beda tergantung pada tingkat keparahan luka tersebut. Perawatan luka paling sulit tergantung pada derajat luka. Jika luka mendalam sampai ke lapisan kulit paling dalam, proses sembuhnya tentu saja juga paling lama. ungkapnya.

Seperti pada kasus luka akibat penyakit diabetes misalnya, papar Anik, terdapat kasus bahwa luka tersebut harus diamputasi. Namun, tindakan amputasi ternyata bisa digagalkan setelah dirawat dengan saksama dan dengan metode yang benar dan tentunya dilakukan oleh perawat ahli. Kesembuhan luka pada tingkat tertentu seperti pada kasus luka akibat diabetes tergantung pada kedisiplinan perawatan. Untuk itu harus diperkenalkan pada masyarakat bahwa telah ada program perawatan di rumah atau home care dengan perawat datang ke rumah, ujar Anik.Namun sekarang, perkembangan perawatan luka atau disebut dengan wound care berkembang sangat pesat di dunia kesehatan. Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance, di mana disebutkan dalam beberapa literatur lebih efektif untuk penyembuhan luka bila dibandingkan dengan metode konvensional.Perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Metode tersebut memang belum familier bagi perawat di Indonesia. Di sisi lain, metode perawatan luka modern dressing ini telah berkembang di Indonesia terutama rumah sakit besar di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Sedangkan di rumah sakit-rumah sakit tingkat kabupaten, perawatan luka menggunakan modern dressing tersebut masih belum berkembang dengan baik. Untuk itu, belum lama Akper Muhammadiyah Surakarta mengadakan workshop dengan tajuk A Half Day Workshop on Wound Management di Balai Muhammadiyah Surakarta. Sebagai pembicara, hadir Widasari SG SKP RN WOC (ET) N WCS, Direktur Wocare Klinik.Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa suatu luka akan cepat sembuh jika luka tersebut telah mengering. Namun faktanya, lingkungan luka yang seimbang kelembabannya memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen di dalam matriks nonselular yang sehat. Pada luka akut, moisture balance memfasilitasi aksi faktor pertumbuhan, cytokines dan chemokines yang mempromosi pertumbuhan sel dan menstabilkan matriks jaringan luka. Jadi, luka harus dijaga kelembabannya.Dikatakan Widasari, terlalu lembab di lingkungan luka dapat merusak proses penyembuhan luka dan merusak sekitar luka, menyebabkan maserasi tepi luka. Sementara itu, kurangnya kondisi kelembaban pada luka menyebabkan kematian sel, dan tidak terjadi perpindahan epitel dan jaringan matriks.

Untuk menciptakan suasana lembab, pada cara perawatan luka konvensional memerlukan kasa sebagai balutan dan Na Cl untuk membasahi. Kemudian luka dikompres kasa lembab dan diganti sebelum kasa mengering, dalam hal ini, memerlukan penggantian kasa yang sering. Sementara untuk metode perawatan modern, dalam menciptakan suasana lembab menggunakan modern dressing, misalnya dengan ca alginat atau hydrokoloid.Dikatakan Widasari, pada perawatan luka secara modern ini harus tetap diperhatikan pada tiga tahapnya yakni mencuci luka, membuang jaringan mati dan memilih balutan. Mencuci luka bertujuan untuk menurunkan jumlah bakteri dan membersihkan dari sisa balutan lama, serta debrimen jaringan nekrotik atau membuang jaringan dari sel yang mati dari permukaan luka. Dalam hal ini harus diperhatikan pada pemilihan cairan pencuci yang tepat, hati-hati terhadap pemakaian antiseptik. Sedangkan teknik pencucian dapat dengan cara perendaman atau irigasi, tuturnya.Di sisi lain, pemilihan balutan merupakan tahap penting untuk mempercepat proses penyembuhan pada luka. Tujuan dari pemilihan balutan luka ini adalah untuk membuang jaringan mati, benda asing atau partikel dari luka. Belutan juga dapat mengontrol kejadian infeksi atau melindungi luka dari trauma dan invasi bakteri. Pemilihan balutan harus mampu mempertahankan kelembaban luka, selain juga berfungsi sebagai penyerap cairan luka. Balutan juga harus nyaman digunakan dan steril serta cost effective.Sebagai pengganti perawatan luka secara konvensional yang harus sering mengganti kain kasa dengan Na Cl sebagai pembalut luka, sekarang telah ada metode perawatan luka secara modern yang memiliki prinsip menjaga kelembaban luka. Dalam hal ini, jenis balutan yang digunakan adalah kasa. Metode yang dikenal dengan modern dressing ini beberapa contoh di antaranya yakni dengan penggunaan bahan seperti hydrogel.Hydrogel berfungsi untuk menciptakan lingkungan luka tetap lembab. Selain itu juga melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat yang akan terserap ke dalam struktur gel dan terbuang bersama pembalut. Hydrogel juga dapat meningkatkan autolityk debrimen secara alami. Menurut Widasari SG SKP RN WOC (ET)N WCS, Direktur Wocare Klinik, debrimen berarti proses pembuangan jaringan nekrosis atau kematian sel yang disebabkan oleh penurunan proses enzimatic tubuh dari permukaan luka. Modern Dressing dengan hydrogel tidak menimbulkan trauma dan sakit pada saat penggantian balutan dan dapat diaplikasikan selama tiga hari sampai lima hari, tuturnya.

Jenis modern dressing lainnya yakni Ca Alginat dimana kandungan Ca dapat membantu menghentikan perdarahan. Kemudian hydroselulosa dengan fungsi mampu menyerap cairan dua kali lipat dari Ca Alginat. Selanjutnya adalah hydrokoloid yang mampu menjaga dari kontaminasi air dan bakteri serta dapat digunakan untuk balutan primer dan balutan sekunder. Penggunaan jenis modern dressing tentunya disesuaikan dengan jenis indikasi luka.Di sisi lain, Widasari menyarankan untuk penggunaan kasa serta metcovazin dalam perawatan luka dengan kondisi luka yang memiliki warna dasar merah, kuning dan hitam. Metcovazin memiliki fungsi untuk mendukung autolytik debrimen, menghindari trauma saat membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap yang ditimbulkan luka serta mempertahankan suasana lembab. Bentuknya salep dalam kemasan, tandasnya. n Triawati Prihatsari Purwanti

E. Pengkajian Luka1. Kondisi lukaa. Warna dasar lukaDasar pengkajian berdasarkan warna yang meliputi : slough (yellow), necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red), epithelialising (pink).b. Lokasi ukuran dan kedalaman lukac. Eksudat dan baud. Tanda-tanda infeksie. Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembabanf. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung2. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin3. Status vascular : Hb, TcO24. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain5. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya

F. Perencanaan1. Pemilihan Balutan LukaBalutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:a. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.b. Mempercepat angiogenesis. Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.c. Menurunkan resiko infeksid. Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.e. Mempercepat pembentukan Growth factor. Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.f. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:a. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka (absorbing)b. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)c. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)d. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapane. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999)

Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :1.Apakah suplai telah tersedia?2.Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?3.Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?4.Bagaimana dengan pertimbangan biaya?5.Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?6.Bagaimana cara mengevaluasi?

2. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnyaa. Film Dressing1.Semi-permeable primary atau secondary dressings2.Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive3.Conformable, anti robek atau tergores4.Tidak menyerap eksudat5.Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi6.Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak7.Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilmb. Hydrocolloid1.Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers2.Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough3.Occlusive > hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis4.Waterproof5.Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal6.Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV7.Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel

c. Alginate1.Terbuat dari rumput laut2.Membentuk gel diatas permukaan luka3.Mudah diangkat dan dibersihkan4.Bisa menyebabkan nyeri5.Membantu untuk mengangkat jaringan mati6.Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita7.Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat8.Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering9.Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsand. Foam Dressings1.Polyurethane2.Non-adherent wound contact layer3.Highly absorptive4.Semi-permeable5.Jenis bervariasi6.Adhesive dan non-adhesive7.Indikasi : eksudat sedang s.d berat8.Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam9.Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versivae. Terapi alternatif1.Zinc Oxide (ZnO cream)2.Madu (Honey)3.Sugar paste (gula)4.Larvae therapy/Maggot Therapy5.Vacuum Assisted Closure6.Hyperbaric Oxygen

G. Implementasi1. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)a. Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue)b. Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudatc. Untuk merangsang granulasid. Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudate. Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan hydrofibre dressings2. Luka Nekrotika.Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)b.Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisisc.Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudatd.Hydrogels, hydrocolloid dressing3. Luka terinfeksia. Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan lukab. Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada lukac. Wound culture systemic antibioticsd. Kontrol eksudat dan baue. Ganti balutan tiap harif. Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, silver dressings.4. Luka Granulasia. Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang baru, jaga kelembaban lukab. Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudatc. Moist wound surface non-adherent dressingd. Treatment overgranulasie. Hydrocolloids, foams, alginates5. Luka epitelisasia. Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk re-surfacingb. Transparent films, hydrocolloidsc. Balutan tidak terlalu sering diganti

6. Balutan kombinasia. Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya hydrocolloidb. Untuk debridement (deslough) : hydrogel + film/foam atau hanya hydrocolloid atau alginate + film/foam atau hydrofibre + film/foamc. Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent foam atau extra absorbent alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity filler plus foam

SOP PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH

A. DefinisiPenggantian darah atau tranfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau komponen darah seperti plasma, sel darah merah kemasan atau trombosit melalui IV. Meskipun tranfusi darah penting untuk mengembalikan homeostasis, tranfusi darah dapat membahayakan. Banyak komplikasi dapat ditimbulkan oleh terapi komponen darah, contohnya reaksi hemolitik akut yang kemungkinan mematikan, penularan penyakit infeksi dan reaksi demam. Kebanyakan reaksi tranfusi yang mengancam hidup diakibatkan oleh identifikasi pasien yang tidak benar atau pembuatan label darah atau komponen darah yang tidak akurat, menyebabkan pemberian darah yang inkompatibel. Pemantauan pasien yang menerima darah dan komponen darah dan pemberian produk-produk ini adalah tanggung jawab keperawatan. Perawat bertanggung jawab untuk mengkaji sebelum dan selama tranfusi yang dilakukan. Apabila klien sudah terpasang selang IV, perawat harus mengkaji tempat insersi untuk melihat tanda infeksi atau infilrasi.Perawat harus memastikan bahwa kateter yang dipakai klien menggunakan kateter ukuran besar (18-19). Komponen darah harus diberikan oleh personel yang kompeten, berpengalaman dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.B.Tujuan1. Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma atau perdarahan2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien yang mengalami anemia berat.3. Memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi pengganti (misal : faktor pembekuan plasma untuk membantu mengontrol perdarahan pada klien yang menderita hemofilia)C.Golongan dan Tipe DarahDarah tersusun dari beberapa unsur yang mempunyai peran utama dalam terapi tranfusi darah. Komponen ini meliputi antigen, antibody, tipe Rh, dan antigen HLA. Antigen adalah zat yang mendatangkan respon imun spesifik bila terjadi kontak dengan benda asing. Sistem imun tubuh berespon dengan memproduksi antibody untuk memusnahkan penyerang. Reaksi Antigen (Ag) dan Antibodi (AB) ini diperlihatkan dengan aglutinasi atau hemolisis. Antibodi dalam serum berespon terhadap antigen penyerang dengan mengelompokkan sel-sel darah merah bersama-sama dan menjadikan mereka tidak efektif atau memusnahkan sel darah merah. Sistem penggolongan darah didasarkan pada reaksi Ag-AB yang menentukan kompabilitas darah.Golongan darah yang paling penting untuk tranfusi darah ialah sistem ABO, yang meliputi golongan berikut: A, B, O, AB. Penetapan penggolongan darah didasarkan pada ada tidaknya antigen sel darah merah A dan B. Individu-individu dengan golongan darah A mempunyai antigen A yang terdapat pada sel darah merah; individu dengan golongan darah B mempunyai antigen B, dan individu dengan golongan darah O tidak mempunyai kedua antigen tersebut.Aglutinin, atau antibody yang bekerja melawan antigen A dan B, disebutagglutinin anti Adanagglutinin anti B.Aglutinin ini terjadi secara alami. Individu dengan golongan darah A memproduksi aglutinin anti B di dalam plasmanya secara alami. Begitu juga dengan individu dengan golongan darah B, akan memproduksi agglutinin anti A di dalam plasma secara alami. Individu dengan golongan darah O secara alami memproduksi kedua aglutinin tersebut, inilah sebabnya individu dengan golongan darah O disebut sebagai donor universal. Individu golongan AB juga menghasilkan antibodi AB, oleh karena itu individu dengan golongan AB disebut resipien universal. Bila darah yang ditranfusikan tidak sesuai, maka akan timbul reaksi tranfusi.Setelah system ABO, tipe Rh merupakan kelompok antigen sel darah merah dengan kepentingan klinis besar. Tidak seperti anti-A dan anti-B, yang terjadi pada individu normal dan tidak diimunisasi, antibody Rh tidak terbentuk tanpa stimulasi imunisasi. Individu dengan antibodi D disebut Rh positif, sedangkan yang tidak memiliki antibodi D disebut Rh negatif, tidak menjadi soal apakah ada antibodi Rh lainnya. Antibody D dapat menyebabkan destruksi sel darah merah, seperti dalam kasus reaksi tranfusi hemolitik lambat.Penggolongan darah mengidentifikasi penggolonga ABO dan Rh dalam donor darah. Pencocoksilangan (crossmatching) kemudian menentukan kompatibilitas ABO dan Rh adalah penting dalam pemberian terapi tranfusi darah.System HLA merupakan komponen berikutnya untuk dipertimbangkan dalam pemberian tranfusi. System HLA didasarkan pada antigen yang terdapat dalam leukosit, trombosit dan sel-sel lainnya. Penggolongan dan pencocoksilangan HLA kadang-kadang diperlukan sebelum tranfusi trombosit diulangi.

D.Indikasi1. Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar, perdarahan postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb atau penyakit kelainan darah).2. Pasien dengan syok hemoragi.

E.Macam-macam Komponen Darah1. Darah lengkap (whole blood)Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif, meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Infuskan selama 2 sampai 3 jam, maksimum 4 jam/unit. Dosis pada pediatrik rata-rata 20 ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi. Bisanya tersedia dalam volume 400-500 ml dengan masa hidup 21 hari. Hindari memberikan tranfusi saat klien tidak dapat menoleransi masalah sirkulasi. Hangatkan darah jika akan diberikan dalam jumlah besar.Indikasi:1.Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar2.Klien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25 persen dari volume darah total2. Packed Red Blood cells (RBCs)Komponen ini mengandung sel darah merah, SDP, dan trombosit karena sebagian plasma telah dihilangkan (80 %). Tersedia volume 250 ml. Diberikan selama 2 sampai 4 jam, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui. Hindari menggunakan komponen ini untuk anemia yang mendapat terapi nutrisi dan obat. Masa hidup komponen ini 21 hari.Indikasi :1.Pasien dengan kadar Hb rendah2.Pasien anemia karena kehilangan darah saat pembedahan3.Pasien dengan massa sel darah merah rendah3. White Blood Cells (WBC atau leukosit)Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti RBCs, plasma dihilangkan 80 % , biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu diketahui golongan darah ABO dan sistem Rh. Apabila diresepkan berikan dipenhidramin. Berikan antipiretik, karena komponen ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk pencegahan infeksi, berikan tranfusi dan disambung dengan antibiotik.Indikasi :1. Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien dengan kultur darah positif, demam persisten /38,3 C dan granulositopenia)

4. Leukosit poor RBCsKomponen ini sama dengan RBCs, tapi leukosit dihilangkan sampai 95 %, digunakan bila kelebihan plasma dan antibody tidak dibutuhkan. Komponen ini tersedia dalam volume 200 ml, waktu pemberian 1 sampai 4 jam.Indikasi:1. Pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise)5. Platelet/trombositKomponen ini biasanya digunakan untuk mengobati kelainan perdarahan atau jumlah trombosit yang rendah. Volume bervariasi biasanya 35-50 ml/unit, untuk pemberian biasanya memerlukan beberapa kantong. Komponen ini diberikan secara cepat. Hindari pemberian trombosit jika klien sedang demam.Klien dengan riwayat reaksi tranfusi trombosit, berikan premedikasi antipiretik dan antihistamin. Shelf life umumnya 6 sampai 72 jam tergantung pada kebijakanpusat di mana trombosit tersebut didapatkan. Periksa hitung trombosit pada 1 dan 24 jam setelah pemberian.Indikasi:1.Pasien dengan trombositopenia (karena penurunan trombosit, peningkatan pemecahan trombosit2.Pasien dengan leukemia dan marrow aplasia

6. Fresh Frozen Plasma (FFP)Komponen ini digunakan untuk memperbaiki dan menjaga volume akibat kehilangan darah akut. Komponen ini mengandung semua faktor pembekuan darah (factor V, VIII, dan IX). Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat kalsium. Shelf life 12 bulan jika dibekukan dan 6 jam jika sudah mencair. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system Rh.Indikasi:1.Pencegahan perdarahan postoperasi dan syok2.Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa ditentukan3.Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan.7. Albumin 5 % dan albumin 25 %Komponen ini terdiri dari plasma protein, digunakan sebagai ekspander darah dan pengganti protein. Komponen ini dapat diberikan melalui piggybag. Volume yang diberikan bervariasi tergantung kebutuhan pasien. Hindarkan untuk mencampur albumin dengan protein hydrolysate dan larutan alkohol.Indikasi :1.Pasien yang mengalami syok karena luka bakar, trauma, pembedahan atau infeksi2.Terapi hyponatremi8. Pertimbangan Pediatrik dan Gerontik Pediatrik1. Pada anak-anak, 50 ml darah pertama harus diinfuskan lebih dari 30 menit.Bila tidak ada reaksi terjadi, kecepatan aliran ditingkatkan dengan sesuai untuk menginfuskan sisa 275 ml lebih dari periode 2 jam2. Darah untuk bayi baru lahir dicocok silangkan dengan serum ibu karena mungkin mempunyai antibody lebih dari bayi tersebut dan memungkinkan identifikasi yang lebih mudah tentang inkompabilitas3. Dosis untuk anak-anak bervariasi menurut umur dan berat badan (hitung dosis dalam milliliter per kilogram berat badan)4. Tranfusi sel darah merah memerlukan waktu infus yang ketat (untuk mempermudah deteksi dini reaksi hemolitik yang mungkin terjadi)

5. Penggunaan penghangat darah mencegah hipotermi yang menimbulkan disritmia6. Gunakan pompa infus elektronik untuk memantau dan mengontrol akurasikecepatan tetesan7. Gunakan vena umbilikalis pada bayi baru lahir sebagai tempat akses vena8. Tranfusi pada bayi baru lahir hanya boleh dilakukan oleh perawat atau dokter yang kompeten dan berpengalaman (prosedur ini memerlukan ketrampilan tingkat tinggi)9. Tinjau kembali riwayat tranfusi anak Gerontik1. Riwayat sebelumnya (anemia dengan gagal sumsum tulang, anemia yang berhubungan dengan keganasan, perdarahan gastrointestinal kronik, gagal ginjal kronik)2. Terdapat kemungkinan bahaya pada jantung, ginjal, dan sistem pernafasan(atur kecepatan aliran jika klien tidak mampu menoleransi aliran yang telahditetapkan), sehingga waktu tranfusi lebih lambat3. Defisit sensori dapat terjadi (konsultasikan dengan rekam medik atau anggota keluarga terhadap reaksi tranfusi darah sebelumnya)4. Premedikasi dapat menyebabkan mengantuk5. Integritas vena mungkin melemah, pastikan kepatenan kateter atau jarum sebelum melakukan tranfusiF. Efek samping tranfusi1. AlergiPenyebab:1.Alergen di dalam darah yang didonorkan2.Darah hipersensitif terhadap obat tertentuGejala:Anaphilaksis (dingin, bengkak pada wajah, edema laring, pruritus, urtikaria, wheezing),demam,nausea dan vomit, dyspnea, nyeri dada, cardiac arrest, kolaps sirkulasi

Intervensi:1.Lambatkan atau hentikan tranfusi2.Berikkan normal saline3.Monitor vital sign dan lakukan RJP jika diperlukan4.Berikan oksigenasi jika diperlukan5.Monitor reaksi anafilaksis dan jika diindikasikan berikan epineprin dan kortikosteroid6.Apabila diresepkan, sebelum pemberian tranfusi berikan diphenhidramin2. AnafilaksisPenyebab:Pemberian protein IgA ke resipien penderita defisiensi IgA yang telah membentuk antibodi IgAGejala:Tidak ada demam, syok, distress pernafasan (mengi, sianosis), mual, hipotensi, kram abdomen, terjadi dengan cepat setelah pemberian hanya beberapa milliliter darah atau plasma.Intervensi:1.Hentikan tranfusi2.Lanjutkan pemberian infus normal saline3.Beritahu dokter dan bank darah4.Ukur tanda vital tiap 15 menit5.Berikan ephineprine jika diprogramkan6.Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) jika diperlukanPencegahan:Tranfusikan sel darah merah (SDM) yang sudah diproses dengan memisahkan plasma dari SDM tersebut, gunakan darah dari donor yang menderita defesiensi IgA.3. SepsisPenyebab:Komponen darah yang terkontaminasi oleh bakteri atau endotoksin.Gejala:Menggigil, demam, muntah, diare, penurunan tekanan darah yang mencolok, syok

Intervensi:1.Hentikan tranfusi2.Ambil kultur darah pasien3.Pantau tanda vital setiap 15 menit4.Berikan antibiotik, cairan IV, vasoreseptor dan steroid sesuai programPencegahan:Jaga darah sejak dari donasi sampai pemberian4. UrtikariaPenyebab:Alergi terhadap produk yang dapat larut dalam plasma donorGejala:Eritema lokal, gatal dan berbintik-bintik, biasanya tanpa demamIntervensi:1.Hentikan tranfusi2.Ukur vital sign tiap 15 menit3.Berikan antihistamin sesuai program4.Tranfusi bisa dimulai lagi jika demam dan gejala pulmonal tidak ada lagiPencegahan:Berikan antihistamin sebelum dan selama pemberian tranfusi5. Kelebihan sirkulasiPenyebab:Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu cepatGejala:Dyspnea, dada seperti tertekan, batuk kering, gelisah, sakit kepala hebat, nadi, tekanan darah dan pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan vena jugularis meningkatIntervensi:1.Tinggikan kepala klien2.Monitor vital sign3.Perlambat atau hentikan aliran tranfusi sesuai program4.Berikan morfin, diuretik, dan oksigen sesuai program

Pencegahan:Kecepatan pemberian darah atau komponen darah disesuaikan dengan kondisi klien, berikan komponen SDM bukan darah lengkap, apabila diprogramkan minimalkan pemberian normal saline yang dipergunakan untuk menjaga kepatenan IV.6. HemolitikPenyebab:Antibody dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam SDM donor, resipien menjadi tersensitisasi terhadap antigen SDM asing yang bukan dalam system ABOGejala:Cemas, nadi, pernafasan dan suhu meningkat, tekanan darah menurun, dyspnea, mual dan muntah, menggigil, hemoglobinemia, hemoglobinuria, perdarahan abnormal, oliguria, nyeri punggung, syok, ikterus ringan. Hemolitik akut terjadi bila sedikitnya 10-15 ml darah yang tidak kompatibel telah diinfuskan, sedangkan reaksi hemolitik lambat dapat terjadi 2 hari atau lebih setelah tranfusi.Intervensi:1.Monitor tekanan darah dan pantau adanya syok2.Hentikan tranfusi3.Lanjutkan infus normal saline4.Pantau keluaran urine untuk melihat adanya oliguria5.Ambil sample darah dan urine6.Untuk hemolitik lambat, karena terjadi setelah tranfusi, pantau pemeriksaan darah untuk anemia yang berlanjutPencegahan:Identifikasi klien dengan teliti saat sample darah diambil untuk ditetapkan golongannya dan saat darah diberikan untuk tranfusi (penyebab paling sering karena salah mengidentifikasi).7. Demam Non-HemolitikPenyebab:Antibody anti-HLA resipien bereaksi dengan antigen leukosit dan trombosit yang ditranfusikan.

Gejala:Demam,flushing,menggigil, tidak ada hemolisis SDM, nyeri lumbal, malaise, sakit kepala.Intervensi:1.Hentikan tranfusi2.Lanjutkan pemberian normal saline3.Berikan antipiretik sesuai program4.Pantau suhu tiap 4 jamPencegahan:Gunakan darah yang mengandung sedikit leukosit (sudah difiltrasi).8. HiperkalemiaPenyebab:Penyimpanan darah yang lama melepaskan kalium ke dalam plasma selGejala:Serangan dalam beberapa menit, EKG berubah, gelombang T meninggi dan QRS melebar, kelemahan ekstremitas, nyeri abdominal9. HipokalemiaPenyebab:Berhubungan dengan alkalosis metabolik yang diindikasi oleh sitrat tetapi dapat dipengaruhi oleh alkalosis respiratorikGejala:Serangan bertahap, EKG berubah, gelombang T mendatar, segmen ST depresi, poliuria, kelemahan otot, bising usus menurun10. HipotermiaPenyebab:Pemberian komponen darah yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin diberikan melalui kateter vena sentral.Gejala:Menggigil, hipotensi, aritmia jantung, henti jantung/cardiac arrest

Intervensi:1.Hentikan tranfusi2.Hangatkan pasien dengan selimut3.Ciptakan lingkungan yang hangat untuk pasien4.Hangatkan darah sebelum ditranfusikan5.Periksa EKGInfeksi yang ditularkan melalui tranfusi1. AIDSPenyebab:Darah donor HIV seropositifGejala:Demam, keringat malam, letih, berat badan menurun, adenopati, lesi kulit seropositif terhadap virus HIV2. Kontaminasi bakteriPenyebab:Kontaminasi pada saat penyumbangan atau persiapan, bakteri endotoksin melepaskan endotoksin.Gejala:Serangan dalam 2 jam tranfusi (menggigil, demam, nyeri abdomen, syok, hipotensi yang nyata3. Cytomegalovirus (CMV)Virus CMV dapat berada pada orang dewasa yang sehat. Pasien-pasien dengan imunosupresi berisiko tinggi tertular CMVGejala:Letih, lemah, adenopati, demam derajat rendah4. HepatitisHepatitis A dan hepatitis B jarang, penyakit hati kronik lebih umum dengan Hepatitis C daripada hepatitis BGejala:Terjadi dalam dalam beberapa minggu sampai bulan setelah tranfusi, mual, muntah, ikterus, malaise, kadar enzim hati tinggi

5. GVHD (Graft versus host desease)Penyebab:Limfosit donor yang normal bereproduksi di dalam tubuh resipien yang mengalami gangguan kekebalan, limfosit menyerang jaringan resipien karena dianggap sebagai protein asing.Gejala:Demam, ruam kulit, diare, infeksi, gangguan fungsi hati (jaundice, supresi sumsum tulang)Intervensi:Berikan metotresat dan kortikosteroid jika diprogramkanPencegahan;Berikan darah yang tidak diradiasi jika diprogramkan, berikan darah yang telahdicuci dengan saline jika diprogramkanManajemen efek tranfusiPedoman untuk mengatasi reaksi tranfusi yang dibuat olehAmericanAssotiation of Blood Banksadalah:1. Hentikan tranfusi untuk membatasi jumlah darah yang diinfuskan2. Beritahu dokter3. Pertahankan jalur IV tetap terbuka dengan infus normal saline4. Periksa semua label, formulir, dan identifikasi pasien untuk menentukan apakah pasien menerima darah atau komponen darah yang benar6. Segera laporkan reaksi tranfusi yang dicurigai pada petugas bank darah7. Kirimkan sample darah yang diperlukan ke bank darah sesegera mungkin, bersama-sama dengan kantong darah yang telah dihentikan, set pemberian, larutan IV yang diberikan, dan semua formulir dan label yang berhubungan.8. Kirim sampel lainnya (misal urin)9. Lengkapi laporan institusi atau formulir reaksi tranfusi yang dicurigai10. Peralatan yang harus disiapkan (obat-obatan seperti: aminophilin, difenhidramin, hidroklorida, dopamine, epinefrin, heparin, hidrokortison, furosemid, asetaminofen, aspirin; set oksigenasi; kit kateter foley; botol kultur darah; cairan IV; selang IV)

G. Hal-hal yang perlu diperhatikan1. Kondisi pasien sebelum ditranfusi2. Kecocokan darah yang akan dimasukkan3. Label darah yang akan dimasukkan4. Golongan darah klien5. Periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak)6. Homogenitas (darah bercampur semua atau tidak).H. Persiapan Pasien1. Jelaskan prosedur dan tujuan tranfusi yang akan dilakukan2. Jelaskan kemungkinan reaksi tranfusi darah yang keungkinan terjadi dan pentingnya melaporkan reaksi dengan cepat kepada perawat atau dokter3. Jelaskan kemungkinan reaksi lambat yang mungkin terjadi, anjurkan untuk segera melapor apabila reaksi terjadi4. Apabila klien sudah dipasang infus, cek apakah set infusnya bisa digunakan untuk pemberian tranfusi5. Apabila klien belum dipasang infus, lakukan pemasangan dan berikan normal saline terlebih dahulu6. Pastikan golongan darah pasien sudah teridentifikasia. Persiapan Alat1. Set pemberian darah2. Kateter besar (18 G atau 19 G)3. Cairan IV normal saline (NaCl 0,9 %)4. Set infus darah dengan filter5. Produk darah yang tepat6. Sarung tangan sekali pakai7. Kapas alkohol8. Plester dan gunting9. Manset tekanan darah10. Stetoskope11. Termometer12. Format persetujuan pemberian tranfusi yang ditandatangani13. Bengkok14. Penghangat darah (jika diperlukan)

b. Prosedur kerja1. Baca status dan data klien untuk memastikan program tranfusi darah2. Pastikan bahwa klien telah menandatangani format persertujuan tindakan3. Cek alat-alat yang akan digunakan4. Cuci tangan5. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya6. Perkenalkan nama perawat7. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien8. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan9. Kaji pernah tidaknya klien menerima tranfusi sebelumnya dan catat reaksi yang timbul, apabila ada10. Minta klien untuk melaporkan apabila menggigil, sakit kepala, gatal-gatal, atauruam dengan segera11. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya12. Tanyakan keluhan klien saat ini13. Jaga privasi klien14. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien15. Periksa tanda vital klien sebelum memulai tranfusi16. Kenakan sarung tangan sekali pakai17. Lakukan pemasangan infuse, apabila belum terpasang dengan menggunakan kateter berukuran besar ( 18 atau 19 G), apabila sudah terpasang cek apakah set yang ada bisa digunakan untuk pemberian tranfusi dan cek kepatenan vena18. Gunakan selang infus yang memiliki filter di dalam selang (apabila selang infus masih menggunakan selang infuse yang kecil, ganti dengan selang infus untuk tranfusi yang ukurannya lebih besar)19. Gantungkan botol normal saline untuk diberikan setelah pemberian darah selesai20. Ikuti protokol lembaga dalam mendapatkan produk darah dari bank darah. Minta darah pada saat Anda siap menggunakannya.

21. Bersama seorang perawat lainnya yang telah memiliki lisensi, identifikasi produk darah yang akan dimasukkan (periksa etiket kompabilitas yang menempel pada kantong darah dan informasi pada kantong tersebut; untuk darah lengkap, periksa golongan darah ABO dan tipe Rh yang terdapat pada catatan klien; periksa kembali kesesuaian produk darah yang akan diberikan dengan resep dokter; periksa data kadaluarsa pada kantong darah; inspeksi darah untuk melihat adanya bekuan darah; tanyakan nama klien dan periksa tanda pengenal yang dimiliki klien)22. Mulai pemberian tranfusi darah (sebelum darah diberikan, berikan dahulu larutan normal saline; mulai berikan tranfusi secara perlahan diawali dengan pengisian filter di dalam selang; atur kecepatan sampai 2 ml/menit untuk 15 menit pertama dan tetaplah bersama klien. Apabila perawat menjumpai adanya reaksi, segera hentikan tranfusi, bilas selang dengan normal saline, laporkan pada dokter dan beritahu bank darah)23. Monitor tanda vital (ukur setiap 5 menit pada 15 menit pertama, selanjutnya disesuaikan dengan kebijakan lembaga)24. Observasi klien untuk melihat adanya reaksi tranfusi25. Pertahankan kecepatan infus yang diprogramkan dengan menggunakanpompa, jika perlu26. Apabila tranfusi sudah selesai, bilas dengan normal saline27. Bereskan alat, lepas sarung tangan28. Cuci tangan29. Kaji respon klien setelah tranfusi diberikan30. Berikan reinforceament positif pada klien31. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya32. Observasi timbulnya reaksi yang merugikan secara berkelanjutan33. Catat pemberian darah atau produk darah yang diberikan dan respon klien terhadap terapi darah pada status kesehatan klien34. Setelah tranfusi selesai, kembalikan kantong darah serta selang ke bank darah.

SOP PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL

A. DefinisiTentang Infeksi NosokomialInfeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatugejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang munculselama seseorang tersebut dirawatdi rumah sakit dan mulai menunjukkansuatu gejala selama seseorang itu dirawat atausetelahselesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasienyang masuk rumah sakit danmenunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasipenyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkangejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.B. EpidemiologiInfeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negaramiskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadipenyebab utama. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7%dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara danPasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3dekade terakhir dan sedikit demisedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakinmeningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resistenantibiotik, infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif masih menyebabkan infeksi nosokomialmenimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya (Utama, 2006).Selain itu, jika kita bandingkan kuman yang ada di masyarakat, mikroorganisme yang beradadi rumah sakit lebih berbahaya dan lebih resisten terhadap obat. Oleh karena itu, diperlukanantibiotik yang lebih poten atau suatu kombinasi antibiotik. Semua kondisi ini dapatmeningkatkan resiko infeksi kepada pasien (Utama, 2006).

C. Faktor Penyebab perkembangan infeksi nosokomiala. Agen infeksi Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama dirawat di rumah sakit.Kontak antara pasien danberbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejalaklinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:1. karakteristik mikroorganisme.2. resistensi terhadap zat-zat antibiotika3. tingkat virulensi4. banyaknya materi infeksius.Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkaninfeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan olehmikroorganisme yang didapat dari oranglain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenousinfection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktoreksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkanoleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak ataujarang menyebabkan penyakit pada orang normal (Utama, 2006).b. Respon dan toleransi tubuh pasienFaktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah:1. Usia2. status imunitas penderita3. penyakit yang diderita4. Obesitas dan malnutrisi5. Orang yang menggunakan obat-obatan6. imunosupresan dan steroid

7. Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksikondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia,leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akanmeningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik.Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi.Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi,intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi (Utama, 2006)c. Infeksi melalui kontak langsung dan tidak langsungInfeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebabinfeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan,kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik,hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasakdan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya infeksi silang.d. Resistensi antibiotikaSeiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970,banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana punjuga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika. Banyak mikroorganis