library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2doc/2015-1... · web viewunsur yang...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu manajemen yang diperuntukan untuk
mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi atau perusahaan. Unsur yang
paling sering dibahas pada MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) adalah manusia yang
merupakan tenaga kerja pada organisasi atau perusahaan, hal yang dipelajari dalam MSDM ini
hanya yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia.
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berperan aktif, dan paling dominan dalam
setiap kegiatan organisasi, maupun perusahaan menggunakan mesin atau alat-alat canggih dalam
hal produksi tanpa adanya tenaga kerja dibelakang dari mesin-mesin tersebut, mesin tersebut
tidak ada apanya. Mengatur pekerja atau karyawan bukanlah hal yang mudah dan bisa dibilang
kompleks dikarenakan pikiran manusia selalu berubah ubah, baik itu perasaannya, atau ada dasar
keinginan yang lain yang mana hal ini bisa berdampak positif atau negatif tergantung dengan
yang mereka kerjakan.
Gomes (2009, p.4) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
pengembangan dan pemanfaatan pegawai bagi untuk pencaian yang efektif sehingga mencapai
sasaran-sasaran dan tujuan individual, organisasi, masyarakat, nasional, dan internasional.
Simamora (2005, p.4) bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan
pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota oragnisasi
atau kelompok karyawan.
Hasibuan (2007, p.10) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
9
10
2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia terdiri dari dua fungsi, yaitu fungsi manajemen dan
fungsi operasional Stoner. (1982, p.31), yaitu
Fungsi manajemen
a) Perencanaan/Planning : Penentuan program kerja karyawan (sumber daya
manusia) dalam rangka menentukan tujuan dan sasaran organisasi
b) Pengorganisasian/Organizing : Pelaksanaan atau implementasi kegiatan
harus diorganisasikan
c) Pengarahan/Directing/Leading: Melakukan kegiatan yang telah
direncanakan, dan agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan efektif
maka diperlukan adanya arahan
d) Pengendalian/Controlling: Mengatur kegiatan, agar kegiatan-kegiatan
dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Fungsi Operasional
a) Pengadaan Tenaga Kerja atau Pengadaan Sumber Daya
Manusia/Recruitment : memperoleh jenis dan jumlah tenaga atau sumber
daya manusia yang tepat, sesuai dengan kemampuan yang dibutuhkan oleh
unit-unit kerja yang bersangkutan.
b) Pengembagan/Development : mengasah tenaga kerja dengan pelatihan
agar dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan agar hasil kerja
bisa mencapai target perusahaan.
c) Kompensasi/Compensation: segala bentuk penghargaan (outcomes) yang
diberikan oleh organisasi kepada pegawai atas kontribusi/kerja keras
(input) yang diberikan pada organisasi.
d) Pengintegrasian/Integration: Kegiatan manajemen yang bertujuan untuk
rekonsiliasi kepentingan-kepentingan karyawan dalam suatu organisasi
11
2.1.3 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi kerja
terhadap organisasi demi mencapai target produktivitas organisasi atau perusahaan yang
bersangkutan, hal ini dapat dimengerti dikarenakan semua kegiatan organisasi bergantung pada
tenaga kerja yang mengelola organisasi. Oleh karena itu sumber daya manusia harus terus
dikelola agar dapat berhasil demi mencapai target atau tujuan organisasi. Tujuan dari MSDM
sendiri menurut Sedarmayanti (2010, p.7) dapat dijabarkan ke dalam 4 tujuan yaitu :
1. Tujuan Masyarakat (Sosial Objective)
Tujuan masyarakat adalah untuk bertanggung jawab secara sosial, dalam hal kebutuhan
dan tantangan yang timbul.
2. Tujuan Organisasi (Organization Objective)
Tujuan organisasi adalah untuk melihat bahwa manajemen sumber daya manusia itu
benar-benar ada, maka perlu adanya kontribusi terhadap perlu adanya kontribusi terhadap
pendayagunaan organisasi secara keseluruhan.
3. Tujuan Fungsi (Functional Objective)
Tujuan fungsi adalah untuk memelihara kontribusi bagian lain agar mereka (para SDM)
melaksanakan tugasnya secara optimal.
4. Tujuan Personal (Personal Objective)
Tujuan personal adalah untuk membantu pegawai dalam mencapai tujuan pribadinya,
guna mencapai tujuan organisasi.Tujuan pribadi pegawai diharapkan dapat dipenuhi, dan
sudah merupakan motivasi dan pemeliharaan terhadap pegawai yang bersangkutan.
Agar perusahaan dapat mencapai tujuan manajemen sumber daya manusia yang telah di
jelaskan, maka suatu bagian atau departemen sumber daya manusia harus mengembangkan,
mempergunakan dan memelihara SDM sebagi mungkin agar semua fungsi organisasi dapat
berjalan dengan lancar.
12
2.1.2 Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan hal yang penting bagi PT. Eka Satriadi Danny, adapula
leadership digunakan sebagai alat untuk mengatur kegiatan kerja perusahaan/
Soekarso dkk (2010, p.10) Kepemimpinan merupakan proses pengaruh sosial, yaitu suatu
kehidupan yang mempengaruhi kehidupan lain, kepemimpinan merupakan kekuatan yang
mempengaruhi perilaku orang lain negatif pencapaian tujuan tertentu.
Tangkilisan (2007, p7) Kepemimpinan dengan pemimpin memiliki kaitan yang erat. Di
samping kata “Kepemimpinan” merupaan bentukan kata dan mendapat imbuhan “ke-an” dari
kata dasar “pemimpin”, pemimpin pada garis besarnya adalah seseorang yang melakukan
kepemimpinan. Namun demikian, ada perbedaan tegas antara kepemimpinan dengan
pemimpin.Kepemimpinan lebih merujuk pada proses kegiatan,maka pemimpin lebih merujuk
pada pribadi, atau seseorang.
Maka dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataan diatas bahwa kepemimpinan adalah
proses yang disengaja yang dilakukan oleh pemimpin untuk merubah sikap para bawahannnya
agar memiliki tujuan yang sama dengannya.
2.1.2.1 Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan atau adanya peran pemimpin pasti selalu terjadi di dalam suatu
organisasi, dan kepemimpinan sendiri dibutuhkan dalam hal pengembangan kinerja kerja, dan
membangun iklim investasi motivasi yang menghasilkan tingkat produktivitas tinggi, oleh
karena itu diperlukan adanya gaya kepemimpinan untuk mengatur itu semua.
Gaya kepemimpinan menurut Sedarmayanti (2013, p131) merupakan sekumpulan ciri
yang digunakan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran tercapai.
Gaya kepemimpinan didefinisikan sebagai pola menyeluruh dari tindakan seorang
pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya Rivai (2009, p7). Ada
beberapa tipe gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh banyak ahli.
13
2.1.2.1.1 Macam-Macam Gaya Kepemimpinan
Robbins dan Judge (2007, p.365) terdapat empat macam gaya kepemimpinan, yaitu:
1) Gaya Kepemimpinan Kharismatik
Gaya kepemimpinan kharismatik adalah model kepemimpinan dimana para pengikut
terpacu kemampuan pemimpin yang heroic atau yang luar biasa ketika mereka
mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka.
Terdapat 5 (lima) karakteristik pokok pemimpin kharismatik, yaitu:
a. Visi dan artikulasi. Memiliki visi ditunjukan dengan sasaran ideal yang
berharap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu
mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain.
b. Resiko personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh resiko personal
tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk
meraih visi.
c. Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala
lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan.
d. Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik sangat
pengertian terhadap kemampuan orang lain dan responsive terhadap
kebutuhan dan perasaan mereka.
e. Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku
yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.
2) Gaya Kepemimpinan Transaksional
Bass dalam Robbins dan Judge (2007, p.365), gaya kepemimpinan transaksional
adalah model kepemimpinan dimana pemimpin memadukan atau memotivasi
pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakan dengan memperjelas peran dan
tuntutan tugas.
Gaya kepemimpinan ini lebih berfous pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa
adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Pemimpin yang
memakai gaya kepemimpinan transaksional memahami kebutuhan dan keinginan
pengikutnya, kemudian menjelaskan bagaimana kebutuhan tersebut akan dipenuhi
14
apabila pengikut telah menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Jadi pengikut
akan mendapatkan hadiah dari prestasi kerja dan pemimpin mendapat keuntungan
dari tugas yang telah diselesaikan, begitu pula sebaliknya jika bawahan tidak bisa
menyelesaikan tugasnya dengan benar, maka pemimpin berhak memberikan
hukuman.
Gaya kepemimpinan transaksional berfokus pada jangka pendek dan unggul
dalam menjaga organisasi agar berjalan dengan lancar dan efisien di fungsi
manajemen tradisional, seperti perencanaan dan penganggaran.
Bass dalam Robbins dan Judge (2007, p.365) mengemukakan bahwa
kepemimpinan transaksional terdiri dari empat dimensi yaitu:
a) Penghargaan bersyarat (Contingent Reward) : Menjalankan pertukaran
kontraktual antara penghargaan dan usaha, menjanjikan bonus atau
penghargaan jika pekerja melakukan kinerja yang baik dan mengakui
pencapaian yang diperoleh.
b) Manajemen Pengecualian-Pasif (Management by Exception-Passive):
Mengintervensi atau ikut campur hanya jika standar kinerja tidak tercapai.
c) Manajemen Pengecualian-Aktif (Management by Exeption-Active) :
Mengamati dan mencari penyimpangan dari aturan-aturan dan standar, serta
melakukan tindakan-tindakan pencegahan dan perbaikan.
d) Laissez-faire : Melepas tanggung jawab dan menghindari pengambilan
keputusan.
Menurut Path-goal theory, Kepemimpinan Transaksional (Transactional
Leadership) diharapkan dapat menghasilkan hal sebagai berikut :
1) Pemimpin transaksional berfokus pada peningkatan efisiensi rutinitas dan
prosedur yang ditetapkan dan peduli dengan mengikuti aturan yang telah
dibentuk dibandingkan dengan membuat perubahaan pada struktur
organsasi.
2) gaya kepemimpinan transaksional menentukan standarisasi dan praktek-
praktek yang akan membantu organisasi mencapai kematangan,
menekankan pengaturan tujuan, efisiensi operasi, dan peningkatan
produktivitas.
15
3) Gaya Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional adalah kemimpinan yang mampu memberi
inspirasi karyawan untuk lebih mengutakan kemajuan organisasi daripada kepentingan
pribadi, memberikan perhatioan yang baik terhadap karyawan dan mampu mengubah
kesadaran karyawannnya dalam melihat permasalahan lama dengan cara yang baru.
Kepemimpinan ini merupakan jenis kepemimpinan yang menekankan pentingnya
system nilai untuk meningkatkan kesadaran pengikut serta mampu menggerakan
pengikut untuk terlibat aktif dalam proses perubahan.
Terdapata empat karakteristik kepemimpinan transformasional menurut Bass
dalam Robbins dan Judge (2007, p.365), antara lain:
a) Kharisma : memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggan,
meraih penghormatan dan kepercayaan.
b) Inspirasi : Mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan symbol
untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara
sederhana.
c) Stimulasi intelektual: Mendorong intelegensia, rasionalitas, dan
pemecahan masalah secara hati-hati.
d) Pertimbangan Individual : memberikan perhatian pribadi, melayani
karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati
4) Gaya Kepemimpinan Visioner
Gaya kepemimpinan visioner adalh gaya kepemimpinan yang mampu
menciptakan dan mengarikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai
masa epan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik. Pemimpin
mempunyai suatu pandangan visi misi yang jelas dalam organisasi, pemimpin visioner
sangatlah cerdas dalam mengamati suatu kejadian di masa depan. Visi ini jika diseleksi
dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besaar yang bisa
mengakibatkan terjadinya lombapatan awal ke masa depan dengan membangkitkan
ketrampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.
16
2.1.2.2 Kriteria Pemimpin
Seorang pemimpin harus mampu memimpin bawahan untuk mencapai tujuan organisasi,
mampu menagani hubungan antar karyawan, mempunyai interaksi antar personal yang baik, dan
mampu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan Samsudin (2006, p.293).
Samsudin (2006, p.293), menyatakan ada beberapa kriteria yang harus dimiliki seorang
pemimpin, antara lain:
1. Keinginan untuk menerima tanggung jawab. Seorang yang menerima kewajiban
untuk mencapai suatu tujuan berarti bersedia bertanggung jawab atas segala yang
dilakukan bawahannya.
2. Kemampuan untuk “Perceptiveí. Perceptive menunjukan kemampuan untuk
mengamati atau menentukan kenyataan dari suatu lingkugan. Setiap pemimpin
harus memahami mengenai tujuan organisasi sehingga dapat bekerja untuk
membantu mencapai tujuan tersebut.
3. Kemampuan untuk bersikap objektif. Objektivitas adalah kemampuan untuk
melihat suatu peristiwa atau merupakan perluasan dari kemampuan persepsi.
Persepsivitas menimbulkan kepekaan terhadap fakta, kejadian, dan kenyataan
yang lain.
4. Kemampuan untuk menentukan prioritas. Seorang pemimpin yang pandai adalah
seorang pemimpin yang mempunyai kemampuan untuk menentukan hal yang
penting dan yang tidak penting.
5. Kemampuan untuk berkomunikasi. Kemampuan untuk memberikan dan
menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang
pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain.
Oleh karena itu, pemberian perintah dan penyampaian informasi kepada orang
lain mutlak perlu dikuasai.
17
2.1.3 Motivasi
Istilah motivasi sendiri berasal dari bahasa latin yaitu movere yang artinya adalah
bergerak dan menggerakan. Motivasi juga diartikan sebagai suatu kekuatan sumber daya yang
menggerakan dan mengendalikan perilaku manusia.
Robbins dan Judge (2008, p.166) menyatakan bahwa motivasi adalah proses yang
melampirkan intensitas, tujua, dan ketekunan seorang individu dalam mencapai goal (tujuan).
Sedangkan motivasi dalam general hanya berfokus pada tujuan apapun.
Nawawi dalam Darsono dan Siswandoko (2011, p.149), menyatakan kata motivasi
berasal dari kata dasar motive yang artinya dorongan atau alas an manusia melakukan tindakan
secara sadar.
Suatu inidikasi yang menunjukan hilangnya motivasi bekerja menurut Nitisemitoo dama
Darmawan (2013, p.78), tingkat absensi yang semakin meningkat dan tinggi.
Adapula menurut Maslow dalam Robbins dan Judge (2008, p.167) motivasi menurut
Robbins motivasi dipengaruhi oleh Abraham Maslow’s Hierarchy of Needs. Yang mengatakan
setiap manusia memiliki 5 hirarki keinginan yaitu :
1) Physiological : termasuk lapar, haus, tempat tinggal, sex, dan kebutuhan tubuh
lainnya
2) Safety : keamanan baik secaara fisik maupun secara emosi atau mental
3) Sosial : kepemilikan, pengakuan, dan pertemanan
4) Esteem : pada internal yaitu percaya diri, dan pencapaian diri, sedangkan pada
eksternal adalah status, perhatian, dan pengakuan oleh orang lain.
5) Self-actualization : dorongan seseorang untuk menjadi berkembang, mencapai tujuan,
dan bangga atau puas pada diri sendiri.
2.1.3.1 Motivasi Kerja
As’ad (2002, p.45) mendefinisikan motivasi kerja sebagai sesuatu yang menimbulkan
semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi biasa disebut sebagai pendorong atau
semangat kerja. Sedangkan menurut Robbin (2002, p166), motivasi di definisikan sebagai
kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu.
18
Herzberg yang dikutip oleh Robbins (2005, p.395)menyatakan, bahwa motivasi
merupakan dampak langsung dari kepuasan kerja. Teori ini meneliti tentang dua kondisi yang
mempengaruhi seseorang di dalam pekerjaannya, yaitu: kondisi pertama adalah faktor motivator
yang meliputi : keberhasilan pekerjaanya kerja; pengakuan (recognition);kondisi kedua adalah
pekerjaan itu sendiri; tanggung jawab; pengembangan (advancement)
Wagner dan Hollenbeck (2009, p.81) menyatakan motivasi kerja adalah suatu kebutuhan
psikologis di dalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang di dalam organisasi
yang menyebabkan pergerakan arahan usaha dan kegigihan dalam menghadapi rintangan untuk
mecapai suatu tujuan.
Munandar (2006, p.323), menyatakan motivasi kerja adalah suatu proses dimana
kebutuhan memaksa seseirawng untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke
tercapainya tujuan tertentu. Tujuan yang jika berhasil tercapai dapat memenuhi target atau tujuan
yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Dari kesipilan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah segala hal yang ada
dalam diri manusia yang menjadikan droongan seseorang mendapatkan sesuatu yang lebih dalam
perusahaan.
2.1.3.2 Indikator Motivasi Kerja
Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2007, p.167) indikator yang digunakan dalam
mengukur motivasi kerja adalah :
1) Faktor Intrinsik : berkaitan dengan motivasi yang ada dalam diri sendiri yaitu
kemajuan, pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian
2) Faktor Ekstrinsik : motivasi yang diperoleh dari luar yaitu pengawasan, imbalan kerja,
kebijaksanaan perusahaan, dan kondisi-kondisi kerja
2.1.3.3 Teori Motivasi Kerja
Untuk memaksimalkan motivasi diperlukan teori-teori motivasi dari para ahli sebagai
pendukungnya. Teori-teori motivasi dalam Robbins, dan Judge (2008, p.222) adalah sebagai
berikut :
a) Teori Motivasi
McGregor mengemukakan pandangan manusia dapat dibagi menjadi dua yaitu dalam hal
ini bernama teori X dan teori Y. Biasanya X di label kan sebagai negatif sedangkan Y sebagai
19
postif. Setelah melihat bagaiman seorang manager menghadapi pekerjanya, McGregor
menyimpulkan bahwa manager memiliki pandangan terhadap makhluk hidup berdasarkan
asumsi kelompok dan biasanya perilaku terbentuk akibat dari perilaku manager tersebut ke
pekerjanya menurut asumsi yang ada.
Pada teori X, ada 4 asumsi yang dimiliki oleh manager yaoitu:
1) Pekerja lama kelamaan akan membenci pekerjaanya, dan jikalau bisa akan
menghindari pekerjaan tersebut.
2) Karena pekerja tidak suka dengan pekerjaannya maka mereka harus di control dan diberikan
hukuman untuk mencapai tujuan perusahaan.
3) Pekerja akan melalaikan tanggung jawab dan menggunakan pendekatan secara formal jika
memungkinkan.
4) Kebanyakan pekerja memasang keamanan sebagai prioritas paling tinggi dibandingkan hal-hal
yang beruhubungan dengan perkejaan, yang mana hasilnya pekerja tidak menjadi ambisius
terhadap pekerjaannya.
Dengan adanya pandangan negatif menurut McGregor tersebut, McGregor juga
mengurutkan 4 asumsi positif yang dia sebut teori Y , yaitu:
1) Pandangan pekerja terhadap pekerjaannya sama seperti saat mereka istrihat atau bermain.
2) Pekerja akan berlatih untuk lebih fokus dan lebih komitmen dengan adanya target
atau tujuan yang dituju.
3) Orang-orang biasannya akan belajar menerima atau mencari tanggung jawab.
4) Kemampuan untuk mengambil keputusan menjadi lebih tersebar luas dan tidak
hanya berfokus pada posisi management
b) Teori Herzberg
Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory) yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg
merupakan kerangka kerja lain untuk memahami implikasi motivasional dari lingkungan kerja
dan ada dua faktor di dalam tori ini yaitu faktor-faktor (sumber ketidakpuasan) dan faktor-faktor
pemuas (sumber kepuasan) dalam teorinya Herzberg meyakini bahwa kepuasan kerja
memotivasi pada kinerja yang lebih baik. Faktor higienis seperti kebijakan organisasi,
pengawasan dan gaji dapat menghilangkan ketidakpuasan. Faktor ini berhubungan erat dengan
pekerjaan. Perbaikan hubungan pekerjaan tidak mengarah pada kepuasan yang lebih besar, tetapi
diharapkan akan mengurangi ketidakpuasan. Dilain pihak, motivator atau pemuas seperti
20
pencapaian, tanggung jawab, dan penghargaan mendukung pada kepuasan kerja. Motivator
berhubungan erat dengan kerja itu sendiri atau hasil langsun yang diakibatkannya, seperti
peluang promosi, peluang pertumbuhan personal, pengakuan tanggung jawab, dan prestasi.
Perbaikan dalam isi pekerjaan mendorong pada peningkatan kepuasan dan motivasi untuk
bekerja lebih baik.
2.1.4 Kinerja Kerja Karyawan
Mathis dan Jackson (2002, p.78) mengemukakan Kinerja adalah hasil atas yang
dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Kinerja kerja karyawan adalah seberapa banyak para
pegawai memberi kontribusi kepada perusahaan meliputi kuantitas output, kualitas input, jangka
waktu, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Kinerja kerja karyawan menunjuk pada
kemampuan karyawan dalam melaksanakan keseluruhan tugas0tugas yang menjadi tanggung
jawabnya.
Anwar (2000, p.67) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kerja
karyawan adalah sebagai berikut :
1. Faktor Kemampuan
2. Faktor Motivasi
Kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan pengetahuan
(knowledge). Karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan keterampilan dalam mengerjakan tugas sehari-hari, akan lebih mudah
mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, setiap karyawan harus ditempatkan pada
pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan
dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri
karyawan pada usaha mencapai tujuan perusahaan.
2.1.4.1 Indikator Kinerja Kerja Karyawan
Umar yang dikutip oleh Mangkunegara (2011, p.18), terdapat dua aspek atau dimensi
standar kinerja kerja karyawan, dan kemudian dikembangkan menjadi beberapa indikator, antara
lain:
1. Kuantitatif penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian
dan fenomena serta hubungan-hubungannya, indikatornya meliputi:
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan
b. Waktu dalam bekerja
21
c. Jumlah kesalahan
d. Jumlah dan jenis pekerjaan
2. Kualitatif' adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis, indikatornya meliputi:
a. Kualitas pekerjaan
b. Ketepatan waktu
c. Kemampuan dan ketrampilan bekerja
2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar: 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis, 2015
Gaya Kepemimpinan Transaksional
(X1)
Motivasi
(X2)
Kinerja Kerja
(Y)
22
2.3 Hipotesis
Berikut ini adalah dasar pengambilan keputusan yang digunakan dalam penelitian ini:
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0,05 ≤ Sig],
maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Jika nilai probablitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai porbabilitas Sig atau [0,05 ≥ Sig],
maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Berdasarkan identifikasi masalah, maka perumusan hipotesis untuk penilitian ini adalah sebagai
berikut :
Hipotesis T-1 :
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari gaya kepimimpinan transaksional terhadap
kinerja kerja.
Ha: Ada pengaruh yang signifikan dari gaya kepemimpinan transaksional terhadap kinerja kerja.
Hipotesis T-2 :
Ho Tidak ada pengaruh yang signifikan dari motivasi terhadap kinerja kerja karyawan
Ha: Ada pengaruh yang signifikan dari motivasi terhadap kinerja kerja karyawan
Hipotesis T-3 :
Ho: Tidak ada pengaruh yang signfikan dari gaya kepepmimpinan transaksional dan motivasi
terhadap kinerja kerja karyawan
Ha: Ada pengaruh yang signifikan dari gaya kepimimpinan transaksional dan terhadap motivasi
terhadap kinerja kerja karyawan.