wounds

5
Oksigen Hiperbarik: Terapi Percepatan Penyembuhan Luka Adityo Wibowo Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Terapi oksigen hiperbarik adalah penggunaan 100% oksigen pada tekanan yang lebih besar dari tekanan atmosfer. Terapi ini telah digunakan sebagai terapi tambahan untuk mempercepat penyembuhan luka. Penyembuhan luka pada dasarnya memiliki tiga mekanisme, yaitu kontraksi, epitelialisasi, dan pertumbuhan jaringan pengikat. Perawatan luka yang baik melibatkan kondisi pasien secara lokal maupun sistemik terkait dengan penyembuhan luka sejak proses awal. Oksigen harus ada dalam jumlah yang memadai agar merangsang perkembangan fibroblas dan produksi kolagen. [JuKe Unila 2015; 5(9):124-128] Kata kunci: mekanisme kerja, penyembuhan luka, terapi oksigen hiperbarik Hyperbaric Oxygen Therapy: Wound Healing Acceleration Therapy Abstract Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) is the use of 100% oxygen at pressures greater than atmospheric pressure. HBOT has been successfully used as adjunctive therapy for enhancing the wound healing. wound healing has three mechanisms, which are contraction, epithelialization, and connective tissue deposition. Successful wound care involves patient local and systemic conditions in conjunction with an ideal wound healing environment early in the repair of wounds. Oxygen must be present in sufficient quantities In order to promote fibroblast proliferation and the production of collagen. [JuKe Unila 2015; 5(9):124-128] Keywords: hyperbaric oxygen therapy, mechanism of action, wound healing Korespondensi: dr. Adityo Wibowo, alamat alamat Jl. Soemantri Brodjonegoro No. 1, HP 085269410011, e-mail [email protected] Pendahuluan Penyembuhan luka menjadi subjek penelitian yang menarik bagi para ahli. Walaupun fisiologi dari penyembuhan luka itu sendiri sudah banyak diketahui, masih ada beberapa perdebatan mengenai fase apa yang paling menentukan keberhasilan penyembuhan luka. Dalam hal ini para ahli menemukan berbagai metode untuk merangsang percepatan proses penyembuhan luka yang salah satunya dengan menggunakan metode oksigen hiperbarik. 1 Terapi oksigen hiperbarik adalah penggunaan 100% oksigen pada tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Pasien akan menghirup 100% oksigen secara bertahap bersamaan dengan peningkatan tekanan kamar terapi menjadi lebih dari 1 atmosfer absolut (ATA). Dasar dari terapi hiperbarik sedikit banyak mengandung prinsip fisika. Teori Toricelli yang mendasari terapi ini, digunakan untuk menentukan tekanan udara 1 atm adalah 760 mmHg. Dalam tekanan udara tersebut, komposisi unsur-unsur udara yang terkandung di dalamnya mengandung nitrogen (N 2 ) 79% dan oksigen (O 2 ) 21%. Dalam pernafasan kita pun demikian. Pada terapi hiperbarik, oksigen ruangan yang disediakan mengandung oksigen 100%. Terapi hiperbarik juga berdasarkan teori fisika dasar dari hukum- hukum Dalton, Boyle, Charles, dan Henry. 1 Terapi oksigen hiperbarik pertama kali digunakan oleh Behnke pada tahun 1930 untuk menghilangkan simptom penyakit dekompresi (Caisson’s disease) setelah menyelam. Penyakit dekompresi adalah penyakit yang terjadi karena perubahan tekanan, misalnya saat menyelam atau naik pesawat terbang, yakni terjadi pelepasan dan mengembangnya gelembung gas dalam organ. Jika kita kembali ke tekanan awal, maka akan terjadi perubahan tekanan yang dapat menganggu fungsi beberapa organ tubuh/penyakit dekompresi. Pemakaian oksigen hiperbarik juga dikembangkan sebagai komplemen terhadap efek radiasi pada perawatan kanker oleh Churchill Davidson pada tahun 1950, selain sebagai perawatan penunjang selama pembedahan jantung, perawatan gas gangren klostridial, dan perawatan terhadap keracunan karbon monoksida. 1,2

Upload: aidil

Post on 12-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

wounds

TRANSCRIPT

Page 1: wounds

Oksigen Hiperbarik: Terapi Percepatan Penyembuhan Luka

Adityo Wibowo

Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Terapi oksigen hiperbarik adalah penggunaan 100% oksigen pada tekanan yang lebih besar dari tekanan atmosfer. Terapi ini

telah digunakan sebagai terapi tambahan untuk mempercepat penyembuhan luka. Penyembuhan luka pada dasarnya

memiliki tiga mekanisme, yaitu kontraksi, epitelialisasi, dan pertumbuhan jaringan pengikat. Perawatan luka yang baik

melibatkan kondisi pasien secara lokal maupun sistemik terkait dengan penyembuhan luka sejak proses awal. Oksigen harus

ada dalam jumlah yang memadai agar merangsang perkembangan fibroblas dan produksi kolagen. [JuKe Unila 2015;

5(9):124-128]

Kata kunci: mekanisme kerja, penyembuhan luka, terapi oksigen hiperbarik

Hyperbaric Oxygen Therapy: Wound Healing Acceleration Therapy

Abstract

Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) is the use of 100% oxygen at pressures greater than atmospheric pressure. HBOT has

been successfully used as adjunctive therapy for enhancing the wound healing. wound healing has three mechanisms,

which are contraction, epithelialization, and connective tissue deposition. Successful wound care involves patient local and

systemic conditions in conjunction with an ideal wound healing environment early in the repair of wounds. Oxygen must be

present in sufficient quantities In order to promote fibroblast proliferation and the production of collagen. [JuKe Unila

2015; 5(9):124-128]

Keywords: hyperbaric oxygen therapy, mechanism of action, wound healing

Korespondensi: dr. Adityo Wibowo, alamat alamat Jl. Soemantri Brodjonegoro No. 1, HP 085269410011, e-mail

[email protected]

Pendahuluan

Penyembuhan luka menjadi subjek

penelitian yang menarik bagi para ahli.

Walaupun fisiologi dari penyembuhan luka itu

sendiri sudah banyak diketahui, masih ada

beberapa perdebatan mengenai fase apa yang

paling menentukan keberhasilan

penyembuhan luka. Dalam hal ini para ahli

menemukan berbagai metode untuk

merangsang percepatan proses penyembuhan

luka yang salah satunya dengan menggunakan

metode oksigen hiperbarik.1

Terapi oksigen hiperbarik adalah

penggunaan 100% oksigen pada tekanan yang

lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Pasien akan

menghirup 100% oksigen secara bertahap

bersamaan dengan peningkatan tekanan

kamar terapi menjadi lebih dari 1 atmosfer

absolut (ATA). Dasar dari terapi hiperbarik

sedikit banyak mengandung prinsip fisika. Teori

Toricelli yang mendasari terapi ini, digunakan

untuk menentukan tekanan udara 1 atm

adalah 760 mmHg. Dalam tekanan udara

tersebut, komposisi unsur-unsur udara yang

terkandung di dalamnya mengandung nitrogen

(N2) 79% dan oksigen (O2) 21%. Dalam

pernafasan kita pun demikian. Pada terapi

hiperbarik, oksigen ruangan yang disediakan

mengandung oksigen 100%. Terapi hiperbarik

juga berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-

hukum Dalton, Boyle, Charles, dan Henry.1

Terapi oksigen hiperbarik pertama kali

digunakan oleh Behnke pada tahun 1930 untuk

menghilangkan simptom penyakit dekompresi

(Caisson’s disease) setelah menyelam. Penyakit

dekompresi adalah penyakit yang terjadi

karena perubahan tekanan, misalnya saat

menyelam atau naik pesawat terbang, yakni

terjadi pelepasan dan mengembangnya

gelembung gas dalam organ. Jika kita kembali

ke tekanan awal, maka akan terjadi perubahan

tekanan yang dapat menganggu fungsi

beberapa organ tubuh/penyakit dekompresi.

Pemakaian oksigen hiperbarik juga

dikembangkan sebagai komplemen terhadap

efek radiasi pada perawatan kanker oleh

Churchill Davidson pada tahun 1950, selain

sebagai perawatan penunjang selama

pembedahan jantung, perawatan gas gangren

klostridial, dan perawatan terhadap keracunan

karbon monoksida.1,2

Page 2: wounds

Adityo Wibowo | Oksigen Hiperbarik: Terapi Percepatan Penyembuhan Luka

Juke Unila | Volume 5 | Nomor 9 | Maret 2015 | 125

Oksigen hiperbarik mulai dikenal untuk

menunjang penyembuhan luka pada tahun

1965 pada korban luka akibat ledakan pada

tambang minyak dengan keracunan karbon

monoksida.1,2

Isi

Terapi oksigen hiperbarik dilakukan pada

suatu ruang hiperbarik (hyperbaric chambers)

yang dibedakan menjadi 2, yaitu multiplace

dan monoplace. Multiplace dapat digunakan

untuk beberapa penderita pada waktu yang

bersamaan dengan bantuan masker tiap

pasiennya, sedangkan pada monoplace

digunakan untuk pengobatan satu orang

pasien saja. Pasien dalam suatu ruangan

menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau

pada tekanan barometer tinggi (hyperbaric

chamber). Kondisi kamar terapi harus memiliki

tekanan udara yang lebih besar dibandingkan

dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1

ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang

pada waktu menyelam atau di dalam ruang

udara yang bertekanan tinggi yang dirancang

baik untuk kasus penyelaman maupun

pengobatan penyakit klinis. Tekanan atmosfer

pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap

penurunan kedalaman 33 kaki, tekanan akan

naik 1 atm. Tiap terapi diberikan selama 2 atau

3 ATA, menghasilkan 6 ml oksigen terlarut

dalam 100ml plasma, dan durasi rata-rata

terapi sekitar 60-90 menit. Jumlah terapi

bergantung dari jenis penyakit. Untuk yang

akut sekitar 3-5 kali dan untuk kasus kronik

bisa mencapai 50-60 kali. Dosis yang digunakan

pada perawatan tidak boleh lebih dari 3 ATA

karena tidak aman untuk pasien selain

berkaitan dengan lamanya perawatan yang

dibutuhkan, juga dikatakan bahwa tekanan di

atas 2,5 ATA mempunyai efek imunosupresif.1-3

Prinsip kerjanya diawali dengan

pemberian oksigen 100% tekanan 2-3 atm.

Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan

pengobatan decompression sickness. Kondisi ini

akan memicu meningkatnya fibroblas dan

angiogenesis yang menyebabkan

neovaskularisasi jaringan luka, sintesis kolagen,

dan peningkatan efek fagositik leukosit.

Kemudian akan terjadi peningkatan dan

perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas

kapiler meningkat sehingga daerah yang

mengalami iskemia akan mengalami reperfusi.

Sebagai respon, akan terjadi peningkatan nitrit

oksida (NO) hingga 4-5 kali dengan diiringi

pemberian oksigen hiperbarik 2-3 ATA selama

2 jam. Pada sel endotel ini, oksigen juga

meningkatkan intermediet vascular endothelial

growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs akan

terjadi peningkatan nikotinamid adenin

dinukleotida hidrogen (NADH) yang memicu

peningkatan fibroblas. Fibroblas diperlukan

untuk sintesis proteoglikan dan bersama

dengan VEGF akan memacu sintesis kolagen

pada proses remodelling, salah satu tahapan

dalam penyembuhan luka. Oksigen penting

dalam hidroksilasi lisin dan prolin selama

proses sintesis kolagen dan untuk penyatuan

dan pematangan kolagen. Kekurangan oksigen

dalam jumlah yang signifikan akan

menyebabkan gangguan sintesis kolagen.1,3-5

Pada bagian luka juga terdapat bagian

tubuh yang mengalami edema dan infeksi. Di

bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam

jumlah yang besar. Daerah edema ini

mengalami kondisi hipooksigenasi karena

hipoperfusi. Peningkatan fibroblas

sebagaimana telah disinggung sebelumnya

akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada

daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah

luka tersebut menjadi hipervaskular,

hiperseluler, dan hiperoksia. Dengan

pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi

peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF. IFN- γ

menyebabkan TH-1 meningkat yang

berpengaruh pada sel β sehingga terjadi

pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G,

efek fagositosis leukosit juga akan meningkat.

Oksigen hiperbarik meningkatkan

pembentukan radikal bebas oksigen, kemudian

mengoksidasi protein dan lipid membran

bakteri, menghancurkan DNA, dan

menghambat fungsi metabolik bakteri. Enzim

superoksid dismutase, katalase, glutation, dan

glutation reduktase menyebabkan

penghambatan pembentukan radikal bebas

oksigen sampai nantinya kadar oksigen

melebihi kadar konsentrasi enzim-enzim

tersebut. Sehingga pada akhirnya, oksigen akan

mengaktifkan peroksidase yang akan

menghancurkan bakteri.1-3,5

Penggunaan oksigen hiperbarik ini

memiliki keunggulan dan kelemahan yang telah

diteliti sebelumnya. Sebagai indikasi terapi

oksigen, antara lain emboli gas, sindrom

dekompresi, keracunan karbon monoksida dan

asap, insufisiensi arteri, terapi pencangkokan

kulit, penyakit iskemia akibat trauma, abses

intrakranial, nekrosis jaringan lunak akibat

Page 3: wounds

Adityo Wibowo | Oksigen Hiperbarik: Terapi Percepatan Penyembuhan Luka

Juke Unila | Volume 5 | Nomor 9 | Maret 2015 | 126

infeksi, kerusakan jaringan karena radiasi, dan

luka bakar.1

Kontraindikasi yang muncul pada terapi

oksigenasi hiperbarik adalah pada kasus asma,

penyakit paru obstruksi kronis (PPOK),

klaustrofobia, penggunaan kemoterapi pada

keganasan paru, kehamilan, demam tinggi,

kejang, infeksi saluran pernafasan, dan

gangguan tuba eustachius. Tetapi tentunya jika

kontraindikasi ini bisa ditatalaksana terlebih

dahulu, maka terapi oksigenasi sudah bisa

dilakukan.5

Penggunaan oksigen hiperbarik dalam

terapi, antara lain luka akibat insufisiensi

vaskuler, luka akibat trauma, luka akibat

radiasi, dan luka bakar. Luka akibat insufisiensi

vaskuler bermanifestasi pada luka yang sulit

sembuh, contohnya pada ulkus diabetes

melitus. Secara khusus, penyakit ini terjadi

karena hipoksia organ yang menyebabkan

nekrosis jaringan yang masif. Mekanisme kerja

terapi oksigen hiperbarik pada kasus ini adalah

dengan merangsang angiogenesis melalui

mekanisme multifaktorial.1,3,6

Mekanisme utamanya adalah dengan

proliferasi fibroblas dan sintesis kolagen untuk

angiogenesis. Efek berikutnya adalah sebagai

antimikroba baik secara langsung maupun

secara tidak langsung. Luka yang sulit menutup

termasuk diantaranya ulkus kaki diabetes,

ulkus karena insufisiensi arteri dan vena,

utamanya pada daerah ekstremitas bawah.

Pada kasus ini, terapi oksigen hiperbarik akan

menstimulasi faktor pertumbuhan seperti

VEGF untuk merangsang neovaskularisasi pada

daerah yang nekrosis atau tertutup edema.2,3,6

Terapi oksigen hiperbarik digunakan

bersamaan dengan debridemen luka,

penutupan luka, dan kontrol kadar gula darah,

serta pemberian antibiotik secara tepat

sasaran. Pada pasien yang sedang mendapat

terapi dapat dikontrol dengan menggunakan

alat transkutaneus oksimetri untuk

pemantauan kadar oksigen dalam darah dan

jaringan.1-4,7

Sedangkan pada luka akibat trauma

kasus yang sering ditemukan pada luka trauma

adalah trauma akibat kecelakaan dan sindroma

kompartemen. Penggunaan oksigen hiperbarik

dapat membantu dalam terapi trauma jenis ini

dengan empat mekanisme, yaitu

hiperoksigenasi, vasokonstriksi, memperbaiki

perfusi, dan menyembuhkan pasien. Oksigen

hiperbarik diketahui juga dapat menurunkan

aktivasi neutrofil, mencegah timbulnya bekas

luka, serta mencegah timbulnya radikal bebas

yang mengganggu perfusi luka. Penanganan

dengan menggunakan oksigen hiperbarik juga

harus disertai dengan penanganan awal

berdasarkan kegawatdaruratan. Dokter juga

penting untuk melakukan manajemen syok dan

intervensi bedah baik untuk jaringan lunak

maupun tulang. Setelah pasien stabil, ada

baiknya untuk segera melakukan terapi

oksigenasi secepat mungkin untuk mencegah

nekrosis iskemia yang luas, memperkecil

kemungkinan untuk amputasi, menghilangkan

edema, dan memperbaiki perfusi jaringan.4,7

Fraktur terbuka yang telah

diklasifikasikan oleh Gustilo, dijadikan sebagai

acuan penilaian objektif untuk menentukan

apakah suatu fraktur dengan luka terbuka

dapat diterapi dengan oksigen hiperbarik atau

tidak. Pada kasus dengan pasien yang dalam

keadaan baik, terapi bisa dikerjakan pada kasus

dengan derajat II, namun untuk kasus yang

berisiko, maka lebih baik jika dilakukan pada

keadaan fraktur derajat IIIB dan IIIC. Terapi

oksigen bisa dilakukan secepatnya ketika

pasien sudah dalam keadaan yang stabil,

idealnya 4-6 jam sejak terjadinya trauma.

Terapi dapat dimulai dengan dosis 2-2,5 ATA

selama 60-90 menit. Selama 2-3 hari

berikutnya, terapi dilakukan 3 kali per hari,

kemudian diturunkan menjadi dua kali sehari

untuk 3 hari berikutnya, dan sekali per hari

untuk 3 hari terakhir. Penelitian di Inggris

menyatakan bahwa terapi dengan oksigen

hiperbarik dapat mencegah cedera lebih lanjut

akibat trauma dan menurunkan jumlah

pembedahan yang harus dijalani jika

dibandingkan dengan jenis cedera yang sama

tanpa dibarengi dengan terapi oksigenasi. 4,7-10

Kasus ke tiga sebagai efek dari cedera

akibat radiasi akan terjadi keterbatasan fungsi

fisiologi dan anatomi jaringan normal.

Karakteristik luka yang muncul kebanyakan

hiposeluler, hipovaskuler, dan hipoksia akibat

endateritis oklusif. Oksigen hiperbarik

merangsang angiogenesis dan hiperoksigenasi

pada jaringan yang terkena radiasi.

Meningkatkan kadar oksigen pada jaringan

sekitar luka akan membantu menaikkan

gradien oksigen pada luka dan daerah lain yang

mengalami hipoksia, sehingga oksigen tersebut

dapat menjadi katalisator untuk

angiogenesis.1,2,6

Page 4: wounds

Adityo Wibowo | Oksigen Hiperbarik: Terapi Percepatan Penyembuhan Luka

Juke Unila | Volume 5 | Nomor 9 | Maret 2015 | 127

Terapi oksigen hiperbarik pernah

digunakan pada kasus luka akibat luka kronis

dengan cangkokan kulit yang tidak sempurna

terbentuk, hal ini terjadi akibat radioterapi

pada kasus rekonstruksi mandibula. Kasus

nekrosis tulang rahang, tulang pelvis, dan

tulang belakang juga dapat kembali pulih

dengan baik pada sekitar 50-60 kali terapi.

Jumlah terapi sebanyak itu dibutuhkan untuk

meningkatkan kepadatan kapiler pada daerah

sasaran terapi. Terapi oksigen hiperbarik juga

disarankan sebagai pencegahan komplikasi

pada pasien yang akan dilakukan ekstraksi gigi

dan sedang mendapat terapi radiasi.1,2,4

Penggunaan terakhir yang jamak

dilakukan pada terapi oksigen hiperbarik

adalah pada luka bakar. Hal ini tentunya

berkaitan dengan mekanisme kerja yaitu

merangsang terjadinya vasokonstriksi

prekapiler. Terjadinya vasokonstriksi prekapiler

akan menurunkan jumlah eksudasi plasma

sehingga dapat menjaga jaringan sehat dan

memperbanyak oksigenasi jaringan. Penurunan

tingkat edema dan kehilangan cairan ke

jaringan akan mengurangi jumlah resusitasi

cairan.1,4,8

Luka bakar biasanya memiliki bagian

tengah yang berkoagulasi dengan sekelilingnya

terdapat zona stasis dan hiperemis. Terapi

oksigen dapat menurunkan stasis kapiler dan

memperkecil zona koagulasi. Keuntungan

terapi ini adalah dapat menghilangkan

sumbatan mikrosirkulasi dan mencegah

kerusakan akibat radikal bebas.1,2,9

Banyak kasus yang berhasil disembuhkan

jika luka bakarnya masih derajat dua atau tiga

dengan luas luka bakar 20-80%. Tentunya hal

ini juga harus dilakukan bersamaan dengan

stabilisasi tanda vital pasien termasuk juga

terapi cairan yang adekuat dengan

pemantauan ketat untuk mencegah overload

cairan di paru-paru. Terapi yang disarankan

adalah sekitar 6 jam setelah terjadinya luka

bakar, dilanjutkan dengan terapi sebanyak dua

sesi dalam sehari dengan tekanan yang

digunakan adalah 2,0 ATA untuk 4-5 hari

pertama.8

Ringkasan

Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi

yang dilakukan pada suatu ruang hiperbarik

(hyperbaric chambers) dengan penggunaan

100% oksigen pada tekanan yang lebih tinggi

dari tekanan atmosfer. Kondisi ini akan memicu

meningkatnya fibroblas dan angiogenesis yang

menyebabkan neovaskularisasi jaringan luka,

sintesis kolagen, dan peningkatan efek fagositik

leukosit. Kemudian akan terjadi peningkatan

dan perbaikan aliran darah mikrovaskular.

Indikasi terapi oksigen hiperbarik, antara lain

emboli gas, sindrom dekompresi, keracunan

karbon monoksida dan asap, insufisiensi arteri,

terapi pencangkokan kulit, penyakit iskemia

akibat trauma, abses intrakranial, nekrosis

jaringan lunak akibat infeksi, kerusakan

jaringan karena radiasi, dan luka bakar.

Sedangkan kontraindikasinya antara lain asma,

penyakit paru obstruksi kronis (PPOK),

klaustrofobia, penggunaan kemoterapi pada

keganasan paru, kehamilan, demam tinggi,

kejang, infeksi saluran pernafasan, dan

gangguan tuba eustachius.

Simpulan

Terapi oksigen hiperbarik diketahui telah

banyak bermanfaat dalam percepatan

penyembuhan luka dan telah diteliti pada

berbagai kasus penyakit. Peran oksigen

hiperbarik pada penyembuhan luka adalah

perbaikan perfusi jaringan, peningkatan

replikasi fibroblas dan produksi kolagen, dan

meningkatkan kemampuan fagositik leukosit.

Daftar Pustaka

1. Sourabh B, Guruswamy V. Hyperbaric

oxygen and wound healing. Indian J Plast

Surg. 2012; 45(2): 316-24.

2. Ali S, Maryam K, Matineh Heidari.

Diseases treated with hyperbaric oxygen

therapy; a literature review. Med Hyp

Discov Innov Interdisciplinary. 2014; 1(2).

3. Benjamin AL, Anthony RB. Hyperbaric

oxygen therapy for diabetic foot wounds.

Diabetes Care. 2010; 33 (5): 1143-5.

4. Paul GH, Susan RA, Edward FF, Daniel A,

John CP, Juliette L, et al. A phase I study of

low-pressure hyperbaric oxygen therapy

for blast-induced post-concussion

syndrome and post-traumatic stress

disorder. Journal of Neurotrauma. 2012;

29:168-85.

5. Schreml S, Szeimies RM, Prantl L, Karrer S,

Landthaler M, Babilas P. Oxygen in acute

and chronic wound healing. British Journal

of Dermatology. 2010; 163(2):257-68.

6. Figen A, Ahmet K, Levent K, Mert K, Ahmet

I, Hasan K, et al. IGF-1 increases with

hyperbaric oxygen therapy and promotes

Page 5: wounds

Adityo Wibowo | Oksigen Hiperbarik: Terapi Percepatan Penyembuhan Luka

Juke Unila | Volume 5 | Nomor 9 | Maret 2015 | 128

wound healing in diabetic foot ulcers.

Journal of Diabetes Research. 2013;

26(2013):1-6.

7. Kemal S, Sukru O, Hakan A. Hyperbaric

oxygen therapy and its mechanisms of

action: implication of several molecular

processes along with reactive species. J of

Experimental and Integrative Medicine.

2011; 1(4):205-6.

8. Tripathi KK, Moorthy A, Ranjan CK, Rao G,

Ghosh PC. Effect of hyperbaric oxygen on

bone healing after enucleation of

mandibular cysts: a modified case control

studies. Diving Hyperb Med. 2011;

41(4):195-201.

9. Villanueva E, Bennett MH, Wasiak J, Lehm

JP. Hyperbaric oxygen therapy for thermal

burns. Oxford: The Cochrane Library;

2006.

10. Tales RN, Rosemary FD, Mariane NN, José

JR, Omar F. Hyperbaric oxygen therapy for

primary sternal osteomyelitis: a case

report. J of Med Case Reports. 2013;

7:167.