skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42303/1/m. rizki... · letter of credit...
TRANSCRIPT
“Penerapan UCP Atas Ketidaksesuaian Dokumen Pada Transaksi Letter of Credit
Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 141 PK/PID.SUS/2009”
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Muhammad Rizki Firdaus
NIM: 1111048000086
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016M
IV
ABSTRAK
Muhammad Rizki Firdaus. 111104800086. “PENERAPAN UCP ATAS
KETIDAKSESUAIAN DOKUMEN PADA TRANSAKSI LETTER OF CREDIT
DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 141 PK/PID.SUS/2009”.
Konsentrasi Hukum Bisnis. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidatullah Jakarta. 1436 H / 2015 M. xi + 74 halaman + halaman daftar
pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap bank
pembayar secara normatif telah diatur dalam Uniform Customs and Practice for
Documentary Credit(UCP-DC-600), yang pada intinya menyebutkan bahwa bank
dapat mentolerir terhadap adanya penyimpangan, atau ketidaksesuaian terhadadap
dokumen L/C dengan pembatasan bahwa penyimpangan tersebut bersifat non
substansial. Hal ini dikuatkan dengan dasar hukum berupa yurisprudensi atau
putusan hakim terdahulu terhadap kasus yang sama hal ini yang disebut dengan
doktrin Kesesuaian Mutlak. Sedangkan perlindungan hukum terhadap bank
pembayar secara empiris yaitu bahwa bank pembayar dapat diberi kesempatan untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan kecil dalam dokumen-dokumen L/C tersebut agar
bank pembayar dapat memperoleh reimbursment, atau pembayaran kembali dari
bank penerbit (issuing bank)dan transaksi eksporimpor dapat terus berjalan,
sepanjang proses perbaikan tersebut tidak memerlukan waktu lama dan tidak sampai
melampaui jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian L/C tersebut. Dan
juga yang terpenting dalam draft perjanjian Letter of Credit yang dibuat dicantumkan
klausul tambahan mengenai pilihan hukum yang akan dipakai oleh para pihak
apabila dikemudian hari terjadi sengketa yang melibatkan pengadilan.
Kata Kunci : Uniform Customs and Practice for Documentary Credit,
Ketidaksesuaian Dokumen, Doktrin Keseuaian Mutlak.
Pembimbing : Drs. Abu Thamrin, SH., MH., & Dra. Hafni Muhtar, SH.,MH.,MM.
Daftar Pustaka :1979 s/d 2014
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim…
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat
serta anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan
UCP Atas Ketidaksesuaian Dokumen Pada Transaksi Letter of Credit Dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor : 141 PK/PID.SUS/2009”. Sholawat serta salam penulis
sampaikan kepada junjungan alam semesta Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.
Untuk dapat terselesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, Ph.D., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Asep Syarifudin Hidayat, SH., MH., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan
Drs. Abu Thamrin, SH.,M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Abu Thamrin, SH.,M.Hum dan Ibu Dra. Hj. Hafni Muhtar,
MM.,MH., Dosen Pembimbing yang telah bersedia menjadi pembimbing
dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, dan ketelitian serta
memberikan masukan dan mau meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan kepada penulis hingga skripsi ini selesai.
4. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan
guna menyelesaikan skripsi ini.
vi
5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga Allah SWT senantiasa
membalas jasa – jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai
amal jariyah untuk beliau semua.
6. Kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda Fiche Supriyadi, S.pd., dan ibunda
Astiani, yang telah tulus dan sabar memberikan semangat dan dukungan dari
segi materiil dan moriil serta selalu mendoakan agar penulis dapat
menyelesaikan pendidikan dari sekolah dasar hingga Perguruan Tinggi dan
agar skripsi ini berjalan dengan lancar hingga ini selesai. Begitu juga untuk
kakak tercinta Dini Handayani, Adikku Aries Rizal Nugraha dan Furba Indah
, yang telah memberikan semangat dan dukungan selama ini kepada penulis.
7. Kepada Mevi Amanda Sari yang banyak memberikan dukungan, semangat
dan motivasi kepada penulis selama ini hingga skripsi ini selesai.
8. Sahabat – sahabatku tercinta Miftah Kanzil Muhit, Ayu Ayulia Agustin, Yudi
Pramudya, Fahatul Azmi, Henky Pohan, Salim. Pengusaha Kampus Regional
Tangsel, TRUTH Khususnya Bang hendar, Bang Beno, Bang Yudi. Sekolah
Anti Korupsi, ICW Khususnya Bang Adnan Topan Selaku Koordinator, LBH
MATAHATI Khususnya Bang Badrul Munir, Bang Aziz, Bang Nuzul, Bang
Bogel, Bang Alwanih, terima kasih untuk kebersamaannya selama ini dan
selalu memberikan semangat kepada penulis.
9. Sahabat – sahabat tercinta di kampus khususnya untuk temen-temen di Prodi
Ilmu Hukum terimakasih atas kebersamaannya dan kekeluargaan selama ini
dan selalu menemani penulis.
10. Sahabat – sahabat terhebat di HMPS Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, khususnya Azhar Nur Fajar Alam, Rizky Arisandi, Dwi Puji
Apriyantok, Nanda Narendra Putra, Zaimi Multazim, Moh. Hisyam
Rafsanjani, Lidia Asrida Lubis, Rizki Ramandika, Reza Haryo Mahendra
Putra, serta senior – senior bang Rizky Haryo Wibowo, bang Irfan Kamil
vii
Siregar, bang Roby, bang Benu Pengustu, bang Soma, dan adik – adik
tersayang Ria Marsella dan Sylvia Amanda Reky Preasetyo, Afrizal, dll yang
tidak dapat disebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaan, keceriaan,
semangat dan motivasinya, terimakasih sudah menjadi keluarga baru bagi
penulis.
11. Keluarga besar Ilmu Hukum kelas B dan Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum
Bisnis angkatan 2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan teman – teman
Kuliah Kerja Nyata SEHATI 2014, terimakasih atas ilmu dan kebersamaan
untuk selalu berbagi.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca. Sekian terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 29 Juni 2016
Muhammad Rizki Firdaus
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………...………….…… i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ……………………………………………... ii
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………….…………………… iii
ABSTRAK …………………………………………………………………………... iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………. v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... viii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………….. xi
BAB I : PENDAHULUAN………………………..…………………………
A. Latar Belakang Masalah ………………..……………………….. 1
B. Identifikasi Masalah …………………………………………….. 5
C. Batasan dan Rumusan Masalah …………………………………. 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………...………………………... 8
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu …………………………... 9
F. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual …………………... 10
G. Metode Penelitian ……………………..………………………… 12
H. Sistematika Penulisan …………………………………………… 15
BAB II : KAJIAN PUSTAKA ………………………..………………………
A. Ruang Lingkup Teori Ekspor Impor ……... .…………..……….. 17
ix
B. Ruang Lingkup Letter of Credit ………………………………. 21
C. Dasar Penggantian UCP 500 Dengan UCP 600 ………………… 42
BAB III : DATA PENELITIAN…….…………………………………………. 49
A. Posisi Kasus ……………..……………………………………… 49
B. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ……...……………… 57
C. Memori Kasasi ………………………………………………….. 57
D. Memori Peninjauan Kembali ……………………………………. 59
BAB IV : ANALISIS TERHADAP INTERPRETASI TEMUAN………….… 61
A. Implementasi Doktrin Kesesuaian Mutlak Dalam Transaksi L/C
Apabila Terjadi Ketidaksesuaian Dokumen …………….…….…
61
B. Penerapan UCP Bagi Hakim Dalam Memutus Perkara Pada
Putusan Mahkamah Agung Nomor : 141 PK/PID.SUS/2009……
66
C. Analisis ………………………………………………………….. 72
BAB V : PENUTUP ………………….………………………………………. 74
A. Kesimpulan …………………………………………………….. 74
B. Rekomendasi ……………………………………………………. 75
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia memiliki beraneka ragam kebutuhan yang harus
dipenuhi, agar dapat menunjang kelangsungan hidupnya. Dalam usaha
untuk memenuhi kebutuhannya, manusia mengadakan hubungan dengan
manusia lain yaitu dengan melakukan perdagangan. Perdagangan ialah
pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membeli
dan menjual barang-barang yang memudahkan dalam memajukan
pembelian dan penjualan itu.1 Dalam sistem perdagangan didunia saat ini
memungkinkan segala sesuatunya bersifat praktis, cepat, dan aman. Hal
yang demikian ini semakin memudahkan para pelaku bisnis melakukan
kegiatan perdagangan. Hal ini menyangkut juga pada aspek globalisasi
dan liberalisasi ekonomi. Peningkatan bisnis internasional pasti akan
meningkatkan intensitas lalu lintas pembayaran ekspor impor antar negara
didunia pada saat ini. Sistem pembayaran yang paling aman dipandang
dari sudut kepentingan eksportir dan importer adalah sistem pembayaran
yang menggunakan Letter of Credit.
Ekspor impor dewasa ini sering juda disebut sebagai bisnis
dokumen atau bisnis surat berharga.2 Hal ini disebabkan realisasi suatu
transaksi pada umumnya diwakili oleh dokumen-dokumen pengapalan
seperti Bill of Lading, faktur perdagangan, draft, polis asuransi dan
lainnya. Letter of Credit atau di dalam negeri disebut SKBDN (Surat
Kredit Berdokumen Dalam Negeri) adalah setiap janji tertulis
1 Farida Hasyim, Hukum Dagang, cet. 1, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h.5.
2 Amir M.S, Letter of Credit Dalam Bisnis Ekspor Impor, (Jakarta : PPM, 2003), h.1.
2
berdasarkan permintaan tertulis Pemohon (Applicant) yang mengikat
Bank Pembuka (Issuing Bank) Untuk : Pertama, melakukan pembayaran
dan kepada Penerima atau ordernya atau mengaksep dan membayar wesel
yang ditarik oleh Penerima. Kedua, memberi kuasa kepada bank lain
untuk melakukan pembayaran kepada Penerima atau ordernya, atau
mengaksep dan membayar wesel yang ditarik oleh penerima. Ketiga,
memberi kuasa kepada bank lain untuk menegosiasi wesel yang ditarik
oleh penerima. Atas penyerahan dokumen, sepanjang persyaratan dan
kondisi SKBDN atau Letter of Credit dipenuhi.3 Segala ketentuan praktek
dan kebiasaan kredit berdokumen terdapat didalam ketentuan yang
dikenal sebagai The Uniform Customs and Practice for Documentary
(UCP).
Terdapat ketentuan yang universal untuk metode pembayaran L/C
yaitu UCP. The Uniform Customs and Practice for Documentary Credit
(UCP) adalah salah satu produk dari ICC. The International Chamber of
Commerce (ICC) didirikan pada tahun 1919. UCP 600 adalah revisi
terbaru dari Seragam Bea Cukai dan Praktek yang memerintah
pengoperasian surat kredit. UCP 600 berlaku efektif pada tanggal 01 Juli
2007. UCP bukan merupakan produk hukum sebagaimana undang-
undang atau konvensi internasional, melainkan kompilasi kebiasaan dan
praktik internasional mengenai L/C. UCP bertujuan menciptakan
keseragaman praktik L/C secara universal. Dengan demikian UCP dapat
dikatakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan L/C sehingga sejauh
3 Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/6/PBI/2003 Tentang SURAT KREDIT
BERDOKUMEN DALAM NEGERI, Pasal 1 point 1.
3
mungkin perbedaan atau kesalahan penafsiran di antara para pihak dalam
pelaksanaan L/C dapat dihindari.4
Tiga puluh sembilan artikel dari UCP 600 yang komprehensif dan
praktis bekerja untuk bantuan banker, pengacara, importer-eksportir,
transportasi, eksekutif, pendidik, dan semua orang yang terlibat dalam
transaksi surat kredit. Penyeragaman peraturan dan pelaksanaan bagi
kredit berdokumen, revisi 2007. Pada umumnya L/C digunakan untuk
membiayai kontrak penjualan barang jarak jauh antara pembeli dan
penjual yang belum saling mengenal dengan baik. Dengan kata lain, L/C
digunakan untuk membiayai transaksi perdagangan internasional. Tetapi,
L/C bukan merupakan garansi (Guarantee) atau surat berharga yang dapat
dipindahtangankan (Negotiable instrument). Sementara, UCP
menjelaskan bahwa L/C adalah janji dari bank penerbit untuk melakukan
pembayaran atau memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan
pembayaran kepada penerima atas penyerahan dokumen-dokumen
(misalnya konosemen, faktur, sertifikat asuransi) yang sesuai dengan
persyaratan L/C. Inti dari pengertian L/C dari UCP ialah bahwa L/C
merupakan “janji pembayaran”. Bank penerbit melakukan pembayaran
kepada penerima baik langsung ataupun melalui bank lain adalah atas
instruksi pemohon yang berjanji membayar kembali kepada penerbit.5
Kontrak dasar yang mendasari penerbitan L/C ialah kontrak
penjualan. Selanjutnya dalam artikel 4 UCP 500 atau artikel 5 UCP 600,
4 Gerhart Gregorius, Perlindungan Hukum Terhadap Bank Pembayar dalam Transaksi Letter
of Credit Apabila Terjadi Non Akseptasi Oleh Bank Penerbit (Bank Issuing), (Tesis S2 Program Studi
Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana, Universitas Dipenogoro, 2009), h. xiii.
5 Gerhart Gregorius, Perlindungan Hukum Terhadap Bank Pembayar dalam Transaksi Letter
of Credit Apabila Terjadi Non Akseptasi Oleh Bank Penerbit (Bank Issuing), (Tesis S2 Program Studi
Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana, Universitas Dipenogoro, 2009), h. 15.
4
ditekankan bahwa dalam transaksi L/C bank hanya berurusan dengan
dokumen dan tidak berurusan dengan barang, jasa, atau pelaksanaan
lainnya. Ketentuan dalam UCP tersebut merupakan landasan bagi prinsip
keterikatan pada dokumen dalam transaksi L/C. Dalam artikel 14 a UCP
500 atau artikel 14 a UCP 600 ditegaskan bahwa pembayaran L/C
didasarkan pada kesesuaian antara persyaratan L/C dan dokumen-
dokumen yang diajukan yang dilihat berdasarkan “on their face”.
Adapun materi ketentuan ini merupakan dasar bagi “penentuan
kesesuaian”.
Dalam pembiayaan L/C, eksportir berhak menerima pembayaran
atas pengajuan dokumen-dokumen yang memenuhi persyaratan L/C.
Tiada pembayaran tanpa pengajuan dokumen. Bank yang ditunjuk
(nominated bank) dapat berupa bank penegosiasi (negotiating bank),
bank pembayar (paying bank), atau bank pengaksep (accepting bank),
akan membayar tagihan eksportir atas pengajuan dokumen-dokumen
yang memenuhi persyaratan L/C. Selain itu bank penerbit (issuing bank)
akan melakukan pembayaran kembali kepada bank yang ditunjuk atas
pengajuan dokumen-dokumen yang memenuhi persyaratan L/C.
Akhirnya, importir (applicant) akan melakukan pembayaran kembali
kepada bank penerbit atas pengajuan dokumen-dokumen yang memenuhi
persyaratan L/C kepada importir.
Komitmen importir untuk melakukan pembayaran kembali kepada
bank penerbit hanya didasarkan pada pemenuhan persyaratan L/C.
Komitmen membayar tidak memiliki keterkaitan dengan realisasi barang,
jasa, atau pelaksanaan (performance). Setelah L/C diterbitkan, importir
tidak dapat meminta pengurangan nilai (reduction in price) atau
persyaratan yang lebih baik.
5
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis akan membahas
mengenai masalah tersebut dalam suatu Skripsi yang berjudul
“Penerapan UCP Atas Ketidaksesuaian Dokumen Pada Transaksi
Letter of Credit Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 141
PK/PID.SUS/2009.”
B. Identifikasi Masalah
Dalam transaksi L/C terdapat hubungan-hubungan hukum yang utama
sebagai berikut6 :
a. Hubungan hukum antara pembeli (pemohon) dan penjual
(penerima) berdasarkan kontrak penjualan;
b. Hubungan hukum antara pemohon dan bank penerbit berdasarkan
permintaan penerbitan L/C sebagai kontrak;
c. Hubungan hukum antara bank penerbit dan penerima berdasarkan
L/C sebagai kontrak;
d. Hubungan hukum antara bank penerbit dan bank penerus
berdasarkan kontrak keagenan;
e. Hubungan hukum antara bank penerus dan penerima berdasarkan
kontrak pembiayaan L/C.
6 Ramlan Ginting, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, Edisi Kedua (Revisi),
(Jakarta : Salemba Empat, 2002), h.16.
6
Masing-masing hubungan hukum tersebut terpisah satu sama lain
karena selain para pihak berbeda juga kontrak yang mengatur hak dan
kewajiban para pihak tersebut berbeda. Berbicara mengenai sengketa
yang mungkin terjadi dalam lalu lintas transaksi Letter of Credit maka
selalu terdapat kemungkinan salah satu pihak ada yang dirugikan, salah
satu pihak tersebut bisa saja pihak pembeli, penjual atau bahkan pihak
issuing bank sebagai bank penerbit ataupun juga pihak advising bank
sebagai bank pembayar. Dalam hal terjadi sengketa tentu kita harus
berbicara mengenai perlindungan hukum bagi masing-masing pihak yang
ikut terkait secara langsung dalam arus lalu lintas transaksi letter of
credit. Dalam transasksi letter of credit terdapat suatu mekanisme aturan
yang telah dibuat agar para pihak dapat merasa aman dan nyaman dalam
bertransaksi menggunakan fasilitas letter of credit, aturan tersebut ialah
Uniform Custom and Practice foe Documentary Credit 600. Dalam UCP-
DC 600 tersebut tidak hanya mengatur mengenai aturan-aturan baku dan
mekanisme pelaksanaan letter of credit, akan tetapi juga mengantisipasi
apabila terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya yang mungkin saja
terjadi karena kesengajaan atau kelalaian para pihaknya. Dalam hal ini
aturan baku yang berbentuk UCP-DC 600 ini merupakan salah satu
bentuk perangkat perlindungan hukum yang dibuat agar menjamin
7
keamanan dalam bertransaksi dengan menggunakan fasilitas letter of
credit.7
Walaupun telah terdapat ketentuan yang mengatur mengenai tata
cara pelaksanaan L/C, akan tetapi seringkali dalam prakteknya terjadi
berbagai permasalahan dan penyimpangan, dan salah satunya yang
mungkin terjadi adalah terjadinya non akseptasi atau penolakan
pembayaran dari salah satu pihak (dalam hal ini adalah bank penerbit atau
disebut juga issuing bank) yang seharusnya melakukan pembayaran
kepada advising bank atau bank koresponden yang menjadi mitra
kerjanya dalam transaksi Letter of Credit. Penyimpangan seperti ini
seringkali terjadi dalam arus transaksi ekspor-impor yang menggunakan
fasilitas Letter of Credit yang mungkin disebabkan karena kesalahan atau
kelalaian salah satu pihak sehngga dapat merugikan pihak lain.
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam hal permasalahan, Bambang Sunggono menyebutkan
bahwa : “Permasalahan merupakan kesenjangan antara apa yang
seharusnya dengan apa yang sebenarnya, antara apa yang diperlukan
dengan apa yang tersedia, antara harapan dengan capaian atau
7 Gerhart Gregorius, Perlindungan Hukum Terhadap Bank Pembayar dalam Transaksi Letter
of Credit Apabila Terjadi Non Akseptasi Oleh Bank Penerbit (Bank Issuing), (Tesis S2 Program Studi
Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana, Universitas Dipenogoro, 2009),h. xviii
8
singkatnya antara das sollen dengan das sein.”8 Dari penjelasan
tersebut penulis membuat suatu pembatasan masalah agar
permasalahan lebih fokus dan spesifik yaitu penerapan UCP sebagai
peraturan Internasional terhadap ketidaksesuaian dokumen dalam
transaksi Letter of Credit.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan Pembatasan masalah di
atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Bagimana implementasi Doktrin Kesesuaian Mutlak dalam
transaksi L/C apabila terjadi ketidaksesuaian dokumen ?
b. Bagaimana penerapan UCP bagi hakim dalam memutus perkara
pada Putusan Mahkamah Agung Nomor : 141 PK/PID.SUS/2009?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan yang hendak dicapai dengan
diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui implementasi Doktrin Keseuaian Mutlak masih
menjadi acuan terpenting dalam transaksi Letter of Credit apabila
terjadi ketidaksesuaian dokumen;
b. Untuk mengetahui penerapan UCP bagi hakim dalam memutus
perkara pada Putusan Mahkamah Agung Nomor : 141
PK/PID.SUS/2009.
2. Manfaat Penelitian
8 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2005), h. 103.
9
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis, yaitu antara
lain :
a. Segi teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum pada umumnya,
serta hukum mengenai perbankan pada khususnya dan terutama
mengenai permasalahan hukum yang berkaitan dengan perbankan
dalam hal transaksi yang menggunakan surat berharga.
b. Segi praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
berarti bagi para nasabah suatu bank dan juga pihak-pihak lain
yang terkait dalam suatu transaksi yang menggunakan jasa
perbankan, dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan surat
berharga, agar tidak ada pihak-pihak yang mengalami
kesulitan dalam hal penagihan surat berharga tersebut;
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
terhadap pendidikan ilmu hukum mengenai pelaksanaan
kaídah-kaidah hukum didalam penerapannya.
„
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Untuk menghidari kesamaan dalam penelitian ini, penulis
melakukan penelusuran terhadap penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penelitian ini di beberapa perpustakaan yang penulis temukan,
penelitian tersebut yaitu :
1. “Tinjuan Yuridis Atas Penipuan Dokumen Dalam Transaksi Letter of
Credit”, Oleh Lintang Rizki Puspitasari, Fakultas Hukum Universitas
Jendral Soedirman, Tahun 2013. Skripsi ini fokus membahas
10
hubungan hukum antara sales contract yang dibuat antara penjual
dengan pembeli terhadap pemeriksaan dokumen-dokumen yang
sedang dinegosiasikan dalam L/C yang mengandung penipuan serta
mengetahui mengenai tindakan bank penerbit jika terdapat
permohonan penolakan pembayaran atas dasar penipuan terhadap
dokumen dalam L/C.
Berbeda dengan yang diteliti oleh penulis, dimana tinjauan
terdahulu diatas lebih fokus kepada hubungan hukum anatara sales
contract yang dibuat antara penjual dengan pembeli, sedangkan
penulis fokus pada kedudukan perlindungan hukum bank pembayar
atas ketidaksesuaian dokumen dalam transaksi Letter of Credit;
2. Dr. Ramlan Ginting, S.H.,LL.M., Letter of Credit Tinjauan Aspek
Hukum dan Bisnis, (Jakarta : Salemba Empat, 2002). Buku ini
menitikberatkan pembahasan pada hak dan kewajiban para pihak
dalam pelaksanaan L/C yaitu pemohon, bank, dan penerima. Lalu,
menguraikan dan menganalisis bagaimana hubungan antara UCP dan
hukum nasional, kedudukan L/C sebagai kontrak baku, bagaimna
terciptanya L/C sebagai kontrak internasional, keterikaitan L/C yang
berlaku internasional dan nasional, membahas dan menganalisis
dampak ketiadaan ketentuan pilihan hukum dalam UCP terhadap
penyelesaian kasus L/C.
F. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Hakikat L/C adalah alat pembayaran dan oleh karena itu
keseimbangan hak dan kewajiban para pihak dalam L/C harus
dipertahankan secara adil dan terbuka. Keadilan dan keterbukaan
11
dalam pelaksanaan L/C merupakan suatu keharusan karena inti L/C
adalah perwujudan pembayaran sejumlah uang senilai L/C.9 UCP
merupakan seperangkat ketentuan mengenai L/C yang penggunaannya
didasarkan pada kesepakatan para pihak. Hal demikian tercermin
bahwa pemberlakuan UCP adalah kesesuaian dengan asas kebebasan
berkontrak yg diatur dalam Pasal 1338 BW.
Absolute Payment Theory menjelaskan bahwa dengan penerbitan
L/C pembeli memenuhi kewajibanya, lalu berdasarkan L/C tersebut
penjual hanya berhak memperoleh pembayaran hasil ekspornya dari
bank penerbit. Penjual tidak dapat menuntut pembayaran kepada
pembeli karena L/C dianggap sebagai pembayaran yang mutlak.
Selanjutnya terdapat Trust Theory yang menjelaskan bahwa teori ini
bertitik tolak L/C mencerminkan kewajiban mutlak dari bank
pembayar sebagai kuasa dari bank penerbit untuk membayar wesel
yang disertai dengan semua dokumen yang sesuai dengan persyaratan
L/C.
2. Kerangka Konseptual
Doktrin kesesuaian mutlak (doctrine of strict compliance)
yang dinamakan juga asas kesesuaian mutlak (strict compliance rule)
dalam pelaksanaan L/C berasal dari putusan pengadilan Inggris dalam
kasus Equitable Trust Co. Vs Dowson Partners, yang mengatakan
9 Ramlan Ginting, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, Edisi Kedua (Revisi),
(Jakarta : Salemba Empat, 2002), h.7.
12
bahwa : ”There is in room for document which are almost the same,
or which will do as well”. Dalam kasus ini hakim juga
mengemukakan bahwa telah merupakan prinsip umum dalam
transaksi L/C bank pengaksep hanya dapat melakukan tuntutan ganti
kerugian (indemnity) jika akseptasi yang dilakukannya berdasarkan
dokumen-dokumen yang benar-benar sesuai dengan persyaratan
L/C.10
Dalam pengembangan cara pembayaran dapat dilakukan
melalui uapaya penyeragaman ketentuan yang mengatur hubungan
antara bank dengan pihak yang terkait dengan tetap memperhatikan
prinsip kehati-hatian11
maka Bank of Indonesia / Bank Indonesia
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 5/6/PBI/2003 tentang
Surat kredit Berdokumen Dalam Negeri, dalam Pasal 20 ayat (3) poin
a dijelaskan bahwa apabila terdapat ketidaksesuaian antara dokumen
dengan persyaratan dan kondisi SKBDN / Letter of Credit maka Bank
Pembuka, Bank pengkonfirmasi jika ada, atau Bank Tertunjuk dapat
menolak untuk mengambil alih dokumen.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan
perundang-undangan (Statute Approach) Pendekatan perundang-
undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan terkait, pendekatan
10
Gerhart Gregorius, Perlindungan Hukum Terhadap Bank Pembayar dalam Transaksi Letter
of Credit Apabila Terjadi Non Akseptasi Oleh Bank Penerbit (Bank Issuing), (Tesis S2 Program Studi
Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana, 0p[ „Universitas Dipenogoro, 2009),h. IXXIV.
11
Gerhart Gregorius, Perlindungan Hukum Terhadap Bank Pembayar dalam Transaksi Letter
of Credit Apabila Terjadi Non Akseptasi Oleh Bank Penerbit (Bank Issuing), (Tesis S2 Program Studi
Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana, Universitas Dipenogoro, 2009), h. IXXIV.
13
kasus (Case Approach), dan pendekatan konseptual (Conceptual
Approach);
2. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normative, yaitu
penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat
pada peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan serta
norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut
kebiasaan yang berlaku di masyarakat.12
3. Sumber dan Kriteria Data Penelitian
a. Bahan Hukum Primer
Data yang dikumpulkan dalam penelitian kepustakaan adalah
data sekunder, yang diperoleh dari :
1) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/6/PBI/2003 Tentang
SURAT KREDIT BERDOKUMEN DALAM NEGERI;
2) Fatwa Dewan Pengawas Syariah No.34/DSN-MUI/IX/2002
tentang L/C Impor Syariah dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No. 35/DSNMUI/IX/2002 tentang L/C Ekspor
Syariah;
3) ICC Uniform Customs and Practice for Documentary Credits
600, 500;
4) Internasional Standrard Banking Practice;
5) Putusan Mahkamah Agung Nomor : 141 PK/PID.SUS/2009;
6) putusan pemgadilan Inggris dalam kasus Equitable Trust Co.
Vs Dowson Partners.
b. Bahan Hukum Sekunder
12
Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam
Penelitian Hukum, (Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979), h. 18.
14
Yaitu bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan
primer13
, Bahan sekunder ini terdiri dari :
1) Berbagai bahan kepustakaan yang membahas mengenai
pengaturan mekanisme perdagangan ekspor impor pada
umumnya dan pengaturan mengenai transaksi Letter of Credit
pada khususnya;
2) Berbagai hasil penelitian mengenai penerapan Doktrin
Kesesuaian Mutlak pada transaksi Letter of Credit, dan
penerapan UCP atas ketidaksesuaian dokumen dalam transaksi
Letter of Credit di Indonesia.
c. Teknik Pengumpulan Data
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian pendekatan
penelitian, bahwa penelitian yang akan dilakukan ini
menggunakan pendekatan pendekatan perundang-undangan
(Statute Approach), pendekatan kasus (Case Approach), dan
pendekatan konseptual (Conceptual Approach), maka
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Penelitian
Kepustakaan ; Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari
bahan bacaan berupa buku-buku yang dijadikan referensi dan
dokumen yang berkaitan dengan pokok permasalahan penelitian
guna memperoleh teori-teori dan informasi yang dibutuhkan.
4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data dari penelitian kepustakaan akan dianalisis secara
sistematis yaitu membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis. Data yang diperoleh dari penelitian lapangan dianalisis
secara kualitatif, Selanjutnya data yang telah dianalisis secara
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013),cet.ke-8,
h. 133., h. 141.
15
kualitatif tersebut akan dituangkan dalam bentuk deskriptif melalui
prosedur penalaran deduktif.
5. Metode Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, mengacu pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum” yang di terbitkan
oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2012.14
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi kedalam lima
bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab guna lebih
memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang di teliti.
Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok
pembahasannya adalah Bab pertama Merupakan Bab Pendahuluan yang
berisikan uraian tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua Merupakan Bab yang membahas tentang Tinjauan
Kepustakaan mengenai Landasan Teori yakni Ruang lingkup Teori
mengenai ekspor-impor yaitu mengenai pengertian, pelaksanaan ekspor
impor secara umum. Ruang Lingkup Teori mengenai letter of credit,
terdiri dari : pengertian, dasar pengaturan, syarat formal L/C, pihak-pihak
yang terlibat dalam penerimaan L/C, hubungan hukum para pihak dalam
transaksi L/C, macam dan jenis L/C. Dasar Penggantian UCP 500
menjadi UCP 600. Pada bab ini juga menjabarkan mengenai Kerangka
14
TIM Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, ( Jakarta : pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu), 2012
16
Konsptual dan Kajian Terdahulu yang berkaitan dengan pembahasan
penelitian ini.
Bab ketiga merupakan bab yang membahas tentang Deskripsi dan
Objek penelitian yang berisikan tentang peristiwa terjadinya perjanjian
Letter of Credit oleh Citibank Kuala Lumpur dan Bank Universal,
Peristiwa terjadinya kelalaian dokumen, dan Hasil Putusan MA Nomor :
141 PK/PID.SUS/2009, Posisi Kasus, Putusan Pengadilan Jakarta
Selatan, Memori kasasi, Memori Peninjauan Kembali.
Bab keempat merupakan bab yang membahas tentang Hasil
Penelitian dan Pembahasan. Pada bab ini terdiri dari implementasi doktrin
kesesuaian Mutlak dalam transaksi Letter of Credit, dan menganalisis
penerapan UCP bagi hakim dalam memutus perkara pada Putusan
Mahkamah Agung Nomor : 141 PK/PID.SUS/2009.
Bab kelima merupakan bab yang membahas tentang Penutup.
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran sebagai rekomendasi
atas temuan-temuan yang diperoleh dari dua permasalahan utama dalam
penelitian ini yaitu implementasi Doktrin Kesesuaian Mutlak, dan
menganalisis penerapan UCP bagi hakim dalam memutus perkara pada
Putusan Mahkamah Agung Nomor : 141 PK/PID.SUS/2009.
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Ruang Lingkup Teori Ekspor Impor
1. Pengertian Ekspor Impor
Perdagangan internasional atau bisnis internasional terutama
dilaksanakan melalui perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli internasional
dikenal dengan sebutan perjanjian ekspor/impor. Dalam jual beli
semacam ini kegiatan jual disebut ekspor dan kegiatan beli disebut impor.
Pihak penjual disebut eksportir dan pihak pembeli disebut importir.
Secara ringkas kegiatan ini disebut ekspor impor.
Ekspor, dipandang dari sudut bahasa Indonesia adalah perbuatan
mengirimkan barang ke luar Indonesia, sedang impor, sebaliknya, yaitu
memasukkan barang dari luar negeri ke dalam Indonesia. Dipandang dari
sudut jual beli perusahaan, perbuatan ekspor impor adalah perikatan yang
timbul dari perjanjian jual beli perusahaan yang telah ditutup.
Ekspor impor adalah prestasi penjual dalam usahanya untuk
menyerahkan barang kepada pembeli di seberang lautan. Ekspor
dilakukan oleh penjual di Indonesia, sedangkan impor dilakukan oleh
penjual di luar negeri. Jadi, ekspor impor adalah perbuatan penyerahan
oleh penjual kepada pembeli. Ini merupakan unsur pertama dari suatu
pelaksanaan perjanjian jual beli perusahaan. Sedangkan unsur kedua
adalah pembayaran. Unsur kedua ini pada umumnya dilakukan dengan
mempergunakan devisa, yaitu alat pembayaran luar negeri.1
Sebagaimana dalam perjanjian secara umum, perjanjian
ekspor/impor berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak yang
terlibat. Eksportir berkewajiban memberikan barang kepada importir dan
1 Purwosutjipto, Hukum Dagang Indonesia : Hukum Jual Beli Perusahaan,(Jakarta,:
Djambatan, 1984), h. 4.
18
berhak menerima pembayaran dari importir. Importir berkewajiban
melakukan pembayaran kepada eksportir dan berhak menerima barang
dari eksportir. Persoalan dapat muncul manakala masing-masing pihak
hanya mau menikmati hak tanpa mau melaksanakan kewajiban masing-
masing.
Walaupun perjanjian ekspor impor pada hakikatnya tidak berbeda
dengan perjanjian jual beli pada umumnya yang diselenggarakan dalam
suatu negara tetapi mempunyai beberapa perbedaan. Beberapa hal yang
menyebabkan ekspor impor berbeda antara lain : Pembeli dan penjual
dipisahkan dengan batas-batas negara, barang yang diperjualbelikan dari
satu negara ke negara lain terkena berbagai peraturan seperti kepabean
yang dikeluarkan masing-masing negara, diantara negara-negara yang
terkait terdapat berbagai perbedaan seperti bahasa, mata uang, kebiasaan
dalam perdagangan, hukum, dan sebagainya.
2. Pelaksanaan Ekspor Impor Secara Umum
Dalam kegiatan ekspor pertama-tama perlu ditetapkan ke negara
mana ekspor akan dilakukan dan bagaimana kemungkinan pemasarannya
serta berapa harga penjualannya. Untuk tujuan ini, penawaran dikirimkan
kepada pembeli di luar negeri dengan mengirimkan/menyebarkan katalog
atau daftar harga. Nama-nama pembeli/importir di luar negeri dapat
diperoleh dari konsulan dagang negara pembeli yang berkedudukan di
dalam negeri.
Jika barang-barang yang akan diekspor tersebut merupakan
produk sendiri, maka untuk produksi tersebut perlu ditentukan harga
FOBnya, yaitu harga pokok produksi ditambah dengan biaya-biaya
pengangkutan ke pelabuhan pemuatan, sewa gudang, biaya-biaya memuat
19
ke dalam kapal dan lain-lain biaya, ditambah lagi pungutan-pungutan
untuk pemerintah dan provisi bank.
Jika barang-barang yang akan diekspor tersebut akan dibeli di
dalam pasar dalam negeri, maka perlu diketahui harga pembeliannya, di
daerah/kota mana dapat dibeli dan dari siapa, berapa biaya-biaya
pengangkutan ke pelabuhan pemuatan, sewa gudang, biaya-biaya memuat
ke dalam kapal, pungutan-pungutan dan sebagainya sedemikian rupa
sehingga diperoleh harga FOB.
Jika seorang calon pembeli di luar negeri meminta mengenai
harga dan keterangan-keterangan lainnya, maka kepada calon pembeli
tersebut dikirimkan penawaran berupa Firm offer atau Free offer. Juga
dikirimkan Proforma invoice, yang didalamnya disebutkan harga FOB
dan Freight dan keterangan-keterangan lainnya. Penawaran dengan Firm
offer, maka eksportir terikat atas harga yang ditawarkan selama satu
jangka waktu tertentu, misalnya selama 2 bulan harga yang ditawarkan
tidak berubah. Jika waktu tersebut telah dilewati, maka eksportir tidak
terikat lagi atas harga yang ditawarkannya. Penawaran dengan Free offer,
maka eksportir tidak terikat atas harga yang ditawarkannya. Jadi, harga
tersebut hanya berupa pemberitahuan saja.
Mengenai syarat dan cara pembayaran dalam perdagangan
internasional dikenal 5 cara, yaitu :
1. Cash
Pembayaran ini dilakukan dengan menggunakan check atau bank
draft, pada saat barang dikirim oleh eksportir atau sebelumnya.
2. Open Account
Cara ini merupakan kebalikan dari pada cash, sebab dengan cara
Open Account barang telah dikirimkan kepada importir tanpa disertai
surat perintah membayar serta dokumen-dokumen. Pembayaran
20
dilakukakn setelah beberapa waktu atau terserah kebijaksanaan
importir. Dalam hal ini resiko sebagian besar ditanggung eksportir,
misalnya : eksportir harus mempunyai banyak modal dan apabila
pembayaran akan dilakukan dengan mata uang asing maka resiko
perubahan kurs menjadi tanggungannya.
3. Commercial Bills of Exchange
Cara ini yang paling umum dipakai. Commercial Bills of Exchange
sering disebut Draft atau Trade Bills, adalah surat yang ditulis oleh
penjual yang berisi perintah kepada pembeli untuk membayar
sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu dimasa datang. Surat
perintah semacam ini sering disebut wesel. Apabila si pembeli
menyetujui maka dia lalu membubuhkan tanda-tangan pada Draft
tersebut, sehingga drafttersebut dapat diperjualbelikan (disebut Trade
Draft).
4. Letter of Credit (L/C)
Dalam cara Letter of Credi twesel diterik kepada bank bukan kepada
importir, sehingga transaksinya akan lebih terjamin. Yang dimaksud
dengan Letter of Credit adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh
bank atas permintaan pembeli barang (importir) dimana bank tersebut
yang menyetujui dan membayar wesel yang ditarik oleh penjual
barang (eksportir). Dengan demikian Letter of Credit merupakan
suatu alat pengenal kredit bank dan dapat menjamin pembayarannya
bagi eksportir.
5. Private Compensation
Cara pembayaran ini dapat digambarkan sebagai berikut : Amat
berhutang kepada John di Amerika sebanyak Rp.166.000,00,-
sedangkan Arlen di Amerika berhutang kepada Ranu di Indonesia
sebanyak 400 Dollar. Penyelesaian pembayaran dapat dilakukan
21
dengan cara : Amat membayar hutangnya dalam rupiah sebesar
Rp.166.000.00,- (=$400,00)kepada Ranu dan Arlen membayar hutang
dengan Dollar sebesar $400(=Rp.166.000.00,-) kepada John. Dengan
demikian utang piutang tersebut dapat diselesaikan pembayarannya
tanpa perpindahan mata uang ke negara lain. Hanya saja kesulitannya
dalam mendapatkan orang-orang yang persis mempunyai utang
piutang dalam jumlah yang sama.2
Apabila eksportir selalu mengenal importir dengan baik,
barang dapat dikirim oleh eksportir tanpa perlu pembayaran oleh
importir terlebih dulu. Untuk keperluan pembayaran eksportir
membuka suatu rekening. Pembayaran dilakukan importir melalui
rekening tersebut kalau barang sudah terjual. Cara ini mengandung
resiko yang besar bagi eksportir sehingga jarang dilakukan.3
B. Ruang Lingkup Letter of Credit
1. Istilah dan Pengertian L/C
Istilah Letter of Credit disebut juga “Documentary Credit” dalam
bahasa Inggris, dalam bahasa Indonesia digunakan istilah “Kredit
Berdokumen”. Pengertian Letter of Credit yang biasa disingkat L/C
menurut Bank Indonesia adalah : “Janji dari Issuing Bank untuk
membayar sejumlah uang kepada eksportir sepanjang ia dapat memenuhi
syarat dan kondisi dari Letter of Credit tersebut. Adapun menurut
Internasional Chamber of Commerce (ICC) kamar dagang internasional
dalam Guide to Documentary Credit, 1979, L/C adalah : “Jaminan tertulis
dari sebuah bank kepada Seller (Beneficiary) atas permintaan Buyer
2 Nopirin, Ekonomi Internasional, (Yogyakarta : BPFE, 1999), h. 233.
3 Anwar,Chairul, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta : Novindo Pustaka Mandiri,
2001), h.71.
22
(Applicant) untuk melakukan pembayaran, yaitu membayar, mengaksep,
atau menegosiasikan wesel hingga jumlah uang tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya atas dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam
jangka waktu tertentu.”
Dari pengertian tersebut dapat diartikan secara sederhana bahwa,
Letter of Credit adalah surat yang diterbitkan oleh bank (Issung Bank)
yang merupakan janji pembayaran, yang mana penerbitan L/C tersebut
atas permintaan nasabah importir yang ditujukan kepada Bank Lain
dinegara Eksportir (Advising atau negotiating) untuk kepentingan
eksportir (Beneficiary), dimana eksportir diberi hak untuk menarik wesel-
wesel atas pabean importir yang bersangkutan sebesar jumlah uang yang
disebutkan dalam surat itu.4
Sebelum Letter of Credit dikenal dalam dunia perdagangan, para
pedagang telah melakukan bisnis berdasarkan dokumen yang telah
ditetapkan yang memenuhi syarat dan ketentuan yang diminta. Dokumen-
dokumen tersebut dikenal dengan istilah “merchant’s credit“. Merchants
credit tidak dibuka oleh bank melainkan oleh pedagang-pedagang
tersebut, dari merchants credit ini kemudian berkembang kearah
dikenalnya ”bankers credit”. Merchants credit mengandung suatu
pengertian bahwa bank sama sekali tidak mengikatkan dirinya terhadap
beneficiary dalam pembukaan kredit. Pembeli langsung mengikatkan diri
pada penjual untuk membayar dengan melalui banknya. Bank akan
membayar apabila penjual menerbitkan sepucuk wesel atas pembeli
dengan menyerahkan beberapa dokumen.5 Sistem inilah yang kemudian
4 James Julianto Irawan, Surat Berharga Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, (Jakarta :
Kencana, 2014), h. 229.
5 Emmy Panggaribuan Simanjuntak, Pembukaan Kredit Berdokumen, (Yogyakarta : Seksi
Hukum Dagang FH-UGM, 1979), h. 5.
23
berkembang menjadi Letter of Credit atau disingkat L/C. L/ C adalah
suatu instrumen perbankan yang sangat penting, khususnya dalam
perdagangan ekspor impor (transaksi perdagangan luar negeri, yang
digunakan sebagai sarana untuk memudahkan penyelesaian utang
piutang). Ada beberapa pengertian L/C yang dapat kita temui yaitu : L/C
adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank devisa atas permintaan
importir nasabah bank devisa bersangkutan dan ditujukan kepada
eksportir diluar negeri yang menjadi relasi dari importir tersebut. Isi surat
itu menyatakan bahwa eksportir penerima L/C diberi hak oleh importir
untuk menarik wesel (surat perintah untuk melunasi utang) atas importir
bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebut dalam surat itu. Bank
yang bersangkutan menjamin untuk mengakseptir atau menghonorir
wesel yang ditarik tersebut asal sesuai dan memenuhi semua syarat yang
tercantum didalam surat itu.6
2. Dasar Hukum Pengaturan Letter of Credit
Dasar pengaturan Letter of Credit di Indonesia adalah PP Nomor
10 Tahun 1982. Selain itu, Bank Indonesia dengan Surat Edaran Bank
Nomor 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 juga mengatur tentang
L/C, menyatakan bahwa Bank Devisa (Bank Umum) boleh tunduk atau
tidak pada Uniform Custum Practice (Ketentuan-ketentuan tentang L/C
yang dikeluarkan oleh kamar dagang internasional).7 Namun pada
umumnya Bank-bank di Indonesia tunduk pada peraturan-peraturan
dalam UCP.
6 Emirzon, Joni, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta : PT
Prehalindo, 2000), h. 189
. 7 Ramlan Ginting, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta : Salemba
Empat, 2002), h. 18.
24
Adapun secara Internasional terdapat ketentuan-ketentuan yang
mengatur tentang L/C, yaitu Uniform Customs and Practice for
Documentary Credit atau disingkat dengan UCP (DC). UCP ini pertama
kali dikeluarkan oleh Internasional Chamber of Commerce, yaitu sebuah
kamar dagang Internasional. Tujuan dari diterbitkannya UCP pertama
kali yaitu untuk memberikan pedoman yang harus dilaksankan oleh siapa
saja dan dimana saja, disemua negara yang menggunakan L/C. Dalam
bertransaksi dengan L/C, seluruh dunia tunduk kepada UCP, yang dengan
tegas dinyatakan dalam L/C dengan kata-kata : “This credit is subject to
Uniform Costum and Practice for Documentary Credit, ICC Publication
No. 600, 2007 Revision.”
Tetapi jika para pihak dalam L/C setuju untuk mengesampingkan
peraturan-peraturan yang terdapat di dalam UCP dibolehkan, asalkan
secara jelas dinyatakan di dalam L/C dalam bentuk klausula. Hal ini
dikarenakan Pasal 1 dari UCP membolehkan sebuah L/C untuk
menyimpangi pasal-pasal UCP asalkan secara tegas dan jelas dinyatakan
di dalam L/C tersebut.
UCP pertama kali diterbitkan pada tahun 1933 dengan brosur
Nomor 82. Dalam perkembangan selanjutnya UCP ini mengalami
perubahan-perubahan seiring dengan perkembangan dunia perdagangan.
Revisi pertama terjadi pada Tahun 1951, Revisi keuda pada Tahun 1962,
Revisi ketiga terjadi pada Tahun 1974, pada 1983 diadakan revisi yang
keempat yang dikenal dengan sebutan UCP 400, Revisi kelima yaitu pada
Tahun 1933 dengan Nomor 500. Adapun revisi yang terakhir (keenam)
yaitu pada Tahun 2007, disebut UCP 600.8
3. Syarat Formal L/C
8 James Julianto Irawan, Surat Berharga Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, (Jakarta :
Kencana, 2014), h. 230.
25
L/C yang dibuka oleh suatu bank harus memenuhi syarat-syarat
umum sebagai berikut :
a. Menyebutkan nama dan alamat Benefiaciary dan Applicant dengan
jelas;
b. Menyebutkan masa berlaku L/C;
c. Mencantumkan advising bank yang dituju;
d. Mencantumkan dengan jelas jenis L/C;
e. Uraian barang harus jelas dan tegas;
f. Ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat dalam L/C harus jelas tidak
berbelit-belit dan tidak mensyaratkan hal-hal yang tidak mungkin
dipenuhi oleh beneficiary atau penerima;
g. Menyatakan bahwa L/C tunduk pada UCPDC dengan mencantumkan
klausula : “This credit is subject to Uniform Costums and Practice for
Documentary Credit, 1993 revision, ICC Publicaton 400/500/600.”
Apabila hal-hal tersebut tidak lengkap, maka disarankan agar
diadakan perubahan atau penambahan terhadap L/C tersebut.
4. Pihak-pihak Yang Terlibat Di Dalam Penerimaan L/C
Dalam menerbitkan sebuah L/C terdapat beberapa pihak yang
mempunyai peran dan fungsinya sendiri-sendiri dan pihak-pihak tersebut
antara lain :
a. Applicant (Buyer, Importir, Accountee, Consignee)
Yang dimaksud dengan applicant adalah pihak yang meminta
kepada suatu bank untuk membuka L/C atas namanya, kedudukan
applicant dalam transaksi dagang internasional yaitu sebagai pembeli;
b. Beneficiary (seller, eksporter, Consigner, Vendor)
Yang dimaksud dengan beneficiary adalah pihak yang untuk siapa
L/C tersebut diterbitkan atau pihak yang menerima L/C, kedudukan
26
beneficiary dalam transaksi dagang internasional yaitu sebagai
penjual;
c. Opening Bank (Issuing Bank)
Yang dimaksud dengan Opening Bank adalah Bank yang
membuka atau menerbitkan L/C atas permintaan applicant. L/C yang
dibuka oleh opening bank ini selalu berdasarkan aplikasi pembuka
L/C yang diajukan oleh applicant. Untuk dapat menerbitkan haruslah
suatu bank devisa;
d. Advising Bank (Conforming Bank)
Yang dimaksud dengan Advising Bank adalah Bank yang
meneruskan L/C yang diterima dari opening bank kepada beneficiary
(seller). Biasanya Advising Bank merupakan bank yang menjadi
koresponden dari opening bank. Dalam mekanisme L/C, keterlibatan
Advising Bank tidak menimbulkan tanggung jawab dan kewajiban
baru. Satu-satunya kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Advising
Bank yaitu mengecek keabsahan (Authenticity) L/C tersebut sebelum
diteruskan kepada beneficiary;
e. Negotiating Bank
Yang dimaksud dengan Negotiating Bank adalah Bank yang
melakukan pembelian atau pengambilalihan atau melakukan negosiasi
atas draft atau wesel dan dokumen pengapalan milik seller (biasanya
Advising Bank juga merupakan Negotiating Bank). Tujuan dari
negosiasi yang dilakukan Negotiating Bank tersebut yaitu untuk
melakukan pembayaran kepada beneficiary dan dengan demikian
menjadi pemegang sah atau bonafide holder atas dokumen yag telah
diambilalihnya;
f. Reimbursing Bank
27
Yang dimaksud dengan Reimbursing Bank adalah Bank yang
melakukan pembayaran kembali kepada Negotiating Bank atas L/C
yang ditebusnya.9
5. Mekanisme Transaksi L/C
Secara sederhana, mekanisme transaksi L/C dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar A.1
Keterangan10
:
9 James Julianto Irawan, Surat Berharga Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, (Jakarta :
Kencana, 2014), h. 233.
10
James Julianto Irawan, Surat Berharga Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, (Jakarta :
Kencana, 2014), h. 231.
BUYER
BENEFICIARY
SELLER ADVISING BANK
ISSUING BANK
CORRESPONDENT
BANK
1
2
3 4
5
6
7
7
8
3
28
1. Buyer berinisiatif untuk memesan barang/jasa;
2. Seller meminta buyer untuk membuka sebuah L/C, dengan
memberitahukan “Term and Condition” yang bisa diterima serta
nama advising bank yang ditunjuk;
3. Buyer meminta bank dimana rekeningnya berada (Issuing Bank)
untuk membuka sebuah L/C dengan memberitahukan “Term and
Condition” yang bisa diterima serta nama advising bank yang
ditunjuk oleh seller;
4. Issuing bank membuka sebuah L/C dan mengirimkannya kepada
Advising Bank, (Sekaligus mengirimkan copy-nya kepada buyer,
buyer mengirimkan copy tersebut kepada pihak seller sebagai
konfirmasi bahwa L/C telah dibuka). Jika Issuing Bank tidak
mempunyai hubungan correspondent dengan Advising Bank, maka
Buyer akan mencari Bank Correspondent sebagai perantara;
5. Advising Bank menyampaikan L/C tersebut kepada Beneficiary
(seller);
6. Setelah barang/jasa yang dipesan siap untuk dikirimkan, beneficiary
(seller) menyiapkan dokumen yang dipersyaratkan di dalam L/C
(Dokumen Eksport). Jika dokumen telah siap, maka beneficiary akan
menyerahkan dokumen tersebut kepada Advising Bank;
7. Advising Bank akan mempelajari isi dokumen, jika telah memenuhi
syarat (Sesuai dengan kondisi L/C) maka dokumen akan dikirimkan
kepada Issuing Bank untuk meminta pembayaran, jika tidak dokumen
akan ditolak akan dikembalikan kepada beneficiary serta
memberitahukan penyimpangan yang telah terjadi;
8. Begitu dokumen diterima, Issuing Bank akan memeriksa kelengkapan
dan kesesuaian dokumen yang diterima dengan term and condition di
dalam L/C, jika tidak sesuai maka pembayaran akan ditolak. Jika
29
sesuai maka Issuing Bank akan membayar pihak beneficiary (seller)
melalui Adivising Bank, serta mengirimkan dokumen tersebut ke
pihak buyer. Dengan dokumen asli yang diterima dari Issuing Bank
akan membayar pihak beneficiary (seller) melalui Advising Bank,
serta mengirimkan dokumen tersebut ke pihak buyer. Dengan
dokumen asli yang diterima dari Issuing Bank, pihak buyer akan
mengambil barang/jasa di custim, tanpa dokumen tersebut pihak
buyer tidak akan bisa mengambil barang/jasa terebut.
6. Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Transaksi L/C
Dalam melakukan transaksi dengan L/C terdapat hubungan hukum
antara para pihak yang terlibat di dalamnya. Hubungan hukum tersebut
patut untuk diketahui agar memahami kedudukan (hak dan kewajiban)
para pihak, antara lain :
a. Hubungan Hukum Antara Aplicant dan Beneficiary
Hubungan hukum antara applicant (pembeli) dengan
beneficiary (penjual) yaitu adanya perjanjian jual beli antara penjual
dan pembeli. Perjanjian tersebut memuat hak dan kewajian untuk
membayar harga barang, dan penjual mempunyai kewajiban untuk
mengirimkan (menyerahkan) barangnya sesuai dengan Pasal 1457
KUHPerdata. Kewajiban penjual untuk mengirimkan barangnya dan
juga cara pembayaran dituangkan dalam L/C yang akan diterbitkan.
Pembeli memohon kepada banknya untuk diterbitkan L/C atas dasar
adanya kontrak penjualan tersebut berdiri sendiri terlepas dari kontrak
penjualan.11
Sengketa menganai kontrak penjualan mengenai barangnya
harus diselesaikan sendiri antara pembeli dan penjual dengan merujuk
11
Ramlan Ginting, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta : Salemba
Empat, 2002), h. 83.
30
pada kontrak penjualan, tidak boleh dikaitkan dengan L/C yang
diterbitkan atas dasar kontrak penjualan. Adapun bank yang
menerbitkan, juga bank yang meneruskan L/C bukanlah para pihak
dalam kontrak penjualan.
b. Hubungan Hukum Pemohon (Applicant) dan Bank Penerbit (Issuing
Bank)
Hubungan hukum antara pemohon sebagai pembeli yang
mempunyai kewajiban membayar dengan bank penerbit didasarkan
pada perjanjian permohonan penerbitan atau pembukaan L/C. antara
perjanjian permohonan penerbitan/pembukaan L/C dengan perjanjian
jual beli terpisah atau berdiri sendiri.12
Perjanjian permohonan
penerbitan L/C ini mengikat pemohon untuk membayar penerbitan
L/C dan biaya pergantian atas apa yang dibayarkan Bank Penerbit
kepada penjual, sedangkan Bank Penerbit terikat untuk menerbitkan
L/C sesuai apa yang diminta oleh pemohon pada penjual. Hubungan
antara pembeli dengan Issuing Bank dapat dipandang sebagai
pemberian kuasa (last giving) dengan pemberian upah. Tetapi ada
juga yang memandang hubungan hukum ini sebagai campuran antara
perjanjian pemberian dengan perjanjian melakukan beberapa
pekerjaan.
Bank yang menerbitkan L/C tidak boleh menerbitkan L/C yang
menyimpang dari permohonan pembukaan L/C, jika terjadi
penyimpangan maka segala kerugian yang mungkin timbul menjadi
tanggungan Bank Penerbit. Pemohon hanya bertanggungjawab
sebatas apa yang dimohonkan.
c. Hubungan Hukum Antara Bank Penerbit (Issuing Bank) dan Penerima
(penjual)
12
UCP 500, Artikel 3.
31
Hubungan hukum antara Bank Penerbit dengan Penerima
muncul saat penerima menyetujui dan menerima L/C yang diterbitkan
oleh Bank Penerbit kepada Pemohan. Penerimaan atau persetujuan
oleh penerima diwujudkan dengan diserahkannya dokumen-dokumen
yang disyaratkan dalam L/C kepada Bank Penerbit. Sebelum L/C
tersebut diterima atau disetujui oleh penerima maka L/C tersebut tidak
mengikat penerima. Hak dan kewajiban Bank Penerbit dan penerima
tergantung dalam jenis dan macam dari L/C tersebut sendiri, yang
mana semuanya telah diatur dalam UCP, sepanjang L/C tersebut
tunduk kepada UCP.
Kedudukan Bank Penerbit dalam hubungan hukum ini yaitu
sebagai pengambilalih kredibilitas pembeli dalam melakukan
pembayaran kepada penerima (penjual) dan menjamin pembayaran
dari pembeli. Beberapa teori tentang hubungan hukum ini salah
satunya yaitu melihat Bank Penerbit sebagai penjamin (Borg) bagi
pemohon (pembeli), teori lain menganggap bahwa Bank Penerbit
sebagai kuasa bagi pembeli, dan ada juga yang melihat bahwa L/C
merupakan pemenuhan kewajiban.13
d. Hubungan Hukum Antara Bank Penerbit dan Bank Penerus
Hubungan hukum antar bank penerbit dan bank penerus atas
dsar instruksi kepada bank penerbit yang disetujui bank penerus. Hak
dan kewajiban dari kedua bank ini diatur dalam instruksi bank
penerbit yang dimuat dalam L/C. Selain itu, hak dan kewajiban kedua
bank diatur juga dalam UCP. Kedudukan sebagai bank penerus
mempunyai kewajiban yang utama, yaitu melakukan penerusan dan
perubahan L/C kepada penerima saja. Jika Bank penerus
13
James Julianto Irawan, Surat Berharga Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, (Jakarta :
Kencana, 2014), h. 234.
32
berkedududkan hanya sebagai Bank Penerus, maka ia tidak boleh
melakukan pembayaran, negosiasi, atau akseptasi terhadap Wesel
Penerima.
Jika Bank Penerus didalam L/C juga berkedudukan sebagai
konfirmasi Bank, maka Bank Penerus juga melaksanakan fungsinya
sebagai Bank Konfirmasi. Sebagai Bank Konfirmasi maka Bank
Penerus mempunyai kewajiban yang sama dengan Bank tersebut,
seperti melakukan pembayaran, negosiasi, atau akseptasi. Sebagai
Bank Konfirmasi maka Bank Penerus mempunyai kewajiban untuk
meneruskan dokumen-dokumen yang diajukan.
Sebagai bank penerus atas dasar permibtaan bank penerbit
dalam L/C dapat pula berfungsi sebagai negosiasi bank.Sebagai
negosiasi bank, bank penerus mempunyai keajiban untuk memeriksa
dokumen-dokumen yang diajukan dan melakukan pembayaran
dengan cara membeli dokumen-dokumen tersebut dengan hak regres
terhadap penerima. Beda dengan konfirmasi bank, pada konfirmasi
bank harus menjamin pembayaran L/C. Adapun pada negosiasi bank,
bank dapat menolak pembelian dokumen-dokumen yang
diajukan.Adapun jika dokumen-dokumen tersebut dibeli maka
negosiasi bank berhak untuk meminta dokumen tersebut dibeli
kembali oleh Bank Penerbit, atau Reimburse Bank yang ditunjuk oleh
Bank Penerbit. Jika negosiasi bank dalam menjual dokumen-dokumen
tersebut, maka ia dapat menggunakan hak regresnya kepada penerima,
agar dana yang telah dibayarkan dapat dikembalikan ditambah dengan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Negosiasi bank mempunyai hak
regres karena pembayaran yang dilakukannya dananya berasal dari
negosiasi bank sendiri bukan dari bank penerbit, sehingga dalam hal
ini sebagai negosiasi bank harus dilindungi.
33
Dalam L/C dapat juga Bank Penerus diminta sebagai bank
pembayar (paying bank). Sebagai bank pembayar, bank penerus
mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran kepada
penerima yang mengajukan dokumen-dokumen yang disyaratkan
dalam L/C. Dalam melakukan pembayaran bank pembayar tidak
mempunyai hak regeres kepada penerima. Bank pembayar dalam
melakukan pembayaran kepada penerima atas beban rekening bank
penerbit yang ada pada bank pembayar.
Bank penerus didalam L/C dapat juga diminta bank penerbit
sebagai bank pengaksep (Accepting Bank). Sebagai bank penngaksep,
bank diminta untuk melakukan akseptasi atas wesel berjangka yang
diajukan penerima dan melakukan pembayaran atas wesel berjangka
tersebut pada saat jatuh tempo. Bank penerus dapat meminta
pembayaran kembali kepada bank penerbit atau reimburse bank.
e. Hubungan Hukum Antara Bank Penerus dan Penerima (penjual)
Hubungan hukum antara bank penerus dan penerima (penjual)
teregantung dari fungsi dari bank penerus tersebut. Bank penerus
dapat berfungsi semata-mata murni sebagai penerus atau sebagai bank
pengkonfirmasi, bank penegosiasi, bank pembayar, bank pengaksep.
Dalam hal bank penerus melakukan fungsinya sebagai bank penerus
murni, maka kewajiban bank penerus yaitu sebagai penerus L/C dan
penerus perubahannya. Oleh karena itu penerima tidak berhak untuk
meminta pembayaran dari bank penerus. Tetapi jika bank penerus
juga berfungsi sebagai pengkorfimasi bank, maka selain meneruskan
L/C kepada penerima juga melakukan konfirmasi sehingga penerima
dapat meminta pembayaran kepada bank yang mengkonfirmasi.
Demikian juga apabila bank penerus berfungsi sebagai negosiasi
bank, maka tugas bank penerus selain meneruskan L/C juga
34
melakukan pembelian dokumen-dokumen yang diserahkan
kepadanyaa oleh penerima. Apabila bank penerus berfungsi sebagai
bank pembayar, maka selain melakukan penerusan L/C kepada
penerima ia juga melakukan pembayaran kepada penerima. Selanjutya
apabila bank penerus berfungsi sebagai bank pengakseptasi, maka
selain meneruskan L/C kepada penerima juga mengakseptasi atas
wesel berjangka yang diajukan penerima dan membayarnya pada saat
jatuh tempo.
7. Macam dan Jenis L/C14
Jenis dan macam-macam L/C dapat dikelompokkan sesuai dengan
karakteristik yang ada, adapun jenis dan macam-macamnya sebagai
berikut :
a. L/C Dilihat Dari Sifatnya Terhadap Perubahan L/C
L/C dapat dilihat dari sifatnya terhadap perubahan isi L/C, dilihat dari
sifatnya tersebut maka L/C dapat dibedakan menjadi :
1) Revocable L/C
Revocable L/C adalah L/C yang dapat diubah atau dibatalkan
secara sepihak tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya. Dalam hal ini kedudukan Seller/beneficiary sangat
lemah dan mempunyai resiko yang cukup besar. Sebab bisa saja
buyer membatalkan atau megubah L/C yang telah diterbitkannya
dan dipegang oleh beneficiary, aplagi bila beneficiary telah siap
mengapalkan barang produksinya. Tentunya hal ini akan sangat
merugikan beneficiary/seller. Oleh karena itu, L/C yang revocable
harus dihindari.
14 James Julianto Irawan, Surat Berharga Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, (Jakarta :
Kencana, 2014), h. 236-238.
35
Berdasarkan UCP 500 Pasal 8 suatu L/C yang revocable dapat
diubah atau dibatalkan setiap saat oleh Issuing Bank (Opening
Bank) tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada beneficiary.
2) Irrevocable L/C
Irrevocable L/C adalah L/C yang tidak dapat dibatalkan atau
diubah secara sepihak tanpa persetujuan dari pihak-pihak yang
terlibat, yaitu seller, buyer, opening bank, ataupun negotiating
bank, atau dapat dikatakan bahwa irrevocable adalah L/C yang
setiap perubahan atau pembatalan harus seizin dari penerbit atau
pihak-pihak yang terlibat. Irrevocable L/C mengikat bank penerbit
terhadap penerima, juga merupakan janji pasti dari bank penerbit
untuk membayar penerima sepanjang dokumen-dokumen yang
disyaratkan L/C dipenuhi.
Kedudukan penerima (penjual) akan terjamin, sebab tiap-tiap
perubahan harus mendapatkan persetujuannya, sehingga dapat
dipastikan ketentuan-ketentuan yang ada di L/C dapat dipenuhi.
Karena sifatnya yang demikian, maka jenis L/C ini paling banyak
dipakai di dunia.
Jenis irrevocable (juga revocable) harus secara jelas ditulis di
dalam L/C, yang biasanya akan tampak dari kata-kata :
“We hereby issued the irrevocable (revocable) L/C No. …. dst”.
Apabila dalam L/C tidak dengan tegas menyebutkan revocable
atau irrevocable, maka L/C tersebut akan dianggap sebagai
irrevocable (UCP 500 Pasal 6c).
3) Irrevocable Confirmed L/C
Irrevocable Confirmed L/C adalah irrevocable L/C yang
mendapatkan konfirmasi suatu bank (confirming bank) dimana
bank pengkonfirmasi tersebut menjamin akan melakukan
36
pembayaran apabila pembeli maupun bank penerbit melakukan
cedera janji sedangkan syarat-syarat L/C sudah dipenuhi. Cedera
janji disini apabila barang sudah dikapalkan dan sesuai dengan
L/C, tetapi pembeli atau bank penerbit tidak mau membayar, maka
bank yang mengkonfirmasi akan melakukan pembayaran atas
pengapalan barang tersebut.
Perlu diketahui bahwa bank yang memberikan konfirmasi berbeda
dengan bank yang menerbitkan L/C. Oleh karena itu, dalam
menerbitkan L/C bank penerbit akan meminta kepada bank
pengkonfirmasi untuk memberikan konfirmasinya. Permintaan
yang demikian biasanya dituliskan dengan kata-kata sebagai
berikut :
“Please advise beneficiary with adding your confirmation”.
Atas permintaan konfirmasi tersebut, apabila bank yang diminta
konfirmasi tersebut menyetujui, maka ia akan menambahkan
konfirmasinya dalam L/C, sebelum L/C diteruskan kepada
beneficiary/penerima.
b. L/C Dilihat Dari Cara Pembayaran15
1) Sight L/C
L/C yang pembayarannya dilakukan secara tunai, jika suatu bank
menerbitkan sight payment L/C, maka bank penerus diinstruksikan
untuk melakukan pembayaran kepada penerima pada saat
pengajuan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.
2) Usance L/C (Acceptance L/C)
L/C yang pembayarannya dilakukan pada suatu jangka waktu
tertentu setelah wesel ditunjukkan atau setelah barang dikapalkan.
15 James Julianto Irawan, Surat Berharga Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, (Jakarta :
Kencana, 2014), h. 238-240.
37
Usance L/C ini secara tidak langsung merupakan pemberian kredit
oleh penjual kepada pembeli, hak ini biasanya disebabkan karena
pembeli berada di luar negeri.
3) Merchant L/C
Suatu L/C yang dibuka untuk memberi kemudahan khususnya
bagi proyek PMA (Penanaman Modal Asing). Pemerintah telah
member izin kepada perusahaan yang ada di Indonesia untuk
mengimpor bahan baku, suku cadang, bahkan mesin-mesin di
Indonesia dengan membuka merchant L/C kepada kantor
induknya di luar negeri dengan tenggang waktu pembayaran
(deferred payment).
4) Red Clause L/C’
L/C yang memuat klausula-klausula khusus (dahulu dicetak
dengan tinta merah), yang member wewenang kepada advising
bank/bank pengkonfirmasi untuk melakukan pembayaran
sejumlah uang muka kepada penjual sebelum dokumen diserahkan
atau sebelum barang dikapalkan. Red clause klausul biasanya
diminta oleh pembeli untuk memberikan kredit kepada penjual
agar dapat memproduksi barang yang hendak dijualnya.
5) Usance on Sight Basis L/C (Usance L/C dengan Syarat
Pembayaran Sight Basis)
Usance on sight basis L/C adalah L/C kombinasi antara sight L/C
dengan usance L/C. Penjual dapat meminta pembayaran secara
sight L/C kepada negotiatiang bank dan negotiating bank akan
melakukan reimbursement secara sight juga kepada issuing
bank/bank penerbit. Namun pembeli melakukan pembayaran
secara usance kepada issuing bank/bank penerbit. Hal ini
dimungkinkan karena bank penerbit memberikan kredit atau
38
fasilitas kepada pembeli sebagai applicant, tentu dengan syarat-
syarat tersendiri.
6) Negotiation L/C
L/C yang pembayarannya dengan cara membeli wesel dan/atau
dokumen yang diajukan oleh penerima. Jika negosiasi dilakukan
oleh bank penerbit atau bank pengkonfirmasi selalu tanpa disertai
dengan hak regres (without recourse) terhadap penjual (penerima).
Tujuan dari negosiasi adalah untuk member kesempatan kepada
bank menegosiasi (membeli) wesel/dokumen dari penerima
(penjual) dan kemudian mengajukannya kepada bank penerbit
untuk memperoleh pembayaran sesuai dengan persyaratan L/C.
7) Deferred Payment L/C
Dalam L/C jenis ini wesel tidak termasuk dalam dokumen yang
diajukan untuk pembayaran L/C. Penerima (penjual) merasa aman
akan mendapatkan pembayaran L/C. Penerima (penjual) merasa
aman akan mendapatkan pembayaran pada waktu yang ditentukan
karena ada jaminan dari bank penerbit. Namun jika pemohon
(pembeli) harus menerima barang, pemohon harus menerima
dokumen dari bank penerbit. Agar bank penerbit aman dari resiko
kerugian karena penyerahan dokumen yang dimaksud, maka
penyerahan dokumen dapat disertai dengan trust receipt. Dalam
trust receipt dimuat persyaratan lain untuk melindungi
kepentingan bank, misalnya pemohon dipersyaratkan untuk
menguasai barang dan uang hasil penjualan barang tersebut
terpisah dari barang dan uang lainnya, selain itu barang juga
harus diasuransikan.
8) Restricted L/C
39
L/C yang menunjuk suatu bank tertentu untuk melakukan
pembayaran ataupun negosiasi. Dengan demikian, maka bank lain
selain yang ditunjuk tidak dapat melakukan negosiasi atau
pembayaran atas L/C tersebut.
L/C jenis ini akan tampak dari klausulnya sebagai berikut :
“This credit is available by negotiation/payment/acceptance
with… Bank.”
Atau dapat dituliskan :
“restricted to…(nama bank) for negotiation / payment /
acceptance.”
9) Revolving L/C
L/C ini secara otomatis berlaku karena berlaku berulang - ulang
setelah L/C direalisasi, baik sebagaian maupun seluruhnya tanpa
melakukan perubahan syaratnya. Revolving L/C dipilih oleh
pemohon (pembeli) apabila dianggap bahwa harga yang telah
disetujui tersebut (yang ditetapkan dalam L/C) merupakan harga
yang menguntungkan dalam situasi pasar yang dihadapinya,
sehingga akan terjadi transaksi yang berkesinambungan.
10) Back to Back L/C
Yang dimaksud dengan Back to Back L/C adalah L/C yang dibuka
dari L/C yang telah diterima oleh penjual kepada penjual lainnya.
Misalnya, penjual I menerima L/C sedangkan penjual I juga
menjadi pembeli dari penjual II sehingga l/C yang diterima oleh
penjual I dijadikan jaminan untuk menerbitkan L/C bagi penjual
II. L/C yang pertama biasa disebut dengan L/C induk atau master
L/C.
Di dalam back to back L/C ini penjual yang pertama adalah
sebagai pemohon (applicant), yang berdasarkan L/C master atau
40
induk meminta kepada Banknya untuk membuka L/C yang
ditujukan kepada penjual yang lain.
11) Transferable L/C
Transferable L/C adalah jenis L/C yang dapat dipindahtangankan
dari penerima yang satu kepada penerima yang lain (sebagai
pemasok). L/C ini hanya dapat dialihkan satu kali proses, kecuali
L/C menentukan lain atau sebaliknya.
Nilai L/C yang dialihkan pada dasarnya lebih rendah dari nilai L/C
yang semula yang diterima dari bank penerbit. Selisih nilai ini
merupakan keuntungan penerima. Penerima L/C akan menerima
pembayaran dari bank penerbit besar dari pembayaran yang akan
dibayarkan penerima kepada pemasok melalui bank pengalih.
c. L/C Dilihat Dari Syarat Penyerahan Dokumen
1) Clean L/C
Yang dimaksud dengan Clean L/C adalah suatu L/C dimana
penarikan atau penerima uang dari L/C itu tidak mensyaratkan
penyerahan dokumen apapun, bahkan untuk pengambilan uang
dari L/C dapat dilakukan dengan penyerahan kuitansi biasa
(simple receipt).
2) Documentary L/C
Yang dimaksud dengan documentary L/C adalah suatu L/C
dimana penarikan wesel atau penarikan uang dari L/C tersebut
harus dilengkapi dengan dokumen yang diisyaratkan dari L/C
tersebut. Dokumen yang dimaksud yaitu dengan dokumen
pengapalan (shipping document).
3) Open L/C (Unrestricted L/C)
Yang dimaksud dengan Open L/C adalah L/C yang memberikan
hak kepada penjual/penerima L/C untuk mengosiasikan dokumen
41
pengapalan melalui bank mana saja yang diingini. L/C jenis ini
akan tampak dari klausul yang ada seperti :
“Available by Negotiation/payment/acceptance with any bank in
the beneficiary’s country.”
L/C sebagai mekanisme transaksi yang dianggap saling
menguntungkan antara pihak penjual dan pembeli maka hal ini perlu
mendapatkan legitimasi secara syariah sebagai bentuk jawaban atas tantangan
globalisasi. Bahwa agar mekanisme transaksi L/C tersebut dilakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip syari’ah, Berdasarkan Fatwa Dewan Pengawas
Syariah No.34/DSN-MUI/IX/2002 tentang L/C Impor Syariah dan Fatwa
Dewan Syariah Nasional No. 35/DSNMUI/IX/2002 tentang L/C Ekspor
Syariah dasar hukum L/C Syariah adalah :
QS. An-Nisa (4) : 29
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang
kepadamu.
42
C. Dasar Penggantian UCP-500 Dengan UCP-600
1. Apa yang mendorong diterbitkannya edisi UCP-600
Para perancang UCP pertama tahun 1933 tidak menyadari bahwa
mereka telah meninggalkan sebuah warisan yang pada satu saat akan
mengubah L/C dari sebagai instrumen pembayaran menjadi alat untuk
menghindari pembayaran.
Sebagai alat dan teknik pembayaran, syarat-syarat UCP justru
membuka peluang salah pakai, salah tafsir, memunculkan sengketa dan
perselisihan yang tidak perlu. Sebagai akibatnya, pemakaian L/C dalam
perdagangan internasional menciut dan mendorong komunitas bisnis
internasional untuk menghindari penggunaan L/C. Bahkan penyusutan itu
tetap terjadi setelah dilakukan revisi yang sesuai dengan praktek pasar
yang berlaku.16
Diperkirakan UCP-500 sebagai revisi yang ke-5 dari UCP asli
dapat menahan kecenderungan ini. Peraturan dalam UCP-500 telah
diperkuat dengan berbagai keunggulan seperti penjelasan istilah diperkuat
dengan berbagai keunggulan seperti penjelasan istilah “negotiation”,
“reasonable time” (jumlah hari yang pantas untuk mengecek dokumen),
dan perlakuan terhadap dokumen yang tidak diminta. UCP-500 juga telah
member ketegasan tentang keunikan dari marine, ocean, dan port to port
bill of lading dan rumusan pasal-pasal transportasi yang bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan salah penafsiran dan salah pemakaian.
2. Istilah apa saja yang telah menimbulkan perbedaan pendapat dalam UCP-
500
16 Amir M.S., Letter Of Credit-Edisi Revisi- Pembahasan Khusus UCP 600 dan Standby L/C,
(Jakarta : PPM, 2009), h. 19.
43
Masih ada beberapa dari UCP-500 yang perlu diklarifikasi.
Contohnya adalah isu mengenai istilah “negotiation”, “Original
Document” yang disebut dalam Pasal 20 (b) istilah “ports” pada
dokumen “Marine Bill of Leading” dengan istilah “ports” yang terdapat
pada UCP-500. Selanjutnya, masih ada persoalan terkait dengan istilah
“Port of Delivery and Discharge” dan penafsiran kalimat seperti “Without
delay” dan “On its face” yang telah mengurangi kesempurnaan aturan itu.
Pengusaha internasional menjadi sangata berhati-hati terhadap L/C agar
tidak tertipu. Dalam sidang pengadilan sangat sulit untuk member
interpretasi pada istilah “reasonable care”. Diperlukan beberapa kali
kasus pengadilan sebelum dapat disimpulkan bahwa pengertian
“Reasonable time”. “Reasonable time” tidak secara otomatis berarti tujuh
hari kerja bank, tetapi sangat bergantung pada keadaan. Tujuh hari adalah
pengertian maksimum dan setiap saat antara satu dan tujuh hari setelah
hari berikutnya dari hari penerimaan dokumen harus dianggap sebagai
“reasonable”. Selain itu, masih ada masalah yang menyangkut “Non
documentary condition” dan ketidakkonsistenan data ternyata belum
terselesaiakan dengan memuaskan.17
3. Apa yang terjadi dengan discounting deffered payment
Salah satu isu yang mengejutkan dan menggelisahkan para pelaku
perdagangan internasional adalah kasus pengadilan mengenai
pendiskontoan (discounting) atas “deffered payment” yang terjadi antara
Banco Santander versus Banque Paribas. Dalam kasus ini, pengadilan
memutuskan bahwa bila suatu Confirming bank mendiskontoan suatu
“Deffered payment” yang menjadi tanggung jawabnya sendiri, maka hal
17 Amir M.S., Letter Of Credit-Edisi Revisi- Pembahasan Khusus UCP 600 dan Standby L/C,
(Jakarta : PPM, 2009), h. 20.
44
itu harus dilakukannya atas resikonya sendiri. Apabila terjadi penipuan
(fraud) sebelum tanggal jatuh tempo, maka “issuing bank” tidak wajib
untuk membayar kembali kepada “Confirming Bank”. Keputusan
pengadilan ini mengejutkan banyak kalangan perbankan. Beberapa di
Timur Tengah yang telah memilih meningkatkan pemakaian “deffered
payment” L/C, bila diminta untuk menambahkan konfirmasinya telah
meminta syarat tambahan pada akseptasi kredit dengan permintaan bahwa
mereka harus dilindungi apabila terjadi penipuan. Sikap kalangan
perbankan yang semacam ini berdampak buruk terhadap likuiditas (arus
kas) dari banyak perusahaan ekspor.18
4. Apa saja yang baru dalam UCP-600
UCP-600 merupakan dokumen yang paling banyak ditinjau ulang
dan dikomentari sepanjang sejarah UCP. Peninjauan ulang yang
menghasilkan UCP-600 untuk mengatasi berbagai persoalan UCP-500
memakan waktu 5 tahun. Proses revisinya mencakup 15 buah konsep
yang disusun oleh sebuah tim perancang beranggotakan 10 tenaga
professional terkenal di dunia dan tim konsultan terdiri dari 41 tenaga ahli
kelas global dunia perbankan, transportasi, asuransi dan legal dari 26
negara. UCP-600 juga ditinjau berdasarkan 600 opini dari kalangan
perbankan, keputusan dar DOCDEX, dan kasus-kasus pengadilan yang
relevan, ditambah lebih dari 5000 komentar dari 40 komite nasional KDI
(ICC) di seluruh dunia.
Namun apakah UCP-600 akan sukses ?Apakah aturan-aturan baru ini
akan dapat menghentikan kemorosotan penggunaan L/C ?
18 Amir M.S., Letter Of Credit-Edisi Revisi- Pembahasan Khusus UCP 600 dan Standby L/C,
(Jakarta : PPM, 2009), h. 21.
45
Komentar dari para praktisi L/C mengatakan bahwa implementasi
dari UCP-600 akan sulit, akan memakan waktu dan biaya, serta masih
membutuhkan penunjauan ulang kebijakan, prosedur, sistem, dan
pelatihan para banker, ahli hukum, dan para pengusaha. Namun para
perancang UCP-600 yakin bahwa dengan UCP L/C kembali kepada
posisi yang benar dalam perdagangan internasional. Mereka juga yakin
bahwa UCP-600 akan dapat melakukan koreksi atas salah tafsir yang
telah dihasilkan oleh UCP-500. Keyakinan ini didasarkan atas gambaran
berikut ini :
a. Para konseptor UCP-600 telah mengambil prakarsa untuk mengganti
kata-kata yang terlalu teknis dan sulit dimengerti dari UCP-500
dengan kata-kata yang tepat, ringkas, dan mudah dimengerti.
b. Dalam UCP-600 telah dihapus istilah-istilah seperti “reasonable care”,
“reasonable time” dan ungkapan “on its face” (kecuali dalam satu
pasal). Hal ini sangat membantu dan mengurangi biaya perkara di
pengadilan karena pih5ak-pihak terkait tidak perlu lagi berperkara
untuk membuktikan dan mendapat kepastian mengenai makna
“reasonable” atau “on its face”.
c. Melakukan pemisahan pasal 2 dengan pasal 3 dari bab “definition and
interpretations” yang berisikan konsep baru dari istilah “honour”
seiring dengan memasukkan pasal-pasal tertentu dari ISBP
(Internasional standard banking practice) ke dalam UCP, diyakini
akan lebih memperjelas isi pasal .
d. Uraian yang pasti dari istilah “negotiation” sebagai “purchase of
drafts and/or document” akan sangat membantu mengatasi
pemahaman yang controversial dari istilah “negotiation” itu.
46
e. Pengakuan terhadap UCP sebagai seperangkat aturan (rules), bahwa
sifat kredit adalah “irrevocable”dan bahwa hanya bank dan bukan
semua pihak (all parties) yang berhubungan dengan dokumen dan
bukan barang, akan memberikan kepastian yang lebih besar terhadap
aturan-aturan itu.
f. Pengakuan bahwa “issuing bank”lah yag bertanggung jawab untuk
membayar (honour) wesel-wesel dan atau dokumen yang ditarik
sebuah L/C. Jelas bahwa TIDAK BOLEH (MUST NOT) meminta
supaya wesel-wesel ditarik atas nama pemohon (applicant) dan tidak
lagi sekedar sebagai anjuran supaya mereka SETOGYAN YA TIDAK
meminta (SHOULD NOT CALL). Tegasnya wesel-wesel TIDAK
BOLEH ditarik atas nama pemohon atau importir.
g. Telah ada kepastian untuk mengatasi problem Banco Santander
dengan merumuskan suatu tanggung jawab yang pasti atau “issuing
and confirming banks” untuk membayar kembali pada saat jatuh
tempo tanpa menghiraukan apakah Bank yang ditunjuk (nominated
bank) telah membayar di muka atau telah membeli menjadi tanggung
jawabnya sendiri. (its own acceptance or deffered payment
undertaking).
h. Selanjutnya, istilah “nomination” ini juga berarti otoritas untuk
membayar di muka atau membeli wesel-wesel yang telah diakseptir
atau dokumen deffered payment yang menjadi tanggung “nominated
bank” itu sendiri. Kita yakin bahwa kini bank-bank di Timur Tengah
dan dimanapun akan kembali percaya dan tidak ragu untuk
melakukan pembayaran di muka instrument akseptasi maupun
instrument deffered payment.
i. Penghapusan istilah “reasonable time to exceed seven banking days”
untuk pengecekan dokumen dan menggantinya dengan 5 hari kerja
47
bank, akan mempercepat proses negosiasi dokumen dan akan
menjadikan L/C lebih menarik dipasar.
j. Keputusan tentang inkonsistensi data dengan penjelasan bahwa data
di dalam suatu dokumen tidak perlu identik, tetapi tidak boleh
bertentangan dengannya, maka data dalam dokumen lainnya yang
disebut akan mengurangi penyimpangan-penyimpangan
(discrepancies) (namun demikian sebagian bank akan merasa kecewa
dengan penurunan penyimpangan ini, karena mereka akan kehilangan
fee yang dapat mereka pungut sesuai ketentuan UCP-500).
k. Persyaratan untuk mengembalikan dokumen yang tidak diminta
kepada orang yang mengajukan dokumen itu (eksportir) akan sangat
menghemat waktu juru periksa dokumen yang memeriksa
kelengkapan dokumen.
l. Syarat-syarat bahwa alamat pemohon (applicant) dan penerima
(beneficiary) yang nampak pada setiap dokumen tidak perlu sama
selama semua alamat itu berada di dalam satu negara, akan sangat
mengurangi sengketa yang bersumber dari perbedaan yang tidak
relevan.
m. Perubahan UCP-600 dibandingkan dengan UCP 500 antara lain :
1. Seperangkat aturan yang lebih ramping dengan hanya terdiri dari
39 Pasal dibandingkan 49 pasal dari UCP-500.
2. Seuatu bab baru berjudul “Definition” berisikan istilah seperti
“honour” dan “negotiation”.
3. Penggantian istilah “reasonable time” dengan jumlah hari yang
pasti dibutuhkan untuk pemeriksaan dan penetapan kelengkapan
dokumen.
4. Persyaratan baru tentang alamat dari penerima dan pemohon L/C.
5. Diskusi yang lebih luas tentang “Original Documents”.
48
6. Rumusan ulang tentang pasal-pasal transportasi yang bertujuan
untuk menghilangkan keraguan tentang identifikasi dari “caries
and agents”.
7. UCP-600 mulai berlaku secara efektif terhitung mulai 01 juli
2007.19
19 Amir M.S., Letter Of Credit-Edisi Revisi- Pembahasan Khusus UCP 600 dan Standby L/C,
(Jakarta : PPM, 2009), h. 24.
49
BAB III
DATA PENELITIAN
A. Posisi Kasus
Terdakwa NUKY AGENG BUDHIJANA pada bulan September
tahun 2000 sampai dengan bulan Februari tahun 2001, bertempat di Kantor
Pusat PT. Bank Universal, Tbk Plaza Setia Budi Jln. H.R. Rasuna Said Kav.
62 Jakarta Selatan selaku anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pegawai
Bank, yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
yang berlaku bagi bank, perbuatan mana dilakukan Terdakwa dengan cara-
cara sebagai berikut : Bahwa pada tanggal 4 September 2000, saksi Hudiono
Liyanto mengajukan permohonan fasilitas LC (Letter of Credit) impor
kepada Bank Universal Kantor Pusat berupa alat-alat komputer sejumlah US$
4,000,000.00 (empat juta dollar Amerika) dan fasilitas kredit modal kerja
sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang akan dipergunakan
untuk pengadaan computer parts dari beberapa supplier di luar negeri dan
modal kerja untuk pembelian komponen lokal. Selanjutnya pada tanggal 5
Oktober 2000, saksi Hudiono Liyanto menerima pemberitahuan persetujuan
fasilitas perbankan (L/C) senilai US$ 1,800,000.00 dari Bank Universal.
Pada tanggal 12 Oktober 2000, saksi Hudiono Liyanto datang ke
Bank Universal Kantor Pusat untuk menandatangani surat perjanjian fasilitas
perbankan sesuai dengan surat Nomor : 229967 / PFP / 01 / ATR / 2000
Senilai : USD 352,756.00 ; tanggal 12 Oktober 2000 yang berisi mengenai
persetujuan dari pihak Bank Universal untuk memberikan fasilitas L/C
sebesar USD 1,800,000.00.
50
Pada tanggal 17 November 2000, saksi Hudiono Liyanto meminta
kepada pihak Bank Universal untuk membuka 4 (empat) L/C import sebagai
berikut :
1. L/C No. 073/001/0227/00 tanggal 17 November 2000 :
Beneficiary : Z’Tronic Computer Sdn Bhd (106392-A) Penang
Malaysia
Senilai : USD 352,756.00
L/C Valid : 21 Desember 2000
2. L/C No. 073/001/0228/00 tanggal 17 November 2000 :
Beneficiary : Fujitsu PC (Asia) Pte, Ltd Malaysia Branch (993705-
A) Kuala Lumpur, Malaysia
Senilai : USD 304,338.00
L/C Valid : 21 Desember 2000
Latest Shipment : 30 November 2000
L/C No. 073/047/0228/00 tanggal 17 November 2000
3. L/C No. 073/001/0229 tanggal 17 November 2000
Beneficiary : Tele Dynamics Sdn Bhd (66785-D) Kuala lumpur,
Malaysia
Senilai : USD 154,225 ;
L/C Valid : 21 Desember 2000 ;
Latest Shipment : 30 November 2000 ;
4. L/C No. 073/001/0231/00 tanggal 17 November 2000
Beneficiary : The Value Systems (M) Sdn Bhd (Co.No.260354X)
Kuala Lumpur, Malaysia
Senilai : USD 224,300.00 ;
L/C Valid : 21 Desember 2000 ;
Latest Shipment : 30 November 2000 ;
51
Dari keempat L/C tersebut, ternyata L/C No. 073/001/0229/00, tanggal 17
November 2000 dibatalkan order pembeliannya oleh pihak Tele Dynamics
Sdn Bhd karena tidak bisa menyediakan barang yang diminta oleh saksi
Hudiono Liyanto, sehingga L/C yang masih berlaku hanyalah tinggal 3 L/C
saja dan seluruhnya berjumlah USD 881,394,00 yaitu L/C
No.073/001/0228/00, tanggal 17 November L/C No. 073/001/0227/00
tanggal 17 November 2000 dan L/C No. 073/001/0231/00 tanggal 17
November 2000.
Berdasarkan dokumen atau data yang ada, ketiga dokumen tersebut
diterima oleh Bank Universal dari Citibank Kuala Lumpur adalah L/C
No.073/001/0227/00 diterima tanggal 11 Desember 2000 jam 02:16 PM,
L/CNo. 073/001/0228/00 tanggal 11 Desember 2000 jam 12:17 PM, L/C
No.073/001/0231/00 tanggal 13 Desember 2000 jam 12:01 PM, Dokumen
yang dipersyaratkan dalam ketiga L/C tersebut masing-masing yangditerima
adalah :
1. Full Set Bill Of Lading ;
2. Commercial Invoice ;
3. Packing List ;
Tanpa dilengkapi dengan Delivery Order, Dokumen impor tersebut diterima
oleh Counter Custody (Sdri. Lidya dan Stafnya), kemudian diserahkan
kepada Terdakwa NUKY AGENG BUDHIJANA selaku petugas yang
berwenang memproses selanjutnya. Setelah dokumen tersebut diterima oleh
Terdakwa NUKY AGENG BUDHIJANA yang menjabat sebagai Supervisor
Settlement L/C Import Unit, kemudian Terdakwa NUKY AGENG
BUDHIJANA melakukan pengujian atas dokumen-dokumen tersebut, setelah
52
itu Terdakwa NUKY AGENG BUDHIJANA segera melakukan pembayaran
yaitu pada tanggal 11, 12, 13 Desember 2000.
Sesuai dengan SOP (Standar Operasi Prosedur/Standard Operating
Procedure) Bank Universal maupun tugas dan wewenang sebagai Supervisor
Settlement L/C Import Unit Import Dep. Trade Operation (Bills), Terdakwa
NUKY AGENG BUDHIJANA melakukan penelitian dan pengujian, atas
dokumen impor terhadap L/C No. 073/001/0227/00 tanggal 17 November
2000, L/C No. 073/001/0228/00 tanggal 17 November 2000 dan L/C No.
073/ 001/0231/00 tanggal 17 November 2000 yang diterima dari Citibank
Kuala Lumpur atas nama CV. Holi Setia Raya yang dimohon oleh saksi
Hudiono Liyanto, apakah dokumen yang dipersyaratkan atas ketiga L/C
tersebut adalah comply with (sesuai) atau mengandung discrepancy
(ketidaksesuaian atau perbedaan), lalu hasil pemeriksaan tersebut
diberitahukan kepada marketing untuk disampaikan kepada nasabah agar
nasabah melakukan pembayaran atas ketiga L/C tersebut untuk membayar
dana talangan yang sudah dibayarkan oleh Bank Universal terlebih dahulu.
Bahwa hasil penelitian dan pengujian yang dilakukan oleh Terdakwa Nuky
Ageng Budhijana ternyata terhadap 3 L/C berikut dokumen impor atas : L/C
No. 073/001/0228/00 tanggal 17 November 2000 Beneficiary : Fujitsu (Asia)
ternyata tidak terdapat adanya Delivery Order (bukti penyerahan barang)
dalam 3 (tiga) rangkap, L/C No. 073/001/0231/00 tanggal 17 November 2000
ternyata tidak terdapat adanya Delivery Order (bukti penyerahan barang)
dalam 3 (tiga) rangkap, L/C No. 073/001/0227/00 tanggal 17 November 2000
dan packing List dari Z’TRONIC atas L/C No. 073/001/0227/00 tanggal 17
November 2000 memang terdapat perbedaan ketidaksesuaian yaitu :
1. Tidak terdapat Delivery Order dalam rangkap 3 (tiga) ;
53
2. Dalam Packing List : rincian total packing tidak tercantum item PALM
M-100 sehingga tidak sesuai dengan persyaratan L/C ;
3. Dalam Commercial invoice tercantum L/C 001/0227/00 padahal di dalam
L/C persyaratannya tercantum No. 073/001/0227/00 ;
Uraian nama Barang di dalam Packing List tercantum :
1. Dalam L/C barang yang dipesan HP PAVILLON 9750, namun di dalam
Packing List (bagian total Packing) tertulis HP PAVILLION 9750 (ada
tambahan huruf i) ;
2. Dalam L/C barang yang dipesan adalah HP JORNADA 545, namun di
dalam Packing List (bagian total Packing) tertulis JONARDA 545
(adanya salah Penempatan huruf "R" yang menyebabkan terjadinya tidak
Konsisten dengan L/C discrepancy) ;
3. Di dalam L/C barang yang dipesan adalah CASSLOPELA PDA, namun
di dalam packing list (bagian total packing) tertulis CASSIOPEIA
PDA (ada tambahan "IO", pengurangan huruf “LL" dan penambahan
huruf "I" yang menyebabkan terjadinya tidak konsisten dengan L/C atau
discrepancy) ; Walaupun Terdakwa Nuky Ageng Budhijana tahu terdapat
perbedaan pada saat melakukan pengujian atas ketiga dokumen yang
dipersyaratkan pada L/C sudah datang dan hasil pengujian yang terdakwa
lakukan sudah comply with (antara lain bill of lading, packing list,
commercial invoice) dalam L/C No. 073/001/0227/00 tanggal 17
November 2000, L/C No. 073/001/0228/00 tanggal 17 November 2000
dan L/C No. 073/001/0231/00 tanggal 17 November 2000 atas nama CV.
Holi Setia Raya yang dimohon oleh Hudiono Liyanto, yang seharusnya
Terdakwa lakukan pengujian dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja
sejak dokumen impor tersebut Terdakwa terima, namun Terdakwa Nuky
Ageng Budhijana tidak melakukan konfirmasi kepada Citi Bank Kuala
54
Lumpur melainkan Terdakwa memberitahukan kepada marketing bahwa
dokumen (sesuai).
Dalam memutuskan melakukan pembayaran sesuai dengan limit
adalah dilakukan oleh Terdakwa Nuky Ageng Budhijana sendiri, karena
batas limit otorisasi transaksi masing-masing L/C yaitu (L/C No.
073/001/0227/00 sejumlah USD 352,801.00, L/C No. 073/001/0228/00
sejumlah USD 304,392.00 dan L/C No. 073/001/0231/00 sejumlah USD
224,353.00) dimana nilai masing-masing L/C adalah di bawah USD
500,000 maka masih dalam batas kewenangan limit yang diberikan
kepada Terdakwa. Sesuai dengan dokumen impor, ketiga L/C tersebut
telah dibayar oleh Bank Universal sesuai otorisasi yang telah diberikan
oleh Bank Universal kepada pihak koresponden Banking adalah sebagai
berikut :
1. L/C No. 073/001/0227/00 sejumlah USD 352,801.00, pada
tanggal 11 Desember 2000 ;
2. L/C No. 073/001/0228/00 sejumlah USD 304,392.00, pada
tanggal 12 Desember 2000 ;
3. L/C No. 073/001/0231/00 sejumlah USD 224,353.00, pada
tanggal 13 Desember 2000.
Proses pembayaran dari pihak Bank Universal kepada Citibank Kuala
Lumpur adalah dengan cara otorisasi pembayaran untuk mendebet
rekening Bank Universal di Bank of California, Terdakwa mengetahui
bahwa dalam praktek pemberian fasilitas kredit L/C maupun dalam
praktek perdagangan internasional dengan fasilitas L/C sesuai dengan
ketentuan Bank Universal selaku Issuing Bank tunduk pada ketentuan
UCPDC 500 (Uniform Customs and Practice for Documentary Credits
55
500 atau UCP 500). Bahwa berdasarkan UPC 500 (ketentuan
internasional tentang L/C) menyatakan bahwa 3 dokumen yang
dipersyaratkan pada L/C tersebut mengandung discrepancy karena tidak
dilengkapi dengan delivery order yang dipersyaratkan pada L/C. Karena
adanya perbedaan data, perbedaan penulisan dan perbedaan penomoran
antara dokumen yang dipersyaratkan pada L/C dengan L/C tersebut
perbedaan penulisan nomor pada dokumen impor tersebut adalah
merupakan discrepancy karena tidak konsisten antara dokumen yang satu
dengan yang lain sesuai dengan UPC 500 Pasal 13 a.
Terdakwa mengetahui selaku karyawan Bank yang meneliti
dokumen L/C bahwa Bank wajib memeriksa secara seksama dokumen
apakah sudah sesuai dengan syarat L/C, bila dokumen sudah sesuai
dengan syarat L/C maka bank wajib melakukan pembayaran kepada bank
koresponden, bila tidak sesuai maka bank berhak menolak pembayaran
kepada bank koresponden dengan memberitahukan bank koresponden
alasan penolakan tidak lebih dari 7 hari kerja terhitung mulai tanggal
penerimaan dokumen tersebut, disamping itu juga menginformasikan
adanya penyimpangan dokumen kepada pemohon, Terdakwa mengetahui
bahwa dokumen impor atas L/C No. 073/001/0227/00 tanggal 17
November 2000, dan Packing list dari Z’TRONIC atas L/C No.
073/001/0227/00 tanggal 17 November 2000 terdapat beberapa perbedaan
dalam dokumen. Bahwa apabila dalam L/C dipersyaratkan harus adanya
delivery order maka ketidakadaan delivery order merupakan
discrepancy, demikian sebaliknya. Sedangkan ketidaksamaan penulisan,
perbedaan yang tercantum antara satu dokumen dengan yang lainnya dan
4 perbedaan kata per kata juga termasuk dalam kategori
discrepancy/inconsistency. Bahwa walaupun Terdakwa mengetahui
56
terdapat perbedaan atau ketidaksamaan yang menurut Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan bahwa dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya Terdakwa harus menggunakan prinsip kehati-hatian
dan seharusnya Terdakwa tidak segera melakukan pembayaran ketiga
L/C dimaksud, namun Terdakwa justru mengabaikan prinsip kehati-
hatian tersebut dengan cara menyatakan L/C tersebut sudah sesuai dan
pembayaran langsung.
Terdakwa mengetahui bahwa Bank hanya memeriksa apakah
dokumen yang diterima telah sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam
L/C dan jika sesuai maka bank berkewajiban melakukan pembayaran dan
melakukan pengalihan atas dokumen dan meneruskan kepada applicant /
nasabah setelah nasabah membayar kewajibannya pada bank sebesar apa
yang telah bank bayarkan kepada negotiating bank. Demikian juga jika
ternyata tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan maka bank
berkewajiban menolak pembayaran dan memberitahukan pada nasabah
untuk mendapatkan persetujuan pembayaran, Bahwa Terdakwa Nuky
Ageng Budhijana melakukan pengujian dokumen ketiga L/C atas nama
CV. Holi Setia Raya pada tanggal 11, 12 dan 13 Desember 2000 dan
menyatakan dokumen impor tersebut sudah comply with kemudian pada
hari itu juga Terdakwa memberikan otorisasi untuk pendebetan rekening
Bank Universal kepada Citibank Kuala Lumpur walaupun sesuai
dengan UPC 500 Terdakwa mempunyai waktu untuk melakukan
pengujian ataupun melakukan langkah-langkah lainnya dalam tenggang
waktu 7 hari kerja bank. Terdakwa tidak pernah melakukan langkah-
langkah atau tindakan apapun atas hasil pengujian ketiga dokumen L/C
tersebut yang ada perbedaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi
57
bank yang harus melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-
hatian.
B. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Membaca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 391 / Pid.B /
2007/ PN.Jak.Sel., tanggal 24 Agustus 2007 yang amar lengkapnya sebagai
berikut :
1. Menyatakan Terdakwa Nuky Ageng Budhijana tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana
didakwakan kepadanya ;
2. Membebaskan Terdakwa Nuky Ageng Budhijana dakwaan Jaksa /
Penuntut Umum ;
3. Memulihkan hak Terdakwa tersebut dalam kemampuan, kedudukan dan
harkat serta martabatnya.
C. Memori Kasasi
Membaca putusan Mahkamah Agung RI No. 155 K / PID.SUS / 2008
tanggal 15 Agustus 2008 yang amar lengkapnya sebagai berikut :
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa / Penuntut
Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tersebut ; Membatalkan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 391 / Pid.B 2007 / PN.
Jak.Sel., tanggal 24 Agustus 2007 ;
2. Mengadili Sendiri, Menyatakan Terdakwa NUKY AGENG
BUDHIJANA terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana perbankan yaitu : “Pegawai bank yang dengan sengaja tidak
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang tentang
58
perbankan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank” ; Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut
oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda
sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman
kurungan selama 6 (enam) bulan ;
3. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia tanggal 15-12-2000 CV. Holi Setia
Raya kepada PT. Bank Universal tanggal 15-12-2000 perihal dokumen
L/C No. 073/001/0227/00 dan L/C No. 073/001/0228/00 beserta
peringatan tidak melakukan pembayaran kepada Citibank Kuala Lumpur
Malaysia bilamana terjadi kesalahan tanggung jawab Bank Universal,
perihal dokumen mengandung discrepancy ;
4. Surat dari Bank Universal No : 958/BU/MSB/XII/2000 tanggal 15-12-
2000 melalui fax jam 10:41 Wib dalam hal undangan tanggal 18-12-2000
masalah pembahasan penyelesaian L/C dan dokumen yang mengandung
discrepancy ;
5. Surat PT. Agung Perkasa Raya (forwader) kepada CV. Tritama Segara
Technology No. 126/APR/XII/2000 tanggal 14-12-2000 perihal hasil
pengecekan barang import ;
6. Foto copy surat Bank Universal No. 017/BU-MSS/I/01 tanggal 12-01-
2001 perihal undangan untuk membahas dokumen L/C yang
mengandung discrepancy;
7. Satu lembar asli (arsip) surat CV. Holi Setia Raya kepada tanggal 15-12-
2000 (dalam Bahasa Inggris) perihal document on L/C No. 073 / 001 /
0227 / 00 dan L/C No. 073 / 001 / 0228 / 00 yang mengandung
discrepancy agar Bank Universal jangan melakukan pembayaran ke
Citibank Kuala Lumpur ;
59
8. Satu lembar asli tanda terima tanggal 15-12-2000 dari Bank Universal
atas surat CV. Holi Setia Raya tertanggal 15-12-2000 (perihal dokumen
on L/C No. 073/001/0227/00 dan L/C No. 073/001/0228/00 yang
mengandung discrepancy agar Bank Universal jangan melakukan
pembayaran ke Citibank Kuala Lumpur ;
9. Dua lembar asli terjemahan Bahasa Indonesia atas surat dari CV. Holi
Setia Raya kepada PT. Bank Universal tertanggal 15-12-2000
(perihal document on L/C No. 073/001/0227/00 dan L/C No.
073/001/0228/00 yang mengandung discrepancy agar Bank Universal
jangan melakukan pembayaran ke Citibank Kuala Lumpur ;
10. Surat dari Bank Universal No. 958/BU/MSB/XII/2000 tanggal 15-12-
2000 melalui fax jam 10:41 Wib dalam hal undangan untuk tanggal 18-
12-2000 masalah membahas penyelesaian L/C dan dokumen yang
mengandung discrepancy.
D. Memori Peninjauan Kembali
Bahwa alasan-asalan yang diajukan oleh pemohon Peninjauan Kembali
adalah sebagai berikut :
1. Putusan pemidanaan memperlihatkan kekhilafan hakim;
2. Putusan mengandung kekeliruan hakim;
3. Putusan Judex Juris menyatakan Terdakwa terbukti bersalah
pertimbangan hukumnya bertentangan antara yang satu dengan yang
lainnya.
Menyatakan Terpidana Nuky Ageng Budhijana tersebut di atas tidak
terbukti secara pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya,
Membebaskan Terpidana oleh karena itu dari dakwaan Jaksa / Penuntut
60
Umum tersebut, memulihkan kembali kedudukan dan harkat serta
martabatnya.
61
BAB IV
ANALISIS TERHADAP INTERPRETASI TEMUAN
A. Implementasi Doktrin Kesesuaian Mutlak Dalam Transaksi L/C Apabila
Terjadi Ketidaksesuaian Dokumen
Doktrin kesesuaian mutlak (doctrine of strict compliance) yang
dinamakan juga asas kesesuaian mutlak (strict compliance rule) dalam
pelaksanaan L/C berasal dari putusan pemgadilan Inggris dalam kasus
Equitable Trust Co. Vs Dowson Partners, yang mengatakan bahwa : ”There
is in room for document which are almost the same, or which will do as
well”. Dalam kasus ini hakim juga mengemukakan bahwa telah merupakan
prinsip umum dalam transaksi L/C bank pengaksep hanya dapat melakukan
tuntutan ganti kerugian (indemnity) jika akseptasi yang dilakukannya
berdasarkan dokumen-dokumen yang benar-benar sesuai dengan persyaratan
L/C. Bisnis tidak akan berjalan dengan aman jika penelitian dokumen-
dokumen tidak didasarkan pada penelitian yang ketat. Bank yang bertindak
diluar prinsip ini menanggung resiko yang mungkin timbul.
Menurut doktrin ini, dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam
L/C harus benar-benar dipenuhi sebagaimana mestinya.1 Perbedaan
substansial atau non substansial pada L/C dan dokumen-dokumen yang
diajukan penerima, tidak diperkenankan. Jika terdapat perbedaan, bank
penerbit maka tidak berkewajiban untuk melakukan pembayaran L/C kepada
penerima. Kepercayaan para pihak khususnya pemohon terhadap L/C adalah
karena keberadaan doktrin kesesuaian mutlak dalam pelaksanaan L/C.
Berkaitan dengan itu Emmy Panggaribuan Simanjuntak meninjau
dokumen-dokumen L/C dari segi persyaratan formal dan persyaratan materiil.
Beliau mengatakan bahwa bank berkewajiban memeriksa apakah dokumen-
1 Ramlan Ginting, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta : Salemba
Empat, 2000), h.75.
62
dokumen yang diajukan telah memenuhi formalitas yang sesuai dengan
syarat-syarat L/C.2
Bank penerbit berpegang teguh pada doktrin kesesuaian mutlak
karena ingin mendapat pembayaran kembali dari pemohon yang memohon
penerbitan L/C. Persyaratan dokumen-dokumen didalam L/C berasal dari
permintaan pemohon dalam permintaan penerbitan L/C. Pemenuhan
persyaratan tersebut merupakan kondisi agar pemohon berkewajiban
melakukan pembayaran kembali kepada bank penerbit. Ini sejalan dengan
Trust Theory.3 Menurut teori ini, dana pembeli yang dibayarkan langsung
kepada bank penerbit merupakan dana khusus yang dimaksudkan untuk
digunakan sebagai pembayaran kepada pemegang wesel apakah penerima
atau bank pengaksep telah melakukan pembayaran L/C kepada penerima.
Bank penerbit berfungsi sebagai Trustee.4 Dana khusus tersebut hanya boleh
digunakan oleh penerbit sepanjang dokumen-dokumen yang diminta oleh
pemohon dalam permintaan penerbitan L/C dapat diupayakan
pemenuhannya oleh bank penerbit.
Standar praktik perbankan internasional yang merupakan ukuran
untuk menentukan kesesuaian dokumen dengan L/C tidak membatasi
kewajiban bank hanya untuk melaksanakan ketelitian yang wajar ketika
meneliti dokumen-dokumen. Ukuran tersebut dimaksudkan untuk
menentukan cakupan mana suatu ketelitian yang wajar diaplikasikan.
Gagasan ketelitian yang wajar sering digunakan oleh pengadilan-pengadilan
2 Emmy Panggaribuan Simanjuntak, Pembukaan Kredit Berdokumen, (Yogyakarta : Seksi
Hukum Dagang FH-UGM, 1979), h. 51.
3 Berger, Steven R, The Effect of Issuing Bank Insolvencion Letter of Credit, (Harvard International Law Journal, Volume 21 No.1, 1980), h. 1.
4 Berger, Steven R, The Effect of Issuing Bank Insolvencion Letter of Credit, (Harvard International Law Journal, Volume 21 No.1, 1980), h. 76.
63
dalam kaitannya dengan doktrin kesesuaian mutlak. Ketelitian yang wajar
dalam kaitannya dengan doktrin kesesuaian mutlak dimaksud tidak konsisten
penerapannya oleh pengadilan-pengadilan karena pengadilan menggunakan
atas dasar analisis kasus per kasus tidak penerapan yang berlaku umum.
Bank dalam meneliti dokumen-dokumen dan menentukan sikap
mengambil alih atau menolak dokumen-dokumen tersebut serta memberitahu
pihak pengirim dokumen-dokumen yang bersangkutan hanya punya waktu
maksimum 7 (tujuh) hari kerja perbankan setelah hari penerimaan dokumen
dimaksud, akan tetapi dalam era persaingan perbankan yang sangat
kompetitif sekarang ini bank terkait akan berupaya melaksanakan dan
menyelesaikan tugasnya lebih cepat dari batas waktu 7 (tujuh) hari tersebut.
Namun dalam keadaan force majeur karena tindakan pemerintah atau
akibat-akibat alam, jangka waktu 7 (tujuh) hari dimaksud dapat dilampaui.5
Dalam hubungannya dengan kewenangan bank, artikel 5 UCP 600
mengatakan :
Article 5
“Bank deal with documents and not with goods, services or
performance to wich the documents may relate.”
Atau dapat diterjemahkan sebagai berikut,
Artikel 5
“Bank berhubungan dengan dokumen bukan dengan barang…”
UCP-600 mengatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh masing-
masing jenis dokumen, tetapi persyaratan tersebut hanya berlaku sepanjang
5 Ramlan Ginting, Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta : Salemba
Empat, 2000), h.94.
64
L/C tidak menentukan sebaliknya. Artinya, persyaratan dokumen yang diatur
dalam UCP-600 sifatnya kontraktual. Para pihak harus mengikutinya
sepanjang pihak yang menyetujui persyaratan UCP-600. Jika para pihak
menghendaki persyaratan lain, maka persyaratan demikian harus dinyatakan
dengan tegas dalam L/C. Persyaratan dokumen didalam L/C membatalkan
persyaratan dokumen yang diatur dalam UCP-600.
Dalam hubungannya dengan persyaratan dokumen, artikel 34 UCP-600
mengatakan :
”Bank assume no liability or responsibility for the form, sufficiency,
accuracy, ginuineness, falsification or legal effect of any documents, or for
the general and/or particular conditions stipulated in the documents or
superimposed there on, nor do they assume any liability or responsibility for
the description, quantity, weight, quality, condition, packing,delivery, value
or existence of the goods represented by any document, or for the good faith
or acts and or ommision, solvency, performance or standing of the
consignors, the carriers, the forwarders, the consignes, or the insurers of the
goods, or any other person who some ever”.
Atau dapat diterjemahkan sebagai berikut
“Bank tidak berkewajiban atau bertanggung-jawab atas bentuk,
kelengkapan, ketelitian, keaslian, pemalsuan atau akibat hukum dari
dokumen apapun, atau atas kondisi umum dan atau khusus yang disebut
dalam dokumen atau yang ditambahkan didalamnya ; bank juga tidak
berkewajiban atau bertanggung-jawab atas uraian, jumlah, berat, mutu,
kondisi, pengepakan, penyerahan, nilai, atau kenyataan adanya barang-barang
yang tercantum dalam dokumen,atau atas itikad baik atau tindakan-tindakan
dan atau kelalaian, kesanggupan melunasi pembayaran (solvency), kinerja
65
atau kedudukan dari pengirim barang, pengangkut, forwarder, si penerima
atau si penjamin dari barang-barang, atau orang lain siapapun”.(UCP-
600,artikel 34)
Artikel 34 UCP-600 membebaskan bank dari kewajiban atau
tanggung-jawab terhadap antara lain bentuk, kecukupan, dan ketetapan
dokumen-dokumen yang diajukan kepadanya. Bank tidak bertanggung-jawab
terhadap hal-hal yang dimuat dalam artikel 34 UCP-600 sepanjang dokumen-
dokumen secara tampak muka sesuai dengan uraian dokumen-dokumen yang
dimuat dalam L/C.
Dalam kasus ini terdakwa Nuggy diduga melakukan angkah-langkah
kekurang hati-hatian untuk menerapkan ketentuan perbankan dalam hal ini
memberi rekomendasi bentuk “Comply With” yang berarti tidak
mengacuh “Discrepancy”(sesuai) terhadap dokumen dari Citibank Kuala
Lumpur yang berupa Full Set Bill Of Lading. Yang berwenang menyatakan
dokumen discrepancy menurut AMIR, MS, menyatakan yang berwenang
menyatakan Discrepancy ditingkat awal adalah penguji dokumen dari
Comfirming bank (Negotition Bank) yaitu Citibank Kuala Lumpur
sedangkan ditingkat akhir penguji dokumen dari Issuing Bank / Bank
Penerbit (Bank Universal /Terdakwa), sedangkan Citibank Kuala Lumpur
Menyatakan No Discrepancy.
Pasal 14 huruf b UCP 500 menyatakan “Setelah menerima dokumen
Issuing bank dan / atau Confirming bank, jika ada, atau Nominated bank yang
bertindak atas nama mereka, atas dasar dokumen yang diterima tersebut harus
menentukan apakah dokumen tersebut secara nyata sesuai dengan persyaratan
dan kondisi kredit, jika dokumen tersebut secara nyata tidak sesuai dengan
persyaratan dan kondisi kredit, bank bersangkutan boleh menolak untuk
66
mengambil alih dokumen tersebut. Lalu Pasal 15 UCP 500 menyatakan
"Bank tidak berkewajiban atau bertanggungjawab atas bentuk,
kelengkapan, ketelitian, keahlian,pemalsuan atau akibat hukum dari
dokumen apapun, atau atas kondisi umum dan / atau khusus, yang disebutkan
dalam dokumen atau yang bertanggungjawab atas uraian, jumlah, berat,
mutu, kondisi, pengepakan, penyerahan, nilai atau kenyataan adanya barang-
barang yang tercantum dalam dokumen, atau atas itikad baik atau tindakan-
tindakan dan / atau kelalaian, kesanggupan melunasi pembayaran (solvency)
performance atau bonafiditas, sipenerima atau sipenjamin dari barang-barang,
atau orang lain siapapun” (Bank assume no liability or responsibility for the
from, sufficiency, accuracy, genuineness, falsification or legal effect of any
document (s), or for the general and / or particular conditions stipulated in the
document (s) or superimposed thereon : not do they assume any liability or
responsibility for the description, quantity, weight, quality, condition,
packing, delivery, value or existence of the goods represented by any
document (s), or for he good fait or acts and / or omissions, solvency,
performance or standing of the consignors, the carries, the forwarders, the
consigners or the insurers of the good, or any other person whom so ever).
B. Penerapan UCP Bagi Hakim Dalam Memutus Perkara Pada Putusan
Mahkamah Agung Nomor : 141 PK/PID.SUS/2009
Ada beberapa poin penting mengenai penerapan UCP sebagai
pertimbangan hakim dalam memutus kasus Peninjauan Kembali pada kasus
ini, adapun sebelum masuk pada poin yang disebutkan tersebut, maka akan
dijabarkan aturan terbaru dalam UCP 600 apabila terjadi ketidaksesuaian
dokumen, sebagai berikut :
67
Article 16 Discrepant Documents, Waiver, and Notice.6
a. Bila sebuah Nominated Bank yang bertindak atas dasar penunjukannya,
Confirming Bank, bila ada, atau Issuing Bank menetapkan bahwa sebuah
presentasi tidak lengkap, maka bank itu boleh menolak untuk
melunasinya atau membayarnya;
b. Bila sebuah Issuing Bank menetapkan bahwa suatu presentasi tidak
lengkap, bank itu boleh atas pertimbangannya sendiri menghubungi
Applicant untuk memperoleh jaminan menghindarkan diri dari kesalahan
penyimpangan itu. Cara ini bagaimanapun juga tidak boleh
memperpanjang waktu sebagaimana disebut dalam Pasal 14(b);
c. Bila sebuah Nominated Bank yang bertindak atas dasar penunjukannya,
Confirming Bank, bila ada, atau Isuuing Bank tersebut harus member
catatan tunggal berkenaan dengan hal itu kepada pihak yang mengajukan
presentasi.
Catatan itu harus menyebutkan :
i. Bahwa bank itu menolak untuk menlinasi atau membayar;
ii. Masing-masing penyimpangan yang menjadi sebab bank itu
menolak melunasi atau membayar;
iii. Bahwa bank itu menahan dokumen terseut sambil menunggu
instruksi lebih lanjut dari pihak yang mengajukan presentasi;
Bahwa Issuing Bank menahan dokumen itu sampai bank itu
menerima “ a wiver” (surat jaminan) dari Applicant dan
pernyataan persetujuan untuk menerima dokumen itu, atau
setelah menerima instruksi selanjutnya dari pihak yang
mengajukan presentasi sebelum mencoba meminta surat
jaminan (prior to agreeing to accept a waiver);
6 Amir M.S., Letter Of Credit-Edisi Revisi- Pembahasan Khusus UCP 600 dan Standby L/C,
(Jakarta : PPM, 2009), h. 39.
68
Bank itu mengembalikan dokumen-dokumen itu;
Bank itu bertindak sesuai dengan instruksi yang diterima
sebelumnya dari penyaji presentasi.
d. Catatan yang dimaksud dalam sub Pasal 16 (c) harus diberikan dengan
telekomunikasi, atau bila hal ini tidak mungkin, melalui saran ekspedisi
lainnya tidak boleh lebih lama dari hari Tutup Kantor pada hari kerja
bank yang kelima setelah hari presentasi;
e. Sebuah Nominated Bank yang bertindak atas dasar penunjukkannya,
Confirming Bank, jika ada, atau Issuing Bank setalah memberi catatan
sebagaimana dimaksud dengan Pasal 16 (c) (iii) ) (a) atau (b) boleh
mengembalikan dokumen itu kepada penyaji presentasi kapan saja;
f. Jika Issuing Bank atau Confirming Bank gagal untuk bertindak sesuai
dengan persyaratan dalam Pasal ini, maka Bank itu tertutup dari
kemungkinan mengklaim bahwa dokumen-dokumen itu tidak mewakili
presentasi yang lengkap;
g. Bila Issuing Bank menolak untuk menlunasi atau bila suatu Confiming
Bank menolak untuk melunasi atau membayar dan telah memberi catatan
sehubungan dengan itu sesuai dengan ketentuan Pasal ini, maka Bank
tersebut berhak untuk mengklaim pengembalian dana (refund) termasuk
bunga dari setiap reimbursement yang telah dilakukan.7
Penerapan UCP dalam kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Dalam kasus ini Terdakwa diduga menerima Packing list tanpa Delivery
Order pada ketiga L/C CV. Holi Setia Raya. Sebagai suatu perjanjian
antara Bank Universal (dimana Terdakwa sebagai karyawan) dengan
Citibank Kuala Lumpur yang memenuhi Pasal 1320 BW dan sesuai
ketentuan Pasal 1338 BW menyatakan "semua perjanjian yang dibuat
7 Amir M.S., Letter Of Credit-Edisi Revisi- Pembahasan Khusus UCP 600 dan Standby L/C,
(Jakarta : PPM, 2009), h. 41.
69
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya". Menurut ketentuan Pasal 3 UCP 500, Applicant maupun
Benificiary tidak diperkenankan memanfaatkan hubungan perjanjian
antar bank, karena kredit merupakan transaksi yang terpisah dengan
kontrak penjualan, kontrak pengangkutan barang. Dr. RAMLAN
GINTING, SH.LLM, menyatakan L/C adalah janji membayar dari Bank
Penerbit kepada penerima yang pembayarannya hanya dapat dilakukan
oleh Bank Penerbit jika penerima menyerahkan kepada Bank Penerbit
dokumen-dokumen yang sesuai dengan persyaratan L/C.
Ketiga L/C CV. Holi Setia Raya perjanjian pembelian barang
dilakukan secara Trade Trem ex Warehouse antara CV. Tritama Segara
Technology dengan Benificiary : Z’Tronic Computer Sdn Bhn Penang
Malaysia, Fujitsu PC (Asia) Pte Ltd Malaysia dan The Value Systems
(M) Sdn Bhd, Malaysia, dengan demikian sesuai ketentuan Pasal 1338
BW maka yang berhak mengambil barang dari gudang Beneficiary adalah
CV.Tritama Segara Technology.
Perjanjian antara Bank Universal dengan Citibank Kuala
Lumpur yang memenuhi Pasal 1320 BW dan menjadi undang-undang
bagi Bank Universal dan Citibank Kuala Lumpur sesuai ketentuan Pasal
1338 BW, di dalam UCP 500 dinyatakan pihak di luar bank tidak
berwenang menyatakan dokumen L/C Discrepancy.
TRADE TERM EX WAREHOUSE MENURUT AHLI L/C :
SAUL DANIEL RUMESSER, berpendapat bahwa ex warehouse adalah
Term yang mengatur tanggungjawab buyer dan seller dimana seller
bertanggungjawab untuk menyediakan barang digudangnya, buyer akan
datang sendiri untuk mengambil barang yang sudah disiapkan sehingga
pengurusan barang dari tempat seller sampai tempat buyer menjadi
tanggungjawab buyer.
70
AMIR, MS, berpendapat bahwa ex warehouse adalah pembeli
berkewajiban menerima barangnya digudang di luar negeri di negara
penjual, pembeli mengurus pengangkutan barang dari gudang penjual,
pembeli mengurus pengepakan barang, pembeli mengurus
pengangkutan barang kepelabuhan negara tujuan, pada ketiga L/C CV.
Holi Setia Raya pembeli adalah CV. Tritama Segara Technology bukan
CV. Holi Setia Raya dengan demikian yang berhak mengambil barang
dari gudang Benificiary di Malaysia adalah CV. Tritama Segara
Technology.
2. Bukti barang telah diambil pembeli dari gudang Benificiary di Malaysia
adalah adanya Bill of Lading dan Packing List yang dikirim Citibank
Kuala Lumpur kepada Terdakwa (bank Universal), pada dokumen Bill
of Lading tertulis NANTY PARTY CV. Tritama Segara Technology
Wisma 46 Kota BNI Lt. 43 Jl. Jendral Sudirman Kav. 1 Jakarta.
Bill of Lading pada ketiga L/C yang dikirim Citibank Kuala
Lumpur dari perusahaan pelayaran Yono Shipping di Malaysia
membuktikan pembeli CV. Tritama Segara Technology telah mengambil
barang dari gudang Benificiary di Malaysia dan telah mengapalkannya
dari pelabuhan Port Klang Malaysia menuju pelabuhan Tanjung Priuk di
Jakarta.
Bill of Lading dari L/C.073 / 001 / 0227 / 00, L/C. 073 / 001 /
0228 / 00 dan L/C. 073 / 001 / 0231 / 00 dari Citibank Kuala Lumpur
membuktikan telah terlaksana kontrak pembelian barang antara
Benificiary dengan Applicant secara Trade Trem ex Warehouse, barang
diambil CV. Tritama Segara Technology. Karena perjanjian pembelian
barang antara CV. Tritama Segara Technology dengan para Benificiary
di Malaysia secara ex warehouse maka tidak ada alasan bagi CV. Holi
Setia Raya untuk mengambil barang dari gudang Benificiary di Malaysia,
71
hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 1338 BW jo Pasal 3 UCP 500,
kontrak pembelian barang dilakukan antara CV. Tritama Segara
Technology dengan para Benificiary di Malaysia adalah perjanjian
Pembelian barang bukan pengiriman barang.
PENGERTIAN BILL OF LADING MENURUT AHLI L/C
SAUL DANIEL RUMESSER, berpendapat Bill of Lading
mengindikasikan bahwa barang itu sudah dinaikkan ke atas kapal atau
barang itu sudah diserahkan kemaskapai pelayaran untuk diangkut.
METEHSA SEMBIRING, berpendapat fungsi Bill of Lading antara lain
sebagai dokumen kepemilikan, sebagai tanda terima barang untuk
dikirim, sebagai bukti bahwa barang sudah dikirim, jika sudah ada Bill of
Lading berarti barang sudah di atas kapal. Hal ini selaraas sebagaimana
termaktub dalam Pasal 23 huruf a UCP 500 menyatakan : “kecuali
apabila ditetapkan lain dalam kredit maka jika suatu kredit mensyaratkan
suatu bill of lading yang mencakup suatu pengapalan dari pelabuhan ke
pelabuhan (port to port shipment) bank-bank akan menerima suatu
dokumen, apapun namanya yang secara nyata menunjukkan nama
pengangkutan (carrier) dan ditandatangani atau apabila dinyatakan
keasliannya oleh Pengangkutan (carrier) atau agen yang ditunjuk
untuk atas nama pengangkutan (carrier yang bersangkutan atau nakhoda
atau agen yang ditunjuk untuk atas nama nakhoda yang bersangkutan” (If
a credit calls for a bill of lading covering a port to port shipment, banks
will, unless otherwise stipulated in the credit accept a document however
named which appears on its face to indicate the name of the carrier and to
have been signed or othenwise authenticated by : the carrier or named
agent for or on behalf of the carrier, or the master or a named agent for on
behalf of the master).
Pasal 3 Huruf a UCP 500 menyatakan : “Kredit menurut sifatnya
72
merupakan transaksi yang terpisah dari kontrak penjualan atau kontrak
lainnya yang menjadi dasar kredit tersebut dan bank sama sekali tidak
tersangkut atau terikat oleh kontrak tersebut walau ada hubungan
terhadap kontrak tersebut yang dicantumkan dalam kredit yang
bersangkutan. Oleh karena itu, kesediaan suatu bank untuk membayar,
mengaksep dan membayar wesel atau melakukan negosiasi dan / atau
memenuhi setiap kewajiban lainnya berdasarkan kredit tersebut, tidak
tunduk pada tuntutan atau pembelaan oleh Applicant sebagai akibat dari
hubungan dengan Issuing Bank atau Beneficiary” (Credits, by their
nature, are separate transactions from the sales or other contract (s) on
which they may be based and banks are in on way concerned with or
bound by such contract (s), even if any reference whatsoever to such
contract (s) is included in the credit. Consequently, the undertalking of a
bank to pay accept and pay drat (s) or negotiate and / or fulfil any other
obligation under the credit, is not subject to claim or defences by the
Applicant resulting from his relationships with the Issuing Bank or the
Beneficiary). Sesuai Pasal 3 UCP 500, Benificiary tidak diperkenankan
memanfaatkan hubungan perjanjian antar bank dengan bank, atau antar
Applicant dengan Issuing Bank, karena kredit sifatnya merupakan
transaksi terpisah dari kontrak penjualan atau kontrak lainnya yang
menjadi dasar dari kredit tersebut, karena itu kesediaan bank untuk
membayar atau mengaksep dan membayar wesel tidak tunduk pada
tuntutan atau pembelaan Applicant, karenanya Applicant tidak berhak
untuk melarang bank membayar L/C.
C. Analisis Penulis
Dari berbagai macam landasan yang telah tertera diatas yaitu tentang dasar
hukum hingga kronologis perkara terdapat beberapa point yang menarik
73
untuk dibahas lebih mendalam, yaitu :
1. Jika mengacu pada aturan hukum internasional, maka jelas terdapat
kekeliruan hakim dalam memutus pada tingkat kasasi. Dikarenakan tidak
memperhatikan aspek pembuktian yang dilakukan oleh Terdakwa. UCP
mengatur mengenai aspek kesalahan formill apabila secara materiil dapat
dibuktikan.
Lalu pada poin yang berhak untuk menyatakan ketidaksesuaian dokumen,
hal ini telah diatur secara jelas pada Pasal 14 huruf b UCP 500, Pasal 28
ISBP, dan Pasal 15 UCP 500.
2. Mengenai status bersalah pada Terdakwa pada tingkat Kasasi
pertimbangan hukumnya saling bertentangan serta memperlihatkan pada
posisi hakimlah yang tidak menerapkan asas kehati-hatian dalam
menjatuhkan putusan.
3. Putusan pemidanaan yang terletak pada tingkat Kasasi sangat
memperlihatkan adanya kekhilafan Hakim, dimana pada putusannya
terdakwa dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana perbankan,
akan tetapi tidak disebutkan pasal dan Undang-undang perbankan yang
mana yang terbukti telah dilanggar oleh Terdakwa, hal ini jelas
menunjukkan adanaya kekhilafan hakim yang tidak memenuhi Pasal 197
ayat (1) huruf f KUHAP.
74
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Beradasarkan uraian-uraian pada Bab – Bab terdahulu, maka peneliti menarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam doktrin kesesuaian mutlak dokumen L/C memang harus dipenuhi
secara materiil dan formil, hal ini demi mengedepankan prinsip kehati-
hatian dan kepercayaan yang akan diterapkan pada pihak eksportir atau
importir. Akan tetapi Standar praktik perbankan internasional yang
merupakan ukuran untuk menentukan kesesuaian dokumen dengan L/C
tidak membatasi kewajiban bank hanya untuk melaksanakan ketelitian
dokumen-dokumen. Ukuran tersebut dimaksudkan untuk menentukan
cakupan mana suatu ketelitian yang wajar untuk diterapkan. Gagasan
ketelitian yang wajar sering digunakan oleh pengadilan-pengadilan dalam
kaitannya dengan doktrin kesesuaian mutlak. Ketelitian yang wajar
dalam kaitannya dengan doktrin kesesuaian mutlak dimaksud tidak
konsisten penerapannya oleh pengadilan-pengadilan karena pengadilan
menggunakan atas dasar analisis kasus per kasus, tidak penerapan yang
berlaku umum.
Hal ini dijelaskan bahwa Bank tidak berkewajiban atau bertanggung-
jawab atas bentuk, kelengkapan, ketelitian, keaslian, pemalsuan atau
akibat hukum dari dokumen apapun, atau atas kondisi umum dan atau
khusus yang disebut dalam dokumen atau yang ditambahkan didalamnya.
Bank juga tidak berkewajiban atau bertanggung-jawab atas uraian,
jumlah, berat, mutu, kondisi, pengepakan, penyerahan, nilai, atau
kenyataan adanya barang-barang yang tercantum dalam dokumen,atau
atas itikad baik atau tindakan-tindakan dan atau kelalaian, kesanggupan
75
melunasi pembayaran (solvency), kinerja atau kedudukan dari pengirim
barang, pengangkut, forwarder, si penerima atau si penjamin dari barang-
barang, atau orang lain siapapun”.(UCP-600,artikel 34).
2. UCP sebagai kebiasaan internasional sangat signifikan diterapkan karena
aturannya berguna untuk para pihak baik eksportir maupun importir
dalam menjalankan perniagaan, terbukti pada Putusan Mahkamah Agung
Nomor : 141 PK/PID.SUS/2009 yang mengabulkan Permohonan Kasasi
dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Bahwa Putusan pada Upaya Hukum sebelumnya mengandung
kekeliruan Hakim karena tugas dasar dari bank dalam transaksi L/C
diabaikan sebagaimana dijelaskan Pada Pasal 14 huruf B dan 15 UCP
500;
b. Lalu mengenai unsur Bill of Lading dimana dalam transaksi L/C ini
dianggap harus secara Trade Trem Ex Warehause, hakim pada Upaya
Hukum sebelumnya tidak mempertimbangkan adanya aturan yang
dijelaskan Pada Pasal 23 huruf 1 dan Pasal 3 huruf a UCP 500;
B. Rekomendasi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis
sebagaimana yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat
beberapa saran yang akan dikemukakan berkaitan dengan Penerapan UCP
Atas Ketidaksesuaian Dokumen Pada Transaksi Letter of Credit Dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor : 141 PK/PID.SUS/2009, yaitu :
Dalam hal penyimpangan dokumen tersebut tidak bersifat substansial
maka untuk mengantisipasinya yaitu dengan cara para pihak terlebih dahulu
membuat kesepakatan mengenai kemungkinan terjadinya kesalahan-
kesalahan kecil yang mungkin saja dapat terjadi pada saat pembuatan dan
penyusunandokumen, sehingga apabila memang benar terjadi kesalahan-
76
kesalahan kecil dalam dokumen tersebut, pihak eksportir, dalam hal ini yang
bertanggung-jawab atas kesalahan tersebut, dapat segera memperbaiki
kesalahan tersebut agar transaksi dapat tetap berjalan. Untuk mengantisipasi
terjadinya non pembayaran dalam transaksi L/C dari pihak issuing bank
sebagai bank penerbit kepada advisng bank sebagai bank pembayar, maka
pihak yang dirugikan, yaitu pihak advisng bank dapat menggunakan hak
regresnya kepada eksportir dengan menggunakan mekanisme letter of
indemnity. Hal tersebut dapat terjadi apabila dalam suatu kontrak L/C
dicantumkan mengenai adanya hak regres apabila terjadi non pembayaran
dengan demikian maka akan dicantumkan pula ketentuan penggunaan
mekanisme letter of indemnity sebagai pelaksanaan dari hak regres tersebut,
yaitu sebagai jaminan ganti kerugian apabila terjadi non akseptasi dari issuing
bank kepada advising bank.
77
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Anwar,Chairul, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta : Novindo Pustaka
Mandiri,2001;
Emirzon, Joni. Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta:
PT Prehalindo, 2000;
Hasyim, Farida. Hukum Dagang, cet. 1, Jakarta : Sinar Grafika, 2009;
Gregorius, Gerhart . Perlindungan Hukum Terhadap Bank Pembayar dalam
Transaksi Letter
of Credit Apabila Terjadi Non Akseptasi Oleh Bank Penerbit (Bank Issuing),
(Tesis S2 Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana,
Universitas Dipenogoro, 2009);
Ginting, Ramlan. Letter of Credit Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, Jakarta :
Salemba Empat, 2002;
Irawan, James Julianto. Surat Berharga Suatu Tinjauan Yuridis dan Praktis, Jakarta:
Kencana, 2014;
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media Group, 2013;
M.S, Amir. Letter of Credit Dalam Bisnis Ekspor Impor, Jakarta : PPM, 2003;
M.S, Amir. Letter Of Credit-Edisi Revisi- Pembahasan Khusus UCP 600 dan
Standby L/C, Jakarta : PPM, 2009;
Nopirin, Ekonomi Internasional, (Yogyakarta : BPFE, 1999);
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/6/PBI/2003 Tentang SURAT KREDIT
BERDOKUMEN DALAM NEGERI;
Purwosutjipto, Hukum Dagang Indonesia : Hukum Jual Beli Perusahaan, Jakarta,:
Djambatan, 1984;
Simanjuntak, Emmy Panggaribuan. Pembukaan Kredit Berdokumen, (Yogyakarta :
78
Seksi Hukum Dagang FH-UGM, 1979)
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2005;
Soekanto, Soerdjono dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di
dalam Penelitian Hukum, Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas
Indonesia, 1979 ;
Steven R, Berger. The Effect of Issuing Bank Insolvencion Letter of Credit, Harvard
International Law Journal, Volume 21 No.1, 1980.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/6/PBI/2003 Tentang SURAT KREDIT
BERDOKUMENDALAM NEGERI, Pasal 1 point 1;
UCP 500;
UCP 600;
Fatwa Dewan Pengawas Syariah No.34/DSN-MUI/IX/2002 tentang L/C Impor
Syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 35/DSNMUI/IX/2002
tentang L/C Ekspor Syariah.