refrat sindrom nefrotik-1
TRANSCRIPT
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 1/17
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari
proteinuri massif, hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema
dan hiperkolestrolemia. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan
diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuri masif
merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar
albumin serum rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang,
proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada
SN. Kondisi proteinuri yang berat, hematuri, hipoalbumniemia,
hiperkolesterolemia, edema dan hipertensi yang tidak terdiagnosa atau tidak
teratasi akan berkembang secara progresif menjadi kerusakan gromeruli yang
akan menurunkan Laju Filtrasi Gromerulus (LFG) yang akhirnya menjadi
gagal ginjal.
Sindrom ini dapat mengenai semua umur, tetap sebagian besar (74%)
dijumpai pada usia 2-7 tahun. Kasus sindrom nefrotik pada anak paling sering
ditemukan pada usia 18 bulan-4 tahun. Kejadian sindrom nefrotik pada anak
sekitar 1-2/100.000 anak. Rasio laki-laki:perempuan = 2:1, sehingga
dikatakan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Di Amerika
Serikat Insiden sindrom nefrotik dengan nefropati diabetik adalah yang paling
umum dan sejak PGTA karena nefropati tersebut mencapai rata-rata 100
kasus perjuta populasi, kasus SN tersebut mencapai rata-rata 50 kasus perjuta
populasi.
1
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 2/17
B. TUJUAN PENULISAN
Pembuatan tinjauan pustakaini bertujuan untuk memperdalam
pemahaman mengenai penyakit sindroma nefrotik serta mengetahui
penatalaksanaan yang tepat sesuai indikasi.
2
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 3/17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindroma nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik
glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif
≥ 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia dan lipiduria.
B. KLASIFIKASI
Sindrom nefrotik pada dewasa:
a. Glomerulonefritis primer (Sebagian besar tidak diketahui sebabnya).
1) Glomerulonefritis membranosa
Jarang menjadi penyebab SN pada anak tetapi sering pada dewasa.
Hampir semua pada orang dewasa. Pada mikroskop biasa terlihat
gambaran penebalan dinding kapiler, pada mikroskop elektron terlihat
kelainan membrana basalis. Kelainan ini jarang memberikan respon
terhadap steroid dan prognosis mortalitas lebih kurang 50%.
2) Glomerulonefritis Kelainan Minimal
Merupakan penyebab utama SN anak-anak, Pada dewasa hanya
20%. Dengan mikroskop biasa tidak tampak kelainan yang jelas pada
glomerulus sedangkan ada mikroskop elektron dapat dilihat sel epitel
kapiler glomerulus yang membengkak dan bervakuol. Fungsi ginjal
biasanya tidak banyak terganggu dan tidak ada hipertensi.
Penampakan yang tidak biasa yaitu hipertensi (30% pada anak-
anak dan50% pada dewasa), hematuri (20% pada anak-anak dan 30%
3
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 4/17
pada dewasa) dan penurunan fungsi ginjal (kurang dari 5% pada anak-
anak dan 30% pada dewasa). Prognosis kelainan ini relatif paling baik.
Pengobatannya ialah dengan pemberian steroid. Sering mengalami
remisi spontan, akan tetapi sering pula kambuh.
3) Glomerulonefritis membranoproliferatif
Biasa ditemukan pada anak besar dan orang dewasa muda.
Perjalanan penyakit progresif lambat, tanpa remisi dan berakhir dengan
payah ginjal. Ciri khasnya adalah kadar komplemen serum yang rendah
4) Glomerulonefritis pasca streptokok
C. ETIOLOGI
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan GN sekunder
akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective
tissue disease), akibat obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik seperti
yang tercantum pada tabel 1 dibawah ini:
Glomerulonephritis primer
a. GN lesi minimal
b. Glomerulosklerosis fokal
c. GN membranosa
d. GN membranoproliperatif
e. GN proliperatif lain
Glomerulonephritis sekunder akibat1. Infeksi
HIV, hepatitis virus B dan C, tuberculosis, lepra
2. Keganasan
Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin,
myeloma multipel
3. Penyakit jaringan penghubung
SLE, RA
4. Efek obat dan toksin
Obat NSAID, preparat emas, probenesid kaptopril,
5. Lain-lain
Diabetes mellitus, amyloidosis, refluks vesikoureter, pre
4
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 5/17
eklamsia
Tabel 1. Etiologi SN
D. PATOGENESIS
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan terjadinya SN, yaitu:
1. Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang mausk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga
terjadi reaksi antigen amtibody larut dalam darah. SAAC ini kemudian
menyebabkan sistem komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga
komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang
kemudian terperangkap dibawa epitel capsula bowman yang secara
imunofloresensi terlihat beberapa benjolan yang disebut HUMPS
sepanjang membran basalis glomerulus berbentuk granuler atau noduler.
Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan
permeabilitas membran basalis glomerolus terganggu sehingga eritrosit,
protein, dan lain-lain dapat melewati membran basalis glomerolus
sehingga dapat dijumpai didalam urin.
2. Perubahan elektrokimia
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat
juga menimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa
kelainan terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik
(sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein) yaitu hilangnya fixed
negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat
hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein
5
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 6/17
berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat
keluar bersama urin.
E. PATOFISIOLOGI
Reaksi antigen – antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis
glomerulus meningkat diikuti oleh kebocoran protein (albumin)
a. Proteinuri :
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar
berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya
sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular).
Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan
protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Protein
lain yang diekskresi adalah globulin pengikat tiroid, IgG, IgA,
antitrombin III dan protein pengikat vitamin D.
Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan
kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70
kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh
charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan
size selective barrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri
disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada
nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size
selectivity.
6
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 7/17
b. Hipoalbuminemi:
Keadaan ini disebabkan oleh kehilangan sejumlah protein tubuh melalui
urine (proteinuria) dan usus (protein loosing enteropathy), katabolisma
albumin, pemasukan protein yang kurang kerana nafsu makan yang
menurun dan utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal.
Jika kompensasi hepar dalam mensintesa albumin tidak adekuat, akan
terjadi hipoproteinemi.
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN,
hipoalbuminemia disebabkan oleh protenuria massif dengan akibat
penurunan tekanan onkotik plasma. Oleh itu, untuk mempertahankan
tekanan onkotik plasma, maka hati berusaha meningkatkan sintesis
albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi
timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan
sintesis albumin hati. Akan tetapi tetap dapat mendorong peningkatan
ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat
peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.
Mekanisme Edema
7
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 8/17
c. Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density
lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini
disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme
di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan
intermediate density lipoprotein dari darah).
Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin
serum dan penurunan tekanan onkotik.
d. Lipiduri:
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.
Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis
glomerulus yang permeabel.
e. Edema
Teori underfil menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan factor
utama terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan
penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari
intravascular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Oleh kerana itu,
ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan
air. Mekanisma kompensasi ini akan memperbaiki volume intravascular
tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga
edema semakin berat.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal
utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular
8
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 9/17
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus
akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan
edema. Kedua mekanisma tersebut ditemukan pada pasien SN.
Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya
disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis.
Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat
pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.
f. Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C
dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V,
VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit,
perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX,
XI).
g. Kerentanan terhadap infeksi
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat
ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan
peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti
Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi
gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni
dan peritonitis.
9
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 10/17
I iopatik Sekun er Bawaan Fokal Segmental
Sindrom Nefrotik Kurang informasi
Gangguan pembentukanglomerulus
Albumin melewati membranbersama urine
Hpoalbuminemia
Tekanan koloid turun,
tekanan hidrostatik naik
Cairan masuk ke ekstra seluler
Retensio cairan seluruh tubuh
Edema anasarka
Gangguan imobilisasi
Penekanan terlalu dalampada tubuh
Pengiriman nutrisi danO2 ke jaringan turun
Hipoksia jaringan
Gangguan citra tubuh
Retensio cairan di rongga perut
Asites
Menkan isi perutMenekan diafragma
Ekspansi otot pernapasan
tidak optimal
Nafas tidak adekuat
Mual muntah
Nafsu makan turun
Kondisi lemah Daya tahan tubuh turun
MK : Kurang pengetahuantentang penyakit
MK : Kerusakan integritas kulit
MK : Gangguan cairandan elektrolit
MK : Ganguan perfusi jaringan
MK : Ganguan nutrisi kurangdari kebutuhan
MK : Resiko infeksiMK : Gangguan mobilitas fidsikMK : Gangguan tumbuhkembang
MK : Gangguan pola napas
Patofisiologi Sindroma Nefrotik
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal Sindrom Nefrotik dapat berupa:
10
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 11/17
1. Berkurangnya nafsu makan
2. Pembengkakan kelopak mata
3. Nyeri perut
4. Pengkisutan otot
5. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air
6. Air kemih berbusa
Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan
sampai berat dan merupakan gejala satu-satunya yang Nampak. Edema
mula-mula Nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur.
Edema yang hebat atau anasarka sering disertai edema pada genetalia
eksterna. Edema pada perut terjadi karena penimbunan cairan. Sesak napas
terjadi karena adanya cairan dirongga sekitar paru-paru (efusi pleura).
Gejala yang lainnya adalah edema lutut dan kantung zakar (pada pria).
Edema yang terjadi seringkali berpindah-pindah, pada pagi hari cairan
tertimbun di kelopak mata atau setelah berjalan, cairan akan tertimbun di
pergelangan kaki. Pengkisutan otot bias tertutupi oleh edema. Selain itu
edema anasarka ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan
karena edema mukosa usus. Umbilikalis, dilatasi vena, prolaks rectum,
dan sesak dapat pula terjadi akibat edema anasarka ini
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis: Bengkak seluruh tubuh & buang air kecil
warna keruh
2. Pemeriksaan fisik: edema anasarka & asites
11
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 12/17
3. Laboratorium: proteinuri masif, hiperlipidemia,
hipoalbuminemia, (<3.5 gr/ l) lipiduria, hiperkoagulabilitas.
4. Pemeriksaan penunjang
Urinalisis, ureum, creatinin, tes fungsi hati, profil lipid, elektrolit.
Gula darah, hemostasis, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal,proteiun
urin kuantitatif
Pada pemeriksaan analisis darah, kadar BUN dan kreatinin mungkin
bisa atau tidak naik. Jika BUN dan kreatinin meningkat berarti pasien
mempunyai penyakit gagal ginjal dan prognosisnya buruk. Biasanya
ditemukan penurunan kalsium plasma. Diagnosis pasti melalui biopsi ginjal.
Walaupun SN merupakan indikasi utama biopsi ginjal, namun ada
pengecualian: anak berusia 1 tahun - pubertas. biasanya jenis perubahan
minimal dan responsif terhadap steroid. Biopsi perlu dilakukan untuk
sindrom nefrotik kongenital.
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap
penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi protenuria,
mengontrol edema dan mengobati komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom
nefrotik harus dicari dan diberi terapi, da obat-obatan yang menjadi
penyebabnya disingkirkan.
a). Diuretik
12
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 13/17
Diuretik ansa henle (loop diuretic) misalnya furosemid (dosis awal 20-40
mg/hari) atau golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan
potassium sparing diuretic (spironolakton) digunakan untuk mengobati
edema dan hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5
kg/hari.
b). Diet.
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus
diberikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan
penyakit ginjal tertentu, asupan yang rendah protein adalah aman, dapat
mengurangi proteinuria dan memperlambat hilangnya fungsi ginjal,
mungkin dengan menurunkan tekanan intraglomerulus. Derajat
pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien yang kekurangan
protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. Pembatasan asupan
protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Tambahan
vitamin D dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan vitamin
ini.
c) Terapi antikoagulan
Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi antikoagulan
dengan heparin harus dimulai. JUmlah heparin yang diperlukan untuk
mencapai waktu tromboplastin parsial (PTT) terapeutik mungkin
meningkat karena adanya penurunan jumlah antitrombin III. Setelah terapi
heparin intravena , antikoagulasi oral dengan warfarin dilanjutkan sampai
sindrom nefrotik dapat diatasi.
13
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 14/17
d) Terapi Obat
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian kortikosteroid
yaitu prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal pagi hari selama 4 –
6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu sampai tercapai dosis
maintenance (5 – 10 mg) kemudian diberikan 5 mg selang sehari dan
dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat tapering off, keadaan
penderita memburuk kembali (timbul edema, protenuri), diberikan
kembali full dose selama 4 minggu kemudian tapering off kembali. Obat
kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk menangani sindroma nefrotik
(prednisone, metil prednisone) terutama pada minimal glomerular lesion
(MGL), focal segmental glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus
glomerulonephritis. Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan
pada pasien dengan nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal
untuk mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini
menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan intraglomerulus,
dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria sampai 75 %.
Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone tidak ada respon,
kambuh yang berulang kali atau timbul efek samping kortikosteroid. Dapat
diberikan siklofosfamid 1,5 mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan
statin seperti simvastatin, pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan
kolesterol LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.
Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3*12,5 mg),
kalsium antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat penghambat
enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors)
14
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 15/17
dan antagonis reseptor angiotensin II dapat menurunkan tekanan darah dan
kombinasi keduanya mempunyai efek aditif dalam menurunkan
proteinuria.
I. PROGNOSIS
Prognosisnya tergantung kepada penyebabnya, usia penderita dan jenis
kerusakan ginjal yang bias diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada
biopsi. Gejalanya akan hilang seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit
yang dapat diobati atau obat-obatan. Prognosis biasanya baik jika
penyebabnya memberikan respon yang baik dari kortikosteroid. Anak yang
lahir dengan Sindrom ini jarang bertahan hidup sampai 1tahun, beberapa
diantaranya bias bertahan setelah menjalani dialisa atau pencangkokan ginjal.
Prognosis yang paling baik ditemukan pada Sindroma Nefrotik akibat
Glomerulonefritis yang ringan 90% penderita anak memberikan respon yang
baik terhadap pengobatan. Jarang yang berkembang menjadi gagal ginjal,
meskipun cenderung bersifat sering kambuh. Tetapi stelah 1tahun bebas
gejala, jarang terjadi kekambuhan
15
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 16/17
BAB III KESIMPULAN
Sindroma Nefrotik adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai
oleh proteinuria massif >3,5gr/hari, hipoalbuminemia <3,5gr/dl, edema,
hiperkolesterolemia, lipiduria, dan hiperkoagulabilitas. Angka kejadian SN pada
anak diperkirakan berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap
1.000.000 anak. Berdasarkan kelainan histopatologis, SN pada anak yang paling
banyak ditemukan adalah jenis kelainan minimal. Gejala dan tanda yang sering
ditemukan pada SN adalah pitting edema sering anasarka, oligouria, tekanan
darah normal, proteinuria massif, hipoproteinemia dengan ratio albumin globulin
terbalik, hiperkolesterolemia dan kadar ureum kretinin darah normal atau
meningkat. Penatalaksanaan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan
terhadap penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi
protenuria, mengontrol edema dan mengobati komplikasi. Komplikasi yang bisa
terjadi adalah gagal ginjal akut yang dikarenakan hipovolemia akibat retensi
cairan. Prognosis berdasarkan kelainan histopatologis yang ada namum sebagian
besar anak yang berespon terhadap steroid akan menyembuh sendiri secara
spontan menjelang usia akhir dekade kedua.
16
7/30/2019 refrat sindrom nefrotik-1
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-sindrom-nefrotik-1 17/17
DAFTAR PUSTAKA.
Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta EGC
2000;5:2144-2151
Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin. Jakarta EGC 2005:2:683-695
Sudoyo AW. 2007. Buku ajar penyakit dalam jilid II edisi IV. Jakarta Pusat
Sutjahjo, Ari et al . 2007. Penyakit Kelenjar Gondok. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam FK Universitas Airlangga Surabaya : Airlangga University
Press.
17