1 refrat drowning sucidp
DESCRIPTION
referatTRANSCRIPT
PERBEDAAN KLINIS TENGGELAM
DI AIR LAUT DAN AIR TAWAR
Suci Dwi Putri*, Wahyu Hendarto**
ABSTRACT:
Drowning is the process of experiencing respiratory impairment from
submersion/immersion in liquid. Drowning can result death caused by suffocation
( lacking of breath ) when fluid hinder ability of body (after aspiration) to permeate
oxygen from the air so that cause asphyxia. Physiological effects were different between
the aspirations of drowning in fresh water and salt water. At the sink in fresh water,
blood plasma had hypotonic, while in sea water is hypertonic. Aspiration of fresh water
will be quickly absorbed from the alveoli, causing intravascular hypervolemia,
hipotonis, dilution of serum electrolytes, and intravascular hemolysis. Aspiration of sea
water caused the hypovolemia, hemoconcentration and hipertonis.
Key words : Drowning, Aspiration, Asphyxia
ABSTRAK:
Tenggelam adalah proses mengalami gangguan pernapasan dari terendam /
tenggelam dalam cairan. Tenggelam dapat berakibat kematian yang disebabkan mati
lemas ( kekurangan napas ) ketika cairan menghalangi kemampuan tubuh (setelah
aspiasi) untuk menyerap oksigen dari udara sehingga menyebabkan asfiksia. Efek
fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut. Pada
tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipotonik, sedangkan pada air laut
adalah hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga
menyebabkan hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan
hemolisis intravaskular. Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi
dan hipertonis.
Kata kunci : Tenggelam, Aspirasi, Asfiksia
*Co Assisten FK Trisakti Jakarta
** Dokter Spesialis Anestesiologi BLU RSUD Kota Semarang
1
PENDAHULUAN
Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya seluruh atau sebagian
tubuh ke dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik
secara langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban dalam keadaan
mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu
peristiwa pembunuhan.1
Tenggelam dapat menyebabkan kematian atau kecacatan. Menurut Kongres
Tenggelam Sedunia tahun 2002, tenggelam adalah suatu kejadian berupa gangguan
respirasi akibat tenggelam atau terendam oleh cairan. Menurut Dr. Boedi Swidarmoko
SpP, tenggelam (drowning) adalah kematian karena asfiksia pada penderita yang
tenggelam. Istilah lain, near drowning adalah untuk penderita tenggelam yang selamat
dari episode akut dan merupakan berisiko besar mengalami disfungsi organ berat
dengan mortalitas tinggi. 2
Penanganan pasien tenggelam harus diketahui dan dapat diterapkan oleh setiap
dokter umum. Penatalaksanaan pasien tenggelam yang paling penting adalah Resusitasi
Jantung Paru, dan jangan sekali-kali dimulai dengan drainage paru. Resusitasi Jantung
Paru adalah segala bentuk usaha medis yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi
kardiovaskuler dan respirasi, yang oleh suatu sebab mengalami henti jantung dan henti
nafas secara mendadak. Di RumahSakit, terapi ditujukan untuk memperbaiki ventilasi
dan sirkulasi sehingga adekuat, koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit dan
mengatasi hipotermia. 2
Dokter umum harus mempunyai kemampuan untuk melakukan resusitasi
jantung paru. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai perbedaan klinis
tenggelam di air tawar dan air laut, serta penanganannya.
TENGGELAM
1. Definisi
Tenggelam adalah kematian yang disebabkan mati lemas (kekurangan napas)
ketika cairan menghalangi kemampuan tubuh untuk menyerap oksigen dari udara
2
hingga menyebabkan asfiksia. Penyebab utama kematian adalah hipoksia dan
asidosis yang mengakibatkan henti jantung.3
Nyaris tenggelam (near drowning) adalah kondisi bertahan hidup dari peristiwa
tenggelam hingga menyebabkan ketidaksadaran atau paru-paru terisi air yang bisa
mengakibatkan komplikasi sekunder yang serius, termasuk kematian setelah
terjadinya insiden. Kasus hampir tenggelam umumnya ditangani oleh profesional di
bidang kedokteran.3
Aspirasi adalah masuknya benda asing ke dalam paru: berupa cairan iritatif,
benda-benda infeksius atau benda tertentu. Sedang asfiksia merupakan kondisi
kekurangan oksigen pada pernafasan yang bersifat mengancam jiwa. Keadaan ini
bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia yang disertai
dengan metabolik asidosis. 4,5
2. Klasifikasi Mati Tenggelam
Berdasarkan jenis air dimana peristiwa tenggelam terjadi, tenggelam dibagi
menjadi:
1. Tenggelam dalam air tawar.
2. Tenggelam dalam air laut. 6
Tenggelam dibagi menjadi dua kategori :
1. Passive drowning - orang yang tiba-tiba tenggelam atau tenggelam akibat
perubahan keadaan mereka. Contohnya termasuk orang yang tenggelam
dalam kecelakaan, atau karena tiba-tiba kehilangan kesadaran atau kondisi
medis mendadak. 3
2. Active drowning - orang seperti non-perenang dan kelelahan atau hipotermia
pada permukaan air, yang tidak mampu menahan nafas mereka di atas air
dan tercekik karena kurangnya udara.
Secara naluriah, orang dalam kasus tersebut masih aktif bergerak dalam 20 -
60 detik sebelum terendam, sebagai upaya terakhir tubuh untuk
mendapatkan udara. 3
Berdasarkan posisi mayat, yaitu :
Submerse drowning: mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat
masuk ke dalam air, seperti bagian kepala mayat.
3
Immerse drowning: mati tenggelam dengan posisi seluruh tubuh mayat
masuk ke dalam air. 3
2. Prevalensi
Berdasarkan data statistik yang diambil dari halaman website e-medicine, satu
pertiga dari korban mati akibat tenggelam pernah mengikuti pelatihan berenang.
Walaupun tenggelam terjadi kepada kedua jenis kelamin, golongan lelaki adalah
tiga kali lebih sering mati akibat tenggelam berbanding golongan wanita. 7
Di Indonesia, kita tidak banyak mendengar berita tentang anak yang tenggelam
di kolam renang sesuai dengan keadaan sosial ekonomi di Indonesia tetapi
mengingat keadaan Indonesia yang dikelilingi air, baik lautan, danau maupun
sungai, tidak mustahil jika banyak terjadi kecelakaan dalam air seperti hanyut dan
tenggelam yang belum diberitahukan dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.
Hampir setiap saat, terutama pada saat musim liburan, di objek wisata laut. Banyak
terjadi kasus wisatawan yang tenggelam, karena akibat air pasang atau kecerobohan
diri wisatawan tersebut. Selain itu, kasus tenggelam yang lainnya adalah akibat
buruknya transportasi laut di Indonesia. 7
Anak-anak
Kebanyakan anak tersebut ditemukan dengan setengah badan yaitu kepala
masuk ke dalam ember tersebut dan kedua kaki terjulur keatas atau tergantung di
pinggir ember. Grup anak-anak usia 9-16 bulan ini mempunyai resiko tinggi
tenggelam dalam fasilitas yang ada di rumah seperti Bathtubs, hottubs, whirr pool
dan lain-lain. 8
Remaja
Pada kematian tenggelam pada dewasa muda biasanya mencakup recreational
drowning termasuk kecelakaan saat naik kapal, menyelam pada tempat yang
dangkal yang menyebabkan trauma kepala dan leher, recreational diving,
entrapment injury, hipoksia di kolam renang. 8
Dewasa
4
Pada dewasa kematian tenggelam terjadi di laut, danau, dan sungai. Berbeda
dengan anak-anak kasus kematian tenggelam ditemukan di kolam renang dan di
kamar mandi. Kematian pada dewasa kebanyakan adalah kecelakaan. Paling banyak
pada saat recreational activity, particularly bathing, boating, dan fishing.
Kebanyakan terjadi pada pria tetapi dapat terjadi juga pada wanita yang bersama
dengan pria. Pada kasus kematian dewasa karena tenggelam intosikasi alkohol
sangat berpengaruh. 8
3. Faktor Resiko
Sebagian besar kasus tenggelam terjadi di air, 90% di air tawar (sungai, danau,
dan kolam renang) dan 10% di air laut. Kasus tenggelam akibat cairan yang bukan
air sering terjadi dalam kecelakaan industri. 3
Kondisi umum dan faktor resiko yang mengakibatkan tenggelam, diantaranya:
Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
Kurangnya pengawasan terhadap anak (terutama anak berusia 5 tahun ke
bawah)
Kondisi air melebihi perenang, arus kuat, air yang sangat dalam, terperosok
sewaktu berjalan diatas es, ombak besar, atau pusaran air
Terperangkap, misalnya setelah peristiwa kapal karam, atau kecelakaan
mobil yang mengakibatkan mobil tenggelam
Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan dan minuman
berakohol
Ketidakmampuan akibat hipotermi, syok, cedera, atau kelelahan
Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang, termasuk
diantaranya : infark miokard, epilepsi atau stroke.
Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,
kekerasan antar anak sebaya, atau permainan di luar batas kewajaran.
4. Patofisiologi
Mekanisme tenggelam :
Tanpa aspirasi cairan (atypical atau dry drowning)
Dengan aspirasi cairan (typical atau wet drowning)
5
Near drowning = kematian terjadi akibat hipoksia ensefalopati atau perubahan
sekunder pada paru. 9
I. Tenggelam kering (Dry drowning)
15-20% kematian akibat tenggelam merupakan dry drowning, yang mana
tidak disertai dengan aspirasi cairan. Kematian ini biasanya terjadi dengan sangat
mendadak dan tidak tampak adanya tanda-tanda perlawanan. Mekanisme
kematian yang pasti masih tetap spekulatif. Pada waktu korban terbenam air,
dengan spontan akan berusaha menyelamatkan diri secara panik dengan disertai
berhentinya pernapasan (breath holding) yang dapat menyebabkan kurangnya
pasokan Oksigen tubuh dan retensi karbon dioksida. Ketika air masuk laring,
maka terjadi reflek spasme laring yang kemudian diikuti asfiksia, hipoksia,
penurunan kesadaran sehingga kemudian terjadi cardiac arrest yang kemudian
dapat terjadi kematian. Kurang lebih 10 - 20% dari kasus tenggelam adalah
termasuk dalam golongan ini. Pada waktu otopsi paru-paru, hanya sedikit sekali
atau bahkan tidak ditemukannya air. 8
Beberapa faktor predisposisi kematian akibat dry drowning :
1. intoksikasi alcohol (mendepresi aktivitas kortikal)
2. penyakit yang telah ada, misal atherosclerosis
3. kejadian tenggelam/terbenam secara tak terduga/mendadak
4. ketakutan atau aktivitas fisik berlebih (peningkatan sirkulasi katekolamin,
disertai kekurangan oksigen, dapat menyebabkan cardiac arrest.8
II. Tenggelam basah (Wet drowning)
Pada Wet drowning mula-mula terjadi spasme laring yang diikuti asfiksia
dan penurunan kesadaran dan secara pasif air masuk kedalam jalan nafas dan
paru-paru sehingga kemudian terjadi cardiac arrest. Pada waktu otopsi ditemukan
air di dalam paru-parunya. Wet drowning juga terjadi karena aspirasi air sewaktu
penderita dalam keadaan megap-megap dan dengan masuknya air ke dalam paru-
paru akan terjadi kerusakan organ-organ tubuh tersebut. 8
6
III. Near drowning
Mayoritas korban menderita hipoksemia dan aspirasi yang bertahan
bahkan setelah ventilasi diberikan. Penurunan compliance paru akibat tertutupnya
saluran nafas walaupun dengan aspirasi yang sedikit tetap dapat menyebabkan
hipoksemia yang menetap. Gejala sisa yang lain, seperti disrimia, defisit
neurologis dan renal, dipercaya merupakan akibat langsung dari hipoksia
dibanding akibat tenggelam.9
Patofisiologi tenggelam di air tawar
Jika terbenam di sungai dan rawa yang mengandung tanah, lumpur, dan kotoran
lainnya akan memperberat keadaan. Selain masuk ke dalam paru-paru, air dan
kotoran dapat masuk ke lambung sehingga penderita tersedak dan muntah.
Muntahan yang mengandung asam lambung dapat masuk kembali ke dalam paru-
paru sehingga semakin memperberat kerusakan jaringan paru. Pada keadaan hampir
tenggelam, sejumlah besar air masuk ke dalam alveoli dan kemudian akan masuk
ke dalam sirkulasi.
Air tawar yang masuk ke paru-paru akan ditarik ke dalam sirkulasi paru-paru
melalui tekanan osmosis. Pengenceran darah menyebabkan hemolisis (pecahnya sel
darah merah). Peningkatan K + (kalium) plasma dan depresi Na (sodium)
mengubah aktivitas listrik jantung yang sering menyebabkan fibrilasi ventrikel.3
Gagal ginjal akut terjadi akibat hemoglobin dari eritrosit yang pecah
terakumulasi di ginjal, dan serangan jantung juga dapat terjadi akibat suhu air yang
dingin dan juga menyebabkan komplikasi hipotermia yang akut..3
Bila air yang di aspirasi sangat banyak, maka akan terjadi hemodilusi hebat
sehingga venous return meningkat dan terjadi oedem paru dan seluruh tubuh. Pada
korban tenggelam di air dapat menyebabkan surfaktan menjadi rusak, sehingga
tegangan permukaan alveoli meningkat dan terjadilah atelektasis. Gangguan
keseimbangan ventilasi dan perfusi akan terjadi, demikian pula compliance paru-
paru akan menurun.9
Patofisiologi tenggelam di air laut
7
Pada kasus tenggelam di air laut, konsentrasi elektrolit di dalam air laut lebih
tinggi dibanding konsentrasi elektrolit dalam darah sehingga air akan ditarik dari
sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru. Hal ini dapat mengakibatkan
oedema pulmonal, hemokonstentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium
dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan
menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian dapat terjadi dalam waktu 8-12
menit setelah tenggelam. 9
5. Tampilan Klinis
Tanda khas tenggelam: basah, hilang kesadaran, batuk, sesak, wheezing,
muntah, aritmia, hipoksia, hipotermia, asfiksia, aspirasi, penampilan seperti mayat
dengan warna biru atau abu-abu, dilatasi pupil (dikenal sebagai fish eyes). 10
Kegagalan paru umum terjadi setelah tenggelam kecuali aspirasi dicegah oleh
laryngospasms. Dua mekanisme yang mungkin menyebabkan gagal paru adalah
aspirasi air tawar dan air laut: 9
aspirasi pada air tawar - menyebabkan kerusakan paru karena pembersihan
surfaktan dan mekanisme refleks yang menyebabkan resistensi jalan napas
meningkat.
Aspirasi air laut - menyebabkan kerusakan paru melalui gradien osmotik,
menyebabkan pergeseran cairan tinggi protein ke dalam alveoli.
Tanda Klinis:
Air tawar/freshwater injury Air laut/salt-water submersion injury
Paru
- Paru besar, ringan - Paru besar, berat
- Relative kering - Basah
- Bentuk biasa - Bentuk besar, overlapping
- Merah pucat, emfisematous - Ungu biru, permukaan licin
- Krepitasi ada - Krepitasi tidak ada
- Busa banyak - Busa sedikit, cairan banyak
- Dikeluarkan dari thoraks tapi
kempes
- Dikeluarkan dari thoraks akan
mendatar dan ditekan akan
8
cekung
Tabel 1. Perbedaan Post-mortem tenggelam di air laut dan air tawar. (Dikutip dari daftar
pustaka no. 2)
Air tawar/freshwater injury Air laut/salt-water submersion injury
- Bj 1,055 - BJ 1,0595-1,0600
- Hipotonik - Hipertonik
- Hemodilusi/hemolisis - Hemokonsentrasi, edema paru
- Hipervolemia - Hipovolemia
- Hiperkalemia - Hipokalemia
- Hiponatremia - Hipernatremia
- Hipoklorida - Hiperklorida
Tabel 2. Perbedaan hasil pemeriksaan darah korban tenggelam di air laut dan air tawar.
(Dikutip dari daftar pustaka no. 2)
6. Komplikasi
Komplikasi utama dari tenggelam adalah tenggelam kedua atau secondary
drowning, yang merupakan Respiratory Distress Syndrome yang sering terlihat pada
penderita tenggelam pada air laut atau tenggelam di air yang terkena polusi hebat.
Biasanya akan diikuti dengan infeksi sekunder, untuk itu sebaiknya semua penderita
tenggelam yang mengalami aspirasi dan hilang kesadaran segera dikirim ke RS yang
memiliki peralatan yang lengkap untuk melakukan pengawasan penderita minimal
24 jam. 7
Komplikasi lainnya dapat berupa cedera otak, dihubungkan dengan hipoksia
dan cedera neuron difus, dengan akibat edema otak dan peningkatan tekanan
intrakranial serta lebih memperburuk perfusi serebri. Sementara aritmia atrium dan
ventrikel yang terjadi pada penderita tenggelam disebabkan oleh hipoksia, asidosis
metabolik dan respiratorik, reflek vagal, dan gangguan elektrolit. Dan nekrosis
tubular akut pada penderita tenggelam diakibatkan oleh hipotensi dan hipoksemia,
sedang gagal ginjal diakibatkan oleh rhabdomyolisis dan hemolisis akibat
disseminated intravascular coagulation (DIC). 9
9
7. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, penatalaksanaan ditujukan untuk memperbaiki ventilasi
agar adekuat, mengoreksi keseimbangan asam basa, dan mengatasi hipotermia.
Secara garis besar dapat dibagi menjadi penatalaksanaan di tempat kejadian dan
penatalaksanaan di RS. 10
1. Penatalaksanaan di tempat kejadian
Bila dijumpai korban tenggelam maka urutan tindakan yang dapat dilakukan
adalah :
Segera pindahkan korban ke daerah yang aman. Hati-hati pada saat melakukan
pertolongan kepada korban, ada kemungkinan korban dapat menarik penolong
karena panik. Selalu usahakan agar kepala, leher dan punggung korban berada
dalam satu garis lurus. Jika mungkin, letakkan papan pada punggung korban
untuk menarik korban ke tepi atau ke daratan.
Bebaskan jalan nafas (airway). Pada setiap korban selalu pertama kali kita lihat
apakah ada sumbatan pada saluran jalan napas. Jika ada tanda-tanda sumbatan
segera kita bebaskan dengan menggunakan jari kita (suara mendengkur, atau
tidak ada napas sama sekali). Hati-hati pada korban yang kita curigai patah
tulang leher. Pada korban seperti ini kita dapat membuka jalan napas dengan
Jaw Thrust manuver yaitu dengan mendorong mandibula maju tanpa
menggerakkan kepala, diusahakan kepala, leher, punggung dipertahankan
dalam satu garis lurus. Jika tersedia, segera pasang cervical collar.
Pernapasan buatan dari mulut ke mulut harus segera dilakukan tanpa menunda
waktu, meskipun penderita masih berada di dalam air. Pada keadaan tempat
yang dalam, diusahakan agar kepala penderita berada di permukaan air agar
dapat dilakukan pernapasan dari mulut ke mulut, sambil menarik penderita ke
tempat yang lebih dangkal atau ke darat. Hal ini dilakukan dengan cara, satu
tangan mengangkat kepala dan tangan korban, tangan yang satunya melingkari
dada menarik tubuh ke atas. Segera setelah korban dibawa ke darat, pernapasan
buatan dari mulut ke mulut harus tetap dilakukan.
10
Bila nadi tidak teraba atau jantung tidak berdenyut dapat segera dilaksanakan
pijat jantung luar. Resusitasi kardiopulmoner ini harus tetap dilakukan sampai
penderita tiba di RS untuk penatalaksanaan yang lebih sempurna.
Lepaskan baju penderita yang basah, ganti dengan baju yang kering untuk
menghangatkan tubuh korban.
Posisikan penderita dalam posisi mantap, yaitu posisi korban dimiringkan ke
samping dengan tujuan untuk mencegah aspirasi, dimana muntah biasa terjadi
pada ±50% korban yang diresusitasi.
Banyak penulis yang menganjurkan untuk tidak melakukan usaha pengeluaran
air dari paru atau drainage paru, karena justru akan membuang waktu, tidak
efektif, dan membuat muntah, karena ±50% dari korban-korban tenggelam
muntah selama resusitasi.
1. Penatalaksanaan di rumah sakit
Sangat penting untuk mengetahui waktu dan tempat terjadinya
kecelakaan, tindakan-tindakan resusitasi yang telah dilakukan termasuk lamanya
apnoe atau asistole, derajat kesadaran, dan apakah bagian kepala atau leher
terkena trauma atau tidak. Tindakan-tindakan yang dilakukan di RS terutama
dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi, asidosis, hipotermia, perlindungan
terhadap otak dan terapi yang lain. 10
a. Memperbaiki ventilasi
Dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Bebaskan jalan napas : jika korban masih bernapas spontan maka berikanlah
O2 dengan cup masker yang semi rigid. Pada keadaan koma, dapat
dilakukan intubasi endotrakheal kemudian dilakukan ventilasi buatan.
Perhatikan pada keadaan yang dicurigai terjadi patah tulang leher, terlebih
dulu pertahankan posisi leher, kepala, punggung dalam satu garis lurus
(diharapkan sudah terpasang cervical collar). Jika dengan keadaan diatas
11
airway masih terganggu, pertimbangkan pembebasan jalan napas dengan
teknik krikotiroidostomi atau trakheostomi.
Ventilasi mekanik terutama dilakukan untuk pasien dengan hipoksemia berat
dan oedem paru. Teknik ventilasi buatan secara PEEP (Positive End
Expiratory Pressure) akan memperbaiki oedem paru dan ventilasi, sehingga
perfusi diharapkan akan lebih baik. Jika korban sudah dapat bertoleransi
dengan ventilasi mekanik, maka dapat digunakan gabungan IMV
(Intermitten Mandatory Ventilation) dan PEEP. Pemberian oksigen lewat
PEEP bertujuan untuk meningkatkan PaO2 mencapai 60-80 mmHg.
Jika terjadi bronkospasme, dapat diberikan aminofilin 250 mg intra vena
selama 5-15 menit dan obat-obat ß2 adrenergik.
b. Memperbaiki sirkulasi
Jika terdapat cardiac output yang rendah, dapat diberikan zat vasoaktif
seperti isoproterenol 0,05-0,1 mg/KgBB/menit atau Dopamin 2-20
mcg/KgBB/menit, sedangkan epinefrin terutama ditujukan untuk mengatasi
keadaan henti jantung. Gangguan kardiovaskuler berupa aritmia/disritmia
terutama disebabkan karena asidosis, hipoksia, dan gangguan keseimbangan
elektrolit, maka dari itu penanggulangan ditujukan pada koreksi penyebabnya.
Hipoksia diatasi dengan pemberian oksigen, hipotermi diatasi dengan
penghangatan korban. Gangguan elektrolit bermakna jarang terjadi, maka kita
tidak perlu secara rutin memberikan NaCl pada penderita tenggelam di air
tawar. Elektrolit baru diberikan jika terdapat kelainan elektrolit yang berarti.
Penggantian cairan yang tepat dapat diberikan jika ada fasilitas pengukuran
CVP. Transfusi plasma dan darah dapat diberikan jika hemolisis sangat
banyak.
c. Memperbaiki asidosis
Jika asidosis yang terjadi sangat berarti, maka dapat diberikan sodium
bikarbonat 50-100 mmol.
12
d. Memperbaiki hipotermi
Jika temperatur dibawah 28°C,mungkin dapat menyebabkan fibrilasi
ventrikel yang spontan dan dapat terjadi koma. Penghangatan kembali pasien
dapat dicapai dengan selimut hangat, humidifikasi gas yang diinspirasi dan
cairan intra vena yang dipanaskan. Tindakan yang lebih agresif misalnya
dengan lavage peritoneal dengan air hangat dan kardiopulmoner by pass.
e. Perlindungan terhadap otak
Tindakan disini termasuk monitoring TIK, hiperventilasi untuk mengatur
PaCO2 sampai kira-kira 30 mmHg atau 4 Kpa, perbaiki hipotermi sampai
menjadi normotermi (30 ±1°C), restriksi cairan, terapi steroid, terapi barbiturat.
f. Terapi lain
Secara umum antibiotika tidak perlu diberikan, tetapi jika didapat tanda-
tanda infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas, misalnya amoksisilin
dan sefalosporin. Antibiotika yang poten terhadap gram negatif dan anaerob
misalnya gentamisin dan metronidazol.
Steroid diberikan pada insufisiensi pulmonum dengan dosis 30
mg/KgBB, tapi efektifitasnya belum dibuktikan. Dosis kecil metilprednisolon 5
mg/KgBB/24 jam yang terbagi dalam 6 kali sehari, dapat diberikan untuk
mengatasi oedem pulmonum dan oedem cerebri yang disebabkan akibat
hipoksia.
g. Pemeriksaan dan Monitoring
- Rontgen Foto Toraks
Kelainan yang mungkin terdapat yaitu infiltrat dan oedem pulmonum. Pasien
yang masuk rumah sakit dengan foto toraks yang normal, biasanya dapat
hidup dengan terapi yang cukup.
- Elektrolit serum
13
Secara teoritis, terbenam di air akan menyebabkan elektrolit serum akan
menurun atau hemodilusi. Tapi pada kenyataan perubahan ini jarang terjadi
pada korban tenggelam, karena harus diperlukan jumlah yang sangat besar
yang diaspirasi untuk menimbulkan perubahan pada konsentrasi elektrolit
serum.
- Hemoglobin dan Hematokrit (hemokonsentrasi sering mengaburkan adanya
anemia.)
- Tes hemolisis : Hb dalam urin dan plasma, kenaikan methemoglobin
- Analisa gas darah
- Elektrokardiogram
- CVP kateter
- Swan-Ganz kateter untuk memonitor tekanan kapiler pulmo
- Monitor tekanan darah
8. Prognosis
Pada hampir tenggelam tanpa aspirasi air, penyembuhan dapat terjadi jika
resusitasi yang baik segera dimulai pada waktu kejadian. Jika terjadi aspirasi,
prognosis kurang baik. Jika terjadi hipoksemia berat dan asidosis metabolik yang
seringkali berhubungan dengan trauma paru, keadaan analisis gas darah yang jelek,
sukar menjadi patokan prognosis untuk hidup.
Prognosis pada korban yang datang ke rumah sakit dalam keadaan sadar atau
hanya mengantuk biasanya baik, tapi sebaliknya pasien yang ditemukan tidak sadar
dengan dilatasi pupil dan tidak ada respirasi spontan mempunyai prognosis yang
buruk.
KESIMPULAN
14
Telah dibicarakan tentang patofisiologi, penatalaksanaan dan monitoring serta
prognosis dari korban tenggelam. Kita mengenal dry drowning, wet drowning dan near
drowning juga perbedaan patofisiologi yang terjadi pada korban tenggelam di air laut
dan air tawar. Namun akibatnya hampir sama yaitu asfiksia karena terhalangnya paru-
paru untuk menyerap oksigen yang dapat berujung pada kerusakan organ hingga
kematian.
Penatalaksanaan di tempat kejadian yang paling penting adalah resusitasi
kardiopulmoner, dan jangan sekali-sekali dimulai dengan drainage paru. Di rumah
sakit, terapi ditujukan untuk memperbaiki ventilasi dan sirkulasi sehingga adekuat,
koreksi ketidakseimbangan asam basa dan mengatasi hipotermi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Poseidon. The Lifeguard’s Third Eyes. Drowning Statistic – Drowning Facts File.
2006
2. Ap, Bs, H. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1981; 48-50.
3. Wikipedia. Tenggelam. Available at http://id.wikipedia.org/wiki/Tenggelam,
diunduh tanggal 9 Agustus 2012
4. Wikipedia. Asfiksia. Available at http://id.wikipedia.org/wiki/Asfiksia, diunduh
tanggal 10 Agustus 2012
5. Medical dictionary. Aspirasi. Available at http://medical-dictionary. t hefree
dictionary.com/Aspiration, diunduh tanggal 10 Agustus 2012
6. Sunaryo, Sudirman Syarif. Tenggelam dan cara pertolongannya. Dalam kumpulan
nazca lengkap Konas I PCCMI 1982; 261-79.
7. www.eMedicine – Drowning : Article by Suzanne Moore Shepherd, diunduh
tanggal 9 Agustus 2012
8. Shoemaker, William C. Drowning and near drowning. In Atext book of critical
care. Phyladelphia: W. B Saunder company; 2002; 39-43.
15
9. Idris AH, Berg RA, Bierens J, et al. Recommended guidelines for uniform reporting
of data from drowning : the “Utstein style.” Resuscitation. Sydneys: Butter worths;
2003; 45-59
10. Oh. T. E. Near drowning. In Intensive care manual. Sydneys: Butter worths; 2002;
282-5
16