wrap up.docx

46
SKENARIO Demam Sore Hari Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardia,suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat typhoid tongue. Pada pemeriksaan widal didapatkan titer anti-salmonella typhi O meningkat. Pasien tersebut bertanya kepada dokter apa diagnosis dan cara penanganannya. A. IDENTIFIKASI KATA-KATA SULIT Somnolen : Kesadaran menurun , yaitu keadaan yang masih dapat pulih biladirangsang. Bradikardi : Kelambatan denyut jantung, frekuensi denyut jantung kurang dari 60per menit Hiperpireksi : Keadaan suhu tubuh diatas 41,6 derajat celcius disebabkan karena kumangram negatif Typhoid tongue : Lidah tampak kotor dengan titik kemerahan Pemeriksaan widal : Pemeriksaan serologi untuk menilai antibodi terhadap salmonella typhi Anti-Salmonella typhi :Anti-gen untuk Salmonela typhi Titer :Menunjukan konsentrasi Anti-gen B. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Apa yang menyebabkan terjadinya demam typhoid ? 2. Mengapa demam meningkat pada sore dan malamm hari ? 3. Pemeriksaan widal, apa saja yang diperiksa ? 4. Penanganan terhadap gejala tersebut ? 5. Mengapa pada pemeriksaan fisik terhadap somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia ? 0

Upload: atika-lailana-qomarianty

Post on 19-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

skenario 1 ipt

TRANSCRIPT

SKENARIO

Demam Sore Hari

Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam

dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan

fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardia,suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00

WIB), lidah terlihat typhoid tongue. Pada pemeriksaan widal didapatkan titer anti-salmonella

typhi O meningkat. Pasien tersebut bertanya kepada dokter apa diagnosis dan cara

penanganannya.

A. IDENTIFIKASI KATA-KATA SULIT

Somnolen : Kesadaran menurun , yaitu keadaan yang masih dapat pulih

biladirangsang.

Bradikardi : Kelambatan denyut jantung, frekuensi denyut jantung kurang

dari 60per menit

Hiperpireksi : Keadaan suhu tubuh diatas 41,6 derajat celcius disebabkan

karena kumangram negatif

Typhoid tongue : Lidah tampak kotor dengan titik kemerahan

Pemeriksaan widal : Pemeriksaan serologi untuk menilai antibodi terhadap

salmonella typhi

Anti-Salmonella typhi :Anti-gen untuk Salmonela typhi

Titer :Menunjukan konsentrasi Anti-gen

B. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa yang menyebabkan terjadinya demam typhoid ?

2. Mengapa demam meningkat pada sore dan malamm hari ?

3. Pemeriksaan widal, apa saja yang diperiksa ?

4. Penanganan terhadap gejala tersebut ?

5. Mengapa pada pemeriksaan fisik terhadap somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh

hiperpireksia ?

6. Pemeriksaan tambahan apa saja yang digunakan dalam menangani demam typhoid ?

7. Apa yang menyebabkan demam ?

8. Bagaimana mekanisme terjadinya infeksi pada demam typhoid ?

9. Bagaimana pencegahan terhadap demam typhoid ?

0

C. ANALISA MASALAH

1. Dapat terjadi karena terinfeksi oleh salmonella typhi, dapat melalui makanan atau

minuman yang terkontaminasi oleh kuman.

2. Karena infektik pada sore hingga malam hari , demam yang demekian dapat dikatan

sebagai demam septik karena dengan ciri-ciri suhu meningkat pada waktu sore hingga

malam hari.

3. Pemeriksaan widal adalah untuk menilai antibodi terhadap salmonella typhi, dengan

mengukur kadar agllutinasi terhadap anitigen O (somatik), antigen H (flagela) dan

antigen Vi (simpai)

4. Penanganannnya :

Dari segi peradangan yang dihasilkan bakteri dapat menggunakan antibiotik

(Kloramfenikol dan siprofloksasin) atau menggunakn vaksin.

Istirahat yang cukup

Memakan makanan yang encer (tidak padat)

Hindari terkena cahaya kalau mengkonsumsi siprofloksasin

5. Dapat terjadi karena :

Tifoid : demam siklik

Suhu tubuh meningkat pada malam hari sehingga menyebabkan hiperpireksia.

Terjadinya demam → vasodilatasi → aliran darah lambat → denyut nadi

lambat → mengakibatkan denyut jantung cepat tapi lemah.

Karena salah satu dari gejala demam tifoud adalah diare → cairan banyak

keluar → konsentrasi air dalam tubuh berkurang → dehidrasi → somnolen.

6. Pemeriksaan tambahan seperti uji tubex, uji typidot, uji IgM dipstik, kultur darah,

pemeriksaan tinja.

7. Penyebab demam dapat dikarenakan adanya:

Infeksi oleh bakteri gram negatif

Non infeksi karena reaksi terhadap obat atau karena gangguan pada pusat

regulasi pernafasan

8. Makanan yang terkontaminasi → di dalam lambung sebagian lolos ke usus → infeksi

pada usus → dapat menyebar ke organ lain.

9. Cuci tangan sebelum makan di alir yang mengalir, kebersihan individu,ketersediaan

jamban yang bersih, membudayakan imunisasi typhoid, kebersihan makanan dan

minuman, sanitasi lingkungan.

1

D. HIPOTESIS

Salmonella enterica yang merupakan penyebab umum demam tyhpoid, ditandai

dengan demam yang terjadi pada sore dan malam hari (demam septik) dapat menginfeksi

tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi oleh kuman atau melalui hasil eksresi

pasien berupa tinja dan urin. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis thypoid

diantaranya ialah pemeriksaan widal,uji tubex, uji typidot, uji IgM dipstik, kultur darah serta

pemeriksaan tinja. Maka dari itu, untuk penderita typhoid perlu diberikan antibiotik berupa

kloramfenikol atau siprofloksasin untuk mengatasi bakteri disertai perlunya menjaga

kebersihan diri sendiri, makanan, minuman, air dan lingkungan.

E. LEARNING OBJECTIVE/SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Demam

1.1 Definisi Demam

1.2 Klasifikasi Demam

1.3 Etiologi Demam

1.4 Patofisiologi Demam

2. Memahami dan Menjelaskan Salmonella enterica

2.1 Morfologi

2.2 Klasifikasi

2.3 Sifat

2.4 Daur hidup

2.5 Transmisi Penyebaran

3. Memahami dan Menjelaskan Demam typhoid

3.1 Definisi

3.2 Etiologi

3.3 Patofisiologi

3.4 Epidemiologi

3.5 Manifestasi klinis

3.6 Prognosis

3.7 Komplikasi

3.8 Penatalaksanaan

4. Memahami dan Menjelaskan Antibioti pada Demam typhoid

4.1 Golongan Antibiotik

4.2 Farmakodinamik dan Farmakokinetik

4.3 Efek samping

4.4 Kontraindikasi

2

LO.1. Memahami dan Menjelaskan Demam

1.1 Definisi Demam

Demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi dari pada biasanya atau di

atas suhu normal. Umumnya terjadi ketika seseorang mengalami gangguuan kesehatan. Suhu

badan normal manusia biasanya berkisar antara 36-37 derajat celcius. Demam sesungguhnya

merupakan reaksi alamiah dari tubuh manusia dalam usaha melakukan perlawanan terhadap

beragam penyakit yang masuk atau berada di dalam tubuh. Dengan kata lain, demam adalah

bentuk mekanismme pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Apabila ada suatu kuman

penyakit yang masuk ke dalam tubuh, secara otomatis tubuh akan melakukan perlawanan

terhadap kuman penyakit itu dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat antibodi

yang lebih banyak daripada biasanya ini diikuti dengan naiknya suhu badan. Semakin berat

penyakit yang menyerang,semakain banyak pula antibodi yang dikeluarkan, dan akhirnya

semakin tinggi pula suhu badan yang terjadi.

Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda

Tempat

pengukuranJenis thermometer

Rentang; rerata

suhu normal (oC)

Demam

(oC)

AksilaAir raksa,

elektronik

34,7 – 37,3;

36,437,4

SublingualAir raksa,

elektronik

35,5 – 37,5;

36,637,6

RektalAir raksa,

elektronik36,6 – 37,9; 37 38

Telinga Emisi infra merah35,7 – 37,5;

36,637,6

1.2 Klasifikasi Demam

a.Demam Septik

Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada

malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.Bila demam yang

tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam heptik.

b. Demam Remiten

3

Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah

mencapai suhu badan normal.Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua

derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

c. Demam Intermiten

Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama

beberapa jam dalam satu hari.Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut

tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut

kuartana.

d. Demam Kontinyu

Pada demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu

derajat.Pada tingkat demam terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

e. Demam Siklik

Pada demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti

oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu

seperti semula.

Relapsingfever dan demam periodik:

Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular

atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu

atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria

(istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila

demam terjadi setiap hari ke-4).

Relapsing feveradalah istilah yang biasa dipakai untuk demam  rekuren yang

disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu (louse-borne

RF) atau tick (tick-borne RF).

1.3 Etiologi Demam

Demam umumnya terjadi akibat adanya gangguan pada hipotalamus. Penyebabnya dibagi

menjadi 2 yaitu berasal dari infeksi dan non infeksi :

Etiologi Infeksi

a. Infeksi saluran pernapasam

b. Faringitis

c. Infeksi virus enteric

d. Reaksi vaksinasi

4

e. Infeksi saluran kemih

f. Pneumonia

g. Bacteremia

h. Meningitis

i. Osteomyelitis

j. Artritis septik

k. Gangguan immunologi

l. dehidrasi

Etiologi Non Infeksi

a. Neoplasma

b. Nekrosis Jaringan

c. Kelainan Kolagen Vaskular

d. Emboli Paru / Trombosis vena dalam

e. Obat , metabolism, dll

f. Keracunan atau over dosis obat

Demam karena infeksi (ex: infeksisalurankencing, infeksisalurancerna, dll.) dan pada

kondisi non-infeksi,demam dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan, atau reaksi

terhadap pemakaian obat.Gangguan pada pusat regulasi suhu sentral juga dapat menyebabkan

peningkatan temperatur seperti heat stroke, perdarahan otak, koma, dll.Pada perdarahan

internal pada saat terjadinya reabsorbsi darah dapat pula menyebabkan peningkatan

temperatur.

Ada pula demam obat yaitu demam yang disebabkan karena efek samping dari

pengobatan yang terjadi pada 3-5% dari seluruh reaksi obat yang dilaporkan.Obat yang

mengakibatkan demam dapatdigolongkan :

1. Obat yang mengakibatkan demam

2. Obat yang kadang kadang mengakibatkan demam

3. Obat yang insidentil sekali dapat mengakibatkan demam

Ciri-ciridemam obat yaitu demam timbul tidak lama setelah pengobatan.

Maka dari itu, untuk mengetahui penyebab demam secara tepat, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan :

1. Cara timbul demam

2. Lama demam

3. Sifathariandemam

4. Tinggidemam

5. Keluhan serta gejala lain yang menyertai demam

5

1.4 Patofisiologi Demam

Demam yang disebabkan oleh infeksi atau peradangan, mengakibatkan suatu respon

yang terjadi di dalam tubuh.Demam yang terjadi di dalam tubuh bermanfaat dalam mengatasi

infeksi, serta demam juga dapat memperkuat respon peradangan dan mungkin dapat

menghambat perkembangan bakteri.

Demam terjadi karena penglepasan pirogen dari leukosit yang sebelumnya terangsang

oleh pirogen eksogen dari mikroorganisme atau hasil reaksi imunologik (tidak berdasarkan

infeksi).Di dalam hipotalamus, zat ini merangsang penglepasan asam arakidonat yang

mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang menyebabkan pireksia.

Pengaruh pengaturan autonom mengakibatkan vasokonstriksi perifer sehingga

pengeluaran panas menurun dan penderita merasa demam.Suhu badan dapat bertambah lagi

karena meningkatnya aktivitas metabolisme.

LO.2.Memahami dan Menjelaskan Salmonella enterica

2.1 Morfologi

Salmonella sp. merupakan bakteri berbentuk batang, tidak membentuk spora, dapat

hidup pada lingkungan aerob, maupun pada kondisi kurang oksigen, serta tumbuh baik pada

suhu kamar, dengan suhu optimumnya 37°C.Sumber kontaminasi Salmonella sp adalah

manusia dan hewan, yaitu dari saluran pencernaannya.

Salmonella sp. merupakan kingdom Bacteria, filum Proteobacteria, class

Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, Salmonella sp.,  family Enterobacteriaceae,

genus Salmonella dan species e.g. S. enteric (Todar, 2008).

Salmonella sp.  adalah bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna merah

muda (gram negatif). Salmonella sp. berukuran 2 µ sampai 4 µ × 0;6 µ, mempunyai flagel

6

(kecuali S. gallinarum dan S. pullorum), dan tidak berspora. Suhu optimum pertumbuhan

Salmonella sp. ialah 37°C dan pada pH 6-8 (Julius, 1990).

Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalahS.typhi (satu serotipe), S.

choleraesuis, dan S. enteritidis (lebih dari 1500 serotipe). Sedangkang spesies S. paratyphi A,

S. paratyphi B, S. paratyphi C termasuk dalam  S. enteritidis (Jawezt et al, 2004). 

(Sumber:mikrobewici)

2.2 Klasifikasi

Salmonella enterica:

Kingdom : Eubacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella enterica

Subspesies : Salmonella enterica enterica

Salmonella enterica salamae

Salmonella enterica arizonae

Salmonella enterica diarizonae

Salmonella enterica houtenae

Salmonella enterica indica

Klasifikasi salmonella sangat rumit karena organisme tersebut merupakan rangkaian

kesatuan dan bukan tertentu. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan

berdasarkan epidemiologi, jangkauan pejamu, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, dan

Vi. Terdapat lebih dari 2500 serotip Salmonella, termasuk lebih dari 1400 dalam kelompok

hibridasi DNA grup I yang dapat menginfeksi manusia.Hampir semua Salmonella yang

menyebabkan penyakit pada manusia dapat diidentifikasikan di laboraturium klinis melalui

pemeriksaan biokimia dan serologik.

Serotip tersebut adalah sebagai berikut:

7

Bakteri Penyakit

Salmonella typhi Demam tifoid , Salmonella bacteremia

Salmonella paratyphi A, B, dan C Demam paratifoid, Salmonella bacteremia

Salmonella choleraesuis Salmonella bacteremia

Salmonella typhimurium Salmonella gastroenteritis

Salmonella enteritidis Salmonella gastroenteritis

Salmonella haidar Salmonella gastroenteritis

Salmonella Heidelberg Salmonella gastroenteritis

Salmonella agona Salmonella gastroenteritis

Salmonella Virchow Salmonella gastroenteritis

Salmonella seftenberg Salmonella gastroenteritis

Salmonella Indiana Salmonella gastroenteritis

Salmonella Newport Salmonella gastroenteritis

Salmonella anatum Salmonella gastroenteritis

Salmonella paratyphiA (serogrup A)

Salmonella paratyphi B (serogrup B)

Salmonella cholerasuis (serogrup C1)

Salmonella typhi (serogrup D)

Penentuan serotipe didasarkan atas reaktivitas antigen O dan antigen H

bifasik.Berdasarkan penelitian hibridisasi DNA, klasifikasi taksonomik resmi meliputi genus

Salmonella dengan subspecies dan genus Arizona dengan subspesies.

Contoh rumus antigenik salmonella

Golongan O Seriotip Formula antigenic

D S typhi 9,12 (vi):d:-

A S paratyphi A 1,2,12:a-

C1 S choleraesuis 6,7: c:1,5

B S typhimurium 1,4,5,12:i:1,2

D S enteritidis 1,9,12:g,m:-

Salmonella yang terisolasi pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan serologi

(klasifikasi Kauffan-White ). Divisi utama yang pertama dengan antigen O somatik,

kemudian dengan antigen H Hagellar.Antige H selanjutnya dibagi menjadi bentuk 1 dan

bentuk 2. Deskripsi secara utuh oleh salmonella yang diisolasi adalah ( antigen O, Vi :

8

antigen H bentuk 1 : antigen H bentuk 2 ). Dengan pengecualian dari typhoid dan para

typhoid, salmonella tidak menginfeksi darah, hal itu yang umumnya dipercaya.

2.3 Sifat

  Organisme ini dapat bertahan hidup lama di lingkungan kering dan beku. Organisme ini

juga mampu bertahan beberapa minggu di dalam air, es, debu sampah kering dan pakaian,

mampu bertahan di sampah mentah selama satu minggu dan dapat bertahan dan berkembang

biak dalam susu, daging, telur atau produknya tanpa merubah warna atau bentuknya.

2.4 Daur hidup

Penyebaran dan Siklus hidup:

• Infeksi terjadi dari memakan makanan yang tercontaminasi dengan feses yang

terdapat bakteri Sal. typhimuriumdari organisme pembawa (hosts).

• Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimuriummenyerang dinding

usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan.

• Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat

menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa,

tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada

wanita atau hewan betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak.

• Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi

keseimbangan tubuh.

• Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya

terdapat kumpulan Sal. typhimuriumyang bisa bertahan sampai berminggu-minggu

atau berbulan-bulan.

• Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat

bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

Makanan yang mengandung Salmonella belum tentu menyebabkan infeksi Salmonella,

tergantung dari jenis bakteri, jumlah dan tingkat virulensi (sifat racun dari suatu

mikroorganisma, dalah hal ini bakteri Salmonella).

Misalnya saja Salmonella enteriditis baru menyebabkan gejala bila sudah berkembang

biak menjadi 100 000. Dalam jumlah ini keracunan yang terjadi bisa saja menyebabkan

kematian penderita.Salmonella typhimurium dengan jumlah 11.000 sudah dapat

menimbulkan gejala. Jenis Salmonella lain ada yang menyebabkan gejala hanya dengan

jumlah 100 sampai 1000, bahkan dengan jumlah 50 sudah dapat menyebabkan gejala. 

Perkembangan Salmonella pada tubuh manusia dapat dihambat oleh asam lambung yang ada

pada tubuh kita. Disamping itu dapat dihambat pula oleh bakteri lain.  Gejala dapat terjadi

dengan cepat pada anak-anak, bagaimanapun pada manusia dewasa gejala datang dengan

9

perlahan.Pada umumnya gejala tampak setelah 1-3 minggu setelah bakteri ini tertelan.Gejala

terinfeksi diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai juga dengan panas badan yang

tinggi, perasaan mual, muntah, pusing-pusing dan dehidrasi. Gejala yang timbul dapat

berupa: tidak menunjukkan gejala (long-term carrier), adanya perlawanan tubuh dan mudah

terserang penyakit denga gejala: inkubasi (7-14 hari setelah tertelan) tidak menunjukkan

gejala, lalu terjadi diare.

2.5 Transmisi Penyebaran

Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau subklinis pada manusia

adalah 105-108 bakteri. Beberapa faktor pejamu yang menimbulkan resistansi terhadap infeksi

salmonella adalah keasaman lambung, flora mikroba normal usus, dan kekebalan usus

setempat.Salmonella menyebabkan tiga macam penyakit utama pada manusia, tetapi sering

juga ditemukan bentuk campuran.Lihat tabel.

Manusia terinfeksi Salmonella typhi secara fecal-oral. Tidak selalu Salmonella typhi

yang masuk ke saluran cerna akan menyebabkan infeksi karena untuk menimbulkan infeksi,

Salmonella typhi harus dapat mencapai usus halus. Salah satu faktor penting yang

menghalangi Salmonella typhi mencapai usus halus adalah keasaman lambung. Bila

keasaman lambung berkurang atau makanan terlalu cepat melewati lambung, maka hal ini

akan memudahkan infeksi Salmonella typhi. (Salyers & Whitt, 2002).

Penyakit klinis yang disebabkan oleh salmonella

Demam enterik Septikemia Enterokolitis

Periode inkubasi 7-20 hari Bervariasi 8-48 jam

Awitan Perlahan Mendadak Mendadak

Demam Bertahap, kemudian

plateau, tinggi

Meningkat cepat,

kemudian temperatur

menukik spt sepsis

Biasanya demam

ringan

Lama penyakit Beberapa minggu Bervariasi 2-5 hari

Gejala

gastrointestinal

Awalnya sering

konstipasi,

selanjutnya diare

berdarah

Sering tidak ada Mual muntah diare

saat awitan

Biakan darah Positif pada minggu

1 hingga minggu 5

penyakit

Positif pada saat

demam tinggi

Negatif

Biakan feses Positif pada minggu

2, negatif pada awal

Jarang positif Positif segera setelah

awitan

10

penyakit

(Jawetz, 2008)

Makanan yang mengandung Salmonella belum tentu menyebabkan infeksi Salmonella,

tergantung dari jenis bakteri, jumlah dan tingkat virulensi (sifat racun dari suatu

mikroorganisma, dalam hal ini bakteri Salmonella).

Misalnya saja Salmonella enteriditis baru menyebabkan gejala bila sudah berkembang

biak menjadi 100 000. Dalam jumlah ini keracunan yang terjadi bisa saja menyebabkan

kematian penderita.Salmonella typhimurium umumnya dengan jumlah 11.000 sudah dapat

menimbulkan gejala. Jenis Salmonella lain ada yang menyebabkan gejala hanya dengan

jumlah 100 sampai 1000, bahkan dengan jumlah 50 sudah dapat menyebabkan gejala.

Perkembangan Salmonella pada tubuh manusia dapat dihambat oleh asam lambung yang ada

pada tubuh kita.

Disamping itu dapat dihambat pula oleh bakteri lain. Gejala dapat terjadi dengan

cepat pada anak-anak, bagaimanapun pada manusia dewasa gejala datang dengan

perlahan.Pada umumnya gejala tampak setelah 1-3 minggu setelah bakteri ini tertelan.Gejala

terinfeksi diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai juga dengan panas badan yang

tinggi, perasaan mual, muntah, pusing-pusing dan dehidrasi. Gejala yang timbul dapat

berupa: tidak menunjukkan gejala (long-term carrier), adanya perlawanan tubuh dan mudah

terserang penyakit dengan gejala: inkubasi (7-14 hari setelah tertelan) tidak menunjukkan

gejala, lalu terjadi diare.

LO.3. Memahami dan Menjelaskan Demam typhoid

3.1 Definisi

Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh

salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh salmonella

paratyphi A, B, C. Gejala dan tanda kedua penyakit tersebut hampir sama, tetapi menifestasi

klinis paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit tersebut disebut tifoid.

(Widoyono. 2005. Penyakit Tropis. Jakarta : Erlangga)

3.2 Etiologi

Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica

serovar typhi (S typhi). Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57 oC selama beberapa menit.

Menifestasi klinis demam tifoid tergantung pada virulensi dan daya tahan tubuh. Suatu

percobaan pada manusia dewasa menunjukan bahwa 107 mikroba dapat menyebabkan 50%

sukarelawan menderita sakit, meskipun 1000 mikroba juga dapat menyebabkan penyakit.

Masa inkubasinya adalah 10-20 hari.

11

Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat menyebabkan infeksi

yang disebut demam paratifoid.Demam tifoid dan paratifoid termasuk ke dalam demam

enterik.Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid.Demam

tifoid juga masih menjadi topik yang sering diperbincangkan.

Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:

Antigen O (somatik)

Terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein, lipopolisakarida dan

lipid.Sering disebut endotoksin.

Antigen H (flagela)

Terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur kimia protein.

Antigen Vi (antigen permukaan)

Pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis dan berstruktur kimia protein

Manusia adalah satu-satunya penjamu yang alamiah dan merupakan reservoir untuk

Salmonella typhi.Bakteri tersebut dapat bertahan hidup selama berhari-hari di air tanah, air

kolam, atau air laut dan selama berbulan-bulan dalam telur yang sudah terkontaminasi atau

tiram yang dibekukan.Pada daerah endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim

kemarau atau permulaan musim hujan.Dosis yang infeksius adalah 103-106 organisme yang

tertelan secara oral.Infeksi dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi

oleh feses.

3.3 Patofisiologi

Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa

tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan terhadap

asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Di

usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian melalui barier usus yang melibatkan

mekanisme membrane ruffling,actin rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola

intraseluler. Kemudian Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk

ke dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini

dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang

negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari.

Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi

dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang.

Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman

akan disebarkan kembali ke dalam sistemperedaran darah dan menyebabkan bakteremia

sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia sekunder

menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen.

12

Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati dengan

antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung

empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat

terjadi melalui proses inflamasi yang meng-akibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi

perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi.

Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem

retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali.Menetapnya Salmonella

dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier.

3.4 Epidemiologi

Demam tifoid menyerang penduduk di semua negara.Seperti penyakit menular

lainnya, tifoid banyak ditemukan di negara berkembang yang higiene pribadi dan sanitasi

lingkungannya kurang baik.Prevalensi kasus bervariasi tergantung dari lokasi, kondisi

lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat.Angka insiden di Amerika Serikat tahun 1990

adalah 300-500 kasus per tahun dan terus menurun.Prevalensi di Amerika Latin sekitar 150/

100.000 penduduk setiap tahunnya, sedangkan prevalensi di Asia jauh lebih banyak yaitu

sekitar 900/ 10.000 penduduk per tahun. Meskipun demam tifoid menyerang semua umur,

namun golongan terbesar tetap pada usia kurang dari 20 tahun.

Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia,

Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia.Penyakit ini tergolong

penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2003 sekitar

16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia prevalensi 91%

kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun.

Ada dua sumber penularan S.typhi : pasien yang menderita demam tifoid dan yang lebih

sering dari carrier yaitu orang yang telah sembuh dari demam tifoid namun masih

mengeksresikan S. typhi dalam tinja selama lebih dari satu tahun.

Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa dengan

ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik yang sampai saat ini belum dimiliki

oleh sebagian besar negara berkembang. Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan

menyebabkan 21,6 juta kasus dengan 216.500 kematian pada tahun 2000.

Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia

Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong sedang

(10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan

Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus per

100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.

Di Indonesia, insidens deam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19

tahun. Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu

13

adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk

mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat

buang air besar dirumah.

3.5 Manifestasi klinis

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh serotipe Salmonella

Typhi enterica (S. typhi).Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

negara-negara berkembang. Pada tahun 2000, diperkirakan bahwa lebih dari 2.16 juta jiwa di

seluruh dunia terjadi tipus, mengakibatkan 216.000 kematian, dan bahwa lebih dari 90% dari

morbiditas dan kematian ini terjadi di Asia. Walaupun peningkatan kualitas air dan sanitasi

merupakan solusi akhir untuk masalah ini , vaksinasi di daerah berisiko tinggi adalah strategi

pengendalian yang potensial yang direkomendasikan oleh WHO. Faktor distribusi demam

tifoid dipengaruhi oleh :

1. Penyebaran Geografis dan Musim

Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia.Penyebarannya tidak

bergantung pada iklim maupun musim.Penyakit itu sering merebak di daerah yang

kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.

2. Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin

Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin

lelakiatau perempuan.Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak.Orang dewasa

sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri.

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan tidak

memerlukan perawatan khusus sampai gejala klinis berat dan memerlukan perawatan

khusus.Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik

pejamu serta lama sakit dirumahnya.( Sumarmo et al, 2010)

        Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu

pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang

berkepanjangan yaitu setinggi 39º C hingga 40º C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal,

anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah,

pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak

enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih

sering terjadi.Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta

bergetar atau tremor.Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa

kering dan meradang.Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada

abdomen di salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari,

14

kemudian hilang dengan sempurna.Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur

meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore

atau malam.

Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi

(demam).Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari

berlangsung.Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat

bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan

peningkatan suhu tubuh. Umumnya terjadi gangguan pendengaran, lidah tampak kering, nadi

semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap,

pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran,

mengantuk terus menerus, dan mulai kacau jika berkomunikasi.

Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir

minggu.Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik,

gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada

saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak

dari ulkus.Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana septikemia memberat dengan

terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus,

inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.Tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan

nyeri perut.Penderita kemudian mengalami kolaps.Jika denyut nadi sangat meningkat disertai

oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi

usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas, dan kolaps dari nadi yang teraba

denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan.Degenerasi miokardial toksik merupakan

penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini

dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.Pada mereka

yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang

lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek.Kekambuhan

dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada

infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan

mengakibatkan timbulnya relaps.

3.6 Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan

tubuh, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian

pada anak-anak 2,6%, dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%.

15

3.7 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu:

1. Komplikasi intestinal

Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi.

Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:

a.    Perdarahan usus

Dilaporkan dapat terjadi pada 1-10% kasus demam tifoid anak.Bila sedikit hanya

ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.Bila perdarahan banyak terjadi

melena.

b.   Perforasi usus

Dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3%. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah

itu dan terjadi pada bagian distal ileum.Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat

ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan

terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam

keadaan tegak.

c. Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.Ditemukan gejala

abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, defance muskulare, dan nyeri pada penekanan.

(Djoko, 2009)

2. Komplikasi di luar usus (ekstraintestinal)

Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu meningitis,

kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain.Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu

bronkopneumonia.

Komplikasi kardiovaskuler : gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.

Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID, rthritis.

Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis

Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis

Komplikasi ginjal : glumerolunofritis, pielonefritis, perinefritis

Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis

Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik

(Djoko, 2009)

Komplikasi demam tifoid terbagi dalam :

a) Komplikasi intestinal:

Pendarahan usus

16

Perforasi usus

Ileus paralitik

b) Komplikasi ekstraintestinal :

Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (rejatan, sepsis),

miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.

Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau koagulasi

intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis.

Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.

Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.

Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis

perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis, dan sindrom katatonia.

Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi.Komplikasi

lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien

kurang sempurna.

(Mansjoer, arif; Triyanti, kuspuji.:2001)

3.8 Penatalaksanaan

Pemeriksaan laboratotium :

1. Pemeriksaan rutin : walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering

ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.

2. Uji widal : dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap salmonella typhi. Pada uji widal

terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman salmonella typhi dengan antibodi

yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah

untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid

yaitu aglutinin O (dari tubuh kuman), aglutinin H (flagela kuman), dan aglutinin Vi

(simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin H dan O yang

digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya, semakin besar

kemungkinan terinfeksi kuman ini.

3. Kultur darah : hasil biakan darah positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil

megatif tidak menyingkirkan demam tifoid. Karena kemungkinan disebabkan oleh

beberapa hal sebagai berikut : telah mendapat terapi antibiotik, volume darah yang

17

kurang, riwayat vaksinasi, dan saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada

saat aglutinin meningkat.( Sudoyo, aru; Setiyo, hadi; dkk :2006)

Pengobatan :

a) Pemberian antibiotik : untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran

kuman. Antibiotik yang digunakan yaitu kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin,

kotrimoksazol, dan sefalosporin generasi II dan III.

b) Istirahat dan perawatan profesional : bertujuan mencegah komplikasi dan

mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7

hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan

bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasie. Dalam perawatan perlu sekali

dijaga higiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang

dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-

ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang

air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi

urin.

c) Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif) : pertama pasien diberi diet

bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan

pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan

padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan

serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan

mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan

menjaga keseimbangan dan homeostasi, sistem imun akan tetap berfungsi dengan

optimal.

Pada kasus perforasi intestinal dan rejatan septik diperlukan perawatan intensif

dengan nutrisi parental total.Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang

bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan.Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada

rejatan septik.Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan diatas.

(Mansjoer, arif; Triyanti, kuspuji :2001)

Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam tifoid  bertujuan

menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya

komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan

dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, feses dan urine untuk

mencegah penularan.

Nonfarmakologis

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :

Istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian

18

antimikroba.

  Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah

komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat  seperti makan,

minum,mandi, buang air kecil, buang air besar akan mempercepat masa penyembuhan.

Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan

yang dipakai. (Djoko, 2009)

 Diet dan terapi penunjang merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan

penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan

gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Pemberian

bubur saring bertujuan untukk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau

perforasi usus. (Djoko, 2009)

Farmakologis

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai

berikut:

Obat Dosis Rute

First-line Antibiotics Kloramfenikol 500 mg 4x /hari Oral, IV

Trimetofrim -

Sulfametakzol

160/800 mg 2x/hari,  4-20 mg/kg 

bagi 2 dosis

Oral, IV

Ampicillin/

Amoxycillin

1000-2000 mg 4x/hari ; 50-100

mg/kg , bagi 4 dosis

Oral, IV, IM

Second-line

Antibiotics

( Fluoroquinolon)

Norfloxacin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Oral

Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Oral , IV

Ofloxacin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari Oral

Pefloxacin 400 mg/hari selama 7 hari Oral, IV

Fleroxacin 400 mg/hari selama 7 hari Oral

Cephalosporin Ceftriaxon 1-2 gr/hari ; 50-75 mg/kg : dibagi

1-2 dosis selama 7-10 hari

IM, IV

Cefotaxim 1-2 gr/hari, 40-80 mg/hari: dibagi

2-3 dosis selama 14 hari

IM, IV

19

Cefoperazon 1-2 gr 2x/hari 50-100 mg/kg dibagi

2 dosis selama 14 hari

Oral

Antibiotik lainnya Aztreonam 1 gr/ 2-4x/hari ; 50-70 mg/kg IM

Azithromycin 1 gr  1x/hari ; 5-10 mg/kg Oral

(RM. Santillan, 2000)

Persentase pengaruh antibiotik terhadap S.typhi

Antibiotik %

Ceftriaxon 92.6

Kloramfenikol 94.1

Tetrasiklin 100

Trimetoprim- Sulfametoksazol 100

Ciprofloksasin 100

Levofloksasin 100

LO.4. Memahami dan Menjelaskan Antibioti pada Demam typhoid

Golongan Antibiotik: dosis 50-150 mg/kg BB, diberikan selama 2 minggu.

Kotrimoksazol : 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol-80 mg

trimetoprim, diberikan selama dua minggu pula.

4.1 Sefalosporin generasi II dan

Kloramfenikol : dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan

selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis

diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian. Penelitian terakhir

(Nelwan, dkk. Di RSUP Persahabatan), penggunaan kloramfenikol masih

memperlihatkan hasil yang penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat- obat terbaru

dari jenis kuinolon.

Ampisilin/amoksisilin

III. Di sub bagian penyakit tropik dan infeksi FKUI-RSCM, pemberian

sefalosporin berhasil mengatasi demam tifoid dengan baik. Demam pada

umumnya mengalami mereda oada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Regimen

yang dipakai adalah :

20

1) seftriakson 4 g/ hari selama 3 hari

2) norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

3) sifrofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

4) ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari

5) pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari

6) fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

4.2 Farmakodinamik dan Farmakokinetik

Farmakodinamik adalah bagaimana efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta

mekanisme kerjanya di dalam tubuh.

Farmakikinetik adalah bagaimana proses atau nasib obat di dalam tubuh (absorbsi,

distribusi, biotransformasi, dan ekskresi).

4.3 Efek samping

Besarnya efek tergantung pada jumlah reseptor yang terikat obat, jumlah reseptor

terikat tergantung kadar dan dosis obat.

4.4 Kontraindikasi

Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dikhawatirkan

dapat terjadipartus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome pada neonatus.

Tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan pada trimester pertama kehamilan karena

kemungkinan efek tetrogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan.Pada

kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat digunakan.

Demikian juga obat golongan flourokuinolon maupun kotrimoksazol tidak boleh

digunakan untuk mengobati demam tifoid.Obat yang dianjurkan adalah ampisilim,

amoksisilin, dan seftriakson.

KLORAMFENIKOL

Asal dan Kimia

Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air

dan rasanya pahit

OH CH 2OH O

C C N C CCl2

21

RRumus umum molekul

H H H H

Kloramfenikol : R = -NO2

Tiamfenikol : R = -CH 3 SO2

1.1. Farmakodinamik

Efek anti mikroba Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein

kuman. Obat ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan

menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida

tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.

Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi

kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-

kuman tertentu.

Spektrum anti bakteri :

- D.pneumoniae, - S. Pyogenes,

- S.viridans, - Neisseria,

- Haemophillus, - Bacillus spp,

- Listeria, - Bartonella,

- Brucella, - P. Multocida,

- C.diphteria, - Chlamidya,

- Mycoplasma, - Rickettsia,

- Treponema,

(dan kebanyakan kuman anaerob)

Resistensi Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui

inaktivasi obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh

faktor-R (dikendalikan oleh plasmid). Resistensi terhadap

P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan

permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam

sel bakteri.

Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N.

Meningitidis bersifat resisten; S. Aureus umumnya sensitif, sedang

enterobactericeae banyak yang telah resisten.

Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K.

22

Pneumoniae, dan P. Mirabilis,

kebanyakan strain Serratia, Providencia dan Proteus

rettgerii resisten,

kebanyakan strain P. Aeruginosa dan S. Typhi

1.2. Farmakokinetik

1. Pemberian oral kloramfenikol diserap dengan cepat ( dalam

darah 2 jam ) bentuk ester kloramfenikol palmitat atau

stearat ( untuk anak-tidak pahit ) mengalami hidrolisis

dalam usus dan membebaskan kloramfenikol

2. Parenteral (IV) kloramfenikol suksinat dihidrolisis dalam

jaringan dan membebaskan kloramfenikol.

Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam,

pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira

50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini

didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk

jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.

( kloramfenikol ) konjugasi ( pasien

gangguan faal haI-waktu paruh

memanjang ) Dosis dikurangi bila

terdapat gangguan fungsi hepar.

sebagian di reduksi jadi arilamin ( tidak aktif ) 24 jam, 80-

90% kloramfenikol ( secara oral ) diekskresikan ginjal.

kloramfenikol 5-10% aktif diekskresi melalui filtrat

glomerulus  sedangkan metaboltnya dengan sekresi

tubulus.

Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat

atau hidrolisat lain yang tidak aktif.

23

( gagal ginjal ) masa paruh kloramfenikol aktif tidak banyak tidak perlu pengurangan dosis.

Interaksi Kloramfenikol menghambat botransformasi tolbutamid fenitoin,

dikumarol dan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim mikrosom

hepar. Dan toksisitas tinggi bila diberikan bersama kloramfenikol.

Interaksi obat dengan fenobarbital dan rifampisin memperpendek waktu paruh kloramfenikol ( kadar obat menjadi

subterapeutik )

1.3. Farmakoterapi

Demam Tifoid 1. Pengobatan demam tifoid Kloramfenikol diberikan dosis 4

kali 500 mg sehari sampai 2 minggu bebas demam

Bila relaps diatasi dengan memberikan terapi ulang. Untuk

anak-anak diberikan dosis 50-100mg/kg BB/sehari dibagi

dalam beberapa dosis selama 10 hari.

2. Pengobatan tifoid tiamfenikol dengan dosis 50 mg/kg

BBsehari pada minggu pertama lalu diteruskan 1-2 minggu lagi

dengan dosis separuhnya.

Dosis a. Kloramfenikol

Terbagi dalam bentuk sediaan :

Kapsul 250 mg dan 500 mg Dengan cara pakai untuk

dewasa 50 mg/kg BBsehari per oral 3-4 dosis atau 1-2

kapsul 4 kali sehari

Infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi

sampai didapatkan perbaikan klinis.

Salep mata 1 %

Obat tetes mata 0,5 %

Salep kulit 2 %

Obat tetes telinga 1-5 %

b. Kloramfenikol palmitat atau stearat

Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l

24

mengandung Kloramfenikol palmitat atau stearat setara

dengan 125 mg kloramfenikol).

Dosis :

o Bayi prematur : 25mg/kgBB sehari per oral ( 2 dosis )

o Bayi aterm (<2mgg) : 25mg/kgBB per oral ( 4 dosis )

o Bayi aterm (2mgg) : 50mg/kgBB per oral (3-4 dosis )

c. Kloramfenikol natrium suksinat

Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara

dengan 1 g kloramfenikol yang harus dilarutkan dulu dengan

10 ml aquades steril atau dektrose 5 % (mengandung 100

mg/ml).

Dosis : Dewasa dan Anak, 50 mg/kgBB sehari (IV dengan 4

dosis )

d. Tiamfenikol

Terbagi dalam bentuk sediaan :

Kapsul 250 dan 500 mg

Dosis : Dewasa 1-2 g sehari ( 4 dosis )

Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Tiamfenikol 1.5 g

yang setelah dilarutkan mengandung 125 mg/5 ml

Dosis : Anak, 25-50 mg/kgBB sehari ( 4 dosis )

1.4. Efek samping

Reaksi Hematologik Terdapat dalam 2 bentuk :

1. Reaksi toksik depresi sumsum tulang belakang.

Berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila

pengobatan dihentikan.

o Kelainan darah anemia, retikulositopenia, peningkatan

serum iron, dan iron binding capacity serta vakuolisasi

seri eritrosit muda. ( terlihat bila kadar kloramfenikol

dalam serum melampaui 25 µg/ml )

2. Anemia aplastik dengan pansitopenia tidak tergantung dari

dosis atau lama pengobatan. Insiden 1: 24000 – 50000.

25

efek diduga idiosinkrasi dan mungkin disebabkan oleh

kelainan genetik.

Kloramfenikol dapat menimbulkan hemolisis pada pasien

defisiens enzim G6PD bentuk mediteranean.

Timbulnya nyeri tenggorok dan infeksi baru selama

pemberian kloramfenikol menunjukkan adanya

kemungkinan leukopeni.

Reaksi Saluran Cerna Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare, dan

enterokolitis

Sindromm Gray Pada neonatus, terutama pada bayi prematur dosis tinggi

(200mg/kg BB) sindrom Gray

Bayi muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dan

tidak teratur, perut kembung, sianosis, dan diare tinja

berwarna hijau

Tubuh bayi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi

pula hipotermi kematian ( 40% )

Efek toksik disebabkan :

(1) sistem konjugasi oleh enzim glukoronil transferase

belum sempurna

(2) kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat

diekskresi dengan baik oleh ginjal.

Mengurangi efek samping dosis kloramfenikol untuk

bayi (<1bln ) tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB sehari.

Setelah ini dosis 50 mgKg/BB tidak menimbulkan efek

samping.

Reaksi Neurologik Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit

kepala.

1.5. Kontraindikasi

26

o Tidak dianjurkan penggunaan untuk wanita hamil dan

menyusui

o Pada pemakaian jangka panjang perlu dilakukan

pemeriksaan hematologi secara berkala.

o Perlu dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan

timbulnya superinfeksi oleh bakteri dan jamur.

o Hati-hati bila dipergunakan pada penderita dengan

gangguan fungsi ginjal dan hati

o Bayi yang lahir prematur dan bayi baru lahir (2 minggu

pertama).

o Tidak untuk pencegahan infeksi, pengobatan influenza,

batuk dan pilek.

o Penderita yang hipersensitif terhadap kloramfenikol

AMOXYCILIN

1. Farmakokinetik

Amoxicillin (alpha-amino-p-hydoxy-benzyl-penicillin) adalah derivat dari 6

aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas yang mempunyai

daya kerja bakterisida.Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram positif maupun

bakterigram negatif.

Bakteri gram positif: Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridan,

Streptococcus faecalis, Diplococcus pnemoniae, Corynebacterium sp, Staphylococcus

aureus, Clostridium sp, Bacillus anthracis. Bakteri gram negatif: Neisseira

gonorrhoeae, Neisseriameningitidis, Haemophillus influenzae, Bordetella pertussis,

Escherichia coli, Salmonella sp, Proteus mirabillis, Brucella sp. 

2. Farmakodinamik

Amoxicillin diserap secara baik sekali oleh saluran pencernaan.

Kadar bermakna didalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian per-oral. Kadar

puncak didalam serum darah 5,3 mg/ml dicapai 1,5-2 jam setelah pemberian per-oral.

Kurang lebih 60% pemberian per-oral akan diekskresikan melalui urin dalam 6 jam.

3. Indikasi

Infeksi saluran pernafasan atas: Tonsillitis, pharyngitis (kecuali pharyngitis

gonorrhoae), Sinusitis, laryngitis, otitis media.

27

Infeksi saluran pernafasan bawah: Acute dan chronic bronchitis, bronchiectasis,

pneumonia.

Infeksi saluran kemih dan kelamin: gonorrhoeae yang tidak terkomplikasi,

cystitis, pyelonephritis.

Infeksi kulit dan selapu lendir: Cellulitis, wounds, carbuncles, furunculosis.

4. Kontraindikasi

Keadaan peka terhadap penicillin. 

5. Efek samping

Diare, gangguan tidur, rasa terbakar di dada, mual, gatal, muntah, gelisah, nyeri perut,

perdarahan dan reaksi alergi lainnya.

FLOROKUINOLON

1. Farmakokinetik

• Fluorokuinolon diserap lebih baik melalui saluran cerna.

• Bioavailablitasnya pada pemberian oral sama dengan pemberian parenteral.

Fluorokuinolon hanya sedikit terikat dengan protein.

• Golongan obat ini hanya didistribusi dengan baik pada berbagai organ.

• Golongan obat ini mampu mencapai kadar tinggi dalam jaringan prostat dan masa

paruh eliminasinya panjang sehingga obat cukup diberikan 2 kali sehari.

• Kebanyakan fluorokuinolon dimetabolisme di hati dan di ekskresikan melalui ginjal.

Daya antibakteri fluirokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan kuinolon lama.Selain itu

diserap dengan baik pada pemberian oral, dan beberapa derivatnya parenteral sehingga dapat

digunakan untuk infeksi berat khususnya yang disebabkan oleh kuman gram-negatif.Daya

antibakterinya terhadap kuman gram-positif relatif lemah.Yang termasuk golongan ini ialah

siprofloksasin, pefloksasin, ofloksasin, norfloksasin, enoksasin, levofloksasin, fleroksasin,

dll.Terdapat golongan kuinolon baru yaitu moksifloksasin, gatifloksasin, dan gemifloksasin.

2. Mekanisme kerja

28

Fluorokuinolon bekerja dengan mekanisme yang sama dengan kelompok kuinolon

terdahulu. Fluorokuinolon baru menghambat topoisomerase II (=DNA Girase) dan IV pada

kuman.

3. Resistensi

Mekanisme resistensi melalui plasmid tidak dijumpai pada golongan kuinolon, namun

resistensi terhadap kuinolon dapat terjadi melalui 3 mekanisme yaitu:

Mutasi gen gyr A yang menyebabkan subunit A dari DNA girase kuman

berubah sehingga tidak dapat diduduki molekul obat lagi

Perubahan pada permukaan sel kuman yang mempersulit penetrasi obat ke

dalam sel c.Peningkatan mekanisme pemompaan obat keluar sel (efflux)

4. Indikasi

Fluorokuinolon digunakan untuk indikasi yang jauh lebih luas antara lain:

• Infeksi Saluran Kemih (ISK): Fluorokuinolon efektif untuk ISK dengan atau tanpa

penyulit. Siprofloksasin, norfloksasin, dan ofloksasin dapat mencapai kadar yang cukup

tinggi di jaringan prostat dan dapat digunakan untuk terapi prostatitis bakterial akut

maupun kronik.

• Infeksi Saluran Cerna: Fluorokuinolon juga efektif untuk diare yang disebabkan oleh

Shigella, Salmonella, E.coli dan Campylobacter. Siprofloksasin dan ofloksasin

mempunyai efektivitas yang baik terhadap demam tifoid.

• Infeksi Saluran Napas (ISN): Secara umum efektivitas flurokuinolon generasi pertama

untuk infeksi bakterial saluran napas bawah adalah cukup baik. Namun perlu diperhatikan

bahwa kuman S.pneumoniae dan S.aureus yang sering menjadi penyebab ISN kurang

peka terhadap golongan obat ini.

• Penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual : Siprofloksasin oral dan

levofloksasin oral merupakan obat pilihan utama disamping seftriakson dan sefiksim

untuk pengobatan uretris dan servitis oleh gonokokus.

• Infeksi tulang dan sendi : Siprofloksasin oral yang diberikan selama 4-6 minggu efektif

untuk mengatasi infeksi pada tulang dan sendi yang disebabkan oleh kuman yang peka.

• Infeksi kulit dan jaringan lunak: Fluorokuinolon oraal mempunyai efektivitas sebanding

dengan sefalosporin parenteral generasi ketiga untuk pengobatan infeksi berat pada kulit

atau jaringan lunak.

29

5. Efek samping

Beberapa efek samping yang dihubungkan dengan penggunaan obat ini ialah:

Saluran cerna : Paling sering timbul pada penggunan golongan kuinolon dan

bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, dan rasa tidak enak di perut.

Susunan saraf pusat : Yang paling sering dijumpai ialah sakit kepala dan

pusing.

Bentuk yang jarang timbul ialah halusinasi, kejang dan delirium.

Kardiototoksitas : Beberpa fluorokuinolon antara lain sparfloksasin dan

grepafloksasin (kedua obat ini sekarang tidak dipasarkan lagi) dapat

memperpanjang interval QTc (corrected QT interval).

Lain-lain: Golongan kuinolon hingga sekarang tidak diindikasikan untuk anak

(sampai 18 tahun) dan wanita hamil karena data dari penelitian hewan

menunjukkan bahwa golongan ini dapat menimbulkan kerusakan sendi.

6. Interaksi obat

Golongan kuinolon dan fluorokuinolon berinteraksi dengan beberapa obat,

misalnya:

Antasid dan preparat besi (Fe)

Teofilin

Obat-obat yang memperpanjang interval QTc

(Setiabudy, Rianto. 2009)

SEFALOSPORIN GOLONGAN KETIGA

Sefalosporin golongan ketiga umumnya kurang aktif dibandingkan dengan generasi

pertama terhadap kokus Gram-positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae,

termasuk strain penghasil penisilinase. Seftazidim dan sefoperazon aktif terhadap P.

Aeruginosa.Hingga saat ini sefalosproin generasi ketiga yang terbukti efektif untuk

demam tifoid adalah seftriakson. (Widodo D. 2009)

1. Farmakokinetik

Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya sefuroksim, seftriakson, sefepim,

sefotaksim dan seftizoksim mencapai kadar yang tinggi di cairan serebrospinal (CSS),

sehingga dapat bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Selain itu sefalosporin

30

juga melewati sawar darah uri, mencapai kadar tinggi di cairan sinovial dan cairan

perikardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga di cairan mata

relatif tinggi, tetapi tidak mencapai vitreus. Kadar sefalosporin dalam empedu umumnya

tinggi, terutama sefoperazon.

Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal, dengan proses

sekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu. Karena

itu dosis sefalosporin umumnya harus dikurangi pada pasien insufisiensi ginjal.Probenesid

mengurangi ekskresi sefalosporin, kecuali moksalaktam dan beberapa lainnya.Sefalotin,

sefapirin dan sefotaksim mengalami deasetilasi; metabolit yang aktivitas antimikrobanya

lebih rendah juga diekskresi melalui ginjal.

2. Efek samping

Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi, gejalanya mirip dengan

reaksi alergi yang ditimbulkan oleh penisilin.Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan

spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi.Reaksi silang umumnya terjadi pada pasien

dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi penisilin ringan atau sedang

kemungkinannya kecil.Dengan demikian pada pasien dengan alergi penisilin berat, tidak

dianjurkan penggunaan sefalosporin atau kalau sangat diperlukan harus diawasi dengan

sungguh-sungguh.Reaksi Coombs sering timbul pada penggunaan sefalosporin dosis

tinggi.Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia dapat timbul meskipun jarang.

Sefalosporin bersifat nefrotoksik, meskipun jauh lebih ringan dibandingkan

aminoglikosida dan polimiksin.Nekrosis ginjal dapat terjadi pada pemberian sefaloridin 4

g/hari (obat ini tidak beredar di Indonesia). Sefalosporin lain pada dosis terapi jauh kurang

toksik dibandingkan dengan sefaloridin. Kombinasi sefalosporin dengan gentamisin atau

tobramisin mempermudah terjadinya nefrotoksisitas.Diare dapat timbul terutama pada

pemberian sefoperazon, mungkin karena ekskresinya terutama melalui empedu, sehingga

mengganggu flora normal usus.Selain itu dapat terjadi perdarahan hebat karena

hipoprotrombinemia, dan/atau disfungsi trombosit, khususnya pada pemberian moksalaktam.

3. Indikasi

Sefalosporin generasi ketiga tunggal atau dalam kombinasi dengan aminoglikosida

merupakan obat pilihan utama untuk infeksi berat oleh Klebsiella, Enterobacter, Proteus,

Provedencia, Serratia dan Haemophillus spesies.Seftriakson dewasa ini merupakan obat

pilihan untuk semua bentuk gonore dan infeksi berat penyakit Lyme.(Istiantoro YH & Gan

VHS. 2009)

31

NORFLOXACIN

Farmakokinetik: Infeksi saluran kemih akut tidak berkomplikasi, infeksi saluran kemih

berkomplikasi, infeksi saluran pencernaan, gonore akut tidak berkomplikasi.

Kontraindikasi: Hipersensitifitas, Insufisiensi ginjal berat.

Perhatian:

Hamil & menyusui.

Anak-anak yang belum puber.

Diketahui atau diduga lesi susunan saraf pusat.

Interaksi obat :

Probenesid.

Bisa meningkatkan kadar Teofilin.

Sukralfat dan antasida bisa mengganggu absorpsi Norfloksasin.

Efeksamping :

Efek saluran pencernaan, manifestasi kulit & neuropsikiatrik.

Indeks keamanan pada wanita hamil :

Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin ( teratogenik atau embriosidal

atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian pada

wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya keuntungan

potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.

Kemasan :

Tablet salut selaput 400 mg x 3 x 10 biji.

Dosis:

Infeksi saluran kemih akut tidak berkomplikasi : 2 kali sehari 200 mg.

Infeksi saluran kemih berkomplikasi : 2 kali sehari 400 mg.

Infeksi saluran pencernaan : 2-3 kali sehari 400 mg.

Gonore akut tidak berkomplikasi : 2 kali sehari 600 mg atau 800 mg dalam dosis tunggal.

Penyajian

Dikonsumsi pada perut kosong (1 atau 2 jam sebelum/sesudah makan)

CEFTRIAXONE

1.Farmakodinamik

32

Ceftriaxone adalah golongan cefalosporin dengan spektrum luas, yang membunuh

bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri.Ceftriaxone secara relatif mempunyai

waktu paruh yang panjang dan diberikan dengan injeksi dalam bentuk garam sodium.

2.Farmakokinetik

Ceftriaxone secara cepat terdifusi kedalam cairan jaringan, diekskresikan dalam

bentuk aktif yang tidak berubah oleh ginjal (60%) dan hati (40%).Setelah pemakaian 1 g,

konsentrasi aktif secara cepat terdapat dalam urin dan empedu dan hal ini berlangsung lama,

kira-kira 12-24 jam.Rata-rata waktu paruh eliminasi plasma adalah 8 jam. Waktu paruh pada

bayi dan anak-anak adalah 6,5 dan 12,5 jam pada pasien dengan umur lebih dari 70 tahun.

Jika fungsi ginjal terganggu, eliminasi biliari terhadap Ceftriaxone meningkat.

3.Indikasi

• Sepsis

• Meningitis

• Infeksi abdominal

• Infeksi tulang, persendian, jaringan lunak, kulit, dan luka-luka

• Pencegah infeksi prabedah

• Infeksi dengan pasien gangguan mekanisme daya tahan tubuh

• Infeksi ginjal dan saluran kemih

• Infeksi saluran pernafasan

• Infeksi kelamin termasuk gonorrhea

4..Kontra Indikasi

Hipersensitif terhadap Cefalosporin

Hipersensitif terhadap penisilin/antibiotika β-lactam

5.Dosis

Dewasa dan anak-anak > 12 tahun: 1x12 g, setiap 24 jam

Pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 4 g (1x sehari)

AZITROMISIN

1.Farmakologi

Azitromisin adalah antibiotik golongan makrolida pertama yang termasuk dalam kelas

azalide.Azitromisin diturunkan dari eritromisin dengan menambahkan suatu atom nitrogen ke

cincin lakton eritromisin A. Pemberian azitromisin secara oral diserap secara cepat dan

segera didistribusi ke seluruh tubuh. Distribusi azitromisin yang cepat ke dalam jaringan dan

konsentrasi yang tinggi dalam sel mengakibatkan kadar azitromisin dalam jaringan lebih

33

tinggi dari plasma atau serum. Sebuah studi memperlihatkan bahwa makanan meningkatkan

kadar maksimum (Cmax ) hingga 23% tapi tidak ada perubahan pada nilai AUC.

2.Mikrobiologi

Azitromisin beraksi menghambat sintesis protein mikroorganisme dengan mengikat

ribosom subunit 50S. Azitromisin tidak mengusik pembentukan asam nukleat.Azitromisin

aktif terhadap mikroorganisme berikut berdasarkan in vitro dan infeksi klinis.

Bakteri aerob gram positif :Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Streptococcus

pneumoniae, dan Streptococcus pyogenes.

Bakteri aerob gram negatif :Haemophilus ducreyi, Haemophilus influenzae, Moraxella

catarrhalis, dan Neisseria gonorrhoeae.

Mikroorganisme lainnya :Chlamydia pneumoniae, Chlamydia trachomatis, dan Mycoplasma

pneumoniae.

Azitromisin memperlihatkan resistensi silang dengan galur gram positif resisten

eritromisin.Sebagian besar galur Enterococcus faecalis dan methicillin-resistant

staphylococci resisten terhadap azitromisin.

3.Indikasi

Infeksi saluran napas bawah dan atas, kulit, dan penyakit hubungan seksual.

4.Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap azitromisin atau makrolida lainnya.

5.Dosis& Cara PemberianDewasa dan lansia : 500 mg per hari selama 3 hari

Anak > 6 bulan : dosis tunggal 10 mg/kg selama 3 hari.

6.Efek samping :

Mual, rasa tidak nyaman di perut, muntah, kembung, diare, gangguan pendengaran, nefritis

interstisial, gangguan ginjal akut, fungsi hati abnormal, pusing/vertigo, kejang, sakit kepala,

dan somnolen.

7.Interaksi

Antasid yang mengandung aluminium dan magnesium mengurangi kadar puncak plasma

(rate of absorption) azitromisin, namun nilai AUC (extent of absorption) tak

berubah.Azitromisin mengurangi klirens triazolam sehingga meningkatkan efek

farmakologinya.

34

Daftar Pustaka

C. A, Dinarello and J.A Gelfand. 2005. Fever and Hyperthermia. New York: Mcgraw Hill.

Departemen Farmakologi dan Teurapeutik Fakultas Kedokteran Indonesia.2012.Farmakologi

dan Terapi.Jakarta:Badan Penerbit FKUI.

Jawetz,Ernest,et all. 1996.Mikrobiologi Kedokteran.Edisi20.Jakarta:EGC.

Kaye, Elaine T and Kaye, Kanneth M. 2001. Fever and Rash: In Harrison’s Principles of

Internal Medicine. New York: Mcgraw Hill.

Mansjoer, arif; Triyanti, kuspuji; dll. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media

Aesculapius.

Muscari, mary E. 2005. Keperawatan pediatrik.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

35

Sudoyo, aru; Setiyo, hadi; dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis. Jakarta : Erlangga

http://www.dechacare.comdiakses pada Kamis, 27 Maret 2013

www.indofarma.co.id diakses pada Kamis, 27 Maret 2013

http://www.kesehatanmasyarakat.info/?p=476 diakses pada Jumat, 28 Maret 2013

http://itd.unair.ac.id/files/pdf/protocol1/Salmonella%20sp.pdf diakses pada Jumat, 28 Maret

2013

36