· web viewpengendalian cultural dengan sistem tumpangsari pada tanaman cabai ini diharapkan dapat...
TRANSCRIPT
MAKALAH
PENGENDALIAN CULTURAL PADA TANAMAN CABAIUntuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Teknologi Produksi Tanaman
Disusun Oleh :
Denny Sukmawati 105040101111077
Widya Ratna P. 105040101111082
Ali Dawam 105040101111089
Irhamni Lailatul M. 105040101111100
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti yang kita telah ketahui bahwa tanaman yang ditanam dengan sistem
tumpangsari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua
jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak
bersamaan. Dimana apabila menggunakan sistem ini maka akan dapat menciptakan
agroekosistem pertanaman yang komplek, mencakup interaksi antara tanaman sejenis maupun
berbeda jenis. Dengan pengertian seperti itu sangat membuat perhatian bagi kami untuk
meneliti bagaimana sistem tumpangsari itu bila diterapkan apakah menguntungkan dari segi
ekonomi, ekologi maupun sosial. Kemudian kami mencari data mengenai tanaman cabai
apabila di tumpangsarikan hasilnya bagaimana, dan tanaman apa yang cocok untuk
ditumpangsarikan. Maka kami mencari petani di daerah Universitas Brawijaya, daerah Batu
dan sekitar kota Malang. Akhirnya kami menentukan untuk survey pada petani di Batu yaitu
bernama Bapak Toyib yang menanam tanaman cabai dengan sistem tumpangsari yang disebut
pengendalian secara cultural.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pengendalian secara cultural ?
2. Apakah pengertian dari sistem tumpangsari ?
3. Bagaimana hasil produksi tanaman bila menerapkan dengan sistem tumpangsari ?
4. Tanaman apakah yang cocok untuk sistem tumpangsari dari tanaman utama cabai
dengan tetap meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengendalian secara cultural.
2. Untuk mengetahui pengertian dari sistem tumpangsari
3. Untuk mengetahui hasil produksi tanaman bila menerapkan dengan sistem
tumpangsari
4. Untuk mengetahui tanaman apakah yang cocok untuk sistem tumpangsari dari
tanaman utama cabai dengan tetap meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi
tanaman.
1.4 Manfaat
Pengendalian cultural dengan sistem tumpangsari pada tanaman cabai ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Pertanian, juga bagi para masyarakat umum dan
khususnya petani untuk mengembangkan ilmunya dalam meningkatkan produksi pertanian
dengan sistem tumpangsari dengan memandang keuntungan dari segi ekonomi, ekologi dan
sosial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sistem Tanam Tumpang sari
Sistem tanam tumpangsari adalah menanam beberapa jenis tanaman dalam satu lahan.
Ada tiga jenis bertanam tumpangsari yakni tumpngsari campuran, tumpangsari baris dan
tumpang sari pita/jalur. Pada system tanam tumpangsari campuran di atas lahan yang sama
ditanam dua atu lebih tanaman secara bersama-sama dengan tidak memperhatikan jarak
tanam. Pada system tanam tumpangsari baris di atas lahan yang sama ditanam dua atau lebih
tanaman dengan mempertimbangkan baris-baris dan jarak tanam tertentu. Sedangkan dalam
system tanam tumpangsari pita/jalur di atas lahan yang sama ditanam dua atau lebih tanaman
dalam jalur-jalur yang ditentukan. Sistem tumpangsari jenis terakhir ini sering disebut sebagai
system surjan.
Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa
pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang
bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman
dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama, seperti
jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah. Dalam kepustakaan, hal ini dikenal sebagai
double-cropping. Penanaman yang dilakukan segera setelah tanaman pertama dipanen (seperti
jagung dan kedelai atau jagung dan kacang panjang) dikenal sebagai tumpang gilir.
Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu
tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil atau
belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau kedelai
biasanya adalah tanaman sela yang dipilih. Dalam kehutanan hal ini disebut sebagai wana
tani. Suatu konsep serupa juga diterapkan bagi budidaya padi dan ikan air tawar yang dikenal
sebagai mina tani.
Keuntungan tumpang sari yaitu:
Adanya pengolahan tanah yang minimal
Jika tanaman tumpang sari berhasil semua, masih dapat diperoleh nilai tambah
jika salah satu tanaman gagal panen, dapat diperoleh tanaman yang satu lagi
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam
dapat diperoleh berbagai jenis hasil
menambah kesuburan tanah jika ditumpang sarikan dengan tanaman Leguminosae
mencegah serangan hama penyakit selama semua komoditas dalam tumpang sari tidak
saling menjadi inang hama tanaman yang satu terhadap hama tanaman yang lain
tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang
diusahakan gagal
Kekurangan tumpang sari yaitu:
membutuhkan tenaga lebih dalam perawatan karena lebih dari satu tanaman
sedikit mengalami kesulitan dalam proses pemanenan
2.2 Komoditas Cabai
Cabai cukup banyak ditanam oleh petani di Indonesia dari dataran rendah hingga
dataran tinggi (0 -1.200 m dpl). Tanaman cabai dapat ditanam di berbagai tipe lahan yaitu
lahan sawah dan tegalan (kering). Produktivitas yang dapat di capai dengan menggunakan
teknologi budidaya yang sempurna adalah 10,8 ton/ha. Cabai digunakan untuk keperluan
rumah tangga dan bahan baku industri obat-obatan. Kandungan vitamin C pada buah cabai
cukup tinggi. Hal ini merupakan suatu indikator bahwa cabai dapat dikategorikan sebagai
komoditas komersial dan potensial untuk dikembangkan.
Untuk lahan seluas 1 ha diperlukan benih 180 gram atau 18 bungkus kemasan yang
masing-masing berisi 10 gram. Ada 2 cara untuk membibitkan cabai yaitu disemai
dibedengan atau disemai langsung di polybag (kantong plastik). Waktu penanaman yang
paling baik adalah pagi atau sore hari. Umur cabai yang sudah dapat ditanam adalah umur
17.- 23 hari atau tanaman cabai mempunyai daun 2 - 4 helai. Sehari sebelum tanam bedengan
yang telah ditutup mulsa plastik harus dibuatkan lubang tanam. Jarak tanam cabai yaitu 50 -
60 x 60 - 70 cm. Bibit cabai yang siap dipindahkan segera disiram secukupnya dan sebaiknya
juga direndam dalam larutan fungisida sistematik atau bakterisida dengan dosis 0,5 - 1,0 g/l
air selama 15 - 30 menit untuk mencegah penularan hama dan penyakit.
Pupuk yang sukar larut atau pupuk yang bekerjanya lambat seperti pupuk yang
mengandung P, umumnya diberikan sebelum tanam dan pupuk yang bekerjanya cepat dan
mudah larut, seperti pupuk yang mengandung N, sebaiknya diberikan setelah tanaman tumbuh
aktif. Adapun dosis pupuk yang digunakan adalah Urea 150 kg/ha + ZA 50kg/ha + SP36
150kg/ha + KCI 200 kg/ha. Pupuk dasar diberikan pada saat 2 - 3 hari sebelum tanam dengan
semua dosis pupuk SP36. Pupuk susulan pertama diberikan pada umur 10 hari setelah tanam
dengan sepertiga dosis masing-masing pupuk Urea, ZA dan KCI.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama
Ulat Grayak
Pengendalian terpadu yang dilakukan adalah kultur teknis, hayati dan kimiawi.Cara
kultur teknis dengan menjaga kebersihan kebun dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang
menjadi tempat persembunyian hama. Cara hayati dengan menyemprotkan cairan berbahan
aktif Bacilus thuringiensis seperi Dipel, Florbac, Bactospine dan Thuricide. Cara kimiawi
dengan menyemprotkan insektisida Hostathion 40 EC (2 cc/L) atau Orthene 75 SP I g/L.
Kutu Daun
Pengendalian secara terpadu dilakukan dengan cara kultur teknis yaitu menanam
tanaman perangkap (trap crop) disekeliling kebun cabai misalnya jagung. Cara kimiawi
dengan menyemprotkan insektisida yang efektif dan selektif seperti Deltamethrin 25 EC (0,1 -
0,2 cc/L), Decis 2,5 EC (0,04% atau Orthene 75 SP 0,1%.)
Lalat Buah
Pengendalian hama ini dilakukan secara terpadu dengan cara pergiliran tanaman yang
bukan tanaman inang, mengumpulkan buah cabai yang terserang lalu dimusnahkan;
pemasangan perangkap beracun metil eugenol serta disemprot dengan insektisida Buldok,
Lannate ataupun Tamaron.
Penyakit
Layu Bakteri
Pengendalian terpadu dilakukan dengan perlakuan benih dengan cara direndam dalam
bakterisida Agrimycin 0,5 g/L selama 5 - 15 menit.
Layu Fusarium
Pengendalian dilakukan dengan perlakuan benih direndam dalam larutan fungisida
Benlate atau Derosal 0,5 - 1,0 g/L selama 5 - 15 menit. Pengapuran tanah sebelum tanam
dengan dolomit pada tanah yang ber pH rendah.
Pada umumnya tanaman cabai mulai dipanen pada umur 75 - 80 hari setelah tanam, panen
berikutnya dilakukan selang waktu 2 - 3 hari sekali. Adapun cara panen buah cabai adalah
dengan memetik buah bersama tangkainya secara hati-hati disaat cuaca terang dan hasil panen
dimasukkan ke dalam wadah yang selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan.
2.3 Komoditas Jagung
Di Indonesia jagung merupakan komoditi tanaman pangan penting, namun tingkat
produksi belum optimal. PT. Natural Nusantara berupaya meningkatkan produksi tanaman
jagung secara kuantitas, kualitas dan ramah lingkungan /berkelanjutan ( Aspek K-3).
Syarat pertumbuhan tanaman jagung adalah Curah hujan ideal sekitar 85-200
mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan
cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau.
Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan
memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak
memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus
akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik,
kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %,
sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan
ketinggian optimum antara 50-600 m dpl.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama
a. Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)
Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman. (2) tanaman
yang terserang segera dicabut dan dimusnahkan. (3) Sanitasi kebun. (4) semprot dengan
PESTONA.
b. Ulat Pemotong
Pengendalian: (1) Tanam serentak atau pergiliran tanaman; (2) cari dan bunuh ulat-
ulat tersebut (biasanya terdapat di dalam tanah); (3) Semprot PESTONA, VITURA atau
VIREXI.
Penyakit
a. Penyakit bulai (Downy mildew)
Pengendalian: (1) penanaman menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan pola
pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan; (3) cabut tanaman terserang dan musnahkan;
(4) Preventif diawal tanam dengan GLIO.
b. Penyakit bercak daun (Leaf bligh)
Pengendalian: (1) pergiliran tanaman. (2) mengatur kondisi lahan tidak lembab; (3) Prenventif
diawal dengan GLIO.
c. Penyakit karat (Rust)
Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) menanam varietas tahan terhadap penyakit; (3)
sanitasi kebun; (4) semprot dengan GLIO.
d. Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut)
Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) memotong bagian tanaman dan dibakar; (3)
benih yang akan ditanam dicampur GLIO dan POC NASA .
e. Penyakit busuk tongkol dan busuk biji
Pengendalian: (1) menanam jagung varietas tahan, pergiliran tanam, mengatur jarak tanam,
sperlakuan benih; (2) GLIO di awal tanam.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami
belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan
pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata
AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.
Umur panen + 86-96 hari setelah tanam. Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn)
dipanen sebelum bijinya terisi penuh (diameter tongkol 1-2 cm), jagung rebus/bakar, dipanen
ketika matang susu dan jagung untuk beras jagung, pakan ternak, benih, tepung dll dipanen
jika sudah matang fisiologis. Cara Panennya yaitu Putar tongkol berikut kelobotnya/patahkan
tangkai buah jagung.
2.4 Komoditas Kacang Merah
Kacang merah berasal dari daerah neotropical dengan sedikitnya dua pusat
domestikasi: Amerika Tengah (Mexico, Guatemala) untuk yang berbiji kecil dan Amerika
Selatan (sebagian besar Negara Peru) untuk yang berbiji besar. Di waktu post-Columbian,
kacang merah tersebar di seluruh Amerika. Orang-orang Spanyol membawa benih ke
seberang Pasifik menuju Filipina dan dari sana ke Asia, terutama Jawa dan Myanmar, dan ke
Mauritius (McMahon, 2007).
Kacang merah akan berbunga pada panjang hari 9-18 jam dan untuk tipe berhari
pendek memerlukan panjang hari terendah antara 11-12.3 jam untuk inisiasi bunga.
Temperatur optimum antara 16 hingga 27 ° C. Curah hujan normal tahunan adalah 900-1500
mm tetapi dapat toleran dengan sedikitnya 500-600 mm dalam satu musim penanaman.
Kacang ini tumbuh di dataran rendah tropis dan area subtropis tetapi dapat tumbuh hingga
ketinggian 2000-2500 m. Kacang merah menyukai lahan beraerasi dan berdrainase baik
dengan pH 6.0-6.8. Beberapa kultivar tahan terhadap lahan asam dengan pH serendah-
rendahnya 4,4 (Van Steenis, 2004).
Perbanyakan kacang merah adalah dengan biji. Di daerah tropika, kacang jawa
ditanam di kebun rumah, atau tumpangsari dengan sereal (jagung, gandum), akar dan umbi
akar ( ubi rambat, singkong) atau tanaman lain (mis.kapas, tebu). Penanaman tunggal lebih
sering dilakukan di negara Amerika Serikat, Madagaskar dan Peru (McMahon, 2007).
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN
Metodologi pelaksaan sangat dibutuhkan dalam proses pencarian data hingga data
dapat disimpulkan. Semua kegiatan yang dilakukan oleh para peneliti disajikan di sini, mulai
dengan pencancarian narasumber, proses wawancara narasumber, dan pengambilan
gambar(dokumentasi).
Dalam metodologi pelaksaan survei ini terdapat metodologi pengumpulan data dan
metode penentuan tempat, berikut uraiannya:
3.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah metode yang digunakan dalam penyusunan laporan
penelitian untuk mendapatkan informasi yang lebih spesifik yang berasal dari penduduk
setempat. Metode ini menggunakan beberapa aspek penelitian yaitu:
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara memperoleh informasi atau data melalui
narasumber secara langsung. Tujuan wawancara adalah untuk mendapat informasi
melalui narasumber dalam bidang pertanian. Sedangkan tujuan wawancara yang kami
lakukan adalah untuk mengetahui keadaan pertanian khususnya pada pengendalian
hama yang dilakukan oleh petani.
Survei yang kami lakukan mengunakan teknik wawancara langsung kepada
petan. Kami mengunjungi langsung ke rumah dan lahan petani serta mengajukan
pertanyaan seputar budidaya tanaman yang dilakukan oleh petani. Metode wawancara
dilakukan penulis sebanyak satu kali, yaitu pada hari Rabu, 16 Nopember 2011.
Narasumber yang dipilih untuk diwawancarai adalah Bapak Toyib di Dusun Karang
Ploso Desa Grimoyo.
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bukti dari suatu penelitian, dapat berupa foto, dokumen,
dan vidio. Tujuan dokumentasi adalah mendapatkan bukti akurat dari apa yang telah
dilakukan dan bukti bahwa pewawancara benar-benar melakukan wawancara. Hasil
dokumentasi kami saat melakukan wawancara berupa foto dan pada akhir wawancara
kami berfoto bersama dengan tuan rumah. Dokumentasi ini kami butuhkan sebagai
bukti keaslian wawancara yang kami lakukan dengan narasumber.
3. Observasi
Observasi adalah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis suatu pembahasan sesuai dengan tema yang dipilih. Pada
saat survei, pertama kami melakukan observasi untuk menentukan narasumber yaitu
petani. Untuk memperoleh data tersebut, kami melakukan pendataan dengan bertanya
dengan warga sekitar dusun Karang Ploso. Berdasarkan informasi yang telah
diperoleh, kami melakukan wawancara secara langsung pada petani yaitu Bapak
Toyib. Setelah Mendapat informasi yang telah diperlukan, kami pun melakukan foto
bersama.
3.2 Metodelogi Penentuan Tempat
Pengumpulan data untuk pembuatan laporan ini di laksanakan di Dusun Karang
Ploso Desa Grimoyo, kecamatan Bumiaji, kota Batu.
Dalam pelaksanaan survei lapang ini, penentuan tempat di tentukan sendiri oleh
kami. Kami menentukan tempat di Desa Grimoyo karena sudah mengetahui daerah
tersebut karena sudah mendapatkan pengalaman sebelumnya.
BAB IV
HASIL WAWANCARA
Pengendalian yang dilakukan pada tanaman cabe oleh bapak Toyib adalah
pengendalian cultural yaitu dengan cara tumpang sari, yakni tanaman cabe sebagai tanaman
utama, kemudian ditumpangsari dengan tanaman jagung dan tanaman kacang merah. Cara
budidaya tanaman cabai yang dilakukan pertama kali oleh Bapak Toyib adalah pengolahan
lahan. Pengolahan lahan bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai bagi
pertunbuhan dan pembentukan hasil. Lahan yang telah memadat dan keras harus diolah
kembali, agar menjadi agregat-agregat tanah yang lebih halus sehingga berstruktur remah
(gembur). Pengolahan lahan milik Pak Toyib ini dilakukan dengan menggunakan traktor.
Beliau memilih menggunakan traktor karena dianggapnya lebih mudah dalam pembalikan
tanah, tidak membutuhkan waktu yang lama, dan dalam pengerjaannya hanya membutuhkan
satu orang saja. Setelah tanah di olah dibuat bedengan pada tanah yang bertujuan untuk
melindungi akar tanaman dari genangan air terutama pada saat musim hujan. Juga di buat
saluran irigasi untuk mengairi lahan.
Pak Toyib terlebih dahulu melakukan pemupukan secara merata sebelum melakukan
penanaman. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang pada. Penggunaan pupuk kandang
ini sebanyak 1,5 ton untuk lahan seluas 1.800 m2. Pemberian pupuk dilakukan dengan
mencampurkan tanah dan pupuk dengan menggunakan cangkul. Setelah itu tanah di diamkan
selama 1 hari agar organisme pengganggu dalam tanah bisa mati terkena sinar matahari.
Selanjutnya dilakukan penyemaian pada benih cabai dan sawi. Benih cabai disemai
selama 17-23 hari yakni pertama benih disebar kemudian ditutup dengan karung goni dengan
tujuan mempercepat perkecambahan. Setelah muncul 2 sampai 4 helai daun kira-kira selama
17 sampai 23 hari maka bibit cabai tersebut ditransplantingkan ke lahan yang telah
disediakan. Sedangkan benih sawi penyemaiannya selama kurang lebih 20 hari. Setelah
dilakukan persemaian maka bibit cabai dan bibit sawi serta benih jagung ditanam pada lubang
tanam yang telah dibuat. Jadi dalam satu guludan terdapat lima lubang dengan jarak tanam 25
cm. Pengaturan penanaman dalam guludan tersebut yaitu pada bagian tengah ditanam jagung,
kemudian sisi kanan kiri jagung diapit tanaman cabai, setelah itu sisi kanan kiri tanaman cabai
diapit tanaman sawi.
Pengaturan penanaman yang dilakukan pleh Bapak Toyib, secara jelas dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
Contoh dalam satu bedengan
Keterangan:
@ : tanaman sawi (setelah panen diganti dengan kacang merah)
O : tanaman cabai
# : tanaman jagung
Setelah penanaman, dilakukan pemupukan susulan pada setiap tanaman. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk ZA dan pupuk NPK dengan pengurangan dosis 50% dari dosis yang
dianjurkan. Pemberian pupuk ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan cabai.
Kemudian dilakukan pemeliharaan seperti penyiraman, penyiangan, pemupukan susulan dan
pengontrolan secara rutin oleh Beliau. Pak Toyib melakukan penyiangan tanaman cabai dan
tanaman lain yang di tumpang sarikan untuk menghilangkan rumput-rumput atau gulma yang
berada di sekitar tanaman karena hal tersebut dapat merugikan dan dapat menurunkan
produksi cabai. Penyiangan yang dilakukan oleh Pak Toyib biasanya setelah 2 minggu
penanaman. Penyiangan harus dilakukan dengan hati-hati yaitu dengan menggunakan tangan
mencabut rumput dan gulma yang adda tanpa harus merusak tanaman yang sudah tumbuh.
Untuk 20 hari setelah tanam, sawi kemudian dipanen dan digantikan dengan tanaman
kacang merah. Hasil panen tanaman sawi ini adalah 4 kuwintal. Kemudian 86-96 hari setelah
tanam, tanaman jagung dapat dipanen kemudian setelah selesai proses pemanenan jagung ini,
dapat ditanami kembali benih jagung manis yang baru. Sehingga sistem tumpangsari oleh
Bapak Toyib ini dilakukan secara berlanjut. Menurut Bapak Toyib, jarang ditemukan hama
pada tanaman yang di budidayakannya. Tetapi pernah ditemukan hama trips pada cabai dan
belalang hijau. Cara yang dilakukan Bapak Toyib apabila ditemukan trips pada cabai yaitu
dengan menyiram trips tersebut dengan air yang banyak. Hal tersebut dikarenakan trips tidak
suka pada kondisi hujan tetapi suka pada kondisi panas sehingga disiram dengan air sebanyak
@ O # O @
@ O # O @
@ O # O @
@ O # O @
@ O # O @
@ O # O @
mungkin agar seperti kondisi hujan. Sedangkan pada belalang hijau hanya dibiarkan saja
karena jumlahnya tidak banyak. Jadi Bapak Toyib tidak menggunakan pestisida sama sekali
dalam proses usaha tani yang dilakukannya.
Sistem tumpangsari yang dilakukan oleh Bapak Toyib ini merupakan salah satu
pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan cara cultural. Karena dengan sistem
tumpang sari menyebabkan biodeversitas dan diharapkan dapat menekan populasi dari hama
yang menyerang tanaman utama, dengan adanya biodeversitas maka populasi hama dan
musuh alami atau predator relatif seimbang. Sehingga terjadilah keseimbangan dalam
ekosistem lahan yang di budidayakan dengan sistem tumpang sari oleh Bapak Toyib. Untuk
mengatasi hama kutu daun pada tanaman cabai dapat dilakukan dengan cara menanam tanaman
perangkap (trap crop) disekeliling kebun cabai yaitu jagung. Tanaman yang ditumpangsarikan ini
adalah tanaman yang tidak sejenis sehingga tidak menimbulkan efek yang saling
mengganggu. Sawi atau kacang merah merupakan tanaman yang dianggap cocok
ditumpangsarikan dengan tanaman cabai karena tumbuhnya rendah dan batangnya tidak
tegak tetapi menyebar menutupi tanah. Sedangkan tanaman cabai batangnya tumbuh tinggi ke
atas dan tidak bersinggungan, juga tanaman jagung lebih tinggi batangnya daripada tanaman
cabai. Selain itu tanaman cabai ini termasuk tanaman tahan naungan. Meski ternaungi
tanaman ini masih bisa berproduksi. Dilihat dari segi umur tanaman, umur panen sawi atau
kacang merah lebih pendek dibandingkan dengan cabai. Selain itu pemanenan sawi atau
kacang merah berlangsung dalam satu minggu sedangkan cabai mempunyai interval waktu
panen yang agak lama karena masa berbuahnya tidak sekaligus.
Dari hasil pengamatan kami, dapat diketahui bahwa cabai yang di tumpang sarikan
dengan tanaman jagung, sawi, dan kacang merah menghasilkan cabai yang bagus bentuknya
besar, segar, dan banyak. Jadi dengan menggunakan sistem tumpang sari ini Bapak Toyib
memperoleh banyak keuntungan selain dari hasil produksi cabai juga dari hasil produksi
jagung, sawi, dan kacang merah yang di tumpang sarikan.
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada dasarnya melakukan proses budidaya tanaman pertanian secara monokultur
secara tidak langsung petani sebenarnya mengundang hama dari tanaman yang
dibudidayakan, karena petani sebenarnya menyediakan makanan yang melimpah bagi hama.
Dengan ditemukannya sistem tumpangsari dapat menjadi solusi untuk menangani serangan
hama. Karena pada sistem tumpangsari adalah suatu bentuk pertanaman campuran
(polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam
waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Dengan menggunakan sistem ini maka akan
dapat menciptakan agroekosistem pertanaman yang komplek, mencakup interaksi antara
tanaman sejenis maupun berbeda jenis. Dan hasil dari survey kami kepada petani Dusun
Grimoyo, Desa Karang Ploso Kota Batu yaitu Bapak Toyib yang menggunakan sistem
tumpangsari bahwa tanaman cabai yang ditumpangsarikan dengan tanaman sawi, jagung dan
kemudian diganti kacang merah maka hasilnya tetap bagus dan dapat meningkatkan produksi
tanaman.
4.2 Saran
Pengendalian cultural dengan sistem tumpangsari dari hasil survey kami ini
diharapkan dapat menjadikan wacana kepada Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya dan disarankan agar lebih mempelajari pengendalian hama dengan sistem yang
aman dan menguntungkan dari segi ekonomi, ekologi dan sosial. Kepada para petani juga
diharapkan untuk tidak selalu menggunakan pestisida dalam mengendalikan hama penyakit
pada tanaman yang di budidayakan sebelum melebihi ambang batas ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2011. Tumpang sari. http://riset-analyst.blogspot.com/2011/07/definisi-
tumpang-sari-adalah.html. diakses pada tanggal 22 Nopember 2011
Anonymous. 2011. Budidaya jagung. http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-
jagung.html. diakses pada tanggal 22 Nopember 2011
Grubben, G.J.H. 1994. Amaranthus L. In : J. S. Siemonsma and Kasem Piluek (Eds.) : Plant
Resources of South-East Asia No. 8. Vegetables. Prosea. Bogor. 412 pp.
McMahon, Margaret, et. all. 2007. Hartmann’s Plant Science-Growth, Development, and
Utilization of Cultivated Plants. Pearson Prentice Hall : New Jersey.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Van Steenis. 2004. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta : Pradnya Paramita.
LAMPIRAN
Dokumentasi Tanaman Tumpang Sari Antara Tanaman Cabai, Jagung Dan Kacang Merah
1. Tanaman cabai berumur 4 bulan 2. Tumpang sari tanaman cabai,Kacang tanah
3.Tanaman cabai 4. Kacang merah berumur 3 bulan
5. Tanaman cabai kriting 6. Tanaman Cabai
7. Pupuk kandang yang digunakan oleh pak toyib dalam pemupukan lahannya
8. cabai kriting 9. Tumpangsari tanaman cabai, jagung, dan kacang merah
10. tanaman cabai, jagung, dan kacang merah 11. Tanaman kacang merah
12. Tanaman cabai 13. Tanaman jagung berumur 2 bulan
14. Tanaman jagung 15. Benih sawi Pak Coy
16. Sabit (Alat untuk menyiangi tanaman) 17. Pak Toyib (Petani yang kita wawancarai)
Dokumentasi dengan petani yang diwawancarai