repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3699... · web viewresolusi...
TRANSCRIPT
RESOLUSI KONFLIK PASCA PILKADA TAHUN 2010 DI KABUPATEN GOWA
SkripsiDisusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Politik
Pada Jurusan Ilmu Politik da Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniveristas Hasanuddin
Oleh:
Andi NurmadinaE111 07 039
Program Studi Ilmu PolitikJurusan Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Hasanuddin
Makassar2012
HALAMAN PENGESAHAN
” RESOLUSI KONFLIK PASCA PILKADA TAHUN 2010 DI KABUPATEN GOWA”
Nama Mahasiswa : Andi NurmadinaNomor Pokok : E 111 07 039Jurusan : Ilmu Politik dan Ilmu PemerintahanProgram Studi : Ilmu Politik
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Ilmu Politik pada program studi Ilmu Politik, jurusan Politik Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Hasanuddin
Makassar, November 2012
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Gustiana A. Kambo, M.Si Sakinah Nadir, S. Ip, M. SiNIP : 19730813 199803 2 001 Nip : 19791218 200812 2 002
Mengetahui,Sekretaris Jurusan Politik Pemerintahan Ketua Program StudiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ilmu Politik
Dr. H. Gau Kadir, MA Dr. Gustiana A. Kambo, M.SiNIP : 19501017 198003 1 002 NIP : 19730813 199803 2 001
HALAMAN PENGESAHAN
RESOLUSI KONFLIK PASCA PILKADA TAHUN 2010
DI KABUPATEN GOWA
Nama Mahasiswa : Andi NurmadinaNomor Pokok : E 111 07 039Jurusan : Ilmu Politik dan Ilmu PemerintahanProgram Studi : Ilmu Politik
Telah disetujui dan diterima olehTim Evaluasi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana
pada Jurusan Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan program Studi Ilmu Politik.
Agustus 2012
TIM EVALUASI
Ketua : Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si ………………..
Sekretaris : A. Ali Armunanto, S.Ip, M.Si ….…………….
Anggota : Dr. Gustiana A. Kambo, M.Si .……………….
: A. Naharuddin, S.Ip, M.Si ………….…….
: Ariana Yunus, S.Ip, M.Si ………………..
ABSTRAKSI
Resolusi Konflik Pasca Pemilukada Tahun 2010 Di Kabupaten Gowa. Andi Nurmadina, Nim:E11107039, Program Studi Ilmu Politik dibawah bimbingan Dr. Muhammad M.Si dan Sakinah Nadir , S.Ip M.Si
Pemilukada langsung merupakan sebuah implementasi kebijakan pemerintahan pusat serta merupakan proses demokrasi masyarakat ditingkat lokal, ini sejalan dengan UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Pemerintahan langsung dilakukan untuk memilih kepala daerah di suatu daerah dengan prinsip demokrasi. Dalam proses pemilukada sering kali terjadi konflik-konflik politik,baik sebelum proses pemilihan maupun pasca penetapan pemenang pemilukada. Konflik dalam pemilukada 2010di Kabupaten Gowa terjadikarena ketidskpuasan dari kandidat maupun rakyat terhadap hasil pemilukada diakibatkan temuan-temuan pelanggaran pada saat pemilukada Gowa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses resolusi konflik psca pemilukada dan dampak dari resolusi konflik di Kabupaten Gowa.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif analisi. Adapun konsep dan teori yang digunakan : Teori Konflik, Resolusi Konflik, Konsep Arbitrasi, dan Pemilukada Lokasi Penelitian di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan arsip/dokumen. Teknik analisi data menggunaka metode kualitatif.
Hasil Penelitian menunjukkan konflik pemilukada tahun 2010 di Kabupaten Gowa terjadi karena ketidakpuasan pasangan Andi Madusilla Idjo – Jamaluddin Rustam terhadap hasil Pemilukada yang memenangkan pasangan Ikhsan Yasin Limpo – Abd Razak Bajidu yang diduga melakukan pemalsuan ijazah pada proses verifikasi calon Bupati dan wakil Bupati. Penyelesain konflik diselesaikan dengan cara Arbitrase dimana KPU Kabupaten Gowa menyerahkannya ke KPU Provinsi dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi secara legal menetapkan pasangan Ikhsan Yasin Limpo – Abd Rzak Bajidu sebagai Bupati dan Wakil Bupati Gowa periode 2010-2014.
Dampak dari resolusi konflik tersebut adalah pemberhentian lima anggota KPU Gowa selaku yang dinilai kurang profesional dalam menjalankan tugas wewenang sebagai Tim verifikasi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.serta adanya pemulihan konflik antara pihak-pihak yang terlibat.
KATA PENGANTAR
“Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat,
taufik, dan Hidayah_Nya yang Tiada terkira besarnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”RESOLUSI KONFLIK PASCA PILKADA TAHUN 2010 DI KABUPATEN GOWA”
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1 Penulis haturkan rasa hormat dan terimakasih yang sedalam-dalamnya bagi
Ayahanda Tercinta Muh.Arsyad dan Ibunda Tersayang Basse Daeng yang
selama ini dengan tulus memberikan kasih sayang dan Doa tiada tara kepada
anak-anaknya. Ananda bersyukur kepada Allah SWT karena diberikan Orangtua
seperti kalian,Sosok orang tua dengan segala keterbatasan mampu mendidik dan
selalu memberikan yang terbaik buat ananda. Semoga Allah SWT selalu
menjaga dan melindungi kalian.
2 Penulis pula mengucapkan Terimakasih kepada kakak kandung “Ervina dan
Mustika” yang dari kecil hingga dewasa selalu menjadi teman terbaik buat
penulis, tidak lupa pula penulis mengucapkan Terimakasih kepada Nenek tercinta
yang selalu memberikan dukungan,semangat dan Doa yang luar biasa.
3 Hormat dan Terimakasih penulis kepada Bapak Dekan Fakultas Imu Sosial Dan
Politik beserta Wakil Dekan I ,Wakil Dekan II, Wakil Dekan III yang membawa
nama Fakultas menjadi lebih maju serta selalu membantu penulis untuk
menyelesaikan studinya
4 Hormat dan Terimakasih penulis kepada Ketua Jurusan Ilmu Politik dan
Pemerintahan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
studinya.
5 Hormat dan Terimakasih penulis ucapkan kepada dosen program studi ilmu
politik yang membuat penulis menjadi manusia tercerahkan dengan ilmu
pengetahuan.terlebih khusus dengan Dosen Pembimbing Dr. Gustiana A. Kambo
dan Sakinah Nadir S.Ip M,Si yang telah meluangkan waktunya memberikan
Arahan dan Bimbingan sehingga tersusun karya skripsi ini. Tak lupa pula buat
Tim Penguji atas semua Kritik dan masukannya sehingga penulis terpacu bisa
lebih baik lagi. Terimaksih juga buat staf akademik FISIP_UH atas bantuan
selama ini (makasih kak irma)..
6 Rasa bangga dan terima kasih kepada saudara-saudara angkatan 2007 ”KRITIS”
(Hendri, Ahmad, Ady, Adim, Mula, Fandy, Fadly, Yosep, Zul, Aris, Sam, Dius,
Kiki, Hans, Tysas, Djalling, Gafur, Ela, Erwin, Masny, Dian, Dewi, Ema,Rani,
Hasny, Upy. Kalian adalah hal yang terindah yang kudapatkan selama
menginjakkan kaki di Fisip Unhas. Terima kasih atas indahnya kebersamaan,
keceriaan yang kita bina selama ini.
7 Terimakasih kepada Ketua KPU beserta staf yang banyak membantu penulis
selama penelitian,terlebih kepada ibu Risma Nirwaty yang selalu meluangkan
waktunya untuk memberikan infomasi tentang semua yang penulis butuhkan.
8 Rasa bangga penulis berikan kepada Sahabat terbaik ” Maharani S.Ip” ,sahabat
yang menjadi saudara selama penulis jauh dari orangtua,.sahabat yang menjadi
pendengar terbaik untuk meluapkan semua curahan hati, dan sahabat yang
selalu mempunyai seribu cerita dongeng untuk mengejar masa depan. Kaulah
sahabatku yang selalu ada dalam suka maupun duka. Terimakasih Paris Gaga,
thanks my best sista.
9 Penulis pula mengucapkan Terimakasih kepada teman terdekat penulis
“Kharisman Pratama S.H”. Teman yang menjadi motivator terbaik buat penulis,
dan teman yang selau Ada pada tahap-tahap tersulit penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. A million feelings, a thousand thoughts, hundreds of
memories, all of for one person and of course just for you. Thanks a lot MyBun’
({}).
10 Terimakasih pula kepada teman masa kecil “Lisdayanti paulus S.Kep dan
Lisdayantl” yang senantiasa mendengarkan curahan hati dan keluhan-keluhan
penulis selama berteman dengan kalian.
11 Tak lupa penulis haturkan banyak terima kasih kepada para informan yang
sangat membantu hingga terselesainya skripsi ini, tanpa bantuan dan
kebersamaannya skripsi ini tidak dapat terselesaikan serta semua pihak yang
tidak sempat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga segala pengorbanan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah
SWT dan kebahagiaan selalu menyertai kita.
Sekian dan Terimakasih
Wabillahi Taufiq Wal Hidayah Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 4 Desember 2012
Andi Nurmadina Arsyad
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................. i
Abstraksi...................................................................................................................... ii
Lembar Pengesahan .................................................................................................. iii
Kata Pengantar............................................................................................................ iv
Daftar isi ..................................................................................................................... v
Daftar Tabel................................................................................................................. vi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian........................................................ 7
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Konflik................................................................................................................ 9
B. Resolusi Konflik ................................................................................................ 15
C. Penyelesaian Konflik Secara Arbitrase.............................................................. 20
D. Pemilukada ...................................................................................................... 22
E. Kerangka Pikir................................................................................................... 26
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian............................................................................................... 29
B. Tipe Penelitian dan DasarPenelitian................................................................. 29
C. Sumber Data.................................................................................................... 30
D. Teknik Pengumpulan Data............................................................................... 31
E. Teknik Analisis Data......................................................................................... 34
BAB IV : GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum.............................................................................................. 35
B. Kondisi Sosial Ekonomi..................................................................................... 36
C. Kondisi Pemerintahan....................................................................................... 39
D. Daftar Calon Bupati........................................................................................... 41
E. Daftar Tim Verifikasi.......................................................................................... 46
BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Resolusi Konflik/Penyelesaian Masalah Pasca Pilkada Di Kabupaten Gowa. . . 49
B. Dampak Resolusi Konflik Pasca Pilkada Di Kabupaten Gowa.......................... 66
BAB VI: PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................... 70
B. Saran................................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 72
DAFTAR TABEL
Tabel 01. Daftar Calon Perseorangan.................................................................... 44
Tabel 02. Daftar Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten Gowa.................................................................................... 46
Tabel 03. Daftar Tim Verifikasi............................................................................... 47
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demokrasi lokal merupakan bagian dari subsistem politik suatu negara yang derajat
pengaruhnya berada dalam koridor pemerintahan daerah. Di Indonesia Demokrasi lokal
merupakan subsistem dari demokrasi yang memberikan peluang bagi pemerintahan daerah
dalam mengembangkan kehidupan hubungan pemerintahan daerah dengan rakyat di
lingkungannya.
Proses demokratisasi di Indonesia pasca orde baru telah menghasilkan desain sistem
politik yang sangat berbeda secara signifikan dengan desain yang dianut selama masa orde
baru. Reformasi prosedural dan kelembagaan yang walau dilakukan secara bertahap, telah
mengubah landasan berpolitik secara sangat radikal.
Perkembangan dunia politik di Indonesia terus berkembang seiring dengan reformasi
terhadap produk hukum, pemerintahan, maupun kebebasan pers. Dalam skala nasional dapat
kita lihat pada pemilihan umum 2009 yang dilaksanakan secara langsung. Pemilu merupakan
momen terbesar demokrasi. Terbesar dari segi anggaran yang harus dikeluarkan, terbesar
gesekan politiknya, dan terbesar pengaruhnya terhadap keberlanjutan pembangunan sosial
politik suatu negara. Dalam sistem Pemilu di Indonesia yang baru, ada beberapa jenis
penyelenggaraan Pemilu, salah satunya pemilu legislatif untuk memilih anggota DPR RI,
anggota DPRD Provinsi, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota serta pemilihan umum kepala
daerah.
Kemunculan UU Nomor 32 tahun 2004 sebagai pengganti UU nomor 22 tahun 1999,
tentang pemerintahan daerah yang sekaligus menandakan lahirnya pemilukada langsung
diberbagai daerah di Indonesia diharapkan mampu membawa perubahan bagi bangsa ini
didalam merencanakan agenda reformasi lebih demokratis. Kehadiran UU tersebut merupakan
peluang untuk mewujudkan aspirasi daerah yaitu keinginan untuk memiliki pemimpin lokal yang
disepekati oleh rakyat melalui pemilukada langsung. Mengemukakan mekanisme pemilihan
seperti yang tertuang dalam UU nomor 22 tahun 1999 dinilai belum mampu menciptakan
pemimpin daerah yang lebih akuntabel terhadap masyarakat setempat.
Pemilukada langsung merupakan sebuah implementasi kebijakan pemerintahan pusat
serta merupakan proses demokrasi masyarakat ditingkat lokal. Hal baru ini tentunya tidak
ditemukan oleh masyarakat masa orde baru sebelumnya jadi sekarang ini, kepala daerah tidak
lagi ditentukan dan diangkat oleh pemerintahan pusat bahkan tidak dipilih oleh anggota DPRD
setiap daerah malainkan dipilih langsung oleh masyarakat daerah setempat, sehinggah proses
demokrasi yang berjalan di Negara ini dapat dilaksanakan secara menyeluruh.
Kendati demikian perubahan sistem politik dengan diberlakukannya sistem pemilhan
langsung di daerah tidak sepenuhnya memberikan arti perubahan yang positif. Pemilukada
langsung pada prakteknya ternyata memunculkan serangkaian konflik dalam pelaksanaanya,
hal tersebut berbanding terbalik dengan tujuan awal diterapkannya system pemilukada untuk
menciptakan pemimpin daerah yang lebih berkualitas.
Proses pemilihan kepala daerah kian penting dan mendapat perhatian, menjadi ajang
perebutan partai-partai politik kandidat pemilihan kepala daerah (Pemilukada). Maraknya
kemunculan partai politik di era demokrasi menyebabkan sulit bagi suatu partai mencapai
kemenangan mayoritas tunggal dalam Pilkada. Upaya koalisi partai-partai politik ditempuh untuk
memenangkan calon kepala daerah.
Salah satu tahapan pemilukada yang sering terjadi konflik di dalamnya adalah tahapan
pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah/wakil kepala daerah.pada tahap pendaftaran
terjadi konflik seperti adanya salahsatu calon yang bermasalah pada tahap verifikasi data.
Khusus untuk tahapan ini, pasal 59 ayat 2 UU No.32 Tahun 2004 mensyaratkan bahwa partai
politik atau gabungan partai politik sebagaimana yang dimaksud boleh mendaftarkan calon
apabila memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari
akumulasi perolehan suara dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang
bersangkutan..
Berbagai kecenderungan proses dan hasil pemilukada tetap merupakan bahan kajian
yang menarik. Kecenderungan proses pencalonan dalam mengajukan kandidat atau pasangan
calon adalah salah satu fenomena paling menarik dibalik penyelenggraan pemilikada di Gowa.
Berbagai konflik pemilukada Kab.Gowa yang muncul dari hal sebagai berikut ; “pertama,
tahapan pendaftaran calon yang umumnya memiliki peluang adanya calon yang gugur atau
tidak lolos verifikasi yang dilakukan KPU. Hal ini bisa jadi karena adanya dualisme
kepemimpinan parpol, ijazah palsu, atau tidak terpenuhinya syarat dukungan 15% partai politik
pendukung dll. Ketidaksiapan aturan main yang operasional untuk mengakomodir calon calon
independen ini kerap kali menjadi sumber konflik yang pontensial. “kedua, sengketa pemilukada
banyak juga dipicuh oleh tidak maksimalnya proses pendaftaran pemilih. Banyak masyarakat
yang menelenggarakan pemilukada merasa berhak untuk menjadi pemilih, tapi kenyataanya
tidak terdaftar. Hal ini menimbulkan ketidak puasan dan menjadi diterminan konflik. “ketiga,
konflik juga sangat mungkin lahir ekses masa kampanye, berbagai upaya melakukan untuk
memasarkan politik ( marketing of politics ) untuk meraih simpati publik, dalam praktiknya
sekaligus didampingi dengan tindakan menyerang, pembunuhan karakter yang dapat
menimbulkan rasa sakit hati. “keempat, tahapan yang paling krusial adalah tahapan penetapan
pemenang pemilukada. Fenomena yang sering muncul adalah pihak yang kalah, yang selalu
mengangkat isu penggelembungan suara, banyak warga yang tidak terdaftar dan persoalan
pendataan pemilih lainnya sebagai sumber utama kekalahan. Massa yang merasa tidak
mendapat hak pilih biasanya memprotes dan dimanfaatkan oleh pasangan yang kalah.
Nama calon pasangan bupati di Kabupaten Gowa, terdiri atas: (1) Ahmad Pidris – A.Ravi
Rasyid, (2) Andi Madusilla Idjo – Jamaluddin Rustam, (3) Ikhsan Yasin Limpo – Abd Razak
Bajidu, dan (4) A.Mappatunru – Burhanuddin M.
Sesuai dengan konflik pertama yang telah dijelaskan diatas tentang tahapan pendaftaran
calon yang umumnya memiliki peluang adanya calon yang gugur atau tidak lolos verifikasi yang
dilakukan KPU. Pasangan nomor satu (Ahmad Pidris – A.Ravi Rasyid) berpendapat bahwa
sejak proses awal sampai akhir pemilukada Gowa cacat hukum dan bertentangan dengan azas
demokrasi, UU nomor 12 tahun 2008 dan peraturan KPU Nomor 68 tahun 2009. Terkait pula
dengan berkas pencalonan pasangan IYL – BAJI tentang dugaan Ijazah palsu yang dimiliki
Ichsan Yasin Limpo maka dari itu elemen masyarakat dan kandidat lainnya merasa pelaksanaan
pemilukada tidak berlangsung jujur dan adil karena sudah melenceng dari peraturan KPU. 1
Dalam konflik yang disebutkan diatas telah diselesaikan melalui kelembagaan KPU,
Kepolisian dan MK. Oleh KPU Gowa hal tersebut tidak bisa mempengaruhi proses atau
tahapan yang sudah terjadwalkan karena persoalan ijazah palsu tentu harus melalui proses
pembuktian dalam proses hukum, sedangkan KPU Gowa sebatas melakukan verifikasi
Administrasi dimana ijazah SMP Ichsan Yasin Limpo telah dilegalisir oleh instansi yang
berwenang. Untuk itu KPU Gowa tetap memutuskan bahwa selama belum ada keputusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, ijazah Ichsan Yasin Limpo secara administrasi
memenuhi syarat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2) huruf f Peraturan KPU
Nomor 68 Tahun 2009 yang berbunyi ”apabila terdapat pengaduan atau laporan tentang
ketidakbenaran ijazah bakal pasangan calon disemua jenjang pendidikan, kewenangan atas
laporan tersebut diserahkan kepada pihak pengawas Pemilu dan Kepolisian, sampai dengan
terbitnya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam hal ini Kepolisian sebagai alat Negara yang diberikan amanah oleh Negara yang
telah diatur dalam undang- undang, untuk mengatur dan menindak lanjuti suatu
permasalahan/konflik yang terjadi di dalam Negara umumnya dan konflik yang terjadi mengenai
1 Arsip KPU : laporan Hasil Pemilukada 2010 kab.Gowa
Pemilukada di Gowa pada khususnya, kepolisian harus berperan aktif demi tugas dan
tanggungjawab sangat berat dan penuh resiko sehingga membutuhkan kerja profesional dan
integritas yang tinggi. Lembaga Kepolisian yang menjadi mediasi untuk penyelesaian konflik
satu pendapat dengan MK bahwa, penyelesaian atas konflik yang terjadi di Gowa sesuai
dengan keputusan ketua Majelis Hakim yang juga Ketua MK Mahfud MD, menyatakan
permohonan tidak dapat diterima atau menolak permohonan mantan calon bupati Kabupaten
Gowa Andi Maddusila. Sesuai dengan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui
dan membahas lebih jauh mengenai:
“Resolusi Konflik Pasca Pilkada Tahun 2010 di Kabupaten Gowa”
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di dalam latar belakang sebagaimana di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan pengkajian terhadap resolusi konflik pasca pilkada di Kabupaten Gowa. Penulis
memberikan rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana resolusi konflik pasca pilkada di Kabupaten Gowa?
2. Apa dampak dari resolusi konflik pasca pilkada di Kabupaten Gowa?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian adalah sarana fundamental untuk memenuhi pemecahan masalah secara
ilmiah, untuk itu penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
a) Mendeskripsikan resolusi konflik atau penyelesaian masalah pasca pilkada di
Kab. Gowa
b) Mendeskripsikan dampak dari resolusi konflik atau penyelesaian masalah pasca
pilkada di Kab. Gowa
2. Manfaat Penelitian
2.1. Manfaat Teoritis
a. Menjawab fenomena sosial politik yang ada khususnya dalam perpolitikan
lokal.
b. Menunjukkan secara ilmiah mengenai pandangan politik pasca pilkada di
Kabupaten Gowa.
c. Memperkaya kajian ilmu politik untuk perkembangan keilmuan, khususnya
kontemporer.
2.2. Manfaat Praktis
a. Memberikan bahan rujukan kepada masyarakat yang berminat dalam
memahami resolusi konflik atau penyelesaian masalah pasca pilkada di
Kabupaten Gowa.
b. Memberikan informasi kepada praktisi politik tentang resolusi konflik atau
penyelesaian masalah pasca pilkada di Kabupaten Gowa.
c. Sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana ilmu politik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.2 Konflik,
dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, dan
pertentangan.3 Defenisi konflik menurut para ahli sangatlah bervariasi karena para ahli melihat
konflik dari berbagai sudut pandang atau perspektif yang berbeda-beda.
Secara umum konflik.4 dapat digambarkan sebagai benturan kepentingan antar dua
pihak atau lebih, di mana salah satu pihak merasa diperlakukan secara tidak adil, kemudian
kecewa. Dan kekecewan itu dapat diwujudkan melalui konflik dengan cara-cara yang legal dan
tidak legal. Konflik juga diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau
kelompok) yang memiliki atau merasa sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
Dalam manajemen konflik, penyelesaian sengketa pilkada ini sebenarnya ada opsi
lain yaitu konsensus. Dalam opsi ini adanya pemahaman bersama, di mana semua
pihak harus duduk bersama dan menyelesaikan masalah secara terbuka, dengan
kepala dingin, transparan, serta menjunjung tinggi asas kejujuran dan
keadilan. Keyakinan, nilai-nilai, dan norma, serta tujuan otonomi daerah menjadi suatu
landasan ideal untuk menuju suatu penyelesaian dalam sengketa. Dengan begitu
perubahan sosial terjadi dalam ruang lingkup konsensus dan berlangsung secara
damai.Karena itu, guna menghindari sengketa pilkada dalam konflik politik dibutuhkan
kedewasaan dalam berpolitik dan kematangan para tokohnya. Selain itu, mesti ada
21 http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik diakses 28/05/2011 jam 11.09
3 Hamzah Ahmad, Kamus Bahasa Indonesia (Surabaya:Fajar Mulia,1996), hal.2084 Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 21.
kesepakatan awal bagi para calon untuk siap menang dan kalah –selain deklarasi
damai–sehingga pemenang dengan perolehan suara berapa pun harus diterima.5
Menurut Ralf Dahrendrof, dalam hubungan-hubungan kekuasaan beberapa
orang memiliki kekuasaan sedangkan yang lain tidak.6 Konflik terjadi dalam masyarakat
karena adanya distribusi kekuasaan yang tidak merata sehingga bertambahnya
kekuasaan pada suatu pihak akan dengan sendirinya mengurangi kewenangan pihak
lain. Dahrendorf berpendapat bahwa ada dua macam tataran konflik. 7
1. Konflik laten, yakni pertentangan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terwujud
dalam konflik terbuka.
2. Konflik manifest, jika konflik yang pertama tadi mewujud kedalam pertikaian terbuka.
Fungsi konflik menurut Dahrendrof adalah menciptakan perubahan dan perkembangan.
Menurutnya, sekali kelompok-kelompok yang bertentangan muncul maka mereka akan terlibat
dalam tindakan-tindakan yang mengarah pada perubahan di dalam struktur sosial, jika konflik
itu intensif, maka perubahan akan bersifat radikal. Jika konflik itu diwujudkan dalam bentuk
kekerasan, maka perubahan struktural akan terjadi secara tiba-tiba.
Dahrendrof juga menyatakan bahwa masyarakat bersisi ganda, yakni memilki sisi
konflik dan sisi kerjasama sehingga dalam memperebutkan kekuasaan akan menghadapi dua
kondisi, yakni konflik dan konsensus.8 Di satu sisi akan menghadapi perbedaan, persaingan
dan pertentangan pendapat, disisi lain juga memungkinkan terjadinya kekerasan atau
konsensus. Oleh karena itulah konflik merupakan gejala serba hadir, gejala yang melekat pada
masyarakat dan tidak akan dapat dilenyapkan melainkan diatur agar tidak mengakibatkan
perpecahan.
5 http://radarlampung.co.id/read/opini/42410-sengketa-pilkada-dalam-manajemen-konflik6 Ralf Dahrendrof, dalam Margaret M. Polma, 2000. Sosiologi Kontemporer, hal 1347 http://theresiahestik. Wordpress. Com/2010/03/08/Teori-Konflik, diakses 27/ 11/ 20118 Ralf Dahrendrof, dalam Margaret M. Polma, ibid, hal .130
Menurut Watkins, konflik terjadi karena terdapat dua pihak yang bertikai dan keduanya
yang potensial dapat saling menghambat.9 Fisher menyatakan konflik bisa terjadi karena
hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa
memiliki tujuan-tujuan yang tidak sejalan.10 Penyebab konflik pada dasarnya dapat dibagi
menjadi dua yaitu kemajemukan horizontal dan kemajemukan vertikal. Ini akan diuraikan lebih
lanjut:
1. Kemajemukan horizontal adalah struktur masyarakat yang majemuk secara
kultural, seperti suku bangsa, daerah, agama, dan ras. Kemajemukan horizontal
ini sering menimbulkan konflik, karena masing-masing kelompok masyarakat
tersebut memiliki kepentingan yang berbeda dan bahkan saling bertentangan.
2. Kemajemukan vertikal adalah struktur masyarakat yang terpolarisasi berdasarkan
kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan.
Konflik merupakan suatu situasi dimana aktor-aktor yang saling berhubungan satu sama
lain dihadapkan pada pertentengan kepentingan dan masing-masing pihak memperjuangkan
kepentingannya. Namun jebakan kekuasaan menimbulkan ketidak adilan yang pada gilirannya
menjadi sumber kekerasan, baik atas nama keadilan maupun ketidakadilan.11 Konflik dengan
menggunakan kekerasan terjadi dalam suatu masyarakat karena adanya “perasaan” dirampas
yang menimbulkan ketidak puasan.12
Konflik juga dapat dikatakan sebagai pertentangan oleh karena terjadi perbedaan
antara dua atau lebih baik individu maupun kelompok dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dan berusaha menjadi dominan atas pihak lain. Ted Robert Gur dalam
Maswadi Rauf menyebutkan ada empat prasyarat yang harus terpenuhi agar sebuah hubungan
sosial dapat dikatakan sedang mengalami konflik, ia mencirikan sebagai berikut:13
9 Robby I Chandra, Konflik dlm kehidupan sehari-hari (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hal.2010 http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_6_KONFLIK_SOSIAL11 LKBH UI, 1998. Memahami kekerasan politik, hal 3.12 Leo Agustino, 2007. Perihal Ilmu Politik, Yogyakarta, Graha Ilmu, hal 208.
13 Maswadi Rauf, Konsensus Politik Sebuah Penjajagan Politik ( Jakarta:Direktorat enderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional,2000),hal.7
1. Ada dua pihak yang terlibat, Pihak menang dan pihak yang kalah artinya pihak
menang adalah pihak yang berhasil memenangkan pilkada dan meraih suara
terbanyak serta diakui dan disyahkan oleh undang-undang
2. Mereka yang terlibat dalam tindakan-tindakan yang saling memusuhi. Calon yang
tidak berhasil memperoleh suara terbanyak adalah calon yang besar
kemungkinannya membuat tindakan yang dapat merugikan dirinya sendiri dan
merugikan orang lain. Tim sukses dari calon yang gagal biasanya membuat tindakan
atau tidak merasa puas dengan hasil perhitungan suara yang diperoleh calonnya..
3. Mereka menggunakan tindakan kekerasan yang bertujuan menghancurkan, melukai,
menghalang-halangi lawannya. Pendukung calon yang gagal biasanya membuat
tindakan kekerasan baik di Kantor KPU maupun di lokasi-lokasi lainnya. Sedangkan
calon yang menang tindak memberikan tindakan yang bertentangan dengan undang-
undang.
4. Interaksi yang bertentangan itu bersifat terbuka sehingga bisa dengan mudah
dideteksi oleh pengamat independen.
Konflik merupakan gejala sosial yang seringkali muncul dalam kehidupan bermasyarakat.
Di dalam kehidupan masyarakat, terdapat beberapa bentuk konflik dilihat dari sudut pandang
yang berbeda-beda. Nah, sekarang kita akan belajar mengenai bentuk-bentuk konflik yang
diilhami dari pandangan para ahli sosiologi.14
Soerjono Soekanto menyebutkan ada lima bentuk khusus konflik yang terjadi dalam
masyarakat. Kelima bentuk itu adalah konflik pribadi, konflik politik, konflik sosial, konflik
antarkelas sosial, dan konflik yang bersifat internasional.
1. Konflik pribadi, yaitu konflik yang terjadi di antara orang perorangan karena
masalah-masalah pribadi atau perbedaan pandangan antarpribadi dalam
menyikapi suatu hal. Misalnya individu yang terlibat utang, atau masalah
pembagian warisan dalam keluarga.
14 http://ssbelajar.blogspot.com/2012/03/bentuk-bentuk-konflik.html
2. Konflik politik, yaitu konflik yang terjadi akibat kepentingan atau tujuan politis
yang berbeda antara seseorang atau kelompok. Seperti perbedaan pandangan
antarpartai politik karena perbedaan ideologi, asas perjuangan, dan cita-cita
politik masing-masing. Misalnya bentrokan antarpartai politik pada saat
kampanye.
3. Konflik rasial, yaitu konflik yang terjadi di antara kelompok ras yang berbeda
karena adanya kepentingan dan kebudayaan yang saling bertabrakan. Misalnya
konflik antara orang-orang kulit hitam dengan kulit putih akibat diskriminasi ras
(rasialisme) di Amerika Serikat dan Afrika Selatan.
4. Konflik antarkelas sosial, yaitu konflik yang muncul karena adanya perbedaan-
perbedaan kepentingan di antara kelaskelas yang ada di masyarakat. Misalnya
konflik antara buruh dengan pimpinan dalam sebuah perusahaan yang menuntut
kenaikan upah.
Sementara itu, Ralf Dahrendorf mengatakan bahwa konflik dapat dibedakan atas empat
macam, yaitu sebagai berikut.
1. Konflik antara atau yang terjadi dalam peranan sosial, atau biasa disebut dengan
konflik peran. Konflik peran adalah suatu keadaan di mana individu menghadapi
harapanharapan yang berlawanan dari bermacam-macam peranan yang
dimilikinya.
2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial.
3. Konflik antara kelompok-kelompok yang terorganisir dan tidak terorganisir.
4. Konflik antara satuan nasional, seperti antarpartai politik, antarnegara, atau
organisasi internasional.
B. Resolusi Konflik
Resolusi atau penyelesaian konflik tidak bisa terpisahkan dari rekonsiliasi, karena
rekonsiliasi merupakan salah satu tahap resolusi konflik yaitu proses peace building.
Rekonsiliasi memiliki pengertian perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan
semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan.15
Rekonsiliasi merupakan suatu terminologi ilmiah yang menekankan kebutuhan untuk
melihat perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membagi proses penyelesaian konflik
dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus konflik. Suatu konflik sosial harus dilihat
sebagai suatu fenomena yang terjadi karena interaksi bertingkat berbagai faktor. Resolusi
konflik hanya dapat diterapkan secara optimal jika dikombinasikan dengan beragam
mekanisme penyelesaian konflik lain yang relevan. Suatu mekanisme resolusi konflik hanya
dapat diterapkan secara efektif jika dikaitkan dengan upaya komprehensif untuk mewujudkan
perdamaian yang
langgeng. Pengelolaan konflik berarti mengusahakan agar konflik berada
pada level yang optimal. Jika konflik menjadi terlalu besar dan mengarah pada akibat yang
buruk, maka konflik harus diselesaikan.
Menurut Ralf Dahrendrof penyelesaian konflik yang efektif sangat bergantung pada tiga
faktor. Pertama, kedua pihak harus mengakui kenyataan dan situasi konflik diantara mereka.
Kedua, kepentingan yang diperjuangkan harus terorganisir sehingga masing-masing pihak
memahami tuntutan pihak lain. Ketiga, kedua pihak menyepakati aturan main yang menjadi
landasan dalam hubungan interaksi diantara mereka.16
Prof. Nasikun mengidentifikasikan melalui tiga cara mengenai pengendalian konflik, yaitu
dengan rekonsiliasi (reconciliation) usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak
yang berselisih, mediasi (mediation) penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga
sebagai penengah/penasehat, dan perwasitan (arbitration) penyelesaian konflik dengan
15 http://www.artikata.com/arti-347394-rekonsiliasi.html diakses 28/05/2011 jam 11.15
16 Ibid hal.150
melibatkan pihak ketiga yang dipilih bersama dan punya kedudukan lebih tinggi. Strategi yang
dipandang lebih efektif dalam pengelolaan konflik meliputi:17
1. Koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara idak saling mengganggu
dan saling merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada
perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen.
2. Mediasi (perantaraan), Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-
masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan
secara jujur dan adil serta tidak memihak.
Dalam pemecahan konflik dan menciptakan rekonsiliasi maka dibutuhkan pertemuan
tatap muka dari pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud mengindentifikasi masalah dan
memecahkannya lewat pembahasan yang terbuka. Syarat terpenting untuk mencapai
rekonsiliasi menurut Robert F. Bandle, adalah kesediaan masing-masing pihak untuk melakukan
devaluasi, baik dalam nilai ideologis maupun nilai power.18 Menurut Johan Galtung ada tiga
tahap dalam penyelesaian konflik yaitu:19
1. Peacekeeping adalah proses menghentikan atau mengurangi aksi kekerasan melalui
intervensi militer yang menjalankan peran sebagai penjaga perdamaian yang netral.
2. Peacemaking adalah proses yang tujuannya mempertemukan atau merekonsiliasi
sikap politik dan stategi dari pihak yang bertikai melalui mediasi, negosiasi, arbitrasi
terutama pada level elit atau pimpinan. Pihak-pihak yang bersengketa dipertemukan
guna mendapat penyelesaian dengan cara damai. Hal ini dilakukan dengan
menghadirkan pihak ketiga sebagai penengah, akan tetapi pihak ketiga tersebut tidak
mempunyai hak untuk menentukan keputusan yang diambil. Pihak ketiga tersebut
17 http://afiqsukry.blogspot.com/2012/0218 Robert F. Bandle, The Origins of Peace (New York: the Free Press,1973),hal. 11-12
19 Yulius Hermawan, Transformasi dalam studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu, dan Metodologi, (Yogyakarta :Graha Ilmu ,2007) hal 93.
hanya menengahi apabila terjadi suasana yang memanas antara pihak bertikai yang
sedang berunding.
3. Peacebuilding adalah proses implementasi perubahan atau rekonstruksi sosial,
politik, dan ekonomi demi terciptanya perdamaian yang langgeng. Melalui proses
peacebuilding diharapkan negative peace (atau the absence of violence) berubah
menjadi positive peace dimana masyarakat merasakan adanya keadilan sosial,
kesejahteraan ekonomi dan keterwakilan politik yang efektif.
Resolusi konflik pada umumnya dipahami sebagai suatu kerangka teoritik dan praktik
yang bertugas tidak saja untuk mengurangi dampak kerusakan yang terjadi akibat konflik, tetapi
juga menyelesaikan dan mengakhiri konflik. Resolusi konflik berdasar pada kerangka teorik
yang dibangun oleh John Burton. Salah satu teori dalam penyelesaian konflik adalah teori
resolusi konflik (conflict resolustion), teori ini dikembangkan oleh Jon Burton. Jon Burton dalam
tulisannya menyatakan:
“Resolusi konflik artinya menghentikan konflik dengan cara-cara analitis dan masuk ke akar permasalahan. Resolusi konflik berbeda dengan sekedar manajemen, mengacu pada hasil yang dalam pandangan pihak-pihak yang terlibat, merupakan solusi permanen terhadap suatu masalah”.20
Jadi resolusi konflik suatu teori yang memberikan penekanan penyelesaian konflik pada
akar permasalahan dari sebuah konflik dan kebutuhan melihat perdamaian dalam jangka
panjang. Secara konsepsional
jika terjadi konflik dan aksi-aksi kekerasan yang massif maka resolusi konflik
dapat dilakukan dengan empat tahap. Tahap pertama masih didominasi oleh strategi militer
yang berupaya mengendalikan kekerasan bersenjata antara kelompok yang bertikai. Kedua,
memiliki orientasi politik yang bertujuan untuk memulai proses re-integrasi elit politik dari
kelompok yang bertikai. Tahapan ini biasanya dicirikan dengan dialog dan perundingan antar
20 Jon Burton, conflict: Resolution and Prevention (New York: St Martin’s Press,1990) terjemahan google translate.
pihak-pihak yang bertikai. Ketiga, bernuansa sosial dan berupaya menerapkan problem solving
approach. Terakhir, bernuansa cultural kental karena tahap ini bertujuan untuk melakukan
perombakan-perombakan struktur sosial budaya yang dapat mengarah pada komunitas
perdamaian yang langgeng.
Andi Wijayanto menjabarkan resolusi konflik menjadi empat alasan. Pertama,konflik tidak
boleh saja dipandang sebagai suatu fenomena politik-militer namun harus juga dilihat sebagai
suatu fenomena sosial. Kedua, konflik memiliki suatu siklus yang tidak berjalan linear. Siklus
hidup suatu konflik yang spesifik sangat tergantung dari dinamika lingkungan konflik.
Ketiga,sebab-sebab konflik tidak dapat direduksi kedalam suatu variable tunggal. Suatu konflik
sosial apalagi yang didasari motif-motif politik harus dilihat sebagai suatu fenomena yang terjadi
karena interaksi bertikat berbagai faktor. Keempat, resolusi konflik hanya dapat diterapkan
secara optimal jika dikombinasikan dengan beragam mekanisme penyelesaian konflik lain yang
relevan. Suatu mekanisme resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara efektif jika dikaitkan
dengan upaya komprehensif untuk mewujudkan perdamaian yang langgeng.
C. Penyelesaian Konflik 1. Arbitrase
Konflik merupakan sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkann pada
perbedaan kepentingan. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa
apabila para pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau
keprihatinannya. Baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab
kerugian atau pada pihak lain.21 Sebuah konflik akan berubah menjadi sengketa bila tidak
terselesaikan. Penyelesaian sengketa dapat dapat dilakukan melalui proses Ajudikasi ataupun
Alternative Disputes Resolution (ADR). Ajudikasi merupakan cara penyelesaian sengketa
melalui lembaga peradilan, sedangkan Alternative Disputes Resolution (ADR) adalah lembaga
21 Siti Megadianty Adam dan Takdir Rahmadi. Sengketa dan Penyelesaiannya. (Jakarta:
Indonesian Center For Enviromental Law, 1977). Hal. 24.
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaitu
penyelesaian sengketa di luar lembaga peradilan engan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi atau
arbitrase.
Kata Arbitrase berasal dari Arbitrase (Latin), Arbitrage (Belanda), Arbitration (Inggris),
Schiedspruch (Jerman) dan Arbitrage (Perancis), yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan
sesuatu menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit22. Arbitrase adalah cara
penyelesaian sengketa di luar lembaga litigasi atau peradilan yang diadakan oleh para pihak
yang bersengketa, atas dasar perjanjian atau kontrak yang telah mereka adakan sebelumnya
atau sesudah terjadi sengketa. Para pemutus atau arbiternya dipilih dan ditentukan oleh para
pihak yang bersengketa, dengan tugas menyelesaiankan persengketaan yang terjadi di antara
mereka.23 Pemilihan arbiter biasanya di dasarkan pada kemampuan dan keahliannya dalam
bidang tertentu dan bertindak secara netral.
Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase dalam perkembangan akhir-akhir ini sudah
banyak dilakukan oleh oara pihak yang bersengketa. Selain karena prosesnya cepat, kalangan
professional memilihnya karena bersifat sangat dijaga. Putusannya, yang final and binding.
H. Priyatna Abdurrasyid mengatakan arbitrasi adalah suatu proses pemeriksaan suatu
sengketa yang dilakukan secara yudisial oleh para pihak yang bersengketa, dan
pemecahannya berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak.24
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa Pasal 1 Butir 1 menyebutkan bahwa denifisi arbitrase adalah: “Cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.
Dari denifisi-denifisi tersebut dapat dilihat bahwa faktor penting dari arbitrase adalah adanya
kesepakatan para pihak untuk:
22Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. 1.23 Ibid., hal. 110.24 http://portal-hi.net/index.php/teori-teori-liberalisme/179-arbitrase-internasional
1. Menyerahkan penyelesaian sengketanya kepada pihak ketiga (di luar pengadilan
umum,
2. Menugaskan pihak ketiga tersebut untuk memutuskan sengketa yang
bersangkutan,
3. Menerima putusan yang diberikan oleh pihak ketiga tersebut.
2. Adjudikasi
Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang baru
berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong.
Secara harafiah, pengertian “ajuddication” adalah putusan. Dan memang demikian
halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan
putusan atas sengketa yang timbul diantaramereka:
1. Orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. Dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. Oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).
Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah
sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat
menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis
profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang dapat menyelesaikan.
Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong misalnya. Sengketa mengenai
pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui lembaga adjudication oleh seorang
adjudicator yang benar-benar ahli mengenai kontruksi lapangan terbang.
Proses penyelesaian sengketa dalam sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul
sengketa :
1. Para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melalui adjudication,
2. Berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-
benar profesional,
3. Dalam kesepakatan itu, kudua belah pihak diberi kewenangan
( authonty ) kepada adjudicator untuk mengambil keputusan
( decision ) yang mengikat kepada kedua belah pihak
( binding to each party )
4. Sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari
kedua belah pihak baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.
D. Pemilukada
Berbicara pemilukada yang harus diperhatikan, yaitu: Undang-undang No. 32Tahun
2004 tentang pemerintahan daerah. Undang – undang No. tentang pemerintahan daerah
melahirkan sebuah gagasan otonomi daerah secara luas kepada kabupaten/kota yang
didasarkan pada program disentralisasi. Otonomi (autonomie) berasal dari bahasa Yunani yaitu
kata auto yang berarti sendiri & nomos yang berarti undang-undang (TB. Silalahi,1996, mengutip
kamus Petitlarousse). Dengan demikian otonomi adalah pemberian hak dan kekuasaan
perundang-undangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri kepada instansi, perusahan
daerah. Menurut UU No.32 tahun 2004, Otonomi daerah didefinisikan sebagi “kewenangan
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasrkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan”.
Sedangkan desetralisasi berasal dari bahasa latin yaitu de yang berarti lepas, dan
centrum yang berarti pusat. Dengan demikian desentralisasi berarti dilepas atau lepas dari
pusat. Davit Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya yang terkenal “Reinventing Goverment”
(hlm.250), mengatakan ada empat keuntungan dari desentralisasi, yaitu:
1. Desentralisasi jauh lebih fleksibel dari pada sentralisasi, oleh karena itu
desentralisai dapat merespon dengan cepat perubaha-perubahan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat.
2. Desentralisasi jauh lebih efektif dari pada sentralisasi.
3. Desentralisasi jauh lebih inovatif dari pada sentralisi.
4. Desentralisasi lebih meningkatkan moral, komitmen dan produktifitas.
Di dalam UU No.22/1999 bahwa Kepala Daerah dipilih oleh DPRD bukan dipilih oleh
rakyat, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 35 Undang-undang No.22/1999. Pada aspek terakhir di
bab ini penulis akan menguraikan lima hal yaitu: definisi Pemilukada langsung, tujuan
Pemilukada langsung, tahapan Pemilukada, kerangka pemikiran, dan skema kerangka pikir.
Kelima hal tersebut akan diuraikan lebih lanjut.
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 1999 Pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara
terbatas dalam ruang sidang oleh anggota DPRD, sedangkan dalam Undang-Undang No.32
Tahun 2004 Pemilihan Kepala Daerah diserahkan kepada publik, artinya pemilihan kepala
daera ditentukan langsung oleh rakyat berdasarkan hak pilihnya. Pemilihan kepala daerah
secara lansung dimulai pada tahun 2005, yang diseleggarakan di 226 daerah, yang meliputi 11
Propensi, 180 kabupaten dan 35 kota.25 Pemilukada adalah cara untuk memilih kepala daerah
dan wakil kepala daerah di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat.
Pemilukada langsung merupakan perluasan partisipasi politik rakyat dalam menentukan figur
pemimpinnya sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Sehingga lahir pemimpin daerah yang
sesuai dengan harapan dan aspirasi rakyat, serta memiliki legitimasi politik yang kuat.
Masyarakat merupakan pemegang kunci kekuasaan karena mereka yang menentukan,
sekaligus terlibat langsung untuk memilih kepala daerah sesuai dengan keinginannya tanpa
diganggu gugat oleh siapapun.
Pemilukada diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil
daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh
dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Sebagaiman yang diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
25 Kacung Marijan, ibid. Hal 18
Melalui Pemilukada rakyat dapat memilih pemimpin yang berkualitas secara damai,
jujur, dan adil. Selain mengoptimalkan demokratisasi daerah, juga merupakan perwujudan dari
perinsip otonomi daerah seluas-luasnya. Sebagai konsekuensi dari desentralisasi politik yang
diberikan pemerintah pusat maka pelaksanaan Pemilukada sepenuhnya dibiayai oleh APBD.
Bila Pemilukada hanya digunakan sebagai ajang perebutan kekuasaan melalui voting
dari suara pemilih, maka dikhawatirkan akan menghasilkan pemimpin yang hanya popular dan
diterima secara luas, namun tidak mempunyai kecakapan dan kemampuan dalam mengelolah
daerah. Kualitas pemimpin dapat diukur dari dua instrument yakni; tingkat pendidikan dan
kompetensi. Namun sebagai pejabat politik, kepala daerah terpilih haruslah orang yang dapat
diterima secara umum sehingga tidak hanya mendapat dukungan secara horizontal, tetapi juga
vertikal dari elite politik yang ada ditingkat nasional dan pemerintah pusat.
Pemilukada hakekatnya adalah sebuah proses untuk melahirkan dinamika politik lokal
yang lebih demokratis, bertanggung jawab, partisipasif dan transparan sesuai dengan nilai-nilai
politik lokal yang tumbuh dan berkembang di daerah. Dalam pemilihan umum kepala daerah
melalui beberapa tahap sesuai dengan pertaturan KPUD.
Salah satu tahapan Pemilukada yaitu pendaftaran pemilih, merupakan tahap
mengidentifikasi masyarakat yang wajib pilih dengan berbagai persyaratan yang telah diatur
oleh undang-undang. Pemilukada setelah penetapan peserta dan sebelum penetapan kandidat
terpilih oleh KPUD ada dua yakni:
1. Tahap masa kampanye (pra Pemilukada).
2. Tahap pemungutan dan penghitungan suara. Kedua tahapan tersebut
merupakan rawan konflik, baik pada pra Pemilukada maupun pasca
3. Pemilukada (setelah penghitungan suara).
Konflik pra-Pemilukada adalah konflik yang terjadi sebelum dilaksanakannya proses
pemilihan umum, konflik diakibatkan oleh kampanye yang dilakukan oleh parpol/kandidat,
bahkan oleh tim sukses pasangan yang ikut bertarung dalam Pemilukada tersebut. Masyarakat
mulai dikotak-kotakkan menjadi berbagai bagian, akhirnya terciptalah konflik (black campaign)
serta masih banyak lagi konflik yang diakibatkan oleh beradunya kepentingan antar peserta,
parpol, suku, agama, dan ras dari masyarakat (baik yang menjadi peserta Pemilukada maupun
masyarakat yang akan memilih mereka).
Konflik pasca Pemilukada adalah konflik yang terjadi setelah proses pemilihan umum
tersebut dilaksanakan. Ketidak siapan kontestan dalam menerima kekalahan merupakan
penyebab utama munculnya berbagai kerusuhan pasca Pemilukada. Dangkalnya rasionalitas
para pendukung menjadikan amarah berkembang menjadi amukan massa. Mereka tidak
mampu menemukan titik ekuilibrium (keseimbangan) tempat segala hal dikompromikan.
D. Kerangka Pikir
Undang-undang politik antara lain undang-undang partai politik, Pemilu, dan otonomi
daerah. Sebagai konsekuensi perubahan dari sentralisasi menjadi desentarilasi, diharapkan
pemerintah daerah lebih diperankan dalam usaha mensejerahkan rakyat.
Proses pemilihan kepala daerah kian penting dan mendapat perhatian, menjadi ajang
perebutan partai-partai politik kontestan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Maraknya
kemunculan partai politik di era demokrasi menyebabkan sulit bagi suatu partai mencapai
kemenangan mayoritas tunggal dalam Pilkada. Upaya koalisi partai-partai politik ditempuh untuk
memenangkan calon kepala daerah.
Salah satu Pilkada dilakukan di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pilkada di
Gowa berjalan lancar, aman, dan demokratis. Walaupun masih terdapat kekurangan
tetapi tidak mengganggu proses pemilihan dan nilai demokrasi. Namun, belakangan
muncul perselisihan atas hasil penghitungan suara, ada kontestan yang tidak menerima
hasil penghitungan suara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
Kabupaten Gowa.
Munculnya konflik dikarenakan pihak yang kalah menuding pihak penyelenggara
menyimpang dari apa yang telah disepakati bersama, seperti adanya pemilihan ganda
untuk calon tertentu, ada pemilih yang telah meninggal tetap ada yang mewakili untuk
memilih salah satu calon, ada pula pemilih yang tidak terdaftar tetapi tetap diikutkan
untuk memilih salah satu calon dan ada salah satu calon yang diduga menggunakan
ijazah palsu. Adapun resolusi konflik atau penyelesaian masalah yaitu dengan Arbitrasi
dan Adjudikasi dengan penyelesaian yudisial di Mahkamah Konstitusi
Adapun Kerangka pikir yaitu sebagai berikut :
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini ada lima aspek yang akan dibahas, diantaranya sebagai berikut :
Lokasi Penelitian, Tipe dan Dasar Penelitian, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data,
dan Teknik Analisis Data. Kelima hal tersebut akan diuraikan lebih lanjut seperti berikut.
Konflik/Sengketa Antar Kandidat Pasca Pilkada
Resolusi Konflik (Arbitrase dan
Adjudikasi)
Pemilukada 2010Kab. Gowa
Dampak Resolusi Konflik
A. Lokasi Penelitian
Penelitian lapang (field research) ini telah dilakukan di Kabupaten Gowa,
Provinsi Sulawesi Selatan. Alasan penulis memilih lokasi tersebut karena melihat
sejauh mana resolusi konflik pasca pilkada di Kabupaten Gowa atas konflik Pemilukada
2010 kemarin. Kabupaten Gowa merupakan salah satu daerah yang cukup aman dan
damai, meskipun dimikian belum tentu pemilukada yang telah berlangsung dapat
diterima dengan mudah kepada para pendukung calon bupati. Oleh sebab itulah,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang resolusi konflik pasca pemilukada di
Kabupaten Gowa.
B. Tipe dan Dasar Penelitian
Tipe penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu penelitian diarahkan untuk
menggambarkan fakta dengan argument yang tepat. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada. Tujuan penelitian deksriptif
adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta
artinya menjelaskan resolusi konflik pasca pemilukada di Kabupaten Gowa. Namun demikian,
dalam perkembangannya selain menjelaskan tentang situasi atau kejadian yang sudah
berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga dirancang untuk membuat komparasi maupun
untuk mengetahui hubungan atas satu variabel kepada variabel lain.
Adapun Dasar dan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif. Metode kualitatif memiliki beberapa perspektif teori yang dapat mendukung
pembahasan yang lebih mendalam terhadap gejala yang terjadi.
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer
Peneliti membutuhkan data untuk membuktikan fakta dilapangan. Data yang diperoleh
melalui lapangan atau daerah penelitian dari hasil wawancara mendalam dengan informan dan
observasi langsung. Peneliti akan turun langsung ke daerah penelitian untuk mengumpulkan
data dalam berbagai bentuk, seperti rekaman hasil wawancara dan foto kegiatan di lapangan.
Dari proses wawancara peneliti berharap akan mendapatkan data-data seperti, jenis konflik
yang terjadi setelah pilkada dan resolusi/penyelesaian masalah pasca pilkada di Kabupaten
Gowa. Beberapa informan dari hasil wawancara adalah Ketua KPUD Kabupaten
Gowa,Anggota KPU, Anggota Panwaslu Kabupaten Gowa.
2. Data sekunder
Dalam penelitian penulis juga melakukan telaah pustaka, yaitu mengumpulkan data dari
penelitian sebelumnya berupa buku, jurnal, koran, mengenai resolusi/penyelesaian masalah
komplik pasca pilkada di Kabupaten Gowa serta sumber informasi lainnya yang berkaitan
dengan masalah penelitian ini.
D. Tehnik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dikemukakan dalam penyusunan skripsi, menggunakan
teknik:
a. Wawancara
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara. Wawancara merupakan
alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh
sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara
mendalam. Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Proses pengumpulan data
dengan wawancara mendalam peneliti membaginya menjadi dua tahap, yakni :
Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan demensi
kebermaknaan hidup sesuai dengan permasalahan yang dihadapi subjek. Pedoman
wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam
wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukan kepada yang lebih ahli dalam
hal ini adalah pembimbing penelitian untuk mendapat masukan mengenai isi pedoman
wawancara. Setelah mendapat masukan dan koreksi dari pembimbing, peneliti membuat
perbaikan terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan diri untuk melakukan
wawancara. Tahap persiapan selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman observasi yang
disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan
observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku
subjek dan pencatatan langsung yang dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi.
Namun apabila tidak memungkinkan maka peneliti sesegera mungkin mencatatnya setelah
wawancara selesai. Peneliti selanjutnya mencari subjek yang sesuai dengan karakteristik
subjek penelitian. Sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada subjek tentang
kesiapanya untuk diwawancarai. Setelah subjek bersedia untuk diwawancarai, peneliti
membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan tempat untuk melakukan
wawancara.
Kedua, Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan tempat
untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat. Setelah wawancara
dilakukan, peneliti memindahakan hasil rekaman berdasrkan wawancara dalam bentuk tertulis.
Selanjutnya peneliti melakukan analisis data dan interprestasi data sesuai dengan langkah-
langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data di akhir bab ini. setelah itu, peneliti
membuat dinamika psikologis dan kesimpulan yang dilakukan, peneliti memberikan saran-
saran untuk penelitian selanjutnya. Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara
wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara (interview guide) sehingga
wawancara tetap berada pada fokus penelitian, meski tidak menutup kemungkinan terdapat
pertanyaan-pertanyaan berlanjut. Informan yang dipilih adalah informan yang benar paham dan
mengetahui permasalahan yang dimaksud ;
Ketua KPU Kabupaten Gowa ( Zainal Ruma, S.Pd )
Anggota Panwaslu Kabupaten Gowa ( Rohani Ningsi, S.Sos )
Ketua KPU Provinsi ( Dr. Jayadi Nas, M.Si )
Anggota KPU Provinsi ( Samsir Rahim, S.Sos., M.Si )
Anggota KPU Kabupaten Gowa :
- Risma Niswaty ( Tim Verifikasi Data )
- Sudirman, SE., M.Si ( Tim verifikasi Data )
- Dra.Mrhumah Majid
- Drs.Maludin Kadir
Wawancara yang dimaksud tentang apa yang menjadi benih konflik serta penyelesaian
masalah pilkada tersebut.
b. Dokumen/Arsip
Metode atau teknik dokumenter adalah teknik pengumpulan data dan informasi melalui
pencarian dan penemuan bukti-bukti. Metode dokumenter ini merupakan metode pengumpulan
data yang berasal dari sumber non manusia. Dokumen berguna karena dapat memberikan latar
belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian. Dokumen dan arsip mengenai berbagai
hal yang berkaitan dengan fokus penelitian merupakan salah satu sumber data yang paling
penting dalam penelitian. Dokumen yang dimaksud adalah dokumen tentang masalah konflik
pasca pilkada di Kabupaten Gowa, dan resolusi konflik yang dilakukan pihak keamanan
E. Teknik Analisis Data
Adapun teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
yang diperoleh dari hasil penelitian diolah secara kualitatif untuk mendapat penjelasan
mengenai upaya bagaimana resolusi konflik pasca pemilukada di Kabupaten Gowa
pada tahun 2010. Adapun angka-angka yang muncul dalam penelitian ini tidak
dimaksudkan untuk dianalisa secara kuantitatif, akan tetapi hanya sebagai pelengkap
memperkuat analisa kualitatif demi pencapaian tujuan penelitian.
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kabupaten Gowa
Kabupaten Gowa terletak di bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan dengan
luas wilayah 1.883,33 Km², atau setara dengan 3,01 % dari luas Provinsi Sulawesi
Selatan. Keadaan geografisnya digolongkan ke dalam daerah berdimensi dua, yaitu
terdiri atas dataran tinggi seluas 80,17% yang meliputi Kecamatan Parangloe, Manuju,
Tinggimoncong, Tombolo Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu, dan
Kecamatan Biringbulu dan dataran rendah seluas 19,83 % yang terdiri dari 9 (sembilan)
Kecamatan yaitu Kecamatan Bontonompo, Bontonompo Selatan, Bajeng, Bajeng
Barat, Pallangga, Barombong, Somba Opu dan Kecamatan Pattallassang. Wilayah
administrasi Kabupaten Gowa pada tahun 2010 terdiri dari 18 Kecamatan, 122 Desa
dan 45 Kelurahan yang berbatasan dengan 8(delapan) Kabupaten/Kota.
Sebelah Utara: Kota Makassar, Kab. Maros, Kab. Bone
Sebelah Timur: Kab. Sinjai, Kab. Bulukumba, Kab. Bantaeng
Sebelah Selatan: Kab. Takalar, Kab. Jeneponto,
Sebelah Barat : Kabupaten Takalar, Kota Makassar.
Penduduk Kabupaten Gowa pada Tahun 2010 tercatat sebanyak 652.329 jiwa
yang terdiri dari 320.568 jiwa atau 49,1 persen penduduk laki-laki, dan 331.761 jiwa
atau 50,9 persen penduduk perempuan. Dengan demikian jumlah penduduk
perempuan lebih banyak dibanding dengan jumlah penduduk laki-laki. Angka
perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan (sex ratio) sebesar 96,6
ini berarti bahwa setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat 96,6 jiwa penduduk
laki-laki. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Gowa pada tahun 2010 dibandingkan
tahun 2009, bertambah sebanyak 35.012 jiwa, atau mengalami pertumbuhan sebesar
5,67 persen.
Penduduk Kabupaten Gowa mayoritas beragama Islam yang memiliki jiwa dan
semangat pengabdian kepada masyarakat dengan dilandasi pada ketaatan dalam
melaksanakan ajaran dan nilai-nilai agama. Kondisi ini telah terbentuk sejak lama dan
telah melahirkan pemimpin yang memiliki jiwa kepahlawanan dalam pengabdian
kepada masyarakat, yaitu Sultan Hasanuddin dan seorang Sufi penyebar agama Islam
ternama Syekh Yusuf Tuanta Salamaka.
B. Kondisi Sosial Ekonomi
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan penduduk yang
bekerja dan penduduk yang sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan usaha
(penganggur) terhadap penduduk usia kerja (15 tahun ke atas). Hasil survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2009 menunjukkan bahwa TPAK di Kabupaten
Gowa sebesar 61,89 persen, dimana TPAK penduduk laki-laki sebesar 65,78 persen,
atau jauh lebih tinggi dibanding penduduk perempuan yang hanya memiliki TPAK
sebesar 34,22 persen. Sebagian besar penduduk Kabupaten Gowa yaitu sebesar
42,82 persen bekerja pada sektor pertanian, sektor industri 6,93 persen, sektor
perdagangan 18 persen, sektor jasa 10,99 persen, dan yang bekerja pada sektor
lainnya sebesar 21,26 persen. Indikator yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan ekonomi sebagai hasil pembangunan ekonomi adalah Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku. PDRB Kabupaten Gowa Atas Dasar
Harga Berlaku pada Tahun 2007 sebesar Rp. 2.854.932,88 dan pada tahun 2009
sebesar Rp. 4.309.671,23, atau mengalami perkembangan ekonomi sebesar 50,95 %,
atau perkembangan ekonomi rata-rata 16,98 persen per tahun. Adapun Indikator yang
digunakan untuk mengamati hasil-hasil pembangunan ekonomi, adalah pertumbuhan
ekonomi. Indikator ini digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan output dalam
suatu perekonomian wilayah. Pertumbuhan ekonomi ini dapat diukur dari nilai PDRB
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000.
PDRB Kabupaten Gowa Atas Dasar Harga Konstan Pada Tahun 2007 sebesar
Rp. 1,543 milyar rupiah, dan pada Tahun 2009 meningkat menjadi 1,782 Milyar rupiah,
ini menunjukkan bahwa pada tahun 2009 telah terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar
7,99 persen.
Dengan menggunakan Angka PDRB Kabupaten Gowa Atas Dasar Harga
Berlaku Tahun 2005-2008, menunjukkan bahwa pada Tahun 2005 sektor (lapangan
usaha) pertanian mempunyai kontribusi yang besar, yaitu sebesar 52,16 persen
terhadap PDRB, pada Tahun 2008 Kontribusi Sektor Pertanian mengalami penurunan
sebesar 3,38 persen menjadi 48,78 persen. Penurunan kontribusi Sektor Pertanian
tersebut bergeser kepada peningkatan kontribusi Sektor Jasa-Jasa (pemerintahan
umum dan swasta), dimana pada Tahun 2005 peranan sektor jasa-jasa terhadap
perekonomian Kabupaten Gowa sebesar 14,82 persen, yang pada tahun 2008
meningkat menjadi 18,32 persen. Sektor jasa-jasa yang terdiri dari Sub Sektor Jasa
Pemerintahan Umum dan Sub Sektor Jasa Swasta, pada kurun Tahun 2005-2008
masih didominasi oleh peranan Sub Sektor Jasa Pemerintahan Umum, yaitu sebesar
13,73 persen pada Tahun 2005, meningkat menjadi 17,43 persen pada Tahun 2008.
Sedangkan Sub Sektor Jasa Swasta yang terdiri dari Jasa Sosial / Jasa
Kemasyarakatan, Hiburan dan Rekreasi, dan Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
Pada Tahun 2005 hanya berperan sebasar 1,09 persen, dan pada Tahun 2008
mengalami penurunan menjadi 0,89 persen. PDRB Perkapita Kabupaten Gowa pada
tahun 2005 adalah Rp.3.693.650,-, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi
Rp.5.732.787,-, ini menunjukkan bahwa pada kurun waktu 2005-2008 terjadi
peningkatan sebesar Rp.2.037.137,-, atau sebesar 55,15 persen.
C. Kondisi Pemerintahan
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah / RPJPD
Kabupaten Gowa Tahun 2010 – 2025, yakni: ”Gowa Menjadi Andalan Sulawesi
Selatan dan Sejajar Daerah Termaju di Indonesia dalam Mensejahterakan Masyarakat”
Selanjutnya Visi jangka panjang tersebut dijabarkan dalam visi lima tahunan
Pemerintah Kabupaten Gowa sebagai upaya mewujudkan visi jangka panjang secara
konsisten dan menciptakan kesinambungan arah pembangunan Kabupaten Gowa
dengan dukungan letak geografis yang strategis, potensi sumber daya alam yang
melimpah, dan akar budaya yang kuat, maka dirumuskan visi pemerintah Kabupaten
Gowa 2010-2015, sebagai berikut . “Terwujudnya Gowa yang Handal dalam
Peningkatan Kualitas Masyarakat dan Penyelenggaraan Pemerintahan”.
Secara filosofis, Visi di atas mengandung makna bahwa Kabupaten Gowa
dengan segala potensi dan keunggulannya bercita-cita menempatkan diri sebagai
daerah yang handal dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Sedangkan
arah dan kebijakan pembangunan Kabupaten Gowa pada Tahun 2010-2015,
ditetapkan 5 (lima) Agenda pembangunan yang meliputi :
1. Agenda Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dengan Berbasis Pada Hak-Hak
Dasar Masyarakat
2. Agenda Peningkatan Interkoneksitas Wilayah dan Keterkaitan Sektor Ekonomi
3. Agenda Peningkatan Penguatan Kelembagaan dan Peran Masyarakat
4. Agenda Peningkatan Penerapan Prinsip Tata Kepemerintahan yang Baik
5. Agenda Optimalisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Mengacu pada Kelestarian
Lingkungan Hidup
Adapun Landasan kebijakan umum penyusunan APBD Tahun Anggaran 2010,
tetap mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah
Kabupaten Gowa Tahun 2005-2010 dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun
2010. Berdasarkan strategi dan arah kebijakan yang harus dicapai dalam RKPD Tahun
2010, maka ditetapkan 6 (enam) prioritas pembangunan tahun 2010, meliputi: 1)
Peningkatan mutu pendidikan. 2) Peningkatan derajat kesehatan masyarakat. 3)
Peningkatan penanggulangan kemiskinan terpadu. 4)Peningkatan mutu dan produksi
pertanian. 5) Peningkatan kualitas dan akses infrastruktur ke sentra perekonomian. 6)
Peningkatan kompetensi aparatur dan kelembagaan masyarakat.
D. Daftar Calon Bupati
Dalam melaksanakan tahapan pencalonan Pemilu KADA 2010, KPU Kabupaten Gowa
membentuk Kelompok Kerja Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten Gowa Tahun 2010 melauli SK Nomor : 10/SK/KPU-GW/PKWK/II/2010
Tanggal 05 Pebruari 2010 dan menunjuk Nurzainah Pagassingi, SH (Anggota KPU Gowa Divisi
Hukum) sebagai Ketua Kelompok Kerja.
Pelaksanaan Tahapan Pencalonan, KPU Kabupaten Gowa berpedoman pada
Peraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta Keputusan KPU Gowa Nomor : 02
Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gowa Tahun 2010.
Sebagai langkah awal pencalonan Pemilu KADA 2010, KPU Kabupaten Gowa
melakukan sosialisasi Peraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009 Tentang Pedomen Teknis Tata
Cara Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan Keputusan KPU
Gowa Nomor : 02 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan
Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gowa Tahun 2010 kepada
segenab warga masyarakat, Tokoh Masyarakat, LSM, Pengurus Partai Politik, Panwas
Pemilukada, Muspida serta wakil masyarakat lainnya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua atas undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
bahwa Peserta Pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah :
1. Pasangan Calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.
2. Pasangan Calon Perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
Calon dari Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, KPU Gowa telah menetapkan SK
KPU Gowa Nomor 03 Tahun 2010 Tentang Syarat Prosentasi Perolehan Kursi dan Perolehan
Suara bagi Partai Politik atau Gabungan Partai Politik untuk mengusung bakal pasangan calon
pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gowa Tahun 2010
yakni Parpol atau Gabungan Parpol harus memenuhi sekurang-kurangnya 15% dari jumlah
kursi DPRD Kabupaten Gowa atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan
Umum Anggota DPRD Kabupaten Gowa (45 Kursi x 15% = 7 Kursi atau 315.924 suara x 15%
= 47.388,60 suara).
Pasangan Calon Perseorangan, KPU Gowa menetapkan syarat dukungan berdasarkan
SK KPU Gowa Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Penetapan Syarat Dukungan Pasangan Calon
Perseorangan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gowa
Tahun 2010 yakni sebanyak 4% dari jumlah penduduk Kabupaten Gowa.(695.697 x 4% =
27.827,88 orang dibulatkan menjadi 27.828 orang.
Pada Tanggal 15 s/d 16 Pebruari 2010 sesuai jadwal pada tahapan Pemilu KADA
Kabupaten Gowa 2010, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Gowa mengeluarkan
pengumuman pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gowa Tahun
2010 di media massa melalui Pengumuman Nomor 63/KPU-GW/II/2010.
Respon masyarakat atas pengumuman yang dikeluarkan oleh KPU Kabupaten Gowa
dibuktikan dengan adanya penyerahan dukungan dari calon perseorangan sebanyak 3 (tiga)
bakal pasangan calon yaitu:
Tabel. 01
Daftar Calon Perseorangan
No.Tanggal
Pemasukan Dukungan
Bakal Pasangan CalonJumlah
DukunganJumlah
Kecamatan
116 Pebruari
2010Syarifuddin Tembo – Muh. Lutfie Yusuf
32.609 10
219 Pebruari
2010Ahmad Pidris Zain – Abdul Ravy Rasyid
41.585 18
319 Pebruari
2010Drs.H.A.Mappaturung – Drs.H.M.Burhanuddin M
35.199 18
Sumber : Arsip Pilkada 2010 KPU Kab.Gowa
Dukungan masing-masing bakal pasangan calon perseorangan di serahkan berupa
Hardcopy 2 (dua) rangkap ( 1 (satu) rangkap asli dan 1 (satu) rangkap copyan) serta Softcopy
berupa data dalam kepingan CD. Pada saat masing-masing bakal calon pasangan
menyampaikan dukungan, KPU Kabupaten Gowa menjelaskan mekanisme atau tata cara
verifikasi dukungan sebagaimana telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya.
Dukungan dari bakal calon perseorangan tersebut kemudian dipilah-pilah per
Kecamatan dan desa/kelurahan untuk kemudian diserahkan ke masing-masing PPS melaui
PPK untuk dilakukan verifikasi administrasi dan faktual di desa/kelurahan masing-masing.
Masa pendaftaran bakal pasangan calon oleh Partai Politik/Gabungan Partai Politik
serta bakal Calon Perseorangan adalah Tanggal 14 s/d 20 Maret 2010. KPU Kabupaten Gowa
dalam penerimaan pendaftaran bakal pasangan calon dari partai politik/gabungan partai politik
atau bakal pasangan calon perseorangan melakukan kegiatan :
1. Menerima berkas pendaftaran dari bakal pasangan calon dari partai politik/gabungan
partai politik atau bakal pasangan calon perseorangan.
2. Mencatat dalam buku registrasi :
i. Nama bakal pasangan calon
ii. Hari, Tanggal dan Waktu Penerimaan
iii. Alamat dan Nomor Telepon Bakal Pasangan Calon
3. Memeriksa berkas kelengkapan administrasi
4. Memberikan tanda bukti penerimaan pendaftaran sebagai bakal pasangan calon dari
partai politik/gabungan partai politik atau bakal pasangan calon perseorangan.
Sampai batas akhir pendaftaran, ada 5 (lima) bakal pasangan calon Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gowa yang mendaftar yakni:
Tabel. 02
Daftar Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gowa
No. Bakal Pasangan CalonHari/Tgl.
Pendaftaran
Usul Parpol/Gabungan
Parpol/ Perseorangan
Partai Pengusung
1. Ahmad Pidris Zain
dan
Abdul Ravy Rasyid,SH,MA
Senin,15 Maret 2010
Perseorangan
2. Syaripuddin Tembo, SE
dan
Ir. Muhammad Lutfie Yusuf
Senin, 5 Maret 2010
Perseorangan
3. Drs.Andi Maddusila A.Idjo
dan
Jamaluddin Rustam,SH,MH
Rabu,17 Maret 2010
Gabungan Parpol
1. Partai Karya Peduli Bangsa
2. Partai Peduli Rakyat Nasional
3. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
4. Partai Keadilan Sejahtera
5. Partai Perjuangan Indonesia Baru
6. Partai Kebangkitan Bangsa
7. Partai Demokrasi Pembaruan
8. Partai Damai Sejahtera
9. Partai Bulan Bintang
10. Partai Indonesia Sejahtera
11. Partai Sarikat Indonesia
4. H. Ichsan Yasin Limpo, SH
Dan H.Abdul Razak Badjidu,S.Sos
Kamis,18 Maret 2010
Gabungan Parpol 1. Partai Hati Nurani Rakyat
2. Partai Amanat Nasional
3. Partai Kedaulatan
4. Partai Persatuan Daerah
5. Partai Demokrasi Kebangsaan
6. Partai Golongan Karya
7. Partai Persatuan Pembangunan
8. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
9. Partai Bintang Reformasi
10. Partai Patriot
11. Partai
Demokrat
5. Drs. H.A.Mappaturung dan
Drs.H.M.Burhanuddin Matakko
Sabtu, 20 Maret 2010
Perseorangan
Sumber : Arsip Pilkada 2010 KPU Kab.Gowa
E. Daftar Tim Verifikasi
Tabel 03Tim verifikasi administrasi dan faktual KPU Kabupaten Gowa
NO TIM / ANGGOTA TIM JABATAN DALAM TIM KECAMATAN
TIM I
1 HIRSAN BACHTIAR, S.SosKetua BONTONOMPO
SELATAN
2 A. RUSLAN IDRIS, SH Koordinator TOMPOBULU
3 FARID YUSDIANSYAH Anggota BIRINGBULU
4 SYUBAIR RACHIM Anggota
TIM II
1 DRS. SYARIFUDDIN KULLE, M.Pd Ketua SOMBA OPU
2 DRS. H. MUSTAFA GANI, MM Koordinator BONTOMARANNU
3 ASRUL MUSTAFA GANI, SE Anggota TINGGIMONCONG
4 BAHARUDDIN Anggota TOMBOLO PAO
TIM III
1 SUDIRMAN, SE, M.Si Ketua PALLANGGA
2 H. SYAMSU ALAM, B.Sc Koordinator BONTONOMPO
3 MUSLIM Anggota BAROMBONG
4 BALIGAU Anggota PARIGI
TIM IV
1 RISMA NISWATY, SS., M.Si Ketua BAJENG
2 RAJAHINDI, SE Koordinator BAJENG BARAT
3 PIETER BANA Anggota BUNGAYA
4 FIRMANSYAH, ST Anggota BONTOLEMPANGAN
TIM V
1 NURZAINAH PAGASSINGI, SH Ketua PATTALLASSANG
2 DRS. ABDUL HAE' Koordinator PARANGLOE
3 LUKMAN, SE Anggota MANUJU
4 SYAMSUL BAHRI, SE Anggota
Sumber : Arsip KPU Kab. Gowa
Verifikasi administrasi dan faktual tambahan dokumen yang dilakukan oleh Tim yang telah
dibentuk oleh KPU Kabupaten Gowa dibantu/bekerjasama dengan PPK dan PPS dilaksanakan
pada Tanggal 05 s/d 18 April 2010.
Untuk memudahkan verifikasi dilapangan Tim verifikasi dari KPU Kabupaten Gowa
senantiasa berkoordinasi dengan Tim pemenangan bakal pasangan calon dan meminta Tim
Pemenangan bakal pasangan calon agar mengumpulkan pendukungnya di suatu tempat untuk
kemudian Tim verifikasi bekerjasama dengan PPS dan PPK setempat melakukan verifikasi
factual.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini penulis menguraikan dua hal, dari hasil penelitian yang kembali dibahas
yaitu resolusi konflik pasca pemilukada dan dampak dari resolusi konflik pasca pilkada di
kabupaten Gowa. Kedua hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
A. Resolusi konflik pasca pemilukada di Kabupaten Gowa
Pemilihan Umum Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sering disebut
dengan pemilukada, baik dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur maupun
pemilihan bupati/ wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota merupakan perwujudan
pengembalian hak-hak rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Pemilukada
langsung tersebut, rakyat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan
pemimpin daerah secara langsung, bebas, rahasia, dan otonom, sebagaimana rakyat
memilih presiden dan wakil presiden (eksekutif), dan anggota DPD, DPR, dan DPRD
(legislatif).
Pemilukada merupakan instrument politik yang sangat strategis untuk
mendapatkan legitimasi politik dari rakyat dalam kerangka kepemimpinan kepala
daerah. Legitimasi diartikan sebagai keabsahan, konsep penting dalam suatu sistem
politik. Legitimasi diartikan sebagai keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa
wewenang yang ada pada seseorang, kelompok, atau pengusaha adalah wajar dan
patut dihormati. Legitimasi atau keabsahan adalah keyakinan dari pihak anggota
(masyarakat) bahwa sudah wajar bagi rakyat untuk menerima baik dan menaati
penguasa dan memenuhi tuntutan-tuntutan dari rezim itu. Jadi secara garis besar
bahwa legitimasi atau keabsahan adalah salah satu syarat penting bagi seorang
pemimpin dalam menjalankan pemerintahan terhadap rakyatnya. Legitimasi adalah
komitmen untuk mewujudkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlandaskan hukum,
moral, dan sosial. Jadi seorang kepala daerah yang memiliki legitimasi adalah kepala
daerah yang terpilih dengan prosedur dan tata cara yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan serta melalui proses kampanye dan pemilihan yang demokratis
dan sesuai dengan norma-norma sosial dan etika politik dan didukung oleh suara
terbanyak.
Secara yuridis pengaturan mengenai pencalonan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2004. Dari beberapa
pasal tersebut memberikan kewenangan yang sangat besar kepada KPUD dalam
menerima pendaftaran, meneliti keabsahan persyaratan pencalonan dan menetapkan
pasangan calon, yang walaupun ada ruang bagi partai politik atau pasangan calon
untuk memperbaiki kekurangan dalam persyaratan adminitrasi, namun dalam praktek
beberapa kali terjadi pada saat penetapan pasangan calon yang dirugikan. Seperti
yang di utarakan oleh ketua KPU Bapak Zainal Ruma. Spd :
“KPU itukan sifatnya hirarkis berhubungan erat dengan kabupaten dengan pusat jadi kami selalu bekerja sesuai aturan-aturan atau mekanisme yang sudah ada baik yg tertulis maupun tidak tertulis. Karena itu sudah digaris oleh baik itu KPU pusat maupun provinsi, tetapi pada umumnya pesta demokrasi setiap kabupaten selalu ada hambatan, kami dari KPU merasa telah menjalankan fungsi dari UU bahwa kedua pihak telah bermusyawarah untuk mufakat demi kesepakan mengakui hasil dari putusan”. 26
Perubahan sistem politik dengan diberlakukannya sistem pemilhan langsung di daerah
tidak sepenuhnya memberikan arti perubahan yang positif. Pemilukada langsung pada
prakteknya ternyata memunculkan serangkaian konflik dalam pelaksanaanya, hal tersebut
berbanding terbalik dengan tujuan awal diterapkannya sistem pemilukada untuk menciptakan
pemimpin daerah yang lebih berkualitas. Seperti yang dikemukakan oleh anggota KPU Ibu Dra.
Marhumah Majid :
”Kalau kita bicara pilkada khususnya pilkada di gowa seharusnya tidak ada masalah karena kita sebagai anggota KPU berangkat dari aturan aturan yg berlaku tapi kenyataan kita lihat setiap pilkada di seluruh kabupaten selalu ada masalah, seperti yang terjadi di gowa, dan masalah itu rata rata selalu berakhir di mahkama konstitusi. Masalahnya mulai dari persoalan DPT, maupun masalah dari para kandidat yg kurang memahami mekanisme atau aturan dalam Pemilukada.27
26 Wawancara dengan Zainal Ruma, ketua KPU Gowa, pada tangggal 17/09/2012 pukul 15.00 Wita 27 Wawancara dengan Dra. Marhumah Majid, anggota KPU Gowa, pada tanggal 18/09/2012 pukul 11.00 Wita
Konflik yang terjadi di kabupaten Gowa pada pemilukada 2010 baik mengenai
persoalan DPT maupun masalah antar para kandidat dapat diselesaikan oleh mediator
yang berwewenang untuk menyelesaikan konflik, contohnya lembaga KPU, Kepolisian,
dan Mahkamah Konstitusi. Mediasi sangat berperan dalam menentukan nasib dari
pemerintahan daerah.
Pemilukada juga bisa disebut sebagai sistem filterisasi dari sebuah situasi politik
yang menjadikan aktor lokal memiliki peran penting sebagai elit politik dalam
pemerintahan daerah. Pilkada sebagai sistem sensor sehingga mampu menyaring
setiap organ dan kelompok masyarakat yang hendak menduduki pemerintahan di
tingkat lokal. Jadi bisa dikatakan bahwa setiap komponen masyarakat dan organ yang
hendak masuk dalam tingkatan elit ataupun aktor lokal maka akan terseleksi melalui
pilkada langsung. Jadi nantinya peran dari aktor lokal yang menjadi elit politik akan
sangat menentukan nasib dari pemerintahan daerah yang dijalankannya dalam
pemerintahan.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan prinsip
demokrasi. Sesuai dengan pasal 18 ayat 4 UUD 1945, kepala daerah dipilih secara
demokratis. Dalam UU NO.32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, diatur
mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara
langsung oleh rakyat, yang diajukan oleh partai politik atau gabungan parpol.
Sedangkan didalam perubahan UU No.32 Tahun 2004, yakni UU No.12 Tahun 2008,
Pasal 59 ayat 1b, calon kepala daerah dapat juga diajukan dari calon perseorangan
yang didukung oleh sejumlah orang. Secara ideal tujuan dari dilakukannya pilkada
adalah untuk mempercepat konsolidasi demokrasi di Republik ini. Selain itu juga untuk
mempercepat terjadinya good governance karena rakyat bisa terlibat langsung dalam
proses pembuatan kebijakan. Hal ini merupakan salah satu bukti dari telah berjalannya
program desentralisasi. Daerah telah memiliki otonomi untuk mengatur dirinya sendiri ,
bahkan otonomi ini telah sampai pada taraf otonomi individu.
Selain semangat tersebut, sejumlah argumentasi dan asumsi yang memperkuat
pentingnya pilkada adalah: Pertama, dengan Pilkada dimungkinkan untuk
mendapatkan kepala daerah yang memiliki kualitas dan akuntabilitas. Kedua, Pilkada
perlu dilakukan untuk menciptakan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan di
tingkat lokal. Ketiga, dengan Pilkada terbuka kemungkinan untuk meningkatkan kualitas
kepemimpinan nasional karena makin terbuka peluang bagi munculnya pemimpin-
pemimpin nasional yang berasal dari bawah atau daerah.
Sejak diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, mengenai pemilukada yang
dipilih langsung oleh rakyat, telah banyak menimbulkan banyak persoalan yang
dipahami sebagai sengketa pilkada, diantaranya waktu yang sangat panjang, sehingga
sangat menguras tenaga dan pikiran, belum lagi bia ya yang begitu besar , baik dari
segi politik (issue perpecahan internal parpol, issue tentang money politik, issue
kecurangan dalam bentuk penggelembungan suara yang melibatkan instansi resmi) ,
sosial (issue tentang disintegrasi sosial walaupun sementara, black campaign, dan lain-
lain) maupun financial.
Sengketa Pemilukada diatur dalam pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 yang pada intinya menyatakan bahwa sengketa hasil penghitungan suara dapat
diajukan oleh pasangan calon kepada pengadilan tinggi untuk pilkda bupati/walikota
dan kepada MA untuk pilkda Gubernur. Putusan yang dikeluarkan pengadilan
tinggi/Mahkamah Agung bersifat final. Setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 kewenangan penyelesaian sengketa pilkada beralih dari Mahkamah Agung
ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahuri 2004 maupun Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 kewenangan pengadilan untuk mengadili sengketa Pilkada hanya
terbatas pada sengketa hasil yang mempengaruhi pemenang Pilkada,
permasalahannya adalah bagaimana apabila terjadi sengketa di luar hasil
penghitungan suara, selain itu beberapa putusan baik Mahkamah Agung maupun
Mahkamah Konstitusi menimbulkan kontroversi di masyarakat, akibatnya penyelesaian
Pilkada berlarut-larut.
Selama ini tidak hanya sengketa hasil penghitungan suara yang terjadi dalam
Pemilukada, seperti permasalahan DPT, permasalahan pencalonan baik terjadinya
permasalahan di internal partai politik maupun pemenuhan persyaratan Pilkada.
Meskipun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maupun Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 sudah membatasi kewenangan pengadilan hanya sebatas sengketa hasil
penghitungan suara, namun pengadilan sering menabrak aturan tersebut. Sesuai
dengan argumen di atas Rohani Ninggsih S.Sos mengemukakan :
“Demikian pula sistem kerja antara Panwaslu dan KPU demikian pula aturan aturan yg tidak memberikan ruang gerak yg sangat luas bagi proses demokrasi ini ujung-ujungnya memang selalu ada konflik atau masalah di dalamnya karena pihak yang kalah kadang tidak menerima hasil dari ketetapan yang telah ditetapkan dan pihak ini pula yang kadang melakukan benturan. Padahal sebenarnya di dalam pertarungan politik apakah itu pertarungan pencalonan bupati, gubernur ataupun presiden setiap kandidat harus siap menang dan siap kalah. Sering terjadi di lapangan ada kandidat yg kalah sering menuntut diadakannya pemilahan ulang, sebenarnya itu betul. Pada hal ketentuan undang-undang tidak mengatakan demikian. Kandidat yg merasa suaranya kurang dan mencari suara yg hilang itu mempengaruhi total keseluruhan dari jumlah suaranya maka itu boleh dilkukan pemilahan ulang tapi kalo tidak undang-undang mengatakan tidak perlu”.28
Argument diatas dipahami penulis sebagai acuan kepada setiap kandidat agar
dapat menerima semua keputusan/ketetapan karena dalam konsep yang penulis
pahami bahwa dalam teori Jon Burton terdapat konflik yang dikenal sebagai konflik
28 Wawancara dengan Ibu Rohani Ningsi.S.Sos, anggota Panwaslu, pada tanggal 24/09/2012 pukul 13.00 wita
manang kalah yaitu sebuah hasil dari konflik dan dimana seharusnya dapat
menciptakan perdamaian. Pada akhirnya siapapun yang menang dalam rana politik
yaitu Pemilukada pasti akan memikirkan perkembangan pemerintahan yang
dibawahinya meskipun ada sedikit kepentingan alokasi kekuasaan didalam
masyarakat.
Masalah pemenangan Pemilukada mengandung latar belakang
multidimensional. Ada yang bermotif harga diri pribadi (adu popularitas); Ada pula
yang bermotif mengejar kekuasaan dan kehormatan; Terkait juga kehormatan Parpol
pengusung; Harga diri Ketua Partai Daerah yang sering memaksakan diri untuk maju.
Di samping tentu saja ada yang mempunyai niat luhur untuk memajukan daerah,
sebagai putra daerah. Dalam kerangka motif kekuasaan bisa difahami, karena “politics
is the struggle over allocation of values in society”.(Politik merupakan perjuangan untuk
memperoleh alokasi kekuasan di dalam masyarakat). Untuk mendapatkan prestise
seperti yang terurai di atas maka cara-cara “lobbying, pressure, threat, batgaining and
compromise” seringkali terkandung di dalamnya.
Dalam Undang-undang tentang Partai Poltik UU No. 2 tahun 2008, yang telah
dirubah dengan UU No. 2 Tahun 2011, selalu dimunculkan persoalan budaya dan etika
politik. Selain itu konflik lain yang sering menjadi bagian/persoalan dalam partai politik
yaitu sistem perekrutan calon KDH (Bupati, Wali kota, Gubernur) bersifat transaksional,
dan hanya orang-orang yang mempunyai modal financial besar, serta popularitas
tinggi, yang dilirik oleh partai politik, serta beban biaya yang sangat besar untuk
memenangkan pilkada/pemilukada, akibatnya tidak dapat dielakan maraknya korupsi di
daerah, untuk mengembalikan modal politik sang calon,serta banyak Perda-Perda yang
bermasalah,dan memberatkan masyarakat dan iklim investasi. Dalam hal ini berbeda
dengan argumentasi dari mantan Anggota KPU Ibu Risma Niswaty mengemukakan
bahwa :
“Persoalan konflik Pilkada di Gowa untuk kejadian tahun 2010 lalu, sebenarnya persoalan itu dimulai pada tahap pencalonan itu terjadi karena KPU itu sendiri sebenarnya, didalam melakukan aktifitasnya selama proses pemeriksaan berkas itu tidak sepenuhnya menjalankan peraturan KPU 68 tahun 2009. Dalam aturan itu kita sebagai penyelenggara menverifikasi semua berkas. Lalu ketika ada berkas yg dipakai pada thn 2005, harusnya itu kita minta diperbaiki di tahun 2010 karena kita memperlakukan calon lain seperti itu. Tapi ada perlakuan khusus terhadap incamben (memasukkan berkas lama). Ketika periode 2010 ini KPU sempat ada perpecahan diakibatkan proses pergantian ketua. Ketua yg lama ”Syaripudding kulle, dari Birokrat bertugas selama kurang lebih 2 bulan terus terjadi pergantian” ( terjadi devisiasi ) yg secara internal tidak sehat. Yang seharusnya kita bekerja sebagai tim misalnya saling melaporkan apa yang kita periksa/dapatkan ( transparansi ) dan itu tidak terjadi sesuai yg seharusnya.29
Kebijakan mengenai syarat dukungan calon perseorangan tersebut tertuang dalam
keputusan KPU Gowa Nomor 04 tahun 2010 tertanggal 11 Januari 2010 tentang Penetapan
Syarat tentang Jumlah Dukungan Pasangan Calon Perseorangan Pemilihan Umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gowa tahun 2010 yang di dalamnya
menyebutkan:
a. Bakal Pasangan Calon Perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai bakal
pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gowa
apabila memenuhi syarat dukungan sekurang-kurangnya 4% (empat persen)
dari jumlah penduduk Kabupaten Gowa yaitu 695.697 x 4% = 27.827,88 jiwa
dibulatkan menjadi 27.828 jiwa.
b. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar dilebih dari
50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di Kabupaten Gowa yaitu : 18
Kecamatan x 50% = 9 Kecamatan.
29 Wawancara dengan Ibu Risma Niswaty, mantan anggota KPU Kab. Gowa (defisi teknik penyelenggara) . Pada tanggal 25/09/2012 pukul 11.00 wita.
Peraturan dan tata cara pencalonan tersebut telah disosialisasikan oleh Ketua Pokja
Pencalonan dengan cara melakukan pertemuan dengan pengurus parpol, Panwaslukada,
Muspida, tokoh masyarakat, dan LSM. Terkait dengan pencalonan tersebut, KPU Gowa
mengumumkan informasi ini melalui pengumuman di surat kabar harian local pada tanggal 15-
16 Februari 2010. Dalam Keputusan KPU Kabupaten Gowa Nomor 03 Tahun 2010 tentang
Penetapan Persyaratan Perolehan Jumlah Kursi Atau Suara Sah Partai Politik Atau Gabungan
Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten
Gowa Tahun 2010 Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan bakal
Pasangan Calon apabila memenuhi persyaratan :
1. Memperoleh kursi pada Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Gowa
Tahun 2009 paling sedikit 15% (lima belas perseratus) dari jumlah kursi DPRD
Kabupaten Gowa yaitu 45 Kursi x 15% = 7 Kursi.
2. Memperoleh Suara Sah pada Pemilu Pemilihan Umum Anggota DPRD
Kabupaten Gowa Tahun 2009 paling sedikit 15% (lima belas perseratus) dari
akumulasi Perolehan Suara Sah Tingkat DPRD Kabupaten Gowa yaitu 315.924
suara x 15% = 47.388,60 suara dibulatkan menjadi 47.389 suara.
KPU Kabupaten Gowa setelah menerima surat pencalonan beserta lampirannya,
melakukan penelitian berupa verifikasi dan klarifikasi serta menerima masukan dari masyarakat
terhadap pasangan calon. Verifikasi dilakukan terhadap kelengkapan berkas administrasi surat
pencalonan dan persyaratan calon dan melakukan klarifikasi terhadap kebenaran dokumen
yang diajukan. Verifikasi terhadap kelengkapan dan keabsahan berkas administrasi surat
pencalonan dan persyaratan calon dilakukan pada tanggal 21 s/d 27 Maret 2010.
Pada masa penelitian berkas bakal pasangan calon usungan Gabungan Partai Politik,
ada beberapa surat masuk terkait keabsahan kepengurusan partai karena beberapa alasan
antara lain : Pengurus Partai Pengusung adalah Pengurus tidak sah karena telah
dipecat/diberhentikan.
Pencalonan tidak bersyarat karena surat pencalonan tidak disepakati dan tidak dilengkapi
dengan surat kesepakatan oleh partai pengusung. Partai Politik mengusung dua calon berbeda
dengan dua pengurus yang berbeda pula.
KPU Kabupaten Gowa juga menerima masukan/pengaduan dari kelompok masyarakat
yang menamakan dirinya Koalisi Masyarakat dan Tim pemenangan dari bakal pasangan calon
yang melaporkan adanya penggunaan ijazah palsu oleh salah satu calon kepala daerah
Kabupaten Gowa . Berdasarkan masukan/pengaduan dari elemen masyarakat tersebut, KPU
Kabupaten Gowa melakukan klarifikasi dan analisa administrasi terhadap Ijazah calon Kepala
Daerah A.n. Ichsan Yasin Limpo (IYL) sebagai berikut :
Ijazah SD yang dibuktikan dengan Surat Keterangan dari SD Monginsidi I (dulu SD
Negeri Pembangunan II) menyatakan benar telah menempuh pendidikan sampai dengan kelas
VII pada Tahun 1976. Surat Keterangan tersebut dikuatkan dengan Surat Keterangan Diknas
Kota Makassar No : 421.2/0889/DPK/IV/2005 yang menjelaskan tentang system pendidikan
saat itu bahwa benar yang bersangkutan adalah siswa belajar program SD Pembangunan
berkelas 8 (delapan) tahun, bahwa dalam program tersebut siswa yang telah menyelesaikan
pendidikan sampai dengan kelas VII disetarakan telah lulus SD, namun untuk program ini
belum mendapatkan Surat Tanda Tamat Belajar dikarenakan system ini utuh satu paket sampai
SMP.
Berdasarkan fakta tersebut, karena kewenangan KPU hanya melakukan
verifikasi/penelitian secara administrasi maka dengan penjelasan sekolah dan Diknas sebagai
lembaga yang paling berwenang sebagaimana ketentuan Peraturan KPU tentang pencalonan,
maka KPU Gowa memutuskan bahwa surat keterangan tersebut telah memenuhi syarat.
Ijazah SMP; laporan sekelompok masyarakat bahwa ijazah SMP Ichsan Yasin Limpo
adalah palsu yang diperkuat dengan bukti-bukti berupa photocopy ijazah dan photocopy ijazah
pembanding yang dikeluarkan pada tahun yang sama yaitu tahun 1976. Laporan tersebut
diterima pada Tanggal 16 April 2010 (masih dalam tahap verifikasi ulang berkas calon).
Terhadap keberatan tersebut, KPU Gowa berupaya melakukan verifikasi faktual ke
SMP Negeri 27 Makassar (dulu SMP Jongaya) secara tertulis pada Tanggal 17 April 2010.
Pada Tanggal 19 April 2010, klarifikasi Kepala Sekolah SMP 27 Makassar tidak diperoleh,
namun oleh KPU Gowa hal tersebut tidak bisa mempengaruhi proses atau tahapan yang sudah
terjadwalkan karena persoalan ijazah palsu tentu harus melalui proses pembuktian dalam
proses hukum, sedangkan KPU Gowa sebatas melakukan verifikasi Administrasi dimana ijazah
SMP Ichsan Yasin Limpo telah dilegalisir oleh instansi yang berwenang. Untuk itu KPU Gowa
tetap memutuskan bahwa selama belum ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap, ijazah Ichsan Yasin Limpo secara administrasi memenuhi syarat. Hal ini dilakukan
dengan mengacu pada ketentuan Pasal 9 ayat (2) huruf f Peraturan KPU Nomor 68 Tahun
2009 yang berbunyi ”apabila terdapat pengaduan atau laporan tentang ketidakbenaran ijazah
bakal pasangan calon disemua jenjang pendidikan, kewenangan atas laporan tersebut
diserahkan kepada pihak pengawas Pemilu dan Kepolisian, sampai dengan terbitnya putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Peraturan KPU Nomor 68 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah belum
diimplementasikan sebagaimana yang tercantum dalam konsiderannya. Pasal yang
belum diimplementasikan dengan baik adalah Pasal 9 PKPU 68/2009, terutama
konsideran yang mengharuskan KPU melakukan verifikasi faktual terkait dengan
laporan ijazah salah seorang pasangan calon. KPU Kabupaten Gowa juga menerima
masukan/pengaduan dari kelompok masyarakat yang menamakan dirinya Koalisi
Masyarakat dan Tim pemenangan dari bakal pasangan calon yang melaporkan adanya
penggunaan ijazah palsu oleh salah satu calon kepala daerah Kabupaten Gowa.
Berdasarkan fakta tersebut, karena kewenangan KPU hanya melakukan
verifikasi/penelitian secara administrasi maka dengan penjelasan sekolah dan Diknas
sebagai lembaga yang paling berwenang sebagaimana ketentuan Peraturan KPU
tentang pencalonan, maka KPU Gowa memutuskan bahwa surat keterangan tersebut
telah memenuhi syarat. Karena otoritas yang dimiliki KPU ditentukan oleh UU dan
persyaratan untuk ikut Pemilu juga ditetapkan dalam UU, maka logika sederhananya
adalah bahwa KPU mutlak harus mendasarkan pelaksanaan otoritas tersebut sesuai
dengan UU. Sudirman, SE, M.Si mengemukakan :
“Dalam aturan yg kita pakai, Peraturan 68 tahun 2009 ini menyebut kita harus menverifikasi data ke lembaga yg berwenang, Misalnya ke DIKNAS yg seharusnya KPU sudah bisa melihat bahwa Pak Ihksan tidak punya Ijaza SD,yg ada Cuma Surat keterangan, misalnya bahwa Pak Ihksan Surat ketrangan pernah bersekolah. Lalu orang yg memeriksa berkas Pak Ihksan sudah bisa melihat bahwa terjadi kesalahan ( SD 75 dan SMP 76 ) yg seharusnya akselarasipun seharusnya selisih 2 tahun persoalan ini tidak muncul karna semua berkas hanya dipegang sama satu orang Ketua POKJA pencalonan Ibu Nursaida Pagassing.30
Dalam hal ini sekedar untuk diketahui, dugaan penggunaan Ijazah SLTP oleh Bupati
Gowa awalnya diungkapkan oleh LSM Gempar, saat pemilihan Bupati Gowa 23 juni tahun
kemarin. Bahkan LSM gempar melaporkan temuan tersebut ke KPU dan Polres Gowa, setelah
dilakukan penyelidikan lebih jauh, dalam kasus ini ditetapkan tiga orang sebagai tersangka
yakni, Gassing Daeng Kulle, Takdir, dan bekas kepala sekolah SMP Jongata ( kini SMP Negeri
27 Makassar ).
Hasil penelitian laboratorium Forensik juga menenjuk Ijazah itu palsu, hanya saja,
hingga saat ini baik rencana dari Polda untuk memeriksa Ichsan Yasin Limpo belum diutarakan,
Kepala Seksi Ekonomi dan Moneter Kejati sulselbar Syamsul Kasim yang menerima Akib dan
rombongan mengaku akan segea mengakomodir tuntutan masyarakat Gowa. Semua berkas
pencalonan tidak disimpan di ruang KPU, tetapi disimpan sendiri oleh Pokja pencalonan. Pokja
pencalonan selalu tertutup terhadap ketua KPU. Anggota KPU Sulsel Samsir Rahim S.Sos.,
M.Si menuding, Hirsan tidak bekerja secara tim yang menyebabkan terjadi masalah pada
verifikasi kandidat calon, mengulangi kesalahan serupa pada varifikasi calon legislatif
30 Sudirman, SE, M.Si ketua Tim III verifikasi administrasi dan faktual KPU Kabupaten Gowa
sebelumnya. Dari hasil penjelasan Hirsan, Syamsir menyimpulkan KPU Gowa melakukan
penetapan calon sebelum ada surat keterangan dari sekolah tentang legalitas ijazah Ichsan.
Lain halnya Berdasarkan fakta, karena kewenangan KPU hanya melakukan verifikasi/penelitian
secara administrasi maka dengan penjelasan sekolah dan Diknas sebagai lembaga yang paling
berwenang sebagaimana ketentuan Peraturan KPU tentang pencalonan, maka KPU Gowa
memutuskan bahwa surat keterangan tersebut telah memenuhi syarat.
Konflik Pemilukada Gowa dalam penyelesaiannya dengan Arbitrase dimana KPU
Kabupaten Gowa menyerahkannya ke KPU Provinsi dan KPU Provinsi menindaklanjuti dengan
menyerahkannya ke Mahkamah Konstitusi. Seperti yang diungkapkan Samsir Rahim S.Sos.,
M.Si :
“ konflik ini kemudian diserahkan ke KPU Provinsi, namun KPU Provinsi kemudian melimpahkan wewenang ke Mahkamah Konstitusi untuk penentuan hasil berdasarkan ketentuan yang berlaku secara konstitusional” 31
Pasangan calon kepala daerah Kabupaten Gowa, Andi Maddusila Andi Idjo dan
Jamalauddin Rustam, meminta Mahkamah Konstitusi langsung menetapkan mereka sebagai
pemenang pemilihan. Sebab, menurut perhitungan keduanya, mereka memperoleh suara
melampaui pasangan calon nomor empat, Ichsan Yasin Limpo-Abdul Razak Badjidu, yang
telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Gowa sebagai pemenang.
Pemohon mendalilkan KPU Gowa dengan memasukkan pemilih tanpa Nomor Induk
Kependudukan, pemilih ber-NIK ganda, dan pemilih di bawah umur, telah menggelembungkan
jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap hingga 63.072 orang. Maka, perolehan Ichsan-Abdul
Razak yang tadinya 184.628 harus dikurangi 63.072 menjadi cuma 121.556 suara, di bawah
perolehan suara pemohon yang berjumlah 134.409.
Adapun dalam permohonan subsidernya, Andi Maddusila-Jamaluddin meminta
Mahkamah membatalkan Berita Acara KPU Gowa tentang hasil penelitian kelengkapan
31 Wawancara dengan Samsir Rahim S.Sos, M.Si selaku Anggota KPU Sulsel
pasangan calon Ichsan-Abdul Razak karena ijazahnya palsu, serta mendiskualifikasi Ichsan-
Abdul Razak. Pemohon juga meminta Mahkamah memerintahkan KPU Gowa memperbaiki
Daftar Pemilih Tetap dan mengulang pemilihan umum
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menolak permohonan gugatan perkara hasil
pemilihan umum Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang diajukan pasangan Andi Maddusila
Andi Idjo-Jamaluddin Rustam. Permohonan Andi Maddusila Andi Idjo-Jamaluddin Rustam
tidak diterima karena permohonan didaftarkan melampaui tenggat waktu yang ditentukan.
Seharusnya, permohonan didaftarkan maksimal 3 hari setelah penerimaan berita acara rekap.
Maka, ketika berita rekap diterima 28 Juni 2010, permohonan maksimal didaftarkan ke MK
pada 1 Juli 2010. Namun, faktanya permohonan diajukan pada 7 Juli 2010.
Pada umumnya jangka waktu 90 hari bagi pelaksanaan Pemilukada dapat mencakup
lima tahapan, yakni pendaftaran dan penetapan calon pasangan, kampanye, pemungutan
suara, penghitungan suara dan penetapan pasangan pemenang. Seperti dalam kasus Pilkada
Gowa Sulawesi Selatan, KPUD melalui Surat KPUD Gowa No. 01/SK/KPUGW/PKWK/X/2009
tanggal 21 Oktober 2009 menetapkan jadwal tahapan pilkada, yakni tahapan pendaftaran dan
penetapan calon berakhir 21 April 2010 dan penetapan pasangan pemenang pada 02 Juli
2010. Dalam kasus ini misalnya, tenggang 90 hari menjadi persoalan ketika pihak pertama atau
pihak ketiga baru merasakan kepentingannya dirugikan pada awal Juli atau tepatnya memasuki
tahapan pasangan pemenang.
Dalam kasus Pilkada Gowa di atas, partai-partai pengusung Andi Maddusila baru
merasa kepentingannya dirugikan ketika Badan Kehormatan KPU Provinsi Sulawesi Selatan
memeriksa anggota KPUD Gowa. Hasil pemeriksaan menunjukkan ada kesalahan yang
dilakukan KPUD Gowa dalam melakukan verifikasi bakal calon kandidat pemilukada Gowa.
Kesalahan tersebut berupa lolosnya bakal calon yang diduga tidak memenuhi syarat secara
formal. Kesalahan KPUD menjadi titik awal bahwa ada kepentingan para partai pengusung
Andi Maddusila yang dirugikan. Padahal informasi bahwa KPUD melakukan kesalahan tersebut
muncul ketika tahapan pemilukada sudah selesai.
Berdasarkan hasil penelitian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa resolusi konflik
dalam Pemilukada tahun 2010 di Kabupaten Gowa dilakukan sesuai dengan teori resolusi
konflik Jhon Burton dimana pemecahan konflik harus dilakukan terlebih dahulu yaitu mencari
akar permasalahan konflik. Akar permasalahan konflik Pemilukada Gowa terjadi karena
gugatan hasil pemilukada oleh pasangan Andi Maddusila Andi Idjo dan Jamalauddin Rustam
terhadap pasangan Ichsan-Abdul Razak yang diduga menggunakan ijazah palsu pada saat
verifikasi calon bupati dan wakil bupati 2010-2014. Cara penyelesaian konflik menggunakan
Arbitrase dimana diselesaikan secara yudisial dengan melibatkan KPU dan Mahkamah
konstitusi, menolak hasil gugatan dan secara legal memenangkan pasangan Ichsan-Abdul
Razak sebagai bupati dan wakil bupati Kabupaten Gowa 2010-2014.
B. Dampak Resolusi Konflik Pasca Pilkada di Kabupaten Gowa
Dari hasil penelitian ini telah menemukan beberapa dampak dari penyelenggaraan
pemilukada yang berujung pada konflik dalam beragam bentuk. Pemilukada Gowa akhirnya
memberhentikan lima anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku tim yang memverifikasi
data calon kepala dan wakil kepala daerah. Kelima tim verifikasi tersebut yakni ketua KPU
Gowa (Hirsan Bachtia), dan empat orang anggotanya yakni Sudirman SE M.Si, Nurzainah
Pagasinngi SH , Risma Niswaty SS. M.Si dan Drs. Syarifuddin Kulle S.Pd. Seperti yang
diungkapkan Samsir Rahim:
“ Dampak dari konflik yang terjadi adalah adanya pemecatan lima anggota KPU Kabupaten Gowa selaku tim verifikasi yang dianggap kurang bekerja secara profesional yang seharusnya tim verifikasi itu bekerja secara tim tetapi hal tersebut tidak dilakukan dan ini disebabkan karena adanya perpecahan didalam anggota KPU itu sendiri.”32
32 Wawancara dengan Samsir Rahim, S.Sos. M.Si selaku Anggota KPU Provinsi
Adapun dampak positif dari pemecatan kelima anggota Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Gowa ialah mengembalikan kepercayaan masyarakat Gowa terhadap
kelembagaan KPU. Sesuai yang diungkapan Bapak Jayadi Nas :
“ Dampaknya itu adalah untuk menguatkan kelembagaan yaitu menimbulkan suatu hal yang sangat baik karena tentu masyarakat disana yang selama ini mengatakan ada masalah dengan tugas yang dilaksanakan oleh KPU Gowa. Itukan merusak citra lembaga dengan dipecatnya kelima anggota KPU Gowa ini bahwa itu menjawab bahwa ada upaya dari pihak KPU Provinsi untuk mengembalikan citra lembaga sehingga dengan demikian dampaknya ialah kembali normal tingkat kepercayaan publik itu kepada kami.” 33
Dalam pelaksanaan kewenangan KPU harus berjalan sesuai aturan yang berlaku dan
dalam hal ini Komisioner maupun sekertariat dituntuk aktif dan berhati-hati bahwa dalam
pelaksanaan kegiatan mereka harus tunduk dan patuh pada peraturan Per_UU_an yang ada,
ada kode etik sebagai penyelenggara yang harus dilakukan dan diindahkan. Tentu ada suatu
suasana yang lebih baik dalam konteks, bahwa anggota KPU yang dipecat harus intropeksi diri,
dengan suasana baru ini tentu mereka harus hati-hati karena sanksi itu bukan hanya untuk
komisioner tetapi juga berlaku kepada staf yang lain.
Pemberian sanksi kepada anggota KPU didasarkan pada alasan. Pertama mereka
dianggap telah melakukan pelanggaran sumpah dan janji sebagai pihak penyelenggara dalam
hal ini setia dan taat pada peraturan perundang-undangan. Faktanya, mereka mereka tidak
mengindahkan beberapa hal tersebut. Di satu sisi, mereka sudah mengatakan memenuhi
syarat namun di kemudian hari melakukan verifikasi lagi. Sanksi pemecatan seluruh anggota
KPU ini karena mereka dianggap bertanggung jawab secara kolektif atas kesalahan dalam
pemilukada. Itu juga sesuai rekomendasi Dewan Kehormatan sesuai UU Nomor 22 tahun 2007
tentang Penyelenggara Pemilu pada pasal 111 ayat 8 yang menyebutkan bahwa rekomendasi
Dewan Kehormatan bersifat mengikat.
Bapak Samsir Rahim mengungkapkan :
33 Wawancara dengan Ketua KPU Provinsi Bapak Dr. Jayadi Nas, M.Si
“ Berbeda setelah keluar ketetapan MK yang memutuskan bahwa penetapan Ikhsan sebagai kepala Daerah tidak dapat diganggu gugat, disini terlihat ada sedkit pemulihan konflik antara pihak-pihak yang terkait sebab jika masih ada pihak yang mempermasalahkan atau belum menerima hasil dari ketetapan MK maka pihak-pihak yang terlibat akan berhubungan langsung dengan Hukum yang berlaku.”
Setelah lahirnya UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan
Umum, telah memungkinkan MK untuk memutus perselisihan hasil pilkada. Hal ini
disebabkan karena adanya perubahan rezim pilkada menjadi rezim pemilu. Melalui UU
No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, terminologi pemilihan
kepala daerah dirubah menjadi pemilihan umum kepala daerah. Bab I Pasal 1 UU No.
22 tahun 2007 mempunyai maksud bahwa Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah adalah pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah secara
langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian, apabila pemilihan kepala daerah masuk rezim pemilu maka
penanganan sengketa hasil pemilihan kepala daerah menjadi kewenangan Mahkamah
Konstitusi sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) Perubahan UUD 1945. Persoalannya, UU
No 32 tahun 2004 masih mengatur perselisihan hasil pilkada menjadi kewenangan
Mahkamah Agung sehingga perlu adanya regulasi lebih lanjut untuk mempertegas
pengaturan mengenai sengketa hasil pemilihan kepala daerah.
Pada dasarnya kualitas demokrasi harus dibangun melalui mekanisme konsensus
kolektif dimana rakyat harus dilibatkan dalam setiap proses politik tanpa diskriminasi karena
demokrasi hanya mengenal hukum kolektivitas yang menganulir dominasi kelompok elite atas
suara mayoritas. Akan tetapi, yang kerap jadi persoalan, bagaimana menata demokrasi massa
menuju tertib politik.
Dari argumentasi diatas penulis dapat menyimpulkan, harapan bahwa pemilukada dapat
mengembangkan kualitas demokrasi di daerah justru semakin jauh. Rakyat memilih langsung
pemimpin yang disukainya berdasarkan penampilan sang elite atau program yang akan
dijalankannya. Namun, dengan praktik politik uang, cara-cara manipulasi dilakukan sehingga
tujuan demokrasi itu tidak akan tecapai.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan hasil penelitian diatas, maka dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Suatu konflik politik dapat dilihat dalam suatu fenomena yang terjadi karena
perbedaan kepentingan antar individu atau kelompok dimana adanya perbedaan
padangan antar partai politik karena pebedaan ideologi.sehingga resolusi konflik
dapat diterapkan secara optimal jika dikombinasikan dengan beragam mekanisme
penyelesaian konflik lain yang relevan.mekanisme tersebut dapat dijalakan sesuai
dengan aturan yang berlaku. Penyelesaian konflik pemilukada tahun 2010 di
Kabupaten Gowa dilakukan dengan cara menemukan akar permasalahan dan
melakukan Arbitrasi penyelesaian secara yudisial dengan melibatkan Mahkamah
konstitusi dan memenangkan pasangan pasangan Ichsan-Abdul Razak dan
menolak gugatan Andi Maddusila-Jamaluddin.
2. Dampak penyelesaian konflik .adalah pemecatan lima anggota KPU Kabupaten
Gowa yang dinilai kurang profesional dalam menjalankan tugas dan wewenang
sebagai tim yang menverifikasi data calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah.
C. Saran
Agar kekurangan dan kelemahan dalam pelaksanaan pilkada tidak terjadi pada
pilkada selanjutnya, maka KPU Gowa memandang perlu adanya rekomendasi untuk
perbaikan, sebagai berikut:
1. Penjelasan atas regulasi berkaitan dengan pelaksanaan pilkada harus dipertegas.
2. Dalam pelaksanaan pemilukada, perlu pelibatan secara aktif individu-individu yang
memiliki pengalaman,tanggung jawab dan integritas terhadap proses pemilukada.
3. Pihak yang melakukan validasi pemilih dan yang mendistribusi kartu pemilih hendaknya
adalah lembaga yang sama sehingga tidak terjadi kerancuan data dan overlapping
tugas. Penanggung jawab pendataan pemilih hendaknya dibebankan pada Badan
Pusat Statistik yang berkompeten dalam hal pendataan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,Hamzah. 1996. Kamus Bahasa Indonesia. Surabaya: Fajar Mulia.
Agustino, Leo, 2007. Perihal Ilmu Politik, Memahami Ilmu Politik, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Bandle, Robert F. 1973. The Origins of Peace. New York: the Free Press.
Chandra, Robby. 1992. Konflik dalam kehidupan sehari-hari. Yogyakarta: Kanisius.
Chilcote, Ronald. H. 2003. Teori Perbandingan Politik “Penelusuran Paradigma”. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Giddens, Anthony. 1987. Perdebatan Klasik dan Kontemporer Mengenai Kelompok,Kekuasaan dan Konflik. Jakarta: Rajawali.
Hermawan, Yulius. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu, dan Metodologi. Yogyakarta :Graha Ilmu.
J. E.Lokollo. dkk. 1997, Seri Budaya Pela-Gandong dari Pulau Ambon, Ambon: Lembaga Kebudayaan Maluku.
Jon Burton. 1990. conflict: Resolution and Prevention (New York: St Martin’s Press).
Merelas Jalan Sosiologi. http://compsoc.bandungfe.netlintro/part06.html. Diakses 10 Desember 2007.
May Rudy, T. 2003. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: PT Refika Aditama.
Muin, Ma’arif. 1999. Manual Advokasi: Resolusi Konflik Etnik dan Agama Surakarta:Ciscore.
Rauf, Maswadi. 2000. Konsensus Politik, sebuah panjajangan teoritis. Jakarta: Dirjen Dikti.
Surabakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Midiasarana.
UI, LKBH, 1998. Kekerasan dalam politik yang over Akting, Pustaka pelajar, Yogyakarta.
Search Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik diakses 28/05/2011 jam 11.09
http://www.artikata.com/arti-347394-rekonsiliasi.html diakses 28/05/2011 jam 11.15.
http://rismaniswatyunm.blogspot.com/2012/10/implementasi-kebijakan-pencalonan-pada.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Political_Order_in_Changing_Societies
http://theresiahestik. Wordpress. Com/2010/03/08/Teori-Konflik, diakses 27/ 11/ 2011