0721046_chapter 2 beton
DESCRIPTION
betonTRANSCRIPT
-
4 Universitas Kristen Maranatha
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Beton Bertulang
2.1.1 Beton
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat halus (pasir),
agregat kasar (kerikil, batu pecah), dan agregat lain yang dicampur menjadi satu
dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan
pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan
beton berlangsung. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan
fungsi dari banyak faktor, di antaranya adalah nilai banding campuran dan mutu
bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur,
dan kondisi perawatan pengerasannya. Terkadang, satu atau lebih bahan aditif
ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu.
Seperti substansi-substansi mirip batuan lainnya, beton memiliki kuat
tekan yang tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah. Nilai kuat tariknya hanya
berkisar 9% - 15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen
struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja
sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya,
terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun
pembagian tugas, dimana batang tulangan bertugas memperkuat dan menahan
gaya tarik, sedangkan beton diperhitungkan untuk menahan gaya tekan.
Material beton banyak dipakai dalam pekerjaan struktur karena
kelebihankelebihan yang dimilikinya. Material beton mempunyai beberapa
kelebihan sebagai berikut [Tjokrodimulyo 1996 : 2] :
1. Beton mampu menahan gaya tekan dengan baik, serta mempunyai sifat tahan
terhadap korosi dan pembusukan oleh kondisi lingkungan.
2. Beton segar dapat dengan mudah dicetak sesuai dengan keinginan. Cetakan
dapat pula dipakai berulang kali sehingga lebih ekonomis.
-
5 Universitas Kristen Maranatha
3. Beton segar dapat disemprotkan pada permukaan beton lama yang retak
maupun dapat diisikan kedalam retakan beton dalam proses perbaikan.
4. Beton segar dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada
tempattempat yang posisinya sulit.
5. Beton tahan aus dan tahan bakar, sehingga perawatannya lebih murah.
Selain beberapa kelebihan yang dimiliki, material beton juga memiliki
beberapa kekurangan. Material beton mempunyai beberapa kekurangan sebagai
berikut:
1. Beton dianggap tidak mampu menahan gaya tarik, sehingga mudah retak.
Nilai kuat tariknya hanya berkisar antara 9% 15% dari kuat tekannya. Oleh
karena itu perlu di beri baja tulangan sebagai penahan gaya tarik.
2. Beton keras menyusut dan mengembang bila terjadi perubahan suhu.
3. Untuk mendapatkan beton kedap air secara sempurna, harus dilakukan
dengan pengerjaan yang teliti.
4. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan diteliti secara
seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat
daktail, terutama pada struktur tahan gempa.
Modulus elastisitas beton (Ec) adalah rasio tegangan normal tekan
terhadap regangan yang timbul akibat tegangan tersebut. Nilai rasio ini berlaku
untuk tegangan di bawah batas proporsional material. Untuk beton normal, nilai
Ec dapat diambil sebesar 4700 .
Kuat tekan beton yang disyaratkan (fc) adalah kuat tekan beton yang
ditetapkan oleh perencana struktur (benda uji berbentuk silinder diameter 150 mm
dan tinggi 300 mm), untuk dipakai dalam perencanaan struktur beton, dinyatakan
dalam satuan MPa. Bila nilai fc di dalam tanda akar, maka hanya nilai numerik
dalam tanda akar saja yang dipakai, dan hasilnya tetap mempunyai satuan MPa.
2.1.2 Baja
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa
mengalami retak-retak. Agar beton dapat bekerja dengan baik, maka beton perlu
diberi perkuatan penulangan agar dapat menahan gaya tarik yang terjadi. Bahan
-
6 Universitas Kristen Maranatha
yang digunakan adalah baja karena baja memiliki sifat teknis yang
menguntungkan.
Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon
sebagai unsur paduan utamanya dimana berfungsi sebagai unsur pengeras. Unsur
paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah mangan, silikon, dan
tembaga. Dengan memberikan variasi antara kandungan karbon dan unsur paduan
lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan
karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya
(tensile strength), namun disisi lain membuatnya menjadi rapuh (brittle) dan
menurunkan daktilitasnya (ductility). Sehingga untuk menjamin agar tercapai
daktilitas minimum yang disyaratkan demi keamanan struktur, kadar karbon dan
unsur paduan lainnya tidak boleh melampaui suatu batas maksimum tertentu.
Selain dipengaruhi oleh komposisi kimianya, sifat-sifat fisis dan sifat-sifat
mekanis baja struktur juga dipengaruhi oleh proses canai di pabrik, serta riwayat
tegangan dan panas yang pernah dialami. Proses canai mempengaruhi
mikrostruktur baja, dengan demikian juga mempengaruhi sifat-sifat material baja
tersebut.
Seperti material beton, baja juga merupakan material isotropik yang
mempunyai sifat dan besaran elastik (properti) sama dalam semua arah. Sifat-sifat
terpenting baja adalah Modulus elastisitas baja (Es), tegangan leleh (fy), kekuatan
batas (fu), mutu baja, dan diameter batang.
Modulus elastisitas tulangan (Es) adalah rasio tegangan normal tarik
terhadap regangan yang timbul akibat tegangan tersebut. Nilai rasio ini berlaku
untuk tegangan di bawah batas proporsional material. Modulus elastisitas untuk
tulangan non-prategang Es boleh diambil sebesar 200000 MPa. Sedangkan
modulus elastisitas untuk tendon prategang, nilai Es ditentukan melalui pengujian
atau dari data pabrik. Kuat tarik leleh (fy) adalah kuat tarik leleh minimum yang
disyaratkan atau titik leleh dari tulangan dalam satuan MPa.
2.1.3 Beton Bertulang
Beton bertulang adalah suatu bahan material yang terbuat dari beton dan
baja tulangan. Kombinasi dari kedua material tersebut menghasilkan bahan
-
7 Universitas Kristen Maranatha
bangunan yang mempunyai sifat-sifat yang baik dari masing-masing bahan
bangunan tersebut. Kedua material tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
Beton mempunyai sifat yang bagus, yaitu mempunya kapasitas tekan yang
tinggi. Akan tetapi, beton juga mempunyai sifat yang buruk, yaitu lemah jika
dibebani tarik. Sedangkan baja tulangan mempunyai kapasitas yang tinggi
terhadap beban tarik, tetapi mempunyai kapasitas tekan yang rendah karena
bentuknya yang langsing (akan mudah mengalami tekuk terhadap beban tekan).
Namun, dengan menempatkan tulangan dibagian beton yang mengalami tegangan
tarik akan mengeliminasi kekurangan dari beton terhadap beban tarik. Demikian
juga bila baja tulangan ditaruh dibagian beton yang mengalami tekan, beton
disekeliling tulangan bersama-sama tulangan sengkang akan mencegah tulangan
mengalami tekuk. Kombinasi dari kedua bahan bangunan ini menghasilkan suatu
bahan bangunan baru yang memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibanding sifat-
sifat dari masing-masih bahan tersebut sebelum digabungkan.
Baja dianggap sebagai material homogen yang propertinya terdefinisi jelas
maka sebaliknya dengan material beton. Beton merupakan material heterogen dari
semen, mortar dan agregat batuan, yang properti mekaniknya bervariasi dan tidak
terdefinisi dengan pasti. Hanya untuk memudahkan dalam analisa saja maka
umumnya dianggap sebagai material homogen dalam konteks makro.
[Dewobroto, 2005].
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah
tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum dan direncanakan berdasarkan
asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang
bekerja.
2.2 Bangunan Gedung Beton Bertulang
2.2.1 Bangunan Gedung Beton Bertulang Beraturan
Struktur gedung beraturan ini pada umumnya simetris dalam denah
dengan sistem struktur yang terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban
lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama
ortogonal denah tersebut. Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung
beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut [Tulus 2009]:
-
8 Universitas Kristen Maranatha
a. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10
tingkat atau 40 m.
b. Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun
mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari
ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut.
c. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun
mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15%
dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut .
d. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan
kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur
bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari
75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya.
Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat
tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka.
e. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa
adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu
tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan
lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3
tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral
suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan
satu satuan simpangan antar-tingkat.
f. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya
setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat
lantai tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak
perlu memenuhi ketentuan ini.
g. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan
beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila
perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah
perpindahan tersebut.
h. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang
atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat.
-
9 Universitas Kristen Maranatha
Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya
tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh Gempa Rencana dapat ditinjau
sebagai pengaruh beban gempa statik ekuivalen, sehingga analisisnya dapat
dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen. Sedangkan struktur gedung yang
tidak memenuhi ketentuan menurut di atas, ditetapkan sebagai struktur gedung
tidak beraturan. Untuk struktur gedung tidak beraturan, pengaruh Gempa Rencana
harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan gempa dinamik, sehingga
analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis respons dinamik.
2.2.2 Bangunan yang Direncanakan Terhadap Beban Gempa
Bangunan yang didesain tahan gempa pada prinsipnya harus menjamin
keamanan dan kenyamanan pengguna bangunan. Hasil akhir yang diharapkan dari
bangunan tahan gempa ini adalah tercapainya kinerja bangunan, yaitu:
1. Bangunan tidak mengalami kerusakan pada elemen struktural maupun non-
struktural saat terjadi gempa ringan.
2. Pada saat terjadi gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan yang
dapat diperbaiki pada elemen non-struktural, sedangkan elemen struktural
tidak boleh mengalami kerusakan.
3. Pada saat terjadi gempa kuat, bangunan boleh mengalami kerusakan pada
elemen struktural dan non-struktural, tetapi bangunan tidak boleh runtuh.
Desain bangunan tahan gempa ini bertujuan agar struktur gedung yang
ketahanan gempanya direncanakan tersebut dapat berfungsi:
1. Menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya gedung akibat
gempa yang kuat.
2. Membatasi kerusakan gedung akibat gempa ringan sampai sedang, sehingga
masih dapat diperbaiki.
3. Membatasi ketidaknyamanan penghunian bagi penghuni gedung ketika
terjadi gempa ringan sampai sedang.
4. Mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi gedung.
Dalam perencanaan struktur gedung terhadap pengaruh gempa rencana,
semua unsur struktur gedung, baik bagian dari subsistem struktur gedung maupun
-
10 Universitas Kristen Maranatha
bagian dari sistem struktur gedung seperti rangka (portal), dinding geser, kolom,
balok, lantai, dan kombinasinya, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa
rencana.
2.2.3 Perencanaan Tulangan Berdasarkan SNI 03-2847-2002
Penulangan komponen Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah
(SRPMM) harus memenuhi ketentuan-ketentuan penulangan komponen SRPMM
[Iswandi & Fajar 2010]. Dalam tugas akhir ini perencanaan tulangan pada balok
ditumpuan kiri diasumsikan sama dengan ditumpuan kanan.
Syarat definisi komponen struktur lentur SRPMM, yaitu :
a. Balok
Syarat yang harus dipenuhi komponen balok sebagai berikut:
1. Gaya aksial tekan terfaktor untuk balok tidak melebihi untuk balok
Agfc/10. Bila beban aksial tekan terfaktor pada komponen struktur
melebihi Agfc/10, maka ketentuan kolom SRPMM harus dipenuhi.
2. Bentang bersih komponen struktur tidak kurang dari 4 kali tinggi
efektifnya.
3. Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak kurang dari 0,3.
4. Lebar balok tidak kurang dari 250 mm.
Untuk desain elemen struktur SRPMM, ketentuan 2,3 dan 4 pada
dasarnya tidak harus dipenuhi. Namun pemenuhan akan ketentuan 2,3 dan 4
akan menghasilkan komponen struktur lentur SRPMM yang memiliki
perilaku yang lebih baik.
Pada komponen struktur balok SRPMM berlaku beberapa persyaratan
untuk penulangan lentur sebagai berikut :
1. Kuat lentur positif balok pada muka kolom harus lebih besar dari
sepertiga (1/3) kuat lentur negatifnya.
2. Kuat lentur negatif dan positif pada setiap irisan penampang disepanjang
bentang harus lebih besar dari seperlima (1/5) kuat lentur yang terbesar
yang disediakan pada kedua ujung balok tersebut.
-
11 Universitas Kristen Maranatha
Kuat geser rencana balok, kolom dan konstruksi pelat dua arah pada
struktur SRPMM diambil sebagai nilai terbesar dari Gaya Lintang maksimum
yang diperoleh dari kombinasi beban rencana termasuk pengaruh beban
gempa E, dengan nilai E diambil sebesar dua kali nilai yang ditentukan dalam
SNI-1726-2002.
Dalam Tugas Akhir ini perencanaan tulangan lentur balok menggunakan
desain balok beton bertulang tulangan ganda seperti pada gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Penampang Balok Beton Bertulang Tulangan Ganda
Perencanaan tulangan geser pada balok harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
Pada kedua ujung balok harus dipasang sengkang sepanjang jarak dua
kali tinggi komponen struktur dari muka perletakan. Sengkang pertama
harus dipasang pada jarak tidak lebih dari 50 mm dari muka perletakan.
Spasi maksimum sengkang didaerah ini tidak boleh melebihi :
d/4
delapan (8) kali diameter tulangan longitudinal terkecil
24 kali diameter sengkang, dan
300 mm
Sengkang diluar daerah ujung balok harus dipasang dengan spasi
maksimum d/2.
Gambar 2.2 berikut adalah konfigurasi penulangan sengkang balok.
-
12 Universitas Kristen Maranatha
Gembar 2.2 Konfigurasi Penulangan Sengkang Balok
Persamaan yang digunakan untuk merencanakan penulangan balok
sebagai berikut :
Menghitung luas tulangan minimum (As) :
As = (2.1)
dimana :
Mu = Momen
= 0,8 (faktor reduksi lentur)
fy = Kuat tarik leleh (Mpa)
j = 0,85 (koefisien lengan momen)
d = tinggi efektif balok
Menghitung tinggi blok tegangan tekan ekivalen aktual (a) penampang
tulangan ganda:
a = (2.2)
dimana :
As = Luas tulangan tarik (mm)
As = Luas tulangan tarik (mm)
fc = Kuat tekan beton (Mpa)
b = lebar balok (mm)
-
13 Universitas Kristen Maranatha
Menghitung momen nominal aktual (Mn) :
Mn = As fy (2.3)
Cek As minimum (As min) :
As min = (2.4)
(2.5)
Cek rasio tulangan () :
= (2.6)
b = 1. (2.7)
< 0,75 b (2.8)
Reinforcement adalah batas spasi minimum berdasarkan SNI 03-2847-
2002 Pasal 9.6.
Persamaan yang digunakan dalam perencanaan tulangan transversal
sebagai berikut :
Kontribusi beton menahan geser (Vc)
Vc = (2.9)
Menghitung kuat geser nominal tulangan geser :
Vs = (2.10)
Menghitung kuat geser maksimum tulangan geser :
Vsmaks = (2.11)
Menghitung spasi tulangan maksimum :
s = (2.12)
b. Kolom
Syarat yang harus dipenuhi komponen kolom sebagai berikut:
1. Gaya aksial terfaktor yang bekerja pada komponen struktur tidak kurang
dari Agfc/10.
2. Rasio tulangan g tidak kurang dari 0,01 dan tidak lebih dari 0,06.
-
14 Universitas Kristen Maranatha
Perencanaan tulangan lentur kolom dalam Tugas Akhir ini menggunakan
program pcaColumn.
Perencanaan tulangan geser kolom harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
Kolom diikat dengan tulangan sengkang pada rentang lo dari muka
kolom. Panjang lo tidak lebih kurang dari :
1/6 tinggi bersih kolom
Dimensi terbesar penampang kolom
500 mm
Sengkang didaerah lo dipasang dengan spasi maksimum so yang tidak
boleh melebihi dari :
8db tulangan longitudinal
24db sengkang ikat
Setengah dimensi terkecil penampang struktur
300 mm
Sengkang ikat pertama dipasang dengan spasi tidak lebih dari 0,5so
Spasi sengkang ikat pada sebarang penampang kolom tidak boleh
melebihi 2so.
Gambar 2.3 berikut adalah konfigurasi penulangan sengkang kolom.
Gembar 2.3 Konfigurasi Penulangan Sengkang Kolom
-
15 Universitas Kristen Maranatha
c. Lendutan
Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus
direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi
lendutan/deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun
mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja. Batas lendutan
maksimum yang diijinkan menurut SNI 03-2847-2002 adalah L/240.
2.3 Beban
Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara
pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur layannya
merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit. Dan pada umumnya penentuan
besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja. Meskipun beban yang
bekerja pada suatu lokasi sari struktur dapat diketahui secara pasti, namun
distribusi beban dari elemen ke elemen, dalam suatu struktur umumnya
memerlukan asumsi dan pendekatan. Jika beban-beban yang bekerja pada suatu
telah diestimasi, maka masalah berikutnya adalah menentukan kombinasi-
kombinasi beban yang paling dominan yang mungkin bekerja pada struktur
tersebut. Besar beban yang bekerja pada suatu struktur diatur oleh peraturan
pembebanan yang berlaku. Adapun jenis beban yang sering dijumpai seperti
beban gravitasi dan beban gempa.
2.3.1 Beban Gravitasi
Beban gravitasi yang dimaksud adalah beban gravitasi dari segala macam
komponen-komponen struktur gedung beserta beban gravitasi akibat dari manusia
dan mesin yang ada. Dalam pembuatan Tugas Akhir ini, beban gravitasi terdiri
dari beban mati dan beban hidup.
1. Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung/bangunan yang
bersifat tetap selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan,
finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak
-
16 Universitas Kristen Maranatha
terpisahkan dari bangunan tersebut. Termasuk dalam beban ini adalah berat
struktur, pipa-pipa, saluran listrik, AC, lampu-lampu, penutup lantai dan plafon.
Beberapa contoh dari beberapa komponen bangunan penting yang digunakan
untuk menentukan besarnya beban mati suatu gedung/bangunan diperlihatkan
dalam Tabel 2.1 berikut ini (PBI 1983):
Tabel 2.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung
Bahan Bangunan Berat
Baja 7850 kg/m3
Batu pecah 1450 kg/m3
Besi tuang 7250 kg/m3
Beton 2200 kg/m3
Beton bertulang 2400 kg/m3
Kayu (kelas I) 1000 kg/m3
Kerikil 1650 kg/m3
Pasir (kering udara sampai lembab) 1600 kg/m3
KOMPONEN GEDUNG
Adukan semen, per cm tebal 21 kg/m2
Dinding pasangan bata merah 1/2 batu 250 kg/m2
Penggantung langit-langit (dari kayu) 7 kg/m2
Penutup atap genteng 50 kg/m2
Penutup lantai dari ubin semen, per cm tebal 24 kg/m2
2. Beban Hidup
Beban hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama
masa hidup dari gedung tersebut, sehingga mengakibatkan perubahan dalam
pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus untuk atap, beban hidup dapat
termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat
-
17 Universitas Kristen Maranatha
tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air. Besarnya beban hidup suatu
gedung/bangunan dapat dilihat dalam Tabel 2.2 di bawah ini (PBI 1983).
Tabel 2.2 Beban Hidup pada Lantai Gedung
a. Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2
b. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, 250 kg/m2
toserba, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit
c. Lantai ruang olahraga 400 kg/m2
d. Lantai dan balkon dalam ruang-ruang 400 kg/m2
untuk pertemuan
e. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang 300 kg/m2
disebut dalam pasal b
f. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang 500 kg/m2
disebut dalam pasal c
g. Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, 400 kg/m2
ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat
dan ruang mesin, harus direncanakan terhadap
beban hidup yang ditentukan tersendiri,
dengan minimum
h. Lantai gedung parker bertingkat:
*Untuk lantai bawah 800 kg/m2
*Untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m2
i. Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus 300 kg/m2
direncanakan terhadap beban hidup dari lantai
ruang yang berbatasan, dengan minimum
2.3.2 Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada
struktur akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi, baik pergerakan
horisontal maupun vertikal. Namun pada umumnya percepatan tanah arah
horisontal lebih besar daripada arah vertikalnya, sehingga pengaruh gempa
horisontal jauh lebih menentukan daripada gempa vertikal.
-
18 Universitas Kristen Maranatha
2.4 Peraturan Gempa FEMA 440
Metode FEMA 440 [ATC, 2004] merupakan modifikasi dan perbaikan
dari metode displacement coefficient pada FEMA 356 [ASCE, 2000]. Perbaikan
yang terjadi yakni pada Metode Koefisien Perpindahan C1 dan C2. Untuk
menghitung target peralihan digunakan persamaan 2.13 sebagai berikut:
(2.13)
Dimana :
t = target peralihan yang diharapkan.
Te = adalah waktu getar alami efektif.
C0 = Faktor modifikasi untuk mengkonversi spectral displacement
struktur SDOF ekivalen menjadi roof displacement struktur sistem MDOF,
sesuai Tabel 2.3.
*Dalam tugas akhir ini digunakan pola beban segitiga.
Nilai Faktor Modifikasi C0 diperoleh pada tabel 2.3 berikut ini:
Tabel 2.3 Nilai Faktor Modifikasi C0
Shear Buildings Other Bildings
Number Of
Stories
Tringular Load
Patern
Uniform Load
Patern Any Load Patern
1 1.0 1.0 1.0
2 1.2 1.15 1.2
3 1.2 1.2 1.3
5 1.3 1.2 1.4
10+ 1.3 1.2 1.5
C1 = Faktor modifikasi untuk menghubungkan peralihan inelastik maksimum
dengan peralihan respon elastik linier (C1). Nilai konstanta a adalah 130,
90 dan 60 untuk site kategori B, C dan D. Untuk waktu getar < 0,2 detik
maka nilai C1 pada 0,2 detik dapat dipakai (Pers. 2.14), sedangkan untuk
waktu getar > 1 detik maka C1 = 1,0.
(2.14)
-
19 Universitas Kristen Maranatha
R adalah faktor reduksi gempa Tabel 2.8
C2 = Faktor modifikasi untuk mewakili efek dari pinched hysteresis shape,
degradasi kekakuan dan penurunan kekuatan pada respon peralihan
maksimum. Nilai faktor C2 untuk waktu getar < 0,2 detik dapat dihitung
dengan menggunakan (Pers. 2.15), sedangkan untuk waktu getar > 0,7
detik maka C2 = 1,0.
(2.15)
C3 = Faktor modifikasi untuk mewakili kenaikan peralihan akibat efek P-delta.
Untuk gedung dengan perilaku kekakuan pasca-leleh bernilai positif maka
C3 = 1,0. Sedangkan untuk gedung dengan perilaku kekakuan pasca-leleh
negatif,
(2.16)
Sa = Akselerasi respon spektrum pada waktu getar alami fundamental efektif
dan rasio redaman pada arah yang ditinjau. Nilai Sa sesuai dengan
persamaan 2.17 berikut ini:
(2.17)
dimana Ts = 0,4 detik untuk lokasi kelas B menggunakan Ts periode
karakteristik sama dengan 0,4 detik (FEMA 440).
Nilai Sx1 = Ar adalalah Spektrum respons gempa rencana.
Sedangkan B1 adalah Koefisien redaman sesuai tabel 2.4 berikut ini:
Tabel 2.4 Koefisien Redaman Bs dan B1
Percentage of critical
Damping Bs B1
2 0.8 0.8
5 1 1
10 1.3 1.2
20 1.8 1.5
30 2.3 1.7
40 2.7 1.9
50 3 2
-
20 Universitas Kristen Maranatha
Menghitung Gaya Geser Dasar ultimit pada saat perpindahan ultimit
dengan metode perpindahan dapat diperoleh dengan persamaan berikut :
(2.18)
Dimana :
Cm = Nilai untuk Faktor Massa Efektif sesuai dengan Tabel 2.5.
W = Berat struktur, meliputi beban mati (DL) dan beban hidup (LL)
Tabel 2.5 Nilai Faktor Massa Efektif Cm
2.5 Peraturan Gempa SNI-1726-2002
2.5.1 Gempa Rencana dan Kategori Gedung
Standar ini menentukan pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau
dalam perencanaan struktur gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara
umum. Akibat pengaruh Gempa Rencana, struktur gedung secara keseluruhan
harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.
Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar
probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur gedung 50 tahun.
Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya
keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang
diharapkan, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu
Faktor Keutamaan I menurut persamaan:
I = I1. I2 (2.19)
Dimana, I1 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang
gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama
umur gedung, sedangkan I2 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan
perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut.
Faktor-faktor Keutamaan I1, I2, dan I ditetapkan menurut Tabel 2.6 berikut:
No.Of
Series
Concrete
Moment
Frame
Conccrete
Shear Wall
Steel
Moment
Frame
Steel
Concentric
Braced
Frame
Other
1-2 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
3 or more 0.9 0.8 0.8 0.9 1
-
21 Universitas Kristen Maranatha
Tabel 2.6 Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung dan
Bangunan
Kategori Gedung
Faktor Keutamaan
I1 I2 I
Gedung umum seprti untuk penghunian,
perniagaan dan perkantoran
1,0
1,0
1,0
Monument dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah
sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga
listrik, pusat penyelamatan keadaan darurat,
fasilitas radio dan televisi.
1,4
1,0
1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya
sperti gas, produkminyak bumi, asam, bahan
beracun.
1,6
1,0
1,6
Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5
Catatan:
Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya diterbitkan
sebelum berlakunya Standar ini maka Faktor Keutamaam, I, dapat dikalikan 80%.
Nilai faktor daktilitas dan faktor reduksi gempa harus ditentukan dengan cara-
cara rasional, misalnya dengan menentukannya dari hasil analisis beban dorong
statik (static push-over analysis).
2.5.2 daktilitas Struktur Gedung
Faktor daktilitas struktur gedung adalah rasio antara simpangan
maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat mencapai
kondisi di ambang keruntuhan (m) dan simpangan struktur gedung pada saat
terjadinya pelelehan pertama y yaitu :
1,0 = m (2.20)
-
22 Universitas Kristen Maranatha
dimana : = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur gedung yang
berperilaku elastik penuh, sedangkan m adalah nilai faktor daktilitas maksimum
yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur gedung yang bersangkutan. Apabila
Ve adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana yang dapat
diserap oleh struktur gedung elastik penuh dalam kondisi di ambang keruntuhan
dan Vy adalah pembebanan yang menyebabkan pelelehan pertama di dalam
struktur gedung, maka dengan asumsi bahwa struktur gedung daktail dan struktur
gedung elastik penuh akibat pengaruh Gempa Rencana menunjukkan simpangan
maksimum m yang sama dalam kondisi di ambang keruntuhan, maka berlaku
hubungan sebagai berikut :
Vy = (2.21)
dimana : adalah faktor daktilitas struktur gedung. Apabila Vn adalah
pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau
dalam perencanaan struktur gedung, maka berlaku hubungan sebagai berikut:
Vn = = (2.22)
dimana f1 adalah faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam
struktur gedung dan nilainya ditetapkan sebesar :
f1 = 1,6
dan R disebut faktor reduksi gempa menurut persamaan :
1,6 R = . f1 Rm (2.23)
dimana R = 1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk struktur gedung yang
berperilaku elastik penuh, sedangkan Rm adalah faktor reduksi gempa maksimum
yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur yang bersangkutan.
Pada Tabel 2.7 dicantumkan nilai R untuk berbagai nilai yang
bersangkutan, dengan ketentuan bahwa nilai dan R tidak dapat melampaui nilai
maksimumnya.
-
23 Universitas Kristen Maranatha
Tabel 2.7 Parameter Daktilitas Struktur Gedung
Taraf Kinerja Struktur Gedung R
Elastik Penuh 1.0 1.6
Daktai Parsial
1.5 2.4
2.0 3.2
3.0 4.0
3.5 4.8
4.0 5.6
4.5 6.4
5.0 7.2
Daktail penuh 5.3 8.0
Nilai faktor daktilitas struktur gedung di dalam perencanaan struktur
gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil lebih besar
dari nilai faktor daktilitas maksimum m yang dapat dikerahkan oleh masing-
masing sistem atau subsistem struktur gedung. Dalam Tabel 2.8 ditetapkan nilai
m yang dapat dikerahkan oleh beberapa jenis sistem dan subsistem struktur
gedung, berikut faktor reduksi maksimum Rm yang bersangkutan.
Apabila dalam arah pembebanan gempa akibat pengaruh Gempa Rencana
sistem struktur gedung terdiri dari beberapa jenis subsistem struktur gedung yang
berbeda, faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung itu untuk arah
pembebanan gempa tersebut, dapat dihitung sebagai nilai rata-rata berbobot
dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-masing jenis subsistem sebagai
besaran pembobotnya menurut persamaan :
R = (2.24)
di mana Rs adalah nilai faktor reduksi gempa masing-masing jenis subsistem
struktur gedung dan Vs adalah gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-masing
jenis subsistem struktur gedung tersebut, dengan penjumlahan meliputi seluruh
jenis subsistem struktur gedung yang ada. Metoda ini hanya boleh dipakai, apabila
rasio antara nilai-nilai faktor reduksi gempa dari jenis-jenis subsistem struktur
gedung yang ada tidak lebih dari 1,5.
-
24 Universitas Kristen Maranatha
Untuk jenis subsistem struktur gedung yang tidak tercantum dalam Tabel 2.8,
nilai faktor daktilitasnya dan faktor reduksi gempanya harus ditentukan dengan
cara-cara rasional, misalnya dengan menentukannya dari hasil analisis beban
dorong statik (static push-over analysis).
Tabel 2.8 Faktor Daktilitas Maksimum, Faktor Reduksi Gempa
Maksimum, Faktor Tahanan Lebih Struktur Dan Faktor Tahanan Lebih
Total Beberapa Jenis Sistem Dan Subsistem Struktur Gedung
Sistem dan subsistem struktur gedung
Uraian sistem
pemikul beban
gempa
m
Rm Pers.
(6)
f
Pers.
(39)
1. Sistem dinding penumpu
(Sistem struktur yang tidak memiliki
rangka ruang pemikul beban gravitasi
secara lengkap. Dinding penumpu atau
sistem bresing memikul hampir semua
beban gravitasi. Beban lateral dipikul
dinding geser atau rangka bresing).
1. Dinding geser
beton bertulang
2,7 4,5 2,8
2. Dinding penumpu
dengan rangka baja
ringan dan
bresing tarik
1,8
2,8
2,2
3. Rangka bresing di
mana bresingnya
memikul beban
gravitasi
a.Baja 2,8 4,4 2,2
b.Beton bertulang
(tidak untuk Wilayah
5 & 6)
1,8 2,8 2,2
2. Sistem rangka gedung
(Sistem struktur yang pada dasarnya
memiliki rangka ruang pemikul
beban gravitasi secara lengkap.
Beban lateral dipikul dinding
geser atau rangka bresing).
1. Rangka bresing
eksentris baja (RBE)
4,3 7,0 2,8
2. Dinding geser
beton bertulang
3,3 5,5 2,8
3. Rangka bresing
biasa
a.Baja 3,6 5,6 2,2
b.Beton bertulang
(tidak untuk Wilayah
5 & 6)
3,6 5,6 2,2
4. Rangka bresing
konsentrik khusus
a.Baja 4,1 6,4 2,2
-
25 Universitas Kristen Maranatha
Tabel 2.8 Faktor Daktilitas Maksimum, Faktor Reduksi Gempa
Maksimum, Faktor Tahanan Lebih Struktur Dan Faktor Tahanan Lebih
Total Beberapa Jenis Sistem Dan Subsistem Struktur Gedung (lanjutan)
Sistem dan subsistem struktur gedung
Uraian sistem
pemikul beban gempa
m
Rm Pers.
(6)
f
Pers.
(39)
5. Dinding geser beton
bertulang berangkai
daktail
4,0 6,5 2,2
6. Dinding geser beton
bertulang kantilever
daktailpenuh
3,6 6,0 2,8
7. Dinding geser beton
bertulang kantilever
daktailparsial
3,3 5,5 2,8
3. Sistem rangka pemikul momen
(Sistem struktur yang pada dasarnya
memiliki rangka ruang pemikul
beban gravitasi secara lengkap.
Beban lateral dipikul rangka
pemikul momen terutama melalui
mekanisme lentur)
1. Rangka pemikul
momen khusus
(SRPMK)
a.Baja 5,2 8,5 2,8
b.Beton bertulang 5,2 8,5 2,8
2. Rangka pemikul
momen menengah
beton (SRPMM)
3,3 5,5 2,8
3. Rangka pemikul
momen biasa
(SRPMB)
a.Baja 2,7 6,5 2,8
b.Beton bertulang 2,1 3,5 2,8
4. Rangka batang baja
pemikul momen
khusus
(SRBPMK)
4,0 6,5 2,8
4. Sistem ganda
(Terdiri dari: 1) rangka ruang yang
memikul seluruh beban gravitasi; 2)
pemikul beban lateral berupa
dinding geser atau rangka bresing
dengan rangka pemikul momen.
1. Dinding geser
a.Beton bertulang
dengan SRPMK beton
bertulang
5,2 8,5 2,8
b.Beton bertulang
dengan SRPMB baja
2,6 4,2 2,8
c. Beton bertulang
dengan SRPMM beton
bertulang
4,0 6,5 2,8
-
26 Universitas Kristen Maranatha
Tabel 2.8 Faktor Daktilitas Maksimum, Faktor Reduksi Gempa
Maksimum, Faktor Tahanan Lebih Struktur Dan Faktor Tahanan Lebih
Total Beberapa Jenis Sistem Dan Subsistem Struktur Gedung (lanjutan)
Sistem dan subsistem struktur
gedung
Uraian sistem
pemikul beban
gempa
m
Rm Pers.
(6)
f
Pers.
(39)
Rangka pemikul momen harus
direncanakan secara terpisah
mampu memikul sekurangkurangnya
25% dari seluruh beban
lateral; 3) kedua sistem harus
direncanakan untuk memikul secara
bersama-sama seluruh beban lateral
dengan memperhatikan interaksi
/sistem ganda)
b.Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
3. Rangka bresing
biasa
a.Baja dengan SRPMK
baja
4,0 6,5 2,8
b.Baja dengan SRPMB
baja
2,6 4,2 2,8
c.Beton bertulang
dengan SRPMK beton
bertulang
(tidak untuk Wilayah 5
& 6)
4,0 6,5 2,8
d.Beton bertulang
dengan SRPMM beton
bertulang
(tidak untuk Wilayah 5
& 6)
2,6 4,2 2,8
4. Rangka bresing
konsentrik khusus
a.Baja dengan SRPMK
baja
4,6 7,5 2,8
b.Baja dengan SRPMB
baja
2,6 4,2 2,8
5. Sistem struktur gedung kolom
kantilever: (Sistem struktur yang
memanfaatkan kolom kantilever
untuk memikul beban lateral)
Sistem struktur kolom
kantilever
1,4 2,2 2
6. Sistem interaksi dinding geser
dengan rangka
Beton bertulang biasa
(tidak untuk Wilayah
3, 4, 5 & 6)
3,4 5,5 2,8
-
27 Universitas Kristen Maranatha
Tabel 2.8 Faktor Daktilitas Maksimum, Faktor Reduksi Gempa
Maksimum, Faktor Tahanan Lebih Struktur Dan Faktor Tahanan Lebih
Total Beberapa Jenis Sistem Dan Subsistem Struktur Gedung (lanjutan)
Sistem dan subsistem struktur gedung
Uraian sistem pemikul
beban gempa
m
Rm Pers.
(6)
f
Pers.
(39)
7. Subsistem tunggal
(Subsistem struktur bidang yang
membentuk struktur gedung secara
keseluruhan)
1. Rangka terbuka baja
5,2
8,5
2,8
2. Rangka terbuka beton
bertulang
5,2 8,5 2,8
3. Rangka terbuka beton
bertulang dengan balok
beton pratekan
(bergantung pada indeks
baja total)
3,3 5,5 2,8
4. Dinding geser beton
bertulang berangkai
daktail
penuh.
4,0 6,5 2,8
5. Dinding geser beton
bertulang kantilever
daktail parsial
3,3 5,5 5,5
-
28 Universitas Kristen Maranatha
2.5.3 Wilayah Gempa
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa, di mana Wilayah
Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6
dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini, didasarkan atas
percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda
ulang 500 tahun.
Gambar 2.4 Respons Spektrum Gempa Rencana
-
29 Universitas Kristen Maranatha
Gambar 2.5 Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan
dasar dengan perioda ulang 500 tahun
Percepatan respons maksimum Am dan Ar, dimana Am adalah Percepatan
respons maksimum atau Faktor Respons Gempa maksimum dan Ar adalah
pembilang dalam persamaan hiperbola Faktor Respons Gempa C pada Spektrum
Respons Gempa Rencana. Dalam Tabel 2.9 nilai-nilai Am dan Ar dicantumkan
untuk masing-masing Wilayah Gempa dan masing-masing jenis tanah.
Tabel 2.9 Spektrum Respons Gempa Rencana
-
30 Universitas Kristen Maranatha
2.5.4 Pembatasan Waktu Getar Alami Fundamental
Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai
waktu getar alami fundamental T1 dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung
pada koefisien untuk wilayah gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah
tingkatnya n menurut persamaan :
T1 < .n (2.25)
Dimana koefisien ditetapkan menurut tabel 2.10 sebagai berikut :
Tabel 2.10 Koefisien Yang Membatasi Waktu Getar Alami
Fundamental Struktur Gedung
Wilayah Gempa
1
2
3
4
5
6
0,20
0,19
0,18
0,17
0,16
0,15
2.5.5 Beban Gempa Nominal Statik Ekuivalen
Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan
gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam arah masing-masing
sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik
ekuivalen, yang ditetapkan lebih lanjut dalam pasal-pasal berikut. Apabila
kategori gedung memiliki Faktor Keutamaan I menurut Tabel 2.6 dan strukturnya
untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan
Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami
fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang terjadi
di tingkat dasar dapat dihitung sebagai:
(2.26)
Dimana C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum
Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2.4 untuk waktu getar alami
-
31 Universitas Kristen Maranatha
fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban hidup
yang sesuai.
Beban geser dasar nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur
gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap
pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan :
(2.27)
Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, zi
adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral.
Beban kerja pada struktur bisa ditetapkan berdasarkan peraturan
pembebanan yang berlaku. Struktur harus mampu memikul semua
kombinasi pembebanan terfaktor seperti pada tabel 2.11 (SNI 03-2847-2002):
Tabel 2.11 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi Beban:
1 1,4D
2 1.2D + 1,6L
3 1.2D + 0,5L + 1Fx + 0.3Fy
4 1.2D + 0,5L + 1Fx - 0.3Fy
5 1.2D + 0,5L - 1Fx - 0.3Fy
6 1.2D + 0,5L - 1Fx+ 0.3Fy
7 1.2D + 0,5L + 0.3Fx + 1Fy
8 1.2D + 0,5L + 0.3Fx - 1Fy
9 1.2D + 0,5L - 0.3Fx - 1Fy
10 1.2D + 0,5L - 0.3Fx + 1Fy
11 0.9D + 1Fx + 0.3Fy
12 0.9D + 1Fx - 0.3Fy
13 0.9D - 1Fx - 0.3Fy
14 0.9D - 1Fx + 0.3Fy
15 0.9D + 0.3Fx + 1Fy
16 0.9D + 0.3Fx - 1Fy
-
32 Universitas Kristen Maranatha
Tabel 2.11 Kombinasi Pembebanan (lanjutan)
17 0.9D - 0.3Fx - 1Fy
18 0.9D - 0.3Fx + 1Fy
Dimana:
D = beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen,
termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan
peralatan layan tetap.
L = beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk
kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan dan
lain-lain.
F = beban gempa untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana
yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan
gempa dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus
dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa
dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi
dengan efektifitas hanya 30%.
Dalam perencanaan struktur gedung terhadap pengaruh Gempa Rencana,
eksentrisitas rencana ed antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat. harus
ditinjau baik dalam analisis statik, maupun dalam analisis dinamik 3 dimensi.
Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu
eksentrisitas rencana ed. Apabila ukuran horisontal terbesar denah struktur gedung
pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa,
dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed ditentukan sebesar 0.05 b ,
dalam hal tersebut nilai e adalah nol karena massa lantai dan konfigurasi
strukturnya adalah simetri.
-
33 Universitas Kristen Maranatha
Gambar 2.6 Ilustrasi Penempatan Pusat Massa [Dewobroto,2005]
2.5.6 Waktu Getar Alami Fundamental
Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah
masing-masing sumbu utama menurut dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh
sebagai berikut :
(2.28)
Dimana di adalah simpangan horisontal lantai tingkat ke-i dinyatakan dalam mm
dan g adalah percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9810 mm/det.
2.5.7 Analisis Statik Ekuivalen
Mengingat pada struktur gedung beraturan pembebanan gempa nominal
akibat pengaruh Gempa Rencana dapat ditampilkan sebagai beban-beban gempa
nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai-lantai
tingkat, maka pengaruh beban-beban gempa nominal statik ekuivalen tersebut
dapat dianalisis dengan metoda analisis statik 3 dimensi biasa yang dalam hal ini
disebut analisis statik ekuivalen 3 dimensi.
-
34 Universitas Kristen Maranatha
2.5.8 Kinerja Batas Layan
Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-
tingkat akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya
pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah
kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan antar-tingkat
ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh
Gempa Nominal yang telah dibagi Faktor Skala. Untuk memenuhi persyaratan
kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat
yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui kali
tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang
nilainya terkecil.
2.5.9 Kinerja Batas Ultimit
Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan
simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa
Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk
membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat
menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya
antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah
(sela delatasi). Simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari
simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan
suatu faktor pengali sebagai berikut:
- Untuk struktur gedung beraturan :
(2.29)
- Untuk struktur gedung tidak beraturan :
(2.30)
Dimana, R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut dan Faktor Skala
adalah seperti yang ditetapkan dalam tabel 2.8.
-
35 Universitas Kristen Maranatha
Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam
segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung
tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.
Jarak pemisah antar-gedung harus ditentukan paling sedikit sama dengan
jumlah simpangan maksimum masing-masing struktur gedung pada taraf itu yang
dihitung dengan cara yang disebut pada persamaan 2.29, 2.30. Dalam segala hal
masing-masing jarak tersebut tidak boleh kurang dari 0,025 kali ketinggian taraf
itu diukur dari taraf penjepitan lateral.
2.6 Perencanaan Berbasis Perpindahan
Konsep perencanaan struktur berbasis kinerja (performance-based seismic
design) merupakan perencanaan struktur berbasis perpindahan (direct
displacementbased design) [Priestley 2000].
Perencanaan tahan gempa berbasis kinerja (performance-based seismic
design) merupakan proses yang dapat digunakan untuk perencanaan bangunan
baru maupun perkuatan (upgrade) bangunan yang sudah ada, dengan pemahaman
yang realistik terhadap resiko keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan
kerugian harta benda (economic loss) yang mungkin terjadi akibat gempa yang
akan datang.
Proses perencanaan tahan gempa berbasis kinerja dimulai dengan
membuat model rencana bangunan kemudian melakukan simulasi kinerjanya
terhadap berbagai kejadian gempa. Setiap simulasi memberikan informasi tingkat
kerusakan (level of damage), ketahanan struktur, sehingga dapat memperkirakan
berapa besar keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta
benda (economic loss) yang akan terjadi. Perencana selanjutnya dapat mengatur
ulang resiko kerusakan yang dapat diterima sesuai dengan resiko biaya yang
dikeluarkan.
-
36 Universitas Kristen Maranatha
Gambar 2.7 Ilustrasi Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja [ATC 58]
Sasaran kinerja terdiri dari kejadian gempa rencana yang ditentukan
(earthquake hazard), dan taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja
(performance level) dari bangunan terhadap kejadian gempa tersebut. Mengacu
pada FEMA273 (1997) yang menjadi acuan klasik bagi perencanaan berbasis
kinerja maka kategori level kinerja struktur , adalah :
Segera dapat dipakai (IO = Immediate Occupancy)
Keselamatan penghuni terjamin (LS = Life-Safety)
Terhindar dari keruntuhan total (CP = Collapse Prevention)
Gambar 2.4 menjelaskan secara kualitatif level kinerja (performance levels)
FEMA273 yang digambarkan bersama dengan suatu kurva hubungan gaya-
perpindahan yang menunjukkan perilaku struktur secara menyeluruh (global)
terhadap pembebanan lateral. Kurva tersebut dihasilkan dari analisa statik non-
linier khusus yang dikenal sebagai analisa pushover, sehingga disebut juga
sebagai kurva pushover. Sedangkan titik kinerja (performance point) merupakan
besarnya perpindahan titik pada atap pada saat mengalami gempa rencana.
-
37 Universitas Kristen Maranatha
Gambar 2.8 Kurva kapasitas [ATC, 1996].
Kurva Kapasitas menggambarkan secara kualitatif kondisi kerusakan yang
terjadi pada level kinerja yang kemudian dapat diklasifikasikan berdasarkan Tabel
2.10. Ilustrasi ini memberi bayangan seberapa besar kerusakan itu terjadi.
[Dewobroto, 2005].
Tabel 2.12 Klasifikasi Tingkat Keamanan [ATC, 1996].
Tahapan dalam melakukan perencanaan berbasis perpindahan adalah
sebagai berikut [Pranata 2008]:
1. Pemodelan, Analisis dan Desain
Dalam perancangan struktur bangunan gedung, dilakukan analisis
dinamik 3D untuk mengetahui karakteristik dinamik gedung dan
mendapatkan jumlah luas tulangan nominal untuk desain. Pemodelan, analisis
-
38 Universitas Kristen Maranatha
dan desain memakai program ETABS Nonlinear V.9.7.1 dengan analisis
dinamik respons spektrum [SNI 1726-2002].
2. Pemodelan Properti Sendi
Karena akan dilakukan investigasi skema kelelehan, maka pada model
struktur yang akan dilakukan analisis statik beban dorong terlebih dulu
dilakukan pemodelan properti sendi plastis pada lokasi-lokasi yang
diharapkan akan terjadi, yaitu pada ujung-ujung (tumpuan) pada balok serta
kolom.
Gambar 2.9 Properti Sendi default-M3 dan default-PMM [CSI, 2006].
Dalam Tugas Akhir ini properti sendi pada elemen struktur balok
menggunakan Default-M3 dengan pertimbangan karena balok efektif
menahan momen dalam arah sumbu kuat (sumbu-3), sehingga diharapkan
sendi plastis terjadi pada balok. Elemen kolom, menggunakan Default-PMM
dengan pertimbangan bahwa pada elemen kolom terdapat hubungan antara
gaya aksial dengan momen (diagram interaksi P-M).
3. Analisis Statik Beban Dorong
Analisis statik beban dorong atau analisis pushover adalah suatu analisis
nonlinier statik dimana pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur bangunan
gedung dianggap sebagai beban statik yang menangkap pada pusat massa
masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur
sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan
(sendi plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan
peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pasca-elastik
-
39 Universitas Kristen Maranatha
yang besar sampai mencapai target peralihan yang diharapkan atau sampai
mencapai kondisi plastik.
Metode analisis statik beban dorong merupakan metode dengan
pendekatan nonlinier statik, dimana dapat digunakan pada struktur bangunan
gedung beraturan. Salah satu hasil analisis yang mempunyai manfaat penting
yaitu kurva kapasitas.
Kurva kapasitas hasil dari analisis statik beban dorong menunjukkan
hubungan kurva beban lateral-peralihan oleh peningkatan beban statik sampai
pada kondisi ultimit atau target peralihan yang diharapkan.
2.7 Metode Capacity Spectrum (ATC-40)
Metode capacity spectrum adalah metode yang digunakan pada program
ETABS. Dari hasil output program ini diperoleh parameter titik kinerja struktur.
Konsep desain kinerja struktur metode capacity spectrum pada dasarnya
merupakan prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan peralihan aktual struktur
gedung. Peralihan aktual yang didapatkan dari hasil ini menunjukkan besar
simpangan atap struktur. Perbandingan antara simpangan atap struktur terhadap
tinggi total struktur menunjukkan kinerja struktur.
2.8 Perangkat Lunak
Dalam Tugas Akhir ini digunakan beberapa perangkat lunak untuk
mempermudah perencanaan yakni:
1. ETABS (Extended Three Dimensional Building System) adalah suatu
program atau perangkat lunak yang berfungsi untuk membantu dalam
pemodelan, menganalisis dan desain secara tiga dimensi suatu bangunan
gedung yang prosedur integrasinya berupa data base. Untuk memodelkan
gedung, dibutuhkan beberapa input nilai-nilai yang telah diketahui. Dalam
hal ini dibutuhkan data material, data profil untuk balok, kolom dan pelat,
beban gravitasi dan beban gempa, dan kombinasi pembebanan.
2. pcaColumn V.3.63 adalah suatu program atau perangkat lunak yang
berfungsi untuk membantu dalam menganalisis komponen kolom pada
struktur. Untuk menganalisis kolom, dibutuhkan beberapa input nilai-nilai
-
40 Universitas Kristen Maranatha
yang telah diketahui. Dalam hal ini dibutuhkan data gaya dalam Momen
(Mu), gaya Aksial (Pu), gaya Geser (Vu), data material dan dimensi kolom
yang direncanakan.
3. SAP2000 V.14 adalah suatu program atau perangkat lunak yang berfungsi
untuk membantu dalam pemodelan dan menganalisis rangka atap baja.
Untuk memodelkan rangka atap, dibutuhkan beberapa input nilai-nilai
yang telah diketahui. Dalam hal ini dibutuhkan data material, data profil
rangka atap baja, beban gravitasi, beban hidup dan kombinasi
pembebanan.