web viewpemerintah memegang peranan penuh dalam pengawasan transaksi devisa. ... ibh meliputi...
TRANSCRIPT
Resume Kebijakan Ekonomi
Untuk mengatasi berbagai persoalan ekonomi, terdapat berberapa kebijakan yang dapat
dilakukan, seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, kebijakan tingkat kurs, dan kebijakan
tingkat pendapatan.
A. Kebijakan Moneter
1. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral (Bank
Indonesia) sebagai otoritas moneter untuk mengatur tingkat persediaan uang sebuah
negara dengan tujuan untuk mengarahkan perekonomian ke arah yang lebih baik atau
yang diinginkan dengan mengatur jumlah uang yang beredar dan tingkat suku bunga.
2. Tujuan Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter tujuan utamanya adalah mengendalikan jumlah uang yang
beredar. Tujian lainnya adalah untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan Keseimbangan Neraca Pembayaran Internasional, Kesempatan Kerja, Kestabilan
Harga, Stabilitas Ekonomi.
3. Peranan Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur
keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat
terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi
barang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peranan kebijakan moneter adalah mejaga
kestabilan perekonomian suatu negara, melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dan
tingkat bunga.
4. Jenis-Jenis Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya
beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami
resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy
money policy)
b. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
5. Instrumen Kebijakan Moneter
Terdapat setidaknya 3 instrumen kebijakan moeter, yakni operasi pasar terbuka (open
market operation), kebijakan tingkat suku bunga (discount rate policy) dan rasio
cadangan wajib (reserve requirement ratio), namun ada juga instrumen lain yaitu
himbauan moral (moral persuasion).
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan
menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities).
Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat
berharga pemerintah. Hal ini dilakukan pada saat terjadi Deflasi.
Bila ingin mengurangi jumlah uang yang beredar, maka pemerintah akan
menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Hal ini dilakukan
pada saat terjadi Inflasi.
Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan
dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga
Pasar Uang.
b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan
memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum
kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke
bank sentral.
Pada saat terjadi Inflasi, pemerintah menaikkan suku bungan bank, sehingga
orang-orang banyak yang menyimpan uang di bank sehingga uang yang
beredar di masyarakat dapat terserap kembali.
Pada saat terjadi Deflasi, pemerintah menurunkan suku bunga bank, sehingga
banyak orang tertarik untuk meminjam uang di bank dan uang yang beredar
di masyarakat pun akan bertambah.
c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan
memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada
pemerintah.
Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan
wajib (saat Deflasi).
Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio (saat
Inflasi).
d. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) adalah legal leading limit yaitu
batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan untuk dilakukan oleh
bank kepada peminjam atau kelompok peminjam tertentu.
Bank sentral menetapkan batas maksimum pemberian kredit kepada
nasabahnya.
Misalnya, 80% dari nilai-ilai surat berharga yang dibeli oleh pedagang surat-
surat berharga dibiayai dengan dana sendiri. Sementara 20% sisanya, dibiayai
dengan cara meminjam dana dari bank. Jika jumlah uang beredar melebihi
kemampuan ekonomi, bank dapat menaikkan batas maksimum pemberian
kredit. Sebaliknya, jika jumlah uang beredar kurang, maka bank sentral
menurunkan batas maksimum pemberian kredit.
e. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi.
Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati
dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan
menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
B. Kebijakan Fiskal
1. Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang otoritas
utamanya berada di tangan pemerintah dan diwakili oleh Kementerian
Keuangan.
2. Tujuan Kebijakan Fiskal
Secara umum, tujuan kebijakan fiskal adalah mencapai suatu kondisi
perekonomian yang mantap, dengan tetap mepertahankan laju pertumbuhan
ekonomi yang layak, tanpa adanya pengangguran (kesempatan kerja penuh),
dan kestabilan harga-harga umum.
Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran
komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah
pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi
tingkat pendapatan nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Adapun tujuan-tujuan dari terjadinya dan berlangsungnya kebijakan fiskal
antaralain sebagai berikut.
Mencapai stabilitas perekonomian
Memacu dan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi
Memperluas dan menciptakan lapangan kerja
Menciptakan terwujudnya keadilan sosial bagi masyarakat
Mewujudkan pendistribusian dan pemerataan pendapatan.
Mencegah pengangguran dan menstabilkan harga
3. Fungsi Kebijakan Fiskal
Fungsi utama dari kebijakan fiskal antara lain :
a. Fungsi alokasi, yaitu untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi yang
tersedia dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka.
b. Fungsi distribusi adalah fungsi yang mempunyai tujuan agar pembagian
pendapatan nasional dapat merata untuk semua kalangan.
c. Fungsi stabilisasi adalah untuk terpeliharanya keseimbangan ekonomi terutama
berupa kesempatan kerja yang tinggi,tingkat harga barang pokok relatif stabil,
dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai.
4. Macam-Macam Kebijakan Fiskal
a. Kebijakan Fiskal Berdasarkan Segi Teorinya
Pembiayaan Fungsional (Functional Finance) : Pembiayaan fungsional
adalah kebijakan yang mengatur dan mempertimbangkan pengeluaran
pemerintah dari berbagai akibat tak langsung pada pendapatan nasional dan
bertujuan dalam peningkatan kesempatan kerja.
Pengelolaan Anggaran (The Managed Budget Approach) : Pengelolaan
anggaran adalah mengatur pengeluaran pemerintah, hutang dan perpajakan
dalam mencapai ekonomi yang stabil.
Stabilisasi Anggaran Otomatis (The Stabilizing budget) : Stabilisasi
anggaran adalah kebijakan yang mengatur segala pengeluaran pemerintah
dengan pertimbangan manfaat dan besarnya biaya dari berbagai
pengeluaran dan program-program pemerintah. tujuannya adalah
penghematan anggaran pemerintah.
b. Kebijakan Fiskal Bedasarkan Jumlah Penerimaan dan Pengeluaran
Kebijakan Anggaran Seimbang : kebijakan anggaran seimbang adalah
kebijakan yang menyusun jumlah penerimaan dan pengeluaran sama besar,
jadi penerimaan yang diterima pemerintah harus sama dengan
pengelurannya dan begitupun sebaliknya. Keuntungan kebijakan ini adalah
tidak perlu adanya lagi pinjaman baik dari dalam negeri dan luar negeri,
sedangkan kerugiannya adalah jika perekonomian negara dalam keadaan
kurang baik akan mengakibatkan ekonomi semakin memburuk
Kebijakan Anggaran Surplus : kebijakan anggaran surplus adalah
kebijakan yang disusun dengan pendapatan/penerimaan harus lebih besar
dari pada pengeluaran atau pengeluaran dengan sedikit tetapi
pendapatan/penerimaan banyak. ini digunakan untuk mencegah inflasi.
Kebijakan Anggaran Defisit : kebijakan anggaran defisit adalah kebijakan
yang disusun dengan cara pengeluaran lebih besar dari pada
penerimaan/pendapatan. Ini berupakan kebalikan dari kebijakan anggaran
surplus. Kebijakan anggaran defisit dilakukan untuk mengurangi depresi
dan kelesuan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi tetapi
menyebabkan kekurangan anggaran.
Kebijakan Anggaran Dinamis : kebijakan anggaran dinamis adalah
kebijakan yang disusun dengan cara jumlah pengeluaran dan penerimaan
sama besar dan lama kelamaan jumlahnya makin bertambah. Kebijakan ini
dilakukan untuk mengatasi kebutuhan yang terus bertambah sehingga
dibutuhkan jumlah yang besar.
5. Instrumen Kebijakan Fiskal
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang
berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang
berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya
beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
Perubahan dalam tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat
berdampak pada variabel-variabel berikut dalam perekonomian:
Aggregate demand and the level of economic activity ( Permintaan agregat dan
tingkat kegiatan ekonomi )
The pattern of resource allocation (Pola alokasi sumber daya)
The distribution of income (Distribusi pendapatan)
Kebijakan fiskal mengacu pada efek keseluruhan hasil anggaran pada kegiatan
ekonomi. Sikap tiga kemungkinan kebijakan fiskal yang netral, ekspansif, dan kontraktif:
Sikap netral menyiratkan kebijakan fiskal anggaran berimbang di mana G = T
(Pemerintah pengeluaran = Pajak pendapatan). Pengeluaran pemerintah
sepenuhnya didanai oleh penerimaan pajak dan hasil keseluruhan anggaran
memiliki efek netral pada tingkat kegiatan ekonomi.
Sikap ekspansif kebijakan fiskal bersih melibatkan peningkatan pengeluaran
pemerintah (G> t) melalui pengeluaran pemerintah meningkat, penurunan
pendapatan pajak, atau kombinasi dari keduanya. Hal ini akan mengakibatkan
defisit anggaran yang lebih besar atau lebih kecil daripada surplus anggaran
pemerintah sebelumnya.
Kontraktif kebijakan fiskal (G <T) terjadi ketika bersih dikurangi pengeluaran
pemerintah baik melalui pendapatan pajak yang lebih tinggi, mengurangi
pengeluaran pemerintah, atau kombinasi keduanya. Hal ini akan mengakibatkan
defisit anggaran yang lebih rendah atau surplus yang lebih besar dari pada
pemerintah sebelumnya, atau surplus sebelumnya pemerintah memiliki anggaran
berimbang. Kontraktif kebijakan fiskal biasanya berhubungan dengan surplus.
Instrumen Kebijakan Fiskal :
a. Pembiayaan fungsional
b. Pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akbiat-akibat tidak langsung
terhadap pendapatan nasional.
c. Pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta, bukan untuk meningkatkan
penerimaan pemerintah.
d. Sedang pinjaman dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan
dana yang ada di masyarakat.
e. Pengeluaran Anggaran. Pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman
dipergunakan secara terpadu untuk mencapai kestabilan ekonomi.
Dalam jangka panjang diusahakan adanya anggaran belanja seimbang.Namun
pada masa depresi digunakan anggaran defisit, sedang dalam masa inflasi digunakan
anggaran belanja surplus.
C. Kebijakan Tingkat Kurs
Kurs atau nilai tukar merupakan sebuah kunci bagi suatu negara untuk bertransaksi
dengan dunia luar.Sistem pembayaran yang dilakukan baik di dalam negeri maupun luar
negeri mau tidak mau harus terikat dengan nilai tukar atau kurs.Sistem nilai tukar sendiri
terdiri dari beberapa jenis, yaitu kurs tetap, mengambang bebas, dan mengambang
terkendali. Lalu kurs apa yang pernah ditetapkan di Indonesia? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, sebelumnya kita telusuri dulu makna dari masing masing kurs serta
kelebihan dan kekurangannya.
Sebelumnya, telah dijelaskan bahwa salah satu faktor yang bisa mempengaruhi
perubahan kurs adalah sistem kurs yang dianut negara yang bersangkutan. Ada tiga
macam sistem kurs yang bisa dipilih untuk dianut suatu negara, yaitu sistem kurs tetap,
sistem kurs mengambang bebas dan sistem kurs mengambang terkendali. Berikut ini kita
akan membahas satu per satu sistem-sistem tersebut. Untuk mempermudah pemahaman
maka kurs yang dipakai untuk menjelaskan grafik diasumsikan sebagai kurs tengah, yakni
nilai tengah atau rata-rata dari kurs jual dan kurs beli.
1. Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate System)
Kurs tetap merupakan sistem nilai tukar dimana pemegang otoritas moneter tertinggi
suatu negara (Central Bank) menetapkan nilai tukar dalam negeri terhadap negara lain
yang ditetapkan pada tingkat tertentu tanpa melihat aktivitas penawaran dan permintaan
di pasar uang. Jika dalam perjalanannya penetapan kurs tetap mengalami masalah,
misalnya terjadi fluktuasi penawaran maupun permintaan yang cukup tinggi maka
pemerintah bisa mengendalikannya dengan membeli atau menjual kurs mata uang yang
berada dalam devisa negara untuk menjaga agar nilai tukar stabil dan kembali ke kurs
tetap nya. Dalam kur tetap ini, bank sentral melakukan intervensi aktif di pasar valas
dalam penetapan nilai tukar.
Keunggulan :
a. Kegiatan spekulasi di pasar uang semakin sempit.
b. Intervensi aktif pemerintah dalam mengatur nilai tukar sehingga tetap stabil.
c. Pemerintah memegang peranan penuh dalam pengawasan transaksi devisa.
d. Kepastian nilai tukar, sehingga perencanaan produksi sesuai dengan hasilnya.
Kelemahan :
a. Cadangan devisa harus besar, untuk menyerap kelebihan dan kekurangan di pasar
valas.
b. Kurang fleksibel terhadap perubahan global.
c. Penetapan kurs yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mempengaruhi pasar
ekspor impor.
Penerapannya di Indonesia
Sistem nilai tukar tetap pernah berlaku di Indonesia. Berdasarkan UU No.32 tahun
1964 ditetapkan bahwa nilai tukar Indonesia sebesar Rp. 250,-/US Dollar. Sedangkan
nilai tukar Indonesia terhadap negara lainnya ditetapkan berdasarkan nilai tukar dollar
terhadap negara tersebut sesuai dengan yang berlaku di pasar valuta asing Jakarta dan
internasional. Dalam periode penetapan kurs tetap tersebut, Indonesia juga menetapakan
peraturan sistim kontrol devisa yang ketat.
Dalam sistim ini, tidak ada pembatasan kepemilikan, penjualan, maupun pembelian
valas namun para eksportir wajib menjual devisanya kepada bank sentral.Sebagai
dampak dari penetapan kurs tetap tersebut maka Bank Indonesia harus mampu
memenuhi kebutuhan pasar valas bagi bank komersial maupun masyarakat.
Dalam perjalanannya, Indonesia juga sempat mendevaluasi kurs tetapnya sebagai
dampak dari overvaluated dan jika di biarkan akan mengancam aktivitas ekspor-impor.
Pada tanggal 17 April 1970 Indonesia merubah kurs tetapnya dari posisi semula sebesar
Rp. 250,-/US Dollar menjadi Rp 378,-/US Dollar. Devaluasi yang kedua dilaksanakan
pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi Rp 415,-/US Dollar dan yang ketiga pada tanggal
15 November 1978 dengan nilai tukar sebesar Rp 625,-/US Dollar
Pada sistem ini, kurs ditetapkan oleh pemerintah. Misalnya, pemerintah menetapkan
bahwa US $ 1 = Rp 8.000,- dan 1 yen = Rp 5.000,-. Akan tetapi, pada kenyataannya
walaupun kurs sudah ditetapkan pemerintah, kurs masih mengalami perubahan.
Perubahan kurs tersebut terjadi karena adanya perubahan kekuatan permintaan dan
penawaran. Kadang terjadi kelebihan permintaan dan kadang terjadi kelebihan
penawaran. Agar kurs berada di tingkat yang sudah ditetapkan, pemerintah harus
meredam efek dari kelebihan permintaan atau penawaran tersebut.
Jika terjadi kelebihan permintaan, pemerintah akan menjual persediaan mata uang
untuk memenuhi kelebihan permintaan tersebut. Dan, bila terjadi kelebihan penawaran,
pemerintah akan membeli kelebihan penawaran tersebut. Perhatikan grafik berikut:
Pada awalnya, pemerintah menetapkan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika
adalah US $ 1 = Rp 8.000,-. Karena impor barang dari Amerika meningkat maka
permintaan terhadap dolar Amerika juga meningkat, dari Q0 menjadi Q1 yang akhirnya
membuat kurva permintaan bergeser dari D0 ke D1. Apabila pemerintah tidak campur
tangan maka akan terbentuk tingkat kurs yang baru sebesar E1. Oleh karena itu, agar
tingkat kurs tetap pada US $ 1 = Rp 8.000,- maka pemerintah (melalui Bank Sentral)
akan menjual cadangan dolar Amerika sehingga kurva penawaran dolar Amerika akan
bergeser ke kanan dari E1. dan terbentuklah tingkat kurs yang besarnya sama dengan
tingkat semula yakni US $ 1 = Rp 8.000,-.
2. Sistem Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate System)
Penetapan kurs ini tidak sepenuhnya terjadi dari aktivitas pasar valuta.Dalam pasar ini
masih ada campur tangan pemerintah melalui alat ekonomi moneter dan fiskal yang
ada.Jadi dalam pasar valuta ini tidak murni berasal dari penawaran dan permintaan uang.
Keunggulan :
a. Mampu menjaga stabilitas moneter dengan lebih baik dan neraca pembayaran
suatu negara.
b. Adanya aktifitas MD/MS dalam pasar valuta berdasarkan kurs indikasi akan
mampu menstabilkan nilai tukar dengan lebih baik sesuai dengan kondisi ekonomi
yang terjadi.
c. Devisa yang diperlukan tidak sebesar pada nilai tukar tetap.
d. Mampu memadukan sistem tetap dan mengambang.
Kelemahan :
a. Devisa harus selalu tersedia dan siap diguankan sewaktu-waktu.
b. Persaingan yang ketat antara pemerintah dan spekualan dalam memprediksi dan
menetapkan kurs.
c. Tidak selamanya mampu mengatasi neraca pembayaran.
d. Selisih kurs yang terjadi dalam pasar valuta akan mengurangi devisa karena
memakai devisa untuk menutupi selisihnya.
Penerapannya di Indonesia
Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan
dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 %.Pada sistem ini
nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies)
negara-negara mitra dagang utama Indonesia.Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia
menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan ketentuan
tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia
melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread
(Teguh Triyono, 2005).
Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai
tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US
Dollar.Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp
2.383/US Dollar. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar
cenderung tidak pasti.
Pada sistem ini, kurs bebas bergerak naik turun tanpa adanya campur tangan
pemerintah. Kurs bergerak naik turun sesuai dengan kekuatan tarik menarik antara
permintaan dan penawaran. Sistem kurs bebas disebut juga dengan istilah “Sistem
Kurs Mengambang”. Selanjutnya, perhatikan grafik berikut.
Pada awalnya, tingkat kurs yang terjadi adalah di titik E0 sebagai titik
keseimbangan. Bila impor terhadap barang-barang Amerika meningkat, maka
permintaan terhadap dolar Amerika untuk membayar impor juga meningkat, sehingga
kurva permintaan dari D0 akan bergeser ke D1. Hal itu
mengakibatkan kurs keseimbangan bergeser ke E1. Pada titik E1, nilai tukar rupiah
adalah Rp 7.000,- per dolar AS atau US $ 1 = Rp 7.000,-. Maka, dikatakan bahwa
nilai dolar Amerika telah mengalami peningkatan (apresiasi) terhadap rupiah, karena
sebelumnya 1 dolar Amerika hanya senilai Rp 6.000,- (titik E0).
Sebaliknya, bila impor terhadap barang-barang Amerika menurun maka
permintaan terhadap dolar Amerika juga menurun yang pada akhirnya akan
menggeser kurva permintaan dari D0 menjadi D2. Akibatnya, tingkat kurs
keseimbangan bergeser ke titik E2 yaitu US $ 1 = Rp 5.000,-. Ini berarti nilai dolar
Amerika mengalami penurunan (depresiasi) terhadap rupiah. Yang perlu diingat
dalam sistem kurs bebas adalah bahwa berapa pun harga keseimbangan (baik pada E0,
E1, atau E2), maka jumlah devisa yang diperjualbelikan merupakan
jumlah keseimbangan, yakni jumlah yang diminta = jumlah yang ditawarkan.
Kebaikan dari sistem mengambang kurs bebas adalah:
a. Pemerintah tidak perlu menyediakan cadangan devisa untuk mengendalikan kurs.
Gambar 2. Grafik Sistem Kurs Mengambang Bebas.
b. Tidak ada pasar gelap yang memanfaatkan perbedaan tingkat kurs.
c. Tidak ada defisit atau surplus neraca pembayaran karena mekanisme pasar akan
segera menyeimbangkan defisit dan surplus menjadi neraca pembayaran yang
seimbang.
Adapun keburukan dari sistem kurs bebas adalah kurs mudah sekali berubah-
ubah, sehingga menimbulkan ketidakpastian transaksi ekspor, impor dan transaksi-
transaksi lain yang berkaitan dengan mata uang asing.
3. Sistem Kurs Mengambang Bebas (Freely Floating Exchange Rate System)
Kurs mengambang bebas merupakan suatu sistem ekonomi yang ditujukan bagi suatu
negara yang sistem perekonomiannya sudah mapan. Sistim nilai tukar ini
akanmenyerahkan sleuruhnya kepada pasar untuk mencapai kondisi equilibrium yang
sesuai dengan kondisi internal dan eksternal. Jadi dalam sistem nilai tukar ini hampir
tidak ada campur tangan pemerintah.
Keunggulan :
a. Cadangan devisa lebih aman.
b. Persaingan pasar ekspor-impor sesuai dengan mekanisme pasar.
c. Kondisi ekonomi negara lain tidak akan berpengaruh besar terhadap kondisi
ekonomi dalam negeri.
d. Masalah neraca pembayaran dapat diminimalisir.
e. Tidak ada batasan valas.
f. Equilibrium pasar uang.
Kelemahan :
a. Praktik spekulasi semakin bebas.
b. Penerapan sistem ini terbatas pada negara yang sistem perekonomiannya mapan,
masih kurang teapt untuk negara berkembang.
c. Tidak adanya intervensi pemerintah untuk menjaga harga.
Penerapannya di Indonesia
Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode
1997 hingga sekarang.Sejak pertengahan Juli 1997, Rupiah mengalami tekanan yang
mengakibatkan semakin melemahnya nilai Rupiah terhadap US Dollar.Tekanan
tersebut diakibatkan oleh adanya currency turmoil yang melanda Thailand dan
menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk mengatasi tekanan
tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi baik melalui spot exchange rate (kurs
langsung) maupun forward exchange rate (kurs berjangka) dan untuk sementara dapat
menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap
depresiasi Rupiah semakin meningkat.
Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus
berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk
menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti
mekanisme pasar.
Pada sistem ini, tinggi rendahnya kurs ditentukan oleh mekanisme pasar. Yakni,
ditentukan oleh kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran. Akan
tetapi, dalam sistem ini pemerintah masih dapat mengendalikan tingkat kurs bila kurs
bergerak naik atau turun melampaui batas yang telah ditetapkan. Contohnya,
ditetapkan bahwa kurs boleh naik atau turun dengan batas 1% di atas atau 1% di
bawah kurs yang telah ditentukan. Apabila ternyata kurs naik melebihi 1% maka
pemerintah akan menjual cadangan devisa. Dan, bila ternyata kurs turun melampaui
1%, pemerintah akan membeli kelebihan devisa. Semua itu dilakukan pemerintah
dengan tujuan agar kurs kembali ke tingkat yang telah ditentukan. Agar jelas,
perhatikan grafik berikut!
Gambar 3. Sistem Kurs Mengambang terkendali.
Pada awalnya, tingkat kurs ditentukan sebesar US $ 1 = Rp 8.000,-. Kurs
diperbolehkan naik atau turun dengan batas 1% di atas atau 1% di bawah tingkat
tersebut. Itu berarti, kurs boleh naik sampai US $ 1 = Rp 8.080,- {Rp 8.000,- + (1% x
Rp 8.000,-)}, dan kurs boleh turun sampai US $ 1 = Rp 7.920,- {Rp 8.000,- – (1% x
Rp 8.000)}. Apabila permintaan terhadap barang impor Amerika sangat tinggi yang
berakibat permintaan terhadap dolar Amerika mengalami peningkatan, dan kurs
berubah menjadi US $ 1 = Rp 8.100,- maka pemerintah akan menjual cadangan dolar
Amerika yang dimiliki untuk memenuhi kelebihan permintaan tersebut, sehingga kurs
kembali pada rentang antara Rp 7.920,- sampai dengan Rp 8.080,- per dolar Amerika.
Sebaliknya, bila kurs turun menjadi US $ 1 = Rp 7.900,- akan terjadi kelebihan
penawaran terhadap dolar Amerika. Dan, pemerintah akan membeli kelebihan
penawaran tersebut agar kurs tetap berada pada rentang Rp 7.920,- sampai dengan Rp
8.080,- per dolar Amerika.
Campur tangan pemerintah dalam mengendalikan kurs bisa dilakukan secara
langsung dan tidak langsung. Contoh campur tangan pemerintah secara langsung
adalah dengan membeli atau menjual valuta asing. Campur tangan secara langsung
disebut dirtyfloating. Adapun contoh campur tangan pemerintah secara tidak langsung
adalah dengan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga. Campur tangan
secara tidak langsung disebut clean floating.
D. Kebijakan Pendapatan
Dalam rangka mencapai tujuan pemerataan pendapatan secara langsung dan untuk
menstabilkan harga serta mengendalikan inflasi, pemerintah sengaja menetapkan harga
barang-barang dan jasa-jasa tertentu, seperti 9 bahan pokok (beras, jagung, gula, minyak,
telur dll), barang-barang strategis seperti semen, pupuk, tarif listrik, transportasi umum di
kota besar dan harga beberapa jenis BBM.
Tujuan pemerintah dalam melakukan stabilisasi harga melalui sedikit campur tangan
penetapan harga secara langsung ini disatu sisi dapat menimbulkan tidak efisiennya pasar
bekerja, dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, tetapi disisi lain penetapan harga
mempunyai tujuan–tujuan seperti pemerataan pendapatan dan stabilisasi harga.
Salah satu ukuran stabilisasi harga yang secara langsung digunakan adalah : Indeks
harga Konsumen (Consumer Price Indeks /CPI). Di Indonesia digunakan angka indeks lain
yang disusun oleh BPS yaitu angka indeks biaya hidup (IBH) dan angka indeks harga
perdagangan besar. IBH meliputi kelompok harga makanan dan minuman, sandang,
perumahan dan lain-lain.
a. Harga beberapa barang 9 bahan pokok dan bahan strategis ditetapkan pemerintah untuk
menekan angka lanju inflasi kebawah. Kebijakan pemerintah yang akan menyebabkan
redistribusi pendapatan pada masyarakat khususnya golongan ekonomi lemah
b. Stabilisasi harga-harga
Kebijakan ini ditempuh pemerintah contohnya melalui operasi pasar di mana
pemerintah melakukan jual beli bahan pokok langsung kepada masyarakat golongan
ekonomi lemah. Diharapkan dengan turunnya pemerintah sebagai pembeli atau
penjual maka akan tercapai sasaran-sasaran seperti :
a. Bila pemerintah melakukan operasi pasar untuk membeli bahan pokok di atas
harga pasar, dg maksud agar penjual mendapatkan harga yang pantas sehingga
meningkatkan pendapatan masyarakat. Sering terjadi harga gabah yang menurun
di pasaran sehingga menurunkan pendapatan petani. Untuk itu pemerintah sering
campur tangan dengan berperan sebagai pembeli gabah petani dengan sedikit
kenaikan harga diatas harga pasar sehingga petani menikmat harga jual yang
pantas, dengan kebijakan ini diharapkan sasaran redistribusi pendapatan tercapai.
b. Bila pemerintah melakukan operasi pasar untuk menjual komoditi dibawah harga
pasar, agar mayarakat mampu membeli bahan pokok dengan harga terjangkau.
Kondisi ini sering terjadi dimana saat harga beras, gula minyak membumbung di
pasaran, maka pemerintah campur tangan menjadi penjual beras, minyak atau gula
dengan harga dibawah harga pasar, dengan maksud supaya masyaraka luas dapat
membeli kebutuhan pokok tsb dengan harga terjangkau.
c. Pemerintah juga campur tangan dalam mengatur harga obat yaitu dengan jalan
membuat obat-obatan dengan harga serba seribu yang hanya dijual di apotik-
apotik pasar rakyat, supaya mayarakat luas dapat membeli dengan harga
terjangkau dalam mengatasi masalah kesehatan mereka.
d. Pemerintah menjadi penentu utama dan satu-satunya terhadap harga-harga BBM,
gas, listrik, air, dll.
Beberapa waktu lalu pemerintah menetapkan kebijakan pendapatan melalui
sumbangan langsung tunai, memberikan subsidi uang tunai kepada masyarakat
miskin agar terjadi redistribusi pendapatan dan meningkatkan daya beli. Pada saat
ini pemerintah mengubah kebijakan tersebut dengan menyediakan dana produksi,
sosial dan lingkungan sekitar Rp. 200-500 jut per desa, agar ditingkat
keluarahan/desa terjadi pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin melalui
aktivitas berproduksi, aktivitas sosial, dan pembangunan prasarana dan sarana
lingkungan. Dana tersebut berasal dari pinjaman bank dunia. Masyarakat secara
kelompok diberikan bantuan modal usaha yang harus mereka kembangkan dan
pertanggung jawabkan kepada unit kelurahan masing-masing, pokok dana dan
pengembangan dana tersebut selanjutnya menjadi aset kelurahan setempat
Kebijakan Harga Maksimum (Price Ceiling)
Kebijakan ini dilakukan pemerintah apabila harga di pasar bebas dianggap terlalu
tinggi, sehingga dikhawatirkan membawa dampak yang tidak diinginkan seperti terjadinya
inflasi dan juga mempengaruhi pada kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, jumlah
permintaan (Qd) lebih besar dari jumlah penawaran (Qs). Kondisi inilah yang kemudian
dikenal dengan shortage dimana terjadi kekurangan pasokan barang. Pada keadaan seperti ini
produsen berlomba-lomba untuk menjualkan barang dagangannya dengan harga yang lebih
tinggi, sehingga peran pemerintahlah mengeluarkan kebijakan ini. Kemudian ada batasan
harga tertinggi yang bisa dilakukan oleh produsen untuk menjual barangannya yang berada di
bawah harga pasar. Hal ini dilakukan untuk melindungi konsumen. Berikut ini adalah kurva
yang menunjukkan terjadinya kebijakan harga maksimum dimana PC (Price Ceiling) berada
di bawah PE (Price Equilibrium) atau dengan kata lain PC lebih kecil dibanding PE.
Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan harga maksimum
mempengaruhi:
Menurunnya harga
Menciptakan kelebihan permintaan
Berkurangnya penawaran
Menurunnya kuantitas yang diperjualbelikan (shortage)
Kebijakan Harga Minimum (Price Floor)
Kebijakan ini adalah lawan dari kebijakan harga minimum dimana harga yang berlaku
di pasar dianggap terlalu rendah dan akan merugikan produsen. Dalam hal ini, jumlah
penawaran (Qs) lebih besar dari jumlah permintaan (Qd) sehingga menyebabkan kondisi
surplus dimana jumlah pasokan barang yang beredar di masyarakat sangat banyak. Karena
permintaan yang sedikit, produsen menjual barangnya dengan harga semurah-murahnya agar
bisa habis terjual. Sehingga harga pun menjadi begitu rendahnya dan mengancam si
produsen. Peran pemerintahlah yang kemudian mengeluarkan kebijakan menetapkan batas
harga terendah yang bisa dijual oleh produsen untuk melindungi mereka. Dan berikut ini
adalah gambar kurva yang menunjujjan terjadinya kebijakan harga minimum dimana PF
(price floor) berada di atas PE (Price Equilibrium) atau dengan kata lain PF lebih besar dari
PE.
Sehingga bisa kita ambil kesimpulan bahwa kebijakan harga minimum akan mempengaruhi:
Menaikkan harga pasar
Menciptakan kelebihan penawaran
Berkurangnya permintaan
Menurunnya kuantitas yang diperjualbelikan
Menaikkan atau menurunkan penerimaan produsen