noviyaningsih.files.wordpress.com  · web viewdi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa...

25
MAKALAH USHUL FIQH TENTANG QIYAS Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “ Ushul Fiqh” Dosen Pengampu : Homaidi, S.Ag., M.Ag Disusun Oleh: WAHYU DWI ARIANTI 20130720011 MUNIKA SULISTYA NINGRUM 20130720021 NOVIYANINGSIH 20130720032 TITA KASWATI 20130720040 MUTHIAH ALIBAS 20130720044 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 1

Upload: others

Post on 19-Jan-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

MAKALAH

USHUL FIQH TENTANG QIYASMakalah ini diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “ Ushul Fiqh”

Dosen Pengampu : Homaidi, S.Ag., M.Ag

Disusun Oleh:

WAHYU DWI ARIANTI 20130720011

MUNIKA SULISTYA NINGRUM 20130720021

NOVIYANINGSIH 20130720032

TITA KASWATI 20130720040

MUTHIAH ALIBAS 20130720044

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSUTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

1

Page 2: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

PENDAHULUAN

Di kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan

Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada yang telah ditegaskan secara jelas

oleh Allah, baik melalui Al-Qur’an maupun sunnah tetapi sebagian yang lain ada yang

ketentuan hukunnya tersembunyi di dalan nash itu sendiri. Manusialah yang harus berupaya

menemukan hukum yang tersembunyi itu, melalui nalar mereka.

Menurut Jumhur, pada dasarnya ada dua cara penetapan hukum syara’.

Pertama, melelui nash secara langsung. Sedangkan kedua melalui penalaran terhadap nash,

baik Al-Qur’an maupun sunnah. Meskipun hakikatnya kedua cara penetapan hukum syara’

tersebut sama-sama tidak dapat menghadirkan menggunaan nalar, namun penggunaan nalar

pada kedua cara tersebut dapat dibedakan. Apabila pada cara yang pertama penggunaan nalar

sebatas memahami kandungan makna yang dimaksudkan dari suatu teks nash itu sendiri,

maka penggunaan nalar pada cara yang kedua adalah menemukan motif dari suatu nash

dalam menentukan hukum tertentu, kemudian motif ini dijadiksn dasar dalam menetapkan

hukum lain yang tidak ada nash tertentu yang mengaturnya, karena adanya kesamaan motf

pada kasus hukum tersebut. Inilah sesungguhnya yang dimaksudkan penetapan hukum

melalui qiyas.

2

Page 3: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

PEMBAHASAN

1. Pengertian QiyasKata qiyas sacara termologis berarti qadr (ukuran, bandingan), adapun secara

termologis, terdapat beberapa definisi qiyas yang dirumuskan ulama, diantaranua adalah;

Menurut Ibnu as-Subki, qiyas adalah menyamakan hukum dengan sesuatu yang lain

karena adanya kesamaam ‘illah hukum menurut mujtahid yang menyamakan hukumnya.

Menurut al-Amidi qiyas adalah keserupaan antara cabang dan asal pada ‘‘illah hukum

asal menurut pandangan mujtahid dari segi kepastian terdapatnya hukum asal tersebut pada

cabang.

Sedangkan menurut Wahbah az-Zuhaili, qiyas adalah menghubungkan suatu masalah

yang tidak terdapat nashsh syara tentang hukumnya dengan suatu masalah yang terdapat

nashsh hukumnya, karena adanya persekutuan keduanya dari segi ‘‘illah hukum.1

Adapun pengertian dari buku lain bahwa qiyas adalah menyamakan ketentuan hukun

suatu kasus yang tidak disebutkan dalam nash, dengan ketentuan hukum suatu kasus yang

disebutkan dalam nash, kerana keduanya memiliki ‘‘illah atau kuasa hukum yang sama.2

Atau qiyas dalam istilah ushul yaitu menyusul peristiwa yang tidak terdapat nash hukumnya

dalam peristiwa yang terdapat nash bagi hukumnya, dalam hal hukum yang terdapat nash

untuk menyamakan dua peristiwa pada sebab hukum ini.3

Qiyas menurut bahasa arab berarti menyamakan, membandingkan atau mengukur,

seperti menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama,

bentuk tubuh yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas berarti juga mengukur,

seperti mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur lainnya. Demikian pula

membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaanya.

Menurut para ulama Ushul Fiqh (Ushul al-Fiqh), ialah menetapkan hukum suatu

kejadian atau perisriwa yang tidak ada dasar nash (teks)nya dengan cara membandingkan

kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan

nash karena ada persamaan ‘illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu.4

1 Abd Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, 2010, hlm 162.2Homaidi Hamid, Ushul Fiqh, 2013, hlm 97.3 Syekh Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul Fiqh, 1990, hlm 584 Muhsin Hariyanto, Bahan Ajar Kuliah Ushul Fikih , 2013hlm 68.

3

Page 4: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

Sebagai contoh al-Qur’an menetapkan keharaman meminum khamer, karena khamer

itu memabukan, sebagaimana dalam Q.S. al-Maidah ayat 90.

2. Dalil kehujjahan QiyasJumhur ulama menerima qiyas sebagai dalil hukum syara’. Mereka menggunakan qiyas

dalam hal- hal yang tidak terdapat hukumnya di dalam Al- qur’an dan as- sunnah dan dalam

ijma’ ulama. Dalam menggunakan qiyas mereka menggunakanya secara wajar dan tidak

berlebihan.

Jumhur ulama menerima qiyas dengan dalil- dalil yang kuat. Dalil yang digunakan

jumhur ulama dalam menerima qiyas sebagai dalil syara’ terdapat dalam Al- qur’an dan as-

sunnah, juga fatwa sahabat dengan alasan rasional.

a. Al-Qur’an

Ayat Al- qur’an yang memberikan petunjuk tentang qiyas yaitu terdapat dalam Q.S.

Yasin: 78- 79

قل رميم وهي العظام يحى من قال خلقه ونسى مثلا لنا وضرب

عليم خلق بكل وهو ة مر أنشأهآأول ذي ال يحييها“Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia

berkata:"Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang hancur telah luluh?"

Katakanlah:"Ia akan dihidupkan oleh Rabb yang menciptakannya kali yang pertama. Dan

Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk”.

Dalam ayat ini Allah SWT menyamakan kemampuannya menghidupkan tulang

belulang yang telah berserakan dikemudian hari dengan kemampuannya dalam menciptakan

tulang belulang pertama kali. Disini dapat diketahui bahwa Allah SWT menyamakan

menghidupkan tulang belulang tersebut kepada penciptaan pertama kali.

Ayat kedua yang dijadikan dalil qiyas oleh jumhur ulama yaitu:

الحشر لأول ديارهم من الكتاب أهل من كفروا ذين ال أخرج ذي ال هو

الله فأتاهم الله من حصونهم مانعتهم هم أن وا وظن يخرجوا أن ماظننتم

بأيديهم بيوتهم يخربون عب الر قلوبهم في وقذف يحتسبوا لم حيث من

الأبصار يآأولى فاعتبروا المؤمنين وأيدي“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung

merekap ada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka, bahwa mereka

4

Page 5: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat

mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka

(hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan

ke dalam hati mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang beriman. Maka

amb’illah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai

pandangan”.(Q.S. al-Hasyr 59:2)

Jumhur ulama memahami kalimat فاعتبروا sebagai perintah menggunakan qiyas.

Karena perintah untuk mengambil pelajaran berarti pengakuan terhadap sunnatullah atau

hokum alam, yaitu kejadian yang terjadi pada suatu akan terjadi pula pada yang serupa. Apa

yang menimpa ahlikitab (Yahudi Bani Nadlir) yang diusir dari Madinah dapat menimpa

kelompok lain jika melakukan hal yang sama. Firman Allah SWT yaitu:

منكم الأمر وأولى سول الر وأطيعوا الله أطيعوا ءامنوا ذين ال ها ياأيبالله تؤمنون كنتم إن سول والر الله إلى فردوه شىء في تنازعتم فإن

تأويلا وأحسن خير ذلك الأخر واليوم“Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di

antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah

ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada

Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnya”. (Q.S. An-Nisa’ {4}:59)

Dalam ayat ini Allah memerintahkan orang- orang beriman jika berselisih tentang

sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam ketentuan Allah, Rasulullah, dan ulil Amri

untuk mengembalikan sesuatu kepada Allah SWT dan Rasulullah. Mengembalikan sesuatu

kepada Allah dan Rasulullah mencakup semua perbuatan yang layak disebut

mengembalikannya pada Allah dan Rasulullah. Menyamakan ketentuan hukum suatu kasus

yang tidak disebutkan dalam nash, dengan ketentuan hukum yang disebutkan dalm nash,

karena kedua kasus memiliki ‘‘illah yang sama, termasuk mengembalikan masalah kepada

Allah dan Rasulullah.

b. Al-Hadist

Sedangkan dalil sunnah yang dijadikan dasar qiyas yaitu

“Dari kelompok penduduk Himsha dari teman- teman Mu’adz bin Jabal bahwa Rasulullah

ketika hendak mengurus Mu’adz ke Yaman, beliau bertanya:” Bagaimana engkau

5

Page 6: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

menetapkan hukum seandainya kepadamu diajukan sebuah perkara?” Mu’adz menjawab,”

saya akan menetapkan hukum berdasarkan kitab Allah. Nabi bertanya lagi: Bila engkau tidak

menemukan dalam kitab Allah?” Jawab Mu’adz,” dengan sunnah Rasulullah SAW,” Nabi

bertanya lagi,” kalau dalam sunnah engkau juga tidak menemukannya?” Mu’adz menjawab,”

saya akan menggukan ijtihad dengan nalar( ra’yu) saya. Nabi bersabda: segala puji bagi Allah

yang telah memberikan tuafik kepada utusan Rasulullah dengan apa yang diridhoi oleh

Rasulullah”. (H.R. Abu Daud).

Menurut jumhur ulama hadist tersebut merupakan dalil sunnah yang kuat tentang

kedudukan qiyas sebagai dalil syara’. Sebab qiyas merupakan salah satu metode ijtihad.

Rasullah mencontohkan penggunaan qiyas dalam menetapkan hukum islam. Misalnya

ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah tentang apakah seorang anak harus meng-qadla’

puasa ibunya yang telah meninggal dunia sebagaimana dalam hadist berikut ini

Hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari

فقالت م وسل عليه الله صلى بي الن إلى امرأةجاءت أن اس عب ابن عن

دين أمك على لوكان عنهافقال شهرأفأقضيه أمهاصوم على كان ه إن

يقضى أن أحق فدينالله قال نعم قالت قاضيته أكنت

“Dari Ibnu Abbas bahwa seorang wanita menghadap Rasulullah dan bertanya tentang

kewajiban puasa ibunya selama sebulan yang belum ditunaikan ibunya itu: “Apakah saya

dapat melaksanakannya atas namanya? Maka Rasulullah balik bertanya: “Jika Ibumu

mempunyai utang, apakah anda akan membayarnya?” Wahai wanita itu menjawab:

“Benar” Rasulullah bersabda: “Utang kepada Allah lebih berhak dilunasi”.

Menurut ulama ushul fiqh, dalam hadis ini Rasulullah meng-qiyas-kan hukum hutang

kepada Allah pada hutang terhadap manusia, yaitu sama- sama wajib dilunasi.

c. Atsar ash-Shahabi

Adapun mengenai dalil Qiyas yang berasal dari atsar ash-shahabi, antara lain, ialah

sebagai berikut:

1. Pengangkatan Abu Bakr, menjadi Khalifah pertama dalam Islam.

Ketika hendak membaiat Abu Bakar sebagai khalifah, salah seorang sahabat

mengatakan:” Rasulullah menyetujui Abu Bakar dalam urusan agama kita,

apakah kita tak menyetujuinya dalam urusan dunia kita?

6

Page 7: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

Dalam hal ini sahabat meng-qiyas-kan khalifah pada imam dalam shalat. Yaitu semasa

hidup nabi, nabi menyetujui Abu Bakar menjadi imam shalat, menggantikan beliau yang

sedang sakit. Jika dalam urusan agama saja nabi menyetujui Abu Bakar sebagai pemimpin,

adalah aneh jika umat islam tidak menyetujui Abu Bakar menjadi pemimpin dalam urusan

dunia, yaitu sebagai khalifah.

2. Surat Umar kepada Abu Musa

Kitab Abu Musa asy-Asy’ari diangkat oleh Khalifah kedua, Umar bin al-

Khaththab, menjadi hakim di Yaman, Umar memberikan arahan kepadanya

tentang langkah-langkah yang perlu diambil dalam memutuskan perkara-

perkara yang diajukan kepadanya, terutama perkara-perkara yang tidak

terdapat ketentuan nashsh yang mengaturnya secara jelas. Dalam hal ini Umar

berkirim Surat, yang isinya antara lain:

القران فى يبلغك ممالم صدرك فى فيمايغتلج الفهم الفهم

واعمد الأمورعندذلك قس ثم والأشباه الأمثال ةاعرف ن والس

وأشبههافيماترى الله هاإلى أحب إلى“Pahamilah sebaik-baik maslah-masalah yang membuat hatimu ragu dan

gelisah karena masalah tersebut tidak sampai informasinya kepadmu (tidak

engkau temukan), baik dalam Al-Qur’an maupun Sunnah.Kenalilah sebaik-

baik masalah-masalah yang serupa dan mirip dengan ketentuan yang telah ada,

kemudian qiyas-kanlah (kepadanya) masalah yang engkau hadapi.Kemudian

tetapkanlah hukum berdasarkan yang paling disukai Allah dan yang paling

mirip dengannya diantara pendapatmu yang ada”.

Surat Umar diatas menegaskan perintah kepada Abu Musa Al-Asy’ari, ketika ia tidak

menemukan aturan nashsh dari suatu masalah hukum yang dihadapinya, untuk meng-

qiyaskan hukum masalah tersebut kepada hukum masalah serupa yang terdapat dalam nashsh

Al-Qur’an ataupun Sunnah yang mengaturnya, karena kesamaan ‘Illah antara keduanya.

d. Logika

Ada dalil al-qiyas yang berasal dari logika, setidak-tidaknya dapt diuraikan dari dua

sisi sebagai berikut:

Pertama, ketentuan-ketentuan hukum yang ditetapkan Allah selalu rasional, dapat

dipahami tujuannya, dan didasarkan pada ‘illah untuk mencapai kemashalatan.Tidak ada satu

hukum pun dalam Islam yang tidak terdapat kemashalatan manusia didalamnya, baik

kemashalatan di dunia maupun diakhirat.

7

Page 8: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

Kedua, sebagai orang pertama yang secara sistematis menguraikan kedudukan qiyas

sebagai dalil hukum, menegaskan bahwa di dalam Islam, semua peristiwa ada

hukumnya.Sebab, syariat Islam bersifat umum, mencakup dan mengatur semua peristiwa ada

hukum, baik peristiwa itu sesuatu yang baik maupun yang buruk, yang dilarang maupun yang

diperbolehkan.

Dengan cara Qiyas lah syariat Islam menjadi tetap relavan pada setiap waktu dan

tempat, dapat memenuhi semua kebutuhan dan kemaslahatan hukum manusia. Menolak

Qiyas sebagi dalil hukum sama artinya dengan menuduh Islam sebagai syariat yang stagnan

dan jumud, serta mencela Islam sebagai agama yang tidak dapat memenuhi kebutuhan

manusia terhadap hukum.

3. Alasan Golongan Yang Tidak Menerima QiyasAda segolongan yang tidak menerima qiyas sebagai dasar hujjah. Alasan-alasan yang

mereka kemukakan, ialah:

1. Menurut mereka qiyas dilakukan atas dasar dhan (dugaan keras), dan

‘‘illatnyapun ditetapkan berdasarkan dugaan keras pula, sedang Allah SWT

melarang kaum muslimin mengikuti sesuatu yang dhan, berdasarkan firman Allah

SWT:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan

tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan

diminta pertanggung jawabannya.” (Q.S AL-Isra’: 36)

2. Sebagian sahabat mencela sekali orang yang menetapkan pendapat semata-mata

berdasarkan akal, pikiran, seperti pernyataan Umar bin Khatab:

فقالوا ها انيحثو الحاديث اليتهم السنن اعداء فانهم الراي واصحاب اياكمواضلوا فضلوا بالراي

“Jauhilah oleh kamu golongan rasionalis. Karena mereka adalah musuh ahli

sunnah. Karena mereka tidak sanggup menghafal hadis- hadis, lalu mereka

menyatakan pendapat akal mereka (saja), sehingga mereka sesat dan menyesatkan

orang.”( syarah tahqih al- fushul, juz II, 113)

Jika diperhatikan alasan- alasan golongan yang tidak menggunakan qiyas sebagai dasar

hujjah akan terdapat hal- hal yang perlu diperhatikan dalam surat As- Isra’, tidak

8

Page 9: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

berhubungan dengan qiyas, tetapi berhubungan dengan hawa nafsu seseorang yang ingin

memperoleh keuntungan walaupun dengan menipu, karena pada ayat- ayat sebelumnya

diterangkan hal- hal yang berhubungan dengan perintah menyempurnakan timbangan dan

sukatan, perintah allah memberikan harta anak yatim dan sebagainya dan dilarang oleh allah

melakukan tipuan dalam hal ini untuk mengambil harta orang lain.

Sedang penegasan Umar bin Khattab berlawanan dengan isi suratnya kepada Mu’adz bin

Jabal, karena itu harus dicari penyelesaiannya. Pernyataan umar diatas memperingatkan

orang- orang yang terlalu berani menetapkan hukum, lebih mengutamakan pikirannya dari

nash- nash yang ada dan tidak menjadikan al- qur’an dan hadis sebagai pedoman rasionya di

dalam proses dan menetapkan hukum atas masalah- masalah hukum yang baru.

Golongan rasionalis yang dimaksudkan Umar bin Khattab tersebut adalah mereka yang

menomor satukan rasio, terlepas dari Al- Qur’an dan Hadis, sehingga kedudukan Al- Qur’an

bagi mereka adalah nomor dua setelah rasio atau sudah dikesampingkannya sama sekali.

Dalam hal ini jelas bahwa cara berfikir golongan rasional (Ahl Al- Ra’y) yang dikecam umar

bin khattab tersebut tidak berfikir secara islami. Apalagi kaum nasionalis tersebut tidak

melepaskan diri dari subjektifitas kepentingan individu dan golongannya, sedang surat umar

kepada mu’adz membolehkan untuk melakukan qiyas, jika tidak ada nash yang dapat

dijadikan dasar untuk menetapkan hukum suatu peristiwa.

4. Rukun-Rukun dan Syarat-syarat Qiyasa. Rukun-rukun Qiyas

Rukun-rukun qiyas ada 4, yaitu:

1) Al-Ashlu ) ( yaituالأصل kasus yang ketentuan hukumnya disebutkan dalam nash.

Misalnya khamer (minuman memabukkan terbuat dari perasan anggur). Istilah lain

yaitu عليه المقيس2) Al-Far’u ( الفرع )yaitu kasus yang ketentuan hukumnya tidak diatur dalam nash, dan

hendak di-qiyas-kan pada al-ashlu. Misalnya bir, wiski, dan lain-lain. Istilah lain yaitu

المقيس3) Hukum al-ashli ( الأصل yaitu hukum yang ditetapkan nash terhadap(حكم al-ashlu,

seperti haramnya khamer.

4) ‘llah yaitu sifat yang menjadi landasan penetapan hukum syar’I, seperti sifat(العلة)

memabukkan pada khamer.5

5Abdul Wahhab Khalaf, ‘Ilmu Ushul al-Fiqh, h. 60.

9

Page 10: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

b. Syarat-syarat Qiyas

Syarat-syarat qiyas terkait dengan masing-masing rukun.

1) Syarat al-ashlu) ( الأصلSyarat al-ashlu hanya satu, yaitu berupa kasus yang ketentuan hukumnya telah

ditetapkan oleh nash.

2) Syarat al-far’u

Syarat al-far’u juga satu, yaitu berupa kasus yang ketentuan hukumnya tidak

ditetapkan oleh nash, dan hendak diberi ketentuan hukum sama dengan kasus yang

ditetapkan oleh nash. Kasus yang hukumnya telah ditetapkan dalam nash tidak boleh

di-qiyas-kan pada kasus lain.

3) Syarat-syarat hukm al-asli ( الأصل (حكم

Syarat-syarat hukm al-asli agar dapat diperluas jangkauannya pada al-far’u adalah

sebagai berikut:

a) Berupa hukum syar’at amaliah (yang mengatur perbuatan manusia) yang

ditetapkan oleh nash atau ijmak. Hukum yang ditetapkan dengan qiyas tidak

boleh diberlakukan pada kasus lain yang tidak diatur dalam nash. Misalnya

khamer hukumnya haram berdasarkan nash. Keharaman khamer dapat

diberlakukan pada kasusu lain yang memabukkan, misalnya wiski. Keharaman

wiski tidak boleh diberlakukan pada vodka. Dengan kata lain vodka tidak

boleh diqiyaskan pada wiski, tapi harus di-qiyas-kan pada kasus yang

ditetapkan berdasarkan nash, yaitu khamer.

b) Berupa hukum yang ma’qul al-ma’na/ta’aqquli (‘‘illah-nya bisa dijangkau

olah akal fikiran). Dengan demikian qiyas tidak belaku pada hukum yang

‘‘illah-nya tidak bis dijangkau olah akal fikiran (ta’abbudi). Hukum ta’abbudi

mencakup ibadah mahdlah dan muamalah muqaddarat. Qiyas berlaku di luar

hukum ta’abbudi.

c) Hukumnya tidak berlaku khusus untuk al-ashlu. Hal ini karena dalam qiyas,

hukum yang terdapat pada al-ashlu hendak diberlakukan pada kasus lain yang

tidak diatur dalam nash. Hukm al-ashli menjadi terbatas karena dua alasan.

Pertama, ‘‘illah dari hukm al-ashli tidak tergambar adanya di luar al-ashlu.

Misalnya rukhshah qasar salat bagi musafir.6 Ini ta’aqquli karena dapat

menolak kesulitan. Tetapi ‘‘illah-nya yaitu safar/bepergian tidak 6Berdasarkan ayat :

10

Page 11: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

tergambarkan selain menempuh jarak. Kedua, ada dalil yang menunjukkan

bahwa hukm al-ashli itu berlaku khusus. Misalnya adanya dalil bahwa hukum

itu berlaku khusus pada nabi seperti memiliki lebih dari 4 isteri dalam waktu

bersamaan, juga isteri-isteri nabi tidak boleh dinikahi siapapun setelah

wafatnya beliau.7

Syarat-syarat ‘‘illah

Syarat-syarat ‘‘illah adalah sebagai berikut:

a) Berupa sifat yang konkrit, tidak abstrak. Maksudnya, ‘‘illah itu harus berupa

sifat yang bisa diamati panca indera. Misalnya ‘‘illah terjadinya perpindahan

hak milik dalam akad jual beli adalah terjadinya akad ijab qabul, bukan

kerelaan di hati kedua belah pihak.

b) Berupapat sifat yang memiliki ukuran yang pasti sehingga keberadaannya

dalam far’u dipastikan dapat diketahui oleh banyak orang. Misalnya ‘illah

bolehnya membatalkan puasa bagi seorang musafir adalah perjalannanya

(safar), bukan untuk menolak kesulitan.

c) Berupa sifat yang mengandung munasabah (efektifitas hukum): Artinya ‘‘illah

itu berupa sifat yang menjadi indicator (mazhinnah) untuk mewujudkan

hikmah hukum. Misalnya ‘‘illah diharamkannya khamer adalah karena

khamer itu memabukkan. Sesuatu yang memabukkan diharamkan, hikmahnya

adalah untuk memelihara akal pikiran.

d) Sifatnya tidak terbatas pada al ashlu. Misalnya khamer haram bukan karena

terbuat dari anggur. Karena jika ‘‘illah-nya terbuat dari anggur, tak bisa

diberlakukan pada miras diluar anggur.8

أن خفتم إن الصلاة من تقصروا أن جناح عليكم فليس الأرض في ضربتم وإذا

مبينا عدو لكم كانوا الكافرين إن كفروا ذين ال يفتنكم“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqasar shalat(mu), jika kamu

takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu”.(Q.S An-

Nisa’: 101)

7Berdasarkan ayat:رسول تؤذوا أن لكم أبدا وماكان بعده من أزواجه تنكحوا ولآأن الله ... …

Artinya:…”Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat”. (Q.S Al-Ahzab: 53)

8Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilmu Ushul al-Fiqh, 61-67.

11

Page 12: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

5. Masalik al-‘‘illahMasalik al-‘‘illah ( العلة adalah(مسالك metode untuk menentukan ‘‘illah hukum

syar’i. Ada tiga metode untuk menentukan ‘‘illah hukum, yaitu:

a. Nash, maksudnya nash/teks (Quran/hadis) sendiri telah menentukan ‘‘illah

suatu hukum syar’I, baik secara tersurat atau tersirat.

1) Nash tersurat maksudnya, nash secara bahasa, telah menetapkan

‘‘illah hukum, baik secara qat’I (pasti) atau zhanni (dugaan kuat).

a) Tersurat qat’i, maksudnya bunyi lafal menetapkan ‘illah

hukum secara pasti, tidak bisa diberi arti lain.

b) Tersurat zhanni, maksudnya nash menetapkan ‘‘illah hukum

tertentu, tetapi menggunakan lafal yang mengandung

kemungkinan makna lain selain ‘‘illah.

2) Nash tersirat, maksudnya nash menetapkan ‘illah hukum tidak

menggunakan lafal atau huruf yang berarti ‘‘illah, tetapi ‘‘illah itu

bisa dipahami dari konteksnya. Contoh:

لدارقطني شيئارواه لقاتل ا يرث لا عا مرفو اس عب ابن حديثHadis marfu’ riwayat Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda:

pembunuh tidak mendapatkan harta warisan sedikurpun. (H.R. ad-

Daruquthnni).

‘‘illah dari terhalangnya pembunuh menerima warisan dipahami dari

konteksnya, yaitu terburu-buru untuk mendapatkan warisan sebelum

waktunya, maka dihukum dengan tidak mendapatkannya.

b. Ijmak, maksudnya ‘‘illah hukum ditetapkan berdasarkan ijmak. Misalnya

telah terjadi ijmak ulama bahwa ‘‘illah perwalian terhadap harta anak

perempuan adalah karena kekanak-kanakannya, bukan karena perempuan

atau karena gadis. Karena itu, menurut Hanafiyah, perwalian nikah

diberlakukan pada anak-anak dikiaskan pada perwalian terhadap hartanya.

Hanya saja klaim ijmak ini dapat dipertanyakan, bagaimana mungkin terjadi

ijmak tentang ‘‘illah hukum sementara kiasnya sendiri tidak disepakati

kehujjahannya, yaitu ditolak oleh kalangan Zhahiriyah.

c. As-sibru wat-taqsim (السبروالتقسيم)As-sibru artinya menguji sifat-sifat yang ada dengan empat kriteria

‘‘illah, dengan cara menyisihkan yang tidak sesuai dan mempertahankan

12

Page 13: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

yang sesuai. Sedangkan At-taqsim artinya membatasi sifat-sifat yang ada

pasa al-sshlu yang layak untuk menjadi ‘ollah hukum. Dalam prakteknya, at-

taqsim didahulukan daripada as-sibru. Jadi As-aibru wa-taqsim adalah

membatasi sifat-sifat yang ada pasa al-ashlu yang layak untuk menjadi ‘‘illah

hukukm kemudian menguji sifat-sifat yang ada dengan empat kriteria ‘‘illah,

dengan cara menyisihkan yang tidak sesuai dan mempertahankan yang

sesuai.

Contoh: Nash Al-Qur’an mengharamkan khamer tanpa menyebut

‘‘illahnya, maka ‘‘illah hukumnya ditetapkan dengan as-sibru wat-taqsim.At-

taqsim: yaitu membatasi sifat-sifat khamer yang mungkin menjadi ‘‘illah,

yaitu: karena terbuat dari anggur atau kurma, karena cair, atau karena

memabukan.

As-sibru: yaitu menguji sifat-sifat tersebut dengan empat kriteria

‘‘illah. Sifat pertama (terbuat dari anggur/kurma) ditolak karena hukum jadi

terbatas tidak bisa diperluas jangkauannya, padahal tujuan qiyas untuk

memperluas jangkauan hukum nash pada kasus di luar nash. Lagi pila makan

anggur dan korma halal, tidak logis jika khamer diharamkan karena terbuat

dari dua jenis buah tersebut. Sifat kedua karena cair, juga di tolak karena

tidak memiliki munasabah (efektifitas hukum), tak ada hubungan logis antar

cair dengan pengharaman. Pengharaman benda cair tidak dapat mewujudkan

hikmah hukum apapun. Lagi pula banyak benda cair dihalalkan, maka tinggal

sifat ketiga yaitu memabukan. Sifat memabukan ini diterima sebagai ‘illah

karena telah memiliki empat kriteria ‘‘illah yaitu konkrit, pasti dan terukur.

Memiliki munasabah, dan tidak terbatas pada ashlu.

6. Macam-Macam Qiyas Macam-macam qiyas dapat dilihat dari dua segi, yaitu; qiyas dari segi perbandingan

kekuatan antara ‘‘illah yang terdapat pada ashl (pokok) dengan yang terdapat pada far’u

(cabang), dibagi menjadi qiyas aula, qiyas musawi, qiyas adna.

a. Qiyas aula, yaitu qiyas dimana ‘‘illah yang terdapat pada far’u lebih dari pada

‘‘illah yang terdapat pada ashl. sebagai contoh, firman Allah pada surah Al-Isra’

(17):22:

13

Page 14: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

عندك إمايبلخن إحسنا وبالولدين ه إيا واإلا تعبد ألا ك رب وقضى

ولاتنهرهماوقل أف هما ل تقل الكبرأحدهماأوكلاهمافلا

هماقولاكريما ل“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain

Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada Ibu Bapakmu dengan sebaik-

naiknya. Apabila salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai

berumur laanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu

mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak

mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.

‘Illah larangan mengatakan “ah” kepada kedua orang tua yang terdapat pada

ayat diatas, yang kedudukannya sebagai al-ashl adalah menyakiti. Sebagai Al-

Far’u, memukul orang tua juga menyakiti, bahkan sifatnya lebih kuat dan lebih

besar dari pada sifat menyakiti yang terdapat pada al-ashl. Oleh karena itu,

hukum larangan menyakiti lebih utama diterapkan pada al-Far’u.

b. Qiyas musawi, yaitu dimana ‘‘illah terdapat pada far’u sederajat dengan ‘‘illah

yang terdapat pada ashl. Misalnya, firman Allah pada surah An-Nisa’ (4):10

بتونهم فى مايأكلون ظلماإن اليتمى أمرل يأكلون ذين ال إن

سعيرا ناراوسيصلون“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim,

sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk

ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”.

‘Illah larangan memakan harta anak yatim sebagia al-ashl pada ayat di atas

ialah, karena perbuatan itu merugikan anak yatim. Sebagai Al-Far’u juga

melahirkan dampak yang sama, yaitu merugikan anak yatim. Oleh karena itu,

perbuatan membakar atau merusak harta anak yatim juga dilarang, karena

‘‘illahnya sama, yaitu sama-sama merugikan anak yatim.

c. Qiyas adna, yaitu qiyas dimana ‘‘illah yang terdapat pada far’u lebih rendah padi

pada ‘‘illah yang terdeapat pada ashl. Misalnya mengqiyaskan hukum meminum

bir pada hukum meminum khamer, karena memabukan. Sebab sifat memabukan

bir lebih rendah daripada khamer.

14

Page 15: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

Qiyas ditinjau dari segi jelas tidaknya ‘‘illah, dibagi menjadi dua; qiyas Jali, qiyas

khafi.

a. Qiyas jali, yaitu qiyas yang ‘‘illahnya ditetapkan oleh nash, atau tidak ditetapkan

oleh nash, tapi dipastikan tidak ada perbedaan antara ‘illha yang terdapat pada ashl

dan far’u. Mencakup qiyas aula dam qiyas musawi.

Contohnya suatu qiyas yang ‘‘illah hukumnya bersifat nyata karena ditetapkan

oleh nash Al-Qur’an memerintahkan berbuat baik kepada kedua orang tua dan

jangan mengatakan”ah” kepada keduanya. Hukum memukul kedua orang tua di

Qiyaskan kepada larangan tersebut karena adanya kesamaan ‘‘illah yaitu, sama-

sama menyakiti, bahkan memukul lebih utama (awla) untuk dilarang dari pada

menyatakan ah.

Contoh suatu qiyas yang ‘‘illahnya tidak ditetapkan didalam nashsh, tetapi tidak

ada kebersamaan untuk mengetahui persamaan ‘‘illah itu didalam al-ashl dan al-

far’umengQiyaskan bolehnya meng-Qashr shalat bagi wanita yang sedang dalam

perjalanan, sebagai al-far’u, kepada bolehnya laki-laki meng-Qashr shalat sebagai

al-ashl. Tidak ada kesamaran untuk mengetahui bahwa ‘‘illah qashr shalat adalah

karena dalam perjalanan, bukan karena jenis kelamin. Karena itu tidak ada

kesamaran untuk meng-Qiyas kan bolehnya wanita melakukaknnya kepada

bolehnya laki-laki meng-Qashr shalat.

b. Qiyas khafi, yaitu qiyas dimana kesamaan antara ‘‘illah yang terdapat pada far’u

dan ashl tidak bisa dipastikan, karena ‘‘illahnya digali dari hukum ashl. Misalnya

pengenaah hukum kisas terhadap pembunuhan dengan benda berat diqiyaskan pada

pembunuhan dengan benda tajam, kerana sama-sama pembunuhan sengaja dan

permusuhan, demikian pendapat jumhur. Menurut Abu Hanifah pembunuhan

dengan benda berat tidak dikenai qisas.9

PENUTUP Kesimpulan

Menurut para ulama Ushul Fiqh (Ushul al-Fiqh), qiyas ialah menetapkan hukum suatu

kejadian atau perisriwa yang tidak ada dasar nash (teks)nya dengan cara membandingkan

kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan

nash karena ada persamaan ‘illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu. Maka qiyas

9Homaidi Hamid, Ushul Fiqh, 2013, hlm 108.

15

Page 16: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

merupakan dalil syar’i yang dapat mencakup peristiwa-peristiwa lain yang tidak tercakup

oleh nash.

Daftar Pustaka

Dahlan, Abd Rahmah, 2010. Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah

Hamaid, Homaidi, 2013. Ushul Fiqh, Yogyakarta: Qmedia

Hariyanto, Muhsin, 2013. Bahan Ajar Mata Kuliah Ushul Fiqh, Yogyakarta:-

16

Page 17: noviyaningsih.files.wordpress.com  · Web viewDi kalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah SWT hukumnya. Hanya saja, hukum tersebut ada

Khalaf, Abdul Wahab, 1990. Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Rineka Cipta

17