yashinta aswinda teknik geologi
DESCRIPTION
punya orangTRANSCRIPT
-
SKRIPSI
Oleh :
YASHINTA ASWINDA
111.060.121
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
YOGYAKARTA
2011
GEOLOGI, MINERALISASI, DAN PERHITUNGAN
CADANGAN VEIN TIMUR TENGAH CIURUG,
DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA,
KECAMATAN NANGGUNG,
KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT
-
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
Oleh :
YASHINTA ASWINDA
111.060.121
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi
Yogyakarta, Agustus 2011
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
DR.Ir. H. Heru Sigit Purwanto, MT. Ir.Sutarto M.T.
NIP.19581202 199203 1 001 NIP.19650301 199103 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Geologi
Ir. H. Sugeng Raharjo, M.T.
NIP. 19581208 199203 1 001
GEOLOGI, MINERALISASI, DAN PERHITUNGAN
CADANGAN VEIN TIMUR TENGAH CIURUG,
DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA,
KECAMATAN NANGGUNG,
KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT
-
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala rasa syukur tiada henti penulis ucapkan kepada Allah S.W.T yang telah
memberikan nikmat, akal sehat, daya juang, serta rezeki yang berlimpah.
Skripsi ini penulis persembahkan khusus untuk Papa, Mama, Kakak-Kakak, Adik,
dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik materil maupun
spiritual.
Pembimbing penulis Bapak DR.Ir.H. Heru Sigit Purwanto, MT dan Ir. Sutarto, MT
yang telah memberikan ilmu, waktu, serta kesabaran dalam membimbing penulis
selama penyelesaian skripsi ini
Pembahas penulis Bapak Ir Achmad Rodhi, MT dan Bapak Ir. Suprapto, MT yang
telah memberikan ilmu, saran, kritik, dan bimbingan selama penyusunan laporan
skripsi ini.
My love Reza Eka Putra yang telah memberikan semangat penuh dan dorongan
kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
Sahabat-sahabat penulis Riswa Galena, M. Nurwahyudi Yulianto, Denni Filanto,
Fikri Finsani, Yuanuar Cahyo Wiyoso, Krisfinus Kepin, Ardhy Pribadi Suriadi,
Yuanuar Cahyo Wiyoso, Dhany Sartika, Rahardyan Dwitya, Nur Sidiq, Bayu
Wicaksono, M. Rofiq Al-Asyari, Evanda Eko Putra Maris, Alan Tanaya, Winston
Hotma, Dwitra W.E Purba, Yvan Mariano yang telah membantu memberikan
support dan semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi.
Keluarga besar PT ANTAM Tbk khususnya Quality Control Department dan unit
Geomin.
Teman-teman tim pemetaan PT ANTAM Tbk Denni Filanto, Khairul Fahmi,
Leonardus Aji Wicaksono.
Keluarga besar staff dosen dan assisten Lab. Geologi Struktur
Bapak Dr. Ir Heru Sigit Purwanto M.T, Prof. Dr. Ir. H. Bambang Prastistho M.Sc, Ir.
H. Achmad Rodhi M.T, Dr. Ir. C. Prasetyadi M.Sc,
Pakethu, Abank, Fikri, Rumga,Mas Yan, Mas Rion, Mas Oran, Mbak tria,
Kak Aldo, Mas Yogi, Mas Jhony, Mas Bangkit, Alfons, Pulung, Jihan,Tito, Guruh,
Agus, Uno, Asep, Hanip, Ali dan
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini tepat pada waktunya yang
Geologi, Mineralisasi, dan Perhitungan Cadangan Vein Timur Tengah
Ciurug, Daerah Ciurug dan Sekitarnya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Pelaksanaan skripsi ini merupakan salah satu mata
kuliah wajib dalam kurikulum program S-1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknologi Mineral, Univ
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya bagi semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan skripsi dan di
dalam penulisan laporan, antara lain kepada :
1. DR.Ir.H. Heru Sigit Purwanto M.T dan Ir. Sutarto M.T selaku dosen
pembimbing I dan pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ir. Sugeng Raharjo, M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi.
3. Ir. Herian Sudarman Hermes, M.T, Novi Fery Rusiana Dewi, S.T, M.T
dan Tedy Herwandi selaku Pembimbing Lapangan dan Studio (UBPE
PONGKOR PT ANTAM Tbk) yang telah membimbing, dan memberikan
inspirasi dan gambaran hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Sahabat - sahabat dan semua pihak yang telah membantu penulis selama
menyusun laporan skripsi ini.
Penulis juga menyadari akan keterbatasan dan kekurangan pada tulisan ini,
oleh karena itu penulis berbesar hati menerima kritik dan masukan dari semua pihak
yang sifatnya membangun demi hasil yang lebih baik sehingga di dalam pembuatan
laporan yang akan datang akan jauh lebih sempurna. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin Yaa Rabbalaalamiin.
Yogyakarta, Agustus 2011
Penulis
Yashinta Aswinda
-
Sari
Oleh:
Yashinta Aswinda
111.060.121
Secara administratif daerah penelitian termasuk dalam wilayah Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak pada
koordinat UTM 670000 mE 673000 mE dan 926000 mN 926400 mN lembar
Cihiris dengan skala 1:25.000. Luas daerah penelitian yaitu 12 km2
dengan panjang 4
km dan lebar 3 km.
Berdasarkan kontrol litologi, struktur geologi, dan stadia geomorfologi,
daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 subsatuan geomorfik yang terdiri dari:
subsatuan perbukitan vulkanik bergelombang kuat (V1), subsatuan perbukitan
vulkanik bergelombang sedang (V2), subsatuan intrusi batuan beku (V3), subsatuan
tubuh sungai (F1). Pola pengaliran yang berkembang yaitu pola subdendritik.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis laboratorium, daerah
penelitian dapat dibagi menjadi 4 satuan litostratigrafi tidak resmi dengan urutan dari
tua ke muda sebagai berikut: satuan breksi andesit (Miosen Awal), satuan tuff
(Miosen Awal), satuan breksi tuff (Miosen Awal), satuan intrusi andesit (Miosen
Awal - Pliosen). Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian terdiri
dari sesar turun, sesar mendatar, dan kekar dengan arah relatif baratlaut tenggara,
dan berarah baratdaya timurlaut. Karakteristik alterasi dan mineralisasi pada daerah
penelitian tergolong mineralisasi tipe
alterasi yang ditemukan di daerah penelitian, yakni alterasi argilik, alterasi propilitik,
dan alterasi sisilisikasi dan suhu pembentukan mineral 200 - 250 C.
Berdasarkan hasil perhitungan cadangan, dengan Cut Of Grade (COG) = 2,7
gpt, dan berat jenis 2,54 maka didapatkan jumlah cadangan bijih pada vein timur
tengah Ciurug 171.895 ton basah, dengan kadar Au = 3.465, kadar Ag = 4.77
dengan tebal vein rata rata 305.95. Sehingga diperoleh jumlah logam emas sebesar
819,93915 kg dan jumlah logam perak sebesar 52.591,27525 kg (ore reserves),
penyebaran bijih emas dan perak ini dari arah Baratlaut ke Tenggara dengan arah
vein N 327 E dan kemiringan vein sebesar 75 dengan jenis lithologi (batuan
samping) pada vein timur tengah Ciurug terdiri dari tuff, tuff lapilli, breksi tuff,
andesit, sisipan batulempung, dan urat kuarsa.
GEOLOGI, MINERALISASI, DAN PERHITUNGAN CADANGAN
VEIN TIMUR TENGAH CIURUG, DAERAH CIURUG DAN
SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG,
KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT
-
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
SARI ............................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR FOTO ............................................................................................. xv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian..................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ............................................. 2
1.3 Rumusan Masalah................................................................. 3
1.4 Lokasi Penelitian................................................................... 4
1.5 Kesampaian dan
Jaringan Jalan Pada Daerah Penelitian ............................... 5
1.6 Hasil Penelitian.................................................................... 5
1.7 Manfaat Penelitian ............................................................... 6
1.8 Batasan Penelitian ............................................................... 6
1.9 Metodologi Penelitian.......................................................... 7
1.9.1 Tahapan Pendahuluan................................................. 7
8
9
1.9.4 Tahapan Penyusunan Laporan
.................. 10
1.10 Peneliti Terdahulu................................................................. 12
-
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 13
2.1 Fisiografi Jawa Barat......................................................... 13
2.1.1 Zona Dataran Pantai Jakarta......................................... 13
2.1.2 Zona Bogor.................................................................... 13
2.1.3 Zona Bandung............................................................... 14
2.1.4 Zona Pegunungan Selatan............................................. 14
2.2 15
2.2.1 Formasi Bayah............................................................. 16
2.2.2 Formasi Cicacurup....................................................... 16
2.2.3 Formasi Cijengkol......................................................... 16
2.2.4 Formasi Citarate........................................................... 16
2.2.5 Formasi Cimapag......................................................... 17
2.2.6 Formasi Seraweh.......................................................... 17
2.2.7 Formasi Badui.............................................................. 17
2.2.8 Formasi Bojongmanik.................................................. 17
2.2.9 Formasi Genteng.......................................................... 17
2.2.10 Formasi Cimanceuri..................................................... 18
2.2.11 Formasi Cipacar........................................................... 18
2.2.12 Formasi Bojong........................................................... 18
2.3 Struktur Geologi Regional...................................................... 20
2.3.1 Sistem Bukaan Urat.................................................... 22
2.3.1.1 Analisis Arah Urat.......................................... 24
2.4 Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi.................................... 26
2.4.1 Alterasi Hidrotermal.................................................... 26
2.4.1.1 Sistem dan Karakteristik
28
2.4.2 Mineralisasi Hidrotermal............................................. 32
2.4.2.1 Mineralisasi Pongkor..................................... 32
2.5 Perhitungan Cadangan............................................................ 35
2.5.1 Klasifikasi Cadangan Menurut
The Joint Ore Reserves Committe of
The Australian Institute of Mining and Metallurgy,
-
Australian Institute of Geoscientist and Minerals
Council of Australia (JORC) ................................. 35
2.5.1.1 Sumberdaya Mineral
(Mineral Resources) ................................. 35
2.5.1.1.1 Sumberdaya Terindikasi
(Indicated Mineral Resource) ....... 36
2.5.1.1.2 Sumberdaya Terukur
(Measured Mineral Resource) ....... 36
2.5.1.2 Cadangan Bijih
(Ore Reserves) ............................................... 36
2.5.1.2.1 Cadangan Terkira
(Probable Ore Reserve)................ 37
2.5.1.2.2 Cadangan Terbukti
(Proved Ore Reserve).................... 37
2.5.2 38
2.5.3 Pengambilan Conto (Sampling) 40
2.5.3.1 Macam Macam Teknik
41
2.5.3.1.1 Channel Sampling........................ 41
2.5.3.1.2 Core Sampling/ Drilling
Sampling 43
BAB III GEOLOGI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA........... 44
3.1 Geomorfologi ..................................................................... 44
3.1.1 Dasar Pembagian Bentuk Lahan.................................. 44
3.1.2 Pola Pengaliran dan Tipe Genetik Sungai ................... 46
3.1.3 Geomorfologi Daerah Ciurug dan Sekitarnya ............. 48
3.1.3.1 Satuan Geomorfik Bentukan Asal Vulkanik.. 48
3.1.3.1.1 Subsatuan Geomorfik
Perbukitan Vulkanik Bergelombang
Kuat (V1) ................................... 49
3.1.3.1.2 Subsatuan Geomorfik
-
Perbukitan Vulkanik Bergelombang
Sedang (V2) .................................... 49
3.1.3.1.3 Subsatuan Geomorfik
Intrusi Batuan Beku (V3) .............. 50
51
3.1.3.2.1 Subsatuan Geomorfik
Tubuh Sungai (F1) .......................... 51
3.1.4 Stadia Geomorfik......................................................... 53
3.2 Stratigrafi Daerah Ciurug dan Sekitarnya............................. 55
3.2.1 Satuan breksi-andesit Ciurug........................................ 57
3.2.1.1 Ciri Litologi..................................................... 57
3.2.1.2 Penyebaran dan Ketebalan ............................ 59
3.2.1.3 Lingkungan Pengendapan................................ 59
3.2.1.4 Umur Satuan breksi-andesit Ciurug................. 59
3.2.1.5 Hubungan Stratigrafi ..................................... 59
60
3.2.2.1 Ciri Litologi..................................................... 60
3.2.2.2 Penyebaran dan Ketebalan ............................ 61
3.2.2.3 Lingkungan Pengendapan................................ 62
63
3.2.2.5 Hubungan Stratigrafi ..................................... 63
3.2.3 Satuan breksi-tuff Ciurug............................................. 64
3.2.3.1 Ciri Litologi..................................................... 64
3.2.3.2 Penyebaran dan Ketebalan ............................ 67
3.2.3.3 Lingkungan Pengendapan............................... 67
3.2.3.4 Umur Satuan breksi-tuff Ciurug..................... 68
3.2.3.5 Hubungan Stratigrafi ..................................... 68
3.2.4 Satuan intrusi-andesit Ciurug....................................... 68
3.2.4.1 Ciri Litologi..................................................... 68
70
3.2.4.3 Lingkungan Pengendapan................................ 71
3.2.4.4 Umur Satuan intrusi-andesit Ciurug................ 71
-
3.2.4.5 Hubungan Stratigrafi ..................................... 72
3.3 Struktur Geologi Daerah Ciurug dan Sekitarnya ................. 73
3.3.1 Struktur Kekar............................................................. 73
3.3.2 Struktur Sesar............................................................... 75
76
3.3.2.2 Sesar Ciurug.................................................... 78
3.3.2.3 Sesar Cibanteng............................................... 80
3.4 Potensi Geologi...................................................................... 82
3.4.1 Potensi Geologi Positif 82
3.4.1.1 Tambang 82
84
3.4.2 84
84
BAB IV ALTERASI DAN MINERALISASI........................................... 86
4.1 Alterasi Hidrothermal Daerah Ciurug dan Sekitarnya.......... 86
4.1.1 Alterasi Argilik ......................................................... 86
4.1.1.1 Hasil Analisis Petrografi.................................. 87
4.1.1.2 Hasil Analisis Difraksi Sinar X........................ 88
4.1.2 Alterasi Propilitik......................................................... 90
4.1.2.1 Hasil Analisis Petrografi.................................. 92
4.1.2.2 Hasil Analisis Difraksi Sinar X........................ 92
4.1.3 Alterasi Silisifikasi........................................................ 94
4.1.3.1 Hasil Analisis Petrografi.................................. 96
4.1.3.2 Hasil Analisis Difraksi Sinar X........................ 96
4.2 Mineralisasi Bijih Daerah Ciurug dan Sekitarnya................. 100
4.2.1 Hasil Analisis Mineragrafi (Poly Section).................... 101
4.2.2 Hasil Analisis Geokimia AAS
(Atomic Absorption Spectophotometry)........................ 101
4.3 Peranan Struktur Geologi Terhadap Keberadaan
Urat Kuarsa di Daerah Ciurug dan Sekitarnya...................... 105
-
4.3.1 Struktur Kekar.............................................................. 105
4.3.1.1 Kekar Gerus...................................................... 105
4.3.1.2 Kekar Tarik....................................................... 108
4.4 Hubungan Struktur Geologi Dengan Mineralisasi
Daerah Ciurug dan Sekitarnya............................................... 110
4.5 Sejarah Geologi...................................................................... 111
BAB V PERHITUNGAN CADANGAN VEIN
TIMUR TENGAH CIURUG ...................................................... 112
5.1 Fasilitas Pendukung Dalam Perhitungan
Cadangan Vein Timur Tengah Ciurug................................... 112
5.2 Perhitungan Cadangan Vein Timur Tengah Ciurug.............. 113
5.2.1 Cadangan UBPE Pongkor PT ANTAM Tbk............... 113
5.2.2 Perhitungan Nilai Cut Of Grade (COG)...................... 116
5.2.3 Langkah Langkah Perhitungan
Cadangan Vein Timur Tengah Ciurug......................... 117
BAB IV KESIMPULAN ........................................................................... 128
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 129
LAMPIRAN .................................................................................................. 129
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta lokasi daerah penelitian..................................................... 4
Gambar 1.2 Diaram alir penelitian............................................................... 11
Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949).......................... 15
Gambar 2.2 Stratigrafi Banten Selatan menurut Koolhoven (1933),
Van Bemmelen (1949), Marks (1956), dan
19
Gambar 2.3 Pola umum struktur di Jawa Barat (Pulunggono
dan Martodjojo (1994))............................................................. 21
Gambar 2.4 Sistem Bukaan Urat (Corbet & Leach, 1996)........................... 24
Gambar 2.5 Model sifat kekar dan urat kuarsa (Heru Sigit, 2002)............... 25
Gambar 2.6 Riedel Shear Model serta model bentuk sesar
pada lempung (Lowell, 1985) dalam Harris 1985 26
Gambar 2.7 Sistem Vulkanik Hidrothermal (Hedenquist et al, 1996;2000). 29
Gambar 2.8 Tipe endapan epitermal sulfidasi rendah
dalam lingkungan sistem hidrotermal magmatik
(Hedenquist, 1987).................................................................... 33
Gambar 2.9 Paragenesa vein Pongkor (Mega F. Rosana, 2005) .................. 34
Gambar 2.10 Hubungan antara hasil eksplorasi dengan
sumberdaya mineral dan cadangan bijih
(JORC) . 38
Gambar 2.11 Piramida proyek untuk berbagai tahap proyek
pada program eksplorasi yang seimbang
39
Gambar 2.12 41
Gambar 2.13 Channel pada ore body dengan posisi hampir
42
Gambar 2.14 Pembuatan sumur uji 42
Gambar 2.15 Channel sampling pada drift vein ................................... 43
Gambar 2.16 Core sampling 43
-
Gambar 3.1 Rumus sudut kelerengan (van Zuidam, 1979).......................... 45
Gambar 3.2 Pola pengaliran ubahan subdendritik
(A.D. 47
Gambar 3.3 Peta pola pengaliran daerah penelitian...................................... 47
Gambar 3.4 Visualisasi tiga dimensi morfologi daerah Ciurug dan
sekitarnya.................................................................................. 55
Gambar 3.5 Kesebandingan stratigrafi Banten Selatan dengan
stratigrafi Gn. Pongkor (Koesoemadinata 1962 dan
Agung Basuki 1992)................................................................ 56
Gambar 3.6 Klasifikasi penamaan batuan berdasarkan Williams, 1954...... 56
Gambar 3.7 62
Gambar 3.8 Fasies gunungapi satuan breksi- 67
Gambar 3.9 Fasies gunungapi satuan intrusi-andesit Ciurug....................... 71
Gambar 3.10 72
Gambar 3.11 75
Gambar 3.12 Penamaan sesar Cimalang berdasarkan
klasifikasi Rickard 1972........................................................... 76
Gambar 3.13 Penamaan sesar Ciurug berdasarkan
klasifikasi Rickard 1972........................................................... 78
Gambar 3.14 Penamaan sesar Cibanteng berdasarkan
klasifikasi Rickard 1972........................................................... 80
Gambar 4.1 89
Gambar 4.2 Temperatur pembentukan mineral pada LP 08 ......................... 90
Gambar 4.3 93
Gambar 4.4 Temperatur pembentukan mineral pada LP 15......................... 94
Gambar 4.5 ..................... 97
Gambar 4.6 Temperatur pembentukan mineral pada LP 63......................... 98
Gambar 4.7 Peta alterasi daerah Ciurug dan sekitarnya........................... .... 99
Gambar 4.8 Grafik perbandingan analisis AAS dari LP 01 s/d LP 94..... .... 103
Gambar 4.9 107
Gambar 4.10 109
-
Gambar 5.1 Letak per conto dan isograde pada vein timur
Ciurug....................................................................................... 115
Gambar 5.2 Data bor vein timur tengah Ciurug........................................... 117
Gambar 5.3 File collar (BHID, Xcollar, Ycollar, Zcollar).......................... 118
Gambar 5.4 File assay (BHID, from, to, Au, Ag)......................................... 118
Gambar 5.5 File survey (BHID, AT, BRG, DIP)......................................... 119
Gambar 5.6 File lithologi (BHID, from, to, rock)........................................ 119
Gambar 5.7 Drill hole vein timur tengah Ciurug......................................... 120
Gambar 5.8 Drill hole 3D vein timur tengah Ciurug................................... 121
Gambar 5.9 Korelasi lateral vein timur tengah Ciurug................................. 122
Gambar 5.10 Korelasi vertikal 3D vein timur tengah Ciurug......................... 122
Gambar 5.11 Wireframe vein 123
Gambar 5.12 Wireframe 3D vein timur tengah Ciu 123
Gambar 5.13 Isograde 3D vein 124
Gambar 5.14 Isograde vein 124
Gambar 5.15 Data Ore Block Model vein timur tengah Ciurug.................... 125
Gambar 5.16 Ore Block Model vein timur+vein timur tengah Ciurug.......... 125
Gambar 5.17 Tipe estimasi vein timur tengah Ciurug
(Inverse Power of Distance(Inverse Distance Square))...... 126
-
DAFTAR FOTO
Foto 3.1 Kenampakan subsatuan geomorfik
perbukitan vulkanik bergelombang kuat (V1)
pada LP 20, Desa Pabangbon,
Koordinat X = 0671497, Y = 9262311, Z = 790 m,
49
Foto 3.2 Kenampakan subsatuan geomorfik
perbukitan vulkanik bergelombang sedang (V2)
foto diambil pada LP 35, Sungai Cimalang,
Koordinat X = 0670865, Y = 9261200, Z = 890 m,
50
Foto 3.3 Kenampakan subsatuan geomorfik
Intrusi batuan beku (V3) pada LP 05, Desa Kop,
Koordinat X = 0671127, Y = 9261299, Z = 838 m,
51
Foto 3.4 Kenampakan subsatuan geomorfik
Tubuh sungai (F1) foto diambil pada sekitar LP 62
Koordinat X = 0672999, Y = 9263545, Z = 536 m
Arah kamera N 074 E, cuaca cerah.................................................. 52
Foto 3.5
foto diambil pada sekitar LP 50,
Koordinat X = 0672880, Y = 9263767, Z = 489 m,
54
-
Foto 3.6
sekitar LP 170, Koordinat X = 0672880,
Y = 9263767, Z = 489 m. Arah kamera N 074 E, cuaca
54
Foto 3.7 Hand Speciment 57
Foto 3.8 Kenampakan breksi andesit pada
Satuan breksi-andesit Ciurug tersingkap baik pada LP 111............. 58
Foto 3.9 Kenampakan 60
Foto 3.10 Hand Speciment 60
Foto 3.11 Kenampakan 61
Foto 3.12 Kenampakan kontak satuan tuff Ciurug dengan
Satuan breksi- ................... 63
Foto 3.13 Kenampakan 64
Foto 3.14 Hand Speciment 64
Foto 3.15 Kenampakan tuff lapilli pada
satuan breksi- 65
Foto 3.16 Kenampakan 66
Foto 3.17 Hand Speciment 66
Foto 3.18 Kenampakan intrusi andesit pada
satuan intrusi- 69
Foto 3.19 Hand Speciment 69
Foto 3.20 Kenampakan intrusi andesit pada
satuan intrusi- 70
Foto 3.21 Analisis sesar Cimalang 77
Foto 3.22 79
-
Foto 3.23 Sesar Cibanteng Left 81
Foto 3.24 UBPE Pongkor PT ANTAM Tbk................................................... 82
Foto 3.25 penelitian............................. 83
Foto 3.26 84
Foto 3.27 Gerakan tanah pada daerah penelitian............................................. 85
Foto 4.1 Singkapan alterasi argilik .................. 87
Foto 4.2 .................. 87
Foto 4.3 Kenampakan sayatan petrografi
batuan alterasi argilik dengan komposisi mineral min. lempung.... 88
Foto 4.4 Singkapan alte .............. 91
Foto 4.5 .............. 91
Foto 4.6 Kenampakan sayatan petrografi
batuan alterasi propilitik dengan komposisi
mineral min. lempung..................................................................... 92
Foto 4.7 ........... 95
Foto 4.8 ............. 95
Foto 4.9 Kenampakan sayatan petrografi
batuan teralterasi silisifikasi dengan komposisi
plagioklas......................................................................................... 96
Foto 4.10 Kehadiran mineral sulfida (pyrite) .............. 100
Foto 4.11 ............... 101
Foto 4.12 Kenampakan kekar ................ 106
Foto 4.13 Kenampakan urat kuarsa yang mengisi kekar tensi pada
................ 108
-
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tipe tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral
(Creasy, 1966 ; Lowell dan Guilbert, 1970)............................. 27
Tabel 2.2 Ciri ciri endapan epithermal acid sulphate
dan adularia-serisit (Heald dkk, 1987,
White & Hedenquist 1990, dan Henley 1991) ......................... 30
Tabel 3.1 Pembagian klasifikasi kelerengan menurut
van Zuidam (1979)..................................................................... 45
Tabel 3.2 Data kekar pada lokasi panelitian............................................... 84
Tabel 4.1 Hasil analisis AAS (Atomic Absorption
Spectophotometry)..................................................................... 102
Tabel 5.1 Faktor konversi measured recources menjadi proven
resources..................................................................................... 114
Tabel 5.2 Faktor konversi indicated recources menjadi probable
resources..................................................................................... 114
Tabel 5.3 Nilai Bulk Density dan kandungan air pada vein UBPE
Pongkor...................................................................................... 115
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Foto Album (Lampiran - SRF)
Lampiran II Analisis Petrografi (Lampiran - SRP)
Lampiran III Analisa Struktur (Lampiran SRS)
Lampiran IV Analisis Difraksi Sinar X (Lampiran - SRX)
Lampiran Va Analisis AAS/
Atomic Absorption Spectophotometry (Lampiran - SRA)
Lampiran Vb Analisis Mineragrafi (Polished Section)
Lampiran VI Analisis Profil
Lampiran VII Peta Lokasi Pengamatan
Lampiran VIII Peta Geomorfologi
Lampiran IX Peta Geologi
Lampiran X Peta Alterasi
Lampiran XI Perhitungan Cadangan
Lampiran XII Data Data Perhitungan Cadangan
Vein Timur Tengah Ciurug (Lampiran SRDC)
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor PT. Aneka Tambang, Tbk.
(Persero) merupakan salah satu perusahaan pertambangan endapan bijih emas di
Jawa Barat. Endapan bijih tersebut ditemukan pada pola-pola urat (vein) yang
dominan berarah NW SE. Seperti diketahui urat-urat pembawa emas di bagian
utara konsesi telah hampir habis dieksploitasi, sehingga perlu adanya penelitian
untuk eksplorasi awal daerah bagian selatan konsesi yang termasuk dalam wilayah
pengembangan eksplorasi untuk menemukan cadangan baru.
Larutan hidrotermal akan mengalir melewati permeabilitas (sekunder maupun
primer) batuan, sehingga terjadi proses alterasi yang merubah komposisi kimiawi,
mineralogi dan tekstur batuan asal yang dilaluinya. Tipe alterasi dan mineralisasi
pada suatu daerah mempunyai sifat dan karakteristik tersendiri yang sering dicirikan
dengan adanya himpunan mineral tertentu. Keberadaan zona alterasi dan mineralisasi
ini akan membantu dalam perencanaan pengembangan eksplorasi mineral bijih yang
mengandung emas dan perak. Salah satu indikator yang berpengaruh terhadap
kehadiran urat-urat pembawa mineral bijih berharga adalah struktur rekahan (kekar,
sesar). Jaringan kekar yang berkembang merupakan jalan bagi late-magmatics untuk
mengisi dan mengendapkan mineral-mineral bijih (Heru Sigit P, 2002).
Interaksi antara mahasiswa dengan pihak industri pertambangan (UBPE Pongkor)
dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak. Mahasiswa dapat mengetahui strategi dan
metode yang diterapkan dalam lingkungan industri maupun eksplorasi
pertambangan emas khususnya, sedangkan pihak industri pertambangan dapat pula
mengetahui pemikiran, konsep yang telah dipelajari oleh mahasiswa untuk
kelancaran kegiatan industri pertambangan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka menarik bagi penulis meneliti lebih
lanjut mengenai neralisasi, dan Perhitungan Cadangan Vein Timur
-
Tengah Ciurug, Daerah Ciurug dan Sekitarnya, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk memenuhi persyaratan
akademis Tugas Akhir guna memperoleh gelar kesarjanaan Strata-1 (S1) Jurusan
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional
Selain itu juga penulis bermaksud mempelajari geologi daerah Ciurug dan
sekitarnya, dan mineralisasi pada daerah tersebut serta bagaimana cara menghitung
cadangan vein timur tengah Ciurug pada software Datamine Studio, daerah Ciurug
dan sekitarnya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
sehingga didapatkan data berupa tebal vein, kadar emas dan perak, serta jumlah
cadangan vein timur tengah Ciurug..
Tujuan pemetaan geologi ini adalah agar penulis dapat mengetahui sebaran
dan variasi litologi pada daerah penelitian, struktur geologi yang mengontrol
mineralisasi, geomorfologi, stratigrafi, dan sejarah geologi yang terjadi pada daerah
penelitian. Selain itu agar penulis dapat mengetahui serta mempelajari alterasi dan
mineralisasi daerah Ciurug dan sekitarnya, dapat mengetahui hubungan struktur
geologi terhadap pembentukan endapan mineral, dan dapat mengetahui cara
menghitung cadangan vein sehingga teori-teori yang didapat selama kuliah dapat
diterapkan dengan baik.
Penelitian didasarkan pada pengamatan dan pengambilan data - data geologi
di lapangan yang kemudian dianalisis di laboratorium maupun studio. Hasil
penelitian disajikan dalam bentuk Peta Lintasan Pengamatan, Peta Pola Pengaliran,
Peta Geomorfologi, Peta Geologi dengan skala 1 : 12.500, Lintasan Terukur Semi-
Detail, Peta Lokasi Bor Ciurug + Peta Korelasi dan kemudian dirangkum dalam
Laporan Tugas Akhir (Skripsi)
Cadangan Vein Timur Tengah Ciurug, Daerah Ciurug dan Sekitarnya,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
-
1.3 Rumusan Masalah
Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan
menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Masalah Geomorfologi
Permasalahan yang timbul adalah mengenai pembagian satuan geomorfik
pada daerah penelitian berdasarkan bentuk morfologi, morfogenesa,
proses - proses eksogen dan endogen, bentuk - bentuk erosi serta stadia
geomorfik yang membentuknya.
b. Masalah Stratigrafi
Permasalahan stratigrafi meliputi ciri - ciri litologi tiap satuan, hubungan
stratigrafi antar satuan, penyebaran dan ketebalan satuan batuan, urut -
urutan satuan batuan dari tua ke muda.
c. Masalah Struktur Geologi
Meliputi permasalahan tentang rezim gaya yang bekerja, arah tegasan
utama yang mengontrol arah vein Ciurug.
d. Mineralisasi
Meliputi permasalahan tentang mineralisasi yang terjadi di daerah
penelitian.
e. Perhitungan Cadangan Vein Timur Tengah Ciurug
Pada estimasi cadangan permasalahan yang sering timbul umumnya
adalah mengenai keakuratan dari data di lapangan atau per conto,
diharapkan data dapat mewakili dalam perhitungan cadangan suatu daerah
secara terukur, sehingga hasilnya tidak jauh berbeda dari keadaan di
lapangan.
Selain keakuratan data, yang perlu diperhatikan adalah dari segi biaya
yang mana pemilihan metode perhitungan cadangan yang digunakan
hendaknya mengeluarkan biaya yang relatif murah (ekonomis) dalam
penanganannya, teknik pengambilan, serta pengambilan data dari
lapangan sehingga diperoleh hasil yang optimal.
Berdasarkan penerapan metode Inverse Distance Square (IDS) untuk
menghitung kadar cadangan emas dan perak pada vein timur tengah
Ciurug dengan menggunakan fasilitas komputer dengan program
-
Datamine Studio 3 diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai cara
pemakaian metode tersebut mulai dari menyiapkan data yang diperlukan
sebagai data masukan, kemudian diolah dan diproses dengan
menggunakan fasilitas komputer dan akhirnya dihasilkan data berupa
besar cadangan pada vein timur tengah Ciurug.
1.4 Lokasi Penelitian
Lokasi daerah penelitian secara administratif terletak di daerah konsesi
UBPE Pongkor PT. Aneka Tambang, Tbk (Persero). Secara geografis, daerah
penelitian berada pada 0670000 - 0673000 MT dan 9260000- 9264000 MU
(koordinat UTM zona 67). Termasuk dalam peta rupa bumi digital
BAKOSURTANAL, Lembar 1209-131 (Cihiris), skala 1 : 25.000, dengan luas
daerah penelitian kurang lebih 12 km2. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Depok, sebelah barat berbatasan dengan Gunung Halimun, sebelah timur berbatasan
dengan Sungai Cikaniki, sebelah selatan berbatasan dengan Gunung Kundeng.
Gambar 1.1
Peta lokasi daerah penelitian
eta:Tanpa Skala
-
1.5 Kesampaian dan Jaringan Jalan Daerah Penelitian
Lokasi penelitian berada di sebelah selatan Kabupaten Bogor, dapat
dijangkau dengan menggunakan kendaraan bermotor baik roda 4 maupun roda 2.
Perjalanan menuju lokasi penelitian ini, melewati Kabupaten Bogor dengan waktu
tempuh selama 12 jam dari kota Yogyakarta melalui jalur utara. Adapun rute
perjalanan yang dapat ditempuh yaitu dari Kota Yogyakarta menuju Provinsi Jawa
Tengah kemudian dilanjutkan menuju Provinsi Jawa Barat. Setelah sampai di
Kabupaten Bogor kurang lebih 70 km perjalanan dilanjutkan menuju Barat Daya
menuju Kecamatan Leuwiliang, kemudian berjalan terus ke arah Barat hingga
pertigaan Panjaungan - Jasinga, menuju Panjaungan, kemudian hingga daerah
Lukut, melewati jembatan lalu belok kanan dan berjalan terus mengikuti jalan kurang
lebih 14 km, menuju Antam. Sehingga rute yang dapat dilalui menuju lokasi daerah
penelitian adalah sebagai berikut :
Yogyakarta Bogor Leuwiliang Panjaungan Lukut Nunggul - Pongkor
Jaringan jalan pada daerah penelitian merupakan jalan yang beraspal yang
dibangun oleh UBPE PT. Antam Tbk. serta jalan desa yang berupa jalan setapak.
Jalan beraspal tersebut merupakan jalan utama pada daerah penelitian yang
merupakan akses utama dari Leuwiliang menuju Pongkor. Akses jalan pada daerah
penlitian didominasi sedikit jalan berbatu dan dominan berupa jalan setapak sehingga
sedikit menyusahkan penulis dalam melakukan penelitian ini.
1.6 Hasil Penelitian
Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Peta Lokasi Pengamatan
b. Peta Geomorfologi
c. Peta Geologi
d. Peta Pola Pengaliran
e. Peta Alterasi
f. Perhitungan Cadangan
g. Penampang Stratigrafi Terukur
h. Laporan Skripsi
-
1.7 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis dan institusi lain yang
meliputi pihak perusahaan PT. Aneka Tambang, Tbk (Persero) dan institusi
Manfaat bagi Penulis:
- Memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu geologi
yang telah diperoleh selama perkuliahan untuk diterapkan di lapangan.
Dengan mempelajari tatanan geologi meliputi aspek geomorfologi, struktur
geologi, dan stratigrafi, dan aplikasi dari ilmu lainnya.
- Menambahkan keterampilan dan wawasan akademisi pada bidang teknologi
geologi pertambangan yang dipakai untuk eksplorasi endapan mineral bijih
emas secara langsung.
- Dapat mengetahui dan memahami tipe alterasi dan mineralisasi endapan bijih
emas - perak epithermal berdasarkan pengamatan langsung di lapangan pada
daerah Ciurug dan sekitarnya.
- Dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam memulai suatu eksplorasi endapan
bijih ekonomis di suatu wilayah yang prospek.
- Dapat mengetahui cara perhitungan cadangan vein dan pengolahan datanya
dengan menggunakan software berupa Datamine Studio.
Manfaat bagi Institusi :
- Terbinanya hubungan yang lebih baik antara Universitas Pembangunan
- Bagi P.T. Aneka Tambang khususnya, penelitian ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan serta diskusi untuk penelitian lebih lanjut guna menemukan
daerah prospek yang baru dan mengurangi resiko geologi.
1.8 Batasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada tinjauan masalah geologi,
mineralisasi dan studi perhitungan cadangan. Permasalahan umum pada daerah
penelitian, dibatasi pada empat hal utama, yaitu:
o Geomorfologi, yang terdiri dari: pembagian satuan gomorfologi berdasarkan
bentuk morfologi dan morfogenesa, proses-proses endogen dan eksogen, bentuk-
bentuk dan tahapan erosi dan tahapan geomorfik.
-
o Stratigrafi, meliputi : urut-urutan stratigrafi, ciri litologi tiap satuan, umur tiap
satuan batuan, lingkungan pengendapan dan hubungan antar satuan batuan.
o Struktur geologi, meliputi: jenis rezim gaya yang bekerja, arah tegasan utama
yang bekerja, struktur geologi yang terbentu.
o Mineralisasi terdiri dari : Mineralisi dan kontrol struktur pada mineralisasi emas
pada UBPE Pongkor PT ANTAM Tbk.
o Perhitungan Cadangan, meliputi: metode perhitungan kadar cadangan (Inverse
Distance Square) pada program Datamine Studio 3 , besar cadangan vein timur
tengah Ciurug.
1.9 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dan
digolongkan menjadi 3 tahapan, yaitu tahapan pendahuluan, tahapan penelitian
lapangan, tahapan, dan tahapan analisis data.
1.9.1 Tahapan Pendahuluan
Meliputi tahap persiapan penelitian berupa pembuatan proposal, penentuan
batas lokasi penelitian, perizinan, persiapan perlengkapan dalam penelitian geologi
(((kompas geologi, palu geologi (beku) , lup (pembesaran 10x), komparator batuan
beku, kamera, meteran (30 m),GPS SERI 76Csx, kamera digital, buku catatan
lapangan, protaktor, alat tulis (Pensil, OHP, penghapus, penggaris, dsb), Larutan Hcl
10%, plastik sampel, peta RBI lembar 1209-131 Cihiris, peta geologi regional lembar
Bogor dan peta topografi 1 : 12.500+plastik peta))).
Penulis melakukan persiapan materi berupa studi literatur, dan bimbingan
dengan dosen pembimbing dalam penyusunan laporan ini. Studi literatur ini
dilakukan dengan maksud agar penulis dapat mengetahui gambaran mengenai
karakteristik litologi, geologi, geomorfologi, struktur geologi, alterasi mineralisasi,
metode perhitungan cadangan dan hal lain yang dapat mendukung pemetaan geologi
dan penelitian pada daerah penelitian seperti metode geologi lapangan.
-
1.9.2 Tahap Penelitian Lapangan
Berupa pemetaan geologi permukaan menggunakan peta skala 1 : 12.500
yang bertujuan memperoleh data primer (data - data geologi) yang dijumpai selama
di lapangan. Secara detail, pengambilan data lapangan meliputi:
a. Observasi singkapan, meliputi deskripsi dan pengamatan variasi litologi,
pembuatan profil (pada beberapa lokasi pengamatan) dan pengukuran
penampang stratigrafi, hipotesis sementara mencakup sedimentologi dan
stratigrafi, dan pengambilan conto batuan yang dianggap penting dan
representatif (untuk analisis lebih lanjut).
b. Observasi kenampakan struktur permukaan, meliputi structural properthys
yaitu bidang sesar, gores garis, breksiasi, kekar tarik dan kekar gerus,
veinlet, dan vein yang terdapat di permukaan pada daerah penelitian.
c. Observasi geomorfologi yakni dengan pengamatan morfologi dan bentang
alam, stadia erosi, tipe genetik sungai, serta penentuan satuan geomorfik di
daerah penelitian.
d. Observasi vein timur tengah Ciurug, yakni dengan melakukan pengukuran
kedudukan vein, dan kemenerusannya, deskripsi vein.
e. Dokumentasi (foto singkapan, foto litologi, foto bentang alam, dan foto
potensi geologi yang ada pada daerah penelitian serta foto vein timur
tengah Ciurug), pembuatan peta lintasan dan peta geologi sementara.
1.9.3 Tahap Analisis Data
a. Analisis Satuan Geomorfik
Terdiri dari penentuan satuan geomorfik daerah telitian (klasifikasi van
Zuidam 1983), pola, tipe genetik aliran sungai, dan stadia erosi di daerah
penelitian (berdasarkan Thornbury, 1974).
b. Analisis Profil
Tahapan ini dilakukan penggambaran profil dan penampang stratigrafi
untuk menentukan urut - urutan litologi pada daerah penelitian.
c. Analisis Struktur Geologi
Tahap ini diawali dengan analisis pemerian unsur - unsur struktur yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi jenis, kedudukan, dan orientasi
-
sekaligus dimensi dari unsur struktur yang ada. Sedangkan analisis
selanjutnya merupakan analisis dinamika dan kinematika dengan
menggunakan metode stereografi dengan program dan
penamaan struktur sesar didasarkan pada klasifikasi Rickard, 1972.
d. Analisis Petrografi
Bertujuan untuk mengetahui nama dari setiap conto batuan yang diperoleh
selama di lapangan, dilihat dari tekstur, struktur, dan komposisi mineral
pada batuan yang terdapat pada daerah penelitian. Penulis membuat
sayatan tipis (di lembaga terkait) berukuran 0,03 mm pada sampel yang
akan dianalisis, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui nama dari batuan
secara lebih rinci. (Klasifikasi William, 1954, klasifikasi Streckeisen,
1978).
e. Analisis Mineragrafi (Polished Section)
Dilakukan untuk identifikasi asosiasi dan paragenesis mineral-mineral
pada batuan/urat kuarsa bijih.
f. Analisis AAS (Atomic Absorption Spectophotometry)
Analisis kimia basah menggunakan metode Atomic Absorption
Spectophotometry/AAS terhadap beberapa sampel batuan terubah
hidrotermal/ termineralisasi untuk mendeteksi terutama kandungan unsur-
unsur yang erat kaitannya dengan proses terjadinya cebakan bijih epitermal
(Au, Ag, Pb, dan Zn).
g. Analisis Sinar Difraksi Sinar X (X-Ray Diffraction)
Analisis XRD terhadap beberapa sampel batuan terubah hidrotermal/
termineralisasi untuk mendeteksi terutama mineral lempung pada tiap
sampel.
h. Perhitungan Cadangan Vein Timur Tengah Ciurug pada program
Datamine Studio 3.
-
1.9.4 Tahap Penyusunan Laporan dan Penyajian Data
Tahap ini merupakan tahap akhir dari penyusunan laporan tugas akhir
berdasarkan data - data yang diperoleh kemudian dianalisis dan diinterpretasi yang
diwujudkan dalam satu kesimpulan. Hasil dari penelitian ini disajikan dalam bentuk
peta lokasi pengamatan, peta geologi, peta geomorfologi, peta pola pengaliran, peta
perhitungan cadangan, dan penampang stratigrafi terukur sebagai lampiran pada
laporan skripsi.
-
Gambar 1.2
Diagram alir penelitian
-
1.10 Peneliti Terdahulu
Penelitian terdahulu meliputi studi literatur dengan mengumpulkan publikasi-
publikasi hasil penelitian ahli geologi untuk kawasan daerah penelitian dan
mengumpulkan buku-buku literatur untuk menyelesaikan beberapa masalah pokok
yang ada.
Beberapa ahli geologi yang pernah meneliti daerah penelitian antara lain :
Basuki et al. (1994), menjelaskan tentang litologi dan urut-urutan stratigrafi
pada daerah Gn. Pongkor dan Sekitarnya,
J.A. Katili (1974), menggambarkan posisi Gn. Pongkor terhadap penampang
melintang jalur magmatik Pulau Jawa.
Mega F. Rosana (2005), menjelaskan tentang paragenesa vein Pongkor.
Milsi et al. (1999), menjelaskan tentang endapan epitermal tipe sulfidasi
rendah.
Milsi et al. (1999), menjelaskan tentang stratigrafi Pongkor yang terdiri dari
tiga unit satuan batuan vulkanik yang berumur Miosen-Pliosen yakni paling
bawah, satuan batuan vulkanik andesitik-dasitik, bagian tengah satuan batuan
vulkanik eksplosif dasitik darat, dan bagian atas satuan batuan lava andesitik.
Milsi & Marcoux (1999), menjelaskan tentang umur mineralisasi Pongkor
dengan menggunakan metode Ar/Ar K Ar.
Pulunggono dan Soedjono, 1989 dalam Heru Sigit Purwanto dkk, 2007,
menjelaskan tentang struktur geologi daerah Gn. Pongkor dan sekitarnya
kecenderungan merupakan peralihan pola tektonik Sumatera dan pola
Tektonik Jawa yang menyebabkan kondisi geologi yang terjadi pada daerah
penelitian.
Safrizal (2006), menggambarkan lingkungan pengendapan dan model genetik
dari cebakan Pongkor.
Warmada, IW (2005), menjelaskan tentang adanya kekar tiang memanjang
sebagai penciri satuan batuan andesit pada daerah Pongkor.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiografi Jawa Barat
Fisiografi Jawa Barat terdiri dari 4 bagian besar yaitu Dataran Pantai Jakarta
(Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone), Zona Bandung (Bandung
Zone) dan Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat (Southern Mountain of West Java).
(van Bemmelen, 1949.
2.1.1 Zona Dataran Pantai Jakarta
Daerah ini mulai ujung barat pulau Jawa, memanjang ke timur mengikuti
pantai utara Jawa Barat ke kota Cirebon, dengan lebar sekitar 40 km. Daerah ini
umumnya mempunyai morfologi yang datar, kebanyakan ditutupi oleh endapan
sungai, dan sebagian lagi oleh lahar gunungapi muda.
2.1.2 Zona Bogor
Zona Bogor terletak di sebelah selatan dari Dataran Pantai Jakarta. Daerah
ini memanjang barat-timur melalui kota Bogor, Purwakarta menerus ke Bumiayu di
Jawa Tengah, dengan lebar maksimum sekitar 40 km. Berbeda dengan Dataran
Pantai Jakarta, Zona Bogor umumnya mempunyai morfologi berbukit-bukit.
Perbukitan disini umumnya memanjang barat-timur di sekitar kota Bogor, sedangkan
pada daerah sebelah timur Purwakarta perbukitan ini membelok ke selatan,
membentuk perlengkungan di sekitar kota Kadipaten. Van Bemmelen (1949)
menamakan perbukitan ini sebagai antiklinorium yang terdiri dari perlipatan kuat
yang berumur Neogen. Beberapa intrusi telah membentuk morfologi yang lain pula.
Morfologi intrusi disini umumnya mempunyai relief lebih terjal dibanding dengan
tubuh intrusi di Zona Bandung yang berada di sebelah selatannya. Gn. Sanggabuana
di Purwakarta, Gn. Kromong di Cirebon, merupakan contoh batuan terobosan di
daerah ini. Sungai sungai utama di daerah ini tidak jarang yang berbentuk aliran
antiseden (S. Cimanuk terhadap struktur Baribis) dan sebagian lagi superpos (S.
Ciliwung) terhadap struktur batuan yang ada. Kebanyakan aliran utama berarah dari
selatan ke utara. Anak-anak sungai di daerah yang terlipat umumnya bersifat
subsekuen terhadap jurus perlipatan. Di beberapa tempat, khususnya di daerah
-
Krawang Selatan, sungai mempunyai pola dendritik, disebabkan sifat batuan yang
dilaluinya, yakni formasi Subang, yang tidak berlapis dan monoton.
2.1.3 Zona Bandung
Batas antara Zona Bogor dan Zona Bandung yang berada di selatannya, tidak
terlalu jelas dilapangan, karena tertutup oleh endapan gunungapi muda. Van
Bemmelen (1949) menyatakan bahwa zona ini merupakan depresi di antara gunung-
gunung (intermontagne depression). Zona ini melengkung dari Pelabuhan Ratu
mengikuti Lembah Cimandiri menerus ke timur melalui kota Bandung, dan berakhir
di Segara Anakan di muara S. Citanduy, dengan lebar antara 20 40 km. Van
Bemmelan (1949) menganggap Zona bandung merupakan puncak geoantiklin Jawa
Barat, kemudian runtuh setelah pengangkatan. Daerah rendah ini kemudian terisi
oleh endapan gunungapi muda. Dalam Zona Bandung, terdapat beberapa tinggian
yang terdiri dari endapan sedimen tua yang menyembul diantara endapan vulkanik.
Salah satu yang penting adalah Gn.Walat di Sukabumi dan Perbukitan Rajamandala
di daerah Padalarang.
2.1.4 Zona Pegunungan Selatan
Batas zona Pegunungan Selatan Jawa Barat dengan Zona Bandung
dibeberapa tempat sangat mudah dilihat, seperti misalnya di lembah Cimandiri.
Disini batas tersebut merupakan perbedaan morfologi yang mencolok dari perbukitan
bergelombang pada lembah Cimandiri yang langsung berbatasan dengan dataran
tinggi (plateau) (Pannekoek, 1946) dari Pegunungan selatan, dengan beda tinggi
sekitar 200 m. Morfologi Pegunungan Selatan Jawa Barat telah dipelajari secara
mendalam oleh Pannekoek (1946), dimana ia membaginya menjadi 19 satuan
morfologi. Pannekoek menekankan pentingnya dua generasi morfologi, yakni
morfologi Pra-Miosen Akhir dan morfologi Resen. Kedua satuan morfologi ini
dibatasi oleh ketidakselarasan. Satuan dibawah terdiri dari dari Fm. Jampang dan
Saguling (Soejono, 1981) dan yang lebih muda adalah Fm.Beser dan Bentang.
-
Gambar 2.1
Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)
2.2 Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional daerah Jawa Barat telah banyak diteliti oleh ahli geologi.
Secara regional, daerah penelitian merupakan bagian dari stratigrafi daerah Banten
selatan yang telah disusun oleh Van Bemmelen (1949) berdasarkan hasil penelitian
dari Musper dan Koolhoven (1933) yang pertama kali mempelajari stratigrafi daerah
Banten selatan. Hasil penelitiannya merupakan titik tolak bagi peneliti berikutnya
untuk membagi stratigrafi daerah Banten Selatan, diantaranya Van Bemmelen
(1949), Marks (1956) dan Sujatmiko dan S. Santoso (1992).
Soejono Martodjojo (1984) membagi mandala sedimentasi di Jawa Barat
menjadi tiga mandala berdasarkan ciri sedimen di daerah tersebut selama zaman
Tersier, yaitu mandala paparan Kontinen, mandala cekungan Bogor dan mandala
Banten. Mandala paparan Kontinen pada hakekatnya sama dengan zona fisiografi
dataran pantai Jakarta (Van Bemmelen, 1949) yang umumnya ditempati oleh
endapan paparan dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Mandala cekungan
Bogor mencakup zona Bogor, zona Bandung dan zona pegunungan selatan (Van
Bemmelen, 1949) yang didominasi oleh endapan aliran gravitasi, dan mandala
-
Banten dengan sedimen-sedimen penyusunnya merupakan transisi dari mandala
paparan kontinen dan mandala cekungan Bogor.
Daerah penelitian termasuk kedalam mandala Banten selatan dengan
litostratigrafi menurut Sujatmiko dan Santoso. S (1992) dari tua ke muda adalah
sebagai berikut :
2.2.1 Formasi Bayah
Formasi Bayah berumur Eosen, terbagi atas tiga anggota, yaitu Anggota
Konglomerat terendapkan pada lingkungan parilik, bercirikan sedimen klastika
kasar, setempat bersisipan batubara. Anggota Batulempung dengan lingkungan
pengendapan neritik dan umumnya berupa batulempung-napal, dan Anggota
Batugamping yang tertindih selaras oleh formasi Cicacurup.
2.2.2 Formasi Cicacurup
Formasi Cicacurup berumur Eosen Akhir terendapkan pada lingkungan
parilik hingga litoral, bercirikan sedimen kaya feldspar dengan sisipan batugamping
dan tuff, formasi ini tertindih selaras dengan formasi Cijengkol.
2.2.3 Formasi Cijengkol
Formasi Cijengkol terbagi atas tiga anggota yaitu : Anggota Batupasir,
berumur Oligosen Awal, terendapkan pada lingkungan parilik, bercirikan sedimen
epiklastika kasar dengan alas konglomerat. Anggota Napal berumur Oligosen Awal-
Akhir, bercirikan sedimen klastika halus dengan sisipan batubara, terendapkan pada
lingkungan parilik-neritik. Anggota batugamping berumur akhir Oligosen Awal
Oligosen Akhir, bercirikan batugamping berselingan napal dan batulempung,
terendapkan pada lingkungan neritik. Formasi ini tertindih selaras oleh formasi
Citarate.
2.2.4 Formasi Citarate
Formasi Citarate terbagi atas Anggota Batugamping di bagian bawah
berumur Miosen Awal, bercirikan batugamping terumbu terendapkan pada
lingkungan laut. Anggota Tuff pada bagian atas, terendapkan pada lingkungan litoral
darat, dicirikan oleh batuan epiklastik tuffan formasi Citarate tertindih tidak selaras
oleh formasi Cimapag.
-
2.2.5 Formasi Cimapag
Formasi Cimapag berumur akhir Miosen Awal, merupakan breksi atau
konglomerat, terendapkan pada lingkungan laut darat. Anggota Batugamping
dicirikan oleh sisipan batugamping pada bagian bawah formasi. Anggota
Batulempung dicirikan oleh sisipan tipis sedimen klastika halus tuffan di bagian atas
formasi. Menindih tidak selaras satuan batuan yang lebih tua.
2.2.6 Formasi Seraweh
Formasi Seraweh berumur awal Miosen Tengah, terbagi atas Anggota
Batugamping di bagian bawah, yang terendapkan pada lingkungan laut, dicirikan
oleh adanya batugamping terumbu. Anggota Batulempung dibagian atas yang
dicirikan oleh batuan klastika halus. Formasi ini tertindih selaras oleh formasi
Badui.
2.2.7 Formasi Badui
Formasi badui berumur akhir Miosen Tengah, dicirikan oleh sedimen klastika
kasar, terendapkan pada lingkungan laut darat. Formasi ini mempunyai anggota
batugamping yang bercirikan perselingan batugamping dengan batulempung dan
napal. Tertindih selaras oleh formasi Bojongmanik.
2.2.8 Formasi Bojongmanik
Formasi Bojongmanik berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, terbagi
atas 3 anggota, yaitu : Anggota Batulempung, dicirikan oleh sedimen klastika halus
dengan sisipan lignit. Anggota Batugamping dan anggota batupasir yang bercirikan
sedimen klastika kasar dengan sisipan lignit.
2.2.9 Formasi Genteng
Formasi Genteng berumur Pliosen Awal, bercirikan sedimen klastika tuffan
dengan serakan kayu terkersikkan dan terendapkan pada lingkungan darat. Formasi
Genteng tertindih tidak selaras terhadap formasi di bawahnya yaitu formasi
Bojongmanik.
2.2.10 Formasi Cimanceuri
Formasi Cimanceuri berumur Pliosen Awal, dicirikan dengan sedimen
klastika dengan adanya fosil moluska, dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal
litoral.
-
2.2.11 Formasi Cipacar
Formasi Cipacar berumur Pliosen Akhir, bercirikan sedimen klastika tuffan
terendapkan pada lingkungan laut darat. Formasi Cipacar menindih tidak selaras di
atas formasi Genteng.
2.2.12 Formasi Bojong
Formasi Bojong berumur Plistosen Awal, bercirikan sedimen laut dan
sedimen darat dengan sisipan gambut. Formasi ini diduga berbeda fasies (menjari)
dengan batuan gunungapi Endut, satuan gunung api yang tersingkap dan terbentuk
berumur Eosen sampai Kuarter.
-
Gambar 2.2
Stratigrafi Banten Selatan menurut Koolhoven (1933), van Bemmelen (1949), Marks (1956),
Sujatmiko dan Santoso S. (1992).
-
2.3 Struktur Geologi Regional
Tektonik Jawa Barat Utara pada Zaman Tersier merupakan suatu cekungan
belakang busur (foreland basin) dan busur magmatic (magmatic arc) di bagian
selatan. Selanjutnya busur magmatik ini mengalami migrasi ke arah selatan hingga
Kuarter (Asikin, 1974). Daerah Bayah sendiri diperkirakan merupakan pertemuan
antara Geoantiklin Jawa dengan Bukit Barisan Sumatera, sehingga terjadi struktur
yang cukup komplit dan kemungkinan menyebabkan terjadinya deviasi arah struktur.
Terdapatnya suatu struktur tertentu di suatu tempat terbentuk karena suatu
deformasi tektonik tertentu. Deformasi tektonik pembentuk struktur tertentu dapat
dibedakan menjadi dua yaitu deformasi yang bersifat diskontinyu atau rapuh (brittle)
dan deformasi yang bersifat kontinyu (ductile). Perbedaan ini terjadi karena beberapa
faktor yaitu sifat fisik batuan yang mengalami deformasi, temperatur dan tekanan
yang dialami tubuh batuan selama berlangsungnya deformasi. Deformasi tektonik
diskontinyu akan membentuk struktur geologi berupa sesar dan kekar, sedangkan
struktur geologi kontinyu akan membentuk struktur berupa lipatan.
Sesar menurut Billings 1959, merupakan rekahan pada batuan yang telah
mengalami pergesaran sehingga terjadi perpindahan dua dinding blok batuan yang
saling berhadapan, sedangkan kekar merupakan rekahan yang relatif belum
mengalami pergeseran. Sesar dan kekar merupakan bagian dari disintegrasi mekanis
batuan dan akan mengalami erosi yang cepat di permukaan bumi sehingga
membentuk bentang alam yang khas sebagai depresi topografi lokal, lembah sungai
dan gawir sesar yang lazim disebut jejak sesar (fault traces). Kenampakan ini dapat
dengan jelas nampak dari foto udara atau citra satelit sebagai suatu bentuk kelurusan.
Struktur geologi yang umum dijumpai di lapangan dapat berupa kekar dan
sesar. Struktur yang bekerja pada suatu tubuh batuan terjadi karena adanya gaya yang
bekerja. Pola-pola kelurusan struktur yang di hasilkan dapat berupa pola yang baru
maupun pola yang berasal dari reaktifitas terhadap struktur yang terjadi sebelumnya.
Pulunggono dan Martodjojo (1994) mengatakan bahwa pada dasarnya di
Pulau Jawa ada 3 arah kelurusan struktur dominan (Gambar 2.3).
-
Gambar 2.3
Pola umum struktur di Jawa Barat (Pulunnggono dan Martodjojo (1994))
a. Arah pertama adalah arah Timurlaut-Baratdaya (NE-SW) yang dinamakan
dengan arah Meratus, diwakili oleh sesar Cimandiri di Jawa Barat, yang dapat
diikuti ke timurlaut sampai batas timur Cekungan Zaitin dan Cekungan
Biliton. Pola singkapan batuan pra-Tersier di daerah Luk Ulo (Jawa Tengah)
juga menunjukkan arah Meratus. Pola ini merupakan pola tertua di Pulau
Jawa dan sesar-sesar di pola ini diketahui berumur Kapur-Paleosen. Di Pulau
Jawa sesar-sesar ini diaktifkan kembali pada umur-umur yang lebih muda.
Tatanan tektonik kompresif oleh adanya lempeng samudra India yang
menunjam ke bawah benua (paparan) Sunda menjadi penyebab sesar-sesar
pada pola ini adalah pola sesar mendatar.
b. Pola struktur kedua yang dominan dijabarkan oleh sesar-sesar yang berarah
utara-selatan dan dinamakan Pola Sunda, umumnya terdapat di bagian barat
wilayah Jawa Barat. Di kawasan sebelah timur dari Pola Meratus, arah Utara-
Selatan ini tidak terlihat. Pulunggono dan Martodjojo mengatakan bahwa
sesar-sesar yang ada pada umumnya berpola regangan dan dari data seismik
-
di lepas pantai Jawa Barat tepatnya di Cekungan Zaitun menunjukkan arah
Sunda ini mengaktifkan Meratus pada umur Eosen Akhir-Oligosen Akhir,
sehingga disimpulkan Pola Sunda lebih muda dari Pola Meratus.
c. Arah ketiga adalah arah Barat-Timur yang umumnya dominan di Pulau Jawa
dan disebut Pola Jawa. Di Jawa Barat pola ini diwakili sesar-sesar naik pada
Zona Bogor (van Bemmelen, 1949). Pola ini merupakan pola termuda yang
mengaktifkan kembali seluruh pola yang ada sebelumnya dan data seismik di
Pulau Jawa Utara menunjukkan bahwa pola ini masih aktif sampai sekarang.
Disebutkan pula bahwa pola ini diakibatkan oleh tunjaman baru di Selatan
Jawa yang mengaktifkan Pulau Jawa dan mengalami kompresi. Sedangkan
menurut Aditya dan Sinambela (1991), dengan didasarkan pada peta geologi
regional, interpretasi foto udara dan citra landsat, wilayah Jawa Barat bagian
barat memperlihatkan pola struktur patahan dan kelurusan berarah baratlaut-
tenggara, timurlaut-baratdaya, dan timur-barat.
Struktur regional yang terdapat di Jawa Barat (Martodjojo, 1984) berupa
patahan yang terdiri dari empat pola yakni arah Sumatera (N 330o E), Arah Meratus
(N 30o E), Arah Bayah (N 360
o E) dan Arah Sumbu Pulau Jawa (N 270
o E). Secara
umum pola struktur tersebut akan mempengaruhi proses dan pola mineralisasi di
daerah Pongkor dan sekitarnya.
2.3.1 Sistem Bukaan Urat
Daerah mineralisasi mempunyai hubungan spasial antara struktur mayor
dengan proses mineralisasi yang terjadi. Secara regional suatu sistem struktur di
daerah magmatic arcs akan terbentuk intrusi - intrusi baik yang mengisi daerah
bukaan - bukaan yang ada maupun membentuk bukaan yang baru. Sehingga pada
daerah struktur mayor akan terjadi beberapa aktivitas yang berhubungan dengan
cebakan mineral meliputi (Corbett & Leach, 1996) : (1) Pre-mineralization yang
mengontrol pada daerah cekungan sedimentasi di batuan induknya. (2) Pre-
mineralization intrusi atau breksi. (3) Syn-mineralization pada lokasi sistem cebakan.
(4) Post-mineralization yang merupakan deformasi dari cebakan mineral.
-
Menurut Corbett dan Leach (1996) didasarkan pada tatanan tektonik dan
level erosi pada sistem hidrotermal, maka sistem bukaan cebakan dapat dibedakan
menjadi beberapa yaitu :
a. Splays atau horsetail yang berkembang di sepanjang struktur sesar. Pada daerah
ini merupakan daerah utama terjadinya intrusi porpiri.
b. Tension Fracture, terbentuk sebagai bukaan di batuan induk yang terletak di
antara sesar strike - slip dan umumnya mempunyai orientasi yang tergantung
dengan gaya (stress) utama. Tension fracture ini merupakan faktor dominan
terjadinya sistem urat emas - perak. Karakteristiknya tercermin bahwa panjang
dari kekar tarik akan berakhir sepanjang arah sesar.
c. Jogs, terbentuk sebagai bends yang melintasi sepanjang struktur dan dipisahkan
oleh kekar tarik, beberapa cebakan terjadi pada daerah jog ini.
d. Hanging wall splits, terbentuk pada kemiringan zona sesar terutama pada sesar
turun atau kemiringan perlapisan batuan yang terpotong oleh kemiringan bidang
sesar.
e. Pull - apart basin, yang terbentuk sebagai parallelogram yang terletak diantara 2
jalur sesar.
f. Domes, terbentuk pada batuan dasar yang terisi oleh larutan hidrotermal pada
suatu sistem urat mineralisasi.
g. Ore shoots, umumnya merupakan perkembangan dari penambahan lebar suatu
urat maupun bertambahnya kadar emas yang terbentuk oleh bertambahnya
bukaan pada suatu sistem urat.
h. Sheeted fracture, terbentuk pada lingkungan porfiri yang berhubungan dengan
lingkungan breksi.
-
Gambar 2.4
Sistem bukaan urat (Corbett dan Leach, 1996)
2.3.1.1 Analisis Arah Urat
Urat kuarsa pada prinsipnya terbentuk oleh larutan yang bersifat mengisi
rekahan, oleh sebab itu pola urat yang terbentuk akan mengikuti pola rekahan.
Bentuk urat dan impergensi digolongkan pada proses cavity filling (Sudrajat, 1982).
Pada cebakan yang mengisi rongga terjadi 2 proses yaitu : pembentukan rongga dan
pengisian larutan (Bateman, 1950).
Sesar geser yang bersifat ekstensif akan membentuk rekahan terbuka yang
memungkinkan masuknya larutan hidrotermal pembentuk urat, sehingga urat akan
terbentuk relatif sejajar dengan arah sesar.
Heru Sigit P. (2002), menyatakan bahwa urat hasil tegasan dan urat hasil
tarikan di lapangan dapat dibedakan, yaitu urat kuarsa hasil tegasan memiliki ciri
pecah-pecah (breciciated), kristal tidak baik, biasanya terbentuk mineral di bagian
tengah atau tepinya dan urat hasil tarikan memiliki ciri kristal baik, membentuk
struktur sisir (comb structure), mineral terkadang berada pada struktur sisirnya.
(Gambar 2.5)
-
Gambar 2.5
Model sifat kekar dan urat kuarsa (Heru Sigit, 2002).
Kekar tarikan (1a), kekar tekanan(1b), urat kuarsa tarikan (2a), urat kuarsa tekanan (2b),
urat kuarsa tekanan membentuk penebalan dan penipisan (2c).
Beberapa lingkungan struktur bukaan cebakan batuan samping mengalami
proses aktivitas selama terbentuknya, mulai dari pre sampai dengan syn mineralisasi
dan umumnya mengalami deformasi pada post mineralisasi pada suatu sistem
cebakan. Model dari sistem struktur tersebut disebut sebagai Riedel Shear Model
(Riedel dan Vide Harris, 1929).
Zona sesar kemungkinan akan terbentuk karena adanya kekar tarik yang mempunyai
pola searah dengan gaya utama. Pola sesar terbentuk dengan arah yang berlawanan
merupakan sesar geser (slip) dan sesar normal mempunyai arah sejajar dengan arah
gaya utama. Lowell dan Harris (1985) mengemukakan suatu hasil percobaan yang
dilakukan pada lempung yang diberi tekanan dari arah lateral dan vertikal, hasil
tersebut akan membentuk pola struktur menyudut lancip dengan arah gayanya dan
mempunyai pola penyebaran melingkar mengikuti bentuk kubah (Gambar 2.6), pada
bagian tepi dari arah gaya utama akan terbentuk adanya rekahan yang kemudian
mengalami depresi dengan bentuk lingkaran.
-
Gambar 2.6
Riedel Shear Model (a dan c), (Riedel, 1929) serta
model bentuk sesar pada lempung (b)
(Lowell & Harris, 1985).
2.4 Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi
2.4.1 Alterasi Hidrotermal
Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100o 500
o C), sisa
pendinginan magma yang mampu merubah dan membentuk mineral - mineral
tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasi magma tersebut bersifat silika yang
kaya alumina, alkali dan alkali tanah, mengandung air dan unsur-unsur volatil
(Bateman, 1981). Larutan hidrotermal terbentuk pada fase akhir dari siklus
pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada litologi dengan permeabilitas
tinggi atau pada zona lemah. Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang
dilaluinya (wall rock) akan menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi
mineral sekunder (alteration minerals). Alterasi hidrotermal merupakan proses yang
kompleks karena melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi dan tekstur yang
kesemuanya merupakan hasil dari interaksi fluida hidrotermal dengan batuan yang
-
dilaluinya (Pirajno, 1992). Perubahan-perubahan tersebut tergantung pada
karakteristik batuan samping, sifat fluida (Eh dan pH), kondisi tekanan dan
temperatur pada saat reaksi berlangsung (Guilbert dan Park, 1986), konsentrasi dan
lama aktivitas hidrotermal (Browne, 1991). Meskipun faktor-faktor tersebut saling
terkait, tetapi dalam alterasi hidrotermal pada sistem epithermal, kelulusan batuan,
temperatur dan kimia fluida memegang peranan penting (Browne, 1991).
Proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu pada
kesetimbangan tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral atau mineral
assemblage (Guilbert dan Park, 1986).
Secara umum himpunan mineral tertentu akan mencerminkan tipe alterasinya,
sehingga dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Tabel 2.1
Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral
(Creasey, 1966; Lowell dan Guilbert, 1970).
-
2.4.1.1 Sistem dan Karakteristik Endapan Epitermal
Endapan bijih epithermal adalah endapan yang terbentuk pada lingkungan
hidrotermal dekat permukaan, mempunyai temperatur dan tekanan yang relatif
rendah berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali sub-aerial, sering kali
(tidak selalu) endapannya dijumpai di dalam produk volkanik (sedimen volkanik).
Endapan epithermal sering juga disebut endapan urat, penggantian
disseminasi, stockwork, hot spring, volcanic hosted, dan lain-lain . Perbedaan
tersebut disebabkan oleh perbedaan parameter yang digunakan dalam
menggolongkan endapan mineral .
Kimia fluida merupakan faktor penting yang mengontrol mineralisasi.
Karakteristik mineralogi endapan epithermal, sangat mungkin dibedakan berdasarkan
dua fluida yang kontras, yaitu near - neutral pH fluids (fluida dengan pH mendekati
netral) dan acid pH atau fluida dengan pH asam (Hedenquist, 1995). Ubahan
hidrotermal yang berhubungan dengan pH mendekati netral digunakan istilah
adularia - sericite
acid - sulfate
Istilah sulfidasi rendah dan sulfidasi tinggi dalam endapan epithermal juga
dicetuskan oleh Hedenquist (1987). Batasan kedua istilah tersebut di dasarkan pada
bilangan redoks (reduksi - oksidasi) unsur S dalam fluida mineralisasi. Unsur S
dalam sistem geothermal yang mendekati pH netral umumnya memiliki bilangan
redoks terendah (- 2), kondisi ini diistilahkan sebagai sulfidasi rendah. Sedangkan
istilah sulfidasi tinggi digunakan untuk unsur S dalam hidrotermal vulkanik yang
mempunyai bilangan redoks mendekati + 4 (misalnya SO2).
-
Gambar 2.7
Sistem Vulkanik Hidrotermal (Hedenquist et al, 1996;2000)
Sistem epithermal sulfidasi rendah, fluida magmatik yang didominasi gas
(SO2 dan HCl) direduksi pada saat bereaksi dengan batuan samping (wall rock)
sehingga terjadi dilusi (pengenceran) akibat adanya sirkulasi fluida meteorik (air
hujan). Proses tersebut terjadi pada bagian bawah dari sistem sulfidasi rendah yang
membawa zat volatil (termasuk unsur logam didalamnya), hal ini menyebabkan
fluida didominasi oleh H2S sebagai sumber sulfur yang paling besar yang juga
melarutkan garam (terutama NaCl) pada temperatur 170 270 oC dan kedalaman 50
1000 m (Corbett dan Leach, 1996 ). Saat kondisi reduksi yang cukup tinggi, sulfida
hanya hadir sebagai sulfur sekunder. Pirotit mendominasi pada temperatur sekitar
300oC dan pirit pada temperatur rendah (Corbett dan Leach, 1996).
-
Tabel 2.2
Ciri-ciri endapan epitermal acid sulphate dan adularia-serisit
(Heald dkk, 1987, White & Hedequist 1990, dan Henley 1991).
Komponen
Pendekatan
Sulfidasi Tinggi (Acid
Sulphate atau Kaolinit-
Alunit)
Sulfidasi rendah
(Adularia-Serisit)
Tatanan tektonik Keduanya terbentuk pada lingkungan subduksi,
terutama di dalam cekungan belakang busur.
Kontrol struktur regional Kaldera, kubah silisifikasi Kaldera dan lingkungan
volkanik yang lain.
Kontrol struktur lokal Dikontrol oleh sistem sesar
regional utama dan
rekahan yang dibentuk
pada beberapa generasi
(episode)
Sesar lokal/regional
atau rekahan.
Pola mineralisasi Diseminasi dan kuarsa
masif, open space dan vug
infilling tidak umum,
replacement umum
stockwork tidak umum .
Open space dan vug
infilling, urat dengan
batas tegas, stockwork
Pb-Zn dekat permukaan
umum tapi sedikit .
Tekstur mineralisasi Vuggy dan kuarsa masif Crustiform, comb,
colloform, quartz,
banded, cherty,
chalcedonic, vuggy,
urat stockwork dan
breksi hidrotermal .
Dimensi endapan Lebih kecil dari adularia-
serisit. Lebar vertikal
umumnya < 500 m, sering
ekuidimensional .
12 190 km,
perbandingan urat pj :
lb = 3 : 1 , panjang bisa
beberapa km, lebar
vertikal 100 700 m .
Host rock Batuan volkanik subaerial
asam intermediet,
umumnya riodasit (juga
riolit, trakiandesit, yang
membentuk kubah dan
aliran debu) .
Batuan volkanik
subaerial asam-
intermediet, riolit
hingga andesit serta
berasosiasi dengan
intrusi dan batuan
sedimen.
Hubungan waktu Bijih + host umurnya
hampir sama (< 0,5 juta
th).
Terdapat perbedaan
umur yang lama (>1
juta th) .
Mineral bijih Enargit-luzonit, tenantit,
pirit, kovelit, native Au,
elektrum, barit,
sulphosalts, tellurides,
kadang bismuthinite .
Galena, sfalerit,
kalkopirit, pirit,
arsenopirit, achanthite,
tetrahedrit, native Au,
Ag, elektrum, barit,
-
tellurides. Tidak ada
bismuthinite .
Asosiasi geokimia
Anomali tinggi
Anomali rendah
Au, Ag, As, Cu, Sb, Bi,
Hg, Te, Sn, Pb, Mo, Te/Se
.
Au, Ag, As, Sb, Hg, Zn,
Pb, Se, K, Ag/Au
K, Zn, Ag/Au Cu, Te/Se
Logam yang diproduksi Endapan Au dan Ag
Produksi Cu cukup berarti
Endapan Au dan Ag
Produksi logam dasar
bervariasi
Asosiasi mineral ubahan Pirofilit, alunit, diaspor,
kaolinit, kristobalit, serisit,
silika. Tidak ada adularia,
sedikit klorit .
Serisit, adularia, klorit,
silika, illit, epidot.
Alunit dan pirofilit
supergen.
Ubahan batu samping Advanced argillic
Bagian luar (atas)
merupakan zona argilik
menengah + seritisasi
maupun zona propilitik .
Serisit (filik) hingga
argilik menengah.
Bagian luar merupakan
zona propilitik .
Temperatur
pengendapan bijih
100 3200C (data terbatas) Bijih : 150 300
0C,
gangue 1400C, pada
kasus tertentu terjadi
boiling .
Sifat Fluida Sedikit data, salinitas
rendah-tinggi mungkin 1-6
wt% NaCl equiv, fluida
magmatik asam, beberapa
sebagai mixing .
Salinitas rendah,
biasanya < 3 wt% NaCl
equiv. Dapat mencapai
13 % dominan fluida
meteorik near-neutral
ada bukti boiling.
Terdapat komponen
magmatik .
Kedalaman
pembentukan
300 600 m dapat
mencapai >1200 m
100 1400 m sebagian
besar 300 600 m .
Sumber sulfida lumpur Sedikit data mungkin
magmatik
Magmatik atau batu
samping volkanik .
Contoh Motomboto, Tombulilalto
Sulut, Masuparia Kalteng
Mt. Munro Kalteng,
Pongkor, Lebong
Tandai Bengkulu .
-
2.4.2 Mineralisasi Hidrotermal
Mineralisasi secara umum diartikan sebagai proses pembentukan mineral-
mineral bijih atau mineral ekonomi (Hugo Freund,1966 & Barnes, 1979).
Proses mineralisasi erat hubungannya dengan magmatisme dan vulkanisme.
Interaksi antara gas asam, unsur logam, dan pancaran panas dari magma dengan air
meteorik di dalam konduit gunungapi membentuk fluida hidrotermal yang pada
akhirnya menghasilkan batuan ubahan dan mineralisasi.
2.4.2.1 Mineralisasi Pongkor
Mineralisasi Pongkor terletak pada jalur magmatik akibat interaksi lempeng
daratan Asia yang bergerak relatif ke selatan dengan Lempeng Hindia-Australia yang
relatif bergerak ke timurlaut serta lempeng Pasifik yang bergerak ke barat,
membentuk morfologi kawah.
Mineralisasi Pongkor memiliki pengisi rekahan berupa urat dengan sekuen
paragenetik (Milsi et al., 1999), yaitu sekuen karbonat-kuarsa yang terbentuk pada
awal pengisian, mangan karbonat-kuarsa, kuarsa berlapis, kuarsa-sulfida abu-abu,
dan kuarsa berongga (vuggy quartz).
Gambar 2.8
Tipe endapan epitermal sulfidasi rendah Pongkor dalam lingkungan sistem hidrotermal magmatic
(Hedenquist, 1987)
-
Endapan epitermal Pongkor terdiri atas sistem urat yang sejajar dengan
struktur penyertanya dalam batuan vulkanik Miosen - Pliosen. Batuan tersebut
diperkirakan terkait erat dengan pembentukan fluida hidrotermal. Fluida hidrotermal
ini telah mengisi rekahan-rekahan dan membentuk urat-urat yang mengandung emas
dan perak.
Urat-urat utama di Pongkor mempunyai jurus baratlaut-tenggara dan utara-
selatan dengan kemiringan rata-rata 750 ke arah timur-laut yang meliputi urat
Kubang Cicau, Ciurug, Cadas Copong, dan Pamoyanan dan ke arah barat meliputi
Ciguha, Pasir Jawa, Gn. Goong, dan Gudang Handak. Ketebalan urat bervariasi dari
1 m sampai 24 m (Ciurug). Mineral-mineral bijih potensial terkonsentrasi pada urat
dengan sekuen kuarsa-sulfida abu-abu, sedangkan Mega, F (2005) mengelompokkan
menjadi empat stage mineralisasi : Stockwork ~ Brecciated (SB), Banded ~
Colloform (BC), Banded Kuarsa Kalsit (BKK), Massive ~ Geode (MG).
Gambar 2.9
Paragenesa vein Pongkor (Mega F. Rosana, 2005)
Endapan emas - perak Pongkor terdiri atas 9 urat utama kuarsa-adularia-
karbonat subparalel yang kaya akan oksida mangan dan limonit dan sangat miskin
akan sulfida (Milsi et al., 1999; Warmada, et al., 2003). Urat-urat ini mempunyai
panjang antara 700 sampai 2500 m, tebal beberapa meter dan dalam lebih dari 200 m
yang memotong satuan batuan vulkanik. Urat yang mempunyai nilai ekonomis
-
meliputi Ciurug, Kubang Cicau, Ciguha, Pasir Jawa dan Gudang Handak. Urat Cadas
Copang, Cimanganten, Gunung Goong dan Pamoyanan.
Umur mineralisasi di daerah Pongkor menurut Milesi dan Marcoux (1999)
dengan menggunakan metoda Ar/Ar dan K Ar yaitu 2.05 sampai 8.6 juta tahun.
Mineralisasi di daerah Pongkor terletak pada fasies pusat fasies proksimal dengan
vulkanisme berumur Miosen Tengah Pliosen menyebabkan terbentuknya
mineralisasi di daerah ini yakni berupa mineralisasi emas dan perak pada kala Plio-
Plistosen.
-
2.5 Perhitungan Cadangan
Estimasi cadangan merupakan bagian aktivitas penting dalam suatu rangkaian
kegiatan industri pertambangan.
Perhitungan cadangan adalah langkah awal dalam menentukan suatu bahan galian
layak atau tidak layak untuk ditambang. Untuk itulah diperlukan suatu metode
perhitungan cadangan yang cukup akurat dalam memberikan hasil perhitungan
berupa data mengenai tebal, kadar, dan jumlah cadangan pada suatu vein yang akan
dihitung besar cadangannya.
Salah satu metode yang dapat dipakai untuk menghitung cadangan adalah
metode Inverse Distance Square (IDS). Sistem perhitungan cadangan yang akan
digunakan dalam metode IDS adalah persamaan data yang dipakai dalam proses
estimasi diberi bobot secara proporsional berbanding terbalik terhadap kuadrat
jaraknya (pangkat dua pada jarak) ke titik yang sedang diestimasikan. Berdasarkan
analisis dengan persaman tersebut, selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai
pembobot dari setiap titik conto satu terhadap titik titik di sekitar titik conto yang
akan diperkirakan, yang nilainya dipengaruhi oleh jarak antara titik titik perconto
satu terhadap conto lainnya. Titik titik yang jauh mempunyai bobot lebih kecil,
sebaliknya titik titik yang lebih dekat mempunyai bobot yang lebih besar.
2.5.1 Klasifikasi Cadangan Menurut The Joint Ore Reserves Committee of The
Australian Institute of Mining and Metallurgy, Australian Institute of
Geoscientists and Minerals Council of Australia (JORC)
2.5.1.1 Sumberdaya Mineral (Mineral Resources)
Sumber daya mineral merupakan suatu kandungan atau keberadaan mineral
yang memiliki nilai ekonomis intrinsik yang berada di dalam atau di permukaan
bumi dengan jumlah dan bentuk yang memadai untuk diekstraksi secara ekonomis.
Lokasi, jumlah, kandungan, karakteristik geologi dan keberadaan sumber daya
mineral ini diketahui, diestimasikan atau diinterpretasikan dari data dan bukti
geologis. Istilah sumber daya mencakup mineralisasi yang telah diidentifikasi dan
diestimasikan melalui eksplorasi dan pengambilan sampel bahan mineral. Eksplorasi
dan pengambilan sampel ini dilakukan di lokasi sumber daya mineral tersebut
-
dengan mempertimbangkan faktor teknis, ekonomis, hukum, lingkungan, sosial dan
peraturan pemerintah.
2.5.1.1.1 Sumberdaya Terindikasi (Indicated Mineral Resource)
Sumber daya terindikasi merupakan bagian dari sumber daya mineral dengan
tonase, kerapatan, bentuk, karakteristik fisik, kadar dan kandungan mineral dapat
diestimasikan dengan tingkat kepercayaan yang memadai. Estimasi ini didasarkan
pada eksplorasi, pengambilan sampel, dan pengujian pada lokasi tersebut yang
dilakukan menurut teknik tertentu seperti singkapan, paritan, dan pengeboran inti.
Lokasi tempat pengujian biasanya tersebar dengan jarak tertentu untuk keperluan
konfirmasi geologis dan kemenerusan kadar, dengan jarak tersebut cukup dekat
untuk memperkirakan potensi sumber daya yang ada. Sumber daya terindikasi
memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah dibandingkan sumber daya terukur.
2.5.1.1.2 Sumberdaya Terukur (Measured Mineral Resource)
Sumber daya terukur merupakan bagian dari sumber daya mineral dengan
tonase, kerapatan, bentuk, karakteristik fisik, kadar dan kandungan mineral dapat
diestimasikan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Estimasi ini didasarkan pada
eksplorasi yang detil dan terpercaya, serta pengambilan sampel dan pengujian pada
lokasi tersebut yang dilakukan menurut teknik tertentu seperti singkapan, paritan,
dan pemboran inti. Lokasi tempat pengujian biasanya cukup rapat untuk keperluan
konfirmasi geologis dan kemenerusan kadar.
2.5.1.2 Cadangan Bijih (Ore Reserves)
Cadangan bijih merupakan bagian dari sumber daya mineral terukur atau
terindikasi yang dapat ditambang secara ekonomis. Cadangan bijih merupakan
bagian dari sumber daya mineral yang setelah dilakukan penerapan seluruh faktor
penambangan, memiliki estimasi tonase dan kadar yang menurut opini pihak yang
melakukan estimasi, layak untuk ditambang. Opini ini dikeluarkan setelah mengkaji
seluruh faktor metalurgi, ekonomis, pemasaran, hukum, lingkungan, sosial dan
peraturan pemerintah. Hasil dari estimasi ini juga memperhitungkan jumlah sumber
daya mineral yang mungkin berkurang akibat kegiatan pertambangan. Untuk
dilakukan kajian menyeluruh yang dapat
mencakup studi kelayakan, termasuk memperhitungkan adanya perubahan asumsi
atau adanya modifikasi terhadap penambangan, metalurgi, ekonomis, hukum,
-
lingkungan, sosial, dan peraturan pemerintah. Kajian ini dilakukan untuk
memastikan bahwa kegiatan penambangan cukup layak untuk dilakukan. Klasifikasi
cadangan bijih dibagi dua berdasarkan tingkat ketelitian, yakni cadangan terkira dan
cadangan terbukti.
2.5.1.2.1 Cadangan Terkira (Probable Ore Reserve)
Cadangan terkira merupakan bagian dari sumber daya mineral terindikasi
atau sumber daya terukur yang dapat ditambang secara ekonomis. Estimasi cadangan
terindikasi ini juga memperhitungkan jumlah sumber daya mineral yang mungkin
berkurang akibat kegiatan penambangan. Untuk memperoleh klasifikasi cadangan
terindikasi, dilakukan kajian menyeluruh yang dapat mencakup studi kelayakan,
termasuk memperhitungkan adanya perubahan asumsi atau adanya modifikasi
terhadap penambangan, metalurgi, ekonomis, hukum, lingkungan, sosial, dan
peraturan pemerintah. Kajian ini dilakukan untuk menyampaikan bahwa kegiatan
penambangan cukup layak untuk dilakukan. Cadangan terindikasi mengindikasikan
tingkat ketelitian yang lebih rendah dibandingkan cadangan terbukti.
2.5.1.2.2 Cadangan Terbukti (Proved Ore Reserve)
Cadangan terbukti merupakan bagian dari sumber daya terukur yang dapat
ditambang secara ekonomis. Estimasi cadangan terbukti ini juga memperhitungkan
jumlah sumber daya mineral yang mungkin berkurang akibat kegiatan penambangan.
Untuk memperoleh klasifikasi cadangan terbukti, dilakukan kajian menyeluruh yang
dapat mencakup studi kelayakan, termasuk