ilmulingkunganuns.files.wordpress.com · web viewmenjadi kunci utama bencana banjir ataupun...
TRANSCRIPT
Yang terhormat,
Rektor/Ketua Senat, Sekretaris Senat dan Para Anggota Senat Universitas SebelasMaret,
Para Pejabat sipil dan Pejabat Militer, Para Guru Besar tamu undangan,
Para Pembantu Rektor, Direktur dan Asisten Direktur Pascasarjana, Dekan dan Pembantu Dekan
di lingkungan UNS
Para Ketua dan Sekretaris Lembaga, Kepala Biro, Kepala UPT, serta seluruh pejabat di
lingkungan UNS,
Para Dosen, Staf Administrasi, Mahasiswa UNS khususnya Mahasiswa S2/S3 Ilmu Lingkungan
dan Mahasiswa Pertanian UNS,
Tamu undangan, Wartawan, Teman Sejawat, Sanak Keluarga, serta handai taulan yang
berbahagia
Selamat pagi, salam bahagia dan sejahtera bagi kita semua,
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan Kasih-Nya sehingga
kita dapat bertemu pada sidang senat yang terhormat ini dalam keadaan sehat tak kurang suatu
apapun. Pada kesempatan yang indah ini, perkenankan saya menyampaikan pidato pengukuhan
saya dengan judul “ARSITEKTUR TAJUK POHON SEBAGAI SALAH SATU
PENDUKUNG UPAYA PERLINDUNGAN FUNGSI HIDROLOGI DAERAH ALIRAN
SUNGAI”.
GANGGUAN PADA KINERJA SISTEM HIDROLOGI
Ibu, Bapak dan hadirin yang saya muliakan,
Perkenankan saya menyampaikan suatu pemikiran tentang konsep perlindungan
Daerah Aliran Sungai, yang pada awalnya terpicu oleh pertanyaan sederhana ‘mengapa banjir
dan kekeringan senantiasa terjadi silih berganti dari tahun ke tahun dan merupakan peristiwa
rutin yang kemudian dianggap biasa oleh masyarakat?. Bukankah pergerakan air di bumi
terkendali secara alami dalam siklus hidrologi sehingga dengan demikian tidak seharusnya banjir
ataupun kekeringan berlangsung terus menerus?. Terlepas dari perubahan iklim global, saya
menganggap bahwa telah terjadi gangguan pada kinerja sistem hidrologi sehingga air hujan yang
seharusnya mengalir, meresap, dan menguap secara proporsional di daerah tangkapan hujan
menjadi tidak proporsional lagi. Sebagian besar air hujan yang mencapai permukaan tanah akan
1
mengalir dengan cepat menuju badan air (sungai, waduk dan lain-lain) dan seringkali melebihi
kapasitas daya tampung badan air. Kondisi tersebut mengurangi jumlah air yang meresap ke
dalam tanah dan mengganggu mekanisme pembentukan air dalam tanah.
Ibu dan Bapak yang saya muliakan, fakta lain yang membuat saya yakin bahwa telah
terjadi gangguan pada kinerja sistem hidrologi adalah kondisi air sungai baik pada saat musim
hujan maupun kemarau. Beberapa tahun berselang, tidak pernah lagi kita dapat menikmati aliran
air sungai yang jernih. Saat musim hujan tiba, sungai-sungai besar seperti Bengawan Solo seolah
tidak mungkin lagi terhindar dari aliran air hujan yang membawa partikel tanah dan
menyebabkan air sungai menjadi keruh. Sebaliknya pada musim kemarau, air sungai berubah
warna menjadi kehitam-hitaman karena dipenuhi oleh limbah rumah tangga maupun industri
berhubung debit air mengalami penurunan yang cukup besar. Pertanyaan yang timbul adalah
mengapa kinerja sistem hidrologi terganggu? dan sumbangan pemikiran apakah yang
dapat saya berikan?, khususnya yang berkaitan dengan bidang ilmu yang saya tekuni yaitu
agrohidrologi.
FENOMENA ALIH FUNGSI LAHAN
Sebelum membahas lebih jauh, perkenankan saya terlebih dahulu menelusuri apa yang
menjadi penyebab utama terganggunya sistem tersebut. Banyak yang mengatakan bahwa
perubahan tutupan lahan menjadi kunci utama bencana banjir ataupun kekeringan yang
selama ini terjadi. Para ahli antar bidang (hidrologi, kehutanan, pertanian, lingkungan, sosial-
ekonomi) tidak jemu-jemu menyampaikan pendapat dan telah menghasilkan berbagai cara
pencegahan ataupun pengendalian seperti teknik konservasi tanah dan air, praktek budidaya
tanaman berbasis pohon, pengelolaan hutan bersama masyarakat dan lain-lain. Namun demikian,
sampai sejauh ini belum ada tanda-tanda perbaikan yang berarti dan hal ini tercermin dari tingkat
frekuensi bencana yang relatif tinggi dan bahkan membawa akibat yang lebih parah (banjir
bandang dan tanah longsor).
Hadirin yang saya muliakan, tidak dapat dipungkiri bahwa faktor populasi penduduk
merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan dalam konsep perlindungan ini. Betapa
tidak, pertumbuhan populasi penduduk membawa konsekuensi pada peningkatan kebutuhan
hidup seperti pangan, papan, sandang dan pakan yang tersedia melalui kegiatan pertanian,
2
0
500
1000
1500
2000
2500
2000-2001 2001-2002 2002-2003 2003-2004 2004-2005
1018 926
1906
634
962
Defo
rest
asi (
ribu
ha.th
-1)
Tahun
Deforestasi Periode 2000-2005
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030
Jum
lah
pend
uduk
(rib
u jiw
a)
Tahun
kehutanan, perikanan dan peternakan. Mengingat bahwa jumlah penduduk terus bertambah
(Gambar 1) maka sangat logis bila terjadi peningkatan alih fungsi lahan guna mencukupi
kebutuhan hidup yang seringkali tidak mempertimbangkan aspek perlindungan lingkungan.
Kawasan hulu (upstream) berubah menjadi kawasan pertanian, kawasan tengah dan hilir (lahan
sawah beririgasi teknis dan bukan teknis, tegalan) berubah menjadi kawasan industri,
perumahan, pasar ataupun jaringan jalan. Terlebih lagi pembalakan hutan yang sampai saat ini
belum dapat dikendalikan secara tuntas (Gambar 2).
Gambar 1. Prediksi jumlah penduduk Indonesia hingga tahun 2030 (BPS, 2009)
Gambar 2. Pembalakan hutan di Indonesia periode tahun 2000-2005 (Statistik Kehutanan, 2007)
3
TUTUPAN LAHAN PENENTU TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN TANAH
Ibu dan Bapak yang saya muliakan,
Tutupan lahan diartikan sebagai materi yang berada di atas permukaan tanah dan dapat
menciptakan suatu kekasaran permukaan tanah tertentu. Materi tersebut berupa bebatuan,
seresah, aneka tumbuhan (vegetasi) baik rerumputan, tumbuhan penutup tanah, tanaman
budidaya maupun pohon. Didalam konteks hidrologi, tutupan lahan lebih banyak ditentukan oleh
vegetasi daripada oleh bebatuan atau yang lainnya. Para ahli mengatakan bahwa tingkat tutupan
lahan membentuk kekasaran permukaan oleh peran tajuk vegetasi dari berbagai kenampakan
morfologi yang membentuk lapisan tajuk, semakin tinggi tingkat tutupan lahan maka semakin
tinggi pula tingkat kekasaran permukaan tanah (Seyhan, 1990; Tinker et al., 1996; Islam et al.,
2000; Melloulli et al., 2000; Susswein et al., 2001), dan hal itu berpengaruh pada tingkat
kecepatan pergerakan air hujan saat menuju permukaan tanah. Kecepatan gerakan air hujan yang
terkendali merupakan penentu awal baik buruknya kinerja sistem hidrologi. Dengan demikian,
kondisi tajuk vegetasi akan memberikan kontribusi bagi terwujudnya daerah hulu (upstream)
sebagai penyangga pada puncak hujan, pengatur aliran air, pemelihara kualitas air, pencegah
banjir, erosi maupun tanah longsor dan sekaligus perwujudan iklim mikro (Susswein et al., 2001;
Noordwijk et al., 2004).
Hadirin sekalian,
Berbicara tentang lapisan tajuk mengarahkan pemikiran saya pada pohon yang
keberadaannya tentu lebih dominan daripada jenis vegetasi yang lain di suatu hamparan lahan.
Setiap pohon dengan karakter masing-masing memberikan kontribusi yang cukup besar pada
kinerja sistem hidrologi karena minimal pohon dapat berfungsi sebagai penghambat aliran air
permukaan (runoff) dan meningkatkan peluang air hujan untuk meresap ke dalam tanah. Namun
demikian, di bagian manakah dari pohon yang paling berperan dalam hal itu, akar, batang atau
sistem percabangan (tajuk)?. Tentu saja tiap-tiap komponen pohon (sistem perakaran, batang dan
sistem percabangan) mempunyai peran penting dalam sistem hidrologi, namun saya akan
menekankan perhatian saya pada komponen yang paling awal terpapar oleh air hujan, yaitu
sistem percabangan (tajuk). Saya menganggap bahwa tajuk merupakan mediator awal yang
menentukan perilaku air hujan khususnya setelah tiba di permukaan tanah.
4
ARSITEKTUR TAJUK POHON
Tajuk pohon terbentuk selama pertumbuhan dan perkembangan pohon dan memuat
jalinan kompleks dengan kerangka dasar terdiri atas batang, cabang, ranting, dan daun (Oldeman,
1986; DeReffye et al., 1995). Pada tahap akhir dari perkembangan tajuk menghasilkan
kenampakan yang spesifik sehingga dapat dibedakan dengan mudah antara pohon satu dengan
yang lain (Oldemann, 1986; Harrington et al., 1989). Didalam proses perkembangan selanjutnya,
selain faktor genetik, faktor lingkungan seperti suhu udara, kekeringan dan unsur hara,
berpengaruh khususnya pada jumlah cabang dan kedudukan daun yang terbentuk (Sinclair et al.,
1998). Kedua unsur penyusun tajuk ini menjadi kunci utama bentuk akhir tajuk yang
selanjutnya disebut arsitektur tajuk pohon.
Sebagai dasar penelusuran arsitektur tajuk pohon dipakai suatu pola umum pertumbuhan
cabang-ranting-daun yaitu pola vertikal dan pola horizontal. Variasi diantara pola vertikal dan
horizontal dipertimbangkan melalui tingkat dominansi sudut yang terbentuk pada jalinan tersebut
(Noordwijk et al., 2002; Sitompul, 2003). Sudut yang terbentuk antara cabang dan atau ranting
dengan bidang datar (permukaan tanah) dibagi kedalam dua kelas yakni sudut besar dengan
cabang cenderung tegak (erect ≥ 22,5-≤45) dan sudut kecil dengan cabang cenderung datar
(prostrate ≤ 22,5). Pola vertikal dan horizontal tersebut hendaklah dipertimbangkan dengan
jumlah cabang dan kedudukan daun (termasuk ukuran daun) untuk dapat menentukan tingkat
kerapatan tajuk pohon.
Satu hal yang tidak dapat ditinggalkan adalah kondisi hujan saat menerpa tajuk pohon,
apakah dengan intensitas tinggi dan dalam waktu lama atau sebaliknya. Sebagai gambaran,
apabila pada suatu waktu berlangsung hujan dengan intensitas tinggi dan cukup lama yang
menerpa tajuk rapat maka selain diintersep (diikat) oleh tajuk, air hujan memiliki kesempatan
untuk jatuh ke permukaan tanah secara terkendali. Mengapa demikian, pohon dengan tajuk rapat
membentuk lapisan tajuk yang berperan mengendalikan kekuatan energi kinetik tetesan air hujan
sehingga tanah terhindar dari kerusakan agregat atau penyumbatan pori makro
(Notohadiprawiro, 2000; Widianto et al., 2004; Hairiah et al., 2004). Tajuk rapat ditunjukkan
melalui cabang banyak berkedudukan tegak, berhelai daun sedang dengan kedudukan relatif
tegak dan secara keseluruhan tampak lebar (Budiastuti et al., 2009).
5
FUNGSI MEDIASI TAJUK POHON
Para tamu undangan yang saya muliakan,
Penelitian saya selama lima tahun terakhir terhadap arsitektur tajuk beberapa jenis pohon
(Jati/Tectona grandis L., Mahoni/Swietenia mahagoni L., Pinus/Pinus mercusii L.,
Damar/Agathis sp., Surian/ Toona surenii L., Johar/ Casia siamea Lam., Sengon/Paraserianthes
falcataria L.) menunjukkan bahwa tidak semua tajuk dapat menjadi mediator yang baik bagi
pergerakan air hujan ke permukaan tanah. Saat intensitas hujan relatif tinggi (50-100 mm.hari-1),
tajuk pohon dapat menjadi mediator yang baik apabila menunjukkan kemampuan
mengintersep (menangkap air hujan) untuk dialirkan melalui sistem percabangan dan
batang serta meneteskan air hujan secara bertahap (melalui lapisan tajuk) ke permukaan
tanah. Tajuk demikian dapat mengendalikan kekuatan tetesan air hujan sesaat sebelum mencapai
permukaan tanah dan struktur tanah terhindar dari kerusakan. Hal ini jarang dipertimbangkan
dalam menentukan jenis pohon yang hendak digunakan dalam kegiatan reboisasi khususnya di
lahan dengan kemiringan lebih dari 25%. Sebagai contoh, pemilihan pohon Jati (Tectona
grandis. L) untuk penghijauan di kawasan hulu DAS Bengawan Solo ternyata belum dapat
mengurangi laju sedimentasi di waduk Gajah Mungkur yang sampai saat ini masih relatif tinggi
(3-3,5 juta m3 per tahun) (Winarno, 2010; komunikasi personal)
Ibu, Bapak, para tamu undangan yang saya hormati, dari beberapa tajuk pohon yang telah
saya teliti saya berani menyatakan bahwa kondisi arsitektur tajuk pohon menentukan tingkat
kemampuan tajuk untuk dapat bertindak sebagai mediator yang baik. Tiap-tiap jenis pohon
memiliki unsur penyusun tajuk tertentu yang membawa akibat pada sifat tetesan air hujan apakah
bergerak secara bertahap melalui lapisan tajuk atau celah-celah yang terbentuk dalam sistem
tajuk (canopy gap fraction). Sesuai dengan fungsi mediasi maka karakter tajuk yang diharapkan
adalah yang mampu menekan sebesar-besarnya pengaruh negatif tetesan air hujan terhadap
struktur tanah dan meningkatkan sebesar-besarnya resapan air ke dalam tanah. Harus diingat
bahwa volume resapan air yang tinggi yang tidak diimbangi oleh tanah berstruktur stabil, tentu
akan berakibat fatal (tanah longsor), dan seperti diketahui bahwa tingkat kestabilan struktur
tanah ditentukan oleh keberadaan pohon dengan sistem perakaran terutama akar proximal yang
menyebar baik secara horizontal maupun vertikal (Suprayoga, 2004; Hairiah et al., 2006).
6
ANALISIS SISTEM PERCABANGAN
Para anggota sidang senat dan tamu undangan yang saya muliakan,
Pemilihan Jati sebagai pohon penghijauan di Wonogiri terbukti belum mampu menekan
laju sedimentasi yang relatif tinggi. Mengapa demikian, saya mencoba menganalisis
berdasarkan kondisi sistem percabangan. Tajuk Jati dengan daun lebar berbentuk hati (cordate)
berkedudukan pada cabang-cabang yang berjarak relatif jauh (Gambar 3), menyebabkan
terbentuknya celah-celah tajuk yang cukup banyak, sehingga dapat dipastikan apabila air hujan
menerpa tajuk Jati maka fungsi tajuk sebagai mediasi (pengendali kekuatan tetesan air hujan)
sangatlah kecil. Air hujan yang jatuh di permukaan tanah lebih banyak dalam bentuk tetesan air
hujan (lolos tajuk) dengan kekuatan cukup besar karena air bergerak bebas tanpa hambatan
apapun. Saya yakin bahwa kondisi demikian juga berlaku pada tajuk pohon lain, semakin besar
celah celah tajuk yang terbentuk semakin besar kesempatan air hujan untuk bergerak secara
bebas ke permukaan tanah (Budiastuti, 2007). Karena itu, dari aspek arsitektur tajuk pohon,
tepatkah apabila pohon Jati dipilih sebagai pohon pengendali kekuatan tetesan air hujan di
daerah tangkapan air hujan khususnya di DAS Bengawan Solo.
Penelitian tentang pohon ideal bagi perlindungan kawasan DAS menyatakan bahwa
aspek tajuk pohon saja tidak cukup untuk dipakai sebagai bahan pertimbangan penentuan jenis
pohon (Dewi et al., 2008), dan hasil penelitian ini lebih menguatkan pendapat saya bahwa Jati
memiliki peran perlindungan DAS yang kurang optimal. Dengan demikian, selain aspek
arsitektur tajuk yang telah saya kemukakan tadi, sistem perakaran ikut pula menentukan fungsi
7
A
CGambar 3. Sistem perakaran (A), percabangan (B) dan tajuk Jati (Tectona grandis L) (C) (Foto: Budiastuti, 2007)
pohon sebagai penjaga kestabilan struktur tanah. Kuantifikasi terhadap sistem perakaran
dilakukan dengan menggunakan kriteria Jangkar akar dan Cengkeraman akar (Hairiah et
al., 2008) yang dihitung berdasarkan nilai indeks (Indeks Jangkar Akar/IJA dan Indeks
Cengkeraman Akar/ICA). Akar yang berkembang secara vertikal bersifat sebagai jangkar
(penguat struktur tanah ke arah dalam) dan yang berkembang secara horizontal bersifat sebagai
pencengkeram tanah lapisan atas. Pohon dengan IJA tinggi mampu menopang pohon dengan
kuat sehingga terhindar dari longsor, sedangkan ICA tinggi menahan permukaan tanah dengan
kuat sehingga tidak mudah terbawa aliran permukaan. Penelitian terhadap sistem perakaran Jati
menunjukkan hasil IJA dengan kriteria sedang (0,68) dan ICA dengan kriteria rendah (0,62)
(Gambar 3). Ini menunjukkan bahwa sistem perakaran Jati memiliki kemampuan yang rendah
dalam mencengkeram tanah lapisan atas.
Tajuk sebagai kendali kekuatan tetesan air hujan bersama dengan akar sebagai
pencengkeram tanah lapisan atas merupakan dua aspek penting yang harus dipertimbangkan
dalam pemilihan jenis pohon sebagai pengendali kinerja sistem hidrologi. Mengingat hal itu,
sangat bijaksana kiranya apabila pemilihan Jati dipertimbangkan kembali. Langkah awal yang
diambil untuk menentukan jenis pohon adalah mempertimbangkan, pertama pohon yang sesuai
dengan iklim mikro setempat, kedua pohon dengan tajuk berlapis yang mengendalikan kekuatan
tetesan air hujan dan ketiga sistem perakaran yang berperan sebagai penguat tebing dan
pemegang tanah lapisan atas. Dengan demikian ketiga pertimbangan tersebut menjadi acuan
penting untuk melindungi kawasan DAS ditinjau dari fungsi hidrologi. Saya menyadari bahwa
pemilihan jenis pohon melibatkan pula pertimbangan faktor ekonomi, dan karena itu akan
menjadi lebih tepat bila faktor ekonomi menjadi bahan pertimbangan yang keempat.
Para tamu undangan yang saya muliakan, selanjutnya saya akan menyampaikan karakter
pohon yang dapat dipilih sebagai pohon pelindung di kawasan hulu yang telah
mempertimbangkan faktor ekonomi. Sebagai contoh, kasus di area tangkapan air hujan sub DAS
Keduang Wonogiri yang merupakan penyumbang terbesar sedimentasi waduk Gajah Mungkur
(Retno, 2010) oleh dinas terkait telah diusahakan dengan reboisasi berbasis JAti, namun laju
sedimentasi masih tetap tinggi. Saya mencoba untuk memberikan saran pilihan pohon dengan
karakter tajuk dan sistem perakaran berdasarkan urutan terbaik yang mendukung upaya
perlindungan kawasan hulu khususnya DAS Bengawan Solo dan memenuhi empat
8
pertimbangan yang telah saya sampaikan tadi, yakni 1). Mahoni (Swietenia mahagoni), 2).
Jambu mete (Anacardium occidentale), 3). Surian (Toona surenii), 4). Johar (Casia siamea Lam)
dan terakhir 5). Petai (Parkia speciosa) (Gambar 4, 5, 6, 7 dan 8). Mahoni, Surian, Johar
merupakan pohon penghasil kayu sedangkan Jambu mete dan Petai merupakan penghasil biji
yang bernilai ekonomi cukup tinggi.
9
Gambar 4. Tajuk (A) dan sistem perakaran Mahoni (Swietenia mahagoni) (B) (Foto: Budiastuti dan Dewi, 2008)
A
B
Gambar 5. Tajuk (A) dan sistem perakaran Jambu mete (Anacardium occidentale) (B) (Foto: Budiastuti, 2010)
B
A
10
Gambar 6. Tajuk (A) dan sistem perakaran Surian (Toona surenii) (B) (Foto: Dewi, 2008)
A
B
Gambar 7. Tajuk (A) dan sistem perakaran Johar (Casia siamea) (B) (Foto: Dewi, 2008)
A B
Gambar 8. Tajuk (A) dan sistem perakaran Petai (Parkia speciosa) (B) (Foto: Dewi, 2008)
A B
PENUTUP DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Hadirin dan tamu undangan yang saya hormati,
Suatu kebahagiaan tersendiri buat saya dapat menyumbangkan pemikiran ini, walau saya
menyadari bahwa telah banyak pemikiran dan langkah-langkah konkrit dari para ahli untuk
menyelamatkan kawasan hulu. Pemikiran yang saya sampaikan tadi kemungkinan hanyalah
sebuah impian indah, karena sampai dengan periode hujan tahun ini banjir bandang dan tanah
longsor yang menelan korban jiwa masih saja terjadi (Wasior Papua Barat). Kondisi tersebut
merupakan bukti dari keseimbangan ekologi dan ekonomi di hulu suatu DAS yang belum
tercapai, lalu kapankah saat yang dinantikan itu akan tiba?. Rupanya kepentingan ekonomi lebih
diutamakan daripada kepentingan untuk menjaga dan memelihara harmonisasi hubungan antar
komponen dalam ekosistem. Walau kemungkinan reboisasi telah menjadi prioritas kegiatan
penyelamatan kawasan hulu, namun pemahaman tentang karakter tajuk dan sistem perakaran
belum sepenuhnya dimiliki. Semoga wacana ini bermanfaat bagi pemerhati lingkungan dan
khususnya bagi mereka yang peduli akan kehidupan saat ini dan yang akan datang.
Ibu, Bapak, hadirin yang saya muliakan,
Saya akan mengakhiri pidato ini dengan ucapan terima kasih dari lubuk hati saya yang
paling dalam kepada semua pihak yang sangat berperan dalam kehidupan saya sejak saya
dilahirkan hingga saat saya dapat berdiri di mimbar terhormat ini. Saya menyadari sepenuhnya
bahwa saya adalah manusia lemah yang penuh dengan kekurangan dan karena kebesaran dan
karya Tuhan semata yang membuat saya menjadi seperti saat ini. Terima kasih Tuhan atas
anugerah yang Kau limpahkan kepadaku.
Ucapan terima kasih saya sampaikan pertama-tama kepada Menteri Pendidikan Nasional
dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk
memangku jabatan Guru Besar dalam bidang Agrohidrologi pada Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret. Demikian pula, ucapan terima kasih kepada Rektor dan seluruh anggota senat
Universitas Sebelas Maret, Dekan dan segenap anggota senat, Ketua Jurusan, Ketua
laboratorium, teman-teman dosen dan staf administrasi di lingkungan Fakultas Pertanian UNS,
khususnya kepada Ir. Suharto Pr, MP dan Ir. Wartoyo, MS sebagai atasan langsung yang
merekomendasikan saya untuk dapat diajukan sebagai guru besar.
11
Peristiwa hari ini tidak terlepas dari peran Papi, Mami, Bapak, Ibu saya, khususnya Papi
(Prof. G. Budihardjo almarhum) yang senantiasa memberi dorongan spiritual untuk menempuh
ilmu setinggi mungkin dengan tetap mengutamakan keluarga sebagai ujung tombak kebahagiaan
kehidupan saya. Saya yakin para orang tua saya yang telah berpulang ikut pula merasakan
kebahagiaan yang saya rasakan ini. Sembah nuwun untuk semua.
Kepada suamiku tercinta dr S. Bambang Widjokongko (mas O’ok) dan anak-anakku
Wedha dan Dika. Kalian adalah para pahlawanku yang dengan tulus selalu memberi semangat
dalam peningkatan karier. Tanpa doa dan dukungan dari suami dan anak-anak, saya tidak
mungkin melakukan studi lanjut dan yang akhirnya jabatan fungsional tertinggi sebagai guru
besar dapat saya raih. Kepada adik-adikku Riri dan Yawan, Christ dan Tita, Ria dan Damar,
Wike dan Prasojo, serta seluruh keponakanku, doa tulus kalian adalah kunci keberhasilanku,
terima kasih kalian selalu menjaga kebersamaan dan kasih diantara kita sesuai dengan amanat
orang tua sesaat sebelum meninggalkan kita. Kepada Mas Totok dan Mbak Henny (Jakarta) dan
keluarga besar Mas Son dan Mbak Wulan (Malang), terima kasih atas keikhlasan Mas dan Mbak
mendampingi saya saat saya studi S2 dan S3. Kepada keluarga Ibu Darno dan khususnya mbak
Anik, terima kasih atas kasihnya yang diberikan kepada keluargaku di saat aku berada jauh dari
mereka. Juga kepada Narti, terima kasih atas bantuanmu selama ini.
Keberhasilan ini tidak lepas dari peran para guru SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
Dengan tidak bermaksud menganggap peran guru saya yang lain kecil (semua berperan besar),
secara khusus saya sampaikan terima kasih kepada Ir. Djoko Mursito MP sebagai PA saya
sewaktu S1, yang mengarahkan studi saya dengan sangat telaten, kepada Prof. Tedjojuwono
Notohadiprawiro UGM, dari beliaulah saya memperoleh pemahaman tentang makna neraca air
dalam tubuh tanah. Juga kepada para promotor saya, Prof. Bambang Guritno, Prof. Sitompul
dan Dr. Didik Suprayogo yang dengan telaten membimbing saya, di saat usia saya telah
menginjak kepala empat dan terkadang lambat dalam proses pemahaman ilmu yang saya tekuni.
Khususnya kepada Pak Tom, cara pembimbingan bapak justru memacu saya untuk belajar dan
belajar walau akhirnya bapak mengatakan “cukup!, karena air yang saya tuangkan telah
melebihi tempatnya dan tidak mungkin ditambah lagi”, dan saya berkata dalam hati bahwa
masih ada kesempatan buat saya untuk berkembang apabila ada kemauan. Kepada teman-teman
sejawat, Karyawan dan Mahasiswa di Jurusan Agronomi dan Agroteknologi, terima kasih atas
12
iklim sejuk yang terjadi antara kita sehingga motivasi untuk saling berbagi ilmu pengetahuan dan
kebersamaan dapat terwujud. Terlebih kepada Prof. Djoko Purnomo yang melatih saya untuk
berpikir kritis dan disiplin dalam segala hal, juga kepada Bu Warni, Bu Harjanti, Mas Trijono,
Mas Pardono, Mas Sunu, Pak Darsono, terima kasih karena pelajaran berharga untuk selalu
mensyukuri kehidupan ini. Kepada Bu Njari dan Pak Didik Suroto, terima kasih karena selalu
mendorong saya untuk segera mengajukan jabatan ini. Kepada Bu Dewi dan Bu Eny Lestari,
terima kasih atas kerjasama saat kita melakukan penelitian dan saling pengertian saat kita satu
kost hingga sekarang. Kepada sahabat-sahabatku SMA dan S1, Emmy, Andriyono, Priyo, Santi,
Edy Triharyanto, Atik Hakim, Tuti, Marwanti, Winarno, Yoyok, Sugiharto, Anton, Drajad,
terima kasih karena kita selalu dapat berbagi suka dan duka untuk saling mengisi dan
menguatkan hidup ini. Kepada teman-teman pengelola dan seluruh mahasiswa S2, S3 di Prodi
Ilmu Lingkungan PPs UNS, saya sampaikan terima kasih atas kerjasama yang kompak diantara
kita. Tak lupa kepada PPKWU LPPM UNS, karena kebaikan hati Kepala dan para stafnya, saya
memperoleh banyak kesempatan untuk dilibatkan dalam berbagai kegiatan, terima kasih tak
terhingga. Kepada mas Wardoyo dan mas Priyatmo, terima kasih atas pengurusan berkas-berkas
pengajuan saya ke jabatan guru besar. Tak lupa kepada tanteku Ibu Retno Rosari dan keluarga,
terima kasih atas doanya, juga sohibku Bu Mani dan mas Anto (Jasa Tirta), kebaikan dan
kesabaran hatimu menjadi cerminan dalam pekerjaanku sehari-hari.
Ibu dan bapak yang saya muliakan, saya menyadari bahwa jabatan guru besar tidak akan
bermakna apabila tidak diimbangi dengan komitmen yang tinggi untuk menjadi guru yang
disegani dan tidak dihindari oleh mahasiswa, serta dapat melayani kepentingan mereka kapanpun
mereka perlukan. Disamping itu, harus semakin rendah hati dan menghargai perbedaan pendapat
untuk kemudian diperoleh suatu jalan keluar yang menyejukkan semua pihak. Seorang Guru
Besar bukan berarti tidak menerima kritikan, karena itu kelapangan hati dan pikiran harus
diciptakan demi kemajuan institusi ini. Mudah diucapkan tidak mudah dijalankan, paling
tidak menjadi bahan permenungan kita bersama. Semoga Tuhan selalu mendampingi dan
menganugerahkan kesehatan kepada kita, sehingga kita dapat memajukan institusi ini. Amin.
Tiada gading yang tak retak, apabila terdapat tutur kata yang kurang berkenan mohon
dimaafkan. Terima kasih.
13
Daftar Acuan
Badan Pusat Statistik. 2009. Sensus Penduduk 2010. BPS Jakarta
Budiastuti. 2007. Bentuk dan Kepadatan Tajuk Pohon pada Hutan Produksi: Pola Percabangan dan Tipe Daun Sebagai Pengendali Aliran Air Hujan. Agrivita 29 (2): 162-173
Budiastuti, Sumani. 2009. Peran Pohon Dalam Perlindungan Kawasan Konservasi Das Bengawan Solo: Model Kepadatan Tajuk Sebagai Deteksi Awal Pencegahan Kerusakan Permukaan Tanah. Agrivita (Edisi Khusus): 45-52
DeReffye DeReffye, P., F. Houllier, F. Blaise, D. Barthelemy, J. Dauzat and D. Auclair. 1995. Model Simulating Above and Below Ground Tree Architecture With Agroforestry Applications. Agroforestry System. 30:175-197
Dewi, W.S., Budiastuti, Sugihardjo. 2008. Karakterisasi Jenis Pohon Ideal Untuk Konservasi Fungsi Hidrologi Tanah Di Kawasan Penyangga DAS Samin. Laporan Penelitian Unggulan UNS.
Hairiah, K., Widianto, D. Suprayogo, R. H. Widodo, P. Purnomosidhi, S. Rahayu dan M. van Noordwijk. 2004. Ketebalan Seresah Sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai (DAS) Sehat. World Agroforestry Centre. Bogor Indonesia.
Hairiah, K., Widianto, Suprayogo, D., Lestari, N.D., Kurniasari, V., Santosa, A., Verbist, B., and Van Noordwijk., M. 2006. Root Effects on Slope Stability in Sumberjaya, Lampung (Indonesia). Paper to be presented in ‘International Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosystem in Mountanious Regions’ Chiang Mai, 7-9 March 2006. Pp. 12.
Hairiah, K., Widianto, dan Suprayogo, D. 2008. ADAPTASI DAN MITIGASI PEMANASAN GLOBAL: Bisakah Agroforestri mengurangi resiko longsor dan emisi gas rumah kaca. Makalah pendamping dalam Seminar Nasional dan General Meeting INAFE, 3 – 5 Maret 2008. Kerjasama Fak. Pertanian UNS, INAFE, dan ICRAF.
Harrington, H. D and J. W. Durrel. 1989. How to Identify The Plant. Swallow Press. Athen.
Islam, K. R and R. R. Weil. 2000. Land Use Effect on Soil Quality in Tropical Forest Ecosystem of Bangladesh. Agric. Ecosystem and Environment. 79:9-16
Mellouli, H. J., B. Van Wesemael, J. Poesen and R. Hartmann. 2000. Evaporation Losses From Bare Soil as Influenced by Cultivation Techniques in Semi Arid Regions Agric. Water Management 42:355-369
Noordwijk, M. V., R. Mulia dan K. Hairiah. 2002. Estimasi Biomassa Tajuk dan Akar Pohon Dalam Sistem Agroforestri: Analisis Cabang Fungsional (Functional Branch Analysis) Untuk Membuat Persamaan Alometrik Pohon. Wanulcas Model
14
Simulasi Untuk Sistem Agroforestri. (Eds: K. Hairiah, Widianto, S. R. Utami dan Betha Lusiana). ICRAF. Bogor. p. 137-152
Noordwijk, M. V., F. Agus, D. Suprayogo, K. Hairiah, G. Pasya dan Farida. 2004. Peranan Agroforestri Dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologis DAS. Agrivita 26 (1):1-8
Notohadiprawiro, T. 2000. Tanah dan Lingkungan. Pusat Penelitian Sumberdaya Lahan dan Lingkungan. Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Oldemann, R. A. A. 1986. Field Guide For The Research Group. Departement of Silviculture Agricultural University Wageningen Netherlands
Retno, L. 2010. Kekritisan Air DAS Bengawan Solo. Workshop Pemetaan KAwasan Kritis Pada DAS Bengawan Solo. PPLH. LPPM. UNS
Seyhan, A. 1990. Pengantar Hidrologi. Gadjah Mada University Press.
Sinclair, T. R and F. P. Gardner. 1998. Environmental Limits Plant Productions Principle of Ecology. Plant Production (Eds: T. R. Sinclair and F. P. Gardner). CAB. International. p. 63-78
Sitompul, S. M. 2003. Pengembangan Model Pengelolaan Sistem Tata Guna Sumberdaya Air (STASDA): Optimalisasi Hidrologi DAS Dengan Perubahan Tutupan Lahan. Proposal Riset Unggulan Terpadu. Fakultas Pertanian Unibraw. Malang.
Statistik Kehutanan. 2007. Badan Planologi Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta
Suprayogo, D., Widianto, P. Purnomosidi, R. H. Widodo, F. Rusiana, Z. Z. Aini, N. Khasanah dan Z. Kusuma. 2004. Degradasi Sifat Fisik Tanah Sebagai Akibat Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Sistem Kopi Monokultur: Kajian Perubahan Makro Porositas Tanah. Agrivita. 26:60-68
Susswein, P. M., M. V. Noordwijk and B. Verbist. 2001. Forest Watershed Function and Tropical Land Use Change. ASB. Lecture Note 7:34. ICRAF. SEA. Regional Research Program.
Tinker, P. B., J. S. I. Ingram and Sten Struwe. 1996. Effect of Slash and Burn Agriculture Deforestation on Climate Change. Agriculture, Ecosystem and Environment. 58:13-22
Widianto, D. Suprayogo, H. Noveras, R.H. Widodo, P. Purnomosidi dan M. V. Noordwijk. 2004. Apakah Fungsi Hidrologis Hutan Dapat Digantikan Sistem Kopi Monokultur. Agrivita. 26:47-52
15
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama: Prof. Dr. Ir. MTh. Sri Budiastuti, MSiNIP: 19591205 198503 2 001Tempat/Tanggal Lahair: Bogor, 5 Desember 1959Jenis Kelamin: PerempuanAgama: KatholikPangkat/Golongan: Pembina Tingkat I/IVaJabatan Fungsional: Guru Besar/1 Juli 2010Alamat Kantor: Fakultas Pertanian
Jln. Ir. Sutami 36 A SurakartaTelp/Fax: 0271 637457
Alamat Rumah: Jl. Ekonomi 37 Perum UNS JAtiJaten KaranganyarTelp. 0271 495646
Alamat e-mail: [email protected] Perkawinan: MenikahNama Suami: S. Bambang Widjokongko, dr, PHK, MPdNama Anak: 1. V. Anindita Wedhasmara, S.Psi
(S2 Psikologi UGM)2. dr. Ch. Budhi Baskara Widya
B. Riwayat Pendidikan
Tahun Lulus Pendidikan Tempat Bidang Studi1979 SMA SMA Negeri I Surakarta IPA1984 S1 Universitas Sebelas Maret Ska Agronomi1993 S2 Universitas Indonesia Jakarta Ilmu Lingkungan2006 S3 Universitas Brawijaya Malang Ilmu Pertanian
C. Riwayat Kepangkatan dan Jabatan Fungsional
No. Uraian Tahun1 Calon Pegawai Negeri Sipil/Penata (IIIa) 19842 Pegawai Negeri Sipil/Penata muda (IIIa) 19853 Penata Muda Tk.I/Asisten Ahli (IIIb) 19884 Penata (IIIc), Lektor 19905 Penata TK.I (IIId), Lektor 19926 Pembina (IVa), Lektor Kepala 19987 Pembina Tk.I (IVb), Lektor Kepala 20108 Guru Besar 2010
16
D. Pengalaman Kerja
No. Uraian Tahun1 Dosen Fakultas Pertanian 1984-sekarang2 Kepala Pendidikan Dan Layanan Masyarakat LPM UNS 1997-20013 Sekretaris S2 Prodi Ilmu LIngkungan PPS UNS 2010-sekarang4 Tim Pemantau dan Penilai MIH KLH 2010-sekarang
E. Pengalaman Mengajar
Mata Kuliah Jenjang Institusi/Jurusan/Program TahunIAD S1 Fak.Ekonomi, FKIP,UNS 2006-sekarangAgroekosistem S1 Agroteknologi Faperta UNS 2007-sekarangTBT Perkebunan S1 Agronomi Faperta UNS 2007-sekarangPerhutanan Sosial S1 PKP Fak. Pertanian UNS 2007-sekarangTeknologi AF S1 Agronomi Faperta UNS 2007-sekarangPengelolaan Air S1 Agroteknologi Faperta UNSTopik Khusus S2 Agronomi PPs UNS 2007-sekarangSistem Pertanaman S2 Agronomi PPs UNS 2008-sekarangPerub.lingk Global dan Kerjasama Internasional
S2 Ilmu Lingkungan PPs UNS
2010-sekarang
Pengelolaan DAS S2 Ilmu Lingkungan PPs UNS 2010-sekarangPengelolaan Sumberdaya Alam S2 Ilmu Lingkungan PPs UNS 2010-sekarangFilsafat Ilmu dan Perancangan Penelitian
S3 Ilmu Lingkungan PPs UNS
2010-sekarang
F. Pengalaman Penelitian
Tahun Judul Penelitian Jabatan Sumber Dana2004 Pengembangan Model Pengelolaan Sistem
Tata Guna Sumberdaya Air: Optimalisasi Hidrologi DAS dengan Perubahan Tutupan Lahan
Anggota Menristek
2006 Evaluasi dan Parameterisasi Model RAINS pada DAS Konto Resapan Air Agroforestri Mahoni (Swietania mahagoni L.)
Anggota Menristek
2006 Peran Pohon Dalam Sistem Agroforestri: Tajuk dan Strata Tajuk Sebagai Pengendali Sistem Hidrologi
Ketua Disertasi
2008 Karakterisasi Jenis Pohon Ideal Untuk Konservasi Fungsi Hidrologi Tanah Di Kawasan Penyangga DAS Samin
Anggota DIPA UNS
2009 Peran Pohon Dalam Perlindungan Kawasan Konservasi DAS Bengawan Solo: Model Kepadatan Tajuk Sebagai Deteksi Awal Pencegahan Kerusakan
Ketua Dirjen Dikti
17
Permukaan Tanah2009 Kajian Konservasi Dan Penataan Usaha
Untuk Sabuk Hijau (Green Belt) Bendungan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah
Anggota Perum Jasa Tirta I
2010 Identifikasi Tingkat Pencemaran Air Akibat Pembuangan Limbah Boga dan Strategi Penanganan dengan Metode Adsorbsi-Biofiltrasi-Aerobik (ABA)
Anggota DIPA PPs UNS
2010 Pengembangan Sistem Insentif Teknologi Industri Produksi Bibit Dan Benih (Pengembangan Jaringan Antar Peneliti Dan Lembaga Litbang)
Anggota Kemenristek
G. Karya Tulis Ilmiah
Tahun Judul Penerbit/Jurnal2006 Evaluasi dan Parameterisasi Model RAINS
pada DAS Konto Resapan Air Agroforestri Mahoni (Swietania mahagoni)
Jurnal TerakreditasiAgrivita 28 (1): 64-78
2007 Bentuk dan Kepadatan Tajuk Pohon pada Hutan Produksi: Pola Percabangan dan Tipe Daun Sebagai Pengendali Aliran Air Hujan
Jurnal TerakreditasiAgrivita 29 (2): 162-173
2009 Hidrologi Tapak Lahan: Perubahan Tutupan Lahan dan Tingkat Resapan Air
Jurnal ISSNSains Tanah Vol.6, Januari
2009 Dampak Penyimpangan Iklim Global Terhadap Hasil Pertanian
Jurnal ISSN Agrosain 11(1): 14-23
2010 Ekologi Umum: Teori Dasar Pengelolaan Lingkungan
ISBN: 979-498-522-8UNS Press
2010 Peran Pohon Dalam Perlindungan Kawasan Konservasi Das Bengawan Solo: Model Kepadatan Tajuk Sebagai Deteksi Awal Pencegahan Kerusakan Permukaan Tanah
Agrivita 31 (edisi khusus):45-52
H. Kegiatan Seminar
Tahun Judul Makalah Penyelenggara2008 Ketahanan Pangan Potensi dan Kendala
Dalam Mencapai Millenium Development Goal’s
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IX: LIPI, BPPT, Depkes, Deptan, Bappenas, Badan POM, Ristek, Diknas, Dep.Kelautan dan Perikanan
2008 Arsitektur Tajuk Pohon Dalam Sistem Agroforestri Sederhana: Percabangan dan Tipe Daun Sebagai Penentu Kecepatan Tetesan Tajuk
Semnas AF: Faperta UNS, ICRAF, INAFE
18
2008 Kharakteristik Kedelai Wil.Ska: Deteksi Tingkat Keanekaragaman Dan Hubungan Kekerabatan Jenis Tanaman Melalui Aspek Morfologi
Semnas: Pengembangan Kacang-kacangan & Umbi-umbian, FAPerta UNS, Balitkabi
2009 Potensi Usaha Tani Dalam Hadapi Krisis Global Pasca Revitalisasi Pertanian
Seminar Nasional “Revitalisasi Pertanian dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Global”
2009 Tantangan IPTEK Bidang Pertanian Dalam Memenuhi Kecukupan Pangan Dan Mengatasi Krisis Global
Seminar Nasional Pemanfaatan IPTEK Sebagai Upaya Mengatasi Krisis Global, LPPM UNS, Dirjen Dikti
2009 Empowerment Of Upland System With Agroforestry For Sustaining Food Production And Ecological Functions
Seminar Internasional“Upland For Safety Food” Sudirman University Purwokerto
2010 The Climate Change Phenomenon and Continuity of Agriculture Production
International conference on Biotechnology and Climate Change, Post Graduate Programme UNS
I. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat
Tahun Uraian2007 Desiminasi Informasi Teknologi AF melalui Pengabdian pada Masyarakat2008 Penyuluhan dan demonstrasi Plot di Kalurahan Dayu, Kec.Gondangrejo,
Kab. Karanganyar2008 Siaran Pedesaan RRI Surakarta2010 Nara sumber dalam “UNS Menyapa” Jogja TV2010 Pemantauan dan Penilaian MIH di Klaten dan Wonosobo
J. Organisasi Profesi
Tahun Organisasi Jabatan1986-sekarang IKATANI (Ikatan Alumni Pertanian UNS) Anggota1998-sekarang Himpunan Ilmu Gulma Indonesia Anggota2009-sekarang Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia Anggota
19