1 bab iv hasil penelitian - repository.uksw.edu

48
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Isi Babad Pakunagara Babad Pakunagara (Babad Kemalon) merupakan salah satu koleksi babad yang dimiliki oleh Rekso Pustaka, Pura Mangkunegaran. Naskah asli Babad Pakunagara ditulis dalam huruf Jawa dan menggunakan bahasa Jawa. Babad tersebut juga sudah ditransliterasikan dalam huruf Latin dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti memilih untuk menggunakan Babad Pakunagara yang sudah ditransliterasikan dalam huruf Latin. Isi cerita Babad Pakunagara yang dituangkan dalam 30 pupuh macapat, dari 30 pupuh macapat tersebut berisi tentang pertempuran-pertempuran yang dilakukan Mangkunagara I bersama prajurit untuk melawan kekuatan pasukan pemerintah kolonial dan prajurit kraton. Awal kisah Babad Pakunagara dimulai dari pertempuran di dusun Kemalon. Pangeran Mangkunagara beserta para prajurit yang bermarkas di dusun Candi setiap hari bertempur melawan kompeni di dusun Kemalon. Pangeran Mangkubumi yang berada di Kabanaran, mengirim bantuan ke Candi serta memberi perintah untuk melakukan pengepungan terhadap markas kompeni di daerah Kemalon (Pupuh ke-1 Sinom). Pasukan Kompeni berada di Kemalon selama 3 hari, kemudian melanjutkan perjalanan ke Mataram, prajurit Mangkunegaran mengikuti rombongan kompeni dan terjadi pertempuran diantara kedua kelompok tersebut di Kalibening (Pupuh ke-2 Asmaradana). Kompeni menuju Kabanaran untuk menyerang Pangeran Mangkubumi, tetapi rencana ini telah diketahui Pangeran Mangkubumi. Markas di Kabanaran dibakar sendiri oleh Pangeran Mangkubumi, kemudian Pangeran Mangkubumi pindah ke Sokawati. Sementara itu, Pangeran Mangkunagara dan Pangeran Adipati Anom membuat pesanggrahan di Guneman dan kompeni telah merencanakan suatu penyerangan ke Guneman (Pupuh ke-3 Dhandhanggula). Pasukan kompeni kemudian menyerang Guneman secara tiba-tiba, sehingga Pangeran Mangkunagara beserta prajurit terpaksa melarikan diri ke dusun Barija. 26

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

1

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Isi Babad Pakunagara

Babad Pakunagara (Babad Kemalon) merupakan salah satu koleksi

babad yang dimiliki oleh Rekso Pustaka, Pura Mangkunegaran. Naskah asli

Babad Pakunagara ditulis dalam huruf Jawa dan menggunakan bahasa Jawa.

Babad tersebut juga sudah ditransliterasikan dalam huruf Latin dan diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia. Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti memilih untuk

menggunakan Babad Pakunagara yang sudah ditransliterasikan dalam huruf

Latin. Isi cerita Babad Pakunagara yang dituangkan dalam 30 pupuh macapat,

dari 30 pupuh macapat tersebut berisi tentang pertempuran-pertempuran yang

dilakukan Mangkunagara I bersama prajurit untuk melawan kekuatan pasukan

pemerintah kolonial dan prajurit kraton. Awal kisah Babad Pakunagara dimulai

dari pertempuran di dusun Kemalon.

Pangeran Mangkunagara beserta para prajurit yang bermarkas di dusun

Candi setiap hari bertempur melawan kompeni di dusun Kemalon. Pangeran

Mangkubumi yang berada di Kabanaran, mengirim bantuan ke Candi serta

memberi perintah untuk melakukan pengepungan terhadap markas kompeni di

daerah Kemalon (Pupuh ke-1 Sinom). Pasukan Kompeni berada di Kemalon

selama 3 hari, kemudian melanjutkan perjalanan ke Mataram, prajurit

Mangkunegaran mengikuti rombongan kompeni dan terjadi pertempuran diantara

kedua kelompok tersebut di Kalibening (Pupuh ke-2 Asmaradana).

Kompeni menuju Kabanaran untuk menyerang Pangeran Mangkubumi,

tetapi rencana ini telah diketahui Pangeran Mangkubumi. Markas di Kabanaran

dibakar sendiri oleh Pangeran Mangkubumi, kemudian Pangeran Mangkubumi

pindah ke Sokawati. Sementara itu, Pangeran Mangkunagara dan Pangeran

Adipati Anom membuat pesanggrahan di Guneman dan kompeni telah

merencanakan suatu penyerangan ke Guneman (Pupuh ke-3 Dhandhanggula).

Pasukan kompeni kemudian menyerang Guneman secara tiba-tiba, sehingga

Pangeran Mangkunagara beserta prajurit terpaksa melarikan diri ke dusun Barija.

26

Page 2: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

2

Pangeran Mangkubumi mengirim bantuan dari Sokawati, dan memerintahkan

Pangeran Mangkunagara untuk membuat pesanggrahan di daerah Pamasaran

(Pupuh ke-4 Mijil).

Pangeran Mangkubumi memimpin pasukan ke Kedu untuk membantu

prajurit Mataram yang berada di sana. Pangeran Mangkunagara diperintahkan

untuk tetap tinggal di Karangmenjangan, sedangkan Pangeran Adipati Anom

berangkat ke Gunung Kidul (Pupuh ke-5 Durma). Pangeran Mangkunagara yang

sedang berada di Taji tidak pernah berhenti menyerang markas kompeni di

Prambanan. Pangeran Mangkunagara juga membantu Pangeran Adiapti Anom

yang tidak mampu melawan kompeni ketika di perjalanan menuju Mataram dari

Gunung Kidul (Pupuh ke-8 Sinom).

Pangeran Mangkubumi mengirim kabar akan segera kembali ke

Mataram, maka Pangeran Mangkunagara diperintah untuk membangun

pesanggrahan di Pabrekan (Pupuh ke-9 Dhandhanggula). Pangeran Mangkubumi

datang dari Pekalongan dengan membawa kemenangan. Kedatangan Pangeran

Mangkubumi disambut oleh Pangeran Mangkunagara di Pabrekan. Pangeran

Mangkubumi berniat menaklukan Ponorogo dan daerah sekitarnya. Pangeran

Mangkunagara, Pangeran Mangkudiningrat, serta Tumenggung Kudanawarsa,

diperintah untuk melakukan penyerangan ke Ponorogo (Pupuh ke-10 Mijil).

Pangeran Mangkunagara segera berangkat ke Ponorogo. Setelah berhasil

membakar Magetan, Pangeran Mangkunagara menyerang Ponorogo serta

memenggal kepala bupati Ponorogo yang bernama Suradiningrat. Hasil rampasan

yang diperoleh dari Ponorogo sangat banyak, termasuk dua penari Bedhaya.

Mereka inilah yang nantinya menimbulkan perselisihan antara Pangeran

Mangkunagara dan Pangeran Mangkubumi (Pupuh ke-11 Durma).

Pangeran Mangkunagara merasa tidak ada kecocokan lagi dengan

Pangeran Mangkubumi, maka timbul keinginan Pangeran Mangkunagara untuk

memisahkan diri dengan Pangeran Mangkubumi (Pupuh ke-12 Asmaradana).

Pangeran Mangkubumi marah ketika mengetahui tekad Pangeran Mangkunagara

untuk memisahkan diri (Pupuh ke-13 Dhandhanggula).

Page 3: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

3

Pangeran Mangkunagara berhasil menaklukan Madiun serta membunuh

bupatinya yang bernama Purwanegara (Pupuh ke-14 Pangkur). Ketika mengetahui

Madiun telah diserang, Pangeran Mangkubumi memutuskan untuk menyerang

Pangeran Mangkunagara. Pertempuran Pangeran Mangkubumi dengan Pangeran

Mangkunagara tidak dapat dihindari. Prajurit Mataram maupun Mangkunegaran

banyak yang terluka dan tewas, Pangeran Mangkukusuma juga terbunuh dalam

pertempuran ini. Pangeran Mangkubumi terpaksa menarik mundur pasukannya

karena semakin terdesak diserang oleh prajurit Mangkunegaran (Pupuh ke-15

Durma).

Pangeran Mangkunagara mendapat dukungan dari beberapa bupati di

daerah bang wetan sehingga pasukannya semakin kuat. Prajurit Mangkunegaran

melanjutkan perjalanan menuju Sokawati. Sepanjang perjalanan mereka sering

diserang kompeni maupun prajurit Mataram, tetapi serangan tersebut dapat

dikalahkan (Pupuh ke-16 Dhandhanggula). Pangeran Mangkunagara ingin

menaklukan Sokawati, dan telah didukung oleh para prajurit serta beberapa bupati

daerah bang wetan. Persiapan telah dilakukan dan beberapa prajurit telah

diberangkatkan ke Sokawati (Pupuh ke-17 Asmaradana).

Pertempuran prajurit Mangkunegaran dengan kompeni masih terus

berlangsung. Markas-markas kompeni sering diserang, pertempuran juga terjadi di

daerah Gamping, Bagelen, serta Prambanan. Sementara itu, Pangeran

Mangkubumi ternyata telah menjalin kerjasama dengan kompeni, mereka

mengadakan pembicaraan di Demak. Kompeni bersedia memberi bantuan kepada

Mataram, maka Ideller kompeni di Semarang telah mengirim tentara dan enam

buah meriam untuk Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkunagara beserta

prajurit telah berada di Sokawati. Mendengar berita tersebut, Pangeran

Mangkubumi segera berangkat menuju Sokawati bersama kompeni. Prajurit

Mangkunegaran telah bersiap menghadang, pertempuran tidak dapat dihindari.

Prajurit Mangkunegaran terdesak karena tentara kompeni sangat banyak, sehingga

kekuatan yang dimiliki tidak seimbang sehingga Pangeran Mangkunagara

terpaksa mundur (Pupuh ke-19 Pangkur).

Page 4: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

4

Pangeran Mangkunagara berada di dusun Bureng selama satu setengah

bulan untuk menyusun kembali kekuatan para prajurit. Sedangkan Pangeran

Mangkubumi telah diangkat menjadi Sultan dan akan mendapat separuh bagian

negeri Jawa sebagai wilayah kekuasaan. Pembicaraan mengenai pembagian

wilayah ini dilaksanakan di Giyanti, telah hadir Sultan Hamengkubuwana, Sunan

Pakubuwana, Ideller Harting, Tumenggung Arungbinang, dan sebagainya.

Perjanjian pembagian wilayah tersebut ditandatangani oleh Sultan dan Sunan

dengan disaksikan kompeni (Pupuh ke-20 Dhandhanggula). Pangeran

Mangkunagara menerima surat dari Sunan Pakubuwana. Isi surat itu menyebutkan

bahwa negeri Jawa telah dibagi dua sebagai wilayah kekuasaan Sunan dan Sultan,

disamping itu Sunan meminta agar Pangeran Mangkunagara bersedia kembali ke

Surakarta. Perintah tersebut tidak dihiraukan oleh Pangeran Mangkunagara, dan

Pangeran Mangkunagara memutuskan untuk pergi ke Pamenang dan mendirikan

pesanggrahan di daerah tersebut. Di daerah Pamenang Pangeran Mangkunagara

dikepung oleh prjurit Sultan dan pemerintah kolonial (Pupuh ke-21 Asmaradana).

Kompeni melakukan penyerangan terhadap Pangeran Mangkunagara di

Demak, tentara kompeni banyak yang tewas dalam penyerangan itu. Dan ketika

berada di Bagor, Pangeran Mangkunagara diserang kompeni dan Sultan, sehingga

Pangeran Mangkunagara terpaksa melarikan diri karena tidak mampu menghadapi

serangan dari kompeni dan sultan (Pupuh ke-22 Pangkur).

Pangeran Mangkunagara beserta Raden Mas Guntur berangkat menuju

Grobogan. Di perjalanan mereka diserang prajurit Mataram, kompeni, serta

prajurit Surakarta dari segala penjuru. Perjalanan Pangeran Mangkunagara

dilajutkan ke Kudus, Pati, dan Rembang. Kota-kota tersebut dibakar dan semua

harta benda dirampas. Kompeni terus mengejar sehingga prajurit Mangkunegaran

kewalahan, namun akhirnya kompeni berhasil dikalahkan (Pupuh ke-23 Durma).

Pangeran Mangkunagara pergi dari Grobogan, kemudian melanjutkan

perjalanan menyusuri daerah sebelah utara Jawa, meliputi Blora, Lasem, dan

Rembang. Prajurit Mangkunegaran sering menyerang benteng dan loji kompeni.

Prajurit Mangkunegaran dikejar oleh kompeni dan sultan di Sima, peperangan pun

terjadi. Prajurit Mangkunegaran menjadi kacau karena musuh yang dihadapi

Page 5: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

5

sangat banyak serta medan yang dilalui cukup sulit. Pangeran Mangkunagara

terpisah dari prajurit, Pangeran Mangkunagara hanya didampingi oleh 20 prajurit

Kependhak. Semakin lama prajurit yang mendampingi Pangeran Mangkunagara

semakin berkurang, karena beberapa dari mereka ada yang tewas dan melarikan

diri, dan akhirnya tersisa lima orang prajurit. Pangeran Mangkunagara sangat

kebingungan ketika mengetahui sultan dan kompeni semakin mendekat (Pupuh

ke-26 Pangkur). Pangeran Mangkunagara mundur, menghindari dari kejaran

sultan dan kompeni. Kudanawarsa serta prajurit Mangkunegaran yang semula

melarikan diri, telah bersatu kembali dengan Pangeran Mangkunegaran. Pangeran

Mangkunagara beserta para prajurit kemudian membangun pesanggrahan di

Kaduwang untuk menyusun kembali kekuatan yang dimiliki (Pupuh ke-27

Asmaradana). Setelah kekuatan prajurit kembali, Pangeran Mangkunagara berniat

melakukan penyerangan ke Mataram. Kudanawarsa berkali-kali menyarankan

supaya niat tersebut tidak dilakukan. Kekuatan Mangkunegaran tidak seimbang

dengan Mataram, sehingga penyerangan tersebut akan sia-sia. Pangeran

Mangkunagara tetap teguh pada pendiriannya dan tidak menghiraukan saran

Kudanawarsa. Pada hari Kamis Pangeran Mangkunagara beserta para prajurit

pergi ke Mataram, namun rombongan tersebut dihadang kompeni di Prambanan.

Benteng kompeni segera diserang, orang-orang Mataram melarikan diri untuk

mengungsi. Prajurit Mangkunegaran menyerbu ke dalam istana Sultan, para

prajurit bertindak menuruti kehendak masing-masing hingga tidak terkendali.

Tiba-tiba kompeni datang menyerang, maka prajurit Mangkunegaran harus

mundur dari Mataram (Pupuh ke-28 Durma).

Penyerangan ke Mataram tidak berhasil, bahkan prajurit

Mangkunegaran mengalami kekalahan. Pangeran Mangkunagara merasa sedih,

terlebih lagi ada beberapa prajurit berkhianat dan memihak kompeni. Sultan dan

kompeni telah tiba di Kaduwang namun tidak berhasil menemukan Pangeran

Mangkunagara, rombongan sultan dan kompeni kemudian kembali ke Mataram.

Di Surakarta Sunan Paku Buwana, Ideller Harting, serta Uprup Abrem telah

beberapa kali mengirim surat kepada Pangeran Mangkunagara. Sunan berusaha

membujuk Pangeran Mangkunagara agar bersedia kembali ke Surakarta. Pangeran

Page 6: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

6

Mangkunagara kemudian mengutus Pangeran Mangkudiningrat ke Surakarta

untuk menyampaikan pesan kepada Sunan (Pupuh ke-29 Dhandhanggula). Sunan

Paku Buwana menerima pesan dan telah menyetujui syarat yang diajukan

Pangeran Mangkunagara. Sunan bersama Uprup Abrem telah berada di Tunggon

menanti kedatangan Pangeran Mangkunagara. Pada hari Kamis Paing 4

Jumadilakir, Pangeran Mangkunagara kembali ke Surakarta. Waktu asar Pangeran

Mangkunagara mulai memasuki tempat tinggal yang baru, terletak di dekat Sungai

Pepe. Saat tersebut ditandai dengan sengkalan yang berbunyi Netra Gana Bah

Jalmi, artinya Mata Lebah Gerak Manusia, yang melambangkan angka tahun

1682 Jawa atau 1756 Masehi (Pupuh ke-30 Sinom).

Kisah perjuangan Mangkunagara I yang ditulis dalam Babad

Pakunagara merupakan perjalanan panjang mengenai pertempuran-pertempuran

yang dilakukan oleh Mangkunagara I beserta para prajurit dari tahun 1750 sampai

1756. Pada tahun 1750 sampai 1752 merupakan masa dimana Mangkunagara I

masih menggabungkan kekuatan dengan Pangeran Mangkubumi untuk berjuang

melawan pemerintah Kolonial, sedangkan tahun 1753 sampai dengan 1756

merupakan masa dimana Mangkunagara I berjuang secara mandiri melawan tiga

kekuatan musuh yaitu pemerintah Kolonial, prajurit dari Kasunanan, serta prajurit

Kasultanan. Kisah Babad Pakunagara ditutup dengan menyebutkan waktu selesai

penulisan Babad Pakunagara, yaitu hari Rabu 12 Rabiulakhir 1724 Jawa, serta

menyebutkan nama pemilik babad tersebut yaitu Kanjeng Bendara Tumenggung

Sumadiningrat.

B. Perjuangan Mangkunagara I sampai Berdiri Kadipaten Mangkunegaran

Perjuangan Mangkunagara I dilakukan karena ada keterkaitan dengan

peristiwa-peristiwa sejarah sebelumnya yang terjadi di Mataram, dalam hal ini

berkaitan dengan masuknya pemerintah kolonial di wilayah pemerintahan

kerajaan Mataram.

Kedatangan pemerintah kolonial Belanda di Nusantara saat itu telah

diketahui oleh para penguasa kerajaan, keadaan demikian tentu membahayakan

wilayah serta penduduk di daerah kekuasaan Mataram. Hal tersebut ternyata

sudah diperkirakan oleh Sultan Agung, sehingga ketika masa kepemimpinan

Page 7: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

7

Sultan Agung selalu mengadakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial di

Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Ketika Sultan Agung mangkat pada tahun

1645, kedudukan raja digantikan oleh Amangkurat I, keadaan Mataram semakin

jatuh dalam perpecahan. Sejak Amangkurat I sampai Amangkurat IV, kerajaan

Mataram mengalami kemunduran karena krisis kepemimpinan.

Masa Amangkurat IV (1719-1726) merupakan masa dimana seorang raja

ditinggalkan oleh rakyatnya, bahkan seluruh wilayah Jawa memusuhinya

(Ricklefs, 2005). Banyak kerabat istana yang memusuhi Amangkurat IV, hal itu

dibuktikan dengan pemberontakan pada tahun 1719 yang dilakukan oleh Pangeran

Balitar dan Pangeran Purbaya, dimana kedua pangeran tersebut merupakan adik

dari Amangkurat IV. Pada tahun 1726, Amangkurat IV mangkat, dan digantikan

oleh putranya yaitu Paku Buwana II (1726-1749). Melalui ide-ide politik antara

pemerintah kolonial, Patih Danureja, dan Ratu Ageng (Ratu Amangkurat), maka

Pangeran Arya Anom berhasil dinobatkan sebagai Raja Mataram, menggantikan

kedudukan ayahnya dengan gelar Sunan Paku Buwana II. Naiknya tahta Paku

Buwana II yang belum berusia dewasa, menyebabkan Patih Danureja memegang

peranan penting di Kartasura, apalagi sebagian besar bupati di Jawa memiliki

ikatan keluarga dengan Patih (Remmelink, 1983).

Seabad setelah usaha Sultan Agung melawan pemerintah kolonial di

Batavia gagal, maka ketika jabatan raja dipegang oleh Paku Buwana II pihak

kolonial mendapat kedaulatan atas seluruh pemerintahan di Mataram. Ketika itu,

pemerintah kolonial juga sedang mengalami kesulitan keuangan, peperangan dan

intervensi terus terjadi di Jawa. Kondisi yang demikian menghambat pemerintah

kolonial dalam mencapai perdamaian yang diperlukan bagi perdagangan (Riklefs,

2002). Di sisi lain, pengangkatan Paku Buwana II menimbulkan perpecahan di

wilayah keraton. Pangeran Arya Mangkunagara merasa tidak senang jika Paku

Buwana II dikendalikan dan dipermainkan oleh Patih Danureja (Remmelink,

1983).

Sementara itu, pengangkatan Paku Buwana II, bagi pemerintah kolonial

dimaksudkan untuk menjaga eksistensi dan pengaruhnya di Mataram. Di sisi lain,

Paku Buwana II juga berjanji pada pemerintah kolonial akan melunasi seluruh

Page 8: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

8

hutang-hutang kerajaan pada masa Raja yang sebelumnya. Paku Buwana II

menepati janjinya kepada pemerintah kolonial, dengan membayar hutang

berdasarkan perjanjian Raja-Raja yang sebelumnya. Pembayaran hutang tersebut

berdampak besar di Mataram, tindakan tersebut menyebabkan para pejabat daerah

semakin enggan untuk mengakui kekuasaan Raja. Namun pihak pemerintah

kolonial percaya bahwa mereka dapat mengambil hati Raja (Ricklefs, 1991).

Pangeran Arya Mangkunagara (Ayah Mangkunagara I) yang merupakan

saudara laki-laki Paku Buwana II diperbolehkan kembali ke Kartasura walaupun

pernah melakukan pemberontakan bersama pangeran yang lain dan telah

menyerah pada tahun 1723. Pangeran Arya Mangkunagara tidak dapat menduduki

jabatan sebagai seorang raja, namun hal tersebut tidak membuatnya kembali

melakukan pemberontakan. Keberadaan Pangeran Arya Mangkunagara tetap saja

dianggap sebagai hal yang membahayakan bagi Mataram dan pemerintah kolonial

Belanda. Akibatnya disusun strategi untuk menyingkirkan Pangeran Arya

Mangkunagara dari Mataram.

Pada tahun 1728, Patih Danureja memfitnah Pangeran Arya

Mangkunagara telah melakukan perselingkuhan dengan salah satu selir Paku

Buwana II yaitu Mas Ayu Larasati. Pemerintah kolonial tidak percaya akan hal

tersebut, namun terpaksa mengasingkan Pangeran Arya Mangkunagara ke

Batavia, kemudian ke Sri Lanka dan berlanjut ke Tanjung Harapan (Ricklefs,

2005).

Pada akhirnya tindakan yang oportunis dilakukan oleh Patih Danureja,

dengan cara memusuhi pemerintah kolonial dan berhubungan dengan keturunan

Untung Suropati yang masih bertahan di daerah Jawa Timur. Untung Suropati

merupakan pemberontak yang sangat dibenci oleh pemerintah kolonial, bahkan

telah membunuh Kapten Tack yang merupakan anggota militer pemerintah

kolonial pada masa Amangkurat II.

Pada tahun 1732 Paku Buwana II berbalik melawan Patih Danureja, dan

meminta bantuan pemerintah kolonial untuk menyingkirkan Patih Danureja serta

menunjuk patih yang baru yaitu Patih Natakusuma. Namun Patih Natakusuma

juga mengalami nasib yang sama seperti Pangeran Arya Mangkunagara yaitu

Page 9: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

9

diasingkan ke Sri Lanka, pengasingan tersebut dilakukan karena pemerintah

kolonial menganggap bahwa Patih Natakusuma terlibat dalam peristiwa Geger

Pacinan pada tahun 1741.

Pada tahun 1728 ketika Pangeran Arya Mangkunagara diasingkan ke Sri

Lanka, Pangeran Arya Mangkunagara memiliki seorang putra yang masih berusia

dua tahun bernama Raden Mas Said yang kelak mendapat sebutan sebagai

Pangeran Sambernyawa. Pangeran Sambernyawa atau Mangkunagara I inilah

yang nantinya akan melakukan perjuangan melalui perlawanan-perlawanan

terhadap pemerintah kolonial maupun pemerintahan Mataram, yang disebabkan

adanya perlakuan tidak adil terhadap Ayah Mangkunagara I dan campur tangan

pemerintah kolonial terhadap kerajaan Mataram.

Raden Mas Said atau Mangkunagara I lahir di Keraton Kartasura pada

tanggal 4 Ruwah tahun Jimakir 1650 AJ, windu Adiwuku Warigagung atau 7

April 1725. Mangkunagara I lahir dari pasangan Kanjeng Pangeran Arya

Mangkunagara dan R. A. Wulan. Mangkunagara I memiliki dua orang adik yaitu

R.M. Ambia dan R.M. Sabar. Ketiga bersaudara tersebut hidup dalam kondisi

yang memprihatinkan ketika ditinggalkan oleh ayah dan ibunya, tidak tampak

bahwa mereka adalah putra dari seorang calon raja. Hal tersebut dikarenakan

mereka lebih dekat dengan rakyat kecil. Raden Mas Said atau Mangkunagara I

juga memiliki teman akrab yaitu R. Sutawijaya III atau R. Panambang (cucu patih

Danureja) dan Suradiwangsa atau Kiyai Patih Ngabehi Kudanawarsa. Kedua

teman akrab inilah yang nantinya menjadi pengikut setia Mangkunagara I ketika

mengadakan perjuangan terhadap pemerintah kolonial maupun pemerintah

Mataram (Yayasan Mangadeg, 1988).

Perjuangan Mangkunagara I bersama para kerabat ketika melawan

pemerintah kolonial dilakukan dengan menggunakan taktik wewelutan (welut,

ikan belut), dedemitan (demit, syetan), dan jejemblungan (jemblung, gila, edan).

Maksud dari ketiga taktik tersebut adalah menyerang musuh secara mendadak dari

kiri, kanan, depan, belakang sehingga serangan tersebut merupakan sergapan maut

bagi musuh. Setiap anggota prajurit Mangkunagara I harus memiliki keahlian

tempur yang sangat tinggi dan pantang menyerah. Dalam situasi apapun, ketika

Page 10: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

10

prajurit terjebak harus dapat meloloskan diri dari musuh. Mangkunagara I beserta

para pengikut juga memiliki slogan perjuangan yaitu “Tiji-Tibeh”, Mati Siji Mati

Kabeh, Mukti Siji Mukti Kabeh maksudnya adalah jika ada satu yang mati maka

matilah semua, dan jika ada satu yang bahagia maka bahagialah semua. Slogan

tersebut merupakan pengikat batin antara Kawula (rakyat) dan Gusti (pemimpin).

Pemimpin dan rakyat bersatu maju untuk memperjuangkan apa yang telah dicita-

citakan (Yayasan Mangadeg, 1988).

Perjuangan Mangkunagara I dilakukan selama 16 tahun, dalam masa

tersebut perjuangan yang dilakukan dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap

pertama tahun 1741-1742, tahap kedua tahun 1743-1752, dan tahap ketiga tahun

1752-1757 (Yayasan Mangadeg, 1988).

1. Perjuangan Tahap Pertama (1741-1742)

Perjuangan pada tahap pertama merupakan perjuangan yang

dilakukan oleh Mangkunagara I ketika bergabung dengan Raden Mas Garendi

atau Sunan Kuning dalam peristiwa Geger Pacinan. Geger Pacinan merupakan

puncak peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Cina

terhadap kolonial yang terjadi di Kartasura.

Pemberontakan orang-orang Cina sebenarnya bermula dari kejadian

yang ada di Batavia kemudian meluas ke berbagai daerah di Jawa, seperti

Semarang, Rembang, dan memuncak di Kartasura. Pada awalnya hubungan

antara kolonial dan orang Cina di Batavia sangat harmonis, namun kemudian

berubah menjadi rasa saling curiga diantara kedua kelompok tersebut.

Berdasarkan bukti yang ada, pemerintah kolonial menganggap bahwa orang

Cina di Batavia sedang menyusun sebuah pemberontakan, sedangkan orang

Cina yakin bahwa pemerintah kolonial akan mengirim orang-orang Cina ke

luar Batavia karena dianggap sudah melebihi kuota bahkan terdapat kabar

bahwa orang Cina tersebut akan dibuang ke laut. Diantara kedua kelompok

tersebut akhirnya terjadi tindakan saling serang, diawali pada tanggal 7

Oktober 1740 dimana orang-orang Cina melakukan pembunuhan terhadap

warga Eropa, kemudian dari pihak pemerintah kolonial membalas tindakan

Page 11: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

11

tersebut dengan melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap orang-orang

Cina (Ricklefs, 2005).

Pemberontakan orang-orang Cina akhirnya sampai di Kartasura,

pemberontakan tersebut juga didukung oleh sebagian bangsawan dan rakyat

Mataram yang anti terhadap pemerintaha kolonial. Kejadian tersebut

merupakan awal dari peperangan yang ada, termasuk dengan mulainya

Mangkunagara I secara terang-terangan menentang pemerintah kolonial dan

ikut mendukung peristiwa Geger Pacinan.

Kondisi yang sedang bergolak di Kartasura juga dimanfaatkan oleh

Paku Buwana II dan Patih Natakusuma untuk melepaskan dominasi peme-

rintah kolonial terhadap kerajaan Mataram. Pada bulan Juli 1741, Paku

Buwana II memerintah prajurit Mataram untuk menyerang pos garnisun milik

pemerintah kolonial, akibatnya pemerintah kolonial tidak mampu menghadapi

serangan dari gabungan orang cina dan prajurit Mataram. Untuk menghadapi

kondisi yang demikian, akhirnya pemerintah kolonial seperti biasa

menggunakan taktik adu domba dengan meminta bantuan Cakraningrat IV.

Pemerintah kolonial dan pasukan dari Madura bergabung untuk menghadapi

pemberontak, dan berhasil mengalahkan prajurit Mataram dan orang-orang

Cina. Akhirnya Paku Buwana II merasa tertekan dan meminta maaf kepada

pemerintah kolonial, serta bersedia kembali menaruh loyalitas terhadap pihak

kolonial.

Perlawanan terhadap pemerintah kolonial tetap dilakukan dengan

kekuatan utama bukan orang-orang Cina, melainkan pemberontak dari

Mataram. Para bangsawan Kartasura yang mendukung pemberontakan

mengangkat Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning sebagai pemimpin

pemberontakan. Mangkunagara I dan para bangsawan akhirnya keluar dari

Istana dan bergabung dengan pemberontakan tersebut.

Pasukan pemberontak berhasil menduduki Kartasura pada bulan Juni

1742. Ketika Kartasura diduduki pasukan pemberontak, Paku Buwana II

beserta Patih Pringgoloyo (pengganti Patih Natakusuma) dan para pengikut

Page 12: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

12

raja mengungsi ke Magetan, kemudian dilanjutkan ke Ponorogo (Rajiman,

1984).

Tahun 1742 kerajaan Mataram berada dalam kondisi yang sangat

lemah disebabkan adanya pemberontakan yang didukung oleh Raden Mas

Said atau Mangkunagara I, kondisi itu juga dibuktikan dengan jatuhnya

Kartasura. Mangkunagara I semakin yakin akan cita-citanya untuk

menegakkan kedaulatan kerajaan Mataram dan mengusir kekuatan pemerintah

kolonial di Mataram (Yayasan Mangadeg, 1988).

Kartasura jatuh ke tangan pemberontak, Paku Buwana II yang sedang

mengungsi keluar dari Kartasura akhirnya meminta bantuan kepada

pemerintah kolonial untuk merebut kembali tahta kerajaan, sebagai imbalan

raja memberikan kekuasaan terhadap pemerintah kolonial untuk menentukan

pejabat patih serta memberikan kekuasaan penuh di wilayah pesisir (Ricklefs,

2002).

Pemerintah kolonial menerima tawaran Paku Buwana II, namun

pasukan pemerintah kolonial merasa tidak sanggup untuk menghadapi para

pemberontak di Kartasura, sebagai solusinya pemerintah kolonial mengajak

pasukan Cakraningrat IV. Pada tanggal 24 Desember 1742, Kartasura dapat

direbut kembali dari pemberontak, salah satu pimpinan pemberontak yaitu

Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning menyerahkan diri ke pemerintah

kolonial dan diasingkan ke Sailan, sedangkan Mangkunagara I menolak untuk

menyerahkan diri karena Mangkunagara I harus tetap memperjuangkan cita-

cita yang diimpikan (Sartono, 1992).

2. Perjuangan Tahap Kedua (1743-1752)

Perjuangan tahap kedua merupakan masa perjuangan Mangkunagara

I ketika bergabung dengan pamannya yaitu Pangeran Mangkubumi untuk

melawan kekuatan Paku Buwana II dan pemerintah kolonial.

Pada tahun 1743, Paku Buwana II memutuskan untuk memindahkan

pusat pemerintahan kerajaan Mataram dari Kartasura menuju kira-kira 12 km

ke arah timur di Sungai Sala. Paku Buwana II mendirikan istana baru

Surakarta (Ricklefs, 1991). Perpindahan pusat pemerintahan tersebut ternyata

Page 13: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

13

tidak menghasilkan keadaan yang stabil di Mataram, karena masih ada

pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi dan

Mangkunagara I.

Raja Paku Buwana II akhirnya membuat suatu strategi dengan

mengadakan sayembara, bahwa siapa saja yang dapat mengusir Pangeran

Sambernyawa atau Mangkunagara I dari wilayah Sukowati akan diberi hadiah

tanah seluas 3000 cacah (Ricklefs, 1991). Pangeran Mangkubumi

menyanggupi sayembara tersebut, dan bekerjasama dengan Patih Pringgoloyo.

Akhirnya terjadi pertempuran antara Pangeran Mangkubumi dan Pangeran

Sambernyawa, dalam pertempuran tersebut Pangeran Sambernyawa mundur

dan melarikan diri ke Matesih (Kamajaya, 1993). Pangeran Mangkubumi

berhasil menyingkirkan Pangeran Sambernyawa dan mendapat hadiah tanah di

Grobogan.

Pejabat pemerintah kolonial, Jenderal Van Imhoff dan Patih

Pringgoloyo mempengaruhi Paku Buwana II supaya tanah yang diberikan

kepada Pangeran Mangkubumi dikurangi. Van Imhoff meyakinkan Paku

Buwana II, bahwa tanah yang diberikan kepada Pangeran Mangkubumi terlalu

besar, kemudian Van Imhoff membujuk Paku Buwana II agar tanah hadiah

tersebut tidak jadi diberikan. Pada suatu pertemuan di istana, Van Imhoff

menegur Pangeran Mangkubumi sebagai seorang yang ambisius (Ricklefs,

1991). Van Imhoff yang kurang tahu tata adat Jawa langsung menegur

Pangeran Mangkubumi di depan umum bahwa tanah seluas 3000 cacah terlalu

melampaui batas dan harus dikurangi menjadi 1000 cacah (Sartono, 1992).

Kekecewaan Pangeran Mangkubumi terhadap keadaan tersebut

akhirnya membuat Pangeran Mangkubumi keluar dari istana, dan bergabung

dengan Mangkunagara I untuk melawan kekuatan pemerintah kolonial dan

Paku Buwana II. Strategi dilakukan untuk memperkuat ikatan antara Pangeran

Mangkubumi dan Mangkunagara I, yaitu melalui pernikahan antara

Mangkunagara I dengan anak Pangeran Mangkubumi yang bernama Raden

Ajeng Inten atau Kanjeng Ratu Bendara. Pernikahan tersebut diadakan pada

tanggal 15 Besar, Tahun Be, 1672 Jawa atau 1747 Masehi (Kamajaya, 1993).

Page 14: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

14

Pertempuran-pertempuran melawan kekuatan pemerintah kolonial

terus dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi dan Mangkunagara I. Kekuatan

kedua pangeran tersebut sangat berpengaruh terhadap semangat para pengikut,

sehingga banyak dukungan dari rakyat dan kerabat keraton kepada kedua

pangeran untuk terus melakukan perlawanan. Pasukan perlawanan pada tahun

1747 diperkirakan berjumlah 13.000 prajurit. Pada saat itu pasukan

pemerintah kolonial sangat lemah bahkan pada tahun 1748 Pangeran

Mangkubumi dan Mangkunagara I menyerang istana Surakarta dan serangan

tersebut sangat membahayakan keadaan istana (Ricklefs, 1991).

Sejak pemberontakan di Kartasura, Paku Buwana II sering jatuh sakit

dan pada tanggal 11 Desember 1749 terjadi penyerahan atas seluruh

kedaulatan Mataram kepada pemerintah kolonial. Selisih beberapa hari

kemudian, Paku Buwana II wafat dan dimakamkan di Laweyan sebelah barat

Kraton Surakarta. Pengganti Paku Buwana II adalah putra mahkota sebagai

Paku Buwana III. Pengangkatan Paku Buwana III disaksikan langsung oleh

Ideller penasehat pemerintah kolonial dari Semarang. Pada saat yang

bersamaan Pangeran Mangkubumi juga diangkat sebagai raja Mataram di

markasnya wilayah Yogyakarta dengan gelar Ingkang Sinuhun Kanjeng

Sultan Hamengku Buwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurakhman Panatagama

Kalifatullah (Kamajaya, 1993).

Tahun 1750 pertempuran yang semula bergerilya berubah menjadi

pertempuran terbuka. Pangeran Mangkubumi dan Mangkunagara I semakin

meluaskan wilayah kekuasaan. Pangeran Mangkubumi menaklukan wilayah

bagian barat (Bagelen, Pekalongan, Batang, dan Pemalang), sedangkan

Mangkunagara I menaklukan wilayah bagian timur (Madiun, Magetan, dan

Ponorogo). Penaklukan wilayah tersebut tercantum dalam Babad Pakunagara

Jilid I pupuh ke-10 Mijil dan pupuh ke-11 Durma, yaitu sebagai berikut:

Sabab ingkang rama Sri Bupatilamine rawohsaking pakalongan sawadyanesanget dennya angowah-owahimring Pangran Dipatisanes adatipun (Pupuh ke-10 Mijil, 1981:333).

Page 15: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

15

Jeng Pangeran Dipati Mangkunegarasabalane mirantiatengara budhalngetan marang Kaduwangsipeng kalih dalu margiprapta Kaduwangkitha kapanggih sepi

Ki Tumenggung Suradirja ka Magetanmunggeng elor bibitinggunung pan dhinungkarjurang Lamuk wastanyaMadiun Pangeeran kakalihrama saputraMartalaya satunggil (Pupuh ke-11 Durma, 1981:343-345).

Kerukunan yang terjalin antara Pangeran Mangkubumi dan

Mangkunagara I berubah menjadi suatu perselisihan. Perselisihan tersebut

disebabkan oleh dua persoalan yang amat kecil yaitu Mangkunagara I berlaku

tidak sopan dan tidak mematuhi perintah Pangeran Mangkubumi. Hal tersebut

bermula ketika Mangkunagara I berhasil menaklukan wilayah Ponorogo dan

berhasil memenggal kepala bupati Ponorogo yaitu Suradiningrat. Sebagai

bukti kepada ayah mertua bahwa Mangkunagara I telah menaklukan wilayah

Ponorogo, Mangkunagara I mengirimkan bingkisan penggalan kepala bupati

Suradiningrat kepada Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi merasa

hal tersebut kurang sopan, dan akhirnya Pangeran Mangkubumi menyusul

Mangkunagara I di Ponorogo. Setelah sampai di Ponorogo, Pangeran

Mangkubumi disambut oleh Mangkunagara I, semua hasil jarahan berupa

barang-barang perhiasan, emas, dan intan dipersembahkan kepada Pangeran

Mangkubumi tidak ketinggalan pula anak peninggalan bupati Suradiningrat

sebanyak 70 orang. Kesalahan kembali dilakukan oleh Mangkunagara I, hal

itu dikarenakan Mangkunagara I menyembunyikan dua wanita penari bedaya

yang bernama Srimpi dan Sampet. Setelah mendengar bahwa Mangkunagara I

menyembunyikan dua penari bedaya dan tidak dihaturkan, Pangeran

Mangkubumi sangat marah. Mangkunagara I dipanggil oleh Pangeran

Page 16: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

16

Mangkubumi, akan tetapi Mangkunagara I tidak segera menghadap.

Kemarahan Pangeran Mangkubumi ditanggapi dengan serius oleh

Mangkunagara I, Mangkunagara I merasa kecewa dan sejak saat itu berniat

untuk memisahkan diri. Dalam Babad Pakunagara Jilid I, peristiwa tersebut

dituangkan dalam pupuh ke-11 Durma dan pupuh ke-12 Asmaradana, yaitu

sebagai berikut:

Wong Panaraga wus lumayu sasaransedaya sampun gusislancang-linancangsamya arebut gesngsarta binereg turanggiDipatiniraSuradiningrat nenggihPan kacandhak tinigas mustakanirakatur Pangran Dipatilawan kang atmajakacandhak wonten Ngranakacepeng gesangkalawan wonten malih (Pupuh ke-11 Durma, 1981:347).

Kala aprang bedhahe ing Panaragaing Sebtu Wage unisalikur kang wulaning sasi Dulkangidahtunggil Jimawal kang warsisengkala SwaraTuronggonBahing JalmiSirahipun Dipati Surodiningratkatuaken Nerpatisarta kabandhangankatur keng Rama Natarereb Pangeran Dipatineng ngara-arainjingipun lumaris (Pupuh ke-11 Durma, 1981:348).

Pangeran Dipati nyalingkuhaken bedhayangendhak bedaya kalihpun Srimpi westanyalan pun Sampet semanasarta dipun karemenikakalih pisanmring Pangeran Dipati (Pupuh ke-11 Durma, 1981:351).

Page 17: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

17

Semana Pangeran Dipatiwuwuh awon mring kang ramananging sanget panlangsanewali-wali aputusanserat dhateng Mas Ranggabebolehi purwanipunkatura marang kang rama (Pupuh ke-12 Asmaradana, 1981:367).

Konflik yang terjadi di Mataram semakin berkepanjangan ketika

Pangeran Mangkubumi dan Mangkunagara I berpisah. Pada tanggal 11 April

1754, Baron Van Hohendorff digantikan oleh Ideller Nicolash Harting.

Harting merupakan sosok yang pandai adat-istiadat Jawa, Harting mengambil

strategi untuk melakukan perdamaian dalam mengatasi konflik-konflik yang

terjadi, namun juga tetap mengambil keuntungan dari strategi tersebut.

Strategi adu domba kembali dilakukan oleh pemerintah kolonial, kali ini

strategi tersebut dianggap sangat efektif dilakukan kepada Pangeran

Mangkubumi dan Mangkunagara I yang sedang mengalami perselisihan.

Pemerintah kolonial juga mengusulkan kepada Paku Buwana III supaya

Pangeran Mangkubumi diberi wilayah dan Mataram dibagi menjadi dua

kerajaan (Pringgodigdo, 1938). Paku Buwana III menyetujui usul tersebut,

bahkan sebenarnya Pangeran Mangkubumi telah berkali-kali dihubungi untuk

diangkat menjadi sultan dan mendapat sebagian tanah kerajaan, akan tetapi

Pangeran Mangkubumi belum bersedia karena masih menaruh kecurigaan

terhadap pemerintah kolonial (Kamajaya, 1993).

Perundingan segera dilakukan antara Ideller Harting dan Pangeran

Mangkubumi, perundingan tersebut dilakukan pada tanggal 22 April 1754 di

daerah Padangan, tepatnya terletak diantara Demak dan Grobogan. Peristiwa

tersebut tercantum dalam Babad Pakunagara Jilid II Pupuh ke-19 Pangkur,

yaitu sebagai berikut:

Sigegen datan kang winarnakacarita Susunan Mangkubumimanggihi tetamunipunIdeller ing Semarangaprajanji abadhami iangkang rambugpan wonten ing pasanggrahanKatong padagangan nenggih (Pupuh ke-19 Pangkur, 1981:27-28)

Page 18: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

18

Perundingan tersebut menghasilkan keputusan yang memuaskan bagi

kedua belah pihak yaitu Sunan Paku Buwana III dan Pangeran Mangkubumi.

Pada hari Kamis, 1 Sapar, tahun Jimakir, 1681 Jawa atau 13 Februari 1755 di

Desa Giyanti (sebelah timur Karanganyar) hasil perundingan ditandatangani

oleh kedua belah pihak yaitu Sunan Paku Buwana III dan Pangeran

Mangkubumi, serta disaksikan oleh Ideller Harting. Peristiwa tersebut

tercantum dalam Babad Pakunagara Jilid II Pupuh ke-20 Dhandhanggula

yaitu sebagai berikut:

Henengana gentiya winarniing Giyanti Susunan winarnalan Kumpeni sabalanesuka-suka kalangkungandrawina siyang lan latrianata prajuritanmantra punggawa gungkang badhe Jumeneng Sultaningkang antuk negari Jawi sepalihKumpeni ingkang ngangkat

Saking panjunjungira Kumpeniarsa pinalih negari JawaSusunan Mangkubuminekalangkung raketipunlan Kumpeni wonten Giyantinulya kang kawarnaKumpeni kang rawuhIdeller saking Semarangprapteng Sala pra upeksi sang angiringwong pasisir binekta

Arsa ngatutaken ratu kalihSunan Sala lan kang paman SultanSunan lan Ideller rembugtansah pikir Ideller lan AjiTumenggung Arungbinangkang aris ing Marbungkatimbalan dhateng Salapirembagan Rungbinang tinari-narimring Sang Nata ing Sala (Pupuh ke-20 Dhandhanggula, 1981:55-56)

Page 19: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

19

Isi perundingan tersebut yaitu Pangeran Mangkubumi ditetapkan

menjadi Sultan dengan gelar Sultan Hamengku Buwana I di Yogyakarta,

Sultan Hamengku Buwana I memperoleh tanah seluas 53.100 karja (dalam

wilayah Kerajaan Agung), serta 33.990 karja di dalam daerah Mancapraja atau

di luar Surakarta (Dwidjasusana, Sastradihardja, & Harsana, 1972). Beberapa

daerah yang menjadi hak Kraton Kasunanan Surakarta yaitu Blitar, Brebeg,

Nganjuk, Pace, Srengat, Kertasana, Tulungagung, Trenggalek, Kediri,

Majarata, Basuki, Rembang, Blora, Wirasaba, Jagaraga, dan Magetan.

Sedangkan daerah yang menjadi kekuasaan Kraton Kasultanan Yogyakarta

meliputi Madiun, Ponorogo, Samarata, Maespati, Sidayu, Pasuruan, Pacitan,

Kalangbret, dan sepanjang pesisir Gresik (Kamajaya, 1993).

Perjanjian Giyanti merupakan bukti bahwa kekuatan Mataram kini

terpecah menjadi dua kerajaan yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan

Yogyakarta, disisi lain juga membuktikan bahwa kedua kerajaan Mataram

telah bersekutu dengan pihak pemerintah kolonial. Perjuangan yang harus

dilakukan oleh Mangkunagara I kini bertambah berat, Mangkunagara I tidak

hanya mengahadapi kekuatan Kasunanan Surakarta dan pemerintah kolonial,

tetapi juga menghadapi kekuataan Kasultanan Yogyakarta.

3. Perjuangan Tahap Ketiga (1752-1757)

Perjuangan tahap ketiga merupakan masa perjuangan Mangkunagara

I melawan tiga kekuatan gabungan yaitu pasukan pemerintah kolonial,

pasukan dari Kasunanan Surakarta, dan pasukan Kasultanan Yogyakarta.

Pada tahun 1752 Pangeran Mangkunagara I memutuskan untuk

memisahkan diri dengan Pangeran Mangkubumi, sejak saat itu Mangkunagara

I harus berjuang melawan musuh tanpa dibantu oleh prajurit Pangeran

Mangkubumi. Pertempuran-pertempuran melawan pemerintah kolonial dan

pasukan Kasunanan juga terus dilakukan oleh Mangkunagara I, bahkan pada

akhirnya pasukan Mangkunagara I juga harus berlawanan dengan pasukan

Pangeran Mangkubumi.

Page 20: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

20

Perlawanan terus dilakukan oleh Mangkunagara I, Mangkunagara I

berhasil menaklukan Madiun dan membunuh Bupati Purwanegara. Pangeran

Mangkubumi mengetahui bahwa Madiun telah dikuasai oleh Mangkunagara I,

Pangeran Mangkubumi memutuskan untuk menyerang Mangkunagara I, dan

terjadilah pertempuran hebat. Mangkunagara I mendapat dukungan dari para

bupati daerah bang wetan, sehingga Pangeran Mangkubumi terpaksa menarik

mundur para prajurit. Prajurit Pangeran Mangkubumi banyak yang tewas dan

terluka parah. Mangkunagara I beserta rombongan kemudian melanjutkan

perjalanan ke Sokawati, sepanjang perjalanan rombongan Mangkunagara I

sering mendapat serangan dari pemerintah kolonial dan prajurit Pangeran

Mangkubumi, dan serangan tersebut dapat dikalahkan oleh Mangkunagara I.

Dalam Babad Pakunagara Jilid I, peristiwa tersebut tertuang dalam pupuh ke-

14 Pangkur, pupuh ke-15 Durma, dan pupuh ke-16 Dhandhanggula sebagai

berikut:

Injing tengara umangkatsabalane Kanjeng Pangeran Dipatibakda Siyam angkatipundumateng ing bang wetanarsa nglanggar Pangeran Dipati jinujunganen kang putra Susunanwonten Madiun negariSarageni lan panumbaksamya majeng kitha rinangsang waniBupatine ing Madiunwasta Purwanegarawus kacandhak ing ngrana pan sampun lampustinigas mustakanirarabine wus den boyongi (Pupuh ke-14 Pangkur, 1981:393-394).

Kawarna susunan kang wonten Bancarsareng aturan uningyen Madiun bedhahPurwanegara pejahkang putra Pangeran DipatiAnom lumajarngungsi dhateng wanadriLir sinipi dukane Sri Naranatakadya metuwa genidandan sahabala

Page 21: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

21

sigra nembang tengaramiranti wadya prajuritseksana mangkatsaking Bancar Nrepati (Pupuh ke-15 Durma, 1981:398)

Katur kanjeng Pangeran dipatianggur lan mawis kalih gotongansampun katur sedayanesuka sajroning kalbunulya wonten putusan praptiBrahimwiranegaraing Malang cumundhukpapatihipun kang praptambekta rencangkalih dasa atur bektikatur pangeran dipatya

Nunten katolak mantuk tumulipatih ing Malang pan binusanansarta pinisalin kabehkelambi nyamping dhuwungmarang Kanjeng Pangeran Dipatisarta Wiranegarakapatedhan sabuksasaput rati kencanalan kaparing dhuwung saput kajeng singgihinggih sruwa kencanaBupatine Madiun tinudingkang ngawasta raden Sumadirja

Jeng Gusti pangandikanelumakua sun tuduhangeriga manca negarikang bang wetan sedayaaja no kang kantunlan mantri jero nindhihanamantri siji iya si JayangpangranginSumodirja wot Sekar

Dyan papatih Kadhiri kang praptipan awasta Tumenggung Katawengansarta lawan panguluneutusan sampun katurmarang kanjeng Pangeran Dipatiingkang angirid sowannenggih abdinipun

Page 22: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

22

Kanjeng Pangeran Adipatyawasta Tandhawijaya ingkang angiridangaturken prasetyapan katrima ing Kangjeng Pangeran Dipatipan kinula wisudha

Sampun prapta ngajengan watsarisigra matur raden Sumadirjapranata atur sembaheamba tuwan ingutusanimbali manca negariing bang wetan sedayaing mangke pan sampuningkang sowan ing pandukaKertasana ngebleg Pace ing Carubankatura ing paduka (Pupuh ke-16 Dhandhanggula, 1981:415-417)

Pada tahun 1755 terjadi Perjanjian Giyanti, perjanjian tersebut

membuktikan bahwa Mataram telah dibagi menjadi dua wilayah kekuasaan

yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, tercantum dalam

Babad Pakunagara Jilid II pupuh ke-20 Dhandhanggula yaitu sebagai berikut:

Sawernine kang baris ing jawiKasultanan wus mundur sedayaing Sala punapa deningwus rakit tatanipunsawurine baris Kumpenidyan larih sarta urmatDeller nulya muwuswus pasthi karsaning AllahSultan Sunan Ingkang mijil ing Kumpenipinaro nagri Jawi (Pupuh ke-20 Dhandhanggula, 1981:59).

Mangkunagara I telah mengetahui bahwa Mataram telah dibagi

menjadi dua wilayah kekuasaan, disisi lain Mangkunagara I juga

diperintahkan untuk kembali ke Surakarta oleh Paku Buwana III.

Mangkunagara I tidak menghiraukan perintah Paku Buwana III, melainkan

melanjutkan perjalanan ke Pamenang dan mendirikan pesanggrahan.

Tercantum dalam Babad Pakunagara Jilid II pupuh ke-21 Asmaradana yaitu

sebagai berikut:

Kaladinten Senen Manis

Page 23: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

23

anuju tanggal ping tigasasi Jumadilawalewonten gandhek ingkang praptasaking Sunan ing Salabekta surat sampun katuring Kanjeng Pangeran Dipatya

Sasmitane ingkang tulisKanjeng Susunan ing Salasuka uninga wiyoseyen pinaro nagri Jawamaru lan paman Sultankawula kontit kalangkungnora darbe wong atuwa

Mung dina kangmas Dipatiyogya momonga kawulakawula langkung kontitememaru lan paman Sultanmila dika momongalan dika kangmas rumuwunbinecikan ibu rama

Mila kawula aturikangmas momonga kawulasampunya maos surateanjenger tan andikaPangran angandikadyan karya surat sul-angsulgandhek tinundung lumepas (Pupuh ke-21 Asmaradana, 1981:63)

Lampahe Pangran Dipatisadalu sipeng ing margaenjing lajeng sabalanenulya prapta ing Pamenangatata masanggrahannulya wonten ingkang rawuhPangeran Cakranegara (Pupuh ke-21 Asmaradana, 1981:64)

Wau Pangran Dipatitaksih wonten ing Pamenangsasi Puasa mangsanesemana Ranadipuraangaturi uningasareng dinten AkhadipunSiyam tanggal kalih welas (Pupuh ke-21 Asmaradana, 1981:71)

Page 24: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

24

Mangkunagara I kemudian melanjutkan perjalanan ke Grobogan.

Sepanjang perjalanan rombongan prajurit Mangkunagara I mendapat serangan

dari prajurit Sultan, prajurit Surakarta dan pemerintah kolonial. Pemerintah

kolonial terus mengejar rombongan prajurit Mangkunagara I, tetapi

Mangkunagara I tetap melanjutkan perjalanan ke Kudus, Pati, dan Rembang.

Tercantum dalam Babad Pakunagara Jilid II pupuh ke-23 Durma yaitu

sebagai berikut:

Pan sadalu enjang anjog GroboganKateguhan wus praptisadalu dyan mangkatdalu rereb Barangkalsadalu enjang lumarisngaler lelampahmanengan mring pasisir

Nulya lajeng mring kitha Kudus binedhahdinten Sabtu Pon unimaksih sasi Besarwolulikur tanggalnyadandanan gumelar karisami rinayahkitha lajeng binesmi

Jeng Pangeran Dipati amasanggrahaning Gulang bumi Pathienjang alelampahlajeng ambedhah kithaing Pathi besmeniamasanggrahanwetan kitha ing Pathi

Dyan tengara enjing umangkat mangetanwadyabala lumarissamarga ngrarayahbumi Rembang kacikanarereb dhaham salatribayong angrayahsarta ngabong abongi (Pupuh ke-23 Durma, 1981:102-104)

Pengejaran terhadap Mangkunagara I terus dilakukan oleh

pemerintah kolonial dan sultan. Akhirnya rombongan prajurit Mangkunagara

berada di Sima, rombongan tersebut mendapat serangan dari pemerintah

Page 25: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

25

kolonial dan sultan. Prajurit Mangkunagara menjadi kacau karena musuh yang

dihadapi terlalu banyak serta medan perang yang sangat sulit. Pangeran

Mangkunagara I terpaksa mundur dan menghindar dari kejaran pemerintah

kolonial dan sultan. Rombongan Mangkunagara I kemudian mendirikan

pesanggrahan di Kaduwang untuk menyusun kembali kekuatan prajuritnya.

Pemerintah kolonial dan sultan masih terus mengejar Mangkunagara I, hingga

rombongan tersebut sampai di Kaduwang dan melakukan penyerangan ter-

hadap rombongan Mangkunagara I. Tercantum dalam Babad Pakunagara Jilid

II pupuh ke-26 Pangkur dan pupuh ke-27 Asmaradana, yaitu sebagai berikut:

Lagya andungkap ing Simadyan katingal mengsah ingkang nututigander ingkang kaduluamyang sanginggil arganulya lurah Srageni ingkang umaturmring Ki Patih Danawarsayen mengsah dhateng nututi

Sultan Kumpeni wong Salasampun kumpul sedaya dadi sijisayekti karoban mungsuhyen pami ingoncatankatanggelan kapelak pakewet lakulangkung kewran ing wardayakemengan Pangran Dipati

Kang wuri kacandhak mengsahlawan kuwur tumut dipun bedhiligugup sedaya lumayuwong dharat salang tunjangrebat marga lancing linancang lumayujejel tur pipit-pipitansaking pakeweding margi (Pupuh ke-26 Pangkur, 1981:151-153).

Gigrig Pangeran Adipatikontit datan ngangge rewangmundur lon-lonan karsanenulya katunjang ing kathahingkang samya lumaywadening mantra kang mundurlampahipun alon-lonan (Pupuh ke-27 Asmaradana, 1981:162)

Wau Pangran Adipati

Page 26: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

26

Saregeni kathat praptagennya rereb antaraneamangsa ri kawan dinadyan bubar milih papanngidul ngetan nabrang banyurereb ing bumi Kaduwang

Sela agung pinggir kaligenira amasanggrahananata-nata balanesakarine ingkang balasarta tumbas turanggapinarengaken balanipunkang dhateng tan darbe kuda (Pupuh ke-27 Asmaradana, 1981:164)

Sedalu miyarsa wartiyen Kumpeni katawelanlan mancanegara kabehmajeng ngancik ing Kaduwangmisuwur kang pawartawonten dening balanipunPangeran Mangkunegara

Kang tinilar Sarageniwonten Tinong sampun kalahsampun binujung wartinewau sa Pangeran Dipatyasareng mirsa wartaarsa anglanggar mangkat ngidulmalah kang ngancik Kaduwang (Pupuh ke-27 Asmaradana,1981:168-169)

Pada tahun 1755 tepatnya setelah Perjanjian Giyanti, Mangkunagara I

merasa kecewa dan timbul perasaan iri karena Pangeran Mangkubumi berhak

mendapatkan sebagian wilayah Mataram. Keadaan tersebut menyebabkan

Mangkunagara I berniat menyerang istana Yogyakarta Akan tetapi sebelum

rencana tersebut berjalan, dari pihak pasukan Yogyakarta terlebih dahulu

menyerang markas Mangkunagara I. Penyerangan markas tersebut tidak

membuat Mangkunagara I menyerah, akhirnya Mangkunagara I berniat

kembali untuk melakukan penyerangan terhadap Kasultanan Yogyakarta. Para

kerabat mengusulkan hendaknya Mangkunagara I membatalkan niat tersebut,

karena kekuatan prajurit Mangkunegaran tidak seimbang dengan Kasultanan

Page 27: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

27

Yogyakarta. Mangkunagara I tidak menghiraukan usul para kerabat, akhirnya

tepat pada bulan Februari 1756 rombongan prajurit Mangkunegaran berangkat

ke Kasultanan Yogyakarta. Ketika sampai di Prambanan, rombongan prajurit

Mangkunegaran di hadang oleh pasukan kolonial, dan pada saat itu terjadi

pertempuran. Benteng kolonial diserang, dan prajurit Mangkunegaran berhasil

masuk ke dalam istana Kasultanan Yogyakarta serta membakar istana

tersebut. Tercantum dalam Babad Pakunagara Jilid II pupuh ke-28 Durma,

sebagai berikut:

Kala dinten ing Kemis tanggal ping tigaSapar tahun Jimakirlumebet MataramPangeran Adipatyakapapag gandhek Kumpenikapal sakawankapendhak kang mejahi

Sragenine Pangran Dipati Mataramsarwi ambekta bedhil kapapag ing margamring Kapendhak ing ngarsalajeng samya den lecetisakawan pisannulya lajeng lumaris

Nulya dhateng pagriyane jawinatalan kadhaton tan tebihpernah kidul wetancaket saking kadhatyanambedhah pager kang wingkingnulya nyenjatagiyak griya binesmi

Wong Metaram gegeripun apuyengenlumaywa ting jaleritmantrining MetaramSindusastra pralayawong Kapendhak kang mateniKi Jawinatalumajeng niba tangi

Pan Kumpeni dharat ingkang tengga jagangpasowan kidul nuliamapag ing yuda

Page 28: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

28

sarta bendrong senjataPangeran dipun bedhilisabalaniraumangkat ing ajurit

Mantri Jero ingatag nerak sedayamajeng mangamuk ngukikcampuh ing ayudatan kandheg sinenjataKumpeni dhadhal umirissabalaniralumajeng wong Kumpeni

Dadya ura tatanipun ting balesarbubar tataning juritPangeran Dipatyaandaleya ing karsamarang pomahan Welandiangambil arakpisah bala prajurit

Wantu pating balesar arebut paranura dipun bedhilimundur kumpul nulyamedal sing pabitinganmundur alon males bedhilKumpeni sigrakandheg sajroning biting

Mundur alon prajurit Mangkunegarankinarutug ing bedhilmantri jero satunggalingkang pejah ing ranaDen Adikusuma kaninsampun atataprajurit mangsah kalih

Campuh bedhil saking jroning pabitinganlan sawijining bitingdangu dennya yudaangraos tanpa gunamengsah Kumpeni jro bitingmundur lon-lonanPangeran Adipati (Pupuh ke-28 Durma, 1981:189-192)

Page 29: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

29

Selanjutnya serangan balasan dilakukan oleh prajurit Kasultanan,

prajurit Mangkunegaran yang saat itu sedang berada di Semanggi terdesak,

namun pertempuran mereda karena prajurit Kasultanan menyadari bahwa

daerah tersebut merupakan kekuasaan Kasunanan Surakarta. Prajurit

Mangkunegaran segera melarikan diri, dan melanjutkan perjalanan ke utara

hingga sampai ke daerah Kuwu, Purwodadi. Di Kuwu Mangkunagara I

berhasil membentuk pusat pertahanan, sehingga prajurit Mangkunegaran

semakin bertambah besar. Selama di Kuwu, Mangkunagara I diserang oleh

tiga kekuatan gabungan yaitu prajurit Kasunanan yang dipimpin oleh Patih

Mangkupraja, pemerintah kolonial dipimpin oleh Jan hendrik dan Sceber,

serta prajurit Kasultanan dipimpin oleh patih Suryonagara. Pertempuran yang

terjadi semakin besar, bahkan Mayor Sceber tewas dalam pertempuran

tersebut. Kekalahan mulai menimpa prajurit Mangkunegaran, prajurit yang

tersisa hanya tinggal 20 orang. Akibat keadaan tersebut akhirnya

Mangkunagara I beserta para pengikut beristirahat di Lawang, sedangkan

barisan musuh berhenti di Kuwu. Selama di daerah Lawang Mangkunagara I

merasa sangat sedih dengan kondisi yang sedang dialaminya. Berbagai

pertempuran telah dilakukan namun pihak kolonial, Kasunanan dan

Kasultanan tidak mampu menangkap Mangkunagara I, akhirnya pertempuran

dihentikan dan penyelesaian diplomasi dilakukan demi terhentinya perlawanan

yang dilakukan Mangkunagara I (Kamajaya, 1993).

Perlawanan yang dilakukan oleh Mangkunagara I tidak dapat

dipadamkan oleh pemerinah kolonial dan kekuatan gabungan yaitu prajurit

Kasunanan dan Kasultanan. Jalan satu-satunya untuk memadamkan

perlawanan Mangkunagara I adalah diadakan perdamaian. Nicolash Harting

melaporkan tentang rencana perdamaian di Mataram kepada Gubernur

Batavia. Rencana tersebut sangat didukung oleh Gubernur Batavia, sebab

semenjak terjadi peristiwa Geger Pacinan sampai pada pertempuran di Kuwu

pihak pemerintah kolonial mengalami kerugian yang cukup besar untuk

membiayai pertempuran, ditambah lagi dengan tewasnya Mayor Sceber yang

amat berjasa bagi pemerintah kolonial.

Page 30: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

30

Pemerintah kolonial bergerak cepat untuk melakukan upaya

diplomasi, musyawarah dilakukan dengan para bupati yang ikut dalam

pertempuran di Kuwu yaitu R.T. Mangkuyuda, R.T. Arungbinang, R.T.

Suradiningrat, R.T. Sastradiningrat, dan R.T. Sujanapura. Para bupati tersebut

menyetujui agar Mangkunagara I dibujuk pulang ke Surakarta. R.T.

Mangkuyuda berpendapat bahwa hendaknya perlu diadakan perundingan

diantara Paku Buwana III dan Hamengku Buwana I, untuk membuat

kesepakatan diantara keduanya yang bersedia memberikan sebagian wilayah

kekuasaan kepada Mangkunagara I. Sultan Hamengku Buwana I ternyata

menolak jika wilayahnya harus dibagi dengan Mangkunagara I, dan Sunan

Paku Buwana III bersedia untuk memberikan sebagian wilayah kekuasaan

kepada Mangkunagara I. Paku Buwana III perlu mengambil keputusan

tersebut karena menganggap bahwa perlindungan dari Mangkunagara I sangat

diperlukan guna menciptakan perseimbangan anatara Surakarta dan

Yogyakarta (Dwidjasusana, Sastradihardja, & Harsana, 1972).

Diplomasi dengan Mangkunagara I dilakukan oleh Sunan Paku

Buwana III, Ideller Harting, dan Oprup Abrem. Paku Buwana III, Ideller

Harting, dan Oprup Abrem telah beberapa kali mengirim surat kepada

Mangkunagara I, inti dari surat tersebut adalah membujuk Mangkunagara I

supaya bersedia kembali ke Surakarta. Pangeran Mangkunagara I juga

beberapa kali mengirim surat balasan dengan mengutus Pangeran

Mangkudiningrat. Tercantum dalam Babad Pakunagara Jilid II pupuh ke-29

Dhandhanggula sebagai berikut:

Saking kilen Kyai Wangsanitimantri Sala kahune Sang Natalulurah Suryanatanekawite ngestri ikunilar Dhreji ingkang wawangilan Wangsaniti rembaging pramilanipunKi Wangsaniti putusanatur surat dhumateng Pangeran DipatiGreji kang bekta surat

Page 31: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

31

Sampun katur ing Pangeran Dipatipunang surat sampun tinupiksawus kacipta sasmitanengaturi penedipunKanjeng Sunan Sala sayektimring Pangran Adipatyanulya patihipuntinuding ngangsuli seratingkang pened mring Ngabehi Wangsanitisurat wus ingangsulan

Sampun katur mring Pangran Dipatisurat saking Susunan ing Salawus kacipta sasmitanePangran Dipati wauangangsuli kang ponang tulisdhateng Susunan Salalawan malih asungsartane asuka suratmarang Uprup ing Sala sampun lumarisSenen tanggal ping tigaIng Jumadilawal ponang sasisurat kekalih dhateng ing Salataksi taun Jimakireantara kalih daluSunan Sala putusan praptiwong gandhek kang dinutasurat sampun katuring Pangeran Adipatyaingkang rayi katimbalan ing NerpatiPangeran Mangkudiningrat

Pangeran Mangkudiningrat tinudinglan kanthiya sira Pringgalayamarang ing Sala sun kengkenPangran Dipati muwuswus mangkata ta sira yayilawan si Pringgalayaden prayit neng kewuhkang rayi matur sandikanulya lengser saking ngajengan wotsarilawan Ki Pringgalaya (Pupuh ke-29 Dhandhanggula, 1981:203-205).

Pangran Dipati ngangsuli tulismarang Uprup miwah marang Sunannulya dinten Jumungahe

Page 32: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

32

Legi pasaranipunwolulikur tanggal winilissasi Jumadilawalbala angkatipunPangran Dipati semanatinimbalan mring Sala rayi Nerpatimomonga rayi Nata (Pupuh ke-29 Dhandhanggula, 1981:207).

Pangeran Mangkunagara I diminta untuk kembali ke Surakarta.

Pangeran Mangkunagara I menyetujui perintah tersebut dengan mengajukan

beberapa syarat yaitu gelar yang dipakai oleh Mangkunagara I tetap dengan

sebutan Kanjeng Adipati Arya Mangkunagara (seperti gelar sang ayah), semua

tanah yang pernah dikuasai tetap menjadi milik Mangkunagara I, dan rumah

kepatihan Sinduprajan (Mangkuyudan) beserta perkampungan menjadi milik

Mangkunagara I. Syarat tersebut disetujui oleh Paku Buwana III dan Pangeran

Mangkunagara I diminta untuk kembali ke Surakarta pada hari Kamis Paing

tanggal 4 Jumadilakir tahun Jimakir 1682, jam 5 sore. Tepat pada tanggal

tersebut Pangeran Mangkunagara I beserta rombongan kembali ke Surakarta,

dengan dijemput langsung oleh Paku Buwana III dan Oprup Abrem di

Karangtunggon (Bekonang). Pada malam Jumat Pon, tanggal 5 Jumadilakir

tahun Jimakir Windu Adi tahun 1682 atau 1756 M, Pangeran Mangkunagara I

menempati rumah yang baru di Istana Mangkuyudan atau Pura

Mangkunegaran. Tercantum dalam Babad Pakunagara Jilid II pupuh ke-30

Sinom sebagai berikut:

Arsa mapag mring kang rakaKanjeng Pangeran DipatiKumpeni lawan Sang Natadhusun Tunggon den resikiTunggon sampun rinakitpasanggrahan badhe methukmuntab wadya ing Salakang busana warni-warniSri Narendra umangkat nitih turangga

Urmat mariyem saurantambur salompret melingitata lampahing gegamanbengawan dipun sasaki

Page 33: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

33

sampun nabrang benawiing Tunggon pan sampun rawuhdyan Pangeran Dipatyaing Tunggon praptane karisampun panggih lan Susunan sasalaman

Lan Uprup atatabeyansamya pilenggahan kursikala dinten Kemis enjangping sakawan punang sasiPahing Jumadilakirmaksi Jimakir kang taunKarna Liman Bahing Ratbarondongan mriyem muniurmat agung tambur salompret gamelan

Campur kang bala gumerahSusunan ngandika ariskakangmas kawilujengankang raka umatur arisinggih nuwun Nerpatikawula sami rahayudyan larih sarta urmatprajangji kadya ing nguniSri Narendra anaguhi ingkang panedha

Adangu apilenggahananelasaken prajangjiSunan lan Pangran DipatyaUprup Kumpeni ngidenisampun mateng kang jangjiasupata Sang Aprabuprasetya mring rakaPangran Dipati nimbangisarta Uprup animbangi asupata

Sampun mateng prajangjianurmat sarta nginum awismariyeme barondongangamelan salendro muniSunan ngandika ariskakangmas daweg alajungdika emong kawuladalem asala negarisampun tanggung gen dika tresna ing kula (Pupuh ke-30 Sinom,1981:211-213).

Page 34: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

34

Sapraptane nagri Salalajeng lumebeng ing nglajiPangran Dipati lan Sunansawadya para bupatipilenggahan ing kursiurmat senjata gumrudugmariyem barondongansinasegah mring KumpeniUprup Abrem sakalangkung urmat ira

Yen larih sarta senjatamariyeme wali-waliatembak ingkang tumingallulurung kebekan jalmisampunya gunem kawisSusunan ngandika arumdhateng Pangran Dipatyakakangmas andika karidika dalem ing sakarsa amiliyaAndika milih pemahankawula lumebeng purisampun dika taha-tahagih nagri dika pribaditan beda lawan mamikang raka matur anuwunnulya kondur Sang Natalan Uprup ngatur Nrepatipara Bupati kantun neng nglaji sedaya

Nulya Pangeran Dipatyamedal saking jroning nglajibupati ngiring sedayamiwah kang para Upeksingaler ngilen lumarismilih padamelanipunkatuju griyaniraTumenggung Mangkuyudekikang den braki mring Pangeran Adipatya

Mapan wanci tambur asarkala dinten Kemis Pahingtunggil tanggal ping sakawaning sasi JumadilakirNetra Gana Bah Jalmianenggih sengkalanipun

Page 35: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

35

Pangeran Adipatyalumebet dalem negaripinggir lepen Pepe pedalemanira (Pupuh ke-30 Sinom, 1981: 214-216).

Penyelesaian mengenai pembagian wilayah dan kedudukan

Mangkunagara I dilakukan pada hari Sabtu Legi tanggal 5 Jumadilawal, tahun

Alip Windu Kuntara 1683 atau 17 Maret 1757. Pada tanggal tersebut dilakukan

penandatangan surat perjanjian antara Paku Buwana III, Hamengku Buwana I

yang diwakilkan oleh Patih Danureja, dan Pangeran Mangkunagara I.

Penandatanganan surat perjanjian tersebut dilakukan di daerah Kali Cacing,

Salatiga dan disebut sebagai Perjanjian Salatiga. Menurut Perjanjian Salatiga

kedudukan Mangkunagara I tidak berbeda dengan raja-raja jawa, akan tetapi

terdapat beberapa ketentuan. Ketentuan tersebut yaitu Mangkunagara I tidak

diperkenankan duduk di atas singgasana, tidak diperbolehkan mendirikan Bale

Witana (Balai Penghadapan), tidak diperbolehkan membuat alun-alun beserta

sepasang pohon beringin, dan tidak diperbolehkan memutuskan hukuman mati.

Berdasarkan Perjanjian Salatiga tersebut, Mangkunagara I juga berhak atas

tanah seluas 4000 karya, tersebar mulai dari Kaduwang, Nglaroh, Matesih,

Wiroko, Hariboyo, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Pajang sebelah

utara dan selatan dari jalan post Kartasura-Solo, Mataram (ditengah-tengah

kota Yogyakarta), dan Kedu. (Yayasan Mangadeg, 1988).

Perjanjian Salatiga merupakan bukti bahwa perjuangan

Mangkunagara I selama 16 tahun bukan merupakan hal yang sia-sia. Hasil dari

perjuangan tersebut adalah berdirinya Kadipaten Mangkunegaran. Kadipaten

Mangkunegaran berdiri bukan didasarkan pada belas kasihan atau berupa

hadiah, melainkan atas dasar perjuangan dengan kemampuan dan kekuatan

Mangkunagara I yang didukung oleh segenap keluarga, para kerabat, dan

rakyat. Dalam perjuangan selama 16 tahun tersebut tidak terlintas sedikitpun

rasa untuk menyerah, Mangkunagara I tetap kuat dan bertahan menghadapi

tekanan musuh. Perjuangan Mangkunagara I beserta para kerabat dan rakyat

dilandaskan pada falsafah Tri Darma, yaitu Mulat Sarira Angrasa Wani

(kenalilah dirimu sendiri, dan jadilah kuat serta pandai), Rumangsa Melu

Page 36: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

36

Handarbeni (angggaplah milik praja juga milikmu), Wajib Melu Hangrungkepi

(kewajiban untuk siap sedia membela kepentingan praja).

C. Kehidupan Kadipaten Mangkunegaran Pada Masa Kepemimpinan

Mangkunagara I

Perjanjian di Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 merupakan awal dari

masa kepemimpinan Mangkunagara I. Istana Mangkunegaran dibangun bukan

hanya sebagai “istana kadipaten”, melainkan sebagai sebuah pusat politik,

pemerintahan, kebudayaan, kemiliteran, serta keagamaan. Mangkunagara I yang

berkedudukan sebagai pemimpin, memperlihatkan seseorang yang teguh dalam

cita-cita, memiliki hubungan dekat dengan rakyat, serta tidak hanya berhasil

membangun kekuasaan, melainkan juga menunjukkan sebagai figur

kepemimpinan islam sekaligus “senapati kang linuwih” (Arifin, 1989).

Mangkunagara I berkedudukan sebagai kepala pemerintahan, memiliki kewajiban

untuk memajukan wilayah dan rakyatnya. Selama kurang lebih 40 tahun

memimpin Kadipaten Mangkunegaran, Mangkunagara I berusaha untuk

memajukan berbagai bidang, antara lain: pertahanan dan keamanan, ekonomi,

karya seni, serta keagamaan.

1. Pertahanan dan Keamanan

Mangkunagara I merupakan seorang kepala pemerintahan sekaligus

Prangwadana (panglima perang), memiliki kewajiban untuk meningkatkan

pertahanan dan keamanan di wilayah kekuasaan Kadipaten Mangkunegaran.

Dalam usaha meningkatkan pertahanan dan keamanan, Mangkunagara I

memberikan perhatian dengan melakukan pembinaan pasukan-pasukan ke-

militeran yang sudah ada semenjak masa perjuangan. Pasukan-pasukan

tersebut yaitu:

a. Landran Mangunkung

Landran Mangunkung merupakan pasukan yang terdiri dari 60

prajurit putri, berkendaraan kuda, serta bersenjatakan karabin dan

wedung.

Page 37: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

37

b. Golongan Seseliran

Golongan Seseliran merupakan kelompok pasukan yang terdiri

dari pasukan Jayengastra, Bijigan, Kapilih, Tatramrudita, Margarudita,

dan Taruastra. Masing-masing pasukan tersebut beranggotakan 44 orang

laki-laki, berkendaraan kuda, serta memakai senjata berupa: keris,

karabin, dan sabet (pedang).

c. Golongan Ngampil

Golongan Ngampil merupakan kelompok pasukan yang terdiri

dari pasukan Mijen, Nutrayu, dan Gulang-gulang. Masing-masing

pasukan tersebut beranggotakan 44 orang laki-laki, berkendaraan kuda,

serta bersenjatakan panah dan keris.

d. Pasukan Sarageni

Pasukan Sarageni merupakan pasukan darat yang terdiri dari 44

orang laki-laki, bersenjatakan panah dan keris.

Keempat pasukan tersebut merupakan pasukan inti yang sudah ada

sejak masa perjuangan Mangkunagara I, selain itu dibentuk pula pasukan-

pasukan baru yaitu Trunakrodha, Trunayudaka, Menakan, Tambakbaya,

Tambakrata, Dasawani, Dasarambat, Prangtandang, Gunasemita,

Gunatalikrama, Dasamuka, Dasarati, Marangge, Nirbitan, Trunaduta,

Trunasura, Handaka Lawung, Handaka Watang, Kauman, Danuwirutama,

Danuwirupaksa, Ciptaguna, Sabdamiguna, Madyahutama, Madyaprabata,

Madyaprajangga, Kutawinangun, Kurawinangun, Singkruda, Brajawenang,

Maradada, Prawirarana, Prawirasakti, dan Samaputra.

Prajurit-prajurit tersebut selalu mengadakan latihan-latihan

kemiliteran guna memperkuat ketahanan dari setiap pasukan ketika dalam

kondisi pertempuran. Dalam keadaan damai prajurit diwajibkan memelihara

kerbau untuk menggarap sawah, sedangkan dalam keadaan perang kerbau

digunakan untuk mengangkut kelengkapan perang. Prajurit laki-laki memiliki

tugas untuk memasang bata, mengawasi kuda, angkat-angkat barang dan lain

sebagainya. Prajurit wanita memiliki tugas untuk merawat panah, memberi

Page 38: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

38

cat, dan menjahit busana sebagai hadiah bagi wadyabaladi hari Grebeg,

Puasa, dan Maulud (Yayasan Mangadeg, 1988).

2. Ekonomi

Perekonomian merupakan suatu hal penting yang dapat menunjang

kemajuan suatu wilayah. Perekonomian juga dapat memajukan kesejahteraan

masyarakat. Mangkunagara I sebagai pemimpin di Kadipaten

Mangkunegaran, selalu memperhatikan masalah ekonomi di wilayah

kekuasaannya. Kemajuan kegiatan perekonomian di wilayah Kadipaten

Mangkunegaran didukung oleh kegiatan pertanian dan perdagangan di pasar-

pasar. Untuk memajukan pertanian, Mangkunagara I mengambil langkah

dengan cara membangun sistem pengairan, menata pola tanam, dan

mengembangkan kerja kolektif dalam penggarapan sawah. Pembangunan

sistem pengairan dilakukan dengan menggunakan jinantra, perbaikan sungai,

pengadaan bahan baku bangunan, serta dengan membuat saluran-saluran air

yang baru. Selain kegiatan pertanian, Mangkunagara I juga memajukan

kegiatan perkebunan dan pembudidayaan ternak sapi untuk kepentingan

menggarap sawah serta pengangkutan meriam ketika dalam masa peperangan

(Arifin, 1989).

Penunjang kegiatan ekonomi lain di wilayah Kadipaten

Mangkunegaran adalah kegiatan perdagangan. Mangkunagara I mengambil

langkah dengan mendirikan pasar-pasar sebagai pusat perdagangan. Pasar-

pasar tersebut yaitu Pasar Pon, Pasar Legi, dan Pasar Wage (Yayasan

Mangadeg, 1988). Pengembangan pasar dilakukan guna meningkatkan

keseimbangan antara perekonomian, distribusi dan keagaamaan.

Pembangunan pasar dilakukan secara sengaja oleh Mangkunagara I sebagai

tempat transaksi perdagangan hasil pertanian dan kebutuhan sehari-hari, baik

oleh kalangan orang pribumi maupun orang Cina. Dalam pegembangan pasar,

Pasar Legi dijadikan sebagai sentral perdagangan (pasar induk), sedangkan

Pasar Pon, Pasar Wage serta pasar-pasar lainnya merupakan pasar satelit.

Mangkunagara I memberikan perhatian lebih terhadap Pasar Legi, karena

pasar tersebut dijadikan sebagai eksperimen yang mempersatukan antara

Page 39: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

39

keagamaan dan pasar, sehingga pasar tersebut dibebaskan dari pajak.

Pembebasan pajak dikaitkan dengan kegiatan Islam di hari Jumat, sehingga

Pasar Legi disebut sebagai “pasar pamutihan”. Proses eksperimen yang

dilakukan oleh Mangkunagara I terhadap Pasar Legi merupakan upaya

penyatuan antara pasar dengan kegiatan-kegiatan keagamaan dan kebudayaan

dalam satu lingkungan. Konsep pasar yang dikembangkan oleh

Mangkunagara I merupakan suatu upaya “penyucian” pasar, dimana

penyucian tersebut dilakukan dengan cara sedekah (Yayasan Mangadeg,

1988)

3. Karya Seni

Karya seni memiliki kedudukan tersendiri di wilayah kraton, karya

seni yang bernilai tinggi biasanya dibuat oleh pujangga atau ahli seni kraton,

atau oleh raja itu sendiri. Mangkunagara I merupakan pemimpin yang

memberikan perhatian penuh terhadap seni budaya di Kadipaten

Mangkunegaran. Dua karakter yang berbeda yaitu kekerasan (dalam dimensi

perjuangan dan peperangan) dengan kelembutan rasa (dalam dimensi estetika

seni) dapat berpadu dalam diri Mangkunagara I. Di manapun Mangkunagara I

berada, baik dalam masa perang atau damai, kesenian selalu mendapat

perhatian utama ( Fananie & Sastronaryatmo, 1989).

Perkembangan pesat terjadi pada bidang seni budaya di Kadipaten

Mangkunegaran ketika masa kepemimpinan Mangkunagara I. Besarnya

kiprah Mangkunagara I dalam kegiatan seni buday menunjukkan bahwa

Mangkunagara I merupakan sosok yang dominan dalam mengembangkan

seni budaya. Karya seni yang dihasilkan oleh Mangkunagara I merupakan

karya seni yang bernilai tinggi baik secara fisik mauun filosofis. Beberapa

karya seni yang dihasilkan antara lain, gamelan Kyai Udan Riris (sl), Kyai

Udan Arum (pl), Kyai Kanyut (sl), Kyai Mesem (pl), gamelan Carabelan

Kyai Baswara, gamelan Kyai Pamedharsih (kodhok ngorek), gamelan

Monggang Pakurmatan Kyai Segarawindu, dan gamelan Lipur Kyai

Tambahoneng (sl. pl). Karya seni lain yang dihasilkan oleh Mangkunagara I,

antara lain Tarian Bedaya Mataram-Senopaten Anglirmendhung ( 7 penari

Page 40: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

40

wanita, pesinden, dan penabuh wanita), Tarian Bedaya-Senopaten

Diradameta ( 7 penari pria, pesinden, dan penabuh pria), Tarian Bedaya-

Senopaten Sukapratama (7 penari pria, pesinden, dan penabuh pria), tarian

taledekan atau tarian tayub, tarian srimpi munggeng kelir, tarian srimpi

wanita, tarian srimpi pria, tarian bangbangan, banyolan Semar-Bagong, tarian

sodoran carabali, tarian kapang, tarian kembang, tarian gelas, tarian tanjak

agero, tarian Remeng-Mataram, tarian watangan, tarian srimpi 4 penari

dengan panah, wayang kulit dalang laki-laki, wayang kulit dalang wanita,

wayang krucil, sesuluk sindhenan tarebang, rebana sindhenan, wayang wong

busana lengkap, wayang wong lugasan, dzikir-tarebangan, doa-rebana, srimpi

anak-anak, srimpi remaja putri, tarian rangin, tilawah (membaca Al-Qur’an),

salawat-tarebangan, peniup selompret, suling dan tambur wanita, tari

tayungan, dan bentuk penyajian karawitan (gamelan) (Yayasan Mangadeg,

1988).

Peranan Mangkunagara I dalam perkembangan budaya sangat

meningkatkan kejayaan kesenian pada abad ke-18. Peran yang dilakukan

dalam meletakkan dasar pengembangan bidang seni budaya tidak hanya

sekedar memenuhi kecintaan Mangkunagara I terhadap seni budaya,

melainkan semua terjalin dengan acara seremonial yang sudah menjadi tradisi

di Kadipaten Mangkunegaran.

4. Keagamaan

Mangkunagara I merupakan salah satu tokoh yang menarik dalam

sejarah, hal ini berkaitan dengan kehidupan keagaaman diri pribadi, keluarga,

dan rakyat. Ketika bertahta sebagai pangeran Adipati, Mangkunagara I tetap

memiliki komitmen yang tinggi sebagai seorang muslim. Mangkunagara I

merapkan nilai-nilai religius sebagai penyeimbang antara pemenuhan

kebutuhan lahir dan batin rakyat. Mangkunagara I berusaha mengikat erat

unsur sosio-kultural dengan unsur religius. Dalam hal ini misalkan, masjid

bukan hanya dijadikan sebagai tempat untuk melakukan shalat dan membaca

Al-Qur’an, melainkan juga sebagai tempat untuk berolah kanuragan dan

berlatih perang. Pendapa juga bukan sekedar untuk tempat menerima tamu,

Page 41: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

41

berlatih dan menggelarkan tari, atau berlatih dan memainkan gamelan, tetapi

juga sebagai tempat untuk mengadakan puji-pujian terhadap keagungan Illahi

dan membaca ayat-ayat Al-Qur’an (Ngemron & Maryadi, 1989).

Masalah budaya bukan merupakan sesuatu yang bersifat lepas dari

masalah keagamaan atau bertentangan dengan agama. Budaya harus tetap

dipelihara dan juga harus dijiwai dengan nafas keagamaan. Kondangan,

rebana, dan tarebangan merupakan manifestasi dari perkawinan antara seni

budaya dan unsur keagamaan. Begitu pula dengan tayuban, taledekan, dan

wayangan, ketiga kesenian tersebut bukan bagian dari ritual keagamaan akan

tetapi harus disisipi dengan jiwa keagamaan. Mangkunagara I sebagai

seorang kepala keluarga sekaligus kepala pemerintahan memiliki motivasi

bahwa kehidupan rohani harus dipelihara sebaik kehidupan fisik, sehingga

pendidikan keagamaan semacam belajar membaca Al-Qur’an dan belajar

shalat harus diajarkan dalam kehidupan sehari-hari rakyat dan keluarga.

Mangkunagara I bahkan mengajarkan sendiri masalah keagamaan tersebut

kepada rakyat dan keluarga (Ngemron & Maryadi, 1989).

Pendidikan keagamaan di wilayah Kadipaten Mangkunegaran

memang sangat diperhatikan oleh Mangkunagara I. Untuk memperlancar

keperluan pendidikan agama, maka Mangkunagara I perlu untuk

memperbanyak kitab suci Al-Qur’an. Oleh karena itu, didasarkan pada rasa

tanggung jawab yang amat besar terhadap kehidupan beragama rakyat, maka

Mangkunagara I menulis sendiri penggandaan kitab suci tersebut disela-sela

kesibukan sebagai kepala pemerintahan. Selain itu, menyadari bahwa masjid

merupakan pusat kegiatan rakyat sekaligus sebagai tempat belajar agama,

maka Mangkunagara I berinisiatif mendirikan beberapa masjid, antara lain

masjid “ler kali”(sebelah utara sungai Pepe), masjid Suragama, masjid Jaba

(luar istana), termasuk membantu pembangunan masjid Agung dengan sirap

sebanyak 4000 buah (Ngemron & Maryadi, 1989).

Mangkunagara I merupakan pemimpin yang sangat bertanggung

jawab terhadap rakyat. Segala aspek yang berkaitan dengan kehidupan rakyat

sangat diperhatikan oleh Mangkunagara I. Pengabdian terhadap Kadipaten

Page 42: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

42

Mangkunegaran dan rakyat terus dilakukan hingga masa akhir kepemimpinan

yaitu 28 Desember 1795.

D. Implementasi Isi Babad Pakunagara dan Perjuangan Mangkunagara I

dalam Pembelajaran Sejarah

1. Pembelajaran Sejarah dalam Kurikulum 2013

Sejarah adalah penggambaran dari peristiwa masa lalu yang telah

disusun sedemikian rupa berdasarkan fakta-fakta yang ada. Peristiwa sejarah

disusun berdasarkan kronologis waktu, tempat, dan tokoh yang ada dalam

peristiwa sejarah tersebut. Manfaat belajar sejarah ada 3 yaitu memberikan

pengalaman peristiwa sejarah di masa lalu baik dari sisi positif maupun negatif

supaya kesalahan yang pernah terjadi tidak terulang kembali di masa yang akan

datang, mengetahui hukum sejarah yang berlaku untuk dijadikan suatu

pembelajaran generasi penerus dalam mengatasi permasalahan masa kini dan

masa yang akan datang, menumbuhkan sikap kedewasaan berpikir, memiliki

cara pandang lebih luas untuk bertindak lebih bijaksana dalam mengambil

keputusan (Tamburaka, 1999).

Pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran sejarah yang

mampu menumbuhkan rasa keingintahuan siswa mengenai peristiwa sejarah

yang pernah terjadi. Sehingga siswa tersebut memiliki inisiatif untuk mencari

tahu peristiwa-peristiwa sejarah yang pernah terjadi, tokoh yang ada dalam

peristiwa sejarah, dan makna apa yang terkandung dalam peristiwa sejarah

tersebut. Belajar sejarah supaya lebih menarik hendaknya dilakukan dengan

metode-metode yang dapat menumbuhkan rasa tanggap siswa terhadap materi

sejarah yang diajarkan, misalkan dengan kuis atau dengan menggunakan media

pembelajaran yang menarik, sehingga siswa dapat memahami pembelajaran

sejarah yang diajarkan oleh guru. Selain itu, guru juga dapat memanfaatkan

peristiwa sejarah dilingkungan sekitar (lokal) untuk mengarah pada peristiwa

sejarah yang lebih luas (nasional), misalkan perlawanan-perlawanan yang

dilakukan oleh pejuang di daerah tertentu terhadap pemerintah kolonial pada

masa penjajahan.

Page 43: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

43

Fungsi dan tujuan pendidikan sejarah tidak diragukan lagi manfaatnya

bagi pembangunan sebuah bangsa. Sebagai sebuah mata pelajaran di sekolah,

sejarah tidak lagi terpisah dari nilai-nilai dan peneladanan dari tokoh-tokoh

sebuah bangsa dan negara yang diharapkan akan diteruskan oleh para generasi

berikutnya.

Pendidikan sejarah merupakan media pendidikan yang paling ampuh

untuk memperkenalkan kepada peserta didik tentang bangsanya di masa

lampau. Hassan (2012) mengemukakan setidaknya ada dua tujuan penting dari

pendidikan sejarah, pertama sebagai media yang mampu mengembangkan

potensi peserta didik untuk mengenal nilai-nilai bangsa yang terus bertahan,

berubah dan menjadi milik bangsa masa kini. Melalui pendidikan sejarah,

peserta didik belajar mengenal bangsanya dan dirinya. Tujuan yang kedua

adalah sebagai wahana pendidikan untuk mengembangkan disiplin ilmu

sejarah.

Hunt (2007) menjelaskan menurut hasil kerja dari History Working

Group, ada sembilan tujuan dari pembelajaran sejarah di sekolah, antara lain

adalah : (1) Untuk memahami masa kini dalam konteks masa lalu, (2) Untuk

membangkitkan minat dari masa lalu, (3) Untuk memberikan identitas dari

para siswa (kebangsaan), (4) Untuk membantu memberikan murid pemahaman

tentang akar dan warisan budaya mereka, (5) Untuk berkontribusi terhadap

pemahaman dan pengetahuan peserta didik mengenai negara dan kebudayaan

berbeda dalam dunia modern, (6) Untuk melatih pikiran dengan studi disiplin

ilmu sejarah, (7) Untuk memperkenalkan siswa metodologi sejarah yang khas,

(8) Untuk mendorong bagian lain dari kurikulum, (9) Untuk mempersiapkan

siswa menuju kehidupan dewasa.

Kesembilan tujuan dari belajar sejarah di sekolah tersebut, memuat

baik dimensi kegunaan belajar sejarah dalam tataran praktis, yaitu sebagai

media membangun identitas bangsanya, sekaligus dimensi melatih siswa dalam

kemampuan khas dari disiplin ilmu sejarah itu sendiri.

Dokumen kurikulum 2013 (2012) menyatakan kurikulum adalah suatu

respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam

Page 44: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

44

membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum adalah

rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik

mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang

menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas

yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Kurikulum 2013 adalah kurikulum

berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah “outcomes-based

curriculum” dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada

pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian

hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi

(Kemendikbud 2012)

Karakteristik kurikulum 2013 yaitu isi kurikulum adalah kompetensi

yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci

lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Inti (KI) adalah

gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta

didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran, sedangkan

Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik

untuk suatu mata pelajaran di kelas tertentu. Prinsip pengembangan kurikulum

2013 didasarkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan

daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kepentingan nasional dikembangkan melalui penentuan struktur kurikulum,

Kompetensi Inti (KI), dan Kemampuan Dasar serta silabus. Kepentingan

daerah dikembangkan guna membangun manusia yang tidak tercabut dari akar

budaya dan mampu berkontribusi langsung kepada masyarakat disekitar.

Kedua kepentingan ini saling mengisi dan memberdayakan keragaman dan

kebersatuan yang di-nyatakan dalam Bhineka Tunggal Ika untuk membangun

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam kurikulum 2013, pelajaran Sejarah dimasukkan dalam dua

pengelompokan, yaitu mata pelajaran wajib dan mata pelajaran peminatan.

Sejarah sebagai mata pelajaran wajib berlabel Sejarah Indonesia, sedangkan

dalam peminatan, sejarah dimasukkan dalam peminatan sosial dimana berada

dalam satu rumpun dengan ekonomi, sosiologi dan antropologi, serta geografi

Page 45: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

45

yang berada dalam peminatan sosial (Nurul Fajri, 2013). Berdasarkan

Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam kurikulum 2013,

Mata Pelajaran Sejarah bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan yaitu:

a. Mengembangkan rasa kebangsaan, cinta tanah air, dan penghargaan

terhadap nilai dan prestasi bangsa.

b. Mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri, masyarakat, dan

bangsanya.

c. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya konsep waktu dan

ruang dalam berfikir kesejarahan.

d. Mengembangkan kemampuan berfikir sejarah, ketrampilan sejarah, dan

wawasan terhadap isi sejarah, serta menerapkan kemampuan, ketrampilan

dan wawasan dalam kehidupan masa kini.

e. Mengembangkan perilaku yang didasarkan pada nilai dan moral yang

mencerminkan karakter diri, masyarakat, dan bangsa.

f. Menanamkan sikap berorientasi kepada masa kini dan masa depan.

g. Memahami dan mampu menangani isu-isu kontroversial untuk mengkaji

permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakatnya.

h. Mengembangkan pemahaman internasional dalam menelaah fenomena

aktual.

Sejarah lokal merupakan materi baru dalam pembelajaran sejarah.

Sejarah lokal sendiri sudah mulai dicantumkam dalam kurikulum 2013.

Sejarah lokal yang merupakan materi baru memperoleh peluang yang luas

untuk dipelajari dalam mata pelajaran sejarah peminatan di jenjang sekolah

menengah atas. Dalam pembelajaran sejarah, sejarah lokal memiliki manfaat

yaitu siswa dapat menggali peristiwa baru dalam sejarah, menumbuhkan rasa

nasionalisme, siswa dapat mengetahui sejarah yang ada di lingkungan

sekitarnya, dan siswa mampu mendiskripsikan konsep dan ruang lingkup

sejarah lokal. Sejarah lokal sebagai sejarah suatu tempat yang batasannya

ditentukan oleh perjanjian yang diajukan penulis sejarah (Taufik Abdullah,

1990). Didalam kurikulum 2013 masing-masing daerah diminta untuk

mengembangkan materi sejarah lokal guna memperkaya pengetahuan dan

Page 46: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

46

pemahaman siswa. Siswa juga diharapkan mampu mendiskripsikan konsep

dan ruang lingkup sejarah lokal, serta memiliki inisiatif untuk mencari

peristiwa baru dalam sejarah yang jarang atau bahkan tidak tercantum dalam

materi pembelajaran sejarah nasional.

2. Implementasi Isi Babad Pakunagara dan Perjuangan Mangkunagara I

dalam Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Kurikulum

2013.

Dalam kurikulum 2013 jenjang kelas XI, terdapat mata pelajaran

sejarah peminatan. Salah satu materi pembelajaran sejarah yang diajarkan

pada jenjang kelas XI yaitu proses berkembangnya penjajahan bangsa Barat,

materi tersebut tertuang dalam kebangkitan heroisme dan kebangsaan

Indonesia. Dalam Kompetensi Inti (KI) point 3 yang termuat dalam silabus

disebutkan yaitu memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan

faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin

tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan humaniora

dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban

terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan

prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan

minatnya untuk memecahkan masalah. Sedangkan untuk Kompetensi Dasar

(KD) point 3.7 menyebutkan yaitu menganalisis pengaruh imperialisme dan

kolonialisme Barat di Indonesia dalam bidang politik, ekonomi, sosial-

budaya, pendidikan dan agama serta perlawanan kerajaan Indonesia terhadap

imperialisme dan kolonialisme Barat.

Pengaruh kolonialisme di Indonesia dalam pembelajaran sejarah

memang dijelaskan dalam materi yang ada, namun penjelasan tersebut hanya

mencakup mengenai penjelasan sejarah nasional secara umum, sedangkan

untuk daerah-daerah lokal terdapat pengaruh yang cukup berbeda dari adanya

kolonialisme yang diterapkan oleh pemerintah kolonial. Dampak dari

pengaruh kolonialisme juga menimbulkan perlawanan-perlawanan.

Perlawanan dilakukan oleh penguasa lokal terhadap pemerintah kolonial

Belanda. Setiap aturan pemerintah kolonial dianggap merebut kemerdekaan

Page 47: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

47

dan merendahkan rakyat (Inna, 2013). Berbagai perlawanan terhadap

pemerintah kolonial telah dilakukan oleh tokoh lokal, sebagai contoh

perlawanan Mangkunagara I terhadap pemerintah kolonial di Surakarta.

Dengan dilakukannya penelitian yang bersifat lokal, maka akan memberikan

wawasan yang luas terhadap sejarah yang bersifat nasional.

Babad Pakunagara (Kemalon) merupakan babad yang berisi kisah

perjuangan Mangkunagara I dari tahun 1750 sampai 1756. Babad

Pakunagara terdiri dari 30 pupuh, dimana masing-masing pupuh tersebut

menjelaskan perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh Mangkunagara I

bersama para kerabat terhadap pemerintah kolonial sampai berhasil

mendirikan Kadipaten Mangkunegaran. Perjuangan dilakukan oleh

Mangkunagara I karena adanya alasan bahwa Mangkunagara I tidak

menginginkan pemerintah kolonial mencampuri urusan intern Mataram,

selain itu juga adanya alasan mengenai pengasingan terhadap Ayah

Mangkunagara I yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Perjuangan

Mangkunagara I yang tertuang dalam Babad Pakunagara diawali dengan

kisah perlawanan terhadap pemerintah kolonial di dusun Kemalon. Ketika itu

Mangkunagara I masih menyatukan kekuatan dengan ayah mertua sekaligus

paman yaitu Pangeran Mangkubumi. Kedua pangeran tersebut dengan gencar

melakukan perlawanan terhadap kolonial didaerah Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Sampai pada suatu ketika terjadi perselisihan antara Pangeran

Mangkubumi dan Mangkunagara I yang disebabkan oleh alasan yang bersifat

pribadi, dan Mangkunagara I berniat untuk berpisah dengan Pangeran

Mangkubumi. Perpisahan dengan Pangeran Mangkubumi menyebabkan

Mangkunagara I berjuang secara mandiri. Mangkunagara I tidak hanya

melawan kekuatan pemerintah kolonial dan Kraton Kasunanan, tetapi juga

harus menghadapi kekuatan Pangeran Mangkubumi yang ketika itu sudah

menjabat sebagai Sultan di Yogyakarta. Perlawanan-perlawanan terus

dilakukan oleh Mangkunagara I, sampai pada suatu ketika pemerintah

kolonial merasa bahwa perlawanan tersebut harus diakhiri dengan jalan

damai. Pemerintah kolonial mengadakan perundingan dengan Sunan Paku

Page 48: 1 BAB IV HASIL PENELITIAN - repository.uksw.edu

48

Buwana, perundingan tersebut membahas mengenai perdamaian dengan

Mangkunagara I. Paku Buwana menyetujui saran pemerintah kolonial dan

bersedia mengadakan perdamaian dengan Mangkunagara I. Mangkunagara I

juga bersedia untuk berdamai dengan Sunan Paku Buwana, perdamaian

tersebut dilakukan dengan mengajukan beberapa syarat. Syarat yang diajukan

oleh Mangkunagara I berupa wilayah kekuasaan, syarat tersebut diterima oleh

Sunan Paku Buwana. Mangkunagara I bersedia kembali ke Surakarta dan

menempati dalem Mangkuyudan yang sekarang menjadi Istana

Mangkunegaran.

Berdasarkan penjelasan mengenai isi Babad Pakunagara dan

perjuangan Mangkunagara I, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran

sejarah peminatan di kurikulum 2013 jenjang kelas XI SMA, isi Babad

Pakunagara dan perjuangan Mangkunagara I dapat diimplementasikan ke

dalam Kometensi Inti (KI) point 3 yaitu memahami, menerapkan dan

menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif

berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,

budaya dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,

kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta

menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai

dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah, dan Kompetensi

Dasar (KD) point 3.7 menyebutkan yaitu menganalisis pengaruh imperialisme

dan kolonialisme Barat di Indonesia dalam bidang politik, ekonomi, sosial-

budaya, pendidikan dan agama serta perlawanan kerajaan Indonesia terhadap

imperialisme dan kolonialisme Barat.