1 i. pendahuluan - eprints.stiperdharmawacana.ac.ideprints.stiperdharmawacana.ac.id/169/6/9. bab...
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian mempunyai peranan atau kontribusi yang sangat besar dalam
pembangunan ekonomi suatu negara yang bercorak agraris seperti Indonesia.
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumberdaya alam, yang
memiliki luas lahan dan agroklimat yang potensial untuk dikembangkan sebagai
usaha pertanian. Indonesia negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian
sebagai sumber mata pencaharian dan penompang pembangunan nasional
(Mardikanto, 2007).
Sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) terus
mengalami peningkatan setiap tahun. Secara nominal, Produk Domestik Bruto
(PDB) pertanian, kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan (ADHK) pada
kuartal II 2016 mencapai Rp 322 triliun, naik 11,90 persen dibandingkan kuartal I
2016 yang sebesar Rp 287,7 triliun. Pertumbuhan tinggi ini disebabkan pergeseran
masa panen akibat El Nino yang harusnya panen raya jatuh pada kuartal I
menjadi di kuartal II. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartalan untuk
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat lebih tinggi
dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai 10,33 persen (Badan Pusat
2
Statistik, 2016). Hal ini mengindikasikan besarnya peranan pertanian dalam
memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Peranan sektor pertanian sebagai menyumbang pembentukan produk domestik
bruto (PBD) penyedia sumber devisa melalui ekspor, penyedia pangan dan bahan
baku industri, pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja dan perbaikan
pendapatan masyarakat. Sektor pertanian sendiri terdiri dari beberapa sub sektor,
yaitu sub sektor tanaman pangan, sub sektor hortikultura, sub sektor peternakan,
sub sektor perkebunan dan sub sektor perikanan.
Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan
yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional, untuk
mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah, pengentasan kemiskinan,
penyerapan tenaga kerja, penerimaan devisa, dan menjadi penarik bagi
pertumbuhan industri hulu dan pendorong pertumbuhan untuk industri hilir yang
memberikan kontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Peranan tanaman pangan telah terbukti secara empiris, baik dikala kondisi
ekonomi normal maupun saat menghadapi krisis, begitu juga dengan sub sektor
hortikultura yang sama pentingnya dalam pembangunan ekonomi nasional.
Sub sektor hortikultura merupakan komoditas yang cukup potensial
dikembangkan secara agribisnis, karena punya nilai ekonomis dan nilai tambah
cukup tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya. Selain fungsi ekonomi
tersebut tanaman hortikultura mempunyai nilai kalori cukup tinggi, merupakan
sumber vitamin, mineral, serat alami dan anti-oksidan, sehingga selalu diperlukan
oleh tubuh sebagai sumber pangan maupun nutrisi serta berpengaruh terhadap
3
pendapatan dan kesejahteraan petani. Melihat manfaat dan fungsinya dapat
dikatakan hortikultura dapat diandalkan untuk memajukan perekonomian
Indonesia. Hortikultura memegang peran penting yang strategis karena perannya
sebagai komponen utama pada pola pangan harapan.
Komoditas hortikultura khususnya sayuran dan buah-buahan memegang bagian
terpenting dari keseimbangan pangan, sehingga harus tersedia setiap saat dalam
jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta
dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia yang
besar sebagai konsumen produk hortikultura yang dihasilkan petani, merupakan
pasar yang sangat potensial dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan
semakin meningkat dalam jumlah dan persyaratan mutu yang diinginkan. Hal ini
dapat dilihat dari tabel konsumsi per kapita komoditas jagung dan cabai di
Indonesia Tahun 2010-2014.
Tabel 1. Konsumsi jagung dan cabai perkapita di Indonesia tahun 2010-2014
TahunKonsumsi (Kg/kapita/tahun) Pertumbuhan (%)
Jagung Cabai Jagung Cabai
2010 1763 1528
2011 1365 1497 -22,60 -3,72
2012 1677 1653 22,92 10,19
2013 1469 1424 -12,43 -11,48
2014 1553 1460 5,71 1,40
Rata-rata pertumbuhan (%/ tahun)-0,26% 1,29%
2010-2014Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah pusdatin. 2014
Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa konsumsi per kapita jagung lima tahun
terakhir menunjukkan kecenderungan menurun. Selama kurun waktu tersebut
terjadi penurunan cukup signifikan pada tahun 2011 sebesar - 22,60%. Pada tahun
4
2012 konsumsi per kapita jagung kembali meningkat 23%, tahun 2013 kembali
menurun sebesar -12,43% dan tahun 2014 kembali meningkat 5,71%. Penurunan
konsumsi ini terjadi karena semakin sedikit masyarakat mengkonsumsi jagung
sebagai subtitusi bahan pangan pokok, sedangkan permintaan jagung untuk
industri terutama industri pakan cenderung semakin meningkat.
Program penganekaragaman pangan pengganti beras sampai saat ini belum
berhasil, sehingga perlu upaya yang lebih keras agar konsumsi beras menurun dan
konsumsi sumber karbohidrat lainnya termasuk jagung meningkat begitu juga
dengan konsumsi perkapita cabai lima tahun terakhir menunjukan kecenderungan
menurun. Selama kurun waktu tersebut terjadi penurunan cukup signifikan pada
tahun 2011 sebesar -3,72%. Pada tahun 2012 konsumsi per kapita cabai kembali
meningkat 10,19%, tahun 2013 kembali menurun sebesar -11,48% dan tahun
2014 kembali meningkat 1,4%. Semakin bervariasinya jumlah konsumsi baik itu
komoditas jagung atau pun cabai dapat mempengaruhi produksi, luas penen dan
produktifitas setiap komoditas hal ini dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Produksi, Luas Panen, Dan Produkivitas Komoditas Jagung Dan Cabai diIndonesia Tahun 2010-2014
KomoditasTahun
2010 2011 2012 2013 2014Produksi Jagung 18.328 17.643 19.387 18.512 19.033
Cabai 807.160 888.852 954.310 1.012.879 926.000Luas panen Jagung 4.132 3.864 3.957 3.821 3.838
Cabai 122.755 121.063 120.275 124.110 113.078Produktivitas Jagung 44,36 45,65 48,99 48,44 49,59
Cabai 6,58 7,34 7,93 8,16 8,19Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015
5
Tabel 2 menunjukan bahwa tingkat produksi jagung dan cabai terus mengalami
peningkatan, hal ini terjadi karena semakin semakin tingginya tingkat adopsi
petani terhadap teknologi. Disisi lain terlihat semakin menurunya luas panen
jagung dan cabai pada satu dekade terakhir yang diduga karena jagung dan cabai
harus bersaing dengan tanaman tadah hujan lainnya seperti tanaman pangan padi,
kedelai, kacang tanah, maupun tanaman non pangan seperti tembakau. Disamping
itu luas baku sawah yang diduga mengalami penyusutan karena konversi lahan
untuk kepentingan lain seperti infrastruktur, perumahan, dan lain-lain, faktor lain
yang diduga menurunkan luas panen jagung dan cabai adalah perubahan iklim
global, dimana batas antara musim hujan dan musim kemarau menjadi kurang
jelas, sehingga petani harus memutuskan jenis tanaman yang akan ditanam, antara
tetap menanam padi yang membutuhkan banyak air atau beralih ke palawija.
Provinsi Lampung adalah daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lahan
kering dimana keadaan lahan tersebut sangat cocok untuk menanam tanaman
jagung maupun cabai. Selain itu, Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah
penghasil tanaman jagung dan cabai yang merupakan pemasok jagung untuk
memenuhi kebutuhan kosumsi di Provinsi Lampung, bahkan dapat memenuhi
untuk kebutuhan diluar Provinsi Lampung. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3.
6
Tabel 3. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman jagung dan cabai, diProvinsi Lampung tahun 2011-2015
KomoditasTahun
2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)Jagung 1817 906 1760275 1760278 1719386 1503800Cabai 44.370 42.437 35.233 32.260 31.272
Luas panen (ha)Jagung 380.917 360.264 346.315 338.885 293.521Cabai 6.105 5.640 5.500 4.905 4.229
Produktivitas(ku/ha)
Jagung 47,72 48,86 50,83 50,70 51,20Cabai 72,70 75,20 6,41 6,58 7,40
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2015
Berdasarkan tabel 3 menunjukan bahwa produksi jagung ataupun cabai yang
mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini terjadikarena penurunan luas
panen akibat lahan dipergunakan untuk menanam komoditas lain (padi) menyusul
pencapaian tambahan produksi lain (padi). Namun dari tabel di atas juga dapat
dilihat bahwa produktivitas jagung dan cabai mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Peningkatan produktivitas jagung dan cabai antara lain sebagai dampak
dari penerapan paket teknologi dalam penggunaan varietas jagung hibrida secara
menyeluruh, adanya program SLPTT (Sekolah Lapang Pertanian Tanaman
Terpadu) serta penerapan tekhnologi lainya yang mampu meningkatkan
produktivitas komoditas.
Selain produksi, harga tanaman pangan jagung atau pun tanaman hortikultura
cabai yang sangat berpengaruh terhadap pendapatan petani. Sedangkan untuk
harga dua komoditas jagung dan cabai relatif stabil, namun pada saat panen raya
tiba harga jagung dan cabai menjadi rendah atau murah. Hal ini dapat dilihat pada
tabel 3 tentang harga jagung dan cabai di tingkat Provinsi Lampung
7
Tabel 4. Harga komoditas jagung dan cabai di Provinsi Lampung tahun 2011-2015
KomoditasHarga
2011 (Rp) 2012 (Rp) 2013 (Rp) 2014 (Rp) 2015 (Rp)Cabai 22.527 19.691 38.684 38.025 10.519Jagung 3.918 4.459 4.310 4.000 4.067
Sumber : Statistik Harga Pertanian Lampung, 2015
Berdasarkan tabel 4 menyatakan bahwa harga untuk setiap komoditas tanaman
pertanian jagung dan cabai dari tahun 2011-2015 mengalami fluktuasi harga pada
harga komoditi hortikultura cabai dan untuk harga jagung sendiri cukup konstan.
Hal ini yang menyebabkan petani mengalami risiko harga disetiap musim.
Kemudian yang paling tidak diinginkan oleh petani jagung dan cabai yaitu
turunya harga setiap komoditas di pasaran, hal ini biasanya terjadi akibat panen
raya yang dapat mengakibatkan harga menjadi turun karena pasokan tiap
komoditas yang melimpah baik itu dipasaran atau pun di gudang. Karena pada
kenyataanya pasarlah yang menguasai harga dimana petani tidak mampu
mengubahnya sehingga mengalami fluktuasi harga yang dapat merugikan pihak
petani. Di Provinsi Lampung terdapat sentra produksi jagung dan cabai di setiap
kabupaten. Hal ini dapat terlihat dari tabel 5.
8
Tabel 5. Produksi jagung dan cabai di Provinsi Lampung tahun 2014
Kabupaten/KotaKomoditas
Cabai Jagung
01 Lampung Barat 13.841 96202 Tanggamus 2.592 17.65103 Lampung Selatan 8.397 632.13704 Lampung Timur 390 516.41205 Lampung Tengah 3.610 268.94906 Lampung Utara 2.252 103.24307 Way Kanan 390 49.41808 Tulang Bawang 710 6.44809 Pesawaran 4.899 71.64510 Pringsewu 583 31.40311 Mesuji 84 44712 Tulang Bawang Barat 769 2.49213 Pesisir Barat 2.330 13.48814 Bandar Lampung 43 23115 Metro 33 4.460
Lampung 40.923 1719386Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2015.
Berdasarkan tabel 5 menyatakan bahwa pada tahun 2014 untuk produksi cabai
tertinggi adalah di Kabupaten Lampung Barat dimana keadaan wilayah yang
sesuai karena kabupaten tersebut merupakan daerah pegunungan yang sesuai
untuk pertumbuhan cabai. Namun untuk produksi jagung terhitung rendah. Hal ini
karena setiap komoditas memiliki habitatnya masing-masing.
Sedangkan produksi untuk komoditas cabai di Kabupaten Lampung Timur yang
terhitung cukup rendah namun untuk komoditas jagung produksinya tertinggi ke 2
setelah Kabupaten Lampung Selatan. Terlihat bahwa salah satu kabupaten yang
memproduksi jagung yang cukup tinggi dan cabai yang cukup menjanjikan bagi
petaninya. Bahkan tidak hanya pada tahun 2014 saja, produksi jagung dan cabai
9
pada tahun sebelumnya juga cukup tinggi, mengingat sudah banyak alih fungsi
lahan yang dilakuhkan masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Luas panen, produksi, dan produktivitas komoditas jagung dan cabai diKabupaten Lampung Timur tahun 2011-2015
KomoditasTahun
2011 2012 2013 2014 2015
Produksi (ton)Jagung 442.579 481.635 522.776 516.412 433.330Cabai 31.223 32.347 33.754 37.052 32.165
Luas panen (ha)Jagung 90.202 96.220 100.026 99.025 82.205Cabai 650 662 681 716 613
Produktivitas(ku/ha)
Jagung 4,91 5,01 5,23 5,21 5,27Cabai 48,04 48,86 49,57 51,75 52,47
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur, 2015
Berdasarkan tabel 6 menyatakan bahwa produksi jagung atau pun cabai yang
mengalami fluktuasi. Masalah produksi ini berkenaan dengan sifat usahataniyang
selalu tergantung pada perubahan iklim dan ketidaakpastian. Pada tahun 2015
produksi jagung sebesar 433.330 ton, dengan luas panen 82.205ha, dan
produktivitas jagung 5,27 ku/ha. Sedangkan produksi cabai sebesar 32.165 ton,
dengan luas panen 613 ha, dan produktivitas 52,47ku/ha. Kondisi produktivitas ini
dapat ditingkatkan melalui upaya intensifikasi atau perbaikan teknologi. Upaya ini
lebih memungkinkan mengingat produksi melalui ektensifikasi atau perluasan
lahan membutuhkan biaya yang besar. Untuk pengairan pada lahan peladangan
yang digunakan dalam usahatani tumpang gilir jagung dan cabai hanya
bergantung pada curah hujan yang turun.
Perubahan iklim yang tidak menentu memiliki risiko yang tinggi bagi usahatani
tumpang gilir jagung dan cabai. Risiko usahatani ini akan berpengaruh terhadap
pendapatan petani itu tumpang gilir jagung dan cabai. Keputusan petani dalam
10
mengambil usahatani tumpang gilir jagung dan cabai disebabkan karena adanya
tambahan pengeluaran dan kemungkinan pendapatan bagi petani usahataninya.
Harga sarana produksi yang mahal dihadapkan pada risiko kenaikan harga input
sehingga menambah biaya yang dikeluarkan oleh petani dan terjadinya
kesenjangan antara penerimaan dan pengeluaran.
Pada kenyataanya harga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah mampu berubah
dipasar daerah khususnya komoditas hortikultura cabai. Dimana harga komoditi
sangat mudah sekali berubah-ubah (berfluktuasi) sehingga berpengaruh terhadap
pendapatan petani. Sedangkan untuk harga jagung bebarapa tahun ini tergolong
stabil, namun ketika panen raya tiba harga komoditi terutama cabai menjadi
rendah. Perkembangan harga jagung dan cabai di Kecamatan Batanghari dapat
dilihat pada tabel 6.
Gambar 1. Perkembangan harga komoditas jagung dan cabai di KecamatanBatanghari dari tahun 2013-2016
Sumber: Gapoktan Buanajaya, Batanghari Lampung Timur, 2016.
50.000
12.00015.000
46.000
2.700 2.100 3.000 2.3000
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
2013 2014 2015 2016
grafik perubahan harga
Cabai
Jagung
11
Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat bahwa harga komoditi cabai dari tahun 2013-
2016 mengalami fluktuasi harga. Harga naik dan turun dikisaran harga sampai 5
kali lipat. Hal ini dipengaruhi oleh produksi ditiap musim tanam. Ketika panen
raya harga cabai turun, sebaliknya jika produksi atau panen berkurang maka harga
di pasar naik. Berbeda dengan harga jagung yang stabil. Namun pada dasarnya
komoditas cabailah yang menjadi andalan bagi daerah tersebut. Walaupun harga
jagung tetap stabil hal itu hanyalah pelengkap untuk menambah modal bagi
usahatani cabai.
Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur, merupakan
wilayah yang menerapkan sistem tanam tumpang gilir karena keinginan para
petani memperoleh hasil yang maksimal dengan memanfaatkan tanaman pertama
sebagai tiang penyangga serta perbedaan varietas sehingga mampu memutus mata
rantai hama dan penyakit serta dapat menekan biaya, mendapatan keuntungan
hasil jual yang lebih, menekan terjadinya risiko kerugian, dengan komoditas
utamanya yaitu jagung dan cabai. Namun, walau bagaimana pun usahatani
tumpang gilir jagung dan cabai juga mengalami risiko usahatani yang dihadapi
petani, yakni risiko produksi, risiko harga, dan risiko pendapatan. Setiap aktivitas
manusia selalu mengandung risiko yang tidak pernah diketahui petani yang selalu
menjadi tantangan dan bahan pertimbangan petani untuk melakukan suatu
usahatani.
12
1.2 Identifikasi Masalah
Petani di Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur,
yang menanam dengan sistem tanam tumpang giir komoditi jagung dan cabai
pada saat musim penghujan sangat dominan terkena hama dan penyakit dan
dampak risiko yang mungkin didapat lebih kecil dibanding musim kemarau,
karena ketika musim kemarau tanaman tidak mampu untuk tumbuh secara optimal
sebab terbatasnya kandungan air. Masalah tersebut dapat dilihat di Desa
Buanasakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur yang termasuk
pertanian lahan kering, dimana ketersediaan air bergantung pada air hujan yang
turun ke daerah tersebut karena tidak adanya aliran air irigasi.
Risiko produksi lain yang dihadapi yaitu serangan hama dan penyakit, serta iklim
yang berubah-ubah atau tidak menentu, sehingga dapat membuat pertumbuhan
tanaman atau bahkan buah yang dihasilkan tidak optimal. Selain itu dalam
penyemaian tanaman cabai dan pengajiran jagung menggunakan benih yang
unggul guna memperoleh hasil yang maksimal dan mengurangi penyerangan
hama sebelum tanam.
Penanaman dua komoditas pada satu lahan memerlukan biaya produksi yang lebih
besar dibandingkan monokultur dengan harapan sistem tumpangsari akan lebih
menguntungkan dari segi produksi, pendapatan, dan faktor risiko gagal panen dari
penanaman secara monokultur. Tetapi dalam satu pihak petani tumpang gilir perlu
juga mengamati faktor risiko yang perlu dihadapi karena setiap aktivitas manusia
selalu mengandung risiko yang tidak pernah diketahui oleh petani yang menjadi
tantangan dan bahan pertimbangan petani untuk melakuhkan usahatani.
13
Kebutuhan modal biasanya didapat melalui dana pinjaman dari kelompok tani,
ada juga petani yang mandiri atau menggunakan modal sendiri.
Produksi jagung dan cabai semakin bertambah belum tentu menghasilkan
pendapatan yang besar, karena harga setiap komoditas berpengaruh terhadap
penerimaan. Harga setiap komoditas jagung pada saat hari biasa masih stabil,
namun jika saat panen raya harga komoditas jagung menjadi murah/rendah,
sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani jagung, begitu juga dengan
komoditas cabai, bahan pertimbangan bagi petani dalam mengambil keputusan
untuk melaksanakan kegiatan usahatani tumpang gilir jagung dan cabai selain
aspek teknis tentang bagaimana cara petani mengalokasikan faktor produksi untuk
menghasilkan produk yang tinggi, juga aspek ekonomi yaitu tentang biaya yang
dikeluarkan oleh petani untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Tingginya hasil
produksi belum tentu menghasilkan peningkatan pendapatan, sehingga dengan
pemilihan alternatif usahatani tumpangsari jagung dan cabai tersebut petani
mengharapkan pendapatan yang lebih tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, maka
dapat diidentifikasi masalah sebagai besikut:
1. Bagaimana risiko usahatani yang dihadapi petani tumpang gilir jagung
dan cabai di Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung
Timur.
2. Bagaimana pendapatan petani tumpang gilir jagung dan cabai di Desa
Buanasakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur.
14
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui risiko usahatani yang dihadapi oleh petani tumpang
gilir jagung dan cabai di Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari
Kabupaten Lampung Timur.
2. Untuk mengetahui pendapatan yang didapat dalam usahatani tumpang gilir
jagung dan cabai di Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari Kabupaten
Lampung Timur.
1.4 Keguanaan dan Manfaat
Hasil penelitian ini diharapan dapat berguna bagi:
1. Dinas atau instansi sebagai masukan dalam rangka kebijakan peningkatan
produksi jagung dan cabai dan mengurangi risiko usahatani tumpang gilir
jagung dan cabai.
2. Peneliti sebagai bahan tambahan referensi yang berkaitan dengan risiko
usahatani untuk penelitian selanjutnya.
3. Petani sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam pengelolaan dan
perencanaan usahatani tumpang gilir jagung dan cabai di masa yang akan
datang.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tanaman jagung
Jagung atau biasa disebut dengan Maize adalah makanan serta pakan terpenting di
belahan bumi bagian barat. Jagung dapat tumbuh diberbagai kondisi iklim. Sejak
zaman prasejarah, jagung telah menjadi makanan pokok bangsa Meksiko dan
Amerika Latin. Dalam perdagangan global, kata maize lebih sering digunkan dari
pada jagung. Meksiko merupakan negara tempat jagung berasal. Meksiko
memiliki banyak varietas jagung yaitu sebanyak 65. Tanaman jagung merupakan
tanaman biji-bijian yang jumlah produksi setiap tahunya terbesar dibanding
tanaman biji-bijian yang lain (Malti et al., 2011).
Jagung merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan karbohidrat sangat
besar. Di Indonesia, kebutuhan jagung sangat besar, untuk jagung pipil kering
kebutuhan per tahun lebih dari 10 juta ton konsumsi bahan pangan ini paling besar
digunakan dalam industri pakan ternak. Memang, sebagian besar bahan baku
pembuatan pakan ternak adalah jagung kurang lebih sekitar 51% dari komposisi
pakan ternak menggunakan bahan dasar jagung.
16
Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai
peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia,
mengingat komoditas ini mempunyai fungsi multiguna, baik untuk konsumsi
langsung maupun sebagai bahan baku utama industri pakan. Selain itu, pentingnya
peranan jagung terhadap perekonomian nasional telah menempatkan jagung
sebagai kontributor terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan
(Zubachtirodin et al, 2007).
Jagung juga merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki karakter
berfluktuatif dalam hasil karena dipengaruhi oleh lingkungan. Hal tersebut
mempengaruhi permintaan dan penawarannya secara langsung. Apabila
penawaran dan permintaan jagung fluktuatif maka akan membentuk harga yang
fluktuatif pula (Syamsi, 2012).
Permintaan suatu komoditas pertanian pada umumnya terdiri dari permintaan
langsung (dikonsumsi) dan permintaan tidak langsung (diolah lebih lanjut menjadi
produk konsumsi atau lainnya) (Departemen Pertanian, 2006). Pada dasarnya
konsumsi jagung dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai bahan pangan,
bahan baku industri olahan, dan bahan baku pakan (Purwono dan Hartono, 2006).
Kebutuhan jagung untuk bahan pangan pokok, bahan baku pakan serta bahan
baku industri olahan terus meningkat. Kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan
semakin meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan industri peternakan
yang menuntut kontinuitas pasokan bahan baku. Oleh karena itu, volume impor
jagung terus meningkat mengingat harga jagung di pasar dunia relatif lebih murah
17
dibanding harga jagung lokal serta kualitas produk lebih terjamin (Rachman,
2003).
Sebagian besar negara berkembang mempunyai masalah yang sama dalam
pertanian jagung di dalam negerinya. Indonesia yang masih dapat dikatakan
sebagai negara berkembang meskipun kontribusi sektor pertanian terhadap
Universitas Sumatera Utara perekonomian nasional mulai digantikan oleh sektor
industri juga menghadapi masalah tersebut. Masalah utama pertanian jagung
negara berkembang adalah peningkatan produksi jagung yang relatif rendah
dibandingkan dengan konsumsi jagung secara nasional.
2.1.2 Tanaman cabai
Cabai menjadi salah satu komoditas sayuran yang banyak dibutuhkan masyarakat,
baik masyarakat lokal maupun internasional. Setiap harinya permintaan akan
cabai, semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di
berbagai negara. Sehingga budidaya sayur ini menjadi peluang usaha yang masih
sangat menjanjikan, bukan hanya untuk pasar lokal saja namun juga berpeluang
untuk memenuhi pasar ekspor.
Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang
mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena selain sebagai
penghasil gizi, juga sebagai bahan campuran makanan dan obat-obatan. Di
Indonesia tanaman cabai mempunyai nilai ekonomi penting dan menduduki
tempat kedua setelah kacang-kacangan (Rompas, 2001). Di “Benua baru” itu dia
menemukan penduduk asli yang banyak menggunakan buah merah menyala
berasa pedas sebagai bumbu masakannya (Tarigan dan Wiryanto, 2003).
18
Tanaman cabai termasuk ke dalam famili solanaceae. Tanaman cabai sekerabat
dengan kentang (Solanum tuberosum L.), terung (Solanum melongena L.), leunca
7 (Solanum nigrum L.), takokak (Solanum torvum), dan tomat (Lycopersicon
esculentum) (Tarigan dan Wiryanta, 2003).
Tanaman cabai memiliki batang yang dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu
batang utama dan percabangan (batang skunder). Batang utama berwarna coklat
hijau dengan panjang antara 20-28 cm. Percabangan berwarna hijau dengan
panjang antara 5-7 cm. Daun tanaman ini terdiri dari alas tangkai, tulang dan
helaian daun. Panjang tangkai daun antara 2-5 cm, berwarna hijau tua. Helaian
daun bagian bawah berwarna hijau terang, sedangkan permukaan atasnya
berwarna hijau tua. Daun mencapai panjang 10-15 cm, lebar 4-5 cm. Bagian
ujung dan pangkal daun meruncing dengan tepi rata (Nawangsih, 2003).
Cabai dapat dengan mudah ditanam, baik di dataran rendah maupun tinggi. Syarat
agar tanaman cabai tumbuh baik adalah tanah berhumus (subur), gembur, dan pH
tanahnya antara 5-6. Cabai dikembangbiakkan dengan biji yang diambil dari buah
tua atau yang berwarna merah. Biji tersebut disemaikan terlebih dahulu
(Sunarjono, 2006). Temperatur yang sesuai untuk pertumbuhannya antara 16-
23oC. Temperatur malam di bawah 16oC dan temperatur siang di atas 23oC
menghambat pembungan (Ashari, 2006).
2.1.3 Tumpang gilir
Tumpang gilir ( Multiple Cropping ), adalah teknik budidaya tanaman dengan
menanam lebih dari satu tanaman pada satu musim, kemudian dilanjutkan
19
menanam lebih dari satu jenis tanaman pada musim berikutnya dengan lahan yang
sama dalam waktu satu tahun. Tumpang gilir adalah penanaman yang dilakukan
secara berurutan dan lebih dari satu periode tanam dengan mempertimbangkan
faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum (Thahir,1999). Faktor-
faktor tersebut adalah :
1. Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya
pengolahan tanah dapat ditekan, dan kerusakan tanah sebagai akibat terlalu
sering diolah dapat dihindari
2. Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan
meningkatkan produktivitas lahan
3. Dapat mencegah serangan hama dan penyakit yang meluas
4. Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah
terjadinya erosi
5. Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah
terjadinya erosi
6. Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
hijau.
Dengan demikian teknik bertanam dengan sistem monokultur atau pertanaman
tunggal dan dengan sistem tumpang gilir atau menanam 2 jenis tanaman atau lebih
pada satu tahun, sistem menanam monokultur ataupun tumpang gilir memiliki
kelebihan serta kekurangan masing-masing baik dari sisi internal maupun
eksternal. Adapun perbedaan tanaman monokultur dan tumpang gilir adalah
sebagai berikut:
20
Tumpang gilir Monokultur Akan terjadi peningkatan efisiensi
(tenaga kerja, pemanfaatan lahanmaupun penyerapan sinar matahari),
Populasi tanaman (berbeda) dapatdiatur sesuai yang dikehendaki
Dalam satu areal diproduksi lebihdari satu komoditas
Tetap mempunyai peluangmendapatkan hasil manakal satujenis tanaman yang diusahakan gagal
Tidak terjadi peningkatan efisiensi
Tidak dapat mengatur populasi,karena hanya terdapat satu jenis
Hanya memproduksi satu komoditas
Tidak ada peluang bial hanya satujenis tanaman yang diusahakangagal
2.1.4 Risiko Usahatani
Analisis risiko dengan pendekatan kuantitatif dilakuhkan dengan menggunakan
konsep simpangan baku dan ragam serta koefisien variasi. Simpangan baku
merupakan akar dari variance (ragam). Secara matematis dapat dinyatakan:
V=√ ................................
Dimana : V adalah simpangan baku
V2 adalah variance (ragam)
Nilai V menunjukan besarnya fluktuasi keuntungan yang mungkin diperoleh atau
besarnya risiko yang harus ditanggung pengusaha (Hernanto, 1989). Secara
statistik nilai V ini diketahui setelah dihitung terlebih dahulu ukuran ragamnya
(V2)darikeuntungan yang diharapkan. Ukuran variance (ragam) dapat dihitung
sebagai berikut:
V2 =∑ ( ) ....................................
Dimana : E adalah nilai rata-rata
Ei adalah hasil bersih pada tahun ke i
N adalah jumlah pengamatan
21
Rata-rata hasil bersih yang diperoleh oleh pengusaha dalam setiap periode
menggambarkan besarnya nilai keuntungan harapan pengusaha dimasa-masa akan
datang.
Menurut Hermanto (1989), produsen harus selalu mempertimbangkan besarnya
risiko yang ditanggung dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dalam
setiap proses produksi. Hubungan antara risiko dan keuntungan dalam suatu usaha
biasanya diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan.
Nilai koefisien variasi ditentukan dengan cara membagi risiko yang harus
ditanggung pengusaha dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai
hasil dari sejumlah modal yang ditanamkan dalam usaha. Secara sistematis risiko
produksi, harga dan pendapatan dirumuskan sebagai berikut:
a. Risiko produksi : CV =
b. Risiko harga : CV =
c. Risiko pendapatan : CV =
Keterangan:
CV : Koevisien variasi
: Standar deviasi
C : Rata-rata produksi (kg)
Y : Rata-rata pendapatan (Rp)
Q : Rata-rata harga (Rp)
Jika nilai koefisien variasi (CV) diketahui, maka kita akan dapat mengetahui
besarnya risiko yang harus ditanggung petani dalam usahatani tumpang gilir
jagung dan cabai. Nilai CV berbanding lurus dengan risiko yang dihadapi petani
22
tumpang gilir jagung dan cabai, artinya semakin besar nilai CV yang didapat
maka semakin besar pula risiko yang harus ditanggung petani. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah nilai CV yang diperoleh maka risiko yang harus
ditanggung petani akan semakin kecil.
Kegiatan pada sektor pertanian yang menyangkut proses produksi selalu
dihadapkan dengan situasi risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty). Risiko
adalah peluang terjadinya kemungkinan merugi yang dapat diketahui terlebih
dahulu. Ketidakpastian adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya,
dan karenanya peluang terjadinya merugi belum diketahui sebelumnya. Sumber
ketidakpastian yang penting di sektor pertanian adalah fluktuasi hasil pertanian
dan fluktuasi harga. Ketidakpastian hasil pertanian disebabkan oleh faktor alam
seperti iklim, hama dan penyakit serta kekeringan. Jadi produksi menjadi gagal
dan berpengaruh terhadap keputusan petani untuk berusahatani berikutnya. Selain
itu, ketidakpastian harga meyebabkan fluktuasi harga dimana keinginan pedagang
memperoleh keuntungan besar dan rantai pemasaran yang panjang sehingga
terjadi turun naiknya harga (Soekartawi dkk, 1993).
Adanya risiko menyebabkan petani yang pada hakekatnya bersifat rasional enggan
menanggung risiko terlebih petani kecil. Dengan kata lain, petani sebagai subjek
mengambil keputusan enggan meningkatkan dan memperluas usahataninya. Pada
kenyataannya, petani dalam berusahatani ada yang berani terhadap risiko (risk
lover), ada yang enggan terhadap risiko (risk averter), dan ada yang netral
terhadap risiko (risk neutral) (Darmawi, 1996).
23
Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation) terhadap
return dari suatu aset. Menurut Elton dan Gruber (1995) terdapat beberapa ukuran
risiko diantaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standard
deviation) dan koefisien variasi (coefficient variation).
Penilaian risiko dengan menggunakan nilai variance dan standard deviation
merupakan ukuran yang absolut dan tidak mempertimbangkan risiko dalam
hubungannya dengan hasil yang diharapkan (expected return). Hasil keputusan
yang tepat dalam menganalisis risiko suatu kegiatan usaha harus menggunakan
perbandingan dengan satuan yang sama. Coefficient variation merupakan ukuran
risiko yang dapat membandingkan dengan satuan yang sama dengan
mempertimbangkan risiko yang dihadapi untuk setiap return yang diperoleh baik
berupa pendapatan, produksi atau harga.
Menurut Kadarsan (1992) ada beberapa hal penyebab risiko, yaitu ketidakpastian
produksi, tingkat produksi, tingkat harga, dan perkembangan teknologi sebagai
berikut:
a. Risiko produksi
Risiko produksi pertanian lebih besar dibandingkan dengan sektor non pertanian
karena pertanian sangat berpangaruh oleh alam seperti cuaca, hama penyakit,
suhu, kekeringan, dan banjir. Risiko berubah secara regional dan tergantung pada
jenis dan kualitas tanah, iklim dan penggunaan irigasi.
b. Risiko biaya
Risiko biaya terjadi akibat fluktuasi harga sarana-sarana produksi seperti benih,
pupuk dan pestisida.
24
c. Risiko teknologi
Risiko teknologi terjadi pada inovasi teknologi baru disektor pertanian karena
petani belum paham, belum cukup terampil atau gagal dalam menerapkan
teknologi baru.
d. Risiko harga atau risiko pasar
Output merupakan sumber penting dari risiko pasar dibidang pertanian. Harga
pertanian cenderung berubah dan tidak memiliki kestabilan serta tidak adanya
kepastian.
e. Risiko institusi atau risiko kelembagaan
risiko kelembagaan dihasilkan oleh hal yang tidak terduga seperti perubahan
peraturan yang mempengaruhi aktivitas petani. Perubahan peraturan, jasa
keuangan, tingkat pembayaran dukungan harga atau pendapatan dan subsidi
secara signifikan dapat merubah profitabilitas kegiatan pertanian.
Risiko dan ketidakpastian tidak dianggap berbeda karena keduanya dapat dihitung
probabilitasnya, hanya dibedakan jika risiko dihubungkan dengan peluang
objektif, sedangkan ketidakpastian berhubungan dengan peluang subjektif.
Peluang subjektif tergantung pada subjektifitas orang yang mengetahui
berlangsungnya peristiwa yang terjadi pada suatu saat tertentu (Imelda, 2008).
2.1.5 Risiko Portofolio (Diversifikasi)
Portofolio adalah gabungan atau kombinasi dari berbagai instrumen atau aset
investasi yang disusun untuk mencapai tujuan investasi investor (Tandelilin,
2001). Selain itu, kombinasi berbagai instrumen itu juga menentukan tinggi risiko
dan potensi keuntungan yang diperoleh portofolio tersebut. Risiko portofolio tidak
25
merupakan rata-rata tertimbang dari seluruh risiko sekuritas tunggal. Risiko
portofolio mungkin dapat lebih kecil dari risiko rata-rata tertimbang masing-
masing sekuritas tunggal.
Risiko portofolio terdiri dari risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko
sistematis adalah risiko yang disebabkan oleh perubahan dalam pengembalian
pasar secara keseluruhan. Risiko sistematis adalah faktor-faktor risiko yang
mempengaruhi pasar (sekuritas) secara keseluruhan sehingga risiko ini tidak dapat
didiversifikasi (dihilangkan). Diantaranya yaitu perubahan ekonomi suatu negara,
kebijakan pajak, bencana alam, situasi politik, perubahan iklim. Risiko tidak
sistematis adalah risiko dari petani atau pesaing tertentu. Risiko ini tidak terikat
pada faktor ekonomi, politik dan faktor lainnya yang mempengaruhi semua
sekuritas. Contoh pemogokan suatu perusahaan, pesaing baru, teknologi baru,
melalui diversifikasi yang risiko ini dapat dihilangkan atau dikurangi.
2.1.6 Pendapatan Usahatani
Menurut Saparinto (2008), analisis usahatani dilakukan karena setiap kegiatan
usahatani membutuhkan input, input tersebut diantaranya sumberdaya alam,
sumber modal, keahlian, tanah/lokasi, dan input lain yang ketersediaanya sangat
terbatas. Untuk mendapatkan output yang optimal dari input yang dimiliki,
diperlukan adanya perhitungan yang matang agar kegiatan tersebut menghasilkan
manfaat (benefit).
Besarnya pendapatan yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari
beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat produksi,
26
identitas pengusaha, pertanaman, dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Dalam
melakukan kegiatan usahatani, petani berharap dapat meningkatkan pendapatanya
sehingga kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi (Hernanto, 1994).
Pendapatan usahatani diartikan sebagai pendapatan yang diperoleh petani dalam
usahataninya selama satu kali produksi atau satu tahun yang diperhitungkan dari
hasil penjualan atau perolehan produksi dalam usahataninya. Pendapatan bersih
adalah hasil pendapatan keseluruhan atau pendapatan kotor yang dikurangi
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi (Sudarsono, 1994).
Menurut Soekartawi (1993) biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang
dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu
biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak
tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan biaya
tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi.
Secara matematis rumus pendapatan yaitu (Soekaratawi, 1995):
π = Y. Py – ΣXi.Pxi - BTT
Keterangan :
π = Pendapatan (Rp)
Y = Hasil produksi (Kg)
Py = Harga hasil produksi (Rp)
Xi = Faktor produksi variabel (i = 1,2,3,….,n)
Pxi = Harga faktor produksi variabel ke-i (Rp)
BTT = Biaya tetap total (Rp)
27
Pendapatan juga dapat dihitung menggunakan rumus (Soekartawi, 1995):
π = TR-TC
Keterangan :
π = keuntungan/pendapatan
TR = Total Revenue (total penerimaan)
TC = Total Cost (total biaya)
2.1.7 Penelitian Terdahulu
Yamin (2012) melakukan penelitian Analisis Risiko Produksi Tomat Cherry Pada
Pd. Pacet Segar Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Dengan menggunakan metode data deskriptif yang diperoleh dengan cara
observasi, wawancara, diskusi, dan kuisioner dengan pihak perusahaan. Teknik
Analisis Data menggunakan Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko dengan
rumus s = ∑ ( − ): − 1dan Analisis Dampak Risiko dengan rumus
= + (√ ) dan Analisis. Hasil penelitian kajian analisis risiko produksi budidaya
tomat cherry pada PD Pacet Segar adalah sebagai berikut : 1) Berdasarkan
pengamatan di lapangan terdapat lima sumber risiko produksi pada budidaya
tomat cherry yaitu perubahan cuaca, serangan hama, penyakit, kualitas bibit, dan
sumber daya manusia. 2) Sumber risiko yang disebabkan perubahan cuaca
memiliki probabilitas dan dampak yang paling besar, yaitu 44 persen dan Rp
9.722.492 dan sumber risiko sumber daya manusia memiliki probabilitas dan
dampak paling kecil, yaitu 6,8 persen dan Rp 198.339.
Dewiana (2011) melakukan penelitian Analisis Risiko Produksi Tanaman Hias
Bromelia Pada Ciapus Bromel Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten
28
Bogor Jawa Barat. Dengan menggunakan metode Analisis Deskriptif, metode ini
dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan diskusi dengan pihak
perusahaan serta pengisian kuisioner dan metode aproksimasi. Hasil penelitian
yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik demi
menjawab tujuan penilitian adalah : 1) Sumber-sumber risiko dalam
pembudidayaan tanaman hias bromelia yang terdapat di Ciapus Bromel adalah
risiko serangan hama, risiko serangan penyakit, risiko serangan penyakit, risiko
kesalahan mekanis dan risiko intensitas cahaya matahari. 2) Berdasarkan hasil
analisis risiko, risiko yang memiliki dampak dan probabilitas besar adalah risiko
serangan hama. Sementara itu, risiko yang memiliki dampak besar dan
probabilitas kecil adalah risiko serangan penyakit dan risiko intensitas cahaya
matahari. Sedangkan risiko kesalahan mekanis memiliki dampak kecil dan
probabilitas kecil. 3) Penanganan risiko yang telah dilakukan oleh Ciapus Bromel
dalam menghadapi risiko produksi bromelia diantaranya melalui penghindaran
dan pengalihan risiko. Tindakan pengalihan risiko diantaranya dilakukan dengan
pemeliharaan dan penyediaan media tanam, serta pemberian vitamin dan obat-
obatan. Penanganan risiko lainnya melalui strategi mitigasi risiko yang dapat
dilakukan dengan cara pengendalian penyakit, pengendalian hama, penggunaan
dan perawatan nethouse serta sistem diversifikasi tanaman. Selain itu perusahaan
pun menerapkan pelatihan bagi karyawan baru sebagai bentuk strategi untuk
mengatasi risiko kesalahan mekanis.
David (2013) melakukan penelitian Analisis Risiko Produksi Pada Peternakan
Ayam Broiler Di Kampung Kandang Desa Tegal Kecamatan Kemang Kabupaten
29
Bogor Jawa Barat. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif, metode ini
dilakukan dengan cara berupa observasi, wawancara dan diskusi dengan pihak
perusahaan. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
risiko adalah metode nilai standar atau z-score. Mengukur dampak risiko adalah
VaR (Value at Risk). Hasil penulisan kajian analisis risiko produksi pada
peternakan ayam broiler di Kampung Kandang, Desa Tegal, Kecamatan Kemang,
Kecamatan Kemang adalah sebagai berikut: 1) Terdapat 3 jenis sumber risiko
produksi pada peternakan ayam broiler di Desa Tegal yaitu perubahan cuaca,
predator dan penyakit. 2) Sumber risiko penyakit memiliki tingkat probablitas
terbesar yaitu 91.62 dan yang terkecil adalah predator sebesar 69.14 persen.
Sumber risiko produksi yang memberikan dampak terbesar adalah sumber risiko
penyakit. 3) Terdapat dua alternatif strategi yang diusulkan adalah strategi
preventif dan strategi mitigasi.
2.2 Kerangka Pemikiran
Areal dan agroekologi pertanaman jagung dan cabai sangat bervariasi, dari
dataran rendah sampai dataran tinggi, dan dengan bermacam pola tanam.
Tanaman jagung dan cabai dapat ditanam pada lahan kering beriklim basah dan
beriklim kering, sawah irigasi dan sawah tadah hujan, toleran terhadap kompetisi
pada pola tanam tumpang gilir, sesuai untuk pertanian subsistem, pertanian
komersial skala kecil, menengah, hingga skala sangat besar. Mengingat semakin
sempitnya areal lahan yang dimiliki petani dan keinginan petani terhadap hasil
yang tinggi serta tingginya tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian.
30
Menjadikan tanaman jagung dan cabai dikembangkan dengan sistem tanam
tumpang gilir. Tumpang gilir merupakan adalah teknik budidaya tanaman dengan
menanam lebih dari satu tanaman pada satu musim, kemudian dilanjutkan
menanam lebih dari satu jenis tanaman pada musim berikutnya dengan lahan yang
sama dalam waktu satu tahun. Tumpang gilir adalah penanaman yang dilakukan
secara berurutan dan lebih dari satu periode tanam dengan mempertimbangkan
faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Usahatani tumpang
gilir jagung dan cabai tidak lepas dari masalah atau risiko yang dihadapi oleh para
petani tumpang gilir jagung dan cabai. Menurut Kadarsan (1992) ada beberapa hal
penyebab risiko, yaitu ketidakpastian produksi, tingkat produksi, tingkat harga,
dan perkembangan teknologi.
Usahatani tumpang gilir jagung dan cabai akan menghasilkan output berupa fisik
dan ekonomi. Output fisik berupa produk jagung ataupun cabai, sedangkan output
ekonominya berupa pendapatan. Besarnya input akan berpengaruh terhadap hasil
output ekonominya. Dan suatu usahatani memerlukan proses analisis financial
agar dapat mengetahui berhasil atau tidaknya usahatani dalam menjalankan
usahanya. Unsur-unsur biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya
tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi seperti
penyusutan peralatan. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya selalu berubah
sesuai dengan jumlah produksi.
Produk yang dihasilkan dari korbanan biaya tetap dan biaya variabel kemudian
dijual. Hasil dari penjualan disebut penerimaan. Penerimaan adalah hasil
perkalian antara jumlah produk yang terjual dengan harga jual produk. Setelah
31
diperoleh penerimaaan, dapat diketahui pendapatan yang diperoleh petani yaitu
dari selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Pengeluaran total
diperoleh dari hasil penjumlahan antara total biaya tetap dan biaya variabel.
32
Gambar 2. Kerangka Pikir Analisis Risiko Usahatani Tumpang Gilir TanamanJagung dan Cabai di Desa Buanasakti Kecamatan BatanghariKabupaten Lampung Timur.
AnalisisRisiko
Usahatani Tumpanggilir Jagung dan
Cabai
Harga
Produksi
Biaya
Harga
Pendapatanπ = TR – TC
&R/C Ratio
Risiko pendapatan CV =
Risiko produksi CV =
Penerimaan
Input
33
2.3 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat
praduga karena masih harus dibuktikan kebenaranya.
Hipotesis yang diajukan :
1. Diduga terdapat risiko usahatani tumpang gilir jagung dan cabai di Desa
Buanasakti Kabupaten Lampung Timur.
2. Diduga pendapatan petani tumpang gilir jagung dan cabai di Desa
Buanasakti Kabupaten Lampung Timur menguntungkan setiap musimnya.
34
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional
Maka secara operasional akan mendefinisikan variabel-variabel yang akan
digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input
atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, tekhnologi, pupuk,
benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinyu untuk menghasilkan
produksi yang tinggi sehingga pendapatan usaha taninya meningkat.
2. Tumpang gilir ( Multiple Cropping ), adalah teknik budidaya tanaman dengan
menanam lebih dari satu tanaman pada satu musim, kemudian dilanjutkan
menanam lebih dari satu jenis tanaman pada musim berikutnya dengan lahan
yang sama dalam waktu satu tahun.
3. Modal adalah segala sumberdaya hasil produksi yang tahan lama, yang dapat
digunakan sebagai input produktif dalam proses produksi berikutnya.
4. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usahatani yang
diukur dalam satuan Harian Orang Kerja (HOK)
35
5. Biaya adalah korbanan yang sesungguhnya dikeluarkan petani selama
produksi jagung dan cabai untuk mendapatkan produksi hasil yang maksimal,
dinyatakan dengan rupiah per hektar per periode (Rp/ha/periode)
6. Pestisida adalah jumlah penggunaan pestisida untuk mengurangi serangan
hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai ataupun jagung yang
digunakan untuk memproduksi cabai ataupun jagung yang diukur dengan
satuan rupiah per mililiter per hektar per periode tanam (Rp/liter/ha/periode)
7. Pupuk adalah jumlah pupuk yang digunakan untuk menanam cabai dan
jagung yang diukur dengan satuan kilogram per hektar per periode
(kg/ha/periode)
8. Benih adalah jumlah benih yang digunakan untuk memproduksi cabai
ataupun jagung yang diukur dengan satuan kilogram per hektar per periode
(kg/ha/periode)
9. Pendapatan usahatani adalah selisih total penerimaan dengan total
pengeluaran, yakni diukur dengan satuan rupiah per hektar (Rp/Ha)
10. Penerimaan adalah seluruh pemasukan yang diterima dari kegiatan ekonomi
yang menghasilkan uang tanpa dikurangi dengan total biaya produksi yang
dikeluarkan yang dinyatakan dalam satuan rupiah per hektar (Rp/Ha)
11. Risiko adalah besarnya penyimpangan biaya, produksi, dan pendapatan dari
biaya, produksi, dan pendapatan yang diharapkan pada usahatani tumpang
gilir jagung dan cabai. Risiko diukur dengan nilai koefisien variasi (CV)
12. Produksi merupakan suatu proses produksi dari tanam tumpang gilir jagung
dan cabai dalam satuan rupiah per ton per periode (Rp/ton/periode).
36
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi pelaksanaan kegiatan penelitian dilakuhkan di Desa Buanasakti
Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur. Pemilihan lokasi tersebut
dilakuhkan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa
Buanasakti memiliki luas tanam palawija terkecil kedua di Kecamatan Batanghari.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016.
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh unit individu pada suatu area penelitian yang akan
dijadikan objek penelitian, dalam hal ini adalah seluruh petani cabai dan jagung
dengan sistem tumpang gilir di Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari
Kabupaten Lampung Timur, yang berjumlah 251.
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti, dipandang sebagai
suatu pendugaan terhadap populasi, namun bukan populasi itu sendiri. Sampel
dianggap sebagai perwakilan dari populasi yang hasilnya mewakili keseluruhan
gejala yang diamati. Ukuran dan keragaman sampel menjadi penentu baik
tidaknya sampel yang diambil. Pengambilan sampel ini dilakuhkan dengan
menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2006). Dengan jumlah sampel yang diambil
sebanyak 38 orang.
37
3.4Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menggunakan data primer dan sekunder. Data primer
merupakan data diperoleh dan dikumpulkan sendiri secara langsung dengan
melakukan wawancara kepada beberapa petani di Desa Buanasakti Kecamatan
Batanghari Kabupaten Lampung Timur. Hal ini untuk mendapatkan informasi
mengenai Data yang diperlukan dari petani/produsen meliputi biaya usahatani,
produktivitas usahatani, sistem dan struktur produksi, kendala yang dihadapi
produsen dalam berproduksi, sistem penjualan produk, biaya-biaya pasca panen
yang dikeluarkan, risiko usahatani, dan perilaku petani terhadap risiko. Data
diperoleh dari responden yang dikumpulkan dengan cara memberi kuisioner
(daftar pertanyaan) yang akan dijawab oleh responden/petani/produsen atas
pertanyaan yang berkaitan dengan usahatani tumpang gilir jagung dan cabai.
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti bukan dari cara peneliti sendiri
tetapi dikumpulkan oleh orang lain, seperti dari dokumen perusahaan, pemerintah,
brosur, internet, dan dari riset kepustakaan yang dimaksud untuk mendapatkan
informasi penting lainya, dasar pengaturan, serta dasar teoritis terhadap apa yang
diteliti.
Adapun tekhnik pengumpulan data yang dilakuhkan dengan cara:
1. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara tanya jawab kepada
responden dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan.
2. Dokumentasi yaitu mencatat data yang diperoleh dari beberapa instansi yang
berhubungan dengan penelitian.
38
3. Study kepustakaan yaitu dengan mencatat dari beberapa literatur yang berkaitan
dengan penelitian.
3.5 Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif. Analisis
kuantitatif digunakan untuk mengetahui hasil produksi, harga hasil produksi,
jumlah faktor produksi, dan harga faktor produksi. Analisis data menggunakan
alat analisis koefisien variasi dan analisis pendapatan R/C ratio. Analisis risiko
digunakan untuk mengukur besarnya risiko usahatani tumpang gilir. Analisis
pendapatan R/C rasio digunakan untuk melihat pendapatan usahatani tumpang
gilir efisien dan menguntungkan atau tidak.
3.5.1 Analisis risiko
Analisis risiko dengan pendekatan kuantitatif dilakuhkan dengan menggunakan
konsep simpangan baku dan ragam serta koefisien variasi. Simpangan baku
merupakan akar dari variance (ragam). Secara matematis dapat dinyatakan:
V=√ ................................
Dimana : V adalah simpangan baku
V2 adalah variance (ragam)
Nilai V menunjukan besarnya fluktuasi keuntungan yang mungkin diperoleh atau
besarnya risiko yang harus ditanggung pengusaha (hermanto,1989). Secara
statistik nilai V ini diketahui setelah dihitung terlebih dahulu ukuran ragamnya
39
( V2 ) darikeuntungan yang diharapkan. Ukuran varian (ragam) dapat dihitung
sebagai berikut:
V2 =∑ ( )
Dimana : E adalah nilai rata-rata
Ei adalah hasil bersih pada tahun ke i
N adalah jumlah pengamatan
Rata-rata hasil bersih yang diperoleh oleh pengusaha dalam setiap periode
menggambarkan besarnya nilai keuntungan harapan pengusaha dimasa-masa akan
datang.
Menurut Hermanto (1989), produsen harus selalu mempertimbangkan besarnya
risiko yang ditanggung dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dalam
setiap proses produksi. Hubungan antara risiko dan keuntungan dalam suatu usaha
biasanya diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan.
Nilai koefisien variasi ditentukan dengan cara membagi risiko yang harus
ditanggung pengusaha dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai
hasil dari sejumlah modal yang ditanamkan dalam usaha. Secara sistematis risiko
produksi, harga dan pendapatan dirumuskan sebagai berikut:
a. Risiko produksi : CV =
b. Risiko harga : CV =
c. Risiko pendapatan : CV =
40
Keterangan:CV : Koevisien variasi
: Standar deviasi
C : Rata-rata produksi (kg)
Y : Rata-rata pendapatan (Rp)
Q : Rata-rata harga (Rp)
Jika nilai koefisien variasi (CV) diketahui, maka kita akan dapat mengetahui
besarnya risiko yang harus ditanggung petani dalam usahatani tumpang gilir
jagung dan cabai. Nilai CV berbanding lurus dengan risiko yang dihadapi petani
tumpang gilir jagung dan cabai, artinya semakin besar nilai CV yang didapat
maka semakin besar pula risiko yang harus ditanggung petani. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah nilai CV yang diperoleh maka risiko yang harus
ditanggung petani akan semakin kecil.
Hal yang penting dalam pengambilan keputusan adalah perhitungan batas bawah
hasil tertinggi. Penentuan batas bawah (L) untuk mengetahui jumlah hasil
terbawah di bawah tingkat hasil yang diharapkan. Hal ini, dapat menjadi
pertimbangan petani dalam mengambil keputusan untuk melanjutkan usahatani
tumpang gilir atau tidak yang mempunyai tingkat risiko. Batas bawah (L)
menunjukkan nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin diterima oleh
petani dan menunjukkan aman tidaknya modal/investasi yang ditanam dari
kemungkinan kerugian. Rumus batas bawah (L) menurut Kadarsan (1995) adalah:
L= E – 2V
41
Keterangan:
L : Batas bawah produksi
V : Standar Deviasi
E : Rata-rata produksi, harga, pendapatan yang diperoleh
Nilai batas bawah (L) tertinggi dapat diartikan bahwa usahatani dengan komoditi
tersebut memberikan hasil terendah yang paling tinggi untuk diusahakan. Apabila
nilai L>0, maka petani mengalami keuntungan, sebaliknya jika nilai L<0, maka
petani akan mengalami kerugian, setiap proses produksi ada peluang kerugian
yang diderita petani. Nilai batas bawah (L) digunakan dalam hal pengambilan
keputusan investasi dan menunjukan nominal keuntungan terendah yang mungkin
diterima petani.
3.5.2 Analisis pendapatan
Metode untuk pengolahan data dengan menghitung pendapatan usahatani
tumpang gilir jagung dan cabai. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan
menggunakan rumus π = TR – TC
π = Y.Py – (xi.Pxi)
dimana:
π = adalah pendapatan petani
Y = hasil produksi (kg)
Py = harga hasil produksi (Rp)
Xi = faktor produksi variabel ke-i
Pxi = harga faktor produksi variabel ke-i (Rp/Kg)
42
Menurut Soekartawi (1995), R/C Ratio (Return Cost Ratio) merupakan
perbandingan antara penerimaan dan biaya, yang secara matematik dapat
dinyatakan sebagai berikut;
R/C = PQ . Q / (TFC + TVC)
Keterangan:
R = Penerimaan
C = Biaya
PQ = Harga output
TFC = Biaya tetap (fixed cost)
TVC = Biaya variabel (variable cost)
Ada tiga kriteria pengambilan keputusan dalam R/C ratio, yaitu:
R/C ratio > 1, maka usahatani tersebut efisien dan menguntungkan
R/C ratio = 1, maka usahatani tersebut BEP
R/C ratio < 1, maka tidak efisien atau merugi.
43
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Wilayan Penelitian
4.1.1 Letak Geografis
Letak dan Luas Desa Buanasakti berdiri pada tahun 1972 berdasarkan peraturan
daerah Nomor 01 tahun 2001 dan Keputusan Bupati Lampung Timur Nomor 13
Tahun 2001 tentang pembentukan 11 Kecamatan di wilayah Kabupaten Lampung
Timur yang terdiri dari 24 kecamatan definitif dan 246 desa. Desa Buanasakti
memiliki luas wilayah kurang lebih 959,18 km. Secara administratif batas Desa
Buanasakti adalah :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Way Sekampung
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Purwodadi Mekar atau Way Kandis
c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Margototo (Kecamatan Metro Kibang)
d. Sebelah timur berbatasan dengan Way Sekampung.
Desa Buanasakti mempunyai jarak tempuh (orbitasi) dengan wilayah lain adalah
sebagai berikut:
a. Jarak dari pusat Pemerintah Kecamatan : 7,0 Km
b. Jarak dari pusat Pemerintah Kota : 12 Km
c. Jarak dari pusat Pemerintah Kabupaten : 30 Km
d. Jarak dari pusat Pemerintah Propinsi : 45 Km
44
4.1.2. Kondisi Geografis
Dari segi topografi, Desa Buanasakti termasuk kedalam dataran rendah dengan
tipe daerah aliran Sungai, yaitu Way Seputih, Way Sekampung, dan Way Jepara,
dengan ketinggian tempat 750 meter dpl. Sedangkan suhu udara maksimum rata–
rata 30 ̊C, jumlah bulan basah dalam setahun dengan curah hujan yang tinggi
kurang lebih 150mm/tahun.
4.1.3. Potensi Sumber Daya Alam
Area Desa Buanasakati Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur seluas
949,18 Ha, yang secara rinci disajikan pada tabel 7 dibawah ini:
Tabel 7. Luas Wilayah Desa Buanasakati dan Peruntukanya Tahun 2015
No UraianLuas wilayah
Persentase(%)(ha)
1 Pemukiman 116,08 12,232 Pertanian Sawah 171,02 18,023 Pertanian Ladang 653,08 68,804 Tanah Fasilitas Umum 9 0,95
Jumlah 949,18 100Sumber: Monografi Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari, 2015
Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa luas keseluruhan Desa Buanasakti adalah
949,18 ha, yang diperuntukan untuk pemukiman 116,08 ha atau (12,23%), lahan
pertanian sawah 171,02 ha atau (18,02%), lahan pertanian ladang 653,08 ha atau
(68,80%), dan tanah fasilitas umum 9 ha atau (0,95%). Pada data yang ada
menunjukan bahwa lahan pertanian ladang memiliki luasan yang tertinggi dimana
sebagian petani Desa Buanasakti memperuntukan lahanya untuk tanam tumpang
gilir jagung dan cabai.
45
4.2 Demografi
Jumlah penduduk Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung
Timur pada tahun 2015 adalah 2.595 jiwa, yang terdiri dari 1321 pria dan 1274
wanita dengan jumlah kepala keluarga 767 KK.
4.2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur
Jumlah penduduk berdasarkan umur di Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari
Kabupaten Lampung Timur secara rinci dapat dilihat pada tabel 8 dibawah ini:
Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Buanasakti Tahun 2015
No Umur Jumlah (orang) Persentase (%)1 0-<12 Bulan 27 1,042 >1-<5 Tahun 104 4,013 >6-<7 Tahun 217 8,364 >8-<15 Tahun 150 5,785 >15-<56 Tahun 1535 59,156 >56 Tahun 562 21,66
Jumlah 2595 100Sumber: Monografi Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari, 2015
Berdasarkan tabel 8 menunjukan bahwa tingginya jumlah masyarakat Desa
Buanasakti pada umur 15-56 tahun atau (59,15%) adalah 1535 jiwa, diikuti umur
>56 tahun atau (21,66%) adalah 562 jiwa, 6-7 tahun atau (8,36%) adalah 217
jiwa, 8-15 tahun atau (5,78%) adalah jiwa, 1-5 tahun atau (4,01%) adalah 104
jiwa, dan 0-12 bulan atau (1,04%) adalah 27 jiwa. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar (59,15%) masyarakat Desa Buanasakti berada
pada tingkat umur 15-56 tahun atau termasuk dalam klasifikasi umur produktif
untuk angkatan kerja (Monografi Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari, 2015).
46
4.2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di Desa Buanasakti Kecamatan
Batanghari Kabupaten Lampung Timur secara rinci dapat dilihat pada tabel 9
dibawah ini:
Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Tahun 2015
No Tingkat PendidikanJumlah(orang)
Persentase (%)
1 TK 27 1,3892 Sekolah Dasar 1690 86,933 SMP/SLTP 217 11,164 SMA/SLTA 21 0,055 Akademi/D1-D3 9 0,466 Sarjana (S1-S3)
1964 100Sumber: Monografi Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari, 2015
Berdasarkan tabel 9 diketahui bahwa Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan di
Desa Buanasakti adalah TK ada 27 jiwa atau (1,389%), Sekolah Dasar 1690 jiwa
atau (86,93%), SMP/SLTP ada 217 jiwa atau (11,16%), SMA/SLTA ada 21 jiwa
atau (0,05%), Akademi/D1-D3 ada 9 atau (0,46%). Data yang ada menunjukan
sebagian besar masyarakat di Desa Buanasakti berpendidikan Sekolah Dasar,
walau demikian antusias petani dalam pemahaman tentang teknologi pertanian
terus berkembang pesat. Hal ini tampak dengan kegiatan pertanian usahatani yang
dikembangkan didaerah tersebut yang rata-rata petani menggunakan sistem tanam
tumpang gilir.
47
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Responden
Sebagai gambaran yang nyata tentang responden yang disajikan pada penelitian
ini, maka berikut ini akan disajikan data mengenai identitas responden yang
meliputi, umur responden, pendidikan responden, mata pencaharian responden,
pengalaman usahatani, luas lahan, produksi jagung, dan produksi cabai.
5.1.2 Umur Responden
Sebaran umur responden berkisar antara 25-65 tahun yang secara terperinci dapat
dilihat pada tabel 10 berikut ini:
Tabel 10. Sebaran Umur Responden
No Umur (th) Jumlah responden Persentase (%)1 26-39 15 39,52 >39-52 17 44,73 >52-65 6 15,8
Jumlah 38 100Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2015
Berdasarkan data pada tabel 10 diketahui bahwa umur responden antara 26-39
tahun terdapat 15 responden atau (39,5%), umur >39-52 tahun terdapat 17
responden atau (44,7%), umur >52-65 tahun terdapat 6 responden atau (15,8%).
Pada tabel ini tingkat umur responden yang paling banyak berumur >39-52 tahun
48
mencapai 44,7% yang artimya petani tumpang gilir jagung dan cabai berada pada
usia produktif dan sudah mempunyai pengalaman yang cukup sebagai petani
tumpangsari jagung dan cabai.
5.1.2 Pendidikan Responden
Sebaran tingkat pendidikan responden berkisar antara Sekolah Dasar sampai
dengan SLTA/SMA. Dengan perincian seperti disajikan pada tabel 11 berikut ini:
Tabel 11. Tingkat Pendidikan Responden
No Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)1 SD 16 42,12 SLTP/MTS 14 36,83 SLTA/SMA 8 21,1
Jumlah 38 100Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2016
Dari tabel 11 dapat diketahui bahwa sebaran pendidikan responden pada tingkat
SD sebanyak 16 atau (42,1%), SLTP sebanyak 14 responden atau (36,8%). SLTA
sebanyak 8 responden atau (21,1%). Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat
bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh pada kemampuan petani dalam
mengadopsi teknologi dalam usahatani terkait dengan pola penanaman untuk
meningkatkan pendapatan dan mensejahterakan keluarga petani itu sendiri.
5.1.3 Pengalaman Usahatani
Sebaran usahatani tumpang gilir jagung dan cabai berkisar antara 1-7 tahun, yang
secara rinci disajikan pada tabel 12 berikut ini:
49
Tabel 12. Sebaran Pengalaman Usahatani Tumpang Gilir Jagung dan Cabai
NoPengalam UTTumpang Gilir
Jumlah Responden Persentase (%)
1 1-<3 Tahun 11 28,92 >3-5 Tahun 25 65,83 >5-7 Tahun 2 5,3
Jumlah 38 100Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2016
Dari tabel 12 diketahui bahwa petani yang memiliki pengalaman usahatani
tumpang gilir1<3 tahun sebanyak 11 responden atau (28,9%), >3-5 tahun
sebanyak 25 responden atau (65,8%), >5-7 tahun sebanyak 2 responden atau
(5,3%). Melihat belum lamanya pengalaman usahatani tumpang gilir jagung dan
cabai di Desa Buanasakti yang mencapai 65,8% dari pengalaman yang ada dinilai
petani walau belum berpengalaman namun mampu memperoleh pengetahuan dari
seringnya mengadakan perkumpulan guna bertukar pengalaman sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan petani tumpang gilir itu sendiri.
5.1.4 Luas Lahan Penanaman
Luas lahan penanaman petani yang ditanami tumpang gilir berkisara antara 0,25-
0,75 hektar, lahan penanaman tersebut berupa lahan ladang. Secara rinci dapat
dilihat pada tabel 13 berikut ini:
Tabel 13. Luas Lahan Penanaman Tumpang GilirJagung dan Cabai
NoKlasifikasi Luas
LahanJumlah Responden Persentase (%)
1 0,25 18 50,02 0,5 17 47,23 0,75 1 2,8
Jumlah 36 100Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2016
50
Dari tabel 13 menunjukan bahwa sebagian (50,0%) responden memiliki luas lahan
tanam kurang dari 0,5 ha, hal ini dikarenakan tingginya modal yang dikeluarkan
untuk penanaman sistem tumpang gilir jagung dan cabai.
5.2 Hasil Penelitian
5.2.1 Keragaman Usahatani Tumpang Gilir Tanaman Jagung dan Cabai
1. Pola Tanam
Penanaman jagung dan cabai yang dilakuhkan petani responden di daerah
penelitian dilakuhkan secara polikultur. Petani responden jagung dan cabai
umumnya menanam jagung dan cabai 1 kali dalam satu tahun. Jadwal penanaman
jagung dan cabai di daerah penelitian sangat tergantung pada musim penghujan
yang ada. Pola tanam yang dilakuhkan petani tumpang gilir jagung dan cabai
adalah jagung-cabai-singkong atau jagung-cabai-palawija.
2. Budidaya Usahatani Tumpang Gilir Tanaman Jagung dan Cabai di Desa
Buanasakti
A. Budidaya Jagung
Budidaya jagung oleh petani responden didahului dengan kegiatan pengolahan
lahan yang dilakuhkan dengan tujuan untuk mengubah struktur tanah yang tadinya
padat atau keras menjadi gembur. Tanaman jagung juga memerlukan aerasi dan
drainase yang baik sehingga perlu penggemburan tanah. Pada umumnya persiapan
lahan untuk tanaman jagung dilakukan dengan cara dibajak sedalam 15-20 cm,
diikuti dengan pemupukan dengan pupuk kandang guna meningkatkan sumber
hara yang ada di dalam tanah sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan, dosis
51
pupuk yang di gunakan berkisar antara 80-100 sak per ½ ha. Ketika
mempersiapkan lahan, sebaiknya tanah jangan terlampau basah tetapi cukup
lembab sehingga mudah dikerjakan dan tidak lengket. Untuk jenis tanah berat
dengan kelebihan, perlu dibuatkan saluran drainase. Untuk masa tunggu biasa
dilakuhkan setelah 7-14 hari setelah pemupukan. Sebelum melakukan pengajiran,
lahan harus di lubangi atau digejik dengan menggunakan kayu yang berdiameter 5
cm guna memberikan ruang untuk peletakaan bibit jagung nantinya. Dalam ajiran
pada umunya berkisar antara 3-5 cm.
Sebelum benih jagung ditanam ada perlakuan yang harus dilakukan yaitu
mencapur benih dengan insektisida atau fungisida, supaya terhindar dari serangan
jamur, ulat agrotis, dan lalat bibit. Obat yang biasa digunakan adalah furadan dan
benlate. Pola tanam yang digunakan oleh petani responden didaerah penelitian
yaitu jajar legowo dan tegel. Dengan jarak tanam yang digunakan yaitu 80 x 50 x
100 cm dan 80 x 50 cm baik untuk tanaman jagung.
Pemeliharaan yang dilakukan pada petani jagung yaitu berupa penyulaman,
pengendalian gulma, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta
pengairan pada tanaman yang biasa dilakukan dengan bantuan curah hujan. Pada
penyulaman dilakukan apabila terdapat bibit yang tumbuh dengan tidak baik atau
mati, terserang hama seperti tikus, semut, ulat dan terserang penyakit tanaman.
Umumnya petani responden melakukan pemupukan dalam 2-3 tahap. Pemupukan
pertama dilakuhkan pada saat umur 15 hari dan 40 hari setelah bibit ditanam.
Pemberian pupuk dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi unsur hara yang
tidak dapat diserap oleh akar. Pupuk yang digunakan di daerah penelitian adalah
pupuk Kandang, UREA, SP 36, dan PONSKA.
52
Penyiangan jagung bertujuan untuk memberikan ruang agar cahaya matahari
dapat langsung mengenai tanaman dibawahnya yaitu cabai. Penyiangan jagung
dilakukan kisaran umur 80 – 90 hari sedangkan pada tanaman cabai kisaran umur
35 – 45 hari. Kegiatan penyiangan dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan
memotong bagian atas yang berbatasan dengan buah jagung. Dimana penyiangan
ini buah jagung dibiarkan dipohon sementara menunggu masa panen tiba.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan penyemprotan dengan pestisida. Rata-
rata petani responden menggunakan pestisida sesuai dengan kondisi lahan
masing-masing. Pemberantasan hama dilakuhkan ketika tanaman jagung atau pun
cabai terindikasi oleh serangan hama penyakit menggunakan alat penyemprot
(sprayer). Hama penyakit yang sering menyerang tanaman jagung petani
responden adalah wereng, ulat, dan tikus.
Pemanenan dilakukan saat umur tanaman jagung berusia 120-125 hari untuk
panen yang disetor ke gudang dan 95-100 hari untuk panen yang disetor ke
agen.Pemanenan jagung dilakukan dengan manual yaitu dengan memetik jagung
dengan tangan petani langsung yang kemudian dilakukan pemisahan antara klobot
jagung dengan jagung. Pada umunya hasil panen jagung berupa bonggolan yang
belum digiling yang kemudian di jual langsung ke agen.
B. Budidaya Cabai
Budidaya cabai didahului dengan penyemaian terlebih dahulu yang biasa
dilakukan di halaman atau pekarangan petani responden. Luas lahan yang
digunakan untuk persemaian diukur dengan bedeng, untuk penyemaian lebar yaitu
120 cm x 10 m dengan jumlah 4 bedeng per 1/2ha. Penyemaian dilakukan dengan
53
cara benih disebar dipersemaian. Jarak semaian antar biji berkisar 7cm x 1cm. Hal
ini dilakukan agar daya tumbuh benih cabai mencapai 94%. Benih cabai akan siap
ditanam apabila umur benih cabai mencapai20-25 hari.
Sedangkan pengolahan lahan untuk tanaman cabai dilakukan dengan cara
pembuatan gulutan pada tiap barisan tanaman jagung, disertai dengan pemberian
pupuk kandang. Dengan cara pupuk diletakan pada lubang yang telah siap untuk
penanaman cabai dengan jarak penanaman 15 -20 hari setelah pemupukan.
Pola tanam yang dilakukan pada tanaman cabai yaitu legowo. Dengan jarak tanam
yang digunakan yaitu 80 x 50x 100 cm dan 80 x 50 x 160 cm. Tujuan dari
penggunaan dari jajar legowo dan tegel agar sinar matahari dapat masuk secara
merata pada tanaman, mempermudah dalam pemeliharaan, juga dapat
meningkatkan produksi.
Pemeliharaan yang dilakukan pada petani cabai yaitu berupa penyulaman,
pengendalian gulma, pemupukan, dan pemberantasan hama dan penyakit serta
untuk lebih ditekankan dalam pengairan. Penyulaman dilakukan apabila terdapat
bibit yang tumbuh dengan tidak baik atau mati, terserang hama seperti semut, ulat
dan terserang penyakit tanaman. Pemupukan susulanpun harus dilakukan petani
secara rutin atau sesuai kebutuhan tanaman. Sedangkan umumnya pemupukan
susulan petani cabai dilakukan pemupukan dalam 10-14 kali dimana pemupukan
dilakukan dengan 2 cara yaitu pengocoran 8-10kali dan pemupukan tabur
sebanyak 2-4 kali. Pupuk yang yang digunakan adalah pupuk Kandang,
MUTIARA, SP-36, PONSKA, KCL, dan GROWER.
54
Pengairan pada tanaman cabai dilakukan dengan air hujan yang telah ditampung
oleh petani itu sendiri yang kemudian digunakan untuk pengairan dan pemupukan
tanaman cabai. Dalam hal ini peran pengairan sangat berpengaruh terhadap
produksi panen cabai. Ketidakadaanya sumber air atau pun aliran irigasi
menyebabkan curah hujan menjadi faktor utama dalam penentu pertumbuhan dan
produksi tanaman.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan penyemprotan dengan pestisida. Rata-
rata petani responden menggunakan pestisida sesuai dengan kondisi lahan
masing-masing. Pemberantasan hama dilakukan ketika tanaman jagung atau pun
cabai terindikasi oleh serangan hama penyakit menggunakan alat penyemprot
(sprayer). Hama penyakit yang sering menyerang tanaman cabai yaitu hama trip,
kutu kebul, tungau, ulat, jamur dan krapyak.
Pemanenan cabai dilakukan saat umur 90-120 hari untuk petik merah dan 80-85
hari untuk petik hijau. Pada umunya hasil panen cabai di jual kepada agen.
5.2.2 Penggunaan Sarana Produksi
Sarana produksi yang digunakan oelh petani repsonden yaitu lahan, benih, pupuk,
pupuk Kandang, UREA, SP-36, PONSKA, KCL, MUTIARA, dan GROWER.
Sebagan besar sarana produksi tersebut didapat petani dengan cara membeli dan
penggunaanya disesuaikan dengan luasan lahan jagung dan cabai dengan sistem
tumpang gilir yang diusahakan oleh petani.
55
1. Pengunaan Benih
Benih merupakan salah satu faktor yang berperan dalam peningkatan produksi
jagung ataupun cabai. Usaha peningkatan produksi akan berhasil apabila
tersedianya benih yang bermutu baik dan dalam jumlah yang cukup. Penggunaan
benih yang dianjurkan yaitu 16-20 kg/ha untuk jagung dan 18-22bungkus/ha.
Benih yang bermutu yaitu benih yang asli, murni, bersih, memiliki viabilitas
tinggi dan sehat. Petani responden tanaman jagung menggunakan benih jenis DK
85, NK Jumbo, BISI-18, Pioner Gajah. Sedangkan pada benih cabai biasanya
menggunakan benih jenis Yosi, Kio, Lado, Belinda, dan Universal.
2. Pengunaan Pupuk
Pupuk merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan produksi jagung dan
cabai. Kegiatan pemupukan yang dilakukan oleh petani responden dan dosis
pupuk yang diberikan sangat bergantung pada faktor keuangandan tingkat
kesuburan tanaman, dan lahan yang dimiliki. Petani jagung rata-rata
menggunakan empat jenis pupuk sebagai upaya meningkatkan produksi yaitu
pupuk Kandang, Urea, SP-36, dan PONSKA. Harga pupuk kandang berkisar
antara Rp400-Rp520/kg, SP-36 Rp2700/kg, pupuk UREA Rp2.100/kg, dan pupuk
Ponska Rp3.000/kg.
Petani responden tanaman cabai rata-rata menggunakan lima jenis pupuk sebagai
upaya untuk meningkatkan produksi, yaitu pupuk Kandang, MUTIARA, SP-36,
PONSKA, KCL, dan GROWER. Harga pupuk kandang berkisar antara Rp460-
Rp520/kg, pupuk SP-36 Rp2700/kg, pupuk Mutiara Rp8.400/kg, pupuk Ponska
56
Rp3.000/kg, pupuk Grower Rp9.600/kg. Penggunaan pupuk oleh petani
responden tanaman jagung dan cabai dapat dilihat pada taebl 14.
Tabel 14. Rata-rata penggunaan pupuk dalam satu kali musim tanamoleh petaniresponden, 2015 (dalam kg)
Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2016
Pupuk yang digunakan petani pada tanaman jagung lebih sedikit dibandingkan
dengan petani cabai, karena pada tanaman jagung hama dan penyakit yang
menyerang tidak banyak dan mudah dalam pengendalianya, berbeda dengan hama
dan penyakit yang menyerang pada tanama cabai, sehingga petani perlu
mengganti atau melakukan berbagai perlakuan terhadap tanaman agar hama dan
penyakit tidak kebal terhadap pestisida yang digunakan.
3. Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida yang digunakan oleh petani responden di lokasi penelitian
bertujuan untuk memberantas hama dan penyakit yang mengganggu tanaman,
guna menghindari dari kehilangan hasil panen atau ancaman gagal panen.
Penggunaan pestisida yang dilakukan oleh petani responden sangat tergantung
pada keadaan permodalan yang mereka miliki dan kondisi tanaman yang mereka
tanam. Pestisida yang digunakan petani untuk pengendalian hamadan penyakit
JenisJumlah fisik Harga fisik (Rp) Nilai (Rp)
Jagung Cabai Jagung Cabai Jagung CabaiPupuk Sp36 47,4 148,7 2.700 2.700 127.895 401.447Pupuk KCL 0 63,5 0 5.400 0 333.947PupukMUTIARA
0 66,2 0 8.400 0 556.216
Pupuk PONSKA 75 137,8 3.000 3.000 225.000 402.631Pupuk Kandang 826 2039 447 432 372.789 878.947Pupuk UREA 126 0 2.100 0 265.263 0Pupuk Grower 0 64,5 0 9.600 0 618.947
57
pada tanaman jagung berupa insektisida, fungisida, herbisida. Beberapa jenis
diantaranya untuk insektidida adalah regen dan metindo, fungisida adalah skor,
dan untuk herbisida adalah gramason.
Sedangkan Pestisida yang digunakan petani untuk pengendalian hamadan
penyakit pada tanaman cabai berupa insektisida, fungisida, zat perangsang
pertumbuhan (ZPT), dan zat perangsang buah (ZPB). Pada insektisida yaitu
dimolis, spadium, bespidor, samit, prepaton, lengset, dan abin. Pada fungisida
yaitu amestartop, dakolin, bendas, kozep, ziflo. Pada zat perangsang pertumbuhan
yaitu buto ijo dan dekamon. Pada zat perangsang buah yaitu gandapan, patensol,
dan rezafit. Penggunaan pestisida jenis lain untuk membasmi hama dan penyakit
tanaman jagung jarang dilakukan, hal ini dikarenakan terbatasnya modal petani
sehingga dapat mengurangi pendapatan petani. Sebaran penggunaan pestisida
petani responden jagung dan cabai dapat dilihat pada tabel 15.
58
Tabel 15. Rata-rata penggunaan pestisida pada usahatani jagung dan cabai tahun2015
Jenis
KomoditasJagung Cabai
Jumlah(lt/kg)
Harga(Rp)Biaya(Rp)
Jumlah(lt/kg)
Harga(Rp)
Biaya(Rp)
Dimolis 0,2 950.000 221.667Spadium 0,2 450.000 93.214Bespidor 0,3 250.000 82.857Samit 0,1 500.000 48.648Prepaton 0,2 750.000 113.571Lengset 0,2 350.000 53.000Abin 0,8 140.000 110.000Amestartop 0,2 880.000 134.588Dakolin 1,5 170.000 248.462Bendas 1,4 140.000 202.222Kozep 2,7 80.000 215.758Ziflo 1,1 85.000 97.143Zpt 0,3 102.631 19.737Zpb 1,1 107.158 112.737Regen 0,08 350.000 26.711Metindo 0,19 160.000 29.895Skor 0,1 600.000 25.263Gramasan 2 65.000 56.447
Sumber: Pengolahan Data Penenlitian, 2016
Tabel 15 menunjukan bahwa total rata-rata pemakainan pestisida pada usahatani
jagung dan cabai sangat berbeda. Terlihat bahwa penggunaan pestisida pada
tanaman cabai lebih banyak digunakan. Hal ini terjadi karena tanaman cabai
cenderung sensitif jika terkena hama atau penyakit, sehingga langkah
pencegahanya atau pengendalianya menggunakan pestisida secara bergantian agar
hama yang menyerang tidak resisiten terhadap pestisida yang digunakan.
59
4. Penggunaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usahatani jagung
dan cabai. Tenaga kerja yang diambil merupakan masyarakat sekitar tempat
tinggal petani responden sendiri, dan biaya tenaga kerja diukur dengan satuan
harian orang kerja (HOK) berdasarkan tingkat upah yang berlaku didaerah
penelitian. Tingkat upah yang berlaku didaerah penelitian pada pria maupun
wanita adalah Rp 70.000/harikecuali pemanenan yang dilakukan pada tanaman
jagung yang dilakukan secara borongan dengan biaya sebesar Rp 5.000/karung.
Penggunaan tenaga kerja rata-rata dalam usahatani jagung dan cabai di lokasi
penelitian dapat dilihat pada tabel 16.
60
Tabel 16. Rata-rata biaya tenaga kerja pada usahatani jagung dan cabai tahun2015
RincianKegiatan
Upah Rp/HOK jagung Nilai
Jumlah∑Org
∑Har
i
∑jam
Harian/
Sak
Borongan
Rp
JagungPengolahanLahan
3 2 4 70.000 - 152.434
Pengajiran 220.263Pemupukan 128.947PengendalianHPT
121.053
Pemanenan 5.000 437.3681.060.066
CabaiPenyemaian 200.789PengolahanLahan
4,7 1,29 6,5 70.000 - 305.098
Penanaman 367.368Pemupukan 353.947PengendalianHPT
353.947
Perawatan 3,6 3,5 4,3 70.000 - 493.684Pemanenan 11 14 6 70.000 2.732.994
4.456.582Jumlah total 5.516.647
Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2016
Tabel 16 menunjukan bahwa total rata-rata pemakaian tenaga kerja per usahatani
tanaman jagung (0,375ha) rata-rata sebesar Rp1.060.066/0,375ha. Sedangkan
rata-rata tenaga kerja per usahatani pada tanaman cabai (0,375ha) rata-rata
sebesar Rp4.456.582. Dewasa ini, petani didaerah penelitian lebih banyak
menggunakan tenaga kerja dengan sistem gotong royong untuk menyelesaikan
usahataninya seperti digunakan untuk pengajiran/penanaman, dan penyemaian.
Pada kedua usahatani baik usahatani tanaman jagung ataupun usahatani tanaman
cabai, penggunaan tenaga kerja paling banyak digunakan yaitu pada saat
61
pengolahan tanah, perawatan dan pemanenan yang dilakukan dalam bentuk HOK,
sedangkan untuk panen jagung dilakukan dalam bentuk borongan. Upah HOK
pengolahan tanah pada usahatani jagung sebesar Rp152.434/0,375ha, upah
borongan pemanenan sebesar Rp437.368/0,375ha. Sedangakan upah dalam
usahatani cabai untuk pengolahan tanah sebesar Rp305.098/0,375ha, untuk
perawatan sebesar Rp493.684, dan untuk pemanenan sebesar
Rp2.732.994/0,375ha.
5. Penggunaan Peralatan
Penggunaan peralatan merupakan salah satu sarana pendukung untuk suatu
keberhasilan dalam berusahatani jagung dan cabai. Setiap peralatan memiliki
harga dan umur ekonomis yang berbeda. Nilai harga dan umur ekonomis ini
kemudian dapat digunakan untuk menghitung biaya penyusutan dari masing-
masing alat tersebut. Nilai sisa pada masing-masing peralatan dianggap nol karena
peralatan yang sudah tidak bisa digunakan oleh petani tidak dijual. Jenis peralatan
yang digunakan dalam usahatani jagung dan cabai dan biaya penyusutan masing-
masing peralatan di Desa Buanasakti dapat dilihat pada tabel 17.
62
Tabel 17. Rata-rata jumlah dan biaya penyusutan peralatan usahatani jagung dancabai tahun 2015
Jenis Jumlah Harga UEBiaya
penyusutanPeralatan (unit) (Rp) (Tahun) (Rp)
Sprayer 1 421.316 5 21.112Cangkul 1 52.184 5 3.036Sabit 2 44.747 3 3.687Benang 9 3.250 1 46Rafia 2 16.553 1 866Ember 2 5.368 3 528Terpal 2 79.868 2 1.345Waring 1 327.368 3 7.719Plastik 1 32.724 1 1.845Alat kocor 1 122.895 2 9.956Karung 104 2.105 1 395
Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2016
Berdasarkan tabel 17 dapat diketahui bahwa peralatan yang digunakan oleh petani
responden pada jagung dan cabai di Dea Buanasakti berupa mesin dan alat
sederhana seperti sprayer, cangkul, sabit, benang, rafia, ember, terpal, waring,
plastik, alat kocor, dan karung.
Rata-rata peralatan dimiliki sendiri oleh petani responden karena mereka dalam
melakukan usahatani memiliki peralatan tersendiri walaupun terbatas dan
sederhana. Tenaga kerja luar keluarga misalnya mereka membawa
peralatansendiri. Rata-rata umur ekonomis yang paling lama dari peralatan
usahatani jagung dan cabai yang digunakan petani responden adalah sprayer
dengan umur ekonomis 5 tahun dan cangkul dengan umur ekonomis 5 tahun.
Nilai total penyusutan per usahatani sebesar Rp 49.970.
63
6. Produksi Usahatani Jagung Dan Cabai
Produksi yang dihasilkan oleh petani didaerah penelitian sangat bervariasi, karena
produksi yang dihasilkan tergantung pada luas lahan yang ditanam, modal yang
dimiliki petani, dan cuaca. Produksi jagung dan cabai dapat dilihat pada tabel 18.
Tabel 18. Rata-rata produksi usahatani jagung dan cabai di Desa Buanasakti tahun2015
UraianKomoditas
Jagung Cabai
Luas lahan (ha) 0,375 0,375
Produksi (kg) 3.031 2.143
Harga (Rp) 2.682 12.171Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2016
Berdasarkan tabel 18 dapat diketahui bahwa rata-rata produksi usahatani jagung
sebesar 3.031kg/0,375ha dan rata-rata produksi cabai 2.143 kg./0,375ha. Hal ini
terlihat bahwa produksi usahatani jagung lebih besar. Harga jagung yang
cenderung standar, namun tetap memberikan keuntungan bagi petani responden.
Tingginya produksi setiap usahatani dipengaruhi oleh ketersediaan input produksi
dan tingkat adopsi petani terhadap teknologi. Upaya petani dalam meningkatkan
produksi pada usahatani jagung dan cabai juga perlu menyesuaikan dengan isu
global yang lain, seperti upaya menyiapkan petani dalam mengatasi persoalan
iklim global. Petani perlu dikenalkan dengan penggunaan sarana produksi yang
efisien serta sarana produksi yang memiliki adaptasi tinggi terhadap goncangan
iklim karena akan berpengaruh kepada rawan pangan dan pengurangan
produktifitas. Sebagai bagian dari peran penyuluh pertanian.
64
Di Desa Buanasakti peran penyuluh pertanian masih sangat minim, terlihat pada
setiap kegiatan perkumpulan kelompok tani atau pun perkumpulan gapoktan tanpa
didampingi penyuluh. Kurangnya peran penyuluh dalam usahatani tumpang gilir
ini menyebabkan tingginya tingkat penggunaan faktor produksi sehingga biaya
produksi yang dikeluarkan cukup tinggi serta dalam pemilihan tanaman lanjutan
yang diambil berdasarkan pengalaman berusahatani para petani karna kurangnya
inovasi yang seharusnya diperoleh dari penyuluh setempat. Semakin efisien
penggunaan faktor produksi dan semakin sesuai tanaman lanjutan yang ditanam
maka semakin tinggi produksi yang didapat petani sehingga mempengaruhi
pendapatan petani itu sendiri.
5.3 Risiko Usahatani Tumpang Gilir Tanaman Jagung dan Cabai
Risiko yang dihadapi petani dalam usahatani tumpang gilir pada tanaman jagung
dan cabai di daerah penelitian sebagian besar disebabkan oleh cuaca dan hama
penyakit tanaman. Hama penyakit tanaman yang mengganggu tanaman jagung
seperti wereng, ulat, tikus, dan penyakit bule. Sedangkan hama dan penyakit yang
menyerang tanaman cabai seperti hama trip, kutu kebul, tungau, ulat, krapayak,
dan jamur yang akan mengurangi produksi jagung atau pun cabai. Selain itu cuaca
yang ekstrim seperti hujan yang terus menerus akan menyebabkan lahan pertanian
menjadi lembab sehingga dapat menjadikan tempat yang baik bagi pertumbuhan
jamur serta mempercepat pertumbuhan gulma, serta kemarau panjang akan
mengurangi ketersediaan air untuk pengairan jagung dan cabai. Cuaca sebagai
salah satu penyebab risiko paling tinggi dikemukakan oleh Soekartawi,dkk (1993)
yang menyatakan bahwa risiko dalam produksi pertanian diakibatkan oleh
ketergantungan pada iklim dan alam, dimana pengaruh buruk alam telah banyak
65
mempengaruhi total hasil panen pertanian. Risiko usahatani jagung dan cabai
dapat dianalisisdengan menggunakan analisis koefisien variasi (CV). Dimana jika
nilai koefisien variasi yang dihadapi petani dalam memperoleh produksi kecil,
maka menggambarkan risiko yang dihadapi oleh petani juga rendah, sebaliknya
jika nilai koefisien variasi menunjukan nilai rata-rata produksi tinggi maka
menggambarkan risiko yang dihadapi oleh petani besar.
5.3.1 Risiko Usahatani Tumpang Gilir pada Komoditas Jagung
Pada usahatani tumpang gilirtanaman jagung terdapat risiko yang dialami oleh
petani, risiko tersebut dianalisis menggunakan koefisien variasi (CV). Jika nilai
koefisien variasi yang dihadapi petani dalam memperoleh produksi kecil,
menggambarkan risiko yang dihadapi oleh petani lebih kecil sebaliknya jika nilai
koefisien variasi menunjukan nilai rata-rata produksi tinggi maka menggambarkan
risiko yang dihadapi oleh petani lebih besar. Risiko yang terjadi pada usahatani
tumpang gilir tanaman jagung dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel 19. Risiko produksi dan risiko harga usahatani tumpang gilir pada tanamanjagung di Desa Buanasakti Kecamatan Batanghari Kabupaten LampungTimur tahun 2015.
UraianRisiko Produksi
(kg)Risiko Harga(Rp)
RisikoPendapatan
Per UsahataniNilai tengah (E) 3.031 2.682 4.483.653Satndar deviasi (V) 1.391 125 2.547.478L 249 2.432 (611.304)CV 0,5 0,05 0,6
Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2016
Berdasarkan tabel 19 terlihat bahwa nilai tengah dari produksi jagung per
usahatani yaitu sebesar 3.031kg/0,375 ha, dengan rata-rata produksi per usahatani
66
yang dihasilkan oleh petani selama satu musim tanam dengan standar deviasi (V)
sebesar 1.391/0,375ha, dan CV sebesar 0,5 yang artinya bahwa risiko produksi
yang dihadapi petani jagung selama satu musim sebesar 0,5kg. Dengan batas
bawah (L) produksi sebesar 249 yang artinya kemungkinan risiko produksi
terendah atau kerugian terendah yang dihadapi petani jagung pada masa akan
datang sebesar 249kg/0,375 ha.
Harga jagung (tabel 19) dapat dilihat bahwa petani jagung memiliki nilai tengah
(E) sebesar Rp 2.682 per usahatani yang artinya bahwa rata-rata besarnya harga
yang diperoleh petani jagung selama satu musim per usahatani, dengan standar
deviasi (V) sebesar Rp 125. Sedangkan nilai untuk CV yaitu sebesar 0,05yang
artinya bahwa risiko harga yang dihadapi petani jagung selama satu musim
sebesar Rp0,05. Nilai batas bawah (L) harga yang diperoleh petani sebesar Rp
2.432 yang berarti kemungkinan risiko harga terendah atau kerugian terendah
yang dihadapi petani jagung setiap musim pada masa yang akan datang sebesar
Rp 2.432 per usahatani.
Pendapatan jagung (tabel 19) dapat dilihat bahwa petani jagung memiliki nilai
tengah (E) sebesar Rp 4.483.653 yang artinya bahwa rata-rata besarnya
pendapatan yang diperoleh oleh petani jagung selama satu musim, dengan standar
deviasi (V) sebesar Rp 2.547.478. Sedangkan untuk nilai CV yaitu sebesar Rp 0,6
yang artinya bahwa risiko pendapatanyang dihadapi petani jagung selama satu
musim sebesar Rp 0,6. Nilai batas bawah (L) pendapatan yang diperoleh petani
sebesar Rp611.304 yang berarti kemungkinan risiko pendapatan atau kerugian
yang dihadapi petani jagung setiap musim pada masa yang akan datang sebesar
Rp611.304 /0,375 ha
67
5.3.2 Risiko Usahatani Tumpang Gilir Pada Komoditas Cabai
Pada usahatani tumpang gilir pada komoditas cabai juga terdapat risiko yang
dialami oleh petani, risiko tersebut dianalisis menggunakan koefisien variasi
(CV). Jika nilai koefisien variasi yang dihadapi petani dalam memperoleh
produksi kecil, menggambarkan risiko yang dihadapi oleh petani lebih kecil
sebaliknya jika nilai koefisien variasi menunjukan nilai rata-rata produksi tinggi
maka menggambarkan risiko yang dihadapi oleh petani lebih besar. Risiko yang
terjadi pada usahatani tumpang gilir tanaman jagung dapat dilihat pada tabel 20.
Tabel 20. Risiko produksi, risiko harga, dan risiko pendapatanpada usahatanitumpang gilirtanaman cabai di Desa Buanasakti Kecamatan BatanghariKabupaten Lampung Timur tahun 2015.
UraianRisiko Produksi
(Kg)Risiko Harga
(Rp)Risiko
PendapatanPer UsahataniNilai tengah (E) 2.143 12.171 10.961.472Satndar deviasi (V) 945 1.821 9.039.675L 253,09 8.530 (7.117.878)CV 0,4 0,2 0,8
Sumber: Pengolahan Data Penelitian, 2016
Berdasarkan tabel 20 terlihat bahwa nilai tengah dari produksi cabai per usahatani
yaitu sebesar 2.143kg/0,375 ha, dengan rata-rata produksi per usahatani yang
dihasilkan oleh petani selama satu musim tanam dengan standar deviasi (V)
sebesar 945kg/0,375 ha, dan CV sebesar 0,4 yang menunjukan bahwa petani cabai
memiliki kemungkinan atau peluang kehilangan sebesar 0,4 kg. Dengan batas
bawah (L) produksi sebesar 253,09 yang artinya bahwa kemungkinan risiko
produksi terendah atau kerugian terendah yang dihadapi oleh petani cabai pada
masa yang akan datang sebesar 253,09kg/0,375.
68
Harga komoditas cabai (tabel 20) dapat dilihat bahwa petani cabai memiliki nilai
tengah (E) sebesar Rp 12.171/0,375 ha yang artinya bahwa rata-rata besarnya
harga yang diperoleh oleh petani cabai selama satu musim, dengan standar deviasi
(V) sebesar Rp1.821. Sedangkan untuk nilai CV yaitu sebesar Rp 0,2 yang artinya
bahwa risiko harga yang dihadapi petani cabai selama satu musim sebesar Rp 0,2.
Dengan nilai batas bawah (L) harga yang diperoleh petani sebesar Rp 8.530 yang
artinya bahwa kemungkinan risiko harga terendah atau kerugian terendah yang
dihadapi petani cabai setiap musim pada masa yang akan datang sebesar Rp
12.171/0,375 ha.
Pendapatancabai (tabel 20) dapat dilihat bahwa petani cabai memiliki nilai tengah
(E) sebesar Rp10.961.472 yang artinya bahwa rata-rata besarnya pendapatan yang
diperoleh oleh petani cabai selama satu musim, dengan standar deviasi (V)
sebesar Rp 9.039.675. Sedangkan untuk nilai CV yaitu sebesar Rp 0,8 yang
artinya bahwa risiko pendapatan yang dihadapi petani cabai selama satu musim
sebesar Rp0,8. Nilai batas bawah (L) pendapatan yang diperoleh petani sebesar
Rp -7.117.878 yang berarti kemungkinan risiko pendapatan atau kerugian yang
dihadapi petani cabai setiap musim pada masa yang akan datang sebesar
Rp7.117.878 /0,375 ha
5.4 Pendapatan Usahatani Tumpang Gilir Jagung dan Cabai
Pendapatan yang diterima petani tidak akan terlepas dari besarnya penerimaan
yang diperoleh. Hasil analisis pendapatan usahatani tumpang gilir tanaman jagung
dan cabai yang dilakukan dapat menjadikan petunjuk apakah usahatani tumpang
gilir jagung dan cabai yang diusahakan petani responden menguntungkan atau
69
tidak,biaya produksi yang dikeluarkan petani setiap musim tanam terdiri dari
biaya tunai dan biaya diperhitungkan.
Biaya tunai berasal dari pembelian benih, pupuk, obat-obatan, biaya tenaga kerja
luar keluarga, dan pajak lahan. Biaya diperhitungkan berasal dari biaya tenaga
kerja dalam keluarga, sewa lahan, dan penyusutan alat pertanian.
Penerimaan petani jagung dan cabai adalah perkalian antara harga jual dan jumlah
produksi. Pendapatan usahatani tumpang gilir jagung dan cabai adalah selisih
antara total nilai penerimaan dan total biaya produksi yang dikeluarkan dalam
usahatani tumpang gilir jagung dan cabai. Analisis perbandingan pendapatan
usahatani tumpang gilir jagung dan cabai berdasarka penerimaan, biaya,
pendapatan, dan R/C ratio. Dapat dilihat pada tabel 21.
Tabel 19. Rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C usahatani tumpanggilir jagung dan cabai
Sumber: Pengolahan data penelitian, 2016
TotalJagung Cabai Jagung Cabai Jagung Cabai Rp
1. Jumlah Penerimaan 3.031 2143 2.682 12.171 8.106.763 25.886.316 33.993.0782. Biaya Tunai
a. Sarana ProduksiBibit 6,5 8,1 66.211 113.684,20 430.974 910.263Pupuk Sp36 47,4 148,7 2.700 2.700 127.895 401.447Pupuk KCL 0 63,5 0 5.400 0 333.947Pupuk MUTIARA 0 66,2 0 8.400 0 556.216Pupuk PONSKA 75 137,8 3.000 3.000 225.000 402.631Pupuk Kandang 826 2039 447 432 372.789 878.947Pupuk UREA 126 0 2.100 0 265.263 0Pupuk Grower 0 64,5 0 9.600 0 618.947Pestisida 138.316 1.304.078b. Tenaga kerja luar keluarga 1.060.006 4.456.582c. Pajak
3. jumlah total biaya tunai 2.616.829 10.189.213 12.694.436Biaya tidak tunaia. Penyusutan peralatanb. Tenaga kerja dalam keluarga 730.395 4.603.191
4. c. Sewa lahan5. Jumlah total biaya 18.272.5156. Pendapatan atas biaya total 15.717.5647. Pendapatan atas biaya tunai 21.298.616
R/C ratioa. R/C atas biaya total 1,8b. R/C atas biaya tunai 2,6
No KomponenJumlah fisik Harga fisik (Rp) Nilai (Rp)
24.974
49.970
2.500.000
70
Berdasarkan tabel 21penerimaan yang diperoleh petani dari hasil usahatani
tumpang gilir jagung dan cabai seluas 0,375 ha berdasarkan harga dan rata-rata
tersebut adalah Rp33.993.078 dengan besarnya biaya yang dikeluarkan petani
dalam satu kali musim tanam per 0,375 ha Rp 18.275.515. Pada perhitungan
analisis struktur biaya usahatani tumpang gilir tanaman jagung dan cabai terbagi
atas dua, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Nilai biaya tunai yang
dikeluarkan dalam usahatani tumpang gilir tanaman jagung dan cabai adalah
sebesar Rp 12.694.463 per 0,375 ha dan untuk nilai biaya diperhitungkan adalah
sebesar Rp 5.581.051 per 0,375 ha.
Pada tabel 20 pendapatan usahatani tumpang gilir jagung dan cabai atas biaya
total per usahatani sebesar Rp15.717.564dan pendapatan atas biaya tunai per
usahatani Rp 21.298.616. Nisbah nilai pendapatanterhadap biaya tunai pada
usahatani tumpang gilir jagung dan cabai yakni 2,6 artinya setiap Rp1,00 biaya
tunai yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp2,6. Nisbah
nilai pendapatan terhadap biaya total pada usahatani tumpang gilir jagung dan
cabai yaitu sebesar Rp1,8 artinya setiap Rp1,00 yang dikeluarkan akan
menghasilkan pendapatan biaya total sebesar Rp1,8 artinya bahwa usahatani
tumpang gilir jagung dan cabai yang dilakukan oleh petani yang berada di Desa
Buanasakti secara ekonomi menguntungkan.
71
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Risiko produksi, risiko harga, dan risiko pendapatan yang dihadapi petani
tumpang gilir pada tanaman jagung dan tanaman cabai berbeda, dimana tingkat
risiko harga dan risiko pendapatan usahatani tumpang gilir pada tanaman cabai
lebih tinggi dibandingkan risiko yang dialami pada usahatani tumpang gilir
tanaman jagung, namun risiko produksi lebih tinggi dialami pada usahatani
jagung.
2. Pendapatan pada usahatani tumpang gilir jagung dan cabai yang dilakukan oleh
petani yang berada di Desa Buanasakti secara ekonomi
menguntungkan.Pendapatan pada usahatani tumpang gilir jagung dan cabai
atas biaya total per usahatani sebesar Rp15.717.564 dan pendapatan atas biaya
tunai per usahatani Rp 21.298.616.
6.2 Saran
Dari kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini, maka dapat disarankan
beberapa hal antara lain:
1. Untuk menekan tingkat risiko yang dialami petani cabai berkaitan dengan
kebutuhan pengairan yang lebih tinggi dari pada jagung maka perlunya peran
72
petani itu sendiri dalam pembuatan sumur bor, sehingga pengairan dapat
dilakukan petani tanpa bertumpu pada curah hujan yang turun.
2. Pentingnya peran penyuluh pertanian dalam penggunaan faktor produksi dan
pemilihan tanaman lanjutan untuk meningkatkan pendapatan petani pada
usahatani tumpang gilir.