kekeringan beserta faktor penyebabnya
TRANSCRIPT
KEKERINGAN BESERTA FAKTOR PENYEBABNYA
A. Pengertian dan Tanda-tanda Umum Kekeringan
Kekeringan adalah kurangnya air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya pada
suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan air. Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan
didefinisikan sebagai pengurangan persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara
secara signifikan di bawah normal atau volume yang diharapkan untuk jangka waktu khusus.
Dampak kekeringan muncul sebagai akibat dari kekurangannya air, atau perbedaan-perbedaan
antara permintaan dan persediaan air. Apabila kekeringan sudah mengganggu dampak tata
kehidupan, dan perekonomian masyarakat maka kekeringan dapat dikatakan Bencana.
Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan bisa dikelompokan berdasarkan jenisnya yaitu:
kekeringan meteorologis, kekeringan hydrologis, kekeringan pertanian, dan kekeringan sosial
ekonomi.
1. Kekeringan meteorologis, berasal dari kurangnya curah hujan dan didasarkan pada
tingkat kekeringan relatif terhadap tingkat kekeringan normal atau rata–rata dan lamanya
periode kering. Perbandingan ini haruslah bersifat khusus untuk daerah tertentu dan bisa
diukur pada musim harian dan bulanan, atau jumlah curah hujan skala waktu tahunan.
Kekurangan curah hujan sendiri, tidak selalu menciptakan bahaya kekeringan.
2. Kekeringan hidrologis mencakup mencangkup berkurangnya sumber–sumber air seperti
sungai, air tanah, danau dan tempat–tempat cadangan air. Definisinya mencangkup data
tentang ketersediaan dan tingkat penggunaan yang dikaitkan dengan kegiatan wajar dari
sistem yang dipasok (sistem domestik, industri, pertanian yang menggunakan irigasi).
Salah satu dampaknya adalah kompetisi antara pemakai air dalam sistem–sistem
penyimpanan air ini.
3. Kekeringan pertanian adalah dampak dari kekeringan meteorologi dan hidrologi
terhadap produksi tanaman pangan dan ternak. Kekeringan ini terjadi ketika kelembapan
tanah tidak mencukupi untuk mempertahankan hasil dan pertumbuhan rata-rata tanaman.
Kebutuhan air bagi tanaman, bagaimanapun juga, tergantung pada jenis tanaman, tingkat
pertumbuhan dan sarana- sarana tanah. Dampak dari kekeringan pertanian sulit untuk bisa
diukur karena rumitnya pertumbuhan tanaman dan kemungkinan adanya faktor–faktor lain
yang bisa mengurangi hasil seperti hama, alang–alang, tingkat kesuburan tanah yang
rendah dan harga hasil tanaman yang rendah. Kekeringan kelaparan bisa dianggap sebagai
satu bentuk kekeringan yang ekstrim, dimana kekurangan banjir sudah begitu parahnya
sehingga sejumlah besar menusia menjadi tidak sehat atau mati. Bencana kelaparan
biasanya mempunyai penyebab–penyebab yang kompleks sering kali mencangkup perang
dan konflik. Meskipun kelangkaan pangan merupakan faktor utama dalam bencana
kelaparan, kematian dapat muncul sebagai akibat dari pengaruh–pengaruh yang rumit
lainnya seperti penyakit atau kurangnya akses dan jasa-jasa lainnya.
4. Kekeringan sosioekonomi berhubungan dengan ketersediaan dan permintaan akan
barang–barang dan jasa dengan tiga jenis kekeringan yang disebutkan diatas. Ketika
persediaan barang–barang seperti air, jerami atau jasa seperti energi listrik tergantung pada
cuaca, kekeringan bisa menyebabkan kekurangan. Konsep kekeringan sosioekonomi
mengenali hubungan antara kekeringan dan aktivitas–aktivitas manusia. Sebagai contoh,
praktek–praktek penggunaan lahan yang jelek semakin memperburuk dampak–dampak dan
kerentanan terhadap kekeringan di masa mendatang.
Gejala terjadinya kekeringan adalah sebgai berikut:
1. Kekeringan berkaitan dengan menurunnya tingkat curah hujan dibawah normal dalam
satu musim. Pengukuran kekeringan Meteorologis merupakan indikasi pertama adanya
bencana kekeringan.
2. Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan
air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan air
tanah. Kekeringan Hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan.
3. Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas tanah (kandungan
air di dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada
periode waktu tertentu pada wilayah yang luas yang menyebabkan tanaman menjadi kering
dan mengering.
B. Faktor Penyebab Kekeringan
Faktor-faktor penyebab terjadinya bencana kekeringan:
1. Lapisan tanah tipis
Dengan lapisan tanah yang tipis, air hujan yang terkandung dalam tanah tidak akan
bertahan lama. Hal ini dapat terjadi karena air akan lebih cepat mengalami penguapan oleh
panas matahari. Biasanya bencana kekeringan sering terjadi di daerah pegunungan
kars,karena di daerah ini memiliki lapisan tanah atas yang tipis.
2. Air tanah dalam
Air hujan yang jatuh pada saat musim penghujan, akan meresap jauh ke dalam lapisan
bawah tanah mengingat selain hanya mampu menyimpan air dengan intensitas yang
terbatas, tanah juga tidak mampu menyimpan air dengan jangka waktu yang lebih lama.
Hal ini menyebabkan aliran-aliran air di bawah tanah (sungai bawah tanah) yang dalam,
sehingga tanaman tidak mampu menyerap air pada saat musim kemarau, karena akar yang
dimiliki tidak mampu menjangkaunya. Air tanah yang dalam menyebabkan sumber-
sumber mata air mengalami kekeringan di musim kemarau,karena air yang terdapat jauh di
bawah lapisan tanah tidak mampu naik, sehingga kalaupun ada sumber mata air yang tidak
mengalami kekeringan pada musim kemarau, itu jumlahnya terbatas.
3. Tekstur tanah kasar
Tekstur tanah yang kasar, tidak mampu menyimpan air dengan jangka waktu yang lama.
Karena air hujan yang turun akan langsung mengalir ke dalam, karena tanah tidak mampu
menahan laju air. Di lain sisi, air yang terkandung dalam tanah yang memiliki tekstur yang
kasar akan mengalami penguapan relatif lebih cepat, karena rongga-rongga tanah jelas
lebih lebar dan sangat mendukung terjadinya proses penguapan.
4. Iklim
Dalam hal ini iklim berkaitan langsung dengan bencana kekeringan. Keadaan alam yang
tidak menentu akan berpengaruh terhadap kondisi iklim yang terjadi. Sehingga
mengakibatkan perubahan musim.
Misalnya: Akibat perubahan kondisi iklim, menyebabkan musim kemarau berjalan lebih
lama daripada musim penghujan, dengan musim kemarau yang lebih lama tentunya akan
memungkinkan terjadinya bencana kekeringan. Karena kebutuhan air kurang terpenuhi di
musim kemarau.
5. Vegetasi
Vegetasi juga mempunyai andil terhadap terjadinya kekeringan .Jenis vegetasi tertentu
seperti ketela pohon yang menyerap air tanah dengan intensitas yang lebih banyak,
daripada tanaman lain, tentunya akan sangat menguras kandungan air dalam tanah.
Dan lebih parahnya, penanaman ketela pohon banyak terjadi di daerah pegunungan karst
yang rawan akan bencana kekeringan. Vegetasi lain yang dapat memicu kekeringan adalah
tanaman bambu. Bambu memiliki struktur yang sangat rumit, dan menutupi permukaan
tanah (lapisan tanah atas) di sekitar bambu itu tumbuh. Sehingga kemungkinan tanaman
lain untuk tumbuh sangat kecil. Dengan demikian tanaman yang seharusnya berfungsi
untuk menyimpan air tidak ada atau terbatas jumlahnya.
6. Topografi
Topografi atau tinggi rendah suatu daerah sangat berpengaruh terhadap kandungan air
tanah yang dimiliki. Biasanya daerah yang rendah akan memiliki kandungan air tanah yang
lebih banyak daripada di daerah dataran tinggi. Hal ini disebabkan karena air hujan yang
diserap oleh tanah akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh
karena itu air akan lebih banyak terserap oleh tanah di dataran yang lebih rendah.
Dengan kata lain.di dataran tinggi kemungkinan terjadi bencana kekeringan lebih besar
daripada di dataran rendah. Karena dataran tinggi tidak mampu menyimpan air lebih lama.
C. Dampak Kekeringan
1. Fisik
a. Kerusakan terhadap habitat spesies ikan dan binatang.
b. Erosi-erosi angin dan air terhadap tanah.
c. Kerusakan spesies tanaman.
d. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas air (salinisasi).
e. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas udara (debu, polutan, berkurangnya daya
pandang).
f. Kekeringan juga menjadikan tanah menjadi mengeras dan retak-retak, sehingga sulit
untuk dijadikan lahan pertanian.
g. Keadaan suhu siang hari pada saat kekeringan akibat musim kemarau menjadikan
suhu udara sangat tinggi dan sebaliknya pada malam hari suhu udara sangat dingin.
Perbedaan suhu udara yang berganti secara cepat antara siang dan malam
menyebabkan terjadinya pelapukan batuan lebih cepat.
2. Non fisik
a. Ekonomi
1) Kerugian-kerugian produksi tanaman pangan, susu, ternak, kayu, dan perikanan.
2) Kerugian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
3) Kerugian pendapatan petani dan lain-lain yang terkena secara langsung.
4) Kerugian-kerugian dari bisnis turisme dan rekreasi.
5) Kerugian pembangkit listrik tenaga air dan meningkatkan biaya-biaya energy.
6) Kerugian-kerugian yang terkait dengan produksi pertanian.
7) Menurunya produksi pangan dan meningkatnya harga-harga pangan.
8) Pengangguran sebagai akibat menurunnya produksi yang terkait dengan
kekeringan.
9) Kerugian-kerugian pendapatan pemerintah dan meningkatnya kejenuhan pada
lembaga-lembaga keuangan.
b. Sosial Budaya
1) Saat terjadi kekeringan, tanah menjadi kering dan pasir lembut atau debu mudah
terbawa angin. Hal ini menyebabkan debu ada dimana, sehingga menimbulkan
banyak gejala penyakit yang berhubungan dengan pernafasan. Banyak orang yang
akan sakit flu dan batuk.
2) Pengaruh-pengaruh kekurangan pangan ( kekurangan gizi, kelaparan).
3) Hilangnya nyawa manusia karena kekurangan pangan atau kondisi-kondisi yang
terkait dengan kekeringan.
4) Konflik di antara penggunan air.
5) Masalah kesehatan karena menurunnya pasokan air.
6) Ketidakadilan dalam distribusi akibat dampak-dampak kekeringan dan bantuan
pemulihan.
7) Menurunnya kondisi-kondisi kehidupan di daerah pedesaan.
8) Meningkatnya kemiskinan, berkurangnya kualitas hidup.
9) Kekacauan social, perselisihan sipil.
10) Pengangguran meningkat, karena yang tadinya bertani kehilangan mata
pencaharian.
11) Migrasi penduduk untuk mendapatkan pekerjaan atau bantuan pemulihan,
banyaknya TKI (tenaga kerja indonesia) yang memilih keluar negeri.
c. Politik
Pemerintah harus bekerja keras untuk membuat kebijakan penanggulangan bencana
kekeringan. Badan khusus penanggulangan bencana juga harus dibentuk, seperti
yang sudah dibentuk di Indonesia yanitu BNPB (Badan Nasional Penanggulangan
Bencana).
D. Mitigasi Bencana Kekeringan
Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana
1. Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem pengiriman data iklim dari
daerah ke pusat pengolahan data.
2. Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan air dengan
memperhatikan historical right dan azas keadilan.
3. Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah.
4. Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan
iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan.
5. Pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan
kekeringan
6. Memberikan sistem reward dan punishment bagi masyarakat yang melakukan upaya
konservasi dan rehabilitasi sumber daya air dan hutan/ lahan.
Jika lebih dirincikan, tahap mitigasi bencana kekeringan adalah sebagai berikut:
1. Pra bencana
a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.
b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku untuk
air bersih.
c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan yang ada
di lingkungan tinggal kita.
d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.
e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan plester
semen atau ubin keramik.
f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air
g. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.
h. Panen dan konservasi air
Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran
permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah hujan
rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang
sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan contoh
tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan konservasi air.
Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan kering
(dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut dan
pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang
berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim
kemarau.
Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman,
sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau serta
mengurangi risiko erosi pada musim hujan.
1) Rorak
Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan kedalaman 30-
80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air yang
masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara perlahan akan
meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan
aliran permukaan dapat dikurangi.
Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi-di mana daya serap atau
infiltrasinya rendah—dan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek.
2) Saluran buntu
Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa meter
(sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa dalam pembuatan
rorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena
dapat menyebabkan terganggunya pernapasan akar tanaman dan berkembangnya
berbagai penyakit pada akar.
3) Lubang penampungan air (catch pit)
Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya dihindarkan dari
kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil untuk menampung air,
sehingga kelembaban tanah di dalam lubang dan di sekitar akar tanaman tetap tinggi.
Lubang harus dijaga agar tidak tergenang air selama berhari-hari karena akan
menyebabkan kematian tanaman.
4) Embung
Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran permukaan.
Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah aliran sungai (DAS)
mikro. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air aliran permukaan dan
rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal dari tampungan mikro di bagian
atas/hulunya. Air yang tertampung dapat digunakan untuk menyiram tanaman,
keperluan rumah tangga, dan minuman ternak selama musim kemarau.
Kapasitas embung berkisar antara 20.000 m3 (100 m x 100 m x 2 m) hingga 60.000
m3. Embung berukuran besar biasanya dibuat dengan menggunakan bulldozer
melalui proyek pembangunan desa. Embung berukuran lebih kecil, misalnya 200
sampai 500 m3 juga sering ditemukan, namun hanya akan mampu menyediakan air
untuk areal yang sangat terbatas. Embung kecil dapat dibuat secara swadaya
masyarakat.
Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya supaya peresapan
air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan airnya tinggi, seperti tanah
berpasir, air akan banyak hilang kecuali bila dinding dan dasar embung dilapisi
plastik atau aspal. Cara ini akan memerlukan biaya tinggi.
5) Bendungan Kecil (cek dam)
Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air selama musim
hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Aliran air dan
sedimen dari sungai kecil tersebut terkumpul di dalam cekdam, sehingga pada musim
hujan permukaan air menjadi lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya ke lahan
pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau diharapkan masih ada genangan air
untuk tanaman, air minum ternak, dan berbagai keperluan lainnya.
6) Panen air hujan dari atap rumah
Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki untuk
dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi, dan menyiram
tanaman. Untuk minum sebaiknya digunakan air dari mata air karena pada awal
musim hujan, air hujan mengandung debu yang cukup tinggi.
Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua tahapan strategi
yaitu perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.
a. Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):
1) Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan kekeringan.
2) Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan kekeringan.
Gambar 1. Rorak
Gambar 2.Saluran buntu
Gambar 3. Catch pit
Gambar 4. Embung
Gambar 5. Penampung air dari atap
3) Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah sungai yang
mempunyai waduk.
4) Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.
5) Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan dampaknya.
6) Penyiapan cadangan pangan.
7) Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk meringankan dampak.
8) Persiapan tindak darurat.
9) Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
10) Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
11) Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
12) Penyediaan pompa air.
b. Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:
1) Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi dan tangkapan
di hulu.
2) Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).
3) Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di wilayah
sungai.
4) Penggunaan air secara hemat.
5) Penciptaan alat sanitasi hemat air.
6) Pembangunan prasarana daur ulang air.
7) Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.
2. Saat terjadi Bencana
Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan dampak
yang ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air dapat
dilakukan melalui:
a. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
b. Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
c. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
d. Penyediaan pompa air.
e. Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring).
Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor terkait antara
lain dengan upaya:
a. Dampak Sosial:
1) Penyelesaian konflik antar pengguna air.
2) Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang mengalami kekeringan.
b. Dampak Ekonomi:
1) Peningkatan cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk baru, optimalisasi
fungsi embung, situ, penghijauan daerah tangkapan air, penghentian perusakan
hutan, dll.
2) Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air, daur ulang
pemakaian air.
3) Mempertahankan produksi pertanian, peternakan, perikanan, dan kayu/ hutan
melalui diversifikasi usaha.
4) Meningkatkan pendapatan petani, dan perdagangan hasil pertanian melalui
perbaikan sistem pemasaran.
5) Mengatasi masalah transportasi air a.l dengan menggunakan alternatif moda
transportasi lain atau melakukan stok bahan pokok.
c. Dampak Keamanan:
1) Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
2) Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan api.
d. Dampak Lingkungan:
1) Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land covering).
2) Mengurangi beban limbah sebelum dibuang kesumber air.
3) Meningkatkan daya dukung sumber air dalam menerima beban pencemaran
dengan cara pemeliharaan debit sungai.
4) Membangun waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air pada musim
kemarau.
5) Mempertahankan kualitas udara (debu, asap, dll) melalui pencegahan pencemaran
udara dengan tidak melakukan kegiatan yang berpotens i menimbulkan kebakaran
yang menimbulkan terjadinya pencemaran udara.
6) Mencegah atau mengurangi kebakaran hutan dengan pengolahan lahan dengan
cara tanpa pembakaran.
3. Pasca Bencana
Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang akibat
bencana kekeringan antara lain:
a. Bantuan sarana produksi pertanian.
b. Bantuan modal kerja.
c. Bantuan pangan dan pelayanan medis.
d. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran pembawa,
dll.
e. Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan hujan.
f. Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
g. Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.
h. Penertiban penggunaan air.
Kejadian kekeringan mempengaruhi sistem sosial, disamping sistem fisik dan sistem
lingkungan, sehingga manajemen kekeringan merupakan suatu tanggung jawab sosial,
yang pada dasarnya terarah pada upaya pasokan air dan mengurangi/meminimalkan
dampak (Yevjevich-1978).
Berikut ini dibahas upaya-upaya penanganan bencana kekeringan, baik upaya non fisik
maupun upaya fisik darurat dan upaya fisik jangka panjang.
a. Upaya Non Fisik
Upaya non fisik merupakan upaya yang bersifat pengaturan, pembinaan dan
pengawasan, diantaranya adalah:
1) Menyusun neraca air regional secara cermat.
2) Menentukan urutan prioritas alokasi air.
3) Menentukan pola tanam dengan mempertimbangkan ketersediaan air.
4) Menyiapkan pola operasi sarana pengairan.
5) Memasyarakatkan gerakan hemat air dan dampak kekeringan.
6) Menyiapkan cadangan/stok pangan.
7) Menyiapkan lapangan kerja sementara.
8) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan upaya penanganan kekeringan.
b. Upaya Fisik Darurat
Upaya penanganan kekeringan yang bersifat fisik darurat/sementara diantaranya
adalah:
1) Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan yang mempunyai
waduk/reservoir , sehingga hujan yang terbentuk airnya dapat ditampung.
2) Pembuatan sumur pantek, untuk mendapatkan air.
3) Penyediaan pompa yang movable di areal dekat sungai atau danau, sehingga
pompa tersebut dapat dipergunakan secara bergantian untuk memperoleh air.
4) Operasi penyediaan air minum dengan mobil tangki untuk memasok air pada
daerah-daerah kering dan kritis.
c. Upaya Fisik Jangka Panjang
Upaya penanganan kekeringan yang bersifat jangka panjang diantaranya adalah:
1) Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran pembawa,
dll.
2) Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan hujan.
3) Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
4) Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.