111740906-47800396-faringitis

15
PEMBAHASAN 2.1. Anatomi Faring Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot- otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. Gambar 2.1. Otot-otot Faring dan Esofagus 1

Upload: onesiforus-sopater

Post on 18-Dec-2014

30 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 111740906-47800396-faringitis

PEMBAHASAN

2.1. Anatomi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan

bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama

traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar

tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6.

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini

merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput

lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang

(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media

dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas

dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di

sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada

jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-

otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.

Gambar 2.1. Otot-otot Faring dan Esofagus

1

Page 2: 111740906-47800396-faringitis

Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan

M.Palatofaring. letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk

melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan M.Palatofaring mempertemukan ismus

orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Kedua otot ini bekerja sebagai

elevator, kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan. M.Stilofaring dipersarafi oleh

Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring dipersarafi oleh Nervus Vagus. Pada

Palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari

mukosa yaitu M.Levator veli palatini, M.Tensor veli palatine, M.Palatoglosus,

M.Palatofaring dan M.Azigos uvula. M.Levator vela palatine membentuk sebagian besar

palatum mole dan kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium

tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Tensor veli palatini

membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior

palatum mole dan membuka tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.

M.Palatoglosus membentuk arkus anterior faring dab kerjanya menyempitkan ismus

faring. M.Palatofaring membentuk arkus posterior faring. M.Azigos uvula merupakan

otot yang kecil dan kerjanya adalah memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang

atas.

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.

Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asendens dan

cabang fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang palatine superior.

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang

ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus, cabang dari

Nervus Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari Nervus Vagus berisi

serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-

otot faring kecuali M.Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang Nervus

Glossopharyngeus.

Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media

dan inferior. Saluran limfa superior mengaalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan

kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar

getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa

inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

2

Page 3: 111740906-47800396-faringitis

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring

dan Laringofaring (Hipofaring).

Gambar 2.2. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing

Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari

nasofaring ini antara lain :

- batas atas : Basis Kranii

- batas bawah : Palatum mole

- batas depan : rongga hidung

- batas belakang : vertebra servikal

Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa

struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus

faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur

embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan

kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus

Glossopharyngeus, Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena

3

Page 4: 111740906-47800396-faringitis

jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba

Eustachius.

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan

laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :

- batas atas : palatum mole

- batas bawah : tepi atas epiglottis

- batas depan : rongga mulut

- batas belakang : vertebra servikalis

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil

palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan

foramen sekum.

Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-

batas dari laringofaring antara lain, yaitu :

- batas atas : epiglotis

- batas bawah : kartilago krikodea

- batas depan : laring

- batas belakang : vertebra servikalis

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti

penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Dinding anterior Ruang retrofaring

(retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring,

fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia

prevetebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling

bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada

vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila.

Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut dengan

dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya ada kornu

mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh M.Konstriktor faring superior, batas

luarnya adalah ramus asendens mandibula yang melekat dengan M.Pterigoid interna dan

bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama

besarnya oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid)

adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih

4

Page 5: 111740906-47800396-faringitis

sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi arteri karotis interna, vena jugularis interna,

Nervus vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid

sheat). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis.

2.2. Fisiologi Faring

Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan,

resonansi suara dan artikulasi.

2.2.1. Fungsi Menelan

Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral, fase faringeal dan fase

esophagus yang terjadi secara berkesinambungan. Pada proses menelan akan terjadi

hal-hal sebagai berikut:

a.Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik

b. Upaya sfingetr mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan

c.Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi

d. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan

laring

e.Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus

makanan ke arah lambung

f.Usaha untuk membersihkan kembali esofagus

Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur

dengan air liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga

mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsic

lidah. Kontraksi M.Levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum

lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring

(Passavant’s ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah

terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofring sebagai akibat

kontraksi M.Levator veli palatine. Selanjutnya terjadi kontraksi M.Paltoglossus yang

menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi M.Palatofaring, sehingga

bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.

5

Page 6: 111740906-47800396-faringitis

Fase faringeal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus

makanan dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi

M.Stilofaring, M.Tirohioid dan M.Palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglottis,

sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepligotika, plika ventrikularis dan plika

vokalis tertutup karena kontraksi M.Ariepliglotika dan M.Aritenoid obligus.

Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena reflex

yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan akan meluncur kea rah

esophagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.

Fase esophageal ialah fase oerpindahan bolus makanan dari esophagus ke

lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan adanya

rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi

M.Krikofaring, sehingga introitus esophagus terbuka dan bolus makanan masuk ke

dalam esophagus. Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih

kuat, melebihi tonus introitus esophagus pada saat istirahat, sehingga makanan tidak

akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus

makanan di esophagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi M.Konstriktor

faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke

distal oleh gerakan peristaltic esophagus. Dalam keadaan istirahta sfingter esophagus

bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8mmHg lebih dari tekanan di

dalam lambung sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase

esofagal sfingter ini akan terbuka secara reflex ketika dimulainya peristaltic esophagus

servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan

lewat maka sfingter ini akan menutup kembali.

6

Page 7: 111740906-47800396-faringitis

Gambar 2.3. Proses Menelan

2.2.2. Fungsi Faring Dalam Proses Bicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum

dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding

belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula

M.Salpingofaring dan M.Palatofaring, kemudia M.Levator veli palatine bersam-sam

M.Konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring M.Levator veli

palatine menarik paltum mole ke atas belakang hampIr mengenai dinding posterior

faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding

belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring

sebagai hasil gerakann M.Palatofaring (bersama M.Salpingofaring) dan oleh kontraksi

aktif M.Konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada

waktu yang bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap

pada periode fonasi tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan

hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

2.3. Definisi

7

Page 8: 111740906-47800396-faringitis

Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa dan submukosa

tenggorokan.

2.4. Etiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat

infeksi maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis,

virus (40-60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis

yang paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses (±5%).

Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex

virus type 1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV).

Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis.

Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-

15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan

penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan

pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain

Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans,

Yersinia eneterolitica dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis.

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita

faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya

tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.

2.5. Epedemiologi

Setiap tahunnya ±40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena

faringitis. Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada

saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis

merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory

Medical Care Survey menunjukkan ±200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara

tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis. Viral faringitis menyerang semua ras,

etnis dan jenis kelamin. Viral faringitis menyerang anak-anak dan orang dewasa dan

lebih sering pada anak-anak. Puncak insidensi bacterial dan viral faringitis adalah pada

8

Page 9: 111740906-47800396-faringitis

anak-anak usia 4-7tahun. Faringitis yang disebabkan infeksi grup a streptococcus jarang

dijumpai pada anak berusia <3 tahun.

2.6. Patogenesis

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara

langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman

menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid

superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit

polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi

yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian

cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi,

pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning,

putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel

limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral,

menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus

dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan

extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang

hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang

sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan

kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis

karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

2.7. Klasifikasi Faringitis

2.7.1. Faringitis Akut

a. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan

menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit

menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,

Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus

9

Page 10: 111740906-47800396-faringitis

dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular

rash.

Gambar 2.4. Viral Pharyngitis

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan

gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV)

menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.

Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan

hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan

nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak

faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien

tampak lemah.

b. Faringitis Bakterial

10

Page 11: 111740906-47800396-faringitis

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan

suhu yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak

tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di

permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum

dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada

penekanan.

Gambar 2.4.

Streptococcal

Pharyngitis

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan

dengan menggunakan Centor criteria, yaitu :

- demam

- Anterior Cervical lymphadenopathy

- Tonsillar exudates

- absence of cough

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien

tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3

11

Page 12: 111740906-47800396-faringitis

maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan

bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A.

c. Faringitis Fungal

Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak

plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.

2.7.2. Faringitis Kronik

Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan

faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah

rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang

merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik

adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.

a. Faringitis Kronik Hiperplastik

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang

bereak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding

posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band

hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan

berglanular.

b. Faringitis Kronik Atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada

rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga

menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan

tenggorokan kering dan tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak

mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa

kering.

2.8. Gejala klinis

12

Page 13: 111740906-47800396-faringitis

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang

menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti

lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring

yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe

pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah

mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit.

2.9. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan

dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga,

hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil

yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.

2.10. Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose

antara lain yaitu :

- pemeriksaan darah lengkap

- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri

streptococcus group A

- Throat culture

Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.

2.11. Penatalaksanaan

Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan

berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus

metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-

100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak

<5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.

Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus

group A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis

tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada

dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik

13

Page 14: 111740906-47800396-faringitis

juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis

karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa

deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali.

dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik

dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau

antiseptik.

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan

kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik

(electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat

diberikann obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus

paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada

rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat

kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut.

2.12. Prognosis

Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis

biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

2.13. Komplikasi

Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis,

mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat

terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam

rematik akut. Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.

14

Page 15: 111740906-47800396-faringitis

BAB 3

KESIMPULAN

Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.

Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan

adenoid.

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis.

Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh,

konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang

menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas,

anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis,

tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah

teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai

peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat

dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan

evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring

yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah

bening di leher.

Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bakteri

maka diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan analgetik

dan pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi aktivitasnya. Dengan pengobatan

yang adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien

biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu. Komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis

media, epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu

juga dapat terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam

rematik akut. Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.

15