· web viewprogram pengembangan panas bumi selama repelita iv men- cakup kegiatan eksplorasi,...
TRANSCRIPT
BAB
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
12
BAB 12
PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGANI. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara selama Re-
pelita IV dalam pembangunan pertambangan akan dilanjutkan dan
ditingkatkan inventarisasi dan pemetaan, eksplorasi dan eks-
ploitasi kekayaan alam berupa somber mineral dan energi
dengan memanfaatkan teknologi yang tepat guna sehingga pro-
duksi dan ekspor pertambangan serta penerimaan negara akan
makin meningkat. Pembangunan pertambangan juga diarahkan
untuk lebih memperluas kesempatan kerja dan mengembangkan pe-
nyediaan kebutuhan bahan baku untuk industri dalam negeri.
Selain itu dalam rangka meningkatkan pemanfaatan bahan-bahan
tambang akan dilanjutkan dan ditingkatkan usaha-usaha untuk
mengolah bahan-bahan tersebut di dalam negeri.
Garis-garis Besar Haluan Negara juga menetapkan agar pe-
ngembangan teknologi pertambangan akan terus dilanjutkan,
termasuk penelitian endapan bahan-bahan galian dan pengolahan
berbagai macam bahan galian. Demikian pula akan ditingkatkan
pendidikan dan latihan guna memenuhi kebutuhan akan tenaga
ahli dan trampil untuk mendukung peningkatan pembangunan di
sektor pertambangan.
Selama Repelita IV pengelolaan sektor pertambangan perlu
diserasikan dengan kebijaksanaan umum energi, pembangunan
daerah dan pemeliharaan kelestarian sumber alam serta ling-
97
kungan hidup, dengan disertai peningkatan pengawasan yang me-
nyeluruh.
Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan pula agar usa-
ha pertambangan rakyat di berbagai bidang pertambangan lebih
ditingkatkan, antara lain melalui penyempurnaan, pengaturan
dan pembinaan usaha pertambangan serta pengembangan koperasi
di bidang tersebut.
Dalam Repelita IV nilai tambah riel sektor pertambangan
diperkirakan akan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata
sekitar 2,4% per tahun. Perlu dikemukakan bahwa di dalam per-
hitungan laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi, nilai tambah
beberapa produk seperti bahan bakar minyak, LNG dan logam ti-
mah diperhitungkan bukan di dalam sektor pertambangan mela-
inkan di sektor industri.
II. KEADAAN DAN MASALAH
1. Minyak dan Gas Bumi
a. Minyak Bumi
Penurunan produksi dan ekspor minyak bumi yang terjadi
pada tahun 1981/82 dan berlanjut pada tahun 1982/83, disebab-
kan adanya pembatasan produksi minyak oleh OPEC terhadap ang-
gota-anggotanya akibat kelesuan pasaran minyak bumi interna-sional. Indonesia terpaksa menurunkan tingkat produksinya da-
ri sekitar 1,6 juta barrel per hari menjadi sekitar 1,3 juta
barrel per hari. Pada tahun 1979/80 produksi minyak bumi ada-
lah sebesar 577,2 juta barrel atau rata-rata 1,58 juta barrel
per hari, namun pada tahun 1982/83 produksi minyak bumi Indo-
nesia diturunkan menjadi 459,03 juta barrel atau rata-rata
1,26 juta barrel per hari.
98
Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri selama
Repelita III dipenuhi dari basil pengolahan minyak mentah ki-
lang-kilang dalam negeri dan luar negeri serta impor BBM.
Jumlah minyak mentah yang diolah selama Repelita III rata-
rata mencapai 184,237 juta barrel setiap tahun atau 505 ribu
barrel setiap hari. Dari jumlah ini sebanyak 65% diolah di
dalam negeri dan 35% diolah di luar negeri. Untuk meningkat-
kan kapasitas pengolahan kilang dalam negeri telah dilaksana-
kan perluasan kilang Cilacap dan Balikpapan serta pembangunan
Unit Hydro cracker kilang Dumai. Selesainya proyek pembangunan
kilang-kilang tersebut dalam tahun terakhir Repelita III akan
menaikkan kemampuan pengolahan minyak dalam negeri. Di sam-
ping itu, guna memenuhi permintaan BBM yang terus meningkat
telah diusahakan peningkatan kelancaran penyalurannya dengan
memperbaiki dan menambah sarana-sarana pengangkutan, penim-
bunan dan distribusi.
Dalam Repelita III masalah yang dihadapi adalah pemasaran
minyak bumi mentah di luar negeri dan BBM di dalam negeri.
b. Gas BumiPemanfaatan gas bumi selama masa Repelita III juga terus
menunjukkan peningkatan. Gas bumi dipergunakan sebagai sumber
energi oleh pabrik-pabrik semen dan baja, sebagai bahan baku
pabrik-pabrik pupuk, sebagai gas kota yang dikelola oleh PGN
(Perusahaan Gas Negara) di beberapa kota besar. Di samping
itu, gas bumi sebagai sumber energi diolah dalam bentuk gas
alam cair (LNG) sebagai komoditi ekspor dan gas minyak cair
(LPG).
Usaha peningkatan produksi dan ekspor LNG sebagai salah satu
sumber penghasil devisa dilakukan dengan melaksanakan
99
pembangunan perluasan kilang LNG Badak dan kilang LNG Arun.
Perluasan kedua kilang tersebut dalam tahun 1983/84, dapat
meningkatkan kapasitas kilang LNG Badak menjadi 4 train dan
kapasitas kilang LNG Arun menjadi 5 train.
Dengan selesainya perluasan kilang BBM di Balikpapan, Ci-
lacap dan Dumai diharapkan kapasitas produksi LPG akan me-
ningkat. Hasil pemasaran LPG dalam negeri dari tahun ke tahun
dalam masa Repelita III terus menunjukkan kenaikan.
2. Pertambangan Umum
a. Batubara
Pengembangan usaha pertambangan batubara secara besar-
besaran dalam rangka diversifikasi energi, khususnya untuk
menggantikan peranan minyak bumi dalam beberapa pemakaian an-
tara lain untuk pembangkitan tenaga listrik dan industri, se-
cara bertahap dapat ditingkatkan dalam masa Repelita III.
Produksi batubara pada tahun terakhir Repelita III meningkat
sangat besar jika dibandingkan dengan produksi batubara pada
tahun terakhir Repelita II. Pengembangan secara bertahap ini
tidak saja diperlukan untuk sekedar memenuhi permintaan dewa-
sa ini, akan tetapi yang lebih penting adalah sebagai lang-
kah-langkah persiapan bagi pengembangan produksi dalam masa
Repelita IV secara besar-besaran.
Pada waktu ini telah diketahui secara pasti cadangan ba-
tubara di tambang Bukit Asam berjumlah sekitar 200 juta ton,
yang dapat diusahakan secara tambang terbuka. Di Sumatera Se-
latan, di luar wilayah Bukit Asam cadangan batubara dengan
kualitas lebih rendah diketahui berjumlah sekitar 10 milyar
ton, merupakan potensi yang sangat besar bagi pemenuhan
kebu-
100
tuhan energi di masa mendatang.
Cadangan batubara di Ombilin yang diketahui dengan pasti
berjumlah sekitar 100 juta ton. Dewasa ini kegiatan eksplora-
si masih terus dilanjutkan untuk mendapatkan cadangan tambah-
an guna memenuhi kebutuhan industri di daerah Sumatera Barat
di waktu mendatang. Sebagian besar cadangan batubara di dae-
rah Ombilin ini cukup dalam letaknya, sehingga hanya akan da-
pat diusahakan secara pertambangan di bawah tanah.
Cadangan-cadangan batubara lain yang cukup potensial ter-
dapat juga di daerah Kalimantan Timur dan Selatan. Pada dae-
rah-daerah tersebut, dewasa ini juga sedang dilakukan penye-
lidikan lanjutan guna pengembangannya untuk memenuhi baik ke-
butuhan batubara di dalam negeri yang terus meningkat, maupun
untuk di ekspor.
Dalam masa Repelita III beberapa perusahaan swasta nasio-
nal telah mulai ikut serta dalam mengusahakan penambangan ba-
tubara di daerah Kalimantan Timur. Saat ini kegiatannya telah
mencapai tingkat persiapan eksploitasi dan telah mulai ber-
produksi dalam skala yang masih kecil.
b. T i m a hTimah merupakan komoditi mineral logam utama bagi Indone-
sia sebagai penghasil devisa yang potensial. Perkembangan
produksi dan ekspor timah sebenarnya cukup mantap dalam masa
Repelita III apabila tidak terjadi kelesuan pasaran.
Pada tahun 1979 telah dimulai pembangunan kapal keruk ti-
mah Belitung I berkapasitas 1.000 ton timah setahun yang se-
lesai dalam tahun 1981 dan telah digunakan untuk kegiatan
produksi. Dewasa ini juga sedang dibangun di dalam negeri
ka-
101
pal keruk timah lainnya, Singkep I yang berkapasitas sama. Di
samping diadakan perbaikan dan penambahan sarana produksi,
juga telah dikembangkan cara-cara penambangan baru yang dise-
suaikan dengan tuntutan keadaan lapangan kerja.
Produksi timah pada permulaan masa Repelita III terus me-
ningkat, sehingga sejak tahun 1981 Indonesia menjadi produsen
timah kedua terbesar di dunia setelah Malaysia. Untuk mence-
gah terus merosotnya harga timah sebagai akibat resesi ekono-
mi dunia, Dewan Timah Internasional terpaksa menetapkan pem-
batasan ekspor pada permulaan tahun 1982. Hal ini telah me-
nyebabkan diturunkannya produksi pada tahun 1982/83 serta
mengakibatkan tertundanya sebagian rencana rehabilitasi sara-
na produksi dan rencana investasi baru.
c. N i k e 1
Eksplorasi secara besar-besaran yang dilakukan di Pulau
Gebe, Maluku Utara dan Pulau Waigeo serta Pulau Gag, Irian
Jaya, telah menghasilkan penemuan cadangan bijih nikel late-
rit dalam jumlah besar. Besarnya modal investasi yang diper-
lukan dan merosotnya harga logam nikel di pasaran dunia yang
berlangsung hingga dewasa ini, menyebabkan pelaksanaan pemba-
ngunannya untuk sementara waktu ditangguhkan. Demikian juga
halnya dengan pengembangan cadangan di Pulau Waigeo.
Penambangan cadangan bijih nikel di Pulau Gebe sejak ta-
hun 1979 telah menambah jumlah ekspor bijih nikel ke Jepang.
Namun demikian akibat pasaran nikel yang lesu, realisasi se-
luruh ekspor bijih nikel dalam masa Repelita III sebesar
1.200.000 ton setahun ternyata masih di bawah angka yang di-
rencanakan, yaitu sebesar 1.500.000 ton setahun.
102
Produksi dan ekspor feronikel dalam masa Repelita III ju-
ga belum mencapai jumlah yang direncanakan, meskipun sebenar-
nya kemungkinan perluasan pabrik feronikel di Pomalaa cukup
baik, antara lain ditinjau dari tersedianya cadangan bijih
dan sumber energi yang ada.
PT. Internasional Nickel Indonesia (INCO), yang mengha-
silkan nikel matte dari pengolahan bijih nikel basil tambang-
tambangnya di Soroako, belum mencapai target produksinya da-
lam masa Repelita III, karena merosotnya harga logam nikel di
pasaran. Produksinya saat ini barn mencapai sekitar 40% dari
kapasitas yang dimiliki.
d. T e m b a g a
Satu-satunya tambang di Indonesia yang menghasilkan tem-
baga dalam bentuk konsentrat terdapat di Gunung Bijih, Irian
Jaya dan dikelola oleh Freeport Indonesia Incorporation. Tam-
bang ini memiliki kapasitas produksi setahun sekitar 225.000
ton konsentrat yang mengandung lebih kurang 65.000 ton tem-
baga. Karena lesunya pasaran tembaga sejak tahun 1975, maka
produksi tambang tersebut hingga dewasa ini tidak mencapai
kapasitas yang ada.
Dalam masa Repelita III telah dilakukan penambangan cada-
ngan bijih di Gunung Bijih Timur, sehubungan dengan menipis-
nya cadangan bijih di Gunung Bijih Barat. Penambangan di Gu-
nung Bijih Barat dilakukan dengan sistem tambang terbuka, se-
dang penambangan di Gunung Bijih Timur dilakukan secara tam-
bang dalam. Sebagian produksi yang dicapai dalam tahun-tahun
terakhir Repelita III berasal dari Gunung Bijih Timur.
Pada saat ini sedang diadakan penelitian terhadap kemung-
103
kinan pengembangan tambang tembaga di Sangkaropi, Tanah Tora-ja, Sulawesi Selatan. Di samping itu, dewasa ini juga sedang dilakukan eksplorasi bijih tembaga di G. Limbung, Bogor, Jawa Barat.
e. B a u k s i t
Meskipun cadangan bauksit terdapat dalam jumlah besar di daerah Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat, tetapi pada saat ini penambangan bauksit di Indonesia masih terbatas pada ca-dangan-cadangan bijih ber kadar tinggi di Pulau Bintan dan se-kitarnya, yang diarahkan hanya untuk keperluan ekspor. Pro-duksi dan ekspor bauksit sampai dengan tahun kedua Repelita III dapat dipertahankan sebesar 1.200.000 ton setahun. Dengan semakin memburuknya industri aluminium di luar negeri akhir-akhir ini, maka produksi bauksit dalam tahun terakhir Repeli- ta III cenderung menurun.
Sebagai usaha pengembangan tambang bauksit ber kadar ren- dah di Pulau Bintan, telah dilakukan kegiatan penelitian me-ngenai kemungkinan pengembangan bijih bauksit tersebut men- jadi bahan tambang yang lebih bernilai tinggi.
f. Emas dan PerakDalam masa Repelita III, emas dan perak dihasilkan dari
Tambang Emas Cikotok, Jawa Barat, yang sampai saat ini meru-pakan satu-satunya tambang emas dan perak yang berproduksi secara teratur di Indonesia.
Selain Tambang Emas Cikotok, terdapat pertambangan emas rakyat yang produksinya tidak teratur dan dikerjakan dengan cara yang sederhana. Besarnya produksi tambang rakyat sukar diketahui dengan pasti, tetapi menurut perkiraan jumlahnya
104
sekitar dua kali produksi Tambang Emas Cikotok. Tiga pemegang
Kuasa Pertambangan (KP) swasta nasional masing-masing di dae-
rah Aceh Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, de-
wasa ini sedang melakukan persiapan eksploitasi.
Timbal dan seng yang terdapat bersamaan dalam bijih emas
dan perak di daerah Cikotok, dalam masa Repelita III telah
mulai diolah menjadi konsentrat. Untuk mengolah konsentrat
timbal dan konsentrat seng menjadi logam belum dapat dilaksa-
nakan di dalam negeri, sehingga sementara ini timbal dan seng
diekspor dalam bentuk konsentrat secara tidak teratur.
Sejak tahun 1973, emas dan perak juga dihasilkan oleh
Freeport Indonesia Inc. sebagai hasil sampingan produksi tem-
baga, dari tambang Gunung Bijih, Irian Jaya. Kadar rata-rata
emas dan perak dalam setiap ton konsentrat tembaga kering ma-
sing-masing sebesar 8,2 gram dan 104 gram.
g. Pasir BesiSejak terhentinya ekspor pasir besi secara teratur ke
Jepang pada akhir Repelita II, maka penambangan pasir besi di
Cilacap, Jawa Tengah dan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat hanya un-
tuk memenuhi kebutuhan pabrik-pabrik semen di dalam negeri.
Ekspor pasir besi secara tidak teratur dan dalam jumlah kecil
masih dilakukan.
Penelitian mengenai kemungkinan pengembangan cadangan dan
pengolahan pasir besi di daerah pantai Selatan Yogyakarta dan
sekitarnya telah dilakukan dalam masa 10 tahun terakhir ini.
Kesimpulan basil penelitian yang telah dilakukan sejak Repe-
lita II mengenai pemanfaatan pasir besi Yogyakarta ternyata
tidak sesuai untuk bahan Baku pabrik Krakatau Steel Cilegon.
105
Selanjutnya akan diusahakan penelitian dengan metode pengo-
lahan lain untuk dapat memanfaatkan pasir besi tersebut.
h. GranitUsaha penambangan batu granit di Pulau Karimun dilakukan
oleh PT Karimun Granit. Produksi batu granit dari tahun ke
tahun selama empat tahun pertama Repelita III, menunjukkan
angka yang selalu naik. Sebagian batu granit yang dihasilkan
adalah untuk konsumsi di dalam negeri dan sebagian lainnya
adalah untuk diekspor ke Singapore dan Malaysia.
i. Bahan-bahan Galian LainnyaBahan galian lainnya yang tidak kurang pentingnya adalah
bahan galian yang tergolong pada bahan galian industri atau
bahan galian golongan C, seperti kaolin, pasir kwarsa, bele-
rang, fosfat, feldspar, dan lain-lainnya. Bahan galian ini
diusahakan oleh swasta nasional, dan penambangannya dapat di-
lakukan dengan cara sederhana serta biaya yang relatif kecil.
Kegiatan pengusahaannya cenderung meningkat dari tahun ke ta-
hun sejalan dengan perkembangan bidang industri yang membu-
tuhkannya.
Kemampuan memproduksi beberapa jenis bahan galian ini,
seperti kaolin dan pasir kwarsa, sudah melebihi kebutuhan in-
dustri di dalam negeri sehingga pemasarannya menghadapi kesu-
litan. Produksi beberapa bahan galian, seperti fosfat, tidak
dapat memenuhi kebutuhan di dalam negeri karena keadaan ca-
dangannya relatif kecil.
Sampai dengan awal April 1982, jumlah kuasa pertambangan
eksploitasi yang diberikan kepada swasta nasional dan perusa-
haan Pemerintah Daerah mencapai jumlah 78, dimana 69 buah di-
I06
antaranya mengusahakan bahan galian industri. Untuk pengusa-
haan bahan galian logam diperlukan biaya yang besar serta
teknologi yang tinggi, di samping diperlukannya tahapan eks-
plorasi yang lebih intensif dan waktu yang lebih lama. Oleh
sebab itu, usaha swasta nasional di bidang bahan galian logam
hingga saat ini belum ada yang berhasil.
Usaha swasta nasional di bidang bahan galian industri de-
wasa ini masih mengalami kesulitan pemasaran dan pembiayaan
investasi untuk pengolahan guna meningkatkan mutu. Biaya pe-
ngangkutan, baik darat maupun laut, yang dirasakan terlalu
memberatkan dan tidak sebanding dengan harga bahan galian
industri yang relatif rendah, merupakan pula kesulitan yang
dihadapi usaha swasta nasional.
Hasil kegiatan pertambangan bahan-bahan galian lainnya
selama ini adalah sebagai berikut :
(1) KaolinSebagian besar produksi kaolin dihasilkan dari pulau
Bangka dan pulau Belitung, sedangkan dalam jumlah yang lebih
kecil dihasilkan di Jawa dan Sulawesi Utara. Mutu produksi
yang masih rendah menyebabkan terbatasnya kemampuan pemasaran
dalam negeri dan ekspor. Di dalam negeri pemasaran kaolin
terutama untuk memenuhi kebutuhan industri-industri : kera-
mik, cat, kertas, karet, kosmetik dan semen putih. Produksi
kaolin dari tahun ke tahun dalam Repelita III menunjukkan ke-
naikan, bila pada tahun 1979 produksi kaolin sebesar 58.539
ton maka pada tahun 1982 jumlah produksi telah mencapai
75.870 ton.
Dalam usaha memenuhi kebutuhan kaolin bermutu baik, de-
wasa ini sedang dilaksanakan pembangunan pabrik pengolahan
107
kaolin di Tanjung Pandan, Belitung yang berkapasitas 27.000
ton setahun.
(2) Pasir KwarsaPenambangan pasir kwarsa diusahakan di berbagai daerah.
Hasil penambangan terbesar diperoleh dari Bangka, Belitung
dan Jawa. Di dalam negeri, pasir kwarsa digunakan sebagai
bahan baku bagi industri-industri gelas, kaca dan semen serta
digunakan pula untuk penyaringan air minum. Peningkatan pro-
duksi pasir kwarsa dalam Repelita III sangat besar, bila pada
tahun 1979 dihasilkan sebesar 135.814 ton maka pada tahun
1982 produksi pasir kwarsa mencapai 938.618 ton.
(3) Fosfat
Fosfat sampai saat ini tidak mungkin ditambang secara
besar-besaran, oleh karena letak endapan fosfat yang terse-
bar serta berkelompok dalam jumlah yang kecil-kecil. Hal ini
juga mempengaruhi jaminan kelangsungan peningkatan produksi,
di samping dalam pemasaran dalam negeri mendapat saingan fos-
fat impor yang memiliki mutu lebih baik.
(4) FeldsparPenambangan feldspar dilakukan di daerah Jawa Timur, yang
hasilnya dipasarkan dalam bentuk tepung kepada industri-in-
dustri keramik dalam negeri. Produksi feldspar selama Repeli-
ta III masih belum menunjukkan kemantapan produksi.
(5) Belerang
Pengusahaan penambangan belerang di Indonesia diperoleh
dari endapan belerang yang terjadi dari kegiatan gunung api
dalam bentuk kristal. Dewasa ini daerah endapan belerang yang
diusahakan adalah di Garut, Jawa Barat, Gunung Welirang dan
108
Gunung Ijen , Jawa Timur serta di pulau Damar, Maluku.
Produksi belerang selama Repelita III juga menunjukkan
kenaikan, bila pada tahun 1979 berjumlah 180 ton sedang pada
tahun 1982 mencapai 1.144 ton.
(6) MangganDewasa ini penambangan diusahakan di daerah Karang Nung-
gal, Jawa Barat; Kliripan, Daerah Istimewa Yogyakarta; Malang
Selatan dan Jember, Jawa Timur; dan pulau Doi, Maluku Utara.
Selama lima tahun terakhir ini produksi manggan mengalami
penurunan, yang disebabkan oleh menurunnya harga manggan di
pasaran dan kurangnya kemampuan menghasilkan manggan ber kadar
tinggi. Namun demikian dalam tahun 1982 terlihat adanya pe-
ningkatan produksi dengan dimulainya penambangan manggan di
pulau Doi untuk diekspor ke Jepang. Dalam tahun ini produksi
manggan mencapai 17.894 ton. Selain daerah tersebut, manggan
juga diusahakan oleh PT Aneka Tambang di daerah Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat dan Flores, Nusa Tenggara Timur, akan tetapi
kegiatan ini masih dalam tahap eksplorasi.
(7) Bahan BangunanDengan berkembangnya pabrik semen di dalam negeri maka
kebutuhan akan bahan baku yang berupa gamping dan lempung
terus meningkat. Demikian pula pasir bangunan, khususnya yang
berasal dari Kepulauan Riau yang memiliki prospek yang baik
untuk dikembangkan.
(8) A s p a 1Satu-satunya tambang di Indonesia yang menghasilkan aspal
alam terdapat di pulau Buton, Sulawesi Tenggara, yang pengu-
sahaannya dilakukan oleh perusahaan Aspal Negara. Produksi
109
belum mencapai kapasitas yang dimilikinya, oleh karena pema-
saran hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan aspal untuk
proyek-proyek dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bina Mar-
ga. Masalah kurangnya fasilitas angkutan kapal, juga menyu-
litkan pelayanan permintaan konsumen lainnya di pulau Jawa,
pulau Sumatera dan daerah lainnya. Bila pada tahun 1979 pro-
duksi aspal berjumlah 80.602 ton, maka pada tahun 1982 pro-
duksi telah meningkat menjadi 192.563 ton.
(9) Y o d i u m
Satu-satunya penambangan yodium terdapat di Watudakon,
Mojokerto, Jawa Timur yang diusahakan oleh PT. Kimia Farma.
Pengolahan yodium pada tambang tersebut masih menggunakan ca-
ra lama yaitu absorbsi dengan menggunakan arang aktif. Dengan
adanya proyek yodisasi garam dapur dan pertambahan penduduk
serta perkembangan industri kimia dasar di dalam negeri, maka
konsumsi yodium di dalam negeri diharapkan akan meningkat.
Produksi yodium pada tahun 1979 adalah sebesar 25.287 ton,
sedangkan pada tahun 1982 produksi mencapai 28.920 ton.
Kegiatan perkoperasian di bidang pertambangan umum hingga
dewasa ini masih belum cukup berkembang. Usaha koperasi yang
dewasa ini tercatat melakukan kegiatan pertambangan bahan ga-
lian industri baru berjumlah 12 buah yang bergerak di bidang
penggalian batu gamping, andesit, kaolin, belerang, pasir
kuarsa, kalsit dan batu fosfat.
j. Inventarisasi dan Eksplorasi Mineral
Kegiatan penyelidikan umum sampai dewasa ini telah dilak-
sanakan di berbagai tempat di Indonesia dalam wilayah seluas
526.208 km2. Kegiatan eksplorasi pendahuluan yang merupakan
110
tindak lanjut dan dilaksanakan lebih terperinci dari pada ke-
giatan penyelidikan umum telah pula dilaksanakan di wilayah
yang telah dilakukan penyelidikan umum. Kegiatan eksplorasi
yang merupakan tindak lanjut kegiatan eksplorasi pendahuluan
juga telah dilakukan, meliputi wilayah seluas 11.909 km2.
Kegiatan eksplorasi telah menghasilkan data potensi bahan
galian untuk setiap daerah, seperti di Daerah Istimewa Aceh
(pasir, batu bangunan, marmer dan bahan keramik), Sumatera
Utara (logam dasar), Bengkulu (logam mulia dan logam dasar),
Kalimantan Timur (batubara), Kalimantan Tengah (batubara),
Kalimantan Barat (logam mulia, logam dasar dan gambut), Jawa
dan Madura (bahan semen, keramik, tras, pasir, batu bangunan
dan pasir besi bertitan), Sulawesi Selatan (logam mulia dan
logam dasar), Sulawesi Utara (pasir, batu bangunan), Bali dan
Nusa Tenggara (bahan semen, bahan keramik, tras, pasir dan
batu bangunan), Maluku Utara (logam dasar, tras, pasir dan
batu bangunan), dan Irian Jaya (bahan semen).
3. Panas Bumi
Eksplorasi panas bumi yang dilakukan sampai dengan perte-
ngahan tahun 1982 menghasilkan sebanyak 12 sumur dengan po-
tensi uap sebesar : 60 ton/jam (5 MW listrik) di Darajat, 215
ton/jam (18 MW listrik) di Dieng, dan 240 ton/jam (27 MW lis-
trik) di Kamojang, seluruhnya berjumlah 515 ton/jam (50 MW
listrik).
Di Indonesia, untuk pertama kali, pada tahun 1978 uap pa-
nas bumi sumur Kamojang-6 dimanfaatkan untuk menggerakkan
turbin Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) monoblock sebe-
sar 250 KW dan pada bulan Pebruari 1983 telah dapat disele-
saikan PLTP sebesar 30 MW. Untuk meningkatkan usaha pengem-
111
bangan panas bumi, pada permulaan tahun 1982 Pertamina telah
mengadakan Kontrak Operasi Bersama (KOB) dengan kontraktor
asing untuk pengembangan potensi panas bumi di daerah Gunung
Salak. KOB Baru juga sudah dapat diselesaikan dalam masa
Repelita III.
Tujuh daerah di Indonesia yang telah disurvai diketahui
memiliki potensi sumber daya panas bumi sebesar ± 3.300 MW
listrik.
I I I . KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Kebijaksanaan yang akan ditempuh adalah tetap mengusaha-
kan keseimbangan dan keterpaduan antar berbagai usaha pening-
katan kegiatan pemetaan, eksplorasi, pengolahan dan pengusa-
haan berbagai bahan tambang.
Kebijaksanaan dan langkah-langkah yang akan ditempuh da-
lam masa Repelita IV di bidang pertambangan adalah memantap-
kan dan melanjutkan serta mengusahakan peningkatan hasil-ha-
sil pertambangan yang telah tercapai dalam Repelita III, yai-
tu inventarisasi dan pemetaan, eksplorasi dan eksploitasi ke-
kayaan alam berupa sumber daya mineral dan energi. Kegiatan-
kegiatan tersebut akan dilaksanakan dengan memanfaatkan tek-
nologi yang tepatguna. Kebijaksanaan ini ditempuh sebagai
usaha untuk mencapai sasaran utama pembangunan bidang pertam-
bangan yaitu: pertama adalah mengusahakan kelangsungan dan
peningkatan produksi bahan tambang yang saat ini telah mempu-
nyai pasaran, baik di dalam maupun luar negeri, sehingga pe-
nerimaan negara akan semakin meningkat, kedua adalah mengem-
bangkan penyediaan bahan baku untuk industri, dan ketiga ada-
lah untuk lebih memperluas kesempatan kerja.
112
Selain itu akan dilanjutkan dan ditingkatkan usaha peng-
anekaragaman produksi pertambangan serta penelitian pengolah-
an lanjutan. Hasil pengolahan bahan tambang Indonesia harus
dapat dijadikan dasar bagi pembangunan industri di dalam ne-
geri. Oleh karena itu langkah-langkah tersebut di atas meru-
pakan langkah permulaan dalam proses industrialisasi jangka
panjang. Di samping itu pengelolaan sektor pertambangan perlu
diserasikan dengan kebijaksanaan umum energi, pembangunan
daerah dan pemeliharaan kelestarian sumber alam serta ling-
kungan hidup.
Penciptaan iklim pengusahaan pertambangan yang lebih
meningkatkan daya pengembangan pertambangan akan terus
disempurnakan. Langkah yang akan ditempuh antara lain meman-
tapkan keserasian usaha antara usaha negara, swasta, pertam-
bangan rakyat dan koperasi pertambangan; menyempurnakan ber-
bagai peraturan dan perundangan secara sektoral maupun lin-
tas sektoral; meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap
Badan Usaha Milik Negara; dan peningkatan usaha pertambangan
rakyat termasuk pengembangan koperasi pertambangan. Dengan
berlandaskan kepada kebijaksanaan tersebut diatas maka diba-
wah ini akan dijelaskan secara lebih terperinci langkah-lang-
kah dan kebijaksanaan di berbagai bidang pertambangan.
1. Minyak dan Gas BumiKebijaksanaan dan langkah-langkah dalam bidang minyak dan
gas bumi antara lain adalah melanjutkan serta meningkatkan
kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi untuk mencari dan me-
nemukan cadangan-cadangan baru guna mempertahankan dan me-
ningkatkan produksi minyak dan gas bumi, sehingga dapat men-
jamin kebutuhan bahan bakar dalam negeri serta
113
kelangsungan
ekspor. Hal tersebut dilakukan dengan peningkatan kegiatan survai seismik dan peningkatan jumlah pemboran sumur eksplo- rasi dan produksi, serta pembangunan sarana operasi lapangan- nya.
Teknologi tinggi dan maju juga akan diterapkan dalam ke-giatan eksplorasi maupun produksi, misalnya melalui apa yang disebut dengan "secondary recovery" dan "enhanced recovery", demikian pula pada usaha pemurnian/pengolahan. Untuk usaha pengembangan sumber-sumber minyak dan gas bumi yang memer- lukan teknologi tinggi dan modal besar, diharapkan peranan perusahaan swasta nasional dan asing dapat ditingkatkan.
Pemenuhan kebutuhan bahan bakar dalam negeri tidak hanya dilakukan melalui peningkatan pengolahan minyak di dalam ne- geri, tetapi juga akan diusahakan peningkatan kelancaran distribusi dengan memperbaiki dan menambah sarana distribusi seperti pembangunan depot-depot dan sarana angkutannya.
Peningkatan gas bumi, baik yang berupa gas ikutan (asso-ciated gas) maupun gas bukan ikutan (non associated gas), masih perlu dilanjutkan dengan cara mengembangkan serta me-ningkatkan kemampuan pengolahan/pemurnian terutama dalam penggunaannya sebagai sumber energi ataupun bahan baku pada pabrik-pabrik petrokimia. Langkah lain dapat pula ditempuh melalui usaha pembangunan atau penambahan kapasitas pabrik-pabrik petrokimia dan kilang-kilang LNG. Sebagai sumber ener- gi, pemanfaatannya akan diselaraskan dengan kebijaksanaan energi nasional.
2. Pertambangan UmumPembangunan di bidang pertambangan umum selain ditujukan
pada usaha peningkatan produksi dan pengembangan pengolahan-
114
nya juga akan lebih diarahkan pada usaha penganekaragaman ha-
sil-basil bahan tambang. Pembangunan pertambangan umum itu
akan dikaitkan dengan pengembangan potensi daerah serta peme-
liharaan kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup, serta
perluasan kesempatan kerja.
Usaha pembangunan akan dilakukan dengan melanjutkan dan
menggiatkan kegiatan pemetaan geologi, inventarisasi dan eks-
plorasi berbagai sumber daya mineral dan energi. Disamping
itu, untuk meningkatkan produksi perlu pula dilanjutkan dan
ditingkatkan usaha pengembangan teknologi pertambangan dan
penelitian pengolahan bahan galian. Dalam hubungan ini akan
mulai dirintis penelitian dan usaha pengembangan potensi sum-
ber daya kelautan.
Dalam rangka usaha pemenuhan penyediaan bahan baku Indus-
tri dan keperluan dalam negeri lainnya serta ekspor, maka
usaha peningkatan produksi dan mutu basil tambang yang memer-
lukan teknologi tinggi dan modal besar tetap terbuka kemung-
kinan partisipasi perusahaan swasta nasional dengan swasta
asing dalam bentuk patungan.
Sejalan dengan usaha penganekaragaman penyediaan sumber
energi bagi keperluan dalam negeri, pengembangan dan pemanfa-
atan batu bara akan lebih ditingkatkan dalam skala besar mau-
pun dalam skala kecil. Produksi komoditi tambang untuk ekspor
seperti timah, nikel, tembaga, bauksit dan lainnya akan dise-
suaikan dengan perkembangan pasaran.
Usaha pengembangan tambang-tambang swasta nasional dan
pertambangan rakyat akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan,
yaitu melalui bimbingan teknik pertambangan dan pengolahan.
Hal ini terutama akan dilaksanakan dalam proyek-proyek per-
115
tambangan yang mudah dikembangkan, yakni penambangan dan pe-
ngolahan bahan galian non logam yang memiliki prospek pasaran
yang cukup baik di dalam negeri. Untuk mendorong perkembangan
usaha pertambangan dan juga untuk memudahkan pembinaan dan
bimbingannya, maka usaha pertambangan rakyat akan diarahkan
untuk membentuk koperasi-koperasi pertambangan.Dalam rangka menggairahkan kegiatan usaha di bidang per-
tambangan, akan terus dilaksanakan penyempurnaan prosedur
perizinan untuk mempercepat pelayanan dan memberikan kepasti-
an bagi dunia usaha. Hal ini diharapkan dapat memperlancar
dan meningkatkan efisiensi pengembangan usaha pertambangan.
3. Panas Bumi.Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan usaha panas
bumi di Indonesia, langkah-langkah dan kebijaksanaan yang akan
ditempuh adalah melanjutkan dan meningkatkan usaha eks-
plorasi, mengadakan pemboran untuk produksi dalam rangka me-
nyediakan uap panas bumi, serta menciptakan suasana yang me-
narik bagi pengikutsertaan modal swasta. Selain itu, akan
dilanjutkan juga kegiatan inventarisasi daerah-daerah yang
memberikan indikasi adanya panas bumi di berbagai wilayah di
Indonesia.
Dalam hubungan eksploitasi panas bumi, akan terus diting-
katkan usaha pencegahan timbulnya dampak negatip, peningkatan
keselamatan kerja di semua bidang kegiatan, serta peningkatan
pengawasan dan penertiban perusahaan jasa asing sehingga alih
teknologi dapat dilaksanakan.
Langkah-langkah dan kebijaksanaan tersebut harus didu-
kung pula dengan pelaksanaan latihan dan pendidikan bagi te-
naga-tenaga trampil, peningkatan penelitian, koordinasi
kerja
116
antar instansi, serta pengaturan, pengarahan, pengawasan dan
perizinan yang lebih jelas.
IV. PROGRAM-PROGRAM
1. Program Pengembangan dan Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi.
Program pengembangan dan peningkatan produksi minyak dan
gas bumi selama Repelita IV mencakup rencana kegiatan dan
rencana kerja yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, produksi
serta pengolahan minyak bumi, pemasaran BBM dalam negeri,
jaringan distribusi dan transportasi BBM, ekspor minyak
mentah dan produk minyak serta pengolahan lanjutan hasil mi-
nyak dan gas bumi. Selain itu masih perlu terus dikembangkan
dan dilaksanakan program produksi dan pemanfaatan gas bumi,
termasuk penyalurannya untuk gas kota.
Eksplorasi Minyak dan Gas BumiUntuk dapat mempertahankan tingkat produksi maupun ke-
mungkinan untuk menaikkannya, maka kegiatan eksplorasi minyak
dan gas bumi akan terus ditingkatkan. Lapangan-lapangan mi-
nyak dan gas bumi baru diharapkan dapat ditemukan, baik di
daerah-daerah baru maupun di daerah-daerah lama yang sudah
dikembalikan oleh kontraktor minyak asing ataupun di daerah-
daerah wilayah kerja PERTAMINA sendiri.
Sehubungan dengan itu setiap tahunnya direncanakan akan
dilakukan penyelidikan seismik dan pemboran eksplorasi di dae-
erah daratan dan di lepas pantai. Program penyelidikan seis-
mik ditujukan untuk usaha penemuan prospek-prospek baru serta
usaha untuk menaikkan tingkat keyakinan berdasarkan petun-
juk-petunjuk dari basil eksplorasi, sampai siap untuk dibor.
117
Mengingat sebagian besar kegiatan eksplorasi mengandung
resiko besar dan sebagian besar dilakukan oleh kontraktor-
kontraktor asing, maka akan diciptakan iklim yang serasi yang
dapat menggairahkan usaha pencarian minyak dan gas bumi. Da-
lam hubungan ini akan ditawarkan daerah-daerah baru guna mem-
percepat pelaksanaan eksplorasi. Di samping itu usaha-usaha
penelitian tentang potensi minyak dan gas bumi di daerah-dae-
rah daratan, lepas pantai bahkan daerah laut dalam, akan di-
lanjutkan dan dikembangkan.
Produksi
Produksi minyak bumi Indonesia selama Repelita IV diha-
rapkan akan dapat meningkat terus. Usaha peningkatan produksi
itu akan dilanjutkan antara lain melalui peningkatan penggu-
naan dan pengembangan berbagai teknologi maju dalam rangka
"enhanced oil recovery", pengembangan lebih lanjut lapangan
produksi yang ada sehingga laju penurunan produksi dapat di-
kurangi, perawatan sumur-sumur dan kerja ulang (work over)
dan tambahan produksi dari lapangan-lapangan baru hasil pene-
muan kegiatan eksplorasi.
Dalam masa Repelita III beberapa lapangan baru telah se-
lesai dieksplorasi oleh kontraktor, tetapi sampai saat ini
belum dikembangkan karena dianggap kurang menguntungkan. Ke-
mungkinan pengembangan lapangan-lapangan ini perlu mendapat
penilaian kembali dalam Repelita IV.
Berdasarkan usaha-usaha peningkatan kegiatan eksploitasi
dan melihat kemungkinan perkembangan pasaran minyak bumi du-
nia serta kebutuhan BBM dalam negeri, diperkirakan produksi
minyak bumi akan meningkat dalam Repelita IV. Bila pada
118
tahun
pertama Repelita IV perkiraan produksi minyak bumi (termasuk
kondensat) sebesar 511,0 juta barrel maka kemampuan produksi
minyak bumi pada tahun terakhir Repelita IV akan mencapai
sekitar 623,3 juta barrel. Pada dasarnya tingkat produksi
minyak bumi dari tahun ke tahun akan disesuaikan dengan
keadaan pasar di luar negeri.
Pengolahan Minyak BumiKapasitas pengolahan kilang-kilang minyak di Indonesia
dalam Repelita IV akan meningkat berkat dilaksanakannya usaha-
usaha mempertinggi efisiensi pengolahan kilang-kilang lama
dan telah beroperasinya kilang baru di Balikpapan dan Cilacap
pada akhir tahun 1983 dan Hydro cracker Dumai pada awal tahun
1984. Dalam masa Repelita IV impor minyak mentah untuk diolah
di kilang Cilacap masih akan tetap dilaksanakan. Peningkatan
kapasitas pengolahan kilang-kilang di dalam negeri telah
dapat memenuhi permintaan dalam negeri akan bahan bakar
minyak, dan sebagian basil kilang dapat diekspor. Perkiraan
pengolahan minyak mentah selama Repelita IV tampak seperti
pada Tabel 12 - 1
Produksi, Pemanfaatan dan Pengolahan Gas Bumi
Dalam Repelita IV, gas bumi direncanakan akan memegang
peranan lebih penting lagi dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Peningkatan peranan ini disebabkan karena mening-
katnya pemanfaatan gas bumi dalam bentuk LNG sebagai komoditi
ekspor, sebagai bahan baku pada industri dasar, serta sebagai
bahan bakar pengganti minyak bumi di sektor industri dan ru-
mah tangga. Produksi dan penyediaan gas bumi untuk berbagai
keperluan pemanfaatan tersebut pada tahun pertama Repelita IV
diperkirakan sebesar 1.766 milyar kaki kubik dengan pemanfa-
119
TABEL 12 - 1
PERKIRAAN PRODUKSI DAN PENGOLAHAN
MINYAK DAN GAS BUMI
(1984/85 - 1988/89)
120
J e n i s Satuan 1984/85 1988/89
1. Minyak Mentah
- Produksil) juta barrel 511,0 623,3
- Pengolahan 2) ribu barrel/hari 610,5 717,8
2. Gas Bumi
- Produksi milyar kaki kubik 1.766,0 1.980,0
- Pemanfaatan milyar kaki kubik 1.626,0 1.799,0
3. LNG ²)
- Produksi juta MMBTU 684,3 870,2
4. LPG
- Produksi ribu ton 1.202,0 1.058,0
1) Termasuk kondensat2) Dalam perhitungan laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi, nilai
tambah produk-produk ini diperhitungkan di dalam sektor industri.
atan sejumlah 1.626 milyar kaki kubik, sedangkan pada tahun
terakhir Repelita IV diperkirakan produksi akan mencapai
1.980 milyar kaki kubik dengan pemanfaatan sebesar 1.799 mil-
yar kaki kubik. Peningkatan produksi dan pemanfaatan gas bumi
sebagian besar adalah karena diperluasnya Pabrik LNG Arun dan
Bontang.
Berdasarkan kontrak-kontrak penjualan LNG sejak tahun
1973, yang berjangka waktu kontrak 15 - 20 tahun, maka pro-
duksi dan ekspor LNG selama Repelita IV dapat terus diting-
katkan. Sehubungan dengan itu direncanakan penambahan kapasi-
tas kilang LNG Arun sebesar satu train. Produksi LNG pada ta-
hun 1984/85 diperkirakan sebesar 684,3 juta MMBTU sedangkan
pada akhir masa Repelita IV diperkirakan produksi LNG menca-
pai 870,2 juta MMBTU. Di samping LNG, pemanfaatan gas bumi
sebagai bahan bakar maupun bahan baku pada pabrik-pabrik pu-
puk juga akan meningkat antara lain pada pabrik pupuk Iskan-
dar Muda, pabrik pupuk ASEAN, pabrik pupuk Kalimantan Timur.
Gas bumi juga dimanfaatkan dalam bentuk "gas minyak cair"
atau LPG yang dihasilkan dari kilang-kilang gas di Mundu,
Rantau, Arjuna dan Tanjung Santan. LPG juga dihasilkan seba-
gai hasil samping kilang-kilang baru Balikpapan, Cilacap, Du-
mai serta kilang Musi. Perkiraan produksi LPG selama masa Re-
pelita IV adalah seperti pada Tabel 12 - 1.
Dalam masa Repelita IV diperkirakan persentase "associat-
ed gas" yang terbuang atau terbakar (flared gas) di lapang-
an-lapangan minyak akan menurun, meskipun secara jumlahnya
masih cukup besar. Adanya gas yang terpaksa dibakar ini dise-
babkan karena lokasi lapangan terlalu jauh dari konsumen.
121
i
Kebutuhan BBM Dalam Negeri dan Jaringan Fasilitas Distribusi
BBM sampai akhir Repelita IV masih akan merupakan sumber
energi komersial utama di Indonesia, meskipun diperkirakan
peranan bahan bakar bukan minyak dalam waktu itu akan terus
meningkat.
Perkembangan kebutuhan dalam negeri akan berbagai jenis
BBM selama masa 1984/85 - 1988/89 seperti avtur, mogas (ben-
sin super dan premium), minyak tanah, minyak solar, minyak
diesel dan minyak bakar diperkirakan masih akan meningkat
sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi, sedangkan kebutuhan
avigas hanya akan meningkat kecil sekali.
Guna memenuhi kenaikkan kebutuhan BBM maka dalam Repelita
IV, direncanakan mengadakan peremajaan dan peningkatan sara-
na-sarana distribusi yang telah ada, disamping pembangunan
sarana-sarana yang baru, dalam rangka perluasan pelayanan ke
seluruh pelosok tanah air. Demikian juga direncanakan penam-
bahan "tonage tanker/lighter" dan pembangunan depot-depot ba-
ru tersebar di beberapa lokasi. Selain itu akan diadakan pe-
nambahan dan penggantian tangki-tangki timbun, dalam rangka
usaha penambahan kapasitas penimbunan dan peremajaan, serta
penambahan sejumlah dermaga minyak.
Di samping itu akan dilaksanakan penambahan unit stasiun
pengisian BBM di seluruh wilayah Indonesia, perbaikan dan pe-
nyesuaian lokasi stasiun pengisian BBM yang dilaksanakan se-
cara bertahap mengikuti perkembangan daerah, penambahan dan
penggantian "refiller" dalam rangka usaha peningkatan kapasi-
tas depot pengisian lewat udara; pembangunan Depot Pengisian
Pesawat Udara (DPPU) baru di beberapa pelabuhan udara antara
122
lain, Blang Bintang, Padang Kemiling, Batu Besar, Cengkareng,
serta penambahan dan penggantian fasilitas penimbunan, khu-
susnya minyak solar dan minyak diesel, sejalan dengan mening-
katnya kegiatan perhubungan laut.
Direncanakan pula untuk melaksanakan penambahan dan peng-
gantian mobil-mobil tangki untuk angkutan BBM ke Stasiun Pe-
ngisian Bahan Bakar Umum (SPBU); penambahan dan penggantian
mobil tangki untuk angkutan bahan bakar penerbangan
(bridgers) dan penambahan dan peningkatan kapasitas jalur pi-
pa transmisi BBM.
Pengolahan Lanjutan Hasil Minyak dan Gas Bumi
Pembangunan proyek-proyek pengolahan lanjutan hasil mi-
nyak bumi dan gas bumi bertujuan menghasilkan bahan-bahan ba-
ku untuk industri, antara lain industri sandang, plastik,
farmasi, perekat plywood, pelarut ban, zat warna, yang sampai
sekarang masih diimpor dan kebutuhannya meningkat terus.
2. Program Pengembangan dan Peningkatan Produksi Pertam-bangan Umum.
Batubara
Sejalan dengan kebijaksanaan di bidang energi untuk me-
ngembangkan dan memanfaatkan sumber-sumber energi bukan mi-
nyak, maka rencana pemanfaatan kembali batubara secara besar-
besaran akan dikaitkan dengan rencana pembangunan pusat-pusat
listrik tenaga uap (PLTU) bare yang akan menggunakan batubara
sebagai bahan bakarnya. Selain itu pemanfaatan batubara di
dalam negeri adalah untuk pabrik semen, pabrik karbit, pabrik
kokas dan sebagainya. Konsumen batubara yang sudah ada selama
ini akan diusahakan untuk tetap menggunakan batubara dan me-
123
ningkatkan pemakaiannya. Disamping itu bila memungkinkan akan
diusahakan pula penggunaan batubara sebagai pengganti kayu
bakar dan minyak yang dibutuhkan oleh industri-industri yang
memerlukan pembakaran.
Sehubungan dengan itu secara bertahap ditingkatkan pro-
duksi batubara dari tambang Ombilin dan Bukit Asam, dan pe-
ngembangan tambang-tambang baru di Kalimantan Timur dan Sela-
tan dalam Repelita IV, yang sebagian besar dikerjakan dalam
rangka kerjasama dengan kontraktor-kontraktor swasta asing.
Produksi batubara selama Repelita IV diperkirakan seperti
yang tercantum pada Tabel 12-2.
Untuk memungkinkan pelaksanaan produksi batubara seperti
rencana tersebut diatas, masih diperlukan rehabilitasi dan
penambahan sarana serta peralatan tambang untuk produksi, di-
samping kelanjutan kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan tam-
bahan cadangan batubara demi kelangsungan produksi.
Kegiatan usaha pertambangan batubara oleh usaha swasta
nasional dalam Repelita IV akan terus ditingkatkan terutama
di daerah Kutai, Kalimantan Timur, yang dewasa ini telah men-
capai tahap eksploitasi. Pada akhir Repelita IV kegiatan yang
sama akan dilakukan di daerah Jawa Barat, Sulawesi Selatan,
Pantai Sumatera Barat dan Kalimantan Tengah.
T i m a hDengan semakin menurunnya cadangan-cadangan di daratan,
untuk tahun-tahun mendatang kegiatan penambangan timah akan
semakin bergeser ke daerah lepas pantai, yang menyebabkan pe-
nambangan akan semakin sulit dan mahal. Untuk menjamin dan
memungkinkan kelanjutan serta pengembangan usaha, kegiatan
124
TABEL 12 - 2
PERKIRAAN PRODUKSI BAHAN-BAHAN TAMBANG
1984/85 - 1988/89
Bahan Tambang Satuan 1984/85 1988/89
1. Batubara ribu ton 900 9.390
2. Timah Dalam Konsentrat ton 26.160 37.650
3. Logam Timah ton 25.875 37.195
4. Bijih Nikel ribu ton 1.550 2.550
5. Ferro Nikel ton 4.800 4.800
6. Nikel Matte ton 29.480 29.480
7. Konsentrat Tembaga ribu ton 178 170
125
eksplorasi akan terus dikembangkan untuk menemukan cadangan-cadangan baru. Bilamana diperlukan akan diadakan rehabilitasi ataupun penambahan peralatan dan investasi baru.
Dalam tahun pertama Repelita IV pembatasan ekspor timah
oleh perjanjian timah internasional diperkirakan masih ber-
laku. Oleh karena itu rencana produksi timah akan diusahakan
sesuai dengan pembatasan ekspor tersebut. Dengan harapan pem-
batasan ekspor akan hapus pada tahun berikutnya, maka produk-
si timah Indonesia akan dapat lebih ditingkatkan sesuai
dengan kemampuan produksi. Dalam hubungan ini kerjasama
antara produsen timah perlu terus diusahakan.
Selain perusahaan milik negara, yang merupakan penghasil
terbesar, terdapat tiga perusahaan swasta asing yang juga me-
laksanakan penambangan timah di Indonesia. Perkiraan produksi
timah dalam konsentrat dan logam timah dalam Repelita IV
tampak seperti pada Tabel 12-2. Sebagian besar produksi timah
Indonesia akan diekspor, sedangkan sebagian kecil saja yang
akan dipasarkan di dalam negeri.
Proyek pabrik pelat timah yang dibangun di Cilegon diper-
kirakan dalam tahun 1985/86 telah mulai berproduksi dengan
kapasitas sebesar 130.000 ton setahun yang membutuhkan logam
timah sejumlah 650 ton setahun.
N i k e l
Peningkatan produksi bijih nikel Indonesia saat ini masih
dipengaruhi oleh kemampuan ekspor bijih nikel itu sendiri.
Untuk melepaskan ketergantungan ekspor yang tidak menentu
tersebut, maka perlu diusahakan mengolah bijih nikel menjadi
bahan setengah jadi. Oleh karena itu, apabila pasarannya me-
127
mungkinkan, peningkatan kapasitas pabrik ferro nikel di
Pomalaa dapat dipertimbangkan, mengingat cadangan bijih nikel
yang tersedia di Indonesia cukup besar jumlahnya. Selanjutnya
akan dipertimbangkan pembuatan ferro silikon dan "stainless
steel" dalam rangka memperluas pasaran dan meningkatkan nilai
komoditi ekspor.
Disamping Pomalaa, pabrik nikel matte di Soroako yang se-
lama ini berproduksi jauh di bawah kapasitasnya akibat lesu-
nya pasaran nikel, diharapkan dapat ditingkatkan produksinya
bila pasaran sudah cukup membaik. Perkiraan produksi bijih
nikel, ferro nikel dan nikel matte dalam Repelita IV adalah
seperti pada Tabel 12 - 2.
T e m b a g a
Harga tembaga yang rendah dipasaran dunia menyebabkan pe-
nambangan bijih tembaga di daerah Gunung Bijih, Irian Jaya,
menghadapi keadaan yang sulit. Dalam keadaan yang demikian
ini, penambangan bijih tembaga di Gunung Bijih Barat dengan
sistem tambang terbuka hanya akan dapat diteruskan sampai ta-
hun-tahun pertama Repelita IV, sedangkan sisa cadangan di ba-
gian yang lebih dalam tidak akan ekonomis lagi untuk ditam-
bang dalam keadaan sekarang ini. Selanjutnya penambangan ha-
nya akan dilakukan pada cadangan di Gunung Bijih Timur secara
tambang dalam. Pengembangan cadangan Gunung Bijih Timur yang
telah dimulai dalam Repelita III akan dilanjutkan dalam
Repelita IV.
Pasaran tembaga diperkirakan tidak akan banyak berubah
selama Repelita IV, oleh karena itu rencana produksi konsen-
trat tembaga dari tambang Gunung Bijih di Irian Jaya diper-
kirakan tidak berubah banyak seperti pada tahun - tahun ter-
128
akhir Repelita III, tampak seperti pada Tabel 12 - 2.
B a u k s i t
Dengan semakin berkurangnya cadangan bauksit berkualitas
ekspor di Pulau Bintan, maka kelanjutan penambangan di kemu-
dian hari terbatas pada cadangan bauksit dengan kadar yang
memenuhi persyaratan ekspor. Perkiraan produksi bauksit dalam
Repelita IV rata-rata setiap tahun adalah sebesar 800 ribu
ton.
Sehubungan dengan hal itu, untuk menjamin kelangsungan
produksi dan ekspor bauksit akan tetap diusahakan kegiatan
pencarian cadangan bauksit berkadar tinggi. Di samping juga
akan terus dilakukan usaha-usaha pengembangan dan pemanfaatan
bauksit berkadar rendah tersebut menjadi komoditi yang lebih
bernilai ekonomis.
Emas dan Perak
Untuk menjamin kelangsungan produksi emas dan perak dari
tambang Cikotok, maka eksplorasi di daerah pertambangan ter-
sebut akan lebih diintensifkan untuk mendapatkan tambahan ca-
dangan bijih baru. Perkiraan produksi logam emas dan logam
perak dari tambang Cikotok selama Repelita IV adalah rata-
rata setiap tahun 190 kilogram logam emas dan 3.200 kilogram
logam perak.
Penambangan di Cikotok selain menghasilkan logam emas dan
perak, juga menghasilkan timbal dan seng dalam bentuk konsen-
trat. Apabila secara teknis ekonomis cukup layak dan keadaan
memungkinkan, maka akan dapat dipertimbangkan pendirian suatu
pabrik pengolahan konsentrat timbal, seng dan tembaga. Pabrik
ini akan dapat menampung juga konsentrat timbal, seng dan
129
tembaga dari Gunung Limbung, Jawa Barat serta Sangkaropi, Su-
lawesi Selatan, apabila Gunung Limbung dan Sangkaropi yang
sementara ini masih dalam tahap penelitian dan evaluasi ca-
dangan dapat dikembangkan menjadi tambang yang ekonomis.Dalam rangka pengembangan usaha swasta nasional dalam
pertambangan emas dan perak, Pemerintah akan memberikan ban-
tuan berupa bimbingan teknik penambangan dan pengolahan. Usa-
ha swasta nasional dalam pertambangan emas dan perak diharap-
kan sudah dapat berproduksi dalam Repelita IV. Produksi emas
hasil swasta nasional dalam tahun pertama Repelita IV diper-
kirakan sudah dapat mencapai 100 kilogram dan produksi ini
diusahakan untuk terus meningkat setiap tahunnya selama Repe-
lita IV.
Tambang-tambang kecil yang diusahakan oleh kelompok per-
orangan secara tambang rakyat yang banyak terdapat di daerah-
daerah : Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Utara, akan dibimbing dan diarahkan agar mereka membentuk ko-
perasi pertambangan, sehingga memudahkan untuk menerima bim-
bingan teknik dan lain sebagainya.
Pasir BesiPengembangan produksi pasir besi di daerah Cilacap dalam
Repelita IV terutama untuk memenuhi kebutuhan pasir besi bagi
pabrik-pabrik semen di dalam negeri yang jumlahnya terus ber-
tambah. Perkiraan produksi pasir besi dalam Repelita IV seki-
tar 230 - 270 ribu ton setiap tahunnya.
Batu GranitKebutuhan batu granit di dalam negeri diperkirakan masih
belum akan berkembang, tetapi pasaran di Singapore dan Malay-
130
sia masih akan meningkat. Dalam Repelita IV penambangan batu
granit di daerah P. Karimun diharapkan dapat menghasilkan
batu granit dengan perkiraan produksi rata-rata sebesar
3.120 ribu ton setiap tahunnya.
Disamping penambangan batu granit di Pulau Karimun yang
telah dilaksanakan secara modern, di berbagai tempat di Pulau
Jawa masih terdapat banyak penggalian batu granit secara ter-
sebar untuk memenuhi kebutuhan proyek-proyek pekerjaan umum
seperti bendungan, jalan raya, saluran-saluran air dan seba-
gainya. Kebanyakan batuan yang di gali adalah dari jenis ande-
sit dan batu gamping.
Bahan Galian LainnyaBimbingan dan pembinaan pengusahaan bahan-bahan galian
industri/golongan C seperti kaolin, pasir kwarsa, fosfat,
feldspar, belerang, mangan, aspal, yodium dan lainnya, yang
produksinya dapat dipasarkan di dalam negeri akan terus di-
tingkatkan, sehingga dengan demikian kebutuhan bahan baku ba-
gi industri-industri dalam negeri dapat dipenuhi. Usaha peng-
ikutsertaan pengusaha swasta nasional dalam usaha pertambang-
an dan penganekaragaman produksi komoditi tambang di dalam
negeri akan ditingkatkan.
Walaupun volume produksi masih kecil, tetapi bahan galian basil usaha swasta nasional telah ikut menunjang pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah pedesaan setempat, baik dalam segi kesempatan kerja maupun dalam segi kesempatan usaha. Untuk mencapai sasaran tersebut, perlu diambil langkah-langkah yang menunjang perkembangan usaha swasta nasional dalam pertamba-ngan, antara lain pemberian bimbingan dalam segi teknis eks-plorasi, penggalian, pengolahan dan pemanfaatan bahan galian,
131
melalui pemberian petunjuk-petunjuk dan latihan-latihan
ketrampilan, pemberian bantuan untuk pengembangan manajemen,
penyempurnaan pengaturan usaha, pengarahan atau pembentukan
usaha koperasi pertambangan bagi tambang-tambang rakyat.Seperti halnya dengan bimbingan dan pembinaan yang telah
diberikan kepada usaha swasta nasional dan pertambangan rak-
yat, juga untuk usaha pengembangan koperasi pertambangan akan
diambil langkah-langkah antara lain berupa bantuan-bantuan
dalam bimbingan teknik pertambangan dan pengolahan kepada
KUD, membina manager KUD dalam pengelolaan usaha pertambang-
an, penyediaan informasi pemasaran hasil pertambangan dan
lain-lain.
Inventarisasi dan Eksplorasi Mineral
Penyelidikan umum dan eksplorasi mineral yang telah di-
laksanakan sampai pada akhir Repelita III, akan dilanjutkan
dan ditingkatkan dalam Repelita IV antara lain kegiatan pe-
nyelidikan umum dan eksplorasi batubara dan gambut terutama
di daerah Sumatera dan Kalimantan, kegiatan inventarisasi dan
eksplorasi mineral logam dan mineral industri lainnya (non
logam), serta kegiatan pemetaan geologi dasar tersebar di se-
luruh Indonesia.
Kegiatan tersebut dilakukan dalam usaha untuk memperta-
hankan kelangsungan produksi bahan-bahan tambang yang telah
dihasilkan dan juga sebagai pengumpulan data dalam rangka
usaha mengembangkan potensi, pemanfaatan cadangan bahan gali-
an dan penganekaragaman produksi bahan tambang baik dalam
jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
132
3. Program Pengembangan dan Peningkatan Produksi Panas Bumi.
Program pengembangan panas bumi selama Repelita IV men-
cakup kegiatan eksplorasi, produksi dan pemanfaatan uap panas
bumi.
E k s p 1 o r a s i
Eksplorasi dilakukan untuk mencari cadangan baru dengan cara menyelidiki lebih terperinci daerah yang menunjukkan ke-nampakan panas bumi, menetapkan potensinya dan membuktikannya dengan cara pemboran eksplorasi.
Mengingat pemanfaatan panas bumi di Indonesia terutama
akan diperuntukkan bagi pengembangan kelistrikan, maka renca-
na eksplorasinya hares disesuaikan dengan rencana pengembang-
an kelistrikan yang terutama ditujukan pada daerah industri
dan daerah padat penduduk. Daerah yang memenuhi syarat terse-
but diatas adalah Jawa dan Bali, yang juga merupakan daerah
yang memiliki potensi panas bumi yang cukup besar untuk di-
kembangkan. Oleh karena itu, eksplorasi panas bumi akan ba-
nyak terpusat di Jawa dan Bali. Untuk daerah-daerah di luar
Jawa dan Bali pengembangan potensi panas bumi untuk kelistrikan
akan disesuaikan dengan pola kebijaksanaan kelistrikan dan
dengan mengingat keperluan pembangunan di daerah yang
bersangkutan.
Program survai dan pemboran eksplorasi akan diusahakan
agar dapat menetapkan delinisasi prospek-prospek baru, yang
siap untuk diproduksikan.
133
Produksi dan Pemanfaatan Uap Panas Bumi
Persyaratan bagi beroperasinya sebuah Pusat Listrik Tena-
ga Panas Bumi (PLTP) ialah bahwa energi uap panas bumi yang
tersedia setidak-tidaknya harus 10% lebih tinggi dari pada
energi yang akan di bangkitkan PLTP. Sasaran untuk PLTP dalam
masa Repelita IV adalah dengan kapasitas sekitar 220 MW, se-
hingga paling sedikit harus tersedia energi uap panas bumi
setara dengan kapasitas tersebut.
Mengingat bahwa jangka waktu konstruksi dan pembangunan
PLTP berkondensor relatif cukup lama, minimum 3 1/2 tahun,
maka dalam keadaan yang mendesak pendirian PLTP monoblock
yang lebih cepat pembangunannya (+ 6 bulan) dapat dipertim-
bangkan untuk mempercepat pengadaan listrik secara terbatas,
sambil menunggu selesainya pembangunan PLTP berkondensor yang
lebih besar dan efisien.
Dalam pengembangan panas bumi perlu diusahakan pencegahan
timbulnya dampak lingkungan yang negatif, oleh karena lokasi
panas bumi sering terdapat di daerah-daerah cagar alam atau
daerah-daerah cagar budaya, terutama di Jawa dan Bali. Dengan
demikian, untuk perencanaan pengembangan panas bumi perlu
adanya koordinasi yang menyeluruh dan terpadu antar instansi
yang bersangkutan. Di samping itu pengawasan pelaksanaan pe-
ngembangan panas bumi akan ditingkatkan.
d. Program Pengembangan Tenaga Kerja
Meningkatnya kegiatan pembangunan di bidang pertambangan
perlu diikuti dengan usaha meningkatkan pengembangan tenaga
kerja, baik kualitatif maupun kuantitatif. Sehubungan dengan
itu akan dilaksanakan peningkatan pendidikan dan latihan pada
134
semua tingkat keahlian dan ketrampilan, serta perencanaan te-naga kerja yang mencakup perkiraan jenis dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Di samping itu pola investasi di sek- tor pertambangan akan diarahkan agar menghasilkan kesempatan kerja semaksimal mungkin.
B. E N E R G I
ENERGI UMUM
I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara dalam Repe-
lita IV pengembangan dan pemanfaatan energi akan didasarkan
pada kebijaksanaan energi yang menyeluruh serta terpadu
dengan memperhitungkan peningkatan kebutuhan, baik untuk eks-
por maupun untuk pemakaian dalam negeri, serta kemampuan pe-
nyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang.
Minyak bumi merupakan sumber utama pemakaian energi di
dalam negeri. Penggunaannya terus meningkat, sedang jumlah
persediaan terbatas. Berhubung dengan itu Garis-garis Besar
Haluan Negara menetapkan agar dilanjutkan dan ditingkatkan
langkah-langkah penghematan penggunaan minyak bumi serta pe-
ngembangan sumber-sumber energi lainnya seperti batubara,
tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga angin, tenaga nuklir,
tenaga matahari, tenaga biomasa, gambut dan sebagainya. Kebi-
jaksanaan-kebijaksanaan lain yang menunjang kebijaksanaan
energi tetap diarahkan agar dengan kemampuan yang ada dapat
dicapai hasil yang sebesar-besarnya, antara lain dengan me-
ningkatkan pembinaan tenaga ahli, penelitian dan pengembang-
an, serta pemanfaatan teknologi.
135
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dikemukakan bahwa
pembangunan tenaga listrik ditujukan untuk meningkatkan kese-
jahteraan masyarakat kota dan desa dan untuk mendorong kegia-
tan ekonomi khususnya industri. Sehubungan dengan itu akan
ditingkatkan sarana penyediaan listrik, serta ditingkatkan
pula pemanfaatan dan pengelolaannya, agar tersedia tenaga
listrik dalam jumlah yang cukup dengan mutu pelayanan yang
baik serta harga yang terjangkau oleh masyarakat. Di samping
usaha Pemerintah dimungkinkan pula partisipasi koperasi dan
swasta dalam penyediaan tenaga listrik untuk memenuhi kebutu-
han masyarakat.
Dalam rangka mendorong kegiatan sosial dan ekonomi di
daerah pedesaan Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan
usaha listrik masuk desa akan lebih ditingkatkan. Dalam hubu-
ngan ini akan dikembangkan penggunaan sumber energi yang ter-
sedia setempat seperti tenaga air mikro, tenaga angin, tenaga
biogas dan lain-lain dalam rangka menghemat penggunaan bahan
bakar minyak, serta sekaligus mengurangi kerusakan hutan, ta-
nah dan air.
II. KEADAAN DAN MASALAH
Dengan menyadari bahwa energi merupakan salah satu penen-
tu didalam mencapai sasaran pembangunan maka semenjak awal
tahun 1977 telah mulai dirintis pemikiran-pemikiran yang le-
bih terarah untuk mengelola bidang energi di Indonesia, yaitu
dengan dibentuknya sebuah panitia antar Departemen yang ber-
tugas merumuskan konsep kebijaksanaan energi sebagai bagian
dari kebijaksanaan pembangunan nasional. Sehubungan dengan
itu telah dibentuk Badan Koordinasi Energi Nasional (Bakoren)
136
dengan tugas pokok, merumuskan kebijaksanaan Pemerintah dibi-
dang pengembangan dan pemanfaatan energi serta merumuskan
program pengembangan dan pemanfaatan energi secara nasional
disamping mengkoordinasikan pelaksanaan program dan kebijak-
sanaan di bidang energi oleh instansi yang bersangkutan. Pada
awal tahun 1982 Bakoren telah berhasil merumuskan kebijaksa-
naan umum bidang energi. Didalam kebijaksanaan tersebut ter-
tuang rumusan arah dan pokok-pokok kebijaksanaan energi seca-
ra nasional yang dipergunakan sebagai pegangan untuk semua
Departemen dan Lembaga Pemerintah dalam merencanakan dan me-
laksanakan programnya masing-masing yang berkaitan dengan pe-
ngelolaan energi.
Dewasa ini sumber-sumber energi komersial yang telah di-
kembangkan di Indonesia meliputi minyak bumi, gas bumi, batu-
bara dan tenaga air, dan sumber energi panas bumi. Potensi
sumber energi tersebut diketahui cukup besar, tetapi hingga
saat ini belum dikembangkan secara optimum mengingat exploi-
tasi dari beberapa sumber energi tersebut bersifat padat mo-
dal dan membutuhkan waktu panjang untuk merintisnya.
Dalam masa Repelita III peranan bahan bakar minyak untuk
memenuhi kebutuhan energi dalam negeri masih berkisar 77,9%,
sedangkan pada akhir Repelita II konsumsi BBM adalah sebesar
81,9% dari total energi komersial. Sebaliknya peranan energi
non minyak (gas bumi, batubara, tenaga air, tenaga panas bu-
mi) meningkat yaitu dari 18,1% dari total energi komersial
pada akhir Repelita II meningkat menjadi 22,1% pada akhir Re-
pelita III. Karena itu sasaran pertama dari kebijaksanaan
energi secara nasional ialah penganekaragaman sumber energi
untuk mengurangi peranan bahan bakar minyak. Dengan mening-
katkan pemakaian sumber energi lain dalam mengisi kebutuhan
137
konsumsi energi nasional, ketergantungan akan bahan bakar mi-
nyak secara berangsur akan berkurang. Adapun perkembangan pe-
manfaatan energi bukan minyak dewasa ini adalah sebagai ter-
tera pada Tabel 12 - 3.
Gas bumi di Indonesia biasanya ditemukan dalam cadangan-
cadangan bersamaan dengan minyak (associated gas) dan umumnya
gas tersebut belum dapat dimanfaatkan sehingga terpaksa diba-
kar. Gas bumi yang berupa "non associated gas" di Sumatera
Selatan telah dapat dimanfaatkan. Sementara itu untuk bebera-
pa kota Jakarta, Bogor dan Cirebon Perusahaan Gas Negara te-
lah menyalurkan gas bumi untuk menggantikan gas buatan dan
untuk kota Medan sedang dipersiapkan jaringan pipa dalam
rangka penyaluran gas bumi.
Sebagai pelaksanaan kebijaksanaan penganekaragaman sumber
energi, dalam masa Repelita III Pemerintah telah mulai melak-
sanakan langkah-langkah untuk mengembangkan dan meningkatkan
produksi batubara, guna memenuhi kebutuhan di dalam negeri
yang diperkirakan akan meningkat, maka dilaksanakan beberapa
proyek diantaranya pengembangan tambang batubara Bukit Asam
yang bertujuan meningkatkan kapasitas produksi sampai sekitar
3 juta ton batubara setiap tahun mulai tahun 1985/86 yang
sebagian besar akan dipergunakan sebagai bahan bakar PLTU
Suralaya.
Tenaga air merupakan salah satu sumber energi bukan mi-
nyak yang akan terus dikembangkan. Dengan ribuan sungai besar
dan kecil, Indonesia memiliki potensi tenaga air yang cukup
besar dan tersebar, terutama di Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi dan Irian Jaya. Potensi teoritis tenaga air di selu-
ruh Indonesia dewasa ini diperkirakan berjumlah paling
sedi-138
TABEL 12 - 3
PERANAN BERBAGAI SUMBER ENERGI DALAM REPELITA III
Juta SBM (Setara Barrel Minyak)
Jenis Sumber Energi Realisasi AkhirRepelita II
Realisasi AkhirRepelita III
ProsentaseKenaikan
1. Gas Bumi 24,495 (15,31%) 37,164 (17,70%) 51,72%(termasuk LPG)
2. Batubara 0,647 ( 0,40%) 1,109 ( 0,53%) 71,40%
3. Tenaga Air 3,852 ( 2,41%) 7,761 ( 3,69%) 101,48%
4. Panas Bumi - - 0,367 ( 0,17%)
Jumlah Energi Non Minyak 28,994 (18,12%) 46,401 (22,09%) 60,04%
5. Minyak Bumi 131,009 (81,88%) 163,661 (77,91%) 24,92%
Total Energi Komersial 160,003 (100%) 210,062 (100%) 31,28%
139
kit 78.000 MW atau 410.000 GWh, diantaranya sebanyak 34.000
MW dapat dikembangkan untuk pembangkit-pembangkit listrik
berkapasitas 100 MW ke atas.Potensi air laut juga merupakan sebagian sumber energi
dari negara kita yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber ener-
gi yang tak ada habisnya. Sekarang sudah dimulai tahap awal
dari penelitian Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) yaitu
memanfaatkan perbedaan temperatur antara permukaan air laut
dan dasar air laut untuk membangkitkan tenaga listrik. Di
samping itu ada kemungkinan lain dalam pemanfaatan energi
gelombang laut yang dapat dipergunakan sebagai tenaga
penggerak.
Sementara itu berdasarkan penelitian yang dilakukan, di-
taksir bahwa potensi energi panas bumi di Indonesia sedikit-
nya berjumlah 10.000 MW. Dewasa ini dari beberapa daerah panas
bumi yang sudah disurvai diantaranya beberapa daerah di Jawa,
Bali, Kerinci (Sumatera Barat) dan Lahendong (Sulawesi Utara)
sudah dapat diketahui tersedianya potensi sumber panas bumi
sebesar 3.300 MW.
Kegiatan survai dan eksplorasi bahan galian radioaktif
telah dilakukan di berbagai daerah di Indonesia yang ditinjau
dari segi geologi memiliki kemungkinan kandungan bahan galian
tersebut, khususnya uranium. Hasil kegiatan telah menemukan
mineral uranium di daerah Kalimantan Barat, tetapi sampai sa-
at ini belum ditemukan cadangan dalam jumlah cukup besar un-
tuk dapat ditambang secara menguntungkan. Terdapatnya cadang-
an uranium di bumi Indonesia akan merupakan salah satu pendu-
kung utama bagi kelayakan pembangunan Pusat Listrik Tenaga
Nuklir (PLTN) di Indonesia.
140
Matahari merupakan sumber energi yang bersih dan mudah
didapatkan di negara kita. Pemanfaatan energi surya untuk pe-
manas air telah dapat dikomersialkan pemakaiannya antara lain
di rumah-rumah sakit dan hotel-hotel. Sedangkan pemanfaatan
energi surya dengan prinsip photovoltaik yang menghasilkan
tenaga listrik dapat dimanfaatkan untuk pompa air, komunikasi
atau penerangan di daerah-daerah yang terpencil, meskipun ma-
sih dalam bentuk proyek-proyek peragaan di daerah pedesaan.
Potensi energi angin di Indonesia belum sepenuhnya dike-
tahui. Data yang dikumpulkan oleh stasiun meteorologi menun-
jukkan kecepatan angin rata-rata antara 2 - 6 m setiap detik.
Akan tetapi letak stasiun meteorologi yang ada tidak cukup
tersebar, sehingga data angin yang dicatat oleh stasiun
meteorologi tidak mencerminkan potensi energi angin yang se-
benarnya. Walaupun demikian energi angin yang dijumpai di be-
berapa tempat di Indonesia pada umumnya dapat dimanfaatkan
untuk memompa air atau menjalankan penggilingan padi, teruta-
ma di daerah pedesaan. Kemajuan teknologi telah memungkinkan
dimanfaatkannya energi angin secara ekonomis untuk pembangkit
listrik, terutama di daerah pedesaan dan pulau-pulau terpen-
cil.
Dalam pada itu pemanfaatan biogas dari kotoran ternak sa-
at ini sudah pada taraf pembangunan proyek-proyek percontoh-
an. Mengingat teknologinya yang sederhana, pemanfaatan biogas
ini dapat dikembangkan sebagai salah satu sumber energi, ter-
utama untuk daerah pedesaan. Namun yang perlu diperhatikan
adalah aspek sosial-ekonomi serta budaya masyarakat setempat
dan dampak lingkungannya.
Kayu bakar yang digunakan di daerah pedesaan di Indonesia
141
merupakan sumber energi non-komersial dengan jumlah pemakaian-
nya secara keseluruhan diperkirakan sangat besar. Pada tahun
1980 konsumsi kayu bakar seluruh Indonesia diperkirakan menca-
pai 43,9 juta ton atau ± 83,4 juta m3. Pada saat ini usaha
penghijauan di beberapa daerah sudah diarahkan untuk penyedia-
an kayu bakar bagi keperluan penduduk pedesaan. Pembuatan ke-
bun energi untuk diambil kayunya dan untuk memperbaiki eko-
sistem adalah salah satu usaha yang dilaksanakan dalam Repeli-
ta III dan akan terus dilanjutkan pada masa-masa selanjutnya.
Pemanfaatan gambut sebagai sumber energi belum dikenal di
Indonesia. Dari penelitian yang telah dilakukan, gambut ter-
dapat dalam jumlah yang besar di daerah Sumatera, Kalimantan
dan Irian Jaya. Dewasa ini telah dimulai penyelidikan kemung-
kinan pemanfaatannya bagi pembangkit tenaga listrik berukuran
kecil sampai menengah.
Penelitian pemanfaatan alkohol sebagai sumber energi te-
lah mulai dilakukan. Alkohol ini digunakan untuk campuran ba-
han bakar minyak, dengan demikian pemakaian bahan bakar mi-
nyak secara relatif dapat dikurangi. Adapun alkohol dapat di-
peroleh antara lain dari fermentasi ubi kayu.
III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAHLangkah kegiatan pada Repelita IV di bidang energi di-
arahkan untuk mengusahakan keseimbangan dan keserasian pemba-
ngunan di berbagai sumber energi sehingga disatu pihak dapat
ditingkatkan keandalan penyediaan energi untuk berbagai ke-
perluan pembangunan, dan dilain pihak dapat di hemat minyak
bumi untuk energi yang relatif mahal biayanya. Kebijaksanaan
energi yang menyeluruh serta terpadu akan makin ditingkatkan
142
dalam Repelita IV dengan memperhatikan peningkatan kebutuhan
untuk ekspor. Tujuan menyeluruh kebijaksanaan energi ini di-
maksudkan untuk menjamin pengadaan energi secara berkesinam-
bungan dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan
yang terkendali dan dalam batas harga yang wajar. Disamping
itu mengusahakan agar pengadaan energi tidak mengurangi pe-
ranan minyak bumi sebagai komoditi ekspor untuk penghasil de-
visa. Dalam pada itu pengembangan energi harus memperhatikan
pengembangan lingkungan serta dapat meningkatkan ketahanan
nasional.
Dalam rangka usaha mencapai, tujuan tersebut, sasaran po-
kok kebijaksanaan energi adalah mengurangi sejauh mungkin ke-
tergantungan pada minyak bumi.
Untuk mencapai sasaran-sasaran kebijaksanaan energi na-
sional ditempuh langkah-langkah di berbagai bidang yang meli-
puti eksplorasi dan pengembangan sumber energi konvensional,
dan non konvensional.
Kegiatan penelitian dan pengembangan sumber energi alter-
natif akan diberi dorongan dan dukungan dengan tujuan agar
dapat ditemukan cara-cara memanfaatkannya sehingga dengan ce-
pat dapat mengganti peranan minyak bumi. Sehubungan dengan
usaha pengembangan energi perlu dipikirkan pengembangan kemam-
puan teknologi bagi tiap jenis energi yang hendak dikembang-
kan.
Salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam jangka panjang adalah energi nuklir, yang telah digunakan secara komersial di banyak nega- ra maju maupun negara berkembang. Mengingat cepatnya laju permintaan listrik di Indonesia serta mengingat pula kendala
143
yang mungkin dihadapi dalam pengembangan energi pengganti mi-
nyak bumi, maka usaha persiapan pengembangan energi nuklir
perlu ditingkatkan. Pemanfaatan energi nuklir bagi pembang-
kitan listrik akan melibatkan berbagai sumber daya nasional
dalam jangka panjang dan karena itu akan dilakukan dengan mem-
pertimbangkan faktor-faktor kelayakan tekno-ekonomis, keka-
yaan alam, dampak lingkungan, serta pengembangan industri na-
sional. Selain dari itu, mengingat sifatnya yang padat modal
dan canggih, sangat dibutuhkan dukungan penelitian dan pe-
ngembangan teknologi nuklir terhadap persiapan industri ener-
gi nuklir, dengan memanfaatkan reaktor serba guna dan fasilitas
nuklir lainnya.I V . PROGRAM-PROGRAM
Untuk dapat mencapai tujuan kebijaksanaan energi secara
menyeluruh dan optimal, maka perlu diperhatikan beberapa fak-
tor yang berpengaruh terhadap usaha-usaha pengembangan dan
pemanfaatan energi, antara lain kegiatan eksplorasi dan pro-
duksi segala jenis sumber energi, laju pertumbuhan penggunaan
minyak bumi di dalam negeri, efisiensi penggunaan energi khu-
susnya kegiatan di sektor-sektor padat energi, struktur harga
yang menunjang kebijaksanaan energi nasional, tersedianya te-
naga kerja dengan kemampuan yang lebih memadai, teknologi dan
industri dalam negeri di bidang energi serta pola penyediaan
dan pengadaan energi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka akan dilakukan pe-
ningkatan dan perluasan eksplorasi dan produksi sumber energi
utama masa kini, yakni minyak bumi, gas bumi, panas bumi, te-
naga air, batu bara serta kayu bakar, serta melanjutkan usaha
konservasi energi secara luas di segala bidang disertai usaha
pemanfaatan sumber energi yang dapat diperbaharui dengan mem-
144
perhatikan tata lingkungan.
Selain itu juga akan dilanjutkan usaha diversifikasi sum-
ber energi antara lain dengan meningkatkan pemanfaatan gas
bumi untuk keperluan industri dan rumah tangga; pengembangan
batubara dan tenaga air dalam pembangkitan tenaga listrik;
meningkatkan penggunaan arang kayu dan limbah pertanian serta
limbah produksi kayu sebagai bahan bakar; pemanfaatan tenaga
surya dan melanjutkan usaha-usaha pemanfaatan tenaga nuklir.
Selanjutnya juga akan diteruskan program indeksasi yaitu
mengembangkan dan menerapkan cara-cara ilmiah dalam menentu-
kan jenis-jenis energi yang paling tepat digunakan pada pro-
ses-proses tertentu di setiap sektor kegiatan dan penelitian
kembali peralatan yang memakai bahan bakar minyak.
Program tersebut di atas dapat diperinci lebih lanjut
menjadi rencana pengembangan berbagai sumber energi komersial
yang ada sampai tahun 1988/89 seperti pada Tabel 12 - 4.
Dalam tahun-tahun mendatang pemakaian gas bumi akan me-
ningkat, karena beberapa industri baru akan menggunakan gas
bumi sebagai sumber energi dan bahan baku. Industri-industri
yang akan menggunakan gas bumi antara lain adalah beberapa
pabrik pupuk, proyek LNG, beberapa pabrik semen dan beberapa
PLTU. Sehubungan dengan itu total konsumsi energi yang ber-
sumber pada gas bumi pada tahun 1988/89 diperkirakan akan
mencapai 55.246 ribu SBM.Konsumsi batubara akan bertambah, khususnya karena pemba-
ngunan-pembangunan PLTU di Suralaya, Bukit Asam, Ombilin dan
beberapa industri kecil. Diperkirakan konsumsi batubara akan
meningkat menjadi 28.244 ribu SBM pada tahun 1988/89.
145
TABEL 12 - 4
RENCANA PENGEMBANGAN BERBAGAI SU4BER ENERGI
DALAM REPELITA IV
Juta SBM (Setara Barrel Minyak)
Jenis Sumber Energi Realisasi AkhirRepelita III
Realisasi AkhirRepelita IV
ProsentaseKenaikan
1. Gas Bumi 37,164 (17,70%) 55,246 (18,90%) 48,65%(termasuk LPG)
2. Batubara 1,109 ( 0,53%) 28,244 ( 9,67%) 2.446,80%
3. Tenaga Air 7,761 ( 3,69%) 24,330 ( 8,33%) 213,49%
4. Panas Bumi 0,367 ( 0,17%) 1,958 ( 0,67%) 433,51%
Jumlah Energi Non Minyak 46,401 (22,09%) 109,778 (37,57%) 136,58%
5. Minyak Bumi 163,661 (77,91%) 182,408 (62,43%) 11,45%
Total Energi Komersial 210,062 (100%) 292,186 (100%) 39,09%
146
Dalam tahun-tahun mendatang kapasitas terpasang pusat
listrik tenaga air (PLTA) akan terus bertambah sehingga diper-
kirakan akan menghasilkan 24.330 ribu SBM pada tahun 1988/89.
Pusat-pusat listrik panas bumi juga akan terus bertambah,
diperkirakan daya terpasang akan menghasilkan listrik sejum-
lah 1.958 ribu SBM pada tahun 1988/89.
Selama masa Repelita IV akan ditingkatkan usaha-usaha un-
tuk memanfaatkan tenaga surya, angin, biomasa, gambut dan al-
kohol, khususnya untuk daerah pedesaan.
Keseluruhan energi di atas (kecuali minyak bumi) akan
memberikan peranannya terhadap kebutuhan energi komersial pa-
da akhir Repelita IV sebesar 37,6% dari kebutuhan nasional.
Kekurangan kebutuhan nasional disediakan oleh minyak bumi.
Sementara itu pengembangan gas kota yang dikelola oleh
Perusahaan Gas Negara akan lebih ditingkatkan baik untuk ke-
perluan rumah tangga maupun industri dengan mengutamakan pe-
manfaatan gas bumi, sehingga gas buatan yang menggunakan BBM
dapat dikurangi.
Dalam rangka penyaluran gas bumi sebagai gas kota maka
akan dikembangkan jaringan distribusi dan transmisi gas bumi
di beberapa kota. Untuk kota Surabaya dan sekitarnya diperki-
rakan akan dapat dialirkan gas bumi sekitar 56.700 m3 seti-
ap hari. Selain itu kota Jakarta, Bogor dan Cirebon juga
akan ditingkatkan penyalurannya. Selanjutnya untuk kota-kota
yang telah mempunyai jaringan gas kota tetapi belum memung-
kinkan dialiri gas bumi seperti Semarang dan Ujung Pandang
akan terus dipertahankan produksi gas buatan. Jaringan dis-
tribusi gas untuk kota Cirebon, Jakarta, Bogor dan Medan akan
147
diperluas ke daerah industri kecil dan perumahan agar dapat
meningkatkan pemasaran. Pelaksanaan rehabilitasi jaringan
pipa lama akan dilanjutkan serta dilakukan studi menyeluruh
mengenai permasalahan gas kota sehubungan dengan pengemba-
ngannya.
Kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengusa-haan dengan penjualan gas dari 181.400 m3 setiap hari pada tahun 1982 menjadi 1.114.155 m3 setiap hari pada tahun akhir Repelita IV.
Perkiraan kebutuhan gas kota pada tahun 1984/85 ialah
156,86 juta m3 gas bumi dan 25,303 juta m3 gas buatan,
pada tahun 1988/89 adalah 390,376 juta m3 gas bumi dan
15,182 juta m3 gas buatan.
TENAGA LISTRIK
I. PENDAHULUAN
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dinyatakan bahwa
pembangunan tenaga listrik ditujukan untuk meningkatkan kese-
jahteraan masyarakat kota dan desa dan untuk mendorong kegi-
atan ekonomi khususnya industri. Sehubungan dengan itu akan
ditingkatkan sarana penyediaan tenaga listrik, serta diting-
katkan pula pemanfaatan dan pengelolaannya, agar tersedia te-
naga listrik dalam jumlah yang cukup dengan mutu pelayanan
yang baik serta harga yang terjangkau oleh masyarakat. Di-
samping usaha Pemerintah dimungkinkan pula partisipasi kope-
rasi dan swasta dalam penyediaan tenaga listrik untuk meme-
nuhi kebutuhan masyarakat.
Selanjutnya dinyatakan pula, usaha listrik masuk desa
perlu lebih ditingkatkan untuk mendorong kegiatan sosial dan
148
ekonomi di daerah pedesaan. Dalam hubungan ini perlu dikem-
bangkan penggunaan sumber energi yang tersedia setempat se-
perti tenaga air mikro, tenaga angin, tenaga biogas dan lain-
lain dalam rangka menghemat penggunaan bahan bakar minyak,
serta sekaligus mengurangi kerusakan hutan, tanah dan air.
Pembangunan tenaga listrik akan dilaksanakan melalui op-
timasi perencanaan sistem kelistrikan yang disusun atas dasar
ramalan beban. Berdasar hasil optimasi ini, dilakukan kegiat-
an penelitian dan pengembangan, antara lain meliputi studi
perencanaan pengembangan sistem dan keandalan sistem, peneli-
tian kemungkinan lokasi berikut lintasan jaringan transmisi
dan distribusi serta penelitian dampak lingkungannya.
II. KEADAAN DAN MASALAH
Melalui pembangunan tenaga listrik, pembangkit tenaga
listrik telah berhasil terus ditingkatkan, sehingga jumlah
daya terpasang pada akhir Repelita III mencapai sekitar 8.000
MW. Dengan ditingkatkannya daya terpasang tersebut, maka pro-
duksi tenaga listrik akhir Repelita III mencapai sekitar
21.700.000 MWh. Peningkatan ini selain dilakukan oleh Peme-
rintah, juga diusahakan oleh swasta dan koperasi.
Dari jumlah daya terpasang yang ada, maka sekitar 4.000
MW diusahakan oleh Pemerintah melalui Perusahaan Umum Listrik
Negara (PLN). Dengan jumlah daya terpasang ini produksi tena-
ga listrik pada akhir Repelita III adalah sekitar 14.400.000
MWh. Selanjutnya jumlah langganan adalah sebesar 4.360.085
konsumen, sedangkan jumlah konsumsi tenaga listrik pada tahun
terakhir Repelita III tercatat sebesar 11.400.000 MWh.
Peningkatan daya terpasang PLN adalah sebagai hasil pem-
149
bangunan sejumlah pusat pembangkit tenaga listrik selama Re-
pelita III dengan jumlah kapasitas 1.978,4 MW. Selain itu ju-
ga dapat diselesaikan pembangunan jaringan transmisi sepan-
jang 4.000 kms dan sejumlah gardu induk dengan kapasitas se-
luruhnya sebesar 3.447 MVA. Jaringan distribusi yang dapat
diselesaikan adalah jaringan tegangan menengah (JTM) sepan-
jang 18.483 kms, jaringan tegangan rendah (JTR) sepanjang
17.235 kms, berikut gardu distribusinya dengan jumlah kapa-
sitas 2.296 MVA.
Dalam Repelita III, pembangunan beberapa sarana penyedia-
an tenaga listrik mengalami kelambatan yang disebabkan oleh
beberapa masalah seperti pembebasan tanah untuk lokasi pro-
yek. Untuk mengatasi hal ini, di beberapa kota yang mendesak
permintaan tenaga listriknya telah dibangun pusat listrik te-
naga gas (PLTG) yang relatif cepat pembangunannya namun biaya
operasinya relatif lebih tinggi dibanding jenis pusat pem-
bangkit yang lain.
Dengan telah dapat ditingkatkannya sarana penyediaan te-
naga listrik, maka pelayanan kepada masyarakat dapat makin
ditingkatkan. Selama Repelita III tercatat tambahan langganan
baru sebanyak 2.576.839 konsumen dengan jumlah daya tersam-
bung sebesar 3.735,6 MVA.
Selain itu, dengan telah dapat diselesaikannya pembangun-
an sejumlah pusat pembangkit tenaga listrik, pemeliharaan pu-
sat pembangkit yang telah ada dapat dilaksanakan lebih tera-
tur. Dengan demikian efisiensinya dapat dipertahankan tetap
tinggi, serta gangguan-gangguan yang sering terjadi dapat di-
hindarkan.
150
Sementara itu interkoneksi sistem kelistrikan antara Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur melalui jaringan transmisi
150 kV telah dapat dilaksanakan, sehingga mutu dan keandalan
penyaluran tenaga listrik dapat lebih ditingkatkan.
Dalam pada itu pelaksanaan program listrik masuk desa te-
lah dapat meningkatkan jumlah desa yang mendapat aliran tena-
ga listrik. Selama Repelita III dapat disalurkan tenaga lis-
trik ke 6.125 desa, sehingga jumlah desa yang telah mendapat
aliran tenaga listrik seluruhnya sekitar 8.300 desa.
Pembangunan tenaga listrik selalu berkaitan dengan masa-
lah penyediaan sumber energinya yang diusahakan melalui usaha
diversifikasi energi. Untuk itu telah ditingkatkan pemanfaat-
an tenaga air dan sumber energi panas bumi dan mulai dikem-
bangkan pusat pembangkit tenaga listrik yang menggunakan ba-
tubara sebagai bahan bakarnya.
I I I . KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAHKerangka landasan pembangunan tenaga listrik akan berupa
usaha untuk menyeimbangkan unsur-unsur di bidang tenaga lis-
trik maupun antara unsur-unsur di bidang tenaga listrik de-
ngan unsur-unsur luarnya dan ini berarti bahwa perhatian akan
lebih dicurahkan kepada unsur-unsur yang ketinggalan sehingga
diperoleh keseimbangan yang dapat diandalkan. Unsur-unsur di
bidang ,tenaga listrik yang terdiri atas pembangkit tenaga
listrik, jaringan transmisi dan distribusinya akan diusahakan
supaya seimbang. Demikian pula unsur-unsur di bidang tenaga
listrik dengan unsur-unsur di luarnya, misalnya dengan sektor
industri, perhubungan, pengembangan daerah juga akan diusa-
hakan agar seimbang.
151
Dalam Repelita IV pembangunan tenaga listrik diarahkan
untuk menyediakan tenaga listrik secara merata untuk masyara-
kat perkotaan dan pedesaan, dalam jumlah yang cukup dan mutu
yang baik serta pada harga yang wajar sehingga dapat dijang-
kau oleh masyarakat banyak. Di samping itu akan ditingkatkan
penggunaan listrik untuk industri.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka akan dilakukan
usaha untuk meningkatkan sarana penyediaan tenaga listrik.
Peningkatan ini dilakukan melalui perencanaan serta pemba-
ngunan yang terpadu dan pengusahaan yang optimal. Perencanaan
antara lain meliputi jenis dan besarnya satuan pusat-pusat
pembangkit, penentuan lokasi serta pemilihan sistem transmisi
dan distribusi yang bersangkutan.
Selanjutnya atas dasar kebijaksanaan umum bidang energi,
maka langkah yang akan ditempuh dalam rangka pembangunan
tenaga listrik dalam Repelita IV adalah melalui diversifikasi
sumber energi, seperti penggunaan tenaga air, panas bumi dan
pendayagunaan sumber energi lain yang bukan minyak, seperti
batubara dan gas bumi. Usaha lain untuk menghemat bahan bakar
minyak adalah dengan membangun jenis pusat pembangkit tenaga
listrik yang dapat memanfaatkan sisa panas dari pembangkit
yang telah ada (combined cycle).
Perluasan jaringan transmisi dan distribusi juga akan di-
laksanakan untuk menyebarluaskan pemanfaatan tenaga listrik,
sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya per-
tumbuhan industri baik di kota maupun di daerah pedesaan. Da-
lam pada itu untuk meningkatkan daya guna dan keandalan selu-
ruh sistem, akan dilanjutkan pelaksanaan interkoneksi antara
sistem jaringan.
152
Sementara itu sasaran utama program listrik masuk desa
dalam Repelita IV adalah untuk memberikan aliran listrik
semua desa swasembada termasuk seluruh ibu kota kecamatan,
desa-desa yang tercakup oleh perkembangan jaringan distribu-
si, dan desa lain yang berpotensi termasuk desa-desa trans-
migrasi yang sudah berkembang. Apabila diperlukan pembangun-
an pembangkit tenaga listrik, diutamakan pemanfaatan sumber
energi bukan minyak yang terdapat di daerah bersangkutan.
Kebijaksanaan peningkatan sarana penyediaan tenaga lis-
trik tidak dapat dipisahkan dari usaha pengembangan wilayah.
Untuk ini semua usaha yang berupa studi kelayakan dan survai
lainnya, harus dikaitkan dengan kebutuhan tenaga listrik
jangka panjang di setiap wilayah pembangunan.
Dalam pada itu, selain dilaksanakan oleh Pemerintah, maka
kepada koperasi dan swasta diberi kesempatan berpartisipasi
dalam pembangunan tenaga listrik.
Selain meningkatkan sarana penyediaan tenaga listrik, mutu
penyediaan tenaga listrik juga ditingkatkan. Peningkatan
ini antara lain meliputi peningkatan keandalan sistem kelis-
trikan baik yang terpisah maupun yang berinterkoreksi, serta
peningkatan kestabilan tegangan dan frekuensi. Demikian pula
peraturan perundang-undangan di bidang kelistrikan perlu di-
lengkapi untuk melandasi pelaksanaannya.
Dalam rangka peningkatan keandalan sistem kelistrikan dan
untuk mencapai sistem pembangkitan dan penyaluran tenaga lis-
trik yang ekonomis secara menyeluruh, pengaturannya dilakukan
secara koordinatif dengan menambah pusat-pusat pengatur beban
dan pengatur distribusi, terutama di kota-kota besar.
153
Selanjutnya sesuai dengan kebijaksanaan umum bidang ener-
gi, pengusahaan tenaga listrik diarahkan untuk meningkatkan
efisiensi termal pada pusat pembangkit tenaga listrik minyak
yang menggunakan sumber energi bukan minyak, seperti tenaga
air, panas bumi, batubara dan gas bumi. Di samping itu usaha
pemeliharaan sarana penyediaan tenaga listrik perlu lebih di-
tingkatkan, untuk menjaga agar efisiensinya tetap tinggi ser-
ta mempertahankan keandalan sistem tenaga listrik.
Sementara itu kegiatan penelitian, pengembangan dan jasa teknik merupakan bagian terpadu dari program pengembangan te- naga listrik. Kegiatan ini diarahkan kepada pemecahan masa- lah perencanaan, pembangunan dan pengusahaan, baik yang ber- sifat teknis maupun strategis.
Penggunaan tenaga listrik dalam rumah tangga dan indus-
tri, pada dasarnya memperbaiki lingkungan hidup dari segi ke-
bersihan, kerapian, keindahan dan kenyamanan. Namun instalasi
tenaga listrik terutama yang besar dapat mempunyai dampak ku-
rang baik terhadap lingkungan hidup, seperti pengotoran udara
dan air, dan kebisingan. Oleh karena itu analisa dampak
lingkungan perlu dilakukan pada tahap studi kelayakan, se-
hingga usaha pelestarian lingkungan hidup menjadi bagian dari
setiap pembangunan tenaga listrik. Selain itu untuk melesta-
rikan lingkungan hidup, juga dilaksanakan melalui usaha pe-
manfaatan sumber energi yang digunakan, secara efisien dan
bijaksana.
Selain itu kemampuan industri peralatan listrik dalam
negeri secara bertahap akan ditingkatkan agar dapat menjadi
pelaksana yang tangguh dalam pembangunan kelistrikan.
154
IV. PROGRAM-PROGRAM
Dalam rangka memenuhi laju pertumbuhan permintaan akan
tenaga listrik dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka peningkatan sarana pusat pembangkit tenaga listrik di-rencanakan dengan daya terpasang sekitar 5.255 MW, dengan perincian :
- Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA), sekitar 1.423 MW;
- Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD), sekitar 1.100 MW;
- Pusat Listrik Tenaga Minihidro (PLTM), sekitar 52 MW;
- Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), sekitar 220 MW;
- Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara 1.830 MW;
- Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Minyak dan Gas Bumi 630 MW;
Peningkatan sarana pusat pembangkit tenaga listrik dapat dilihat pada Tabel 12 - 5.
Adapun pembangunan pusat listrik tenaga air yang diharap-
kan dapat selesai dalam Repelita IV, antara lain PLTA Tangga-
ri Unit I dan II (2 x 8,5 MW) di Sulawesi Utara, PLTA Bakaru
Unit I dan II (2 x 63 MW) di Sulawesi Selatan, PLTA Saguling
Unit I, II, III dan IV (4 x 175 MW) di Jawa Barat, PLTA Cira-
ta Unit I, II, III dan IV (4 x 125 MW) di Jawa Barat, PLTA
Sengguruh (1 x 29 MW) di Jawa Timur.
Pembangunan pusat listrik tenaga diesel dilaksanakan tersebar di seluruh wilayah, terutama di daerah luar Jawa, antara lain di Langsa, Lhok Seumawe, Sigli, Tapaktuan, Bi- reun, Takengon di Aceh; Sibolga, Gunung Sitoli, Sipirok, Tarutung di Sumatera Utara; Sijunjung, Painan di Sumatera Barat; Pakanbaru, Dumai, Tanjung Pinang di Riau; Bukit
155
TABEL 12 - 5
RENCANA PEMBANGUNAN PUSAT LISTRIK PLN
YANG DIHARAPKAN BEROPERASI DALM1 REPELITA IV
Nama Pusat Listrik L o k a s i Kapasitas (MW)
156
I. Pusat Listrik Tenaga Air
1. Tes Unit I, Sumatera Selatan 16 (4 x 4)2. Tanggari Unit I dan II Sulawesi Utara 17 (2 x 8,5)3. Bakaru Unit I dan II Sulawesi Selatan 126 (2 x 63)4. Sentani Unit I dan II Irian Jaya 13 (2 x 6,5)5. Sengguruh Jawa Timur 29 (1 x 29)6. Wadas Lintang Unit I dan II Jawa Tengah 16 (2 x 8)7. Saguling Unit I dan II Jawa Barat 350 (2 x 175)8. Saguling Unit III dan IV Jawa Barat 350 (2 x 175)9. Cirata Unit I dan II Jawa Barat 250 (2 x 125)
10. Cirata Unit III dan IV Jawa Barat 250 (2 x 125) 11. Curug Jawa Barat 6 (1 x 6)
1.423
II. Pusat Listrik Tenaga Diesel Tersebar 1.100
III. Pusat Listrik Tenaga Mini Hidro tersebar 52
IV. Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi
1. Kamojang Unit II dan III Jawa Barat 110(2 x 55)2. Salak Unit I dan II Jawa Barat 110 (2 x 55)
220
V. Pusat Listrik Tenaga Uap Batubara
1. Ombilin Unit I dan II Sumatera Barat 100 (2 x 50)2. Bukit Asam Unit I dan II Sumatera Selatan 130 (2 x 65)3. Suralaya Unit I dan II Jawa Barat 800 (2 x 400)4. Suralaya Unit III dan IV Jawa Barat 800 (2 x 400)
1.830
VI. Pusat Listrik Tenaga Uap Gas Bumi
1. Belawan Unit I dan II*) Sumatera Utara 130 (2 x
VII. Pusat Listrik Tenaga Uap Minyak Bumi
1. Gresik Unit III dan IV Jawa Timur 400 (2 x200)2. Priok Combined Cycle Jakarta 100
500
Jumlah Tambahan Kapasitas 5.255
*) Pada permulaan operasi masih menggunakan minyak bumi.
Asam, Pangkalpinang, Muntok, Manggar di Sumatera Selatan; Sungai Penuh, Bangko, Kuala Tungkal di Jambi; Bengkulu, Manna di Bengkulu; Tarahan di Lampung; Pontianak, Ketapang, Sintang, Singkawang di Kalimantan Barat; Barito, Barabai, Amuntai, Pleihari, Kotabaru di Kalimantan Selatan; Palang-karaya, Sampit, Kuala Kapuas, Pangkalan Bun di Kalimantan Tengah; Balikpapan, Tarakan, Samarinda di Kalimantan Timur; Minahasa, Kotamobagu, Tahuna di Sulawesi Utara; Palu, Poso, Toli-Toli di Sulawesi Tengah; Jeneponto, Palopo, Pere-Pare, Sinjai, Sengkang di Sulawesi Selatan; Kendari, Bau-bau, Ko- laku di Sulawesi Tenggara; Ambon, Masohi, Tual, Ternate, Tabello di Maluku; Jayapura, Biak, Sorong, Merauke, Manok- wari di Irian Jaya; Denpasar, Singaraja di Bali; Mataram, Ampenan, Sumbawa di Nusa Tenggara Barat; Ende, Kupang, Sae di Nusa Tenggara Timur; Dilli di Timor Timur.
Selanjutnya pembangunan pusat listrik tenaga minihidro
diarahkan untuk daerah-daerah pedesaan yang belum terjangkau
jaringan listrik, tetapi mempunyai potensi tenaga air yang
dapat dimanfaatkan. Adapun lokasi pusat listrik tenaga mini-
hidro antara lain di Penarun, Kruengkala di Aceh; Raisan,
Kombih, Silang, Sibundong di Sumatera Utara; Malalak, Alahan
Panjang, Lubuk Gadang di Sumatera Barat; Seluma, Kepala Curup
di Bengkulu; Tombolo di Sulawesi Tengah; Kau di Maluku; Wame-
na di Irian Jaya; Batujae, Waelega di Nusa Tenggara Barat.
Pusat pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan sum-
ber energi panas bumi yang direncanakan selesai pembangunan-
nya, antara lain PLTP Kamojang Unit II dan III (2 x 55 MW) di
Jawa Barat.
Sementara itu pusat listrik tenaga uap dengan menggunakan
157
bahan bakar batubara yang diharapkan dapat selesai pembangun-annya dalam Repelita IV, antara lain PLTU Suralaya Unit I, II, III dan IV (4 x 400 MW) di Jawa Barat, PLTU Bukit Asam Unit I dan II (2 x 65 MW) di Sumatera Selatan. Sedangkan pu- sat listrik tenaga uap yang menggunakan minyak dan gas bumi, antara lain PLTU Belawan Unit I dan II (2 x 65 MW) di Sumate- ra Utara, PLTU Gresik Unit III dan IV (2 x 200 MW) di Jawa Timur.
Selain pembangunan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik tersebut di atas, dalam Repelita IV juga akan dilakukan kegi-atan berupa penelitian lapangan, perencanaan teknis ataupun mulai pembangunan fisik sejumlah pusat pembangkit tenaga lis-trik yang lain. Namur mengingat lamanya proses pembangunan, kemungkinan pusat pembangkit tersebut baru dapat beroperasi pada Repelita selanjutnya. Adapun pusat-pusat pembangkit ini antara lain PLTA Peusangan (50 MW) di Aceh, PLTA Singkarak Unit I (1 x 80 MW) di Sumatera Barat, PLTA Kotapanjang (111 MW) di Riau, PLTA Pade Kembayung Unit I (1 x 10 MW) di Kali-mantan Barat, PLTA Riam Kiwa (2 x 21 MW) di Kalimantan Sela- tan, PLTA Kesamben (1 x 33 MW) di Jawa Timur, PLTA Mrica (3 x 60 MW) di Jawa Tengah, PLTA Maung (2 x 95 MW) di Jawa Tengah, PLTA Jatigede (150 MW) di Jawa Barat, PLTU Banda Aceh (50 MW) di Aceh, PLTU Tarahan (3 x 50 MW) di Lampung, PLTU Balikpapan (100 MW) di Kalimantan Timur, PLTU Paiton Unit I dan II (2 x 400 MW) di Jawa Timur, PLTP Lahendong (30 MW) di Sulawesi Utara, PLTP Dieng Unit I (55 MW) di Jawa Tengah.
Guna menyalurkan tenaga listrik dari pusat-pusat pembang-kit, dalam Repelita IV juga akan dibangun jaringan transmisi dan gardu induk. Jaringan transmisi meliputi tegangan 500 kV, 150 kV maupun 70 kV, diperkirakan sepanjang 9.329 kms,
158
se-
dangkan gardu induknya dengan jumlah kapasitas sekitar 11.070
MVA. Jaringan transmisi 500 kV yang dibangun sepanjang 1.66,2
kms yaitu antara PLTU Suralaya - Gandul - Cibinong - PLTA
Saguling - Bandung Selatan - Cirebon - Ungaran - Krian; Cibi-
nong - Bekasi. Untuk tegangan 150 kV dan 70 kV, antara lain
dibangun di Medan Timur-Tebing Tinggi, Tebing Tinggi - Kuala
Tanjung - Kisaran, Kisaran - Rantau Prapat di Sumatera Utara;
Indarung - Solok, Indarung - Bandar Buat, Bandar Buat - Sim-
pang Haru di Sumatera Barat; Pekanbaru - Duri, Dun. - Dumai,
Dumai - Bagan Siapi-api di Riau, PLTU Bukit Asam - Baturaja,
PLTU Bukit Asam - Prabumulih di Sumatera Selatan; PLTA Tes -
Curup, Curup - Bengkulu di Bengkulu; Tarahan - Tanjungkarang,
Metro - Tanjungkarang, Metro - Kotabumi di Lampung; Banjar-
masin - Pleihari di Kalimantan Selatan; PLTA Tanggari - Sa-
wangan di Sulawesi Utara; Tonasa I - Tonasa III dan IV, Tello
- Tonasa III dan IV, PLTA Bakaru - Tuppu, Tuppu - Pinrang,
Pinrang - Pangkep di Sulawesi Selatan; Kuta - Pasanggaran,
Sanur - Pasanggaran, Monang Maning - Kuta, Kuta - Nusa Dua di
Bali; Waru - Sukolilo, Sukolilo - Kenjeran, Waru - Bangil,
PLTA Sengguruh - Turen, Turen - Pronojiwo, Kediri - Mojokerto,
Kediri - Madiun, Tulungagung - Kediri di Jawa Timur; Ban-
tul - Purworejo, Purworejo - Gombong, Rawalo - Gombong, Kla-
ten - Solo Timur, PLTA Jelok - Magelang, Magelang - Yogya
Utara, PLTA Wadaslintang - Purworejo, Wonosobo - Magelang di
Jawa Tengah; Bekasi - Jatirangon, Jatirangon - Cibinong,
Tasikmalaya - Ciamis, Ciamis - Banjar, Jatibarang - Haurgeu-
lis, Cikotok - Malingping, Malingping - Rangkasbitung di Jawa
Barat.
Sementara itu untuk lebih meningkatkan jangkauan penya-
luran tenaga listrik kepada masyarakat, akan dibangun pula
159
jaringan distribusi di seluruh wilayah baik di kota-kota mau-
pun di daerah pedesaan. Pembangunan jaringan distribusi ini
akan dikaitkan dengan pengembangan wilayah serta potensi dae-
rah yang bersangkutan.
Pembangunan jaringan distribusi tersebut meliputi ja-
ringan tegangan menengah (JTM) yang direncanakan sepanjang
48.798 kms, jaringan tegangan rendah (JTR) sekitar 76.594
kms, serta gardu distribusi (GD) dengan jumlah kapasitas
5.186 MVA.
Ditinjau dari wilayah kerja PLN, perincian pembangunan
jaringan distribusi tersebut adalah: Wilayah I (DI Aceh) JIM
= 1.413 kmsi JTR = 2.135 kms, GD = 124,155 MVA; Wilayah II
(Sumatera Utara) JTM = 5.094 kms, JTR = 7.944 kms, GD =
515,834 MVA; Wilayah III (Sumatera Barat dan Riau) JTM =
2.352 kms, JTR = 3.605 kms, GD = 231,176 MVA; Wilayah IV (Su-
matera Selatan, Jambi, Bengkulu dan Lampung) JTM = 2.648 kms,
JTR = 3.856 kms, GD = 206,281 MVA; Wilayah V (Kalimantan Ba-
rat) JTM = 1.169 kms. JTM = 2.052 kms, GD = 141,481 MVA; Wi-
layah VI (Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kaliman-
tan Timur) JTM = 2.138 kms, JTR = 3.301 kms, GD =,199,828
MVA; Wilayah VII (Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah) JTM =
1.658 kms, JTR = 2.492 kms, GD = 147,184 MVA; Wilayah VIII
(Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara) JTM = 2.231 kms; JTR =
3.489 kms, GD = 222, 599 MVA; Wilayah IX (Maluku) JTM = 854
kms, JTR = 1.213 kms, GD = 67,607 MVA; Wilayah X (Irian Jaya)
JTM = 294 kms, JTR = 468 kms, GD = 29,192 MVA; Wilayah XI
(Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Ti-
mur) JTM = 2.139 kms, JTR = 2.688 kms, GD = 136,620 MVA dan
untuk seluruh propinsi di Jawa JTM = 26.808 kms, JTR = 43.351
kms, GD = 3.164,043 MVA.
160
Selanjutnya guna meningkatkan mutu dan keandalan penye-
diaan tenaga listrik, maka dalam Repelita IV diharapkan juga
akan dapat dioperasikan sejumlah pengatur beban, antara lain
di Gandul (Jawa Barat), Waru (Jawa Timur), Ungaran (Jawa Te-
ngah), Palembang (Sumatera Selatan), Medan (Sumatera Utara),
serta pusat pengatur distribusi di Bandung.
Dengan memperhatikan sasaran pengembangan pusat pembang-
kit tenaga listrik berikut jaringannya, maka sasaran pening-
katan penyediaan tenaga listrik dalam Repelita IV adalah pro-
duksi tenaga listrik yang direncanakan sebesar 118.170.000
MWh. Sementara itu penjualan tenaga listrik diharapkan dapat
mencapai 96.078.000 MWh dan jumlah langganan diharapkan ber-
tambah dengan 5.876.460 konsumen.
Selain dengan membangun pusat pembangkit tenaga listrik,
maka peningkatan penyediaan tenaga listrik juga dilakukan de-
ngan mengadakan pembelian tenaga listrik yang diusahakan di
luar Perusahaan Umum Listrik Negara. Rencana pembelian ini
adalah sebesar 4.885.000 MWh, yaitu dari PT Inalum diharapkan
sebesar 876.000 MWh, dari PT Into 9.000 MWh dan dari Perum
Otorita Jati luhur sebesar 4.000.000 MWh.
Program listrik masuk desa akan lebih ditingkatkan, de-
ngan mendahulukan desa swasembada dan desa-desa lain yang di-
lalui jaringan distribusi, serta dengan melihat potensi tena-
ga air untuk pusat listrik minihidro. Dalam Repelita IV, di-
harapkan akan dapat disalurkan tenaga listrik ke 7.000 desa
dengan jumlah langganan sebanyak 1.600.000 konsumen. Adapun
desa yang direncanakan akan mendapatkan aliran listrik terse-
bar di seluruh propinsi, yaitu di Aceh 230 desa, Sumatera
Utara 750 desa, Sumatera Barat 280 desa, Riau 80 desa, Jambi
161
95 desa, Bengkulu 75 desa, Sumatera Selatan 200 desa, Lampung
110 desa, Kalimantan Barat 95 desa, Kalimantan Tengah 60 de-
sa, Kalimantan Selatan 200 desa, Kalimantan Timur 65 desa, Su-
lawesi Utara 200 desa, Sulawesi Tengah 75 desa, Sulawesi Se-
latan 250 desa, Sulawesi Tenggara 75 desa, Maluku 165 desa,
Irian Jaya 40 desa, Bali 247 desa, Nusa Tenggara Barat 100
desa, Nusa Tenggara Timur 78 desa, Timor Timur 105 desa, Jawa
Timur 1.000 desa, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta 1.450 desa,
dan Jawa Barat 975 desa.
Sementara itu oleh koperasi direncanakan akan dapat di-
salurkan tenaga listrik ke 1.250 desa lainnya yang mencakup
50.000 konsumen, dengan daya terpasang sekitar 50 MW, dan
pelaksanaanya dilakukan oleh Koperasi Listrik Pedesaan (KLP)
serta Koperasi Unit Desa (KUD).
Selanjutnya untuk meningkatkan pengusahaan tenaga lis-
trik, dalam Repelita IV akan dilaksanakan :- peningkatan efisiensi secara bertahap, antara lain dengan
melakukan pemeliharaan sarana penyediaan tenaga listrik
secara teratur, memperkecil kehilangan kwh, serta mening-
katkan faktor beban dan lebih mengarahkan penggunaan tenaga
listrik kepada usaha produktif;
- peningkatan keandalan dan mutu tenaga listrik, antara la-
in dengan mengadakan interkoneksi dan meningkatkan pengo-
perasian pusat pengatur beban, pusat pengatur beban wilayah
dan pusat pengawas distribusi, mengurangi penyimpangan
frekuensi, serta memperkecil penyimpangan tegangan;
- peningkatan pelayanan kepada masyarakat, antara lain de-
ngan mengurangi jumlah dan lama gangguan, mencegah kece-
162
lakaan karena listrik dan mencegah penyimpangan pembacaan
meter.
Dalam rangka mendukung program peningkatan prasarana fi-
sik dan pengusahaan tenaga listrik, dilaksanakan pula program
penelitian dan pengembangan, antara lain bidang sistem kelis-
trikan, bidang mesin dan peralatan listrik, serta dampak
lingkungan instalasi listrik.
Dalam pada itu dengan makin besarnya daya listrik yang terpasang dan jumlah langganan, serta tingginya teknologi di bidang kelistrikan, maka kebutuhan tenaga kerja yang cakap dan trampil akan bertambah. Untuk itu akan dilakukan pendi- dikan dan latihan tenaga kerja termasuk tenaga kerja usaha kelistrikan swasta dan koperasi.
Pembinaan industri dalam negeri di bidang peralatan lis-
trik, akan dilakukan dengan mengembangkan pembakuan sistem
peralatan, pengawasan mutu produksi, serta memberikan bim-
bingan teknis.
163
TABEL 12 - 6
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEEMPAT,1984/85 - 1988/89
(dalam jutaan rupiah)
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
1984/85 1984/85-1988/89No. Kode SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM (Anggaran
Pembangunan)(Anggaran
Pembangunan)
03 SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI 1.300.879,7 12.125.913,8
03.1 Sub Sektor Pertambangan 275.627,0 2.497.13,0—-----—----------------— ---------- ------------
03.1.01 Program Pengembangan Pertambangan 253.283,0 2.329.192,0
03.1.02 Program Pengembangan Geologi 22.344,0 167.942,0
03.2 Sub Sektor Energi 1.025.252,7 9.628.779,8
----------------- ----------- -----------03.2.01 Program Pengembangan Tenaga Listrik 706.609,1 7.847.941,3
03.2.02 Program Pengembangan Tenaga Gas danEnergi Lainnya 318.643,6 1.780.838,5
164